model kampanye parma dalam pemenangan calon...
TRANSCRIPT
MODEL KAMPANYE PARMA DALAM PEMENANGAN
CALON PRESIDEN BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA PADA PEMILIHAN RAYA 2010
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
Donni Bhestadi Saputra
NIM. 207051100503
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/2013 M
LEMBAR PERYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, saya telah cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiat atau hasil
jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 24 Oktober 2013
Donni Bhestadi Saputra
i
ABSTRAK
Donni Bhestadi Saputra
Model Kampanye PARMA dalam Pemenangan Calon Presiden Badan
Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
pada Pemilihan Raya 2010
Kampanye politik menjadi salah satu bagian yang tidak bisa terpisahkan dari
proses berdemokrasi. Demokrasi adalah prinsip dasar tata kehidupan masyarakat sipil
(civil society) baik dalam interaksi sesama komponen masyarakat maupun masyarakat
dengan negara. Proses berdemokrasi juga diterapkan di Universitas Islam Negeri Jakarta
dengan istilah Student Goverment. Dalam penerapannya terdapat partai politik kampus
yang mewujudkan pertarungan politik penuh intrik. Di tengah suasana seperti itu, partai
politik kampus terus berlomba-lomba meningkatkan model kampanye agar mampu
menarik simpati khalayak. Maka dari itu PARMA sebagai salah satu partai politik
kampus mencoba menerapkan model kampanye terbaik pada pemilihan raya 2010.
Dari penjelasan diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana
model kampanye PARMA dalam pemenangan calon presiden Badan Eksekutif
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada pemilihan raya
2010? Dari sini, peneliti mengeksplorasi beberapa rumusan yang dijalankan, mulai dari
informasi kampanye, persuasi kampanye, tahap membuat keputusan, dan tahap
konfirmasi.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
penelitian deskriptif. Peneliti ingin memaparkan secara sistematis fakta secara faktual dan
cermat model kampanye yang dilakukan oleh PARMA. Berdasarkan pengamatan dan
analisis peneliti, diketahui bahwa PARMA juga mempunyai dua konsep strategi
kampanye politik yang secara umum dibagi menjadi 2, yakni: strategi kampanye politik
melalui media dan strategi kampanye politik non media.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Difusi Inovasi. Dengan teori
ini, peneliti mencoba menelaah dan menguji kesesuaian praktik kampanye politik yang
dilakukan oleh PARMA. Pada prinsipnya, PARMA menjalankannya sesuai dengan
kaidah teori, namun tetap disesuaikan dengan realitas yang ada. Dalam praktiknya juga
menambahkan beberapa inovasi lain sebagai pengembangan strategi kampanye politik
yang mereka jalankan.
Dalam pelaksanaan kampanye politik, PARMA secara konsisten melebur pada
model kampanye diffusion of innovation. PARMA dalam hal ini melakukan penerapan
kampanye bersifat dua arah (bi-directional campaign), karena menyadari keterbatasan
media dalam mempengaruhi khalayak yang dalam hal ini adalah mahasiswa. Meski
demikian, PARMA mampu membuktikan model kampanye terbaik yang mereka lakukan
pada pemilihan raya 2010.
i
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur yang tidak terhingga dan dengan segala limpahan
rahmat, nikmat, inayah yang tiada henti-hentinya seperti kasih sayang yang
diberikan kepada umatnya. Tidak lupa pula shalawat serta salam senantiasa
tercurahkan kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa
umatnya dari zaman kegelapan sampai zaman terang benderang seperti sekarang,
beserta para keluarga dan sahabatnya dan kaum Muslim yang telah berjihad
dijalannya mendirikan panji-panji Islam dan Risalahnya.
Alhamdulillahirrabil’alaminatas izin Allah SWT akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul ”Model Kampanye Partai
Reformasi Mahasiswa (PARMA) dalam Pemenangan Calon Presiden Badan
Eksekutif Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Pada Pemilihan
Raya 2010”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan, bukan hanya karena kerja keras
penulis, namun banyak pihak yang turut serta berjuang di dalamnya.karena tanpa
adanya bantuan dari orang-orang tercinta tersebut, skripsi ini tidak akan selesai.
Ucapan terima kasih ini penulis hanturkan kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDKOM) Dr. H.
Arief Subhan MA, Dr. Suparto, M.Ed, MA, selaku Wakil Dekan I bidang
akademik, Drs. Jumroni M.Si, selaku Wakil Dekan II bidang administrasi
ii
umum, dan Drs. Wahidin Saputra MA, selaku Wakil Dekan III bidang
kemahasiswaan.
2. Drs. Study Rizal, LK, MA, Selaku dosen pembimbing yang selalu
memberikan bimbingan, ilmu dan saran kepada penulis.
3. Dra.Asriati Jamil M. Hum (almh), yang telah memberikan dorongan morill
bagi penulis.
4. Drs. Jumroni M. Si, Selaku ketua jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam.
5. Dra. Musfirah Nurlaily MA. Selaku sekretaris koordinator Program Non
Reguler, sekaligus dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan
motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
6. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
banyak memberikan ilmu-ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis
dalam menyelesaian studi maupun dalam menyelesaikan penulisan skripsi
ini.
7. Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan
FakultasIlmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, beserta stafnya.
8. Kanda Tb. Ace HasanSyadzily, kanda Ali Irfani, dan seluruh pengurus
DPP PARMA periode 2009-2010 yang telah membantu penulis untuk
mengumpulkan materi-materi dan bersedia meluangkan waktunya untuk
memberikan informasi dan bantuan kepada penulis.
9. Lebih Khusus orang tua yang tercinta: Eko Budiharto dan Ibu Dina
Hestituti yang selalu mendidik, melindungi menjaga dan mendo’akan
dengan kasih sayang yang tidak terhingga dan tidak ternilai dengan
apapun. Skripsi ini juga didedikasikan untuk Ibu tercinta sebagai hadiah
ulang tahun beliau dari penulis.
iii
10. Saudara sekandung penulis: Nikko Bhestata Saputra yang selalu
mendukung, menghibur dan memberikan masukan bagi penulis.
11. Skripsi ini penulis dedikasikan juga kepada Pipit Deviyanti sebagai hadiah
ulang tahun pada 01 November nanti, karena telah meminjamkan
semangatnya dan terus memberikan motivasi kepada penulis.
12. Kanda Muchlas Noor Hidayat, kanda Andi Fachri, kanda Erik Zaenal
Muttaqien, kanda Yusuf, kanda Sirrajudin Ar-ridho, kanda Dhany
Permadi, kanda Sabir Laluhu dan lainnya yang selalu memberikan
semangat kepada penulis.
13. Teman-teman Mahasiswa dan Mahasiswi Fakultas Ilmu dakwah dan Ilmu
Komunikasi Jurusan KPI Non-reguler 2007: Syaifullah, Mohamad
Samlawi, Isnaanto Achmad Maulana, Ika Kartika, Siti Lulu Lutfiah,
Ongko Prasetyo, Za Arasyirahma, Syahrul, Mutiara, Dahliana Syahri,
RioAditama, Ade AlfanSyifa, Abdul Ghani, Aldy, Andy Widianto, Dhani,
Rizka Ayustinandini, FerdyYulian, Indah, Nila, Neneng, Cahaya, Jeftri, H.
Sulaiman, NurArdiansyah, Bima Suhardiman, Farida, Fadilah, beserta
teman-teman lainnya yang belum tersebut, kakak dan adik-adik kelas yang
telah memberikan semangat dan bantuannya dalam pembuatan skripsi ini.
14. Teman-teman satu atap kosan : Ega Maulana, Ubaidillah, Chairul Irfani,
Aditia Ramadhan, Muhammad Fauzi, Adi Komba, dan kanda Erik
Hariyadi yang telah setia menemani, memberikan semangat dan saran
kepada penulis.
15. Teman-teman HMI Cabang Ciputat dan HMI KOMFAKDA Cabang
Ciputat yang telah menjadi tempat selama ini penulis berproses.
16. Akmal Fauzi, Rangga Tsabit Iman, Puja Abdul Wahid, Dang Krissandy,
Rifky Hamdani, Ainun Najib, Ajeng Retno, Ridho Ismakun, Chabibulloh,
Tanto Fadly, BimoWahyu Ramadhani, Dedi Eka Setiawan, Halim
iv
Pratama, Deny Hidayat, Brian Muhammad serta adik-adik kelas lainnya
yang belum tersebut dan telah memberikan semangat dan bantuannya
dalam pembuatan skripsi ini.
Penulis senantiasa berdoa semoga amal baik yang telah diberikan,
mendapatkan ridha dari Allah SWT. penulisserahkan semuanya dengan harpan
semoga skripsi ini memberikan manfaat yang besar khusus bagi penulis dan
umumnya bagi yang membacanya.
Jakarta, 24 Oktober 2013
Donni Bhestadi Saputra
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi
DAFTAR BAGAN, TABEL DAN GAMBAR ............................................. viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................... 6
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ........................... 7
D. Tinjauan Pustaka ………………………………………….. 9
E. Metodologi Penelitian ........................................................... 9
F. Sistimatika Penulisan ........................................................... 11
BAB II KAJIAN TEORI
A. Teori Difusi Inovasi ............................................................. 14
B. Konseptualisasi Kampanye Politik ....................................... 18
1. Pengertian dan Definisi Kampanye Politik ...................... 18
2. Model – Model Kampanye Politik ................................... 22
3. Varian Strategi Kampanye Politik ................................... 30
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Gambaran Umum, Sejarah Politik IAIN Jakarta................... 38
B. Perkembangan Politik Kampus Era Student Goverment .... 42
C. Sekilas Pemilihan Raya 2010 UIN Syarif Hidayatullah ...... 46
D. Profil Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) ..................... 50
E. Struktur Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) ................. 51
F. Peran Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA)
dalam Student Goverment dan Pemilihan Raya 2010 ........... 54
G. Profil Kandidat Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) .... 56
BAB IV TEMUAN DAN ANALISA
A. Model Kampanye Partai
Reformasi Mahasiswa dalam Pemilihan Raya 2010 ........... 59
vi
1. Penggunaan Media dalam Kampanye (tahap informasi) . 60
2. Kampanye PARMA Pada Pemilihan Raya 2010 (tahap
persuasif) ........................................................................ 64
3. Perencanaann Kampanye PARMA
(tahap penerimaan keputusan) ........................................ 65
4. Kampanye PARMA Pada Pemilihan Raya 2010
(tahap evaluasi) ............................................................... 66
B. Analisis Model Kampanye PARMA
dalam Pemilu Raya 2010 ...................................................... 68
1. Penggunaan Media dalam Kampanye ............................. 68
2. Faktor Pendukung dalam Kesuksesan Kampanye ........... 76
3. Faktor Penghambat dalam Kesuksesan Kampanye ........ 77
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 80
B. Saran ...................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
DAFTAR BAGAN, GAMBAR DAN TABEL
BAB II
1. Bagan 1 Model Kampanye Difusi Inovasi
BAB III
1. Gambar 1 Proses Kampanye Pada Pemilihan Raya 2010
2. Gambar 2 Debat Kandidat Capres dan Cawapres UIN Jakarta 2010
3. Gambar 3 Proses Pencoblosan Pada Pemilihan Raya 2010
4. Gambar 4 Keributan antar pendukung Partai Politik Kampus
5. Gambar 5 Lambang Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA)
BAB IV
1. Bagan 1 Tahap Perencanaan Kampanye PARMA
2. Gambar 1 Gambar Baligho PARMA
3. Gambar 2 Gambar Spanduk PARMA
4. Gambar 3 Gambar Stiker PARMA
5. Tabel 1 Kredibilitas Pelaku Kampanye
6. Tabel 2 Evaluasi Kampanye Politik
7. Tabel 3 Peringkat Media yang Paling Berpengaruh Dalam Kampanye
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kampanye merupakan salah satu bagian dari demokrasi. Kata
demokrasi masih banyak disalahartikan, demokrasi menjadi kosakata umum
bagi siapa saja yang hendak menyatakan pendapat. Demokrasi adalah prinsip
dasar tata kehidupan masyarakat sipil (civil society), baik dalam interaksi
sesama komponen masyarakat maupun masyarakat dengan negara.1 Dalam
kampanye terdapat proses komunikasi politik yang harus dilakukan agar
prosesnya dapat berjalan dengan baik.
Sejak Mei 1998, Indonesia memasuki era yang disebut oleh Samuel
Huntington sebagai transisi menuju demokrasi2.Di Negara mana pun, era
seperti ini senantiasa disambut gegap gempita karena diyakini akan member
harapan baru berupa kehidupan politik, ekonomi, dan sosial budaya yang lebih
manusiawi. Dikatakan lebih manusiawi karena demokratisasi yang hakiki
merupakan proses peralihan sistem bernegara dari yang otoritarian (anti
kemanusiaan) menuju Demokasi (yang menghargai dan menjungjung tinggi
prinsip-prinsip dasar kemanusiaan).3
Untuk menjamin jalannya demokrasi dibutuhkan mekanisme
perimbangan kekuasaan, tanpa perimbangan kekuasaan sulit membayangkan
1 Abdul Rozak dan A. Ubaedillah, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat
Madani (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 35. 2 Jeffrie Geovanie, Membela Akal Sehat ( Jakarta: RMBooks, 2008 ), h. 1
3 Jeffrie Geovanie, Membela Akal Sehat, h. 3
2
demokrasi bisa berjalan. Sebuah kritikan adalah sesuatu yang sah dalam
konteks demokrasi yang sedang ada di Negara ini.4
Tragisnya, kecenderungan mengabaikan akal sehat tak melulu
mencemari dunia politik, dalam kehidupan beragama dan kebudayaan pun
banyak sekali ditemukan fenomena yang mendistorsi akal sehat. Seperti
kegiatan berpolitik, kegiatan ritual (keberagaman) dan berbudaya pun tak luput
dari tangan-tangan kotor yang menjadikan agama dan budaya sebagai “Kuda
Troya”. Jika situasi seperti ini dibiarkan, kita tak bisa membayangkan, kearah
manakah transisi demokrasi di negeri ini akan mengarah.
Dalam dunia politik, otonomi individu menjadi salah satu syarat
tegaknya sistem demokrasi5. Dalam dunia ekonomi, otonomi individu menjadi
penunjang utama tumbuhnya jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) bagi
rakyat. Perpaduan demokrasi dan entrepreneurship dalam suatu Negara tidak
diragukan lagi akan melahirkan kemajuan dan kesejahteraan.
Soekarno adalah proklamator Indonesia dan Presiden Pertama di
Indonesia. Soekarno memperjuangkan kemerdekaan Indonesia sampai menjadi
Proklamator bersama-sama dengan Moh. Hatta. Saat memimpin Indonesia
Soekarno mencoba berdiri di atas semua golongan dan memimpin mereka
secara mutlak dengan alasan rakyat perlu dipimpin dalam memahami
demokrasi yang benar.
Dalam alam demokrasi, tidak bisa membatasi atau melarang siapapun
untuk tidak bicara, karena memang konstitusi kita menjamin warganya untuk
berserikat, berkumpul dan berbicara sebebasnya asalkan tidak menabrak hak
4 Burhanuddin Napitupulu, Harakiri Politik Tokoh Nasional & elit GOLKAR ( Jakarta:
RMBooks, 2007 ), h. 38 5 Jeffrie Geovanie, Membela Akal Sehat, h. 12
3
orang lain dan undang-undang yang ada. Pola pikir prediksi bermakna pilihan
rasional dan hitung-hitungan matematis dan spekulatif dengan tujuan
kemenangan6. Sedangkan tingkat pragmatisasi dimaknai sebagai pilihan jangka
pendek tanpa harus terlalu dipusingkan oleh untung-rugi di masa depan.7
Melalui Amandemen UUD 1945, bangsa Indonesia mendirikan KPU
(Komisi Pemilihan Umum) dengan tujuan membangun demokrasi melalui
pemilu yang jurdil, bersih, bebas, dan rahasia8. Sayangnya ketika pertama kali
dipraktikan oleh KPU tahun 2004, pemilu legislatif maupun pilpres ini
ditengarai banyak kecurangan, sarat politik uang dan pemilu yang paling KKN
dalam penyelenggaraannya.
Dalam hal ini penulis ingin menyampaikan salah satu bagian dari
proses demokrasi yaitu kampanye. Kampanye merupakan element penting dan
dapat menjadi alat memperkenalkan calon ataupun visi misi mereka
kedepannya agar dapat diketahui khalayak secara utuh.
Ada beberapa model kampanye yang dapat dilakukan diantaranya,
Pertama, Model komponensial kampanye. Model ini mengambil komponen-
komponen pokok yang terdapat dalam suatu proses pengiriman dan
penerimaan pesan-pesan kampanye. Model ini dapat mudah diidentifikasikan
melalui pendekatan transmisi (transmission approach) daripada intraction
approach.9
6 Komaruddin Hidayat & Haryono Yudhie, Manuver Politik Ulama (Yogyakarta:
Jalasutra, 2004), h. 2 7 Komaruddin Hidayat & Haryono Yudhie, Manuver Politik Ulama, h. 3
8 Fuad Bawazier, Republik Keluh Kesah ( Jakarta: RMBooks, 2007), h. 118
9 Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, ( Bogor: Ghalia
Indonesia, 2012), h. 85-86
4
Kedua, Model kampanye Ostergaard. Model ini dikembangkan oleh
Leon Ostergaard, seorang teoritis dan praktisi kampanye kawakan dari Jerman
(Klingemann, 2002). Sepanjang hidupnya, Ostergaard telah terlibat dalam
puluhan program kampanye perubahan sosial di negaranya. Jadi, model yang
diciptakannya ini tidak muncul dari atas meja, tetapi dari pengalaman praktik
di lapangan. Di antara berbagai model kampanye yang ada, model ini dianggap
paling pekat sentuhan ilmiahnya.10
Ketiga, The five functional stages development model. Model ini
dikembangkan oleh tim peneliti dan praktisi kampanye di Yale University AS
pada awal tahun 1960-an (Larson, 1993). Model ini dianggap yang paling
popular dan banyak diterapkan oleh berbagai belahan dunia. Kepopuleran ini
tidak terlepas dari fleksibilitas model untuk diterapkan, baik pada candidate
oriented campaign maupun kampanye lainnya. Focus model ini adalah pada
tahapan kegiatan kampanye, bukan pada proses pertukaran pesan antara
campaigner dan campaignee.11
Keempat, The communicative functions model. Judith Trend dan Robert
Friendenberg adalah praktisi sekaligus pengamat kampanye politik di Amerika
Serikat. Dalam bukunya yang bertajuk Political Campaign Communication,
mereka merumuskan sebuah model kampanye yang dikonstruksi dari
lingkungan politik. Sebagaimana model yang di kembangkan tim dari Yale
University, model ini dan memusatkan analisisnya pada tahapan kegiatan
10
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 86 11
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 89
5
kampanye. Langkah-langkahnya dimulai dari surfacing, primary, nomination
sampai election:12
Kelima, Model Kampanye nowark dan warneryd. Menurut McQuail &
Windahl (1993), model kampanye Nowak dan Warneryd merupakan salah satu
contoh model tradisonal kampanye. Pada model ini, proses kampanye dimulai
dari tujuan yang hendak dicapai dan diakhiri dengan efek yang diinginkan.
