model kolaborasi pembangunan kawasan perkotaan
TRANSCRIPT
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
169
MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN
PERKOTAAN : IMPLEMENTASI CAP DALAM PENATAAN
KAMPUNG AKUARIUM DI DKI JAKARTA
Sinta Eka Marlina1, Yusuf Fadli2 , Arif Ginanjar3
Universitas Muhammadiyah Tangerang
[email protected], [email protected], [email protected]
ABSTRAK
Keberadaan permukiman kumuh menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perkembangan sebuah
kota. Area perkampungan kumuh menyimpan beberapa problem seperti tingkat kepadatan
penduduk, kondisi bangunan, ventilasi, sanitasi, sampah, drainase, jalan lingkungan, penerangan
dan tata letak bangunan. Paradigma pembangunan urban senantiasa memposisikan permukiman
kumuh sebagai sebuah masalah sehingga perlu dihilangkan. Pendekatan tersebut justru seringkali
menimbulkan permasalahan baru yang berujung pada konflik antara pemerintah dan masyarakat. Di
DKI Jakarta, terdapat 445 RW yang memerlukan perhatian khusus untuk ditata, ini menandakan
bahwa permasalahan permukiman warga tersebut belum bisa terselesaikan, meskipun
kepemimpinan politik sudah silih berganti. Pada tahun 2017, pemerintah DKI Jakarta mulai
mencanangkan visi “Kota Lestari”, salahsatu hal yang ditempuh adalah dengan program penataan
kawasan kumuh. Melalui pola pembangunan inklusif dan kerja kolaborasi dari banyak pihak, maka
diharapkan penataan kampung kumuh tersebut akan menciptakan kampung yang layak huni dan
berkelanjutan. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktifis dengan pendekatan metode
kualitatif. Pendekatan ini digunakan untuk memahami bagaimana proses pembangunan berbasis
komunitas berjalan dan kerja kolaborasi antar aktor di lapangan dilakukan dalam penataan kampung
kumuh di DKI Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa model kolaborasi pemerintah dan
masyarakat dalam pelaksanaan Community Action plan (CAP) adalah dengan melakukan
perencanaan bersama-sama melalui pola diskusi dan negosiasi.
Kata Kunci: Permukiman Kumuh, Penataan Kampung, Kerja Kolaboratif, Kampung Akuarium
ABSTRACT The existence of slums is an inseparable part of the development of a city. Slum areas save a number
of problems such as the level of population density, building conditions, integration, sanitation,
waste, drainage, roads Environment, lighting and building layout. The urban development paradigm
always positions slums as a problem that needs to be eliminated. For those who have an interest in
society, and lead to conflicts between the government and the community. In DKI Jakarta, attended
by 445 RWs that require special attention to be arranged, this indicates that the settlements could
not be completed, while political negotiations have alternated. In 2017, the DKI Jakarta government
began to launch a vision of "Sustainable City", one of the things taken was the slum structuring
program. Through inclusive development patterns and collaborative work from many parties, it is
hoped that the arrangement of the slum will create a decent and livable village. This study uses a
constructive paradigm using qualitative methods. This recommendation is used to discuss how the
community-based development process and collaboration between actors in the field are carried out
in the arrangement of slums in Jakarta. The results of this study indicate that the collaboration
model between the government and the community in implementing the Community Action Plan
(CAP) is by planning together through discussion and negotiation patterns.
Keywords: Slum Settlement, Kampung Arrangement, Collaborative Work, Aquarium Kampung
PENDAHULUAN
Urgensitas penataan kampung yang merupakan tempat tinggal bagi
masyarakat urban menjadi salah satu hal yang fundamental dalam pembangunan
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
170
berkelanjutan suatu negara. Masalah tempat tinggal sering kali menjadi pemicu
yang menimbulkan masalah-masalah sosial lainnya, sehingga sebagai pembuat
kebijakan pemerintah tidak boleh mengabaikan problem mengenai tempat tinggal
tersebut. Perubahan paradigma dalam proses pembangunan yang pada awalnya
lebih bersifat Top Down dan sekarang mulai mengarah kepada pembangunan yang
mengedepankan keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pembangunan.
Di Indonesia ketersediaan permukiman yang layak menjadi permasalahan
krusial pada setiap era pemerintahan khususnya di kota-kota besar semisal Medan,
Jakarta, Bandung, Surabaya dan Makasar permukiman kumuh menjadi
pemandangan umum yang dapat dilihat oleh siapapun (DetikFinance, 2013).
Provinsi DKI Jakarta merupakan pusat pemerintahan, ekonomi, perdagangan dan
jasa, sehingga menjadi magnet kuat bagi banyak pihak untuk mengadu dan
menggantungkan masa depannya. Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statisik)
Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2015, DKI Jakarta memiliki jumlah penduduk
mencapai 10,18 juta jiwa. Kemudian pada tahun 2016 meningkat menjadi 10,28
juta jiwa, dan bertambah menjadi 10,37 juta jiwa pada 2017. Artinya, dalam dua
tahun terkahir jumlah penduduk di DKI Jakarta bertambah 269 jiwa setiap hari atau
11 orang per jam (Datakata, 2018). Dampaknya kemudian adalah gelombang
urbanisasi besar-besaran dari desa menuju Kota Jakarta, tentunya hal ini
meninggalkan tantangan-tantangan baru bagi Jakarta, Salahsatu contohnya di
bidang permukiman.
Urbanisasi berimplikasi kepada tingginya tingkat permintaan hunian, akan
tetapi di satu sisi daya tampung kota sudah sangat terbatas, sehingga pilihan yang
tersedia bagi masyarakat urban khususnya yang tidak mampu untuk bisa mengakses
hunian yang layak dan terjangkau tidak terlalu banyak. Pada akhirnya, selama
berpuluh tahun mereka terpaksa menempati tanah-tanah yang secara hukum adalah
“illegal” karena berstatus milik “negara”, seperti di bantaran sungai, daerah resapan
air, pinggiran rel kereta sebagai tempat hunian. Secara berproses permukiman
tersebut berkembang dalam format yang tidak ideal karena disertai dengan beragam
permasalahan sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, kesehatan, lingkungan dan
rendahnya kualitas hidup. Pada perjalanannya nanti, kelas masyarakat ini menjadi
sangat rentan menjadi korban arogansi kekuasaan yang mengatasnamakan negara
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
171
kemudian merasa berhak untuk menggusur paksa bangunan-bangunan yang
dianggap tidak lagi sejalan dengan arah perkembangan sebuah kota modern.
Jakarta di bawah kepemimpinan Anies Baswedan memiliki visi
pembangunan Jakarta Kota Lestari, untuk mewujudkannya terdapat tiga hal yang
akan ditempuh, yaitu meliputi penataan kawasan permukiman, penyediaan ruang
terbuka hijau, dan pengelolaan lingkungan hidup (RPJMD DKI Jaakarta, 2018).
Dalam hal penataan permukiman, secara legal formal dituangkan melalui Peraturan
Gubernur Nomor 90 tahun 2018 Tentang Peningkatan Kualitas Permukiman Dalam
Rangka Penataan Kawasan Permukiman Terpadu. Berdasarkan hasil kajian yang
dikeluarkan oleh BPS Provinsi DKI Jakarta menunjukkan: 75 RW (14%) masuk
dalam kategori tidak kumuh sedangkan 445 RW (86%) masuk dalam kategori
kumuh, dengan perincian: 15 RW (3,37%) kumuh berat, 99 RW (22,25%) kumuh
sedang, 205 RW (46,07%) kumuh ringan, dan 126 RW (28,31%) kumuh sangat
ringan. Pemerintah DKI Jakarta kemudian mengembangkan pola pembangunan
berbasis komunitas, di mana pemerintah berupaya untuk mengikutsertakan
berbagai pihak kelompok masyarakat untuk terlibat aktif dalam mewujudkan Kota
Lestari.
Terdapat tiga fase dalam penataan permukiman kumuh ini, pelaksanaan
Community Action Plan (CAP) yang merupakan suatu program yang turut serta
mendorong terciptanya koordinasi dan kolaborasi dari berbagai pihak di lingkungan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta serta para stakeholders, yang selanjutnya menjadi
acuan keberlanjutan Program Penataan Kawasan. Fase kedua adalah Collaborative
Implementation Program (CIP) yang Merupakan langkah lanjutan untuk
merealisasikan konsep CAP yang telah disusun. Proses CIP dilakukan melalui
pembangunan fisik dan pemberdayaan masyarakat yang partisipatif, antara lain
dengan land consolidation. Dan ketiga, program monitoring dan evaluasi yang
merupakan upaya untuk menjaga keberlanjutan program penataan kawasan, yang
hasil rekomendasinya diharapkan dapat menjaga keberlanjutan program tersebut.
