mughni labib - fah.pdf
TRANSCRIPT
TRADISI INTELEKTUAL HMI CABANG CIPUTAT 1960-1998
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Syarat Mendapat Gelar Sarjana (S1) Humaniora
Mughni Labib109022000011
JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M / 1436 H
TRADISI INTELEKTUAL Hn[I CABANG CIPUTAT 1960.1998
SKRIPSI
Diajukan kepdaFakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Syarat Mendapat Gelar Sarjana (Sl) Humaniora
OIeh:
Mughni LabibIIIM: 109022fimm1
Pembimbing I Pembimbing II
Ilra. TatiHartimah, MAItl-IP: 19550731 198903 2 001
/Wa{ qjI'@NDr. Abdul Wahid Hasyim, MAt\IP: 19560817198603 I 006
JURUSAN SEJARAH DAN PBRADABAN ISLAMFAKT]LTAS ADAB DAN HUMAMORA
TIIN SYARIF' HIDAYATTILLAII JAKARTA201s [o1436 H
ii
t__
Pengesahan Panitia Ujian
stripsi dengan judul TRADISI INTELEKTUAL HMI CABAIIG CIPUTAT 1960 - 1998
telah diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam
Negeri syarifHidayatulUniamrta 10 April 2A75. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar sarjana Humaniora (s' Hum) pada program studi sejarah dan
Kebudayaan Islam' J akart4l* Apri12015
SidangMunaqasah
Sekretaris Anggota
Sholikatus Sa' diyatr- M'PdftUP, tqZSO 417 20A5Al 2 007
NP t 1,9690724199703 1001
ANGGOTA
PEMBIMBING
Penguji II
Imasfmatia"M. HumNrp'. tgzr0208 199803 2 001
ill
Ketua MerangkaP Anggota
Penguji I
tftP, igSq0203 198903 1 003
Pembimbing r Pembimbingll
.:,\-ry+J'- ^r^r-'r .rr^L:'{ rjoo"im MA Dra' Tati}Iartima}r'MADr. Abdul Wahid Hasyim'-\4A t)rd" L'd'LL rti,.vrttwt' t'"
NIP: 1956081? 198603 1 006 NIP: 19550731 198903 2 001
LEMBAR PERI{T'ATAAN
Dengan Ini Saya N4enyatakan Bahwa:
1. Skripsi ini mempakan hasil karya asli dari saya sendiri yang diajukan
untuk memenuhi s),arat dalam memperoleh gelar Sarjana dalarn jenjang
Strata satu (S1) di Fakultas Adab dan Hunaniora UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua srunber yang saya grnahan dalam ketentuan yang berlaku di UIN
Syari f Hidayafirllah Jakarta.
3. Jika dikernudian hari terbulti bahrva karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan dari jiplakan karya orang lain maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
lv
v
Abstract
Mughni Labib109022000011
The title of this thesis is HMI Ciputat Intellectual Tradition 1960-1998. Author triesto make a descriptive explanation about intellectual tradition that constructed by Cak Nur(Nurcholish Madjid) as the pioner of renewal idea at that time university studentenvironment. Afterwards it was continued by the next generations. Author aims to conveyabout how does the spirit, the pattern of activist-intellectual cadres formation that wasexisted in previous time in order to enhance intellectual spirit which has begun descendingamong activists. This thesis is written by descriptive-qualitative research methods withsocio-political and cultural approach to find out the chronology of events, processes andinfluential factors to the formation of intellectual tradition in HMI Ciputat environment. Thisresearch was using data collection techniques such as library research and interview tohistory figures for a valid data. The main problem in this thesis is different intellectualtradition pattern that has constructed by Cak Nur and next generations. As the result of thisthesis, it showed that the different intellectual tradition pattern was caused by socio-politicalcondition either at national level, or local and university, besides pop culture is also givingbig influences to student movement. It can be concluded that the intellectual formation inHMI Ciputat was based on the spirit or enthusiasm to continue the intellectualizationconducted by Cak Nur that gave the effect as a single fighter by the next generations.Through high level of spirit or enthusiasm of intellectual process (reading, discussion andwriting) and mutual support among cadres turn the formation intellectual run well. It addedwith research and political activities that create cadres of HMI Ciputat to be ‘mature’ and thetradition should be reinstated by the rising generation in order to produce useful intellectualfigures.
Keyword: HMI, Intellectual Tradition, and Ciputat
vi
Abstrak
Mughni Labib109022000011
Skripsi ini berjudul ”Tradisi Intelektual HMI Cabang Ciputat 1960-1998”. Penulismencoba mendeskripsikan tradisi intelektual yang dibangun oleh Cak Nur (NurcholishMadjid) sebagai pelopor gagasan pembaharuan di kalangan mahasiswa saat itu. Kemudiandilanjutkan oleh generasi-generasi selanjutnya. Tujuan dari penulis adalah inginmenyampaikan bagaimana semangat, pola perkaderan aktivis-intelektual yang ada padazaman sebelumnya guna meningkatkan semangat intelektual yang sudah mulai kendur dikalangan aktivis. Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitiandeskriptif-kualitatif dengan pendekatan sosio-politik dan budaya untuk mengetahuikronologi peristiwa, proses serta faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya tradisiintelektual di lingkungan HMI Cabang Ciputat. Teknik pengumpulan data dengan penelitiankepustakaan (library research) dan wawancara (interview) kepada para tokoh pelaku sejarahguna mendapatkan data yang valid. Masalah pokok dalam penulisan skripsi ini adalah,bahwa tradisi intelektual yang dibangun oleh Cak Nur, diteruskan oleh generasi selanjutnyadalam bentuk atau pola dan wadah yang berbeda. Hasil dari temuan masalah tersebutperbedaan pola tradisi intelektual disebabkan oleh kondisi sosial-politik di tingkat nasional,maupun di tingkat lokal ataupun kampus, ditambah lagi dengan hedonisme dan pragmatismepelan-pelan memberi pengaruh yang sangat besar dalam gerakan mahasiswa. Dapatdisimpulkan bahwa perkaderan intelektual di HMI Cabang Ciputat didasari dari semangatingin melanjutkan intelektualisasi yang dilakukan oleh Cak Nur yang terkesan single fighteroleh generasi-generasi selanjutnya. Semangat tinggi dalam proses intelektual (membaca,diskusi dan menulis) serta semangat saling mendorong di antara sesama kadermenghidupkan perkaderan intelektual. Ditambah dengan kegiatan-kegiatan penelitian sertaaktivitas politik membuat kader HMI Cabang Ciputat “matang” dan tradisi tersebut yangseharusnya kembali dihidupkan oleh generasi saat ini agar rahim intelektual HMI CabangCiputat terus menghasilkan tokoh-tokoh intelektual yang banyak bermanfaat bagi nusa,bangsa, dan agama.
Kata kunci : HMI, Tradisi Intelektual, dan Ciputat.
vii
Daftar Lampiran
Lampiran 1 : Hasil wawancara dengan Ahmas Uci Sanusi Ketua Umum HMI
Cabang Ciputat periode 1981-1982
Lampiran 2 : Hasil wawancara dengan Dr. Didin Syafrudin Ketua Umum
HMI Cabang Ciputat periode 1984-1985
Lampiran 3 : Hasil wawancara dengan Prof. Amsal Bahtiar Sekretaris Umum
HMI Cabang Ciputat periode 1985-1986
Lampiran 4 : Hasil Wawancara dengan Saiful Mujani, P. hd. pelopor
kelompok studi FORMACI.
Lampiran 5 : Hasil wawancara dengan Aris Budiono Ketua Umum HMI
Cabang Ciputat periode 1990-1991
Lampiran 6 : Hasil Wawancara dengan Prof. Dr. Sukron Kamil, MA. Ketua
umum HMI Cabang Ciputat periode 1995-1996
Lampiran 7 : Hasil wawancara dengan Prof. Oman Fathurahman, Ketua
Umum HMI Komisariat Adab periode 1992-1993
Lampiran 8 : Hasil wawancara dengan Dr. TB Ace Hasan Syadzily, M.Si.
anggota DPR RI periode 2009-2014, Aktivis BEM 1997, Aktivis
FORMACI.
Lampiran 9 : Hasil bincang-bincang dengan Dra. Tati Hartimah, MA Ketua
Umum KOHATI (Korps HMI Wati) periode 1980an.
Lampiran 10 : Naskah Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP)
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan
kasih dan sayang-Nya, semoga rahmat dan hidayah-Nya selalu tercurah kepada
kita semua, amin. Shalawat serta salam senantiasa kita persembahkan kepada
junjungan alam baginda Rasulullah SAW, keluarga serta sahabat, semoga kita
sebagai ummatnya mendapat pertolongannya kelak, amin.
Sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi dan mencapai gelar Strata
Satu (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah adalah membuat karya
tulis ilmiah dalam bentuk skripsi. Dalam rangka itulah penulis menyusun skripsi
ini dengan judul : “TRADISI INTELEKTUAL HMI CABANG CIPUTAT
1960-1998“.
Himpunan Mahasiswa Islam yang kemudian saya sebut dengan HMI,
merupakan salah satu organisasi Islam tertua dan terbesar di Indonesia. HMI
memiliki sejarah yang panjang dan peran yang cukup besar dalam perjalanan
bangsa Indonesia. Umur HMI yang hanya berjarak dua tahun dari kemerdekaan
Indonesia, ikut berjuang secara fisik dalam mempertahankan kemerdekaan di
Indonesia. Selain itu, HMI juga ikut berpengaruh dalam pembentukan generasi
muda yang akan menjadi pemimpin, tokoh intelektual, dan para cendekiawan.
Dengan system perkaderan yang dinamis dan modern, dengan nilai-nilai ke-
Islaman, ke-Indonesiaan, dan ke-Modernan, menjadikan HMI organisasi
perkaderan yang dapat berkembang dengan mapan secara ideologi.
ix
Dalam rangka menelusuri jejak-jejak perkaderan intelektual yang ada di
HMI, khususnya HMI Cabang Ciputat yang terkenal dengan penghasil para
cendekiawan muslim, seperti Nurcholish Madjid, Atho Mudzhar, Fachry Ali,
Azyumardi Azra, Komarudin Hidayat, Bahtiar Effendy dan lain-lain. Penting bagi
kita untuk mempelajari proses yang mereka alami sampai mereka mapan dalam
keilmuan dan menghasilkan karya yang memperkaya khazanah keilmuan dalam
dunia Islam di Indonesia bahkan di dunia. Untuk itu penting rupanya untuk kita
mempelajari, memahami dan mengamalkan prosesnya sehingga kita bisa
mengikuti jejak intelektual mereka.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, begitu banyak penulis temui
rintangan dan hambatan. Sungguh pun begitu Alhamdulillah atas kerja keras
semangat dan dukungan dari semua pihak akhirnya skripsi ini dapat penulis
selesaikan dengan baik. Oleh karena itu izinkan penulis untuk menghaturkan
ucapan terimakasih serta penghargaan kepada semua pihak yang telah
berpartisipasi dan memberikan dukungn moril dan materil, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini tanpa kendala yang berarti.
1. Prof. Dr. Sukron Kamil, MA, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. H. Nurhasan, MA, selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam dan
Shalikatus Sa’diyah, M.Pd selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan
Peradaban Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
x
3. Kepada dosen pembimbing Dr. H. Abdul Wahid Hasyim, MA dan Dra. Hj.
Tati Hartimah, MA, yang dengan sabar dan penuh dedikasi tinggi selalu
membimbing penulis dalam menyelesaikan materi skripsi ini.
4. Kepada seluruh civitas akademik Fakultas Adab dan Humaniora, kepada
Ketua jurusan dan sekertaris serta dosen-dosen jurusan Sejarah dan
Kebudayaan Islam yang memberikan sumbangsih ilmu dan
pengalamannya, Pembimbing Akademik Drs H. M. Ma’ruf Misbah, MA,
yang selalu bersedia meluangkan waktu bagi penulis untuk bertanya dan
meminta solusi atas beberapa kendala yang penulis hadapi.
5. Seluruh Staff dan Pegawai Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6. Kepada ayahanda tersayang Bapak Dadang yang telah membimbing,
membantu dan memotivasi penulis unuk menjadi pribadi yang tangguh,
bersemangat, bermanfaat bagi keluarga, nusa, dan bangsa. Besar harapan
penulis untuk membuat ayahanda selalu bangga . Tak luput juga penulis
haturkan terimakasih banyak untuk Ibunda tersayang Ibu Siti Juhroh yang
telah melahirkan, membimbing, mendoakan dan yang setiap malamnya tak
pernah bosan mendoakan dan menemani penulis menyelesaikan skripsi ini.
Semoga suatu hari penulis mampu membahagiakan dan membanggakan
Ayah dan Ibunda tersayang, semoga Allah selalu membalas semua
kebaikan dan perjuangan mereka.
ix
7. Kepada Bang Eko Arisandi, S. Pd. yang telah memberikan referensi dan
arahan kepada penulis untuk menemui tokoh-tokoh dengan kompetensi
mumpuni dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Kepada para Kakanda/ Yunda alumni HMI atau Korps Alumni HMI
(KAHMI) yang menjadi narasumber yang merupakan para pelaku sejarah
sebagai sumber-sumber primer terkait penulisan skripsi ini.
9. Kepada para senior Sejarah dan Kebudayaan Islam, para senior BEM
(Badan Eksekutif Mahasiswa) Fakultas Adab dan Humaniora periode
2012-2013, kanda dan yunda HMI Komisariat Adab dan Humaniora,
teman-teman KKN (Kuliah Kerja Nyata) Indonesian Youth, kawan-kawan
di KPU (Komisi Pemilihan Umum) UIN 2013, kawan-kawan di DEMA
(Dewan Eksekutif Mahasiswa) UIN 2013-2014 serta kawan-kawan
seperjuangan angkatan 2009, Akhmad Yusuf, Tutur Ahsanil Mustofa,
Itsna Ruhillah, Septy Tantri, Ahmad Fauzan Baihaqi, M. Kholik Bahrudin,
Budi Rachmatsyah Pangabean, Rahmat Hidayatullah, Angga Maulana, Ali
Nurdin, Hani Humairoh, Meilani, Aida Kusnadi, Nia R. Febrina, Ilham
Muharam, Rivqi Muraham Dani, Acit, dan Amalia Rachmadanty yang tak
hentinya memberikan dukungan, semangat, do’a dan tawa sehingga
penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dalam hangatnya ikatan
keluarga.
Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis memahami bahwa skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan. Semoga tulisan ini bisa memberikan manfaat kepada siapa saja
x
yang menjadikan ini sebagai bahan bacaan mereka dan dapat menjadikan tulisan ini
sebagai referensi.
Jakarta , 31 Maret 2015
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman Judul ................................................................................................. i
Lembar Pengesahan ........................................................................................ ii
Lembar Pernyataan .......................................................................................... iv
Abstrak ............................................................................................................ v
Daftar Lampiran .............................................................................................. vii
Kata Pengantar ................................................................................................ viii
Daftar Isi .......................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah ............................... 9
C. Desain Operasional ........................................................................ 11
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 16
E. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 16
F. Metode Penelitian .......................................................................... 18
G. Sistematika Penulisan .................................................................... 20
BAB II SEJARAH SOSIAL CIPUTAT DAN IAIN SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
A. Sejarah Sosial Ciputat dan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ...... 22
BAB III HMI CABANG CIPUTAT DALAM LINTASAN SEJARAH
PERKEMBANGANNYA
A. Berdirinya HMI Cabang Ciputat .................................................. 30
B. Kualitas Insan Cita... ..................................................................... 38
xii
C. Nilai-nilai Dasar Perjuangan warisan Intelektual Cak Nur .......... 42
BAB IV PERKEMBANGAN TRADISI INTELEKTUAL HMI
CABANG CIPUTAT
A. Cak Nur sebagai Tonggak Pewaris Tradisi Intelektual di HMI
(1963-1975).................................................................................... 48
B. Komunitas Intelektual (Intellectual Community) (1975-
1985)….................................... ...................................................... 58
C. Tradisi Intelektual pada masa Kelompok Studi (1986-1998)...... .. 70
D. Relasi Tradisi Intelektual HMI Cabang Ciputat dengan
Intelektual Mahasiswa IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ......... .. 78
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN ............................................................................. 93
B. SARAN ........................................................................................ 96
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 97
LAMPIRAN- LAMPIRAN
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Lembaga pendidikan tinggi sudah ada pada saat pendudukan Jepang atas
Indonesia, seperti STI (Sekolah Tinggi Islam) yang didirikan di Jakarta pada 8
Juli 1945, yang dipindahkan ke Yogyakarta pada 10 April 1946 karena pada saat
itu Jakarta diduduki kembali oleh tentara Belanda dan Ibukota Negara sementara
dipindahkan ke Yogyakarta. Selain STI ada juga BPTGM (Balai Perguruan
Tinggi Gajah Mada) yang didirikan pada 17 Februari 1946 dan inilah cikal bakal
UGM (Universitas Gajah Mada).
Lembaga pendidikan sangat penting perannya dalam pembentukan
intelektual dan moral mahasiswa sebagai penerus bangsa. Selain itu karena
kondisi Indonesia yang sedang mengalami tekanan dari Luar yaitu Agresi Militer
Belanda I tahun 1947 dan Agresi Militer Belanda II pada Desember 1948 dan
juga ada beberapa tekanan yang terjadi dari dalam seperti pemberontakan PKI di
Madiun atau “Madiun Affair” pada September 1948.1 Untuk itu diperlukan
mahasiswa yang memiliki intelektualitas yang tinggi serta moral yang baik untuk
kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.
Di Yogyakarta pada saat itu telah terdapat organisasi mahasiswa yang
berideologi sosialis atau gerakan “newleft”2, yang muncul sebagai akibat
1Prof. Agussalim Sitompul, Sejarah Perjuangan HMI 1947-1975, (Jakarta: Misaka Galiza,2008), h. 27-28
2Kontowijoyo, Dinamikan Sejarah Umat Islam Indonesia, (Yogyakarta: Shalahudin Press,1985), h. 12
2
penjajahan Belanda yang membawa westernisasi, sekulerisasi terhadap pola pikir
mahasiswa. Di antaranya organisasi itu adalah PMY (Perserikatan Mahasiswa
Yogyakarta), dan SMI (Serikat Mahasiswa Indonesia) di Surakarta.3 Organisasi-
organisasi tersebut terseret dalam arus pemikiran sosialis, karena tidak memiliki
dasar pemikiran Islam yang kuat. Padahal bangsa Indonesia yang mayoritas umat
Islam, tetapi malah tidak memiliki organisasi mahasiswa yang berideologi Islam.
Kemudian mayoritas umat Islam hanya terjebak pada hal-hal mitos.
Beberapa faktor yang disebutkan di atas menyebabkan mahasiswa STI
seperti Lafran Pane mempunyai kegelisahan dan keinginan untuk menciptakan
pola pikir generasi muda yang cerdas dan beriman, cerdas akal dan cerdas hati,
sebagai langkah pasti memperjuangkan umat Islam, serta meninggikan semangat
Nasionalisme Indonesia dengan mendirikan organisasi Mahasiswa Islam bernama
Himpunan Mahasiswa Islam (yang kemudian disebut HMI) pada tanggal 14
Rabiul Awal 1366 H yang bertepatan dengan 5 Februari 1947 di salah satu ruang
kuliah STI, di Yogyakarta bersama teman-teman sekelasnya anatar lain, Asmin
Nasution, Anton Timur Jailani, Dahlan Husein, Yusdi Ghozali, Kartono, Maisaroh
Hilal, Suwali, Mansyur, M. Anwar, Tayeb Razak, Toha Mashudi, A. Dahlan
Ranuwiharjo, dan lain-lain.4
Perjuangan secara pemikiran dilakukan seperti yang tercantum dalam
konstitusi HMI yang diputuskan dalam kongres pertama di Yogyakarta tanggal 30
November 1947 yang terdapat pada tujuan HMI dalam pasal IV Anggaran Dasar
disebutkan:
3Op.Cit, h. 94Ibid, h. 13
3
1. Menegakkan dan mengembangkan Agama Islam.
2. Mempertinggi derajat Rakyat dan Negara Republik Indonesia.5
Konstitusi (AD/ART) HMI dirumuskan dan disepakati dalam kongres pada
tingkatan PB HMI. Dalam tujuan pertama yang telah dirumuskan HMI jelas
terlihat bahwa kader HMI berusaha dibentuk sebagai kader umat dan kader
bangsa.
Selanjutnya HMI memasuki fase pengukuhan di mana mendapat banyak
reaksi dari organisasi-organisasi di luar HMI yang berasaskan sosialis. Namun,
HMI dapat mengatasinya dengan baik. Selanjutnya HMI mengalami fase
perjuangan fisik. Tahun 1947-1949 HMI mambantu tentara Indonesia dalam
mengusir Belanda dalam Agresi Militer Belanda 1 dan 2 serta pemberontakan PKI
di Madiun tahun 1948. HMI tergabung dalam CM (Corps Mahasiswa) berjuang
secara fisik bersama mahasiswa dari organisasi lainnya, ditandai dengan
pembentukan perwakilan-perwakilan dari setiap daerah.di bawah pimpinan
Ahmad Tirtosudiro.6
Kemudian perjalanan HMI bukan tanpa tantangan, setelah berdirinya HMI
kemudian memasuki fase konsolidasi. Terutama pembentukan cabang-cabang
diberbagai daerah. Sebagai gambaran pada kongres pertama 1947 terdapat 4
cabang. Kemudian setelah kongres kedua tahun 1951 bertambah menjadi 5
cabang. Ketika kongres dilaksanakan di Jakarta, jumlah cabang bertambah
menjadi 8. Saat kongres keempat di Bandung pada tahun 1955 jumlah cabang
menjadi 12, dan pada kongres kelima di Medan 1957 jumlah cabang menjadi 19.
5Ibid, h. 306Ibid, h. 27
4
Kongres keenam di Makassar jumlah cabang bertambah menjadi 23. Lonjakan
jumlah cabang meroket saat kongres HMI ketujuh di Jakarta yakni menjadi 42
cabang.7 Jumlah Cabang HMI meningkat menjadi 90 cabang saat kongres Solo
pada tahun 1966.8 Dari segi kuantitas cabang, periode 1963-1966 menunjukkan
kenaikan yang signifikan.
Agussalim Sitompul mencatat fase-fase sejarah HMI, yakni: pertama, fase
pengukuhan, 5 Februari – 30 November 1947, yaitu ketika hadirnya HMI
memperoleh reaksi dari berbagai pihak, namun dapat diatasi dengan baik. Kedua,
Perjuangan Besenjata (fisik) 1947-1949. Ketiga, fase pertumbuhan dan
pembangunan HMI 1950 – 1963. Pada fase pembangunan ini HMI berkembang
cukup pesat. Terjadi perkembangan di dalam tujuan HMI termaktub dalam
konstitusi yang berbunyi “Ikut mengusahakan terbentuknya manusia akademis,
pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam.” Perkembangan tujuan ini disahkan
dalam kongres ke-4 HMI di Bandung pada 15 Oktober 1955. Selain itu, tercatat
terdapat 41 jumlah cabang yang mengikuti kongres ke-7 tahun 1963 di Jakarta
ini.9 Keempat, fase tantangan I 1963 – 1965. Kelima, fase kebangkitan HMI
sebagai pelopor Orde Baru dan Angkatan 1966, 1966-1968. Dan keenam, fase
Pembangunan 1969 – 1970.10 Pada fase tantangan I, HMI menghadapi upaya
pembubaran oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dihadapi HMI dengan
strategi PKI (Pengamanan, Konsolidasi, dan Integrasi). Di zaman Orde Baru
7Pada kongres tersebut HMI komisariat Ciputat yang tadinya berada di bawah Cabang JakartaRaya sudah menjadi Cabang sendiri.
8M. Alfan Alfian, HMI 1963-1966; Menegakkan Pancasila di Tengah Prahara, (Jakarta:Kompas Media Nusantara 2013) h. 1
9Op.Cit, h.118, 13110Agussalim Sitompul, Historiografi Himpunan Mahasiswa Islam tahun 1947-1993, (Jakarta:
Intermasa, 1995) h. 158-162
5
(1966 – 1998), zaman ini dibagi ke dalam fase kebangkitan HMI sebagai pejuang
Orde Baru dan pelopor kebangkitan angkatan 66 (1966 – 1968), fase partisipasi
HMI dalam pembangunan (1969 – 2010), dan fase pergolakan dan pembaruan
pemikiran (1970-1998) yang ”gong”-nya dilakukan Nurcholish Madjid (Ketua
Umum PB HMI ketika itu) dengan menyampaikan pidatonya dengan topik
”Keharusan Pembaruan Pemikiran dalam Islam dan Masalah Integrasi Umat”
tahun 1970 di Taman Ismail Marzuki. Pada zaman Reformasi (1998 – 2014).
Zaman ini dibagi dalam fase reformasi (1998 – 2000) dan fase tantangan II (2000
– 2014). Dalam fase tantangan II HMI dituntut dapat terus eksis meskipun
alumninya banyak tertimpa musibah dan HMI digerogoti berbagai macam
permasalahan termasuk konflik internal yang ditingkat PB HMI sempat
menimbulkan dua kali dualisme kepemimpinan.
Seiring dengan berjalannya waktu HMI menjadi organisasi mahasiswa yang
besar. Dengan banyaknya cabang di seluruh Indonesia, jumlah kader dan alumni
HMI yang tersebar di segala profesi, baik di lingkungan pemerintahan ataupun
juga di tengah-tengah masyarakat, menjadi bukti sahih eksistensi HMI hingga saat
ini sebagai organisasi mahasiswa terbesar dan tertua di Indonesia.