Model ini merupakan deskripsi dari bermacam-macam proses kerja dalam
kampanye. Di dalamnya juga terdapat sifat normatif, yang menyarankan
bagaimana bertindak secara sistematis dalam meningkatkan efektifitas
kampanye.13
Keenam, The diffusion of innovation model. Model difusi inovasi ini
umumnya diterapkan dalam kampanye periklanan (commercial campaign) dan
kampanye yang beorientasi pada perubahan sosial (sosial change campaign).
Penggagasnya adalah ilmuwan komunikasi kesohor, Everett M. Rogers.14
Pembinaan dan pencerdasan terhadap pemilih harusnya lahir dari
golongan akademisi atau dunia perkuliahan. Kemudian ini menjadi suatu acuan
bahwa di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta terdapat proses berdemokrasi
dalam setiap pemilihan pemimpin mulai dari tingkat jurusan hingga
universitas. Dalam pelaksanaannya setiap calon-calon yang telah lolos
beberapa tahapan seleksi oleh pihak KPU UIN Jakarta di berbagai tingkatan
untuk menjaring dengan beberapa syarat yang harus di penuhi dan bekerjasama
dengan Panitia Pengawas Pemilu (PANWASLU) UIN Jakarta, Pihak Rektorat
12
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 91-92 13
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 93 14
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 94
6
UIN Jakarta, beberapa UKM di Kampus UIN Jakarta yang bergerak dalam
bidang Media Massa sebagai lembaga Independen dan sebagainya.
Alasan penulis tertarik melakukan penelitian ini dikarenakan sistem
demokrasi di UIN Syarif Hidayatullah ini menjadi banyak bahan referensi dari
universitas lainnya dalam melaksanakan demokrasi di masing-masing
kampusnya khususnya kampus yang berada dibawah Departemen Agama.
Dalam salah satu prosesnya terdapat sebuah kampanye yg merupakan bagian
paling berperan dalam mengajak pemilih untuk memilih pasangan calon.
Model kampanye inilah yang membuat penulis tertarik untuk menelitinya.
Dari gambaran tersebut penulis tertarik untuk mengadakan penelitian
terhadap masalah ini yang dituangkan dalam skripsi dengan judul : “Model
Kampanye Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) Dalam Pemenangan
Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta Pada Pemilihan Raya 2010’’
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang sebelumnya, maka model kampanye
yang dimaksud oleh penulis yaitu hanya kepada Model Kampanye
PARMA dalam pemenangan Badan Eksekutif Mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah pada Pemilihan Raya Tahun 2010 dalam perpektif Teori
Diffusion Of Innovation.
7
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah dia tas maka menurut penulis
merumuskan masalah adalah suatu pernyataan yang dirumuskan dalam
kalimat tanya, bersifat padat isi, jelas maksudnya serta memberikan
petunjuk tentang kemungkinan mengumpulkan data guna menjawab
pernyataan yang terkandung di dalamnya.15
Rumusan masalah yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Bagaimana Model kampanye PARMA Dalam Pemenangan Badan
Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta pada Pemilihan Raya tahun 2010?
Rumusan tersebut dapat dirinci sebagai berikut :
a. Bagaimana informasi kampanye?
b. Bagaimana persuasi kampanye?
c. Bagaimana tahap membuat keputusan untuk mencoba?
d. Bagaimana tahap konfirmasi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun penelitian yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
15
Suryabrata Sumadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: CV Rajawali, 1993), h.71
8
1. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Teoritis
Untuk dapat mengetahui model kampanye Partai Reformasi
Mahasiswa (PARMA) Sebagai Partai Politik Kampus di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
b. Tujuan Praktis
Untuk dapat menjadi acuan dan pedoman bagi sistem kelembagaan
mahasiswa yang menganut partai politik kampus di universitas-
universitas lain.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dan kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui model-model kampanye yang dilakukan oleh
Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) dalam proses pemenangan
Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakartasehingga dapat menjadi wawasan pada proses
demokrasi lainnya baik didalam maupun diluar lingkungan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Tulisan ini diharapkan bisa memberikan tambahan wacana dan
referensi bagi civitas akademika khususnya UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan praktisi untuk keperluan studi yang lebih
mendalam mengenai Komunikasi Politik dan sistem perpartaian
kampus.
9
D. Tinjuan Pustaka
Penelitian sebelumnya yang menjadi acuan atas tinjauan pustaka peneliti
terkait strategi kampanye politik, yaitu:
Judul skripsi: Strategi Marketing Politik Lembaga Konsultan Komunikasi
Fastcomm Dalam Pemenangan Partai Islam di Pemilu Legislatif 2009.
Penelitian dilakukan oleh Shulhan Rumaru, S.Sos.I, mahasiswa S1 Program
Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, UIN Jakarta, tahun 2010.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian di atas adalah pembahasan
mengenai strategi kampanye politik yang merupakan bagian dari proses
pemenangan. Adapun perbedaannya, dalam penelitian Shulhan Rumaru, lebih
membahas tentang Marketing Politik sebagai upaya pemenangan pada pemilu
legislatif 2009. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan olehg peneliti,
lebih terfokus pada model-model kampanye dalam proses pemenangannya.
E. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Pendekatan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah
kualitatif, bertujuan menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya
melalui pengumpulan data. Pendekatan kualitatif menurut Kirk dan Miller
bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan
10
social yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia,
baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.16
Jenis penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu paparan atau
menggambarkan yang jelas bagaimana proses pemenangan dapat berjalan
dengan baik dan memberikan kecerdasan berpolitik arahnya spesifik pada
situasi atau peristiwa yang terjadi, artinya tidak mencari hubungan, tidak
menguji hipotesis atau membuat prediksi. Pengertian metode penelitian
deskriptif bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik
populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat.
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara: Untuk mendapatkan informasi yang akurat dan
memperkuat data, maka peneliti melakukan wawancara bebas
terpimpin (Semi Structured Interview) yaitu wawancara dengan
menggunakan interview guide atau pedoman wawancara yang dibuat
berupa daftar pertanyaan.17
Peneliti mewawancarai Tb. Ace Hasan
Syadzily selaku presiden IAIN (sekarang UIN) ke-1 dan Ali Irfani
selaku Ketua Umum PARMA Periode 1999-2000.
b. Dokumentasi: Peneliti melakukan proses pengumpulan dan
pengambilan data berdasarkan tulisan-tulisan berbentuk file
pemenangan, buku, foto, maupun arsip-arsip milik Partai Reformasi
Mahasiswa ataupun tulisan lain yang berkaitan dengan bahasan
penelitian ini.
16
Nurul Hidayati, Metodologi Penelitian Dakwah dengan Pendekatan Kualitatif
(Jakarta:UIN Jakarta Press,2006), Cet ke 1, h.7 17
Denzin Norman K, Lincoln, Yvonna S, Handbook Of Qualitative Research, Dariyanto
dkk (edisi terjemahaan Indonesia), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009).
11
3. Pengolahan Data
Peneliti menggunakan metode Deskritif Kualitatif untuk mendapatkan
data-data dan informasi yang dibutuhkan. Peneliti menganalisis data yang
telah didapat, baik dari hasil wawancara, dokumentasi, maupun buku-buku
dengan cara menggambarkan dan menjelaskannya dalam bentuk kata-kata.
Data yang dapat diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini berupa tulisan dan
lisan (Verbal) bukan berupa nominal yang menunjukan angka.
4. Analisis Data
Pada tahap ini penulis melakukan proses penyederhanaan data kedalam
bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Peneliti akan
mengumpulkan, menyusun, menyajikan dan menganalisa data kemudian
yang terakhir adalah mengambil kesimpulan yang berwujud kata-kata.
5. Pedoman Penulisan
Dalam penulisan penelitian ini, peneliti mengacu pada Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang berlaku di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang disusun oleh Hamid Nasuhi dkk,
diterbitkan oleh CEQDA (Centre For Quality Development And Assurance)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
F. Sistematika Penulisan
Guna mengetahui gambaran yang jelas mengenai hal-hal yang
diuraikan dalam penulisan ini, maka peneliti membagi sistematika
penyusunan kedalam lima bab, masing-masing bab dibagi kedalam sub bab
dengan perincian sebagai berikut:
12
BAB I PENDAHULUAN
Merupakan bab pendahulu, yang berisi lima bab antara lain:
Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan
Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka
Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II KAJIAN TEORITIS
Kajian Teoritis mengenai Diffusi of Innovation,
Konseptualisasi Pengertian dan definisi kampanye politik,
Model-Model Kampanye, dan Varian strategi kampanye
politik.
BAB III GAMBARAN UMUM
Gambaran Umum dan Sejarah Politik IAIN Jakarta,
Perkembangan politk kampus era student goverment,
Sekilas Pemilihan Raya (PEMIRA) 2010 UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Profil Partai Reformasi Mahasiswa
(PARMA), Struktur PARMA, Peran PARMA pada Student
Goverment & PEMIRA 2010 dan Profil Kandidat PARMA
BAB IV TEMUAN DAN HASIL ANALISI
Pada bab ini penulis membahas penyajian dan analisis data
yang diperoleh dari PARMA dalam Pemilu Raya 2010
terkait model-model kampanye.
BAB V PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
14
14
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Teori Difusi Inovasi (Diffusion of Innovations)
Teori Difusi Inovasi menjelaskan bagaimana inovasi-inovasi tertentu
berkembang dan diadopsi oleh masyarakat. Teori ini berguna dalam
menganalisis kolaborasi-kolaborasi yang tepat antara penggunaan
komunikasi massa dan komunikasi antarpribadi untuk membuat masyarakat
mengadopsi suatu produk, prilaku, atau ide tertentu yang dianggap baru
(inovasi).1
Artikel berjudul The People’s Choise yang ditulis oleh Paul Lazarsfeld,
Bernard Berelson dan H Gaudet tahun 1944 menjadi titik awal munculnya
teori difusi inovasi. Dalam teori difusi inovasi, dikatakan bahwa komunikator
yang mendapatkan pesan dari media massa sangat kuat untuk mempengaruhi
orang-orang.2
Dalam keterangan lain, difusi inovasi sebenarnya didasarkan atas teori
di abad ke-19 dari seorang ilmuwan Perancis, Gabriel Tarde. Dalam bukunya
yang berjudul “The Laws of Imitation”, Tarde mengemukakan teori kurva S
dari adopsi inovasi, dan pentingnya komunikasi interpersonal. Rogers
menjelaskan gagasan Tarde mengenai teori kurva S sebagai berikut: pertama,
hanya beberapa individu saja yang menerima ide baru tersebut, kemudian
1 Antar Venus, Manajemen Kampanye, (Bandung: Simbiosa Rekatman, 2004), h. 33.
2 Syaiful Rohim, Teori Komunikasi: Perspektif, Ragam, dan Aplikasi, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2009), h. 170.
15
sejumlah besar orang menerima inovasi tersebut, dan akhirnya tingkat
penerimaan berkurang.3
Adanya produk, perilaku, atau ide terbaru akan membuat sebagian
orang ingin menjadi pihak pertama yang mengapdopsi penemuan tersebut,
sementara sebagian lainnya akan menunggu hingga sebagian besar kelompok
mereka menerima dan mengapdopsi hal baru tersebut. Menurut teori ini,
saluran komunikasi yang paling efektif yang dapat digunakan untuk
menyampaikan ide-ide serta penemuan baru adalah opinion leaders dan
jaringan sosial dalam kelompok masyarakat. Sebuah inovasi akan dapat
diadopsi secara maksimal oleh masyarakat dengan menggunakan two-step
flow communication. Langkah pertama adalah transmisi informasi melalui
media kepada khalayak massa, selanjutnya untuk langkah kedua adalah
validasi pesan oleh orang yang dihormati khalayak tersebut.4
Ada kolaborasi antara media massa dan kontak antarpribadi. Kolaborasi
tersebut akan sangat membantu individu dalam membuat keputusan untuk
menerima atau menolak. Pada dasarnya keputusan tersebut sangat
dipengaruhi oleh pertanyaan-pertanyaan berikut ini:5
1. Apakah inovasi tersebut lebih baik daripada apa yang selama ini dipercaya
atau digunakan?
2. Apakah inovasi tersebut mudah dipahami dan digunakan?
3. Apakah orang lain dalam kelompok utama menggunakan inovasi tersebut?
Bagaimana pengalaman mereka selama mengapdopsi inovasi tersebut?
4. Apakah inovasi tersebut sesuai dengan norma-norma sosial yang dianut
masyarakat serta gambaran diri individu tersebut?
5. Apakah ada kemungkinan untuk mencoba inovasi tersebut terlebih dahulu
sebelum benar-benar mengapdopsinya?
6. Seberapa besar komitmen yang diperlukan untuk mengunakan inovasi?
3 Morrisan, Teori Komunikasi Massa, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 144.
4 Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 34.
5 Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 34.
16
Tarde juga memperkenalkan gagasan mengenai opinion leadership,
yakni ide yang menjadi penting diantara para peneliti efek media beberapa
decade kemudian. Tarde melihat bahwa beberapa orang dalam komunitas
tertentu merupakan orang yang memiliki ketertarikan lebih berpengetahuan
disbanding yang lainnya. Orang-orang ini dinilai bisa mempengaruhi
komunitasnya untuk mengapdopsi sebuah inovasi.6
Sebagaimana yang diungkapkan Rogers dan Singhal yang dikutip
dalam buku Morrisan, difusi inovasi adalah teori tentang bagaimana sebuah
ide atau gagasan dan teknologi baru tersebar dalam sebuah kebudayaan
melalui saluran penerimaan tertentu, pada waktu tertentu diantara anggota
sistem sosial. Teori ini dipopulerkan oleh Everett M. Rogers pada tahun 1964
melalui bukunya yang berjudul Diffusion of innovations.7
Teori ini berkaitan dengan komunikasi massa karena berbagi situasi
dimana efektivitas potensi perubahan yang berawal dari penelitian ilmiah dan
kebijakan public, harus diterapkan oleh masyarakat yang pada dasarnya
berada di luar jangkauan langsung pusat-pusat inovasi atau kebijakan publik.
Dalam pelaksanaannya, sasaran dari upaya difusi-inovasi umumnya petani
dan masyarakat pedesaan. Praktik-praktik awal difusi-inovasi dilakukan di
Amerika Serikat pada dasawarsa 20-an dan 30-an, dan sekarang banyak
digunakan untuk program-program pembangunan di negara-negara yang
sedang berkembang.8
6 Morrisan, Teori Komunikasi Massa, h. 144.
7 Morrisan, Teori Komunikasi Massa, h. 141.
8 S. Djuarsa Sandjaja, dkk, Teori Komunikasi, (Jakarta : Penerbit Universitas Terbuka,
2005), h. 5.17.
17
Studi yang dilakukan Rogers terhadap berbagai riset mengenai difusi
inovasi yang tersebar dalam berbagai disiplin ilmu yang dilakukannya selama
bertahun-tahun menemukan beberapa kesamaan bahwa seluruh studi atau
riset yang dilakukan melibatkan empat hal, yaitu: (a) inovasi, (b) komunikasi
antara satu orang dengan orang lainnya, (c) adanya masyarakat atau
komunitas, (d) adanya elemen waktu.9
Kemudian Everett M. Rogers dan Floyd G yang dikutip dalam buku
Elvinaro Erdianto, Shoemaker memutuskan kembali teori ini dengan
memberikan asumsi bahwa sedikitnya ada 4 tahap dalam suatu proses diffuse
inovasi, yaitu:10
1. Pengetahuan: kesadaran individu akan adanya inovasi dan adanya
pemahaman tertentu tentang bagaimana inovasi tersebut berfungsi.
2. Persuasi: individu membentuk atau memiliki sikap yang menyetujui atau
tidak menyetujui inovasi tersebut.
3. Keputusan: terlibat dalam aktifitas yang membawa pada suatu pilihan
untuk mengapdopsi atau menolak inovasi.
4. Konfirmasi: individu akan mencari pendapat yang menguatkan keputusan
yang telah diambil sebelumnya jika pesan-pesan mengenai inovasi yang
diterimanya berlawanan satu dengan lainnya.
Awal perkembangannya teori ini menduduki peran pimpinan opini
dalam mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Tetapi difusi inovasi
juga bisa langsung mengenai khalayaknya. Menurut teori ini sesuatu yang
baru akan menimbulkan keingintahuan masyarakat untuk ingin
mengetahuinya pula. Difusi mengacu pada penyebaran informasi baru,
inovasi atau proses baru keseluruh masyarakat.11
Untuk inovasi-inovasi tertentu, individu dapat digolongkan berdasarkan
waktu yang mereka perlukan untuk mengapdpsi suatu hal baru, yaitu:
9 Morrisan, Teori Komunikasi Massa, h. 141.
10 Elvinaro Ardianto, dkk, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, h. 66.
11 Syaiful Rohim, Teori Komunikasi: Perspektif, Ragam, dan Aplikasi, h. 170.
18
inovator, pengapdopsi pertama, mayoritas pengapdopsi awal, mayoritas
pengapdopsi akhir, dan kelompok tertinggal (laggard). Kelompok yang
paling sulit untuk diyakinkan dan diubah perilakunya adalah mayoritas
pengapdopsi akhir dan kelompok tertinggal.12
Inovasi adalah suatu ide karya atau objek yang dianggap baru oleh
seseorang. Ciri-ciri inovasi yang dirasakan oleh para anggota suatu sistem
sosial menentukan tingkat adopsi:13
1. Relative adventage (keuntungan relatif) adalah suatu derajat di mana
inovasi dirasakan lebih baik daripada ide lain yang menggantikannya.
Derajat keuntungan relatif tersebut dapat diukur secara ekonomis, tetapi
faktor prestasi sosial, kenyamanan, dan kepuasan juga merupakan unsur
penting.
2. Compatibility (kesesuaian) adalah suatu derajat di mana inovasi dirasakan
konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman, dan kebutuhan
mereka yang melakukan adopsi.
3. Complexity (kerumitan) adalah mutu derajat di mana inovasi dirasakan
sukar untuk dimengerti dan dipergunakan.
4. Trialability (kemungkinan dicoba) adalah mutu derajat di mana inovasi di
eksperimentasikan pada landasan yang terbatas.
5. Observability (kemungkinan diamati) adalah suatu derajat di mana inovasi
dapat disaksikan oleh orang lain.
B. Konseptualisasi Kampanye
1. Pengertian dan Definisi Kampanye Politik
Sebagai bagian dari proses demokrasi di Indonesia Kampanye
politik saat ini dapat dirasakan sebagai sebuah keniscayaan, seiring
dengan makin tingginya persaingan di ranah politik. Kampanye
merupakan bagian dari ilmu komunikasi politik atau sering di sebut
public relation politik dan memegang peranan penting dalam aktivitas
yang dilakukan oleh para pelaku politik. Namun, kampanye dalam
12
Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 34. 13
Elvinaro Ardianto, dkk, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, h. 65.
19
penerapannya di dunia politik tentu mengalami sebuah redefinisi, dengan
maksud bahwa apabila diterapkan dalam dunia politik sehingga dikenal
dengan kampanye politik.
