mk presiden ruu pilkada

4
1 M E M O K E B I J A K A N Kepada : Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia. Dari : Iskandar Saharudin, Spesialis Kebijakan dan Hukum, Unit Desentralisasi - PATTIRO. Tanggal : 15 September 2014. Perihal : Usulan Kebijakan Pemerintah terhadap Proses Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah. A. Pendahuluan. Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (disebut dengan RUU Pilkada) saat ini memperoleh sorotan luas dari masyarakat. Pembahasan tersebut cenderung kontroversial. Dan berpotensi untuk membuat proses kemajuan demokrasi yang sedang kita jalankan dapat mundur kebelakang lagi. Disamping itu, juga akan mengganggu proses transisi kepmimpinan nasional yang telah dipersiapkan oleh Bapak Presiden. Sorotan publik tersebut tertuju kepada sikap politik sebagian fraksi di DPR dan sikap Pemerintah – pada mulanya, tentang Mekanisme Pemilihan Kepala Daerah. Pihak ini bersikap untuk mengusulkan perubahan Mekanisme Pemilihan Kepala Daerah. Perubahan dari Mekanisme Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, oleh rakyat, menjadi Mekanisme Pemilihan secara tidak langsung, oleh Anggota DPRD. B. Isu Kebijakan. Mekanisme Pemilihan Kepala Daerah secara langsung merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Namun, dalam pengajuan RUU Pilkada, Pemerintah telah mengusulkan format Pemilihan Kepala Daerah yang mengembalikan mekanismenya ke format Orde Baru; format Pemilihan Kepala Daerah secara tidak langsung, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Usulan perubahan mekanisme tersebut mengundang reaksi masyarakat secara luas. Kelompok- kelompok masyarakat menunjukkan keprihatinan dan berunjukrasa menolak Usulan perubahan itu. Penolakan juga datang dari kalangan kepala daerah. Bahkan beberapa kepala daerah mengundurkan diri dari keanggotaan partai politiknya, karena partainya mengambil sikap politik yang berseberangan dengan pilihan Pilkada secara langsung. . Menghadapi situasi seperti itu, bagaimanakah sikap, kebijakan yang mesti Pemerintah tempuh? C. Alternatif Kebijakan. Usulan politik untuk merubah mekanisme Pilkada secara politik akan merubah pola hubungan yang terjadi diantara tiga Pelaku Daerah; yaitu kepala daerah, DPRD, dan warga masyarakat. Perubahan pola tersebut Kami identifikasi dalam wujud tiga Konsekuensi. Konsekuensi Pertama; Ownership of the Vote. Usulan politik untuk merubah mekanisme Pilkada menyebabkan kepemilikan Hak Suara Warga Negara (Citizen’s Vote), akan diganti secara eksklusif menjadi Hak Suara Anggota DPRD (Parliamentarian’s Vote). Dengan bergesernya kepemilikan Hak Suara tersebut, sesungguhnya menghilangkan Hak politik warga negara.

Upload: iskandar-saha

Post on 22-Nov-2015

22 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Memo Kebijakan PATTIRO yang ditujukan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait sikap Pemerintah terhadap Pembahasan RUU Pilkada

TRANSCRIPT

  • 1

    M E M O K E B I J A K A N

    Kepada : Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia. Dari : Iskandar Saharudin, Spesialis Kebijakan dan Hukum, Unit

    Desentralisasi - PATTIRO. Tanggal : 15 September 2014. Perihal : Usulan Kebijakan Pemerintah terhadap Proses Pembahasan

    Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah.

    A. Pendahuluan. Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (disebut dengan RUU Pilkada) saat ini memperoleh sorotan luas dari masyarakat. Pembahasan

    tersebut cenderung kontroversial. Dan berpotensi untuk membuat proses kemajuan demokrasi yang

    sedang kita jalankan dapat mundur kebelakang lagi. Disamping itu, juga akan mengganggu proses

    transisi kepmimpinan nasional yang telah dipersiapkan oleh Bapak Presiden.