HMI organisasi mahasiswa Islam yang di dalamnya terdapat pola
pelatihan/pendidikan yang nantinya akan membentuk karakter mahasiswa Islam
yang akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, bertanggung jawab
atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT sesuai
dengan yang tercantum dalam Anggaran Dasar, Bab III pasal 4 Tujuan HMI.11
Dengan jenjang perkaderan yang semakin sistematis dan terorganisir, seperti
11Badridduja, Sirajudin Arridho Modul Latihan Kader 1, Basic Training HMI CabangCiputat, (Ciputat: HMI Cab.Ciputat, 2011) h. 29
6
tahap pertama setelah perekruitan adalah Maperca (Masa Perkenalan Calon
Anggota Baru), yang kemudian dilanjutkan dengan basic training (Latihan Kader
1), Intermmadiate Training (Latihan Kader 2), dan Advance Training (Latihan
Kader 3), diharapkan alumni-alumni HMI ini dapat menjalankan tugas, pokok dan
fungsinya di masyarakat luas ataupun untuk nusa bangsa dan agamanya.
HMI masih dapat eksis, survive dan yang lebih penting lagi masih sangat
berpengaruh dalam kehidupan sosial – politik di Indonesia ini. Semua itu tidak
lepas dari perjuangan para kader HMI pada setiap zamannya yang mampu
menjalankan dan memainkan peran dalam dinamika sosial – politik di Indonesia
yang diwarnai dengan kompetisi politik dan ideologi yang kental. Kemudian juga
posisi HMI yang merupakan organisasi mahasiswa yang bersifat independen,
tetap dihitung sebagai kekuatan sosial – politik yang penting.12
Para pemimpin HMI juga melakukan tugas dan fungsinya dalam mengelola
organisasi HMI yang juga mengalami pertumbuhan yang pesat secara nasional.
Kemudian juga HMI mampu merespon dan berpengaruh dalam dunia
kemahasiswaan di kampus-kampus, hubungan HMI dengan politik (elite-elite
birokrasi), hubungan dengan para tokoh organisasi kemahasiswaan serta
organisasi sosial kemasyarakatan lainnya dan juga hubungan dan pengaruh HMI
di internal umat Islam dan segmen kebangsaan lainnya. Yang paling penting
adalah karakter independensi HMI yang dihadapkan pada hiruk-pikuk kompetisi
ideologi politik, khususnya dalam menghadapi kekuatan politik komunis. Dalam
sejarah HMI yang begitu panjang dengan faktor-faktor yang telah dijelaskan di
12M. Alfan Alfian, Ibid, h. 22
7
atas membuat HMI masih survive dan menjadi organisasi mahasiswa tertua dan
terbesar se-Indonesia.
HMI sepanjang sejarahnya memiliki tradisi intelektual untuk menjaga
kualitas kadernya ataupun dalam proses perkaderan itu sendiri. Sehingga
kemampuan intelektual kader HMI tetap terjaga, sebagai usaha menjaga proses
terbentuknya manusia Akademis, Pencipta, Pengabdi yang bernafaskan Islam,13
yang disahkan dalam kongres ke-4 HMI di Bandung yang menjadi formulasi dan
sampai saat ini menjadi jiwa dari tujuan HMI.
Berbicara tentang tradisi intelektual di HMI tidak bisa kita pungkiri
Nurcholish Madjid yang kemudian secara akrab dipanggil Cak Nur menjadi salah
satu tokoh yang paling berperan dalam mengembangkan tradisi intelektual
tersebut baik di HMI tingkat Nasional ataupun yang lebih khususnya pada HMI
Cabang Ciputat. Dengan pemikiran pembaharuannya, Cak Nur berhasil mengubah
paradigma umat Islam di Indonesia dari kejumudan yang melandanya. Umat Islam
hanya berorientasi pada fiqh saja, seakan-akan Islam hanya fiqh sebagai ajaran
utamanya. Saling berdebat yang tidak membawa banyak manfaat bagi umat Islam
di Indonesia. Meskipun banyak yang menentangnya namun lambat laun berhasil
mengubah paradigma yang kolot dan jumud tersebut. Dengan kemampuan
intelektualnya tersebut, Cak Nur mencoba membentuk suatu tradisi intelektual,
diawali dari kawan-kawan HMI Cabang Ciputat sampai membentuk sebuah
komunitas intelektual di HMI Cabang Ciputat yang saat ini berhasil membentuk
tokoh-tokoh tingkat Nasional ataupun Internasional, dari tradisi intelektual yang
ditumbuh kembangkan dan ditularkan oleh Nurcholish Madjid.
13Agus Salim Sitompul, Op. Cit, h.118
8
HMI Cabang Ciputat berdiri diawali sebuah komisariat Ciputat yang
berinduk pada HMI Cabang Jakarta Raya pada tahun 1960. Dengan AM Fatwa,
yang memiliki inisiatif untuk mendirikan HMI di Ciputat. Bersama teman-
temannya Abu Bakar, Salim Umar, dan Komaruddin bersepakat untuk memilih
Abu Bakar sebagai ketua umum HMI komisariat Ciputat. Empat serangkai ini
yang dengan semangat merekruit anggota-anggota baru HMI, sehingga pada tahun
berikutnya. Setelah banyak anggota yang mengikuti MAPRAM14 yaitu Masa
Perkenalan Anggota HMI Cabang Jakarta Raya, maka pada tahun berikutnya
status HMI komisariat Ciputat ditingkatkan menjadi HMI Cabang Ciputat dan
dilantik oleh Ismail Hasan Metareum (alm) sebagai Ketua Umum HMI PB.15
HMI Cabang Ciputat berdiri pada akhir rezim Orde Lama yang sangat
kental dengan politik ideologi. Islam, Komunis dan Nasionalis menjadi ideologi
yang sangat kuat di rezim Orde Lama tersebut. Dari politik aliran yang kental saat
itu, sepertinya gesekan yang sangat terlihat terjadi antara Islam dan Komunis.
Dengan propaganda yang dilancarkan oleh PKI (Partai Komunis Indonesia) dan
organisasi—organisasi underbouw yang sangat gencar untuk membubarkan HMI.
Isu yang diangkat dalam propaganda tersebut adalah HMI adalah organisasi
underbouw dari Masyumi16, HMI Anti Manipol Usdek, dan kontra revolusi. PB
HMI dengan segala upayanya mendekatkan diri dengan pemerintah yang dikenal
“adaptasi nasional” dengan tujuan agar HMI tidak jadi dibubarkan, ternyata
14Saat itu MAPRAM adalah pelatihan awal untuk menjadi anggota HMI dan hanya bisadilakukan oleh lembaga setingkat Cabang saja. Lihat Moh. Salim Umar, Kenangan Indah diCiputat, dalam Membingkai Perkaderan Intelektual, Setengah Abad HMI Cabang Ciputat, ed.Rusydy Zakaria dkk, (Ciputat: HMI Cabang Ciputat, Presidium KAHMI Ciputat, UIN JakartaPress & AM FATWA CENTER 2012), h. 24-25.
15AM Fatwa, Op.Cit, h. 716Masyumi adalah partai Islam pertama setelah Indonesia merdeka. Masyumi menjadi partai
terlarang akibat propaganda yang dilakukan oleh PKI, sehingga Masyumi akhirnya dibubarkan.
9
usaha-usaha yang dilakukan oleh PB HMI menuai kecaman dari banyak Cabang
di Indonesia. karena PB HMI dianggap “menjilat” pemerintah. Dalam kondisi
politik yang tidak stabil ini HMI Cabang Ciputat berdiri. Secara otomatis selain
melaksanakan perkaderan aktivitas kader HMI Cabang Ciputat saat itu tentu
dengan aktivitas politik seperti demonstrasi. Tetapi, menariknya HMI Cabang
Ciputat saat dipimpin oleh Cak Nur malah lebih mengembangkan kemampuan
intelektual. Dan tradisi intelektual yang dibangun oleh Cak Nur ini menginspirasi
dan memotivasi kader-kader dibawahnya untuk meneruskannya.
Ini yang membuat saya tertarik menulis tentang HMI Cabang Ciputat karena
dengan sejarah panjang dan besarnya dapat melahirkan tokoh-tokoh yang luar-
biasa dalam pemikiran, menghasilkan banyak teknokrat, politisi, dan para pemikir.
Ini menarik dibahas karena tradisi intelektual yang dibuat Cak Nur tersebut
membuahkan hasil. Untuk itu tulisan ini berjudul “Tradisi Intelektual HMI
Cabang Ciputat 1960-1998”
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
HMI merupakan organisasi mahasiswa yang berorientasi kepada nilai-nilai
ke-Islaman, kemudian kader–kader HMI adalah mahasiswa IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang sesuai tujuannya didirikannya “untuk menciptakan
tenaga professional di lingkungan Departemen Agama” sebagian besar dari
mahasiswanya adalah Pendidikan Guru Agama. Tetapi dalam realitasnya kader-
kader HMI Cabang Ciputat memiliki kemampuan intelektual yang baik dibidang
10
selain Agama Islam, seperti ilmu sosial, politik, filsafat, bahkan ekonomi. Ini
menjadi menarik untuk dibahas.
HMI Cabang Ciputat berdiri dalam satu kondisi politik yang tidak stabil
pada rezim Orde Lama. Sehingga HMI Cabang Ciputat tentu ikut aktif dalam
kegiatan-kegiatan politik seperti demonstrasi. Tetapi HMI Cabang Ciputat malah
memiliki suatu tradisi intelektual yang baik. Dan terus berkembang pada generasi-
generasi kader HMI selanjutnya.
Bahwa sepanjang perkembangan tradisi intelektual yang menghasilkan
banyak tokoh dari rahim intelektual Ciputat ternyata melalui proses dan pola yang
berbeda-beda meskipun sama-sama terinspirasi dan termotivasi oleh Cak Nur.
Tradisi intelektual mengalami perkembangan yang sangat menarik untuk diteliti.
2. Pembatasan Masalah
Agar kajian dalam skripsi ini fokus, maka perlu diadakan pembatasan
masalah terkait judul penulisan penenelitian “Tradisi Intelektual HMI Cabang
Ciputat 1960-1998” penulis membatasi kepada tiga hal pokok. Pertama, batasan
spasial, yaitu batasan ruang yang hanya meliputi wilayah yang terbatas pada HMI
Cabang Ciputat. Kedua, batasan temporal berupa batasan waktu yang dimulai dari
tahun 1960-1998. Tahun-tahun tersebut di mana HMI Cabang Ciputat menjadi
wadah yang sangat produktif melahirkan tokoh-tokoh intelektual yang
berpengaruh hingga saat ini. Ketiga, adalah tema. Tema penelitian ini terfokus
pada tradisi yang dibangun untuk pengembangan kemampuan intelektual di HMI
Cabang Ciputat.
11
3. Perumusan Masalah
Adapun perumusan penelitian masalah dapat dibaca dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana muncul dan berkembangnya tradisi intelektual HMI
Cabang Ciputat?
2. Mengapa kader HMI Cabang Ciputat memiliki kemampuan intelektual
di luar bidang-bidang ilmu Agama?
Pertanyaan-pertanyaan di atas akan penulis jawab dalam uraian-uraian dan
analisis yang didasarkan pada sumber-sumber yang penulis gunakan.
C. Desain Operasional
Dalam sub-bab ini akan menjelaskan pengertian Tradisi Intelektual. Dalam
penjelasan secara umum yang diambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia Tradisi
adalah Adat kebiasaan turun temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan
dalam masyarakat.17 Penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada
merupakan cara yang paling baik dan benar. Intelektual berasal dari kata intelek
yang berarti kemampuan seseorang untuk mengetahui atau menerima
pengetahuan. Makin berkembang intelek seseorang, makin besar kemampuannya
untuk berfikir secara rasional dan intelegen. Berfikir secara rasional berarti
berfikir dengan nalar atau akal sehat dan tidak terpengaruh perasaan. Sedang
berfikir secara intelegen berarti mampu menerapkan pengetahuan yang dimiliki
secara tepat untuk menghadapi situasi baru. Sedangkan intelektual berarti cerdas,
17Hasan Alwi dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa edisi III (Jakarta: BalaiPustaka, 1996) h. 1208
12
berakal, berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan, mempunyai kecerdasan
tinggi, menyangkut pemikiran dan pemahaman.18
Menurut pemikiran Ali Syari’ati setiap nabi adalah intelektual dalam
pengertian yang sebenarnya atau pemikir yang tercerahkan. Mereka berasal dari
kelompok miskin yang tertindas oleh sistem kapitalistik dan despolitik pada
zamannya.19 Nabi Muhammad tidak dilahirkan dari golongan Kapitalis (mala)
atau penguasa (mutraf), tetapi dari kalangan jelata, kelas kaum tertindas
(mustad’afin). Nabi Musa adalah manusia penggembala, Nabi Syu’aib dan Nabi
Hud adalah guru miskin dan Nabi Ibrahim adalah seorang tukang batu. Para nabi
dari kalangan miskin tersebut hadir dalam konteks sosial, politik, dan kebudayaan
masyarakat yang beragam. Namun demikian, dasar-dasar dan misi mereka
memiliki persamaan, yaitu menyuarakan kebenaran, membangun keadilan sosial
bagi seluruh kaumnya, serta perjuangan melawan penindasan dan kesewenang-
wenangan terhadap kaum miskin.20 Nabi Adam dilahirkan untuk memberantas
kebatilan dan kebodohan. Nabi Nuh memimpin kaumnya yang lemah untuk
menentang para perampas. Nabi Hud dan pengikutnya berjuang menyadarkan
penguasa yang otokratik. Nabi Saleh dan kaumnya berjuang untuk menegakkan
egalitarianisme sosial. Nabi Ibrahim dengan segenap kesabarannya berjuang
melawan penguasa yang kejam sekaligus penyebar pengingkaran terhadap Tuhan.
Nabi Yusuf adalah cerminan kaum yang terpingggirkan dan mengalami
diskriminasi. Nabi Syu’aib berjuang membebaskan kaumnya dari ketimpangan
18Dendi Sugono dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa edisi IV, (Jakarta:Gramedia 1998) h. 541
19 Hariqo Wibawa Satria, Lafran Pane; Jejak Hayat dan Pemikirannya, (Jakarta: PenerbitLingkar 2010) h. 114
20 Sarbini, Islam di Tepian Revolusi; Ideologi Pemikiran dan Gerakan, (Yogyakarta: PilarMedia 2005) h. 83
13
ekonomi. Nabi Musa adalah pembebas para budak. Nabi Isa adalah pemimpin
kaum mustad’afin dalam menegakkan kebenaran. Dan Nabi Muhammad terlahir
kelas bawah, mengalami hidup di tengah masyarakat yang timpang, dan akhirnya
memimpin umatnya menegakkan keadilan dan persamaan universal.21
Berdasarkan penjelasan di atas penulis berkeyakinan bahwa apapun
istilahnya dan dalam peradaban apa pun diproklamirkan mengenai orang-orang
yang kompetensi keilmuannya didedikasikan untuk mengangkat harkat dan
derajat kemanusiaan pada hakikatnya adalah sama. Titik tekan yang membedakan
ada pada karya perubahan apa yang mampu dihasilkan. Singkatnya, banyaknya
pengertian tentang intelektual bukanlah sebuah problem asalkan tidak
menyempitkan maknanya. Sementara itu Pramoedya AnantaToer berusaha
mendefinisikan kaum intelektual dengan rincian-rincian tugas yang harus
diembannya sesuai dengan tanah tempat ia berada. Pram menjelaskan bahwa
kaum intelektual bukan sekedar bagian dari bangsanya, melainkan ia adalah
nurani bangsanya, karena bukan saja dalam dirinya terdapat gudang ilmu dan
pengetahuan, terutama pengalaman kebangsaannya. Dengan isi gudangnya, ia
dapat memilih yang baik dan yang terbaik untuk dikembangkan. Sehingga ia
memiliki dasar dan alasan paling kuat untuk menjadi tegas dalam memutuskannya
atau tidak.22 Sedangkan menurut Ahmad W. Pratikno intelektual (Cendekiawan)
adalah
“Orang yang kerena pendidikannya baik formal, informal, maupunnonformal mempunyai perilaku cendekia, yang tercermin dalamkemampuannya menatap, menafsirkan, dan merespon lingkungan sekitarnyadengan sifat kritis, kreatif, objektif, analitis dan bertanggung jawab. Karena
21Sarbini, Ibid, h. 84-8522Hariqo Wibawa Satria, Op.cit, h. 131
14
sifat-sifat tersebut menjadikan cendekiawan memiliki wawasan danpandangan yang luas, yang tidak dibatasi ruang dan waktu.”23
Untuk itu dalam hubungannya dengan HMI, yang merupakan organisasi
mahasiswa yang berazaskan Islam, penggunaan kata intelektual muslim sangat
relevan bagi para kadernya. Untuk itu M. Dawan Raharjo membagi cendekiawan
muslim menjadi ke dalam tiga tipe. Pertama adalah ulama-cendekiawan yaitu
cendekiawan yang berbasis pada pendidikan agama, dan pengetahuan umum
mereka bisa diperoleh melalui proses otodidak, atau memang menjalani
pendidikan umum lanjutan. Kedua, adalah cendekiawan-ulama yaitu,
cendekiawan yang berbasis pada pendidikan umum, dan pengetahuan agama
mereka biasanya diperoleh dari pendidikan keluarga yang mendalam, pendidikan
agama tingkat menengah atau otodidak. Ketiga, adalah tipe cendekiawan yang
berbasis pada pendidikan umum, tetapi pengetahuan agama mereka relative
minim dibandingkan kedua tipe cendekiawan di atas. Walaupun pengetahuan
agama mereka minim tetapi mereka memiliki kemampuan untuk dapat
mengaktualisasikan diri sebagai cendekiawan dengan akhlak islami dan komitmen
perjuangan yang tinggi untuk mengembangkan Islam dan kemusliman bagi diri
sendiri maupun orang lain, baik di bidang yang berkaitan dengan agama ataupun
perubahan sosial pada umumnya.24 Untuk itu satu-satunya ukuran pasti yang
dipakai dalam karya intelektual, baik intelektual barat maupun intelektual muslim
adalah keabsolutan moral yang harus dipegang yaitu keadilan, kebenaran, dan
akal. Ketiga hal ini akan muncul dalam tiga karakter utama yaitu: seimbang, lepas
23Ahmad W. Pratikno, “Anatomi Cendekiawan Muslim, Potret Indonesia” dalam Amien Rais(ed.), Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali, 1986) h. 3.
24M. Dawan Raharjo, Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa, (Bandung: Mizan1999) h. 41
15
dari kepentingan, dan rasional.25 Untuk itu diperlukan suatu rekayasa
pengorganisasian, pendidikan dan perjuangan agar nilai-nilai tersebut dapat
diamalkan oleh para Intelektual Muslim.
Mengacu kembali pada Tradisi Intelektual khususnya intelektual muslim di
HMI Cabang Ciputat yang menjadi tolak ukur dari pembahasan skripsi ini dapat
dianalogikan seperti ini. Dalam pengertian tradisi intelektual Cak Nur dianggap
sebagai nenek moyang yang melahirkan sebuah adat atau kebiasaan yang
dianggap baik dan benar yang dapat mendukung proses terbentuknya kemampuan
seorang intelektual muslim beserta moral-moral yang harus dimiliki, yang
ditularkan Cak Nur kepada generasi penerusnya sebagai penopang perkaderan
intelektual HMI Cabang Ciputat yang masih dijalankan hingga saat ini. Walaupun
saat ini dapat dikatakan hasilnya tidak sebaik generasi awal setelah Cak Nur yang
terkena langsung pengaruh dan semangat dari pemikiran Cak Nur. Namun,
setidaknya semangat Cak Nur akan terus hidup bersamaan dengan berjalannya
perkaderan di HMI Cabang Ciputat pada khususnya atau bahkan HMI se-
Indonesia pada umumnya karena di dalam Materi Nilai-nilai Dasar Perjuangan
(NDP) HMI terdapat buah pemikiran Cak Nur yang akan terus hidup.
25Daniel Dhakidae, Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru, (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2003) h. 38 menurut Daniel Dhakidae intelektual “bagaikanmenggoreskan garis di atas sungai yang mengalir”.
16
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian skripsi ini bertujuan pertama, untuk mengetahui apa yang
dilakukan HMI cabang Ciputat dalam menumbuhkembangkan intelektual kader
HMI. Kedua, bagaimana perkembangan tradisi intelektual HMI Cabang Ciputat.
Adapun dalam penelitian skripsi ini diharapan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Dapat memberikan wawasan yang luas tentang sejarah perjuangan
HMI Cabang Ciputat yang terkenal dengan tradisi intelektualnya.
2. Memberikan manfaat bagi penulis dan para pencinta studi penelitian
sejarah dalam rangka pengembangan sejarah Islam umumnya dan
khususnya tentang studi perkembangan mahasiswa Islam di Indonesia.
3. Menambah perbendaharaan ilmu pengetahuan
4. Sebagai bahan perbandingan bagi penulis selanjutnya.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian skripsi ini, buku yang menjadi inspirasi untuk menulis
penelitian skripsi yang berjudul “Tradisi Intelektual HMI Cabang Ciputat
1998” dari buku Membingkai Perkaderan Intelektual, Setengah Abad HMI
Cabang Ciputat yang ditulis oleh para alumni HMI sendiri seperti Fachry Ali,
A.M Fatwa, Azyumardi Azra, Komarudin Hidayat, Amsal Bahtiar, dan lain-lain,
diterbitkan dalam rangka milad HMI Cabang Ciputat memberikan banyak
pengalaman para alumni HMI Cabang Ciputat yang luar biasa menginspirasi
tentang dinamika yang terjadi di HMI Cabang Ciputat pada saat mereka berproses
17
di HMI Cabang Ciputat. Walaupun buku ini merupakan kumpulan cerita-cerita
dari pada Alumni HMI (KAHMI), namun cerita-cerita ini merupakan pengalaman
langsung yang mereka gambarkan dalam buku tersebut, sehingga dapat terlihat
jelas bagaimana dahulu perjuangan para KAHMI dalam berproses sebagai aktivis
HMI. Mereka bukan hanya sibuk sebagai aktivis HMI yang sangat kritis terhadap
pemerintahan tetapi mereka juga aktivis kampus yang sangat menonjol dalam
hampir seluruh kegiatan keilmuan atau perkuliahan.
Kemampuan intelektual aktivis HMI Cabang Ciputat periode 60, 70 sampai
80-an bisa dibilang periode emas HMI Cabang Ciputat. Selain nama besar Cak
Nur yang menjadi pelopor perkaderan intelektual HMI Cabang Ciputat, banyak
nama yang tidak bisa disebutkan satu persatu dari aktivis HMI Cabang Ciputat
yang pada hari ini berhasil dengan segala macam profesinya adalah hasil dari
sebuah proses perjuangan mereka sebagai aktivis HMI Cabang Ciputat.
Kemudian dari Skripsi Maria Ulfa, Jurusan SKI 2005, yang berjudul
Sejarah Berdirinya KOHATI HMI Cabang Ciputat, dan gerakan intelektualnya.
Menggambarkan tentang sejarah berdirinya organisasi perempuan di HMI Cabang
Ciputat dan pengaruhnya terhadap perkembangan intelektual mahasiswa IAIN
Jakarta. Fokus kajian dari skripsi tersebut lebih kepada gerakan perempuan
muslim dalam upaya pengembangan intelektual.
Namun secara khusus kajian mengenai tradisi intelektual yang dibangun
oleh Cak Nur dan perkembangan tradisi tersebut belum secara gamblang
digambarkan, karenanya penulis mencoba untuk secara khusus menyoroti tradisi
intelektual HMI cabang Ciputat sejak tahun 1960 sampai tahun 1998.
18
F. Metode Penelitian
Laporan Penelitian ini menggunakan pendekatan sosial-politik dan budaya
serta metode yang digunakan adalah metode historis. Metode historis merupakan
proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa
lampau26. Poin-poin penting yang akan ditulis dipaparkan sesuai dengan bentuk,
kejadian, suasana pada masanya. Adapun faktor analisa pada faktor-faktor politik
menjadi faktor pendukung.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mencapai penulisan sejarah
(historiografi). Oleh karena itu, upaya merekonstruksi masa lampau dari obyek
yang diteliti itu ditempuh melalui metode sejarah dan menggunakan penelitian
deskriptif kualitatif, yaitu mencoba mendeskripsikan tradisi intelektual HMI
Cabang Ciputat. Dengan demikian penelitian sejarah mencangkup:
1. Heuruistik atau teknik mencari, mengumpulkan data atau sumber
(Dokumen),27. Maka dalam hal ini, penulis mengumpulan data-data
sebagai bahan penulisan dan melakukan penelitian kepustakaan (Library
Research) dengan merujuk kepada sumber-sumber yang berhubungan
dengan tema dalam skripsi ini, bisa seperti buku-buku, majalah, dan
sebagainya. Dalam hal ini, penulis mencari sumber di Perpustakaan Utama
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Adab dan
Humaniora, dan beberapa toko buku yang ada di wilayah Jakarta dan
sekitarnya. Meminjam buku koleksi senior di HMI salah satunya
26Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah. terj: Nugroho Notosusanto (Jakarta: UI Press.1983), h.32.
27Dudung Abdurahman, Metodologi Penelitian Sejarah (Yogyakarta; Ar Ruzz Media.1999), h.64.
19
perpustakaan pribadi milik kanda Eko Arisandi, kemudian perpustakaan
pribadi Ibu Tati Hartimah dan koleksi pribadi yang berhubungan dengan
tema sebagai sumber, baik itu sumber primer seperti tulisan-tulisan Fachry
Ali sebagai pelaku sejarah ataupun sekunder. Selain itu penulis juga
melakukan wawancara (interview) kepada para tokoh pelaku sejarah
terkait seperti alumni-alumni HMI dari Ibu Tati Hartimah, Ahmad Sanusi,
Amsal Bahtiar, Didin Syafrudin, Saiful Mujani, Oman Fathurahman,
Sukron Kamil, Aris Budiono, dan TB Ace Hasan Syadzily merupakan para
aktivis HMI yang menjaga tradisi intelektual yang dibanggun oleh Cak
Nur.