Politik, sebagai seni kemungkinan-kemungkinan, selalu
menempatkan komunikasi sebagai salah satu unsur pokok di dalamnya.
Kendati komunikasi bukanlah obat mujarab untuk semua penyakit, nyaris
mustahil proses-proses politik bisa maksimal tanpa peran komunikasi di
setiap tahapannya.14
Orang sering mempersamakan kampanye dengan propaganda. Hal
ini tidak sepenuhnya salah karena keduanya memang merupakan wujud
tindakan komunikasi yang terencana dan sama-sama ditujukan untuk
mempengaruhi khalayak. Kampanye dan propaganda juga sama-sama
menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk menyampaikan
gagasan-gagasan mereka. Jadi pada kenyataannya memang ada beberapa
kemiripan diantara kedua konsep tersebut. Bedanya, istilah propaganda
telah dikenal lebih dulu dan memiliki konotasi yang negative, sementara
istilah kampanye baru memasyarakat pada tujuh puluh tahun terakhir
serta memiliki citra positif dan akademis.15
Pengertian secara umum tentang istilah kampanye yang dikenal
sejak 1940-an campaign is generally exemply persuasion in action
(kampanye secara umum menampilkan suatu kegiatan yang bertitik tolak
14
Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 4. 15
Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 5
20
untuk membujuk), dan telah banyak dikemukakan beberapa ilmuwan,
ahli dan praktisi komunikasi.16
kampanye sebagai “Serangkaian tindakan komunikasi yang
terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar
khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu
tertentu”.17
Menurut Rajasundaram seperti dikutip dalam buku Rosady
Ruslan, a campaign is a coordinated use of different methods of
communication aimed at focusing attention on a particular problem and
its solution over a periode of time. Suatu kampanye merupakan
koordinasi dari berbagai perbedaan metode komunikasi yang
memfokuskan perhatian pada permasalahan tertentu dan sekaligus cara
pemecahannya dalam kurun waktu tertentu.18
Sementara itu, menurut Pfau dan Parrot dalam buku Gun Gun
Heryanto, a campaign is conscious sustained and incremental process
designed to be implemented over a specified period of time for purpose of
influencing a specified audience. kampanye adalah suatu proses yang
dirancang secara sadar, bertahap dan berkelanjutan yang dilaksanakan
pada rentang waktu dengan tujuan memengaruhi khalayak sasaran yang
telah ditetapkan.19
16
Rosady Ruslan, Kampanye Public Relations, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,
1997), h. 23 17
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2012), h. 83 18
Rosady Ruslan, Kampanye Public Relations, h. 23-2 19
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 83
21
Adanya metode dan konsep kampanye yang diterapkan dalam
dunia politik, terasa ada gairah tersendiri dalam pemahaman dan praktik
politik saat ini. Politik menjadi lebih dekat dengan masyarakat, menjadi
wacana yang sering didiskusikan, dibincangkan, didebatkan, bahkan
dihadirkan dengan berbagai pendekatan ke masyarakat dan lebih disukai
oleh kalangan manapun.
Selain definisi kampanye, kita perlu mengetahui definisi politik
sebab kampanye politik secara mendasar ditopang oleh bidang ilmu
politik. Delia noer mendefinisikan politik sebagaimana yang dikutip Gun
Gun Heryanto bahwa politik merupakan aktifitas atau sikap yang
berhubungan dengan kekuasaan dan yang bermaksud untuk
mempengaruhi dengan jalan mengubah atau mempertahankan suatu
bentuk susunan masyarakat.20
Dengan demikian, kampanye adalah tindakan komunikasi yang
terorganisir yang diarahkan khalayak tertentu, dan pada periode waktu
tertentu guna mencapai tujuan tertentu. Menurut Charles U. Larson
seperti yang dikutip dalam buku Gun-Gun Heryanto membagi tiga jenis
kampanye sebagai berikut:21
a. Product-oriented campaigns. Kampanye yang berorientasi pada
produk umumnya terjadi di lingkungan bisnis. Motivasinya adalah
memperoleh keuntungan financial.
b. Candidat-oriented campaigns. Kampanye yang berorientasi pada
kandidat umumnya dimotivasi oleh hasrat untuk memperoleh
kekuasaan politik. Jenis ini sering juga disebut Political
campaigns.
20
Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik di Era Industri Citra, (Jakarta: Lasswell
Visitama, 2010), h. 5 21
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy. Public Relations Politik, h. 83-84
22
c. Ideologically campaigns. Jenis kampanye yang berorientasi pada
tujuan-tujuan yang bersifat khusus dan sering kali berdimensi
perubahan sosial. Disebut sebagai social change campaigns.
2. Model Kampanye Politik
Dalam buku Dedi Mulyana (2000) yang dikutip oleh Gun Gun
Heryanto, Model adalah representasi suatu fenomena, baik nyata maupun
abstrak, dengan menonjolkan unsur-unsur terpenting fenomena tersebut).
Jadi model bukanlah fenomena itu sendiri. Model hanyalah gambaran
tentang fenomena atau realitas yang telah disederhanakan. Model hanya
mengambil aspek dan ciri-ciri tertentu dari realitas yang dianggap umum,
penting, dan relevan. Karena alesan ini, maka sebuah konstruksi model
tidak pernah sempurna. Namun begitu, model memiliki manfaat untuk
memudahkan pemahaman tentang proses berlangsungnya suatu hal.22
Umumnya, model-model kampanye memusatkan perhatiannya
pada penggambaran tahapan proses kegiatan kampanye. Boleh dikatakan
tidak ada model yang berupaya menggambarkan proses kampanye
berdasarkan unsur-unsurnya, sebagaimana terjadi dalam menjelaskan
proses komunikasi. padahal, kegiatan kampanye pada intinya adalah
kegiatan komunikasi. karena itu, menampilkan model kampanye dengan
menggambarkan unsur-unsur yang terdapat di dalamnya menjadi penting.
Tujuan agar kita dapat memahami fenomena kampanye, bukan hanya
22
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 84
23
dari tahapan kegiatannya, melainkan juga interaksi antarkomponen yang
terdapat di dalamnya.23
a. Model Komponensial Kampanye
Model ini mengambil komponen-komponen pokok yang
terdapat dalam suatu proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan
kampanye. Unsur-unsur yang terdapat di dalamnya meliputi: sumber
kampanye, saluran, pesan, penerima kampanye, efek dan umpan
balik. Unsur-unsur ini harus dipandang sebagai satu kesatuan yang
mendeskripsikan dinamika proses kampanye.24
Model ini dapat mudah diidentifikasikan melalui pendekatan
transmisi (transmission approach) daripada intraction approach.
Alasan yang mendasarinya adalah bahwa kampanye merupakan
kegiatan komunikasi yang direncanakan. Bersifat purposive
(bertujuan), dan sedikit membuka peluang untuk saling bertukar
informasi dengan khalayak (interactive). Lebih dari itu, kampanye
merupakan kegiatan yang bersifat persuasive yang sumbernya
(campaigner) secara aktif berupaya mempengaruhi penerima
(campaignee) yang berada dalam posisi pasif. Karena, perbedaan
posisi ini, maka proses bertukar peran selama kampanye berlangsung
menjadi sangat terbatas.25
23
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 85 24
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 85 25
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 85-86
24
Model kampanye dengan pendekatan transmisi yang searah ini
tidak memandang pendekatan interaktif sebagai hal yang tidak
penting. Pada beberapa setting kampanye yang menggunakan
saluran personal dan pendekatan interaktif dianggap lebih efektif dan
realistis. Pada situasi yang demikian, maka perlu dikonstruksi model
kampanye yang sesuai.26
Ketika pesan-pesan diterima khalayak diharapkan muncul efek
perubahan pada diri mereka. Terjadi atau tidaknya efek perubahan
tersebut dapat diidentifikasikan dari umpan balik yang diterima
sumber. Umpan balik untuk mengukur efektivitas kampanye dapat
muncul dari pesan itu sendiri, saluran yang digunakan atau respons
penerima. Akhirnya dapat dikatakan bahwa keseluruhan proses
keseluruhan proses kampanye tidak terlepas dari gangguan (noise).
Sumber dapat mengidentifikasi potensi gangguan tersebut pada
semua komponen kampanye yang ada.27
b. Model Kampanye Ostergaard
Dalam Buku Gun Gun Heryanto model ini dikembangkan oleh
Leon Ostergaard, seorang teoritis dan praktisi kampanye kawakan
dari Jerman (Klingemann, 2002). Sepanjang hidupnya, Ostergaard
telah terlibat dalam puluhan program kampanye perubahan sosial di
negaranya. Jadi, model yang diciptakannya ini tidak muncul dari atas
meja, tetapi dari pengalaman praktik di lapangan. Di antara berbagai
26
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 86 27
Venus Antar, Manajemen Kampanye, h. 14
25
model kampanye yang ada, model ini dianggap paling pekat
sentuhan ilmiahnya.28
Menurut Ostergaard yang dikutip Gun Gun Heryanto didalam
bukunya, sebuah rancangan program kampanye untuk perubahan
sosial yang tidak didukung oleh temuan-temuan ilmiah tidaklah
layak untuk dilaksanakan. Alasannya, karena program semacam itu
tidak akan menimbulkan efek apa pun dalam menanggulangi
masalah sosial yang dihadapi. Karenanya, lanjut pakar kampanye ini,
sebuah program kampanye hendaknya selalu dimulai dari
identifikasi masalah secara jernih. Langkah ini disebut juga tahap
prakampanye.29
Untuk mendapatkan rujukan teoretis-ilmiah tentang masalah
yang ada kita dapat memanfaatkan ilmu-ilmu sosial murni seperti
sosiologi dan psikologi. Bila dari analisis ini diyakini bahwa masalah
tersebut dapat dikurangi lewat pelaksanakan kampanye maka
kegiatan kampanye perlu dilaksanakan. Bila kenyataannya demikian
maka kita dapat memasuki tahap kedua yakni perancangan program
kampanye. Namun, pada kenyataannya banyak masalah yang tidak
bisa diselesaikan hanya dengan melaksanakan kampanye.30
c. The Five Functional Stages Development Model
Dalam buku Gun Gun Heryanto model ini dikembangkan oleh
tim peneliti dan praktisi kampanye di Yale University AS pada awal
tahun 1960-an (Larson, 1993). Model ini dianggap yang paling
28
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy. Public Relations Politik, h. 86 29
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy. Public Relations Politik, h. 87 30
Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 16
26
popular dan banyak diterapkan oleh berbagai belahan dunia.
Kepopuleran ini tidak terlepas dari fleksibilitas model untuk
diterapkan, baik pada candidate oriented campaign maupun
kampanye lainnya. Focus model ini adalah pada tahapan kegiatan
kampanye, bukan pada proses pertukaran pesan antara campaigner
dan campaignee.31
Pada kampanye produk, legitimasi seringkali ditunjukan
melalui testimony atau pengakuan konsumen tentang keunggulan
produk tersebut. Testimony tersebut dapat diberikan oleh public
figure. Pada cause oriented campaign yang ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan.32
d. The Communicative Functions Model
Judith Trend dan Robert Friendenberg adalah praktisi
sekaligus pengamat kampanye politik di Amerika Serikat. Dalam
bukunya yang bertajuk Political Campaign Communication seperti
yang dikutip oleh Gun Gun Heryanto, mereka merumuskan sebuah
model kampanye yang di konstruksi dari lingkungan politik.
Sebagaimana model yang di kembangkan tim dari Yale University,
model ini dan memusatkan analisisnya pada tahapan kegiatan
kampanye. Langkah-langkahnya dimulai dari surfacing, primary,
nomination sampai election:33
1) Tahap surfacing (pemunculan). Tahap ini, lebih banyak
berkaitan dengan membangun landasan tahap berikutnya,
seperti; memetakan daerah-daerah yang akan dijadikan tempat
31
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 89 32
Antar Venus, Manajemen Kampanye,h. 18 33
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 91-92
27
kampanye, membangun kontak dengan tokoh-tokoh setempat
atau orang-orang “kita” yang berada di daerah tersebut,
mengorganisasikan pengumpulan dana, dan sebagainya. Tahap
umumnya dimulai begitu seseorang secara resmi mencalonkan
diri untuk jabatan politik tertentu. Pada tahap ini, khalayak akan
melakukan evaluasi awal terhadap citra kandidat secara umum.
2) Tahap primary. Pada tahap ini, kita berupaya untuk
memfokuskan perhatian khalayak pada kandidat, gagasan, atau
lembaga yang telah kita munculkan di arena persaingan. Pada
tahap ini, kita mulai melibatkan khalayak untuk mendukung
kampanye yang dilaksanakan. Dalam konteks politick, tahap ini
merupakan yang paling kritis dan paling mahal. Dikatakan kritis
karena disini kita secara ketat bersaing dengan kandidat-
kandidat lain, yang dalam proses persaingan itu mungkin saja
kita menghamburkan janji-janji yang kemudian tidak dapat
terpenuhi. Dikatakan mahal, karena pada tahap inilah
sesungguhnya kita bersaing untuk dapat nominator selanjutnya
yang akan dipilih oleh khalayak.
3) Tahap nominasi. Tahap ini menempatkan kandidat kita
mendapat pengakuan masyarakat, memperoleh liputan media
secara luas, atau gagasan menjadi topik pembicaraan anggota-
anggota masyarakat.
4) Tahap pemilihan. Pada tahap ini, biasanya masa kampanye telak
berakhir. Namun, secara terselubung sering kali para kandidat
“membeli” ruang tertentu pada dari media massa agar kehadiran
mereka tetap dirasakan. Di beberapa negara dengan tingkat
korupsi yang tergolong sangat tinggi seperti di Indonesia, maka
tahap pemilihan ini ada fenomena yang disebut “serangan fajar”.
e. Model Kampanye Nowark dan Warneryd
Menurut McQuail & Windahl (1993) seperti yang dikutip oleh
Gun Gun didalam bukunya , model kampanye Nowak dan Warneryd
merupakan salah satu contoh model tradisonal kampanye. Pada
model ini, proses kampanye dimulai dari tujuan yang hendak dicapai
dan diakhiri dengan efek yang diinginkan. Model ini merupakan
deskripsi dari bermacam-macam proses kerja dalam kampanye. Di
dalamnya juga terdapat sifat normatif, yang menyarankan bagaimana
28
bertindak secara sistematis dalam meningkatkan efektifitas
kampanye.34
Pada model Nowak dan Warneryd ini terdapat tujuh elemen
kampanye yang harus diperhatikan, yakni sebagai berikut:35
1) Intended effect (efek yang diharapkan). Efek yang hendak
dicapai harus dirumuskan dengan jelas. Dengan demikian,
penentuan elemen-elemen lainnya akan lebih mudah dilakukan.
Kesalahan umum yang sering terjadi adalah terlalu mengagung-
agungkan potensi efek kampanye, sehingga efek yang ingin
dicapai menjadi tidak jelas dan tegas.
2) Competiting communication (persaingan komunikasi). Agar
suatu kampanye menjadi efektif, maka perlu diperhitungkan
potensi gangguang dari kampanye yang bertolak belakang
(counter campaign).
3) Communication object (objek komunikasi). Objek kampanye
biasanya dipusatkan pada satu hal saja, karena untuk objek yang
berbeda menghendaki metode komunikasi yang berbeda. Ketika
objek kampanye telah ditentukan, pelaku kampanye akan
dihadapkan lagi pada pilihan apa yang akan ditonjolkan atau
ditekankan pada objek tersebut.
4) Target population & receiving group (populasi target dan
kelompok penerima). Kelompok penerima adalah bagian dari
populasi target. Agar penyebaran pesan lebih mudah dilakukan,
maka pesan lebih baik ditujukan kepada opinion leader (pemuka
pendapat) dari populasi target.
5) The channel (saluran). Saluran yang digunakan dapat
bermacam-macam bergantung pada karakteristik kelompok
penerima dan jenis pesan kampanye.
6) The message (pesan). Pesan dapat dibentuk sesuai dengan
karakteristik kelompok yang menerimanya. Pesan juga dapat
dibagi ke dalam tiga fungsi, yakni menumbuhkan kesadaran,
memengaruhi dan memperteguh, serta meyakinkan penerima
pesan bahwa pilihan atau tindakan mereka adalah benar.
7) The communicator/sender (komunikator/pengirim pesan).
Komunikator dapat dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu,
misalnya seorang ahli atau seorang yang dipercaya khalayak,
atau bahkan seseorang yang memiliki keduanya. Pendeknya,
komunikator harus memiliki kredibilitas di mata penerima
pesannya.
8) The obtained effect (efek yang dicapai). Efek kampanye
meliputi: efek kognitif (perhatian, peningkatan pengetahuan dan
34
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 93 35
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 93
29
kesadaran), efektif (berhubungan dengan perasaan, mood dan
sikap), dan konatif (keputusan, bertindak dan penerapan).
f. The Diffusion of Innovation Model
Menurut Gun Gun Heryanto dalam bukunya, Model difusi
inovasi ini umumnya diterapkan dalam kampanye periklanan
(commercial campaign) dan kampanye yang beorientasi pada
perubahan sosial (sosial change campaign). Penggagasnya adalah
ilmuwan komunikasi ke sohor, Everett M. Rogers.36
Dalam model ini, Rogers menggambarkan adanya empat tahap
yang akan terjadi ketika proses kampanye berlangsung (Larson,
1993):37
1) Tahap informasi (information). Pada tahap ini, khalayak diterpa
informasi tentang lembaga/kandidat atau gagasan yang dianggap
baru. Terapan ini bertubi-tubi dan dikemas dalam bentuk pesan
yang menarik akan menimbulkan rasa ingin tahu khalayak
tentang produk atau gagasan tersebut.
2) Tahap persuasi (persuasion). Ketika khalayak tergerak mencari
tahu dan mendapati bahwa produk tersebut menarik minat
mereka, maka dimulailah tahap persuasi atau tahap
mempengaruhi khalayak.
3) Tahap membuat keputusan untuk mencoba (decition, adoption
and trial) yang di dahului oleh proses menimbang-nimbang
tentang berbagai aspek produk tersebut.
4) Tahap konfirmasi atau reevaluasi. Tahap ini hanya dapat terjadi
bila orang telah mencoba memilih partai atau kandidat yang
ditawarkan. Berdasarkan pengalaman mencoba, khalayak mulai
mengevaluasi dan mempertimbangkan kembali tentang produk
tersebut.
36
Heryanto, Gun Gun & Irwa Zarkasy. Public Relations Politik, h. 94 37
Heryanto, Gun Gun & Irwa Zarkasy. Public Relations Politik, h. 94-95
30
Bagan 2.1.
Model Difusi Inovasi
Dalam model difusi inovasi ini tahap keempat menempati posisi
yang sangat strategis karena akan menentukan apakah seseorang akan
menjadi pemilih yang loyal atau sebaliknya. Rogers juga menyadari bahwa
tidak semua tahapan yang ada akan dilalui khalayak. Bahkan pada
beberapa kasus khalayak berhenti pada tahan pertama38
Dalam praktik kampanye, kesuksesan seseorang melakukan
kampanye akan sangat tergantung pada kredibilitas pelaku kampanye.
