model perjanjian penghindaran pajak berganda.docx

18
MAKALAH PAJAK INTERNASIONAL MODEL PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA Oleh : Misdawati 1110531019 Risa Kurnia 1210532063 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS

Upload: menstein

Post on 06-Nov-2015

72 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Metode penghindaran pajak berganda dengan OECD model dan UN model.

TRANSCRIPT

MAKALAH PAJAK INTERNASIONALMODEL PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

Oleh :Misdawati1110531019Risa Kurnia1210532063

JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMIUNIVERSITAS ANDALAS2015BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangSeiring dengan timbulnya Pajak Berganda akibat adanya kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh dua atau lebih negara, maka muncul pula Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang bertujuan untuk menghindarkan pengenaan pajak berganda yang disebabkan oleh adanya konflik dalam pelaksanaan ketentuan perpajakan dua atau lebih negara yang bersangkutan. Setiap negara mempunyai kewenangan dalam menentukan jurisdiksi perpajakannya. Kewenangan negara inilah yang ditawarkan untuk dimodifikasi atau direkonsiliasi saat negara bermaksud melakukan perikatan dalam suatu P3B. Kebijakan P3B merupakan bagian dari kebijakan domestik suatu negara. Dalam dunia perpajakan internasional dikenal dua model penghindaran pajak berganda, yaitu OECD Model dan UN Model. Namun, Indonesia memiliki model P3B tersendiri, yang merupakan gabungan dari kedua model (OECD dan UN). Ketiga model P3B ini akan dibahas lebih lanjut.

1.2 Rumusan Masalah1. Bagaimana metode penghindaran pajak berganda berdasarkan UN Model?2. Bagaimana metode penghindaran pajak berganda berdasarkan OECD Model?3. Bagaimana metode penghindaran pajak berganda dalam beberapa P3B Indonesia?4. Bagaimana perbandingan antara ketiga model tersebut?

1.3 Tujuan1. Mengetahui metode penghindaran pajak berganda berdasarkan UN Model2. Mengetahui metode penghindaran pajak berganda berdasarkan OECD Model3. Mengetahui metode penghindaran pajak berganda dalam beberapa P3B Indonesia4. Mengetahui perbandingan antara Model OECD, Model UN, dan model Indonesia.

BAB IIPEMBAHASAN

A. Model Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda1. Model OECDModel OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) dirumuskan sesuai dengan kebutuhan hubungan perpajakan antara anggota OECD sebagai negara-negara industri maju dengan kekuatan ekonomi yang cukup untuk melaksanakan investasi ke mancanegara. Model OECD ini dikonsepkan berdasarkan dua premis yaitu, premis pertama hak pemajakan utama kebanyakan diberikan kepada negara domisili wajib pajak. Negara sumber harus rela untuk melepaskan klaim pemotongan pajak sumber, mereka harus mengurangi tarif pajaknya untuk memberikan kepastian bahwa beban pajak negara sumber selalu dapat diserap oleh batasan kredit pajak negara residens. Premis kedua adalah baik negara sumber maupun negara residens diperbolehkan menerapkan ketentuan pajak domestiknya, keringanan pajak berganda diberikan dengan meminta negara residens untuk menyediakan kredit atau bebas pajak atas penghasilan yang telah dikenakan pajak oleh negara sumber.Model OECD bermulai dari perkembangan tax treaty dalam era League of Nations yang kurang bagus hingga OECD menerbitkan modelnya yang pertama pada tahun 1963, disusul dengan Model 1977, yang segera menjadi standar internasional dalam negosiasi tax treaty. Namun demikian, dengan meningkatnya perdagangan internasional dan berakhirnya kolonialisme, timbullah kebutuhan terhadap sebuah model tax treaty yang mengakomodasi kepentingan negara berkembang saat ingin menjalin P3B dengan negara maju. Model OECD dirasakan lebih sesuai untuk negosiasi antar negara maju dan kurang cocok untuk negara berkembang.Dalam perkembangannya, OECD cukup sering meng-update modelnya, yaitu pada tahun 1992, 1994, 1995, 1997, 2000, 2002, 2003, 2005, 2008 dan 2014.