2. Tahap selanjutnya yaitu verifikasi atau kritik sumber, di mana semua
sumber-sumber telah terkumpul, baik berupa buku-buku, majalah, dan
hasil wawancara. Maka penulis melakukan kritik dan uji terhadapnya
untuk mengindentivikasi keabsahannya tentang keaslian sumber
(otentisitas) yang dilakukan melalui kritik eksteren dengan cara
membandingkan tulisan-tulisan dari satu penulis dengan penulis yang lain.
Selanjutnya keabsahan tentang kesahihan sumber (kredibilitas) yang di
telusuri melalui kritik interen.
3. Interpretasi atau penafsiran sejarah yang juga disebut dengan analisis
sejarah, yaitu mencoba menguraikan sebab dan akibat kejadian tersebut.
Karena itu, data-data yang sudah terkumpul dilakukan metode kritik
sumber, biasannya masih berbeda-beda dalam isinya. Oleh sebab itu,
dalam teknik interpretasi ini, diharapkan peneliti mampu menemukan
berbagai faktor penyebab dan akibat terjadinya peristiwa tersebut.
20
4. Fase terakhir dalam metode sejarah adalah historiografi merupakan cara
penulisan, pemaparan atau laporan hasil penelitian sejarah yang telah
dilakukan28. Tahap ini adalah rangkaian dari keseluruhan dari teknik
metode pembahasan.
Adapun sumber acuan yang digunakan dalam penulisan hasil penelitian ini
adalah buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang
diterbitkan oleh CeQDA, dengan harapan bahwa penulisan ini tidak hanya baik
dari segi isi, tetapi juga baik dari segi metode penulisan.29
G. Sistematika Penulisan
Untuk menyajikan laporan dan penulisan penelitian, sekaligus memberikan
gambaran yang jelas dan sistematis tentang materi yang terkandung dalam skripsi
ini. Penulis menyusun sistematika penulisan ini ke dalam 5 bab beserta bibliografi
dengan urutan sebagai berikut.
BAB I ; berisikan latar belakang masalah, pembatasan masalah dan rumusan
masalah, desain operasional, tujuan penulisan dan manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II ; merupakan bab inti pertama yang membahas tentang profil Ciputat
dengan lingkungan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
BAB III ; merupakan bab inti kedua yang akan membahas HMI Cabang Ciputat,
dari sejarah berdirinya, dan bagaimana tradisi intelektual terbentuk.
28Ibid. h. 76.29 Tim Penyusun. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi (Jakarta;
CeQDA, April 2007).
21
BAB IV ; merupakan bab inti ketiga yang akan membahas perkembangan tradisi
intelektual di HMI Cabang Ciputat dari periode 1960 – 1998.
BAB V ; mengandung dua sub-bab, yaitu kesimpulan yang merupakan pandangan
penulis tentang hasil penelitian yang telah ditempuh. Kesimpulan merupakan hasil
akhir yang dapat penulis berikan sebagai puncak dari kegiatan penelitian yang
dilaksan`akan. Sub-bab yang kedua; saran-saran yang merupakan anjuran penulis
kepada para akademisi yang memiliki perhatian terhadap penelitian sejarah dan
peradaban Islam, terutama yang berkenaan dengan HMI, khususnya HMI Cabang
Ciputat.
22
BAB II
SEJARAH SOSIAL CIPUTAT DAN IAIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Ciputat tahun 1960 adalah sebuah desa kecil yang posisinya ada di selatan kota
Jakarta. Meskipun jaraknya cukup dekat dari Jakarta, namun hanya ada kendaraan
umum “oplet” untuk menuju ke Ciputat.1 Di sebelah Utara Ciputat berbatasan
langsung dengan Jakarta. Sebelah Selatan Ciputat berbatasan dengan daerah, Depok,
dan Parung, Bogor. Sebelah Timur berbatasan dengan DKI Jakarta, Wilayah
Administrasi Jakarta Selatan. Sebelah Barat berbatasan dengan Cisauk dan
Pagedangan.
Dengan kondisi geografis Ciputat yang sangat strategis, sangat dekat dengan
Jakarta sebagai Ibu kota Negara, maka itu sangat wajar jika Ciputat sangat maju
dalam perkembangan ekonomi dan pendidikan. Pada tahun 1950 dikeluarkan PP No.
34 tahun 1950 tentang perguruan tinggi Islam Negeri di bawah Departemen Agama
guna mencetak pegawai dan guru yang berkualitas di lingkungan Departemen Agama
di seluruh Indonesia dan dengan PP tersebut didirikanlah ADIA (Akademi Dinas
Ilmu Agama) pada 1 Juni 1957.2 ADIA inilah cikal bakal dari IAIN dan UIN.
Kemudian pada tahun 1964 Soekarno telah memberikan tanah seluas 200
hektare untuk pembangunan kampus UI di Ciputat setelah melihat Ciputat dari udara.
1A.M. Fatwa, Catatan Awal Berdirinya…., dalam Rusydy Zakaria, dkk, ed., MembingkaiPerkaderan Intelektual, (Ciputat: HMI Cabang Ciputat, Presidium KAHMI Ciputat, UIN JakartaPress dan AM FATWA Center, 2012) h. 7
2Tim Penyusun, Buku Pedoman Akademik tahun 2010, (Ciputat: UIN Jakarta 2010), h. 5
23
Namun tanah yang dibebaskan baru 8,5 hektar dan di lapangan ternyata kurang dari 6
hektar wilayah yang bisa dibangun untuk menjadi kampus UI. Pada 28 September
1965 Presiden Soekarno meletakkan batu pertama dan menandatangani prasasti
pembangunan kampus UI. Namun pembangunan kampus UI tidak pernah terlaksana
karena dua hari setelah itu terjadi G30S/PKI. Lahan yang diperuntukkan menjadi
kampus UI kini telah menjadi komplek dosen UI.3 Ini bukti bahwa Ciputat dahulu
sangat strategis sehingga sempat direncanakan untuk pembangunan kampus UI dan
pembangunan kampus ADIA (saat ini UIN).
Saat berdirinya HMI komisariat Ciputat berinduk pada Cabang Jakarta Raya,
Ciputat merupakan sebuah kecamatan, di bawah Kabupaten Banten dan Provinsi
Jawa Barat. Pada tahun ketiga setelah pendiriannya, HMI komisariat Ciputat
meningkatkan statusnya menjadi Cabang mengingat sangat jauhnya posisi komisariat
Ciputat dengan Cabang Jakarta Raya dan mulai banyaknya mahasiswa yang
mengikuti pelatihan kader di HMI komisariat Ciputat, maka ditingkatkanlah HMI
Komisariat Ciputat, menjadi HMI Cabang Ciputat.4 Sebelum membahas HMI Cabang
Ciputat kita harus mengetahui demografi wilayah tempat HMI Cabang Ciputat
berdiri.
Ciputat merupakan salah satu kecamatan di kabupaten Banten, di propinsi Jawa
Barat. Ciputat merupakan daerah strategis karena berbatasan langsung dengan DKI
Jakarta, karena itu Ciputat sering dianggap bagian dari Jakarta Selatan. Termasuk
3 Azwil Nazir, Sejarah Komplek Dosen UI di Ciputat, diakses tanggal 02 Februari 2014http://Azwilnazir.com/2014/02/02/1482
4A.M. Fatwa, Catatan Awal Berdirinya…., dalam Rusydy Zakaria, dkk, ed., MembingkaiPerkaderan Intelektual…, Op.cit, h. 3
24
IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, kendatipun berdomisili di Ciputat tetapi secara
administratif berada di DKI Jakarta.
Ciputat tahun 1960-an pada waktu HMI komisariat Ciputat, Cabang Jakarta
Raya didirikan, masih merupakan daerah yang cukup sepi. Walaupun letaknya tidak
begitu jauh dengan Jakarta, tetapi akses kendaraan umum dari Jakarta menuju Ciputat
atau sebaliknya tidak begitu baik. Kendaraan umum dari Jakarta menuju Ciputat
hanya ada dari Kebayoran Lama, itupun tidak banyak kendarannya.5 Penduduk di
Ciputat semakin berkembang dan bertambah banyak dikarenakan adanya lembaga
pendidikan tinggi yang berdiri di sana, yaitu ADIA (Akademi Dinas Ilmu Agama)
pada tahun 1957 yang kemudian menjadi IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Syarif
Hidayatullah Jakarta. IAIN ini yang menjadi salah satu faktor semakin banyak dan
berkembangnya penduduk di Ciputat disebabkan mahasiswa yang mengampu
pendidikan di IAIN semakin bertambah banyak dari tahun ke tahun.
Status ADIA berubah menjadi IAIN pada tanggal 24 Agustus 1960 dengan
Peraturan Pemerintah No. 11 yang menggabungkan PTAIN dan ADIA dengan nama
baru IAIN (Institut Agama Islam Negeri) yang berpusat di Yogyakarta dan Prof. Mr.
R.H. A. Soenarjo ditunjuk sebagai Rektor, dibantu oleh Prof. T.M. Hasby Ash-
Shiddieqy sebagai Dekan Fakultas Syari’ah dan Dr. Muchtar Yahya sebagai Dekan
Fakultas Ushuluddin yang berkedudukan di Yogyakarta. Sementara itu kampus yang
berkedudukan di Jakarta menjadi Fakultas Tarbiyah dengan Prof. Dr. Mahmud Yunus
5Ahmad Gaus AF, Api Islam Nurcholish Madjid Jalan Hidup Seorang Visioner, (Jakarta: KompasPenerbit Buku, 2010), h. 28 diceritakan dari pengalaman Cak Nur saat perjalanan kuliah ke IAINSyarif Hidayatullah Jakarta.
25
sebagai dekannya dan Fakultas Adab dengan Prof. Bustomi A. Gani sebagai
dekannya.6
Dalam perkembangannya, pemusatan IAIN yang hanya ada di dua kota tidak
dapat menampung seluruh aspirasi masyarakat di seluruh negeri untuk belajar agama
Islam. Menanggapi aspirasi yang berkembang, pada tahun 1960, MPRS (Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara) melalui TAP-nya merekomendasikan IAIN
untuk dikembangkan di beberapa daerah. Dalam waktu 3 tahun untuk menanggapi
aspirasi dari masyarakat Indonesia, dikembangkan IAIN menjadi 18 fakultas yang
tersebar di seluruh negeri. Fakultas Tarbiyah didirikan di Jakarta, Yogyakarta,
Malang dan Banda Aceh. Fakultas Adab didirikan di Jakarta dan Yogyakarta.
Fakultas Ushuluddin didirikan di Yogyakarta dan Jakarta. Fakultas Syari’ah didirikan
di Yogyakarta, Banda Aceh, Banjarmasin, Palembang, Surabaya, Serang, dan Ujung
Pandang.
Dalam perkembangan IAIN yang pesat, Departemen Agama mengeluarkan
keputusan penting No. 49 tahun 1963 tentang peningkatan IAIN Yogyakarta dan
IAIN Jakarta menjadi lembaga independen. Sejak saat itu IAIN Yogyakarta menjadi
IAIN Sunan Kalijaga dan IAIN Jakarta menjadi IAIN Syarif Hidayatullah. IAIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta mengkoordinasi seluruh fakultas di Jawa Tengah, Jawa
Timur, Kalimantan, dan Sulawesi. Sementara IAIN Jakarta mengkoordinasi fakultas
di Jakarta, Jawa Barat dan Sumatera. Perkembangan kampus IAIN tersebut tidak
6Fuad Jabali & Jamhari, IAIN & Modernisasi Islam di Indonesia, (Ciputat: UIN Jakarta Press,2003), h. 13-14
26
dibarengi dengan kendaraan umum menuju Ciputat masih cukup sulit. Sampai
pertengahan tahun 1970-an hanya ada bus Gamadi, Ajiwirya, dan mobil swif yang
arahnya dari Blok M menuju Ciputat. Bahkan aktivis HMI saat itu jika mengikuti
kajian di luar Ciputat, untuk berangkat dan pulang menggunakan mobil bak terbuka.7
Dalam upaya peningkatan mutu dan menampung permintaan masyarakat untuk
pendidikan tinggi agama Islam, cabang-cabang IAIN di beberapa tempat ditingkatkan
menjadi IAIN yang terpisah dan mandiri. Peraturan Pemerintah No. 27, tanggal 5
Desember 1963. Berdasarkan keputusan tersebut, IAIN Jakarta menjadi mandiri, hal
yang sama terjadi juga pap IAIN ar-Raniry Banda Aceh pada tahun yang sama, IAIN
Raden Fatah Palembang pada 22 Oktober 1964, IAIN Antasari di Kalimantan Selatan
pada 22 November 1964, IAIN Sunan Ampel di Surabaya pada 6 Juli 1965, IAIN
Alaudin Ujung Pandang pada 28 Oktober 1965, IAIN Imam Bonjol Padang pada 21
November 1966, dan IAIN Sultan Taha Saefudin di Jambi pada tahun 1967.8
Pada masa Orde Baru Pemerintah tidak melakukan kebijakan baru apapun,
hanya meneruskan kebijakan—kebijakan lama pada masa Orde Lama. Karena pada
awal Orde Baru pada 1967 – 1971 Kementerian Agama masih dipimpin oleh Saifudin
Zuhri dan KH. Mohammad Dachlan dari Nahdlatul Ulama (NU). Sehingga secara
otomatis tidak ada juga perkembangan di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta selain
bertambahnya mahasiswa.
7Wawancara pribadi dengan Tati Hartimah, Ketua Umum KOHATI Cabang Ciputat periode 1978-1979, Cirendeu, 14 Agustus 2014
8Fuad Jabali & Jamhari, IAIN & Modernisasi Islam, h. 14-15
27
Pada masa kepemimpinan Prof. Dr. Harun Nasution (1973 – 1984), IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dikenal luas sebagai kampus pembaharu. Hal ini disebabkan
karena Harun Nasution banyak mengadakan pembaharuan-pembaharuan dalam
pemikiran Islam dengan menekankan pada Islam rasional. Harun Nasution
mengadakan perubahan kurikulum IAIN yang salah satunya memasukkan matakuliah
filsafat dan menyelenggarakan Program Pascasarjana (PPs). PPs IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta ini merupakan PPs pertama di lingkungan IAIN di seluruh
Indonesia. PPs ini mengawali perkuliahan pada tanggal 1 September 1982. Setelah
peresmian pada 30 Agustus 1982.9 Selain itu untuk memperkuat pemikiran
pembaharuan Islam, Harun Nasution melakukan kuliah umum setiap dua minggu
sekali dan dia sebagai pemberi materinya.
Di IAIN Jakarta pada periode 1973 – 1978 tercatat beberapa orang telah
dikirim untuk melanjutkan ke luar negeri antara lain: ke Australia 6 orang, Inggris 2
orang, Mesir 7 orang, Sudan 2 orang, Kanada 9 orang, Singapura 1 orang, dan
Belanda 8 orang. Sebelumnya tidak pernah ada kebijakan di Departemen Agama
yang seperti itu. Pada periode ini Departemen Agama dipimpin oleh Mukti Ali.10 Ini
memberikan kesempatan pada kader-kader terbaik HMI dan mahasiswa terbaik IAIN
untuk melanjutkan studinya di luar negeri. Seperti yang didapat oleh M. Atho
Mudzhar, Mulyadi Kartanegara, Azyumardi Azra, Komarudin Hidayat, Bachtiar
Effendy, Saiful Mujani, Fuad Jabali, Alimun Hanif, Oman Fathurahman dan lain-lain
yang tak bisa disebutkan satu-persatu. Program ini dilakukan untuk meningkatkan
9Tim Penyusun, Buku Pedoman Akademik tahun 2010, (Ciputat: UIN Jakarta 2010), h. 810Fuad Jabali & Jamhari, IAIN & Modernisasi Islam, h. 19
28
mutu IAIN di Indonesia. Namun, program ini sempat vakum sampai beberapa tahun
dengan alasan yang tidak begitu jelas. Sampai pada akhir 1985, semenjak
Departemen Agama dipimpin oleh Munawir Sjazali, kebijakan ini dilanjutkan secara
formal. Oleh Munawir program ini merupakan salah-satu pilot project yang menjadi
prioritas progam kerjanya.11
Perkembangan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta selain dipengaruhi oleh Rektor
yang menjadi pimpinannya, tetapi juga sangat bergantung pada kebijakan dari
Departemen Agama. Karena IAIN di bawah naungan Departemen Agama. Sejak
diterbitkan Keputusan Menteri Agama Nomor 15 tahun 1988, IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta terdiri dari Fakultas Tarbiyah, Fakultas Adab, Fakultas
Ushuluddin, Fakultas Syari’ah dan Fakultas Dakwah.12
IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta selama ini hanya ada fakultas agama dan
jurusan-jurusan tentang agama. Perkembangan paling besar IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta ketika tahun 1998 saat Azyumardi Azra menjadi Rektor. IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang menjadi simbol umat Islam dan kemajuan pembangunan
nasional, khususnya pembangunan sosial-kegamaan. Perlu upaya untuk
mengintegrasikan ilmu umum dan ilmu agama, lembaga ini mulai mengembangkan
diridengan konsep IAIN dengan mandat yang lebih luas. Langkah ini dimulai dengan
dibukanya jurusan Psikologi, Pendidikan Matematika, Ekonomi, dan Perbankan
Islam pada tahun 1998. Ini adalah langkah awal perubahan IAIN menjadi UIN
11Ibid, h. 2512Tim Penyusun, Buku Pedoman Akademik tahun 2010, h. 8
29
(Universitas Negeri Islam).13 Pada periode ini 1998 Ciputat sudah menjadi daerah
yang cukup ramai. Dengan akses kendaraan umum yang cukup mudah. Sehingga
semakin banyak calon mahasiswa yang ingin berkuliah di IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
13Ibid, h. 8
30
BAB III
HMI CABANG CIPUTAT
A. Dinamika Awal Berdirinya HMI Cabang Ciputat
Bisa dikatakan tradisi intelektual di HMI Cabang Ciputat dimulai oleh Cak Nur,
meskipun pendirian HMI Cabang Ciputat adalah atas inisiatif A.M. Fatwa, Abu
Bakar, Salim Umar, dan Komarudin. Sebelum berkuliah di ADIA Jakarta A.M.
Fatwa pernah mengikuti dan aktif dalam PII di dearah, dari ketua Cabang Sumbawa
Besar, dan ketua Wilayah Nusa Tenggara.1 Selain itu, sebelum A.M. Fatwa kuliah di
ADIA, dia juga sempat berkuliah di Universitas Ibnu Khaldun Jakarta dan telah
mengikuti “perkaderan” HMI di Cabang Jakarta. Dengan pengalaman besentuhan
langsung dengan HMI, A.M. Fatwa berinisiatif mendirikan komisariat Ciputat pada
tahun 1960 saat ADIA berkembang menjadi IAIN di bawah naungan Departemen
Agama dan statusnya menjadi PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri).2 Abu
Bakar dipilih sebagai Ketua Umum, Moh. Salim Umar sebagai ketua I, dan A.M.
Fatwa sebagai ketua II HMI komisariat Ciputat yang dilantik oleh Ketua Umum HMI
Cabang Jakarta Alwi Al-Djahwasyi.3
1A.M. Fatwa, Catatan Awal Berdirinya dan Dinamika Aktivis HMI Cabang Ciputat, dalamRusydy Zakaria dkk, ed., Membingkai Perkaderan Intelektual, Setengah Abad HMI Cabang Ciputat,(Ciputat: HMI Cabang Ciputat, Presidium KAHMI Ciputat, UIN Jakarta Press, AM Fatwa Center,2012) h. 3. Pada saat itu setiap alumni PII dari semasa sekolah sebagai pelajar, saat memasuki jenjangpendidikan yang lebih tinggi, otomatis akan dengan sendirinya untuk mengikuti atau bergabungdengan HMI, mengkuti hasil dari Muktamar Muslimin Indonesia yang ke-2 yang berlangsung diYogyakarta pada 20-25 Desember 1949. Pada saat itu juga kondisi Umat Muslim masih bersatu padusehingga hasil kongres atau muktamar umat Muslim Indonesia masih dijalankan dengan baik.
2IAIN Jakarta sendiri tadinya adalah cabang dari IAIN Yogyakarta, namun pada akhirnya menjadipusat sendiri dan terlepas dari IAIN Yogyakarta.
3A.M. Fatwa, Op.Cit, h.6
31
Setahun kemudian pada tahun 1961 setelah memiliki anggota yang cukup
banyak, pengurus komisariat Ciputat memiliki keinginan untuk meningkatkan
statusnya menjadi HMI Cabang Ciputat. Inisiatif itu diambil karena masalah jauhnya
komisariat Ciputat dengan Cabang Jakarta. Maka dilakukan Rapat Anggota sekaligus
pemilihan pengurus Cabang melalui formatur. Dalam pemilihan tersebut, kembali
terpilih 3 orang formatur yaitu, Abu Bakar, Moh. Salim Umar dan A.M. Fatwa
masing-masing secara berurutan sebagai ketua umum, ketua I dan ketua II, HMI
Cabang Ciputat. Setelah dilakukan timbang-terima jabatan dari Ketua Umum HMI
Cabang Jakarta Alwi Al-Djahwasyi, dan pengurus HMI Cabang Ciputat dilantik oleh
Norsal (Ketua Umum PB HMI periode 1960-1963).4 Pada awal berdirinya HMI
Cabang Ciputat memiliki beberapa komisariat yang merupakan fakultas-fakultas di
lingkungan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu: Tarbiyah, Syari’ah, Adab dan
Ushuludin.
Sebelumnya saat menjadi komisariat Ciputat, untuk menjadi anggota HMI
harus mengikuti MAPRAM yaitu Masa Perkenalan Anggota HMI di Cabang Jakarta.
Setelah memiliki banyak kader, HMI komisariat Ciputat meningkatkan status menjadi
HMI Cabang Ciputat dan menyelenggarakan MAPRAM HMI sendiri, dan makin
bertambah banyaklah anggota HMI Cabang Ciputat. Kegiatan HMI Cabang Ciputat
selanjutnya ialah mengirimkan beberapa anggotanya mengikuti Basic Training pada
cabang-cabang HMI di kota lain, seperti Cabang Jakarta, Cabang Bandung, Cabang
Yogyakarta, dan lain-lain. Kemudian juga menyelenggarakan Basic Training sendiri
4Ibid, h.7
32
yang diikuti pula oleh cabang-cabang lain.5 Saat itu Basic Training adalah pelatihan
yang dilaksanakan oleh setingkat Cabang, dan dalam lingkup nasional (saat ini seperti
LK II Intermadate Training).
Pada kepengurusan periode 1962 – 1963 terpilihlah Moh. Salim Umar sebagai
Ketua Umum, A.M. Fatwa sebagai ketua I, Sokamakarya sebagai ketua II, dan
Nurcholish Madjid sebagai sekretaris umum. Inilah awal mulanya Nurcholish Madjid
ikut bergabung dalam kepengurusan HMI, walaupun pada mulanya mendapat banyak
tolakan, karena Nurcholish Madjid belum pernah menjadi pengurus komisariat.6
Saat awal berdirinya HMI Cabang Ciputat bukan tanpa halang rintang, situasi
tingkat Nasional yang sedang bergejolak, PB HMI mendapat tekanan dari CGMI
(Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia), organisasi underbow PKI, memulai
gerakan “mengganyang HMI”. Aksi pertama tekanan yang dilakukan CGMI pada
tahun 1962, dalam kongres PPMI (Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia)
yang merupakan wadah dari organisasi-organisasi mahasiswa Indonesia, CGMI
berhasil melakukan propaganda dan mengeluarkan HMI dalam kongres tersebut.
Keadaan tersebut menggambarkan posisi PB HMI yang lemah ditingkat nasional.
Alasan-alasan yang dikemukakan oleh CGMI, HMI adalah anak partai terlarang
Masyumi, anti Manipol USDEK (Manipol/USDEK merupakan akronim dari
Manifestasi Politik/ Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi
Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia, yang oleh Presiden
5Moh. Salim Umar, Kenangan Indah di Ciputat, dalam Membingkai Perkaderan Intelektual,Setengah Abad HMI Cabang Ciputat, ed. Rusydy Zakaria dkk, h. 25.
6A.M. Fatwa, Catatan Awal Berdirinya dan Dinamika , h.8
33
Soekarno dijadikan haluan Republik Indonesia.)7, organisasi kontra-revolusi dan lain-
lain. Tuntutan-tuntutan itu tidak hanya meraka lancarkan dalam forum-forum
pertemuan kemahasiswaan seperti pada sidang MMI (Majelis Mahasiswa Indonesia),
tetapi juga dalam rapat-rapat terbuka, bahkan dalam bentuk demonstrasi-demonstrasi.
Hampir setiap hari, surat kabar yang mereka miliki (Harian Rakyat dan Bintang
Timur) memuat berita-berita besar tuntutan pembubaran HMI.8
Pada 17 Oktober 1963 Dewan Mahasiswa (DEMA) IAIN Syarif Hidayatullah
melakukan demonstrasi yang dimotori oleh Salim Umar sebagai Sekretaris Dewan
Mahasiswa IAIN Jakarta dan Ahmad Mudzakkir (alm.) sebagai Ketua Dewan
Mahasiswa IAIN Jakarta. Posisi Salim Umar yang ketika itu menjadi Ketua Umum
HMI Cabang Ciputat, membuat banyak kader HMI Cabang Ciputat itu melakukan
demonstrasi. Demonstrasi bersumber dari ketidakpuasan mahasiswa terhadap
dominasi golongan tertentu di lingkungan Departemen Agama dan IAIN. Saat itu
menteri agama dijabat oleh KH. Saefudin Zuhri, sedangkan rektor IAIN Jakarta
dijabat oleh Prof. Drs. H. Soenardjo. Peristiwa yang sama juga terjadi satu pekan
sebelumnya di IAIN Yogyakarta bahkan sampai menggagalkan Sidang Senat
Terbuka. Dalam demonstrasi di Ciputat para mahasiswa menyatakan
ketidaksenangannya terhadap pola yang serba NU (Nahdatul Ulama) di lingkungan
IAIN. Departemen Agama sangat didominasi oleh NU. Hampir semua posisi penting
7Agussalim Sitompul, Sejarah Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam 1947 – 1975, (Jakarta:Misaka Galiza, 2008) h. 38
8Eko Arisandi, Setengah Abad HMI Cabang Ciputat, Langkah Awal Kader Ciputat MerekanJejak, dalam Membingkai Perkaderan Intelektual, Setengah Abad HMI Cabang Ciputat, ed: RusydyZakaria dkk, h. 268-269
34
dan menentukan kebijakan-kebijakan Departemen Agama dipegang oleh NU.
