mini proyek imunisasi dasar puskes sungai malang. kalsel

40
Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Kegiatan imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan, sebagai salah satu bentuk nyata dari komitmen pemerintah untuk mencapai Millenium Development Goals (MDGs). Imunisasi merupakan upaya pencegahan primer yang sangat efektif untuk menghindari terjangkitnya penyakit infeksi. Tujuan utama dari kegiatan imunisasi adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Menurut World Health Organization (WHO), masih ada 27 juta anak Balita di seluruh dunia yang belum mendapatkan pelayanan imunisasi rutin. Akibatnya, lebih dari dua juta kematian tiap tahun disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), seperti tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus, campak, polio, serta hepatitis B. Angka ini mencakup 1,4 juta kematian pada anak Balita atau sekitar 14% dari total kematian anak Balita. Di Indonesia pada tahun 2007 ditemukan angka kejadian penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) yaitu Campak dengan angka insidens 18.2%, penyakit Difteri 0.15%, penyakit Pertussis 1.9%, penyakit Tetanus 0,5%, Hepatitis- B 9.7% dan penyakit Tuberculosis 43.6%. Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi yang baru lahir sampai usia satu tahun untuk mencapai kadar 1

Upload: yopi-pramtama

Post on 14-Aug-2015

173 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mini Proyek Imunisasi dasar puskes sungai malang. kalsel

Bab I

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Kegiatan imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan,

sebagai salah satu bentuk nyata dari komitmen pemerintah untuk mencapai Millenium

Development Goals (MDGs). Imunisasi merupakan upaya pencegahan primer yang sangat

efektif untuk menghindari terjangkitnya penyakit infeksi. Tujuan utama dari kegiatan imunisasi

adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan

Imunisasi (PD3I).

Menurut World Health Organization (WHO), masih ada 27 juta anak Balita di seluruh

dunia yang belum mendapatkan pelayanan imunisasi rutin. Akibatnya, lebih dari dua juta

kematian tiap tahun disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I),

seperti tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus, campak, polio, serta hepatitis B. Angka ini

mencakup 1,4 juta kematian pada anak Balita atau sekitar 14% dari total kematian anak Balita.

Di Indonesia pada tahun 2007 ditemukan angka kejadian penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi (PD3I) yaitu Campak dengan angka insidens 18.2%, penyakit Difteri 0.15%, penyakit

Pertussis 1.9%, penyakit Tetanus 0,5%, Hepatitis-B 9.7% dan penyakit Tuberculosis 43.6%.

Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi yang baru lahir sampai usia

satu tahun untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan (Depkes RI, 2005).

Sesuai dengan program WHO, pemerintah mewajibkan lima jenis imunisasi bagi anak-anak,

yang disebut Program Pengembangan Imunisasi (PPI). Cakupan imunisasi PPI yang diwajibkan

antara lain BCG, DPT, Polio, Hepatitis B dan Campak. Idealnya bayi harus mendapat imunisasi

dasar lengkap yang terdiri dari Hb0-7 hari sebanyak 1 kali, BCG sebanyak 1 kali, DPT sebanyak

3 kali, Polio sebanyak 4 kali, Hepatitis B sebanyak 3 kali dan Campak 1 kali.

Cakupan imunisasi lengkap menurut Universal Child Immunization (UCI) minimal 80%

secara merata pada bayi di 100% desa pada tahun 2010. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

tahun 2010 menunjukkan belum tercapainya target cakupan imunisasi dasar lengkap di tingkat

nasional sebesar 53,8% dengan cakupan imunisasi BCG 77,9%, imunisasi DPT-3 61,9%,

imunisasi Polio 66,7 % dan imunisasi Campak 74,4%. Sedangkan di Kalimantan selatan sendiri

cakupan kelengkapan imunisasi sebesar 52,9% dan tidak lengkap sebesar 36,4 % serta yang tidak

1

Page 2: Mini Proyek Imunisasi dasar puskes sungai malang. kalsel

di imunisasi sama sekali sebesar 10,6%. Oleh karena itu, dilakukan survei di Puskesmas Sungai

Malang, Desa Palampitan Hulu, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan.

Masih banyaknya anak yang tidak mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap

disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang berperan penting dan sangat berpengaruh

terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada anak adalah perilaku orangtua. Oleh karena ini survei

ini untuk mengetahui perilaku apa saja yang berhubungan dengan status kelengkapan imunisasi

dasar.

1.2. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut:

1. Masih tingginya angka kesakitan yang dapat dicegah dengan imunisasi di Indonesia yaitu

Campak dengan angka insidens 18.2%, penyakit Difteri 0.15%, penyakit Pertusis 1.9%,

penyakit Tetanus 0.5%, Hepatitis-B 9.7% dan penyakit Tuberkulosis 43.6%.

2. Masih tingginya ketidaklengkapan imunisasi dasar pada bayi di Indonesia yaitu sebesar

46,2% dalam skala nasional dan 36,4% di daerah Kalimantan Selatan, sedangkan

menurut Universal Child Immunization (UCI) cakupan imunisasi lengkap minimal 80%.

3. Belum ada survei mengenai kelengkapan imunisasi dasar dan perilaku yang berhubungan

di Puskesmas Sungai Malang, Desa Palampitan Hulu, Kabupaten Hulu Sungai Utara,

Kalimantan Selatan.

1.3. Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui status kelengkapan imunisasi dasar pada anak usia 0-12 bulan dan

perilaku yang berhubungan di Puskesmas Sungai Malang, Desa Palampitan Hulu,

Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya status kelengkapan imunisasi dasar pada anak usia 0-12 bulan.

2. Diketahuinya perilaku kesehatan yang berhubungan terhadap status kelengkapan

imunisasi dasar.

2

Page 3: Mini Proyek Imunisasi dasar puskes sungai malang. kalsel

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat bagi pribadi

i. Memperoleh pengalaman belajar dan pengetahuan dalam melakukan survei.

ii. Meningkatkan kemampuan komunikasi dengan masyarakat pada umumnya dan

pemuka masyarakat pada khususnya..

iii. Mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama ini.

iv. Mendapatkan masukan mengenai status kelengkapan imunisasi dasar pada anak usia

0-12 bulan dan perilaku yang berhubungan.

1.4.2 Manfaat bagi puskesmas

i. Meningkatkan kerja sama dan komunikasi antara pensurvei dan staf di puskesmas.

ii. Data awal bagi pemegang bidang untuk selanjutnya yang berhubungan dengan

imunisasi dasar di masyarakat.

1.4.3 Manfaat bagi masyarakat

i. Sebagai bahan masukan dalam melakukan penyuluhan, terutama yang berkaitan

dengan imunisasi dasar.

ii. Memberikan gambaran awal terhadap penyakit-penyakit yang mungkin diderita

akibat tidak lengkapnya imunisasi dasar.