Kredibilitas itu sendiri memiliki beberapa aspek antara lain adalah:
keterpercayaan, keahlian, daya tarik, dan tentunya adalah faktor
pendukung lainn seperti keterbukaan, ketenangan dan kemampuan
bersosialisasi.39
38
Gun Gun Heryanto & Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, (Ciputat: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h.85. 39
Gun Gun Heryanto & Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, h.85-86
INFORMASI
PERSUASI
KEPUTUSAN
PENERIMAAN
PERCOBAAN
KONFIRMASI
REEVALUASI
31
3. Varian Strategi Kampanye Politik
Untuk mencapai tujuan-tujuan politik yang ditargetkan setiap partai
politik, institusi politik, bahkan target lakon politik perseorangan tentu
tidak hanya membutuhkan konsep dan metode pada tataran teoritis yang
mendukung misi tersebut. Dibutuhkan juga berbagai konsep dan metode
terapan atau varian strategi pada tataran praktik yang sesuai dengan
perkembangan dan mobilitas persaingan di ranah politik.
Dalam hal ini, munculnya kampanye politik dengan varian baru
dalam ranah politik, juga menyodorkan bermacam strategi yang mampu
membantu dan mendongkrak popularitas serta kemajuan kontestan
politik untuk mencapai tujuan-tujuan politik yang diinginkan.
Segelontor program kerja dan janji-janji manis partai politik yang
digulirkan lewat media massa sejatinya untuk melihat dan mengetahui
respons atau feedback dari masyarakat, berbagai polesan dan konstruksi
image pun mempesona lewat media. Jor-joran kampanye dalam polesan
citra ini yang menjadi warna tersendiri, sebab masing-masing partai ikut
andil dalam memoles citra kandidat dan program mereka.
Secara umum, peneliti mengelompokkan strategi kampanye politik
menjadi dua varian, yaitu: strategi kampanye politik melalui media dan
kampanye politik non media.
a. Strategi Kampanye Politik Melalui Media
Strategi marketing politik media adalah strategi marketing politik
yang diaplikasikan melalui media. Artinya media sebagai saluran
strategi kampanye politik. Tak dimungkiri lagi bahwa media merupaka
32
mediator politik yang sangat efektif untuk mengkomunikasikan
berbagai gagasan-gagasan maupun kritik-kritik diantara pelaku
politik.40
Secara umum Schramm mengartikan saluran (kampanye) sebagai
“perantara apapun yang memungkinkan pesan-pesan sampai kepada
penerima. Sementara Klingeman dan Rommele (2002) secara lebih
spesifik mengartikan saluran kampanye sebagai segala bentuk media
yang digunakan untuk menyampaikan pesan kepada khalayak.
Bentuknya berupa kertas yang digunakan untuk menulis pesan, telepon,
internet, radio atau bahkan televise. Para ahli kampanye umumnya tidak
tertarik melakukan debat konseptual tentang perbedaan saluran dengan
media. Mereka hanya berpendapat bahwa media adalah bagian dari
saluran.41
Dalam kampanye politik, media masaa cenderung ditempatkan
sebagai saluran komunikasi utama karena hanya lewat media inilah
khalayak dalam jumlah besar dapat diraih. Terkait dengan kemampuan
media massa dalam memengaruhi sikap, pendapat dan perilaku
khalayak, Klapper (Mcquail, 1987) membedakan enam jenis perubahan
yang mungkin terjadi akibat penggunaan media massa yakni: (a).
Menyebabkan perubahan yang diinginkan, (b). Menyebabkan
perubahan yang tidak diinginkan, (c). Menyebabkan perubahan kecil,
40
Gun Gun Heryanto & Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, h. 56. 41
Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 84.
33
(d). Memperlancar perubahan, (e). Memperkuat apa yang ada, dan (f).
Mencegah perubahan.42
Ada dua kecenderungan penyelenggaraan kampanye dalam
memanfaatkan media:43
1) Kelompok pertama adalah mereka yang menerapkan
strategi kampanye satu arah (uni-directional campaign).
Dalam hal ini, tindakan memengaruhi khalayak dilakukan
secara tidak langsung. Di sini, pelaku sepenuhnya
mengendalikan media massa. Strategi ini disebut media
oriented campaign.
2) Kelompok kedua menerapkan kampanye yang bersifat dua
arah (bi-directional campaign). Dalam konteks ini,
penyelenggara kampanye menyadari keterbatasan media
massa dalam memengaruhi khalayak sasaran. Karena itu,
pemanfaatan saluran komunikasi kelompok dan antar
pribadi sangat dipentingkan untuk mengoptimalkan pesan-
pesan yang disampaikan lewat media massa. Strategi ini
disebut juga audience oriented campaign.
Terlepas dari kelebihan dan keterbatasan media massa dalam
memengaruhi khalayak, menurut Rogers, peran media massa dalam
kampanye tetap penting. Alasannya, lanjut Rogers, karena sasaran
kampanye adalah orang banyak, publik dan masyarakat, dan untuk
mencapai mereka maka kampanye lebih menggantungkan diri pada
media massa sebagai saluran utamanya.44
Aplikasi strategi marketing politik melalui media dapat
dikategorikan dalam tiga bentuk saluran media, yaitu melalui media lini
atas (aboveline media), media lini bawah (belowline media), media baru
(New Media). Pada tahun PEMILU 2009 di Indonesia, praktik
42
Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 84-85. 43
Gun Gun Heryanto & Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, h. 56 44
Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 85.
34
marketing politik dapat kita amati dalam proses kampanye politik
melalui saluran media tersebut.45
Jenis saluran media mempunyai karakteristik tersendiri. Aboveline
media (surat kabar, TV, radio, film, dan majalah memiliki karakteristik:
penyebaran informasi yang sama dapat disebarkan bersifat serempak,
khalayak penerima pesan cenderung akronim, dan mampu menjangkau
khalayak secara luas. Sedangkan karakteristik belowline media (poster,
leafet, folder, spanduk, baligho, point of purchase, bus stop, flyers,
dsb), yaitu komunikan yang dijangkau tertentu, baik dalam jumlah
maupun wilayah sasaran, mampu menjangkau khalayak yang
dijangkau media lini atas, dan cenderung tidak serempak. Sedangkan
new media dalam hal ini internet (direct email, blog, e-PR, website,
dsb), hanya mampu menjangkau khalayak yang memiliki ketersediaan
sarana internet dan khalayak yang melek teknologi tersebut, media
unggul dalam kecepatan penyebaran informasi dan pengembangan
wacana publik.46
Memasuki abad 21, para ahli komunikasi umumnya meyakini
bahwa khalayak adalah kumpulan individu yang aktif. Mereka
senantiasa mengolah berbagai pesan yang mereka terima dari media
massa tertentu dan akan menafsirkan pesan tersebut dengan caranya
masing-masing (secara individual). Dengan demikian khalayak yang
berbeda akan „membaca‟ media secara berbeda pula bergantung pada
45
Gun Gun Heryanto & Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, h. 56 46
Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik di Era Industri Citra, h. 18.
35
latar belakang mereka, pengalaman, jenis media, usia, minat dan
berbagai faktor lainnya yang mencirikan individualitas khalayak.47
Dalam buku Manajemen Kampanye Banyak sekali penelitian yang
berusaha menjelaskan bagaimana orang menggunakan media massa
yang berbeda-beda. Pola penggunaaan media yang beragam ini
mengacu pada subjek permasalahan dan afiliasi demografis khalayak.
Dalam penelitian yang dilakukannya, Roper (Shimp & Delozier,)
membuktikan bahwa orang lebih senang menggunakan TV daripada
radio untuk mendapatkan informasi yang umum.48
Tentu saja untuk mengefektifkan kampanye politik di media massa
juga sangat perlu memerhatikan beberapa prinsip-prinsip umum yang
diturukan dari riset mengenai pengaruh komunikator dalam
keberhasilan usaha persuasive (dalam Dan Nimmo, 1993:50).49
Kampanye politik lewat media lini bawah (belowline media)
hampir digunakan oleh semua partai politik karena cost yang
dikeluarkan tak sebesar anggaran belanja iklan di TV, radio, dan koran.
Selain murah, media lini bawah lebih bersifat personal sehingga proses
propaganda dan persuasif dari partai politik langsung mengenai sasaran
individu. Media yang digunakan sebagai sarana penyalur pesan,
diantaranya papan reklame, brosur, baligho, spanduk, bulletin, poster,
dan leaflet.
b. Strategi Kampanye Politik Non Media
47
Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 86. 48
Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 86. 49
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 114.
36
Beberapa bentuk saluran komunikasi politik dalam pembahasan
ini, sangat dibutuhkan sebagai upaya untuk pemasaran produk-produk
politik. Dalam hal ini, saluran komunikasi tersebut disajikan sarana atau
unsur yang memungkinkan pesan-pesan politik dapat sampai kepada
masyarakat. Almond dan Powell (1966) seperti yang dikutip
Zulkarimein dalam bukunya mengemukakan beberapa struktur
komunikasi yang juga dimaksudkan sebagai saluran komunikasi politik,
yaitu:50
1) Face to Face Informal
Struktur wawanmuka informal (face to face informal),
merupakan saluran yang efektif dalam menyampaikan pesan-pesan
politik. Seterusnya, seperti yang ditemukan pada sistem organisasi
manapun, ternyata disamping struktur yang formal dari suatu
organisasi atau sistem, senantiasa terdapat pula struktur informal
yang “membayangi”-nya. Saluran ini bersifat bebas, dalam arti
tidak terikat oleh struktur formal. Namun, tidak semua orang dapat
akses ke saluran ini dalam kadar yang sama.
2) Struktur Sosial Tradisional
Struktur sosial tradisional seperti diketahui juga merupakan
saluran komunikasi yang memiliki keampuhan-keampuhan
tersendiri, karena pada masyarakat yang bersangkutan memang
arus komunikasi ditentukan oleh posisi sosial pihak yang
berkomunikasi (khalayak maupun sumber). Artinya, pada lapis
yang mana yang bersangkutan berkedudukan dan (tentunya akan
menentukan pula akses di susunan sosial masyarakat tersebut.
Dalam masyarakat tradisional, susunan struktur sosial yang
ada menentukan siapa yang layak berkomunikasi dengan siapa,
tentang masalah apa, dan dengan cara apa. Dengan kata lain,
struktur sosial tradisional pada hakikatnya mempunyai aturan-
aturan yang menentukan, baik pola maupun arus komunikasi yang
berlangsung dalam masyarakat tersebut. dapat disimpulkan bahwa
dalam masyarakat tradisional terdapat suatu struktur sosial yang
sekaligus berfungsi sebagai saluran komunikasi tempat lewatnya
50
Zulkarimein Nasution, Komunikasi Politik Suatu Pengantar, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1990), h. 57-60.
37
informasi atau pesan-pesan, dari dan ke pihak-pihak yang telah
ditentukan menurut ketentuan hierarki struktur sosial itu sendiri.
3) Struktur Input
Almond dan Powell mendefinisikan struktur input sebagai
struktur yang memungkinkan terbentuknya/ dihasilkannya input
bagi sistem politik yang dimaksud, mencakup transaksi antara
sistem politik dengan komponen dari lingkungan domestik maupun
luar. Menurut kedua ahli tersebut, dan partai politik, merupakan
saluran komunikasi yang bermakna dalam komunikasi politik.
Organisasi-organisasi yang disebut di atas, memiliki sifat
paling dasar yakni melakukan transmisi kepentingan, baik yang
umum (populer) dan yang khusus, ke arah yang digariskan oleh
kepemimpinan politik yang berkuasa. kehadiran struktur-struktur
yang dimaksud ini,menurut mereka setidak-tidaknya pada sistem
yang membolehkan mereka bebas dari kontrol pemerintah,
merupakan kesempatan bagi warga negara biasa untuk mempunyai
sejumlah besar saluran akses ke elit politik.
Dengan akses ke salah satu struktur itu, dan kebebasan untuk
membentuk yang baru, bila diperlukan, maka warga negara dengan
mudah dapat menyuarakan tuntutan-tuntutan mereka. Lebih dari
itu, kelompok kepentingan yang terorganisir dan partai politik,
merupakan suatu saluran penting untuk menyebarluaskan informasi
mengenai aktivitas elit pada masyarakat yang bersangkutan.
4) Struktur OutPut
Struktur atau saluran output politik yang dimaksud adalah
seperti legislatif dan birokrasi. Dengan kata lain, struktur output
adalah struktur formal dari pemerintahan. memang struktur
kepemerintahan, khususnya birokrasi, memungkinkan pemimpin-
pemimpin politik mengomunikasikan petunjuk bagi pelaksanaan
peraturan-peraturan untuk aneka macam pemegang jabatan politik
dengan cara yang efisien dan jelas. Efisien karena jalur
kepemerintahan tentunya dengan dukungan kewenangan dan
wibawa yang dimilikinya dapat dipakai untuk menyampaikan
pesan-pesan secara cepat dan mudah.
jalur birokrasi juga memungkinkan penyampaian pesan-pesan
secara jelas, terutama karena mereka yang berada pada jajaran
birokrasi juga mempersatukan semua struktur pemerintah dan
memungkinkan pelaksanaan hukum dan mobilisasi sumber-sumber
kemasyarakatan terkordinasi. Banyak juga arus komunikasi yang
menghubungkan pemimpin-pemimpin politik dengan publik umum
yang mengalur melalui struktur-struktur birokrasi ini.
38
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Gambaran Umum, Sejarah Politik IAIN Jakarta
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam sistem perpolitikan kampus
memiliki banyak catatan.Perubahan dari AIDA-IAIN-UIN yang mengiringi
lebih dari setengah abad perjalanan kampus ini juga turut menyertai
pergerakan mahasiswanya.Dalam konteks pemerintahan mahasiswa, berbagai
jenis juga pernah berlaku diterapkan.Substansinya adalah sejauh mana
mahasiswa memiliki wadah atau sarana aktualisasi aktivismenya, khususnya
intra kampus.1
Sepanjang sejarahnya, organiasi kemahasiswan di UIN Jakarta banyak
mengalami pasang surut dan perubahan bentuk. Sejak kelahirannya pada tahun
1960, organisasi kemahasiswaan UIN Jakarta berbentuk lembaga-lembaga
kemahasiswaan yang terdiri atas :
1. Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) sebagai lembaga legistalif
tingkat institut.
2. Dewan Mahasiswa (DEMA) sebagai lembaga eksekutif tingkat institut.
3. Musyawarah Komisariat (MUSKOMA) sebagai lembaga eksekutif
tingkat Fakultas.
4. Senat Mahasiswa (SEMA) sebagai lembaga eksekutif tingkat institut.
5. Komisariat Tingkat (KOMTING) sebagai pengurus kelas atau tingkat.
Sepintas terlihat bentuk kelembagaan organisasi kemahasiswaan kala
itu belum cukup ideal.Namun, dengan wadah organisasi yang sedemikian
rupa, mahasiswa IAIN tetap aktif menjalankan fungsinya, bukan saja wadah
1 Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Buku Panduan Propesa 2010. 2010, h. 9
39
kegiatan mahasiswa, namun juga sebagai kekuatan kontrol yang aktif
merespon isu-isu nasional.Terlahir dalam situasi politik yang penuh
bergejolak bersama dengan elemen-elemen gerakan pemuda dan pelajar
lainnya, mahasiswa IAIN turut serta menorah sejarah tahun 1966 dengan
TRITURA-nya.
Akhir dari keruntuhan Orde Lama awal-awal masa kekuatan Orde
Baru adalah masa yang penuh dengan intrik dan gejolak.Dan secara perlahan
tapi pasti, Soeharto menjalankan politik hegemoninya.Dengan alasan stabilitas
politik dan pembangunan ekonomi, dominasi Soeharto yang ditopang oleh
militer semakin kuat.Hingga pada tanggal 15 Januari 1974 terjadi malapetaka
15 Januari (MALARI).2
Peristiwa MALARI (Malapetaka Lima Belas Januari) adalah peristiwa
demonstrasi mahasiswa dan kerusuhan social yang terjadi pada tanggal 15
Januari 1974.Peristiwa itu terjadi saat Perdana Menteri (PM) Jepang Tanaka
Kakuei sedang berkunjung ke Jakarta (14-17 Januari 1947).Mahasiswa
merencanakan menyambut kedatangannya dengan berdemontrasi di Pangkalan
Udara Halim Perdanakusuma.Karena dijaga ketat, rombongan mahasiswa
tidak berhasil menerobos masuk pangkalan udara. Tanggal 17 Januari 1974
pukul 08.00, Perdana Menteri (PM) Jepang itu berangkat dari istana tidak
dengan mobil, tetapi diantar Presiden Soeharto dengan helicopter dari Bina
Graha ke pangkalan Udara.3
Peristiwa MALARI ternyata membawa dampak yang sangat besar bagi
organisasi kemahasiswaan intra kampus.Melalui Menteri Pendidikan dan
2 Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Buku Panduan Propesa 2010. 2010, h. 10 3 http://id.wikipedia.org/wiki/Malari diakses pada tanggal 19 April 2013 Jam 21.26
40
Kebudayaan Daoed Jusuf saat itu, pemerintah orde baru akhirnya
mengeluarkan SK No. 28/U/1974 tentang petunjuk kebijaksanaan dalam
rangka pembinaan kehidupan kampus perguruan tinggi.
Betapapun pemerintah membatasi aktivitas politik mahasiswa, tetap
saja pada tahun 1978 terjadi lagi masifikasi gerakan mahasiswa.Tema
sentralnya adalah suksesi oleh rezim orde baru.Gerakan ini dilansir sebagai
gerakan mengganggu kestabilan nasional dan kehidupan kampus dianggp
tidak normal.Maka kembali DEPDIKBUD mengeluarkan kebijakan melalui
SK No. 516/U/1978 tentang normalisasi kehidupan kampus dan badan
koordinasi kampus (NKK/BKK).Hasilnya Majelis Permusyawaratan
Mahasiswa (MPM) dan Dewan Mahasiswa (DEMA) berubah bentuk menjadi
Badan Pelaksana Kegiatan Mahasiswa (BPKM).
Di sisi lain SK DEPDIKBUD ini berimbas pada IAIN yang berada
dibawah naungan Departemen Agama (DEPAG). Karena DEPAG, mau tidak
mau harus menyelaraskan diri dengan SK tersebut. Maka, keluarlah SK
Menteri Agama tahun 1980 tentang kelembagaan mahasiswa IAIN.Bentuk
kelembagaan tersebut adalah Majelis Pertimbangan Kegiatan Mahasiswa
(MPKM).
MPKM adalah lembaga legilatif tingkat institut yang diketuai secara ex
officio oleh Pembantu Rektor III (PUREK III) bidang
Kemahasiswaan.Anggotanya terdiri dari unsur-unsur Pembantu Dekan III dan
beberapa dosen ditambah beberapa orang dari unsur mahasiswa.Sementara
lembaga eksekutifnya bernama BPKM yang personelnya diisi seluruhnya oleh
mahasiswa.
