mini project

77
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sejak tahun 2000 Indonesia memasuki klasifikasi endemi terkonsentrasi untuk infeksi HIV. Sampai saat ini penderita HIV AIDS telah dilaporkan oleh 341 Kabupaten/Kota di 33 provinsi. Seiring dengan meningkatnya proporsi HIV pada perempuan (28%), terjadi peningkatan jumlah kumulatif AIDS pada ibu rumah tangga dari 172 orang pada tahun 2004 menjadi 3.368 orang sampai bulan Juni 2012. Begitu juga jumlah kumulatif anak dengan AIDS yang tertular HIV dari ibunya meningkat dari 48 orang pada tahun 2004 menjadi 912 pada bulan Juli 2012. Salah satu faktor risiko penularan HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah penularan dari ibu pengidap HIV kepada anak, baik selama kehamilan, persalinan maupun menyusui. Hingga saat ini kejadian penularan dari ibu ke anak sudah mencapai 2,6% dari seluruh kasus HIV AIDS yang dilaporkan di Indonesia. Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) telah terbukti sebagai intervensi yang sangat efektif untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke anak. Di negara maju risiko anak tertular HIV dari ibu dapat ditekan hingga kurang dari 2% karena tersedianya intervensi PPIA dengan layanan optimal. Namun di negara 1

Upload: mica

Post on 20-Nov-2015

109 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

mini project internship

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN1.1LATAR BELAKANGSejak tahun 2000 Indonesia memasuki klasifikasi endemi terkonsentrasi untuk infeksi HIV. Sampai saat ini penderita HIV AIDS telah dilaporkan oleh 341 Kabupaten/Kota di 33 provinsi. Seiring dengan meningkatnya proporsi HIV pada perempuan (28%), terjadi peningkatan jumlah kumulatif AIDS pada ibu rumah tangga dari 172 orang pada tahun 2004 menjadi 3.368 orang sampai bulan Juni 2012. Begitu juga jumlah kumulatif anak dengan AIDS yang tertular HIV dari ibunya meningkat dari 48 orang pada tahun 2004 menjadi 912 pada bulan Juli 2012. Salah satu faktor risiko penularan HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah penularan dari ibu pengidap HIV kepada anak, baik selama kehamilan, persalinan maupun menyusui. Hingga saat ini kejadian penularan dari ibu ke anak sudah mencapai 2,6% dari seluruh kasus HIV AIDS yang dilaporkan di Indonesia.Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) telah terbukti sebagai intervensi yang sangat efektif untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke anak. Di negara maju risiko anak tertular HIV dari ibu dapat ditekan hingga kurang dari 2% karena tersedianya intervensi PPIA dengan layanan optimal. Namun di negara berkembang atau negara miskin, dengan minimnya akses intervesi, risiko penuluran masih berkisar antara 20% sampai 50%. Dalam upaya peningkatan cakupan dan pelayanan PPIA tersebut, Kementrian Kesehatan telah melakukan pengembangan fasilitas kesehatan yang dapat memberikan pelayanan PPIA, peningkatan kemampuan manajemen bagi penglola program dan pengingkatan kemampuan klinis dan pelatihan bagi petugas kesehatan. Upaya ini telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2004, khususnya di daerah tingkat epidemi HIV tinggi. Indonesia hingga bulan Juni 2012, menunjukkan baru ada 94 fasilitas pelayanan kesehatan (85 Rumah Sakit dan 9 Puskesmas) yang menyelenggarakan pelayanan PPIA, demikian pula untuk cakupan pelayanannya masih rendah, yakni hanya mencakup 28.314 ibu hamil yang dilakukan konseling dan tes HIV dimana 812 diantaranya positif. Puskesmas Dumai Kota merupakan salah satu dari dua Puskesmas di wilayah Dumai yang memilki pelayanan PPIA dan sejak April hingga November 2014 telah melakukan pemeriksaan terhadap 248 ibu hamil di wilayah kota Dumai serta tidak satupun ditemukan HIV positif namun terjaringnya 6 ibu dengan sifilis positif .Penyakit sifilis masih menjadi masalah kesehatan dunia dengan perkiraan 12 juta orang terinfeksi setiap tahunnya pada orang yang menderita sifilis risiko HIV meningkat 2-3 kali lipat dimana 35% ibu hamil akan berakhir dengan kematian janin atau abortus spontan dan 25% dari bu yang melahirkan akan mengalami Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) atau dengan infeksi berat. Kedua hal tersebut terkait dengan kematian perinatal yang sebenarnya dapat dicegah. Pencegahan penularan HIV, penyakit IMS dan sifilis dari ibu ke bayi mempunyai kelompok sasaran dan penyedia layanan yang sama, yaitu perempuan usia reproduksi, ibu hamil dan remaja, untuk itu upaya pencegahan penularan HIV dan sifilis serta penyakit IMS lainnya dari ibu ke anak akan dilaksanakan secara terintegrasi di layanan KIA, KB, kesehatan reproduksi remaja secara terpadu di pelayanan dasar dan rujukan menuju eliminasi penularan HIV dan sifilis dari ibu ke anak di seluruh fasilitas pelayanan baik pemerintah maupun swasta.Menurut data September 2014 Puskesmas Dumai Kota cakupan 1469 ibu hamil yang merupakan sasaran program PPIA. Untuk mencapai target pelakansaan program PPIA maka Puskesmas dalam tahap awal program ini harus mencapat target pemeriksaan 35 % atau jumlah sekitar 515 jumah ibu hamil yang diperiksa dalam setahun. Sementra hingga November 2014 atau tujuh bulan program ini terlakasan target yang diperoleh Puskesmas Dumai Kota adalah 16.6%. Angka cakupan tempat persalinan sampai dengan September 2014 yaitu sebanyak 60.6% dilakukan di bidan prektek swasta. Jumlah tersebut adalah terbanyak yang disusul dengan RSUD. Dari jumlah tersebut maka untuk mewujudkan target program PPIA diperlukan kerjasama dari pihak bidan praktik swasta.1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan uraian ringkas tetntang latar belakang tersebut maka yang menjadi rumusan masalah adalah 1. Bagaimana peran bidan praktik swasta dalam mendukung program PPIA di wilayah Puskesmas Dumai Kota2. Apa yang menjadi kendala dari bidan praktik swasta dalam mendukung program PPIA Puskesmas Dumai Kota ?3. Apa alternatif dari pemecahan kendala oleh bidan praktik swasta dalam mendukung program PPIA Puskesmas Dumai Kota?1.3Tujuan PenelitianMengetahui peran bidan praktik swasta dalam pelayanan program PPIA di wilayah Puskesmas Dumai Kota1. Mengetahui sejauh mana informasi yang diperoleh bidan praktik swasta tentang program PPIA2. Mencari kendala yang menjadi batasan bidan praktik swasta dalam mendukung program PPIA3. Menganalisis alternatif dari kendala yang dijumpai di lapangan untuk mendukung pencapaian program PPIA1.4Manfaat Penelitian1. Di bidang penelitian, hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai peran serta bidan praktik swasta dalam pelayan program PPIA2. Sebagai masukan bagi Puskesmas mengenai kendala apa yang didapat dilapangan sehubungan dengan peran bidan praktik swasta dalam program PPIA3. Diharapkan dapat memberikan masukan sebagai alternatif masalah yang di dadapatkan di lapangan4. Membantu menyampaikan informasi mengenai program PPIA kepada bidan praktik swasta Puskesmas Dumai Kota5. Memberikan edukasi tentang HIV AIDS dan sekilas tentang PPIA kepada ibu hamil melalui penyuluhan di bidan praktik swasta.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENCEGAHAN PENYAKIT HIV DARI IBU KE ANAK (PPIA)2.1.1 HIVHuman Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan penyakit AIDS yang termasuk kelompok retrovirus. Seseorang yang terinfeksi HIV, akan mengalami infeksi seumur hidup. Kebanyakan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) tetap asimtomatik (tanpa tanda dan gejala dari suatu penyakit) untuk jangka waktu lama. Meski demikian, sebetulnya mereka telah dapat menulari orang lain. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Acquired artinya tidak diturunkan, tetapi didapat; Immune adalah sistem daya tangkal atau kekebalan tubuh terhadap penyakit; Deficiency artinya tidak cukup atau kurang; dan Syndrome adalah kumpulan tanda dan gejala penyakit. AIDS adalah bentuk lanjut dari infeksi HIV, yang merupakan kumpulan gejala menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV berjalan sangat progresif merusak sistem kekebalan tubuh, sehingga penderita tidak dapat menahan serangan infeksi jamur, bakteri atau virus. Kebanyakan orang dengan HIV akan meninggal dalam beberapa tahun setelah tanda pertama AIDS muncul bila tidak ada pelayanan dan terapi yang diberikan.Sesudah HIV memasuki tubuh seseorang, maka tubuh akan terinfeksi dan virus mulai mereplikasi diri dalam sel orang tersebut (terutama sel limfosit T CD4 dan makrofag). Virus HIV akan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dengan menghasilkan antibodi untuk HIV. Masa antara masuknya infeksi dan terbentuknya antibodi yang dapat dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium adalah selama 2-12 minggu dan disebut masa jendela (window period). Selama masa jendela, pasien sangat infeksius, mudah menularkan kepada orang lain, meski hasil pemeriksaan laboratoriumnya masih negatif. Hampi 30-50% orang mengalami masa infeksi akut pada masa infeksius ini, di mana gejala dan tanda yang biasanya timbul adalah: demam, pembesaran kelenjar getah bening, keringat malam, ruam kulit, sakit kepala dan batuk. Orang yang terinfeksi HIV dapat tetap tanpa gejala dan tanda (asimtomatik) untuk jangka waktu cukup panjang bahkan sampai 10 tahun atau lebih. Namun orang tersebut dapat menularkan infeksinya kepada orang lain. Kita hanya dapat mengetahui bahwa orang tersebut terinfeksi HIV dari pemeriksaan laboratorium antibodi HIV serum. Sesudah jangka waktu tertentu, yang bervariasi dari orang ke orang, virus memperbanyak diri secara cepat dan diikuti dengan perusakan sel limfosit T CD4 dan sel kekebalan lainnya sehingga terjadilah gejala berkurangnya daya tahan tubuh yang progresif. Progresivitas tergantung pada beberapa faktor seperti: usia kurang dari 5 tahun atau di atas 40 tahun, infeksi lainnya, dan faktor genetik.Infeksi, penyakit, dan keganasan dapat terjadi pada individu yang terinfeksi HIV. Penyakit yang berkaitan dengan menurunnya daya tahan tubuh pada orang yang terinfeksi HIV, misalnya infeksi tuberkulosis (TB), herpes zoster (HSV), oral hairy cell leukoplakia (OHL), oral candidiasis (OC), papular pruritic eruption (PPE), Pneumocystis carinii pneumonia (PCP), cryptococcal meningitis (CM), retinitis Cytomegalovirus (CMV), dan Mycobacterium avium (MAC).