2. Model UNModel UN (United Nation) dikembangkan untuk memperjuangkan kepentingan negara-negara berkembang, sehingga prinsip revenue oriented yang dianut oleh kebanyakan negara berkembang terlihat jelas dalam model ini. Hal ini tidak mengherankan karena negara-negara maju merupakan tempat asalnya modal, teknologi dan sumber daya manusia. Oleh karena itu, mereka berkeinginan agar sebagian besar hak pemajakan diberikan kepada negara mereka atau negara di mana modal, teknologi, dan sumber daya manusia tersebut berasal.Di lain pihak, negara berkembang, sebagai negara tempat tujuan investasi modal, teknologi, dan sumber daya manusia menjalankan kegiatan bisnisnya tentu sangat dirugikan kalau hanya diberikan sebagian kecil hak pemajakan. Untuk itu, dalam rangka untuk memberikan hak pemajakan yang lebih besar lagi kepada negara-negara berkembang, pada tahun 1968, Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations) mendirikanAd Hoc Group of Experts on Tax Treaties between Developed and Developing Countriesuntuk membuat model perjanjian penghindaran pajak berganda yang lebih memihak negara-negara berkembang. Sebagai tindak lanjut dari dibentuknyaAd Hoctersebut, pada tahun 1980 diterbitkanlah model perjanjian penghindaran pajak berganda antara negara maju dan negara berkembang untuk pertama kalinya (UN Model). UN Model yang diterbitkan di tahun 1980 tersebut sebagian besar mengikuti OECD Model tahun 1977. Walaupun UN Model mengikuti OECD Model, tetapi dalam pasal-pasal UN Model, hak pemajakan lebih banyak diberikan kepada negara berkembang atau negara-negara tempat tujuan investasi, teknologi, dan sumber daya manusia (negara sumber).Dalam rangka untuk mengantisipasi perkembangan perekonomian dan permasalahan hukum pajak yang semakin kompleks, OECD secara terus menerus memperbarui model perjanjian yang telah mereka buat. Tidak seperti OECD model, UN Model hanya baru dua kali melakukan penyesuaian yaitu pada tahun 2001 dan 2011.3. Model IndonesiaKarena Indonesia adalah negara yang sedang berkembang, Indonesia mengutip kebanyakan Prinsip Penghindaran Pajak Berganda (P3B) berdasarkan UN Model, yang tentunya dimodifikasi sedemikian rupa agar melindungi kepentingan sistem pajaknya dan selaras dengan hasil negosiasi kedua belah pihak karena perjanjian tertentu secara timbal balik. Namun demikian hal itu tidak berarti bahwa Indonesia menggunakan semua ketentuan dalam UN Model, Indonesia menganut kombinasi antara UN Model dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam undang-undang perpajakan nasional. Perpaduan antara dua model tersebut menghasilkan suatu model yang disebut dengan Model Indonesia.Model ini mengombinasikan kedua jenis model UN dan OECD, dan yang cocok digunakan di Indonesia dengan melihat hal-hal yang terkait dengan ketentuan Undang-Undang PPh dan program pembangunan di Indonesia dan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak dalam perjanjian. Hal-hal yang dapat mendorong perkembangan negara Indonesia menjadi lebih maju, dapat diatur dalam perjanjian ini, misalnya penghasilan atas guru dan peneliti, yang diatur dalam kedua model UN dan OECD tidak diatur, namun dalam Model Indonesia diatur dalam pasal tersendiri.

E.Perbandingan Model P3B versi OECD, UN, dan IndonesiaYang akan diperbandingkan adalah OECD Model 1977, UN Model 1980, dan Model Indonesia sebab UN Model 1980 disusun berdasarkan OECD Model 1977 dan Model Indonesia disusun berdasarkan UN Model 1980 sehingga ketiganya lebih mudah dan relevan untuk diperbandingkan. OECD Model 1977 dan UN Model 1980 mempunyai sedikit perbedaan pada isi pasal per pasal tetapi cukup signifikan perbedaannya dalam konsekuensi perpajakannya. Perbedaan tersebut terutama terletak pada Artikel 5 (Permanent Establishment), Artikel 7 (Business Profits), Artikel 8 (Shipping, Inland Waterways Transport, and Air Transport), Artikel 10 (Dividends), Artikel 11 (Interest), Artikel 12 (Royalties), Artikel 13 (Capital Gains), dan Artikel 21 (Other Income) Definisi BUT