41
Konsep NKK/BKK ternyata memang cukup efektif untuk meredam
gerakan-gerakan mahasiswa.BPKM IAIN Jakarta sejak saat itu lebih
berorientasi pada pendalaman ilmu agama, seni dan pengembangan
kemasyarakatan.Namun, diluar konsep tersebut banyak menuai kritik. Alhasil,
pada tanggal 29 Juli 1990 terbit SK MENDIKBUD tentang Senat Mahasiswa
Perguruan Tinggi (SMPT) yang garis besarnya memberikan peluang sedikit
lebih longgar bagi aktivitas mahasiswa. Segera saja IAIN Jakarta melalui SK
Rektor No. 32 th. 1991 memberlakukan konsep SMPT dan BPKM menjadi
BPH SMPT, yang keseluruhan anggotanya dipilih dari dan oleh mahasiswa.4
Namun pada saat Orde Baru runtuh saat itu mahasiswa telah
membangun basis gerakan kemahasiswaan yang sangat kuat, dengan
tumbangnya orde baru harus diakui peran mahasiswa sangatlah berperan.
mahasiswa dan civil society sangat ingin menghempaskan hegemoni sistem
orde yang lebih otoritarian menjadi demokrasi, hal itu bukan hanya ditandai
dengan pemilihan yang lebih demokratis tetapi juga dengan perubahan dasar
perpolitikan, kehidupan sosial bermasyarakat dan bermunculannya banyak
partai-partai politik baru. sistem kemahasiswaan saat itu senat mahasiswa dan
Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) benar-benar dikontrol agar
tiap-tiap kampus dapat mengawasi mahasiswanya dengan baik. 5
Sistem yang seperti itu tentu saja mempengaruhi terhadap kebebasan
mahasiswa untuk menentukan pilihan-pilihan politiknya dan ini juga sangat
mempengaruhi mahasiswa untuk bebas berekpresi menyampaikan kebebasan
4 Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.Buku Panduan Propesa 2010. 2010, h. 11 5 wawancara langsung dengan Tb. Ace Hasan Syadzili Presiden Pertama IAIN Jakarta
(sekarang UIN) pada tanggal 22 Agustus 2013
42
berpendapat padahal salahsatu diantara karakter mahasiswa adalah kebebasan
akademik. Jika kebebasan akademik ini tidak dipupuk sejak awal maka agak
sulit untuk melahirkan mahasiswa yang betul-betul kreatif, berfikir visioner
dan belajar berorganisasi dengan baik.6
Dalam sistem senat, segala kebijakan yang dikeluarkan harus
sepengetahuan dan persetujuan dari Pembantu Rektor bidang kemahasiswaan
yang merupakan kepanjangan tangan dari pemerintahan orde baru pada saat
itu, sehingga terjadi kesenjangan antara organisasi intra dan ekstra kampus.7
Perubahan sistem senat menuju sistem student government (SG) tidak
terjadi begitu saja, karena saat itu dibentuklah Presidium Eksekutif
Transisional oleh beberaapa aktivis mahasiswa yang berfungsi mempersiapkan
sistem baru yang akan dilakukan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.8
B. Perkembangan Politik Kampus Era Student Government (SG)
Dengan runtuhnya rezim orde baru dan dengan keinginan dari
mahasiswa IAIN Jakarta (sekarang UIN) untuk mendapatkan kebebasan
akademis, maka penerapan konsep sistem Trias Politica oleh mahasiswa harus
dilakukan dimana sistem itu dilakukan dari, oleh dan untuk mahasiswa. Segala
kebijakan ditentukan oleh mahasiswa itu sendiri.9
Seiring bergulir ide Student Government (SG) yang digagas oleh
MENDIKBUD Juwono Sudarsono, mahasiswa IAIN segera mengambil
6 wawancara langsung dengan Tb. Ace Hasan Syadzili Presiden Pertama IAIN Jakarta
(sekarang UIN) pada tanggal 22 Agustus 2013 7 wawancara langsung dengan Tb. Ace Hasan Syadzili Presiden Pertama IAIN Jakarta
(sekarang UIN) pada tanggal 22 Agustus 2013 8 Wawancara langsung dengan Ali Irfani Anggota Presidium Eksekutif Transisional IAIN
Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 28 Agustus 2013 9 wawancara langsung dengan Tb. Ace Hasan Syadzili Presiden Pertama IAIN Jakarta
(sekarang UIN) pada tanggal 22 Agustus 2013
43
tindakan cepat. Lewat MKBMI (Musyawarah Keluarga Besar Mahasiswa
IAIN) tanggal 29 November 1998, mahasiswa IAIN sepakat membubarkan
SMI yang ditindaklanjuti dengan pembentukan Presidium Eksekutif
Transisional (PET) yang terdiri dari : Imam Soeyoeti, Ali M. Irvan, Azwar
Reza, Diah Irawaty, Hakim Jamil dan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa
IAIN (MPMI) yang terdiri dari Andi Syafrani, Fauzan, dan Romli Syarqowi.
Tugas utama MPMI adalah menyiapkan rancangan AD/ART baru, sedangkan
PET bertugas melaksanakan MLB (Musyawarah Luar Biasa) dan PEMILU
secepatnya.
Sebelum memberlakukan sistem SG di kampus IAIN, para pimpinan
lembaga kemahasiswaan mengirimkan utusan untuk melakukan studi banding
penerapan SG. Adapun kampus yang dituju adalah UNPAD, ITB, UGM da
UNDIP. Hal ini dilakukan untuk mendalami secara teori, maupun praktek
penerapan SG dikampus-kampus tersebut.10
Pada tanggal 9-16 Desember 1998 digelarlah MLB yang berhasil
menerapkan AD/ART baru dan peraturan PEMILU serta merekomendasikan
agar PET segera melaksanakan PEMILU. AD/ART ini diharapkan dapat
menghantarkan lembaga-lembaga kemahasiswaan pada kemerdekaan
aktivitas, kebebasan akademik yang hakiki, dengan tingkat independensi yang
tinggi dari siapapun termasuk pihak rektorat dan pemerintah.
Pada tanggal 12 April 1999 diselenggarakan PEMILU pertama
langsung untuk memilih pucuk pimpinan eksekutif dan para anggota legislatif
di tingkat institut dan fakultas serta jurusan.PEMILU 1999 akhirnya berhasil
10
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Buku Panduan Propesa 2010. 2010, h. 12
44
memilih Tb. Ace Hasan Syadzili sebagai presiden Mahasiswa BEMI dan Budi
Rahman Hakim sebagai ketua Kongres Mahasiswa IAIN.Walau demikian,
pada masa berikutnya AD/ART yang ditetapkan oleh MLB pada
pelaksanaannya ternyata masih banyak kelemahan.
Karenanya pada tanggal 3 Desember 1999 dilangsungkan Sidang
Istimewa KMI untuk mengamandemenkan beberapa pasal dalam
AD/ART.Konsep SG dengan AD/ART baru kemudian berusaha diterapkan
dalam masa kepengurusan Tb. Ace Hasan.Maka dibentuklah Rancangan
Undang-Undang (RUU) yang mengatur partai politik dan pelaksanaan
PEMILU raya.
Perubahan sistem SG IAIN yang menerapkan sistem kepartaian
menjadi trobosan inovatif dan kontekstual dengan kondisi kemajemukan
IAIN.Oleh karenanya, tidak heran jika setelah diundangkan kedua rancangan
tersebut, terlihat beberapa apresiasi mahasiswa IAIN terhadap sistem baru
yang coba diaplikasikan sangat tinggi. Tercatat 11 partai politik berusaha
menjadi kontestan PEMILU yang akan dilaksanakan pada tahun 2000.
Saat itu alasan untuk membentuk system kepartaian adalah untuk
mengaplikasikan secara nyata pengelompokan-pengelompokan politik yang
telah dilakukan oleh mahasiswa IAIN pada waktu itu yang diinisiasi oleh
organisasi ektra kampus.11
Pertarungan antar organisasi ektra memang sangat kental, ada beberapa
organisasi ekstra diantaranya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah
11
wawancara langsung dengan Tb. Ace Hasan Syadzili Presiden Pertama IAIN Jakarta
(sekarang UIN) pada tanggal 22 Agustus 2013
45
(IMM) yang selalu membentuk pengelompokan politik tersebut. Maka saat itu
dibentulah partai politik sebagai bentuk penyaluran atau kanalisasi politik
organisasi ektra kampus agar mampu bertanggung jawab dalam segala
tindakan yang dilakukannya.12
Namun setelah dilakukan verifikasi hanya 8 partai yang berhasil lolos
untuk mengikuti PEMILU. Partai-partai tersebut adalah : Partai Intelektual
Muslim (PIM), Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA), Partai Persatuan
Mahasiswa (PPM), Partai Merah (PM), Partai Mahasiswa Demokrat (PMD),
Partai Daulat Mahasiswa (PDM), Partai Hak Asasi Mahasiswa (PAHAM), dan
Partai Cinta Kampus (PCK). Secara spesifik, partai-partai yang terbentuk
merupakan kepanjangantangan dari beberapa organisasi ektra kampus.HMI
melahirkan PARMA, PMII melahirkan PPM, dan IMM melahirkan Partai
Merah. Sedangkan sisanya merupakan bentuk dari elemen lain.13
Untuk melaksanakan PEMILU, sesuai dengan UU PEMILU, BEMI
membentuk Panitia Pemilihan Umum (PPU) yang komposisinya terdiri atas
utusan partai-partai peserta PEMILU dan utusan BEMI. PPU yang dipimpin
M. Islah kemudian membentuk Panitia Pelaksana Pemilihan Umum Institut
(PPPUI) yang dipimpin oleh Dadan Ramadhan.
Akhirnya pada tanggal 30-31 Mei 2000 berlangsunglah pesta
demokrasi sebagai sarana pemilihan presiden mahasiswa BEMI dan
DPMI.Akhirnya berhasil terpilih Saudara Burhanuddin (PARMA) sebagai
Presma BEMI Periode 2000-2001. Dalam sidang Umum yag digelar pada
12
Wawancara langsung dengan Ali Irfani Anggota Presidium Eksekutif Transisional
IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 28 Agustus 2013 13
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.Buku Panduan Propesa 2010. 2010, h. 13
46
tanggal 24-26 Juni 2000 terpilih Najmudin sebagai ketua KMI dan Fahrurozzi
sebagai ketua DPMI. Sejak saat itu, era SG UIN Jakarta berjalan dengan
format sistem kepartaian yang sampai PEMILU raya 2010 masih berlangsung
dengan kompetisi berbagai partai politik dalam memperebutkan tampuk
kekuasaan di tingkat jurusan, fakultas, maupun universitas.
C. Sekilas Pemilihan Raya (PEMIRA) UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2010
Dalam student goverment UIN Jakarta mencakup badan Eksekutf,
Legislatif dan Yudikatif. Setiap badan mempunyai tugas dan wilayah masing
masing. Setiap pergantian BEM (Badan Eksekutf Mahasiswa)
menyelenggarakan pemilu raya untuk memilih wakil-wakil mahasiswa yang
akan mewakili selama satu tahun ke depan. Perebutan kekuasaan tidak kalah
seru dibandingkan dengan PILKADA atau pemilu se-level nasionalpun. Para
calon ketua BEM dari mulai Jurusan, Fakultas sampai wilayah Universitas
begitu bersemangat bertarung dengan rivalnya masing-masing. Mereka juga
menggunakan media sebagai ajang sosialisasi dan publikasi setiap kandidat.
Menjelang kampanye dimulai, pamflet, poster, bendera dan baleho menghiasi
di seluruh ruangan kampus. Tak heran biaya pemilu menghabiskan puluhan
juta.
47
Gambar 3.1 Proses Kampanye dalam PEMIRA di UIN Jakarta
sumber : diakses dari situs http://www.kpuuin2010.com pada 12
oktober pukul 19.00 WIB
Menjelang pemilu berlangsung, proses belajar mengajar sejenak
terganggu. Mahasiswa saat itu justru sibuk saling lobi politik untuk
memenangkan partai maupun calonnya masing-masing. Melihat kondisi yang
tidak menentu, ada beberapa dosen menampakan ketidaksenangan terhadap
sistem pemilu diselenggarakan di kampus ini. Pasalnya setiap kampanye partai
berlangsung, tidak jarang terjadi bentrokan antar partai peserta kampanye.
Suasana gaduh pasti terjadi disebabkan dari berbagai panggung pusat
kampanye berlangsung menampilkan group band lokal sehingga membuat
suasana ramai bak seperti tempat konser saja. Teguran dari dosen hampir
setiap even itu berlangsung tetapi para mahasiswa tenggelam dalam pesta
demokratisasi sehingga diabaikan begitu saja.
48
Gambar 3.2 Debat Kandiat Capres-Cawapres UIN Jakarta 2010
sumber : diakses dari situs http://www.kpuuin2010.com pada 12
oktober pukul 19.00 WIB
Bulan Maret hingga Mei 2010 adalah bulan yang disibukkan oleh
penyelenggaraan pesta demokrasi di kampus UIN Syarif Hidayatullah. Gegap
gempita pesta demokrasi di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada
tahun ini memasuki usia yang ke 11 tahun penyelenggaraannya. Pemilihan
Umum Raya (PEMIRA) 2010 ini di ikuti oleh 5 Partai Politik Kampus
diantaranya, Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA), Partai Persatuan
Mahasiswa (PPM), Partai Intelektual Muslim (PIM), Partai Progresif, dan
Partai Boenga.
Partai-partai tersebut sudah memiliki basis massa tersendiri, seperti
Partai Persatuan Mahasiswa (PPM) yang memiliki basis massa ideologis dari
organisasi esktra kampus yaitu Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)
49
Cabang Ciputat.14
Kemudian juga ada Partai Intelektual Muslim (PIM) yang
telah berdiri pada tahun 2000 yang memiliki pemilih ideologis dari kalangan
Lembaga Dakwah Kampus (LDK) dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim
Indonesia (KAMMI) UIN Jakarta.15
Serta masih banyak partai lainnya yang
memiliki basis massa ideologis masing-masing dari organ ekstra kampus.
Gambar 3.3 Proses Pencoblosan Pada PEMIRA 2010
sumber : diakses dari situs http://www.kpuuin2010.com pada 12
oktober pukul 19.00 WIB
Namun yang sangat disayangkan adalah pada saat penghitungan Badan
Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEM U) sempat terjadi keributan antara
pendukung PARMA dengan PPM yang berlangsung sangat lama sekitar 4-5
hari. Semua terjadi karena KPU UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dianggap
salah satu partai tidak netral dan bertindak sewenang-wenang. PARMA dan
14
Partai Persatuan Mahasiswa (PPM) merupakan salah satu partai politik kampus yang
mengikuti PEMIRA 2010 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Artikel diakses pada 10 September
2013 pukul 21.00 WIB dari http://ppmku.wordpress.com/ 15
Partai Intelektual Muslim Berdiri tahun 2000 di Universitas Islam Negeri Jakarta,
Artikel diakses pada 10 September 2013 pukul 21.15 WIB dari
http://pemirawatch.blogspot.com/2008/11/seputar-kelahiran-partai-intelektual.html
50
PPM adalah dua partai politik kampus yang memiliki basis ideologis terbesar
dan saat Pemilihan Raya (PEMIRA) 2010 bersaing sangat ketat dalam
perolehan suara.
Setelah keributan tersebut, pada akhirnya pihak rektorat UIN Syarif
Hidayatullah membekukan hasil pemungutan suara di tingkatan universitas.
Semua itu terjadi karena keributan yang terjadi sudah mulai mengganggu
aktivitas belajar dan mengajar di UIN Syarif Hidayatullah.
Gambar 3.4 Keributan antar Pendukung Partai Politik Kampus
sumber : diakses dari situs http://www.kpuuin2010.com pada 12
oktober pukul 19.00 WIB
D. Profil Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA)
Gambar 3.5 Lambang Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA)
Partai ini bernama Partai Reformasi Mahasiswa yang disingkat
PARMA, didirikan pada 7 Maret 2000, bertepatan dengan tanggal 1
51
Dzulhijjah 1420 H, berkedudukan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Partai
ini didirikan oleh aktivis HMI dan menjadi partai resmi di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. PARMA memiliki garis koordinasi dengan Bid. PTKP
HMI Cabang Ciputat.
PARMA sebagai salah satu Partai tertua di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta sejak didirikan dengan tokoh-tokohnya adalah Andi Syafrani (FSH),
M. Ali Irfan (FIDKOM), Imam Soeyoeti (FIDKOM), Fauzan (FITK), Burhan
(FUF), Anik (FAH), dan Apriyadi (FUF) pada tahun 1998.16
Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) berasaskan Islam dan
memiliki sifat Inklusif, Pluralis dan Reformis.Tujuan dari Partai ini adalah
terwujudnya kehidupan kampus yang menjunjung tinggi kedaulatan
mahasiswa, kebebasan akademis, otonomi kampus, keadilan, HAM,
egalitarianism, dan bebes KKN.17
Ini tercantum dalam AD/ART PARMA yang
terdapat dalam lampiran.
Lambing bendera PARMA ditetapkan dalam kongres yang berbentuk
R dan seperti padi merunduk berfilosofis R dari Reformasi sedangkan padi
merunduk berarti harus seperti padi semakin besar harus semakin merunduk
dan memiliki warna hijau karena seperti warna Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI).18
E. Struktur Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA)
16
Buku Saku Kampanye PARMA PEMIRA 2010. 2010, h. 2. 17
AD/ART PARMA Periode 2009-2010. 18
Wawancara dengan Dhany Permadi Sekertaris Jendral DPP PARMA Periode 2010-
2011 pada tanggal 19 Januari 2013.
52
Struktur dapat dibedakan menjadi struktur kekuasaan dan struktur
pimpinan. Struktur kekuasaan PARMA berdasarkan pasal 7 yang dimuat
dalam AD/ART PARMA dalam kongres dengan status :
a) Kongres merupakan kekuasaan tertinggi partai
b) Kongres merupakan musyawarah antar utusan DPP, DPF dan DPJ.
c) Kongres diadakan satu tahun sekali.
d) Dalam keadaaan luar biasa kongres dapat diadakan dengan menyimpang
dari ketentuan butir c diatas.
e) Kongres seperti dimaksud pada butir d dapat diadakan atas inisiatif satu
jurusan dengan persetujuan separuh lebih satu dari jurusan-jurusan yang
ada.
Sedangkan structural pimpinan berdasarkan AD/ART PARMA terdiri
dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP), Dewan Pimpinan Fakultas (DPF), Dewan
Pimpinan Jurusan (DPJ). Yang terdapat dalam pasal 8, 9,dan 10.
1. Dewan Pimpinan Pusat (DPP)
Pada pasal 8 dalam AD/ART PARMA, Dewan Pimpinan Pusat adalah
sebagai berikut :
a. Dewan Pimpinan Pusat (DPP) terdiri dari Ketua Umum, Wakil Ketua
Umum, Sekretaris Jendral, Wakil Sekretaris Jendral, Bendahara
Umum, Wakil Bendahara Umum, dan tujuh orang Ketua Departemen
beserta anggotanya.
b. Seseorang hanya dapat dipilih menjadi Ketua Umum DPP satu kali
periode.
c. DPP dapat membentuk lembaga otonomi lain yang diperlukan.