3

Page 4: Mini Proyek Imunisasi dasar puskes sungai malang. kalsel

Bab II

Tinjauan Pustaka

2.1 Imunisasi

2.1.1 Pengertian Imunisasi

Imunisasi adalah proses menginduksi imunitas secara buatan baik dengan vaksinasi

(imunisasi aktif) maupun dengan pemberian antibodi (imunisasi pasif). Imunisasi aktif

menstimulasi sistem imun untuk membentuk antibodi dan respon imun seluler yang melawan

agen penginfeksi, sedangkan imunisasi pasif menyediakan proteksi sementara melalui pemberian

antibodi yang diproduksi secara eksogen maupun transmisi transplasenta dari ibu ke janin.

Vaksinasi yang merupakan imunisasi aktif ialah suatu tindakan yang dengan sengaja

memberikan paparan antigen dari suatu patogen yang akan menstimulasi sistem imun dan

menimbulkan kekebalan sehingga nantinya anak yang telah mendapatkan vaksinasi tidak akan

sakit jika terpajan oleh antigen serupa. Imunisasi pasif dilakukan dengan memberikan

imunoglobulin yang berasal dari plasma donor. Pemberian imunisasi pasif hanya memberikan

kekebalan sementara karena imunoglobulin yang diberikan akan dimetabolisme oleh tubuh.

Waktu paruh IgG adalah 28 hari, sedangkan imunoglobulin yang lain (IgM, IgA, IgE, IgD)

memiliki waktu paruh yang lebih pendek.

2.1.2 Tujuan Imunisasi

Pemerintah Indonesia sangat mendorong pelaksanaan program imunisasi sebagai cara

untuk menurunkan angka kesakitan, kematian pada bayi, dan pra sekolah. Adapun tujuan

program imunisasi dimaksud bertujuan sebagai berikut:

1. Tujuan Umum

Menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi akibat Penyakit Yang Dapat Dicegah

Dengan Imunisasi (PD3I). Penyakit dimaksud antara lain, Difteri, Tetanus, Pertusis

(batuk rejam), Measles (campak), Polio dan Tuberculosis.

2. Tujuan Khusus, antara lain:

a. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI), yaitu cakupan imunisasi

lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa Kelurahan pada tahun 2010.

4

Page 5: Mini Proyek Imunisasi dasar puskes sungai malang. kalsel

b. Tercapainya ERAPO (Eradiksi Polio), yaitu tidak adanya virus polio liar di Indonesia

yang dibuktikan dengan tidak ditemukannya virus polio liar pada tahun 2008.

c. Tercapainya ETN (Eliminasi Tetanus Neonatorum), artinya menurunkan kasus TN

sampai tingkat 1 per 1000 kelahiran hidup dalam 1 tahun pada tahun 2008.

d. Tercapainya RECAM (Reduksi Campak), artinya angka kesakitan campak turun pada

tahun 2006.

2.1.3 Sasaran Imunisasi

Sasaran dari program imunisasi yang meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Mencakup bayi usia 0-1 tahun untuk mendapatkan vaksinasi Hb 0, BCG, DPT, Polio,

Campak dan Hepatitis-B.

2. Mencakup anak-anak SD (Sekolah Dasar) kelas 1, untuk mendapatkan imunisasi DPT.

3. Mencakup anak-anak SD (Sekolah Dasar) kelas II sehingga kelas VI untuk mendapatkan

imunisasi TT (dimulai tahun 2001 sehingga tahun 2003), anak-anak SD kelas II dan kelas

III mendapatkan vaksinasi TT (Depkes RI, 2005).

2.1.4 Manfaat Imunisasi

Manfaat utama dari imunisasi adalah menurunkan angka kejadian penyakit, kecacatan,

maupun kematian akibat penyakit-penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi

(vaccine-preventable disease). Imunisasi tidak hanya memberikan perlindungan pada individu

melainkan juga pada komunitas, terutama untuk penyakit yang ditularkan melalui manusia

(person-to-person).

Imunisasi juga bermanfaat mencegah epidemi pada generasi yang akan datang. Cakupan

imunisasi yang rendah pada generasi sekarang dapat menyebabkan penyakit semakin meluas

pada generasi yang akan datang, bahkan dapat menyebabkan epidemi. Sebaliknya jika cakupan

imunisasi tinggi, penyakit akan dapat dihilangkan atau dieradikasi dari dunia. Hal ini sudah

dibuktikan dengan tereradikasinya penyakit cacar. Selain itu, imunisasi dapat menghemat biaya

kesehatan. Dengan menurunnya angka kejadian penyakit, biaya kesehatan yang digunakan untuk

mengobati penyakit-penyakit tersebut pun akan berkurang.

5

Page 6: Mini Proyek Imunisasi dasar puskes sungai malang. kalsel

2.1.5 Syarat-syarat Imunisasi

Ada beberapa penyakit yang dianggap berbahaya bagi anak, yang pencegahannya dapat

dilakukan dengan pemberian imunisasi dalam bentuk vaksin. Berikut ini keadaan yang tidak

boleh memperoleh imunisasi yaitu anak sakit keras, keadaan fisik lemah, dalam masa tunas suatu

penyakit, sedang mendapat pengobatan dengan sediaan kortikosteroid, atau obat imunosupresif

lainnya (terutama vaksin hidup) karena tubuh mampu membentuk zat anti yang cukup banyak.

Menurut Depkes RI (2005), dalam pemberian imunisasi ada syarat yang harus

diperhatikan yaitu diberikan pada bayi atau anak yang sehat, vaksin yang diberikan harus baik,

disimpan di lemari es dan belum lewat masa berlakunya, pemberian imunisasi dengan teknik

yang tepat, mengetahui jadwal imunisasi dengan melihat umur dan jenis imunisasi yang telah

diterima, meneliti jenis vaksin yang diberikan, memberikan dosis yang akan diberikan, mencatat

nomor batch pada buku ank atau kartu imunisasi serta memberikan informed consent kepada

orang tua atau keluarga sebelum melakukan tindakan imunisasi yang sebelumnya telah

dijelaskan kepada orang tuanya tentang manfaat dan efek samping atau Kejadian Ikutan Pasca

Imunisasi (KIPI) yang dapat timbul setelah pemberian imunisasi.

2.1.6 Perkembangan Imunisasi di Indonesia

Di Indonesia, program imunisasi telah dimulai sejak abad ke-19 untuk membasmi

penyakit cacar di Pulau Jawa. Kasus cacar terakhir di Indonesia ditemukan pada tahun 1972 dan

pada tahun 1974 Indonesia secara resmi dinyatakan negara bebas cacar. Tahun 1977 sampai

dengan tahun 1980 mulai diperkenalkan imunisasi BCG, DPT dan TT secara berturut-turut untuk

memberikan kekebalan terhadap penyakit-penyakit TBC anak, difteri, pertusis dan tetanus

neonatorum. Tahun 1981 dan 1982 berturut-turut mulai diperkenalkan antigen polio dan campak

yang dimulai di 55 buah kecamatan dan dikenal sebagai Kecamatan Pengembangan Program

Imunisasi (PPI) (Depkes RI, 2005).