    Sorotan publik tersebut tertuju kepada sikap politik sebagian fraksi di DPR dan sikap Pemerintah

    pada mulanya, tentang Mekanisme Pemilihan Kepala Daerah. Pihak ini bersikap untuk mengusulkan

    perubahan Mekanisme Pemilihan Kepala Daerah. Perubahan dari Mekanisme Pemilihan Kepala

    Daerah secara langsung, oleh rakyat, menjadi Mekanisme Pemilihan secara tidak langsung, oleh

    Anggota DPRD.

    B. Isu Kebijakan. Mekanisme Pemilihan Kepala Daerah secara langsung merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Namun, dalam

    pengajuan RUU Pilkada, Pemerintah telah mengusulkan format Pemilihan Kepala Daerah yang

    mengembalikan mekanismenya ke format Orde Baru; format Pemilihan Kepala Daerah secara tidak

    langsung, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan

    di Daerah.

    Usulan perubahan mekanisme tersebut mengundang reaksi masyarakat secara luas. Kelompok-

    kelompok masyarakat menunjukkan keprihatinan dan berunjukrasa menolak Usulan perubahan itu.

    Penolakan juga datang dari kalangan kepala daerah. Bahkan beberapa kepala daerah mengundurkan

    diri dari keanggotaan partai politiknya, karena partainya mengambil sikap politik yang

    berseberangan dengan pilihan Pilkada secara langsung. .

    Menghadapi situasi seperti itu, bagaimanakah sikap, kebijakan yang mesti Pemerintah tempuh?

    C. Alternatif Kebijakan. Usulan politik untuk merubah mekanisme Pilkada secara politik akan merubah pola hubungan yang terjadi diantara tiga Pelaku Daerah; yaitu kepala daerah, DPRD, dan

    warga masyarakat. Perubahan pola tersebut Kami identifikasi dalam wujud tiga Konsekuensi.

    Konsekuensi Pertama; Ownership of the Vote. Usulan politik untuk merubah mekanisme Pilkada

    menyebabkan kepemilikan Hak Suara Warga Negara (Citizens Vote), akan diganti secara eksklusif

    menjadi Hak Suara Anggota DPRD (Parliamentarians Vote). Dengan bergesernya kepemilikan Hak

    Suara tersebut, sesungguhnya menghilangkan Hak politik warga negara.

  • 2

    Secara konstitusional, setiap warga negara memiliki Hak Suara (Vote) untuk; (i). memilih pemimpin

    pemerintahannya; dan (ii). memilih pejabat politik yang mewakili kepentingan dan aspirasinya. Hak

    tersebut merupakan Hak Asasi Manusia.

    Hak Suara untuk memilih pemimpin pemerintahan tidak dapat digantikan dan diwakilkan oleh

    lembaga perwakilan. Karena hak warga negara ini bersifat langka dan hanya dipergunakan sekali

    dalam jangka waktu lama, 5 (lima) tahun. Disamping itu, fungsi-fungsi utama parlemen adalah

    mengawasi kinerja pemimpin-terpilih, dan bekerjasama dengan pemerintah untuk menyusun

    anggaran dan produk hukum.

    Konsekuensi dari perubahan pola kepemilikan Hak Suara tersebut akan membuat Hak Politik setiap

    warga negara tereduksi, dibatasi, dan terberangus.

    Konsekuensi Kedua, Shareholder Relationship. Usulan politik mengubah mekanisme Pilkada akan

    berdampak besar terhadap hubungan antara pemimpin tertinggi di daerah dengan warga negara di

    daerah tersebut. Hubungan yang bersifat langsung antara Kepala Daerah dengan warga masyarakat

    (Direct Relationship) akan diganti dan dirubah menjadi hubungan tidak langsung (Indirect

    Relationship).

    Perubahan hubungan ini akan membuat surut pola hubungan yang sehat dan produktif yang sedang

    dan telah dibangun oleh kepala daerah. Hubungan antara kepala daerah dengan warga

    masyarakatnya, selama ini, bersifat langsung dan interaktif, terutama dalam mengatasi persoalan

    sehari-hari warga masyarakat. Seperti, salah satunya, yang dilakukan oleh Ridwan Kamil, Walikota

    Bandung, yang secara konsisten memanfaatkan media social Tweeter sebagai wahana informasi dan

    komunikasi interaktif dalam banyak hal. Terutama dalam memantau pekerjaan instansi bawahan

    dan memperoleh umpan balik dan aspirasi dari warga Kota Bandung.