Dominasi ini melebar ke IAIN. Bahkan Departemen Agama merubah struktur
pimpinan akademis seperti rektor, dekan sampai ke staf administratif.9 Kejadian ini
dimotori oleh HMI dikarenakan saat itu belum ada organisasi mahasiswa yang
berafilias non-NU selain HMI.10
Demonstrasi di IAIN Yogyakarta dan Ciputat ini menjadi masalah penting di
awal kepengurusan PB HMI periode 1963 – 1966 di bawah kepemimpinan
Sulastomo, merasa bertindak cepat dan tegas. Peristiwa ini dinilai sangat tidak
menguntungkan, baik dari segi kepentingan nasional maupun kepentingan umat. Dari
kepentingan nasional, PB HMI merasa perlu menggalang kekuatan-kekuatan serta
pemersatu umat. Tampaknya tidak mungkin, serangan yang gencar dilakukan oleh
CGMI dan PKI pada saat itu dihadapi tanpa adanya dukungan seluruh umat Islam
khususnya dan kekuatan-kekuatan antikomunis lain pada umumnya. Dalam keadaan
seperti ini, peranan Partai NU sangat penting selain bagian Islam dan kekuatan anti-
komunis, NU juga saat itu masuk dalam pemerintahan Soekarno. Atas dasar
pertimbangan inilah dalam rangka kepentingan nasional, PB HMI mengeluarkan
kebijakan untuk memberi sanksi kedua peristiwa yang terjadi di Yogyakarta dan
Ciputat tersebut. Selanjutnya, PB HMI memutuskan pengurus HMI Cabang
Yogyakarta yang baru terpilih tidak disahkan dan kepengurusan yang lama
diperpanjang masa jabatannya. Sedangkan pengurus HMI Cabang Ciputat dibekukan
9Fuad Jabali & Jamhari, IAIN & Modernisasi Islam di Indonesia, (Ciputat: UIN Jakarta Press,2003), h. 16
10Eko Arisandi, Ibid, h. 268-268
35
dan ditunjuklah Syarifudin Harahap, atas nama PB HMI sebagai PLT (Pelaksana
Tugas) Ketua Umum HMI Cabang Ciputat, kepengurusan HMI Cabang Ciputat sejak
saat itu diambil alih oleh PB HMI sampai terbentuknya kepengurusan yang baru.
Di Ciputat sendiri peristiwa 1963 ini menimbulkan trauma psikologis bagi
kader-kader HMI. Karena dalam peristiwa ini terdapat kader-kader HMI yang
ditangkap dan mendekam di penjara, termasuk para dosen yang dianggap mendukung
peristiwa itu. Beberapa aktivis HMI sperti, AM. Fatwa, Salim Umar, Ali Husen,
Jalaluddin Suyuti, Syaifudin Faturusi dan kawan-kawan yang lain ikut mendekam di
penjara akibat tindakan represif aparat dengan tuduhan kontra revolusi dan
merongrong kewibawaan Presiden Pimpinan Besar Revolusi. Pembekuan HMI
Cabang Ciputat sendiri berdampak pula pada seluruh proses perkaderan HMI di
Ciputat yang lumpuh total dalam waktu yang cukup lama. Kader-kader HMI khawatir
menjadi korban penangkapan, sehingga seolah-olah HMI menjadi organisasi yang
menakutkan bagi mahasiswa selain kader HMI. Keadaan ini menjadi hal yang tidak
mudah untuk menghidupkan kembali perkaderan di Ciputat. Terutama bagi M. Salim
Umar yang saat itu menjabat sebagai ketua umum, bahkan dia sendiri sempat dipaksa
mundur dari jabatannya. Baru setelah keadaan membaik, didorong kader-kader yang
lebih muda seperti Nurcholish Madjid dan Musthoha, perkaderan di HMI Cabang
Ciputat mulai berdenyut kembali pada periode berikutnya.
Setelah pulih pasca pembekuan pada 1963, Nurcholish Madjid bersama kader-
kader angkatannya menghidupkan kembali perkaderan HMI Cabang Ciputat. Fase ini
menjadi pijakan perubahan dalam perkembangan sejarah HMI Cabang Ciputat.
36
Nurcholish Madjid terpilih menjadi Ketua Umum HMI Cabang Ciputat untuk periode
1964-1965.11 Cak Nur inilah yang mengawali perkaderan intelektual di HMI Cabang
Ciputat. Karyanya yang sangat penting pada fase ini adalah risalah kecil berjudul
Dasar-Dasar Islamisme yang menjadi materi pelatihan dalam training-training HMI
saat itu. Dalam membuat karyanya itu Cak Nur terinspirasi materi yang dibawakan
oleh Mar’ie Muhammad dari buku Islam dan Sosialisme karya H.O. S.
Cokroaminoto.12 Materinya yang Cak Nur buat yang berjudul Dasar-dasar Islamisme
awalnya sering dibawakan di HMI Cabang Ciputat saja. Materi yang Cak Nur
bawakan terdengar oleh Ketua Badko13 (Badan Koordinasi) Jawa Barat Ahmad
Nurhani dan meminta Cak Nur membawakan materinya ke seluruh pelatihan yang
dilakukan cabang-cabang HMI se-Jawa Barat. Aktivitasnya memberi ceramah di
Badko se-Jawa Barat terdengar oleh Pengurus Besar HMI yang ketika itu Ketua
Umumnya Sulastomo. Akhirnya Cak Nur ditarik dalam kepengurusan di PB HMI
dengan tugas untuk memberikan ceramah tentang materinya tersebut.14
Sebelum menjadi Ketua Umum HMI Cabang Ciputat, Cak Nur sudah sering
muncul dalam forum-forum nasional sebagai juru bicara HMI Cabang Ciputat, salah
11Menurut Fachry Ali yang terpenting bukanlah mengenai jabatan-jabatan yang diemban olehNurcholish Madjid, saat sebagai Ketua Umum Cabang HMI, Ketua Badko HMI Jawa Barat atau saatmenjabat sebagai Kteua Umum PB HMI selama dua periode, tetapi yang terpenting adalah HMICabang Ciputat telah memberi wadah pertama bagi kreasi intelektual Nurcholish Madjid untukdiwariskan. Lihat Fachry Ali Prolog; Lima Puluh Tahun HMI Cabang Ciputat; sebuah Narasi tentangWarisan Intelektual, h. xxvi
12Ahmad Gaus AF, Api Islam Nurcholish Madjid, Jalan Hidup Seorang Visioner, (Jakarta:Kompas, 2010) h. 38
13Badan Koordinasi (Badko) adalah badan pembantu Pengurus Besar. Badko HMI dibentuk untukmengkoordinir HMI Cabang di bawah koordinasinya. Masa Jabatan Badko disesuaikan dengan masajabatan Pengurus Besar. Lihat Anggaran Rumah Tangga HMI BAB II Struktur Organisasi, Bagian V.Badrudduja, Arridho Sugiarto, Modul LK I basic training HMI Cabang Ciputat, (Ciputat: HMI CabangCiputat, 2011) h. 46
14Ahmad Gaus AF, Api Islam Nurcholish Madjid., h. 39
37
satunya saat ketika kongres HMI ke-7 di Masjid Agung al-Azhar, yang
diselenggarakan pada tanggal 8-14 September 1963. Saat itu, PB HMI melakukan
kebijakan adaptasi nasional sebagai usaha menyelamatkan HMI dari ancaman isu
pembubaran HMI. Pro-kontra muncul dari cabang-cabang utusan Kongres. Cak Nur
atas nama HMI Cabang Ciputat menyampaikan pandangan yang menentang keras
kebijakan adaptasi nasional yang dilakukan oleh PB HMI. Nurcholish langsung
mendapat teguran secara lisan dari para senior HMI Cabang Ciputat saat itu seperti
A.M. Fatwa.
Dengan aktivitasnya sebagai Ketua Umum HMI Cabang Ciputat, sekaligus
bagian dari PB HMI yang bertugas memberikan ceramah tentang materinya yang
berjudul Dasar-dasar Islamisme hampir di seluruh Cabang di Indonesia, Cak Nur
menjadi terkenal sebagai salah satu tokoh pembaharuan dalam Islam. proses inilah
yang membuat Cak Nur kemudian terpilih sebagai ketua umum PB HMI selama dua
periode berturut-turut (1966-1969 dan 1969-1971). Pada fase ini Nurcholish tercatat
antara lain merumuskan Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) sebagai naskah
ideologis yang sampai sekarang masih dipakai pada setiap pelatihan di HMI. Pada
saat memimpin PB HMI Nurcholish Madjid sering melontarkan ide-ide pembaharuan
dalam berbagai tulisannya seperti “Modernisasi ialah Rasionalisasi bukan
Westernisasi”, “Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat”
dan lain-lain. Meskipun terjadi pro-kontra, namun ide-ide pembaharuannya
mencatatkan namanya sebagai “kader intelektual”15 dalam HMI. Diakui atau tidak,
15Eko Arisandi, Opcit, h. 272-273
38
prestasi dan ketokohan Nurcholish Madjid tak terelakan kemudian membangun citra
baik bagi HMI Cabang Ciputat sebagai perkaderan intelektual yang membedakan
dengan cabang-cabang lain.16
Terlepas dari berbagai penafsiran lainnya, perkembangan tradisi intelektual di
lingkungan HMI Cabang Ciputat yang kian lama kian ajeg ini merupakan respon dari
generasi selanjutnya terhadap tradisi intelektual yang dilakukan Cak Nur di Ciputat.
Pada fase awal perkembangan tradisi intelektual ini, tokoh yang paling langsung
menorehkan pengaruhnya adalah M. Dawam Raharjo yang memberikan kesempatan
perkembangan intelektual sehingga kader-kader HMI Cabang Ciputat terbawa dalam
berbagai intellectual events tingkat internasional.17
B. Kualitas Insan Cita HMI
Organisasi harus memiliki tujuan yang jelas, hingga setiap usaha yang
dilakukan oleh organisasi tersebut dapat dilaksanakan dengan teratur. Begitu pula
dengan HMI. HMI memiliki tujuan “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi
yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil
makmur yang diridhoi Allah SWT.” Sesuai yang tercantum dalam Anggaran Dasar
HMI pasal IV yang disahkan dalam kongres ke-9 di Malang pada tanggal 3 – 10 Mei
16Pengalaman ini didapat hampir rata-rata kader HMI Cabang Ciputat yang sedang berkunjung keHMI cabang lain, semisal dalam mengikuti LK 2. Kader-kader Ciputat terkesan masih dihormati olehcabang-cabang lain se-Indonesia. Kader-kader HMI Cabang Ciputat akan heran, karena kader-kaderHMI dari cabang lain sangat antusias bertanya tentang Cabang Ciputat, atau bahkan terkesan kagumdengan Cabang Ciputat. Hal ini tak lain karena karya-karya alumninya serta banyak tokoh Nasionalberasalan dari HMI Cabang Ciputat.
17Fachry Ali, “Intelektual, Pengaruh Pemikiran dan Lingkungannya” pengantar dalamNurcholish Madjid, Dialog Keterbukaan; Artikulasi Nilai Islam dalam Wacana Sosial PolitikKontemporer (Jakarta: Paramadina, 1998).
39
1969. Selain menghasilkan tujuan tersebut dalam kongres tersebut Cak Nur terpilih
sebagai Ketua Umum PB HMI. Rumusan tujuan tersebut HMI bukannya organisasi
massa dalam pengertian kuantitatif, sebailknya HMI secara kualitatif merupakan
lembaga pengabdian dan pengembangan ide, bakat dan potensiyang mendidik,
memimpin dan membimbing para anggotanya untuk mencapai tujuan tersebut.18
Perwujudan dari tujuan tersebut tercermin dalam kualitas insan cita yang harus
dimiliki oleh kader HMI.
Kualitas insan cita HMI merupakan dunia cita yang terwujud dalam HMI
melalui pribadi seorang manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan serta
mampu melaksanakan tugas kerja kemanusiaan. Kualitas tersebut sebagaimana dalam
pasal 4 Anggaran Dasar HMI (AD) yaitu sebagai berikut:
1. Kualitas Insan Akademis
a. Berpendidikan tinggi, berpengetahuan luas, berfikir rasional, objektif dan
kritis.
b. Memiliki kemampuan teoritis, mampu memformulasikan apa yang diketahui
dan dirahasiakan. Dia selalu berlaku dan menghadapi suasana sekelilingnya
dengan kesadaran.
c. Sanggup berdiri sendiri dengan lapang ilmu pengetahuan sesuai dengan ilmu
pilihannya, baik secara teoritis maupun teknis dan sanggup bekerja secara
alamiah yaitu secara bertahap. Teratur, mengarah pada tujuan sesuai dengan
prinsip-prinsip perkembangan.
18Badrudduja, Arridho Sugiarto, Modul LK I basic training HMI Cabang Ciputat h. 83
40
2. Kualitas Insan Pencipta; Insan Akademis Pencipta
a. Sanggup melihat kemungkinan-kemungkinan lain yang lebih dari sekedar
yang ada dan bergairah besar untuk menciptakan bentuk-bentuk baru yang
lebih baik dan bersikap dengan bertolak dari apa yang ada (yaitu Allah).
Berjiwa penuh dengan gagasan-gagasan kemajuan, selalu mencari perbaikan
dan pembaharuan.
b. Bersifat independen dan terbuka, tidak isolatif. Insan yang menyadari dengan
sikap demikian. Potensi kreatifnya dapat berkembang dan menentukan bentuk
yang indah.
c. Dengan ditopang kemampuan akademisnya dia mampu melaksanakan tugas
kemanusiaan yang disemangati ajaran Islam.
3. Kualitas Insan Pengabdi; Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi
a. Ikhlas dan sanggup berkarya demi kepentingan orang banyak atau untuk
sesama umat.
b. Sadar membawa tugas insan pengabdi, bukan hanya membuat dirinya baik,
tetapi juga mampu membuat lingkungan disekelilingnya menjadi lebih baik.
c. Insan akademis, pencipta dan pengabdi adalah bersungguh-sungguh
mewujudkan cita-cita dan ikhlas mengamalkan ilmunya untuk kepentingan
sesama.
41
4. Kualitas Insan yang bernafaskan Islam; Insan Akademis, Pencipta,
Pengabdi yang bernafaskan Islam
a. Islam yang telah menjiwai dan memberi pedoman pola pikir dan pola lakunya
tanpa memakai merk Islam. Islam akan menjadi pedoman dalam berkarya dan
mencipta sejalan dengan nilai-nilai universal Islam. Dengan demikian Islam
telah menapaki dan menjiwai karyanya.
b. Ajaran Islam telah berhasil membentuk unity personality dalam dirinya. Nafas
Islam telah membentuk pribadinya yang utuh tercegah dari split personality
tidak pernah dilema pada dirinya sebagai warga Negara dan dirinya sebagai
muslim insan cita ini telah mengintegrasikan masalah suksesnya dalam
pembangunan nasional bangsa ke dalam suksesnya perjuangan umat Islam
Indonesia dan sebaliknya.
5. Kualitas Insan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil
makmur yang diridhoi Allah SWT
a. Insan akademis, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam dan
bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi
Allah SWT.
b. Berwatak sanggup memikul akibat-akibat yang dari perbuatannya sadar
bahwa menempuh jalan yang benar diperlukan adanya kesadaran moral.
c. Spontan dalam menghadapi tugas, responsif dalam menghadapi persoalan-
persoalan dan jauh dari sikap apatis.
42
d. Rasa tanggung jawab, taqwa kepada Allah SWT yang menggugah untuk
mengambil peran aktif dalam suatu bidang dalam mewujudkan masyarakat
adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.
e. Korektif terhadap setiap langkah yang berlawanan dengan usaha mewujudkan
masyarakat yang adil dan makmur.
f. Percaya pada diri sendiri dan sadar akan kedudukannya sebagai khalifah fil
ard yang harus melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan.19
C. Nilai-nilai Dasar Perjuangan HMI sebagai Warisan Intelektual Cak Nur
Nilai-nilai Dasar Perjuangan HMI sangat identik dengan sosok Cak Nur.
Meskipun Cak Nur merumuskan naskah NDP tidak sendiri, bersama Syakib Mahmud
dan Endang Saifudin Anshori. Namun, buah pikiran Cak Nur lebih mendominasi
dalam naskah NDP ini.
Naskah NDP dibuat oleh Cak Nur saat menjadi Ketua Umum PB HMI periode
pertama (1966 - 1969). Setelah Cak Nur melakukan perjalanan ke Timur Tengah
yang menginspirasinya untuk membuat suatu tulisan yang dasar dari ideologi HMI.
Naskah NDP disahkan pada kongres ke-9 di Malang pada tanggal 3 – 10 Mei 1969
dan mengantarkan Cak Nur menjadi Ketua Umum PB HMI untuk kedua kalinya.20
Dalam Naskah NDP Bab I menjelaskan tentang Dasar-dasar Kepercayaan.
Hidup yang benar dimulai dengan percaya atau iman kepada Allah SWT dan
19Badridduja & Arridho Sugiarto, Modul Latihan Kader I, HMI Cabang Ciputat. h. 86-8820Agussalim Sitompul, Sejarah Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam, h. 146
43
kecintaan kepada-Nya yaitu taqwa. Iman dan taqwa bukanlah nilai yang statis dan
abstrak. Nilai-nilai itu memancar dengan sendirinya dalam bentuk kerja nyata bagi
kemanusiaan dan amal soleh. Iman tidak memberi arti apa-apa bagi manusia jika
tidak disertai dengan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan yang sungguh-sungguh
untuk menegakkan perikehidupan yang benar dalam peradaban dan kebudayaan.21
Bab I NDP ini sejalan dengan ideologi bangsa yaitu Pancasila dalam sila pertama
yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Bab II NDP HMI membahas Pengertian-pengertian Dasar Tentang
Kemanusiaan. Iman dan takwa dipelihara dan diperkuat dengan melakukan ibadah
atau pengabdian formil kepada Tuhan, ibadah mendidik individu agar tetap ingat dan
taat kepada Tuhan dan berpegang tuguh kepada kebenaran sebagai mana dikehendaki
oleh hati nurani yang hanif. Segala sesuatu yang menyangkut bentuk dan cara
beribadah menjadi wewenang penuh dari pada agama tanpa adanya hak manusia
untuk mencampurinya. Ibadat-ibadat yang terus menerus kepada Tuhan menyadarkan
manusia akan kedudukannya di tengahh alam dan masyarakat dan sesamanya. Ia telah
melebihkan sehingga kepada kedudukan Tuhan dengan merugikan orang lain, dan
tidak mengurangi kehormatan dirinya sebagai mahluk tertinggi dengan akibat
perbudakan diri kepada alam maupun orang lain.22
Bab III NDP HMI membahas tentang Kemerdekaan Manusia (Ikhtiar) dan
Keharusan Universal (Takdir). Kerja kemanusiaan atau amal saleh mengambil
21Badridduja & Arridho Sugiarto, Modul Latihan Kader I, h. 12622PB HMI, Hasil-Hasil Ketetapan Kongres XXIV, (Jakarta: Pengurus Besar HMI 2003), h. 31
44
bentuknya yang utama dalam usaha yanag sungguh - sungguh secara essensial
menyangkut kepentingan manusia secara keseluruhan, baik dalam ukuran ruang
maupun waktu yang menegakkan keadilan dalam masyarakat sehingga setiap orang
memperoleh harga diri dan martabatnya sebagai manusia. Hal itu berarti usaha -
usaha yang terus menerus harus dilakukan guna mengarahkan masyarakat kepada
nilai - nilai yang baik, lebih maju dan lebih insani usaha itu ialah "amar ma'ruf ,
disamping usaha lain untuk mencegah segala bentuk kejahatan dan kemerosotan nilai
- nilai kemanusiaan dan nahi mungkar. Selanjutnya bentuk kerja kemanusiaan yang
lebih nyata ialah pembelaan kaum lemah, kaum tertindas dan kaum miskin pada
umumnya serta usaha - usaha kearah penungkatan nasib dan taraf hidup mereka yang
wajar dan layak sebagai manusia.23 Bab III ini sejalan dengan Pancasila sila kedua
yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.
Bab IV NDP HMI membahas tentang Ketuhanan yang Maha Esa dan
Kemanusiaan. Kesadaran dan rasa tanggung jawab yang besar kepada kemanusiaan
melahirkan jihad, yaitu sikap berjuang. Berjuang itu dilakukan dan ditanggung
bersama oleh manusia dalam bentuk gotong royong atas dasar kemanusiaan dan
kecintaan kepada Tuhan. Perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan menuntut
ketabahan, kesabaran, dan pengorbanan. Dan dengan jalan itulah kebahagiaan dapat
diwujudkan dalam masyarakat manusia. Oleh sebab itu persyaratan bagi berhasilnya
perjuangan adalah adanya barisan yang merupakan bangunan yang kokoh kuat.
Mereka terikat satu sama lain oleh persaudaraan dan solidaritas yang tinggi dan oleh
23Ibid, h. 31
45
sikap yang tegas kepada musuh - musuh dari kemanusiaan. Tetapi justru demi
kemanusiaan mereka adalah manusia yang toleran. Sekalipun mengikuti jalan yang
benar, mereka tidak memaksakan kepada orang lain atau golongan lain.24
Bab V membahas tentang individu dan masyarakat. Individu atau manusia
memiliki kemerdekaan pribadi, dan kemerdekaan pribadi itu adalah hak asasi yang
pertama dan yang paling berharga. Manusia memiliki kemerdekaan pribadi setelah
manusia bertauhid kepada Tuhan. Karena dengan bertauhid manusia bebas dari segala
ketergantungan terhadap selain Tuhan. Kerena ketergantuangan kepada selain Tuhan
itu syirik dan syirik adalah awal segala kejahatan. Manusia hidup dalam suatu bentuk
hubungan tertentu dengan dunia sekitarnya, sebagai makhluk sosial. Untuk itu,
manusia merdeka harus juga menjaga kemerdekaan orang lain dalam masyarakat.
Bab VI membahas Keadilan Sosial dan Keadilan Ekonomi. Kerja kemanusiaan
atau amal saleh itu merupakan proses perkembangan yang permanen. Perjuang
kemanusiaan berusaha mengarah kepada yang lebih baik, lebih benar. Oleh sebab itu
manusia harus mengetahui arah yang benar dari pada perkembangan peradaban
disegala bidang. Dengan perkataan lain, manusia harus mendalami dan selalu
mempergunakan ilmu pengetahuan. Kerja manusia dan kerja kemanusiaan tanpa ilmu
tidak akan mencapai tujuannya, sebaliknya ilmu tanpa rasa kemanusiaan tidak akan
membawa kebahagiaan bahkan mengahancurkan peradaban. Ilmu pengetahuan
adalah karunia Tuhan yang besar artinya bagi manusia. Mendalami ilmu pengetahun
harus didasari oleh sikap terbuka. Mampu mengungkapkan perkembangan pemikiran
24Badridduja & Arridho Sugiarto, Op.Cit, h. 127
46
tentang kehidupan berperadaban dan berbudaya. Kemudian mengambil dan
mengamalkan diantaranya yang terbaik.25 Sejalan dengan sila kelima dalam Pancasila
yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Dalam NDP terdapat banyak kesamaan dengan Pancasila sebagai Ideologi
bangsa. HMI dengan NDP dan kualitas insan cita berusaha ikut aktif dalam
pembangunan kader-kader penerus bangsa ini, dengan semangat ke-Islaman, ke-
Indonesiaan dan ke-Modernan. Dari NDP tugas kader HMI disederhanakan menjadi
beriman, berilmu, dan beramal.
25Ibid, h, 128
47
BAB IV
PERKEMBANGAN TRADISI INTELEKTUAL HMI CABANG
CIPUTAT 1960-1998
Tradisi Intelektual sesuai dengan desain operasional yang dijelaskan pada Bab
I, adalah adat atau kebiasaan yang dianggap paling baik dan benar yang dapat
mendukung proses terbentuknya kemampuan seorang intelektual (cerdas, berakal,
berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan, mempunyai kecerdasan tinggi,
menyangkut pemikiran dan pemahaman) beserta nilai-nilai yang harus dimiliki;
kritis, kreatif, objektif, analitis dan bertanggung jawab, sehingga akan
menghasilkan karya intelektual yang adil, benar dan rasional.
