modul 13. good governance dan akuntabilitas
TRANSCRIPT
1
MATERI 13
GOOD GOVERNANCE DAN AKUNTABILITAS
A. PENDAHULUAN
Wacana tentang good governance atau kepemerintahan yang baik
merupakan isu yang paling mengemuka belakangan ini. Tuntutan
masyarakat agar pengelolaan negara dijalankan secara amanah dan
bertanggung jawab sejalan dengan keinginan global masyarakat
internasional pada saat ini.
Istilah “governance” sebenarnya sudah dikenal dalam literatur
administrasi dan ilmu politik hampir 120 tahun, sejak Woodrow Wilson, yang
kemudian menjadi Presi-den Amerika Serikat ke 27, memperkenalkan istilah
tersebut. Pemahaman umum tentang good governance mulai mengemuka
di Indonesia sejak tahun 1990-an dan semakin hangat terutama setelah
lembaga donor atau pemberi pinjaman internasional seperti World Bank,
Asean Development Bank, IMF maupun lembaga-lembaga pemberi pinjaman
lainnya menetapkan “good governance” sebagai persyaratan utama untuk
setiap program hibah maupun bantuan mereka.
Konsep akuntabilitas di Indonesia memang bukan merupakan hal yang
baru. Hampir seluruh instansi dan lembaga-lembaga pemerintah
menekankan konsep akunt- abilitas ini khususnya dalam menjalankan fungsi
administratif kepemerintahan. Feno-mena ini merupakan imbas dari
tuntutan masyarakat yang mulai digemborkan kembali pada awal era
reformasi di tahun 1998. Tuntutan masyarakat ini muncul karena pada
masa orde baru konsep akuntabilitas tidak mampu diterapkan secara
konsisten di setiap lini kepemerintahan yang pada akhirnya menjadi salah
satu penyebab lemahnya birokrasi dan menjadi pemicu munculnya berbagai
penyimpangan-penyimpangan dalam pengelolaan keuangan dan
administrasi negara di Indonesia.
Reformasi yang dimulai pada tahun 1998 memperjuangkan adanya
good gover-nance and clean government. Tuntutan yang diajukan ini
merupakan reaksi terhadap keadaan pemerintah pada era Orde Baru
dengan berbagai permasalahan yang meli-puti pemusatan kekuasaan pada
Presiden, baik akibat konstitusi (UUD 45) maupun tidak berfungsi dengan
baik lembaga teringgi dan tinggi negara lainnya, serta ter-sumbatnya
2
saluran partisipasi masyarakat dalam memberikan kontrol sosial. Era
reformasi telah memberi harapan baru dalam implementasi akuntabilitas di
Indonesia. Apalagi kondisi tersebut didukung oleh banyaknya tuntutan
negara-negara pemberi donor dan hibah yang menekan pemerintah
Indonesia untuk membenahi sistem birokrasi agar terwujudnya good
governance.
1. Apakah Good Governance dan Akuntabilitas itu?
Secara etimologis, kata governance dalam bahasa inggris sering
diartikan dengan tata kelola atau pengelolaan dengan kata dasar to govern
yang bermakna memerintah. “Memerintah” diartikan sebagai menguasai
atau mengurus negara atau mengurus daerah sebagai bagian dari negara.
Dari istilah tersebut diatas dapat diketahui bahwa istilah governance tidak
hanya berarti sebagai suatu kegiatan, tetapi juga mengandung arti
pengurusan, pengelolaan, pengarahan, pembinaan, penyelenggaraan dan
bisa juga diartikan pemerintahan.
Dalam kamus, istilah “government” dan “governance” seringkali
dianggap me-miliki arti yang sama yaitu cara menerapkan otoritas dalam
suatu organisasi, lembaga atau negara. Government atau pemerintah juga
adalah nama yang diberikan kepada entitas yang menyelenggarakan
kekuasaan pemerintahan dalam suatu negara.
Perbedaan paling pokok antara konsep “government” dan
“governance” terletak pada bagaimana cara penyelenggaraan otoritas
politik, ekonomi dan administrasi dalam pengelolaan urusan suatu bangsa.
Konsep government atau “pemerintahan” berkonotasi peranan pemerintah
yang lebih dominan dalam penyelenggaran berbagai otoritas tadi.
Sedangkan dalam governance mengandung makna bagaimana cara suatu
bangsa mendistribusikan kekuasaan dan mengelola sumberdaya dan
berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Dengan kata lain, dalam
konsep governance terkandung unsur demokratis, adil, transparan, rule of
law, partisipasi dan kemitraan.
Mungkin definisi yang paling tepat meng-capture makna tersebut yakni
“the process whereby elements in society wield power and authority, and
influence and enact policies and decisions concerning public life, economic
and social development.” adalah proses dimana berbagai unsur dalam
3
masyarakat menggalang kekuatan dan otoritas, dan mempengaruhi dan
mengesahkan kebijakan dan keputusan tentang kehidupan publik, serta
pembangunan ekonomi dan sosial.