Pada Artikel 5 mengenai pengertian permanent establishment atau Bentuk Usaha Tetap (BUT), UN Model 1980 menawarkan pengertian yang lebih luas daripada OECD Model 1977. Terlihat bahwa UN Model memasukkan pemberian jasa-jasa, termasuk jasa konsultasi, yang dilakukan oleh suatu perusahaan melalui pegawai atau orang lain yang dipekerjakan untuk tujuan tersebut, tetapi hanya apabila kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung di negara treaty partner (dalam proyek yang sama atau yang berhubungan) untuk suatu masa atau masa-masa yang berjumlah lebih enam bulan dalam periode dua belas bulan sebagai BUT. Model Indonesia senada dengan UN Model. Business ProfitsMengenai pemajakan atas Business Profits, OECD Model menganut prinsip attribution income (Artikel 7) dan effectively connected income yang diatur terpisah dalam Artikel 10, 11, dan 12, sedangkan UN Model menawarkan tambahan prinsip force of attraction income. Prinsip attribution income mengandung arti bahwa objek pajak BUT adalah hanya penghasilan yang berasal dari kegiatan atau harta BUT itu sendiri. Prinsip effectively connected income adalah bahwa objek pajak BUT mencakup juga passive income yang diterima kantor pusat yang mempunyai hubungan efektif dengan kegiatan/keberadaan BUT di negara sumber. Sedangkan prinsip force of attraction income adalah bahwa objek pajak BUT mencakup juga laba kantor pusat dari penjualan barang atau transaksi-transaksi lainnya yang sama jenisnya dengan yang dilakukan oleh BUT di negara sumber. Model Indonesia mengadopsi artikel UN Model ini dan itu sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam UU PPh. Shipping, Inland Waterways Transport, and Air TransportUntuk Artikel 8 tentang Shipping, Inland Waterways Transport, and Air Transport, UN Model menyediakan dua alternatif sebagai pilihan. Alternatif pertama adalah sama dengan OECD Model, yaitu laba yang diperoleh dari pengoperasian kapal laut atau pesawat terbang dalam jalur lalu lintas internasional hanya akan dikenakan pajak di negara tempat manajemen efektif perusahaan tersebut berada (negara domisili). Alternatif yang kedua, laba yang diperoleh dari pengoperasian pesawat terbang dalam jalur lalu lintas internasional hanya akan dikenakan pajak di negara tempat manajemen efektif perusahaan tersebut berada, sedangkan untuk kapal laut masih bisa dipajaki di negara sumber dengan pengurangan tarif. Model Indonesia mengadopsi alternatif kedua UN Model dengan memberikan pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif yang berlaku menurut ketentuan domestik. RoyaltiesMengenai dividen, bunga, dan royalti, perbedaan pertama antara OECD Model dan UN Model adalah bahwa UN Model tidak menyebutkan secara spesifik besaran tarif pajak karena akan dinegosiasikan. Perbedaan berikutnya, khusus royalti, OECD Model memberikan hak pemajakan sepenuhnya kepada negara domisili, sedangkan UN Model memberi hak pemajakan dengan pembatasan kepada negara sumber. Model Indonesia sesuai dengan UN Model. Capital GainsArtikel 13 (Capital Gains) UN Model mempunyai dua tambahan paragraf dibanding OECD Model. Dengan dua paragraf ini, negara sumber dimungkinkan untuk memajaki transaksi pengalihan saham perusahaan yang sebagian besar asetnya berupa barang tidak bergerak yang terletak di negara sumber; dan transaksi pengalihan saham perusahaan yang berdomisili di negara sumber sepanjang melebihi persentase kepemilikan tertentu. Berbeda dengan pola sebelumnya, Model Indonesia menyimpang dari UN Model dan bahkan sama dengan OECD Model. Other IncomeArtikel 21 (Other Income) UN Model mempunyai satu paragraf lebih banyak daripada OECD Model. Menurut OECD Model, penghasilan selain yang sudah diatur khusus dalam P3B akan dipajaki hanya di negara domisili. Menurut UN Model, meskipun utamanya hak pemajakan atas penghasilan lain-lain tersebut berada pada negara domisili, negara sumber masih dibolehkan memajaki bila penghasilan tersebut timbul di negara sumber. Berbeda dengan kedua model tersebut, Model Indonesia menawarkan bahwa untuk penghasilan lain, selain dari lotere dan hadiah, akan dipajaki di negara domisili.