Tradisi intelektual tersebut sudah sepatutnya sangat dekat dengan kehidupan
mahasiswa ataupun organisasi mahasiswa, karena di tangan generasi muda inilah
nasib bangsa dipertaruhkan. Jika generasi mudanya tidak memiliki tradisi
intelektual yang kuat untuk membangun masa depan bangsa sudah barang tentu di
masa depan bangsa ini tidak dapat mewujudkan cita-cita dan keinginan para
pendiri bangsa. Untuk itu sangat penting jika mahasiswa memiliki tradisi
intelektual baik individu ataupun kelompok. Seperti halnya tradisi intelektual
yang ada dalam HMI Cabang Ciputat, yang senantiasa dikembangkan. Dalam
perjalannya tradisi intelektual pada kehidupan para kader HMI Cabang Ciputat,
mengalami pasang-surut. Pada setiap masa mengembangkan sendiri pola
perkaderan yang membentuk suatu tradisi intelektual. Selain itu kondisi sosial-
politik yang terjadi di lingkungan kampus maupun dinamika politik yang terjadi
pada tingkat nasional mempengaruhi civitas akademika dengan aturan-aturan
48
yang diterapkan melalui universitas juga turut mempengaruhi pasang-surutnya
tradisi intelektual di HMI Cabang Ciputat. Maka dari itu penting melihat
perkembangan tradisi intelektual HMI Cabang Ciputat dari awal terbentuknya
HMI Cabang Ciputat sampai awal era reformasi dari berbagai sisi guna
mengetahui pola tradisi intelektual dalam kurun waktu tersebut.
A. Cak Nur sebagai Tonggak Pewaris Tradisi Intelektual di HMI
Tradisi Intelektual di HMI Cabang Ciputat dibangun, dibentuk, dikembangkan
dan diwariskan oleh Cak Nur1 kepada kader-kader HMI lainnya baik yang
setingkatan ataupun yang di bawah tingkatan. Cak Nur mempunyai kemampuan
intelektual itu bukan tanpa proses panjang. Sehingga Cak Nur dapat
mengeluarkan kemampuan intelektualnya dengan karya-karya tulisannya yang
sangat luar biasa yang kemudian jejaknya diikuti oleh teman-teman semasanya
seperti Mursyid Ali, A. Syarifudin, M. Atho Mudzhar, Ridho Masduki, dan
junior-juniornya seperti Fachry Aly, Komarudin Hidayat, Hadimulyo, Hari
Zamharir, Azyumardi Azra, Kurniawan Zulkarnain, dan masih banyak lainnya
yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Kemampuan intelektual Cak Nur mengalami proses yang panjang juga, sejak
kecil dia dapat menikmati dua model pendidikan, pendidikan yang pertama
pendidikan Madrasah yang mengajarkan tentang keagamaan dan pendidikan
umum seperti Sekolah Rakyat (SR), Sekolah Menengah Pertama, (SMP), dan
melanjutkan di Pesantern Darul Ulum, Rejoso. Namun pendidikannya di Rejoso
1Dengan pemikiran pembaharuan dalam Islam yang diwariskan dalam naskah NDP yangberisi semangat ke-Islaman, ke-Indonesiaan, dan ke-Modernan, yang hingga kini masih digunakandalam pelatihan HMI hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Fachry Ali, Lima Puluh Tahun HMICiputat, Sebuah Narasi Tentang Warisan Intelektual, dalam Rusydy Zakaria dkk, MembingkaiPerkaderan Intelektual.... h. xxix
49
tidak bertahan lama, ini disebabkan karena ayah dan ibu Cak Nur merupakan
aktivis Masyumi dan pada saat itu sedang terjadi gejolak politik antara partai
Masyumi dengan partai NU.2 Yang kemudian Cak Nur melanjutkan
pendidikannya di Pondok Pesantren Modern Gontor. Pada jenjang pendidikan di
Gontor ini banyak memberikan bekal ilmu keagamaan yang dipelajari dengan
metode modern, serta penguasaan bahasa Inggris dan Arab yang menjadi bekal
nantinya ketika Cak Nur melanjutkan jenjang pendidikannya di IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Status Cak Nur sebagai mahasiswa IAIN, keikutsertaannya di dalam HMI
Cabang Ciputat, jarak geografis yang tak terlalu jauh dengan ibu kota adalah
infrastuktur yang mempertemukannya dengan tokoh-tokoh muda Masyumi
tingkat Nasional, seperti Buya Hamka. Masjid Agung Al-Azhar di Kebayoran
Baru menjadi basis kekuatan politik untuk melawan PKI dan kekuatan-kekuatan
politik masa Demokrasi Terpimpin yang sedang bertarung dengan sengit.3
Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas, Cak Nur mempunyai
kemampuan menyimak dan mengambil makna secara distingtif atau berbeda dari
perjalanannya ke Timur Tengah.4 Sebelumnya saat menjadi Ketua Umum PB
HMI Cak Nur mendapat kesempatan untuk berkunjung ke Amerika Serikat
selama lima pekan setelah mendapat undangan dari Dubes Amerika Serikat di
2Anas Urbaningrum, Islam dan Demokrasi; Pemikiran Cak Nur, (Tesis Fakultas Ilmu Sosialdan Ilmu Politik Program Pasca Sarjana, Universitas Indonesia, Jakarta 2000) h. 38. Ayah dan IbuCak Nur telah membawa proses perubahan budaya politik dari pola kepemimpinan tradisionalmenuju kepemimpinan Islam modern. Masyumi pada saat itu dipimpin dan dikelola oleh kaumintelektual muslim, yang merupakan lapisan pertama santri yang berinterakasi dengan pendidikanBarat.
3Fachry Ali, Op.Cit, h. xxvii4Lukisan tentang pengalamannya di Timur Tengah, dapat dilihat pada Solichin, HMI:
Candradimuka Mahasiswa (Jakarta: Sinergi Persadatama Foundation 2010) h. 215-238.
50
Indonesia. Sebab Dubes Amerika di Indonesia telah melihat dinamika politik
Islam di Indonesia dengan HMI. Yang terpenting di sini adalah setelah kembali
dari Timur Tengah, Cak Nur mendapati Timur Tengah sedang mengalami
deintelektualisasi (kehilangan daya intelektual) akut, ketika nilai kemanusiaan,
demokrasi, lingkungan kehidupan dan keislaman tidak memberikan pantulan
intelektual terhadap kesadaran kolektif dan individual. Kenyataan ini
mendorongnya untuk menyempurnakan gagasan yang tertuang dalam “Dasar-
dasar Islamisme” dan “Modernisasi ialah Rasionalisasi” ke dalam sebuah karya
yang lebih komprehensif yaitu “Nilai-nilai Dasar Perjuangan” (NDP) bersama
Sakib Mahmud dan Endang Saifuddin Anshori yang dikukuhkan dalam kongres
HMI ke-9 di Malang, Jawa Timur pada 1969.5 Dari sini adalah salah satu bukti
kualitas Intelektual Cak Nur dan dilanjutkan dengan hasil-hasil karyanya yang
lain.
Dengan NDP inilah warisan intelektual pertama Cak Nur, sebagai warga HMI
Cabang Ciputat, dalam bentuk gagasan sistematis dan komprehensif
dipresentasikan dalam setiap training di HMI. Sebab secara keseluruhan, NDP
membedah hubungan antara Tuhan dengan manusia dan alam; posisi individu dan
masyarakat, keadilan sosial dan ekonomi, serta kedudukan ilmu pengetahuan bagi
manusia. Karya-karya pemikiran berikutnya yang dihadirkan Cak Nur terfokus
pada gagasan pembaharuan pemikiran Islam. Cak Nur bukan hanya seorang
terpelajar, melainkan juga aktor aktif dalam gerakan intelektual. Kombinasi antara
kesarjanaan dan aktor gerakan intelektual ini telah menciptakan khazanah tak
ternilai yang diwariskan Cak Nur. Di samping struktur pengalaman yang bisa
5Prof. Agussalim Sitompul, Sejarah Perjuangan HMI 1947-1975, (Jakarta: Misaka Galiza, 2008),h. 146
51
dijadikan model, rekonstruksi pemikiran dan gerakannya telah terkonservasi
dalam lusinan tesis pada tingkat master dan doktoral dari sarjana-sarjana dalam
dan luar negeri. Bahkan mungkin Cak Nur adalah segelintir ilmuwan di dunia
yang buah pemikirannya memadai untuk melahirkan ensiklopedia6 tersendiri.
Dilihat dari konteks ini, posisi dan prestasi intelektual Nurcholih Madjid sulit
tertandingi oleh siapapun di Indonesia.7
Tradisi intelektual dimulai oleh generasi Cak Nur, dengan Cak Nur sendiri
sebagai pelopor intelektualnya dan berada di puncak sendirian. Pada waktu itu
terdapat jarak intelektual antara generasi Cak Nur dengan generasi di bawahnya.
Pada generasi selanjutnya yang lebih dekat dengan Cak Nur antara lain Mursjid
Ali, M. Atho Mudzhar, Lukman Hakim Batalemba. Bukan hanya membaca,
berdiskusi, berbagi literatur, tetapi juga menulis yang selalu jadi santapan sehari-
hari para kader HMI. Cak Nur benar-benar dapat menjadi panutan bagi para kader
HMI, bagaimana tidak seseorang yang berasal dari IAIN, mempunyai
pengetahuan yang begitu luas tentang bidang-bidang non agama dan begitu fasih
dalam berbahasa asing, terutama Inggris dan Perancis seperti lulusan dari kampus
umum. Kepiawaian Cak Nur bukan saja fasih menyebut ayat-ayat al-Qur’an,
melainkan juga mengaitkan persoalan-persoalan Islam kepada dunia di luar
dengan kekuatan analisis, ia mendemontrasikan ketika menjadi pemateri dalam
pelatihan-pelatihan di HMI, telah memotivasi kader-kader juniornya di Ciputat.
Itu menjadikan inspirasi bagi generasi sesudahnya. Tradisi menulis sendiri di HMI
Cabang Ciputat telah dimulai sejak akhir 60-an, saat M. Atho Mudzhar aktif
6Di bawah kerja gigih Budhy Munawar-Rahman, telah terbit pada 2006 ensiklopedi Cak Nursebanyak 4 jilid, masing-masing terdiri dari lebih 700 halaman.
7Fachry Ali, Lima Puluh Tahun HMI Ciputat, Sebuah Narasi Tentang Warisan Intelektual,dalam Rusydy Zakaria dkk, Membingkai Perkaderan Intelektual.... h. xxxi
52
menjadi pimpinan Buletin Pemersatu bersama kawan-kawan HMI yang lain.
Generasi sesudahnya angkatan 70-an ke atas seperti Fachry Ali, Hadimulyo,
Komarudin Hidayat, Nabhan Husein, Kurniawan Zulkarnaen, Hari Zamharir,
Azyumardi Azra, Pipip A Rifai, Iqbal Abd Rauf Saimima (alm), Bahtiar Effendy,
Badri Yatim (alm) dan lain-lain seperti ingin menyamai apa yang telah dicapai
oleh Cak Nur. Sehingga semangat ini yang mereka pegang untuk membentuk
intellectual community di Ciputat dengan diskusi rutin, membagi-bagi literatur,
saling mengkritik, sampai pada saling membantu dalam penampilan di depan
publik dan mewajibkan untuk menulis. Yang terpenting adalah ketika semangat
intelektual ini dilanjutkan secara kolektif. Untuk makin mempertajam
intelektualnya pada saat itu dilakukan pelatihan menulis.8
Kemudian lewat perkawanan di HMI juga angkatan 1970-an Fachry Aly,
Komarudin Hidayat, Azyumardi Azra, dkk mendapatkan mentor yang sangat baik.
M. Dawan Raharjo walaupun bukan alumni dari HMI Cabang Ciputat melainkan
HMI Cabang Yogya, namun berkat perkawanan di HMI, M. Dawan Raharjo
menjadi mentor yang baik bagi kawan-kawan angkatan 70-an dalam menulis.
Dengan mengajak bergabung dan aktif dalam LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat) LP3ES, sehingga kemampuan menulisnya semakin baik dan
mengembangkan Tradisi Intelektual. Karena tak bisa dipungkiri memainkan
peranan konkrit dalam usaha peningkatan kehidupan manusia dan lingkungan.9
HMI Cabang Ciputat saat itu cukup beruntung karena sering didatangi oleh para
8Fachry Ali dan kawan-kawan dipengaruhi oleh M. Dawan Raharjo untuk mendirikan lembagaHP2M. melalui lembaga-lembaga ini berbagai latihan dan praktik penelitian serta pengembanganmasyarakat dilakukan oleh para kader angkatan 70-an yang kemudian melahirkan kelompok studidi Ciputat. Cak Nur, Dialog Keterbukaan (Jakarta: Paramadina 1998) h. xxxiv
9Azyumardi Azra, Kondisi Kemanusiaan Lebih Baik: Agenda LPSM-LSM, Panji MasyarakatNo 532, (Februari 1987) h. 36
53
senior dan tokoh-tokoh HMI yang memberikan wejangan berharga bagi kader-
kader; antara lain Ahmad Tirtosudiro, Dahlan Ranuwihardjo, dr. Sulastomo,
Mar’ie Muhammad, Ridwan Saidi, M. Dawan Raharjo, Eky Syahruddin, Fahmi
Idris, dan lain-lain. Wejangan-wejangan yang diberikan sangat memotivasi diri
kader-kader untuk meningkatkan kualitasnya.
Pada awal tahun 70-an juga kader-kader HMI menjadi bintang di kampus yang
mendominasi momen-momen penting kegiatan mahasiswa. Mursyid Ali misalnya
setelah menjadi ketua umum HMI Cabang Ciputat periode 1971-1972, juga
menjadi ketua umum Dewan Mahasiswa (DEMA) periode 1973-1975. Pada
periode ini, DEMA IAIN sangat aktif, beberapa kegiatannya adalah mengirimkan
kunjungan muhibah empat orang anggotanya ke Malaysia atas undangan
pemerintah Malaysia, kemudian menjadi tuan rumah BKSDM IAIN se-Indonesia
dan Porseni Mahasiswa se-Jakarta, serta mengadakan Leadership Training Course
(LTC) yang diikuti oleh seluruh cabang IAIN di Jakarta. Selain pada masa
Mursyid Ali, DEMA IAIN pada tiga periode sebelumnya juga diisi oleh kader-
kader HMI, seperti; Sokama Karya, Mustoha, Hamdi Ayusa dan lain-lain. Saat itu
kader-kader HMI menduduki posisi-posisi yang strategis di DEMA IAIN, karena
kualitasnya. Bahkan Hamdi Ayusa juga ketua umum DEMA IAIN.10 Selain itu
aktivis HMI yang juga aktif di DEMA IAIN bersama Mursyid Ali adalah M. Atho
Mudzhar, Lukman Hakim Bhetalemba, Syatibi al-Haqiri, Kamil Amrullah,
Djaelani Syarif, dan Sumarni Sumi, Azizah K.
10Mursyid Ali, HMI Cabang Ciputat; Refleksi Seorang Kader, dalam Rusydy Zakaria, dkk,ed., Membingkai Perkaderan Intelektual........ h. 54-55
54
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mursyid Ali dalam penulisan
skripsinya yang berjudul “Nilai-Nilai Edukatif dalam Aktivitas HMI Cabang
Ciputat”, saat itu tergambar bahwa minat mahasiswa khususnya di HMI, terfokus
pada kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada; kepemimpinan, politik, agama,
ekonomi, IPTEK, sosial, dan etika. Kemudian kegiatan ilmiah selalu hidup
dengan diskusi-diskusi bulanan dengan tema yang bermacam dan ditemani oleh
senior-senior seperti Cak Nur dan Dahlan Ranuwiharjo. Selain berdiskusi kader
HMI waktu itu termotivasi untuk mengekspresikan diri dengan menulis, sebagai
tahap dasar HMI menerbitkan Buletin Pemersatu menjadi ruang bagi kader-kader
untuk menuangkan pikirannya.11
Selain itu juga di akhir 60-an dan awal 70-an, suasana politik Nasional yang
mulai berubah. Pada masa Orde Lama politik aliran sangat terasa kental antara
golongan Nasionalis, golongan Islamis dan Komunis. Padahal saat itu bangsa
Indonesia sangat butuh persatuan sebagai bagian dari konsolidasi bangsa. Untuk
itu Bung Karno mengeluarkan gagasan NASAKOM. Walaupun ide ini akhirnya
tidak berhasil dan malah makin mengguncang stabilitas politik nasional. Untuk
itu, saat masa Presiden Soeharto mengalami trauma dengan dampak politik aliran,
melakukan kebijakan depolitisasi untuk melemahkan politik aliran dengan
berusaha mengintervensi dan mengkooptasi partai-partai politik. Sehingga
konstelasi politik nasional saat itu sedikit lebih tenang dari pada tahun-tahun
sebelumnya. Tenangnya keadaan ini sedikit mengubah pergeseran di lingkungan
HMI Cabang Ciputat, yang tadinya ramai dengan nuansa politik bergeser menjadi
11Mursyid Ali, Ibid, h. 55-56
55
nuansa kekaryaan.12 Maka dari itu tidak heran hampir semua lembaga kekaryaan
di HMI Cabang Ciputat berlomba untuk memberikan yang terbaik untuk kader
HMI dan masyarakat luas. Lapenmi mengadakan program pendidikan yang
beragam, mulai dari madrasah sampai ke pengajian (majelis ta’lim) tingkat desa di
sekitar Ciputat, Pondok Cabe dan Cirendeu, serta mengadakan bimbingan belajar
bagi mahasiswa yang ingin mengikuti test masuk IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Hal ini dilakukan sebagai langkah awal pendekatan terhadap calon
mahasiswa baru untuk bergabung dengan HMI nantinya setelah diterima di IAIN
Jakarta. LDMI (Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam) juga aktif melakukan
kegiatan dakwah dengan diskusi dan pengajian yang mencerahkan di masjid-
masjid sekitar Ciputat dengan berbekal materi NDP (Nilai-Nilai Dasar
Perjuangan) yang dibuat oleh Cak Nur dan kawan-kawan. Tak kalah juga LSMI
(Lembaga Seni Mahasiswa Islam) aktif, mereka memainkan pertunjukan teater
beberapa lakon Shakespeare, serta band LSMI yang seolah menjadi milik
masyarakat Ciputat dengan mengisi acara tetap di Balai Kecamatan Ciputat untuk
kegiatan hari-hari besar keagamaan. Lalu dengan program “hura-hura” seperti
rujak party untuk memancing mahasiswa bergabung dengan HMI Cabang
Ciputat.13 Namun, tetap politik intra kampus dalam perebutan kader antara HMI,
PMII dan IMM tetap terjadi, tapi dalam persaingan yang sehat.
12Atiq Susilo, HMI Pasca Gejolak (1968-1972), dalam Rusydy Zakaria dkk, ed., MembingkaiPerkaderan Intelektual....... h. 58-59
13Kegiatan ini rutin terjadi pada masa Atiq Susilo selama aktif di HMI lebih khususnya diLSMI. Atiq Susilo, Ibid, h. 59
56
KOHATI14, sebagai bagian dari HMI juga tak kalah memainkan peran yang
penting dalam membina kader-kader HMI Cabang Ciputat, khususnya kader-
kader yang perempuan. KOHATI juga menjadi wadah kegiatan perkaderan dan
pengabdian masyarakat bagi HMI-wati. Misalnya saja pada masa Rifqiyaty
menjadi ketum KOHATI (1973-1974) yang saat itu ketua umum HMI Cabang
Ciputat adalah Irchamni, KOHATI mengadakan kegiatan seperti lomba
keterampilan bagi anggota KOHATI, pertemuan rutin dengan ibu-ibu alumni yang
diisi dengan ceramah tentang berbagai materi dan dengan kegiatan keputrian
lainnya. Kemudian ada juga kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan
KOHATI Cabang Ciputat sebagai bentuk respon sosial terhadap masyarakat
sekitar Ciputat. Kegiatan ini bekerja sama dengan camat Ciputat (Nawar Ilta
beserta istrinya), berupa pemberian sembako, pakaian layak pakai, yang diperoleh
dari para alumni komplek IAIN kepada warga Ciputat yang tidak mampu. Selain
itu kegiatan diarahkan kepada para HMI-wati agar mereka menjadi insan
akademis, pencipta, pengabdi yang bernapaskan Islam. Seperti Upgrading
KOHATI I dan II diadakan sebagai penempaan HMI-wati dalam hal pengkaderan,
keperempuanan dengan mengundang senior dan tokoh perempuan saat itu, yang
ahli dalam topik-topik yang disajikan seperti almh. Aniswati Machnan (pendiri
KOHATI sekaligus Ketum KOHATI pertama), Ety Mar’ie, Aisyiah Amini dan
lain-lain. Harapannya dengan berbagai kegiatan baik training-training di KOHATI
14Korps HMI-Wati, lahir pada kongres HMI di Solo tahun 1966. Pendirinya adalah AniswatiMachnan.
57
dan jalur training di HMI, dapat menjadikan kader-kader HMI-wati Ciputat yang
militan serta berguna bagi umat dan bangsa.15
Pada level nasional, HMI terdukung melalui kemajuan KOHATI. Berkat para
pendiri KOHATI nasional yang dengan semangat perjuangannya dalam
perjuangan perempuan di Indonesia. KOHATI pada tahun itu (pertengahan 70-an)
menjadi salah satu pelopor pendirian KOWANI16 (Kongres Wanita Indonesia)
dan BMOIWI17 (Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia). Kader-
kader KOHATI Ciputat yang sangat berperan di sana adalah Maesaroh Yusuf,
Estiyati Taufiq Ismail, dan Khodijah Madjid.
Kader-kader HMI Cabang Ciputat saat itu terbilang kreatif. Saat itu mereka
berpikir sebagai pendukung kegiatan perkuliahan pendidikan, perlu ada
laboratorium untuk mahasiswa Fakultas Tarbiyah. Ahmad Syatibi sebagai perintis
atas nama Senat Mahasiswa Fakultas Tarbiyah mendirikan Laboratorium
Pendidikan Anak Usia Dini, yakni Taman Kanak-kanak (TK) Ketilang yang ada
sekarang ini. Kemudian Ahmad Syatibi menjadi ketua umum dan pengurus TK
Ketilang. Saat itu Senat Mahasiswa memiliki kebijakan untuk mengangkat dan
memberhentikan kepala sekolah atau guru yang mengajar di sana. Namun, saat ini
15Rifqiyaty, Catatan Kecil Setengah Abad HMI Cabang Ciputat, dalam Rusydy Zakaria dkk,ed., Membingkai Perkaderan Intelektual....... h. 72-73
16KOWANI merupakan wadah bagi para perempuan di Indonesia, sebelumnya bernamaKongres Perempoean Indonesia, kongres pertama pada 22 Desember 1928 dan menjadi dasarpenetapan “hari Ibu” di Indonesia. Pada tahun 1974 dalam kongres ke XIV, mendeklarasikan“bahwa seluruh organisasi sebagai salah satu kekuatan sosial yang melaksanakan fungsinyasebagai wadah yang menghimpun semua profesional wanita Indonesia yaitu KOWANI sebagaikelanjutan dari Kongres Perempoean Indonesia.Lihat http://lms.aau.ac.id/library/ebook/R_2903_11/files/res/downloads/download_0086.pdf
58
telah diambil alih oleh UIN sepenuhnya di bawah pengelolaan dharma wanita
UIN.18
Pada pertengahan 70-an masa-masa penuh semarak dalam perkaderan HMI
Cabang Ciputat. Pada generasi selanjutnya (akhir 70-an sampai pertengahan 80-
an), orang-orang seperti Fachry Ali, Komarudin Hidayat, Azyumardi Azra,
Bahtiar Efendy dan kawan-kawan yang kemudian melanjutkan tradisi intelektual
yang sudah dibentuk dan dibangun oleh Cak Nur sebagai simbol intelektual HMI
Cabang Ciputat dan dilanjutkan dengan berbagai macam bentuk kebiasaan ilmiah
yang berpengaruh pada intelektual para kadernya sehingga membentuk
“intellectual community” yang membesarkan nama HMI Cabang Ciputat sebagai
pencetak kader-kader intelektual.
B. Tradisi Intelektual pada masa Komunitas Intelektual (Intellectual
Community)
Kondisi tahun 70-an diwarnai dengan banyak dinamika politik nasional yang
berpengaruh pada kondisi sosial di Jakarta sebagai pusat pemerintahan. Posisi
Ciputat yang dekat dengan pusat pemerintahan, menyebabkan segala kebijakan
pemerintah mendapat respon langsung dari mahasiswa aktivis di lingkungan IAIN
Jakarta. Sehigga jalannya pemerintahan Orde Baru juga mempengaruhi aktivitas
mahasiwa HMI Cabang Ciputat. Tindakan represif pasti dilakukan tehadap
kelompok atau kekuatan apapun yang dianggap menggangu keamanan kekuasaan
pemerintahan Orde Baru.
18Rifqiyaty, Catatan Kecil Setengah Abad HMI Cabang Ciputat, Opcit, h. 74
59
Setelah terjadinya peristiwa Malari pada 15 Januari 1974 yang dipelopori oleh
Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia. Peristiwa ini merupakan serangkaian
puncak dari serangkaian gerakan mahasiswa melancarkan berbagai protes
terhadap pemborosan anggaran negara yang digunakan untuk proyek-proyek
eksklusif yang dinilai tidak mendesak dalam pembangunan. Dilatar belakangi
kebijakan seperti pembangunan proyek Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di
saat Indonesia haus akan pinjaman luar negeri, selanjutnya di tahun 1972 protes
terus bergulir dengan isu harga beras naik. Pada 1973 protes disebabkan oleh isu
korupsi dikalangan Presiden dengan kroni-kroninya, sampai meletusnya peristiwa
Malari disaat kunjungan PM Jepang Kakuei Tanakake Indonesia19, ditengah
dominasi ekonomi Jepang terhadap Indonesia, sehingga menyebabkan sulit
berkembangnya pengusaha lokal di Indonesia. Peristiwa ini menyebabkan sekitar
770 orang aktivis ditahan dan hampir semuanya baru dibebaskan pada Mei
1976.20 Setelah kejadian Malari maka gerakan mahasiswa bisa dikatakan stagnan
karena para aktivis yang dipenjarakan dan kegiatan mahasiswa lebih banyak di
internal kampus. Untuk sementara depolitisasi kampus dapat dikatakan berhasil.