53
d. DPP menentukan kebijakan umum sesuai AD/ART, ketetapan
Kongres, ketetapan rapat kerja, dan ketetapan-ketetapan lainnya.
e. DPP mengesahkan susunan atau personalia Dewan Pimpinan Fakultas
hasil musyawarah fakultas.
2. Dewan Pimpinan Fakultas (DPF)
Pada pasal 9 dalam AD/ART PARMA, Dewan Pimpinan Fakultas
adalah sebagai berikut :
a. Dewan Pimpinan Fakultas (DPF) Sekurang-kurangnya terdiri dari
Ketua Umum, Sekretaris Jendral, dan Bendahara Umum.
b. Seseorang hanya dapat dipilih menjadi Ketua Umum DPF satu kali
periode.
c. DPF dilengkapi dengan suatu secretariat yang sehari-harinya dipimpin
langsug oleh Sekretaris Jendral.
d. DPF melaksanakan kebijakan partai di wilayahnya dan memberikan
arahan kepada Pimpinan Jurusan dalam melaksanakan program sesuai
dengan AD/ART, dan ketentuan lainnya.
e. DPF mengesahkan susunan atau personalia Dewan Pimpinan Jurusan
hasil musyawarah jurusan atas nama Dewan Pimpinan Pusat.
3. Dewan Pimpinan Jurusan (DPJ)
Pada pasal 9 dalam AD/ART PARMA, Dewan Pimpinan Jurusan
adalah sebagai berikut :
a. Dewan Pimpinan Jurusan (DPJ) sekurang-kurangnya terdiri dari
Ketua, Sekretaris, dan Bendahara.
b. Seseorang hanya dapat dipilih menjadi Ketua DPJ satu kali periode.
54
c. DPJ dilengkapi dengan suatu secretariat yang sehari-harinya dipimpin
langsung oleh Sekretaris.
d. DPJ melaksanakan kebijakan partai diwilayahnya dan memberikan
arahan kepada anggotanya dalam melaksanakan program sesuai
dengan AD/ART, dan ketentuan-ketentuan lainnya.
F. Peran PARMA dalam Student Government dan PEMIRA 2010
Reformasi terlanjur merubah tatanan social-politik Orde Baru menjadi
lebih demokratis. Perubahan tersebut didasarkan pada harapan akan hadirnya
sistem politik yang menghargai kedaulatan dan kebutuhan rakyat. Reformasi
dan perubahan adalah dua kata yang tidak bisa dipisahkan.Semangat reformasi
adalah semangat perubahan.Dampaknya adalah transformasi atau perubahan
semua tatanan di semua aspek untuk mencapai cita-cita
reformasi.Bagaimanapun, dunia kampus dan kemahasiswaan sebagai salah
satu pilar demokrasi tidak bisa menghindar dari perubahan itu.
Reformasi menuntut agar dunia kampus dan kemahasiswaan berbenah
diri sesuai dengan cita-cita reformasi.Demokrasi kampus kembali dihidupkan
dan bentuk pemerintahan mahasiswa direformasi dari sistem senat ke bentuk
student Government (SG).Sistem SG dengan segala institusi-institusinya telah
diterapkan di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
sejak tahun 1997.
Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) adalah partai politik kampus
yang punya perhatian penuh untuk melanjutkan cita-cita reformasi, khususnya
di dunia kampus dengan menggalang dukungan mahasiswa untuk merebut
55
kekuasaan di dalam kelembagaan SG di UIN Jakarta. Jika tidak sukses
merebut kekuasaan eksekutif, maka partai ini akan menjadikan dirinya sebagai
partai oposisi.
Gerakan reformasi menginspirasi Partai Reformasi Mahasiswa untuk
menuntaskan dan mewujudkan cita-cita reformasi didalam dunia kampus.Pada
masa orde baru, kampus dikekang dan dipolitisasi sedemikian rupa sehingga
hilang daya kritis dan fungsi kontrolnya terhadap Negara.Kampus, dijadikan
kaki tangan dan media sosialisasi kebijakan-kebijakan pemerintah.Dampaknya
adalah matinya demokrasi kampus.
Karena itu, bagi Partai Reformasi Mahasiswa, menuntaskan cita-cita
reformasi berarti menghidupkan dan meluruskan demokrasi.Menuntaskan
reformasi meluruskan demokrasi adalah platform perjuangan Partai Reformasi
Mahasiswa. Platform ini merupakan target juang yang dijadikan prioritas
utama dalam semua agenda dan program.
Salah satu agenda reformasi Partai Reformasi Mahasiswa adalah
meluruskan dan menegakkan Student Government.Student Government
adalah proyek reformasi yang belum selesai. SG di bangun untuk menegakkan
kedaulatan mahasiswa, demokrasi kampus, dan kehidupan dunia kampus yang
dinamis.Namun, produk yan belum selesai ini sudah mulai dilupakan
mahasiswa. Bahkan, mereka telah kehilangan inisiatif untuk
menyelesaikannya.
Sejarah mencatat bahwa Partai Reformasi Mahasiswa berada digaris
terdepan dalam merumuskan dan menegakkan SG, dan akan terus setia
menjaga dan menyelesaikan bangunannya. Sebab, ketika SG runtuh maka
56
kedaulatan mahasiswa dan demokrasi kampus dengan sendirinya akan ikut
runtuh. Tidak hanya itu, partai ini juga akan terus mengontrol dan melawan
pihak-pihak yang akan merobohkan bangunan SG.19
Konvensi adalah salah satu bagian dari kegiatan pemilihan Calon
Presiden kandidat PARMA yang dirancang dan diadakan untuk menjaring
calon definitif yang akan diusung oleh PARMA pada PEMIRA 2010 di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Untuk mewujudkan segala usaha, agenda dan target tersebut, Dewan
Pimpinan Pusat Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) bertekad
mempertahankan dan memenangkan Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan
(BEMJ), Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEMF) dan Badan Eksekutif
Mahasiswa Universitas (BEMU) secara keseluruhan dalam kelembagaan
Student Government (SG) melalui pemilu raya kampus.
G. Profil Kandidat PARMA
1. Profil Kandidat Calon Presiden BEM Universitas Islam Negeri Jakarta
Nama : Muhamad Fadly
TTL : Jakarta, 26 April 1987
Alamat : Jl. Melati 4 No. 12 Serua Permai Kelurahan Serua
Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten
Status : Mahasiswa
Agama : Islam
HP : 087774085847 / 081210129595
19
Proposal Pemilu Raya DPP PARMA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2010
57
Email : [email protected]
Pendidikan :
a. SD Anggrek I Kota Bekasi (1999)
b. SMP Tirta Buaran Ciputat Kota Tangerang Selatan (2002)
c. SMU Muhammadiyah 8 Ciputat (2005)
d. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (2012)
Pengalaman Organisasi :
a. Pengurus BEM J-PMI (2006-2007)
b. Pengurus BEM FIDKOM (2007-2008)
c. Presiden BEM FIDKOM (2008-2009)
2. Profil Kandidat Wakil Calon Presiden BEM Universitas Islam Negeri
Jakarta
Nama : Achmad Faizal Taufiq
TTL : Serang, 10 Februari 1987
Alamat : Link Sapiah RT 01 RW 13 Kel. Penancangan, Kec.
Cipocok Jaya Kota Serang-Provinsi Banten
Status : Mahasiswa
Agama : Islam
HP : 081932693841 / 085716330547
Email : [email protected]
58
Pendidikan :
a. SDN Penancangan 2 (1999)
b. MTS PM. Daar El Azhar Rangkas Bitung (2002)
c. SMA PM. Daar El Azhar Rangkas Bitung (2005)
d. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Jurusan Management (Belum Lulus)
Pengalaman Organisasi :
a. Pengurus BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Bidang Antar
Lembaga tahun 2007
b. Pengurus BEM Universitas Islam Negeri Jakarta menjadi Menteri
Sosial tahun 2008
c. Pengurus Himpunan Mahasiswa Banten (HMB)
d. Anggota GMII Provinsi Banten tahun 2008
e. Pengurus IPNU Provinsi Banten Bidang Antar lembaga tahun 2010
f. Pengurus Pusat IPNU Bidang Eksternal dan LSM periode 2013-
2015
59
BAB IV
TEMUAN DAN HASIL ANALISA
A. Model Kampanye PARMA dalam Pemilu Raya 2010
Keinginan untuk mengetahui berbagai faktor yang mempengaruhi
keberhasilan dan kegagalan kampanye terus memenuhi benak ahli
komunikasi.sejak awal penelitian kampanye yang berlangsung pada decade
1940-an hingga 1960-an telah dilakukan upaya untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan seputar masalah tersebut.1
Temuan-temuan para ahli tentang faktor-faktor penunjang keberhasilan
kampanye prinsipnya terkait erat dengan faktor-faktor penyebab kegagalan
kampanye telah dibicarakan. Keterkaitan itu dapat dilihat dari pernyataan-
pernyataan yang digunakan kedua kelompok ahli ini misalnya tentang
karakteristik khalayak, konstruksi pesan atau perlunya komunikasi antar
pribadi dalam menciptakan efek kampanye.Namun demikian temuan yang
berkaitan dengan hal-hal pendorong kesuksesan kampanye tampaknya lebih
luas dan mendalam.
Dalam hasil temuan dan analisis ini, Penulis dalam membatasi masalah
dan menekankan pada model kampanye Difusi Of Innovation yang dalam
penelitian di terapkan beberapa tahap seperti tahap Informasi, tahap persuasif,
tahap penerimaan keputusan dan tahap evaluasi.
1 Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 129
60
1. Penggunaan Media dalam Kampanye (Tahap Informasi)
a. Baligho Besar
Baligho besar ini merupakan media kampanye terbesar yang
dimiliki oleh PARMA pada kampanye PEMIRA 2010 kemarin.
Ukurannya 9 x 12 M dengan panjang baligho 9 meter dan lebarnya
mencapai 12 meter. Anggaran yang dihabiskan oleh media ini juga
sangat fantastis mencapai Rp. 1.500.000.baligho ini terbuat dari kain
putih rumah sakit yang kemudian di laundry dan dijahit sepanjang ukuran
yang telah ditentukan.2
Baligho ini merupakan salah satu dari tradisi kampanye PARMA
dimana setiap calon presiden yang menjadi perwakilan partai bersama
tim suksesnya dan para simpatisan harus mengecat secara bersama-sama
selama beberapa hari untuk membuat sebuah baligho yang besar dan
mampu dilihat dari berbagai sudut.
Selain itu, penempatan baligho tersebut ditempat strategis menjadi
salah satu kelebihan media ini agar dapat terlihat dari manapun. Ini
merupakan strategi dalam memanfaatkan media yang sangat efektif,
media publikasi ini sangat besar sehingga semua pandangan mahasiswa
akan tertuju pada baligho tersebut. Kontinuitas juga tentunya
mempengaruhi khalayak ketika setiap harinya mahasiswa harus melihat
baligho tersebut selama masa kampanye.
2 Wawancara dengan Dhani Permadi, Sekretaris Jendral DPP PARMA Periode 2010-
2011 pada tanggal 17 Januari 2013
61
b. Spanduk
Spanduk berukuran 1 x 4 meter sebanyak 8 buah.Terlihat dalam
spanduk ini kandidat Presiden BEM UIN Jakarta yaitu M. Fadly.Beliau
mengenakan baju batik berwarna biru keabua-abuan dan tertera logo
PARMA.Dominasi warna dalam spanduk ini adalah hijau muda dengan
pesan tulisan “meneruskan Perjuangan Berdasarkan Aspirasi
Mahasiswa”.
c. Stiker
Stiker bergambar sama seperti didalam spanduk dicetak kurang dari
200 eksemplar. Stiker ini saat kampanye ditempel dan disebar ditempat-
tempat yang dianggap strategis. Para tim sukses biasanya ikut menyebar
stiker ke berbagai penjuru UIN Jakarta dan bukan hanya itu stiker ini juga
disebarkan ke berbagai mahasiswa yang mereka temui.
Stiker merupakan media komunikasi PARMA yang paling tidak
efektif karena penempatan stiker ditempat-tempat yang kurang tepat
sehingga mengganggu keindahan dan kenyamanan dari seluruh civitas
akademika UIN Jakarta.
Stiker merupakan media praktis digunakan karena ukurannya stiker
yang kecil dan ringan akan tetapi jika penggunaan stiker dilakukan secara
tidak tepat maka akan merusak keindahan lingkungan dalam hal ini stiker
dirasakan tim sukses merupakan media yang kurang efektif dalam
kampanye
.
62
d. Riset Survey
Survey mengenai kecendrungan mahasiswa ini dibuat untuk
memetakan bagaimana mahasiswa UIN Jakarta mengenal kandidat
Presiden BEM UIN Jakarta yaitu M. Fadly.Dalam survey ini terdapat 9
pertanyaan mengenai kandidat dimana pertanyaan yang paling esensial
adalah apakah anda mengenal sosok M. Fadly.Dari pertanyaan ini dapat
dipetakan kecenderungan mahasiswa UIN Jakarta dalam memilih M.
Fadly.
Survey dibagikan secara acak dan melalui koordinator fakultas dan
ada tim yang menjelaskan tentang survey ini. Hal ini dilakukan karena
tidak semua mahasiswa mengenal sosok M. Fadly pada PEMIRA
2010.Survey ini juga untuk dapat memperkenalkan sosok M. Fadly.
Selain alasan untuk mengetahui sosok mereka, survey ini
menampung aspirasi apa yang menjadi harapan mereka kepada sang
presiden yang baru nanti, sehingga informasi itu sangat dibutuhkan oleh
para kandidat dalam mengatur strategi dan publikasi sehingga kegiatan apa
yang bisa dilakukan dari saran mahasiswa.
e. Bulletin
Bulletin ini merupakan media publikasi yang menyatu dengan
survey yang berbentuk selebaran. Bulletin tersebut dibagikan dan disebar
ke seluruh mahasiswa satu paket dengan survey yang ada sehingga bila
dilihat dibagian depan selebaran terdapat survey dan dibagian belakang
terdapat bulletin yang berupa tulisan dari M. Fadly.
63
Bulletin sangat membantu informasi mahasiswa dalam mengisi
survey, karena ketika mengisi survey maka pada bagian belakangnya
mereka akan melihat tulisan dari M. Fadly. Sehingga tulisan tersebut akan
memperkenalkan sosok M. Fadly selaku kandidat presiden BEM UIN
Jakarta.
f. Komunikasi Telepon Seluler
Komunikasi telepon seluler ini merupakan media yang memiliki
kontribusi yang besar dalam kemenangan PARMA pada PEMIRA 2010.
Anggaran dana yang disediakan untuk komunikasi inipun mencapai Rp.
5.000.000 karena memang ini adalah pemanfaatan media komunikasi yang
berjalan dengan baik. Dalam pemilu raya kemarin PARMA memiliki
koordinator untuk setia jurusan maupun fakultas.
Teknisnya pemanfaatan media ini adalah PARMA memberikan
pulsa untuk setiap koordinator jurusan pada konsolidasi akbar dua hari
sebelum pemilihan sehingga setiap koordinator jurusan diberikan pulsa
sebesar Rp. 50.000. sehingga untuk setiap mahasiswa dapat menerima dua
sms. Pertama dari koordinator jurusan dan kedua dari koordinator
fakultas.Dan yang membedakan tradisi sms kemarin adalah adanya strategi
pertanyaan melalui sms.Anda bertanya saya menjawab.Anda bertanya
PARMA menjawab.Contoh anda bertanya mengapa anda harus memilih
PARMA maka PARMA memberikan jawaban dari pertanyaan
64
tersebut.Dan ini dilakukan setiap hari selama masa kampanye sebelum
pemilihan.3
2. Kampanye PARMA dalam Pemilu Raya 2010 (Tahap Persuasi)
Kampanye pada hakikatnya adalah tindakan komunikasi yang
bersifat goal oriented. Pada kegiatan kampanye selalu ada tujuan yang
hendak di capai. Pencapaian tujuan tersebut tentu saja tidak dapat
dilakukan melalui tindakan yang sekenanya, melainkan harus didasari
pengorganisasian tindakan secara sistematis dan strategis.
Dalam praktik kampanye, kesuksesan seseorang melakukan
kampanye akan sangat tergantung pada kredibilitas pelaku kampanye.
Kredibilitas itu sendiri memiliki beberapa aspek antara lain adalah:
keterpecayaan, keahlian, daya tarik dan tentunya adalah faktor
pendukung lain seperti keterbukaan, ketenangan dan kemampuan
bersosialisasi.4
Tabel 4.1. Kredibilitas Pelaku Kampanye
ASPEK KARAKTERISTIK Keterpercayaan Kaitannya dengan moralitas (bukan dengan kemampuan),
kejujuran, ketulusan, bikak, adil, memiliki sikap terpuji,
kepedulian, dan tanggung jawab sosial, serta memiliki
integritas pribadi
Keahlian Tingkat pendidikan, kecerdasaan, wawasan yang luas,
penguasaan keterampilan dan pengalaman
Daya tarik Daya tarik fisik dan daya tarik psikologis
3 Wawancara dengan tim sukses kandidat PARMA untuk BEM UIN Sirajuddin Arridho
pada tanggal 19 Januari 2013 4 Heryanto, Gun Gun & Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, (Ciputat : Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 86
65
Faktor pendukung lainnya Keterbukaan (extroversion), ketenangan (composure), dan
kemampuan bersosialisasi (Socialbility)
Meski intinya kampanye adalah persuasi, namun tindakan persuasif
dalam kampanye PARMA berbeda dengan tindakan persuasif perorangan.
Sekurang-kurangnya ada empat aspek dalam kegiatan kampanye PARMA yang
tidak dimiliki oleh Partai Lainnya yakni:5
a. Kampanye secara sistematis berupaya menciptakan “tempat” tertentu
dalam pikiran khalayak tentang kandidat atau gagasan yang disodorkan
oleh PARMA
b. Kampanye berlangsung dalam berbagai tahap mulai dari menarik
perhatian khalayak, menyiapkan khalayak, hingga akhirnya mengajak
mereka melakukan tindakan nyata.
c. Kampanye juga mendramatisasi gagasan-gagasan yang disampaikan
khalayak dan mengundang mereka untuk terlibat baik secara simbolis
maupun praktis, guna mencapai tujuan kampanye PARMA
d. Kampanye juga secara nyata menggunakan kekuatan media massa
dalam upaya menggugah kesadaran hingga mengubah prilaku khalayak.
3. Perencanaan Kampanye PARMA (Tahap Penerimaan Keputusan)
Kampanye seperti sebuah perjalanan, yang dimulai dari satu titik
dan berakhir pada titik yang lain. Untuk sampai pada titik tujuan maka
orang harus bergerak ke arah yang tepat. Disini orang memerlukan peta
yang dapat memandu dan menunjukan arah yang harus ditempuh agar
sampai ke tujuan.6
Tidak bisa tidak, perencanaan merupakan tahap yang harus
dilakukan agar kampanye dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Tim
perencana kampanye PARMA merumuskan perencanaan kampanye
5 Wawancara dengan Wahyudin, Ketua Umum DPP PARMA Periode 2010-2011 pada
tanggal 12 September 2013 6 Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 143
66
berdasarkan lima pertanyaan sederhana yaitu: apa yang ingin dicapai?