Dalam good governance, akuntabilitas publik merupakan elemen
terpenting dan merupakan tantangan utama yang dihadapi pemerintah dan
pegawai negeri. Akunta-bilitas berada dalam ilmu sosial yang menyangkut
berbagai cabang ilmu sosial lainnya, seperti ekonomi, adminitrasi, politik,
perilaku, dan budaya. Selain itu, akuntabilitas juga sangat terkait dengan
sikap dan semangat pertanggungjawaban seseorang.
Akuntabilitas secara harfiah disebut dengan accounttability diartikan
sebagai “yang dapat dipertanggungjawabkan”, dalam kata sifat disebut
sebagai accountable. Lalu apa bedanya dengan responsibility yang juga
diartikan sebagai “tanggung jawab”? Pengertian accountability dan
responsibility sering kali diartikan sama, padahal makna-nya jelas sangat
berbeda. Beberapa ahli menjelaskan bahwa dalam kaitannya dengan
birokrasi, responsibility merupakan otoritas yang diberikan atasan untuk
melaksanakan suatu kebijakan. Sedangkan accountability merupakan
kewajiban untuk menjelaskan bagaimana realisasi otoritas yang
diperolehnya tersebut.
Secara filosofis, akuntabilitas timbul karena adanya kekuasaan yang
berupa mandat/amanah yang diberikan kepada seseorang atau pihak
tertentu untuk menjalan-kan tugasnya dalam rangka mencapai suatu tujuan
tertentu dengan menggunakan sarana pendukung yang ada.
2. Siapa pihak-pihak yang terlibat?
Good governace hanya bermakna bila keberadaannya ditopang oleh
lembaga yang melibatkan kepentingan publik. Jenis lembaga tersebut
adalah sebagai berikut:
Negara; Negara berperan dalam menciptakan kondisi politik, ekonomi, dan sosial yang stabil, membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan, menyediakan public service yang efektif dan accountable, menegakkan HAM, melindungi lingkungan hidup mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik, dll.
Sektor swasta; Menjalankan industri, menciptakan lapangan kerja, menyediakan insentif bagi karyawan, meningkatkan standar kehidupan masyarakat, memelihara lingkungan hidup, menaati peraturan, melakukan
4
transfer ilmu pengetahuan dan teknologi pada masyarakat, menyediakan kredit bagi pengembangan UKM.
Masyarakat; Mempengaruhi kebijakan, berfungsi sebagai sarana checks and balances pemerintah, mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah, mengembangkan SDM, berfungsi sebagai sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat dan pemerintah.
Gambar 13.1 Hubungan Pemerintah, Swasta dan Masyarakat
3.Tiga Dimensi Akuntabilitas
Akuntabilitas Politik. Akuntabilitas biasanya dihubungkan dengan proses dan mandat pemilu, yaitu mandat yang diberikan masyarakat kepada para politisi yang menduduki posisi legislatif dan eksekutif dalam suatu pemerintahan. Masa jabatan kedua kekuasaan tersebut bersifat temporer karena mandat pemilu sangat ter-gantung pada hasil pemilu yang dilakukan pada interval waktu tertentu. Mandat elektoral yang kuat memberikan legitimasi kepada pemerintah dan membantu men-jamin kredibilitasnya, di samping stabilitas dan prediktibilitas kebijakan yang difor-mulasikannya.
Akuntabilitas Finansial. Fokus utamanya adalah pelaporan yang akurat dan tepat waktu tentang penggunaan dana publik, yang biasanya dilakukan melalui laporan yang telah diaudit secara profesional. Tujuan utamanya adalah untuk memastikan bahwa dana publik telah digunakan untuk tujuan-tujuan yang telah ditetapkan se-cara efisien dan efektif. Masalah pokoknya adalah ketepatan waktu dalam menyiap-kan laporan, proses audit, serta kualitas audit. Perhatian khusus diberikan pada kinerja dan nilai uang serta penegakan sanksi untuk mengantisipasi dan mengatasi penyalahgunaan, mismanajemen, atau korupsi. Jika terdapat bantuan finansial eks-ternal, misalnya dari pinjaman lembaga keuangan multilateral atau melalui bantuan pembangunan oleh lembaga donor, maka standar akuntansi dan audit dari berbagai lembaga yang berwenang harus diperhatikan. Hal inilah yang kiranya dapat men-jelaskan besarnya perhatian pada standar akuntansi dan audit internasional dalam menegakkan akuntabilitas finansial.
Akuntabilitas administrative. Merujuk pada kewajiban untuk menjalankan tugas yang telah diberikan dan diterima dalam kerangka kerja otoritas dan sumber daya yang tersedia. Dalam konsepsi yang
5
demikian, akuntabilitas administratif umumnya berkaitan dengan pelayan publik, khususnya para direktur, kepala departemen, dinas, atau instansi, serta para manajer perusahaan milik negara. Mereka adalah pejabat publik yang tidak dipilih melalui pemilu tetapi ditunjuk berdasarkan kompe-tensi teknis. Kepada mereka dipercayakan sejumlah sumber daya yang diharapkan dapat digunakan untuk menghasilkan barang atau jasa tertentu.
B.INDIKATOR DAN SISTEM PENGUKURAN KINERJA
1. Prinsip-prinsip Good Governance
Kunci utama memahami good governance, menurut Masyarakat
Transparansi Indonesia (MTI), adalah pemahaman atas prinsip-prinsip yang
mendasarinya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini didapat tolak ukur kinerja
suatu pemerintah. Prinsip-prinsip tersebut meliputi:
Partisipasi masyarakat. Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengam-bilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga lembaga perwakilan yang sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun ber-dasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kepastian untuk berpartisipasi secara konstruktif.
