mfi.farmasi.ugm.ac.id pengaruh pemberian temulawak
DESCRIPTION
reuploadTRANSCRIPT
-
1
PENGARUH PEMBERIAN AIR PERASAN TEMULAWAK (Curcuma
xanthorrhiza D. Dietr) TERHADAP PARAMETER AUC DAN Cmaks IBUPROFEN YANG DIBERIKAN SECARA ORAL PADA TIKUS JANTAN GALUR WISTAR
Priyanto, Supandi, Lely Kristantinah
Jurusan Farmasi, UHAMKA
ABSTRAK
Kecenderungan dengan menggunakan lebih dari satu macam terapi (multiple drug therapy) dapat mengakibatkan terjadi interaksi. Berdasarkan penelitian, temulawak mengandung senyawa kurkumin yang sifatnya menginhibisi sitokrom P-450 CYP1A1, CYP1A2, dan CYP4A dan merupakan herbal alternatif yang aman digunakan untuk pengobatan antiinflamasi. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh temulawak (Curcuma xanthorrhiza D. Dietr) terhadap AUC dan Cmaks ibuprofen pada tikus jantan, dimana kedua senyawa tersebut dimetabolisme oleh enzim sitokrom P-450 CYP1A1, CYP1A2, dan CYP4A yang sama dengan mekanisme yang berbeda. Area under curve (AUC) adalah konsentrasi obat dalam plasma pada waktu tertentu atau luas area dibawah kurva yang menggambarkan naik turunnya kadar obat dalam plasma sedangkan kadar maksimal (Cmaks) adalah kadar tertinggi obat dalam plasma. Pada percobaan secara in vitro, didapat nilai koefisien korelasi dari kurva kalibrasi ibuprofen dalam plasma sebesar 0,9992 yang diukur pada panjang gelombang 263 nm dengan nilai batas kuantitasi (LOQ) sebesar 84 g/mL dan nilai batas terendah kuantitasi (LLOQ) sebesar 21 g/ml. Konsentrasi yang digunakan adalah konsentrasi rendah (63 g/ml), sedang (250 g/ml) dan tinggi (437 g/ml).
Pada aplikasi in vivo, hewan coba yang digunakan adalah tikus galur wistar dengan berat 180-200 gram yang dibagi menjadi 2 kelompok masing-masing 5 ekor. Sampel kontrol diberi suspensi ibuprofen kemudian diambil darahnya pada menit ke 0, 30, 60, 90, 120, 240, 300 dan 420. Sedangkan sampel perlakuan diberi air perasan temulawak selama 3 hari, kemudian setelah 3 hari hewan coba diberi suspensi ibuprofen dosis 14,4 mg/200 gram BB. Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan parameter AUC sebesar 18,31%, penurunan Cmaks sebesar 1,56% dan terjadi perubahan tmaks yaitu lebih lambat 30 menit dari hasil kontrol. Hasil secara statistik menunjukkan terjadi perbedaan yang tidak bermakna baik pada [AUC] yang nilai probabilitasnya sebesar 0,09 maupun pada Cmaks sebesar 0,532. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa temulawak dapat diminum bersama dengan ibuprofen.
