modifikasi hukum kontrak dalam perdagangan internasional ...... · langsung dan sifat data...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
MODIFIKASI HUKUM KONTRAK DALAM
PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI E-
COMMERCE
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh
Syailendra Wisnu Wardhana
NIM. E0007222
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERNYATAAN
Nama : Syailendra Wisnu Wardhana
NIM : E0007222
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi)
berjudul MODIFIKASI HUKUM KONTRAK DALAM
PERDAGANGAN E-COMMERCE INTERNASIONAL adalah
betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam
penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan
dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan
saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik
berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya
peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 20 Juli 2011
yang membuat pernyataan
Syailendra Wisnu Wardhana
E.0007222
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK
Syailendra Wisnu Wardhana, E 0007222 . 2011 . MODIFIKASI HUKUM
KONTRAK DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI E-
COMMERCE. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyesuaian yang harus dilakukan terhadap hukum kontrak dalam perdagangan internasional melalui e-commerce.
Penelitian ini adalah penelitian normatif dan bersifat preskriptif. Perkembangan tekhnologi dan informasi yang semakin pesat telah membawa
model perdagangan baru yaitu perdagangan e-commerce. Perdagangan e-
commerce ini telah melahirkan sebuah model kontrak baru yang memiliki sifat agak berbeda yang biasa disebut dengan kontrak elektronik. Kontrak ini bersifat
papperless(tidak menggunakan kertas) dan tidak mengenal batasan wilayah. Munculnya kontrak elektronik membuat hukum kontrak harus dimodifikasi.
Modifikasi meliputi penggunaan teknik enkripsi dan penerapan digital
signature untuk menjamin validitas kontrak yang meliputi keabsahan dan keaslian atau integritas kontrak. Keraguan terhadap kontrak elektronik muncul disebabkan
karena proses pembuatannya yang tidak mengharuskan para pihak untuk bertemu langsung dan sifat data elektronik yang mudah diubah. Munculnya sengketa yang disebabkan oleh transaksi elektronik membutuhkan cara penyelesaian yang
khusus yaitu dengan menggunakan Online Dispute Resolution (ODR). Sampai saaat ini terdapat tiga model ODR yaitu Negosiasi Online, Mediasi Online, dan Arbitrase Online.
UNCITRAL berusaha untuk membuat sebuah harmonisasi hukum dengan cara merumuskan Model Law on Electronic Commerce dan United Nations
Convention on the Use of Electronic Communications in International Contracts. Dalam kedua pengaturan di atas, dapat disimpulkan data elektronik dapat berlaku sebagaimana dokumen kertas.
Kata Kunci: Kontrak Elektronik, Validitas, Integritas, Online Dispute Resolution,
UNCITRAL, Harmonisasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK
Syailendra Wisnu Wardhana, E.0007222 . 2011 .MODIFICATION OF
CONTRACT LAW IN INTERNATIONAL TRADE BY USE OF E-
COMMERCE. Faculty of Law Sebelas Maret University.
This research purposed to knowing an adjustment in contract law in international e-commerce trade. This research is prescriptive normative research.
Information and Technology development making new model of commerce called e-commerce. This commerce borned a new model of contract which have a different characteristic with conventional contract called electronic contract. This
contract is papperless and there is no border in cross country. The appears of electronic contract makes the law of contract must be modified.
The modification is about implementation of encryption and digital signature to guarante a validity of contract that involving originality and integrity of contract. A doubt about validity of contract occur because of this contract is
faceless and easy to rearrange. Legal dispute because of electronic transaction need spesial resolution called Online Dispute Resolution (ODR). There are three
models of ODR, Online Negotiation, Online Mediation, and Online Arbitration UNCITRAL trying to make a harmonization with Model Law on Electronic
Commerce and United Nations Convention on the Use of Electronic
Communications in International Contracts. In both regulation, concluded that electronic data can be use as a papper document
Key word: Electronic Contract, Validity, Integrity, Online Dispute Resolution, UNCITRAL, Harmonization
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji Syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan Penulisan Hukum (Skripsi) ini dalam rangka
melengkapi persyaratan guna meraih derajat Sarjana (S1) dalam ilmu hukum di
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah
penyesuaian yang harus dilakukan dalam hukum kontrak hubungannya dengan
perdagangan e-commerce dan bagaimanakah pengaturan internasional mengenai
kontrak e-commerce.
Dalam proses penulisan hukum ini, penulis telah dibantu oleh berbagai
pihak, oleh karena itu tak lupa penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Ibu Prof.Dr.Hartiwiningsih S.H.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Ibu Djuwityastuti, S.H.,M.H. Selaku Ketua Bagian Hukum Perdata Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
3. Bapak Pranoto, S.H.,M.H. selaku Pembimbing Penulisan Hukum (Skripsi)
yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan
dan arahan bagi penulis dalam menyusun Penulisan Hukum (Skripsi) ini.
4. Bapak Soehartono S.H,M.Hum. selaku Pembimbing Akademis yang telah
memberikan bimbingan selama penulis menjalani perkuliahan di Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan ilmu kepada penulis.
6. Kedua orang tua penulis, Bapak Alm. Drs. Amir Hidayat, M,Sn, dan Ibu Dra
Christina Tri Hendriyani, M,Si., atas seluruh support dan limpahan kasih
sayang yang selama ini diberikan kepada penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7. Adikku Lucky Kresna Aji yang selalu memberikan dukungan dan motivasi
bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini
8. Kawan-kawan di BEM FH UNS ,FOSMI FH UNS dan ILC atas segala
dukungan, diskusi, dan tukar pemikiran selama penulis menyelesaikan
penulisan hukum ini
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini
Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum (Skripsi) ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu masukan, saran tetap penulis harapkan. Semoga
Penulisan Hukum (Skripsi) ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait
dengan penulisan hukum ini kususnya dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, 13 Juli 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI...................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ...................................................................... iv
ABSTRAK ..................................................................................................... v
KATA PENGANTAR.................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................ 6
C. Tujuan Penelitian ............................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................. 7
E. Metode Penelitian .............................................................. 8
BAB II TINJUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori............................................................... 13
1. Tinjauan tentang Hukum Kontrak Internasional ...... 13
a. Pengertian Kontrak Internasional ....................... 13
b. Prinsip Hukum Kontrak Internasional................ 14
c. Subjek Hukum Kontrak Internasional................ 19
d. Sumber Hukum Kontrak Internasional .............. 28
e. Hukum yang berlaku dalam kontrak internasional31
2. Tinjuan tentang E-Commerce................................... 39
a. Pengertian E-commerce...................................... 39
b. Ruang Lingkup E-Commerce ............................. 41
c. Karakteristik E-Commerce ................................. 43
d. Kategori E-Commerce ........................................ 47
B. Keranga Pemikiran ......................................................... 50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Modifikasi Hukum Kontrak Dalam Perdagangan
E-Commerce Internasional............................................. 52
1. Kontrak Elektronik ................................................... 52
2. Validitas Kontrak E-Commerce ............................... 60
a. Keabsahan Kontrak Elektronik .......................... 60
b. Keaslian dan Integritas Data .............................. 64
3. Penyelesaian Sengketa E-Commerce ....................... 71
B. Pengaturan Hukum Kontrak Dalam Perdagangan E-Commerce
Internasional ..................................................................... 80
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan......................................................................... 95
B. Saran ............................................................................... 95
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 97
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pemikiran ................................................................... 50
Gambar 2. Proses Kriptografi....................................................................... 66
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan teknologi informasi saat ini tengah mengalami kemajuan
yang sangat pesat. Perkembangan ini ternyata berdampak pada berbagai sektor
kehidupan termasuk juga dalam dunia perdagangan. Hadirnya teknologi
internet membuat manusia menuntut pemenuhan kebutuhannya dipenuhi
semakin cepat. Transaksi perdagangan tidak lagi dilakukan dengan cara
konvensional dimana antara penjual dan pembeli harus bertatap muka
langsung. Perbedaan jarak dan waktu seakan tidak menjadi masalah lagi bagi
perdagangan. Para pihak yang melakukan transaksi dapat bertemu dan saling
bertukar informasi melalui dunia maya yang diciptakan oleh teknologi internet
Perkembangan perdagangan melalui dunia internet meningkat pesat di
seluruh dunia. Di Canada dalam waktu dua tahun, jumlah transaksi
perdagangan via internet meningkat pesat hingga 61%. Peningkatan ini setara
dengan US$12,8 miliar. Bila dilihat dari segi kuantitas, dari tahun 2005 hingga
2007 terjadi peningkatan jumlah perdagangan dari 49,4 juta barang di tahun
2005 menjadi 69,9 juta di tahun 2007. Hal ini sedikit banyak dipengaruhi oleh
meningkatnya pengguna internet di Canada dari 6,9 juta orang menjadi 8,4
juta orang. (http://berita.kapanlagi.com/tekno/perdagangan-online-canada-
meningkat-pesat-rajzx14.html diakses 14 Desember 2010 Pukul 22.25). Di
Indonesia nilai perdagangan lewat internet menurut IDC pada tahun 2009
mencapai sekitar $3,4miliar. Sedangkan potensi perdagangan E-Commerce
secara global menjadi US$172,9 miliar. (http://www.rickyeka.com/transaksi-
online-di- indonesia-tembus-rp-35-triliun.html diakses 14 Desember 2010
22.11). Data-data diatas menunjukkan bahwa perdagangan melalui internet
atau yang biasa disebut dengan perdagangan E-Commerce mempunyai potensi
yang amat besar dan mulai banyak diminati oleh kalangan bisnis.
Penggunaan teknologi internet untuk transaksi perdagangan dimulai pada
tahun 1970-an. Perdagangan elektronik berarti fasilitasi komersial secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
elektronik yang menggunakan teknologi seperti Electronic Data Interchange
(EDI) dan Transfer Dana Elektronik. Teknnologi ini memungkinkan
perusahaan untuk mengirim dokumen komersial seperti pesanan pembelian
atau invoice secara elektronik. Electronic Data Interchange menurut Article 2
UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce diartikan sebagai “The
electronic transfer from computer to computer of information using an agreed
standard to structure the information”. Sedangkan International Data
Exchange Association (IDEA) mendefinisikan EDI sebagai transfer data
terstruktur dengan format standar yang telah disetujui yang dilakukan dari satu
sistem komputer ke sistem komputer yang lain dengan menggunakan media
elektronik (Nofie Iman, www.nofieiman.com).
Perdagangan E-Commerce juga tumbuh berkembang pada tahun 1980-an
dengan penerimaan kartu kredit, dan anjungan tunai mandiri (ATM) di dunia
perbankan. Munculnya kartu ktedit dan ATM ini semakin mempermudah
manusia untuk bertransaksi dimana saja. Setelah itu, muncul sistem reservasi
maskapai penerbangan secara online oleh maskapai Sabre di Amerika Serikat
dan Travicom di Inggris.
Di tahun 1990-an, perdagangan elektronik mencakup sistem perencanaan
sumber daya perusahaan, data mining dan data pergudangan. Perdagangan
barang secara fisik diawali oleh Boston Computer Exchange, yang
diluncurkan pada tahun 1982. Pertukaran informasi secara online termasuk
juga konsultasi secara online mulai diperkenalkan pada tahun 1991. Pada
tahun 1990, Tim Barners Lee menciptakan web browser World Wide Web
yang hingga saat ini dikenal dengan sebutan internet. Sekitar tahun 1994,
belanja online pertama dimulai dan pada tahun 2000, sudah banyak
perusahaan di eropa dan amerika yang menawarkan jasa melalui World Wide
Web.
(http://frenlove.blogspot.com/2010/10/electronic-commerce.html diakses 17
Desember 2010 Pukul 22.57)
Penggunaan internet dipilih sebagai media transaksi bukannya tanpa
alasan. Banyak kemudahan yang dapat diperoleh seseorang dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bertransaksi melalui internet. Yang pertama yaitu internet sebagai jaringan
publik yang sangat besar (huge/widespread network), layaknya yang dimilki
suatu jaringan publik elektronik, yaitu murah, cepat dan kemudahan akses.
Yang Kedua, penggunaan data elektronik sebagai media penyampaian
pesan/data sehingga dapat dilakukan pengiriman dan penerimaan informasi
secara mudah dan ringkas, baik dalam bentuk data elektronik analog maupun
digital. (Nofie Iman, www.nofieiman.com)
Alasan lain penggunaan Transaksi e-commerce antara lain karena transaksi
e-commerce memiliki beberapa keuntungan yaitu:
1. Transaksi melalui e-commerce menjadi lebih efektif dan cepat;
2. Transaksi dagang menjadi lebih efisien, produktif dan bersaing;
3. Lebih memberi kecepatan dan ketepatan kepada konsumen;
4. Mengurangi biaya administratif;
5. Memperkecil masalah-masalah sebagai akibat perbedaan budaya, bahasa
dan praktik perdagangan;
6. Meningkatkan pendistribusian logistik; dan
7. Memungkinkan perusahaan-perusahaan kecil untuk menjual produknya
secara global (Huala Adolf,2005: 163)
Sedangkan menurut Joseph Luhukay memaparkan beberapa keuntungan
transaksi e-commerce bagi pedagang sebagai berikut:
1. Dapat digunakan sebagai lahan untuk menciptakan pendapatan (revenue
generation) yang sulit atau tidak dapat diperoleh melalui cara
konvensional, seperti memasarkan langsung produk barang atau jasa;
menjual informasi, iklan, (baner), membuka cybermall, dan sebagainya;
2. Menurunkan biaya operasional. Berhubungan langsung dengan pelanggan
melalui internet dapat menghemat kertas dan biaya telpon, tidak perlu
menyiapkan tempat ruang pamer (outlet), staf operasional yang banyak,
gudang yang besar, dan sebagainya;
3. Memperpendek product cycle dan management supplier. Perusahaan dapat
memesan bahan baku atau produk ke supplier langsung ketika ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pemesanan sehingga perputaran barang lebih cepat dan tidak perlu gudang
yang besar untuk menyimpan produk-produk tersebut;
4. Melebarkan jangkauan (global reach). Pelanggan dapat menghubungi
perusahaan/penjual dari manapun di seluruh dunia;
5. Waktu operasi tidak terbatas. Bisnis melalui internet dapat dilakukan
selama 24 jam per hari, 7 hari per minggu;
6. Pelayanan ke pelanggan lebih baik. Melalui internet pelanggan bisa
menyampaikan kebutuhan maupun keluhan secara langsung sehingga
perusahaan dapat meningkatkan pelayanannya (Dikdik M.Arief Mansur &
Elisatris Gultom, 2009: 149).
Keuntungan juga akan banyak didapatkan oleh pembeli dalam melakukan
transaksi e-commerce. Menurut Joseph Luhukay keuntungan yang akan
diperoleh pembeli antara lain:
1. Home Shopping. Pembeli dapat melakukan transaksi dari rumah sehingga
dapat menghemat waktu, menghindari kemacetan, dan menjangkau took-
toko yang jauh dari lokasi;
2. Mudah melakukan. Tidak perlu pelatihan khusus untuk bisa belanja atau
melakukan transaksi melalui internet;
3. Pembeli memiliki pilihan yang sangat luas dan dapat membandingkan
produk maupun jasa yang ingin dibelinya;
4. Tidak dibatasi waktu. Pembeli dapat melakukan transaksi kapan saja
selama 24 jam per hari, 7 hari per minggu;
5. Pembeli dapat mencari produk yang tidak tersedia atau sulit diperoleh di
outlet-outlet/pasar tradisional (Dikdik M.Arief Mansur & Elisatris Gultom,
2009:150)
Selain itu masih banyak faktor yang mendukung perkembangan E-
Commerce. Cakupannya yang luas, proses transaksi yang cepat, efisiensi yang
tinggi, murah serta informatif, mudah, aman dan akurat menjadi pertimbangan
tersendiri bagi pengguna jasa perdagngan di Internet. Pelayanan yang
demikian cepat dan mudah juga dapat meningkatkan kepuasan konsumen atas
produk yang dijual produsen. (Munawar Kholil: 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kemajuan di bidang perdagangan dengan hadirnya perdagangan E-
Commerce ini tentu perlu diikuti pula oleh perkembangan hukum yang
mengatur mengenai masalah perdagangan melalui media internet ini.
Perdagangan ini bersifat scriptless dan papperless. Artinya bahwa transaksi
melalui internet tidak dilakukan secara tertulis. Perkembangan sarana
teknologi dan informasi yang biasa disebut dengan dunia maya ini juga
membawa pengaruh yang cukup besar terhadap hukum kontrak internasional.
Kontrak tidak lagi harus tunduk pada doktrin-doktrin yang berlaku
sebelumnya. Penyelelesaian sengketanya pun tidak harus dilakukan secara
konvensional. Segala kesepakatan kontrak dan penyelesaian sengketanya
dapat diselesaikan dengan menggunakan tekhnologi informasi. Biasanya
bentuk-bentuk kontrak melalui dunia maya ini menggunakan kontrak baku
atau kontrak standar. Bentuk kontrak yang seperti ini sulit dihindari karena
transaksi di dunia maya menghendaki transaksi yang cepat, seiring dengan
sifat tekhnologi informasi tersebut (Huala Adolf, 2008: 40)
Ada tiga pandangan hukum terkait dengan perkembangan teknologi
informasi. Yang pertama adalah bahwa hukum harus memperlakukan
perkembangan teknologi informasi secara berbeda. Artinya bahwa diperlukan
sebuah pengaturan secara revolusioner. Pandangan ini berpendapat bahwa
dunia yang diatur yaitu dunia maya adalah dunia yang berbeda, sehingga harus
dilakukan pengaturan dan diperlakukan berbeda pula. Pandangan yang kedua
biasa disebut dengan pandangan ortodoks. Pandangan ini mengungkapkan
bahwa tidak perlu ada hukum khusus yang mengatur mengenai tekhnologi
informasi maupun segala sesuatu yang terdapat didalamnya, termasuk juga
dalam perdagangan E-Commerce. Tetapi hukum konvensional yang ada harus
disesuaikan dengan perkembangan tekhnologi informasi. Menurut pandangan
ini penyesuaian mutlak diperlukan karena dampak dari apa yang terjadi dalam
dunia maya tersebut berimbas pada dunia nyata. Pandangan yang ketiga
berpendapat bahwa hukum tekhnologi informasi hanya dapat bekerja bersama
dengan komponen-komponen hukum yang telah dikembangkan secara paralel
dengan informasi di satu sisi dan teknologi di sisi yang lain. Pengaturan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengenai perkembangan tekhnologi informasi tidak dapat dilakukan dengan
serta merta, namun membutuhkan sebuah proses yang panjang. Pandangan ini
biasa disebut dengan pandangan evolusioner ( M. Arsyad Sanusi, 2005:249).
Menyikapi munculnya perdagangan E-Commerce, tampaknya perlu
sebuah pengaturan yang khusus mengingat terdapat beberapa permasalahan
yang kemudian timbul. Perdagangan E-Commerce tidak dapat lagi disamakan
dengan kontrak-kontrak dagang biasa. Doktrin-doktrin hukum kontrak yang
ada perlu disesuaikan dengan keadaan terkini. Beberapa permasalahan yang
kemudian muncul dengan adanya E-Commerce ini meliputi Bagaimana
keabsahan pembentukan kontrak elektronik, nilai validitas kontrak itu sendiri,
validasi tanda tangan elektronik terkait dengan para pihak dalam E-
Commerce, Kejelasan tempat dan waktu kontrak, dan ketentuan mengenai
kontrak elektronik itu sendiri masih perlu dikaji lebih dalam.
Berdasarkan hal diatas, maka Penulis tertarik untuk mengkaji persoalan
bagaimana seharusnya pengaturan hukum kontrak yang diterapkan dalam
perdagangan internasional melalui E-Commerce dengan sebuah penulisan
hukum berjudul “MODIFIKASI HUKUM KONTRAK DALAM
PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI E-COMMERCE”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, maka penulis
merumuskan pokok permasalahan yaitu:
1. Bagaimana penyesuaian (modifikasi) pengaturan hukum kontrak yang
terjadi dalam perdagangan internasional melalui E-Commerce?
2. Bagaimana pengaturan hukum kontrak dalam perdagangan internasional
melalui E-Commerce?
C. Tujuan Penelitian
Sebuah penulisan hukum pasti mempunyai sebuah tujuan tertentu. Tujuan
dalam penulisan hukum yang dilakukan penulis ini yaitu:
1. Tujuan Objektif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
a. Untuk mengetahui bagaimana penyesuaian (modifikasi)
pengaturan hukum kontrak yang terjadi dalam perdagangan
internasional melalui E-Commerce
b. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum kontrak yang
diterapkan dalam perdagangan internasional melalui E-Commerce.
2. Tujuan Subjektif
a. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis di bidang
perdagangan internasional terutama pada perdagangan
internasional secara E-Commerce.
b. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna mencapai gelar
sarjana hukum pada bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Sebuah penulisan hukum diharapkan dapat memberikan manfaat yang
berguna baik bagi perkembangan ilmu hukum itu sendiri maupun dapat
diterapkan dalam praktiknya. Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan
hukum ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian untuk penulisan hukum ini diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di
bidang hukum pada umumnya dan Hukum Perdagangan
Internasional pada khususnya.
b. Diharapkan penulisan hukum ini dapat menambah referensi ilmiah
di bidang hukum tentang perdagangan internasional khususnya
pada perdagangan E-Commerce.
c. Diharapkan dari penulisan hukum ini dapat digunakan sebagai
acuan untuk melakukan penulisan sejenis untuk selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Manfaat Praktis
a. Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran,
membentuk pola pikir ilmiah, sekaligus menerapkan ilmu yang
telah diperoleh.
b. Hasil dari penulisan hukum ini diharapkan dapat membantu
pengembangan hukum terutama dalam menyikapi perkembagan
perdagangan internasional khususnya dalam perdagangan
internasional melalui E-Commerce.
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,
prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu
hukum yang dihadapi (Peter Mahmud, 2010: 35).
Dalam penelitian hukum ini metode penulisan yang akan digunakan adalah
sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah penelitian hukum normatif. Penelitian normatif terdiri atas:
a. Penelitian pada ranah dogmatig hukum;
b. Penelitian pada ranah teori hukum;
c. Penelitian pada ranah filsafat hukum (PPH, 2009:6)
Pada penelitian ini penulis akan menggunakan penelitian pada
ranah dogmatik hukum. Penelitian hukum dalam ranah dogmatik
menyangkut ketentuan hukum yang relevan dengan fakta yang
dihadapi (Peter Mahmud, 2010:61). Penelitian dalam penulisan hukum
ini akan menyangkut pengaturan internasional hukum kontrak dalam
perdagangan internasional melalui E-Commerce.
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian dalam penulisan hukum ini adalah preskriptif. Ilmu
hukum mempunyai karakteristik ilmu yang bersifat preskripitif dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum
mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan
hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum (Peter
Mahmud,2010:22) .
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan
komparatif (comparative approach) . Pendekatan undang-undang
dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang
bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Sedangkan
pendekatan komparatif pendekatan yang dilakukan dengan
membandingkan satu undang-undang dengan undang-undang yang
lain. (Peter Mahmud, 2010:95). Pada pendekatan undang-undang,
penulis akan mengkaji pengaturan internasional mengenai e-commerce
yang terdapat pada UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce,
United Nations Convention on the Use of Electronic Communications
in International Contracts 2005 dan beberapa contoh kontrak e-
commerce yang diterapkan dalam perdagangan internasional.
Sedangkan pada pendekatan perbandingan, penulis akan
membandingkan antara hukum kontrak yang konvensional, dengan
hukum kontrak dalam e-commerce.
4. Jenis dan Sumber Data Penelitian
Dalam penelitian hukum, tidak dikenal adanya data. Untuk
memecahkan isu hukum dan dan sekaligus memberikan preskripsi
mengenai apa yang seyogianya, diperlukan sumber-sumber penelitian.
Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber
penelitian yang yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-
bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer terdiri dari perudang-
undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan
perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Sedangkan bahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan
merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud, 2010: 141).
Dalam penulisan hukum ini sumber hukum primer yang akan
digunakan antara lain UNCITRAL Model Law on Electronic
Commerce 1996 dan United Nations Convention on the Use of
Electronic Communications in International Contracts 2005.