Tegaknya supremasi hukum. Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk didalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.
Transparasi. Transparansi dibangun atas dasar informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintah, lembaga-lembaga, dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.
Kepuasan stakeholder. Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintah harus ber-usaha melayani semua pihak yang berkepentingan.
Berorientasi pada consensus. Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepenting-an-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu consensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.
Kesetaraan. Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mem-pertahankan kesejahteraan mereka.
Efektifitas dan efisiensi. Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga mem-buahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.
Akuntabilitas. Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta, dan organisasi masyarakat bertanggungjawab, baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan.
6
Visi strategis. Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya, dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.
Tabel 13.1. Indikator Kinerja Penerapan Good Governance Sektor PublikKegiatan Variabel/Atribut Indikator/Parameter
Penerapan good governance sektor publik
1. Kepastian Hukum Landasan Peraturan per UUan2. Tertib penyelenggaraan Negara a. Pelaksanaan Fungsi Instansi.
b. Renstra/RPJMc. Renja/RKA-KL/RASK
3. Kepentingan umum Terpenuhinya kebutuhan masyarakat4. Keterbukaan Kebebasan memperoleh informasi5. Proporsionalitas Reward & Punishment6. Profesionalitas Kompensasi dan kemampuan7. Akuntabilitas 1. Laporan keuangan
2. LAKIP
2. Dasar Hukum Akuntabilitas Kinerja
Perwujudan suatu instansi pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan keber-hasilan/kegagalan pelaksanaan misi
organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah
ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik. Instrumen
yang mengatur mengenai akuntabilitas kinerja instansi pemerintah antara
lain:
1. Inpres 7/1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.2. UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara:3. PP No. 8/2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.4. UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara:5. RPP tentang Sistem Pengendalian Intern.6. UU No. 25/2004 tentang SPPN:7. PP No 39/2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan
Rencana Pembangunan.8. UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah:9. PP No 3/2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada
Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada DPRD, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat.
3.Perangkat Pendukung Indikator Kinerja
1. Adanya Standard Operating Procedure (SOP) dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan atau dalam penyelenggaraan kewenangan/pelaksanaan kebijakan;
2. Mekanisme pertanggungjawaban;3. Laporan tahunan;
7
4. Laporan pertanggungjawaban;5. Sistem pemantauan kinerja penyelenggara negara;6. Sistem pengawasan;7. Mekanisme reward and punishment.
4.Value For Money
Value for money (VFM) merupakan konsep pengelolaan yang
mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu ekonomi, efisiensi, dan
efektivitas. Ekonomi adalah pemer-olehan input dengan kualitas dan
kuantitas tertentu pada harga yang terendah. Ekono-mi terkait dengan
sejauh mana organisasi sektor publik dapat meminimalisir input resources
yang digunakan dengan menghindari pengeluaran yang boros. Efisiensi me-
rupakan pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau
penggunaan input yang terendah untuk mencapai output tertentu.
Efektivitas adalah tingkat pen-capaian hasil program dengan target yang
ditetapkan. Secara sederhana, efektivitas merupakan perbandingan
outcome dengan output.
Ketiga hal tersebut merupakan elemen pokok value for money yang
saling ter-kait. Ketiga elemen tersebut perlu ditambah dengan dua elemen
lagi yaitu keadilan (equity) dan pemerataan atau kesetaraan (equality).
Keadilan mengacu pada adanya kesempatan sosial yang sama untuk
mendapatkan layanan publik berkualitas dan kese-jahteraan ekonomi.
Selain keadilan, perlu dilakukan distribusi secara merata. Artinya,
penggunaan uang publik hendaknya tidak terkonsentrasi pada kelompok
tertentu saja, melainkan dilakukan secara merata dengan keberpihakan
kepada seluruh rakyat (Mardiasmo, 2002a).
5.New Public Management (NPM)
Penerapan NPM dipandang sebagai suatu bentuk reformasi
manajemen, depoliti-sasi kekuasaan, atau desentralisasi wewenang yang
mendorong demokrasi (Pecar, 2002). Perubahan dimulai dari proses
rethinking government dan dilanjutkan dengan reinventing government
(termasuk didalamnya reinventing local government) yang mengubah peran
pemerintah, terutama dalam hal hubungan pemerintah dengan masyarakat
Perubahan teoritis, misalnya dari administrasi publik ke arah manajemen
publik, pemangkasan birokrasi pemerintah, dan penggunaan sistem kontrak
8
telah me-luas di seluruh dunia meskipun secara rinci reformasinya
bervariasi.