Pemerintah Orde Baru saat itu tidak lagi menganggap komunis sebagai
ancaman terbesar bagi keamanan nasional. Yang terjadi adalah penggunaan
eufemisme-eufemisme seperti ideologi impor untuk menggambarkan momok
ancaman Islam radikal. Pada 1977 Kopkamtib mengumumkan bahwa mereka
telah mengidentifikasi adanya sebuah organisiasi bernama Komando Jihad yang
cenderung kepada kekerasan demi tercapainya tujuan terbentuknya negara Islam.
19Kurniawan Zulkarnaen, HMI Cabang Ciputat dan UIN Jakarta; Sebuah Catatan Kenangandalam Rusydy Zakaria dkk ed., Membingkai Perkaderan Intelektual..... h.100
20MC. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta 2007) h.588
60
Beberapa kalangan menduga bahwa organisasi ini palsu adanya dan hanya dibuat-
buat oleh mesin keamanan rezim Orde Baru. Sejumlah aktivis Islam yang
jumlahnya kurang diketahui persis (ratusan) ditahan oleh pemerintah untuk waktu
yang lama tanpa melalui jalur pengadilan.21 Ketegangan politik ini disebabkan
oleh beberapa faktor diantaranya yaitu; rencana undang-undang yang akan
mengesahkan “aliran kepercayaan” dalam rencana pembangunan lima tahunan
dan isu rencana penyeragaman asas tunggal Pancasila, serta penolakan kepada
Jendral Soeharto menjadi Presiden kembali.
HMI Cabang Ciputat pada 1977-1978 bisa dikatakan masa yang sulit. Saat itu
HMI Cabang Ciputat dipimpin oleh Hari Zamharir. Pengurus Besar HMI pada
masa Chumaidi Syarief Romas. Gerakan mahasiswa yang dimulai dari kampus
ITB dimulai dengan diterbitkannya “buku putih”22 oleh mahasiswa ITB, gerakan
ini menyabar ke kota-kota lain seperti Yogyakarta, Surabaya, Makassar, Medan
dan Jakarta sendiri.
Puncak gerakan mahasiswa sendiri terjadi pada Maret 1978 bersamaan dengan
berlangsungnya sidang MPR. Telah mengundang tentara datang ke dalam
kampus, termasuk kampus IAIN Jakarta. Demo mahasiswa diserbu banyak tentara
yang umumnya muda-muda dan bengis menyerbu dan merubuhkan pagar tengah
dan selatan kampus. Mereka memukuli mahasiswa dan dosen yang mereka temui
21MC. Ricklefs, Ibid, 59722Buku Putih ini diterbitkan dari mahasiswa ITB yang pada intinya tidak mempercayai dan
tidak menginginkan Soeharto kembali menjadi Presiden Republik Indonesia dengan alasan:pertama bahwa Presiden mulai memusatkan kekuasaan di tanganya, sehingga melumpuhkankekuatan-kekuatan politik lainnya. Kedua, korupsi makin membudaya di seluruh sektor kehidupan.Ketiga, para anggota DPR dipandang tidak mewakili rakyat. Keempat, sistem Pemilu yangproporsional bukan sistem distrik telah menyebabkan kebanyakan anggota DPR tidak punyahubungan batin dengan rakyat yang memilih. Kelima, ketua lembaga-lembaga tinggi negaraseperti Mahkamah Agung dan BPK ditentukan Presiden, sehingga mereka tidak independen.Keenam, MPR dianggap tidak mewakili rakyat karena 61% anggota MPR pada 1977 diangkat olehpemerintah.
61
di teras gedung dan bahkan di kelas-kelas di lantai satu dan lantai dua dan juga
diperpustakaan, sehingga menimbulkan banyak korban luka-luka yang kemudian
dibawa ke RS Fatmawati, RS Pertamina, dan Klinik IAIN. Pemimpin DEMA
IAIN dan beberapa Senat Mahasiswa dan sejumlah tokoh mahasiswa ditangkap.
Beberapa dosen juga ikut ditangkap bahkan rektor IAIN Harun Nasution ikut
diciduk. Dan kampus IAIN “banjir darah” bahkan sampai bau amis berminggu-
minggu.23
Demonstrasi yang bersamaan dengan sidang MPR pada Maret 1978 berujung
petaka tersebut tidak sia-sia. Pada sidang MPR isu pertentangan utama adalah
mengenai status apa yang harus dikenakan kepada kebatinan yaitu aliran mistis
lokal yang disebut “kepercayaan” dan bukan agama. Perlindungan dan pemberian
dana dari pemerintah bagi kelompok-kelompok semacam itulah yang
dipertaruhkan dalam debat sidang tersebut. Pemerintah akhirnya pun menyerah
dan menghapuskan segala program tentang kepercayaan dari rencana
pembangunan lima tahunannya. Setelah keputusan tersebut demonstrasi
mahasiswa berkurang. Namun pemerintah berkesimpulan perlu adanya satu
kampanye untuk membentuk pikiran orang Indonesia. Maka pada tahun yang
sama 1978 pemerintah memulai program indoktrinasi wajib mengenai ideologi
negara Pancasila bagi semua warga negara dengan nama Pedoman, Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila (P4) dengan Roeslan Abdulgani sebagai tokoh
perancangnya.24
23Hari Zamharir, Kurniawan Zulkarnaen, Azyumardi Azra dalam Membingkai PerkaderanIntelektual.., h. 91 – 108.
24 Program P4 dilakukan dalam departemen-departemen pemerintah, tempat-tempat kerja dansekolah-sekolah. Sejak awal mendapat kritikan dari kaum intelektual, karena terjadi banyak kasuspenyimpangan terhadap program P4 ini oleh Soeharto, keluarganya dan kroni-kroninya yang
62
Dengan dalih kehidupan kampus sudah tidak normal lagi karena setiap hari
dipenuhi dengan orasi dan aksi, maka pemerintah melalui Kopkamtib pada tahun
yang sama membubarkan lembaga mahasiswa dalam bentuk Dewan Mahasiswa
(DEMA) dan membekukan segala kegiatannya. Dengan alasan untuk membantu
mendorong pembangunan ekonomi dan pembangunan fisik bangsa, harus
menjaga stabilitas politik. Di sini gerakan mahasiswa dianggap mengganggu
stabilitas politik nasional. Sebagai gantinya, pemerintah melalui Menteri P&K
(Pendidikan dan Kebudayaan) Dr. Daoed Yoesoef mengeluarkan Surat Keputusan
Nomor: 0457/01980 tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Kemahasiswaan
di Perguruan Tinggi. Pada intinya pemerintah mengubah format organisasi
kemahasiswaan dengan melarang mahasiswa terjun ke dalam politik praktis.
Dalam kondisi seperti inilah kegiatan mahasiswa terpusat dan berkembang
pada peningkatan profesionalisme dan intelektualisasi mahasiswa pada organisasi
ekstra kampus, khususnya di HMI Cabang Ciputat sendiri. Menghindari tindakan
represif dari pemerintah yang tidak pandang bulu pada setiap gerakan yang
dianggap akan mengganggu stabilitas keamanan dan kekuasaan, kegiatan
mahasiswa lebih bersifat kekaryaan. Dan akhirnya intellectual community di HMI
Cabang Ciputat juga muncul saat kondisi nasional yang seperti ini.
Kondisi yang sedemikian rupa menyebabkan arah pergerakan dan perkaderan
di HMI Cabang Ciputat beralih pada kegiatan baca, diskusi dan menulis.
Walaupun pada masa-masa sebelumnya kegiatan itu sudah ada dan berlangsung
dengan baik, namun intensitas dari kegiatan tersebut lebih tinggi pada masa akhir
kemudian merusak konsep tersebut. Soeharto semakin menganggap dirinya adalah perwujudanPancasial dan menganggap kepentingan pribadinya adalah buahnya yang layak. Lihat MC.Ricklefs, Opcit, h. 604
63
70-an sampai 80-an. Pada akhir 1978-1979 HMI Cabang Ciputat dipimpin oleh
Kurniawan Zulkarnain. Saat pencalonan menjadi ketua umum Kurniawan
Zulkarnain bersaingan dengan Komarudin Hidayat dan M. Nabhan Husein
menjadi saingannya. Dalam kepengurusan peroide tersebut antara lain: Abuddin
Nata, Ahmad Rivai Hasan, Azyumardi Azra, Tati Hartimah, Hadimulyo, Rusydy
Zakaria dan masih banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Hampir
disetiap angkatan kepengurusan pada periode 1970-an sampai 1980-an
menghasilkan tokoh-tokoh intelektual muslim yang profesional, berintegritas
tinggi disegala bidang.
Di HMI Cabang Ciputat banyak kader awal 1970-an sampai 1980-an akhir
menganggap HMI Cabang Ciputat adalah “extra university” karena dalam
aktivitas di HMI mereka belajar teori-teori sosial, teori-teori ekonomi, dan ilmu-
ilmu lainnya yang tidak mereka dapatkan pada perkuliahan sehari-hari.
Background pendidikan rata-rata kader dengan pendidikan Islam yang baik
(Pondok Pesantren ataupun Madrasah Aliyah), sehingga jika hanya belajar dari
perkuliahan terjadi set back (tidak mendapat banyak ilmu tambahan), karena
seperti mengulang pelajaran yang dahulu didapat sebelumnya. Aktivisme dan
intelektualisme berjalan dengan seimbang, sehingga selain membentuk karekter
kader dengan mental yang kuat tetapi diimbangi dengan kualitas intelektual yang
terjaga sehingga membentuk “intellectual community” yang melanjutkan tradisi
intelektual yang diwariskan Cak Nur. Selain itu ketokohan Cak Nur sangat
menginspirasi kader-kader penerusnya untuk mengikuti jejaknya. Membaca buku,
saling bertukar literatur, diskusi, dan menulis menjadi agenda rutin hampir
disetiap kepengurusan HMI Cabang Ciputat. Diskusi yang diadakan bermacam-
64
macam misalnya diskusi yang diadakan dengan bedah buku-buku yang tidak
dibahas diperkuliahan.
Fachry Ali, semasa kuliahnya dan aktif di HMI Cabang Ciputat awalnya lebih
menyalurkan bakatnya dalam lembaga kekaryaan di bidang seni (LSMI). Dalam
LSMI Fachry Ali biasa mengekspresikan dirinya lewat drama-drama teater.
Dengan teater Fachry Ali menyuarakan segala kritik sosial terhadap pemerintah.
Merasa kurang dalam dunia seni, Fachry Ali kemudian mengembangkan minat
dan bakatnya dengan baca, berdiskusi dan menulis yang menjadi rutinitas
perkaderan di HMI Cabang Ciputat saat itu. Tidak heran pada kurun waktu 70-an
tulisan Fachry Ali banyak di muat media massa nasional, seperti Kompas, Panji
Masyarakat, dan lainnya.
Perkaderan di HMI Cabang Ciputat semakin matang dalam perjalannya
dengan selain makin baik, karena berkurangnya aksi dalam (karena memang tidak
boleh) mengkritisi kebijakan pemerintah Orde Baru karena memang dari pihak
kampus sendiri saat itu rektornya Harun Nasution berusaha menormalkan
kehidupan kampus. Walaupun aktivitas politik di intra kampus tetap berjalan
dengan baik karena hampir setiap pemilihan Senat Fakultas dipimpin oleh kader-
kader HMI Cabang Ciputat, namun Dewan Mahasiswa Universitas saat itu masih
dibekukan. Sehingga kader-kader HMI fokus pada perkaderan baik di intra HMI
Cabang Ciputat ataupun di ekstra (Senat Fakultas di IAIN), perkaderan di internal
HMI Cabang Cabang Ciputat ada beberapa jenis, jalur perkaderan formal,
informal ataupun non-formal. Ketiganya saling berkaitan erat dalam
pengembangan perkaderan. Jalur formal misalnya ada MAPERCA (Masa
Perkenalan Calon Anggota), Basic Training (sekarang Latihan Kader/LK-I),
65
Intermadiate Training (sekarang LK-II), Advance Training (sekarang LK-III), dan
Pusdiklat.25 Kemudian perkaderan informal berupa upgrading-upgrading
kekaryaan atau yang mengarah pada keprofesian misalnya ada uprading
Jurnalistik, upgrading Dakwah dan upgrading pendidikan. Dan perkaderan non-
formal yang dilaksanakan HMI Cabang Ciputat seperti diskusi-diskusi kelompok
bulanan di sekretariat Cabang Ciputat. Diskusi selalu dilakukan oleh setiap
departemen atau bidang yang ada di Cabang. Saling bertukar literatur dan saling
mengajarkan kemampuan antar sesama kader menumbuhkan semangat membeca
dan belajar yang baik. Dalam hubungannya dengan perkaderan non-formal,
kadang juga senior sering mengajak atau bahkan menjadi mentor dalam menulis
paper tugas atau bahkan membantu dalam mempersiapkan sidang. Diskusi juga
bukan hanya dengan tema-tema agama tetapi juga dengan tema-tema umum. Dan
bahkan sering juga diadakan diskusi bedah buku, koran dan juga mengundang
para senior HMI. Posisi sekretariat Cabang Ciputat yang strategis dan berdekatan
dengan kostan para kader sehingga selalu ramai dengan kegiatan perkaderan.
Selanjutnya HMI Cabang Ciputat dipimpin oleh Kurniawan Zulkarnain, Pipip
Ahmad Rifa’i, Azyumardi Azra, Ahmad Sanusi, Dazriral, Didin Syafrudiin,
Endang Hamdan, dan Ruhyaman sampai pertengahan 80-an masih sanngat baik
kegiatan yang mengarah para intelektualisasi kader.
Dalam pelaksaan perkaderan juga para senior benar-benar menjadi mentor
bagi para juniornya. Misalnya masalah menulis, dalam hal ini Fachry Ali menjadi
sangat fokus membimbing para juniornya, baik dalam tulisan karya ilmiah untuk
25Jenjang pendidikan di HMI dari Maperca sampai Intermadiate Training dilakukan dilingkungan HMI Cabang Ciputat, sedangkan untuk Advance Training dilakukan oleh setingkatBadko, dan Pusdiklat dilakukan oleh PB HMI.
66
tugas kuliah ataupun karya ilmiah untuk dimuat media massa. Fachry Ali bertugas
sebagai penyeleksi tulisan-tulisan juniornya, kadang juga mengeditnya.
Semisalnya Komarudin Hidayat, dan Azyumardi Azra sebelum aktif menulis pada
majalah Panjimas mereka mendapat bimbingan dari Fachry Ali. Selain itu, para
senior yang memiliki kemampuan lain, misalnya di bidang dakwah, pendidikan,
bahasa asing, dan lain sebagainya juga mengajarkan hal yang sama kepada
juniornya. Sehingga ada istilah “siapa bisa mengajarkan apa?”26 hubungan yang
baik seperti ini antara senior sebagai mentor dan junior yang dimentori berjalan
dengan sangat baik. Proses perkaderan yang baik ini pula yang dibangun untuk
membentuk jaringan HMI yang baik di antara sesama kader HMI Cabang Ciputat
antara senior dan junior ataupun antara aktivis HMI di luar Cabang Ciputat. Selain
itu ketokohan Cak Nur menginspirasi banyak kader HMI Cabang Ciputat untuk
mengikuti jejaknya.
Selain aktif menulis di berbagai media massa, Fachry Ali juga ikut tergabung
dalam dunia penelitian, lewat perkawanan di HMI (jaringan HMI) Fachry Ali
diajak bergabung dengan LP3ES melalui M. Dawan Raharjo. Meski dengan
seleksi yang cukup ketat akhirnya Fachry Ali bergabung dengan LP3ES. Aktivitas
akademis Fachry Ali semakin meningkat dengan bergabungnya di LP3ES. Di
LP3ES Fachry Ali benar-benar memanfaatnya seluruh sumber daya intelektual
LP3ES untuk pengembangan intelektualnya. Produktivitas tulisan-tulisan Fachry
Ali, menarik perhatian M. Dawan Raharjo yang saat itu menjadi wakil direktur
LP3ES kala itu. Secara perlahan ketertarikannya ini memberi kesempatan pada
26Wawancara Pribadi dengan Ahmad Sanusi mantan ketua umum HMI Cabang Ciputat 1982-83 tentang tradisi intelektual yang di bangun pada saat masih aktif dalam HMI Cabang Ciputat,baik sebagai kader, pengurus ataupun ketua umum. Pamulang, 13 Agustus 2014
67
Fachry Ali, untuk menarik kawan-kawan yang lain yang lebih yunior. Komarudin
Hidayat, Iqbal Abdurrauf Saimima (alm), Pipip Ahmad Rifa’i, Azyumardi Azra,
Bahtiar Effeny, Hadimulyo, dan Hari Zamharir. Aktivitas dalam LSM ini mereka
berdiskusi lebih dalam, melakukan penelitian lebih lanjut, dan melakukan
program pengembangan masyarakat. Kegiatan-kegiatan tersebut berdampak
positif bagi pengembangan intelektual sampai saat ini. Dan pada nantinya
kemunculan komunitas intelektual ini menjadi dasar pengembangan intelektual
berbasis LSM.27
Pemerintahan yang sangat mengendalikan kehidupan kampus pada saat itu
membuat setiap gerakan mahasiswa sangat diawasi, bahkan dalam rapat untuk
persiapan perkaderan formal (Maperca, Basic Training dan Intermediate Training)
selalu diawasi oleh intel tanpa seragam. Oleh karena itu untuk tetap menjaga sikap
kritis mahasiswa terhadap setiap kebijakan pemerintah hanya bisa dilakukan
dengan diskusi dan kajian-kajian. Selain diskusi dan kajian bentuk kritik kepada
pemerintahan yang represif paling memungkinkan melalui tulisan-tulisan di media
masa seperti yang dilakukan Fachry Ali dan Azyumadri Azra pada majalah
Panjimas (Panji Masyarakat) ataupun majalah Prisma yang diterbitkan LP3ES.
Kemudian fokus HMI Cabang Ciputat pada saat itu selain menjaga kualitas
intelektual, tetapi juga berusaha membentuk teknokrat-teknokrat yang memiliki
kemampuan basic sesuai dengan program pemerintah, sehingga saat itu banyak
bermunculan lembaga-lembaga kekaryaan, seperti lembaga pers, lembaga
27Fachry Ali, Kontinuitas dan Perubahan: Catatan Sejarah Sosisl Budaya Alumni IAIN, dalamKomarudin Hidayat dan Hendro Prasetyo ed., Problem dan Prospek IAIN Antologi PendidikanTinggi Islam, (Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam: Jakartan 2000) h.387-388
68
dakwah, dan lembaga pendidikan.28 Pergerakan aktivitas intra kampus juga masih
diisi oleh aktivis-aktivis HMI seperti Azyumardi Azra saat menjadi ketua umum
HMI Cabang Ciputat yang merangkap menjadi ketua umum Senat Mahasiswa
Fakultas Tarbiyah. Dalam dunia menulis juga pada tahun-tahun itu dihidupkan
kembali buletin Pemersatu yang pernah hadir pada era akhir 60-an sampai 70-an
awal. Iqbal Abdurrauf Saimima (alm) dan Azyumardi Azra yang menjadi motor
hidupnya kembali buletin HMI Cabang Ciputat ini. Lewat buletin ini juga
Azyumadi Azra banyak berlatih menulis mulai dari essai sampai sastra, Azyumadi
Azra juga memformat buletin ini dengan gaya bahasa tabloid Salemba milik
mahasiswa UI yang kritis terhadap rezim Orde Baru.
Pada periode 1980-an akhir, selain melakukan diskusi di lingkungan HMI
Cabang Ciputat, para kader juga sering diundang untuk berdiskudi misalnya di
Yayasan Wakaf Paramadina yang didirikan oleh Cak Nur 1986 di Jakarta.
Kemudian kader-kader HMI sering juga berdiskusi di LP3ES melalui Fachry Ali
yang sudah lebih dulu bergabung di sana. Beramai-ramai pergi dengan kendaraan
umum hanya untuk mengikuti diskusi merupakan suatu semangat yang luar biasa
dalam proses perkaderan intelektual.
Pada periode awal 1980-an dalam usaha mengembangkan warisan intelektual
Cak Nur, secara kolektif Fachry Ali bersama dengan Hadimulyo, Kurniawan
Zulkarnain, Hari Zamharir, Azyumardi Azra, Pipip Ahmad Rifai, Badri Yatim
(alm), Ahmad Sanusi, Rusydy Zakaria dan lain-lain mendirikan HP2M
28Wawancara Pribadi dengan Didin Syafrudin Ketua Umum HMI Cabang Ciputat 1985-86.Ciputat, 19 Agustus 2014
69
(Himpunan untuk Penelitian dan Pengembangan Masyarakat).29 LSM ini
dimaksudkan untuk memfasilitasi alumni HMI muda pasca tamat dari IAIN.
HP2M malang melintang dalam berbagai kegiatan pengembangan masyarakat,
dan memiliki jaringan Nasional.30 Kemudian pada HP2M memiliki program
kerjasama dengan LP3ES dan FNS (Friedrich Nauman Stiftung) yaitu suatu
yayasan pemberi bantuan luar negeri yang bersifat teknis dan tidak terikat dari
erman Barat. Untuk membuat institut yang akan memberikan rumusan-rumusan
alternatif tentang pembangunan, baik dilihat dari sudut teoritis maupun praktis.
Setelah mengadakan studi kelayakan akhirnya berdirilah ADI (Asian
Development Institut). ADI dilaksanakan di tiga tempat, di Pondok Pesantren
Pabelan, LP3ES Cabang Klaten dan di Ciputat dikelola oleh HP2M. Kepala
program ADI di Ciputat adalah Badri Yatim. Peserta untuk program ADI ini
berjumlah 44 orang yang berasal dari mahasiswa IAIN Ciputat, IKIP Jakarta dan
Universitas Indonesia. ADI ini bertujuan pertama, terwujudnya kader-kader
development worker yang memiliki wawasan teoritis, konsep-konsep
pembangunan, dan keterampilan praktis agar dapat merumuskan alternatif
pemecahan terhadap persoalan pembangunan yang ada. Kedua, mengkaji
persoalan-persoalan pembangunan yang berkembang dewasa ini, secara
mendalam dan mendasar, di samping mengadakan telaahan terhadap pola-pola
pendekatan alternatif yang lebih demokratis, manusiawi dan adil. Ketiga, mengisi
kelangkaan kader-kader LSM yang mempunyai wawasan teoritis sekaligus
kemampuan praktis dengan pendekatan yang lebih spesifik untuk memahami
29Fachry Ali, Lima Puluh Tahun HMI Cabang Ciputat, Sebuah Narasi Tentang WarisanIntelektual, dalam Rusydy Zakaria, dkk, ed., Membingkai Perkaderan Intelektual..... h. Xxxiv
30Azyumardi Azra, Ketika Ingat HMI Cabang Ciputat, dalam Rusydy Zakaria, dkk, ed., h. 136
70
keseluruhan.31 Kegiatan penelitian seperti ini membantu mengambangkan
kemampuan intelektual para kader HMI, karena hampir sebagian besar pesertanya
adalah kader HMI Cabang Ciputat.
Pada pertengahan 80-an iklim perkaderan HMI Cabang Ciputat agak berbeda.
Ketika para kader nyaris mengorientasikan aktivitasnya pada bidang politik yang
sementara dan lokal (politik kampus), yang karenanya selalu dilanda konflik kecil
namun dapat berpengaruh besar, sebagian kecil kader HMI Cabang Ciputat
mencari alternatif untuk menjaga iklim tradisi intelektual dengan membentuk
lembaga atau kelompok-kelompok studi. Formaci yang didirikan oleh aktivis
pemikir seperti Saiful Mujani, Ihsan Ali Fauzi dan Budhy Munawar Rahman.
Kemudian kelompok studi Respondeo yang dimotori oleh Ade Komarudin dan
Naufal Romzi. Lalu ada kelompok studi Flamboyan yang dimotori oleh Ida
Farida, sastrawan Jamal D. Rahman, dan Idris Thaha. Dan kelompok studi lainya
seperti Dialektika, Prasasti dan lain-lain. Selain keadaan yang demikian
pembentukan HP2M di atas juga menginspirasi pembentukan kelompok-
kelompok studi ini. Kelompok-kelompok studi bentukan kader-kader HMI
Cabang Ciputat ini tampaknya telah menjadi “breeding grounds” (penerus) bagi
kemunculan kaum intelektual berikutnya.32
C. Tradisi Intelektual pada masa Kelompok Studi
Pada akhir 1980-an, sekitar tahun 1988 terjadi perubahan sistem pendidikan
pada tingkat perguruan tinggi. Sistem sarjana muda dan sarjana lengkap yang
biasanya ditempuh dalam waktu 6-7 tahun saat itu berubah menjadi sistem sarjana
31Saleh Abdullah, “ADI Ciputat, Menerobos Persoalan Pembangunan,” Panji Masyarakat No495 (November, 1985), h. 32 – 34.
32Fachry Ali, Opcit, h. xxxiii
71
murni. Dengan perubahan tersebut mahasiswa dituntut menyelesaikan studinya
dalam waktu 4 tahun. Ini menjadi dilema bagi sebagian aktivis HMI Cabang
Ciputat, sehingga waktu yang biasanya dapat dipergunakan untuk belajar dan
berekspresi di bidang lain harus lebih fokus pada perkuliahan dan menyelesaikan
studinya lebih cepat. Sistem perkuliahan yang lama lebih memberi ruang untuk
berekspresi dan belajar di organisasi baik intra kampus maupun ekstra kampus,
serta regulasi yang longgar menciptakan iklim yang kondusif untuk berproses di
organisasi.