Sedangkan sumber hukum sekunder yang akan digunakan dapat
berupa buku, jurnal, publikasi melalui internet, dan berbagai macam
bahan hukum sekunder yang dibutuhkan.
5. Teknik Pengumpulan Data
Setelah isu hukum ditetapkan, peneliti kemudian melakukan
penelusuran untuk mencari bahan-bahan hukum yang relevan terhadap
isu yang dihadapi. Yang dilakukan peneliti dalam penelitian yang
menggunakan pendekatan perundang-undangan adalah mencari
peraturan perundang-undangan mengenai atau yang berkaitan dengan
isu tersebut (Peter Mahmud, 2010: 194). Bagi penggunaan pendekatan
komparatif, yang harus dilakukan adalah dengan mengumpulkan
ketentuan perundang-undangan dan pembandignya. Dalam penulisan
hukum ini yang akan dilakukan penulis adalah mengumpulkan
peraturan perundang-undangan yaitu UNCITRAL Model Law on
Electronic Commerce dan United Nations Convention on the Use of
Electronic Communications in International Contracts 2005, dan
sebagai pembandingnya adalah hukum kontrak internasional
konvensional.
6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang akan digunakan dalam penulisan hukum
ini adalah teknik analisis dengan logika deduktif. Johny Ibrahim yang
mengutip pendapat Bernand Areif Shiharta, logika deduktif merupakan
suatu teknik khusus untuk menarik kesimpulan dari hal-hal yang
bersifat umum menjadi kasus yang individual (Jhonny
Ibrahim,2006:249). Jadi yang dimaksud teknik deduktif adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menjelaskan sesuatu yang bersifat umum, kemudian mengerucutkan
pada hal yang khusus, kemudian menarik kesimpulan.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Sistematika penulisan hukum adalah untuk memberi gambaran yang jelas
dan komprehensif mengenai isi penulisan hukum ini, maka penulis membagi
penulisan hukum ini dalam empat bab. Sistematika tersebut adalah sebagai
berikut:
BAB I :PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan diuraikan tentang latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
penelitian, jadwal penelitain, dan sistematika penelitian
BAB II:TINJAUAN PUSTAKA
Bab Tinjauan Pustaka ini terdiri dari Kerangka Teori dan
Kerangka Pemikiran. Kerangka teori memuat berbagai pengertian
dan teori-teori hukum yang mendukung judul penulisan hukum
sehingga akan memudahkan pembacanya untuk memahami apa
yang penulis paparkan dalam penulisan hukum ini. Dimulai dari
tinjauan mengenai hukum kontrak internasional, hingga tinjauan
mengenai E-Commerce. Kerangka pemikiran akan memberikan
gambaran bagaimana alur berpikir penulis, dalam melakukan
penulisan hukum
BAB III: HASIL PENELITIAN
Bab Hasil Penelitian adalah bab inti dalam penulisan hukum ini.
Bab ini akan memaparkan hasil penelitan yang kemudian dengan
analisis, menghasilkan pembahasan atas pokok permasalahan
seperti yang telah dirumuskan sebelumnya. Bab ini akan
menjawab permasalahan yang diangkat. Dalam penulisan hukum
ini yang akan dijawab adalah bagaimana penyesuaian
(modifikasi) hukum kontrak yang dilakukan terkait dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
munculnya perdagangan internasional melalui E-Commerce dan
bagaimana pengaturan hukum kontrak dalam perdagangan
internasional melalui E-Commerce.
BAB IV: PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari apa yang telah dibahas
sebelumnya dan juga berisi saran yang ditujukan kepada pihak-
pihak yang terkait dengan permasalahan yang penulis teliti dalam
penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
G. Kerangka Teori
1. Tinjauan tentang Hukum Kontrak Internasional
a. Pengertian Kontrak Internasional
Black’s Law mengartikan kontrak sebagai suatu perjanjian
antara dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk
melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan tertentu (“An
agreement betwen two or more persons which creates an obligation to
do nor not to do a particular thing”)(lihat dalam Huala Adolf,2008:1)
Wilis Reese mengartikan kontrak internasional sebagai
“Contract with elements in two or more nation states. Such contract
may be between states, between a state and a private party, or
exclusively between private parties” (lihat dalam Huala Adolf,2008:4).
Dari definisi di atas, dapat dilihat bahwa Reese mensyaratkan adanya
lebih dari satu negara dalam kontrak. Secara lebih sederhana, Sudargo
Gautama menjelaskan bahwa kontrak internasional adalah kontrak
nasional yang terdapat unsur luar negeri (foreign element).(lihat dalam
Huala Adolf,2008:4)
Secara teoritis, unsur asing yang dapat menjadi indikator suatu
kontrak adalah kontrak nasional yang mengandung unsur:
1) Kebangsaan yang berbeda;
2) Para pihak memiliki domisili hukum di negara yang berbeda;
3) Hukum yang dipilih adalah hukum asing, termasuk aturan-aturan
atau prinsip-prinsip kontrak internasional terhadap kontrak
tersebut;
4) Penyelesaian sengketa kontrak dilangsungkan di luar negeri;
5) Pelaksanaan kontrak tersebut di luar negeri;
6) Kontrak tersebut ditandatangani di luar negeri;
7) Objek kontrak di luar negeri;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8) Bahasa yang digunakan dalam kontrak adalah bahasa asing; dan
9) Digunakannya mata uang asing dalam kontrak tersebut (Huala
Adolf, 2008:4)
b. Prinsip Hukum Kontrak Internasional
Secara umum hukum kontrak internasional dapat dipat dibagi
menjadi dua prinsip pengaturan yaitu prinsip fundamental hukum
kontrak internasional dan prisip hukum kontrak internasional. Prinsip
fundamental hukum kontrak internasional terdiri dari Prinsip Dasar
Supremasi/Kedaulatan Hukum Nasional, dan Prinsip Kebebasan
Berkontrak. Sedangkan prinsip hukum kontrak internasional terdiri dari
Prinsip Pacta Sunt Servanda; dan Prinsip good faith (itikad baik); dan
Prinsip Resiprositas (Huala Adolf, 2008:19)
1) Prinsip Fundamental Hukum Kontrak Internasional
a) Prinsip Fundamental Supremasi/Kedaulatan Hukum Nasional
Prinsip fundamental pertama mensyaratkan bahwa hukum
nasional tidak dapat diganggu gugat keberadaannya. Kekuatan
mengikatnya adalah mutlak. Setiap benda, subjek hukum,
perbuatan atau peristiwa hukum, termasuk di dalamnya transaksi
dagang yang dituangkan ke dalam kontrak, yang terjadi di dalam
wilayah suatu negara tunduk secara mutlak pada hukum
nasional tersebut (Huala Adolf, 2008:19)
b) Prinsip Fundamental Kebebasan Berkontrak
Prinsip kebebasan berkontrak mensyaratkan bahwa para
pihak bebas menutup kontrak. Para pihak bebas menetapkan
bentuk dan isi kontrak berdasarkan kesepakatan mereka. Prinsip
ini sering kali disebu dengan party autonomy. Prinsip ini
merupakan prinsip yang terpenting dan aturan dasar yang utama.
Atiyah menyatakan kebebasan berkontrak adalah “(it) is one of
the most fundamental features of the law of contract”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Clive M.Schmitthoff menegaskan bahwa dengan prinsip
otonomi, para pihak dapat mengembagkan, menginovasi, atau
menciptakan bentuk-bentuk kontrak baru yang mereka inginkan
dan sepakati. Pengakuan terhadap kebebasan berkontrak ini
telah mengembangkan, memperluas bahkan menciptakan
bentuk-bentuk baru bidang kontrak (lihat dalam Huala
Adolf,2008:21).
Pengakuan secara tegas terhadap prinsip ini termuat
dalam Prinsip UNIDROIT/The International Institute for the
Unification of Private Law (the UNIDROIT Principles of
International Contract tahun 1994). Dalam Pasal 1.1 ditegaskan
bahwa “The parties are free to enter into a contract and to
determine its content”. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa
berdasarkan prinsip ini, setiap pegusaha memiliki hak untuk
memutuskan secara bebas dengan siapa saja mereka akan
menawarkan produk barang atau jasanya dan dengan pihak siapa
mereka akan mendapatkan produk yang dibutuhkan. Mereka
juga berhak secara bebas untuk menentukan syarat-syarat yang
berlaku untuk transaksi yang mereka buat.
Namun prinsip ini tidak dapat menyimpangi prinsip
fundamental yang pertama. Hukum nasional tetap harus
diperhatikan dan tidak boleh disimpangi walaupun disepakati
oleh para pihak. Pembatasan trersebut dikenal dengan pacta
privata juri publico derogare non possunt.
Pembatasan prinsip ini juga dikemukakan Professor
Yntema sebagai berikut:
“... the principle of party autonomy in the law of contract is subject to various restrictions in the defferent municipal laws
and is not interpreted elsewhere in the same manner; these restriction are mainly imposed for reason of public policy or in the public interest” (lihat dalam Huala Adolf, 2008:23)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2) Prinsip-prinsip Hukum Kontrak Internasional
a) Prinsip Pacta Sunt Servanda
Black’s Law Dictionary mengartikan prinsip ini sebagai
berikut: “Agreements must be kept”. The rule that agreements
and stipulations, esp.those contained in treaties must be
observed”(lihat dalam Huala Adolf,2008:23)
Prinsip ini diakui secara universal oleh berbagai sistem
hukum di dunia. Schmitthoff menyampaikan dengan kalimat
sebagai berikut:
“In most legal system the parties to a contract are allowed a considerable measure of autonomy in the making of the contract, the term which they wish to adopt, and the choice of
law which they wish tp apply to their bargain. “The universal recognition and confirmation of the principles of freedom of
contract and pacta sunt servanda is an accepted fact,’writes Profesor Goldstajn. As the principle of party autonomy in the law of contract is recognized by most countries of the east and
west, none of the legal system raises a theoritical objection to an attempt of the parties to a contract to go to the extreme and to
adopt a legal regulation which makes a redundant a reference to a national system of law” (lihat dalam Huala Adolf, 2008:24)
Kewajiban menghormati dan melaksanakan ketentuan-
ketentuan dalam kontrak ini sifatnya adalah mutlak karena
kesepakatan tersebut berlaku sebagaimana Undang-Undang.
Setiap pihak wajib menjalankan walaupun pelaksanaannya
ternyata menguntungkan atau tidak menguntungkan.
b) Prinsip Good Faith ( itikad baik)
Itikad baik harus dianggap ada pada waktu negoisasi,
pelaksanaan kontrak, hingga penyelesaian sengketa. Prinsip ini
penting karena dibutuhkan kepercayaan dari para pihak agar
pembuatan kontrak dapat direalisasikan.
Namun prinsip ini mengandung makna yang berbeda di
antara sistem hukum. Pemahaman mengenai itikad baik rupanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tidak sama antara Sistem Hukum Kontinental dengan Common
Law (Huala Adolf,2008:25).
(1) Prisip Itikad Baik dalam Sistem Hukum Kontinental
Dalam sistem hukum kontinental, pendekatan
terhadap prinsip ini didasarkan pada filosofi dari kotrak
yang menitik beratkan pada hubungan para pihak.
Hubungan ini mensyaratkan adanya itikad baik bukan saja
saat kontrak ditandatangani namun juga sebelum kontrak
disepakati. Itikad baik harus ada baik sebelum maupun
setelah kontrak ditandatangani.
(2) Prinsip Itikad Baik dalam Sistem Common Law
Sistem hukum Common Law khususnya hukum
Inggris tidak mengenal itikad baik dalam proses negosiasi.
Menurut hukum inggris, masuknya para pihak ke dalam
negosiasi tidak dengan serta merta melahirkan kewajiban
itikad baik. Menurut hukum Inggris, selama kontrak belum
ditandatangani, para pihak tidak terikat satu sama lain dan
tidak memiliki kewajiban apapun terhadap pihak lainnya
hingga kontrak tersebut akhirnya ditandatangani.
Seperti halnya hukum Inggris, hukum Amerika
Serikat juga demikian. Dalam The Uniform Commercial
Code AS (UUC) dan The Restatment (Second) hanya
meletakkan kewajiban itikad baik pada para pihak dalam
melaksanakan kontrak. Section 1-203 UCC menyatakan
“Every contract or duty whitin this Act imposes an
obligation of good faith in its performance or
enforcement”.
Dalam sistem Common Law AS, arti itikad baik
tidak lain adalah kejujuran dalam perilaku atau kejujuran
dalam bertransaksi dagang, ternasuk di dalamnya adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kejujuran dalam fakta dan penghormatan terhadap standar-
standar dagang yang wajar dan transaksi dagang yang jujur.
(3) Prinsip Itikad Baik dalam Perjanjian Internasional
Pengakuan dan kewajiban untuk melaksanakan
prinsip itikad baik diakui dalam prisip-prinsip kontrak
menurut UNIDROIT (The UNIDROIT Principles of
International Commercial Contracts) Pasal 1.7 Prinsip
UNIDROIT menyatakan:
(1) Each Party must act in accordance with good faith
and fair dealing in international trade
(2) The parties may not exclude or limit this duty
Kewajiban yang sama terdapat pula dalam the United
Nations on Contracts for the International Sale of Goods
(CISG). Pasal 7 (1) CISG menyatakan sebagai berikut:
“(1) In the interpretation of this Convention, regard is to be had to its international character and to the need
to promote uniformity in its application and the observance of good faith in international trade” (Huala Adolf,2008:27)
c) Prinsip Resiprositas (Resiprokal)
Prinsip ini mensyaratkan bahwa para pihak dalam kontrak
harus melaksnakan hak dan kewajibannya masing-masing secara
timbal balik. Menurut prinsip ini, pelaksanaan kontrak harus
memberikan keuntungan bagi para pihak. Lord Devlin
menyatakan sebagai berikut:
“It is of the essence of every contract that there should be
mutuality. A contract is an exchange of promises for another...A contract can consist of an exchange of promises on one subject,
e.g., payment against delivery; then if the seller does not deliver on the due date, the buyer may release himself from his obligation to pay”(Huala Adolf, 2008:27)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Subjek Hukum Kontrak Internasional
Subjek hukum yang dapat menjadi para pihak dalam kontrak
internasional antara lain:
1) Individu;
2) Badan hukum (perusahaan);
3) Organisasi Internasional;
4) Negara (Huala Adolf, 2008: 47)
Individu sebagai subjek dalam hukum kontrak internasional tidak
diatur dalam berbagai perjanjian internasional di bidang kontrak. Pasal
2 dalam perjanjain CISG (United Nations Convention o Contract for the
International Sale of Goods menjelaskan sebagai berikut:
This Convention does not apply to sales: a) Of goods bought for personal, family or household use, unless the
seller, at any time before or at the conclusion of the contract, neither knew nor ought to have known that the goods were bought for any such use;
b) By auction; c) On execution or otherwise by authority og law;
d) Of stocks, shares, investment securities, negotiable instrument or money;
e) Of ships, vessels, hovercraft; or aircraft;
f) Of elelctricity (Huala Adolf, 2008:48)
Di dalam United Nations Convention on the Use of Electronic
Communications in International Contract juga disebutkan dalam
Article 2 :
“This Convention does not apply to electronic communications relating
to any ojf the following: a) Contracts concluded for personal, family or household purposes;
b) (i) Transactions on regulated exchange; (ii) foreign exchange transactions; (iii) inter-bank payment systems, inter-bank payment agreements or clearance ad settlement systems relating to
securities or other financial assets or instrument; (iv) the transfer of securities or other financial assets or instrument held with an
intermediary”
Dari alasan tersebut, maka penggolongan subjek dalam kontrak
internasional antara lain adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1) Antara Perusahaan dengan perusahaan (asing) lainnya;
Prinsip umum yang berlaku adalah badan hukum atau
perusahaan asing tunduk pada hukum nasional tempat di mana
perusahaan tersebut didirikan. Permasalahan akan muncul ketika
perusahaan tersebut memiliki anak perusahaan di luar negeri dan
bersengketa dengan negara tempat anak perusahaan tersebut
didirikan. Biasanya anak perusahaan didirikan berdasarkan hukum
nasional tempat anak perusahaan berada karena didirikan dengan
badan hukum dari negara tempat anak perusahaan berada.
Kontrak antara perusahaan dengan perusahaan pada umumnya
tunduk pada suatu hukum nasional tertentu. Dalam beberapa kontrak
para pihak bisa saja menyepakati hukum lain disamping hukum
nasional. (Huala Adolf, 2008:51)
Salah satu instrumen hukum yang dapat dijadikan acuan untuk
pembahasan kontrak antar perusahaan adalah Resolusi Interational
Law Institute dengan judul “The Autonomy of the parties in
International Contracts between Private Persons or Entities”.
Beberapa substansi yang terdapat di dalamnya antara lain:
a) Ruang lingkup substansi ini hanya berlaku untuk kontrak-
kontrak dagang internasional, tidak termasuk di dalamnya
kontrak di bidang ketenagakerjaan atau kontrak-kontrak yang
dibuat oleh individu dalam kapasitasnya sebagai konsumen
(Pasal 1)
b) Para pihak pada prinsipnya bebas untuk memilih hukum setiap
negara untuk berlaku terhadap kontrak mereka (Pasal 2 Ayat 1),
termasuk di dalam kebebasan ini adalah kesepakatan untuk tidak
menerapkan aturan-aturan hukum mengenai pilihan hukum
negara tersebut (freedom of choice of law, Pasal 2 Ayat 2)
c) Pilihan hukum yang berlaku harus didasarkan pada kesepakatan
para pihak. Dalam hal tidak adanya kesepakatan yang tegas,
maka pilihan hukum para pihak harus didasarkan pada keadaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang menunjukkan secara jelas keinginan (intention) dari para
pihak (Pasal 3 Ayat 1 dan 2)
d) Apabila kontrak ternyata tidak sah menurut hukum yang dipilih
oleh para pihak, maka pilihan tersebut tidak memiliki akibat
(hukum) apapun (Pasal 3 Ayat 3)
e) Keberadaan dan keabsahan dari kesepakatan para pihak terhadap
pilihan hukum yang berlaku harus ditentukan oleh hukum
tersebut (Pasal 4 Ayat 1). Namun demikian bila salah satu pihak
tidak memberi jawaban terhadap adanya permintaan (offer)
untuk menutup suatu kontrak, maka akibat dari tidak adanya
jawaban dari pihak tersebut maka arti diamnya pihak tersebut
diatur oleh hukum dari negara di mana pihak tersebut biasanya
diketahui tempat tinggalnya (the law of the State of his habitual
residence) (Pasal 4 Ayat 2)
f) Hukum yang berlaku dapat pula ditentukan (designated) oleh
syarat-syarat umum dari kontrak (general conditions of
contract), yang para pihak telah sepakati (Pasal 5 Ayat 1).
Namun kesepakatan para pihak tersebut harus dinyatakan secara
tertulis atau dengan cara yang sesuai dengan praktek yang telah
berlaku di antara para pihak atau sesuai dengan kebiasaan
dagang yang diketahui oleh para pihak (Pasal 5 Ayat 2);
g) Kebebasan para pihak untuk memilih hukum yang berlaku dapat
dilakukan setelah kontrak ditutup atau mengubah pilihan
hukumnya yang telah dipilih sebelumnya (Pasal 6 Ayat 1).
Kebebasan untuk mengubah hukum yang berlaku ini dapat
berlaku secara retrospektif (berlaku mundur) apabila hal tersebut
tidak mempengaruhi kepentingan pihak ketiga (Pasal 6 Ayat 2);
h) Para pihak bebas memilih hukum yang berlaku terhadap seluruh
atau sebagian dari kontrak (Pasal 7)
i) Hukum yang dipilih harus berlaku dengan tunduk pada aturan-
aturan memaksa dari hukum dari forum (jurisdiksi dari negara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang hukumnya dipilih) yang harus berlaku terhadap hukum
yang berlaku terhadap kontrak (Pasal 9 Ayat 1). (Huala
Adolf,2008: 53)
2) Antara negara dengan perusahaan (asing);
The Institute of International Law telah mengeluarkan resolusi
terkait dengan kontrak antara negara dengan perusahaan pada tahun
1979 yang berjudul “the Proper Law of the Contract in Agreements
Between a State and a Foreign Private Person”. Alasan
dikeluarkannya resolusi ini antara lain:
a) Kontrak yang ditandatangani oleh pemerintah dan perusahaan
asing merupakan kontrak yang penting dewasa ini dalam
hubungan ekonomi internasional;
b) Aturan-aturan mengenai kontrak yang dibuat oleh Negara dengan
perusahaan belum begitu jelas sehingga perlu dibuat penjelasan
mengenai aturan-aturan hukum perdata internasional mengenai
kontrak seperti ini;
c) Bahwa berdasarkan prinsip-prinsip umum umum mengenai
hukum perdata internasional, para pihak dapat memilih hukum
tertentu, termasuk di dalamnya untuk tidak memilih hukum
nasional suatu negara tertentu; dan
d) Bahwa dalam kontrak seperti ini alasan penerapan tidak
berlakunya suatu kontrak karena alasan adanya aturan-aturan
hukum yang memaksa atau ketertiban umum dapat saja terjadi
(misalnya karena salah satu pihaknya adalah negara yang dapat
memanfaatkan alasan ini sebagai alasan untuk tidak
melaksanakan kewajibannya berdasarkan kontrak) (Huala Adolf,
2008:54)
Bermann, membagi kontrak antara negara dengan perusahaan ke
dalam dua bentuk yaitu kontrak pembangunan ekonomi (Economic
Development Agreement) dan kontrak pengadaan jasa pemerintah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(agreement on Government Procurement). Yang dimaksud dengan
pembangunan ekonomi adalah:
“...agreements whereby a State engages the capital and
technology of a foreign enterprise, typically of one or more developed countries, in an undertaking designed to have a decisive
positive impact on the State’s overall economic development.” (lihat dalam Huala Adolf,2008: 55)
Kontrak antara negara dengan perusahaan menimbulkan
beberapa permasalahan antara lain:
a) Masalah kedudukan para pihak
Dalam kontrak antara negara dengan perusahaan, kedudukan
negara seakan lebih tinggi dari pihak lainnya. Negara membuat
dan melaksanakan hukum serta dapat mengubah hukum. Negara
juga dapat mengadili subjek hukum yang melanggar hukum.
Kedudukan negara sebagai subjek hukum seakan sempurna
karena memiliki kewenangan yang begitu besar. Oleh karena itu
harus ada pemisahan yang jelas kapan negara berperan sebagai
para pihak dalam kontrak yang komersial, dan kapan negara
harus berperan dan menjalankan fungsi negara.
Para sarjana telah berhasil memisahkan keduanya dan
membuat kedudukan seimbang. Pertama, status negara adalah
sebagai negara yang berdaulat (jure imperii). Kedua, status
negara sebagai suatu negara yang melakukan tindakan-tindakan
komersial (jure gestiones). Dengan konsep jure gestiones,
negara telah dianggap menanggalkan imunitas atau
kedaulatannya sehubungan dengan tindakan bisnis yang
dilakukan negara tersebut (Huala Adolf,2008:56)
b) Masalah hukum yang berlaku
Terdapat beberapa pendapat mengenai hukum yang berlaku
dalam kontrak Internasional. Schachter berpendapat bahwa
prinsip kesepakatan dan kebebasan para pihak tetap berlaku.
Namun hukum yang akan berlaku dalam kontrak tersebut adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
hukum nasional dimana kontrak tersebut dibuat dan
dilaksanakan. Jika tidak ada pilihan hukum, maka hukum yang
akan berlaku ditentukan berdasarkan prinsip-prinsip hukum
perdata internasional.