NPM memberikan kontribusi positif dalam perbaikan kinerja melalui
mekanisme pengukuran yang diorientasikan pada pengukuran ekonomi,
efisiensi, dan efektivitas meskipun penerapannya tidak bebas dari kendala
dan masalah. Masalah tersebut terutama berakar dari mental birokrat
tradisional, pengetahuan dan ketrampilan yang tidak memadai, dan
peraturan perundang-undangan yang tidak memberikan cukup peluang
fleksibilitas pembuatan keputusan
Setelah suatu sistem pengelolaan keuangan terbentuk, perlu disiapkan
suatu alat untuk mengukur kinerja dan mengendalikan pemerintahan agar
tidak terjadi KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), tidak adanya kepastian
hukum dan stabilitas politik, dan ketidakjelasan arah dan kebijakan
pembangunan Pengukuran kinerja memiliki kaitan erat dengan
akuntabilitas, seperti halnya akuntabilitas memiliki kaitan erat dengan NPM.
Untuk memantapkan mekanisme akuntabilitas, diperlukan manajemen
kinerja yang didalamnya terdapat indikator kinerja dan target kinerja,
pelaporan kinerja, dan mekanisme reward and punishment. Indikator
pengukuran kinerja yang baik mempunyai karakteristik relevant,
unambiguous, cost-effective, dan simple serta berfungsi sebagai sinyal atau
alarm yang menunjukkan bahwa terdapat masalah yang memerlukan
tindakan manajemen dan investigasi lebih lanjut.
Fokus pengukuran kinerja terdiri dari tiga hal yaitu produk, proses, dan
orang (pegawai dan masyarakat) yang dibandingkan dengan standar yang
ditetapkan dengan wajar (benchmarking) yang dapat berupa anggaran atau
target, atau adanya pem-banding dari luar. Hasil pembandingan digunakan
untuk mengambil keputusan menge-nai kemajuan daerah, perlunya
mengambil tindakan alternatif, perlunya mengubah rencana dan target
yang sudah ditetapkan apabila terjadi perubahan lingkungan.
6.Public Sector Scorecard
Sistem manajemen strategik berbasis BSC yang mengakomodasi
konsep-konsep di atas seperti value for money, NPM, dan best value
meliputi sistem pengukuran kinerja. Scorecard sektor publik berbeda
dengan scorecard sektor swasta, karena sektor publik lebih berfokus pada
9
pelayanan masyarakat bukan pada profit, lebih ber-fokus pada kondisi
regional dan nasional, lebih dipengaruhi oleh keadaan politik, dan
mempunyai stakeholders yang lebih beragam dibandingkan dengan sektor
swasta.
Scorecard merefleksikan ukuran kinerja komprehensif yang
mencerminkan ling-kungan kompetitif dan strategi yang digunakan.
Scorecard berfokus pada strategi yang diterapkan bukan pada pengendalian
penerapan scorecard (Hoque, 2002), meskipun pengawasan terhadap
scorecard perlu dilakukan mengingat fokus strategi terus berubah seiring
dengan perubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Pengukuran kinerja dilakukan dengan mempertimbangkan empat
perspektif BSC yaitu perspektif financial, customer, internal business dan
learning and growth secara proporsional. Dengan demikian, pemerintah
seharusnya tidak hanya diukur dengan kinerja keuangan, tetapi juga
kinerjanya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat secara ekonomis,
efisien, dan tepat sasaran.
Beberapa teknik akuntansi keuangan yang dapat diadopsi oleh sektor
publik adalah akuntansi anggaran, akuntansi dana, akuntansi kas, dan
akuntansi accrual. Pada dasarnya teknik-teknik tersebut tidak bersifat
mutually exclusive. Artinya, peng-gunaan salah satu teknik akuntansi
tersebut tidak menolak penggunaan teknik yang lain. Dengan demikian,
suatu organisasi dapat menggunakan teknik akuntansi yang berbeda-beda,
maupun menggunakan teknik tersebut secara bersama-sama.
C. AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (AKIP)
1. Beberapa Metode Untuk Menegakkkan Akuntabilitas
Kontrol Legislatif. Di banyak negara, legislatif melakukan pengawasan terhadap jalan-nya pemerintahan melalui diskusi dan sejumlah komisi di dalamnya. Jika komisi-komisi legislatif dapat berfungsi secara efektif, maka mereka dapat meningkatkan kualitas pem-buatan keputusan (meningkatkan responsivitasnya terhadap kebutuhan dan tuntutan masyarakat), mengawasi penyalahgunaan kekuasaan pemerintah melalui investtigasi, dan menegakkan kinerja.
Akuntabilitas Legal. Akuntabilitas legal merupakan karakter dominan dari suatu negara hukum. Pemerintah dituntut untuk menghormati aturan hukum, yang didasarkan pada badan peradilan yang independen. Aturan hukum yang dibuat berdasarkan landasan ini biasanya memiliki sistem peradilan, dan semua pejabat publik dapat dituntut pertanggung-jawabannya di depan pengadilan atas
10
semua tindakannya. Peran lembaga peradilan dalam menegakkan akuntabilitas berbeda secara signifikan antara negara, antara negara yang memiliki sistem peradilan administratif khusus. Dua faktor utama yang menyebabkan efektivitas akuntabilitas legal adalah :
- kualitas institusi hukum dan - tingkat akses masyarakat atas lembaga peradilan, khususnya yang
berhubungan dengan biaya pengaduan.
Institusi hukum yang lemah dan biaya yang mahal (tanpa suatu sistem pelayanan hukum yang gratis) akan menghambat efektivitas akuntabilitas legal.