Siapa yang akan menjadi sasaran? Pesan apa yang akan disampaikan?
Bagaimana menyampaikannya? Bagaimana mengevaluasinya?7
Kelima pertanyaan tersebut dapat dituangkan kedalam tahap-tahap
perencanaan, yakni:
Bagan 4.1 Tahap Perencanaan Kampanye PARMA
4.
ANALISIS
PESAN
STRATEGI
TAKTIK
WAKTU
SUMBER DAYA
EVALUASI
TINJAUAN
4. Kampanye PARMA dalan Pemilu Raya 2010 (Tahap Evaluasi)
Evaluasi kampanye diartikan sebagai upaya sistematis untuk
menilai berbagai aspek yang berkaitan dengan proses pelaksanaan dan
pencapaian tujuan kampanye. Dari definisi tersebut dapat diperoleh
gambaran bahwa evaluasi kampanye tidak hanya dilakukan pada saat
kampanye berakhir, namun juga ketika kampanye tersebut masih
berlangsung. Definisi tersebut juga menunjukan adanya dua aspek pokok
yang perlu diperhatikan dalam melakukan evaluasi, yakni bagaimana
7 Wawancara dengan M. Nida Fadlan, BAPPILU DPP PARMA Periode 2010-2011 pada
tanggal 13September 2013
ANALISIS TUJUAN
67
kampanye dilaksanakan dan apa hasil yang dicapai sebagai konsekuensi
pelaksanaan program tersebut.8
Dalam pelaksanaan pesta politik di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta juga terdapat saat kampanye terbuka dan kampanye tertutup yang
semua telah disusun rapih oleh KPU UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pembagian haripun dipisahkan agar partai politik kampus yang
melakukan kampanye dapat dengan leluasa menunjukan kreativitas dari
masing-masing partai.9
Untuk mengetahui sukses tidaknya kampanye yang
diselenggarakan, PARMA melakukan proses pengecekan langsung
dilapangan melalui Tim Badan Pemenangan Pemilu (BAPPILU)
PARMA. Rincian evaluasi PARMA sebagai berikut :
Tabel 4.2. Evaluasi Kampanye Politik
Jenis Evaluasi Definisi / Tujuan Contoh Pertanyaan
Formatif
Mengukur kekuatan dan
kelemahan bahan, serta
strategi kampanye sebelum
atau selama pelaksanaan
kampanye.
Bagaimana khalayak
sasaran kampanye
memikirkan isu?
Pesan apa yang
berhasil dan pada
khalayak mana?
Siapakah pembawa
pesan terbaik?
Proses
Mengukur efek dan hasil
langsung kampanye
Meneliti pelaksanaan
kampanye dan sejauh
mana keberhasilan
kegiatan yang dilakukan.
Berapa banyak bahan
yang sudah di
keluarkan?
Apa yang telah diterpa
kampanye?
Berapa banyak orang
8 Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 210
9 Wawancara dengan Wahyudin, Ketua Umum DPP PARMA Periode 2010-2011 pada
tanggal 12 September 2013
68
yang telah diterpa?
Efek
Mengukur efek dan
perubahan yang timbul
dari kampanye
Menilai hasil pada
populasi sasaran atau
komunitas yang terjadi
sebagai akibat strategi dan
kegiatan kampanye.
Apakah telah terjadi
perubahan perilaku?
Dampak Berusaha menentukan
apakah kampanye
menyebabkan efek.
Apakah prilaku telah
menimbulkan hasil yang
diharapkan?
Sumber: TIM Badan Pemenangan Pemilu (BAPPILU) PARMA
B. Analisis Model Kampanye PARMA dalam Pemilu Raya 2010
1. Penggunaan Media dalam Kampanye (Tahap Informasi)
a. Baligho Besar
Gambar 4.1
sumber: BAPILLU DPP PARMA Periode 2009-2010
Baligho besar merupakan salah satu media komunikasi yang paling
mendapatkan sorotan pada PEMIRA 2010 di UIN Syarif Hidyatullah.Ini
dikarenakan ukurannya yang paling besar diantara media kampanye
lainnya.Diantara semua baligho yang dipasang di UIN Syarif
Hidayatullah.Baligho besar ini yang mendominasi semua media
komunikasi yang digunakan oleh partai lainnya.Pemasangan serta
penempatan baligho besar ini dipasang sangat strategis.
69
Baligho yang besar selalu terlihat sehingga setiap keluar masuk
kampus akan melihat baligho tersebut sehingga menghasilkan kontinuitas
pandangan masyarakat yang menghasilkan persepsi mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah. Salah satu persepsi mahasiswa dengan adanya baligho ini
adalah eksistensi dan kebesaran dari Partai Reformasi Mahasiswa
(PARMA). Anggaran yang dihabiskan pada pemanfaatan media baligho
besar ini mencapai satu juta lima ratus ribu sehingga ini merupakan
anggaran terbesar dari seluruh alat media kampanye. Hal ini menunjukkan
adanya pendanaan yang luar biasa kepada PARMA dalam kampanye
tersebut.
Pendanaan tentunya mempengaruhi media yang digunakan saat
kampanye dan tentunya akan berpengaruh pada efektifitas penggunaan
media.
Semakin besar dana yang dimiliki maka semakin besar dan
berkualitas pula media yang dapat digunakan pada kampanye. Baligho
besar ini menunjukan bahwa PARMA memiliki kesiapan yang matang
dalam pemanfaatan media yang didukung oleh pendanaan yang sangat
besar.
Sesuai dengan data dan skala tingkat dalam factor yang
menentukan kesuksesan kampanye bahwa anggaran dana memiliki
konstribusi yang cukup penting dalam memenangkan pasangan Calon
Presiden.10
10
Gun Gun Heryanto, Handout Perkuliahan mata kuliah Komunikasi Politik, (Jakarta:
Homemade, 2009) materi 9, h.5
70
Hal ini tentu menjadi seleksi media dalam kampanye melihat
ukuran baligho yang begitu besar dan penempatan baligho besar ini
ditempat yang strategis sehingga mampu menjangkau khalayak dalam
berbagai sudut inipun menjadi tolak ukur dalam pemilihan seleksi media
tentang perhitungan jangkauan.11
Oleh karena itu dalam kampanye
menjadi hal yang sangat penting memiliki asupan dana yang banyak,
karena sebuah strategi kampanye maupun publisitas tidak akan berjalan
tanpa didukung adanya dana yang mencukupi untuk menghandel semua
fasilitas yang dibutuhkan saat kampanye.
b. Spanduk
Gambar 4.2
Sumber: BAPILLU DPP PARMA Periode 2009-2010
Spanduk merupakan media komunikasi yang dimanfaatkan pada
kampanye untuk publikasi secara langsung kepada khalayak.Langsung disini
maksudnya bahwa spanduk sebagai media kampanye dapat memberikan pesan
melalui tulisan yang terlihat langsung oleh khalayak.Media spanduk digunakan
PARMA karena media ini sering digunakan pada kampanye sebelumnya.
11
Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 90
71
Media komunikasi spanduk merupakan media yang strategis
digunakan karena dapat terlihat darai berbagai sudut seperti pinggiran ataupun
tengah jalan dan ditaman tiap-tiap fakultas.Serta pemasangan spanduk harus
ditempatkan diwilayah yang banyak dilihat mahasiswa.
Selain itu, tulisan yang terpampang didalam spanduk besar sehingga
memudahkan orang untuk membaca pesan kampanye yang ada
didalamnya.Pesan yang terdapat dalam spanduk “Meneruskan Perjuangan
Berdasarkan Asprirasi Mahasiswa”.Pesan ini merupakan tehnik propaganda
Plain Folks yaitu tehnik propaganda seperti himbauan yang mengatakan bahwa
pembicara berpihak kepada mahasiswa dalam usaha bersama yang
kolaboratif.12
c. Stiker
Gambar 4.3
Sumber: BAPILLU DPP PARMA Periode 2009-2010
Stiker merupakan media kampanye yang praktis digunakan.Karena
dapat ditempel dimanapun dan kapanpun kecuali ditempat-tempat yang
memiliki larangan penempelan stiker.Dari semua media kampanye yang
digunakan menurut Sabir Laluhu mantan ketua BEM FIDKOM periode 2010-
12
Gun Gun Heryanto, Handout Perkuliahan mata kuliah Komunikasi Politik, h. 4
72
2011 stiker merupakan media kampanye yang paling tidak efektif digunakan
karena jumlah sedikit dalam publikasi.
d. Riset Survey
Riset survey merupakan media kampanye yang sangat baik untuk
dimanfaatkan karena riset survey mampu memberikan pemetaaan dan
kecenderungan mahasiswa terhadap kepercayaan mereka kepada calon.Dari
riset survey ini partai dapat memprediksi tingkat kredibilitas mahasiswa
terhadap partainya dan calon yang diusungnya.
Survey ini dapat membuktikan apakah mahasiswa masih mempunyai
kepercayaan untuk memilih calon yang diusung dari partai tersebut atau
tidak.Kemudian setelah survey dikumpulkan maka akan ditemukan hasil
tentang kecenderungan mahasiswa, sehingga hasil tersebut dapat memberikan
gambaran kepada partai tentang langkah-langkah politik yang akan diambil
selanjutnya.
Apabila memang ternyata berdasarkan hasil pemetaaan survey posisi
partai tidak aman maka partai akan mengupayakan langkah-langkah politiknya
bernegoisasi seperti melakukan koalisi ataupun konfederasi untuk memperoleh
kemenangan dalam pemilihan umum dan upaya dalam kampanye dan
publisitaspun harus lebih giat. Namun apabila hasil survey menunjukan bahwa
partai tersebut berada pada posisi yang aman langkah politik seperti koalisi
ataupun konfederasi tidak perlu dilakukan.
Pemanfaatan media kampanye melalui riset survey ini bukan hanya
melihat kecenderungan kredibilitas capres yang diusung partai akan tetapi
dalam riset survey ini PARMA juga ingin melihat harapan mahasiswa UIN
73
Syarif Hidayatullah kepada capres yang nantinya akan terpilih sehingga hal ini
menjadi informasi yang menarik dalam menyampaikan pesan-pesan kampanye.
Pada riset survey yang dilakukan PARMA pada PEMIRA 2010 kemarin
hasilnya bahwa darijumlah kuesioner yang dikembalikan hamper seluruhnya
mengenal M. Fadly.13
Berdasarkan hasil survey untuk harapan mahasiswa terhadap calon
presiden yang nanti akan terpilih adalah menuntut fasilitas mahasiswa dan
mampu mengembangkan skill melalui minat, hobi, dan bakat dalam berbagai
aspek melalui kegiatan kemahasiswaan. Tentunya harapan yang dituliskan
mahasiswa dalam survey ini dapat menjadi senjata PARMA dalam
kampanyenya melalui pesan-pesan yang ditulis pada media kampanye.
Sehingga apa yang menjadi harapan mahasiswa akan diangkat melalui pesan
kampanye PARMA bahwa mereka mampu mewujudkan apa yang diinginkan
mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pesan-pesan ini merupakan bagian yang dikonstruksi oleh PARMA
yang menjadi harapan mahasiswa berdasarkan survey yang dilakukan sehingga
ia mengangkat pesan tersebut menjadi pesan kampanye melalui media
kampanye. Pesan kampanye sesuai dengan metode persuasi Pay Off dan Fear
Arousing.Metode Pay Off (Rewarding) yaitu mengiming-imingi dengan hal
yang menguntungkan atau memberi harapan-harapan yang baik.Fear Arousing
(Punishment) adalah menakuti-nakuti atau mengambarkan konsekuensi yang
13
Wawancara dengan tim sukses kandidat PARMA untuk BEM UIN M. Fadly Sirajuddin
Arridho pada tanggal 19 Januari 2013
74
buruk.14
Seperti hal yang dilakukan oleh PARMA memberikan iming-iming
dalam kampanyenya.
Riset survey memberikan banyak manfaat dalam kampanye politik.Ia
dapat membantu seorang calon kandidat untuk menentukan apakah ia dapat
turut dalam pemilihan atau tidak. Ia dapat memberikan gambaran tentang
besarnya tugas pemilihan, dana yang diperlukan untuk merubah
mengidentifikasi atau dukungan kepada sang kandidat.
Survey dapat menggambarkan secara akurat komponen-komponen
demografik pada lingkungan politik, khususnya sika subkelompok-sub
kelompoknya mengenai berbagai masalah.Ia dapat menjelaskan masalah yang
mana yang penting bagi berbagai kelompok, dan yang mana berkaitan dengan
masalah-masalah lain, dan masalah-masalah mana yang penting atau secara
potensial penting dalam menentukan bagaimana seseorang akan memberikan
suaranya.15
e. Bulletin
Bulletin adalah media kampanye yang disatukan oleh survey yang
merupakan ide dari Tim Sukses PARMA untuk membuat sebuah selebaran
seperti bulletin ini M. Fadly menuliskan tentang coretan hatiku untuk sahabat,
teman, kawan, ikhwan, akhwat, kakak dn adik-adikku tercinta dengan kalimat
“menjadi bersama adalah awal, berjalan bersama adalah proses, bertahan untuk
bersama adalah proses. Jika kita berjalan bersama maka kesuksesan akan
datang dengan sendirinya”
14
Roudhonah, Ilmu Komunikasi. (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h.167 15
Arbold Stainberg, Kampanye Politik Dalam Praktek. (Jakarta: PT Intermasa, 1981), h.
278-279
75
Pesan ini dapat ditafsirkan siapapun kamu, warna apapun kamu, suku
apapun kamu, semester berapapun kamu, dan organisasi ekstra manapun kamu
apabila kita dapat menyatukan perbedaan tersebut maka akan muncul
kebersamaan, maka kita berjalan bersama, akan tetapi bila kita tidak berjalan
bersama maka tidak akan muncul keberhasilan dan PARMA terbuka terhadap
orang-orang yang berbeda dan mau menyatukan karena perbedaan yang ada
apabila disatukan akan menjadi sebuah kekuatan.16
Terlihat dari tulisan bahwa M. Fadly memakai retorika politik yang
sangat baik. Untuk kemampuan seorang kandidat capres bila didukung oleh
kecerdasan dan kemampuan dalam mengkonstruksi pemikirannya melalui
tulisan dapat memudahkan kampanyenya melalui media massa. Sesuai dengan
konsep teori tentang kredibilitas pelaku kampanye bahwa kemampuan kandidat
dapat meningkatkan kredibilitas berdasarkan keahliannya melalui aspek seperti
tingkat pendidikan, kecerdasan, wawasan yang luas, penguasaan keterampilan
dan pengalaman.17
Dari semua media yang digunakan dalam kampanye pemilihan BEM
Universitas Islam Negeri Syarif Hidaytullah Jakarta berikut adalah media yang
dianggap paling berperan dalam kemenangan PARMA :
Tabel 4.3.Peringkat Media yang Paling Berpengaruh dalam Kampanye
16
Wawancara dengan tim sukses kandidat PARMA untuk BEM UIN M. Fadly Sirajuddin
Arridho pada tanggal 19 Januari 2013 17
Antar Venus, Manajemen Kampanye, h.67
76
No Nama Media Kelebihan Kelemahan
1 Komunikasi
Telepon Seluler
Memiliki hampir semua
data mahasiswa
Komunikasi yang
dilakukan tidak terlihat
Praktis
Koordinasi lebih mudah
Memiliki pengaruh
yang mampu
menjangkau khalayak.
Tim kampanye harus
bekerja lebih keras
dalam
mengumpulkan data
Memiliki anggaran
dana yang sangat
besar
2 Riset Survei Mampu memetakan
kecendrungan
mahasiswa
Memberikan masukan
terhadap sistem dan
pesan kampanye
Dapat menjadi masukan
dalam menentukan
langkah politik
Tidak mampu
menjangkau seluruh
mahasiswa
Adanya keterbatasan
media terhadap
penyebarannya
Tidak mewakili
seluruh suara
mahasiswa
3 Baligho Besar Mampu menjadi media
publikasi yang paling
terlihat
Hampir menjangkau
seluruh mahasiswa
Menunjukan eksistensi
Partai
Membutuhkan dana
yang besar dalam
pembuatannya
Tenaga yang banyak
Waktu yang lama
4 Bulletin Mempublikasikan
kandidat beserta tulisan
kandidat
Mengangkat isu
kampanye dari kandidat
untuk mempengaruhi
mahasiswa
Praktis
Tidak mampu
menjangkau seluruh
mahasiswa
Mudah sobek dan
terbuang
5 Spanduk Mempublikasikan
kandidat di tempat-
tempat strategis
Dapat terlihat di jalan-
jalan dan pelataran
kampus
Tahan air
Merusak keindahan
lingkungan
Waktu pengerjaan
lebih lama
Membutuhkan ruang
yang lebih besar
6 Stiker Praktis
Mudah ditempel di
lokasi yang stategis
Tidak membutuhkan
ruang yang besar
Tidak mampu
menjangkau
mahasiswa secara
luas
Dalam
77
penempelannya
merusak keindahan
lingkungan sekitar
kampus
Sumber: Dept. LITBANG DPP PARMA 2009-2010
2. Faktor Pendukung Kesuksesan Dalam Kampanye
Dalam kesuksesan kampanye yang dimenangkan PARMA terdapat factor
pendukung yang menentukan kesuksesan kampanye sebagai berikut :
a. Adanya dukungan senior-senior PARMA dan HMI khususnya
merupakan spirit pertama di setiap melaksanakan tugas dalam
mengsukseskan sebuah acara.
b. Pendapatan kampanye yang cukup besar sehingga mampu
menganggarkan dan mendanai media-media publikasi dan segala biaya
operasional saat kampanye
c. Sumber daya manusia yang banyak dan bertanggung jawab dalam
melaksanakan tugas sebagai tim sukses.
d. Solidaritas dan kebersamaan para tim sukses mulai dari pengurus,
anggota bahkan simpatisan PARMA dalam mengkampanyekan capres.
e. Bimbingan dan arahan secara continue dari seluruh civitas akademika
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
f. Keunggulan mahasiswa/i UIN Syarif Hidayatullah dalam berorganisasi
merupakan bagian intergral yang tidak mungkin dapat dipisahkan dari
pelaksanaan kampanye.
78
g. Tingginya rasa kekeluargaan dan solidaritas keluarga besar Partai
Reformasi Mahasiswa.
h. Adanya rasa memiliki dan tanggung jawab pengurus Dewan Pimpinan
Jurusan, Fakultas dan Pusat Partai Reformasi Mahasiswa Periode 2010-
2011 untuk aktif dan produktif dalam melaksanakan tugas yang
diembannya.
i. Banyaknya ide kreatif dan inovatif dari setiap Pengurus Partai
Reformasi Mahasiswa di berbagai tingkatan.
j. Dukungan yang sangat besar PARMA dalam melaksanakan tugas
selama satu periode ini. Yang terbesar adalah dari mahasiswa/i yang
berantusias untuk bersama-sama memajukan dan menumbuh
kembangkan nama PARMA.
