model pengukuran kinerja sustainable building- suatu

9
1 Model pengukuran kinerja sustainable building- suatu perspektip pada gedung H, kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya Imam Prayogo, Christiono Utomo Magister Manajemen Proyek-Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya E-mail: [email protected] , [email protected] ABSTRAK Sustainable building merupakan bangunan yang memaksimalkan kualitas pembangunan lingkungannya dan mengurangi sekecil mungkin atau bahkan meniadakan dampak negatip terhadap kondisi lingkungan yang alamiah. Harapan dan tuntutan seluruh dunia terhadap pelestarian lingkungan semakin mendorong segala bentuk usaha bagi pembangunan gedung dengan kinerja tersebut. Baik terhadap proses perencanaan gedung/bangunan, gedung baru maupun gedung yang telah ada atau beroperasi. Demikian pula jenis gedungnya, baik hotel, rumah sakit, sekolah, pusat pembelanjaan, dan fasilitas umum lainnya. Telah banyak Negara dan cara untuk melakukan assessment terhadap bangunan atau gedung yang akan maupun telah dibangun. Sehingga saat ini dipandang perlu untuk mendapatkan cara/model bagi pengukuran kinerja gedung yang telah ada di kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Metode yang digunakan bagi penyusunan model pengukuran tersebut adalah menganalisa hasil pengumpulan data dari expert opinion terhadap konsep model teoritis dengan Analytic Hierarchi Process (AHP). Data kondisi empiris teknis salah satu gedung di ITS (gedung H) dan lingkungannya, didapat melalui questionnaire yang diisi para responden yang ahli atau berkompeten maupun mantan penghuninya, didahului dengan observasi pendahuluan. Hasil dari penelitian ini bisa menjadi rujukan bagi penelitian lanjutan di bidang sustainable academic building. Temuan model pengukuran gedungnya bisa dijadikan alat untuk mengkaji gedung-gedung lain di kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya di masa depan. Kata kunci : sustainable building, model pengukuran, AHP. 1. Pendahuluan Sustainable building adalah gedung yang dirancang, dibangun dan dioperasikan secara maksimal membangun kualitas lingkungannya dan sekecil mungkin atau meniadakan dampak negatip terhadap lingkungan alamiahnya. Baik ditinjau dari aspek-aspek ekonomi, sosial dan lingkungan.(Sustainable building assessment tool, SBAT-P). Secara sosial mencakup kenyamanan penghuninya (Wan J.W et al 2009), partisipasi dan pengawasannya. Peninjauan dari aspek ekonomi diantaranya mengenai penggunaan energi, ekonomi lokal, efisiensi dan capital cost. Sedang dari aspek lingkungan diantaranya berkaitan dengan waste, air dan pilihan bahan bangunan yang digunakan, serta harus sesedikit mungkin atau tidak menimbulkan dampak negatip pada lingkungan (US Green Building Council. 2010.LEED rating system). Penerapan sustainable building bagi bangunan pendidikan seperti di kampus perguruan tinggi, dimana harus tidak hanya memenuhi ketentuan tata ruang saja, namun juga harus dapat beradaptasi dengan berbagai tingkat kebutuhan pengembangan dan penggunaan kampus masa depan (Guidelines. 2008). Sustainable building semakin dikenal dan menjadi harapan seluruh dunia karena upaya pelestarian lingkungan alamiah dan efisiensi dalam pemakaian berbagai macam sumber-sumber.McLennan.2004). Lebih jauh dari itu telah ditetapkan pula beberapa batasan dan

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Model pengukuran kinerja sustainable building- suatu

1

Model pengukuran kinerja sustainable building- suatu perspektip pada gedung H,

kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya

Imam Prayogo, Christiono Utomo Magister Manajemen Proyek-Magister Manajemen Teknologi

