module-4-2011

10
SOSIOLOGI PERTANIAN: Situasi Sosial Dua Komunitas Desa di Sulawesi Selatan Muchtar Buchori dan Wiladi Budiharga Lab. Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Email : [email protected] Tujuan Pembelajaran 1. Desa Maricaya Selatan 2. Desa Polewali Pertanyaan Diskusi Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa akan mampu : 1 Menjelaskan stratifikasi social dan golongan masyarakat di desa Maricaya Selatan dan desa Poliwali provinsi Sulawesi Selatan. 2 Menjelaskan kaitan stratifikasi social dengan pola pemukiman warga masyarakat desa Maricaya Selatan dan desa Poliwali provinsi Sulawesi Selatan. 3 Menjelaskan dasar pelapisan social pada masyarakat desa Maricaya Selatan dan desa Poliwali provinsi Sulawesi Selatan. 4 Menjelaskan mobilitas social vertical dan horizontal dalam masyarakat desa Maricaya Selatan dan desa Poliwali provinsi Sulawesi Selatan. 5 Menjelaskan hubungan antara stratifikasi social dengan kesempatan social ekonomi yang ada dalam masyarakat desa Maricaya Selatan dan desa Poliwali provinsi Sulawesi Selatan. Desa Maricaya Selatan Komunitas Maricaya Selatan ini tampaknya terdiri dari lima golongan masyarakat yang menempati tiga lapisan pokok yaitu : 1. Golongan pejabat dan kelompok profesional di lapisan atas; MODUL 4

Upload: akbar-saitama-umar

Post on 25-Nov-2015

9 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

modul 2

TRANSCRIPT

Mata Kuliah / Materi Kuliah

SOSIOLOGI PERTANIAN:

Situasi Sosial Dua Komunitas Desa di Sulawesi

SelatanMuchtar Buchori dan Wiladi BudihargaLab. Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian Universitas BrawijayaEmail : [email protected]

Tujuan Pembelajaran 1. Desa Maricaya Selatan2. Desa PolewaliPertanyaan Diskusi

Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa akan mampu :

1Menjelaskan stratifikasi social dan golongan masyarakat di desa Maricaya Selatan dan desa Poliwali provinsi Sulawesi Selatan.

2Menjelaskan kaitan stratifikasi social dengan pola pemukiman warga masyarakat desa Maricaya Selatan dan desa Poliwali provinsi Sulawesi Selatan.

3Menjelaskan dasar pelapisan social pada masyarakat desa Maricaya Selatan dan desa Poliwali provinsi Sulawesi Selatan.

4Menjelaskan mobilitas social vertical dan horizontal dalam masyarakat desa Maricaya Selatan dan desa Poliwali provinsi Sulawesi Selatan.

5Menjelaskan hubungan antara stratifikasi social dengan kesempatan social ekonomi yang ada dalam masyarakat desa Maricaya Selatan dan desa Poliwali provinsi Sulawesi Selatan.

Desa Maricaya Selatan

Komunitas Maricaya Selatan ini tampaknya terdiri dari lima golongan masyarakat yang menempati tiga lapisan pokok yaitu :

1. Golongan pejabat dan kelompok profesional di lapisan atas;

2. Golongan alim ulama, golongan pegawai dan golongan pedagang di lapisan menengah;

3. Golongan buruh di lapisan bawah.

Stratifikasi komunitas Maricaya Selatan menurut status sosial terlukis pada diagram 5.1.