Kata Kunci: Kurkumin, AUC, Cmaks, in vivo
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
-
2
ABSTRACT
Effect of ginger (Curcuma xanthorrhiza D. Dietr) on AUC and Cmax PARAMETERS PROVIDED BY ORAL IBUPROFEN IN MALE WISTAR RATS
The tendency to use more than one kind of therapy (multiple drug therapy) can result in an interaction. Based on research, ginger contains curcumin compounds that inhibit its cytochrome P-450 CYP1A1, CYP1A2, and CYP4A and is a safe herbal alternative that is used for anti-inflammatory treatment. This study aimed to determine the effect of ginger (Curcuma xanthorrhiza D. Dietr) of the AUC and Cmax ibuprofen in male rats, where both compounds are metabolized by cytochrome P-450 enzyme CYP1A1, CYP1A2, and CYP4A the same with a different mechanism. Area under curve (AUC) is the drug concentration in plasma at a given time or area under the curve that describes the ups and downs of drug levels in plasma whereas the maximum concentration (Cmax) is the highest level of drug in plasma. In vitro experiments, obtained a correlation coefficient of calibration curve of ibuprofen in plasma at 0.9992 which was measured at a wavelength of 263 nm with a value limit of quantitation (LOQ) of 84 ug / mL and the lowest limit of quantitation (LLOQ) of 21 tg / ml. The concentration used is a low concentration (63 g / ml), medium (250 ug / ml) and high (437 ug / ml). The application in vivo, experimental animals used were rats of wistar strain weighing 180-200 grams were divided into 2 groups each 5 tail. Control samples were given suspensions of ibuprofen and blood drawn at minute 0, 30, 60, 90, 120, 240, 300 and 420. While the sample of the juice of ginger treatment was given for 3 days, then after 3-day experimental animals were given doses of ibuprofen suspension of 14.4 mg/200 grams of body weight. The results showed a decline of 18.31% parameters AUC, Cmax decreased by 1.56% and there is a change tmaks is 30 minutes slower than the controls. The results showed statistically non-significant differences in either the [AUC] that the probability value of 0.09 as well as in Cmax of 0.532. Based on this research can be concluded that ginger can be taken together with ibuprofen. Keywords: Curcumin, AUC, Cmax, in vivo
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
-
3
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang
secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Mahalnya obat-obat paten yang beredar di Indonesia, adanya kesimpangsiuran obat-
obat palsu serta adanya krisis moneter menyebabkan masyarakat terdorong kembali
menggunakan obat-obat tradisional dengan efek samping yang relatif jarang terjadi.
Meskipun penelitian obat tradisional di Indonesia belum tuntas, namun sejak dulu masyarakat
telah menggunakan obat tradisional dengan berbagai indikasi atau kegunaannya. Salah
satunya adalah rimpang temulawak yang telah dikenal oleh nenek moyang kita sejak jaman
dahulu. Selama ini, telah banyak penelitian-penelitian yang dilakukan baik oleh ilmuwan
Indonesia maupun ilmuwan asing untuk membuktikan khasiat temulawak dengan cara
pengujian secara in vitro, pengujian terhadap binatang bahkan sampai uji klinis terhadap
manusia. Berdasarkan penelitian, temulawak merupakan herbal alternatif yang aman
digunakan untuk pengobatan antiinflamasi karena kandungan senyawa kurkuminnya.
Temulawak didaulat menjadi fitofarmaka setelah melalui 10 tahun penelitian (Sri, 2008).
Temulawak mengandung kurkumin yang dapat menghambat aktivitas enzim
sitokrom P-450 CYP1A1, CYP1A2, dan CYP4A. Sifat inhibisi temulawak terhadap enzim
sitokrom menyebabkan temulawak harus diperhatikan jika digunakan bersamaan dengan
obat-obatan yang dimetabolisme oleh enzim yang sama. Ibuprofen yang metabolismenya
dilakukan oleh enzim yang sama dengan temulawak dikhawatirkan dapat terjadi interaksi
dengan senyawa kurkumin yang terkandung dalam temulawak, sehingga mempengaruhi
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
-
4
farmakokinetikanya. Perubahan parameter farmakokinetika obat menyebabkan hilangnya
efek farmakologis atau timbulnya efek toksik.
Ibuprofen merupakan salah satu obat Antiinflamasi non Steroid (NSAIDs) yang
biasa digunakan untuk mengobati radang, demam, dan nyeri. Prostaglandin adalah bahan-
bahan kimia tubuh yang bertanggung jawab atas penyebab terjadinya nyeri, demam, dan
peradangan. Mekanisme kerjanya yaitu menghalangi kerja siklooksigenase (COX) dalam
membentuk prostaglandin sehingga dapat mengurangi peradangan, rasa nyeri, dan demam.