“Normally a contract between a State and a private person is governed by the law of the state where is made and performed. However, the parties are free under private international law to
designate the governing law of the contract and, if they so wish, to withdraw the contract from the exclusive application of any
particular domestic legal system. If they fail to make a choice, the contract would, under the private international principles, be subject to the law of the state with which it has the closest
links. If the parties wish to designate the applicable law, it is generally considered that they are free to do so without
limitation” (lihat dalam Huala Adolf, 2008: 57)
Böckstiegel mempunyai pandangan yang berbeda denagn
Schachter. Menurut Böckstiegel, kontrak internasional yang
dibuat oleh para pihak mempunyai pilihan hukum yang sangat
luas yaitu:
(1) Pemilihan hukum nasional salah satu pihak atau hukum
nasional pihak ketiga;
(2) Kombinasi hukum nasional kedua belah pihak;
(3) Pemilihan hukum suatu hukum nasional tertentu disertai
dengan pemilihan prinsip-prinsip itikad baik;
(4) Pemilihan hukum internasional;
(5) Pemilihan prinsip-prinsip hukum dari kedua sistem hukum
para pihak;
(6) Pemilihan prinsip-prinsip hukum umum (general principles
of law)
(7) Pemilihan hukum yang berupa klausul yang hanya
menentukan aturan-aturan kontraklah yang akan berlaku
(tidak memilih hukum nasional tertentu)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(8) Pemilihan kombinasi hukum tertentu dengan hukum lainnya
yang bukan hukum nasional (lihat dalam Huala
Adolf,2008:59).
Sementara Bermann berpendapat bahwa kontrak
internasional cenderung memilih hukum negara ketiga. Pilihan
hukum seperti ini biasa disebut sebagai delokalisasi kontrak
(delocalization of contracts) (lihat dalam Huala Adolf,2008: 59)
c) Masalah penyelesaian sengketa kontrak
Permasalahan selanjutnya adalah masalah penyelesaian jika
suatu saat timbul sengketa mengani kontrak yang telah
disepakati para pihak. Masalah ini menjadi sangat penting untuk
dibahas karena negara dengan imunitasnya tidak mungkin
diadili oleh badan peradilan atau forum nasional negara lain.
Masalah yang lain yaitu dikhawatirkan negara yang akan
mengadili tidak bersikap netral. Biasanya, para pihak cenderung
untuk memilih badan arbitrase untuk menyelesaikan sengketa
yang mungkin akan timbul. (Huala Adolf, 2008: 60)
3) Antara negara dengan negara;
Kontrak antara negara dengan negara adalah kontrak komersial
yang menyangkut dua kedaulatan dan biasanya berupa kontrak kerja
sama, pinjaman (utang), atau kontrak pembangunan ekonomi. Salah
satu karakteristik hukum kontrak adalah pilihan hukum dan pilihan
forumnya. Sangat sulit bagi satu negara untuk tunduk pada hukum
negara lain. Oleh karena itu pilihan yang ada adalah dengan
menggunakan hukum internasional yang bersifat netral bagi kedua
negara atau justru tidak mengadakan pilihan hukum dengan asumsi
bahwa para pihak tidak akan melanggar kontrak yang telah
disepakati. Termasuk juga pilihan forum. Sangat sulit bagi satu pihak
untuk tunduk pada badan peradilan nasional lainnya. Solusinya
adalah dengan memilih badan peradilan internasional seperti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Mahkamah Internasional, Permanen Court of Arbitration, atau badan
arbitrase internasional lain (Huala Adolf,2008:61).
4) Antara organisasi internasional dengan perusahaan
Terkait dengan kontrak antara organisasi internasional dengan
perusahaan, Institute of International Law (ILA) pada tahun 1977 di
Oslo telah mengeluarkan suatu resolusi yaitu “Contracts Concluded
by International Organizations with Private Persons”. Beberapa
pertimbangan dikeluarkannya resolusi ini antara lain:
a) Kontrak-kontrak yang ditandatangani oleh organisasi
internasional dan pihak perusahaan sudah semakin mengikat dan
bentuknya sudah semakin beragam;
b) Semakin meniingkatnya muatan dan bentuk kontrak tersebut
seharusnya memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:
(1) Organisasi internasional harus diberi keleluasaan untuk
melaksanakan kewajiban-kewajibannya tanpa terhalang
oleh aturan-aturan hukum internasional;
(2) Kontrak-kontrak tersebut harus menghormati hukum;
(3) Kontrak-kontrak tersebut juga perlu dilindungi sehingga
kestabilan hubungan hukum para pihak dapat dilidungi.
Dalam Resoluisi ILA 1977 ini disebutkan juga hukum yang
mengatur kontrak antara organiasasi internasional dengan
perusahaan. Pada prinsipnya kebebasan para pihak dalam membuat
kontrak tetap diakui. Selain itu dimungkinkan pula berlakunya lebih
dari satu sistem hukum dalam kontrak tersebut. Pasal 2 dan 3
Resolusi menyatakan sebagai berikut:
“Article 2
1. To facilitate the settlement of difficulties which may arise in
connection with the contracts under consideration, it is
desirable that the parties expressly specify the source, national
or international, from which the proper law of the contract is to
be derived.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. The parties may expressly refer to a combination of several
sources.
Article 3
The parties may stipulate that domestic law provisions referred to in
the contract shall be considered as being those in force at the time of
conclusion of the contract”
Dalam hal penyelesaian sengketa Resolusi ILA 1977
menyatakan bahwa forum penyelesaian sengketa untuk
menyelesaikan sengketa kontrak meliputi:
a) Badan independen khususnya arbitrase, baik yang sifatnya
permanen (terlembaga) atau sementara (ad hoc); dan
b) Pengadilan nasional. Pilihan ini hanya dimungkinkan apabila
penyelesaian melalui badan pengadilan nasional ini memang
tidak bertentangan dengan status dan fungsi dari organisasi
internasonal yang bersangkutan.
Pasal 7 – 9 Resolusi tersebut menyatakan sebagai berikut:
“Article 7
Contracts concluded with private persons by international
organizations should, in cases where the latter enjoy immunity from
jurisdiction, provide for the settlement of disputes arising out of such
contracts by an independent body.
Article 8
The body referred to in article 7 may be:
a) an arbitration body set up in accordance with the rules of a
permanent arbitration institution or in pursuance of ad hoc
clauses;
b) a tribunal set up by an international organization, if conferring
such jurisdiction is compatible with the rules of the
organization; or
c) a national judicial body, if this is not incompatible with the
status and functions of the organization.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Article 9
If a dispute arises in connection with a contract which contains no
clause on the settlement of disputes, the organization concerned
should either waive immunity from jurisdiction or negotiate with the
other party to the contract with a view to settling the dispute or to
establishing an appropriate procedure for its settlement –
particularly through arbitration” (lihat dalam Huala Adolf,
2008:65)
d. Sumber Hukum Kontrak Internasional
Sumber hukum kontrak internasional adalah sumber dimana hukum
yang mengatur kontrak internasional ditemukan. Sumber hukum
kontrak internasional dapat digolongkan dalam tujuh bentuk yaitu:
1) Hukum Nasional
Hukum nasional adalah sumber hukum primer dalam hukum
kontrak internasional. Sudargo Gautama menyatakan bahwa
kontrak internasional yaitu kontrak nasional yang memiliki unsur
asing. Artinya bahwa kontrak tunduk pada salah satu sistem hukum
nasional di bidang hukum komersial atau dagang suatu pihak.
Hukum nasional yang dimaksud termasuk juga aturan-aturan
pemerintah yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung
dengan objek kontrak itu sendiri (lihat dalam Huala Adolf,
2008:70).
2) Dokumen Kontrak
Kesepakatan yang telah disetujui para pihak mengikat dan
berlaku sebagai hukum bagi para pihak. Dokumen kontrak adalah
aturan yang paling penting bagi para pihak karena berlaku seperti
Undang-Undang. Dokumen kontrak merupakan lex specialist dari
atura-aturan atau prinsip hukum kontrak internasional. Aturan-
aturan yang utama berupa hak dan kewajiban yang diatur dalam
kontrak harus didasarkan pada prinsip kesepakatan dan kebebasan
berkontrak para pihak (Huala Adolf,2008:70).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3) Kebiasaan-kebiasaan di bidang perdagangan internasional yang
terkait dengan kontrak
Kebiasaan internasional di bidang perdagangan telah diakui
sebagai suatu aturan hukum yang mengikat. Kebiasaan ini biasa
disebut Lex Mercatoria (hukum para pedagang). Kebiasaan ini
lahir dan berkembang dari kebiasaan atau praktik yang dilakukan
oleh pedagang sendiri yang apabila tidak dilaksanakan ada
perasaan bersalah dari pedagang. Oleh karena itu kebiasaan
perdagangan internasional ini dianggap mengikat diantara mereka.
Menurut Horn dan Schmitthoff, kebiasaan perdagangan
internasional memiliki dua sifat, yaitu:
a) Sumber hukum ini biasanya dirumuskan oleh lembaga-lembaga internasional atau asosiasi-asosiasi dagang; dan
b) Sumber hukum tersebut akan berlaku apabila para pihak menyatakan atau memasukkannya ke dalam kontrak mereka (lihat dalam Huala Adolf,2008:72).
Dari pendapat diatas, dapat disimpulan bahwa kekuatan hukum
dari kebiasaan internasional tidaklah mengikat secara otomatis.
Para pihak harus memasukkannya ke dalam klausula kontrak yang
mereka sepakati. Jika para pihak menyepakati untuk tidak
menggunakan kebiasaan internasional tertentu, maka tidak akan
berlaku dan tidak mengikat bagi para pihak.
4) Prinsip Hukum Umum Mengenai Kontrak
Prinsip hukum umum sebagai sumber hukum kontrak
internasional banyak digunakan sebagai alternatif hukum dalam
klausul-kalusul kontrak khususnya kontrak negara dan kontrak oleh
organisasi interasional. Pada tahun 1979 Institut Hukum
Internasional (Institute de Droit International atau the Institute of
International Law) mengeluarkan suatu resolusi yaitu “Resolution
on Contract Concluded by International Organization with Private
Person”. Dalam Article 2 dijelaskan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
“The parties may in particular choose as the proper law of the
contract either one or several domestic legal system or the principles common to such system, or the general principles of law, or the priciples applied in international economic relations, or
international law, or a combination of these source of law” (Huala Adolf, 2008:74)
Contoh prinsip hukum umum nasional yang dapat diterapkan dalam
kontrak internasional antara lain Prisip Pacta Sunt Servanda, dan
Prinsip Itikad Baik (Huala Adolf, 2008:75)
5) Putusan Pengadilan
Putusan Pengadilan adalah sumber hukum tambahan. Sumber
hukum berupa putusan pengadilan ini penting untuk mengetahui
posisi pengadilan terhadap aturan-aturan hukum kontrak
internasional. Fox berpendapat bahwa banyak putusan pengadilan
yang memberi peran penting bagi perkembangan hukum kontrak
internasional, terlebih pada sistem Common Law. Putusan
pengadilan bersifat menentukan bila putusan pengadilan tersebut
diikuti oleh pengadilan selanjutnya secara konsisten (Huala Adolf,
2008:75).
6) Doktrin
Doktrin adalah sumber hukum tambahan berupa pendapat dari
sarjana yang diakui kepakarannya. Doktrin dapat berbentuk
pendapat tertulis yang terdapat pada literatur baik buku, artikel, dan
tulisan lainnya, dan dapat pula berupa catatan pendapat pada
perumusan rancangan perjanjian internasional (travaux
preparatoire). Doktrin juga dapat dilihat pada putusan pengadilan
oleh hakim yang mempunyai kapasitas tertentu (Huala
Adolf,2008:76)
7) Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional merupakan sumber hukum utama
disamping hukum nasional dan dokumen kontrak yang mengatur
kontrak yang akan dibuat oleh para pihak. Betuk perjanjian
internasional dapat berbentuk perjanjian bilateral yang mengikat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dua negara, ataupun perjanjian multilateral yang berlaku bagi lebih
dari dua negara.
Perjanjian internasional multilateral di bidang kontrak jika
dilihat dari sifatnya dapat dibagi menjadi yang Pertama, Soft Law
yang bersifat tidak mengikat. Sifatnya tergantung pada kehendak
setiap negara atau para pihak dalam kontrak akan diikuti atau tidak.
Kedua, Hard Law yaitu perjanjian internasional yang
keberlakuannya di suatu negara harus diratifikasi terlebih dahulu.
Dan yang Ketiga, Campuran antara Soft Law dan Hard Law yang
merupakan kombinasi dari keduanya (Huala Adolf,2008:77)
e. Hukum yang Berlaku dalam Kontrak Internasional
Untuk dapat menentukan hukum yang berlaku (aplicable law),
maka dalam bidang hukum kontrak sangat banyak titik taut yang dapat
digunakan sebagai indikator hukum mana yang relevan untuk dapat
diterapkan dalam kontrak. Kewarganegaraan para pihak, domisili para
pihak, tempat pembuatan atau pelaksanaan kontrak, pusat bisnis para
pihak di negara yang berbeda, letak objek perjanjian, dapat digunakan
sebagai pertimbangan untuk dapat menentukan hukum mana yang akan
dipilih oleh para pihak (Bayu Seto, 2006:283). Asas dan teori yang
berkembang mengenai titik taut tersebut antara lain:
1) Asas Lex Loci Contractus
Menurut teori klasik Lex Loci Contractus, hukum yang
berlaku bagi suatu kontrak internasional adalah hukum di tempat
perjanjian atau kontrak itu dibuat. (Ridwan Khairandy,2007:133).
Asas ini merupakan asas tertua yang dilandasi prinsip locus regit
actum. Tempat pembuatan kontrak dalam konteks HPI adalah
tempat dilaksanakannya tindakan terakhir yang dibutuhkan untuk
terbentuknya kesepakatan (Bayu Seto,2006:284).
Pada masa modern seperti sekarang ini asas ini dirasa agak
sulit untuk diterapkan. Pada zaman dulu, biasanya para pihak yang
mengadakan kontrak berada pada tempat yang sama, para pihak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
langsung bertatap muka (Ridwan Khairandy,2007:133). Sekarang
ini sering kali kontrak yang dibuat para pihak difasilitasi oleh
sarana komunikasi modern seperti teleks, telegram, dan faksimile
yang membuat para pihak tidak harus bertemus secara langsung.
Dalam kontrak jenis ini, penentuan locus contract menjadi sulit
untuk dilakukan (Bayu Seto,2006:284).
2) Asas Lex Loci Solutionis
Asas lex loci solutionis merupakan variasi dari lex loci
contractus. Menurut asas ini, hukum yang berlaku bagi suatu
kontrak adalah tempat di mana kontrak tersebut dilaksanakan.
Menurut Sudargo Gautama, dalam praktek hukum internasional
umumnya diakui bahwa berbagai peristiwa tertentu dipastikan oleh
hukum yang berlaku pada tempat pelaksanaan kontrak (lihat dalam
Ridwan Khaerandy,2007:135). Hukum tempat pelaksanaan
perjanjian adalah tempat yang dirasa lebih relevan dengan kontrak
dibandingkan dengan tempat pembuatan perjanjian, terutama jika
disadari bahwa suatu kontrak yang walaupun sah di tempat
pembuatannya akan tetap unforceable bila bertentangan dengan
sistem hukum dari tempat pelaksanaan perjanjian tersebut (Bayu
Seto,2006:285).
Dalam perkembangannya, ternyata asas lex loci solutionis tidak
selalu memberikan jalan keluar yang memuaskan, terutama jika
diterapkan pada kontrak-kontrak yang harus dilaksanakan di
pelbagai tempat yang berbeda. Ada kemungkinan bahwa kontrak
itu dianggap sah di salah satu tempat pelaksanaannya, tetapi
dianggap tidak sah atau ilegal di tempat pelaksanaan lainnya (Bayu
Seto,2006:285)
3) Asas Kebebasan Para Pihak
Asas ketiga ini merupakan pengembangan dari asas utama
dalam hukum perjanjian yaitu bahwa setiap orang pada dasarnya
memiliki kebebasan untuk mengikatkan diri pada perjanjian. Asas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ini diwujudkan pula dalam bentuk menentukan hukum yang
berlaku untuk mengatur kontrak yang mereka buat (freedom to
choose the applicable law). Hukum yang dipilih para pihak itulah
yang diakui sebagai the proper law of contract (Bayu
Seto,2006:286).
Sesuai dengan asas kebebasan berkontrak, maka para pihak
dalam suatu perjanjian atau kontrak bebas menentukan isi dan
bentuk suatu perjanjian, termasuk menentukan pilihan hukum
(Ridwan Khairandy,2007:129). Pilihan hukum dapat dilakukan
dengan beberapa cara. Pilihan hukum dapat dilakukan dengan cara
tegas. Dalam pilihan hukum secara tegas ini para pihak yang
mengadakan kontrak secara tegas dan jelas menentukan hukum
mana yang akan dipilih oleh para pihak. Cara yang kedua adalah
menentukan pilihan hukum secara diam-diam. Untuk mengetahui
pilihan hukum tertentu yang dinyatakan secara diam-diam dapat
disimpulkan dari maksud, atau ketentuan-ketentuan, dan fakta-fakta
yang terdapat dalam suatu kontrak tersebut seperti misalnya bahasa
yang digunakan, mata uang yang digunakan, gaya kontrak,
pelaksanaan kontrak, ataupun pilihan domisili para pihak. Cara
yang ketiga adalah adalah menentukan pilihan hukum secara
dianggap. Pilihan hukum secara dianggap hanya menggunakan
presumption iuris, atau suatu dugaan hukum. Hakim menentukan
pilihan hukum hanya berdasarkan pada dugaan. Dalam pilihan
hukum ini tidak dapat dibuktikan dengan saluran-saluran yang ada.
Dugaan hakim sudah dianggap cukup untuk mempertahankan
bahwa para pihak benar-benar telah menghendaki berlakunya suatu
sistem hukum tertentu. Pilihan hukum yang terakhir ditentukan
secara hipotesis. Dalam pemilihan hukum ini sebenarnya tidak ada
kemauan para pihak untuk memilih hukum mana yang akan
diterapkan, namun hakim yang melakukan pilihan hukum tersebut.
Banyak kalangan yang tidak menerima pilihan hukum secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dianggap ataupun secara hipotesis. Namun permasalahannya akan
timbul jika nantinya ada kontrak yang tidak memuat klausula
hukum mana yang akan digunakan ataupun tidak dibuat secara
tertulis. Oleh karena itu penentuan secara dianggap dan hipotesis
tetap perlu untuk dilakukan (Ridwan Khairandy,2007:132).
Asas kebebasan berkontrak memperbolehkan para pihak dalam
kontrak internasional untuk memilih sendiri hukum apa yang akan
digunakan (Aplicable Law). Namun tentu kebebasan tersebut
bukanlah kebebasan yang mutlak. Para pihak bebas untuk
menentukan pilihan hukum dengan memperhatikan batasan antara
lain tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan pilihan hukum
yang dipilih para pihak tidak mengenai hukum yang bersifat
memaksa (Ridwan Khairandy,2007:129). Pembatasan yang ada di
dalam Hukum Perdata Internasional untuk menetapkan validitas
suatu pilihan hukum, antara lain:
a) Jika pilihan hukum dimaksudkan hanya untuk membentuk atau
menafsirkan persyaratan-persyaratan dalam kontrak, kebebasan
para pihak pada dasarnya tidak dibatasi;
b) Pilihan hukum tidak boleh melanggar public policy atau public
order (ketertiban umum) dari sistem hukum yang mempunyai
kaitan yang nyata dan substansial terhadap kontrak;
c) Pilihan hukum hanya dapat dilakukan ke arah suatu sistem
hukum yang berkaitan secara substansial dengan kontrak
seperti tempat pembuatan kontrak, tempat pelaksanaan kontrak,
domisili atau kewarganegaraan para pihak, tempat pendirian
atau pusat administrasi badan hukum;
d) Pilihan hukum tidak boleh menundukkan seluruh atau sebagian
kontrak pada sistem hukum asing dengan tujuan
menghindarkan diri dari suatu kaidah hukum yang memaksa
dari sistem hukum yang seharusnya berlaku seandainya tidak
ada pilihan hukum;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
e) Pilihan hukum hanya dapat dilakukan untuk mengatur hak dan
kewajiban yang timbul dari kontrak dan tidak untuk mengatur
masalah validitas pembentukan perikatam/perjanjian;
f) Pilihan hukum ke arah suatu sistem hukum tertentu mengarah
pada kaidah-kaidah hukum intern dari sistem hukum yang
bersangkutan, dan tidak kearah kaidah-kaidah HPI-nya.
Pembatasan ini dimaksudkan untuk menghindarkan terjadinya
renvoi dalam hukum kontrak internasional;
g) Kewajiban untuk melakukan pilihan hukum pada saat kontrak
ditutup;
h) Larangan melakukan pilihan hukum ke arah sistem hukum yang
sama sekali tidak memiliki kaitan yang nyata dengan kontrak
atau transaksi yang dibuat oleh para pihak;
i) Kewajiban untuk melakukan pilihan hukum ke arah sistem
hukum nasional suatu negara tertentu atau ke arah konvensi-
konvensi internasional dan tidak ke arah kaidah-kaidah hukum
transnasional atau prinsip-prinsip dalam perdagangan
internasional;
j) Pilihan hukum harus dijelaskan pada suatu sistem hukum
nasional tertentu. Pilihan hukum yang tidak bermakna tidak
dapat diakui sebagai pilihan hukum yang sah (Bayu Seto,
2006:288)
Mengenai hukum yang berlaku dalam kontrak, dikenal pula
beberapa teori- teori HPI modern. Teori-teori ini khususnya berupaya
menjawab satu atau lebih masalah-masalah pokok HPI, yang meliputi
persoalan penentuan yurisdiksi forum, pemilihan hukum yang harus
diberlakukan, dan pengakuan hak dan/atau hukum asing oleh forum
(Bayu Seto,2006:206). Teori-teori tersebut antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1) Teori Statuta Modern
Teori ini berusaha memperluas klasifikasi statuta realia,
personalia, dan mixta ke dalam seluruh sistem pemikiran HPI.
Persoalan-persoalan HPI hendaknya dikualifikasikan terlebih
dahulu pokok perkaranya ke dalam kategori persoalan real
(tentang benda), atau persoalan personal (tentang status hukum
dari subjek hukum), atau persoalan mixta, untuk perkara-perkara
yang menyangkut hak dan kewajiban yang terbit dari sebuah
perbuatan hukum. Setelah dikualifikasikan demikian, lex cause
dapat ditentukan dengan menentukan teritori hukum yang relevan
dengan perkara yang bersangkutan. Teori ini berupaya untuk
menetapkan daya jangkau ekstrateritorial dari perkara-perkara
yang mengandung unsur asing yang sedang dihadapi pengadilan.
Berdasarkan cara berpikir tersebut, teori in imenyimpulan bahwa
perkara HPI yang:
a) Menyangkut benda atau perbuatan hukum, maka berlaku
hukum dari tempat yang berkaitan dengan benda atau
perbuatan itu.
b) Menyangkut orang atau subjek hukum, maka hukum yang
berlaku adalah hukum personal dari orang tersebut, tanpa
harus memperhatikan dimana perkara diajukan.
Terhadap teori tersebut, beberapa kritikan yang ada antara lain
bahwa teori ini akan menghadapi kesulitan jika sebuah masalah
oleh sistem hukum A dikualifikasikan sebagai masalah realia,
tetapi oleh sistem hukum B dikualifikasikan sebagai masalah
personalia, atau khusus pada masalah personalia, sistem hukum A
berasas kewarganegaraan dan sistem hukum B berasas domicile
(Bayu Seto,2006:207).
2) Teori HPI Internasional
Menurut teori ini, HPI adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Suatu kesatuan sistem hukum yang dibentuk untuk menyelesaikan
sengketa-sengketa yang timbul akibat fakta bahwa sebuah sistem hukum lokal ternyata isinya bertentangan dengan sistem hukum lokal lain (Bayu Seto,2006:207)
Untuk menghindarkan kesulitan yang mungkin timbul, maka
sesuai dengan pemikiran Von Savigny bahwa perlu dibentuk
prinsip-prinsip HPI Universal untuk dijadikan landasan di dalam
sistem-sistem HPI suatu negara, dan prinsip-prinsip ini akan
berlaku bagi semua orang di mana pun.
Terhadap teori tersebut, kritikan yang dilontarkan antara lain
bahwa berdasarkan pada prinsip kedaulatan, suatu negara dapat
saja membatasi kemungkinan berlakunya kaidah/asas HPI
semacam itu dengan menggunakan asas ketertiban umum atau
untuk menegakkan kaidah-kaidah hukum setempat yang bersifat
memaksa. Selain itu membangun prinsip HPI secara universal
akan sulit dilakukan terutama karena disebabkan adanya
perbedaan asas hukum di berbagai sistem hukum yang berlaku.