Grafik 2.1 Perjalanan HIV AIDS

2.1.2 CARA PENULARAN HIVHuman immunodeficiency virus (HIV) dapat masuk ke tubuh melalui tiga cara, yaitu melalui (1) hubungan seksual, (2) penggunaan jarum yang tidak steril atau terkontaminasi HIV, dan (3) penularan HIV dari ibu yang terinfeksi HIV ke janin dalam kandungannya, yang dikenal sebagai Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA). a. Hubungan seksualPenularan melalui hubungan seksual adalah cara yang paling dominan dari semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama sanggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Sanggama berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal, atau oral antara dua individu. Risiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV. Kontak seksual oral langsung (mulut ke penis atau mulut ke vagina) termasuk dalam kategori risiko rendah tertular HIV. Tingkatan risiko tergantung pada jumlah virus yang ke luar dan masuk ke dalam tubuh seseorang, seperti pada luka sayat/gores dalam mulut, perdarahan gusi, dan atau penyakit gigimulut atau pada alat genital.b. Pajanan oleh darah, produk darah, atau organ dan jaringan yang terinfeksi Penularan dari darah dapat terjadi jika darah donor tidak ditapis (uji saring) untuk pemeriksaan HIV, penggunaan ulang jarum dan semprit suntikan, atau penggunaan alat medik lainnya yang dapat menembus kulit. Kejadian di atas dapat terjadi padasemua pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, poliklinik, pengobatan tradisional melalui alat penusuk/jarum, juga pada pengguna napza suntik (penasun). Pajanan HIV pada organ dapat juga terjadi pada proses transplantasi jaringan/organ di fasilitas pelayanan kesehatan. c. Penularan dari ibu-ke-anakLebih dari 90% anak yang terinfeksi HIV didapat dari ibunya. Virus dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi HIV kepada anaknya selama hamil, saat persalinan dan menyusui. Tanpa pengobatan yang tepat dan dini, setengah dari anak yang terinfeksi tersebut akan meninggal sebelum ulang tahun kedua.2.1.3FAKTOR YANG BERPERAN DALAM PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAKAda tiga faktor utama yang berpengaruh pada penularan HIV dari ibu ke anak, yaitu faktor ibu, bayi/anak, dan tindakan obstetrik.1. Faktor Ibu Jumlah virus(viral load)Jumlah virus HIV dalam darah ibu saat menjelang atau saat persalinan dan jumlah virus dalam air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya sangat mempengaruhi penularan HIV dari ibu ke anak. Risiko penularan HIV menjadisangat kecil jika kadar HIV rendah (kurang dari 1.000 kopi/ml) dan sebaliknya jika kadar HIV di atas 100.000 kopi/ml. Jumlah sel CD4 Ibu dengan jumlah sel CD4 rendah lebih berisiko menularkan HIV ke bayinya. Semakin rendah jumlah sel CD4 risiko penularan HIV semakin besar. Statusgizi selama hamilBerat bAdan rendah serta kekurangan vitamin dan mineral selama hamil meningkatkan risiko ibu untuk menderita penyakit infeksi yang dapat meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan HIV ke bayi. Penyakit infeksi selama hamilPenyakit infeksi seperti sifilis, infeksi menular seksual,infeksi saluran reproduksi lainnya, malaria,dan tuberkulosis, berisiko meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan HIV ke bayi. Gangguan pada payudaraGangguan pada payudara ibu dan penyakit lain, seperti mastitis, abses, dan luka di puting payudara dapat meningkatkan risiko penularan HIV melalui ASI.

2. Faktor Bayi Usia kehamilan danberat badan bayi saat lahirBayi lahir prematur dengan berat badan lahir rendah (BBLR) lebih rentan tertular HIV karena sistem organ dan sistem kekebalan tubuhnya belumberkembang dengan baik. Periode pemberian ASI Semakin lama ibu menyusui, risiko penularan HIV ke bayi akan semakin besar. Adanya luka dimulut bayi Bayi dengn luka di mulutnya lebih berisiko tertular HIV ketika diberikan ASI.

3. Faktor obstetrik Pada saat persalinan, bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir. Faktor obstetrik yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke anak selama persalinan adalah: Jenis persalinanRisiko penularan persalinan per vaginam lebih besar daripada persalinan melalui bedah sesar (seksio sesaria). LamapersalinanSemakin lama proses persalinan berlangsung, risiko penularan HIV dari ibu ke anak semakin tinggi, karena semakin lama terjadinya kontak antara bayi dengan darah dan lendir ibu. Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan meningkatkan risiko penularan hingga dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4 jam. Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forseps meningkatkan risiko penularan HIV karena berpotensi melukai ibu atau bayi

Tabel 2.1 Faktor yang Berperan dalam Penularan HIVDari Ibu ke Bayi

2.1.4 WAKTU DAN RISIKO PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAKPada saat hamil, sirkulasi darah janin dan sirkulasi darah ibu dipisahkan oleh beberapa lapis sel yang terdapat di plasenta. Plasenta melindungi janin dari infeksi HIV. Tetapi, jika terjadi peradangan, infeksi ataupun kerusakan pada plasenta, maka HIV bisa menembus plasenta, sehingga terjadi penularan HIV dari ibu ke anak.Penularan HIV dari ibu ke anak pada umumnya terjadi pada saat persalinan dan pada saat menyusui. Risiko penularan HIV pada ibu yang tidak mendapatkan penanganan PPIA saat hamil diperkirakan sekitar 15-45%. Risiko penularan 15-30% terjadi pada saat hamil dan bersalin, sedangkan peningkatan risiko transmisi HIV sebesar 10-20% dapat terjadi pada masa nifas dan menyusui (lihat Tabel 2).

Tabel 2.2 Waktu dan Risiko Penularan HIV dari Ibu ke Anak

Apabila ibu tidak menyusui bayinya, risiko penularan HIV menjadi 20-30% dan akan berkurang jika ibu mendapatkan pengobatan ARV. Pemberian ARV jangka pendek dan ASI eksklusif memiliki risiko penularan HIV sebesar 15-25% dan risiko penularan sebesar 5-15% apabila ibu tidak menyusui (PASI). Akan tetapi, dengan terapi antiretroviral (ArT) jangka panjang, risiko penularan HIV dari ibu ke anak dapat diturunkan lagi hingga 1-5%, dan ibu yang menyusui secara eksklusif memiliki risiko yang sama untuk menularkan HIV ke anaknya dibandingkan dengan ibu yang tidak menyusui.

2.2PROGRAM PPIADi Indonesia infeksi HIV merupakan salah satu penyakit menular yang dikelompokkan sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kematian dari ibu ke anak. Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) telah terbukti sebagai intervensi yang sangat efektif untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke anak. Meskipun berbagai upaya telah dilaksanakan selama beberapa tahun, masih perlu upaya peningkatan cakupan pelaksanaan program PPIA yang terintegrasi di layanan KIA sejalan dengan perkiraan peningkatan beban.Menurut buku pedoman Rencana Aksi Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) Indonesia 2013 2017 oleh Kemenkes sampai dengan buku tersebut diterbitkan tahun 2013, layanan PPIA saat itu telah tersedia di 31 provinsi dengan jumlah fasilitas pelayanan kesehatan PPIA sebanyak 92 RS dan 13 Puskemas.Puskesmas Dumai Kota menjadi salah satu dari dua Puskesmas terpilih yang memiliki program pelayanan PPIA dan telah aktif sejak April 2014. Sampai dengan November 2014 program tersebut telah menjaring 248 ibu hamil atau sekitar 16.6 % dari target yang yang ingin dicapai dalam setahun.

Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dilaksanakan melalui kegiatan komprehensif yaitu meliputi empat pilar (4 prong), yaitu :1. Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi (15-49 tahun)Langkah dini yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penularan HIV pada anak adalah dengan mencegah penularan HIV pada perempuan usia reproduksi 1549 tahun (pencegahan primer). Pencegahan primer bertujuan mencegah penularan HIV dari ibu ke anak secara dini, yaitu baik sebelum terjadinya perilaku hubungan seksual berisiko atau bila terjadi perilaku seksual berisiko maka penularan masih bisa dicegah, termasuk mencegah ibu dan ibu hamil agar tidak tertular oleh pasangannya yang terinfeksi HIV. Upaya pencegahan ini tentunya harus dilakukan dengan penyuluhan dan penjelasan yang benar terkait penyakit HIV-AIDS, dan penyakit IMS dan didalam koridor kesehatan reproduksi. Isi pesan yang disampaikan tentunya harus memperhatikan usia, norma, dan adat istiadat setempat, sehingga proses edukasi termasuk peningkatan pengetahuan komprehensif terkait HIV-AIDS dikalangan remaja semakin baik.Untuk menghindari perilaku seksual yang berisiko upaya mencegah penularan HIV menggunakan strategi ABCD, yaitu:A. (Abstinence), artinya Absen seks atau tidak melakukan hubungan seks bagi orang yang belum menikah;B. (Be Faithful), artinya Bersikap saling setia kepada satu pasangan seks (tidak berganti-ganti pasangan)C. (Condom), artinya Cegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan menggunakan kondomD. (Drug No), artinya Dilarang menggunakan narkoba.