Diagram 5.1 Stratifikasi Komunitas Maricaya Selatan menurut Status Sosial

Pejabat dan Kelompok ProfesionalAtas

Alim ulama

Pegawai

PedagangMenengah

BuruhBawah

Dalam masyarakat desa Maricaya Selatan yang bersifat heterogen dan cukup berlapis-lapis ini mulai terlihat adanya usaha-usaha untuk menciptakan iklim sosial yang lebih cair (fluid). Terlihat tanda-tanda akan adanya usaha awal untuk menembus dinding-dinding antar lapisan serta dinding-dinding antar golongan. Penduduk dari golongan mayoritas tampak cukup terbuka untuk membentuk pola pergaulan sosial yang akrab dengan golongan minoritas, dan kelompok penduduk dari lapisan menengah tampak berusaha untuk mengembangkan pergaulan sosial yang bersifat antar golongan. Bentuk-bentuk usaha semacam ini ada yang bersifat organisasi formal, misalnya PKK dan banyak pula yang berupa kelompok-kelompok informal, misalnya kelompok arisan. Kelompok-kelompok informal ini dibentuk berdasarkan lingkungan tempat tinggal, lingkungan tempat kerja, lingkungan sekolah.

Dilihat dari segi ekonomi dalam masyarakat Maricaya Selatan terdapat tiga lapisan masyarakat yaitu :

1. Lapisan ekonomi mampu, terdiri dari para pejabat penting pemerintah setempat, para dokter, para insinyur dan kelompok-kelompok profesional lainnya; jumlah mereka ini kira-kira meliputi 10% dari jumlah KK masyarakat ini.

2. Lapisan ekonomi menengah yang terdiri dari alim ulama, pegawai, kelompok wirausaha; jumlah mereka ini kira-kira meliputi 60% dari seluruh KK.

3. Lapisan ekonomi miskin yang terdiri dari para buruh tani, buruh bangunan, buruh pabrik, dan buruh-buruh sejenis yang tidak tetap; jumlah mereka ini kira-kira 30% dari seluruh KK.

Perkiraan kasar tentang stratifikasi komunitas Maricaya Selatan menurut status ekonomi tertera pada diagram 5.2.

Diagram 5.2. Perkiraan Global Stratifikasi Komunitas Maricaya Selatan Menurut Status Ekonomi

10 %MAMPU

60%SEDANG

30%MISKIN

Apabila informasi-informasi tentang stratifikasi sosial dan stratifikasi ekonomi ini digabungkan, maka situasinya adalah seperti terlukis pada diagram 5.3.

Diagram 5.3. Perkiraan Stratifikasi Komunitas Maricaya Selatan Menurut Status Ekonomi Dan Sosial.

10 %Pejabat dan kelompok professionalAtas. Mampu

60 %Alim ulama

Pegawai

PedagangMenengah, Sedang

30%BuruhBawah, Miskin

Lapisan ekonomi mampu di atas tinggal di sepanjang dua jalan besar di Maricaya Selatan, yaitu jalan Lanto Daeng Pasewang dan jalan Amirullah, golongan ekonomi menengah tinggal di sepanjang jalan-jalan kecil. Sedangkan golongan miskin tinggal di kampung-kampung di samping kuburan.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa masyarakat Maricaya Selatan ini golongan buruh miskin merupakan kelas yang agak tercampak. Kalau antara berbagai golongan masyarakat pada lapisan menengah (golongan alim-ulama, pegawai, dan pedagang) masih mudah terjadi kontak sosial, maka antara golongan-golongan tadi dengan golongan-golongan masyarakat pada lapisan atas dan bawah sukar timbul kontak secara spontan.

Para pejabat dan kelompok professional yang termasuk dalam golongan ekonomi mampu dan menduduki lapisan sosial atas tampaknya secara keseluruhan adalah orang-orang yang mendapat pendidikan perguruan tinggi. Kira-kira setengah dari mereka bergelar sarjana dan setengah lainnya mencapai pendidikan sampai dengan sarjana muda. Dilihat dari latar belakang pendidikan, lapisan atas dari masyarakat Maricaya Selatan ini merupakan kelompok homogen.