Pada tahun 1984, cakupan imunisasi lengkap secara nasional baru mencapai 4%. Dengan

strategi akselerasi, cakupan imunisasi dapat ditingkatkan menjadi 73% pada akhir tahun 1989.

Dengan bantuan donor internasional (WHO, UNICEF, USAID) program berupaya

mendistribusikan kebutuhan vaksin dan peralatan rantai dinginnya serta melatih tenaga

vaksinator dan pengelola rantai dingin. Akhir tahun 1989, sebanyak 96% kecamatan di tanah air

memberikan pelayanan imunisasi dasar secara teratur (Depkes RI, 2000).

6

Page 7: Mini Proyek Imunisasi dasar puskes sungai malang. kalsel

Mulai tahun 1992 diperkenalkan imunisasi Hepatitis B di beberapa kabupaten di

beberapa propinsi dan mulai tahun 1997 imunisasi Hepatitis B dilaksanakan secara nasional.

Sampai saat ini program imunisasi di Indonesia secara rutin memberikan antigen BCG, DPT,

Polio, Campak, dan hepatitis B (Anonim, 2009).

Pada tahun 2008 Menteri kesehatan membuat peraturann dimana vaksin HB 0 harus

diberikan pada saat usia 0-7 hari. Kemudian perkembangan pada pemberian HB 0 di lakukan 2-3

jam setelah pemberian vitamin K, hal ini ditunjukan untuk memutuskan rantai penyebaran virus

tersebut dari ibu ke anak. Harus ada upaya promotif dan preventif dalam menekan penyebaran

hepatitis.

Kementerian Kesehatan menargetkan pada tahun 2014 seluruh desa/ kelurahan mencapai

100% UCI (Universal Child Immunization) atau 90% dari seluruh bayi di desa atau kelurahan

tersebut memperoleh imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari BCG, Hepatitis B, DPT-HB,

Polio dan campak.

2.1.7 Status Imunisasi Dasar

Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi yang baru lahir sampai usia

satu tahun untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan. (Depkes RI, 2005).

Sesuai dengan program organisasi kesehatan dunia WHO (Badan Kesehatan Dunia),

pemerintah mewajibkan lima jenis imunisasi bagi anak-anak, yang disebut Program

Pengembangan Imunisasi (PPI). Terdapat 2 jenis imunisasi yaitu Program Pengembangan

Imunisasi (PPI) yang diwajibkan dan Program Imunisasi Non PPI yang dianjurkan. Imunisasi

wajib adalah pencegahan penyakit dengan kejadian cukup tinggi dan menimbulkan cacat atau

kematian. Pemberiannya dianjurkan untuk menambah daya tahan tubuh terhadap beberapa jenis

penyakit lainnya Cakupan imunisasi PPI yang diwajibkan antara lain BCG, DPT, Polio, Hepatitis

B dan campak (Ranuh et al., 2008:4). Idealnya bayi harus mendapat imunisasi dasar lengkap

yang terdiri dari HB0-7 hari sebanyak 1 kali, BCG sebanyak 1 kali, DPT sebanyak 3 kali, Polio

sebanyak 4 kali, Hepatitis B sebanyak 3 kali dan Campak 1 kali.

2.1.8 Usia dan Jadwal Imunisasi

Usia yang baik untuk diberikan imunisasi secara lengkap adalah sebelum bayi mendapat

infeksi dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, maka berilah imunisasi sedini

7

Page 8: Mini Proyek Imunisasi dasar puskes sungai malang. kalsel

mungkin setelah bayi lahir dan usahakan melengkapi imunisasi sebelum bayi berumur 1 tahun.

Penggabungan pemberian imunisasi DPT dengan Hepatitis B (HB) yang dinamakan DPT+HB

Combo dengan tujuan untuk meningkatkan cakupan jenis imunisasi, mengurangi jumlah

suntikan imunisasi dan menghemat biaya vaksin.Untuk jenis imunisasi yang harus diberikan

lebih dari sekali juga harus diperhatikan rentang waktu antara satu pemberian dengan pemberian

berikutnya.

Tabel 1. Jadwal Imunisasi berdasarkan rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2012

Sumber: Sari Pediatri Vol.11 No.6, April 2012

Tabel 2. Jadwal imunisasi dasar lengkap

8

Page 9: Mini Proyek Imunisasi dasar puskes sungai malang. kalsel

Keterangan Jadwal Imunisasi Periode 2012

Vaksin Keterangan

BCG Optimal diberikan pada umur 2 sampai 3 bulan. Bila vaksin BCG akan diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin. Bila uji tuberculin pra-BCG tidak dimungkinkan, BCG dapat diberikan, namun harus diobservasi dalam 7 hari. Bila ada reaksi lokal cepat di tempat suntikan (accelerated local reaction), perlu dievaluasi lebih lanjut (diagnostic TB).

Hepatitis B Pertama diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir.

Polio OPV 0 diberikan pada kunjungan pertama. Bayi yang lahir di RB/RS diberikan vaksin OPV saat bayi dipulangkan untuk menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi lain. Selanjutnya dapat diberikan vaksin OPV atau IPV.

DTP Diberikan pada umur > 6 minggu. Dapat diberikan vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan Hepatitis B atau Hib. Ulangan DTP umur 18 bulan dan 5 tahun. Program BIAS: disesuaikan dengan jadwal imunisasi Kementrian Kesehatan. Untuk anak umur diatas 7 tahun dianjurkan diberikan vaksin Td.

Campak Diberikan pada umur 9 bulan, vaksin ulangan diberikan pada umur 5-7 tahun. Program BIAS: disesuaikan dengan jadwal imunisasi Kementrian Kesehatan.

Sumber: Sari Pediatri Vol.11 No.6, April 2012

9

Page 10: Mini Proyek Imunisasi dasar puskes sungai malang. kalsel

2.1.9 Jenis-jenis Imunisasi Dasar

2.1.9.1 Imunisasi BCG

Tuberkulosis merupakan penyakit yang sudah muncul sejak bertahun-tahun yang lalu.

Penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis. Pemberian BCG merupakan salah satu upaya

pencegahan terhadap penyakit ini. Bacille Calmette-Guerin (BCG) adalah vaksin galur

Mycobacterium bovis yang dilemahkan, sehingga didapat basil yang tidak virulen tetapi masih

mempunyai imunogenitas. Vaksin BCG pertama kali digunakan pada tahun 1921 dan merupakan

salah satu vaksin yang penggunaannya paling luas.