Desentralisasi dan Partisipasi. Akuntabilitas dalam pelayanan publik juga dapat di-tegakkan melalui struktur pemerintah yang terdesentralisasi dan partisipasi. Terdapat beberapa situasi khusus di mana berbagai tugas pemerintah didelegasikan ke tingkat lokal yang dijalankan oleh para birokrat lokal yang bertanggung jawab langsung kepada masya-rakat lokal. Legitimasi elektoral juga menjadi faktor penting seperti dalam kasus pemerintah pusat. Tetapi cakupan akuntabilitas di dalam sebuah sistem yang terdesentralisasi lebih merupakan fungsi otonomi di tingkat lokal. Itupun sangat bervariasi secara signifikan sesuai derajat otonomi yang diperoleh, dari otonomi yang sangat luas.
Kontrol Administratif Internal. Pejabat publik yang diangkat sering memainkan peran dominan dalam menjalankan tugas pemerintahan karena relatif permanennya masa jabatan serta keterampilan teknis. Biasanya, kepala-kepala unit pemerintahan setingkat menteri diharapkan dapat mempertahankan kontrol hirarkis terhadap para pejabatnya dengan dukungan aturan dan regulasi administratif dan finansial dan sistem inspeksi. Untuk negara-negara dengan struktur administratif yang lemah, metode kontrol tersebut memiliki dampak yang terbatas. Masalah ini disebabkan karena hubungan yang kurang jelas antara kepemimpinan politik yang bersifat temporer dan pejabat publik yang diangkat secara permanen.
Media massa dan Opini Publik. Hampir di semua konteks, efektivitas berbagai metode dalam menegakkan akuntabilitas sebagaimana diuraikan di atas sangat tergantung tingkat dukungan media massa serta opini publik. Tantangannya, misalnya, adalah bagai-mana dan sejauhmana masyarakat mampu mendayagunakan media massa untuk memberitakan penyalahgunaan kekuasaan dan menghukum para pelakunya. Terdapat 3 faktor yang menentukan dampak aktual dari media massa dan opini publik.
- Pertama, kebebasan berekspresi dan berserikat harus diterima dan dihormati. Di banyak negara, kebebasan tersebut dilindungi dalam konstitusi. Derajat penerimaan dan rasa hormat umumnya dapat diukur dari peran media massa (termasuk perhatian terhadap pola kepemilikan) dan pentingnya peran kelompok kepentingan, asosiasi dagang, organisasi wanita, lembaga konsumen, koperasi, dan asosiasi profesional.
- Kedua, pelaksanaan berbagai tugas pemerintah harus transparan. Kuncinya adalah adanya akses masyarakat terhadap informasi. Hal ini harus dijamin melalui konstitusi (misalnya, UU Kebebasan Informasi) dengan hanya mempertimbangkan pertimbangan keamanan nasional (dalam pengertian sempit) dan privasi setiap individu. Informasi yang dihasilkan pemerintah yang
11
seharusnya dapat diakses secara luas antara lain meliputi anggaran, akuntansi publik, dan laporan audit. Tanpa akses terhadap beragai informasi tersebut, masyarakat tidak akan sepenuhnya menyadari apa yang dilakukan dan tidak dilakukan pemerintah dan efektivitas media massa akan sedikit dibatasi.
- Ketiga, adanya pendidikan sipil yang diberikan kepada warga negara,
pemahaman mereka akan hak dan kewajibannya, di samping kesiapan untuk menjalankannya.
2. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)
Di Indonesia, sosialisasi konsep akuntabilitas dalam bentuk
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) telah dilakukan kepada 41
Departemen/LPND. Di tingkat unit kerja Eselon I, dilakukan berdasarkan
permintaan dari pihak unit kerja yang bersangkutan, oleh karenannya
capaian dan cakupannya masih tergolong rendah.
Dengan komitmen tiga pihak yakni Lembaga Administrasi Negara
(LAN), Sekreta-riat Negara, dan BPKP, maka pemerintah mulai
memperlihatkan perhatiannya pada implementasi akuntabilitas ini. Hal ini
terlihat dengan diterbitkannya Inpres No. 7 tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Inpres ini menginstruksikan setiap
akhir tahun seluruh instansi pemerintah (dari eselon II ke atas) wajib
menerbit-kan Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAK). Dengan LAK seluruh
instansi pemerintah dapat menyampaikan pertanggungjawabannya dalam
bentuk yang kongkrit ke arah pencapaian visi dan misi organisasi.