Gambaran tentang latar belakang pendidikan para orang tua yang tercatat di lapisan menengah dan lapisan bawah tidak dapat diketahui dari data yang ada. Yang tersedia adalah data tentang penggunaan kesempatan pendidikan oleh para orang tua dalam masyarakat Maricaya Selatan. Kesempatan pendidikan bagi anak-anak di masyarakat ini tersedia secara cukup luas dari tingkat TK s/d Perguruan Tinggi. Dalam kelompok usia sekolah (7-12 th), 93% dari anak-anak dalam masyarakat ini secara nyata mengikuti pendidikan SD setempat. Dari 7% anak-anak yang tidak sekolah, 6% diantaranya adalah anak-anak yang putus sekolah, sedangkan 1% adalah anak-anak yang belum pernah sekolah. Dari statistik pendidikan yang ada dewasa ini diperkirakan bahwa dari mereka yang telah lulus SD, 54% diantaranya meneruskan ke SLTP. Dari mereka yang tamat SLTP, 65% diantaranya meneruskan ke SLTA. Dari mereka yang tamat SLTA, 20% diantaranya melanjutkan belajar ke Perguruan Tinggi. Situasi ini secara grafis dapat dilukiskan dengan diagram 5.4.

Diagram 5.4. Perkiraan Perjalanan Setiap Kelompok Umur (Age Cohort) Sepanjang Jalur-Jalur Pendidikan Dan Angkatan Kerja Di Maricaya Selatan. (Berdasarkan Keadaan Tahun 1981).

7 Th

12 Th

15 Th

18 Th

24 Th

46 % 35% 80%

Legenda :

TS : Tidak Sekolah SLTA: Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

PS SD: Putus Sekolah SD PT

: Perguruan Tinggi

SD: Sekolah Dasar AK

: Angkatan Kerja

SLTP: Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

Kesan umum yang dapat kita tarik ialah bahwa masyarakat Maricaya Selatan tampaknya berusaha memanfaatkan kesempatan pendidikan yang tersedia seoptimal mungkin. Kalau data tentang pendidikan ini kita hubungkan dengan data tentang keadaan ekonomis mereka, maka dapat diduga bahwa yang menyebabkan sejumlah anak tidak bersekolah SD, atau tidak dapat menyelesaikan pendidikan di SD, dan tidak turut mengikuti jenjang-jenjang pendidikan diatas SD adalah keterbatasan kemampuan ekonomis dari para orang tua mereka. Jadi anak-anak yang tidak pernah sekolah atau tidak tamat SD yang jumlahnya 7% tadi mungkin sekali adalah anak-anak yang datang dari keluarga-keluarga termiskin di lapisan bawah. Kelompok sebesar 46% dari anak-anak lulusan SD yang tidak meneruskan ke SLTP kemungkinan besar adalah anak buruh dari kelas bawah dan anak dari para pedagang kecil di lapisan menengah. Dengan perhitungan ini terdapat alasan yang cukup kuat menduga bahwa mereka yang akhirnya mampu memasuki perguruan tinggi, yang besarnya 20% dari lulusan SLTA atau sekitar 7% dari seluruh anak yang bersekolah (SD-Perguruan Tinggi) adalah anak-anak yang datang dari lapisan atas dalam masyarakat Maricaya Selatan. Dapat dikatakan bahwa masyarakat Maricaya Selatan ini memandang pendidikan sebagai sesuatu yang penting dalam kehidupan mereka.

Media massa cetak yang beredar dalam masyarakat Maricaya Selatan terdiri dari Koran dan majalah-majalah yang lazimnya hanya digemari dan terbeli oleh keluarga-keluarga dari kalangan atas. Kompas, Pedoman Rakyat, Femina, Gadis, Bobo, Kartini, Tempo, Intisari adalah nama-nama media massa cetak yang beredar dalam masyarakat Maricaya Selatan.

Terdapat pula informasi yang melaporkan, bahwa anggota masyarakat yang tidak mampu membeli koran dan majalah-majalah tersebut sering meminjam atau turut membacanya dari mereka yang mampu membelinya. Keadaan ini dapat diartikan bahwa minat membaca di kalangan anggota masyarakat golongan menengah tampaknya cukup besar.