World Health Organization (WHO) report on Tuberculosis epidemics tahun 1997

memperkirakan terdapat 7.433.000 kasus TB di dunia dan terbanyak di Asia Tenggara. Dalam

data jumlah kasus TB, Indonesia merupakan tiga besar di dunia. Berdasarkan Survei 1979-1982

didapat prevalensi TB BTA (+) sebesar 0.29%. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun

1980 dan 1986 mendapatkan bahwa TB adalah penyebab kematian keempat. Sementara itu,

SKRT 1992 menyebutkan bahwa tuberkulosis adalah penyebab kematian kedua di negara kita,

sesudah penyakit kardiovaskular. Angka 7,7% ini lebih tinggi dari berbagai negara di Asia lain

sekitar 4%, vaksin BCG ini sebenarnya diberikan untuk menurunkan resiko tuberkulosis berat

seperti tuberkulosis meningitis dan tuberkulosis milier.

Vaksin BCG biasa diberikan pada umur ≤ 2 bulan. Namun, dapat juga diberikan pada

umur 0-12 bulan untuk mendapat cakupan imunisasi yang lebih luas. Vaksin BCG sebaiknya

diberikan pada anak dengan tes mantoux negatif. Vaksin ini diberikan pada daerah deltoid kanan

sehingga apabila terjadi limfadenitis (aksila) mudah terdeteksi. Untuk menjaga kualitasnya,

vaksin ini harus disimpan pada suhu 2-8 derajat celcius dan tidak boleh terkena matahari. Efek

proteksi dari BCG timbul 8-12 minggu setelah penyuntikan dengan presentasi proteksi

bervariasi. BCG ulangan tidak dianjurkan oleh karena manfaatnya diragukan mengingat

efektivitas perlindungan hanya 40%, 70% kasus TB berat ternyata mempunyai parut BCG, kasus

dewasa dengan BTA+ di Indonesia cukup tinggi walaupun sudah mendapat pada masa anak-

anak.

Efek samping penyuntikan BCG secara intradermal pada 2-6 minggu setelah imunisasi

BCG dapat timbul bisul kecil (papula) yang semakin membesar dan dapat terjadi ulserasi dalam

waktu 2-4 bulan, kemudian menyembuh perlahan dengan menimbulkan jaringan parut tanpa

pengobatan khusus. Bila ulkus mengeluarkan cairan orang tua dapat mengkompres dengan

10

Page 11: Mini Proyek Imunisasi dasar puskes sungai malang. kalsel

cairan antiseptik. Bila cairan bertambah banyak atau koreng semakin membesar orang tua harus

membawanya kedokter. Ukuran ulkus yang terbentuk tergantung pada dosis yang diberikan.

Komplikasi yang sering terjadi antara lain eritema nodosum, iritis, lupus vulgaris, dan

osteomielitis.

Indikasi kontra pemberian vaksin BCG antara lain reaksi uji tuberkulin >5mm, sedang

menderita infeksi HIV atau dengan resiko tinggi infeksi HIV, imunokompromais akibat

kortikosteroid, gizi buruk, sedang menderita demam tinggi, menderita infeksi kulit yang luas,

pernah sakit TB, dan kehamilan.

2.1.9.2 Imunisasi Hepatitis B

Hepatitis merupakan penyakit peradangan pada hati. Penyebabnya bermacam-macam,

salah satunya adalah virus hepatitis B yang menyebabkan penyakit hepatitis B. Hepatitis B

umumnya asimptomatik, namun seringkali menjadi kronis. Infeksi hepatitis B juga dapat

menimbulkan kanker serta sirosis hati. Penyakit ini ditularkan melalui darah (blood-borne

transmission), misalnya akibat pemakaian jarum suntik yang bergantian, mendapatkan transfusi

darah dari penderita hepatitis B, atau melalui mikrolesi pada saat hubungan seksual. Selain itu,

ibu yang menderita hepatitis B dapat menularkan infeksi kepada bayinya pada saat proses

persalinan. Untuk itu, perlu diberikan vaksin hepatitis B dalam waktu kurang dari 24 jam sejak

lahir. Imunisasi hepatitis-B sebanyak 1 (satu) kali untuk mencegah penyakit Hepatitis B yang

ditularkan dari ibu ke bayi saat persalinan dan dapat menyebabkan pengerutan hati (sirosis) dan

kanker hati. Imunisasi Hepatitis B ini diberikan segera setelah lahir di sarana pelayanan

kesehatan. Dari jumlah tersebut diperkirakan 350 juta orang mengalami hepatitis B kronik, 500 –

750 ribu akan meninggal karena sirosis hati dan atau berkembang menjadi kanker hati. Indonesia

termasuk daerah endemis sedang-tinggi. Prevalens HbsAg pada donor (1994) adalah 9,4% (2,50-

36,7%), dan pada Ibu hamil 3,6% (2,1-6,7%).

Vaksin hepatitis B telah dikenal sejak tahun 1982. Vaksin ini mengandung 30 – 40 µg

protein HBsAg (antigen virus hepatitis B). Pemerintah Indonesia menyediakan vaksin hepatitis B

secara gratis bagi bayi yang baru lahir. Oleh sebab itu, bayi yang lahir di rumah harus

memberitahu fasilitas pelayanan kesehatan terdekat agar secepatnya mendapatkan vaksin

hepatitis B.

Imunisasi hepatitis B dilakukan dengan menyuntikkan vaksin di paha secara

11

Page 12: Mini Proyek Imunisasi dasar puskes sungai malang. kalsel

intramuskular dalam. Kejadian ikutan pasca imunisasi hepatitis B (efek samping) biasanya

berupa reaksi lokal yang ringan dan segera menghilang. Kadang-kadang dapat timbul demam

ringan untuk 1-2 hari. Bila demam boleh memberikan paracetamol 15 mg/kgbb setiap 3-4 jam,

maksimal 6 kali dalam 24 jam, boleh mandi. Vaksinasi hepatitis B dikenal aman dan efektif.

Efektivitas vaksin mencapai 90-95% dalam mencegah timbulnya penyakit hepatitis B.

Pertahanan akan bertahan sampai minimal 12 tahun setelah imunisasi. Sampai saat ini tidak ada

indikasi kontra absolut pemberian vaksin hepatitis B. Kehamilan dan laktasi bukan indikasi

kontra imunisasi hepatitis B.

2.1.9.3 Imunisasi Polio

Penyakit polio atau poliomielitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus polio.

Penyakit ini menyerang susunan saraf pusat dan dapat menyebabkan kelumpuhan. Masa inkubasi

virus biasanya 8-12 hari, tetapi dapat juga berkisar dari 5-35 hari. Sekitar 90-95% kasus infeksi

polio tidak menimbulkan gejala ataupun kelainan.

Virus polio menyebar dari orang satu ke orang lain melalui jalur oro-faecal. Pada

beberapa kasus dapat berlangsung secara oral-oral. Infeksi virus mencapai puncak pada musim

panas, sedangkan pada daerah tropis tidak ada bentuk musiman penyebaran infeksi. Virus polio

sangat menular pada kontak antar rumah tangga (yang belum diimunisasi) derajat serokonversi

lebih dari 90%. Kasus polio sangat infeksius dari 7 sampai 10 hari sebelum dan setelah

timbulnya gejala, tetapi virus polio dapat ditemukan dalam tinja dari 3 sampai 6 minggu.