Ibuprofen dimetabolisme di hati oleh enzim sitokrom P-450 CY4A dengan menginduksi
enzim tersebut dan merupakan substrat dari enzim sitokrom P-450 CYP 2D6 dan CYP 2C8
(Oetari, 1998).
Penelitian yang mengkaji interaksi buah, sayur dan obat tradisional dengan obat
kimia masih sedikit, diantaranya ; penelitian yang mengkaji interaksi parasetamol dengan
pemberian sediaan jus anggur ternyata dapat mempengaruhi farmakokinetika parasetamol
(Syafah, 2007) serta penelitian lain yang menunjukkan bahwa kurkumin dapat berinteraksi
dengan teofilin (ching, 2001) dan parasetamol (Donatus, 1994). Adapun tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemberian air perasan temulawak yang
diberikan bersama dengan ibuprofen secara oral terhadap AUC dan Cmaks ibuprofen.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Jadwal Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi dan Laboratorium Instrumen Farmasi
FMIPA-UHAMKA pada bulan Desember 2008 sampai dengan Maret 2009.
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
-
5
B. Alat dan Bahan
1. Bahan Penelitian
Subjek uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus jantan dengan berat 180-200
gram. Bahan yang digunakan adalah ibuprofen (biocause), asam fosfat (Merck), dan
asetonitril (Merck), aquadest, etanol 96 % (Merck), plasma darah (PMI) dan rimpang
temulawak.
2. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometer UV-VIS (Shimadzu
1601), sentrifugator (HC 1180 T) tabung sentrifugasi (Effendrof), lemari pendingin, alat
gelas, pipet ukur, mikropipet, sonde, gunting, spuit, juicer, dan kapas.
C. Prosedur Penelitian
Dibuat larutan induk ibuprofen dengan cara sebagai berikut :
Ditimbang secara seksama lebih kurang 100,0 mg kemudian dilarutkan dalam etanol 96%
dalam labu ukur 100 mL ad 100 mL. Diperoleh konsentrasi 1mg/mL.
Tahapan-tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Optimasi dan validasi metode analisis dalam plasma secara in vitro
1) Mencari panjang gelombang optimum
Dibuat spektrum serapan UV larutan ibuprofen dengan kadar 100 g/mL dan 300 g/mL
pada panjang gelombang 200-400 nm, ditentukan pada panjang gelombang
maksimumnya.
2) Batas kuantitasi (LOQ) dan Batas Terendah Kuantitasi (LLOQ)
Ke dalam tabung reaksi dimasukkan sampel 0,5 mL plasma mengandung ibuprofen pada
kosentrasi 100-500 g/mL , kemudian diekstraksi dengan ditambahkan H3PO4 dan
asetonitril, dikocok, kemudian disentrifuge pada kecepatan 1500 rpm selama 10 menit.
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
-
6
Ambil cairan supernatan, tambahkan etanol 96%, kemudian disentrifuge 10 menit. Hasil
ekstraksi dibaca di spektrofotometer UV-Vis. LOQ dihitung melalui persamaan garis
regresi linier dari kurva kalibrasi, sedangkan LLOQ diperoleh dengan mengencerkan
konsentrasi LOQ hingga setengah atau seperempatnya yang dilakukan replikasi sebanyak
3 kali pada masing-masing konsentrasi. LLOQ adalah konsentrasi terendah yang
menunjukkan nilai perbedaan dengan konsentrasi sebenarnya. Kemudian dihitung nilai
koefisien variasinya (KV) dengan nilai tidak boleh 20% dan akurasiya (%diff) dengan
nilai tidak boleh lebih dari 20%.