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya E-mail: [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Sustainable building merupakan bangunan yang memaksimalkan kualitas pembangunan lingkungannya dan mengurangi sekecil mungkin atau bahkan meniadakan dampak negatip terhadap kondisi lingkungan yang alamiah. Harapan dan tuntutan seluruh dunia terhadap pelestarian lingkungan semakin mendorong segala bentuk usaha bagi pembangunan gedung dengan kinerja tersebut. Baik terhadap proses perencanaan gedung/bangunan, gedung baru maupun gedung yang telah ada atau beroperasi. Demikian pula jenis gedungnya, baik hotel, rumah sakit, sekolah, pusat pembelanjaan, dan fasilitas umum lainnya. Telah banyak Negara dan cara untuk melakukan assessment terhadap bangunan atau gedung yang akan maupun telah dibangun. Sehingga saat ini dipandang perlu untuk mendapatkan cara/model bagi pengukuran kinerja gedung yang telah ada di kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Metode yang digunakan bagi penyusunan model pengukuran tersebut adalah menganalisa hasil pengumpulan data dari expert opinion terhadap konsep model teoritis dengan Analytic Hierarchi Process (AHP). Data kondisi empiris teknis salah satu gedung di ITS (gedung H) dan lingkungannya, didapat melalui questionnaire yang diisi para responden yang ahli atau berkompeten maupun mantan penghuninya, didahului dengan observasi pendahuluan. Hasil dari penelitian ini bisa menjadi rujukan bagi penelitian lanjutan di bidang sustainable academic building. Temuan model pengukuran gedungnya bisa dijadikan alat untuk mengkaji gedung-gedung lain di kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya di masa depan. Kata kunci : sustainable building, model pengukuran, AHP.

1. Pendahuluan

Sustainable building adalah gedung yang dirancang, dibangun dan dioperasikan secara maksimal membangun kualitas lingkungannya dan sekecil mungkin atau meniadakan dampak negatip terhadap lingkungan alamiahnya. Baik ditinjau dari aspek-aspek ekonomi, sosial dan lingkungan.(Sustainable building assessment tool, SBAT-P). Secara sosial mencakup kenyamanan penghuninya (Wan J.W et al 2009), partisipasi dan pengawasannya. Peninjauan dari aspek ekonomi diantaranya mengenai penggunaan energi, ekonomi lokal, efisiensi dan capital cost. Sedang dari aspek lingkungan diantaranya berkaitan dengan waste, air dan pilihan bahan bangunan yang digunakan, serta harus sesedikit mungkin atau tidak menimbulkan dampak negatip pada lingkungan (US Green Building Council. 2010.LEED rating system). Penerapan sustainable building bagi bangunan pendidikan seperti di kampus perguruan tinggi, dimana harus tidak hanya memenuhi ketentuan tata ruang saja, namun juga harus dapat beradaptasi dengan berbagai tingkat kebutuhan pengembangan dan penggunaan kampus masa depan (Guidelines. 2008). Sustainable building semakin dikenal dan menjadi harapan seluruh dunia karena upaya pelestarian lingkungan alamiah dan efisiensi dalam pemakaian berbagai macam sumber-sumber.McLennan.2004). Lebih jauh dari itu telah ditetapkan pula beberapa batasan dan

Page 2: Model pengukuran kinerja sustainable building- suatu

2

persyaratan bagi sustainable building yaitu : kualitas lingkungan di dalam gedung, atmosphere, penggunaan air minum serta keberlangsungan pada bentuk penggunaan lahan.(LEED.2010).

Bertitik tolak dari uraian di atas, pembangunan gedung di kampus ITS Sukolilo Surabaya sudah waktunya mengikuti ketentuan sustainable buildingdi atas, dimana institusi pendidikan ini telah memahami melalui beberapa orang staf pengajar yang ahli dan berkompeten terhadap hal ini. Setidaknya satu yang telah ada akan dilakukan penelitian untuk mengetahui keadaan senyatanya terhadap ketentuan sustainable building di atas yaitu gedung H, dengan demikian perbandingan antara kriteria konvensional saat ini terhadap kriteria sustainable building dapat dilihat hasilnya.Tidak terkecuali pada bangunan yang telah ada maupun yang akan dibangun nantinya dan perlu diadakan penyesuaian terhadap kriteria tersebut, sebagaimana pernah dilakukan di University of Rochester, Rochester, New York. (Dow.1998)., Penelitian untuk itu dalam bentuk analisa data empiris yang menyangkut tujuan, kriteria dan alternatip. Kriteria lahan/lokasi, sampah, air minum, energy, social, ekonomi dan factor lain. Kemudian hari proses operasi dan perawatan pada gedung-gedung di kampus ITS Sukolilo, Surabaya dapat menyesuaikan dengan ketentuan dalam criteria tersebut. Jadi secara empiris hipotesis kondisi gedung H kampus ITS Sukolilo, Surabaya belum memenuhi criteria sustainable building. Bila akan dirawat di kemudian hari perlu untuk menyesuaikannya. Timbul pertanyaan : bagaimana mengukur sustainable building pada gedung H kampus ITS Sukolilo, Surabaya? Model pengukuran yang disusun melalui penelitian ini memilih situasi di gedung H sebagai obyek. Sehingga model pengukuran ini dibatasi pada situasi dan merupakan perspektip gedung tersebut di kemudian hari setelah dirawat dengan menggunakan criteria sustainable building. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan bagi penelitian selanjutnya dan juga menjadi alat untuk mengkaji gedung-gedung lain di kampus ITS Sukolilo, Surabaya.