Layanan konseling dan tes HIV diintegrasikan dengan pelayanan strategi Layanan Komprehensif Berkesinambungan, agar: Konseling dan tes HIV dapat ditawarkan kepada semua ibu hamil dalam paket pelayanan ANC terpadu, sehingga akan mengurangi stigma terhadap HIVAIDS. Layanan konseling dan tes HIV di layanan KIA akan menjangkau banyak ibu hamil, sehingga pencegahan penularan ibu ke anaknya dapat dilakukan lebih awal dan sedini mungkin. Penyampaian informasi dan tes HIV dapat dilakukan oleh semua petugas di fasilitas pelayanan kesehatan kepada semua ibu hamil dalam paket pelayanan ANC terpadu, sehingga akan mengurangi stigma terhadap HIV-AIDS. Pelaksanaan konseling dan tes HIV mengikuti Pedoman Konseling dan Tes HIV; petugas wajib menawarkan tes hIV dan melakukan pemeriksaan Ims, termasuk tes sifilis, kepada semua ibu hamil mulai kunjungan antenatal pertama bersama dengan pemeriksaan laboratorium lain untuk ibu hamil (inklusif dalam paket pelayanan ANC terpadu). Tes HIV ditawarkan juga bagi pasangan laki-laki perempuan dan ibu hamil yang dites (couple conselling); Di setiap jenjang layanan kesehatan yang memberikan layanan PPIA dalam paket pelayanan KIA, harus ada petugas yang mampu melakukan konseling dan tes HIV; Di layanan KIA, konseling pasca tes bagi perempuan HIV negatif difokuskan pada informasi dan bimbingan agar klien tetap HIV negatif selama kehamilan, menyusui dan seterusnya; Konseling penyampaian hasil tes bagi perempuan atau ibu hamil yang HIV positif juga memberikan kesempatan untuk dilakukan konseling berpasangan dan penawaran tes HIV bagi pasangan laki-laki; Pada setiap jenjang pelayanan kesehatan, aspek kerahasiaan ibu hamil ketika mengikuti proses konseling sebelum dan sesudah tes HIV harus terjamin; Menjalankan konseling dan tes HIV di klinik KIA berarti mengintegrasikan juga program HIV-AIDS dengan layanan lainnya, seperti pemeriksaan rutin untuk IMS, pengobatan IMS, layanan kesehatan reproduksi, pemberian gizi tambahan, dan keluarga berencana; Upaya pengobatan IMS menjadi satu paket dengan pemberian kondom sebagai bagian dari upaya pencegahan.Sementara dukungan untuk HIV negatif meliputi Ibu hamil yang hasil tesnya HIV negatif perlu didukung agar status dirinya tetap HIV negatif Menganjurkan agar pasangannya menjalani tes HIV; Membuat pelayanan KIA yang bersahabat untuk pria, sehingga mudah dan dapat diakses oleh suami/pasangan ibu hamil Mengadakan kegiatan konseling berpasangan pada saat kunjungan ke layanan KIA; Peningkatan pemahaman tentang dampak HIV pada ibu hamil, dan mendorong dialog yang lebih terbuka antara suami dan istri/ pasangannya tentang perilaku seksual yang aman; Memberikan informasi kepada pasangan laki-laki atau suami bahwa dengan melakukan hubungan seksual yang tidak aman, dapat berakibat pada kematian calon bayi, istri dan dirinya sendiri; Menyampaikan informasi kepada pasangan laki-laki atau suami tentangpentingnya memakai kondom untuk mencegah penularan HIV.

2. Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan HIV positifPerempuan dengan HIV berpotensi menularkan virus kepada bayi yang dikandungnya jika hamil. Karena itu, ODHA perempuan disarankan untuk mendapatkan akses layanan yang menyediakan informasi dan sarana kontrasepsi yang aman dan efektif untuk mencegah kehamilan yang tidak direncanakan. Konseling yang berkualitas,penggunaan alat kontrasepsi yang aman dan efektif serta penggunaan kondom secara konsisten akan membantu perempuan dengan HIV agar melakukan hubungan seksual yang aman, serta menghindari terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan. Perlu diingat bahwa infeksi HIV bukan merupakan indikasi aborsi. Perempuan dengan HIV yang tidak ingin hamil dapat menggunakan kontrasepsiyang sesuai dengan kondisinya dan disertai penggunaan kondom untuk mencegah penularan HIV dan IMS. Perempuan dengan HIV yang memutuskan untuk tidak mempunyai anak lagi disarankan untuk menggunakan kontrasepsi mantap dan tetap menggunakan kondomSejalan dengan kemajuan pengobatan HIV dan intervensi PPIA, ibu dengan HIV dapat merencanakan kehamilannya dan diupayakan agar bayinya tidak terinfeksi HIV. Petugas kesehatan harus memberikan informasi yang lengkap tentang berbagai kemungkinan yang dapat terjadi, terkait kemungkinan terjadinya penularan, peluang anak untuk tidak terinfeksi HIV. Dalam konseling perlu juga disampaikan bahwa perempuan dengan HIV yang belum terindikasi untuk terapi ARV bila memutuskan untuk hamil akan menerima ARV seumur hidupnya. Jika ibu sudah mendapatkan terapi ARV, jumlah virus HIV di tubuhnya menjadi sangat rendah (tidak terdeteksi), sehingga risiko penularan HIV dari ibu ke anak menjadi kecil, Artinya, ia mempunyai peluang besar untuk memiliki anak HIV negatif. Ibu dengan HIV berhak menentukan keputusannya sendiri atau setelah berdiskusi dengan pasangan, suami atau keluarganya. Perlu selalu diingatkan walau ibu/pasangannya sudah mendapatkan ARV demikian penggunaan kondom harus tetap dilakukan setiap hubungan seksual untuk pencegahan penularan HIV pada pasangannya. Beberapa kegiatan untuk mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu dengan HIV antara lain: Mengadakan KIE tentang HIV-AIDS dan perilaku seks aman; Menjalankan konseling dan tes HIV untuk pasangan; Melakukan upaya pencegahan dan pengobatan IMS; Melakukan promosi penggunaan kondom; Memberikan konseling pada perempuan dengan HIV untuk ikut KB dengan menggunakan metode kontrasepsi dan cara yang tepat; Memberikan konseling dan memfasilitasi perempuan dengan HIV yang ingin merencanakan kehamilan.

3. Pencegahan penularan dari HIV ke ibu hamil ke bayi yang dikandungnyaStrategi pencegahan penularan HIV pada ibu hamil yang telah terinfeksi HIV ini merupakan inti dari kegiatan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak yang komprehensif mencakup kegiatan sebagai berikut:a. Layanan ANC terpadu termasuk penawaran dan tes HIV;b. Diagnosis HIVc. Pemberian terapi antiretroviral;d. Persalinan yang aman;e. Tatalaksana pemberian makanan bagi bayi dan anak;f. Menunda dan mengatur kehamilan;g. Pemberian profilaksis ARV dan kotrimoksazol pada anak;h. Pemeriksaan diagnostik HIV pada anak.Semua jenis kegiatan di atas akan mencapai hasil yang efektif jika dijalankan secara berkesinambungan. Kombinasi kegiatan tersebut merupakan strategi yang paling efektif untuk mengidentifikasi perempuan yang terinfeksi HIV serta mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke anak pada periode kehamilan, persalinan dan pasca kelahiran.Pelayanan KIA yang komprehensif meliputi pelayanan pra-, persalinan dan pascapersalinan,serta layanan kesehatan anak. Pelayanan KIA bisa menjadi pintu masuk upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak bagi seorangibu hamil. Pemberian informasi pada ibu hamil dan suaminya ketika datang ke klinik KIA akan meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan mereka tentang kemungkinan adanya risiko penularan HIV di antara mereka, termasuk risiko lanjutan berupa penularan HIV dari ibu ke anak. Tes HIV atas inisiatif petugas serta skrining IMS harus ditawarkan kepada semua ibu hamil sesuai kebijakan program. Harapannya, dengan kesadaran sendiri ibu mau dites dengan sukarela.Konseling dan tes HIV dalam PPIA komprehensif dilakukan melalui pendekatan konseling dan tes atas Inisiasi Petugas kesehatan (KTIP), yang merupakan komponen penting dalam upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak. Tujuan utama kegiatan ini adalah untuk membuat keputusan klinis dan/atau menentukan pelayanan medis khusus yang tidak mungkin dilaksanakan tanpa mengetahui status HIV seseorang, seperti pada saat pemberian ARV. Apabila seseorang yang datang ke layanan kesehatan dan menunjukan adanya gejala yang mengarah ke HIV, tanggung jawab dasar dari petugas kesehatan adalah menawarkan tes dan konseling HIV kepada pasien tersebut sebagai bagian dari tatalaksana klinis.Berbagai bentuk layanan di klinik KIA, seperti imunisasi untuk ibu, pemeriksaan IMS terutama sifilis, pemberian suplemen zat besi dapat meningkatkan status kesehatan semua ibu hamil, termasuk ibu hamil dengan HIV. Hendaknya klinik KIA juga menjangkau dan melayani suami atau pasangannya, sehingga timbul keterlibatan aktif para suami/ pasangannya dalam upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak. Upaya pencegahan IMS, termasuk penggunaan kondom, merupakan bagian pelayanan IMS dan HIV serta diintegrasikan dalam pelayanan KIA.