3. Faktor Penghambat Kesuksesan Dalam Kampanye
a. Keterbatasan sarana dan prasarana baik pengelolaan manajemen,
organisasi, administrasi maupun pemberdayaan pengurus serta
pembinaan dan pengembangan pengurus yang mau tidak mau sedikit
menghambat proses pencapaian sasaran dan tujuan.
b. Keterbatasan waktu, tenaga dan fikiran pengurus Dewan Pimpinan
Pusat Partai Reformasi Mahasiswa Periode 2010-2011
c. Garis koordinasi yang tidak jelas, sehingga sering meninggalkan Miss
antara satu dengan yang lainnya. Kurangnya informasi juga dapat
menghambat kinerja tim sukses.
d. Belum optimal eksistensi, fungsi dan peran komponen-komponen
sehingga belum nampak jelas kerjasama dan kekompakkan dalam usaha
79
mendukung, menyokong, mendorong dan membantu pesat
pertumbuhan Partai Reformasi Mahasiswa dalam merealisasikan
berbagai program.
e. Kesulitan dalam merangkul berbagai komponen dan warna mahasiswa
UIN Syarif Hidayatullah agar mau menyatukan pandangan dalam
memilih Calon Presiden BEM Universitas, sehingga pesan yang
diangkat saat kampanye adalah menyatukan perbedaan dan berjalan
bersama.
f. Kesulitan dalam membangun kedisiplinan anggota karena
kecenderungan teman-teman mahasiswa sudah antipasti terhadap
persoalan kampanye sehingga kendala itu muncul ketika memberikan
bentuk penyadaran kepada mereka.
g. Kesulitan dalam membangun citra kandidat calon presiden beserta
calon wakil presiden dalam menyakinkan mahasiswa terhadap
kredibilitas pasangan calon sehingga mereka memberikan dukungan.
4. Kecenderungan Penyelenggaraan Kampanye
Kecenderungan penyelengaraan kampanye PARMA dalam model-
model kampanye bersifat dua arah (bi-directional
campaign).Penyelenggaraan kampanye dalam konteks ini menyadari
keterbatasana media massa dalam mempengaruhi khalayak sasaran.
Karena itu pemanfaatan saluran komunikasi kelompok dan antar pribadi
sangat dipentingkan untuk mengoptimalkan pesan-pesan yang
disampaikan melalui media massa. Kampanye dua arah ini sering juga
disebut sebagai audience oriented campaign karena menekankan
80
pentingnya interaksi dan dialog dengan khalayak sasaran. Kampanye jenis
ini sangat menekankan pentingnya pemanfaatan pemuka pendapat yang
lewat jaringan komunikasinya diasumsikan mampu menyebarkan pesan-
pesan kampanye hingga tahap penerimaan pada khalayak sasaran.18
Dalam model kampanye yang dilakukan oleh PARMA
memanfaatkan saluran komunikasi kelompok dan komunikasi pribadi
untuk mengoptimalkan pesan kampanye.Dalam hal penggunaan media
kampanye seperti riset survey PARMA menggunakan media tersebut
untuk membaca kecenderungan khalayak terhadap kredibilitas calon
presiden dan membaca harapan khalayak terhadap calon presiden terpilih
nanti. Media survey membuat interaksi antara khalayak dengan calon
presiden sehingga terjadi komunikasi dua arah (bi-directional campaign).
Penyelengaraan kampanye juga menggunakan strategi Oriented
campaign dimana penyelenggara dalam konteks ini menyadari
keterbatasan media massa dalam mempengaruhi sasaran khalayak. Karena
itu, pemanfaatan saluran komunikasi kelompok dan antar pribadi sangat
dipentingkan untuk mengoptimalkan pesan-pesan yang disampaikan lewat
media massa.
18
Antar Venus, Manajemen Kampanye, h.75
80
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Model kampanye yang digunakan oleh Partai Reformasi Mahasiswa
(PARMA) dalam kampanye di pemilihan Badan Eksekutif Mahasiswa
(BEM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Pemilu Raya 2010 adalah
Baligho, Spanduk, Stiker, Survey, Bulletin dan Komunikasi telepon
Selular.
2. Penerapan Kampanye yang dilakukan oleh Partai Reformasi Mahasiswa
(PARMA) bersifat dua arah (bi-directional campaign). Penyelenggaraan
kampanye dalam konteks ini menyadari keterbatasan media massa dalam
mempengaruhi khalayak yang dalam hal in adalah mahasiswa UIN.
Untuk itu dalam proses kampanye PARMA menggunakan media-media
yang dapat bersifat dua arah seperti media Riset Survey dan Komunikasi
melalui Telepon Selular.
3. PARMA juga memanfaatkan saluran komunikasi kelompok dan antar
pribadi untuk mengoptimalkan pesan-pesan yang disampaikan lewat
media massa. Strategi ini disebut audience oriented campaign seperti
pada bulletin yang dikeluarkan oleh PARMA.
4. Beberapa kendala yang dihadapi Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA)
dalam menjalankan strategi kampanye adalah minimnya pendanaan
dalam pelaksanaan strategi, adanya sentimen antar partai dalam
81
pemasangan dan penempatan media kampanye, minimnya tenaga
profesional dan sumber daya manusia yang kurang memadai.
B. Saran
1. Keterbatasan waktu, tenaga, dan fikiran Dewan Pimpinan Pusat (DPP)
Partai Reformasi Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode
2009-2010 dapat diatasi dengan kerjasama dan pembagian tugas secara
jelas kepada seluruh anggota, perencanaan secara matang pra kampanye,
dan rasa tanggung jawab dari semua anggota tim sukses dalam
memenangkan Pemilu Raya.
2. Membuat garis koordinasi yang jelas agar tidak terjadi miss comunication
antara satu dengan yang lain serta mengefektifkan komunikasi antara
Dewan Pimpinan Pusat (DPP), Dewan Pimpinan Fakultas (DPF), dan
Dewan Pimpinan Jurusan (DPJ).
3. Partai Reformasi Mahasiswa diharapkan mampu melaksanakan strategi
marketing politik melalui saluran new media dan media cetak dalam
setiap pelaksanaan kampanye.
4. Partai Reformasi Mahasiswa diharapkan juga mampu mengatasi
keterbatasan sumberdaya manusia yang menjadi faktor penting dalam
kemajuan sebuah institusi.
5. Mengoptimalkan eksistensi, fungsi, dan peran komponen-komponen
serta kerjasama dalam mendukung, menyokong, mendorong dan
membantu pertumbuhan Partai Reformasi Mahasiswa dalam
merealisasikan program.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
AD/ART PARMA Periode 2009-2010
Ardianto, Elvinaro, dkk. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, (Bandung : Simbiosa
Rekatama Media, 2007)
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Buku Panduan Propesa 2010.
Bawazier, Fuad, Republik Keluh Kesah ( Jakarta : RMBooks, 2007)
Buku Saku Kampanye PARMA PEMIRA 2010. 2010
Geovanie, Jeffrie. Membela Akal Sehat ( Jakarta : RMBooks, 2008 )
Hidayat, Komaruddin & Haryono Yudhie. Manuver Politik Ulama ( Yogyakarta : Jalasutra,
2004)
Hidayati, Nurul, Metodologi Penelitian Dakwah dengan Pendekatan Kualitatif (Jakarta:UIN
Jakarta Press,2006), Cet ke 1, h.7
Heryanto, Gun Gun, Komunikasi Politik di Era Industri Citra, (Jakarta : Lasswell Visitama,
2010)
-------------------------, Handout Perkuliahan mata kuliah Komunikasi Politik, (Jakarta :
Homemade, 2009)
Heryanto, Gun Gun & Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, (Ciputat : Lembaga Penelitian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011)
Heryanto, Gun Gun & Irwa Zarkasy. Public Relations Politik, ( Bogor : Ghalia Indonesia,
2012)
Morrisan. Teori Komunikasi Massa, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2010)
Napitupulu, Burhanuddin. Harakiri Politik Tokoh Nasional & elit GOLKAR ( Jakarta :
RMBooks, 2007 )
Norman, K Denzin, dkk, Handbook Of Qualitative Research, Dariyanto dkk (edisi
terjemahaan Indonesia), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009).
Ruslan, Rosady. Kampanye Public Relations, (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 1997)
Rohim, Syaiful. Teori Komunikasi: Perspektif, Ragam, dan Aplikasi, (Jakarta : Rineka Cipta,
2009)
Roudhonah.Ilmu Komunikasi. (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2007),
Rozak, Abdul dan Ubaedillah. A, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani
(Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008)
Sandjaja, S. Djuarsa, dkk. Teori Komunikasi, (Jakarta : Penerbit Universitas Terbuka, 2005)
Stainberg, Arbold. Kampanye Politik Dalam Praktek. (Jakarta : PT Intermasa, 1981)
Sumadi, Suryabrata. Metodologi Penelitian, (Jakarta : CV Rajawali, 1993)
Venus, Antar. Manajemen Kampanye, (Bandung : Simbiosa Rekatman, 2004)
Zulkarimein Nasution, Komunikasi Politik Suatu Pengantar, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1990)
Sumber Internet
http://id.wikipedia.org/wiki/Malari diakses pada tanggal 19 April 2013 Jam 21.26
Partai Persatuan Mahasiswa (PPM) merupakan salah satu partai politik kampus yang
mengikuti PEMIRA 2010 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Artikel diakses pada 10
September 2013 pukul 21.00 WIB dari http://ppmku.wordpress.com/
Partai Intelektual Muslim Berdiri tahun 2000 di Universitas Islam Negeri Jakarta, Artikel
diakses pada 10 September 2013 pukul 21.15 WIB dari
http://pemirawatch.blogspot.com/2008/11/seputar-kelahiran-partai-intelektual.html
Transkrip Wawancara
Nama : Tb. Ace Hasan Syadzily (Presiden Ke-1 IAIN Jakarta)
Lokasi Wawancara : Gd. Nusantara V MPR/DPR Fraksi Partai GOLKAR
Tanggal : 22 Agustus 2013
Waktu : 17.30 WIB – 19.00 WIB
1. Apa alasan pemerintahan mahasiswa saat itu merubah sistem senat ke SG?
Pertama harus dilihat bahwa konteks pada saat itu mahasiswa telah berhasil
membangun sebuah basis gerakan untuk mahasiswa Indonesia sebagai bentuk dari
respon terhadap perkembangan situasi Indonesia. Jadi, harus diakui bahwa
pembangunan ORBA itu terkait dengan keberhasilan peran mahasiswa didalam
konteks perubahan politik yang terjadi di Indonesia pada saat itu.
Kenapa waktu itu mahasiswa begitu sangat kuat mendobrak sistem pemerintahan
ORBA yang begitu sangat menghegemoni sehingga peran-peran kelompok
civilsociety pada saat itu yang kritis pada pemerintahan benar-benar tertutup.
Sekalipun tembok itu begitu sangat kuat namun akhirnya tembok itu dapat jebol juga
dan sistem pemerintahan ORBA pada waktu itu telah berlangsung ditumbangkan dan
sistem pemerintahan mengalami perubahan atau transformasi dari otoriterian ke
demokratif, itu ditandai dengan sistem Pemilu Indonesia yang demokratif.
Sistem kemahasiswaan yang saat itu dikontrol oleh satu sistem organisasi
kemahasiswaan yang sangat dominan dikontrol oleh kekuatan sistem yang hegemoni.
Coba kamu bayangkan, sistem organisasi kemahasiswaan saat itu (SENAT dan
MPM) harus berkoordinasi dengan wakil rektor bidang kemahasiswaan dan semua
kebijakan-kebijakan kemahasiswaan harus mendapatkan izin darinya karena wakil
rektor bidang kemahasiswaan merupakan kontrol dari sistem pemerintahan ORBA.
Padahal salah satu diantara karakter mahasiswa itu kebebasan akademik, kalau
kebebasan akademik ini tidak dipupuk dari sejak awal, maka akan sulit bagi kita
untuk melahirkan mahasiswa yang benar-benar kreatif, berfikir visioner dan belajar
berorganisasi dengan baik. Sistem senat waktu itu tidak lebih dari upaya untuk
mengkrangkeng terhadap kebebasan akademik atau kebebasan mahasiswa itu untuk
menentukan dan membangun sebuah organisasi.
Sistem pemerintahan saat itu menganut konsep trias politica dimana didalam
sistem kelembagaan mahasiswa terdapat Eksekutif yang direpresentasikan pada
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Legislatif dengan Lembaga Perwakilan Rakyat
(LPM), dan yudikatif yang direpresentasikan oleh Mahkamah Mahasiswa. Semua
sudah memiliki pembagian kekuasaan yang jelas. Saat itu mahasiswa hanya ingin
penentuan kebijakan mahasiswa ditentukan dari mahasiswa, oleh mahasiswa, dan
untuk mahasiswa.
2. Apa yang menjadi peran dan harapan HMI terhadap PARMA, karena PARMA
merupakan kepanjangan tangan HMI di dalam kampus?
Ya PARMA itu, kebetulan ketika saya menjadi Presiden Mahasiswa waktu itu
saya juga menjabat Ketua Bidang PTKP HMI Cabang Ciputat. Ketua Bidang PTKP
itu tugasnya adalah bagaimana agar kader-kader HMI itu bias mempengaruhi
terhadap kebijakan kemahasiswaan ditingkat perguruan tinggi, nah tugas-tugas ini tuh
harus jelas gitu dan tugas-tugas ini juga harus terukur.
Ukurannya adalah misalnya menjadikan kader-kader HMI ketua di organisasi-
organisasi intra. Nah selama ini, kita kan sebagai orang HMI itu, waktu itu ingin
meng-goalkan kader-kader HMI itu, HMI masuk saja kedalam kampus tapi ngga jelas
gitu kelompoknya kelompok mana nih, nah untuk mengidentifikasikan kejelasan
tentang semangat pengelompokan politik HMI maka kita bikin yang namanya partai
politik. Karena suasananya waktu reformasi maka kita namanya Partai Reformasi
Mahasiswa.
3. Lalu bagaimana tanggapan Kak Tb. Ace Hasan yang secara bersamaan juga
menjabat PTKP HMI Cabang Ciputat dan pendiri PARMA soal munculnya
gerakan-gerakan politik selain PARMA di HMI waktu itu?
HMI waktu itu tidak bias membatasi orang atau membatasi mahasiswa untuk
sama aspirasi politiknya. Jadi, oleh karena itu kita sampaikan bahwa pada saat itu ada
keinginan dari orang-orang untuk punya calon sendiri, ya silakan saja.
Tapi HMI-nya sendiri sebetulnya kan secara eksplisit itu tidak menyebutkan
PARMA ini sebagai partainya HMI. Tidak secara tertulis, karena HMI juga tidak bias
secara kelembagaan mendirikan partai politik. Ini adalah Idjtihat politik saya waktu
itu, waktu itu juga mendapat persetujuan dari teman-teman di cabang untuk sama-
sama mendirikan partai politik mahasiswa sebagai saluran wadah politik.
4. Misalkan ada sekelompok yang kalah dalam konvensi internal?
Itu biasa. Itu juga bagian dari perpolitikan mahasiswa, proses pembelajaran politik
juga Donni, nah itu lah bagian dari proses pembentukan-pembentukan politik pada
saat itu.
5. Terakhir Kak, saya adalah pengurus PARMA yang terakhir , karena ada
pendapat rektorat yang mengatakan bahwa “UIN ini adalah civitas akademika
bukan civitas politika” sebagai alasan untuk menghapus sistem student
government (SG), apakah ketika pendirian partai politik ada semacam legalitas
secara tertulis dari rektorat? Dan kemudian apa saran dari Kak Tb. Ace
terhadap gerakan mahasiswa saat ini?
Saya sih mengkritik juga apa namanya, istilah civitas politika! Loh kita tidak
ingin menjadi manusia politik pada saat itu, tetapi sebenarnya adalah berorganisasi
kita ingin membangun diri, membangun kekuatan organisasi itu bias memanage
konflik dan sebagainya. Akhirnya kita jangan memandang bahwa dengan berpartai
politik kita ingin berpolitik, justru dengan ini kita ingin belajar pendidikan politik dari
sejak awal.
Sekarang begini pertanyaannya, pertanyaan ini sederhana saja produk student
government itu kan bias dilihat yang mobilitasnya tinggi, seperti saya dan angkatan
dibawah saya seperti Ade Komaruddin atau angkatannya Hadi Mulyo. Kemudian
yang dibidang akademisnya seperti burhanuddin muhtadi itu kan tidak meninggalkan
akademisnya walaupun dia ada di sistem Student Government.
Kita akui, jangan punya asumsi bahwa rektorat itu tau segalanya, biar mahasiswa
sendiri yang menentukan sistem apa yang menurut mereka bagus. Namun saya tidak
pernah mengatakan bahwa sistem student government itu bagus, saya hanya ingijn
mahasiswa punya pola pikirnya sendiri.
Jakarta, 22 Agustus 2013
Tb. Ace Hasan Syadzily
Transkrip Wawancara
Nama : M. Ali Irfani (Ketua DPP PARMA Ke-1)
Lokasi Wawancara : Kemang Food Festival, Jl Kemang Raya Jakarta Selatan
Tanggal : 24 Agustus 2013
Waktu : 21.30 WIB – 22.15 WIB
1. Bagaimana sejarah berdirinya Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA)?
Saat itu pasca reformasi 1998 di Indonesia ikut mempengaruhi pergejolakan di
dalam kampus, dengan runtuhnya rezim Orde Baru maka sistem demokrasipun
tumbuh pada tataran sistem kemahasiswaan dengan terpilihnya Kak Tb. Ace Hasan
Syadzily melalui pemilihan langsung oleh mahasiswa akan tetapi belum berpartai.
Melihat kecenderungan IAIN di kuasai oleh organisasi ekstra kampus yaitu HMI,
PMII, dan IMM dan mulai berkotak-kotak perpolitikannya maka kak Tb. Ace Hasan
Syadzily saat itu melalui Majelis Permusyawaratan Mahasiswa mengodok sistem
pemilihan Student Government (SG) dengan mekanisme melalui partai politik.
Kemudian dari sana HMI berinisiatif membentuk Partai Reformasi Mahasiswa
(PARMA) pada tanggal 7 Maret 2000.
2. Apa dasar atau makna dari nama Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA)?
Kami membuat nama Partai Reformasi Mahasiswa saat itu memang karena saat
itu sedang momentum gerakan reformasi oleh mahasiswa, sehingga kami memilih
nama tersebut.
3. Bagaimana PARMA menarik simpati pemilih pada periode pertama sistem
Student Government?
PARMA saat itu mencoba menjadi partai terdepan dengan bukan saja hanya
melalui basis ideologis, namun mencoba memberikan warna baru era perpolitikan di
dalam kampus. Kami saat itu mencoba memperkenalkan PARMA melalui media
spanduk dan semacamnya kemudian selebaran-selebaran.
4. Bagaimana proses pemilihan langsung pertama di IAIN Jakarta (sekarang
UIN)?
Proses pemilihan saat itu tentunya belum berjalan dengan baik, karena baru
pertama kali IAIN melaksanakan pemilihan langsung melalui keterlibatan partai
politik kampus, namun setiap proses yang dilakukan selalu menjadi bagian dari
dinamika sebagai mahasiswa dan terus diperbaiki.
Jakarta, 24 Agustus 2013
M. Ali Irfani