Internasional tidak harus selalu disamakan dengan universal
(Bayu Seto,2006:208).
3) Teori Teritorial
Teori teriorial bertolak dari pengertian kedaulatan dalam arti
hukum internasional publik. Menurut teori ini :
Sistem hukum yang diberlakukan di dalam badan peradilan suatu negara pada dasarnya adalah sistem hukum intern negara itu;
sistem-sistem hukum asing hanya akan diberlakukan dan/atau dipertimbangkan sejauh penguasa/pemegang kedaulatan di negara
forum mengizinkannya (Bayu Seto,2006:209) Beberapa kritikan mengenai teori ini mengungkapkan bahwa
istilah teritorial diartikan terlalu sempit. Teritorial seharusnya
dipahami dalam kaitan dengan sistem hukum suatu suatu negara
yang berdaulat, yang dalam kenyataannya disamping memuat
kaidah-kaidah hukum intern yang dibuat untuk mengatur tingkah
laku dan peristiwa hukum yang terjadi di dalam tritorial negara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tersebut, juga mencakup kaidah-kaidah HPI yang diberlakukan
untuk mengatur masalah-masalah yang mengandung elemen
asing, dan teori ini juga dianggap kurang bermanfaat apabila
harus berfungsi untuk menentukan hukum mana yang berlaku
dalam penyelesaian perkara HPI (Bayu Seto,2006:211).
4) Teori Hukum Lokal
Teori ini adalah teori yang menerapkan prinsip teritorial
secara lebih radikal. Dalam teori ini, tidak ada badan peradilan
suatu negara yang menerapkan kaidah-kaidah hukum nagara lain
selain kaidah-kaidah hukum dari sistem hukumnya sendiri. Teori
ini tidak mengakui, memberlakukan, atau menerapkan suatu hak
atau hukum asing, tetapi hanya menerapkan suatu hak yang
diciptakannya sendiri dengan mempertimbangkan kemiripan
dengan hak atau lembaga hukum sejenis yang dikenal di dalam
sistem hukum asing tertentu (Bayu Seto,2006:213).
5) Teori Analisi Kepentingan Negara
Dalam teori ini yang dimaksud dengan kepentingan negara
adalah kepentingan dari negara yang sistem hukumnya relevan
dengan pokok perkara, untuk memberlakukan hukumnya dalam
penyelesaian pokok perkara yang sedang dihadapi, yang dapat
disimpulkan dari kebijakan hukum di dalam kaidah hukum lokal
yang bersangkutan. Menurut teori ini sistem hukum yang
seharusnya menjadi lex causae dalam sebuah perkara HPI adalah
lex fori.Keputusan forum untuk mengesampingkan lex fori dan
menggantikannya dengan suatu kaidah hukum asing hanya dapat
dilakukan setelah dilakukan analisis secara kasuistik dengan
mempertimbangkan berbagai policies dan interest dari negara-
negara lain yang sistem hukumnya relevan terhadap pokok
perkara yang sedang dihadapi (Bayu Seto,2006:215)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Tinjauan tentang E-Commerce
a. Pengertian E-Commerce
Secara umum E-Commerce dapat diartikan sebagai proses
transaksi jual beli secara elektronik melalui media internet. E-
Commerce adalah kegiatan-kegiatan bisnis yang menyangkut
konsumen (consumers), manufaktur (manufactures), service providers
dan pedagang perantara(intermediaries) degan menggunakan
jaringan-jaringan komputer (computer networks) yaitu internet. Julian
Ding dalam bukunya E-Commerce: Law & Practice mengemukakan
bahwa E-Commerce sebagai suatu konsep yang tidak dapat
didefinisikan. E-Commerce memiliki arti yang berbeda bagi orang
yang berbeda (lihat dalam Nofie Iman, www.nofieiman.com).
Viswanathan juga berpandangan bahwa belum ada definisi yang pasti
mengenai definisi E-Commerce. Namun secara umum Viswanathan
mendefinisikan E-Commerce sebagai keseluruhan bentuk aktivitas
komersial yang terjadi dalam cyberspace. (lihat dalam M. Arsyad
Sanusi, 2005:139)
Mariza Arfina dan Robert Marpaung mengartikan E-Commerce
sebagai suatu cara berbelanja atau berdagang secara online atau direct
selling yang memanfaatkan fasilitas internet dimana terdapat website
yang dapat menyediakan layanan get and deliver (lihat dalam
Munawar Kholil: 2009)
Julian Ding mendefinisikan E-Commerce sebagai berikut:
“Electronic Commerce or E-Commerce as it is also known, is a commercial transaction between avendor and purchaser or parties in
similar contractual relationship for the supply of goods, services or acquisition of “rights”. This commercial transaction is executed or
entered into electronic medium (or digital medium) where the physical presence of parties is not required, and medium exist in a public network or system as opposed to private network (closed system). The
public network system must considered on open system (e.g the internet or world wide web). The transaction concluded regardless of
national boundaries or local requirement” (lihat dalam Abdul Halim Barkatullah,2005:11)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Bryan A.Garner dalam Black’s Law Dictionary Seventh Edition
mendefinisikan E-Commerce sebagai:
“E-Commerce the practice of buying and selling goods and
services trough online consumer services on the internet. The e ashortened from electronic, has become a popular prefix for other
terms associated with electronic trasaction” (lihat dalam Abdul Halim Barakatullah dkk,2005:12)
Roger Clarke dalam “Electronic Commerce Definitions”
menyatakan bahwa E-Commerce adalah The conduct of commerce in
goods and services, with the assistance of telecomunications and
telecomunications-based tools”(lihat dalam Munawar Kholil: 2009)
Wigan memberikan definisi E-Commerce yang bersifat umum
yaitu sebagai berikut:
“Suatu pengaplikasian teknologi komunikasi dan informasi yang
didalamnya mulai dari titik awal hingga titik akhir mata rantai proses bisnis dilaksanakan secara elektronis dan dirancang untuk
memungkinkan tercapainya suatu tujuan bisnis tertentu. Proses-proses yang dilaksanakan secara elektonis tersebut bisa seluruhnya atau bisa juga sebagian saja, dan dan dapat mencakup transaksi- transaksi antara
perusahaan dan perusahaan, perusahaan dan konsumennya, atau antara konsumen dengan perusahaan” (lihat dalam Abdul Halim Barkatullah,
2005:12). Menurut ECEG-Australia (Electronic Commerce Expert Group)
E-Commerce adalah “a broad concept that covers any commercial
transaction that is effected via electronic means and would include
such means as facsimile, telex, EDI, Internet, and the telephone. (lihat
dalam Abdul Halim Barkatullah, 2005:12).
ECEG mendefinisikan E-Commerce lebih luas dari definisi yang
lain. Dalam definisi ECEG, yang termasuk E-Commerce termasuk
juga berbagai transaksi yang dilakukan melalui media elektronik yang
lain seperti faksimile, telex, EDI, internet dan telepon. Definisi ini
tidak membatasi E-commerce hanya meliputi transaksi melalui
internet.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Uni Eropa dalam websitenya mendefinisikan E-Commerce
sebagai berikut:
“E-Commerce merupakan sebuah konsep umum yang mencakup
keseluruhan bentuk transaksi bisnis atau pertukaran informasi yang dilaksanakan dengan menggunakan atau memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi, yang terjadi antara perusahaan dan konsumennya, atau antara perusahaan dan lembaga- lembaga administrasi publik. Perdagangan elektronik atau E-Commerce ini
juga mencakup perdagangan barang dan jasa serta pertukaran materi-materi elektronik yang dilaksanakan secara elektronik” (lihat dalam
M. Arsyad Sanusi, 2005:139) E-Commerce juga dapat diartikan sebagai
“suatu proses berbisnis dengan memakai tekhnologi elektronik yang menghubungkan antara perusahaan, konsumen dan masyarakat dalam bentuk transaksi elektronik dan pertukaran/penjualan barang,
servis, dan informasi secara elektronik” (lihat dalam Munawar Kholil, 2009)
b. Ruang Lingkup E-Commerce
Menurut Whiteley, ruang lingkup E-Commerce terbagi dalam tiga
area utama, yaitu Pasar Elektronik (Electonic Markets), EDI
(Electronic Data Interchange), dan Perdagangan internet (Internet
Commerce) (lihat dalam M,Arsyad Sanusi,2005:151).
1) Electronic Markets (EMs)
Electronic Markets adalah model penawaran dengan
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi sehingga
pembeli dapat secara langsung membandingkan berbagai macam
harga yang ditawarkan dalam satu segmen pasar. Pada dasarnya
EMs menyediakan fasilitas bagi penjual dan pembeli utuk saling
bertukar informasi tentang harga, produk, dan spesifikasi dari
barang yang diperjualbelikan. Keuntungan aplikasi ini adalah
bahwa calon pembeli dapat secara mudah membandingkan
penawaran dari berbagai produsen atau distributor secara nyata.
Selain itu calon pembeli dapat memilih barang dengan efektif dan
efisien karena calon pembeli tidak perlu pergi ke banyak tempat
untuk dapat membandingkan harga dan dapat bertransaksi dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lebih cepat. Bagi penjual, keuntungannya adalah bahwa penjual
dapat dengan cepat memberikan informasi terkait dengan produk
yang ditawarkan dan dapat menarik lebih banyak pelanggan
(M.Arsyad Sanusi,2005:152).
2) Electronic Data Interchange (EDI)
EDI adaldah sarana untuk mengefisienkan pertukaran data
transaksi- transaksi reguler yang berulang dalam jumlah besar
antara organisasi-organisasi komersial. EDI oleh International
Data Exchange Association (IDEA) diartikan sebagai transfer
data terstruktur dengan format standar yang telah disetujui yang
dilakukan dari satu sistem komputer ke sistem komputer yang lain
dengan menggunakan media elektronik. EDI biasanya digunakan
oleh retail besar yang bertransaksi dengan suplier-nya.
EDI memiliki sistem pengkodean transaksi perdagangan yang
standar sehingga organisasi komersial tersebut dapat bertukar data
dan berkomunikasi secara langsung dari satu sistem komputer
dengan sistem komputer yang lain tanpa memerlukan hardcopy,
faktur sehingga terhindar dari penundaan, kesalahan yang tidak
disengaja yang disebabkan karena intervensi dari manusia seperti
contohnya kesalahan berkas.
Keuntungan menggunakan EDI adalah waktu pemesanan
yang dapat dilakukan dengan singkat, tidak terlalu banyak
membutuhkan biaya, mengurangi kesalahan yang biasanya terjadi
karena faktor humann eror, memperoleh respon yang cepat bagi
para pihak, pengiriman faktur yang dapat dilaksanakan secara
cepat dan akurat, dan pemnbayaran yang dapat dilakukan secara
elektronik. Dengan menggunakan EDI, order barang kepada
suplier dapat dilakukan dengan lebih mudah dan tidak ada
kesalahan yang terjadi oleh faktor manusia. Selain itu juga
transaksi dapat dilakukan dengan cepat dan efisien sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
supply barang dapat berjalan dengan lancar ( Nofie Iman,
www.nofieiman.com).
3) Internet Commerce
Internet commerce adalah penggunaan internet yang berbasis
tekhnologi informasi dan komunikasi untuk tujuan perdagangan.
Kegiatan internet commerce dapat berupa iklan maupun
penjualan dilaksanakan dengan menggunakan media internet.
Transaksi dapat dilakukan dengan cara pembeli mentransferkan
sejumlah uang kepada rekening penjual dan kemudian penjual
mengirim produk yang dipesan melalui pos atau sarana lain
setelah hasil ltransfer diterima oleh penjual.
Beberapa keuntungan menggunakan internet commerce antara
lain beberapa produk yang dijual melalui media internet memiliki
harga yang lebih murah karena biaya promosi yang sangat murah
jika dibandingkan jika penjual harus menggunakan media iklan
yang lain. Selain itu, penjualan melalui media internet tidak
memerlukan outlet untuk menawarkan produknya secara langsung
kepada calon pembeli sehingga hal ini pun dapat menekan harga
jual. Keuntungan yang lain bagi penjual adalah penjual dapat
menawarkan produk barang atau jasanya secara lebih luas, dan
dalam waktu yang lebih singkat. Pembelian melalui internet
diikuti layanan pengantaran barang sampai di tempat pemesanan.(
Nofie Iman, www.nofieiman.com)
c. Karekteristik E-Commerce
Berbagai pendapat dikemukakan ahli mengenai karakteristik
E-Commerce. Remy Sjahdeini mengungkapkan bahwa E-Commerce
adalah sebuah bidang yang multidisipliner. Artinya cakupan E-
Commerce turut melibatkan berbagai disiplin ilmu yang ada. Bidang
tersebut meliputi bidang Teknik mengenai jarigan dan telekomunikasi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pengamanan, peyimpanan, dan pengambilan data dari multimedia;
bidang bisnis seperti pemasaran, pembelian dan penjualan produk,
penagihan dan pembayaran, dan manajemen jaringan distribusi; serta
aspek hukum seperti information privacy, hak milik intelektual,
perpajakan, pembuatan perjanjian dan permasalahan-permasalahan
hukum lain yang timbul setelah adanya transaksi E-Commerce. (lihat
dalam M. Arsyad Sanusi, 2005:148)
Rayport dan Jaworski menyatakan bahwa E-Commerce
memiliki karakteristik yang berupa atribut-atribut sebagai berikut:
1) E-Commerce berkaitan erat dengan pertukaran informasi digital
antara para pihak
Pertukaran informasi tersebut dapat terjadi dalam proses
komunikasi antara kedua belah pihak, proses koordinasi jual beli
barang dan jasa, atau pengiriman pesanan secara elektronik.
Pertukaran informasi tersebut dapat terjadi antarperusahaan,
antarindividu atau melibatkan keduanya. Pertukaran informasi
adalah hal yang paling penting dalam transaksi E-Commerce.
Pelaksanaan kesepakatan sangat bergantung pada informasi yang
diterima kedua pihak. Perlu kesepahaman antara dua belah pihak
agar tidak terjadi perbedaan persepsi mengenai pelaksanaan
perjanjian sebagaimana yang tertuang dalam kontrak E-
Commerce. Penyamaan pandangan perlu dilakukan mengingat
para pihak tidak harus selalu bertemu secara langsung dalam E-
commerce.
2) E-Commerce dimungkinkan oleh adanya teknologi (technology
enabled)
Dalam E-Commerce terjadi transaksi-transaksi yang
dimungkinkan oleh adanya teknologi. Dalam transaksi-transaksi
offline, perusahaan-perusahaan biasanya melakukan transaksi
dengan pasar dan konsumennya melalui peran manusia atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
melalui tatap muka secara langsung, sebaliknya, di dalam E-
Commerce, transaksi- transaksi tersebut dapat dilakukan dengan
memanfaatkan teknologi. Dengan adanya teknologi, para pihak
tidak perlu lagi bertemu secara langsung untuk melakukan
transaksi.
3) E-Commerce menggunakan teknologi sebagai media (technology
mediated)
E-Commerce lebih daripada sekadar transaksi-transaksi yang
dimungkinkan oleh teknologi (technology enabled), melainkan E-
Commerce juga merupakan hubungan-hubungan yang
menggunakan teknologi sebagai media (technology mediated).
Pembelian yang dilakukan di pasar fisik, misalnya pembelian di
supermarket juga termasuk transaksi yang bersifat technology
enabled karena dalam proses jual beli tersebut manusia
memanfaatkan teknologi (misalnya mesin kasir) yang merupakan
alat pemrosesan jual beli yang berbasis PC (Personal Computer).
Sedangkan, proses jual beli yang terjadi dalam E-Commerce
dilaksanakan atau dimediasi oleh teknologi, sehingga kontak oleh
manusia tidak lagi banyak terjadi dan yang lebih banyak berperan
adalah teknologi, termasuk di dalam proses hubungan antara
perusahaan dan konsumennya. Tempat pembeli dan penjual saling
bertemu untuk melakukan transaksi juga telah beralih dari market
place yang berada didunia fisik beralih ke dunia maya.
4) E-Commerce berkaitan dengan aktivitas-aktivitas intra dan inter
organisasional yang menunjang proses pertukaran
Ruang lingkup E-Commerce mencakup keseluruhan aktivitas
inter dan intra organisasional yang berbasis elektronik yang
secara langsung maupun tidak langsung menunjang terjadinya
proses pertukaran dalam dunia nyata. Dalam konteks seperti ini,
E-Commerce memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap cara
perusahaan-perusahaan menjalin hubungan dengan pihak-pihak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
eksternal (konsumen, suplier, mitra dagang, pesaing dan pasar)
serta bagaimana perusahaan-perusahaan tersebut mengelola
aktivitas-aktivitas operasi dan proses-proses internal di dalam
perusahaan. (lihat dalam M. Arsyad Sanusi, 2005:149)
Sementara, Nufransa Wira Sakti memberikan pendapat mengenai
karakteristik E-Commerce sebagai berikut:
1) Transaksi tanpa batas
Sebelum adanya teknologi internet, batas geografis menjadi
kendala bagi sebuah perusahaan atau individu yang ingin
memasarkan produk-nya ke luar negeri. Akhirnya hanya
perusahaan besar saja yang bisa menjalankan transaksi
internasional. Namun semenjak adanya teknologi internet, batas
geografis dan penghalang berupa jarak seakan hilang. Teknologi
dapat mengatasi masalah tersebut dengan cara penjual memasang
iklan di situs internet. Iklan ini kemudian akan sangat mudah
diakses oleh pihak yang memerlukan barang atau jasa yang
ditawarkan dari seluruh dunia.
2) Transaksi anonim
Para pihak dalam perdagangan E-Commerce tidak perlu
bertemu secara langsung. Penjual tidak perlu mengenal pembeli
sepanjang pembayaran yang dilakukan pihak pembeli telah
diterima oleh penjual.
3) Produk digital dan non digital
Produk yang dijual di internet tidak hanya berupa barang dan
jasa, namun juga produk lain yang sifatnya digital. Musik,
software, dan muatan data yang lain dapat didapatkan oleh
konsumen dengan cara mendownload secara elektronik.
4) Produk barang tak berwujud
Produk yang ditawarkan melalui internet tidak hanya produk
mempunyai bentuk seperti barang fisik, namun juga barang tak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berwujud (non-fisik) seperti data, software, dan ide yang dijual
melalui internet. (lihat dalam Nofie Iman, www.nofieiman.com)
Ciri transaksi e-commerce juga disebutkan sebagai berikut:
1) Transaksi secara e-commerce memungkinkan para pihak
memasuki pasar global secara cepat tanpa dirintangi oleh batas-
batas negara;
2) Transaksi secara e-commerce memungkinkan para pihak
berhubungan tanpa mengenal satu sama lainnya.
3) Transaksi melalui e-commerce sangat bergantung pada sarana
(teknologi) yang keandalannya kurang dijamin (Huala Adolf,
2005: 162)
d. Kategori E-Commerce
Rayport dan Jaworski berpendapat bahwa terdapat empat
kategori aplikasi E-Commerce. Empat kategori tersebut terdiri dari
Business to Business (perusahaan ke perusahaan), Business to
Consumer (perusahaan ke konsumen), Consumer to Consumer
(konsumen ke konsumen), dan Consumer to Business (konsumen ke
perusahaan) (lihat dalam M.Arsyad Sanusi,2005:154).
1) Business to Business (B2B)
Aplikasi B2B dilakukan oleh dua perusahaan. Aktivitas yang
dilakukan pada E-Commerce B2B ini ditujukan untuk menunjang
kegiatan para pelaku bisnis sendiri. Aplikasi B2B meliputi
aktivitas-aktivitas seperti pembelian dan penjualan, supplier
management, inventory management, channel management,
aktivitas-aktivitas penjualan, payment management, serta service
dan suport. (M. Arsyad Sanusi, 2005:154). Semua aktivitas antara
dua perusahaan di atas dilakukan melalui media elektronik.
Karakterisasi dari aplikasi B2B ini antara lain:
a) Trading partners yang sudah saling mengetahui dan antara
mereka sudah terjalin hubungan yang berlangsung cukup
lama. Pertukaran informasi berlangsung diantara mereka dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
karena sudah sangat mengenal, maka pertukaran informasi
dilakukan atas dasar kebutuhan dan kepercayaan;
b) Pertukaran yang dilakukan secara berulang-ulang dan berkala
format data yang telah disepakati. Jadi service yang
digunakan antara kedua sistem tersebut sama dan
menggunakan standar yang sama pula;
c) Salah satu pelaku tidak harus menunggu partners mereka
lainnya untuk mengirim data;
d) Model yang digunakan adalah peer to peer dimana
processing intelegence dapat didistribusikan di kedua pelaku
bisnis (Abdul Halim Barkatullah, 2005:19)
2) Business to Consumer (B2C)
E-Commerce B2C meliputi pertukaran yang terjadi antara
perusahaan dan konsumen. Aktivitasnya meliputi penjualan,
pencarian konsumen, serta pelayanan dan dukungan (service and
support) bagi para konsumen (M. Arsyad Sanusi, 2005:155).
Transaksi E-Commerce jenis ini memperjual belikan produk baik
barang ataupun jasa, dalam bentuk fisik ataupun digital yang telah
siap digunakan atau dikonsumsi.
Dengan menggunakan jenis E-Commerce ini, kedua belah
pihak sama-sama mendapatkan keuntungan. Bagi pelaku usaha,
transaksi E-Commerce membuat pelaku usaha memiliki suatu
lahan baru yang mempunyai potensi sangat besar dibandingkan
dengan penjualan secara konvensional. Pemasaran pelaku usaha
dapat menjangkau seluruh dunia karena tawaran melalui media
elektronik dapat dengan mudah diakses oleh konsumen dari
seluruh dunia. Selain itu, pelaku usaha juga dapat menawarkan
produknya selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu tanpa
berhenti. Pelaku usaha juga tidak memerlukan toko atau show
room untuk memasarkan produknya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Keuntungan juga dirasakan oleh konsumen dengan berbagai
kemudahan yang didapatkan. Konsumen tidak perlu meluangkan
waktu khusus untuk membeli sesuatu. Cukup dengan media
internet dan mencari produk yang dibutuhkan. Melalui model ini,
kosumen juga dapat dengan mudah membandingkan produk satu
dengan yang lain tanpa perlu mengunjungi pejual satu per satu.
(Abdul Halim Barkatullah, 2005:20)
Karakteristik yang umum untuk E-Commerce B2C antara lain:
(1) Terbuka untuk umum, dimana informasi disebarkan secara
umum pula;
(2) Service yang diberikan bersifat umum sehingga mekanisme
dapat digunakan oleh banyak orang;
(3) Service yang diberikan adalah berdasarkan permintaan.
Konsumen berinisiatif sedangkan produsen harus siap
merespon terhadap inisiatif konsumen;
(4) Sering dilakukan pendekatan client-server dimana konsumen
di pihak client menggunakan sistem yang minimal (berbasis
web) dan penyedia barang atau jasa berada pada pihak server.
(Abdul Halim Barkatullah, 2005:22)
3) Consumer to Consumer (C2C)
C2C merupakan transaksi bisnis secara elektronik yang
dilakukan antarkonsumen untuk memenuhi suatu kebutuhan
tertentu dan pada saat tertentu pula. C2C sifatnya lebih khusus
karena transaksi dilakukan oleh konsumen ke konsumen lain yang
memerlukan transaksi. Internet menjadi sarana untuk tukar
menukar informasi tentang produk baik mengenai harga, kualitas
dan pelayanannya. Ketidak puasan konsumen atas suatu barang
dapat menyebar luas secara cepat melalui transaksi informasi ini.(
Abdul Halim Barkatullah, 2005:23)
4) Consumer to Business (C2B)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dalam hubungan ini konsumen dapat mengikatkan diri
bersama-sama dengan konsumen yang lain untuk membentuk
kelompok pembeli untuk suatu perusahaan. Kelompok ini
mempunyai posisi tawar tersendiri di hadapan perusahaan karena
kepuasan konsumen dan pendapat dari konsumen tentu akan
mempengaruhi penjualan ataupun proses produksi selanjutnya (
M. Arsyad Sanusi, 2005:155).
H. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Keterangan Kerangka pemikiran:
Perkembagan tekhnologi dan informasi saat ini yang begitu pesat
mempengaruhi segala macam aspek termasuk juga aspek perdagangan.