3) Pembuatan kurva baku
Dibuat satu sampel zero (plasma tanpa sampel), dan larutan ibuprofen dalam plasma pada
konsentrasi 21-500 g/ml, kemudian diekstraksi sesuai prosedur. Kurva kalibrasi
menggunakan persamaan regresi linier (y = a + b x), dimana x adalah Konsentrasi
ibuprofen. Linieritas dari kuva kalibrasi dapat dilihat dengan menghitung korelasi (r) dari
persamaan garis regresi linier.
4) Uji selektivitas
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan 6 blanko plasma yang berbeda sumbernya.
Pada tiap-tiap blanko plasma dilakukan prosedur sebagai berikut ; ke dalam tabung reaksi
dimasukkan 0,5 mL plasma yang mengandung ibuprofen pada konsentrasi LLOQ,
kemudian diekstraksi sesuai prosedur ukur di spektro UV-Vis. Hasilnya kemudian
dihitung nilai koefisien variasinya (KV) dengan nilai tidak boleh 20% dan akurasinya
(%diff) dengan nilai tidak lebih dari 20%.
5) Uji presisi
Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 0,5 mL plasma yang mengandung ibuprofen pada
konsentrasi rendah, sedang dan tinggi kemudian diekstraksi sesuai prosedur di ukur di
spektro UV-VIS, dimana pengujian dilakukan replikasi sebanyak 3 kali dan hasilnya
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
-
7
kemudian dihitung nilai koefisien variasinya (KV) dengan nilai tidak boleh 15%,
sedangkan untuk konsentrasi rendah dengan nilai tidak boleh 20%. Pengujian sampel
dilakukan intra-hari dan inter-hari.
6) Uji Akurasi
Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 0,5 mL plasma yang mengandung ibuprofen pada
konsentrasi rendah, sedang dan tinggi kemudian diekstraksi sesuai prosedur dan diukur di
spektro UV-Vis. Pengujian dilakukan replikasi sebanyak 3 kali. Hasilnya kemudian
dihitung akurasinya (%diff) dengan nilai tidak boleh lebih dari 15%, da tidak lebih dari
20% untuk konsentrasi rendah.
5) Uji Perolehan Kembali
Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 0,5 mL plasma yang mengandung ibuprofen pada
konsentrasi rendah, sedang dan tinggi kemudian diekstraksi sesuai prosedur di ukur di
spektro UV-VIS yang dilakukan replikasi sebanyak 3 kali. Nilai perolehan kembali
dihitung dengan cara membandingkan konsentrasi obat dalam plasma yang diperoleh dari
hasil ekstraksi dengan konsentrasi obat yang sebenarnya dikalikan 100%.
6) Stabilitas beku-cair (freeze and thaw stability)
Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 0,5 mL plasma yang mengandung ibuprofen
menggunakan tiga konsentrasi yaitu konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi yang disimpan
dalam lemari pendingin selama 24 jam, kemudian dicairkan dalam suhu kamar, sampai
mencair sempurna. Kemudian dibekukan kembali ke dalam lemari pendingin selama 12-
24 jam. Larutan uji diperiksa pengaruh siklus pembekuan/pencairannya yang dilakukan
hingga 3 siklus, diekstraksi sesuai prosedur, kemudian sample diukur di spekro UV-Vis.
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
-
8
b. Uji in vivo pada subjek tikus.
1) Penyiapan Subjek
Subjek dipuasakan selama 10 jam. Dimana berat badan telah memenuhi persyaratan
sebagai hewan yang siap dicobakan (150-250 gram) pemberian obat per oral dengan
mengkonsumsi suspensi ibuprofen, dan pada kelompok lainnya diberikan pra perlakuan
air perasan temulawak selama 3 hari dan pada hari ketiga diberikan bersamaan air perasan
temulawak dan suspensi ibuprofen secara oral.