1. Tinjauan pustaka

Kampus adalah lahan dimana di atasnya terdapat bangunan, termasuk suatu sekolah tinggi, universitas/institute atau sekolah (Dictionary.com). Pengertian lain dari kampus adalah sebidang tanah dimana di atanya adalah sekolah tinggi atau universitas/institut beserta seluruh bangunan yang berhubungan dimana kampus tersebut berada. Umumnya di kampus terdapat fasilitas perpustakaan, ruang-ruang pengajaran, tempat tinggal, lahan parkir dan prasarana lain (Encyclopedia,reference.com). Menurut APPA (2007) di sebuah kampus ada 10 fasilitas pendidikan tinggi yang dirasakan kritis yaitu : 1.Kelangkaan dan keterjangkauan sumber daya.2.Penetapan kinerja dan akuntabilitasnya.3.Pelayanan dan pengguna.4.Teknologi bidang informasi.5. Pengembangan ruang kelas dan laboratorium di masa depan. 6. Investasi lanjutan terhadap fasilitas dan biaya total pemilikan.7.Tenaga kerja di lingkungan kampus.8.Sustainability. 9.Manajemen untuk energy.10.Keselamatan, keamanan dan kontinyuitas bisnisnya. Selain dari itu menurut Wiliam&Mary (2010) tidak ada dua kampus di lokasi sama, yang benar-benar sama atau sebangun dalam merancang maupun memprogram bagi sustainabilitynya. Sehingga langkah yang diperlukan bagi mencapai target program sustainabilitynya secara lebih komprehensip sekurangnya menyangkut 6 macam yaitu : 1.Membuat peta/denah situasi saat ini dan rencana pengembangannya. 2. Mengukur dampak lingkungannya. 3. Integrasi kegiatan dalam kampus 4. Menetapkan tujuan dan strategi prosesnya 5. Memantapkan strategi untuk mengktreasikan terwujudnya sustainable campus. 6.Pendidikan dan pemberian penghargaan. Sehingga untuk mengetahui sustainablenya suatu gedung di suatu kampus perlu dilakukan assessment yang tidak sama dengan gedung di luar kampus. Sedangkan menurut Green building council of Indonesia (GBCI.2010) konsep bangunan hijau adalah bangunan dimana sejak mulai dari proses perencanaan, pembangunan, pengoperasian hingga dalam operasional pemeliharaannya memperhatikan aspek-aspek melindungi, menghemat, mengurangi penggunaan sumber daya alam, menjaga mutu, baik pada bangunan maupun mutu dari kualitas udara di dalam ruangan dan memperhatikan kesehatan penghuninya yang semua harus berpegang kepada kaidah kesinambungan. Selaras dengan pengertian di atas, tuntutan ‘Green’ terhadap bangunan tidak

Page 3: Model pengukuran kinerja sustainable building- suatu

3

terlepas dari ‘Product green’ dimana komponen tersebut minimal atau tidak sama sekali berakibat negatip terhadap lingkungan (Quality systems,Inc.2008).Bila digabungkan kriteria dari beberapa lembaga sertifikasi yang ada, menyangkut : sustainable site, water efficiency, energy and atmosphere, material and resources, indoor environmental quality,innovation and design process, waste, ecology, health and wellbeing, transport mode & project management. Rincian kriteria sebanyak itu pada dasarnya merupakan uraian dari metrik internasional sustainability yaitu ekonomi, sosial dan environment, yang juga dikenal sebagai the triple bottom line (Ugwu.2007). Jadi penilaian sustainability menyangkut pada berbagai jenis kriteria dan tahapan pembangunan yang terjadi di project life cyclenya. 3. Metodologi