Perdagangan tentu tidak dapat dilepaskan dari kontrak. Berbagai macam
peranjian mengenai perdagangan dituangkan para pihak dalam kontrak.
Munculnya perdagangan E-Commerce akan mempengaruhi hukum
Perkembangan Teknologi
Informasi Perdagangan
Internasional
Hukum Kontrak Internasional Hukum Kontrak E-
Commerce
Modifikasi Hukum
Kontrak dalam
Perdagangan
E-Commerce
Internasional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kontrak, Sifat perdagangan E-Commerce yang papperless atau scripless
sangat berbeda dengan hukum kontrak yang mensyaratkan kotrak harus
tertulis. Perlindungan hukum para pihak menjadi begitu lemah. Harus ada
penyesuaian (modifikasi) yang dilakukan pada hukum kontrak yang saat
ini ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan yang terjadi
mengenai pengaturan hukum kontrak E-Commerce yang dilakukan oleh
dunia internasional untuk mengatur perdagangan E-Commerce antar
negara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. MODIFIKASI HUKUM KONTRAK DALAM PERDAGANGAN E-
COMMERCE INTERNASIONAL
1. Kontrak Elektronik
Kontrak adalah instrumen yang sangat penting dalam perdagangan
internasional. Dalam era perdagangan elektronik sekarang ini, muncul
sebuah model kontrak baru yang biasa disebut dengan kontrak
elektronik (e-contract). Kontrak elektronik merupakan “darah sumber
kehidupan” (lifeblood) bagi perdagangan elektronik. Oleh karena itu
kontrak elektronik tidak dapat dipisahkan dari perdagangan elektronik.
Permasalahan yang kemudian muncul adalah adanya pergeseran
bentuk komunikasi dalam proses pembuatan kontrak. Kesepakatan
dalam kontrak elektronik dilakukan secara elektronik. Para pihak tidak
perlu bertemu secara langsung (face to face) dan tidak perlu
menggunakan kertas dalam pembuatan kontraknya. Model komunikasi
dalam kontrak elektronik telah bergeser dari bentuk komunikasi
kontrak sebelumnya. Proses kontrak yang sebelumnya face to face
telah beralih menjadi faceless karena para pihak tidak lagi harus
bertemu secara langsung, bentuk kontrak yang biasanya dibuat diatas
kertas (paper based economy), telah bergeser menjadi digital-
electronic based economy. Dengan demikian, pemakaian benda-benda
tidak berwujud (intangible) semakin berkembang menggantikan
penggunaan benda berwujud (tangible). Pergeseran-pergeseran ini
akan membawa implikasi pada prinsip-prinsip hukum kontrak
tradisional. Hukum kontrak mau tidak mau harus mengalami
modifikasi (M.Arsyad Sanusi, 2005:196).
Minter Ellison Rudd Watts mendefinisikan kontrak elektronik atau
e-contract adalah “a contract formed by transmiting electronic
messages between comouters”(lihat dalam M.Arsyad
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sanusi,2005:377). Dari definisi di atas, yang menjadi ruang lingkup
kontrak elektronik adalah seluruh kontrak yang dibentuk melalui
pertukaran-pertukaran data elektronik antar komputer. Sedangkan
Edmon Makarim dan Deliana mendefinisikan kontrak elektronik
adalah:
Perikatan ataupun hubungan hukum yang dilakukan secara
elektronik dengan memadukan jaringan (networking) dari sistem informasi berbasiskan komputer (computer based information system) dengan sistem komunikasi yang berdasarkan atas jaringan dan jasa
telekomunikasi (telecommunication based) yang selanjutnya difasilitasi oleh keberadaan komputer global internet (network of
network) (lihat dalam M.Arsyad Sanusi,2005:377) Berdasarkan pembuat kontraknya, Sergio Maldonado membagi
kontrak elektronik dalam beberapa kategori yaitu:
a. Kontrak yang dibentuk antara seorang manusia fisik (physical
person) dan sebuah sistem komputer
Dalam kontrak jenis ini, penghubung para pihak adalah
website. Seseorang atas nama pribadi ataupun atas nama suatu
badan hukum melakukan tindakan tertentu terhadap sebuah sistem
komputer milik seseorang atau badan hukum lain yang pada
akhirnya akan melahirkan sebuah kontrak. Tindakan tersebut
biasanya berupa pengisian formulir- formulir yang sudah tersedia di
dalam website.
b. Kontrak yang dibentuk antara dua buah sistem komputer
Kontrak juga dapat dihasilkan melalui interaksi yang terjadi
antara sistem-sistem komputer yang berperan sebagai agen
elektronik (electronic agent) para pihak yang melakukan transaksi.
Biasanya kontrak ini digunakan melalui sarana EDI.
c. Kontrak yang dibentuk antara dua atau lebih manusia fisik
Kontrak jenis ini melibatkan para pihak untuk
berkomunikasi secara langsung. Hanya saja perantara yang
digunakan adalah media elektronik. Dalam pembentukan kontrak
jenis ini terjadi negosiasi di antara para pihak melalui komunikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang dilakukan para pihak (lihat dalam M.Arsyad
Sanusi,2005:370).
Berdasarkan komunikasi pra kontrak yang dilakukan para pihak,
transaksi elektronik dapat diklasifikasikan dalam beberapa bentuk.
Research Paper on Contract Law membaginya kedalam:
a. Transaksi melalui chatting dan video conference
Dalam model ini, transaksi disepakati oleh para pihak
melalui komunikasi interaktif melalui internet seperti chatting dan
video conference. Melalui model ini, para pihak dapat bernegosiasi
secara langsung mengenai transaksi yang akan dilakukan oleh para
pihak.
b. Transaksi melalui surat elektronik (e-mail)
Penawaran dalam model transaksi ini dilakukan dengan
cara mengirimkan e-mail kepada calon pembeli. Calon pembeli
yang tertarik kemudian membalas e-mail tersebut beserta dengan
segala macam ketentuan yang akan disepakati oleh para pihak. Para
pihak melakukan negosiasi dengan cara saling mengirimkan e-mail.
c. Transaksi melaui web atau situs
Transaksi melalui website dilakukan dengan cara penjual
menyediakan daftar atau katalog barang yang dijualnya disertai
dengan deskripsi produk. Pembeli yang tertarik dengan tampilan
yang dibuat penjual kemudian melakukan proses sebagaimana
sudah ditentukan dalam website tersebut (lihat dalam Yahya
Ahmad Zein, 2009:35)
Model komunikasi dalam transaksi elektronik di atas tentu akan
mempengaruhi kontrak yang akan dibuat oleh para pihak. Transaksi
yang dilakukan melalui sarana chating, video conference, dan e-mail
masih memungkinkan para pihak untuk melakukan negosiasi
mengenai kesepakatan yang akan dibuat. Namun tidak dengan
transaksi yang menggunakan media website. Kontrak yang akan
dihasilkan oleh transaksi jenis ini adalah model kontrak standar dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
baku yang mau tidak mau harus disepakati oleh pembeli. Kontrak
jenis ini sudah tidak dapat dinegosiasikan lagi.
Kontrak baku secara umum adalah suatu kontrak tertulis yang
isinya telah diformulasikan oleh suatu pihak dalam bentuk-bentuk
formulir. Kontrak baku dibuat secara sepihak oleh penjual dan tidak
melibatkan pembeli. Yang menjadi alasan dipilihnya kontrak baku ini
adalah karena praktis dan efisien. Kekuarangan dari kontrak baku
adalah bahwa kontrak ini tidak dapat dinegosiasikan kembali. Dalam
masalah keabsahaan kontrak baku, masih terdapat perbedaan
pendapat. Pitlo berpendapat bahwa kontrak baku adalah perjanjian
paksa (dwangcontract). Padahal kontrak tidak boleh dibuat atas dasar
keterpaksaan. Hondius berpendapat bahwa kontrak baku mempunyai
kekuatan mengikat berdasarkan kebiasaan yang berlaku di lingkungan
masyarakat dan lalu lintas perdagangan (Abdul Halim
Barkatullah,2009:54)
Selama ini, kontrak yang digunakan dalam perdagangan e-
commerce cenderung kepada bentuk kontrak baku. Sebelum pembeli
mengklik tombol I Agree sebagai persetujuan atas sebuah kontrak,
terdapat sebuah tautan terms and condition yang akan membawa
pembeli kepada kontrak baku yang sudah disiapkan oleh penjual.
Kontrak ini mempunyai prinsip take it or leave it. Artinya bahwa jika
pembeli setuju dengan kontrak tersebut, maka kontrak tersebut bisa
disepakati, namun jika pembeli tidak setuju, maka pembeli tidak perlu
menyetujui dan kontrak tersebut tidak dapat dijalankan. Dalam
kontrak ini tidak dimungkinkan lagi ada pembahasan mengenai
substansi kontrak. Padahal bisa saja pembeli hanya tidak setuju pada
beberapa ketentuan dan menwarkan ketentuan lain. Namun dengan
adanya prinsip take it or leave it, dalam kontrak elektronik jenis ini
tidak bisa dianggap ada paksaan karena penjual tidak memaksa untuk
menyetujui kontrak tersebut, jika memang pembeli tidak setuju
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dengan klausul yang ada di dalamnya, pembeli tidak perlu
menyepakatinya yang artinya juga tidak ada transaksi.
Di dalam kontrak elektronik juga dikenal jenis shrinkwrap contract
dan clickwrap contract. Kontrak ini muncul setelah pembelian produk
karena kontrak ini ada di dalam produk dan kontrak tidak dapat dilihat
pada saat pembeli akan membeli sebuah produk. Kontrak seperti ini
biasanya terdapat pada produk software komputer. Kontrak pada
produk software baru akan muncul ketika software akan diinstal. Di
tengah proses penginstalan, akan muncul license agreement yang
harus disetujui jika akan menginstal software tersebut. Hal tersebut
akan menimbulkan masalah jika ternyata pembeli tidak setuju dengan
klausul yang ada di dalamnya.
a. Shrinkwrap Contract
Shrinkwrap Contract terjadi ketika seseorang yang ingin
membeli sebuah produk software komputer. Produk yang akan
dibeli tersebut terbungkus dalam kemasan kotak karton dan
disegel (shrinkwrap). Pembeli tersebut hanya bisa mendapatkan
informasi mengenai produk tersebut melalui keterangan-
keterangan yang dituliskan pada bagian luar kemasan (M.Arsyad
Sanusi,2005:405). Keterangan yang terdapat pada bagian luar
produk sebagian besar berupa penjelasan singkat tentang produk
dan tidak mendetail. Setelah membeli produk tersebut, pembeli
kemudian melakukan instalasi pada komputernya. Di dalam proses
instalasi, terdapat sebuah kontrak yang harus disepakati oleh
pembeli. Salah satu contoh klausula yang ada di dalam proses
instalasi FLV Player adalah If you accept the terms of agreement,
click I Agree to continue. You must accept the agreement to instal
FLV Player 2.0 (build 25). Kemudian di bawah klausula tersebut
terdapat tombol I Agree yang menyatakan pembeli setuju dengan
kontrak tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Secara tidak langsung ada paksaan untuk menyetujui
kontrak tersebut karena jika tidak disetujui proses instalasi tidak
dapat dilanjutkan. Kebanyakan pengguna software melakukan
instalasi tanpa membaca kontrak yang ada terlebih dahulu. Hal
tersebut artinya bahwa pembeli sudah melakukan kesepakatan
ketika melakukan pembelian terhadap software tersebut tanpa
melihat terlebih dahulu isi license agreement yang ada di
dalamnya.
Dalam kasus yang berkaitan dengan shrinkwrap contract,
pengadilan Inggris memutuskan bahwa ketentuan-ketentuan baru
tidak boleh ditambahkan di kemudian hari ke dalam ketentuan-
ketentuan semula yang ada pada suatu kontrak. Pembeli juga harus
diberi tahu dan diberi peringatan secukupnya tentang ketentuan-
ketentuan suatu kontrak sebelum atau pada saat pembeli hendak
memasuki kontrak (M.Arsyad Sanusi,2005:406).
Putusan pengadilan di Amerika Serikat pada mulanya lebih
cenderung untuk menolak kontrak-kontrak atau perjanjian-
perjanjian shrinkwrap, namun dalam putusan-putusan terbaru,
pengadilan di Amerika Serikat mulai memberikan pengakuan
terhadap validitas kontrak shrinkwrap. Dalam sebuah kasus di
tahun 1997, Mr. Dan Mrs Hill membeli sebuah komputer dari
perusahaan Gateway. Ternyata mereka merasa kecewa dengan
komputer yang telah dibelinya dan kemudian mengajukan gugatan
atas kerusakan yang terjadi pada komputernya. Perusahaan
Gateway meminta agar kasus tersebut dilimpahkan kepada
lembaga arbitrasi sebagaimana yang dipersyaratkan dalam salah
satu klausul pada dokumen yang disertakan pada produk komputer
yang dibeli. Ketentuan tersebut mengatakan bahwa apabila dalam
waktu tiga puluh hari konsumen tidak mengembalikan komputer
dan perangkat lunak yang dibelinya, maka konsumen dianggap
telah setuju dengan ketentuan dalam kontrak tersebut. Pengadilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berpendapat bahwa kontrak diantara perusahaan Gateway dan
konsumennya dianggap terbentuk pada akhir hari ke tiga puluh
terhitung sejak tanggal pembelian (lihat dalam M.Arsyad
Sanusi:407).
Jenis shrinkwrap contract sangat berpotensi untuk
merugikan pihak pembeli karena pembeli tidak mengetahui secara
detail kontrak yang ada pada produk yang dibelinya. Pembeli
hanya diberikan keterangan-keterangan yang sangat terbatas yang
terdapat pada kemasan produk. Pembeli akan membeli produk
yang mereka sendiri belum mengetahui bagaimana aturan main
penggunaan produk yang dibelinya. Pembelipun mau tidak mau
akan menyetujui kontrak yang ada karena sudah terlanjur membeli
dan untuk menggunakan produk yang dibeli memang harus
menyetujui kontrak yang terdapat didalam produk. Padahal sebuah
kontrak yang melalui paksaan tidak diperkenankan dan dapat
dibatalkan. Dalam kontrak tersebut tidak terdapat unsur
kesepakatan diantara para pihak karena pembeli tidak mengetahui
isi kontrak yang terdapat di dalam produk yang dibelinya.
b. Clicwrap Contract
Clickwrap contract terjadi ketika pembeli mengklik tombol I
Agree atau I Accept sebagai cara menyatakan persetujuannya
terhadap kontrak elektronik yang telah disediakan oleh penjual.
Agak berbeda dengan shrinkwrap contract, clickwrap contract
memberi kesempatan bagi pembeli untuk membaca terlebih dahulu
kontrak elektronik yang ditawarkan oleh penjual. Jika sekiranya
kontrak yang ditawarkan tidak disetujui oleh pembeli, maka bisa
saja pembeli membatalkan niatnya untuk membeli barang tersebut.
Pada kontrak shrinkwrap contract, pembeli tidak dapat
membatalkan pembelian karena software sudah terlanjur dibeli.
Clickwrap contract biasanya terjadi pada pembelian produk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
melalui website. Penjual menawarkan produk beserta spesifikasi
produk yang dijual. Jika pembeli berminat dengan produk tersebut,
akan terdapat sebuah tautan yang akan membawa pembeli pada
sebuah kontrak elektronik. Pembeli diberi kesempatan untuk
mempelajari kontrak itu sebelum kemudian mengklik tombol I
Accept atau I Agree sebagai tanda bahwa pembeli menyetujui
kontrak yang ditawarkan (M.Arsyad Sanusi,2005:372).
Mengenai permasalahan clickwrap contract, Andy Harris
mengungkapkan bahwa salah satu pengadilan di Amerika telah
memutusakan bahwa ketentuan kontrak lisensi produk perangkat
lunak yang di-download dari internet adalah tidak dapat
ditegakkan, karena dalam situasi tersebut tidak jelas apakah
pengguna perangkat lunak benar-benar telah menyetujui ketentuan
tersebut (lihat dalam M.Arsyad Sanusi,2005:409). Pada praktiknya,
memang tidak ada yang dapat memastikan apakah pengguna telah
membaca kontrak yang dilampirkan oleh perusahaan perangkat
lunak atau belum. Untuk dapat menggunakan sebuah software,
pengguna wajib menyetujui kontrak yang diberikan. Jika tidak
disetujui, software tersebut tidak akan dapat digunakan karena
penyetujuan kontrak merupakan langkah awal instalasi sebuah
software. Akhirnya banyak terjadi pengguna yang menyetujui
kontrak dengan mengklik tombol I Agree tanpa membaca dan
mempertimbangkan isi kontrak yang terdapat di dalam licence
agreement.
Salah satu aspek penting dalam kontrak clickwrap adalah
bahwa pengguna harus melakukan tindakan tertentu secara fisik
untuk menyetujui kontrak (M.Arsyad Sanusi,2005:411). Pengguna
harus mengklik tombol I Accept setelah membaca kontrak. Untuk
memastikan pengguna membaca terlebih dahulu kontrak, beberapa
situs telah menerapkan suatu cara yaitu dengan meletakkan tombol
I Accept pada bagian bawah kontrak sehingga mau tidak mau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pengguna harus membaca terlebih dahulu kontrak tersebut.
Kontrak clickwrap telah memberikan kesempatan seluas- luasnya
bagi pengguna untuk mempelajari terlebih dahulu kontrak. Penjual
tidak boleh menambahan bagian-bagian kontrak tanpa
sepengetahuan penggunna misalnya dengan memberikan tautan
pada salah satu bagian kontrak tertentu yang akan membawa
pengguna pada kontrak yang lain.
2. Validitas Kontrak E-Commerce
Perubahan yang telah dibawa oleh perdagangan elektronik
terhadap hukum kontrak membawa pertanyaan-pertanyaan terhadap
keabsahan kontrak elektronik. Keabsahan sebuah kontrak bergantung
pada terpenuhinya syarat-syarat kontrak. Dalam kontrak elektronik
permasalahan akan menjadi lebih rumit karena kontrak elektronik
dibentuk tanpa adanya pertemuan langsung antara para pihak dan
tanpa menggunakan dokumen yang berbasis pada kertas. Validitas
sebuah kontrak elektronik akan dipertanyakan terkait dengan keaslian
dan integritas data yang terdapat didalamnya.
a. Keabsahan Kontrak Elektronik
Keabsahan sebuah kontrak bisa dilihat dari apakah sebuah
kontrak memenuhi syarat-syarat kontrak. Henry Cheeseman
mengungkapkan syarat kontrak sama dengan unsur-unsur kontrak.
Sebuah kontrak dianggap enforceable bila kontrak tersebut
memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1) Kesepakatan (agreement)
2) Konsiderasi (consideration)
3) Kecakapan untuk melakukan kontrak (contractual capacity)
4) Objek yang tidak bertentangan dengan hukum (lihat dalam
M.Arsyad Sanusi,2005:425)
Sebuah kontrak akan dianggap sah jika memenuhi
persyaratan-persyaratan di atas. Dalam perdagangan elektronik,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kesepakatan yang dilakukan oleh para pihak dilakukan melalui
media elektonik. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah
kapankah kesepakatan antara para pihak tersebut terjadi? Suatu
kesepakatan biasanya selalu diawali dengan adanya penawaran
oleh suatu pihak dan dilanjutkan dengan adanya tanggapan berupa
penerimaan oleh pihak lain. Pada perdagangan yang tidak
dilakukan secara online, waktu terjadinya kesepakatan mudah
untuk diketahui karena kesepakatan terjadi melalui komunikasi
secara lisan, ataupun tulisan. Tetapi dalam perdagangan elektronik,
kesepakatan dicapai melalui media elektronik (Yahya Ahmad
Zein,2009:56).
Pada dasarnya suatu penawaran dapat disampaikan secara
lisan maupun secara tertulis. Penawaran juga dapat disampaikan
atau dikirim secara elektronik melalui internet. Penawaran melalui
internet dilakukan dengan cara menawarkan barang atau jasa yang
diperdagangkan ke dalam sebuah website yang menarik agar dapat
memperoleh calon pembeli. Calon pembeli akan mendapatkan
informasi mengenai barang atau jasa yang ditawarkan melalui
penawaran yang dilakukan melalui internet.
Calon pembeli yang tertarik dengan barang atau jasa yang
ditawarkan kemudian akan melakukan penerimaan dengan cara
sesuai dengan yang terdapat dalam penawaran tersebut. Penerimaan
berimplikasi pada terbentuknya sebuah kontrak. Penerimaan
dilakukan oleh pembeli dengan cara meng-klik tombol tertentu atau
memasukkan kode-kode tertentu. Tombol yang biasa ditampilkan
dalam sebuah kontrak elektronik biasanya berupa tombol I Accept
atau I Agree atau tanda lain yang menunjukkan penerimaan oleh
pembeli. Diatas tombol tersebut biasanya terdapat kontrak
elektronik yang ditawarkan oleh penjual. Dengan mengklik tombol
I Accept atau I Agree, pembeli dianggap telah sepakat dengan isi
kontrak dan melakukam penerimaan atas penawaran dari penjual.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Di Eropa, negara-negara yang bergabung dalam
Masyarakat Ekonomi Eropa, memberikan garis-garis petunjuk
kepada para anggotanya untuk menerapkan sistem “3klik” yang
meliputi:
1) Setelah calon membeli melihat layar komputer, adanya
penawaran dari calon penjual (klik pertama)
2) Calon pembeli memberikan penerimaan terhadap penawaran
tersebut (klik kedua)
3) Masih disyaratkan adanya peneguhan dan persetujuan dari
calon penjual kepada pembeli perihal diterimanya penerimaan
dari calon pembeli (klik ketiga)
Sementara di Indonesia, menurut Pasal 20 UU Nomor 11 tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, hanya menganut
sistem 2 klik yaitu meliputi penawaran transaksi yang dikirim
telah diterima (klik pertama) dan persetujuan atas penawaran
transaksi elektronik telah dilakukan dengan pernyataan
penerimaan secara elektronik (Yahya Ahmad Zein, 2009: 56).
Dari uraian di atas dapat terlihat kapankah kesepakatan
dalam perdagangan e-commerce terjadi. Pada sistem 3 klik,
kesepakatan baru ada ketika persetujuan telah diakui dan diterima
oleh penjual, sedangkan pada sistem 2 klik, kesepakatan sudah
terjadi pada saat pembeli telah mengirimkan penerimaan atas
penawaran secara elektronik kepada pembeli tanpa harus ada
pernyataan dari penjual bahwa telah menerima penerimaan
penawaran dari pembeli.
Persyaratan mengenai kesepakatan dalam perdagangan
elektronik dapat dipenuhi dengan cara seperti di atas. Penawaran
dan penerimaan dalam perdagangan elektronik dilakukan dengan
menggunakan media elektronik. Ketika pembeli barang atau jasa
memberikan tindakan penerimaan, saat itulah kesepakatan diantara
para pihak telah terjadi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Unsur ke dua yang harus dipenuhi oleh sebuah kontrak
adalah adanya konsiderasi. Dalam yurisdiksi yang menganut sistem
common law, suatu kontrak tidak dianggap memiliki kekuatan
yang mengikat apabila tidak terdapat elemen prestasi
(consideration). Definisi prestasi adalah sesuatu yang memiliki
nilai, misalnya janji yang akan diberikan oleh salah satu pihak
untuk menyediakan barang atau jasa kepada pihak lain ataupun
janji untuk membayar barang-barang atau jasa-jasa yang telah
dibeli (M.Arsyad Sanusi, 2005:389). Dengan kata lain konsiderasi
adalah objek kontrak. Di dalam sebuah kontrak tentu harus ada hal
yang disepakati oleh kedua pihak. Perkembangan tekhnologi dan
informasi serta lahirnya perdagangan e-commerce tidak akan
mempengaruhi syarat adanya konsiderasi di dalam sebuah kontrak.