2) Pengambilan darah
Setelah perlakuan dilakukan sampling pengambilan darah sebanyak 9 sampel darah
dengan rentang waktu 3 x waktu paruh obat. Pengambilan darah dilakukan pada menit ke
0, 30, 45, 60, 90, 120, 240, 300, dan 420. Pengambilan darah diambil sebanyak 2 mL
dan ditampung pada tabung EDTA, kemudian disentrifuge dengan kecepatan 1500 rpm
selama 5 menit dan diambil plasmanya 0,5 mL. Plasma yang diperoleh diperlakukan
sama seperti pada penetapan kadar obat dalam plasma secara in vitro. Apabila plasma
tidak langsung diukur maka plasma dapat disimpan di lemari pendingin.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Optimasi Metode Analisis
Pada penelitian ini penentuan panjang gelombang maksimum menggunakan
spektrofotometer ultra violet-visibel, diperoleh hasil larutan ibuprofen adalah 263 nm.
Pemilihan panjang gelombang pada analisis ini guna meningkatkan selektivitas dan sensivitas
analisis dari sampel yang digunakan.
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
-
9
Validasi Metode Analisis dalam Plasma secara In Vitro
1. Batas Kuantitasi (LOQ) dan Batas Terendah Kuantitasi (LLOQ)
Batas kuantitasi ditentukan untuk mempengaruhi batas terendah konsentrasi suatu zat
yag masih dapat ditentukan dengan metode yang digunakan secara akurat dan presisi.
Semakin kecil nilai batas kuantitasi suatu metode analisis menunjukkan semakin sensitifnya
metode tersebut. Batas kuantitasi diperoleh secara statistik melalui garis linier dari kurva
kalibrasi pada kisaran konsentrasi 100-500 g/ml yaitu 63 g/ml. Nilai batas terendah
kuantitasi (LLOQ) bisa didapat dari setengah dari LOQ yaitu 42,2495 g/ml dan
seperempatnya yaitu 21,1247 g/ml. Nilai LLOQ yang diperoleh dilakukan uji dengan
mengukur konsentrasi LLOQ sebanyak 6 kali replikasi dengan plasma yang berbeda. Dari
hasil percobaan diperoleh % diff sebesar 2,9837 g/ml dan koefisien variasi sebesar 1,8577
%. Hasil ini memenuhi persyaratan untuk % diff yang tidak boleh lebih dari 20 %, dan
kofisien variasi yang tidak boleh 20 %.
2. Kurva Kalibrasi
Kurva kalibrasi merupakan gambaran hubungan antara respon instrumen dan analit
dengan konsentrasi yang diketahui. Kurva kalibrasi sebaiknya disiapkan dalam waktu yang
bersamaan dengan penyiapan sampel plasma. Dari percobaan pada plasma dengan rentang
konsentrasi 21-500 g/ml dapat diperoleh kurva kalibrasi dengan persamaan garis Y =
0,00789 + 0,001665 X dengan koefisien korelasi 0,9993. Untuk metode bioanalisis pada
matriks biologi kriteria linieritas dipenuhi dengan minimal koefisien 0,9500, sehingga kurva
kalibrasi yang dipeeroleh telah memenuhi persyaratan.
3. Selektivitas (Selektivity)
Selektivitas merupakan kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja secara
cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yag mungkin ada dalam matriks sampel.
Uji ini dilakukan pada konsentrasi LLOQ yaitu 21,1247695 g/ml dengan menggunakan 6
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
-
10
blanko sampel plasma yang berbeda sumbernya. Berdasarkan percobaan diperoleh koevisien
variasi kurang dari 20 % sesuai yang dipersyaratkan yaitu berkisar 1,3298 - 3,5784 %,
sedangkan rata-rata % diff yang diperoleh tidak lebih dari 20 % yaitu 2,9837 g/ml. Hasil
ini menunjukkan bahwa metode analisis yang digunakan sudah cukup spesifik untuk analisis
ibuprofen dalam plasma.
4. Keseksamaan (Precision)
Presisi adalah ukuran yang menunjukan derajat kesesuaian antara hasil uji individual.