3.1 Identifikasi karakteristik gedung dan lingkungan

Data kondisi senyatanya gedung H pada lahan di kampus ITS Sukolilo, Surabaya,dikumpulkan dengan melalui beberapa tahap : 1. Melakukan wawancara kepada para mantan pemakai atau penghuni.2.Mengumpulkan data pisik gedung tersebut.3.Memberi questionnaire tentang7 kriteria kepada para responden untuk diisi. 4. Memberikan questionnaire untuk menanggapi 2 alternatip Yes atau No. Data pisik gedung merupakan pelengkap bagi data yang terkumpul melalui responden. Karena 7 kriteria di atas mempunyai kandungan yang berkaitan dengan keadaan pisiknya. Pada saat dibangun, gedung H merupakan satu-satunya bangunan fasilitas akademik yang ada. Sehingga lingkungan di sekitarnya masih berupa sawah dan rawa. Tepat di bagian belakang gedung terdapat saluran utama pematusan kompleks kampus ITS. Selanjutnya semua saluran pematusan gedung diarahkan ke saluran utama tersebut. Air minum yang telah ada saat ini bersumber dari PDAM, meskipun pada saat barudibanun dahulu air bersih/air minum diperoleh dari sumur bor. Sampai saat ini gedung H telah berumur lebih dari 30 tahun. Berdinding konstruksi batu merah yang mengisi struktur rangka beton bertulang, 3 lantai, terdiri atas 2 gedung, dengan jendela dan bintu rangka kayu. Daun jendela berkaca. Atap menggunakan rangka baja yang berpenutup asbes gelombang. Tembok dicat dengan cat khusus untuk tembok dengan warna berganti-ganti sesuai dengan kemauan pemakai gedung pada saat itu dan saat ini. Lantai berlapis keramik, namun juga ada yang masih berlapis tegel abu-abu sebagai peninggalan aslinya. Belum ada fasilitas bagi penyandang cacat. Demikian pula belum ada sarana penyelamatan kondisi darurat.Pada saat ini lingkungan lahan di luar gedung telah banyak ditumbuhi pohon peneduh yang sangat besar dan mempunyai ketinggian yang sama dengan gedung, sehingga daunnya bisa jatuh keatap. Ke 7 kriteria tersebut adalah 1. Lahan/lokasi 2. Sampah 3. Air minum 4. Energi 5. Sosial 6. Ekonomi 7. Faktor lain.

Dari Permasalahan dan Tujuan, penelitian ini dilanjutkan dengan observasi awal terhadap obyek yaitu : gedung H, maupun wawancara dengan beberapa responden. Baik untuk menjaring informasi keadaan atau suasana gedung yang bersifat kualitatip dan subyektip maupun versi yang berhubungan dengan latar belakang sejarahnya. Disamping proses observasi, dilakukan pula pengumpulan berbagai teori konsep pengukuran kinerja sustainable building dari berbagai pustaka. Termasuk pustaka bagi proses analisanya. Berdasarkan hasil observasi dan studi pustaka, disusun konsep questionnaire menyangkut kriteria dan alternatip. Questionnaire yang telah tersusun itu di sampaikan kepada para responden sebagai bentuk pilot survey.

Hasil pengisian dan tanggapan responden selanjutnya merupakan bahan bagi penyusunan questionnaire utamanya. Terdapat 7 kriteria pilihan yang diajukan penilaiannya kepada para responden. Ke 7 kriteria tersebut merupakan penjabaran secara subyektip dari the triple bottom line (Ogwu. 2007) yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Serta pemilihannya mengacu kepada kriteria yang digabungkan dari beberapa lembaga sertifikasi yang ada. Sehingga ke 7 kriteria itu tidak ada yang diluar kriteria lembaga sertifikasi yang ada, namun disesuaikan secara pisik dengan kondisi yang ada di gedung H. Jadi semua kriteria tersebut sudah mencakup pandangan teoritis terhadap kriteria sustainable building.

Page 4: Model pengukuran kinerja sustainable building- suatu

4

Meskipun demikian sejauh mana masing-masing kriteria itu berkaitan dengan kondisi senyatanya gedung H, karena patut dicermati bahwa tentunya kaitan masing-masing kriteria itu tidak sama atau merata.