Diperoleh pula informasi bahwa dikalangan keluarga golongan atas dan menengah, perpustakaan pribadi yang terlihat kebanyakan terdiri dari ensiklopedi dan buku-buku agama. Hal ini menimbulkan kesan bahwa perpustakaan pribadi tersebut dibeli bukan terutama untuk memupuk pengetahuan secara berangsur-angsur, tetapi tampaknya lebih dipergunakan sebagai alat untuk menimbulkan kesan bahwa pemiliknya adalah seorang terpelajar.

Menurut catatan yang diperoleh diseluruh masyarakat Maricaya Selatan, terdapat 241 pesawat TV. Diperkirakan bahwa setiap keluarga di kalangan atas memiliki pesawat TV. Perkiraan distribusi 241 pesawat TV tersebut selanjutnya terlukis dalam Diagram 5.5.Diagram 5.5. Perkiraan Distribusi 241 Pesawat Televisi Pada Komunitas Maricaya SelatanAtas105 Pesawat TVUntuk 105 Keluarga

Menengah 136 Pesawat TVUntuk 633 Keluarga

Bawah0 Pesawat TVUntuk 316 Keluarga

Keadaan ini menyarankan bahwa di lapisan menengah ini terdapat dua golongan penduduk yang berbeda tingkat kekayaannya. Pada satu pihak terdapat warga masyarakat yang cukup mampu membeli pesawat TV, sedangkan pada pihak lain di lapisan ini terdapat juga warga masyarakat yang tidak cukup mampu membeli pesawat TV. Dapat diduga bahwa golongan terakhir ini ialah kelompok pedagang yang tinggal berdekatan dengan para pegawai dan alim ulama. Dilaporkan bahwa pada acara-acara tertentu terutama pada acar-acara hiburan warga masyarakat lapisan menengah yang kurang mampu ini turut menikmati acara-acara tersebut dengan jalan berkerumun disekitar keluarga yang punya TV dan menyaksikan dari luar rumah. Barangkali ini dapat diartikan bahwa di lapisan menengah ini para warga masyarakat belum dijangkiti kecenderungan untuk menutup diri dari tetangganya, semata-mata untuk dapat menikmati hal-hal tertentu tanpa terganggu. Di lapisan ini tidak terdapat kecenderungan untuk mengejar privacy. Lebih lanjut hal ini menyarankan bahwa di lapisan menengah ini masih terdapat keakraban sosial yang bersifat tradisional.

Mayoritas penduduk Maricaya Selatan (75,6%) beragama Islam. Kelompok agama lain yang agak besar jumlah penduduknya adalah kelompok agama Protestan. Jumlah mereka sekitar 20%. Sisanya kelompok pemeluk agama Katolik (3,8%) dan Hindu Budha. Bentuk-bentuk kegiatan keagamaan yang terlihat dalam masyarakat Maricaya Selatan ini, di samping melakukan ibadat secara bersama pada peristiwa-peristiwa tertentu, ialah pendidikan keagamaan yang diselenggarakan untuk para ibu, remaja putri dan anak-anak. Untuk membiayai pendidikan agama ini para peserta membayar iuran.

Desa Polewali

Dalam masyarakat Polewali terlihat adanya tiga lapisan masyarakat yang tersusun seperti pada Diagram 5.6.

Diagram 5.6. Perkiraan Tentang Sistem Stratifikasi Sosial Dalam Komunitas Polewali

Ulama, Pemangku Adat dan PejabatAtas

PedagangMenengah

BuruhBawah

Kedudukan pemangku adat dipegang oleh seorang Bugis, sedangkan kedudukan alim ulama ada di tangan orang Bugis dan orang Mandar. Kelompok pejabat dan pegawai terdiri dari orang Mandar dan Toraja. Kelompok pedagang diisi oleh orang Bugis, Jawa dan Cina. Sedangkan dalam kelompok buruh terdapat orang Jawa, Makassar dan Toraja.