Kolaborasi pemerintah dalam pelaksanaan program Community Action Plan
(CAP) untuk melakukan penataan kawasan perkotaan berbasis partisipasi
masyarakat ini dimaksudkan agar terciptanya harmonisasi antara pemerintah dan
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
172
masyarakat dalam membangun peradaban urban untuk menjadikan kampung
kumuh sebagai tempat tinggal yang layak bagi masyarakat marginal Jakarta.
Melalui program Community Action Plan (CAP) warga marginal Jakarta
melakukan perencanaan bersama-sama dengan beberapa pegiat Non Goverment
Organization dan juga pemerintah DKI Jakarta untuk membuat dokumen CAP
sebagai acuan penataan kampung yang terindikasi kumuh.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini akan diarahkan untuk menggunakan metode kualitatif dan
studi kasus dalam menganalisa model penataan kampung kumuh berbasis
masyarakat. Penelitian kualitatif merupakan tradisi dari konstruktifisme dengan ciri
khas pemaknaan subjektif dalam menganalisa realitas sosial. Penelitian studi kasus
bersifat untuk menyelidiki konteks sosial yang tidak terlihat secara tegas sehingga
perlu untuk melihat data dari berbagai sumber melalui proposisi teoritis yang
dikembangkan sebelumnya (Yin 2003). Lokasi penelitian ini dilakukan di
Kampung Akuarium Jakarta Utara. Pemilihan lokasi ini karena daerah tersebut
termasuk kedalam prioritas dari program penataan kampung kumuh di DKI Jakarta.
Selain itu, keterlibatan masyarakat, lembaga non pemerintah dan institusi
pemerintah sudah berlangsung.
Data penelitian yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder yang
relevan. Data primer dikumpulkan melalui wawancara mendalam (in-depth
interview), rembug warga dan observasi. Pengumpulan data sekunder didapatkan
melalui media social, arsip, peta, laporan/penelitian terdahulu dan laporan instansi
pemerintah yang mendukung penelitian. Beberapa langkah awal yang dilakukan
peneliti adalah dengan menyiapkan alat bantu penelitian, alat tulis, alat perekam,
pengurusan perizinan penelitian, pedoman wawancara dan observasi. Penelitian ini
menggunakan teknik trianggulasi sumber data, yakni melalui cek data silang (cross-
check) dan cek ulang pada sumber data yang sama (re-check). Data kualitatif akan
dianalisa dengan mengelompokkan informasi berdasarkan jawaban yang sudah
diberikan oleh responden. Pengelompokan data ini didasarkan pada upaya untuk
menjawab pertanyaan penelitian.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
173
KERANGKA TEORI
Dalam penelitian ini teori yang digunakan adalah Community Development
dan Collaborative Government. Community Development didefinisikan sebagai
gerakan sosial yang fokusnya pada pembangunan desa di negara-negara
berkembang di mana pada penerapannya gerakan sosial ini diawali dengan upaya
dari masyarakat yang diintegrasikan dengan otoritas pemerintah guna
meningkatkan kondisi ekonomi, sosial dan budaya masyarakat sehingga
masyarakat dapat terintegrasi ke dalam kehidupan nasio dan dapat meningkatkan
kontribusinya dalam kemajuan nasional (Irwansyah, 2019).
Community development juga dapat diartikan sebagai jaringan actor yang
terlibat dalam kegiatan melalui asosiasi di suatu tempat (Wilkinson, 1991).
Terdapat beberapa poin penting untuk ditekankan dalam definisi ini. Pertama,
definisi ini terbatas kepada "komunitas tempat" daripada "komunitas kepentingan".
Terfokus pada hubungan sosial yang ditentukan oleh wilayah bukan hanya oleh
minat. Contoh dari "komunitas kepentingan" adalah sekelompok orang yang
memiliki hobi atau minat yang sama. Sedangkan komunitas tempat termasuk
sekelompok orang yang memiliki kepentingan bersama terkait dengan wilayah atau
tempat tinggal. Contohnya adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup
lokal, seperti pendidikan, kondisi lingkungan, atau pekerjaan. Kedua,
pengembangan masyarakat adalah proses sosial yang melibatkan tempat tinggal
dalam desain kegiatan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka (Robinson &
Green, 2011).
Definisi yang lebih menekankan pada keterlibatan masyarakat dikemukakan
oleh Ife & Tesoriero (2016) bahwa Community Development Merupakan prinsip-
prinsip fundamental pengembangan masyarakat dengan pendekatan bottom-up
yang berbasis kepada partisipasi masyarakat sebagai suatu alternatif dalam
pelayanan masyarakat pluralisme. Ditambahkan bahwa dalam era globalisasi
setidaknya terdapat dua persfektif landasan pengembangan masyarakat, yaitu
perspektif ekologis dan perspektif keadilan social dan hak azasi manusia.
Proses generalisasi melibatkan tindakan yang diekspresikan melalui
kepentingan berbagai aktor dan asosiasi, dilakukan secara terorganisir atau
bertujuan, dan memiliki koordinasi di antara bidang-bidang kepentingan sebagai
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
174
tujuan utama. Generalisasi memberi struktur kepada seluruh komunitas sebagai
interaksi lapangan dengan menghubungkan dan mengatur kepentingan bersama
dari berbagai bidang sosial untuk kebaikan bersama (Theodori, 2005).
Definisi Operasional Community Development
Gambar 1. Definisi Operasional Community Development
Sumber: (Theodori, 2005)
Hadna (2016) mendefiniskan Collaborative governance sebagai
berhimpunnya institusi publik dan lembaga non pemerintah dalam proses
pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan melalui konsensus dan
partisipasi. Ansell dan Gash (2007:546) mendefinisikan collaborative governance
sebagai serangkain kegiatan yang mempertemukan lembaga-lembaga public
dengan institusi non-state dalam proses pembuatan kebijakan, berorientasi
“consensus dan deliberative” yang bertujuan membuat atau mengimplementasikan
kebijakan publik atau mengatur program atau aset. Agranoff dan McGuire (2003)
menyebutkan collaborative governance telah menempatkan banyak penekanan
pada kolaborasi horizontal sukarela dan hubungan horizontal antara partisipan multi
sectoral. Menurutnya Collaborative Governance dengan berbagai cara telah
mempertemukan multi-organisasi, multi-aktor yang saling berkolaborasi untuk
membuat kebijakan publik dan dijadikan instrument untuk manajemen
pemerintahan sebuah kota.
Emerson & Nabatchi (2015) menyatakan collaborative governance
merupakan proses dan struktur pengambilan keputusan kebijakan publik dan
manajemen yang melibatkan orang-orang secara konstruktif pada batas-batas
lembaga-lembaga publik, tingkat pemerintahan, dan masyarakat, swasta dan sipil
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
175
untuk melaksanakan kepentingan umum yang tidak bisa dicapai jika dilakukan satu
pihak saja.
Dalam kamus Heritage Amerika (2000), kolaborasi diartikan sebagai
kegiatan berkerja sama khususnya dalam usaha penyatuan pemikiran. Hal itu
senada dengan pendapat Wood & Gray (1991: 5) dalam Fairuza (2017) yang
mengemukakan bahwa:
“Collaboration as a process through which parties who see different
aspects of a problem can constructively explore their differences and
search for solutions that go beyond their own limited vision of what is
possible”
Kolaborasi merupakan suatu proses dimana pihak-pihak yang terlibat
melihat suatu permasalahan dari persepektif atau aspek yang berbeda dapat secara
konstruktif mempertemukan perbedaan dan mencari solusi lebih jauh dari
pandangan mereka akan apa yang mungkin (Fairuza, 2017). Definisi serupa
dikemukakan Roucek dan Warren dalam Anisa pitri (2017) bahwa “kolaborasi
berarti bekerja bersamasama untuk mencapai tujuan bersama, Ia adalah suatu proses
sosial yang paling dasar”. Biasanya, kolaborasi melibatkan pembagian tugas,
dimana setiap orang mengerjakan setiap pekerjaan yang merupakan tanggung
jawabnya demi tercapainya tujuan bersama (Pitri, 2017).