Dengan keadaan seperti ini agenda HMI Cabang Ciputat harus bisa dengan
cepat beradaptasi. Di tengah persaingan rekruitmen anggota baru HMI Cabang
Ciputat yang bersaing dengan organisasi ekstra kampus lainnya, lembaga
kekaryaan HMI Cabang Ciputat memberikan daya tarik tersendiri untuk kemudian
merekruit anggota baru. LAPENMI, LAPMI, LDMI dan LSMI memainkan
perannya untuk menarik minat calon anggota baru. Angenda HMI Cabang Ciputat
yang berfokus pada perekruitan kader (banyaknya jumlah) dan terjadinya
pergeseran orientasi kader pada aktivitas politik lokal, menjadikan kader-kader
HMI lainnya menjadi motor terbentuknya kelompok-kelompok studi. Formaci,
Respondeo, Flamboyan, Dialektika, dan Prasasti merupakan kelompok-kelompok
studi yang diinisiasi oleh kader-kader HMI, walaupun anggotanya tidak melulu
kader HMI, banyak juga kader organisasi lain yang tergabung dalam kelompok-
kelompok studi tersebut.
HMI Cabang Ciputat juga tak begitu saja mengalihkan orientasinya pada
aktivitas politik. HMI Cabang Ciputat tetap melaksanakan kegiatan diskusi dan
kajian. Hampir setiap minggu selalu ada kegiatan diskusi dan kajian di lingkungan
72
HMI Cabang Ciputat, baik yang dilakukan oleh komisariat, lembaga kekaryaan
ataupun yang dilakukan HMI Cabang Ciputat sendiri. Lembaga kekaryaan juga
sangat berperan dalam menjaga tradisi intelektual. Semisal untuk pelatihan
menulis itu menjadi agenda rutin dari LAPMI (Lembaga Pers Mahasiswa Islam),
untuk pelatihan pendidikan menjadi tugas dan fungsi Lapenmi (Lembaga
Pendidikan Mahasiswa Islam), untuk pelatihan berdakwah menjadi fokus dari
LDMI (Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam), dan kegiatan yang berhubungan
dengan seni menjadi fokus dari LSMI (Lemabaga Seni Mahasiswa Islam). Tugas
HMI Cabang Ciputat sangat terbantu oleh lembaga-lembaga ini.33
Terbentuknya kelompok studi juga sedikit banyak mendapat banyak pengaruh
dari luar IAIN Jakarta. Secara Nasional saat itu sedang ramainya kelompok-
kelompok studi, misalnya di Jakarta ada kelompok studi pimpinan Deny JA dan di
Yogyakarta ada kelompok studi pimpinan Rizal Malaranggeng. Di Ciputat sendiri
saat itu Respondeo adalah kelompok diskusi yang pertama kali ada dan dipimpin
Ade Komarudin, Saiful Mujani dan Ali Munhanif. Selain itu ada KSC (Kelompok
Studi Ciputat) yang dimotori oleh Ihsan Ali Fauzi. Intensitas aktivitas diskusi
bersama antara KSC dan Respondeo, maka ada inisiatif untuk menggabungkan
kedua kelompok diskusi tersebut menjadi forum yang lebih besar, sehingga
terbentuklah Formaci (Forum Mahasiswa Ciputat) pada tahun 1986. Namun, Ade
Komarudin sebagai salah satu motor dari Respondeo, tidak ingin ikut bergabung
dengan alasan yang kurang jelas dan meneruskan kiprah Respondeo.34 Saat
33Hasil wawancara pribadi dengan Aris Budiono, Mantan ketua umum HMI Cabang Ciputatperiode 1990-91, Aris juga merasakan perubahan sistem perkuliahan saat itu. Pondok Ranji, 27Agustus 2014.
34Wawancara Pribadi dengan Saiful Mujani, Kuningan, 16 September 2014
73
Formaci berdiri ketua umum HMI Cabang Ciputat saat itu adalah Ruhyaman.
Tidak dipungkiri munculnya kelompok studi-studi yang diinisiasi oleh kader-
kader HMI Cabang Ciputat tidak lain adalah untuk memenuhi kehausan akan
proses intelektualisasi yang sudah biasa dilakukan di HMI. Akibat tingginya
minat politik kader-kader HMI Cabang Ciputat saat itu, antara sesama kader HMI
Cabang Ciputat, terdapat faksi-faksi kecil lainnya seperti kader HMI alumni
Gontor, alumni dari Darul Qolam, Darunnajah atau kader-kader HMI yang bukan
dari latar belakang pondok pesantren. Munculnya faksi-faksi ini tidak jarang
terjadi gesekan yang tidak jarang pula terbawa setelah mereka selesai dari HMI
Cabang Ciputat.35 Kelompok-kelompok studi ini yang kemudian mampu
melahirkan tokoh-tokoh intelektual muda HMI Cabang Ciputat. Tetapi satu hal
yang harus digarisbawahi adalah HMI Cabang Ciputat dan kelompok-kelompok
studi berjalan beriringan dalam pembentukan generasi intelektual selanjutnya.
Aktivitas pada kelompok-kelompok studi ini bisa dibilang tidak jauh dengan
aktivitas di HMI Cabang Ciputat pada tahun-tahun sebelumnya. Diskusi dan
kajian menjadi santapan rutin mereka yang aktif dalam kelompok diskusi tersebut.
Saiful Mujani, Ihsan Ali-Fauzi, Budhy Munawar Rahman, M. Wahyuni Nafis, dan
Burhanudin Muhtadi yang termuda merupakan produk aktivis HMI yang juga
menempa diri di kelompok studi Formaci. Selain itu ada masih banyak lagi seperti
Ida Farida, sastrawan Jamal D. Rahman, dan Idris Thaha yang merupakan motor
dari kelompok studi Flamboyan, yang namanya diambil dari pohon Flamboyan
yang banyak terdapat di lingkungan kampus IAIN saat itu sebagai tempat
35Wawancara Pribadi dengan Saiful Mujani, Jakarta, 16 September 2014. Syukron Kamil,Ciputat, 5 September 2014. Dan Tb. Ace Hasan, Bintaro, 17 September 2014. mengungkapkankondisi yang hampir sama.
74
berdiskusi. Kelompok studi Respondeo yang dimotori oleh Ade Komarudin dan
Naufal Romzi, yang diinspirasi dari bahasa Yunani.
Kajian-kajian dan diskusi sangat “radikal”, “anarkis”, dan “liar”36 dilakukan
oleh kelompok-kelompok studi, seperti ada sebuah persaingan untuk menunjukan
kelompok studi mana yang lebih paling menunjukkan eksistensinya di kampus.
Ini menjadikan ghiroh intelektual saat itu hidup kembali. Dalam kelompok studi
sebenarnya terdapat mahasiswa IAIN dari latar belakang organisasi lain selain
HMI, ini menunjukkan sikap terbuka HMI dan dapat bekerja sama dengan
organisasi lain. Dalam kelompok studi Formaci misalnya terdapat tiga tema utama
yang menjadi kajian rutin di dalamnya. Pertama, studi islam rasional. Kedua,
teologi dan filsafat. Ketiga, ilmu sosial dan sejarah. Kemudian juga dituntut untuk
membuat makalah untuk presentasi bahan diskusi.37
Pada awal 90-an juga hubungan yang mulai harmonis terjalin antara kekuatan
umat Islam dengan pemerintah Soeharto. Pemerintahan Soeharto mulai melihat
kekuatan Islam sebagai kekuatan politik yang cukup kuat untuk bisa
melanggengkan kekuasaannya. Dengan begitu tindakan pemerintah Soeharto
menjadi sangat lunak terhadap setiap kekuatan Islam. Soeharto mendirikan
lembaga yang mengurusi persoalan umat Islam di dalam Golkar. Juga
memberikan sumbangan-sumbangan yang cukup banyak kepada masjid-masjid,
sebagai langkah konkrit mengambil hati umat Islam saat itu. Namun tindak KKN
(Kolusi, Korupsi dan Nepotisme) yang selama ini dilakukan oleh Soeharto dan
36Dalam melakukan kajian, hampir setiap kelompok studi sangat tinggi aktivitasnya, hampirsetiap malam, dan dalam sekali kajian dari malam sampai pagi. Dengan tema-tema kajian filsafat,ilmu sosial, sejarah dan studi Islam rasional. Wawancara Pribadi dengan Saiful Mujani, Jakarta, 16September 2014.
37Wawancara Pribadi dengan Saiful Mujani, Kuningan, 16 September 2014 dan Tb. AceHasan, Bintaro, 17 September 2014
75
kroni-kroninya membuat seluruh lapisan masyarakat yang paham atas
kejahatannya menjadi geram. Sikap Soeharto yang sedang melunaknya,
dimanfaatkan oleh para aktivis untuk aksi kembali lagi turun ke jalan guna
memprotes KKN yang terjadi di pemerintahan selama ini. Dengan menguatkan
jaringannya sampai kepada tingkatan nasional.
Pada awal 90-an juga (1992-1993) terdapat delapan komisariat di bawah
naungan HMI Cabang Ciputat. Komisariat Fakultas Tarbiyah, Komisariat
Fakultas Adab, Komisariat Fakultas Syariah, Komisariat Fakultas Ushuluddin,
Komisariat Fakultas Dakwah, Komisariat ITI (Institut Tekhnologi Indonesia),
Komisariat Unis (Universitas Islam Syekh Yusuf, Tangerang), dan Komisariat
Iqra. Lima komisariat awal berada di lingkungan kampus IAIN Jakarta.
Komisariat sisanya berada di sekitar Tangerang. Bisa dikatakan sangat luas
penyebaran secara struktural dari HMI Cabang Ciputat. Bukan hanya yang ada di
sekitar daerah Ciputat melainkan sampai ke berbagai kampus yang mendirikan
komisariat di bawah HMI Cabang Ciputat.
Pada pertengahan 90-an kegiatan tulis menulis tetap berjalan di HMI Ciputat,
semisal saat pada saat itu ada majalah Generasi yang berada di bawah naungan
komisariat Fakultas Adab HMI Cabang Ciputat yang digerakkan oleh Oman
Fathurohman.38 Di samping itu ada beberapa juga yang masih cukup aktif menulis
di media massa, seperti M. Wahyuni Nafis, J.M. Muslimin, dan lain-lain. Hal itu
karena menjadi kebanggaan saat itu adalah bukan hanya sebagai aktivis di intra
38Wawancara Pribadi dengan Oman Fathurahman tentang tradisi intelektual HMI pada saatdirinya masih menjadi ketua umum komisariat Fakultas Adab, HMI Cabang Ciputat, Ciputat, 14September 2014
76
kampus ataupun ekstra kampus, melainkan sekaligus sebagai aktivis intelektual
yang aktif juga dalam menulis di media-media massa.
Pada saat kepemimpinan HMI Cabang Ciputat Syukron Kamil, sedang
maraknya pelatihan dan diskusi manajemen. Beberapa kali mengadakan
kerjasama diskusi dengan Yayasan wakaf Paramadina tentang tema manajemen.
Saat itu sedang munculnya negara Naga (kekuatan baru ekonomi Asia) seperti
Singapura, Jepang, Korea Selatan, makanya menarik ketika Cak Nur membuat
kajian manajemen tentang kekuatan ekonomi Islam untuk menjadi kekuatan
ekonomi Asia baru. Menjadikan semakin banyaknya kajian tentang manajemen
sebagai. Selain itu ada juga beberapa kader yang aktif mengikuti pelatihan-
pelatihan yang diadakan di Yayasan Wakaf Paramadina.39 Jaringan yang kuat
antara Paramadina dengan HMI Cabang Ciputat dikarenakan para alumni HMI
Cabang Ciputat aktif dalam penelitian di Paramadina, bahkan beberapa pernah
menduduki direktur Yayasan Paramadina.
Pada periode 1996 – 1998 munculnya tokoh-tokoh seperti Burhanudin
Muhtadi, Tb Ace Hasan, dan lain-lain adalah tokoh-muda yang lahir dari rahim
intelektual Ciputat. Selain aktif di HMI mereka juga sama-sama aktif dalam
kelompok-kelompok studi. Dalam kelompok studi mereka aktif mengembangkan
kemampuan intelektualnya dan dari HMI mereka belajar keorganisasiannya.
Sehingga sangat mapan dalam intelektual, matang dalam berorganisasi, dan
memiliki kerangka berfikir yang kuat serta gagasan yang sangat baik. Dalam
kelompok studi ini mereka membangun jaringan yang kuat dengan kelompok-
39Wawancara Pribadi dengan Syukron Kamil mantan ketua umum HMI Cabang Ciputat 1995-96, Ciputat, 5 September 2014
77
kelompok studi lain dan menggerakkan aksi-aksi dengan kelompok studi lainnya
untuk memprotes rezim Orde Baru yang dianggap otoriter yang saat itu
kondisinya sedang lemah. Akhirnya lewat banyaknya aksi dan banyak mahasiswa
yang turun ke jalan, lewat semangat pembaharuan, lewat gagasan perubahan para
aktivis HMI turut andil dalam proses akhir dari kekuasaan Orde Baru.
Pada akhir 1990-an aktivis HMI Cabang Ciputat tidak mengendurkan minat
politiknya yang tinggi tetapi juga tidak meningkatkan kegiatan intelektualnya.
Mereka masih terbawa “euforia demokrasi” sehingga kegiatan-kegiatan aktivitas
politik praktis menjadi semakin tinggi. Pada tahun 1999 Tb. Ace Hasan Syadzali
yang saat itu ketua umum Senat Mahasiswa IAIN Jakarta, secara kolektif dengan
kawan-kawan HMI dan aktivis dari PMII ataupun IMM berhasil membuat suatu
sistem pemilihan dalam senat mahasiswa yang seperti dalam pelaksanaan pemilu
pemerintah. Sistem itu dikenal dengan sistem SG (Student Government). Sistem
yang sangat demokratis di mana sistem Senat diganti dengan BEM. Seluruh
mahasiswa IAIN memilih langsung ketua BEM IAIN (seperti pemilihan
Presiden). Sistem ini dibentuk untuk melatih kepemimpinan pada tingkat
mahasiswa selain di organisasi ekstra kampus.40 Ini merupakan sebuah prestasi
tersendiri yang dibuat oleh kader HMI, di saat itu pemilihan presiden belum
dipilih langsung oleh rakyat tetapi di IAIN ketua (presiden mahasiswa) sudah
dipilih langsung oleh seluruh mahasiswa. Ini merupakan sebuah gagasan yang
besar mengenai sistem demokrasi yang telah dipraktekkan dikalangan mahasiswa.
40Wawancara Pribadi dengan Tb. Ace Hasan Syazdali, Bintaro, 17 September 2014
78
D. Relasi Tradisi Intelektual HMI Cabang Ciputat dengan Intelektual
Mahasiswa IAIN 1960-1998
Tradisi intelektual HMI Cabang Ciputat memiliki pengaruh sangat besar
terhadap mahasiswa IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sejak awal berdirinya HMI
Cabang Ciputat, ADIA/ IAIN (sekarang UIN) merupakan basis utama dari
perkaderan yang melahirkan banyak tokoh-tokoh nasional bahkan internasional,
sebut saja Cak Nur, Fachry Ali, Mulyadi Kartanegara, Mursyid Ali, M. Atho
Mudzhar, Azyumardi Azra, Komarudin Hidayat, Bachtiar Effendy, Hadimulyo,
Ahmad Zacky Sirodj, Hari Zamharir, Kurniawan Zulkarnain, Rifqiyati, Nurhayati
Djamas, Noor Jannah Shomad, serta belakangan juga menghasilnya banyak
peneliti yang muncul lebih belakangan sebut saja Saiful Mujani, Ihsan Ali-Fauzi,
Budhy Munawar Rahman, Abudin Nata, M. Amin Summa, Badri Yatim (alm), M.
Wahyuni Nafis, Ali Munhanif, Fuad Jabali, Irfan Abu Bakar, Amelia Fauzia,
Burhanudin Muhtadi, Tati Hartimah, Budi Sulistiono, Jajat Burhanudin, Didin
Syafrudin, Syukron Kamil, Amsal Bahtiar, Jamhari, J.M. Muslimin, Oman
Faturohman, Arif Subhan, Ade Komarudin, dan TB. Ace Hasan Syadzily dan
masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Mereka semua selain
memiliki karya mereka juga juga memiliki visi dan intelektualitas yang baik, yang
merupakan contoh cendekiawan yang lahir dari proses perkaderan intelektual
HMI Cabang Ciputat dari periode 1960 – 1998.
Satu hal proses yang sama yang mereka lakukan adalah menghidupkan tradisi
intelektual yang dibentuk oleh Cak Nur sebagai tokoh sentral dari intelektual HMI
Cabang Ciputat melalui NDP dan pembaruan pemikiran menginspirasi meraka
semua. Tradisi membaca yang baik, berbagi literatur, diskusi, sampai menulis
79
menjadi kegiatan yang sangat intens yang biasa dilakukan pada hampir semua
angkatan kepengurusan HMI Cabang Ciputat dari tahun 70-an sampai
pertengahan 90an. Dengan menjadikan proses yang demikian HMI Cabang
Ciputat tidak pernah kehabisan cendekiawan muslim.
Hubungan kekeluargaan yang dibangun antara senior dengan junior, antar
sesama angkatan berjalan dengan sangat baik. Sehingga tercipta suasana yang
kondusif untuk berjalannya tradisi intelektual, kalaupun ada persaingan tidak lebih
dari saingan yang sehat dalam peningkatan kualitas intelektual masing-masing
kader. Semisal pada masa Tati berperan sebagai pengurus HMI Cabang Ciputat
ataupun KOHATI Cabang Ciputat, para pengurus seperti menjadi mentor para
juniornya untuk lebih semangat dalam berbagai hal, dengan selalu menanyakan
tentang perkuliahan41, memberikan sarapan otak setiap pagi (memberikan koran
dan mendiskusikannya), saling bertukar literatur, rutin berdiskusi dan pelatihan
menulis.
Berbagai diskusi sangat rutin dilaksanakan baik di sekretariat HMI Cabang
Ciputat ataupun dilingkungan kampus IAIN dan bahkan di kost-kost para kader.
Bentuk diskusi selalu rutin dilaksanakan hampir setiap kepengurusan HMI
Cabang Ciputat. Dari mengundang para senior seperti Cak Nur, Ridwan Saidi,
Fachry Ali, M. Dawan Raharjo, atau mengundang para ahli (dosen-dosen yang
tinggal dikomplek dosen UI, Ciputat), seperti Sarlito Wirawan Sarwono ahli
41Para senior menanyakan tentang mata kuliah yang tidak dipahami dan memberikan arahan,kemudian menanyakan serta berusaha mengontrol Ip junior-juniornya agar tidak turun. Mendorongaktif diskusi dalam setiap perkuliahan. Hasil diskusi dengan Tati Hartimah tentang keadaanperkaderan pada zamannya.
80
psikologi dan Juwono Sudarsono ahli hubungan internasional, 42 diskusi buku
dengan membedah setiap Bab pada buku yang ingin didiskusikan sampai pada
mendiskusikan berita atau tulisan di surat kabar dengan berbagai perspektif
membuat para kader HMI Cabang Ciputat menjadi kaya akan wawasan. Dalam
berdiskusi untuk memperdalam kemampuan bahasa Asing baik Inggris ataupun
Arab tak jarang para kader mencari media massa berbahasa Inggris untuk
didiskusikan.43
Menulis menjadi hal yang wajib bagi para kader HMI Cabang Ciputat. Dari
periode 1960-1975, 1976-1986, dan 1987-1998 menulis menjadi tanda mereka
adalah aktivis HMI, baik menulis pada buletin yang diterbitkan HMI Cabang
Ciputat sendiri, majalah terbitan LSM (Panji Masyarakat terbitan LP3ES),
ataupun di media massa seperti, Kompas, Harian Pelita dan lain-lain. Seperti
Fachry Ali yang rutin menulis di majalah Panjimas dalam rubrik kolom kecil
dengan tema-tema kritik sosial dan kritik terhadap pemerintah.44Pelatihan menulis
digerakkan HMI Cabang Ciputat pada setiap kepengurusan kepada para kadernya
guna menuangkan pengetahuan dan pengalaman yang telah didapat oleh para
kader.
Yang menarik adalah hampir keseluruhan kader yang menjadi simbol
intelektual menjalani tradisi intelektual yang sama. Dengan membaca banyak
literatur, berdiskusi tentang hasil bacaan atau tematik, dan menulis pengetahuan
dan pengalaman yang didapat dari diskusi dan membaca mereka menjaga proses
42Diskusi seperti ini sering diadakan pada zaman Ketum Didin Syafrudin (sekarang Wadek IITarbiyah), 1985-1986.
43Wawancara Pribadi dengan Ahmad Sanusi. Pamulang, 13 Agustus 201444Fachry Ali, “Islam, Bukan Pahamisme,” Panji Masyarakat, No 513, (Agustus 1986), h. 14.
81
itu, bukan hanya saat menjadi aktivis di HMI Cabang Ciputat melainkan juga saat
mereka menjadi alumni HMI Cabang Ciputat. Mereka melanjutkan tradisi tersebut
dalam LSM-LSM, baik yang ikuti lewat perkawanan di HMI ataupun LSM-LSM
yang dibentuk sendiri yang bertujuan untuk mewadahi alumni-alumni muda HMI
sebagai peneliti tetap ataupun magang, bahkan banyak juga yang aktif dalam
beberapa LSM sekaligus. Dalam LSM-LSM para alumni ditempa secara
profesional baik dari cara membaca, berdiskusi dan menulis. Sehingga tidak dapat
disangkal lagi bahwa HMI Cabang Ciputat menciptakan Muslim-Intelek-
Profesional seperti apa yang dikatakan oleh Cak Nur.
Jika diamati terjadi perubahan-perubahan yang cukup jelas antar zaman tokoh-
tokoh intelektual yang terbentuk dari rahim intelektual Ciputat. Pada zamannya
Cak Nur, Cak Nur menjadi tokoh utama dari intelektual Ciputat, cara yang
digunakan Cak Nur untuk menyebarkan ide dan gagasannya dengan menulis di
media massa, menulis makalah dan menyampaikannya pada kuliah-kuliah atau
saat menjadi trainer di HMI, dan gagasannya yang dikeluarkan merupakan
gagasan yang sangat berkaitan dengan masyarakat luas, sehingga dapat dikatakan
Cak Nur adalah “public intellectual” misalnya tentang sekularisasi Islam, Nilai-
ilai dasar Islam, Modernisasi ialah Rasionalisasi bukan Westernisasi. Dan karir
Cak Nur di HMI melesat dari ketua umum HMI Cabang Ciputat sampai pada
ketua umum PB HMI dikarenakan gagasan dan ide yang dibawanya dan bisa
dikatakan Cak Nur yang paling menonjol dari generasinya bahkan sampai
beberapa generasi dibawahnya. Cak Nur juga menjalani sekolah formal yang
sangat baik. Lulusan universitas ternama di dunia dan produktif dalam menulis
buku.
82
Pada generasi Fachry Ali, terjadi sedikit perubahan tradisi intelektual. Selain
mengeluarkan banyak gagasan dan menulis dalam media massa. Fachry Ali juga
aktif pada berbagai LSM yang bergerak pada tataran “gressrod” yang diawali
bergabung dengan LP3ES. Dan dilanjutkan dengan membentuk LSM-LSM
lainnya guna wadah pengembangan intelektual. Seperti HP2M dan lain-lain.
Kemudian beberapa generasi di bawahnya seperti Komarudin Hidayat,
Azyumardi Azra, Hadimulyo, Bahtiar Effendi dan lain-lain masih terbawa dengan
pola yang dibangun oleh Fachry Ali. Namun, Fachry Ali kurang memperhatikan
pendidikan formal, Fachry Ali lebih banyak belajar secara otodidak dan dari
aktivitasnya di HMI dan LSM-LSM. Pada generasi selanjutnya kegiatan politik
yang cukup tinggi membuat aktivitas pengembangan intelektual dilakukan kader
HMI di luar institusi HMI, melainkan di kelompok-kelompok studi.
Aktivitas para alumni HMI pada LSM-LSM memberikan dampak sendiri.
Kebanyakan dengan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan berbahasa asing
yang baik mereka mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studinya pada
universitas ternama di dunia. Setelah menyelesaikan studinya baik magister
ataupun doktoral kebanyakan mereka sangat produktif dalam menghasilkan
produk intelektual, baik buku, jurnal, ataupun di media massa.
Pada awal 90-an banyak para senior HMI Cabang Ciputat yang menyelesaikan
pendidikan doktoralnya seperti Cak Nur, Fachry Ali, Atho Mudzhar, Komarudin
Hidayat, Azyumardi Azra, Mulyadhi Kartanegara, Bahtiar Effendy dan lain-lain.
Dan beberapa ada yang membentuk LSM seperti Fachry Ali dan Bahtiar Effendy
mendirikan LSPEU Indonesia (Lembaga Studi dan Pengembangan Etika Usaha).
Lalu ada PPIM (Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat) yang dibentuk oleh
83
Azyumardi Azra secara kolektif bersama Komarudin Hidayat, Saiful Mujani dan
lain-lain didorong dengan oleh Pak Harun Nasution kepada pak Rektor saat itu
Quraish Shihab untuk membentuk semacam LSM dalam IAIN. Lalu ada juga
CSRS (Centre for The Study of Religion and Culture) yang tadinya merupakan
divisi kajian budaya dari Pusat Bahasa dan Budaya yang juga diinisiasi oleh
Azyumardi Azra.45
Aktivitisme dan intelektulisme yang seimbang yang dijalankan kader-kader
HMI Cabang Ciputat dekade akhir 70-an sampai pertengahan dekade 80-an di
lingkungan dalam perkaderan intelektual di dalamnya menjadi modal yang sangat
baik bagi para alumni HMI Cabang Ciputat untuk berkarya dan aktif dalam LSM
untuk pengembangan intelektual mereka yang selanjutnya secara kontinuitas bagi
basis perkembangan intelektual di luar jalur akademik yang mereka ambil dalam
pendidikan formal di IAIN.