Gambar 3.1 : Bagan alir proses penelitian

Oleh sebab itu besar kaitan dari masing-masing criteria akan diperoleh dari hasil pengisian oleh kelompok responden yang dipilih berdasarkan latar belakang pendidikannya, yaitu yang menguasai ilmu arsitektur, terutama building science. Sedangkan responden berikutnya adalah mereka yang berlatar belakang pendidikan teknik lingkungan. Kedua kelompok responden tersebut di atas tentunya juga akan dipilih yang sudah mempunyai pengalaman, walaupun tidak ditentukan lama pengalamannya. Hasil penilaian responden tersebut selanjutnya akan dianalisa dengan metode analytical hierarchy process (AHP) (Saaty.1980) agar mendapatkan nilai bobot dari masing-masing kriteria itu. Besarnya nilai bobot itu akan disusun menggambarkan prioritasnya. Sehingga susunan atas nilai bobot dalam bentuk prioritas tersebut disebut expert opinion.

Selanjutnya dengan cara atau metode yang sama dianalisa pula kondisi gedung H terhadap ke 7 kriteria tersebut, apakah telah memenuhi syarat (Yes) atau belum memenuhi syarat (No). Proses dan hasil penelitian ini akan merupakan model pengukuran yang diusulkan.

SUSTAINABLE BUILDING

LAHAN/LOKASI SAMPAH AIR MINUM ENERI SOSIAL EKONOMI FAKTOR LAIN

GOAL

KRITERIA

YES NO ALTERNATIP

HIERARKI KEPUTUSAN

(TREE DECISION DIAGRAM)

Gambar 3.2 : Tree diagram decision pada AHP

Page 5: Model pengukuran kinerja sustainable building- suatu

5

Diagram di atas dikenal pada proses analisa hierarki, dimana dalam kasus ini jumlah levelnya 3. AHP merupakan metode dalam multi-criteria decision making (MCDM).Metode ini menguraikan masalah multi-criteria decision ke dalam suatu hierarki (Saaty,1980). Ada tiga prinsip dalam memecahkan persoalan AHP, yaitu prinsip menyusun hierarki (decomposition), prinsip menentukan prioritas (comparative judgment) dan prinsip konsistensi logis (logical consistency). Hierarki yang dimaksud adalah hierarki dari permasalahan yang akan dipecahkan untuk mempertimbangkan kriteria-kriteria atau komponen-komponen yang mendukung pencapaian tujuan (goal) yang dalam hal ini sustainable building. Selanjutnya disusun matrik perbandingan berpasangan (pairwise comparison matrix). Jadi bila terdapat n elemen, maka harus dibuat n(n-1)/2 elemen perbandingan berpasangan. Seandainya ada C1, C2,….,Cn yang dinyatakan sebagai suatu kumpulan elemen, kemudian aij menyatakan sebagai keputusan kuantitatip pada pasangan Ci, Cj, maka tingkat/derajat pentingnya antara dua elemen tersebut dinilai dengan besaran angka 1,3,5,7dan9, dimana 1 = sama penting, 3 = sedikit lebih penting, 5 = sangat penting, 7 = amat sangat penting dan 9 = mutlak sangat penting. Dari matrix perbandingan berpasangan selanjutnya dari hasil perhitungan matrix tersebut dicari Eigenvalue dan Eigenvector nya. Hasil perhitungan keduanya digunakan untuk menghitung konsistensinya, dimana besarnya consistency ratio (CR) merupakan ratio antara consistency index (CI) terhadap random index (RI) atau CR = CI/RI. Ditentukan bila n = 3, diperlukan consistency ratio (CR goal

<0,05. Untuk n = 4 nilainya harus kurang dari 0,08 dan untuk n P 5 nilainya harus kurang dari

0,10 4.Hasil (model) dan pembahasannya

4.1. Deskripsi obyek penelitian

Penelitian terhadap situasi gedung H dengan gambaran pisik sebagaimana telah diuraikan di atas, setelah dikaitkan dengan 7 kriteria yang terpilih menunjukkan perbedaan pilihan atau bobot prioritasnya. Ada 2 alternatip yang telah dipilih untuk menilai apakah gedung H tersebut sustainable atau tidak. Hipotesis awal bahwa gedung H tidak sustainable karena dibangun 30 tahun yang lalu berdasarkan kriteria konventional/tidak sustainable. Ketepatan hipotesis tersebut membuktikan bahwa model yang digunakan sudah sesuai dengan kenyataan.