Pendapat lain dikemukakan oleh Chrislip dan Larson (1994) dalam Fairuza
(2017) yang mendefinisikan kolaborasi sebagai berikut:
“Collaboration is a mutually beneficial relationship between two or
more parties who work toward common goals by sharing responsibility,
authority, and accountability for achieving results”
Berdasarkan kutipan di atas, kolaborasi dapat diartikan sebagai hubungan
yang saling menguntungkan antara dua pihak atau lebih yang bekerjasama dalam
berbagi tanggung jawab, wewenang, dan akuntabilitas untuk mencapai hasil dan
tujuan bersama (Fairuza, 2017).
Adapun menurut Ansell and Gash, (2009) dalam Sudarmo, (2009)
pengertian kolaborasi secara umum bisa dibedakan ke dalam dua pengertian: (1)
kolaborasi dalam arti proses, dan (2) kolaborasi dalam arti normatif. Pengertian
kolaborasi dalam arti sebuah proses merupakan serangkaian proses atau cara
mengatur/mengelola atau memerintah secara institusional. Dalam pengertian ini,
sejumlah institusi, pemerintah maupun non pemerintah ikut dilibatkan sesuai
dengan porsi kepentingannya dan tujuannya. Sedangkan dalam pengertian normatif
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
176
merupakan aspirasi atau tujuan-tujan filosofi bagi pemerintah untuk mencapai
interaksiinteraksinya dengan para partner atau mitranya (Azlin, 2018).
Menurut Carpenter (1990) dalam buku yang diterbitkan oleh WWF,
kolaborasi memiliki 7 (tujuh) karakteristik, yaitu sebagai berikut:
1) Partisipasi bersifat inklusif (tidak dibatasi) dan tidak hierarki
2) Partsipasi bertanggung jawab dalam memastikan pencapaian kesuksesan
3) Adanya tujuan yang jelas dan pendefinisian masalah
4) Partisipan saling membagi pengetahuannya satu sama lain (educating each
other)
5) Adanya identifikasi dan pengujian terhadap berbagai pilihan
6) Partisipan berbagi peran dan tanggung jawab dalam pengimplementasian
solusi
7) Partisipan selalu mengetahui perkembangan yang ada.
Berdasarkan berbagai penjelasan tentang pengertian kolaborasi di atas,
kolaborasi dalam penelitian ini adalah kerjasama antar stakeholders yang bersifat
saling bergantung untuk mencapai keputusan kolektif dalam mencapai tujuan
bersama dimana setiap aktor yang berkolaborasi memiliki hubungan yang lebih
dekat, komunikasi yang intensif, serta seringkali mengaburkan batas-batas
organisasi (Fairuza, 2017).
Gray dalam Ansell dan Gash (2007:15) dalam (Azlin, 2018) mendefinisikan
tiga tahapan proses kolaborasi antara lain problem setting (penentuan
permasalahan), Direction Setting (penentuan tujuan), dan implementasi. Terdapat 4
tahapan membentuk kolaboratif yaitu;
1) Dialog tatap muka (Face to face).
2) Membangun kepercayaan (Trust Building).
3) Komitmen terhadap proses (Comitment to process).
4) Saling berbagi pengertian dan pengalaman (Share Understanding).
5) Hasil sementara (Outcome) (Azlin, 2018).
Donahue dan Zeckhauser (2011) mengemukakan “collaborative
governance can be thought of a form of agency relationship between government
as principal, and private players as agent.” Yang artinya bahwa pemerintahan
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
177
kolaboratif dapat dianggap sebagai suatu bentuk hubungan kerja sama antara
pemerintah sebagai regulator dan pihak swasta sebagai pelaksana (Irawan, 2017).
Dari beberapa teori di atas kolaborasi pemerintah merupakan bentuk kerja
sama antara pihak swasta, masyarakat dengan lembaga negara yaitu pemerintah
yang mempunyai kewenangan untuk memerintah dan menjalankan tugas negara
dengan tujuan dan maksud yang sama dan saling menguntungkan.
Salah satu model untuk mendukung integrasi kolaboratif dari pemerintah
adalah kerangka konseptualisasi triple helix yang dikembangkan oleh Luis Farinha
dan João J. Ferreira pada tahun 2013. Model triple helix menetapkan dan
mengembangkan konseptual triangulasi triple helix. Dengan mengadopsi model ini
secara tidak langsung dapat menjelaskan dan memungkinkan pemahaman yang
lebih baik tentang pentingnya inovasi dan kewirausahaan dalam interaksi dinamis
dari triple helix sebagai salah satu faktor dalam meningkatkan daya saing daerah
dan pembangunan (Fadli & Nurlukman, 2018)
Gambar II.1 Triangulasi Triple Helix
Sumber : Jurnal Kolaborasi Pemerintah, Farinha & Ferreira, 2013 ; Fadli & Nurlukman,
2018
Dalam model triangulasi triple helix diatas didiskripsikan bahwa Aktor
yang bertanggung jawab untuk menciptakan inovasi adalah bidang Industri. Aktor
yang bertanggung jawab untuk menciptakan pengetahuan yaitu bidang Universitas.
Kemudian berinteraksi dengan bidang ketiga yaitu Pemerintah. Ketiganya
bekerjasama melalui pendekatan top-down agar tercipta inovasi yang dapat
meningkatkan kondisi perkonomian suatu negara (Ikasari, 2018).
HASIL DAN PEMBAHASAN
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
178
A. Penataan Kampung: Antara Janji Politik dan Keberpihakan
Program pentataan kawasan perkotaan melalui Community Action Plan
(CAP) yang mendorong kerja kolaborasi antar element masyarakat menjadi
salahsatu program unggulan pemerintah DKI Jakarta yang dikomandoi oleh
Gubernur Anies Baswedan. Program pentataan kawasan permukiman terbentuk
karena beberapa isu strategis yang ada di DKI Jakarta dan dituangkan dalam bentuk
Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah atau RPJMD DKI Jakarta Tahun 2017-2022.
Adapun inisiasi membentuk sebuah program penataan kampung di DKI
Jakarta diawali dengan misi pemerintah DKI Jakarta yang bertemakan “Kota
Lestari” yang mendorong kerja kolaborasi setiap element masyarakat. Selain itu
program penataan kampung juga merupakan wujud dari upaya pemenuhan kontrak
politik antara warga yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK)
Jakarta dengan Anies Baswedan sewaktu mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI
Jakarta pada tahun 2017.
Secara garis besar terdapat lima poin dalam kontrak politik tersebut yang
isinya adalah 1). Perubahan tata ruang untuk perkampungan. 2) legalitas lahan
perkampungan. 3) program hunian terjangkau untuk rakyat miskin. 4) perizinan
usaha bagi pedagang kaki lima. 5) bantuan alih profesi bagi tukang becak.
Kontrak politik bersama calon penguasa sebenarnya bukan hal yang baru
bagi masyarakat marjinal Jakarta. Kontrak politik yang pernah dilakukan pada
tahun 2012 bersama calon Gubernur Jokowidodo ternyata tidak memberikan
kekuatan yang cukup bagi masyarakat marjinal untuk mendapatkan hak yang layak
untuk tinggal di Jakarta. Masyarakat marjinal yang tergabung dalam Jaringan
Rakyat Miskin Kota (JRMK) Jakarta memiliki kepercayaan lebih pada Gubernur
Anies Bawsedan karena dianggap akan lebih berpihak kepada mereka.
Kepercayaan warga semakin kongkrit ketika Anies Baswedan mengeluarkan
Kepgup No 878 tahun 2018 tentang Gugus Tugas Penataan Kampung dan
Masyarakat.
Arah politik Anies Baswedan yang terlihat mengedepankan keterlibatan
warganya dalam mewujudkan pembangunan kota lestari belum sepenuhnya
terimplementasi dengan maksimal karena beberapa kampung yang melakukan
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
179
kontrak politik untuk dilakukan penataan masih berjalan pada proses penyusunan
CAP belum sampai pembangunan fisik bangunan. Namun demikian pemerintah
DKI Jakarta telah mengubah paradigma pembangunan yang sebelumnya bersifat
top down dicoba untuk bersifat bottom up dengan melibatkan keikut sertaan
masyarakat dalam pengambilan keputusan.
Sebagian kalangan menganggap proses penataan kampung yang dilakukan
oleh Gubernur Anies Baswedan tidak luput dari upaya memenuhi janji politiknya.