Saat ini terdapat 2 jenis vaksin polio yaitu oral polio vaccine (OPV) dan inactivated polio

vaccine (IPV). Vaksin polio oral (OPV) berisi virus polio hidup tipe 1, 2, dan 3 yang dilemahkan

(attenuated). Vaksin ini merupakan jenis vaksin polio yang digunakan secara rutin. Virus dalam

vaksin akan masuk ke saluran pencernaan, kemudian ke darah. Virus akan memicu pembentukan

antibodi sirkulasi maupun antibodi lokal di epitel usus.

Vaksin polio inaktif (IPV) berisi virus polio tipe 1, 2, dan 3 yang diinaktivasi dengan

formaldehid. Dalam vaksin ini juga terdapat neomisin, streptomisin, dan polimiksin B. Vaksin

diberikan dengan cara suntikan subkutan. Vaksin akan memberikan imunitas jangka panjang

(mukosa maupun humoral) terhadap 3 tipe virus polio, namun imunitas mukosa yang

ditimbulkan lebih rendah dari vaksin polio oral.

Efek samping dari vaksin atau yang biasa dikenal dengan kejadian ikutan pasca imunisasi

12

Page 13: Mini Proyek Imunisasi dasar puskes sungai malang. kalsel

(KIPI) polio antara lain pusing, diare ringan, dan nyeri otot. Efek samping yang paling

ditakutkan ialah vaccine associated polio paralytic (VAPP). Pada pemberian OPV, virus akan

bereplikasi pada usus manusia. Pada saat replikasi tersebut, dapat terjadi mutasi sehingga virus

yang sudah dilemahkan kembali menjadi neurovirulen dan dapat menyebabkan lumpuh layu

akut.

Kontra indikasi pemberian vaksin polio antara lain anak dalam keadaan penyakit akut,

demam (> 38oC), muntah atau diare berat, sedang dalam pengobatan imunosupresi oral maupun

suntikan termasuk pengobatan radiasi umum, memiliki keganasan yang berhubungan dengan

retikuloendotelial dan yang mekanisme imunologisnya terganggu, infeksi HIV dan hipersensitif

terhadap antibiotik dalam vaksin. Anak yang kontak dengan saudara atau anggota keluarga

dengan imunosupresi juga tidak boleh diberikan vaksinasi polio.

2.1.9.4 Imunisasi DPT

Vaksin DPT mengandung toksoid difteri, toksoid tetanus dan vaksin pertusis. Dengan

demikian vaksin ini memberi perlindungan terhadap 3 penyakit sekaligus, yaitu difteri, pertusis,

dan tetanus. Penyakit difteri dan tetanus disebabkan oleh toksin dari bakteri. Oleh karena itu,

dalam upaya pencegahannya (imunisasi) hanya diberikan toksoid yaitu toksin bakteri yang

dimodifikasi sehingga tidak bersifat toksik namun dapat menstimulasi pembentukan anti- toksin.

Difteri merupakan suatu penyakit akut yang disebabkan oleh toksin dari kuman

Corynebacterium diphteriae. Anak dapat terinfeksi kuman difteria pada nasofaringnya. Gejala

yang timbul antara lain sakit tenggorokan dan demam. Kemudian akan timbul kelemahan dan

sesak napas akibat obstruksi pada saluran napas, sehingga perlu dilakukan intubasi atau

trakeotomi. Dapat pula timbul komplikasi berupa miokarditis, neuritis, trombositopenia, dan

proteinuria.

Pertusis atau batuk rejan (batuk seratus hari) disebabkan oleh bakteri Bordetella

pertussis. Sebelum ditemukannya vaksin pertusis, penyakit ini merupakan penyakit tersering

yang menyerang anak-anak dan merupakan penyebab utama kematian. Kuman Bordetella

pertussis akan menghasilkan beberapa antigen, yaitu toksin pertusis, filamen hemaglutinin,

aglutinogen fimbriae, adenil siklase, endotoksin, dan sitotoksin trakea. Pertusis adalah penyakit

yang sangat cepat menyebar ke masyarakat, penyebarannya melalui droplet, bahan droplet, dan

benda yang terkontaminasi dengan bahan droplet. Gejala utama pada pertusis yaitu terjadinya

13

Page 14: Mini Proyek Imunisasi dasar puskes sungai malang. kalsel

batuk paroksismal tanpa inspirasi yang diakhiri dengan bunyi whoop. Serangan batuk sedemikian

berat sehingga dapat menyebabkan pasien muntah, sianosis, lemas, dan kejang. Pada anak di

bawah usia 5 tahun, gejala pertusis lebih berat sehingga mudah terjadi komplikasi yaitu kejang.

Tetanus merupakan penyakit akut yang disebabkan toksin dari bakteri Clostridium tetani.

Seseorang dapat terinfeksi tetanus apabila terdapat luka yang memungkinkan bakteri ini hidup di

sekitar luka tersebut dan memproduksi toksinnya. Toksin tersebut selanjutnya akan menempel

pada saraf di sekitar daerah luka dan mempengaruhi pelepasan neurotransmitter inhibitor yang

berakibat kontraksi serta spastisitas otot yang tidak terkontrol, kejang-kejang, dan gangguan

saraf otonom. Kematian dapat terjadi akibat gangguan pada mekanisme pernapasan.

Vaksin DPT dibedakan menjadi 2, yaitu DTwP dan DtaP berdasarkan perbedaan pada

vaksin tetanus. DTwP (Difteri Tetanus whole cell Pertusis) mengandung suspensi kuman B.

pertussis yang telah mati, sedangkan DTaP (Difteri Tetanus acellular Pertusis) tidak

mengandung seluruh komponen kuman B. Pertussis, melainkan hanya beberapa komponen yang

berguna dalam patogenesis dan memicu pembentukan antibodi. Vaksin DTaP mempunyai efek

samping yang lebih ringan dibandingkan vaksin DTwP.

Dua hal yang diyakini sebagai indikasi kontra mutlak pemberian vaksin pertusis, baik

whole-cell maupun aseluler, adalah riwayat anafilaksis pada pemberian vaksin sebelumnya dan

ensefalopati sesudah pemberian vaksin pertusis sebelumnya. Pada vaksin pertusis biasanya

hanya di berikan pada usia di bawah 5 tahun, hal ini dikarenakan pada usia diatas 5 tahun

perjalanan penyakit pertusis tidak parah dan efek samping tidak buruk. Ada pendapat sebaiknya

tidak diberikan vaksinasi pertusis pada usia di atas 5 tahun, oleh karena itu imunisasi ulang

pertusis hanya diberikan 1,5 – 2 tahun dan menjelang 5 tahun.

Kejadian ikutan pasca imunisasi DPT dapat berupa reaksi lokal kemerahan, bengkak,

nyeri pada tempat injeksi, ataupun demam. Bekas suntikan dapat dikompres dengan air dingin

dan boleh diberikan paracetamol. Kejadian ikutan yang paling serius adalah terjadinya

ensefalopati akut atau reaksi anafilaksis dan terbukti disebabkan oleh pemberian vaksin pertusis.