4.Dukungan psikologis, sosial dan perawatan kesehatan selanjutnya kepada ibu yang terinfeksi HIV dan bayi serta keluarganya. Upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak tidak berhenti setelah ibu melahirkan. Ibu akan hidup dengan HIV di tubuhnya. Ia membutuhkan dukungan psikologis, sosial dan perawatan sepanjang waktu. Hal ini terutama karena si ibu akan menghadapi masalah stigma dan diskriminasi masyarakat terhadap ODHA. Faktor kerahasiaan status HIV ibu sangat penting dijaga. Dukungan juga harus diberikan kepada anak dan keluarganya.Beberapa hal yang mungkin dibutuhkan oleh ibu dengan HIV antara lain: Pengobatan ARV jangka panjang Pengobatan gejala penyakitnya Pemeriksaan kondisi kesehatan dan pemantauan terapi ARV (termasuk CD4 dan viral load) Konseling dan dukungan kontrasepsi dan pengaturan kehamilan Informasi danedukasi pemberian makanan bayi Pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik untuk diri sendiri dan bayinya. Penyuluhan kepada anggota keluarga tentang cara penularan HIV dan pencegahannya Layanan klinik dan rumah sakit yang bersahabat Kunjungan ke rumah(home visit) Dukungan teman-teman sesama HIV positif, terlebih sesama ibu dengan HIV Adanya pendampingsaat sedang dirawat Dukungan dari pasangan Dukungan kegiatan peningkatan ekonomi keluarga Dukungan perawatan dan pendidikan bagi anak

2.2.1 TUJUAN PPIAa. Tujuan UmumMengendalikan penularan HIV melalui upaya pencegahan penularan dari Ibu ke Anak, meningkatkan kualitas hidup ibu dan anak yang terinfeksi HIV, serta menurunkan tingkat kesakitan dan kematian akibat HIV. b. Tujuan KhususAdapun tujuan khusus PPIA adalah sesuai MDGS yaitu: Mencegah Penularan HIV dari Ibu ke Anak dan Menurunnya jumlah kasus baru HIV pada anak serendah mungkin Mengurangi dampak epidemi HIV terhadap Ibu dan Anak dan Menurunnya angka kematian ibu dan anak serendah mungkin Meningkatnya kualitas hidup ibu hamil dan anak dengan HIV

2.2.2 LANDASAN HUKUM UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintahan Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014 Peraturan Menteri kesehatan RI No. 741/MENKES/PER/VII/2008 tentang SPM Bidang Kesehatan di Kabupaten/ Kota. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.03.01/160/2010 tentang Rencana Strategi Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014 Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1932/ MENKES/SK/IX/2011 tentang Kelompok Kerja Pengendalian HIV-AIDS Kementerian Kesehatan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1907/MENKES/Per/VI/2011 tentang Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar Jamkesmas. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 411/MENKES/Per/III/2010 tentang Laboratorium Klinik. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128 Tahun 2004 tentang KebijakanDasar Puskesmas. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 782/MENKES/SK/IV/2011 tentang Rumah Sakit Rujukan Bagi Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) 2.2.3JEJARING PPIAUpaya pengendalikan HIV-AIDS dan IMS sangat memerlukan penguatan sistem kesehatan. Beberapa aspek penting yang perlu dilakukan, antara lain penguatan layanan IMS/kesehatan reproduksi dan pengintegrasian program HIV-AIDS dan IMS ke layanan kesehatan yang sudah tersedia, termasuk layanan KIA/KB, kesehatan reproduksi (PKRE), dan kesehatan remaja (PKPR). Kementerian Kesehatan menerapkan strategi pengendalian penyakit melalui layanan pencegahan dan pengobatan HIV-AIDS yang komprehensif dan berkesinambungan (disingkat LKB) dengan menerapkan keenam pilar yang dikembangkan di tingkat kabupaten/kota. Keenam pilar tersebut terdiri atas:1. Koordinasi dan kemitraan dengan semua pemangku kepentingan di setiap lini2. Peran aktif komunitas termasuk ODHA dan keluarga3. Layanan terintegrasi dan terdesentralisasi sesuai kondisi setempat4. Akses layanan terjamin5. Sistem rujukan dan jejaring kerja6. Paket layanan HIV komprehensif yang berkesinambungan

Gambar 2.1 Kerangka Kerja Layanan KomrehensifDan IMS yang berkesinambunganLayanan HIV-AIDS dan IMS Komprehensif dan Berkesinambungan (LKB) adalah penguatan layanan pada penguatan jejaring internal, yaitu hubungan antar layanan / program di dalam satu fasyankes, dan eksternal, yakni hubungan antar fasyankes, rujukan antar layanan, dan penguatan komponen masyarakat dengan kunci pengendalian dan manajemen secara komprehensif pada tingkat kabupaten/ kota.Komponen LKB mencakup semua bentuk layanan HIV dan IMS, seperti kegiatan KIE untuk pengetahuan komprehensif, promosi penggunaan kondom, pengendalian/pengenalan faktor risiko; tes HIV dan konseling; perawatan, dukungan, dan pengobatan (PDP); pencegahan penularan dari ibu ke anak (PPIA); pengurangan dampak buruk napza; layanan diagnosis dan pengobatan IMS; pencegahan penularan melalui darah donor dan produk darah lainnya; kegiatan perencanaan, monitoring dan evaluasi, serta surveilans epidemiologi di puskesmas rujukan dan non-rujukan termasuk fasilitas kesehatan lainnya, dan rumah sakit rujukan ODHA di kabupaten/kota; dan keterlibatan aktif dari sektor masyarakat, termasuk keluarga.Pelaksanaan PPIA diintegrasikan ke dalam kegiatan pelayanan kesehatan ibu dan anak dan keluarga berencana (KIA/KB), dan kesehatan remaja (PKPR) di setiap jenjang pelayanan kesehatan. Paket layanan PPIA terdiri atas:1. Penawaran tes HIV kepada semua ibu hamil pada saat kunjungan perawatanantenatal (ANC)2. Di dalam LKB harus dipastikan bahwa layanan PPIA terintegrasi pada layananrutin KIA terutama pemeriksaan ibu hamil untuk memaksimalkan cakupan. 3. Perlu dikembangkan jejaring layanan tes dan konseling HIV serta dan dukungan perawatan ODHA dengan klinik KIA/KB, kespro dan kesehatanremaja, serta rujukan bagi ibu HIV positif dan anak yang dilahirkannya ke layanankomunitas untuk dukungan dalam hal pemberian makanan bayi dengan benar,terapi profilaksis ARV dan kotrimoksasol bagi bayi, kepatuhan minum obat ARVbagi ibu dan bayinya, dan dukungan lanjutan bagi ibu HIV serta dukungan dalam mengakses pemeriksaan diagnosis HIV dini bagi bayinya, dan dukungan lanjutanbagi anak yang HIV positif.Penerapan LKB dalam pelaksanaan PPIA adalah sebagai berikut:Kerja sama antara sarana kesehatan dan organisasi masyarakat penting dalam melaksanakan kegiatan PPIA komprehensif. Kerja sama tersebut akan mengatasi kendala medis (seperti: tes HIV, ARV, CD4, viral load, persalinan aman) serta kendala psikososial (seperti: kebutuhan dampingan, kunjungan rumah, bimbingan perubahan perilaku dan kesulitan ekonomi keluarga ODHA). Bentuk kerja sama yang perlu dikembangkan, antara lain memperkuat sistem rujukan klien, memperlancar hubungan komunikasi untuk saling berbagi informasi tentang situasi dan jenis layanan yang diberikan dan membentuk sistem penanganan kasus secara bersama. Dengan adanya jejaring PPIA yang baik, diharapkan akan terbentuk layanan PPIA berkualitas.Dalam jejaring PPIA setiap institusi memiliki peran tersendiri yang terintegrasi dan saling berhubungan dengan institusi lainnya. Di sarana kesehatan, pelayanan PPIA dijalankan oleh Puskesmas dan jajarannya, Rumah Sakit, serta bidan praktik swasta. Di tingkat masyarakat, pelayanan PPIA dijalankan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ataupun Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) ODHA.Agar peran masing-masing institusi berjalan secara optimal, diperlukan sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan pelayanan PPIA yang memadai. Untuk itu, diperlukan adanya pelatihan PPIA yang berorientasi terhadap kebutuhan pelayanan di lapangan. Adanya Task Shifting dimungkinkan untuk menjalankan kegiatan PPIA dengan disesuaikan pada kondisi setempat. Kegiatan pelatihan-pelatihan tersebut memerlukan dukungan dari ikatan profesi, seperti IDI, IDAI, POGI, IBI, PAPDI, PDUI, PPNI serta ikatan profesi lainnya. Ikatan profesi juga berperan meningkatkan kinerja tenaga kesehatan untuk menjamin pemberian pelayanan yang berkualitas, serta menjalin koordinasi antar ikatan profesi dan bermitra dengan lainnya.Alur layanan kegiatan PPIA adalah sama dengan alur layanan komprehensif HIV untuk ODHA, yang dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 2.2 Alur Layanan Untuk ODHALayanan HIV-AIDS khususnya PPIA dibagi dalam empat tingkatan (strata) pelayanan, yaitu strata I, II, III dan layanan berbasis masyarakat. Strata III biasanya dilaksanakan di tingkat Provinsi atau Nasional. Strata II atau tingkat menengah, biasanya dilaksanakan di tingkat Kabupaten/Kota. Strata I atau layanan dasar dilaksanakan di tingkat Puskesmas Kecamatan, Kelurahan maupun layanan yang berbasis masyarakat.Mekanisme hubungan antar strata layanan terutama berupa rujukan yang merupakanrujukan timbal balik antara layanan. Rujukan meliputi rujukan pasien, pembinaan dan rujukan sampel laboratorium. Dalam melaksanakan rujukan, perlu dipertimbangkan segi jarak, waktu, biaya dan efisiensi. Dengan demikian, diharapkan jaringan kerjasama yang terjalin dapat member layanan yang lebih baik kepada ODHA.