Meskipun demikian warga Kampung Akuarium menilai pembangunan
partisipatoris bukan hanya bentuk dari implementasi kontrak politik tetapi ada
keberpihakan Anies terhadap rakyat marginal Jakarta. Warga dapat menilai
keberpihakan Anies Baswedan terhadap warga pingiran Jakarta karena tingkat
intensitas Anies Baswedan dalam mengunjungi kampung-kampung warga, dan
juga mengajak warga untuk berdialog.
B. Model Kolaborasi Pelaksanaan Program Community Action Plan
(CAP) di Kampung Akuarium
Program penataan kampung yang dilaksanakan oleh pemerintah DKI
Jakarta bersama sejumlah elemen masyarakat dalam Rencana Aksi Komunitas
menjadi titik kunci dalam upaya meningkatkan standar kehidupan masyarakat
daerah kumuh di DKI Jakarta. Dalam kasus Kampung Akuarium, rencana untuk
merekonstruksi kampung-kampung yang telah dihancurkan adalah salahsatu bukti
dari disposisi pemerintah untuk mengembalikan hak-hak kaum miskin kota ke
tempat-tempat penampungan yang berkualitas sehingga terlahirlah program CAP.
CAP merupakan rangkaiyan dari program penataan kampung yang
terindikasi kumuh di DKI Jakarta. Program CAP mendorong perencanaan
pembangunan berbasis partisipasi masyarakat yang diperkuat oleh prinsip
keanekaragaman, dan juga prinsip keberlanjutan. Komunitas dapat bersifat
konsisten dengan model pemberdayaan untuk perubahan karena ia menyediakan
suatu kerangka bagi masyarakat untuk mengambil keputusan yang efektif. Program
pentataan kampung di Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan kualitas
permukiman dilakukan dengan melakukan perencanaan yang menghimpun ide dan
partisipasi dari sejumlah aktor yang terlibat dalam proses CAP. Mendorong kerja
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
180
kolaborasi antara pemerintah dan juga masyarakat sipil diharapkan mampu
menyelesaikan permasalahan permukiman yang ada di DKI Jakarta.
Proses penatan kampung melalui program CAP merupakan upaya
pemerintah untuk melakukan perbaikan hunian bagi masyarakat marginal yang
dilegal formalkan dalam Kepgub no 878 tahun 2018 dan juga Pergub no 90 tahun
2018. Kedua produk kebijakan ini mencantumkan nama-nama kampung yang
terindikasi tingkat kekumuhanya dan upaya peningkatan kualitas permukiman
melalui tiga tahapan seperti : (1) CAP untuk perencaanaan, (2) CIP untuk
implemantasi, (3) monitoring.
Kerja kolaborasi merupakan bentuk berkerjasama dan berbagi tanggung
jawab seperti yang dikemukakan oleh Chrislip dan Larson (1994) dalam Fairuza
(2017) yang mendefinisikan kolaborasi diartikan sebagai hubungan yang saling
menguntungkan antara dua pihak atau lebih yang bekerjasama dalam berbagi
tanggung jawab, wewenang, dan akuntabilitas untuk mencapai hasil dan tujuan
bersama (Fairuza, 2017). Hubungan kerjasama antara semua pihak diartikan bahwa
kolaborasi memerlukan banyak aktor dalam setiap prosesnya.
Adapun aktor yang terlibat dalam kolaborasi penataan kawasan perkotaan
untuk menangani permasalahan hunian di DKI Jakarta khususnya kampung
Akuarium adalah Rujak Center for Urban Studies (RCUS), Urban Poor
Consortium (UPC), Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) Jakarta, dan juga
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Sejumlah lembaga non pemerintahan ini
mempunyai peran tersendiri dalam mendampingi warga Kampung Akuarium.
Kerja kolaborasi yang dilakukan oleh sejumlah aktor bertujan untuk mengubah
stigmah terhadap kampung agar stigma kampung tidak lagi cenderung menggangu
citra kota.
Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) Jakarta merupakan komunitas rakyat
yang terlahir sejak tahun 2008. JRMK juga merupakan pecahan dari non
governmant organization (NGO) Urban Poor Consortium (UPC) yang berdiri pada
September 1997. JRMK Jakarta diklaim sebagai organisasi kerakyatan karena sejak
kepengurusan dipilih langsung oleh anggota rakyat dan tidak ada pendanaan dari
lembaga apapun. JRMK mempunyai tiga bentuk strategi dalam melakukan
pendampingan terhadap warga marginal Jakarta meliputi : pengorganisasian,
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
181
advokasi, dan jaringan. Pendampingan yang dilakukan oleh JRMK terhadap warga
kampung Akuarium melalui pola pengorganisasian warganya terutama anak-anak
dan perempuan.
Keinginan warga untuk membentuk komunitas kerakyatan merupakan
bentuk kesadaran yang telah tumbuh pada rakyat pingiran Jakarta setelah
mengalami persoalan-persoalan terhadap penguasa. Warga menyadari bahwa hak
bertempat tinggal yang layak telah dijamin oleh UUD 1945, namun pada
kenyataanya belum dapat terpenuhi di kota Jakarta. Munculnya kesadaran akan hak
ini lah yang membuat warga Jakarta membuat komunitas untuk mempertahankah
hak-hak mereka secara bersama-sama. Selain kesadaran berorganisasi warga
Jakarta yang termasuk dalam komunitas rakyat yang disebut dengan JRMK
membangun jaringan untuk membantu mereka dalam mempertahankan hak-hak
dasar sebagai warga negara.
Selain JRMK terdapat beberapa pegiat NGO yang tururt mengakomodir
warga kampung Jakarta yaitu Urban Poor Consortium yang biasa disebut UPC.
UPC merupakan organisasi non pemerintah yang bekerja bersama dengan
komunitas marjinal perkotaan melalui pendekatan holistik dan partisipatoris dan
menempatkan kepentingan rakyat sebagai prioritas utama. UPC memposisikan
masyarakat marjinal perkotaan adalah subyek dan stakeholder utama yang memiliki
akses dan kontrol atas semua kegiatan yang dilaksanakan.
Urban Poor Consortium (UPC) mewujudkan strategi melalui kegiatan
penyebarluasan informasi dan penumbuhan media ekspresi rakyat dengan sarana
multimedia; advokasi; penumbuhan organisasi tingkat basis; pengembangan
jaringan kerja antar kampung miskin dan kelompok-kelompok rakyat miskin kota;
dan pemenuhan kebutuhan praktis komunitas dengan kegiatan ekonomi, kesehatan,
pendidikan dan perbaikan permukiman. Kegiatan tersebut bertujuan supaya rakyat
miskin memiliki kesadaran kolektif untuk merumuskan mimpi bersama dan dapat
memahami kekuatan serta kelemahan, sehingga terbentuknya organisasi rakyat
yang bisa memperjuangkan hak-hak dasar mereka (Urban Poor Consortium (UPC),
2019.
Advokasi UPC bertujuan agar Rakyat miskin memiliki kesadaran akan hak-
haknya sebagai warga negara yang dijamin oleh konstitusi pada Pasal 28H ayat (1)
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
182
UUD 1945 yang berisikan “Setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir, dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat”.
UPC juga mendampingi Kampung Akuarium dengan tiga pola seperti
pengorganisasian warga, Advokasi, dan Jaringan. Pembangunan berbasis
komunitas dianggap mampu mencapai masyarakat yang berkelanjutan dengan
mempertahankan keanekaragaman manusia dan keseimbangan lingkungan.
Menurut UPC ruang negosiasi lebih baik ditempuh oleh warga dan juga
pemerintah dalam mencari jalan keluar terhadap permasalahan permukiman. Ruang
dialog sangat diperlukan agar tidak menimbulkan masalah baru dalam proses
pembangunan urban. Dalam pendampingan nya terhadap warga Kampung
Akuarium UPC melakukan pendampingan dan pembinaan kepada kordinator
wilayah tiap-tiap kampung. Peran UPC dan JRMK tidak dapat dipisahkan karena
sudah menjadi suatu kesatuan yang terstruktur, JRMK terlibat langsung dalam
mendampingi warga, maka UPC yang melakukan pembinaan terhadap pengurus-
pengurus wilayah JRMK nya.
Selain UPC dan JRMK, Rujak Center For Urban Studies (RCUS) juga
salahsatu NGO yang turut mendampingi warga Kampung Akuarium terkait dengan
persoalan permukiman. RCUS adalah sebuah lembaga Swadaya Masyarakat yang
telah berdiri sejak tahun 2010, RCUS awalnya memfokuskan riset dan publikasi
karya ilmia. Seiring berjalanya waktu RCUS mulai mendalami isu kemanusiaan
dan penggusuran. RCUS bertujuan membantu memecahkan masalah urbanisasi di
kota khususnya kota Jakarta dalam lingkup penataan kampung kumuh.