2.1.9.5 Imunisasi Campak

Campak merupakan penyakit menular dan bersifat akut yang disebabkan oleh virus

campak. Penyakit ini menular lewat udara melalui sistem pernafasan dan biasanya virus tersebut

akan berkembang biak pada sel-sel di bagian belakang kerongkongan maupun pada sel di paru-

14

Page 15: Mini Proyek Imunisasi dasar puskes sungai malang. kalsel

paru dan menyebabkan gejala-gejala seperti demam, malaise, kemerahan pada mata, radang

saluran nafas bagian atas, serta timbul bintik kemerahan yang dimulai dari batas rambut di

belakang telinga, kemudian berangsur-angsur menyebar di daerah wajah, leher, tangan, dan

seluruh badan. Cara penularan penyakit ini dapat melalui droplet penderita campak pada stadium

awal yang mengandung paramyxovirus dan kontak langsung dengan penderita maupun benda-

benda yang terkontaminasi paramyxovirus. Penyakit campak ditularkan secara langsung dari

droplet infeksi atau, agak jarang dengan penularan lewat udara (airborne spread).

Strategi untuk eliminasi penyakit campak adalah (1) melakukan imunisasi masal pada

anak umur 9 bulan sampai 12 tahun, (2) meningkatkan cakupan imunisasi rutin pada bayi umur 9

bulan, (3) melakukan surveilens secara intensif dan (4) follow-up imunisasi massal (Cutts, 1999).

Untuk mencegah tertular penyakit campak, seseorang perlu diberikan vaksin campak, yang

sebenarnya adalah strain dari virus campak yang telah dilemahkan. Vaksin campak mulai

digunakan pada tahun 1963 dan dikembangkan lagi pada tahun 1968. Kombinasi vaksin campak-

gondongan-rubella (measles-mumps-rubella, MMR) mulai diterapkan pada tahun 1971, dan pada

tahun 2005 telah dikembangkan lagi kombinasi vaksin campak-gondongan-rubella-varicella

(MMR V).

Pemberian vaksin campak dianjurkan 2 kali untuk mengurangi kemungkinan terkena

campak, pemberian pertama memberikan 95-98% imunitas terhadap campak dan diberikan pada

umur 12-15 bulan. Pemberian kedua memberikan 99% imunitas terhadap campak, dan dapat

diberikan kapan saja asalkan berjarak lebih dari 4 minggu dari pemberian pertama. Pada anak-

anak biasanya diberikan saat anak berumur 4-6 tahun. Imunisasi campak dilakukan dengan

menggunakan alat suntik sekali pakai untuk menghindari penularan penyakit seperti HIV/AIDS

dan Hepatitis B, dengan cara disuntikkan secara subkutan maupun intramuskular.

Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang dapat terjadi reaksi yang dapat terjadi pasca

vaksinasi campak dan MMR berupa rasa tidak nyaman dibekas penyuntikan vaksin. Selain itu

dapat terjadi gejala-gejala lain yang timbul 5-12 hari setelah penyuntikan selama kurang dari 48

jam yaitu demam tidak tinggi, erupsi kulit kemerahan halus/tipis tidak menular, pilek.

Pembengkakan kelenjar getah bening kepala dapat terjadi sekitar 3 minggu pasca imunisasi

MMR. Orangtua/pengasuh dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI atau air

buah).

Bab III

15

Page 16: Mini Proyek Imunisasi dasar puskes sungai malang. kalsel

Metode

3.1 Tempat dan Waktu Survei

Survei ini dilaksanakan pada bulan September 2012 sampai dengan Desember 2012 di

Puskesmas Sungai Malang, Desa Palampitan Hulu, Kabupaten Hulu sungai Utara, Kalimantan

Selatan.

3.2 Populasi

Seluruh bayi usia 0-12 bulan di Puskesmas Sungai Malang, Desa Palampitan Hulu,

Kabupaten Hulu sungai Utara, Kalimantan Selatan.

3.2.1 Responden

Seluruh ibu yang memiliki bayi usia 0-12 bulan.

3.3 Cara Kerja

1. Menentukan program dan judul yang akan di survei

2. Menghubungi petugas Puskesmas agar membantu kegiatan survei

3. Menghubungi Kepala desa Palampitan Hulu untuk menjelaskan tujuan diadakannya

survei di daerah tersebut.

4. Melakukan pengumpulan data-data dengan melakukan survei berupa kuesioner (tanya

jawab) dengan cara dari rumah ke rumah.

5. Melakukan pengolahan, dan analisis data.

6. Penulisan laporan survei.

7. Pelaporan survei.

3.3.1. Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dari:

- Data primer diambil dari responden dengan teknik wawancara dengan menggunakan

kuesioner terhadap ibu-ibu yang memiliki anak usia 0-12 bulan di Puskesmas Sungai

Malang, Desa Palampitan Hulu, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan.

16

Page 17: Mini Proyek Imunisasi dasar puskes sungai malang. kalsel

- Data sekunder diambil dari data KMS, kohort bayi dan laporan kegiatan imunisasi di

Posyandu Puskesmas Sungai Malang, Desa Palampitan Hulu, Kabupaten Hulu Sungai

Utara, Kalimantan Selatan.

3.3.2. Pengolahan Data

Data-data yang telah dikumpulkan dilakukan pengolahan berupa penghitungan status

kelengkapan imunisasi bayi usia 0-12 bulan. Status kelengkapan imunisasi dasar dapat

didapatkan melalui wawancara ibu yang memiliki anak usia 9-12 bulan atau dilihat

melalui KMS apakah anak telah mendapat imunisasi dasar secara lengkap atau belum.

Apabila data yang didapatkan dari wawancara ibu dan KMS berbeda maka data yang

diambil adalah data yang berada di KMS. Dikelompokkan menjadi:

- Tidak lengkap bila tidak mendapat salah satu dari 5 jenis imunisasi dasar yang

diharuskan setelah mencapai usia 9-12 bulan.

- Lengkap bila telah mendapat ke-5 jenis imunisasi dasar pada usia 9 -12 bulan.

3.3.3. Penyajian Data

Data yang didapat disajikan secara tekstular dan tabular.

3.3.4. Pelaporan Data

Data disusun dalam bentuk pelaporan survei yang selanjutnya akan dipresentasikan

dihadapan pimpinan dan staf puskesmas Sungai Malang.

17

Page 18: Mini Proyek Imunisasi dasar puskes sungai malang. kalsel

Bab IVHasil

4.1. Profil Komunitas Umum

Puskesmas Sungai Malang memiliki wilayah kerja seluas 64,5 Km2 yang mencakup 2

kelurahan dan 19 desa dengan jumlah penduduk sebanyak 31.499 jiwa yang terdiri dari laki-laki

15.652 jiwa (49,70 %) dan perempuan 15.847 jiwa (50,30 %) dengan kepadatan penduduk yang

tidak merata, yang paling padat penduduknya daerah perkotaan antara lain Kelurahan Sungai

Malang, desa Palampitan Hilir, desa Palampitan Hulu dan kelurahan Paliwara.