2.2.4 MONITORING DAN EVALUASI PPIAMonitoring dan evaluasi merupakan kegiatan pengawasan berkelanjutan yang dilaksanakan untuk menilai pencapaian program terhadap target atau tujuan yang telah ditetapkan, dengan melalui pengumpulan data input, proses dan luaran secara reguler dan terus-menerus. Merujuk pada tujuan dari pengembangan Layanan Komprehensif HIV & IMS Berkesinambungan, maka monitoring dan evaluasi diarahkan pada kinerja pencapaian dari tujuan tersebut. Sehingga indikator kegiatan PPIA juga merujuk pada indikator nasional yang telah dikembangkan seperti yang tercantum dalam target MDGs, Rencana Strategis serta pedoman operasionalnya, seperti Pedoman Nasional Monitoring dan Evaluasi Program Pengendalian HIV dan AIDS, 2010.Dalam monitoring dan evaluasi tim menggunakan perangkat monev standar sejalan dengan kegiatan monev nasional dengan menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan yang berlaku. Pelaporan rutin yang berasal dari fasyankes melalui sistim berjenjang mulai dari dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan propinsi dan Kementerian Kesehatan.Hasil kegiatan pelayanan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak tiap bulan dilaporkan secara berjenjang oleh Puskesmas, Layanan Swasta dan RSU ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi ke Kementerian Kesehatan menggunakan format pelaporan dalam buku Pedoman Nasional Monitoring dan Evaluasi Program Pengendalian HIV dan AIDS, Kementerian Kesehatan, 2010.Laporan di setiap layanan atau Puskesmas atau RS dibuat mulai tanggal 26 bulan sebelumnya sampai tanggal 25 bulan sekarang. Kemudian dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota akan merekapitulasi laporan semua layanan di wilayahnya, kemudian melaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi dengan melampirkan laporan dari layanan. Seterusnya, Dinas Kesehatan Provinsi melaporkan ke Kementerian Kesehatan. Di Pusat, data akan diolah, disesuaikan dengan kebutuhan dan indikator yang telah ditentukan.

2.2.5 SITUASI IBU HAMIL DENGAN HIV POSITIF SAAT INIData Kementerian Kesehatan (2012) menunjukkan dari 43.624 ibu hamil yang menjalani test HIV, sebanyak 1.329 (3,01%) ibu hamil dinyatakan positif HIV. Hasil pemodelan matematika epidemi HIV tahun 2012 menunjukkan prevalensi HIV pada ibu hamil diperkirakan akan meningkat dari 0,38% (2012) menjadi 0,49% (2016) sehingga kebutuhan terhadap layanan PPIA meningkat dari 12.189 (2012) menjadi 16.191 (2016).Di Indonesia, infeksi HIV merupakan salah satu penyakit menular yang dikelompokkan sebagai faktor yang dapat mempengaruhi kematian ibu dan anak. Meskipun berbagai upaya telah dilaksanakan selama beberapa tahun, masih perlu upaya peningkatan cakupan pelaksanaan program PPIA yang terintegrasi di layanan KIA sejalan dengan perkiraan peningkatan beban Pemodelan matematika yang dilakukan pada tahun 2012 memberikan gambaran kebutuhan pelayanan PPIA selama 5 tahun kedepan sebagaimana tabel tersebut dibawah ini

Tabel 2.3Estimasi dan projeksi kebutuhan layanan PPIA di Indonesia tahun 2012-2016Indicator20122013201420152016

Jumlah Ibu hamil HIV +15.51716.73517.80718.87219.636

Jumlah ibu yang membutuhkan PPIA13.18914.22515.13615.96516.691

Jumlah Ibu yang menerima PPIA1.048

Angka Prevalensi HIV pada Ibu Hamil0.38%0.41%0.44%0.47%0.49%

Sumber data : Pemodelan Matematika Kemenekes 2012

Tabel 2.4Cakupan Pelayanan PPIAPelayanan PPIACakupan

Jumlah bumil di Tes HIV43.624

Jumlah bumil HIV +1.329 (3.04%)

Jumlah bumil HIV mendapat ARV1.070 (80.5%)

Bayi lahir dari ibu HIV mendapat ARV Propilaksis1.145 (86.2%)

Jumlah bayi HIV positif (pemeriksaan PCR)86 (7.5%)

Sumber data Laporan Dit kes Ibu dan Dit P2ML Kementrian Kesehatan

2.2.6Tantangan dan Hambatan PPIADalam melaksanakan program PPIA terdapat berbagai tantangan dan hamba yang dapat mempengaruhi pelaksanaan program. Beberapa hambatan (kelemahan) diantaranya yaitu: Program PPIA belum mendapat perhatian cukup dari para pemangkukepentingan, Belum tersosialisasinya kebijakan nasional PPIA dan pedomanpelaksanaannya PPIA belum dilaksanakan secara komprehensif (prong 1, 2, 3 dan 4); danbelum terintegrasi sepenuhnya kedalam kegiatan rutin KIA Masih terbatasnya Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang menyediakanpelayanan PPIA termasuk ketersediaan bahan pendukung Pengetahuan , keterampilan dan motivasi tenaga kesehatan masih belummemadai Stigma dan diskriminasi Sistem pencatatan-pelaporan, monitoring-evaluasi dan supervisi belum dilaksanakan maksimal dan capaian hasilnya belum optimal, Meningkatnya prevalensi HIV pada ibu hamil (proyeksi: 0.38% tahun 2012 menjadi 0.49% pada tahun 2016) Besarnya variasi prevalensi HIV antar wilayah di Indonesia (31 Provinsi:0.38% dibandingkan Provinsi Papua dan Papua Barat 4.12%) Masih Rendahnya Pengetahuan komprehensif pada kelompok masyarakatumur 15 24 tahun tentang HIV Masih rendahnya kesadaran masyarakat tentang pencegahan danpenularan HIV Terbatasnya Ketersediaan layanan PPIA Belum optimalnya jejaring pelayanan dan peran swasta dan LSM Pengelolaan dan Pembiayaan Program 2.2.7RENCANA AKSI PP1A 2013-2017Kebijakan pelayanan PPIA Tahun 2013-2017 adalah sebagai berikut: a. Pelayanan pencegahan penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) diintegrasikan pada layanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), KeluargaBerancana (KB) dan Konseling Remaja di setiap jenjang pelayanankesehatan dengan ekspansi secara bertahap dan melibatkan peranswasta, LSM dan komunitas b. PPIA dalam pelayanan KIA merupakan bagian dari Program NasionalPengendalian HIV-AIDS dan IMS c. Setiap perempuan yang datang ke layanan KIA-KB dan remaja harus mendapatkan informasi mengenai PPIA d. Didaerah epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi, tenaga kesehatan difasilitas pelayanan kesehatan wajib menawarkan tes HIV kepada semuaibu hamil secara inklusif pada pemeriksaan laboratorium rutin lainnya saat pemeriksaan antenatal atau menjelang persalinan e. Di daerah epidemi HIV rendah, penawaran tes HIV oleh tenaga kesehatan diprioritaskan pada ibu hamil dengan IMS dan TB. Pemeriksaan dilakukan secara inklusif dengan pemeriksaan laboratorium rutin lainnya saat pemeriksaan antenatal atau menjelang persalinan. f. Daerah yang belum mempunyai tenaga kesehatan yang mampu / berwenang memberikan pelayanan PPIA, dapat dilakukan dengan cara: Merujuk ibu hamil ke fasilitas pelayanan HIV yang memadai Pelimpahan wewenang (task shifting) kepada tenaga kesehatan lain yang terlatih. Penetapan daerah yang memerlukan taskshifting petugas, diputuskan oleh kepala dinas kesehatansetempat g. Setiap ibu hamil yang positif HIV wajib diberi obat ARV dan mendapatkanpelayanan perawatan, dukungan dan pengobatan lebih lanjut (PDP) h. Kepala Dinas Kesehatan merencanakan ketersediaan logistik (obat dan tes HIV) berkoordinasi dengan Ditjen PP&PL kKemenkes i. Pelaksanaan Persalinan, baik pervaginam atau per abdominan harusmemperhatikan indikasi obstetrik ibu dan bayinya serta harusmenerapkan kewaspadaan standar. j. Sesuai dengan kebijakan program bahwa makanan terbaik untuk bayi adalah pemberian ASI secara eksklusif 0-6 bulan. Untuk itu maka Ibu dengan HIV perlu mendapat konseling laktasi dengan baik sejak perawatan antenatal pertama sesuai dengan pedoman. Namun apabilaibu memilih lain (susu formula), maka ibu, pasangannya dan keluarga perlu mendapat konseling makanan bayi yang memenuhi persyaratan teknis. Adapaun strategi yang dicanangan Kementerian Kesehatan untuk mewujukan pengembangan program PPIA adalah