Mekanisme pelaksanaan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sebagai
berikut:
1. Setiap pemimpin Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah, Satuan Kerja atau Unit Kerja didalamnya wajib membuat laporan akuntabilitas kinerja secara berjenjang serta berkala untuk disampaikan kepada atasannya;
2. Laporan akuntabilitas kinerja tahunan dari tiap Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen, masing-masing Menteri/ Pemimpin Lembaga Pemerintah Non Departemen menyampaikannya kepada Presiden dan Wakil Presiden dengan tembusan kepada Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara serta Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan;
3. Laporan akuntabilitas kinerja tahunan dari setiap Daerah Tingkat I disampaikan kepada Presiden/Wakil Presiden dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
4. Laporan akuntabilitas kinerja tahunan dari setiap Daerah Tingkat II disampaikan kepada Gubernur/Kepala Daerah yang terkait dengan tembusan kepada Kepala Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
12
Perkembangan penyelenggaraan negara di Indonesia memperlihatkan
upaya sungguh-sungguh untuk menghasilkan suatu pemerintahan yang
berorientasi pada pemenuhan amanah dari seluruh masyarakat. Undang-
undang Nomor 28 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas KKN menguraikan mengenai azas akuntabilitas dalam
penyelenggaraan negara dan pengelolaan pemerintahan. Hal ini
mengisyaratkan bahwa untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang
responsif, bebas KKN serta berkinerja, kondisi akuntabilitas merupakan
sufficient condition atau kondisi yang harus ada. Wujud lain dari
implementasi akuntabilitas di Indonesia adalah dengan lahirnya Undang-
undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara khususnya di
pasal 14 ayat (2) yang menyatakan bahwa instansi pemerintah diwajib-kan
menyusun rencana kerja dan anggaran yang didasarkan pada prestasi kerja
yang akan di capainya. Dengan demikian terdapat hubungan yang erat
antara anggaran pemerintah (APBN dan APBD) dengan kinerja yang akan
dicapainya berdasarkan perencanaan stratejik tersebut.
3.Hambatan yang dihadapi
Implementasi konsep akuntabilitas di Indonesia bukan tanpa
hambatan. Bebera-pa hambatan yang menjadi kendala dalam penerapan
konsep akuntabilitas di Indo-nesia antara lain adalah; rendahnya standar
kesejahteraan pegawai sehingga memicu pegawai untuk melakukan
penyimpangan guna mencukupi kebutuhannya dengan me-langgar azas
akuntabilitas, faktor budaya seperti kebiasaan mendahulukan kepenting-an
keluarga dan kerabat dibanding pelayanan masyarakat, dan lemahnya
sistem hukum yang mengakibatkan kurangnya dukungan terhadap faktor
punishment jika se-waktu-waktu terjadi penyimpangan khususnya di bidang
keuangan dan administrasi.
Semua hambatan tersebut pada dasarnya akan dapat terpecahkan jika
pemerin-tah dan seluruh komponennya memiliki pemahaman yang sama
akan pentingnya implementasi akuntabilitas disamping faktor moral hazard
individu pelaksana untuk menjalankan kepemerintahan secara amanah.
4. Isu Strategis Penerapan Prinsip Akuntabilitas
1. Belum jelasnya tupoksi lembaga untuk menjabarkan indikator kinerja.
13
Rencana Tindak Indikator Institusi pelaksana
Kelembagaan - Menyusun tupoksi sekaligus indikator kinerja yang terukur.
- Menyusun SOP unit/lem baga
- Tersusunnya tupoksi beserta indikator kinerja yang terukur.
- Tersusunnya SOP unit/lembaga sesuai dengan tupoksi
Semua instansi
Ketata laksanaan
- Menerapkan standar kompetensi jabatan
- Diterapkan standar kompetensi jabatan
Semuan Instansi
SDM - Meningkatkan kompetensi untuk melaksanakan tupoksinya
- Meningkatkan kompetensi SDM aparatur.
Semua Instansi
2. Lemahnya komitmen aparat untuk membuat laporan akuntabilitas.
Rencana Tindak IndikatorInstitusi pelaksan
aKelembagaan - Membentuk lembaga pemantau
dan penilai independen.- Memperkuat lembaga audit
- Tersusunnya serta berfungsinya lembaga pemantau dan penilai independen
- Meningkatkan kredibilitas & kemam-puan lembaga audit
- MenPAN dan LAN.
- BPK- BPKP- Insp. Jend.
Ketata laksanaan
- Menerapkan reward dan punish-ment.
- Memperbaiki format laporan akuntabilitas
- Dilaksanakannya reward dan punish-ment secara konsisten.
- Tersusunnya format laporan akunta-bilitas yang mudah dipahami dan dilaksanakan
Semua Instansi
SDM - Meningkatkan kemampuan SDM aparatur dalam penyusunan la-poran akuntabilitas
- Meningkatkan kemampuan SDM aparatur dalam penyusunan laporan akuntabilitas
- LAN- Semua
Instansi
3. Belum terbangunnya etika pemerintahan (government ethic) terhadap pertang- gungjawaban publik.
Rencana Tindak Indikator Institusi pelaksana
Kelembagaan Pengembangan dan penerapan corporate culture pada instansi pemerintah
Dikembangkannya dan diterapkannya corporate culture pada instansi peme-rintah
LAN dan Semua instansi
Ketata laksanaan
Menerappkan reward and punish-ment secara konsisten baik terha-dap institusi maupun individu.
Diterapkannya reward and punish-ment secara konsisten baik terhadap institusi maupun individu.
MenPAN & semua instansi
SDM Meningkatkan pemahaman ten-tang etika pemerintahan
Meningkatkan pemahaman terhadap etika pemerintahan yang berlanjut pada upaya penerapannya.
MenPAN & Semua Instansi
4. Sistem dan pelaporan akuntabilitas yang dikembangkan belum memuat penghar-gaan dan sanksi.
Rencana Tindak Indikator Institusi pelaksana
Kelembagaan Melengkapi system dan pelapor-an akuntabilitas dengan aturan mengenai reward and punishment.