Konsiderasi adalah hal yang mutlak dan harus ada di dalam sebuah
kontrak. Di dalam kontrak elektronik pun pasti diatur mengenai
hal-hal yang disepakati oleh para pihak dan mempunyai nilai
tertentu. Perkembangan tekhnologi tidak akan mempengaruhi
substansi dari sebuah kontrak namun hanya akan berpengaruh pada
cara pembentukan kontrak. Keberadaan konsiderasi dalam sebuah
kontrak tidak pernah akan dapat dihilangkan. Dengan demikian,
kontrak e-commerce memenuhi persyaratan yang kedua.
Persyaratan ketiga adalah mengenai kecakapan para pihak.
Apakah para pihak memenuhi persyaratan untuk dapat dikatakan
cakap untuk melakukan sebuah kontrak. Cakap merupakan syarat
umum untuk dapat melakukan perbuatan hukum secara sah yaitu
harus sudah dewasa, sehat akal pikiran dan tidak dilarang oleh
suatu peraturan perundang-undang untuk melakukan perbuatan-
perbuatan tertentu (Riduan Syahrani, 2006:208)
Cakap atau tidaknya para pihak dapat dilihat dari usia dan
apakah pihak yang melakukan kontrak berada dibawah
pengampuan orang lain atau tidak. Mengenai persyaratan usia,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
setiap negara memiliki pengaturannya tersendiri. Sedangkan orang
yang dibawah pengampuan adalah orang yang dinyatakan oleh
pengadilan dibawah pengampuan atau orang yang mengalami
gangguan kejiwaan.
Untuk mengetahui cakap atau tidaknya para pihak yang
melakukan kontrak elektronik, akan mudah jika setiap negara
sudah mempunyai lembaga Certification Authority (CA) yang akan
memastikan identitas para pihaknya. Untuk medapatkan sertifikat
dari CA seseorang harus memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan
oleh lembaga CA termasuk juga syarat kecakapan. Namun
kenyataanya belum semua negara mempunyai lembaga CA
termasuk juga Indonesia. Tanpa adanya lembaga CA nampaknya
akan agak sulit untuk menjamin apakah para pihak yang
melakukan kontrak cakap atau tidak. Hal ini dikarenakan para
pihak belum pernah bertemu secara langsung dan hanya
berkomunikasi melalui media elektronik. Namun jika dilihat
dengan sudut pandang KUH Perdata Indonesia, persyaratan
kecakapan dalam sebuah perjanjian adalah syarat subjektif yang
bila dilanggar maka kontrak tersebut dapat dibatalkan. Artinya
bahwa ketika para pihak tidak mempermasalahkan hal tersebut,
maka kontrak tersebut tetap dapat berlaku. Walaupun syarat
kecakapan ini tidak dapat dipenuhi oleh kontrak elektonik, namun
selama para pihak tidak mempermasalahkannya maka kontrak
tersebut akan tetap berlaku.
Persyaratan yang keempat adalah objek kontrak yang tidak
bertentangan dengan hukum. Dalam kontrak elektronik, bisa jadi
para pihak tidak berada di suatu negara yang sama karena sifat e-
commerce tidak mengenal batasan wilayah. Hal tersebut
memungkinkan transaksi e-commerce dilakukan oleh para pihak
yang berada pada negara yang berbeda pengaturan hukumnya. Bisa
jadi sebuah barang dilarang beredar di negara satu, namun tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dilarang untuk beredar di negara yang lain. Transaksi semacam ini
sangat mungkin terjadi dalam perdagangan e-commerce. Mengenai
hal ini, pemerintah kedua negara perlu berperan aktif dalam
mengawasi lalu lintas perdagangan di wilayahnya. Harus ada
pemeriksaan sebelum sebuah barang dikirim ke luar negeri maupun
pemeriksaan terhadap setiap barang yang masuk ke dalam sebuah
negara. Persyaratan keempat diatas, bisa jadi perdagangan e-
commerce memenuhi persyaratan tersebut, namun bila sekiranya
terjadi pelanggaran, diperlukan peran aktif pemerintah asal negara
para pihak untuk menanggulanginya.
b. Keaslian dan Integritas Data
Keaslian dan integritas data elektronik serta tanda tangan
elektronik adalah hal yang sangat penting dalam e-commerce
karena kontrak elektronik akan terbentuk berdasarkan data
elektronik yang telah disepakati oleh para pihak. Persyaratan,
ketentuan, substansi kontrak, dan bagian-bagian kontrak lainnya
akan sangat bergantung pada data elektronik yang telah disepakati
oleh para pihak dan berlaku sebagai kontrak diantara mereka.
Permasalahan yang kemudian muncul adalah mengenai
permasalahan keabsahan kontrak, (validity), keamanan (security),
dan kerahasiaan dokumen (privacy/confidentiality). Selain itu
permasalahan lain yang muncul adalah terkait dengan identitas
para pihak. (M.Arsyad Sanusi,2005:205). Para pihak tidak dapat
memastikan secara langsung identitas satu sama lain dalam
perdagangan elektronik. Hal ini dikarenakan para pihak belum
pernah bertemu sebelumnya.
Identitas para pihak dalam sebuah kontrak amatlah penting.
Hal ini terkait siapakah yang harus bertanggung jawab terhadap isi
kontrak tersebut. Dalam kontrak elektronik agaknya sulit untuk
mengetahui identitas para pihak secara pasti karena para pihak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
belum pernah bertemu secara langsung dan mengenal satu sama
lain hanya melalui komunikasi elektronik saja. Teknik selama ini
yang digunakan untuk memastikan keaslian dan integritas data
adalah melalui teknik kriptografi dan tanda tangan elektronik
(M.Arsyad Sanusi, 2005:205).
Kriptografi adalah suatu sistem yang membuat suatu pesan
yang dikirim oleh pengirim dapat disampaikan kepada penerima
dengan aman. Menurut Bruce Schneir, kriptografi adalah seni dan
ilmu yang mempelajari bagaimana membuat suatu pesan yang
dikirim oleh pengirim (originator) dapat disampaikan kepada
penerima (receiver) dengan aman (lihat dalam Abdul Halim
Barkatullah,2005:24). Kriteria aman yang dimaksud antara lain:
1) Confidentiality (kerahasiaan): Suatu pesan tidak boleh dapat
dibaca atau diketahui oleh orang yang tidak berkepentingan.
Jika para pihak menghendaki komunikasi elektronik yang
dilakukan hanya boleh dikathui para pihak saja, maka harus ada
metode kriptografi yang mebuat data elektronik yang
dikirimkan tidak diketahui selain oleh para pihak itu sendiri.
2) Authenticity (otentitas): Penerima pesan harus mengetahui atau
mempunyai kepastian siapa pengirim pesan dan bahwa benar
pesan itu dikirim oleh pengirim. Hal ini terkait dengan identitas
pengirim data. Harus ada proses kriptografi untuk melakukan
verifikasi terhadap pengirim data sehingga penerima data dapat
mengetahui identitas pengirim.
3) Integrity (integritas/keutuhan): Penerima harus merasa yakin
bahwa pesan yang diterimanya tidak pernah diubah sejak pesan
tersebut dikirim sampai diterima, seorang pengacau tidak dapat
mengubah atau menukar isi pesan yang asli dengan yang palsu.
Proses kriptografi harus menjamin data yang diterima akan
tetap sama dengan data yang dikirim tanpa ada perubahan
apapun. Klausula-klausula yang ada di dalam sebuah kontrak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
elektronik akan menjadi dasar bagi para pihak untuk
melaksanakan isi kontrak tersebut. Oleh karena itu integritas
data elektronik amatlah penting. Para pihak harus meyakini dan
mengakui muatan sebuah data elektronik adalah benar dan akan
dilaksanakan.
4) Non Repudiation (tidak dapat disangkal): Pengirim pesan tidak
pernah menyangkal bahwa ia telah mengirim data tersebut.
Para pihak harus mengakui setiap data elektronik yang
dikirimnya. (Abdul Halim Barkatullah, 2005:25)
Data asli dalam proses kriptografi biasa disebut dengan
plaintext. Plaintext bisa berbentuk text file, bitmap, digitized voice
video image dan lainnya. Tahap selanjutnya adalah tahan
encryption yaitu proses transformasi suatu pesan/data menjadi
suatu bentuk yang hampir mustahil untuk dibaca tanpa
pengetahuan mengenai algoritma. Pesan yang telah ditransformasi
tersebut biasa disebut dengan ciphertext. Sedangkan proses
pengembalian (recovery) dari ciphertext ke bentuk semula agar
dapat dibaca disebut dengan proses deskripsi (Abdul Halim
Barkatullah,2005:26). Berikut gambaran secara singkat proses
kriptografi:
Gambar 2. Proses Kriptografi
Teknik lain yang biasa digunakan untuk menjaga keaslian
dan integritas sebuah data adalah tanda tangan elektronik (digital
signature). Tanda tangan digital tidak hanya digunakan untuk
memverifikasi pesan data yang ada di dalam sebuah data
elektronik, namun juga untuk memverivikasi identitas pengirim
pesan data. Andrian Mccullaghi, Peter Little, dan William Caeli
menyebutkan bahwa secara umum tanda tangan berfungsi sebagai:
Plaintex Ciphertext Plaintext Encryption Descryption
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1) Mengidentifikasi penandatangan;
2) Memberikan kepastian tentang keterlibatan seseorang dalam
penandatanganan tersebut;
3) Mengasosiasikan orang tertentu dengan isi dokumen
4) Menyatakan kepemilikan dokumen pada si penandatangan
(lihat dalam M.Arsyad Sanusi,2005:206)
Dari fungsi- fungsi di atas, dapat diketahui arti penting sebuah
tanda tangan. Tanda tangan dalam sebuah dokumen menunjukkan
siapa yang bertanggungjawab dan siapa saja para pihak yang
terlibat dalam kontrak. Tanda tangan digunakan untuk
memverifikasi para pihak yang telah mengikatkan diri pada
kontrak yang telah disepakati.
Sementara di dalam sebuah literatur hukum di
Jerman,disebutkan tanda tangan mempunyai fungsi formal sebagai
berikut:
1) Finality Function. Fungsi final di sini artinya adalah bahwa
sebuah tanda tangan menunjukkan dokumen yang telah
ditandatangani adalah dokumen yang telah lengkap dan dapat
mengikat para pihak. Dokumen yang telah ditandatangani
bukanlah sebuah draft yang masih bisa diperdebatkan oleh para
pihak. Dengan ditandatanganinya sebuah dokumen, maka para
pihak yang menandatanganinya telah menyatakan bersepakat
untuk menjalankan hak dan kewajibannya sebagaimana yang
tertuang dalam dokumen yang telah ditandatangani tersebut.
2) Cautionary Function. Fungsi ini menunjukkan bahwa dengan
ditandatanganinya sebuah dokumen kontrak, para pihak telah
menyadari benar bahwa dirinya telah terikat dalam sebuah
perjanjian. Para pihak telah berjanji akan menjalankah hak dan
kewajibannya dan hal tersebut tentunya mengikat dan dapat
dipaksakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3) Evidentiary function, Artinya bahwa dokumen yang telah
ditandatangani dapat berlaku sebagai alat bukti ketika pada
suatu saat nanti terjadi permasalahan diantara para pihak
mengenai kontrak yang telah mereka sepakati untuk dijalankan
(Christopher Kuner,1999:2)
Tanda tangan digital adalah suatu tanda tangan yang dibuat
secara elektronik yang berfungsi sama dengan tanda tangan biasa
pada dokumen kertas biasa. Sama halnya dengan tanda tangan pada
dokumen biasa, tanda tangan elektronik juga berfungsi menyatakan
bahwa nama yang tertera dalam dokumen setuju dengan apa yang
tercantum dalam dokumen yang ditandatanganinya (Abdul Halim
Barkatullah,2005:31). Secara fungsional memang tanda tangan
digital dapat berfungsi sebagaimana tanda tangan biasa yang
terdapat pada dokumen yang berbasis kertas. Namun jika dilihat
dari karakteristiknya, terdapat beberapa perbedaan diantara
keduanya. Mccullaghi, Little, dan Caeli mengemukakan
karakteristik tanda tangan konvensional adalah sebagai berikut:
1) Dapat dibuat dengan mudah oleh orang yang sama;
2) Dapat dikenali dengan mudah oleh pihak ketiga;
3) Relatif sulit untuk dipalsukan oleh pihak ketiga;
4) Dibubuhkan dan disertakan dalam dokumen sehingga keduanya
menjadi sebuah kesatuan;
5) Melibatkan proses fisik (penulisan tinta ke atas kertas);
6) Sama untuk semua dokumen yang ditandatangani oleh orang
yang sama;
7) Relatif sulit untuk dihapus tanpa adanya bekas (lihat dalam
M.Arsyad Sanusi,2005:207)
Dari persyaratan-persyaratan di atas, terdapat beberapa
perbedaan yang membuat tanda tangan digital dan tanda tangan
konvensional tidak dapat disamakan. Salah satu karakteristik tanda
tangan adalah melibatkan proses fisik. Proses fisik di sini diartikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sebuah perbuatan langsung terhadap dokumen kontrak yaitu
penulisan tanda tangan dengan tinta pada dokumen kertas. Hal ini
tentu tidak dapat diterapkan dalam kontrak elektronik karena
sifatnya yang scriptless. Perbedaan selanjutnya adalah bahwa
sebuah tanda tangan hendaknya relatif sulit untuk dihapus tanpa
adanya bekas. Dalam tanda tangan elektronik sebuah tanda tangan
sangat mudah untuk dihapuskan tanpa bekas. Bentuk tanda tangan
elektronik adalah sebuah data yang sangat mudah untuk dibuat dan
dihapuskan.
Kedua hal di atas membuat adanya pertentangan apakah
tanda tangan digital dapat digunakan untuk memenuhi kriteria
sebagaimana ditentukan dalam tanda tangan konvensional. Ada
sebagian ahli yang menyatakan bahwa yang paling penting adalah
fungsi yang dimiliki keduanya adalah sama. Selama tanda tangan
digital dapat memenuhi fungsi yang ada pada tanda tangan
konvensional, maka tidak ada permasalahan. Namun ada pula
sebagian yang berpendapat bahwa tanda tangan digital tetap tidak
dapat menggantikan tanda tangan konvensional karena tidak
memenuhi persyaratan atau kriteria yang sudah ada (M.Arsyad
Sanusi,2005:207).
Adanya sebuah tanda tangan dalam sebuah kontrak amatlah
penting. Hal ini sangat terkkait dengan keaslian, keutuhan dan
keamanan sebuah dokumen. Dengan ditandatanganinya sebuah
dokumen kontrak, artinya para pihak telah sepakat dengan isinya
dan bersedia menjalankannya. Perkembangan tekhnologi yang
telah melahirkan perdagangan elektronik membutuhkan sesuatu
yang dapat menjamin keaslian dokumen kontrak elektronik. Tanda
tangan elektronik adalah sebuah solusi untuk memastikan bahwa
dokumen kontrak elektronik tersebut adalah asli dan isinya adalah
benar serta dapat dipertanggung jawabkan. Fungsi yang dimiliki
tanda tangan elektronik sama dengan tanda tangan konvensional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
meskipun tanda tangan elektronik tidak memenuhi karakter tanda
tangan. Namun tanda tangan harus dapat diterima sebagai tanda
tangan dengan alasan:
1) Tanda tangan elektronik merupakan tanda-tanda yang bisa
dibubuhkan oleh seseorang atau beberapa orang yang diberi
kuasa oleh orang lain yang berkehendak untuk diikat secara
hukum;
2) Tanda tangan elektronik dapat dibuat atau dibubuhkan dengan
menggunakan peralatan mekanik seperti halnya tanda tangan
tradisional;
3) Tanda tangan elektronik sangat mungkin bersifat lebih aman
atau lebih tidak aman sebagaimana kemungkinan pada tanda
tangan tradisional;
4) Dalam konteks tanda tangan elektronik persyaratan adanya niat
penandatangan, yang merupkan suatu keharusan, juga dapat
terpenuhi sebagaimana halnya dalam kasus tanda tangan
tradisional;
5) Sebagaimana halnya dengan tanda tangan tradisional, tanda
tangan elektronik juga dapat diletakkan di bagian mana saja
dari suatu dokumen, sehingga tidak harus diletakkan di bagian
bawah dokumen, kecuali hal tersebut disyaratkan oleh
mekanisme perundang-undangan (M.Arsyad Sanusi, 2005:208)
Di dalam transaksi e-commerce, dikenal pula institusi yang
bertugas melakukan pengawasan terhadap kepastian/pengesahan
terhadap identitas dari seseorang yang disebut dengan Certification
Authority (CA). Certification Authority berkedudukan sebagai
pihak ketiga yang dipercaya untuk memberikan
kepastian/pengesahan terhadap identitas dari seseorang. Selain itu,
Certification Authority juga mengesahkan pasangan kunci publik
dan kunci privat milik orang tersebut (Yahya Ahmad
Zein,2009:83). Secara umum, tugas Certification Authority adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1) Membuat kunci publik/privat miliknya sendiri;
2) Melakukan verifikasi terhadap identitas seorang calon
pelanggan yang hendak meminta sertifikat dari certification
authority tersebut. Verifikasi menggunakan standar yang
ditetapkan sebelumnya;
3) Pelanggan kemudian menyerahkan kunci publiknya kepada
certification authority;
4) Certification Authority mencek apakah kunci itu pasangan dari
kunci privat yang dipunyai calon pelanggan tersebut;
5) Apabila semua persyaratan tersebut sudah dipenuhi maka
certification authority akan menerbitkan sebuah sertifikat digital
(digital certificate) atas nama orang tersebut. Digital certificate
tersebut berisi kunci duplikat dari kunci publik pelanggan dan
dan identitas dari pelanggan. Certification authority kemudian
akan menandatangani digital certificate tersebut dengan
menggunakan kunci privat miliknya (Abdul Halim
Barkatullah,2005:36)
Munculnya perdagangan e-commerce telah mebuat
sebagian kalangan meragukan integritas atau keaslian dokumen-
dokumen yang dihasilkan dalam proses perdagangan tersebut.
Kontrak antara para pihak yang dibuat tanpa harus bertatap muka
secara langsung masih diragukan mengingat sebuah kontrak
elektronik berupa data elektronik dan sangat rawan untuk diubah.
Pertanyaan lain apakah kontrak tersebut adalah merupakan
kesepakatan final diantara para pihak juga menjadi permasalahan
tersendiri mengingat kontrak elektronik dibentuk setelah melalui
komunikasi elektronik pula. Namun kekhawatiran tersebut saat ini
sudah mulai dapat teratasi. Tekhnologi telah menjawab keraguan
atas kontrak elektronik yang sering digunakan dalam perdangan e-
commerce. Berkembangnya tekhnik kriptografi, digital siganture,
dan adanya certificate authority dapat menjamin keaslian dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
integritas data dan identitas para pihak yang telah melakukan
kontrak.
3. Penyelesaian Sengketa E-Commerce
Munculnya perdagangan e-commerce yang tidak mengharuskan
para pihak untuk bertemu secara langsung membuat para pihak sulit
untuk melakukan komplain ketika terjadi permasalahan dalam
transaksi yang dilakukan diantara mereka. Hal tersebut tentu tidak
dapat dilepaskan dari model penyelesaian sengketa yang diatur dalam
kontrak elektronik yang telah disepakati oleh para pihak. Pilihan
hukum para pihak diatur dalam kontrak elektronik tersebut. Selama ini
yang diatur dalam kontrak elektronik yang ada, jika suatu saat terjadi
permasalahan, maka akan diselesaikan menggunakan hukum yang
digunakan oleh pihak penjual. Salah satu contoh yaitu pada license
agreement FLV Player disebutkan “This Software License and the
relationship between you and Yahoo! Is governed by the laws of
England and Wales without regard to its conflict of law provisions.
You and Yahoo!agree to submit to the personal and exclusive
jurisdiction of the courts located within England and Wales. The
United Nations Convention on the International Sale of Goods does
not apply to this Software License”. Menurut klausul kontrak diatas,
hubungan antara pengguna dan yahoo diatur dengan menggunakan
hukum Inggris dan Wales.
Dalam sengketa e-commerce, pembeli tidak dalam posisi dapat
secara bebas menentukan hukum yang berlaku (applicable law) karena
penjual telah menentukan hukum yang berlaku untuk menyelesaikan
sengketa jika suatu saat transaksi tersebut menimbulkan masalah.
Penentuan hukum yang berlaku dalam penyelesaian sengketa e-
commerce ini biasanya terdapat pada kontrak elektronik yang telah
disepakati pada awal proses jual beli elektronik yang biasanya
berbentuk kontrak standar. Pembeli tidak dapat memilih hukum mana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang berlaku ketika terjadi sebuah sengketa karena telah ditentukan
oleh penjual. Dalam hal ini pembeli sangat dirugikan karena hukum
yang dipilih oleh penjual adalah hukum tempat kedudukan penjual
tersebut berada.
Masalah yang terjadi adalah ketika ada disparitas antara nilai
barang yang dibeli dengan biaya yang harus dikeluarkan pembeli
untuk mendapatkan haknya melalui jalur litigasi. Biaya pembuatan
gugatan serta berbagai macam proses yang harus ditempuh pembeli
untuk mendapatkan haknya dirasa tidak sebanding dengan nilai barang
yang dibeli. Belum lagi masalah biaya yang timbul karena pembeli
harus menghadiri persidangan di negara penjual. Belum lagi
permasalahan efektivitas mekanisme penyelesaian sengketa
konvensional yang membutuhkan waktu tertentu. Harus ada model
penyelesaian sengketa yang cepat, efektif, dan murah untuk
menyelesaikan sengekta e-commerce.
Untuk mengatasi permasalahan di atas, saat ini tengah dirumuskan
sebuah konsep Online Dispute Resolution (ODR). Konsep ini
memungkinkan sebuah sengketa diselesaikan secara elektronik.
Keuntungan yang dapat diperoleh melalui penyelesaian sengketa
melalui ODR antara lain:
Pertama, Menghemat waktu dan biaya. Jika dibandingkan antara
jalur litigasi dan jalur alternatif penyelesaian sengketa (APS), jalur
APS lebih hemat jika dibandingkan dengan jalur litigasi baik dari segi
waktu maupun biaya. Namun ODR ternyata lebih hemat jika
dibandingkan dengan APS yang Tradisional. ODR lebih menghemat
biaya dan waktu karena para pihak yang bersengketa tidak perlu
bertemu secara langsung. Dengan demikian para pihak tidak perlu
mengeluarkan ongkos untuk menghadiri persidangan. Selain itu ODR
juga menawarkan keuntungan kecepatan dalam menyelesaikan
sengketa. Para pihak tidak perlu ada di waktu yang sama, dan
penyelesaian sengketa dapat berdasarkan pada dokumen saja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kedua, biasanya, biaya layanan penyelesaian sengketa perdata
adalah akumulasi dari biaya institusi penyelesaian sengketa, fee dan
biaya pihak yang netral (mediator atau arbiter), biaya para pihak,
termasuk juga biaya hukum. Dalam ODR, beberapa biaya dapat
dikurangi secara signifikan sehingga lebih
Ketiga, para pihak menggunakan internet. Dengan demikian, para
pihak akan lebih yakin dengan proses yang tengah dijalaninya sebab
para pihak dapat dengan mudah mengontrol dan merespon apa yang
terjadi di tengah proses penyelesaian sengketa.
Keempat, para pihak dapat menghindari pertemuan dengan
lawannya agar tidak terjadi intimidasi ataupun ancaman apapun
terhadap para pihak (Abdul Halim Barkatullah, 2009:267)
Bentuk-bentuk Online Dispute Resolution yang saat ini tengah
dikembangkan antara lain:
a. Negosiasi Online
Negosiasi online menawarkan keuntungan berupa
kesederhanaan. Kewajiban para pihak untuk dapat melakukan
mediasi online ini hanyalah itikad baik dan koneksi internet. Tidak
perlu perjalanan untuk saling bertatap muka, dan tidak perlu
menyediakan sebuah tempat untuk pertemuan khusus. Negosiasi
online tidak membutuhkan pertemuan secara langsung. Negosiasi
jenis ini memanfaatkan media internet dalam membuat permintaan
atau penawaran. Namun ketidakharusan para pihak untuk bertemu
secara langsung selain membawa keuntungan ternyata juga
merupakan kelemahan dari jenis penyelesaian sengketa jenis ini.