4.2 Deskripsi responden

Para responden yang dipilih untuk ini dan dikelompokkan sesuai dengan latar belakang pendidikan serta kompetensinya. Memberikan jawaban/tanggapan melalui questionnaire, sehingga hasil analisa jawabannya tersebut merupakan expert opinion. Mereka adalah kumpulan para ahli dibidangnya yaitu arsitektur dan teknik lingkungan, yang telah mempunyai pengalaman dan pernah menempati gedung H tersebut. Pendapat dan tanggapannya memberikan ketetapan atas terpenuhinya semua criteria tersebut atau tidak, hal ini setelah dilakukan analisa melalui matrix perbandingan berpasangan terhadap alternatip.

4.3 Definisi kriteria dan alternatip

Kumpulan kriteria sebanyak 7 seperti yang sudah disinggung di bab terdahulu, sebagai penjabaran dari the triple bottom line (Ugwu.2007)adalah kriteria pilihan subyektip namun tetap tidak menyimpang dari gabungan kriteria yang ada. Kriteria digunakan sebagai tolok ukur obyektip dari hasil analisa pendapat atau tanggapan para ahli. Sedangkan alternatip merupakan pilihan bagi pemenuhan hasil pengujian gedung H terhadap ke 7 kriteria itu. Namun demikian

Page 6: Model pengukuran kinerja sustainable building- suatu

6

kedua alternatip tersebut sekaligus digunakan untuk mengukur obyektifitas selain untuk pengujian hipotesis.

4.4 Proses penilaiannya

Setelah diawali dengan tree decision diagram untuk menetapkan hierarki. Selanjutnya digunakanlah beberapa matrix berikut ini

Gambar 4.1 : Matrix perbandingan berpasangan antara kriteria dan Yes atau No. Matrix isian perbandingan berpasangan antar kriteria. Kemudian matrix normalisasi dan bobot kriterianya.

Setelah itu untuk tiap kriteria dibuatkan lagi matrix perbandingan berpasangan terhadap alternatip. Sehingga tiap kriteria mempunyai hasil objektip atas kondisinya terhadap alternatip yang dipakai sebagai acuan. Sebagaimana dijelaskan di depan bahwa dalam proses perhitungan dengan matrix perbandingan berpasangan perlu ada ujian konsistensi terhadap ratio dan index, dimana perolehannya juga harus mendapatkan eigenvalue dan eigenvector maka matrix perbandingan berpasangan selanjutnya adalah :

Gambar 4.2 : Matrix isian perbandingan Berpasangan Gambar 4.3 : Matrix normalisasi Selanjutnya hasil analisis atas pembobotannya digunakanlah matrix di bawah ini:

Y 9 7 5 3 1 3 5 7 9 N

Lahan/lokasi

Sampah

Air minum

Energi

Sosial

Ekonomi

Faktor lain

Isian

Kriteria

Energi Y N

Alt

ern

ati

f Y 1 …..

N ….. 1

nkolom nkolom

Normalisasi

Kriteria

Energi Y N Bobot

Alt

ern

ati

f

Y 1/Σ …..

N ….. 1/Σ

Page 7: Model pengukuran kinerja sustainable building- suatu

7

Gambar 4.4 : Matrix analisis bobot kriteria terhadap alternatip

Proses penilaian yang menggunakan AHP seperti diuraikan pada 4.4 di atas, dimana jawaban atas Yes atau No yang disampaikan tidak akan sama dari tiap responden. Sehingga jawaban tersebut menggambarkan pandangan dan keadaan senyatanya gedung H. Mengingat para responden yang terpilih adalah pakar/ahli yang berlatar belakang keilmuan yang sesuai dan berkompeten, karena mempunyai pengalaman, serta pernah menempati gedung tersebut. Maka dengan demikian model pengukuran yang dihasilkan bisa menjadi hasil yang baik. 5. Kesimpulan

Model pengukuran kinerja sustainable building yang telah tersusun menunjukkan kondisi saat ini gedung H kemungkinan tidak memenuhi kriteria sustainable building. Sehingga bagi gedung lain yang keadaan pisiknya sama dengan gedung H, atau yang dasar perencanaannya masih konvensional bisa juga akan mempunyai kemungkinan yang sama dengan gedung H, setelah diuji dengan model ini.