Tersusunnya system dan pelaporan akuntabilitas yang dilengkapi dengan aturan reward and punishment
- LAN- BPKP
Ketata laksanaan
Menerapkan reward and punish ment secara konsisten baik terha-dap institusi maupun individu.
Terlaksananya reward and punishment secara konsisten baik terhadap institusi maupun individu.
- MenPAN- Semuan
InstansiSDM Meningkatkan kemampuan SDM
aparatur dalam penyusunan lapor-an akuntabilitas
Meningkatkan kemampuan SDM apa-ratur dalam penyusunan laporan akun-tabilitas
- LAN- Semua
Instansi
5. Belum memadainya tingkat pemahaman dan kesadaran masyarakat untuk men-dorong pelaksanaan akuntabilitas oleh pemerintah.
Rencana Tindak Indikator Institusi
14
pelaksanaKelembagaan Menyusun dan melaksanakan ke-
giatan sosialisasi untuk mening-katkan pemahaman dan kesadar-an masyarakat dalam menurut akuntabilitas pamerintah.
- Terlaksananya kegiatan sosialisasi.- Meningkatnya pemahaman dan ke-
sadaran terhadap akuntabilitas pe-merintah.
- LAN- Semua
instansi
Ketata laksanaan
Menyusun dan memperbaiki system pengaduan masyara kat
Tersusun dan diperbaikinya system pengaduan masyarakat.
- LAN- Semua
InstansiSDM Meningkatkan kemampuan res-
ponsivitas SDM aparatur terhadap pengaduan masyarakat.
Bertambahnya tingkat kepuasan ma-syarakat atas respon SDM aparatur terhadap berbagai pengaduan masya-rakat.
- LAN- Semua
Instansi
D. AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK DAN GOOD GOVERNANCE
Pengertian governance dapat diartikan sebagai cara mengelola urusan
publik.
World Bank memberikan definisi governance sebagai "the way state power is used in managing economic and social resources for development of society".
Sementara itu,
United Nation Development Program (UNDP) mendefinisikan governance se-bagai "the exercise of political, economic, and administrative authority to manage a nation's affair at all levels".
Dalam hal ini, World Bank lebih menekankan pada cara pemerintah
mengelola sumber daya sosial dan ekonomi untuk kepentingan
pembangunan masyarakat, se-dangkan UNDP lebih menekankan pada
aspek politik, ekonomi, dan administratif dalam pengelolaan negara.
Political governance mengacu pada proses pembuatan kebijakan (policy/strategy formulation).
Economic governance mengacu pada proses pembuatan keputusan di bidang ekonomi yang berimplikasi pada masalah pemerataan, penurunan kemiskinan, & peningkatan kualitas hidup.
Administrative governance mengacu pada sistem implementasi kebijakan.
Jika mengacu pada program World Bank dan UNDP, orientasi
pembangunan sek-tor publik adalah untuk menciptakan good governance.
Pengertian good governance sering diartikan sebagai kepemerintahan yang
baik. Sementara itu, World Bank mende-finisikan good governance sebagai
suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan ber-
tanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang
efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi
baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran
15
serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas
usaha.
Karakteristik Good Governance Menurut UNDP
Beberapa karakteristik pelaksanaan good governance menurut UNDP,
meliputi:
Participation Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.
Rule of law Kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.Transparency Transparansi dibangun alas dasar kebebasan memperoleh informasi. Infor-
masi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan.
Responsiveness
Lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam melayani stakeholder.
Consensus orientation
Berorientasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas.
Equity Setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan.
Efficiency and Effectiveness
Pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdayaguna (efisien) dan berhasil guna (efektif).
Accountability
Pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan.
Strategic Vision
Penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh ke depan.
Dari delapan karakteristik tersebut, paling tidak terdapat tiga hal yang
dapat diperankan oleh akuntansi sektor publik yaitu penciptaan
transparansi, akuntabilitas publik, dan value for money (economy,
efficiency, dan effectiveness).
Good Public & Corporate Governance
Kesejahteraan MasyarakatPublic Money
Masyarakat Publik
Org. Sektor Publik
Public Accountability Financial Accountability Managerial Accountability Process Accountability Political Accountability Policy Accountability Accountability for Probity and Legality
Transparency Informativeness Openness Disclosure
Value for Money Economy Efficiency Effectiveness
EquityEquality
REFORMASI SEKTOR PUBLIK
Ref
orm
asi
Aku
ntan
si
Ref
orm
asi
Aan
ggar
an
Ref
orm
asi
Lam
bagaR
efor
mas
i M
anaj
emen
Ref
orm
asi
Aud
it
16
Gambar : Kerangka Reformasi Sektor Publik
Untuk mewujudkan good public and corporate governance dalam
rangka men-ciptakan kesejahteraan masyarakat, maka diperlukan
serangkaian reformasi di sektor publik (public sector reform). Dimensi
reformasi sektor publik tersebut tidak saja se-kedar perubahan format
lembaga, akan tetapi mencakup pembaharuan alat-alat yang digunakan
untuk mendukung berjalannya lembaga-lembaga publik tersebut secara
ekonomis, efisien, efektif, tran sparan, dan akuntabel.