Dalam negosiasi online, tidak ada sarana untuk mendapatkan
sentuhan kemanusiaan. Berbeda dengan negosiasi secara offline
dimana para pihak dapat mengamati gerak-gerik bahasa tubuh dan
bahasa non-verbal dalam perundingan, Negosiasi online tidak
memungkinkan para pihak untuk melihat hal tersebut pada pihak
lawan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dalam negosiasi online dikenal dua jenis negosiasi yaitu
Assisted Negotiation, dan Automated Negotiation.
1) Assisted Negotiation
Assisted Negotiation artinya adalah negosiasi yang
difasilitasi oleh tekhnologi. Para pihak mencapai kesepakatan
melalui komunikasi. Komnunikasi yang dilakukan pera pihak
dalam negosiasi online ini dilakukan dengan menggunakan
fasilitas internet dan menggunakan model data elektronik.
Disebut sebagai assisted negotiation karena mereka yang
bersengketa diberi sarana teknologi informasi yang lebih
canggih yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan
mencapai penyelesaian. Komunikasi yang dilakukan oleh para
pihak tidak lagi menggunakan surat elektronik (E-Mail) tetapi
sudah menggunakan tekhnologi berbasis website.
Assisted negotiation berbeda dengan mediasi karena tidak
ada pihak ketiga, namun juga tidak dapat dikatakan sebagai
perundingan biasa karena alat-alatnya menampilkan fungsi
mediator. Dalam perundingan ini proposal biasanya
berdasarkan solusi standar yang diberikan oleh sistem. Solusi
standar ini digunakan untuk membantu para pihak untuk
menilai pilihan mana yang ingin disetujui. Dengan cara yang
sama, sistem lain berfungsi secara otomatis untuk menanyakan
para pihak tentang apa tujuan dan kepentingan mereka. Saat
perundingan berjalan, seringkali mereka menyadari tujuan dan
kepentingan mereka, dan mereka melihat solusi konstruktif
yang baru. Semua dipacu oleh pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan secara sederhana dan berulang-ulang. Seperti halnya
dengan menggunakan mediator, namun pertanyaan-pertanyaan
tersebut disampaikan oleh komputer.
Assisted negotiation terdiri dari alat-alat seperti massage
board system, situs yang aman, sarana penyimpanan, alat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pengaturan online meeting, software untuk mengatur
komunikasi, keterlibatan dalam diskusi yang produktif,
mengidentifikasi dan menilai solusi yang potensial dan
mencatat persetujuan.
2) Automated Negotiation
Dalam Automated Negotiation, para pihak menetapkan
tingkat penyelesaian dan kemudian mengajukan penawaran dan
permintaan dalam bentuk tawaran penyelesaian di komputer
melalui bentuk komunikasi berbasis web yang dilindungi oleh
password. Jika tawaran itu disertai presentase atau jumlah uang
tertentu, perundingan diselesaikan melalui komputer untuk
jumlah di tengah-tengah. Jika penawaran untuk menyelesaikan
lebih besar daripada permintaan penyelesaian, maka jumlah
penyelesaian adalah jumlah permintaan.
Disebut sebagai automated negotiation karena
perbandingan antara tawaran dan kesepakatan persetujuan
dijalankan tanpa campur tangan manusia. Jika dalam assisted
negotiation para pihak dibantu oleh komputer untuk mencapai
kesepakatan, dalam automated negotiation yang mengambil
keputusan adalah komputer. Segala penawaran dari para pihak
bersifat rahasia, tidak diperlihatkan kepada pihak lawan sampai
mendekati nilai yang telah ditawarkan dan diminta. Oleh
karena itu konsep ini disebut juga dengan blind-binding
negotiation (Abdul Halim Barkatullah,2010:64).
b. Mediasi Online
Dalam proses mediasi, pihak ketiga yang telah disetujui para
pihak yang bersengketa melakukan intervensi dengan kemampuan
yang terbatas untuk membuat suatu keputusan. Mediator lebih
bersifat fasilitator bagi para pihak untuk menyelesaikan
sengketanya. Ciri ini yang kemudian membedakan mediasi dengan
arbitrase dan jalur litigasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Mediasi biasa dijalankan melalui dua tipe yaitu tipe mediasi
fasilitatif (facilitative mediation) dimana mediator tidak
mengungkapkan opini dan tidak merekomendasikan solusi. Dalam
tipe ini mediator hanya sebagai penghubung dalam komunikasi
para pihak. Tipe yang kedua adalah tipe mediasi evaluatif
(evaluative mediation). Dalam tipe ini pihak ketiga yang netral
mencoba untuk menyampaikan opini tentang hukum, fakta-fakta,
dam bukti. Mediator mencoba untuk menawarkan solusi yang
dapat diterima oleh para pihak.
Mediasi online berbeda dengan mediasi tatap muka (face to
face). Mediasi online dilakukan melalui komunikasi secara
elektronik dengan jaringan internet. Sebagian besar provider yang
menyelenggarakan mediasi online menggunakan model mediasi
fasilitatif dibandingkan dengan mediasi evaluatif (Abdul Halim
Barkatullah,2010:66). Model mediasi fasilitatif akan lebih mudah
untuk dijalankan secara online karena mediasi jenis ini tidak
memerlukan opini-opini hukum dari seorang mediator. Mekanisme
komputer dapat menjadi mediator diantara para pihak yang
bersengketa. Para pihak melakukan sendiri komunikasi diantara
mereka dan mencapai kesepakatan mereka setelah melalui proses
komunikasi. Proses komunikasi dalam mediasi online ini akan
menggunakan media internet. Ketika komunikasi diantara para
pihak telah mencapai kesepakatan, maka sengketa akan
terselesaikan. Mediasi dengan model evaluatif agak sulit
diterapkan dalam mediasi online. Harus ada sentuhan manusia
untuk memberikan opini-opini hukum. Berbeda dengan model
fasilitatif yang dapat dilakukan sepenuhnya oleh tekhnologi, tidak
diperlukan seseorang yang berlaku sebagai mediator. Mediator
hanya sebuah sistem komputer yang mempertemukan para pihak.
Mengenai kesepakatan akan ditentukan sendiri oleh para pihak
melalui komunikasi melalui internet.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Arbitrase Online
Arbitrase dianggap sebagai bentuk penyelesaian sengketa yang
utama karena karakternya yang mengikat dan pelaksanaan
putusannya mudah dan mendapat bantuan dari pengadilan dalam
tingkat eksekusinya. Berbeda dengan alternatif penyelesaian
sengketa lain yang pelaksanaan putusannya tergantung kepada para
pihak untuk melaksanakannya atau tidak. Adanya itikad baik dari
para pihak sangat penting untuk menyelesaikan sengketa dalam
proses negosiasi atau mediasi. Pelaksanaan putusan dalam
negosiasi atau mediasi bergantung pada kesadaran para pihak
untuk menyelesaikan perkaranya. Namun tidak demikian dengan
arbitrase. Putusan arbitrase bersifat mengikat dan pelaksanaannya
dapat dibantu oleh pengadilan. Oleh karena itu arbitrase sering kali
disebut sebagai penyelesaian sengketa yang quasi- judicial.
Arbitrase online mempunyai keunggulan yaitu bahwa arbitrase
online tidak melihat teritorialitas arbitrase. Hal ini sesuai dengan
karakter e-commerce yang bersifat global, tidak terpisahkan oleh
teritorial-teritorial yang dimiliki para pihak maupun hukum yang
ditentukan oleh salah satu pihak. Yurisdiksi arbitrase online adalah
yurisdiksi cyber.
Yurisdiksi cyber yang dimkasudkan di sini adalah bahwa
kompetensi arbitrase online adalah setiap perkara yang timbul
karena diakibatkan oleh transaksi yang terjadi melalui proses
perdagangan elektronik. Sering kali penyelesaian sengketa melalui
pengadilan biasa akan memperdebatkan mengenai kompetensi dan
teritorial diantara para pihak yang tentu saja akan menghambat
proses peradilan itu sendiri. Dengan adanya yursdiksi cyber ini,
tidak ada lagi alasan bahwa arbitrase online tidak berwenang untuk
menangani perkara karena yurisdiksi arbitrase online menyangkut
seluruh perkara yang timbul karena transaksi elektronik dimanapun
kedudukan para pihak. Hal ini menjadi sebuah keunggulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tersendiri bagi arbitrase online dibanding dengan penyelesaian
sengketa lain yang dilakukan secara tradisonal. Selain itu di dalam
arbitrase online, terdapat pula pihak ketiga yang akan membantu
para pihak untuk menyelesaikan permasalahan diantara mereka.
Terkadang agak sulit memang menyelesaikan sebuah masalah
tanpa pihak ketiga yang dapat bersikap tegas. Dalam arbitrase
online, peran itu dilakukan oleh arbiter yang dipilih para pihak
secara online. Di sini pula keunggulan arbitrase online jika
dibandingkan dengan penyelesaian sengketa lain. Dalam Mediasi
online atau Negosiasi online misalnya, para pihak harus benar-
benar sepakat akan hasil akhir dari proses penyelesaian sengketa
tersebut. Hal itu tentu akan memakan waktu yang lebih lama jika
dibandingkan adanya pihak ke tiga yang dapat bersikap tegas
seperti yang terdapat pada arbitrase online. Arbtrase online dapat
menyelesaikannya dengan waktu yang lebih singkat sehingga
penyelesaian sengketa dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Arbitrase online tidak berbeda dengan arbitrase konvensional.
Hanya saja, sarana yang digunakan dalam penyelenggaraannya
dilakukan secara online. Pendaftaran perkara, pemilihan arbiter,
penyerahan dokumen, permusyawarahan arbiter, pembuatan
putusan, dan pemberitahuan kepada para pihak akan dilakukan
secara oline.
Sengketa yang timbul karena perdagangan e-commerce lebih
efektif jika diselesaikan secara online pula. Sifat perdagangan e-
commerce yang lintas batas membuat para pihak yang terlibat
didalamnya berasal dari dua negara yang berbeda dan sangat jauh
jaraknya. Akan sangat tidak efektif ketika para pihak harus bertemu
secara langsung untuk menyelesaikan permasalahan diantara mereka.
Bisa jadi biaya yang dikeluarkan oleh para pihak untuk dapat bertemu
secara langsung dengan tujuan menyelesaikan permasalahan diantara
mereka lebih mahal dari nilai barang yang diperjual belikan itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sendiri. Apa lagi kontrak elektronik yang banyak digunakan saat ini
sudah menetapkan secara sepihak hukum mana yang akan digunakan
untuk menyelesaikan sengketa jika suatu saat terjadi sebuah sengketa.
Hal tersebut tentu sangat merugikan posisi pembeli dalam
perdagangan e-commerce. Online Dispute Resolution menawarkan
penyelesaian sengketa yang cepat, efektif, dan murah bagi sengketa
yang timbul dalam perdagangan e-commerce.
Saat ini, belum ada sebuah forum Online Dispute Resolution resmi
yang dapat digunakan untuk menyelesaikan sengketa e-commerce.
Sampai sekarang platform Online Dispute Resolution masih
dirumuskan oleh United Nations Commission on International Trade
Law. Konsep Online Dispute Resolution perlu dikembangkan dan
dilembagakan secara internasional mengingat semakin maraknya
perdagangan e-commerce. Semakin banyak perdagangan e-commerce
digunakan, maka semakin banyak pula potensi sengketa yang akan
ditimbulkan. Oleh karena itu pengembangan model penyelesaian
sengketa secara online perlu untuk dilakukan.
B. PENGATURAN HUKUM KONTRAK DALAM PERDAGANGAN
E-COMMERCE INTERNASIONAL
Munculnya teknologi informasi semakin memudahkan
perdagangan internasional. Di era teknologi, batasan yang selama ini
menghambat perdagangan seperti batasan jarak, dan waktu tidak lagi
menjadi penghalang. Perkembangan tekhnologi dan informasi semakin
memudahkan para pedagang untuk bertransaksi di dunia maya tanpa
mengharuskan para pedagang untuk bertemu secara langsung dengan
pembeli. Para pihak melakukan segala transaksi melalui media internet.
Metode ini biasa disebut dengan perdagangan elektronik atau saat ini
dikenal dengan perdagangan e-Commerce.
Perkembangan e-commerce mempengaruhi berbagai aspek
termasuk juga aspek hukum. Salah satu aspek hukum yang mengalami
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perubahan signifikan akibat adanya e-commere adalah hukum kontrak.
Kemudahan bertukar informasi dalam dunia maya untuk melakukan
transaksi membuat para pihak tidak perlu bertemu sebelumnya. Kontrak
yang selama ini bersifat tertulis dan membutuhkan tanda tangan kedua
pihak kini dibuat secara elektronik dan bersifat papperless. Hal ini tentu
akan menimbulkan pertanyaan seputar validitas kontrak yang dilakukan
oleh para pihak. Untuk menjamin hal tersebut dan untuk melindungi para
pihak, maka diperlukan suatu pengaturan khusus mengenai e-commerce.
Perdagangan e-commerce mau tidak mau akan menimbulkan suatu hukum
baru mengenai kontrak elektronik diantara para pihak.
Permasalahan akan timbul ketika para pihak yang melakukan
transaksi berasal dari negara yang berbeda terlebih dengan sistem hukum
yang berbeda. Seperti yang kita ketahui bahwa hukum kontrak nasional
adalah salah satu sumber hukum yang penting dalam hukum perdagangan
internasional ketika para pihak ingin melakukan transaksi. Perbedaan
sistem hukum tentu akan menjadi kendala tersendiri bagi kelancaran
transaksi yang akan dilakukan oleh para pihak. Masalah ini sudah disadari
oleh PBB dalam resolusi Majelis Umum PBB(Perserikatan Bangsa-
Bangsa) No 2102 (XX). PBB menyatakan bahwa “conflict and
divergencies arising from the laws of defferent states in matters relating to
international trade constitute an obstacle to the development of world
trade” (Huala Adolf, 2006:29). Dalam resolusi tersebut dengan PBB
menyatakan bahwa konflik dan penyimpangan muncul dari hukum dari
negara yang berbeda dalam keadaan hubungannya dengan perdagangan
internasional yang menjadi halangan untuk mengembangkan perdagangan
dunia.
Untuk menghadapi permasalahan perbedaan hukum di atas,
terdapat tiga pilihan cara yang dapat diterapkan oleh para pihak ketika
melakukan sebuah perdagangan internasional. Cara yang pertama adalah
negara-negara sepakat untuk tidak menerapkan hukum nasionalnya.
Dengan cara ini para pihak memberlakukan hukum perdagangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
internasional untuk mengatur hubungan-hubungan hukum diantara
mereka. Teori yang mendukung cara ini adalah Teori HPI Internasional.
Menurut teori ini , HPI adalah suatu kesatuan sistem hukum yang dibentuk
untuk menyelesaikan sengketa-sengketa yang timbul akibat fakta bahwa
sebuah sistem hukum lokal ternyata isinya bertentangan dengan sistem
hukum lokal yang lain. Von Savigny berpendapat bahwa perlu dibentuk
sebuah prinsip-prinsip HPI universal untuk dapat dijadikan landasan dalam
sistem hukum HPI dan dapat berlaku di setiap negara (Bayu Seto, 2006:
207). Prinsip-prinsip universal ini tentu akan sangat sulit dirumuskan
karena sistem hukum setiap negara yang berbeda. Selain itu penerapan
prinsip ini akan mengesampingkan hukum nasional para pihak. Asas
kebebasan berkontrak yang dimiliki para pihak termasuk kebebasan para
pihak untuk dapat menentukan hukum yang berlaku dalam kontrak
diantara mereka tidak boleh menyimpangi hukum nasional. Prinsip
kebebasan berkontrak juga dibatasi oleh prinsip pacta privata juri publico
derogara non possunt yang menegaskan bahwa hukum nasional tetap
harus diperhatikan dan tidak boleh disimpangi walaupun disepakati oleh
para pihak. Profesor Yntema membatasi prinsip kebebasan berkontrak
sebagai berikut:
“…the principle of party autonomy in the law of contract is subject to various restriction in the different municipal laws and is not interpreted elsewhere in the same manner; these restrictions are mainly imposed for
reasons of public policy or in the public interest” (lihat dalam Huala Adolf, 2008:23)
Profesor Yntema berpendapat bahwa prinsip kebebasan berkontrak
dapat dibatasi karena adanya perbedaan hukum yang berlaku dan dapat
diinterpretasikan berbeda di setiap negara. Pembatasan diberlakukan
biasanya untuk alasan kebijakan atau kepentingan publik.
Cara kedua yang dapat digunakan adalah memilih hukum nasional
yang akan diterapkan dengan kesepakatan oleh kedua pihak. Penentuan
hukum nasional dilakukan melalui penerapan prinsip choice of laws.
Klausul pilihan hukum yang telah disepakati oleh para pihak dituangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam sebuah kontrak internasional yang mereka buat. Dalam prinsip
choice of laws, dikenal beberapa asas dan teori yaitu asas lex loci
contractus yang berpendapat bahwa hukum yang diterapkan adalah hukum
dari tempat pembuatan kontrak, asas lex loci solutionis yang berpedoman
pada hukum tempat pelaksanaan perjanjian, dan asas kebebasan
berkontrak (party autonomy) yang menyerahkan seluruhnya kepada
masing-masing pihak untuk menentukan hukum yang berlaku untuk
mengatur kontrak yang mereka buat (Bayu Seto, 2006: 283)
Cara ketiga yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan
unifikasi dan harmonisasi hukum aturan-aturan substantif hukum
perdagangan internasional. Melalui unifikasi dan harmonisasi, konflik
yang timbul karena perbedaan sistem hukum yang berbeda dapat
dihindarkan (Huala Adolf, 2006: 30). Pentingnya melakukan unifikasi HPI
antara lain yang pertama adalah untuk melenyapkan keraguan para pihak
terhadap jaminan kepastian dan perlindungan hukum, dan yang kedua
untuk melapangkan lintasan hubungan internasional dalam bidang
keperdataan. Dalam perspektif hukum perdata internasional, bentuk
unifikasi dapat dibagi menjadi dua yaitu yang pertama dengan cara
penyatuan hukum dan penyatuan kaidah-kaidah hukum. Penyatuan hukum
dilakukan dengan cara mengubah sistem hukum perdata internasional
intern negara-negara melalui sebuah konvensi yang diberlakukan diantara
negara-negara sehingga hukum positif yang berlaku diantara negara-
negara tersebut sama, sedangkan penyatuan kaidah-kaidah hukum
dilakukan dengan cara membentuk satu kesatuan kaidah yang akan
digunakan oleh hakim atau pengadilan untuk memutus perkara yang
dihadapinya (Ida Bagus Wyasa Putra, 2000:34)
Salah satu lembaga yang berkepentingan untuk melakukan sebuah
harmonisasi mengenai e-commerce adalah UNCITRAL (United Nations
Commission on International Trade Law). UNCITRAL adalah badan
kelengkapan khusus dari Majelis Umum PBB yang dibentuk pada tahun
1966 didasarkan pada Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 2205 (XXI)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tanggal 17 Desember 1966. Tugas utama UNCITRAL adalah mengurangi
perbedaan hukum diantara negara-negara anggota yang dapat menjadi
rintangan bagi perdagangan internasional. Upaya yang dilakukan
UNCITRAL untuk menjalankan tugasnya adalah dengan melakukan
harmonisasi dan unifikasi hukum perdagangan internasional secara
progresif (Huala Adolf, 2006:44). Perdagangan E-Commerce yang
semakin marak akhir-akhir ini menimbulkan berbagai permasalahan
hukum baik karena perbedaan sistem hukum, maupun adanya disparitas
pengaturan di berbagai negara mengenai e-commerce. Oleh karena itu,
untuk membantu negara-negara melakukan pengaturan di bidang E-
Commerce, UNCITRAL mengeluarkan sebuah Model Law pada tahun
1996 yaitu UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce.
Model Law yang dihasilkan oleh UNCITRAL lebih cenderung
bersifat memfasilitasi negara-negara untuk menghasilkan pengaturan di
bidang e-commerce daripada bersifat mengatur. Aturan dalam Model Law
UNCITRAL tidak mengikat negara. Negara bebas untuk mengikuti
sepenuhnya, mengikuti sebagian, atau menolak seluruh Model Law.
Tujuan dari Model Law ini adalah menggalakkan aturan-aturan hukum
yang seragam dalam penggunaan jaringan komputer guna transaksi-
transaksi komersial (Huala Adolf, 2006: 166). Secara khusus tujuan dari
Model Law ini adalah memberikan aturan-aturan mengenai e-commerce
yang ditujukan kepada badan-badan legislatif nasional atau badan pembuat
UU suatu negara, dan memberikan aturan-aturan yang bersifat lebih pasti
untuk transaksi-transaksi perdagangan secara elektronik (Huala Adolf,
2006:168). Dalam resolusi Nomor 51/162 tahun 1996, disebutkan alasan
utama digunakannya instrumen Model Law yaitu:
“Convinced that the establishment of a model law facilitating the use of electronic commerce that is acceptable to States with different legal,
social and economic system, could contribute significantly to the development of harmonious international economics relations, Noting that the Model Law on Electronic Commerce was adopted by the
Commission at its twenty-ninth session after consideration of the observation of Government and intersted organizations,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Believing that the adoption of the Model Law on Electronic Commerce by
the Commission will assist all States significantly in enhanching their legislation governing the use of alternatives to paper-based mothods of communication and storage of information and in formulating such
legislation where none currently exist” Dari resolusi tersebut dapat disimpulkan bahwa Model Law dalam
penggunaan e-commerce yang dapat diterima oleh semua negara dengan
sistem hukum, ekonomi, dan sosial yang berbeda, dikeluarkan untuk dapat
memberikan kontribusi yang signifikan dalam mengembangkan hubungan
ekonomi internasional yang harmonis. Model Law UNCITRAL dalam
perdagangan e-commerce dirumuskan atas observasi yang dilakukan
terhadap beberapa negara dan organisasi internasional yang
berkepentingan. Model Law ini diharapkan dapat membantu negara-negara
untuk menyusun legislasi di bidang e-commerce yang belum pernah ada
sebelumnya.
Rekomendasi yang berupa Model Law ini didasarkan pada
peninjauan fungsi yang sebelumnya ada pada bentuk perdagangan
konvensional berupa persyaratan tertulis, adanya tanda tangan, keaslian,
pengiriman, penerimaan, dan bagaimana fungsi tersebut dapat juga
diterapkan pada perdagangan e-commerce (José Angelo Estrela Faria,
2004: 1). Dalam Model Law on Electronic Commerce, terdapat dua prinsip
yaitu Functional Equivalences, dan Technology Neutrality. Prinsip
Functional Equivalences menekankan bahwa dokumen dan transaksi
elektronik diperlakukan oleh hukum sama dengan dengan dokumen kertas.
Prinsip technolgy neutrality menyatakan bahwa hukum tidak membedakan
bentuk dari tekhnologi (Chris Connolly,2006:2).
Model Law terdiri dari 17 pasal yang terbagi ke dalam 2 bagian dan
4 bab. Pada intinya, Model Law ini memuat ketentuan sebagai berikut:
1. Suatu data elektronik seperti halnya dokumen-dokumen hukum
lainnya harus mengikat secara hukum;
2. Suatu data elektronik dapat berisikan informasi yang dapat digunakan
sebagai referensi;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Suatu data elektronik adalah suatu tulisan untuk tujuan hukum, apabila
dapat diakses sebagai referensi di kemudian hari;
4. Suatu data elektronik mencakup suatu tanda tangan, apabila dapat
diidentifikasi orang yang mengirim pesan tersebut dan indikasi bahwa
orang tersebut telah menyetujui informasi dalam data tersebut;
5. Suatu data elektronik merupakan suatu dokumen asli (original) apabila
informasi yang dikandung dapat dipercaya dan dipertahankan bentuk
aslinya;
6. Suatu pertukaran data elektronik dapat menimbulkan suatu penawaran
(offer) dan permintaan (acceptance) dan karenanya membentuk suatu
kontrak yang sah (Huala Adolf, 2006: 171)
Pengaturan lebih lanjut mengenai kontrak dalam perdagangan
elektronik diatur UNCITRAL dalam United Nations Convention on the
Use of Electronic Communications in International Contracts yang
dikeluarkan pada tanggal 23 November 2005 dengan resolusi 60/21 setelah
melalui proses selama kurang lebih tiga tahun. Model Law yang telah ada
sebelumnya hanyalah bersifat rekomendasi bagi negara-negara untuk
menyusun peraturan mengenai perdagangan elektronik. Namun ternyata di
dalam prakteknya, terdapat perbedaan pengaturan di beberapa negara yang
tidak sesuai dengan model law. Pada tahun 1998 kemudian Amerika
serikat merekomendasikan dibuatnya sebuah konvensi internasional yang
didasarkan pada Model Law yang telah ada sebelumnya (Charles H.