Bentuk kolaborasi Rujak Center for Urban Studies ini lebih pada
pendampingan kepada warga kampung Akuarium terkait dengan persoalan teknis
dalam mempersiapan CAP. RCUS juga turut memberikan bantuan kebutuhan dasar
warga pasca penggusuran. Menurut ibu Dharma diani selaku koordinator wilayah
kampung Akuarium, proses pendekatan RCUS terhadap warga kampung Akuarium
diawali dari salah satu tim RCUS menjadi relawan kemanusiaan pada saat
penggusuran kemudiian membuka dialog dengan warga.
Selain pangilan kemanusiaan, hal yang membuat RCUS mendampingi
warga kampung Akuarium juga adalah terkait dengan isu penggusran yang sedang
didalami oleh RCUS sendiri. RCUS mengkat isu penggusuran hingga ke tingkat
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
183
PBB dengan tujuan supaya isu penggusuran ini bisa dilihat dunia Intenasional,
selain itu Isu penggusuran sedang menjadi konsepnya RCUS dalam
memperjuangkan kota agar warga mendapatkan ruang di kota.
Langkah awal yang dilakukan oleh RCUS adalah upaya memenuhi
kebutuhan dasar warga, seperti tenda, air bersih, ambulan atau akses fasilitas
kesehatan. Beberapa bulan setelah itu misi RCUS adalah pemulihan skilogogis
warga dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang mengajak warga Kampung
Akuarium membangun mimpi kembali terkait dengan harapan jangka panjang. Di
tahun 2017 RCUS berkolaborasi dengan beberapa seniman dari Jepang melakukan
lombah rumah ideal dan bayangan rumah warga Kampung Akurium dimasa depan
sehingga warga menjadi optimis kembali. Pendampingan yang dilakukan oleh
RCUS dengan pendekatan yang cukup bisa diterima oleh warga seperti membuat
Games, diskusi, dan juga belajar tentang penataan kampung ke Jepang.
Berikut adalah tahapan-tahapan persiapan program CAP yang disusun oleh
warga kampung Akuarium bersama Rujak Center Urban Studies (RCUS), Jaringan
Rakyat Miskin Kota (JRMK) Jakarta dan juga Urban Poor Consortium (UPC)
melalui proses kolaborasi seperti berikut :
1. Persiapan Masyarakat Untuk Program CAP
Memetakan dan mengatur data dasar dengan mahasiswa. Kegiatan ini
diadakan oleh Forum Pengabdian Masyarakat untuk Komunikasi dan Karya Ilmiah
Mahasiswa Arsitektur Indonesia (FK TK MAI) di berbagai kampung di Jakarta.
Pelatihan ini menjadi langkah awal dalam proses pemetaan dan pembuatan profil
kampung JRMK. Kegiatan persiapan program CAP menempuh perjalanan yang
cukup panjang.
Pelatihan untuk RAP (Prosedur Penilaian Rappid) Pelatihan ini melibatkan
persiapan yang dilakukan oleh penduduk kampung untuk mendukung pelaksanaan
Pra-CAP dengan mengumpulkan data dasar awal melalui formulir survei dan
wawancara yang dilakukan oleh penduduk itu sendiri. Penyusunan Buku Panduan
CAP untuk Fase Persiapan Penyusunan buku panduan ini dilakukan bersama oleh
16 pendamping kampung dari Urban Poor Consortium, Universitas Indonesia, ASF
(Architecture Sans Frontiers), dan Rujak Center for Urban Studies. Tujuan dari
buku pedoman ini adalah untuk menjelaskan dasar-dasar Rencana Aksi Komunitas
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
184
dalam bentuk yang paling mudah untuk dipahami oleh penduduk. Memilih
Koordinator Area dan Pelatihan Materi untuk CAP Untuk meluncurkan pra-CAP,
JRMK kampung memilih penduduk untuk menjadi Koordinator Wilayah (Korwil -
Koordinator Wilayah) dan melatih perwakilan dari kampung dalam teknik fasilitasi,
penelitian penggunaan lahan, dan materi dalam buku pedoman CAP.
Meluncurkan fase Pra-CAP Kegiatan ini dilakukan untuk menandai awal
kegiatan Pra-CAP yang dilakukan secara bersamaan di 16 kampung selama sekitar
4 bulan. Kegiatan-kegiatan ini diselenggarakan oleh JRMK dan diresmikan oleh
Gubernur DKI Jakarta di Taman Waduk Pluit pada tanggal 14 Januari 2018.
Membentuk Kelompok Kerja Kelompok Kerja Kampung adalah tokoh masyarakat
yang bertanggung jawab mengoordinasikan kelompok penduduk yang lebih kecil
untuk memfasilitasi koordinasi pemerintah di kampung-kampung serta
memaksimalkan penyebaran informasi ke seluruh komunitas apa pun yang
berkaitan dengan kegiatan CAP.
Fase Pra - CAP Kegiatan ini dilaksanakan secara serentak di 15 kampung
dengan bantuan rekan tim arsitek dari Pusat Studi Perkotaan Rujak (Kampung
Akuarium, Kerang ljo, Tembok Bolong, Blok Empang, Marlina, Elektro, Gedong
Pompa, Rawa Barat, Rawa Timur) Universitas Indonesia (Kampung Tongkol,
Lodan, Kerapu, Kampung Muka), dan ASF (Kampung Kunir dan Kampung Kali
Apuran) yang mencakup langkah-langkah seperti menggali potensi masalah,
peluang dan ancaman terhadap kampung, merencanakan visi untuk masa depan,
dan lainnya hal-hal yang mungkin sesuai dengan konteks dan kebutuhan individual
kampung.
Meratifikasi visi kampung dan mengatur laporan dokumen pra-CAP ini
merupakan langkah terakhir untuk pra-CAP. Kompromi antara visi untuk kampung
dan dokumen perencanaan yang dihasilkan dari kegiatan pra-CAP akan menjadi
pedoman bagi masyarakat dan diharapkan untuk dirinci dalam program CAP yang
akan dilakukan oleh pemerintah bersama dengan masyarakat.
2. Kelompok Kerja Akuarium Kampung
Kelompok kerja di Kampung Akuarium secara kolektif dipilih dan
diputuskan selama pertemuan pleno dengan masyarakat. Kelompok kerja terdiri
dari orang-orang yang akan mengoordinasikan kelompok-kelompok kecil penghuni
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
185
di Kam pung Akuarium seperti pemuda, pria dan wanita, kelompok nelayan pria,
pedagang, dan admin RT / RW.Tidak hanya berhenti di Pre-Cap, untuk melakukan
upaya penajaman perencanaan juga dilakukan lewat Internasional Field School
bersama Kyoto University di tahun 2018. Internasional Field School merupakan
wadah kolaborasi masyarakat, tenaga profesional, akademisi/mahasiswa dan
pemerintah dalam mewujudkan dan melestarikan ruang hidup dalam kampung
perkotaan, setelah Internasional Field School di tahun 2018, RCUS bersama NGO
yang mendampingi warga Kampung Akuarium melakukan Internasional Field
School ke 2 ditahu 2019 (Rujak Center for Urban Studies, 2019)
Internasional Field School mempunyai tiga kegiatan utama yakni
konferensi internasional, workshop, pameran, tahun ini RCUS bersama dengan
Kanki Lab. Kyoto University akan mengadakan 2nd Internasional Field School and
Urban Kampung Jakarta Conference. Tujuan rangkaiyan kegiatan Internasional
Field School adalah untuk manggali lebih lanjut terkait dengan potensi-potensi pada
Kampung Akuarium. Terdapat lima isu yang menjadi pokok pendalaman dalam
kegiatan Internasional Field School 2019, yang pertama isu Infrastuktur,
lingkungan, koperasi, warisan budaya, potensi wisatawan.
Tidak hanya berkaitan dengan perencanaan secara teknis, dalam proses
CAP juga melibatkan hal-hal yang bersifat advokasi terkait dengan keamanan
bermukim warga Kampung Akuarium agar tidak bergantung kepada sosok pigur
politik. Dalam hal ini peran LBH Jakarta jauh lebih intens karena berkaitan dengan
payung hukum status tanah yang ditempati oleh warga Kampung Akuarium.