Uji presisi dilakukan intra-hari dengan konsentrasi rendah diperoleh koefisien variasi
2,4783%, konsentrasi sedang 1,4473% dan koefisien variasi pada konsentrasi tinggi
0,6349%. Pada percobaan inter-hari dilakukan sampai selama 3 hari dan diperoleh hasil
koefisien variasi kurang dari 20% untuk konsentrasi rendah yaitu 1,8740% dan koefisien
variasi kurang dari 15% untuk konsentrasi sedang dan tinggi, masing masing yaitu 0,6799%
dan 0.3531% .
5. Kecermatan (Accuracy)
Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar
yang sebenarnya. Akurasi diperiksa dengan menghitung perbedaan nilai yang terukur dengan
nilai sebenarnya (% diff). Uji akurasi dilakukan dengan intra hari dan inter hari pada
konsentrasi konsentrasi rendah (63 g/ml), rendah (250 g/ml) dan tinggi (437 g/ml). Pada
pengujian intra-hari konsentrasi rendah diperoleh rata-rata % diff sebesar 0,6512%,
konsentrasi sedang 0,9765% dan konsentrasi tinggi menghasilkan % diff 0,51%. Pada
percobaan inter-hari dilakukan selama tiga hari dan diperoleh hasil untuk konsentrasi rendah
(0,3003%), hasil percobaan masih memenuhi persyaratan tidak lebih dari 15% sedangkan
pada konsentrasi sedang (1,5924%) dan konsentrasi tinggi (0.8597%), dimana kedua
konsentrasi baik sedang maupun tinggi masih memenuhi persyaratan yaitu tidak lebih dari
20%.
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
-
11
6. Uji perolehan kembali (recovery)
Uji perolehan kembali dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara analit yang
diekstraksi dari sampel biologi (plasma manusia) dengan kadar yang sebenarnya dari standar
murni. Batas uji perolehan kembali disyaratkan untuk metode analis dalam matriks biologi
antara 80-120% untuk konsentrasi rendah, sedangkan untuk konsentrasi sedang dan tinggi
sebesar 85-115% (22) . Uji perolehan kembali dilakukan pada tiga konsentrasi antara lain
konsentrasi rendah 97,2936 - 104,7984 %, konsentrasi sedang 99,172 - 103,104 %, dan
konsentrasi tinggi 99,3569 - 101,5903 %. Pengujian perolehan kembali dilakukan pada 3
konsentrasi yang berbeda yaitu konsentrasi rendah (63 g/ml), sedang (250 g/ml), dan tinggi
(437 g/ml) guna untuk memberikan batas range bahwa konsentrasi analit yang terukur pada
daerah tersebut masih terukur baik oleh detektor.
7. Uji stabilitas beku-cair (freeze and thaw stability)
Pada percobaan beku cair menggunakan tiga konsentrasi yaitu konsentrasi rendah,
sedang, dan tinggi ibuprofen dalam plasma yang disimpan dalam lemari pendingin (-4)
selama 24 jam, kemudian dicairkan dalam suhu kamar, setelah mencair sempurna bekukan
kembali selama 12-24 jam, kemudian periksa pengaruh siklus pembekuan dan pencairan
larutan uji setelah tiga siklus. Berdasarkan hasil percobaan menunjukkan bahwa larutan uji
tidak mengalami perubahan yang signifikan baik 0 siklus maupun 3 siklus, hal ini
ditunjukkan dengan perolehan % diff yang masih memenuhi persyaratan baik pada
konsentrasi rendah yang tidak lebih dari 20% maupun pada konsentrasi sedang dan tinggi
yang tidak lebih dari 15 %. Tujuan hasil uji stabilitas ini akan menentukan batas waktu
pembuatan dan penyimpanan larutan standar, sehingga diharapkan dapat lebih efektif bila
larutan standar tidak harus selalu dibuat baru setiap kali melakukan percobaan.