Dilihat secara ekonomi, masyarakat Polewali ini tampak terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan orang kaya, yang kira-kira meliputi 35% dari KK, kelompok orang yang berkejayaan sedang yang meliputi 55% dari KK, dan kelompok miskin yang berjumlah sekitar 10% dari KK. Kalau informasi-informasi tentang komposisi etnis, stratifikasi sosial dan ekonomis di kalangan warga komunitas Polewali ini digabungkan, maka akan terdapat suatu gambaran situasi seperti terlukis pada diagram 5.7.

Dari diagram 5.7. dapat dilihat pola-pola perbandingan antar suku yang terdapat komunitas Polewali dewasa ini. Ciri pokok situasi ini adalah sebagai berikut :

1. Lapisan kaya terdiri dari para pemangku adat, alim ulama, dan pejabat. Hal ini diperlihatkan oleh laporan yang menyatakan bahwa ketiga golongan penduduk Polewali ini memiliki sebagian besar dari toko-toko, perusahaan dan tanah pertanian yang terdapat dalam wilayah ini. Lapisan ini terdiri dari orang-orang Bugis dan Makassar. Disinilah terdapat pemusatan kekayaan dan kekuasaan.

2. Golongan ekonomi sedang yang jumlahnya 55% terdiri dari para pegawai dan pedagang (termasuk para pengusaha kecil dan pedagang kecil). Lapisan ini terdiri dari orang Makassar, orang Bugis, orang Toraja, orang Jawa dan Cina. Jadi golongan ini merupakan kelompok yang heterogen.

3. Golongan miskin yang jumlahnya 10% terdiri dari para buruh (buruh tani, buruh empang, buruh pelabuhan, buruh angkutan, dan buruh bangunan). Kelompok etnis yang dapat ditentukan dalam golongan ini ialah orang Bugis (kecil), orang Toraja, orang Makasar dan orang Jawa.

Diagram 5.7. Perkiraan Penyebaran Kelompok Ethnis dalam Komunitas Polewali Menurut Jenis Pekerjaan dan Status Sosial Ekonomi

Dari Kelompok Ethnis

BugisMakasarTorajaJawa

Makasar

Cina

Pemangku Adat Dan Alim UlamaVVAtas Kaya 35%

PejabatV

Pegawai NegeriVVMenengah, Sedang 55%

PedagangVV

BuruhVVVBawah, Miskin 10%

50 %30%15%5%100%

Berdasarkan lukisan di atas, dalam masyarakat Polewali ini tampaknya kelompok orang Bugis dan Makasar merupakan kelompok yang paling besar pengaruhnya dalam kehidupan sosial terutama kehidupan sosial terutama kehidupan adat dan keagamaan, dan paling besar peranannya dalam kehidupan ekonomi. Pembagian pengaruh dan kekuasaan antara kedua kelompok ini tampaknya adalah sebagai berikut: kekuasaan ekonomi terutama ada di tangan orang Bugis, kekuasaan politik terutama di tangan orang Makasar, sedangkan kepemimpinan dalam kehidupan keagamaan dipegang bersama oleh orang Bugis dan orang Makasar.

Di kalangan atas, antara para pemangku adat dan alim ulama di satu pihak dengan para pejabat di pihak lain terdapat perbedaan yang cukup menyolok dalam gaya hidup mereka. Para pemangku adat dan alim ulama nampak hidup secara lugas. Mereka mempergunakan kekayaan mereka secara hati-hati. Putra-putri mereka kelihatan belajar secara bersungguh-sungguh, sehingga banyak di antara mereka yang berhasil menyelesaikan tingkat pendidikan yang lebih tinggi daripada orang tua mereka. Sebaliknya di kalangan para pejabat terlihat adanya gaya hidup yang hidup serba mewah. Rumah tangga mereka menimbulkan kesan yang mewah. Gaya hidup mereka mengikuti gaya hidup orang modern. Dan anak-anak mereka mengikuti gaya hidup remaja di kota-kota besar. Perkumpulan-perkumpulan remaja yang mengasyikkan diri dalam kegiatan-kegiatan disko dan motor-cross merupakan suatu gejala yang khas dikalangan putra putri pejabat.