Payung hukum yang menjamin keamanan bermukim merupakan hal yang
tak kalah penting untuk diperjuangkan oleh warga kampung Jakarta yang status
kepemilikan tanahnya masih belum memiliki sertifikat kepemilikan yang sah.
Kejelasan status tanah menjadi hal prioritas dalam memiliki lahan hunian agar
mencega konflik dikemudian hari. LBH Jakarta melakukan riset untuk menentukan
status tanah Kampung Akuarium dan juga 21 Kampung lainnya yang termasuk
kedalam kepgup no 878 tahun 2018, tujuanya berangkat dari keamanan bermukim
bagi masyarakat pingiran Jakarta.
LBH Jakarta berperan pada proses CAP dalam hal riset sertifikasi status
tanah warga. Meskipun masih dalam riset LBH Jakarta memiliki prediksi bahwa
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
186
status tanah warga kampung Akuarium nantinya akan berupa sertifikasi, namun
demikian sertifikasi yang dimaksudkan bukan sertifikasi milik perorangan
melainkan milik kelompok. LBH Jakarta beranggapan yang paling penting adalah
security of tenure warga terjamin sehingga tidak perlu lagi bergantung kepada
pigure pemimpin politik.
Proses kolaborasi dalam pelaksanaan Community action Plan (CAP) di DKI
Jakarta melibatkan banyak aktor dalam setiap prosesnya. Kerja berjaringan dan
saling berkomunikasi menjadi hal yang tidak bisa dihilangkan supaya proses
perencanaan komunitas dapat berjalan dengan baik. Setiap actor memiliki peran
masing-masing dalam proses Community Action Plan (CAP), LBH Jakarta untuk
bantuan hukum dan advokasi warga, risert hukum dan pertahanan, UPC dan JRMK
pengakomodiran warga dilapangan terlebih dalam pengarahan ke alat kontrak
politik kepada penguasa, RCUS dalam hal yang terkait dengan persoalan teknis dan
kebutuhan dasar warga.
Membangun jaringan dalam melakukan pembanguan kolaboratif tentunya
sangat diperlukan sehingga setiap actor yang terlibat mendampingi warga bisa
membantu dengan keahlian dan bidangnya masing-masing. Kesadaran pegiat NGO
pendamping warga pinggiran Jakarta dalam membangun jaringan dengan para
profesional semakin membuat warga menjadi lebih kritis dalam mengambil
tindakan atas perencanaan kampung mereka sendiri. Setiap kampung tentu
mempunyai sejarah dan keunikan tersendiri, kerja berjejaring akan membuat proses
Community Action Plan (CAP) tiap-tiap kampung lebih cepat dan lebih maksimal.
Pembangunan partisipasi telah diatur dalam UU No. 25 tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang melibatkan partisipasi
masyarakat (stakeholders) sebagai tokoh utama dalam pelaksanaanya (Muawana,
2013). Partisipasi merupakan bagian penting dari pemberdayaan dan penumbuhan
kesadaran (Jim & Frank, 2016). Konsep Community Action Plan (CAP) merupakan
wujud dari pembangunan partisipasi yang mencoba mengakomodir keinginan
masyarakat dalam mewujudkan masyarakat yang mandiri dan berdaya.
Program CAP mencoba mewujudkan pembanguan kolaboratif yang bersifat
bottom up dengan melibatkan warga dalam penyusunan nya. Kolaborasi pemerintah
merupakan proses dan sturktur pengambilan keputusan kebijakan publik dan
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
187
manajemen yang melibatkan orang-orang secara konstruktif pada batas-batas
lembaga-lembaga publik, tingkat pemerintahan, dan masyarakat, swasta dan sipil
untuk melaksanakan kepentingan umum yang tidak bisa dicapai jika dilakukan satu
pihak saja (Krik Emeson ; Sudarmo, 2017).
Kolaborasi pemerintah dan masyarakat sipil dengan melibatkan sejumlah
lembaga non pemerintahan dalam program Community Action Plan (CAP)
merupakan model kolaborasi yang telah melibatkan semua aktor secara konstruktif
untuk mendorong kerja kolaboratif. Semua aktor berperan aktif dalam setiap proses
CAP dengan tujuan agar penataan kawasan perkotaan dapat terlaksana sesuai
dengan apa yang telah diharapkan.
Dengan adanya program CAP warga dan pemerintah menjadi mitra dalam
membangun peradaban kota yang humanis. Prinsip Community developmen
menggagas pembangunan dengan mengedepankan pembangunan terpadu, hak asasi
manusia, keberlanjutan, pemberdayaan, kemandirian, partisipasi telah diadopsi
oleh pemerintah yang mulai melakukan pembangunan bersifat buttom up
setidaknya telah memberikan edukasi kepada warga mengenai pembangunan
hunian yang layak dapat lebih ramah terhadap warga sehingga warga bisa
merasakan demokrasi yang sesungguhn ya ketika dialog dan usul mereka
dipertimbangkan bahkan difasilitasi oleh pemerintah.
Melakukan diskusi dan musyawarah dengan warga dalam menentukan
suatu kebijakan merupakan hal yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Membuka
ruang dialog dalam proses perencanaan pembangunan ditarap kampung dengan
melibatkan keaktifan warganya merupakan wujud dari proses demokrasi yang
sehat. Ife (2016) menjelaskan pengembangan masyarakat mula-mula dapat
dilakukan dengan menghargai pengetahuan lokal, menghargai kebudayan lokal,
menghargai suber daya lokal, menghargai keterampilan lokal, menghargai proses
lokal.
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan dilapangan, Model
kolaborasi pembangunan kawasan perkotaan dalam melakukan penataan di
Kampung Akuarium terhadap pelaksanaan program CAP cukup memberikan
dampak positif bagi warga Kampung Akuarium. Hal ini dilihat dari keaktifan warga
Kampung Akuarium mengikuti pelatihan perekonomian, pengalian sejarah
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
188
kampung, pengalian potensi wisata, melakukan pemanfaatan halaman menjadi
tempat bercocok tanam, melakukan pelatihan zonasi, dan terlibat langsung dalam
pembuatan arsitektur desain rumah komunal.
Pembangunan partisifatoris sangat mungkin untuk dilakukan oleh
pemerintah selaku pembuat kebijakan. Membuka ruang dialog setidaknya
memunculkan paradigma baru terkait dengan pembangunan yang lebih humanis.
Pembangunan manusia harus lebih diutamakan dari pada pembangunan yang
bersifat fisik, meskipun demikian dalam proses penyusunan dokumen CAP
ditemukan bahwa pihak konsultan dari pemerintah tidak begitu proaktif dalam
melakukan musyawarah bersama warga Kampung Akuarium. Berdasarkan
pengakuan dari warga Kampung Akuarium melalui wawancara oleh penulis
disampaikan bahwa konsultan dari pihak pemerintah dalam menyusun dokumen
CAP harus mendatangi warga dan melakukan negosiasi bersama warga, namun
ternyata dilapangan konsultan hanya datang beberapa kali menemui warga. Hal ini
tentu menjadi temuan yang tidak bisa diabaikan oleh pihak pemerintah.
Community Action plan telah mendorong pembangunan dengan model
kolaborasi dan partisipasi yang memberikan dampak yang cukup baik terhadap
warga kampung Akuarium. Dengan adanya program CAP yang melibatkan warga
dalam proses perencanaanya membuat warga kampung Akuarium lebih memahami
lingkungan tempat tinggal mereka sendiri, selain itu warga menjadi lebih kritis
terhadap proses-proses yang terjadi dalam penyusunan dokumen CAP sebagai
acuan untuk pembangunan fisik bangunan kedepanya. Dengan demikian warga
dapat menjadi kontrol terhadap program-program pemerintah, Warga juga lebih
paham hukum dan tau jika program pemerintah tidak sesuai dengan prosedural
langkah apa yang harus dilakukan.
C. Dampak Program Community Action Plan (CAP)
Pembangunan partisipasi telah diatur dalam UU No. 25 tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang melibatkan partisipasi
masyarakat (stakeholders) sebagai tokoh utama dalam pelaksanaanya (Muawana,
2013). Partisipasi merupakan bagian penting dari pemberdayaan dan penumbuhan
kesadaran (Jim & Frank, 2016). Konsep Community Action Plan (CAP) merupakan
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
189
wujud dari pembangunan partisipasi yang mencoba mengakomodir keinginan
masyarakat dalam mewujudkan masyarakat yang mandiri dan berdaya.