PPIA dilaksanakan di seluruh Indonesia dengan ekspansi bertahap. Semua fasilitas pelayanan kesehatan harus dapat memberikan pelayanan PPIA Perlu adanya jejaring pelayanan PPIA sebagai bagian dari Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) Melibatkan peran swasta , Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun komunitas secara keseluruhan Daerah menetapkan wilayah yang memerlukan task shifting Ketersediaan logistik (obat dan pemeriksaan task shifting)Semua Puskesmas memberikan Pelayanan PPIA komprehensif sesuai dengan ketersediaan sarana dan prasarana di Puskesmas masing masing. Pengembangan ke seluruh Puskesmas akan dilaksanakan secara bertahap. Prong 1 dan 2 dikembangkan ke seluruh Puskesmas, sedangkan prong-3 dan 4 dikembangkan di puskesmas dengan sarana dan prasarana khusus, dilengkapi dengan jejaring ke semua puskesmas dalam wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan. Pengembangan dilakukan bertahap dengan prioritas pada daerah epidemi HIV meluas, sedangkan untuk daerah epidemi HIV terkonsentrasi, minimal 5 Puskesmas di setiap Kabupaten/Kota mampu melaksanakan pelayanan rujukan PPIA. Pengembangan PPIA akan dilaksanakan dengan mempertimbangkan rencana pengembangan LKB. Pada fase awal pengembangan PPIA dan LKB, akan dilakukan sesuai dengan rencana pengembangan yang sudah ada. Pada akhirnya nanti, seluruh PPIA akan menjadi bagian integral dari LKB.Didaerah epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi, fasilitas pelayanan kesehatan wajib menawarkan tes HIV kepada semua ibu hamil saat pemeriksaan antenatal atau menjelang persalinan. Target yang ditetapkan di kedua wilayah ini berbeda pada tahap awal pengembangannya (60% di daerah epidemi meluas dan 15% di daerah epidemi terkonsentrasi). Tapi sama2 mencapai 100% pada akhir tahun kelima. Di daerah epidemi HIV rendah, penawaran tes HIV diprioritaskan pada ibu hamil dengan IMS dan TB. Pemeriksaan dilakukan secara inklusif dengan pemeriksaan laboratorium rutin lainnya saat pemeriksaan antenatal atau menjelang persalinan.Kegiatan yang disusun dalam RAN PPIA tahun 2013-2017 ini mengarah pada tercapainya tujuan PPIA yaitu mengendalikan penularan HIV melalui upayapencegahan penularan dari Ibu ke Anak, meningkatkan kualitas hidup ibu dan anak yang terinfeksi HIV, serta menurunkan tingkat kesakitan dan kematian akibat HIV. Seluruh kegiatan akan dilaksanakan dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terdiri dari 7 (tujuh) kegiatan utama yaitu: 1. Menyebarluaskan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) tentangHIV baik secara individu maupun secara kelompok 2. Konseling dan penyediaan sarana kontrasepsi yang aman dan efektif3. Perencanaan dan persiapan kehamilan yang tepat (jika ibu ingin hamil)4. Layanan Konseling ANC/PPIA dan TIPK5. Pengobatan untuk pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi yang dikandungnya6. Dukungan psikososial bagi ibu HIV dan Keluarga paska melahirkan7. Pelayanan kesehatan Ibu dan Anak yang komprehensif seluruh kegiatan utama ini merupakan ragkaian dari upaya komprehensif PPIA,yang diperkuat dengan kegiatan pendukung sebagai berikut: a. Memperkuat Tim Provinsi dalam keberlangsungan pelaksanaan integrasi PPIA dalam KIA b. Meningkatkan koordinasi LP/LS termasuk LSM dalam pelaksanaan pelayanan PPIA c. Memperkuat pelayanan PPIA melalui peningkatan kapasitas petugaskesehatan di semua Puskesmas pada daerah epidemi meluas, minimal 5 Puskesmas pada daerah epidemi terkonsentrasi dan minimal 4 puskesmas pada daerah epidemi rendah d. Monitoring dan Evaluasi terpadu secara berkala 2.3PERAN BIDAN PRAKTIK SWASTAMenurut Kamus Besar Bahasa Indonesia peran adalah berpartisipasi atau ikut secara aktif dalam suatu kegiatan. Menurut Peraturan Kesehatan Republik Indonesia bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah terigastrasi sesuai ketentuan peraturan perundangan yaitu memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) serta Surat Izin Praktik (SIP) yang sah. Bidan praktik swasta adalah bidan yang memiliki klinik dan berpraktik secara mandiri serta memiliki Surat Izin Praktik Bidan (SIPB) yang sah.Secara garis besar Peran bidan yaitu sebagai pelaksana, pengelola, pendidik dan peneliti. Dengan kata lain, Peran bidan praktik swasta dalam program pelayanan PPIA adalah suatu bentuk partisipasi atau keiikutsertaan secara aktif oleh bidan praktik swasta /.mandiri dalam mendukung kegiatan pemerintah yaitu Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) dimana hal tersebut sejalan dengan peran dan fungsi bidan sebagai pelaksana, pengelola, pendidik dan peneliti.

BAB IIIKERANGKA KONSEP

3.1 KERANGKA KONSEPKerangka konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Lingkungan : Fisik, Kependudukan, Sosial, Budaya, Ekonomi dan KebijakanINPUTManMoneyMethodMaterialMachine

OutcomeOutputPROSESP1 P2 P3

3.2 DEFINISI OPERASIONAL1. Peran bidan praktik swasta adalah bentuk partisipasi atau keikutsertaan secara aktif oleh bidan praktik mandiri wilayah Puskesmas Dumai Kota 2. Program PPIA adalah program pemerintah dalam upaya pencegahan HIV AIDS dengan kegiatan penjaringan ibu hamil terhadap HIV dan sifilis di wilayah Puskesmas Dumai Kota

BAB IVMETODELOGI PENELITIAN4.1Jenis PenelitianPenelitian ini menggunakan metode survei yang bersifat deskriptif. Deskriptif adalah suatu penelitian yang bertujuan melakukan eksplorasi gambaran untuk mendapatkan informasi tentang peran serta bidan praktik swasta dalam program PPIA melalui wawancara mendalam kepada informan yang merupakan bidan praktik swasta di wilayah kerja Puskesmas Dumai Kota.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian4.2.1 Waktu PenelitianPenelitian ini dilakukan pada bulan November Oktober 20144.2.2Tempat PenelitianPenilitian ini dilakukan di wilayah Puskesmas Dumai Kota.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian4.3.1 Populasi Penelitian Pupulasi penelitian ini adalah seluruh bidan praktik swasta yang berjumlah 9 dan bidan pembantu klinik bidan swasta tersebut.4.3.2Sampel Penelitian Pengambilan sampel dengan cara total sampling yaitu seluruh bidan praktik swasta wilayah Puskesmas Dumai Kota berjumlah 9 dengan 1 termasuk eksklusi karena tidak dapat dijumpai.1.4 Pengumpulan Data4.4.1Data PrimerData yang dikumpul dengan observasi peneliti dan wawancara terhadap responden sesuai dengan pedoman wawancara yang telah dibuat.44.2Data SekunderData yang didapat dari Puskesmas Dumai Kota

BAB VHASIL DAN PEMBAHASAN

5.1Hasil Penelitian5.1.1Gambaran Umum Program PPIA Puskesmas Dumai KotaPuskesmas Dumai Kota terletak ditengah-tengah Kota Dumai yaitu di Kecamatan Dumai kota Kelurahan Dumai Kota dengan letak geografis di pinggir pantai dan dataran rendah yang berhadapan dengan pulau Rupat (Kabupaten Bengkalis). Luas wilayah kerja Puskesmas Dumai Kota keseluruhan 17.00 Km2.Adapun batas wilayah : Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Rupat Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Dumai Timur Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Dumai Selatan Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Dumai BaratPuskesmas Dumai Kota adalah salah satu dari dua Puskesmas selain Puskesmas Bukit Kayu Kapur yang terpilih di kota Dumai dan memiliki program PPIA karena memilki klinik VCT. Kegiatan PPIA ini dimulai pertama kali pada 14 April 2014 dan hingga November 2014, program ini telah berjalan sekitar 16.6% dari target 35% atau 248 ibu hamil yang diperiksa dari sasaran sebesar 1.469 ibu hamil dalam setahun.Menurut data Puskesmas Dumai Kota cakupan tempat persalinan hingga September 2014 3,4% ibu hamil melahirkan di polindes, 34% di RSUD Dumai, dan 60,6% ibu hamil melahirkan di bidan swasta. Ibu hamil yang melahirkan pada bidan desa seluruhnya telah melakukan pemeriksaan HIV dan sifilis.

Tabel 5.1 Cakupan Tempat Persalinan Januari September 2014 Puskesmas Dumai KotaPERSALINANJUMLAHPERSEN