Daftar pustaka APPA.2009. Practical Guide to Reducing the Campus Carbon Footprint.Alexandria. Anderson Jane, David Shiers and Kristian Steele. 2009, The Green Guide to Specification. Garston, A John Wiley & Sons. Chung, Wen Yuan. 2005. Comparison of two sustainable building assessment tools applied to Holmen project in Stockholm. KTH Architecture and the Build Environment. Stockholm Dow, Ronald F. 1998, Using Assessment Criteria to Determine Library Quality. The Journal of Academic Librarianship, July 1998, pp 277-281 Fuller Sieglinde. 2009. Life Cycle Cost Analysis. National Institute of Standards and Technology (NIST) Gibberd, J. 2003, Sustainable Building Assessment Tool (SBAT-P)V1.Pritoria. University of Pretoria.

Kriteria

Kriteria 1 2 3 4 5 6 7

Bobot

kriteria

b1 b2 b3 b4 b5 b6 b7

A

lte

rna

tip

Y Y1 / b1y1 ….. ….. ….. ….. ….. y7 / b7y7 nbaris

N N1 / b1N1 ….. ….. ….. ….. ….. N7 / b7N7 nbaris

Page 8: Model pengukuran kinerja sustainable building- suatu

8

Glavinich, Thomas E. 2008, Contractor’s Guide to Green Building Construction. New Jersey, John Wiley & Sons. Heink Ulrich, Ingo Kowarik. 2010. What are indicators? On the definition of indicators in ecology and environment planning. Journal Ecological Indicators. Vol 10. Pages 584-593 Indonesia Navigation to Green Building Achievement. 2010, Green Building Conceptual Framework for New Construction Commercial Building. Jakarta, Green Building Council of Indonesia. International Alliance of Reseacrh Universities. IARU.2009.Campus Sustainability Toolkit. Singapore. Kibert, Charles J. 2008, Sustainable Construction Green Building Design and Delevery, New Jersey, John Wiley & Sons. Mclennan, Jason F, 2004, The Philosophy of Sustainable Design, Bainbridge, ECOtone. Meisel Ari, 2010, LEED Materials A Resource Guide to Green Building, New York, Pricenton Architectural Press. Menteri Pekerjaan Umum. 2007, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no 45/PRT/M/2007, Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara,2007, Jakarta, Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan, Direktorat Jenderal Cipta Karya. National Clearinghouse for Educational Facilities (NCEF). 2001. School Building Assessment Methods. NCEF Publication Reeder, Linda. 2010, Guide to Green Building Rating System. New Jersey, John Wiley & Sons.Roderick Ya, David McEwan, Wheatley, Carlos Alonso. A comparative study of building energy performance assessment between LEED, BREEAM and Green Star schemes.Glasgow. Integrated Environment Solution Limited . Saaty TL, 1980; The Analytic Hierarchy Process.New York. NY, USA, McGraw-Hill. Saaty TL, 1978: A Scalling Method For Priorities in Hierarchical Structures. Journal of Mathematical Psychology; 1:57-68 The University of North Carolina. 2008. Campus Design Philosophy General Guidelines.(Guidelines 21) . Pembroke Undang-undang Republik Indonesia no 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Undang-undang Republik Indonesia no 32 tahun 2009 tentan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ugwu O.O, Haupt T.C . 2007. Key Performance Indicators and Assessment methods for infrastructure sustainability-a South African construction industry perspective. Building and Environment. Vol 42. Issue 2. February 2007. Pages 665-680. Undang-undang Republik Indonesia no 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. University of Victoria. 2006. UVic Campus Sustainability Guidelines. Victoria

Page 9: Model pengukuran kinerja sustainable building- suatu

9

U.S. Green Building Council, 2005, LEED Green Building Rating System, 2005,Washington DC, U.S. Green Building Council. U.S. Green Building Council, 2008, LEED for Existing Buildings: Operation&Maintenance, Washington DC, U.S. Green Building Council. U.S. Green Building Council, 2006, LEED for Existing Buildings : Reference Guide.Washington DC,U.S. Green Building Council. Wan J.W, Kunli Yang, W.J Zhang and J.L Zhang. A new method of determination of indoor temperature and relative humidity with consideration of human thermal comfort. Building and Environment. Vol 44. Issue 2.February2009. Pages 411-417. William & Mary. 2010. Campus Design Guidelines. Williamburg VA Yale Center for Environment Law and Policy, Yale University, 2005; 2005 Environmental Sustainability Index. Center for International Earth Science Information Network Columbia University.