Gambar 1. Peta wilayah Puskesmas Sungai Malang

18

Page 19: Mini Proyek Imunisasi dasar puskes sungai malang. kalsel

Wilayah kerja Puskesmas Sungai Malang terdiri dari 2 kelurahan dan 19 desa, yaitu:

1. Sungai Malang 12. Pasar Senin

2. Tigarun 13. Kandang Halang

3. Sungai Baring 14. Rantawan

4. Harus 15. Muara Tapus

5. Harusan 16. Datu Kuning

6. Paliwara 17. Tapus

7. Palampitan Hulu 18. Pinang Habang

8. Palampitan Hilir 19. Danau Ceramin

9. Kota Raden Hulu 20. Mawar Sari

10. Kota Raden Hilir 21. Pinangkara

11. Kembang Kuning

Wilayah kerja Puskesmas Sungai Malang berbatasan dengan :

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Amuntai Utara.

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Puskesmas Amuntai Tengah dan

Kecamatan Banjang.

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kec. Sungai Pandan Kec. Amuntai

Selatan.

4.2. Data Geografi

Fotografi kabupaten Hulu Sungai Utara merupakan daerah berawa dengan sebagian kecil

daratan sebagai pusat pertumbuhan kota dan perkampungan, dimana desa dan kelurahan tersebut

dapat ditempuh melalui jalan darat baik dengan kendaraan roda 4 maupun roda 2, kecuali desa

yang masuk katagori desa tertinggal yakni desa Mawarsari dan Pinangkara yang hanya dapat di

tempuh dengan kendaraan roda 2 dan transportasi air (perahu).

4.3. Data Demografi

Jumlah penduduk yang berada di seluruh wilayah kerja Puskesmas Sungai Malang

sebanyak 31.499 jiwa yang terdiri dari laki-laki 15.652 jiwa (49,70 %) dan perempuan 15.847

jiwa (50,30 %) dengan kepadatan penduduk yang tidak merata. Jumlah Penduduk di Desa

Palampitan Hulu 2398 dengan kepala keluarga 503 dan jumlah rumah 627.

19

Page 20: Mini Proyek Imunisasi dasar puskes sungai malang. kalsel

Mata Pencaharian Penduduk usia produktif pada wilayah kerja Puskesmas Sungai

Malang sangat bervariasi seperti terlihat pada gambar 1.

Mata Pencarian Penduduk

55%

25%

5%6%

9%Tani & Nelayan

Pekerja Swasta

Dagang

Pegawai Pemerintahan

Lain-lain

Gambar 2. Persentasi mata pencarian penduduk Sungai Malang

4.4. Sumber Daya Kesehatan yang ada

Masih kurangnya sumber daya aparatur yang ada pada Puskesmas Sungai Malang

terutama bidan desa mengakibatkan pencapaian program kegiatan kurang maksimal, dari 21 desa

yang ada pada wilayah kerja hanya 4 desa yang memiliki bidan desa.

Tabel 3. Data Ketenagaan Puskesmas Sungai Malang Tahun 2011

No Jenis Tenaga Kesehatan Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 Dokter Umum   1 1 2

2 Dokter Gigi   0 1 1

3 Kesehatan Masyarakat 1 2 3

4 Apoteker 0 1 1

5 Perawat 6 5 11

6 Perawat Gigi 0 2 2

7 Sanitarian 0 2 2

8 Analis Kesehatan 0 2 2

9 Gizi 1 1 2

10 Asisten Apoteker 0 1 1

11 Bidan Puskesmas 0 5 5

20

Page 21: Mini Proyek Imunisasi dasar puskes sungai malang. kalsel

12 Bidan Desa 0 8 8

13 TU   0 1 1

14 Pekarya 1 1 2

15 PTT Bidan 0 3 3

Jumlah 46

4.5. Sarana Pelayanan Kesehatan yang ada

Dengan 2 kelurahan dan 19 desa yang menjadi binaan Puskesmas Sungai Malang

memiliki Sarana dan Prasarana sebagai berikut :

a. Puskesmas Induk : 1 buah

b. Puskesmas Pembantu : 5 buah

1) Pustu Pinang Habang

2) Pustu Muara Tapus

3) Pustu Pasar Senin

4) Pustu Pinangkara

5) Pustu Sungai Baring

c. Poliklinik Desa / Pos Kesehatan Desa

1) Poskesdes desa Sungai Baring

2) Poskesdes desa Harusan

3) Poskesdes desa Harus

4) Poskesdes desa Tapus

5) Poskesdes Kandang Halang

Bidan desa yang ada pada Puskesmas Sungai Malang terdiri dari 5 orang yang

bertempat tinggal di desa :

1) Desa Sungai Baring

2) Desa Harusan

3) Desa Harus

4) Desa Tapus

5) Desa Kandang Halang

21

Page 22: Mini Proyek Imunisasi dasar puskes sungai malang. kalsel

d. Puskesmas Keliling

Satu unit mobil pelayanan kesehatan Puskesmas Keliling merk ISUZU dengan

bahan bakar solar.

e. Fasilitas Lainnya :

Kendaraan roda 2 (dua) sebanyak 22 buah untuk memperlancar kegiatan

operasional di lapangan.

4.6. Data Kesehatan Masyarakat

4.6.1. Prevalensi Masalah Kesehatan Masyarakat

Tabel 4: Data prevalensi bayi

Lampiran 1: Data bayi lengkap dengan tanggal imunisasi

22

Page 23: Mini Proyek Imunisasi dasar puskes sungai malang. kalsel

Diagram pengelompokan bayi

Bayi usia 9-12 bulan dengan imunisasi lengkapBayi usia 9-12 bulan den-gan imunisasi tidak lengkapBayi usia 0-<9 bulan Bayi usia 0-<9 bulan yang tidak mendapatkan imu-nisasi Hb 0

Gambar 3. Presentase data bayi sesuai umur dan status kelengkapan imunisasi

Bayi usia 9-12 bulan dengan

imunisasi lengkap

Bayi usia 9-12 bulan dengan

imunisasi tidak

lengkap

Bayi usia 0-<9 bulan

0

5

10

15

20

25

30

Series1

012345678

Series1

Gambar 4 dan 5. Presentase status kelengkapan bayi

23

Page 24: Mini Proyek Imunisasi dasar puskes sungai malang. kalsel

Bab VDiskusi

Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan di Puskesmas Sungai Malang, Desa

Palampitan Hulu, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan adalah sebagai berikut:

1. Jumlah bayi usia 0-12 bulan sebanyak 39 bayi yaitu terdiri bayi yang berusia 0-<9 bulan

berjumlah 28 bayi dan bayi berusia 9-12 bulan berjumlah 11 bayi. Dimana bayi usia 9-12

bulan dengan imunisasi lengkap (Hb0, BCG, Combo, Polio, dan Campak) sebanyak 7

bayi dan bayi dengan imunisasi tidak lengkap sebanyak 4 bayi.