Program CAP mencoba mewujudkan pembanguan kolaboratif yang bersifat
buttum up dengan melibatkan warga dalam penyusunannya. Sebagai sisitem yang
baru di Jakarta, program CAP tentu mempunyai dampak tersendiri bagi setiap
stakeholder yang terlibat khusunya warga Kampung Akuarium seperti dampak
lingkungan, hunian, perekonomian, sosial budaya, politik.
Lingkungan merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia. Setiap manusia membutuhkan semacam pendekatan dengan
memposisikan lingkungan sebagai bagian dari manusia itu sendiri agar bisa
menumbuhkan rasa kecintaan dan menghargai lingkungan tersebut. Hubungan
yang buruk antara manusia dengan lingkungan akan menyebabkan rasa saling
membutuhkan menjadi saling bermusuhan.
Kurangnya rasa kecintaan dan penghargaan kepada lingkungan membuat
manusia mengeksploitasi lingkungan tanpa pertimbangan seperti penebangan
pohon, pencemaran udara dan air, membuang sampah sembarangan, lalu alam bisa
mengusir manusia dengan bencananya. Hubungan yang baik antara manusia dan
lingkungan merupakan hal yang fundamental dan harus dipertahankan untuk
keberlanjutan kehidupan manusia agar tidak ada rasa saling bermusuhan antara
manusia dan lingkungan.
Dalam proses penyusunan CAP aspek lingkungan juga menjadi konsep
yang penting untuk diperhatikan. Warga Kampung Akuarium menyadari bahwa
lingkungan sebagai tempat tinggal mereka tentu memerlukan keseimbangan untuk
menjadi lingkungan yang sehat dan berkelanjutan. Karena lingkungan juga
menunjang berbagai kebutuhan pokok seperti : air bersih, ruang terbuka hijau, udara
yang sehat. Dalam proses CAP warga diajarkan mengenai tata ruang, koefisien
dasar bangunan (KDB), zonasi, perawatan lingkungan oleh pegiat NGO yang
mendampingi warga Kampung Akuarium.
Prinsip ekologis keseimbangan menekankan pada pentingnya menjaga
keseimbangan di alam. Di mana perubahan-perubahan secara alamiah dipantau
sehingga keseimbangan tersebut terpelihara. Interaksi dari sistem-sistem yang
memiliki potensi bertentangan dikendalikan sedemikian rupa sehingga mereka
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
190
mampu hidup bersama bahkan saling bergantungan. Hal ini dapat terjadi pada
populasi satwa, tumbuhan, ilkim, atmosfer dan seterusnya. Menjaga keseimbangan
alam sangat penting jika sistem-sistem ingin bertahan hidup dalam jangka panjang
dan menjadi berkelanjutan (Suzuki & McConnell, 1997 dalam Jim Ife, 2016).
Upaya-upaya untuk mematangkan pengalian potensi di Kampung Akuarium
dilakukan dengan berbagai cara, salahsatunya dengan mengadakan Jakarta Urban
Kampung Conference dan juga Internasional Field School pada tahun 2018 dan kali
kedua pada tahun 2019 yang diadakan oleh RCUS dan juga Kyoko University
berkolaborasi dengan Pemprov DKI Jakarta, Warga Kampung Akuariu m, UPC,
dan JRMK. Penggalian potensi ini dilakukan bersama-sama oleh warga, Pihak
pemerintah, NGO, dan Mahasiswa antar Universitas dengan mendalami isu-isu
strategis yang ada di Kampung Akuarium meliputi ; 1) Lingkungan. 2) Koperasi.
3) Cagar Budaya. 4) Infrastruktur. 5) Wisata.
Mempertahankan potensi warisan budaya merupakan kekayaan sebuah kota
yang sudah seharusnya dijaga. Kampung Akuarium sendiri merupakan kampung
yang dikelilingi oleh beragam situs cagar budaya yang pada akhirnya menarik
wisatawan untuk berkunjung. Kekayaan warisan budaya tidak hanya berbentuk
monumen saja tetapi juga budaya kehidupan keseharian para Nelayan yang tinggal
dikampung Akuarium. pada akhirnya menjaga warisan budaya tidak hanya menjadi
monumen sebatas pemahaman sejarah untuk genersi selanjutnya tetapi juga mampu
mendatangkan pundi-pundi perenomian warga Kampung Akuarium.
Perekonomian merupakan salahsatu sumber utama untuk menunjang
kehidupan warga. Sebagai kawasan wisata yang dikelilingi oleh cagar budaya
kampung Akuarium tentu memiliki potensi ekonomi yang cukup baik. Pada
kampung-kampung yang termasuk dalam Kepgub 878 tahun 2014, untuk
menunjang perekonomian warga maka dibentuklah koperasi yang dikelola olah
warga masing-masing kampung. Kampung Akuarium sendiri telah memiliki
kooperasi yang diberi nama Akuarium Bangkit Mandiri oleh warga. Koperasi ini
dimaksudkan untuk mewadahi perekonomian warga dari mulai kebutuhan dasar
hingga penjualan produk yang dihasilkan bersama.
Tidak hanya berhenti pada proses pembenahan lingkungan dan
perekonomian warga Kampung Akuarium juga mengalami proses politik yang
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
191
cukup panjang sehingga membuat warga menjadi semakin mengerti persoalan-
persoalan politik dan peran mereka sebagai warga negara yang mempunyai hak
terlibat aktif dalam proses demokrasi yang ideal.
Penataan kawasan perkotaan melalui kerja kolaborasi akan mencapai tujuan
bersama apabila penerapan CAP diterapkan oleh seluruh pihak. Namun demikian
program CAP yang berlangsung di Kampung Akuarium Jakarta Utara masih perlu
diuji oleh waktu, apakah ia akan berkelanjutan atau hanya sementara, akan tetapi
terlepas dari itu semua tumbuhnya kesadaran di tengah masyarakat akan kehidupan
mereka sendiri merupakan modal yang paling berharga bagi mereka untuk menatap
masa depan yang lebih baik.
KESIMPULAN
Pengembangan masyarakat melalui kerja kolaborasi seyogyanya merupakan
sebuah proses. Dalam merencanakan pengembangan masyarakat haruslah melihat
proses bukan hasil yang harus dipertimbangkan. Orang-orang yang menekankan
pada hasil harus mengetahui bahwa dalam pengembangan masyarakat proses yang
baik merupakan hasil terpenting yang dapat dicapai. Proses kolaborasi yang baik
akan mendorong masyarakat untuk menentukan tujuan mereka sendiri dan tetap
menguasai perjalanan selain tujuan akhir. Dalam penelitian ini penulis
menyimpulkan hasil penelitian sebagai berikut :
Model kolaborasi pemerintah dan masyarakat dalam pelaksanaan program
Community Action Plan (CAP) terhadap penataan perkotaan dengan menggunakan
pola negosiasi dan diskusi antara warga dan pemerintah. Komunikasi dua arah yang
tercipta antara setiap aktor yang terlibat dalam proses CAP dan melakukan
kerjasama telah mengubah paradigma pembangunan yang sebelumnya top down
menjadi buttum up. Warga bisa berbicara, pemerintah bisa mendengarkan
begitupun sebaliknya. Model kolaborasi telah menciptakan mitra dalam
membangun kota Jakarta yang lestari, setiap aktor yang terlibat dalam proses CAP
bisa sama-sama memantau atau menjadi kontroling terhadap proses penataan
kampung bahkan terhadap progam pemerintah lainya.
Warga yang bertempat tinggal di kampung Akuarium didampingi oleh
sejumlah Non Government Organization (NGO) dan juga Civil Sosiety
Organization (CSO) melakukan kegiatan berupa pelatihan-pelatihan terkait
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
192
penataan kampung, pembelajaran zonasi, dan penggalian potensi kampung
sehingga warga Kampung Akuarium memiliki perencanan terhadap penataan
kampung mereka sendiri.
Adapun dalam pelaksanaan di lapangan, program penataan kampung
melalui program CAP yang berjalan di Kampung Akuarium sudah cukup baik. Hal
ini dilihat dari dampak setelah proses CAP berlangsung terhadap warga Kampung
Akuarium. Diturunkan CAP bertujuan untuk merangkul keinginan warga,
meskipun demikian masih terdapat egosentris antar dinas yang membawahi
program CAP. Dengan menggunakan perencanaan yang bersifat komunitas
membuat pemerintah tidak lagi mengambil kebijakan yang serampangan terhadap
kampung-kampung yang dianggap tidak sejalan dengan perkembangan kota
modern.