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
-
12
Aplikasi Uji In Vivo pada Hewan Coba
Tujuan dilakukan aplikasi pada hewan coba guna untuk mengetahui gambaran model
farmakokinetika yang digambarkan oleh besarnya kadar obat dalam plasma terhadap waktu,
melihat pengaruh apakah pemberian air perasan temulawak akan mengganggu analisis
ibuprofen dalam plasma, menghubungkan konsentrasi obat dengan aktivitas farmakologik
dan toksikologik. Dalam penelitian ini peneliti melihat gambaran AUC (area Ander the
curve), konsentrasi maksimum dan waktu maksimum baik kontrol yaitu hewan coba yang
hanya diberi larutan suspensi ibuprofen dan perlakuan yaitu hewan coba yang diberi air
perasan temulawak dan suspensi ibuprofen.
Pada aplikasi in vivo, hewan coba yang digunakan adalah tikus galur wistar dengan
berat 180-200 gram. Hewan coba dipuasakan selama 10 jam. Sampel kontrol diberi suspensi
ibuprofen kemudian diambil darahnya sebanyak 9 titik yaitu pada menit 0, 30, 60, 90, 120,
240, 300 dan 420. Sedangkan sampel perlakuan diberi air perasan temulawak selama 3 hari,
hal ini kondisikan supaya kurkumin yang yang terkandung dalam temulawak termetabolisme
di hati karena untuk melibatkan sintesis enzim CYP pada proses metabolime diperlukan
waktu pejanan minimal 3 hari, kemudian setelah 3 hari hewan coba diberi suspensi ibuprofen
dosis 14,4 mg/ 200 gr BB dan diambil darahnya pada menit 0,30, 60, 90, 120, 240, 300, dan
420. Pengambilan darah sebanyak 1 mL, ditampung dalam tabung EDTA (effendroff). Darah
didiamkan sampai plasma terpisah, kemudian diekstraksi sesuai prosedur dan hasilnya diukur
di spektro UV-Vis. Dari hasil percobaan diperoleh hasil waktu maksimum kontrol selama 90
menit sedangkan pada perlakuan selama 120 menit. Nilai rata-rata AUC kontrol didapat hasil
326,0330 g/mL.jam dan perlakuan didapat hasil 266,0330 g/mL.jam, dari hasil
menunjukkan penurunan sebesar 18,31 %. Hasil rata-rata kadar maksimum pada kontrol
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
-
13
didapat 74,6558 g/mLdan pada perlakuan didapat hasil 73,4872, hal ini menunjukkan terjadi
penurunan nilai kadar maksimal sebesar 1,56%.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sediaan air perasan temulawak yang
diberikan bersama dengan ibuprofen dapat berpengaruh terhadap AUC, C maks, dan T maks
ibuprofen. Hal ini ditunjukkan dengan berubahnya nilai parameter AUC yang terjadi
penurunan sebesar 18,31 %, C maks menurun sebesar 1,56%, dan T maks memanjang 30
menit.
Secara statistik perbedaan antar kelompok tidak bermakna karena nilai
probabilitasnya baik pada AUC maupun C maks > 0,05. Namun walaupun demikian,
pemberian air perasan temulawak berpengaruh terhadap parameter AUC, kadar maksimal dan
waktu kadar maksimal. Menurunnya C maks dan meningkatnya T maks dalam darah
menunjukkan Ibuprofen dimetabolisme menjadi lebih cepat, ini dapat berakibat ibuprofen
menjadi kurang efektif, berakibat ibuprofen yang berkhasiat sebagai obat antiinflamasi
kadarnya tidak tepat sasaran atau tidak mencapai target dan kadar ibuprofen dalam darah
akan terakumulasi.