Marthin,2005:263). Tujuan dari konvensi adalah untuk menawarkan solusi
praktis untuk masalah-masalah yang berhubungan dengan komunikasi
dalam kontrak elektronik internasional. Konvensi ini berdasarkan pada
Model Law on Electronic Commerce 1996 yang telah dikeluarkan
sebelumnya. John Gregory berpendapat bahwa Model Law yang dihasilkan
oleh UNCITRAL pada tahun 1996 hanyalah sebuah solusi sementara
untuk mengatur masalah e-commerce (Charles H. Marthin, 2005: 264).
UNCITRAL memandang perlu mengeluarkan konvensi ini karena selama
ini masih ada ketidak pastian hukum dalam proses komunikasi elektronik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pada konteks kontrak internasional yang akan menghambat perdagangan
internasional. Untuk menghindarinya, UNCITRAL berpandangan bahwa
dengan adanya suatu pengaturan yang seragam untuk menghilangkan
hambatan komunikasi elektronik termasuk hambatan yang berasal dari
operasi instrumen perdagangan internasonal, akan menghasilkan suatu
kepastian dan prediksi komersial untuk kontrak internasional dan akan
membantu negara-negara mendapatkan akses pada jalur perdagangan
modern. Konvensi ini bertujuan untuk menawarkan solusi praktis terhadap
isu yang berkaitan dengan penggunaan elektronik dalam artian komunikasi
dalam hubungannya dengan kontrak internasional.
Sama halnya dengan Model Law on Electeronic Commerce,
konvensi ini juga memiliki dua prinsip yaitu Technological Neutrality dan
Functional equivalences. Technological Neutrality diterapkan dengan
tujuan agar konvensi ini dapat menjangkau situasi-situasi faktual
dimanapun informasi dihasilkan, disimpan, atau dipancarkan dalam bentuk
elektronik. Netral di sini artinya bahwa konvensi ini tidak tergantung pada
jenis teknologi tertentu dan konvensi ini dapat diterapkan pada semua jenis
informasi elektronik yang ada. Prinsip ini sangat penting mengingat
perkembangan tekhnologi yang sangat pesat dengan berbagai macam
inovasi yang ada. Prinisp ini dapat memastikan bahwa hukum tetap dapat
diterapkan dan akan tetap mengakomodasi perkembangan tekhnologi di
masa depan dan konvensi ini dapat mengikuti perkembangan tekhnologi
yang sangat pesat. Prinsip yang kedua yaitu prinsip Functional
equivalence yaitu prinsip yang menyatakan bahwa data elektronik
memiliki fungsi yang sama dengan dokumen biasa. Prinsip ini berawal
dari permasalahan bahwa persyaratan penggunaan dokumen tertulis adalah
sebuah hambatan dalam perkembangan perdagangan modern. Dengan
adanya prinsip ini, data elektronik akan memiliki fungsi yang sama dengan
dokumen tertulis yang selama ini digunakan.
Konvensi ini diterapkan dalam penggunaan komunikasi elektronik
pada saat proses pembuatan atau pelaksanaan kontrak diantara para pihak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang terletak di negara yang berbeda. Klausula yang digunakan dalam
konvensi ini adalah komunikasi elektronik agar dapat diterapkan secara
luas dan dapat digunakan pada situasi tertentu. Konvensi ini tidak hanya
berlaku pada kontrak elektronik yang telah disepakati oleh para pihak,
namun juga pada saat proses pembuatan kontrak yaitu pada saat
pengiriman draft, perundingan, atau bentuk komunikasi lain yang
bertujuan pada pembuatan kontrak e-commerce (Chris Connolly, 2006: 2).
Proses pembuatan kontrak dalam perdagangan e-commerce
internasional tentunya membutuhkan waktu yang cukup dan melalui
beberapa komunikasi diantara para pihak. Proses ini juga termasuk dalam
pengaturan United Nations Convention on the Use of Electronic
Communications in International Contracts. Proses pelaksanaan kontrak e-
commerce tersebut setelah disepakati oleh para pihak tentu juga
memerlukan sebuah komunikasi. Oleh karena itu istilah yang digunakan
dalam Article 1 adalah komunikasi elektronik sehingga proses komunikasi
baik sebelum, pada saat atau pun setelah kontrak disepakati untuk tujuan
pelaksanaan dapat juga diakomodasi oleh konvensi ini.
Di dalam hukum kontrak, dikenal asas kebebasan berkontrak atau
yang biasa disebut dengan Party autonomy. United Nation Convention on
the Use of Electronic Communications in International Contracts juga
mengenal asas ini. Article 3 menyebutkan “The parties may exclude the
application of this Convention or derogate from or vary the effect of any of
its provition”. Para pihak dapat tidak menggunakan konvensi ini atau
mengurangi bentuk, atau mengubah pengaturan dalam konvensi tersebut.
UNCITRAL menyadari bahwa asas kebebasan berkontrak sangat vital
dalam negosiasi kontrak. Oleh karena itu UNCITRAL mengadopsi asas ini
di dalam salah satu pasal United Nation Convention on the Use of
Electronic Communications in International Contracts.
Konvensi ini terbuka bagi negara-negara yang ingin meratifikasi
sejak tanggal 16 Januari 2006 hingga 16 Januari 2008. Namun konvensi ini
tidak menutup kemungkinan bagi negara-negara yang ingin meratifikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
setelah tanggal yang telah ditentukan. Dalam meratifikasi, konvensi ini
tidak memperbolehkan reservasi.
UNCITRAL mencoba menjawab keraguan atas ketidakpastian
yang ditimbulkan oleh munculnya data elektronik yang digunakan sebagai
dasar melakukan sebuah transaksi melalui Model Law dan dipertegas
dengan United Nations Convention on the Use of Electronic
Communications in International Contracts. Di dalam kedua produk yang
dihasilkan oleh UNCITRAL di atas, terdapat berbagai macam syarat
bagaimanakah sebuah data elektronik dapat berlaku sebagaimana halnya
dokumen-dokumen hukum lain yang sifatnya sama sekali berbeda dengan
data elektronik. Sifat data elektronik yang papperless membuat banyak
kalangan ragu untuk menggunakannya sebagaimana dokumen hukum
konvensional yang bersifat papper-based requirement. Keraguan itu
berkisar pada seputar validitas data elektronik, apakah data elektronik
dapat dipertanggungjawabkan atau tidak. Tentu bukanlah hal yang mudah
meyakini validitas sebuah data elektronik mengingat data elektronik sangat
mudah dan rawan untuk diubah isinya.
UNCITRAL berusaha menjawab isu tersebut dengan menyatakan
bahwa data elektronik dapat berlaku seperti halnya dokumen-dokumen
hukum lain dan dapat mengikat para pihak yang telah melakukan
kesepakatan dengan berbagai syarat. Syarat-syarat tersebut antara lain data
elektronik tersebut dapat digunakan sebagai referensi, dapat diidentifikasi
siapa yang mengirim pesan dan siapa yang menyetujui, dan dapat
dipercaya serta dapat dipertahankan keasliannya. Data elektronik yang
demikian dapat membentuk sebuah kontrak yang sah secara hukum tanpa
mempermasalahkan lagi bentuk dan sifat dari data elektronik yang
scriptless.
Bab II Model Law on Electronic Commerce mengatur mengenai
persyaratan yuridis terhadap suatu data elektronik. Menurut Model Law,
Informasi tidak dapat disangkal atau tidak dapat dikatakan tidak
mempunyai kekuatan hukum, tidak mempunyai validitas, dan tidak dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dijalankan hanya karena bentuknya yang berupa data elektronik. Pada
perkembangannya, UNCITRAL menambahkan lagi klausul yang pada
intinya suatu informasi tidak dapat dikatakan tidak berlaku karena
didalamnya tidak terdapat hal-hal umum yang menimbulkan implikasi
hukum. Pasal 5 dan pasal 5 bis yang menjadi dasar pengakuan atas data
elektronik ini menjadi pasal yang paling penting dalam perkembangan
pengaturan mengenai e-commerce selanjutnya. Pengakuan atas data
elektronik telah menyejajarkan data elektronik dengan dokumen hukum
lain yang memiliki kekuatan hukum, dan validitas. Tidak ada alasan lagi
bagi keraguan persoalan mengenai validitas data elektronik. Article 8
United Nations Convention on the Use of Electronic Communications in
International Contracts mempertegas hal tersebut sebagai berikut “A
communication or a contract shall not be denied validity or enforce-ability
on the sole ground that it is in the form of an electronic communication.”
Sebuah komunikasi atau kontrak tidak dapat disangkal validitasnya
ataupun dikatakan tidak dapat dilaksanakan hanya karena didasarkan
bahwa bentuk komunikasinya adalah komunikasi elektronik.
Selanjutnya mengenai pengakuan terhadap komunikasi elektronik,
konvensi ini menentukan bahwa tidak ada dalam konvensi tersebut yang
mengharuskan para pihak untuk menggunakan atau mengakui komunikasi
elektronik. Kesepakatan para pihak dapat disimpulkan dari perilaku para
pihak itu sendiri. Artinya para pihak tidak perlu membuat sebuah klausul
khusus dalam kontrak yang dibuat diantara mereka bahwa para pihak akan
mengakui keberlakuan komunikasi elektronik. Komunikasi elektronik
secara otomatis diakui legalitasnya ketika digunakan oleh para pihak. Para
pihak bebas menentukan cara komunikasi mereka termasuk akan
menggunakan komunikasi elektronik atau tidak. Hal ini ditunjukkan
melalui perilaku para pihak itu sendiri.
Tidak semua data elektronik dapat digunakan sebagai acuan. Harus
ada syarat tertentu yang menunjukkan bahwa data elektronik tersebut asli
dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini mengingat data elektronik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sangaat mudah untuk dibuat dan diubah sedemikian rupa. Tidak seperti
dokumen yang bersifat papper based, setiap perubahan pasti akan
diketahui oleh kedua pihak. Oleh karena itu harus ada syarat tertentu dan
para pihak harus mengakui bahwa dokumen elektronik tersebut adalah asli.
Beberapa persyaratan dapat diberikan terhadap sebuah dokumen
untuk membuktikan bahwa dokumen tersebut adalah asli. Hal ini juga
tentu sangat penting untuk diterapkan pada data elektronik. Beberapa
persyaratan yang biasanya diterapkan pada hukum kontrak yang telah ada
sebelumnya adalah syarat adanya dokumen tertulis, tanda tangan para
pihak yang artinya bahwa para pihak telah setuju untuk menjalankan
kontrak yang telah disepakati, dan keaslian dari dokumen itu sendiri.
Persyaratan ini menurut UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce
dapat diterapkan pula pada dokumen elektronik. Pengaturan mengenai
persyaratan yuridis diatas diatur Model Law dalam Pasal 6 sampai 8. Di
dalam United Nations Convention on the Use of Electronic
Communications in International Contracts, pengakuan data elektronik
untuk digunakan dalam kontrak internasional diatur dalam Chapter III
tentang Use of Electronic Communications in International Contracts.
Persyaratan bahwa sebuah kontrak harus dilakukan secara tertulis
dapat dipenuhi oleh data elektronik bila informasi yang dikandung di
dalamnya dapat diakses setiap saat dan dapat digunakan sebagai bahan
acuan selanjutnya. Pengaturan tersebut berlaku bila terdapat pengaturan
yang memerintahkan bahwa sebuah informasi harus tertulis dan
memberikan akibat konsekuensi tersendiri bagi informasi yang tidak
tertulis. Pasal tersebut mereduksi perbedaan sikap mengenai apakah data
elektronik dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan sebuah kontrak
mengingat sifatnya yang scriptless.. Secara fisik terdapat perbedaan yang
mencolok antara dokumen kontrak konvensional dengan kontrak
elektronik yang biasa digunakan dalam perdaganagan e-commerce.
Dokumen kontrak konvensional bersifat papper based, sedangkan kontrak
elektronik bersifat scriptless dan papperless. Dengan adanya pengaturan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tersebut, kini tidak ada lagi pertentangan mengenai perbedaan yang
mendasar tersebut.
Mengenai tanda tangan, Model Law memiliki persyaratan khusus
yang diterapkan pada data elektronik. Harus ada sebuah metode yang
dapat mengidentifikasikan seseorang dan orang tersebut mengakui
informasi yang terdapat di dalam data elektronik tersebut. Metode tersebut
harus tepat dan dapat dipercaya untuk mengetahui kapankah data
dihasilkan atau dikomunikasikan dalam berbagai situasi termasuk juga
perjanjian yang relevan. Pengaturan tersebut berlaku ketika terdapat
persyaratan keharusan adanya sebuah tanda tangan dan adanya
konsekuensi tersendiri akibat tidak adanya tanda tangan. Adanya sebuah
tanda tangan dalam dokumen kontrak sangat penting untuk
mengidentifikasi siapa pihak-pihak yang telah menyetujui kontrak tersebut
sehingga tidak ada masalah selama kontrak dilaksanakan mengenai
permasalahan siapa yang bertanggung jawab atas kontrak tersebut. Hal ini
harus juga diterapkan pada kontrak elektronik agar tidak terjadi masalah
dikemudian hari mengenai siapa yang harus bertanggung jawab atas
kontrak tersebut. Harus ada metode digital signature yang tepat untuk
dapat mengidentifikasi para pihak yang melakukan kontrak. Konvensi
menambahkan bahwa digital signature tersebut harus dapat
mengidentifikasi para pihak yang bertanggung jawab terhadap muatan
komunikasi elektronik tersebut baik dengan digital signature itu sendiri
maupun bersama dengan bukti yang lain.
Beberapa persyaratan mengharuskan menunjukkan dokumen asli
untuk membuktikan otentik tidaknya suatu dokumen. Model law
merekomendasikan bahwa syarat ini dapat dipenuhi oleh data elektronik
jika ada sebuah jaminan yang dapat dipercaya terhadap integritas dari
informasi dari saat pertama kali didibuat dalam bentuk akhir sebagai data
elektronik atau bentuk lainnya dan saat informasi harus ditunjukkan,
informasi tersebut dapat ditunjukkan kepada orang yang berkepentingan.
Syarat tersebut dapat diberlakukan ketika terdapat aturan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengharuskan menunjukkan dokumen asli atau mengandung konsekuensi
tertentu jika para pihak tidak dapat menunjukkan dokumen asli. Intergritas
suatu informasi ditentukan berdasarkan sifat data elektronik tersebut yaitu
tetap dan tidak dapat berubah. Data elektronik yang dapat dikatakan asli
adalah yang tidak dapat dirubah (Huala Adolf, 2006:173). Kalaupun ada
perubahan atas kontrak, harus dapat dibuktikan perubahan tersebut dengan
cara yang sama. Sudah jelas bahwa tidak semua data elektronik dapat
diakui kebenarannya. Dokumen elektronik sangat mudah dan rawan untuk
berubah setiap saat. Namun dengan adanya persyaratan diatas bahwa
sebuah data elektronik harus memiliki integritas dan harus sama dengan
pada saat pertama kali dibuat dalam bentuk akhir, akan memenuhi
persyaratan bahwa dokumen tersebut adalah dokumen asli. Tentu harus
ada pengakuan para pihak jika dokumen elektronik tersebut adalah
dokumen asli. Jika ada salah satu pihak saja tidak mengakui bahwa
dokumen tersebut asli dan pihak tersebut menunjukkan dokumen lain yang
dianggapnya asli, tentu hanya ada satu dokumen asli. Oleh karena itu
jaminan terhadap integritas informasi yang terdapat dalam sebuah
dokumen elektronik harus dapat dipertanggung jawabkan. Mengenai hal
tersebut, konvensi menentukan bahwa kriteria untuk dapat menerima
integritas sebuah komunikasi elektronik adalah dengan melihat apakah
informasi tersebut telah lengkap dan tidak dapat lagi diubah. Hal ini
terlepas pada saat pengesahan dan perubahan yang muncul dalam
komunikasi, penyimpanan, dan saat data tersebut ditunjukkan kembali.
Artinya komunikasi elektronik yang asli adalah bentuk komunikasi
elektronik yang final, telah lengkap, dan tidak diubah lagi terlepas pada
proses komunikasi setelah disepakati, penyimpanan, maupun pada saat
penunjukkan kembali. Semua proses tersebut tidak boleh mengubah
ketentuan yang telah disepakati para pihak. Standar sebuah data dapat
dipercaya harus dilihat dari segala sudut pandang tujuan informasi tersebut
dibuat dan dilihat dari sudut pandang keadaan yang relevan. Integritas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sebuah komunikasi elektronik harus dinilai dari tujuan pembuatan
informasi elektronik dan keadaan keadaan lain yang relevan.
Rekomendasi Model Law mengenai validitas data elektronik baik
syarat tertulis, tanda tangan, dan keaslian dapat dijadikan rujukan setiap
negara untuk menyusun perundang-undangan mereka mengenai transaksi
elektronik ataupun segala hal yang menyangkut data elektronik. Dengan
pengaturan yang demikian, keraguan atas penggunaan data elektronik
disebabkan karena perdebatan masalah validitas dapat diselesaikan.
Bahkan dalam pasal 11 Model Law kaitannya dengan hukum kontrak,
suatu penawaran dan penerimaan terhadap suatu data elektronik dapat
membentuk sebuah kontrak yang sah. Kontrak tidak dapat dikatakan tidak
valid atau tidak dapat dilaksanakan dengan hanya dengan alasan bahwa
kontrak tersebut berbentuk data elektronik.
Secara khusus mengenai penggunaan data elektronik dalam kontrak
internasional, diatur UNCITRAL dalam United Nations Convention on the
Use of Electronic Communications in International Contract. Konvensi ini
lebih mengikat kepada negara-negara yang meratifikasinya untuk
menerapkan pengaturan kontrak elektronik yang seragam karena
sebelumnya, negara-negara menginterpretasikan secara berbeda Model
Law yang dihasilkan oleh UNCITRAL. Melalui konvensi ini diharapkan
adanya keseragaman pengaturan mengenai kontrak elektronik sehingga
akan mempermudah proses perdagangan elektronik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan uraian-uraian pada bab sebelumnya mengenai modifikasi
hukum kontrak dalam perdagangan e-commerce internasional, dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Perdagangan e-commerce ini telah melahirkan kontrak elektronik yang
bersifat papperless dan tidak mengenal batasan wilayah. Hukum kontrak
harus mengalami modifikasi karena kontrak elektronik ini berbeda dengan
kontrak yang sebelumnya. Modifikasi meliputi penggunaan teknik enkripsi
dan penerapan digital signature untuk menjamin validitas kontrak yang
meliputi keabsahan dan keaslian atau integritas kontrak. Dan harus ada model
penyelesaian sengketa baru untuk menyelesaikan sengketa yang timbul
karena transaksi e-commerce melalui media online yang bisa disebut Online
Dispute Resolution (ODR) yang meliputi Negosiasi Online, Mediasi Online,
dan Arbitrase Online.
2. UNCITRAL berusaha untuk membuat sebuah harmonisasi hukum dengan
merumuskan UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce dan United
Nations Convention on the Use of Electronic Communications in
International Contracts. Dalam kedua pengaturan di atas, dapat disimpulkan
bahwa data elektronik dapat berlaku sebagaimana dokumen kertas seperti
biasanya.
B. Saran
Dari seluruh uraian yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya,
penulis dapat memberikan saran sebagai berikut:
1. Harus ada lembaga Certificate Authority (CA) di setiap negara untuk dapat
memberikan sebuah kepastian mengenai identitas dan kecakapan para pihak
dalam kontrak elektronik yang timbul dalam perdagangan e-commerce.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Bagi lembaga yang berwenang melakukan penyelesaian sengketa dalam hal
ini bisa ditujukan kepada UNCITRAL, harus ada rumusan yang jelas dan
kongkrit mengenai Online Dispute Resolution (ODR). ODR adalah salah satu
jalan yang efektif untuk menyelesaikan sengketa yang timbul dari
perdagangan e-commerce karena dapat mengatasi perbedaan jarak yang
sangat jauh diantara para pihak dan dapat menyelesaikan perkara dengan
efektif dan efisien.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Daftar Pustaka
Abdul Halim Barkatullah,dkk. 2005. Bisnis E-Commerce Studi Sistem Keamanan dan Hukum di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
_________. 2009. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen dalam Transaksi E-
Commerce Lintas Negara di Indonesia. Yogyakarta. Pascasarjana FH UII Press
_________. 2009. Sengketa Transaksi E-Commerce Internasional Pengertian,
Sebab Kemunculan dan Metode Penyelesaian yang Efektif. Banjarmasin. FH Unlam Press
Bayu Seto. 2006. Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional Buku Kesatu. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti
Charles . Martin. 2 Fall 2005. “The UNCITRAL Electronic Contracts Convention:
Will it Be Used or Avoided?”. Pace International Law Review. Vol.17. Article 6.
Chris Connolly. 2006. “International eCommerce regulation First UN Convention on eCommerce finalised”. Computer Law & Security Report 22 (2006) 31-38.
Christopher Kuner. Written Signature Requirements and Electronic Authentication : A Comparative Perspective.
http://www.kuner.com/data/articles/signature_perspective.html. [19 Januari 2011 Pukul 18:23]
Dikdik M. Arief Mansur. 2005. Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi.
Bandung : PT. Refika Aditama
Huala Adolf. 2005. Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada
_________. 2008. Dasar-Dasar Hukum Kontrak Internasional. Bandung. PT Refika Aditama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Ida Bagus Wyasa Putra. 2000. Aspek-Aspek Hukum Perdata Internasional dalam
Transaksi Bisnis Internasional. Bandung: Refika Aditama
Johny Ibrahim. 2006. Teori & Metodologi Penelit ian Hukum Normatif.
Malang : Banyumed ia
José Angelo Estrela Faria. International Harmonization of E-Commerce Law :
The Way Ahead. Resume. Disampaikan pada E-Commerce Conference 26-27 Oktober 2004.
Kapanlagi.com. Perdagangan Online Canada Meningkat Pesat.
http://berita.kapanlagi.com/tekno/perdagangan-online-canada-meningkat-pesat-rajzx14.html >[14 Desember 2010 Pukul 22.25]
Arsyad Sanusi. 2005. Hukum dan Teknologi Informasi. Bandung: Tim KemasBuku
Munawar Kholil.2009.E-Commerce. http://kholil.staff.hukum.uns.ac.id [14
Desember 2010 Pukul 22.30}
Nofie Iman, Mengenal E-commerce www.nofieiman.com [14 Desember 2010
Pukul 22.47]
Peter Mahmud Marzuki. 2010. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana
PPH. 2009. Buku Pedoman Penulisan Hukum Mahasiswa Fakultas Hukum. Surakarta. FH UNS
Ricky Eka. Transaksi Online di Indonesia tembus Rp 35 Triliun http://www.rickyeka.com/transaksi-online-di- indonesia-tembus-rp-35-triliun.html>[14 Desember 2010 Pukul 22.11]
Riduan Syahrani. 2006. Se luk Be luk dan A sas-A sas Hukum Perdata.
Bandung : PT. Alumni
Ridwan Khairandy. 2007. Pengantar Hukum Perdata Internasional. Yogyakarta : FH UII Press
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Siti Purwanti. Electronic Commerce. http://frenlove.blogspot.com/2010/10/
electronic-commerce.html>[17 Desember 2010 Pukul 22.57]
Yahya Ahmad Zein. 2009. Kontrak Elektronik & Penyelesaian Sengketa Bisnis E-Commerce dalam Transaksi Nasional & Internasional. Bandung : Mandar Maju