Sebagai penutup saran, peneliti beranggapan bahwa urbanisasi tidak dapat
dihindari dari sebuah kota besar, fokus terhadap masalah yang ditimbulkan oleh
urbanisasi bukanlah hal yang tepat untuk diambil oleh pemangku kebijakan, akan
tetapi mencari solusi secara bersama-sama dengan mengedepankan manusia
sebagai subjek dari pembangunan setidaknya menciptakan pembangunan yang
lebih humanis. Model kolaborasi dapat ditempuh oleh pemerintah dalam mengatasi
permasalahan permukiman di perkotaan. Untuk peneliti selanjutnya penulis
menyarankan agar memfoksuskan penelitian terkait dengan Collaborative
implementation program (CIP) agar proses kolaborasi lebih dapat terlihat lebih
jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Agranoff, R. and M. McGuire. (2003). Collaborative Public Management: New
Strategies for Local Governments. Washington, DC: Georgetown
University Press.
Ansel C., Gash, A. (2007). Collaborative Governance in Theory and Practice.
Journal of Public Administration and Theory
Azlin, D. (2018). Kolaborasi Pemerintah Desa Dan Lembaga Adat Terhadap
Pelestarian Kearifan Lokal Di Desa Bandur Picak Kecamatan Koto
Kampar Hulu Kabupaten Kampar Tahun 2014-2016. Jurnal Online
Mahasiswa (JOM). Retrieved Desember 20, 2018
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
193
Datakata. (2018). Jumlah Penduduk DKI Jakarta (1961-2017). Retrieved
November 02, 2018, from Datakata:
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/01/24/berapa-jumlah-
penduduk-jakarta
DetikFinance. (2013). Ini Dia 5 Kota Terkumuh di Indonesia. Retrieved maret 29,
2019, from DetikFinance: https://finance.detik.com/properti/d-
2353549/ini-dia-5-kota-terkumuh-di-indonesia.
Emerson, Kirk & Tini Nabatchi. (2015). Collaborative Governance Regimes
(Public Management and Change, USA: Georgetown University Press
Fadli, Y., & Nurlukman, A. D. (2018). Kolaborasi Pemerintah dalam
Pengembangan Terpadu Wilayah Pesisir di Kabupaten Tangerang
melalui Gerakan Pembangunan Masyarakat Pantai (Gerbang Mapan).
Jurnal Prosiding Seminar Nasional Unimus, 517-529. Retrieved Maret 28,
2019
Fairuza, M. (2017). Kolaborasi antar Stakeholder dalam Pembangunan Inklusif
pada Sektor Pariwisata (Studi Kasus Wisata Pulau Merah di Kabupaten
Banyuwangi. Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik. Retrieved Mei 19,
2019
Fathy, R., & Anuraga, J. L. (2019). Community Action Plan (Cap) Dan Kampung
Improvement Program (Kip): Studi Komparatif Kebijakan Inklusif Tata
Ruang Permukiman di Surabaya dan Jakarta. Journal View project, 0-
217. Dipetik Mei 19, 2019
French, M., Popal, A., Rahimi, H., Popuri, S., & Turkstra, J. (2018). Melembagakan
Peningkatan Permukiman Kumuh Partisipatif: studi kasus ko-produksi
perkotaan di Afganistan. Journal Environment and Urbanization.
Hadi, Krishno, Asworo, Listiana, Taqwa, Iradhad. (2020). “Inovasi Dialogis:
Menuju Transformasi Pelayanan Publik Yang Partisipatif (Kajian Sistem
Pelayanan Malang Online). Journal of Government and Civil Society
4(1),115–129, DOI: http://dx.doi.org/10.31000/jgcs.v4i1.2438
Hadna, Agus Heruanto. (2016). Collaborative Governance dan Penurunan
Kemiskinan, Kolom Opini Harian Jogja, tanggal 11/4/2016).
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
194
Ikasari, A. C. (2018). Tinjauan Model Kerjasama Daerah Di Kabupaten Bekasi.
Jurnal Ilmiah Magister Ilmu Administrasi (JIMIA), 102-122. Retrieved
Mei 17, 2019
Irawan, D. (2017). Collaborative Governance (Studi Deskriptif Proses
Pemerintahan Kolaboratif Dalam Pengendalian Pencemaran Udara di
Kota Surabaya. Jurnal, 01-15. Retrieved Maret 26, 2019.
Irwansyah, A. W. (2019). Pengembangan Pariwisata dilihat dari Perspektif
Community Development (Studi Pada Kampung Nelayan Warna-Warni
Kenjeran Kota Surabaya. Jurnal, 1-12.
J. I., & F. T. (2016). Community Development: Alternatif Pengembangan
Masyarakat DiEra Globalisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Khanifah, Laeli, Taqwa, Iradhat, Krishno. (2020). Collaborative Governance to
Increase Building Index in Economics Through Village-Owned
Enterprises Sub-District Ngroto, Malang. Procidding. Proceedings of
the 1st Borobudur International Symposium on Humanities, Economics
and Social Sciences (BIS-HESS 2019), 854-857,
https://doi.org/10.2991/assehr.k.200529.181
Levitan, Sar. A. (1969). “The Community Action Program: A Strategy to Fight
Poverty”.
Muawana, A. (2013). Strategi Dan Metode Community Action Planning (CAP).
Retrieved November 10, 2018, from Urban and Regional Planning:
https://annisamuawanah.wordpress.com/2013/02/06/strategi-dan-metode-
community-action-planning-cap/
Pitri, T. A. (2017). Kolaborasi Pemerintah Dan Masyarakat Dalam
Penyelenggaraan Pendidikan: Pendidikan Khusus Di Provinsi Riau
Tahun 2015-2016. Jurnal Online Mahasiswa (JOM), 04. Retrieved
Desember 20, 2018
Robinson Jr, Jerry W & Gary Paul Green, Developing Communities, Robinson Jr,
Jerry W & Gary Paul Green (ed.). (2011). Introduction to Community
Development: Theory, Practice, and Service-Learning, California: Sage
Publications
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
195
Rujak Center for Urban Studies. (2019). Rujakrcus. Jakarta, DKI Jakarta,
Indonesia.
Theodori, Gene L. (2005). Community and Community Development in Resource-
Based Areas: Operational Definitions Rooted in an Interactional
Perspective, Journal Society and Natural Resources (18:661-669): Taylor
& Francis Group.
Urban Poor Consortium (UPC). (2019). Fropil UPC. Retrieved from Urban Poor
Consortium (UPC): https://www.urbanpoor.or.id/profil-upc.
Wahidah, Syafrieyana, Sukmana. (2020). Collaboration with Pentahelix Model
in Developing Kajoetangan Heritage Tourism in Malang City. Journal
of Local Government Issues, 3 (1), 1-17,
DOI: https://doi.org/10.22219/logos.v3i1.10699. |
Wilkinson, K. P. (1991). The community in rural America. New York: Greenwood
Press. Retrieved 12 10, 2019
Yin, RK. (2003). Case Study Research : Design and Methods. California (US),
London (GB), New Delhi (IN): SAGE Publications.
Yuliani, S., & Dhini Rosyida , G. P. (2017). Kolaborasi dalam Perencanaan
Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Semanggi Kota
Surakarta. Jurnal Wacana Publik, 33-47. Dipetik Maret 26, 2019.
Peraturan-Peraturan
Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (2018). Peraturan Gubernur
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.90 tahun 2018 tentang
Peningkatan Kualitas Permukiman Dalam Rangka Penataan Kawasan
Permukiman Terpadu. Jakarta: Pemerintah Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (2017). Panduan Praktis
Implementasi Agenda Baru Perkotaan New Urban Agenda. Jakarta:
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Badan
Pengembangan Infrastruktur Wilayah Pusat Pengembangan Kawasan
Perkotaan. Dipetik Mei 24, 2019
Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (2018). Keputusan
Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 878 Tahun
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
196
2018 Tentang Gugus Tugas Pelaksanaan Penataan Kampung Dan
Masyarakat. Jakarta: Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Dipetik Mei 18, 2019
RPJMD DKI Jaakarta. (2018). Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2018 tentang
RPJMD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2017-2022. JAKARTA: BAPPEDA
DKI JAKARTA. Retrieved 12 18, 2019, from
https://bappeda.jakarta.go.id/uploads/document/2018-07-
12/65/65__RPJMD_DKI_Jakarta_2017-2022.pdf