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
-
14
Gambar 1. Skema Uji In Vivo pada Tikus
Kontrol Perlakuan
Potong vena ekor tikus pada menit ke 0, 30, 45, 60, 90, 120, 240, 300 dan 420
Ambil plasma 0,5 mL
H3PO4
Asetonitril
Disentrifuse (1500 rpm, 10 menit)
Ambil cairan supernatan
Etanol 96%
Disentrifuse (1500 rpm, 10 menit)
Ambil cairan supernatan
Kadar dibaca di Spektrofotometer UV-Vis pada maks 263 nm
Tampung di tabung EDTA (effendrof)
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
-
15
Tabel I. Data Hasil Aplikasi Uji In Vivo Kadar Ibuprofen dalam Darah Tikus per oral Dosis 14,4 mg/200 gram BB yang diukur pada maks 263 nm
Kadar (g/mL) Waktu
Sampling (jam) Tikus I Tikus II Tikus III Tikus IV Tikus V
0 0 0 0 0 0 0,5 35,350 30,376 32,093 27,973 33,394 0,75 40,739 41,568 43,658 39,177 45,031
1 61,656 54,772 55,223 53,488 52,700 1,5 77,924 72,121 74,431 76,622 72,181 2 68,450 64,957 60,338 64,483 64,601 4 51,042 48,259 47,134 53,706 56,134 5 30,139 32,745 33,515 34,640 34,758 7 13,323 17,113 15,988 18,711 21,909
AUC (g/mL.jam) 306,180 316,802 387,231 310,485 309,467
Cmaks 77,924 72,121 74,431 76,622 72,181 tmaks 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
Tabel II. Data Hasil Aplikasi Uji In Vivo Kadar Ibuprofen dalam Darah Tikus per oral Dosis 14,4 mg/200 gram BB bersama dengan sediaan Air Perasan
Temulawak yang diukur pada maks 263 nm
Kadar (g/mL) Waktu Sampling
(jam) Tikus I Tikus II Tikus III Tikus IV Tikus V
0 0 0 0 0 0 0,5 18,215 11,724 17,854 18,938 21,540 0,75 31,081 31,501 29,419 30,864 35,924
1 45,754 42,574 43,875 41,706 40,857 1,5 52,404 52,640 50,163 50,163 50,094 2 72,860 70,286 75,751 77,413 71,486 4 49,368 41,035 45,176 44,453 38,192 5 33,611 25,462 27,949 22,856 26,587 7 18,576 19,303 19,356 19,007 19,126
AUC (g/mL.jam) 292,08 261,463 242,754 272,275 263,079
Cmaks 72,860 70,286 75,751 77,413 71,126 tmaks 2 2 2 2 2
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
-
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Sri Purnomowati, Khasiat Temulawak. Juli 2008. http://www. indofarma. co.id/index. php?option=com_content & task = view &id=21&Itemid=125.
2. Oetari, R,A. 1998, The interactions between curcumin and curcumin analogues and
cythocrome P450, molecular and structure-activity relationships studies, Dissertation, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
3. Anonim. Non Steroidal Antiinflammatory Drugs (NSAIDs), Cyclooxygenase, Nitric
Oxide (NO). (online). (http://www.ActaPharmaceutica Indonesia.com//journal. 8 juni 2008.
4. Syafah, Laillatus. 2007. Pengaruh Pemberian Jus Anggur Terhadap Farmakokinetika
Parasetamol yang diberikan secara Oral Pada Kelinci Jantan. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
5. Ching H.,Tsai S.Y.,Hsiu S.L., Wu P.P., dan Chao P.D.L, 2001, Effect of curcumin on
theophyline pharmacokinetics on rabbits, J. Chin Med. 12 (51-59) 6. Donatus L.A., 1994, Antaraksi Kurkumin dan Parasetamol Kajian terhadap Aspek
Farmakologi dan Toksikologi Biotransformasi Parasetamol, 7.. Chamberlain, J. 1985. Analysis of drugs in Biological Fluids, CRC press Inc, Boca
Raton Florida. Hal. 1-201
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.