Para warga masyarakat Polewali dari kelas menengah tampaknya lebih mengikuti gaya hidup sederhana yang diperlihatkan oleh para pemangku adat dan alim ulama. Para remaja dari golongan menengah ini banyak yang bersekolah di Ujung Pandang.

Secara keseluruhan dapat dikatakan, bahwa dalam masyarakat Polewali pendidikan adalah suatu hal yang mereka junjung tinggi. Pendidikan mereka pandang sebagai sarana bagi putra-putri mereka untuk mendapatkan tempat yang terhormat dalam kehidupan mereka di kemudian hari. Mereka lebih mengutamakan aspek fungsional daripada aspek simbolisnya.

Pada umumnya agama mendapatkan tempat yang penting dalam masyarakat Polewali. Ajaran-ajaran keagamaan yang oleh para pemangku adat dan alim ulama dipraktikan dalam kehidupan mereka sehari-hari tampak secara keseluruhan mampu membimbing kehidupan sosial dalam masyarakat ini. Agama bagi mayoritas masyarakat Polewali tampaknya tidak hanya merupakan petuah-petuah yang hanya dibicarakan dalam lingkungan masjid dan surau. Agama merupakan bagian nyata dalam masyarakat Polewali yang kebanyakan beragama Islam. Perkembangan yang mencemaskan dalam hal ini adalah adanya kecenderungan di sementara kalangan untuk memperlakukan agama semata-mata secara simbolis. Ibadah haji di kalangan ini dipandang sebagai atribut sosial yang harus ditambahkan kepada atribut-atribut lain yang mereka miliki : rumah mewah, perabot lux. gaya modern, dan putra-putri yang modern pula yang pandai berdisko dan ber-motor cross. Bagi kalangan ini tampaknya baik haji merupakan suatu atribut keagamaan yang harus mereka beli untuk meningkatkan martabat sosial.

Sebagai rangkuman dapat dikatakan bahwa masyarakat Polewali pada dasarnya adalah suatu masyarakat yang lugas, yang mengisi kehidupan mereka sehari-hari dengan pelbagai usaha untuk menghadapi dan menyelesaikan persoalan-persoalan nyata yang terdapat dalam lingkungan mereka. Pada taraf perkembangan sekarang ini, masyarakat Polewali tampak sebagai suatu masyarakat yang lebih bersifat inward looking. Yang tampaknya merupakan perkecualian dalam hal ini ialah golongan pejabat setempat.

Kesan umum ini diperkuat oleh kenyataan bahwa media massa seperti koran dan TV yang terdapat dalam masyarakat ini sangat terbatas jumlahnya. Berdasarkan deskripsi tentang gaya hidup yang telah diuraikan di atas dapat diperkirakan bahwa benda-benda mewah ini terutama tersebar di kalangan atas khususnya di antara keluarga-keluarga yang gemar mengumpulkan simbol-simbol kemewahan, simbol-simbol modernitas. Pertanyaan Diskusi

1Apakah dalam masyarakat desa di Sulawesi Selatan terjadi diferensiasi social atau stratifikasi social? Jelaskan alasannya jika terjadi diferensiasi social atau stratifikasi social!

2Atas dasar apa diferensiasi atau stratifikasi social terjadi? Mengapa dasar tersebut menentukan diferensiasi social atau stratifikasi social? Jelaskan!

3Bagaimana diferensiasi social atau stratifikasi social terjadi dalam masyarakat desa tersebut?

4Dengan mengacu pada definisi struktur social(Parsudi Suparlan), coba deskripsikan struktur social di desa tersebut!

5Sebutkan dan jelaskan sisi Positif dan negative diferensiasi social atau stratifikasi social dalam kehidupan masyarakat desa(termasuk desa Maricaya Selatan dan desa Poliwali).

4

MODUL

SLTA 32%

SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)

6%

PS SD MS

TS

SLTP 50%

SD 93%

PT 6,4%

1%

AK

Page 7 of 7