Bidan desa333,4%

Puskesmas00%

RSUD 35034%

Bidan Praktik Swasta58960,6%

Total972100%

Grafik 5.1 Cakupan Tempat Persalinan Januari September 2014 Puskesmas Dumai Kota

Dari data tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa angka cakupan persalinan tertinggi tahun 2014 adalah bidan praktik swasta yaitu 60.6% dari jumlah persalinan sampai dengan September 2014, sehingga untuk meningkatkan target program PPIA sangat tepat untuk ditekankan pada ibu hamil pasien bidan praktik swasta, kemudian RSUD Kota Dumai, sehingga dapat merata pada seluruh ibu hamil wilayah kerja Dumai Kota. 5.1.2 Gambaran Umum InformanInforman pada mini project ini adalah seluruh bidan praktik swasta wilayah kerja Puskesmas Dumai Kota. Terdapat sembilan klinik bidan praktik swasta menyebar di lima kelurahan wilayah kerja Puskesmas Dumai Kota. Kesembilan jumlah tersebut tiga diantaranya adalah bidan senior yang sudah kurang aktif dalam pelayanan, dimana tidak adanya pelayanan persalinan dalam 2 bulan terakhir. Hal ini dikarenakan berbagai faktor diantaranya adalah faktor usia dan kesehatan yang menurun. Satu diantaranya, dan merupakan klinik bidan praktik swasta dengan observasi peneliti memiliki pelayanan persalinan yang tergolong banyak, tetapi kurang kooperatif sehingga menjadi criteria ekslusi untuk wawancara, pengamatan hanya dapat dilakukan melalui observasi pada saat kunjungan. Jumlah pelayanan persalinan yang dilakukan di masing-masing bidan praktik swasta menyebar kurang merata. Menurut obeservasi dan wawancara yang dilakukan, variasi jumlah persalinan setiap bulannya adalah 35, 4, 2 dan tidak ada sama sekali. Di masing-masing bidan praktik swasta, umumnya bidan tidak bekerja sendiri. Terdapat minimal dua hingga sepuluh bidan yang membantu pelayanan pada klinik tersebut.5.1.3Analisis Masalah Man. Sumber daya manusia dalam meningkatkan program PPIA pada penelitian ini adalah petugas Puskesmas pemegang program dan bidan praktik swasta. Menurut observasi dan wawancara yang dilakukan masalah yang timbul disini adalah kurangnya pengetahuan bidan praktik swasta tentang program PPIA. Baik itu mengenai pandangan umum tentang PPIA hingga adanya program PPIA di Puskesmas Dumai Kota. Kurangnya pengetahuan ini menjadi dasar kendala utama dalam memajukan pencapaian target PPIA. Dengan kata lain, kurangnya informasi bidan tentang program PPIA maka kurangnya juga pasien bidan praktik swasta yang dikirim untuk diperiksakan di PuskesmasSelain kurangnya pengetahuan bidan praktik swasta, permasalah sumber daya manusia berikutnya adalah kurangnya kooperatif salah satu bidan akan program Puskesmas. Menurut observasi yang dilakukan, bidan tersebut merupakan salah satu bidan praktik swasta yang memiliki jumlah persalinan terbanyak setiap bulannya. Petugas Puskesmas sudah melakukan dua kali kunjungan, dan mengirimkan undangan yang dikeluarkan oleh Kepala Puskesmas Dumai Kota, namun hingga saat mini project ini dibuat, belum ada umpan balik dari bidan tersebut. Dengan kata lain, kurangnya partisipasi bidan dalam mendukung program PPIA, apalagi oleh bidan dengan jumlah persalinan terbanyak menjadi kendala besar bagi Puskesmas untuk mencapai target program PPIA. Methode. Masalah selanjutnya adalah metode atau cara yang dilakukan di lapangan. Masalah yang muncul pertama adalah metode pemerintah dalam melakukan sosialisai kepada bidan praktik swasta dirasa masih belum merata. Terbukti lewat wawancara yang dilakukan, sebagian besar bidan tidak mengetahui adanya program PPIA. Pemegang program telah berupaya menyampaikan informasi tersebut kepada satu persatu bidan praktik swasta lewat undangan dan kunjungan. Namun dilapangan masih dijumpai bidan yang kurang kooperatif, sehingga dibutuhkan sebuah kebijakan tertulis, baik dari kepala Puskesmas ataupun Dinas Kesehatan Kota, untuk memberikan sanksi kepada bidan yang tidak ikut berpartisipasi dalam program Puskesmas. Masalah selanjutnya adalah kurangnya kegiatan yang dilaksanakan bidan praktik swasta, misalnya senam hamil yang menjadi ajang berkumpulnya ibu hamil dan bidan, sehingga pada moment tersebut dapat dilakukan penyuluhan dan pemeriksaan HIV serta sifilis. Terbukti metode seperti ini cukup efektif dan efisien di salah satu klinik bidan praktik swasta. Namun kendala utama yang ditemukan dilapangan adalah sedikitnya jumlah pasien bidan tersebut, atau kurangnya lokasi yang memadai untuk mengumpulkan bidan-bidan tersebut. Masalah adalah kesenjangan antara harapan atau tujuan yang ingin dicapai dengan kenyataan sesungguhnya sehingga menimbulkan rasa tidak puas. Permasalahan yang timbul terdapat pada outcome di mana hasil kegiatan tidak sesuai Standar Pelayanan Minimal. Dengan demikian didapatkan ciri-ciri masalah : Menyatakan hubungan dua atau lebih variabel Dapat diukur Dapat diatasi (Hartoyo, 2009)Urutan dalam siklus pemecahan masalah adalah sebagai berikut :

Gambar 5.1 Siklus Pemecahan Masalah

5.2 Pembahasan5.2.1InputTabel 5.1 Input INPUTKELEBIHANKEKURANGAN

Man Adanya petugas Puskesmas yang mendapat pelatihan PPIA (dokter, perawat, bidan, laboran) Adanya petugas Puskesmas terlatih untuk klinik VCT Adanya bidan praktik bidan swasta yang mendapat pelatihan PPIA oleh pemerintah

Kurangnya pengetahuan bidan praktik swasta tentang program PPIA Kurangnya sosialisai pemegang program terhadap PPIA di bidan praktik swasta Masih adanya bidan praktik swasta yang tidak kooperatif terhadap program PPIA Beberapa bidan praktik swasta senior sudah kurang aktif dikarenakan melayani pasien dikarenakan faktor usia

Money Adanya bantuan dari pemerintah sehingga pemeiksaan ini dilakukan gratis sehingga tidak diperlukan pengeluaran tertentu oleh Puskesmas maupun bidan praktik swastaTidak ada

Methode Adanya sosialissi kepada petugas Puskesmas dan bidan praktik swasta oleh pemerintah tentang program PPIA Sebagian kecil bidan praktik swasta memiki kegiatan tertentu seperti senam ibu hamil, sehingga memudahkan petugas PPIA untuk memeriksa Praktik bidan swasta umumnya tidak hanya dilaksanakan oleh satu orang bidan, sementara sosialisasi mengenai program PPIA tidak merata pada seluruh bidan di klinik tersebut, karena yang mengikuti pelatihan umumnya satu bidan per satu klinik Kurangnya ketegasan dan peraturan pemerintah yang mengikat bidan praktik swasta agar wajib berperan dalam mendukung program Puskesmas Kurangnya sosialisasi yang merata pada seluruh bidan praktik swasta Kurangnya kegiatan beberapa bidan praktik swasta sehingga tidak adanya kesempatan untuk mengumpulkan ibu hamil untuk memudahkan pemeriksaan

Material Tersedianya klinik VCT dan layanan PPIA di KIA / KB di gedung Puskesmas Dumai Kota Beberapa bidan praktik swasta tidak memiliki tempat yang memadai untuk mengumpulkan ibu hamil dalam kegiatan

Machine Tersedianya alat test sifilis dan HIV gratis dari pemerintah

5.2.2Proses Tabel 5.2 ProsesPROSESKELEBIHANKEKURANGAN

P1 (Perencanaan) Adanya komunikasi antara bidan koordinator, pemegang program dan bidan praktik swasta untuk penjadwalan kunjungan sosialisasi program PPIA

Kunjungan hanya dilakukan pada bidan yang memberikan respon positif, tetapi tidak adanya alternatif untuk menghimpun bidan yang kurang kooperatif

P2(Pelaksanaan, penggereakan) Adanya kunjungan sosialisasi program kepada masing-masing bidan praktik swasta secara langsung Sebagian kecil bidan praktik swasta memiliki kegiatan senam hamil secara rutin sehingga memudahkan petugas mengumpulkan dan memeriksa ibu hamil Belum adanya data ibu hamil kiriman bidan praktik swasta yang diperiksa di Puskesmas Dumai Kota Tidak meratanya jumlah ibu yang melahirkan pada bidan praktik swasta wilayah Puskesmas Dumai Kota sehingga sulit mengumpulkan ibu hamil pada bidan praktik swasta yang memiliki pasien sedikit Adanya bidan praktik swasta yang tidak memberikan umpan balik terhadap undangan dan kunjungan yang dilakukan.

P3(Pengawasan, Penilaian & Pengendalian) Adanya pencatatan yang lengkap oleh pemegang program PPIA dan pencapaian hingga November 2014 sudsh mendekati target Tidak adanya peraturan pemerintah yang tegas untuk mengendalikan bidan praktik swasta yang tidak kooperatif dalam mendukung program PPIA

5.2.3 LingkunganTabel 5.3 LingkunganLINGKUNGANKELEBIHANKEKURANGAN

Ibu hamil yang diberi penyuluhan sangat antusias untuk diperiksa Kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang adanya program PPIA

5.2.4 OutcomeSampai dengan November 2014 jumlah ibu hamil yang diperiksa adalah 248 atau 16.6% dari sasaran 1469 ibu hamil. Dengan kata lain program PPIA sampai dengan November 2014 belum mencapai target yaitu sebesar 35% dari jumlah sasaran.Grafik 5.2 Sasaran, Cakupan, dan Target PPIA Puskesmas Dumai Kota Sampai dengan November 2014

36

P2Tidak meratanya jumlah ibu yang melahirkan pada bidan praktik swasta wilayah Puskesmas Dumai Kota sehingga sulit mengumpulkan ibu hamil pada bidan praktik swasta yang memiliki pasien sedikitAdanya bidan praktik swasta yang tidak memberikan umpan balik terhadap undangan dan kunjungan yang dilakukanBelum adanya data ibu hamil kiriman bidan praktik swasta yang diperiksa di Puskesmas Dumai KotaP1Kunjungan hanya dilakukan pada bidan yang memberikan respon positif, tetapi tidak adanya alternatif untuk menghimpun bidan yang kurang kooperatifManKurangnya pengetahuan bidan praktik swasta tentang program PPIAMasih adanya bidan praktik swasta yang tidak kooperatif terhadap program PPIABeberapa bidan praktik swasta senior sudah kurang aktif INPUTMatherialBeberapa bidan praktik swasta tidak memiliki tempat yang memadai untuk mengumpulkan ibu hamil dalam kegiatanMoney MachinePROSESP3Tidak adanya peraturan pemerintah yang tegas untuk mengendalikan bidan praktik swasta yang tidak kooperatif dalam mendukung program PPIALingkunganKurangnya pengetahuan ibu hamil tentang adanya program PPIAPENCAPAIAN TARGET PROGRAM PPIA DENGAN PARTISIPASI BPSMethodeKurangnya ketegasan dan peraturan pemerintah yang mengikat bidan praktik swasta agar wajib berperan dalam mendukung program PuskesmasKurangnya kegiatan beberapa bidan praktik swasta sehingga tidak adanya kesempatan untuk mengumpulkan ibu hamil untuk memudahkan pemeriksaan5.3Alternatif Pemecahan Masalah Setelah diperoleh daftar penyebab masalah paling mungkin, langkah selanjutnya adalahmembuat alternatif pemecahan masalah sebagi berikut. Tabel 5.4 Alternatif Pemecahan MasalahNoMASALAHPEMECAHAN MASALAH