F. Ketentuan P3B di Indonesia BUT/ Permanent EstablishmentIndonesia mengadopsi pengertian BUT menurut UN Model yang lebih luas dan lebih menguntungkan bagi Indonesia dibanding dengan pengertian BUT menurut OECD Model. Perbedaan utamanya adalah bahwa, menurut UN Model, kegiatan pemberian jasa oleh penduduk negara domisili yang dilakukan di negara sumber dapat menimbulkan BUT di negara sumber, tergantung lamanya kegiatan tersebut berlangsung. Dengan kata lain, kebijakan P3B Indonesia mengenai pengertian BUT menempatkan Indonesia sebagai negara sumber yang ingin mempertahankan hak pemajakan atas business profits. Business ProfitKebijakan P3B Indonesia mengenai pemajakan terhadap business profits mengikuti pola yang ditawarkan UN Model, yaitu business profits suatu BUT tidak hanya dipajaki berdasarkan prinsip attribution income dan effectively connected income, tetapi juga force of attraction income. Indonesia kembali menempatkan dirinya sebagai negara sumber yang ingin mempertahankan hak pemajakan atas business profits dengan cara yang seluas-luasnya. Shipping, Inland Waterways Transport, and Air TransportKebijakan P3B Indonesia untuk pemajakan atas penghasilan dari pengoperasian pesawat terbang dalam jalur lalu lintas internasional tidak berbeda dengan UN Model dan OECD Model, yaitu hak pemajakan diserahkan kepada negara domisili meskipun hal ini berbeda dari ketentuan domestik Indonesia. Untuk pengoperasian kapal laut, senada dengan Artikel 8B UN Model, Indonesia menawarkan pengurangan tarif pajak sebesar 50% dari tarif pajak yang berlaku untuk pemajakan atas penghasilan dari pengoperasian kapal laut dalam jalur lalu lintas internasional. Secara umum, kebijakan P3B yang tercermin dalam Model Indonesia ini adalah bahwa Indonesia tidak memaksakan ketentuan domestiknya tetapi mengambil jalan tengah dengan mengikuti alternatif kedua UN Model. Dividends, Interest, dan RoyaltiesKebijakan P3B Indonesia untuk pemajakan dividen, bunga, dan royalti adalah sesuai dengan UN Model, yaitu memberi hak pemajakan kepada negara sumber dengan pembatasan tarif yang besarannya akan ditentukan dengan negosiasi. Seluruh P3B Indonesia (kecuali dengan Arab Saudi) telah sesuai dengan Model Indonesia dan dengan pembatasan tarif pajak yang bervariasi, yaitu 5%, 10%, 12,5%, 15%, dan 20%.

Capital GainsBerbeda dengan pola sebelumnya, kebijakan P3B Indonesia untuk Capital Gains bersesuaian dengan OECD Model, yaitu: (1) keuntungan yang diperoleh dari pengalihan harta tidak bergerak dapat dipajaki oleh negara tempat harta tidak bergerak tersebut terletak (negara sumber); (2) keuntungan dari pengalihan harta bergerak yang merupakan bagian kekayaan suatu BUT, termasuk keuntungan dari pengalihan BUT itu sendiri, dapat dipajaki oleh negara tempat BUT tersebut terletak (negara sumber); (3) keuntungan yang diperoleh dari pengalihan kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalu lintas internasional atau harta bergerak yang terkait dengan pengoperasian pesawat udara tersebut hanya akan dikenakan pajak di negara domisili; dan (4) keuntungan dari pengalihan harta lainnya selain yang disebut pada ayat-ayat sebelumnya hanya akan dikenakan pajak di negara domisili, yaitu negara di mana orang/badan yang mengalihkan harta tersebut menjadi penduduknya. Other IncomeKebijakan P3B Indonesia untuk pemajakan atas penghasilan selain yang sudah diatur khusus dalam artikel lainnya adalah bahwa Indonesia hanya menghendaki lotere dan hadiah yang dapat dipajaki oleh negara sumber. Selain itu, hak pemajakan diserahkan kepada negara domisili. Tanpa memasukkan unsur lotere dan hadiah tersebut, Model Indonesia ini bersesuaian dengan OECD Model dan berseberangan dengan UN Model yang menginginkan penghasilan lain yang timbul di negara sumber dapat dipajaki di negara sumber.

BAB IIIPENUTUP

Ada dua model metode perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) yang berlaku dalam perpajakan internasional, yaitu Model OECD dan Model UN. Model OECD merupakan model yang dirumuskan oleh OECD yang terdiri atas negara-negara maju, sehingga tidak mengherankan kalau isi atau konsep dari model ini akan menguntungkan negara-negara industri maju. Selanjutnya ada Model UN yang dikembangkan untuk memperjuangkan kepentingan negara-negara berkembang, sehingga prinsip revenue oriented yang dianut oleh kebanyakan negara berkembang terlihat jelas dalam model ini. Kedua model ini menjadi acuan bagi negara-negara dalam melaksanakan maupun menyusun ketentuan perpajakan internasional mereka sendiri.Model Indonesia merupakan model metode P3B yang digunakan oleh Indonesia. Model ini merupakan gabungan dari kedua Model OECD dan UN yang telah dimodifikasi sehingga sesuai dengan ketentuan perpajakan Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Gunadi. 2007. Pajak Internasional. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UIhttp://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat=p3bhttp://library.uii.ac.id/artikel/35-id/resensi-buku/47-kajian-penghindaran-pajak-berganda-di-indonesia.htmlhttp://kabarpajak.blogspot.com/2014/01/tax-treaty-p3b-di-indonesia.htmlhttps://bambangkesit.files.wordpress.com/2011/07/bab-iii-p3b.pdfhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36021/1/10E00250.pdf