Untuk mewujudkan good governance diperlukan reformasi
kelembagaan (institu-tional reform) dan reformasi manajemen publik (public
management reform). Refor-masi kelembagaan menyangkut pembenahan
seluruh alat-alat pemerintahan di daerah baik struktur maupun
infrastrukturnya. Selain reformasi kelembagaan dan reformasi manajemen
sektor publik, untuk mendukung terciptanya good governance, maka di-
perlukan serangkaian reformasi lanjutan terutama yang terkait dengan
sistem penge-Iolaan keuangan pemerintah daerah, yaitu:
1. Reformasi Sistem Penganggaran (budgeting reform),2. Reformasi Sistem Akuntansi (accounting reform),3. Reformasi Sistem Pemeriksaan (audit reform), dan4. Reformasi Sistem Manajemen Keuangan Daerah (financial management reform).
Tuntutan pembaharuan sistem keuangan tersebut adalah agar
pengelolaan uang rakyat (public money) dilakukan secara transparan
dengan mendasarkan konsep value for money sehingga tercipta
akuntabilitas publik (public accountability).
E. AKUNTABILITAS PUBLIK
Fenomena yang dapat diamati dalam perkembangan sektor publik
dewasa ini ada-lah semakin menguatnya tuntutan pelaksanaan
akuntabilitas publik oleh organisasi sektor publik (seperti: pemerintah
pusat dan daerah, unit-unit kerja pemerintah, de-partemen dan lembaga--
lembaga negara). Tuntutan akuntabilitas sektor publik terkait dengan
perlunya dilakukan transparansi dan pemberian informasi kepada publik
dalam rangka pemenuhan hak-hak publik.
Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi
17
tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut.
Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu:
Akuntabilitas vertikal (vertical accountability), adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, dan pemerintah pusat kepada MPR.
Akuntabilitas horisontal (horizontal accountability) adalah pertanggungjawaban kepada masyarakat luas.
Dalam konteks organisasi pemerintah, akuntabilitas publik adalah
pemberian in-formasi dan disclosure atas aktivitas dan kinerja finansial
pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan
tersebut. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus bisa menadi subyek
pemberi informasi dalamrangka pemenuhan hak-hak publik.
Akuntabilitas (accountability) merupakan konsep yang lebih luas dari
stewardship.
Stewardship mengacu pada pengelolaan atas suatu aktivitas secara ekonomis dan efisien tanpa dibebani kewajiban untuk melaporkan, sedangkan
Accountability mengacu pada pertanggungjawaban oleh seorang steward kepada pemberi tanggungjawab.
Terwujudnya akuntabilitas merupakan tujuan utama dari reformasi
sektor publik. Tuntutan akuntabilitas publik mengharuskan lembaga sektor
publik untuk lebih mene-kankan pada pertanggungjawaban horizontal
(horizontal accountability) bukan hanya pertanggungjawaban vertikal
(vertical accountability). Tuntutan yang kemudian muncul adalah perlunya
dibuat laporan keuangan eksternal yang dapat menggambarkan kinerja
lembaga sektor publik.
Akuntabilitas publik yang harus dilakukan oleh organisasi sektor publik
terdiri atas beberapa dimensi. Ellwood (1993) menjelaskan terdapat empat
dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik,
yaitu:
1. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountibility for probity and legality);
2. Akuntabilitas proses (process accountability);3. Akuntabilitas program (program accountability);4. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability).
1. Akuntabilitas Kejujuran dan Akuntabilitas Hukum
18
Akuntabilitas kejujuran (accountability for probity) terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power), sedangkan
Akuntabilitas hukum (legal accountability) terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik.
2. Akuntabilitas Proses
Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan
dalam me-laksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem
informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan prosedur
administrasi. Akuntabilitas proses termani-festasikan melalui pemberian
pelayanan publik yang cepat, responsif, dan murah biaya. Pengawasan dan
pemeriksaan terhadap pelaksanaan akuntabilitas proses dapat dilakukan,
misalnya dengan :
Memeriksa ada tidaknya mark up dan pungutan-pungutan lain di luar yang ditetapkan, serta sumber-sumber inefisiensi dan pemborosan yang menyebabkan mahalnya biaya pelayanan publik dan kelambanan dalam pelayanan.
Terkait dengan pemeriksaan terhadap proses tender untuk melaksanakan proyek-proyek publik. Yang harus dicermati dalam pemberian kontrak tender adalah apakah proses tender telah dilakukan secara fair melalui Compulsory Competitive Tendering (CCT), ataukah dilaku-kan melalui vola Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
3. Akuntabilitas Program
Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan
yang ditetap-kan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah
mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang
optimal dengan biaya yang minimal.
4. Akuntabilitas Kebijakan
Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban
pemerintah, baik pusat maupun daerah, atas kebijakan-kebijakan yang
diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas.
Akuntansi sektor publik tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh
kecenderungan menguatnya tuntutan akuntabilitas sektor publik tersebut.
Akuntansi sektor publik dituntut dapat menjadi alat perencanaan dan
pengendalian organisasi sektor publik secara efektif dan efisien, serta
memfasilitasi terciptanya akuntabilitas publik.
19