2. Kelengkapan status imunisasi dasar bayi usia 9-12 bulan sebesar 63,64 % dari tolak ukur

UCI minimal 80%. Hasil ini tidak beda jauh dengan hasil nasional sebesar 53,8% atau

dari cakupan Kalimantan selatan 52,9%. Angka ini lebih besar dari cakupan baik nasional

maupun Kalimantan selatan, hal ini kemungkinan disebabkan berbedanya jumlah sampel

dan daerah cakupan survei.

3. Ketidaklengkapan status imunisasi dasar bayi usia 9-12 bulan sebesar 36,36 %,

Sedangkan nasional sebesar 42,6% dan cakupan di provinsi Kalimantan sebesar 36,4%.

Hal ini sangat dipengaruhi oleh perilaku kesehatan antara lain sebagai berikut:

a. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran ibu akan pentingnya imunisasi bagi bayi.

b. Ibu sangat berperan penting dalam status kelengkapan status imunisasi, ada beberapa

kasus dimana ibu merasa takut apabila bayinya panas, diare, dan kejang setelah

disuntik imunisasi.

c. Kesibukan ibu atau status pekerjaan ibu juga sangat mempengaruhi status imunisasi,

apabila ibu sibuk dengan pekerjaannya maka tidak ada waktu membawa bayinya

untuk imunisasi.

d. Ketidaklengkapan status imunisasi dasar dikarenakan tidak mendapatkan imunisasi

Hb 0. Hal ini disebabkan apabila bayi dilahirkan di rumah sakit tidak diberikan

imunisasi tersebut, selain itu para ibu juga tidak mengetahui apakah bayi nya

mendapatkan imunisasi Hb 0, serta ada ibu yang melahirkan di luar daerah amuntai

sehingga status imunisasi Hb 0 tidak diketahui secara jelas.

e. Beberapa kasus ada yang beranggapan bahwa imunisasi bertentangan dengan agama,

dimana bila di suntik imunisasi merupakan haram hukumnya.

24

Page 25: Mini Proyek Imunisasi dasar puskes sungai malang. kalsel

4. Pada bayi usia 0-<9 bulan tidak dapat digolongkan dalam katagori lengkap atau tidak

lengkap status imunisasinya, hal ini karena belum cukup umurnya untuk sampai

imunisasi campak. Dimana dalam teori, imunisasi lengkap yaitu apabila bayi sudah

mendapatkan imunisasi dasar yaitu imunisasi Hb 0 sebayak 1 kali, BCG sebanyak 1 kali,

combo (Hepatitis dan DPT) sebanyak 3 kali, campak.

Bagan faktor-faktor yang berhubungan dengan kelengkapan status imunisasi

25

Faktor Ibu

1. Pengetahuan 2. Pekerjaan 3. sikap

Ketersediaan sarana dan prasarana imunisasi

Keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi dan kedisiplinan petugas serta kerjasama antar sektor

Perilaku

Terhadap imunisasi (+) Terhadap Imunisasi (-)

Melakukan Imunisasi Tidak melakukan Imunisasi

Kelengkapan imunisasi dasar

Hb 0, BCG, Hepatitis B, Polio< Campak

Page 26: Mini Proyek Imunisasi dasar puskes sungai malang. kalsel

Bab VI

Kesimpulan dan Saran

6. 1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil survei mengenai status kelengkapan

imunisasi dasar pada bayi usia 0-12 bulan di Puskesmas Sungai Malang, Desa Pelampitan

Hulu, Kabupaten Hulu sungai Utara, Kalimantan Selatan, September 2012 sampai

dengan Desember 2012 adalah kelengkapan status imunisasi dasar bayi usia 9-12 bulan

sebesar 63,64%, angka ini lebih besar dari cakupan baik nasional maupun Kalimantan

selatan, hal ini kemungkinan disebabkan berbedanya jumlah sampel dan daerah cakupan

survei. Namun angka ini tidak mencapai target UCI yaitu minimal 80%. Dan masih

tingginya ketidaklengkapan status imunisasi dasar bayi usia 9-12 bulan sebesar 36,36%

sehingga angka kesakitan Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunsasi (PD3I) akan

makin tinggi. Faktor ibu misalnya status pekerjaaan, pengetahuan dan kesadaran akan

pentingnya imunisasi dasar sangat berpengaruh terhadap kelengkapan status imunisasi

dasar. Kurangnya kesadaran rumah sakit atas program imunisasi dasar karena masih

banyaknya rumah sakit yang tidak memberikan imunisasi Hb 0 sehingga hal ini

menyebabkan tingginya angka ketidaklengkapan imunisasi dasar. Faktor kepercayaan

masyarakat juga sangat berpengaruh pada bayi, misalnya secara agama tidak

memperbolehkan untuk diimunisasi. Hal ini akan meningkatkan ketidaklengkapan status

imunisasi. Bayi yang berusia 0-<9 bulan tidak dapat dikatagorikan dalam lengkap atau

tidak lengkap status imunisasi karena belum cukup umur bayi untuk mendapatkan

imunisasi campak, sedangkan imunisasi dikatakan lengkap apabila sudah mendapatkan

imunisasi Hb 0, BCG, Combo, Polio, dan Campak.

6.2. Saran

Penyuluhan mengenai imunisasi dasar sangat efektif dan berpengaruh dalam

meningkatkan pengetahuan masyarakat terutama ibu mengenai manfaat dan pentingnya

imunisasi dasar bagi bayi. Apabila pengetahuan masyarakat mengenai imunisasi dapat

ditingkatkan maka sikap dan perilaku masyarakat untuk memberikan imunisasi akan

menjadi lebih baik sehingga akan meningkatkan cakupan status kelengkapan imunisasi

26

Page 27: Mini Proyek Imunisasi dasar puskes sungai malang. kalsel

dasar di Indonesia. Keaktifan dan kedisiplinan petugas serta kepedulian rumah sakit harus

ditingkatkan guna meningkatkan status kelengkapan imunisasi dasar. Hal ini untuk

membantu memperkecil angka status ketidaklengkapan imunisasi dasar baik nasional

maupun Kalimantan selatan. Selain itu, untuk menurunkan angka kesakitan dari penyakit

tuberculosis, hepatitis, difteri, pertusis, tetanus, poliomyelitis dan campak. Penyuluhan

sebaiknya dilakukan secara rutin dan berkala oleh petugas program, Bila memungkinkan

penyuluhan dilakukan dengan menggunakan media power point serta menanyangkan

beberapa gambar atau video mengenai imunisasi sehingga para peserta penyuluhan lebih

antusias untuk mendengarkan dan lebih memahami materi penyuluhan yang telah

diberikan. Selain itu bagi rumah sakit seharusnya wajib memberikan imunisasi dasar Hb

0 agar dapat membantu menurukan angka ketidaklengkapan status imunsasi dasar.

27