    Dengan perubahan pola hubungan, jika mekanisme Pilkada dilakukan tidak-langsung, akan membuat

    hubungan kepala daerah dan warga masyarakat bersifat limitatif. Hubungan itu menjadi bersifat

    tidak langsung, berjarak secara social dan politik. Karena ada pihak yang bertindak sebagai broker,

    perantara. Pihak perantara ini menciptakan wilayah abu-abu dalam pola hubungan tersebut,

    sehingga berhubungan dengan kepala daerah akan menjadi wilayah eksklusif dari Anggota DPRD.

    Konsekuensi Ketiga: Format of Political Officials Determining. Perubahan mekanisme Pilkada akan

    menyebabkan format penentuan pejabat politik berubah. Dari semula, mekanisme Pilkada dilakukan

    secara langsung, melalui Pemilihan Umum oleh rakyat (General Election) berubah menjadi

    mekanisme Pilkada secara tidak langsung, melalui Pemungutan Suara oleh Anggota DPRD (Voting).

    Dari identifikasi tiga perubahan dan konsekuensi yang terjadi, maka sikap dan kebijakan Pemerintah

    yang dapat tersedia disini adalah:

    Opsi Pertama. Tim Pemerintah mendorong dan mempengaruhi fraksi-fraksi yang mendukung

    Pilkada-oleh-DPRD agar bersedia merubah pendirian dan sikap politik mereka. Dorongan ini

    dilakukan dengan menyatakan sikap Pemerintah secara terbuka dan melalui media public. Diiringi

    dengan Pernyataan Sikap Politik dari Partai Pemerintah, Partai Demokrat, yang menyatakan

    dukungan terhadap Pilkada-oleh-Rakyat.

  • 3

    Opsi Kedua. Tim Pemerintah menarik diri dari proses pembahasan RUU Pilkada, yang sedang

    dilakukan bersama DPR. Penarikan diri tersebut dinyatakan secara terbuka dan melalui media

    public, dengan penerbitan Amanat Presiden tentang Penghentian Pembahasan RUU Pilkada.

    D. Alternative Terpilih. Dari kedua Opsi Kebijakan diatas, PATTIRO merekomendasikan agar Bapak Presiden berkenan dan bersedia untuk menentukan pilihan pada kebijakan Opsi Kedua; yakni

    menghentikan pembahasan RUU Pilkada. Penghentian itu dilakukan dengan menarik diri dari proses

    pembahasan RUU Pilkada yang sedang dilakukan bersama DPR.

    E. Rencana Implementasi. Untuk merealisasikan Opsi Kebijakan Kedua tersebut, PATTIRO merekomendasikan kepada Bapak Presiden beberapa langkah implementasi berikut:

    1. Memerintahkan Menteri Dalam Negeri agar menarik Tim Pemerintah dari proses pembahasan

    RUU Pilkada yang sedang berlangsung saat ini. Dengan penarikan Tim Pemerintah ini maka

    proses pembahasan RUU Pilkada tidak dapat dilanjutkan.

    2. Menerbitkan Amanat Presiden mengenai penghentian pembahasan RUU Pilkada oleh Tim

    Pemerintah.

    3. Mengusulkan kepada Presiden-Terpilih, Joko Widodo, untuk mengusulkan kembali RUU Pilkada

    ke dalam Agenda Program Legislasi Nasional untuk periode 2014-2019, dengan perubahan nama

    menjadi RUU Pemilu Kada.

    Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi:

    Iskandar Saharudin, Spesialis Kebijakan dan Hukum | 0852 6045 0446 | @MataSaha

    PATTIRO (Pusat Telaah dan Informasi Regional) | Alamat : Jl Intan No 81, Cilandak Barat. Jakarta Selatan.

    Telpon : (021) 7591 5498 | Faksimili : (021) 751 2503 | Email : [email protected]

    Website : http://pattiro.org | Tweeter : @InfoPattiro | Facebook page : PATTIRO

  • 4