1

Kurangnya pengetahuan bidan praktik swasta tentang program PPIA Meningkatkan sosialisasi kepada seluruh bidan praktik swasta secara merata

2 Masih adanya bidan praktik swasta yang tidak kooperatif terhadap program PPIA Dibuatnya kebijakan tegas baik dari Kepala Puskesmas ataupun Dinas Kesehatan Kota tentang partisipasi bidan praktik swasta dalam mendukung program

3 Kurangnya kegiatan beberapa bidan praktik swasta sehingga tidak adanya kesempatan untuk mengumpulkan ibu hamil untuk memudahkan pemeriksaan Mengirim pasien dengan surat rujukan dengan surat rujukan ke KIA Puskesmas untuk pemeriksaan HIV sifilis

Setelah menemukan alternatif pemecahan masalah, maka selanjutnya dilakukan penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah. Penentuan priorotas alternatif pemecahan masalah dapat dilakukan dengan menggunakan metode Kriteria Matriks. Untuk mencari penyelesaian masalah sebaiknya memenuhi kriteria:

1. Efektifitas program,yaitu menunjuk pada kemampuan program mengatasi penyebab masalah yang ditemukan. Makin tinggi kemampuan, makin efektif cara penyelesaian tersebut.2. Efisiensi program,yaitu menunjuk pada pemakaian sumber daya. Bila cara penyelesaian dengan biaya (cost) yang kecil, maka cara tersebut disebut efisien.Pencatatan prioritas alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan dengan menggunakan metode Matriks :

m.i.vc

Untuk mengukur efektifitas pemecahan masalah, terdapat beberapa pedoman, yaitu:1. Berdasarkan besarnya penyebab masalah/ MagnitudeSemakin besar atau semakin banyak penyebab masalah yang dapat diselesaikan, maka semakin efektif. Kriteria ini bernilai 1-5, semakin banyak penyebab masalah yang dapat diselesaikan, maka semakin besar nilainya (semakin mendekati 5).2. Berdasarkan pentingnya cara pemecahan masalah/ Importancy.Semakin penting cara penyelesaian dalam mengatasi penyebab masalah maka semakin efektif. Kriteria ini bernilai 1-5, semakin penting cara penyelesaian dalam mengatasi masalah maka nilainya semakin mendekati 5.3. Berdasarkan sensitifitas cara penyelesaian masalah/ VulnerabilitySemakin sensitif cara penyelesaian masalah maka semakin efektif. Kriteria ini bernilai 1-5, semakin sensitif cara penyelesaian dalam mengatasi masalah maka nilainya semakin mendekati 5.

4. Besarnya biaya dalam pemecahan masalah/ Cost.Kriteria ini bernilai 1-5, nilai mendekati 1 bila biaya (sumber daya) yang digunakan makin kecil. Sebaliknya mendekati nilai 5 bila biaya (sumber daya) makin besar.Berdasarkan penjelasan di atas, matriks prioritas penyelesaian masalah untuk meningkatkan target pencapaian program PPIA di wilayah kerja Puskesmas Dumai Kota adalah sebagai berikut.

Tabel 5.5 Matriks Prioritas Pemecahan Masalah Peningkatan Target Program PPIA Di Bidan Praktik Swasta Wilayah Puskesmas Dumai KotaNo.Prioritas Pemecahan MasalahNilai KriteriaHasil Akhir(MxIxV)/CPrioritas

MICV

1.Sosialisasi tentang program PPIA kepada bidan praktik swasta542550I

2.Membuat kebijakan tegas kepada bidan praktik swasta yang tidak mendukung program Puskesmas444520II

3.Membuat kegiatan rutin senam hamil di Puskesmas untuk mengumpulkan ibu hamil434515III

4.Bidan praktik swssta menganjurka pasien ANC datang sendiri dengan surat pengantar dari bidan ke Puskesmas untuk diperiksa251110IV

Setelahmelakukan penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah dengan menggunakan metode Kriteria Matriks, maka didapatkan urutan prioritas alternatif pemecahan penyebab masalah pencapaian target program PPIA di Puskesmas Dumai Kota dengan alternatif pemecahan masalah tersebut didapatkan urutan alternatif pemecahan sebagai berikut:1. Sosialisasi tentang program PPIA kepada bidan praktik swasta2. Membuat kebijakan tegas kepada bidan praktik swasta yang tidak mendukung program Puskesmas3. Membuat kegiatan rutin senam hamil di Puskesmas untuk mengumpulkan ibu hamil4. Bidan praktik swssta menganjurkan pasien datang sendiri dengan surat pengantar dari bidan ke Puskesmas untuk diperiksa

5.4 RENCANA TINDAK LANJUT KEGIATANSetelah menentukan alternatif pemecahan masalah, kemudian dibuat tabel rencana atau Plan of Action yang meliputi kegiatan, tujuan, sasaran, waktu, dana, lokasi, pelaksana, metode dan tolok ukur yang sesuai dengan masalah yang ditemukan.

NoKegiatanTujuanSasaranWaktuDanaLokasiPelaksanaMetodeTolok Ukur

1.Sosialisasi penyuluhan dan pembuatan media promosi tentang program PPIA Meningkatkan pengetahuan bidan tentang program PPIA di Puskesmas Dumai KotaSeluruh BPS wilayah kerja PKM Dumai KotaBulan Desember sampai AprilDana PKMPKM Dokter Perawat Bidan Dokter internship

Kunjungan penyluhan Hadirnya lebih dari 80% BPS wilayah kerja Dumai Kota baik bidan penanggung jawab klinik, maupun bidan yang bekerja di klinik tersebut, serta dibagikannya media promosi berupa poster atau brosur untuk dipajang di BPS masing-masing

2.Kegiatan ibu hamil, seperti senam, penyuluhan, atau pembagian makanan tambahan ibu hamil Sebagai kesempatan penyuluhan tentang HIV AIDS, sifilis dan program PPIA serta menganjurkan pemeriksaan seluruh ibu hamil wilyah kejra Puskesmas Dumai KotaBulan DesemberSampaiApril Dana PKMPKM Dokter Perawat Bidan Petugas VCT Dokter internship

Penyuluhan diikuti pemeriksaan Kegiatan minimal dilakukan sebulan sekali setelah sosialisi kegiatan sudah dikabarkan 1 minggu sebelumnya. Setiap bulannya terdapat peningkatan jumlah peserta yang hadir

Tabel 5.6Rencana Kegiatan Peningkatan Cakupan Program PPIA Wilayah Kerja Puskesmas Dumai Kota

BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KesimpulanBelum tercapainya target program PPIA (35%) yang telah berjalan delapan bulan dengan capaian yang sudah diperoleh masih 16,6% dari sasaran. Analisis dari permasalahan tersebut adalah :1. Kurangnya pengetahuan bidan praktik swasta tentang program PPIA2. Masih adanya bidan praktik swasta yang tidak kooperatif terhadap3. Kurangnya kegiatan beberapa bidan praktik swasta sehingga tidak adanya kesempatan untuk mengumpulkan ibu hamil untuk memudahkan pemeriksaanAdapun alternative dari pemecahan masalah tersebut adalah :1. Meningkatkan sosialisasi kepada seluruh bidan praktik swasta secara merata2. Dibuatnya kebijakan tegas baik dari Kepala Puskesmas ataupun Dinas Kesehatan Kota tentang partisipasi bidan praktik swasta dalam mendukung program3. Mengirim pasien dengan surat rujukan dengan surat rujukan ke KIA Puskesmas untuk pemeriksaan HIV sifilisPrioritas alternatif pemecahan penyebab masalah pencapaian target program PPIA di Puskesmas Dumai Kota dengan alternatif pemecahan masalah tersebut didapatkan urutan alternatif pemecahan sebagai berikut:1. Sosialisasi tentang program PPIA kepada bidan praktik swasta2. Membuat kebijakan tegas kepada bidan praktik swasta yang tidak mendukung program Puskesmas3. Membuat kegiatan rutin senam hamil di Puskesmas untuk mengumpulkan ibu hamil4. Bidan praktik swssta menganjurkan pasien datang sendiri dengan surat pengantar dari bidan ke Puskesmas untuk diperiksa6.2 Saran1. Mengoptimalkan sosialisasi tentang program PPIA tidak hanya pada bidan praktik swasta yang tertera di papan nama, tetapi sampai kepada bidan yang ikut membantu, begitu juga pada kader-kader posyandu, bidan desa, serta pada ibu-ibu kunjungan KB rutin ke Puskesmas. 2. Perlunya sosialisasi tentang PPIA melalui media seperti brosur dan poster yang di sebarkan di bidan praktik swasta. 3. Membuat kegiatan sekali dalam sebulan kegiatan khusus pemeriksaan HIV dan sifilis gratis dengan promosi yang matang, sehingga dapat mengundang ibu hamil untuk diperiksakan. 4. Pada kegiatan selanjutnya pemeriksaan dapat mencakup ibu hamil yang berobat ke RSUD mengingat jumlah persalinan di RSUD sebesar 34% dari persalinan yang terjadi di Dumai sampai September 2014

DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak. Jakarta, Kementrian Kesehatan RI. 20112. Rencana Aksi Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) Indonesia 2013-2017, Kemetnrian Kesehatan RI. 20133. Puskesmas Dumai Kota, Laporan Puskesmas Dumai Kota September 20144. Santoso, M. 2009. Peran Perawat dalam KesehatanMasyarakat. Diakses dari http://maydwiyurisantoso.wordpress.com/peran-perawat-dalam-kesehatan-masyarakat/ diakses 13 November 20145. Kamus Besar Bahasa Indonesia