Ini menjadi penting ketika dalam pendidikan formal selanjutnya basis
intelektual ini mengambil pendidikan yang berbeda dari apa yang mereka ambil
pada IAIN. Selain aktif pada LSM angkatan ini juga aktif menulis pada media
massa bahkan pada saat mereka masih kuliah. Kemampuan menulis yang juga
mereka kembangkan di LSM dengan mengurusi Jurnal, Majalah ataupun Buletin
harian yang menjadi lahan “garapan” dan menjadi sangat profesional dibidang
jurnalistik. Ini juga bidang yang sangat berbeda dengan ilmu yang mereka ampu
pada pendidikan formal di IAIN. Hal ini menjadi sesuatu yang seperti
“menyimpang” dari rule mode pendidikan IAIN yang seharusnya bergerak dalam
45 Syukron Kamil, Islam dan Kebangsaan HMI Cabang Ciputat; Sekilas Jejak Pemikiran danGerakan Kadernya, dalam Rusydy Zakaria dkk, ed., Membingkai PerkaderanIntelektual................h.201
84
bidang keagamaan secara lebih teknikal, seperti menjadi guru agama, juru
dakwah, pegawai departemen agama atau sebagai dosen IAIN sendiri. Seperti
yang tercantum dalam konsideran Peraturan Pemerintah no. 34 tahun 1950
maksud pendirian ADIA (IAIN) adalah untuk menyiapkan calon tenaga pegawai
bagi kepentingan Departemen Agama.46
Selanjutnya karir intelektual generasi ini semakin melejit ketika pada masa
Munawir Sjadzali sebagai Menteri Agama dengan otoritasnya, membuka jalur
pendidikan bagi lulusan IAIN harus dikirim ke universitas ternama di dunia untuk
mendapatkan pendidikan ekonomi, sosiologi, politik dan mendapatkan gelar
magister ataupun doktoral. Menurutnya, intelektualisme Islam harus
diintegrasikan dengan intelektualisme nasional.47 Maka dari itu dengan
kesempatan yang luas ini banyak alumni IAIN (HMI juga) tentunya yang
berangkat mendapatkan pendidikan di luar negeri. Dengan bekal-bekal yang
sudha mereka miliki selama berproses di HMI, aktif di LSM, dan menulis pada
berbagai media, serta kemampuan bahasa asing yang mumpuni menjadi sangat
terpakai ketika mereka berkuliah di luar negeri.
Seletah menyelesai pendidikan formal di univeritas ternama di dunia, semisal
Azyumardi Azra,setelah menyelesaikan pendidikan di Columbia University, New
York, Amerika Serikat dalam bidang sejarah. Karya-karya tulisannya terbit di
dalam maupun di luar negeri. Dalam negeri misalnya Azyumardi Azra adalah
peletak dasar jurnal ilmiah Studia Islamica pada tahun 1994. Jurnal yang tersebar
di seluruh perpustakaan universitas-universitas besar di dunia menggunakan tiga
46Fachry Ali, Kontinuitas dan Perubahan: Catatan Sejarah Sosial Budaya Alumni IAIN, h. 37047Fachry Ali, Ibid, h. 382
85
bahasa, bahasa Indonesia, bahasa Arab dan bahasa Inggris. Selain itu sangat
produktif dalam menulis buku tercatat 23 buku dan puluhan tulisan yang terbit di
dalam buku kumpulan karangan baik disunting sendiri ataupun oleh sarjana lain.
Bukunya The Origins of Islamic Reformism in Southeast Asia diterbitkan oleh
kerjasama Asutralia dan Honolulu dan Leiden (Allen & Unwin, University of
Hawa’i Press dan KITLV) pada 2004. Dalam kinerja kerjasamanya Azyumardi
telah menjadi co-editor beberapa buku. Antara lain Shari’a and Politicsin
Indonesia, terbit di Singapura pada 2005; Indonesia Islam and Democracy, 2006;
Islam in the Indonesia World: An Account of Institutional Development
diterbitkan Mizan International pada 2007 dan masih banyak lagi karyanya.
Seluruh karyanya telah meningkatkan pamor intelektual dan sosial-politik
Azyumardi Azra. Dalam konteks ini, Azyumardi Azra memperoleh Honorary
Professorial Fellow dari University of Melbourne, Australia, anggota Board
Trustees, International Islamic University, Islamabad, Pakistan, kemudian anggota
Academic Development Committe, Aga Khan International University-Institute
for the Study of Muslim Civilizatiob (AKU-ISMC) berpusat di London daln lain-
lain. Sejalan dengan itu pula Azyumardi menjadi international visiting fellow di
Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir; Leiden University, Belanda; Oxford
University, Inggris; New York University dan Columbia University, Amerika
Serikat; dan University of Melbrourne, Australia. Pada agustus 2005 ia
mendapatkan Anugrah Bintang Maha Putra Utama RI atas kontribusinya dalam
mengembangkan Islam moderat.48
48Fachry Ali, Lima Puluh Tahun HMI Ciputat; Sebuah Narasi Tentang Warisan Intelektual,Op.cit h. xlix
86
Selanjutnya ada Komarudin Hidayat seletah lulus dari IAIN Jakarta saat itu
dan aktivitasnya di LP3ES, Komarudin Hidayat melanjutkan studinya master dan
doktoralnya dalam filsafat Islam dan perbandingan filsafat Barat dan Islam di
Middle East Technical University. Komarudin Hidayat juga dianggap sebagai
religus-prfesionalisme yakni pembawa ajaran-ajaran dna nilai-nilai agama yang
terkemas secara modern-sehingga tersosialisasikan kepada kalangan menengah
kota. Lihat karya-karyanya merupakan kosumsi bagi kaum terpelajar sekuler serta
kaum menengah atas. Seperti Tragedi Raja Midas, Wahyu dari Langit, Wahyu di
Bumi, Memahami bahasa Agama, Psikologi Beragama, ada juga dua karyanya
yang belakangan sangat menarik seperti Psikologi Kematian dan Spiritual Side of
Golf dan makin menjelaskan kemampuannya dalam menulis buku menjadi
konsumsi untuk kalangan berpendidikan dan menengah kota.49
Lalu ada Mulyadhi Kartanegara seletah menyelesaikan studinya di Fakultas
Ushuludin pada 1984. Pada 1989 Mulyadhi Kartanegaramendapatkan gelar master
dari Center oh Middle East Studies, the University of Chicago. Dan gelar
doktornya dalam bidang filsafat Islam didapatnya dari Near-Eastern Languanges
and Civilization, the University of Chicago, Amerika Serikat pada 1996.
Mulyadhi menghasilkan 28 buku, seperti Renungan Mistik Jalaludin Rumi,
diterbitkan pada 1986. Karya lainnya Menembus Batas Waktu: Panorama Filsafat
Islamdan Menyibak Tirai Kejahilan: Pengantar Epistimologis Islam diterbitkan
Mizan. Masing-masing pada 2002 dan 2003. Mulyadhi juga menterjemahkan
tulisan berbahasa asing, baik Inggris ataupun Arab. Salah satu yang diterjemahkan
49Fachry Ali, Lima Puluh Tahun HMI Ciputat, Ibid, h. xlviii
87
adalah The Venture of Islam jilid I dan II diterbitkan Paramadian apda 1999 dan
2002.50
Bahtiar Effendy, selesai dari Fakultas Ushuludin pada tahun 1985. Pada tahun
1988 memperoleh gelar master dari Southeast Asian Studies, Ohio University,
Athens, Amerika Serikat. Pada 1991, kembali mendapatkan gelar master dari
Ohio University, Columbus dalam bidang politik. Dan pada tahun 1994
mendapatkan gelar doktor dari universitas yang sama. Sejak 1986 telah menjadi
editor di sebuah penerbitan Pustaka Jaya. Pada 1984 buku terjemahan pertamanya
adalah Muhammad Kekasih Allah diterbitkan oleh Mizan. Buku pertamanya yang
ditulis adalah Merambah Jalan Baru Islam: Rekontruksi Pemikiran Islam Masa
Orde Baru diterbitkan Mizan pada 1986. Sejak itu poduktivitas meningkat. Pada
1988 Bahtiar menulis tesis masternya dengan judul The Nine Stars an Politicds: A
Study of The Nahdhatul Ulama’s Acceptance of Asas Tunggal and Its Wtihdrawal
from Politics. Pada 1998 buku yang disuntingnya, Radikalisme Agama yang
diterbitkan PPIM, Islam dan Negara: Transformasi dan Praktik Polotik Islam di
Indonesia yang diterbitkan Paramadina pada tahun yang sama. Pada 2003 buku
Islam and State in Indonesia telah diterbitkan Institute of Southeast Asia Studies
(ISEAS) di Singapura. Dan masih banyak lagi karyanya yang terdapat di dalam
buku-buku yang diterbitkan di luar negeri. Statusnya sebagai Senior Fellow di S.
Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University
Singapore dan Fellow di Victoria University Wellington, New Zealand adalah
bukti akan kedalaman intelektualitasnya.51
50Fachry Ali, Lima Puluh Tahun HMI Ciputat, Ibid, h. xxxix51Fachry Ali, Lima Puluh Tahun HMI Ciputat, Ibid, h. xli
88
Lalu ada Hari Zamharir, selain menulis di jurnal ilmiah dan menerjemahkan
beberapak karya asing tentang politik dan Islam, juga menulis buku Agama dan
Negara: Analisa Kritis Pemikiran Politik Cak Nur yang terbit pada 2004. Juga ada
Rusydy Zakaria, dengan karya Indonesia Islamic Education: A Sosio-Political and
Historical Perspective, terbit di Jerman pada 2008. Kinerja intelektual Rusydy
Zakaria ini juga ditandai oleh posisinya sebagai penanggung jawab jurnal ilmiah
Islamica Didaktika dan konsultan World Bank untuk bidang pendidikan.
Sementara Sudirman Tebba, lulusan Fakultas Syariah awal dekade 1980-an, justru
lebih produktif menulis buku hingga mencapai 39 buah stelah berhenti menjadi
wartawan Kompas. M. Amin Suma juga telah menulis 20 buku, selain itu ada
Abudin Nata, telah menghasilkan 40 buku, ada jua karya dari Pipip Ahmad Rifa’i
telah menulis 5 buku, Iqbal Abdurrauf Saimima (alm) telah menulis 5 buku, Badri
Yatim (alm) telah melahirkan 10 buku, Amin Nurdin juga menghasilkan 10 buku,
Amsal Bakhtiar 9 buku, Budi Sulistiono 4 buku, Abdul Chair 5 buku, Rif’at
Syauqi 5 buku dan Dede Rosyada 3 buku.52 Ada juga Ahmad Sanusi, walaupun
tidak terlalu produktif dalam menulis buku tetapi bisa dikatakan sebagai
penampung hasil-hasil intelektual alumni HMI saat itu dengan mendirikan
penerbitan Logos.53
Dari kalangan KOHATI salah satunya ada Nurlena. Setelah selesai dari
Fakultas Tarbiyah pada tahun 1984, Nurlena aktif menjadi asisten penelitian yang
dilakukan LP3ES. Pada 1986 Nurlena memutuskan untuk mengajar. Pada 1991-
1993 iya mendapatkan gelar master di Kanada dalam bidang Islamic Studies. Pada
52Data ini diambil pada tahun 2012. Lihat Fachry Ali, Lima Puluh Tahun HMI Ciputat, Ibid, h.xxxvi
53Wawancara Pribadi dengan Ahmad Sanusi, Pamulag, 13 Agustus 2014
89
2001-2006 Nurlena kembali ke Kanada untuk mendapatkan gelar doktor dalam
bidang pendidikan. Tiga bukunya tentang karir politik perempuan dan
kepemimpinan perempuan terbit di Indonesia. Dan satu buku lainnya Islamic
School in Contemporary Indonesia terbit di Jerman. Nurlena kini tetap mengajar
(sekarang Dekan Fakultas Tarbiyah). Ida Rosida mengambil gelar master di Ohio
State University, aktif dalam pembelaan hak-hak perempuan. Fatimah S dalam
studi Islamnya di Kanada telah melahirkan karya Modernism and
Contextualization of Islamic Doctrine: The Reform of Indonesian Islam Proposed
by Cak Nur. Kemudian juga ada Lies Marcoes Nasir yang juga sangat aktif di
dalam dunia penelitian dan pemberdayaan masyarakat setelah sebelumnya sempat
ikut meneliti bersama Prof. Dr. Martin van Bruinessen dari Universitas Utrecht
selama satu tahun. Kemudian aktivitas akademisnya dilanjutkan dengan
mengambil master dalam bidang medical anthropology di University of
Amsterdam. Konsentrasinya tertuju pada masalah-masalah pembangunan dan
perempuan. Aktivitasnya di HMI khususnya KOHATI memberikan dampak yang
luar bagi pengembangan intelektual. Mereka yang berhasil ini adalah generasi
penerus dari kader-kader KOHATI angkatan 70-an seperti: Rifqiyati, Noor Jannah
Shomad, Iis Aisah, Mimi Husmiaty Hasyim, Tati Hartimah, Fardiah, Athiroh,
Nining Yuningsih, Rahmi Fauziah dan lain sebagainya. Yang termuda dari
kalangan KOHATI adalah Amelia Fauzia. Setelah lulus dari Fakultas Adab
jurusan Sejarah Kebudayaan Islam pada 1995. Pada tahun 1998 Amelia Fauzia
memperoleh gelar master dalam Islamic Studies dari Universitas Leiden, Belanda
dan memperoleh gelar doktor pada 2008 dari the University of Melbourne,
Australia. Amelia Fauzia aktif mengajar di Fakultas Adab sambil memegang
90
beberapa jabatan. Amelia Fauzia juga aktif dalam banyak penelitian seperti Faith
and State: A History of Islamic Philanthropy in Indonesia yang diterbitkan
National University of Singapore.54
Pada tahun pertengahan dekade 80-an sampai 90-an akhir aktivis-aktivis HMI
Ciputat yang lahir dari rahim intelektual Ciputat lebih banyak terbentuk dari
kelompok-kelompok studi waktu itu. Sebut saja Saiful Mujani, Ihsan Ali-Fauzi,
Ali Munhanif (Formaci). Saiful Mujani misalnya mengikuti hampir semua
pelatihan formal yang ada di HMI dari Maperca sampai Advance, selain itu
pembentukan intelektualnya lebih banyak didapat dari kelompok studi. Setelah
menyelesaikan studinya di Fakultas Ushuludin pada tahun 1989, melanjutkan
mengajar di Fakultas Ushuludin sampai 1996, sambil mengajar Saiful Mujani juga
aktif dalam ELSAF dan kemudian mengembangkan jurnal Ulumul Qur’an.
Pengalaman ini yang membuatnya dipercaya oleh Azyumardi Azra dalam
pengembangan jurnal Studia Islamica. Tahun 1998 Saiful melanjutkan studinya
dalam bidang politik dan mendapatkan gelar master dari Ohio State University,
dan mendapatkan gelar doktor dari universitas yang sama pada tahun 2003.
Sumbangsih terbesarnya adalah dengan membentuk Lembaga Survei Indonesia di
mana dalam waktu yang cepat dan singkat kita bisa mengetahui hasil pemilihan
umum. Tentu saja selain hasil tulisan-tulisannya yang dimuat dalam jurnal dalam
negeri ataupun luar negeri.55
Pada seangkatannya ada Ali Munhanif yang juga aktif di Formaci, selepas
lulus dari Fakultas Ushuludin pada 1990, ali Munhanif memperoleh gelar master
54Lihat Fachry Ali, Lima Puluh Tahun HMI Ciputat, Ibid, h. xxxii55Wawancara Pribadi dengan Saiful Mujani di kantor SMRC, Kuningan 16 September 2014
91
dari Temple University Philadelpia, Amerika Serikat pada tahun 1996. Pada tahun
2000 Ali mendapatkan gelar Doktor dari Mc.Gill University, Montreal Kanada
dalam ilmu politik. Dengan judul disertasi Different Routes to Islamism: History,
Institutions, and the Politics of Islamic State. Ali Munhanif mengabdikan dirinya
di dunia pendidikan dengan mengajar di Fakultas Ushuludin dan FISIP (sejak
2009) dan saat ini menjadi Direktur PPIM. Pada generasi 90-an bisa kita lihat
sperti Syukron Kamil, yang kini menjadi Direktur PSIA, lalu ada Oman
Fathurahman mantan ketua umum Komisariat Adab ini kini telah menjadi guru
besar dalam bidang filologi (sekarang Dekan Fakultas Adab), ada juga yang
segenerasi dengannya seperti JM. Muslimin (sekarang Dekan Fakultas Syariah).
Untuk ditingkat nasional kita punya nama-nama seperti Burhanudin Muhtadi yang
sekarang menjadi direktur lembaga survei Indikator Politik menjadi komentator
politik baik dengan lisan ataupun tulisan yang sangat baik. Dan yang segenerasi
dengan Burhan ada Tb. Ace Hasan Syadzali, salah satu aktivis 98 dan juga
pembentuk sistem BEM dan SG di kampus IAIN ini melnajutkan karir politiknya
dengan penjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (2009-
2014) dari fraksi Golkar.
Untuk itu melalui HMI Cabang Ciputat sebagai pusat perkaderan intelektual
pertama sebagai dasar pijakan intelektual dan dengan semangat menjaga tradisi
intelektual tersebut. Tokoh-tokoh di atas yang bisa dibilang masih sangat sedikit
dari banyaknya tokoh yang menjaga tradisi intelektual serta yang produktif dalam
menghasilkan karya intelektual. Paling tidak ada gambaran pada setiap angakatan
yang berhasil menjadi scholar sejati ataupun aktivitas lain namun tetap menjaga
92
kualitas intelektualnya serta memiliki visi yang baik serta menjalankan nilai-nilai
intelektual yang diwariskan oleh Cak Nur.
93
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Tradisi intelektual utama yang dibangun Cak Nur sebagai patron intelektual
dengan segala pemikirannya yang visioner, tentang ke-Indonesiaan, ke-Islaman
dan ke-Modernan tidak didapat begitu saja. Nurcholish Madjid dan para generasi
penerusnya yang kemudian menjadi tokoh-tokoh intelektual membangun
menjaga, mengembangkan dan mewariskan sebuah tradisi dalam rangka
mengaktualisasikan nilai-nilai yang terdapat di HMI, baik kualitas insan cita
sebagai kader ataupun NDP sebagai nilai luhur organisasi serta landasan-landasan
yang terdapat dalam HMI, membuat Nurcholish Madjid menciptakan suatu pola
perkaderan yang membentuk intelektual. Dengan kemampuan intelektual
mahasiswa dapat menjadi memiliki juga kualitas insan cita, dapat juga
menjalankan Nilai-nilai Dasar Perjuangan dan memahami landasan-landasan
dalam ber-HMI. Untuk itu intelektual merupakan modal dasar untuk kehidupan
peran kader selanjutnya.
Tradisi intelektual tersebut diawali dengan membaca “iqra” seperti wahyu
pertama yang turun kepada Muhammad SAW. Hal ini menjelaskan bahwa sumber
pengetahuan berasal dari membaca. Berarti pula Islam sebagai agama ataupun
budaya sangat menganjurkan umatnya untuk membaca (belajar) sebelum manusia
menjadi khalifah di muka bumi. Kemudian tradisi selanjutnya adalah berdiskusi
(bertukar pikiran), merupakan suatu wahana di mana kita bisa mengeluarkan hasil
bacaan kita dan bertukar pikiran dengan hasil bacaan orang lain yang berdiskusi
94
dengan kita. Berbagi wawasan dan saling mengajarkan merupakan cara yang
sangat baik untuk menguatkan dan meningkatkan hasil bacaan kita.
Yang terakhir adalah menulis. Menulis adalah suatu kegiatan di mana kita
mencurahkan isi pikiran, hati, pandangan, rasa dengan huruf-huruf. Menulis hasil
bacaan dan diskusi kita memperkaya khazanah intelektual kita. Pada zaman
dahulu nenek moyang kita pun tidak lepas dari tradisi menulis. Dengan
ditemukannya naskah-naskah kuno yang menjadi kajian orang-orang sejarah
ataupun filologi. Dalam naskah-naskah itu kita dapat mengetahui ilmu-ilmu yan
terkandung di dalamnya. Dengan menulis juga kita karya-karya kita “hasil
intelektual” kita akan abadi. Tradisi utama di atas diperkaya dengan kegiatan-
kegiatan ilmiah lainnya. Karena menulis merupakan transformasi keilmuan yang
paling efektif.
Tradisi intelektual ini tidak hanya dijalankan selama aktif di HMI Cabang
Ciputat saja, tetapi tradisi ini terus digali dan dimaksimalkan dengan lebih
profesional setelah para kader lulus dari kampus IAIN dan berkader di HMI
Cabang Ciputat. Dengan bekal pengetahuan dan pengalaman yang di dapat selama
berkader di HMI dapat bermanfaat dan dikembangkan para alumni HMI untuk
mendapatkan beasiswa pendidikan di universitas-universitas ternama di dunia.
Kekuatan intelektual yang telah dibangun dari diimbangi kepedulian yang
tinggi terhadap masyarakat menjadikan HMI Cabang Ciputat menjalankan
kesadarannya sebagai kader umat dan kader bangsa dengan bergabung ataupun
mendirikan LSM-LSM. Dengan LSM para alumni HMI melanjutkan tradisi
intelektualnya untuk meneliti dan memecahkan masalah-masalah yang terjadi
95
pada masyarakat baik dari budaya, sosial, ekonomi, politik dan lain-lain. Sebut
saja Nurcholish Madjid yang mendirikan yayasan wakaf Paramadina.
Pada periode 1976 – 1985 generasi komunitas intelektual, Fachry Ali,
Komarudin Hidayat, Azyumardi Azra bergabung dengan LP3ES. Atau Fachry
Ali, Hadimulyo, Kuniawan Zulkarnain, Hari Zamharir, Azyumardi Azra, alm.
Badri Yatim, Ahmad Sanusi, Pipip Ahmad Rivai, Rusydy Zakaria dan lain-lain
secara kolektif mendirikan HP2M (Himpunan untuk Peneliti dan Pengembangan
Masyarakat). Kemudian juga ada Lspeu Indonesia (Lembaga Studi dan
Pengembangan Etika Usaha) yang didirikan Fachry Ali dengan Bahtiar Effendy.
Dalam LSM-LSM ini para alumni HMI melanjutkan tradisi intelektualnya,
sehingga jejak intelektualnya diakui oleh dunia internasional dengan diterbitkan
buku-bukunya di luar negeri.
Periode pertengahan 1980-an sampai pertengahan 1990-an tradisi tersebut
dilembagakan oleh kader-kader HMI Cabang Ciputat melalui kelompok-
kelompok studi karena tingginya minat politik kader HMI Cabang Ciputat dalam
aktivitas politik. Formaci, Respondeo, Flamboyan dan lain sebagainya merupakan
contoh kelompok studi yang melanjutkan tradisi intelektual tersebut.
Dalam kurun waktu yang panjang tradisi tersebut mulai terkikis oleh
hedonisme dan pragmatisme. Pragmatis dan hedonis seperti tak bisa terlepaskan
oleh kehidupan kampus dan mahasiswa pada era reformasi ini. Ini menjadi tugas
besar bagi kita semua, untuk menghidupkan kesadaran dan membangkitkan tradisi
intelektual tersebut menjadi sebuah kewajiban bagi kita sebagai kader umat dan
kader bangsa.
96
B. Saran
Dengan melihat kesimpulan di atas sudah saatnya kita memberikan
penyadaran kepada generasi muda penerus bangsa, khususnya mahasiswa sebagai
agen perubahan (agent of change) terlebih lagi bagi para aktivis HMI yang
merupakan kader umat dna kader bangsa. Dua beban berat yang diampu oleh
aktivis HMI mengharuskan mereka “kembali” pada perjuangannya mengingat
semakin beratnya tantangan yang akan dihadapi dikemudian hari.
Seiring dengan perkembangan zaman perlu pembangunan kapasitas
bidang pengkaderan, terutama kurikulum dan yang lebih penting adalah metode
pengkaderan atau training harus ditekankan pada integritas yang tinggi, mengingat
banyaknya alumni-alumni HMI yang terlibat kasus korupsi. Kemudian
disesuaikan juga dengan kemajuan akademik di era globalisasi. Di mana dalam
pembinaan kader juga harus ditekankan pada penguasaan bahasa asing dan
teknologi informasi menjadi penting dan mendesak.
Harapan saya sebagai penulis serta kader HMI semoga saja HMI Ciputat
generasi-generasi intelektual. Iklim politik yang tinggi tidak ada salahnya ketika
selalu diimbangi dengan semangat menjaga tradisi baca, diskusi dan tulis.
Sehingga kader HMI sebagai kader umat dan kader bangsa dapat menjalankan
tugas dan perannya yang semakin berat dikemudian hari. Bahagia HMI,
Yakusa..!!!
97
Daftar Pustaka
Abdurahman, Dudung. Metodologi Penelitian Sejarah. (Yogyakarta; Ar RuzzMedia, 1999)
Alfian, M. Alfan. HMI 1963-1966: Menegakkan Pancasila di Tengah Prahara.(Jakarta: Kompas Media Nusantara 2013)
Alwi, Hasan, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa edisi III(Jakarta: Balai Pustaka, 1996)
Bustami, Abu, Yazid, ed. HMI Masih Ada Refleksi Para Kader. (Depok: LayarTerkembang 2014)
Dhakidae, Daniel. Cendikiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru.(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 2003)
Esposito, John L. Ensikopedia Dunia Islam Modern. (Bandung; Mizan, 2001)
Gottschalk, Louis. Mengerti Sejarah. terj: Nugroho Notosusanto. (Jakarta: UIPress. 1983)
HMI Cabang Ciputat. Menggugat HMI Mengembalikan Tradisi Intelektual(Ciputat: HMI Cabang Ciputat 2005)
Jabali, Fuad dan Jamhari. IAIN dan Modernisasi Islam di Indonesia. (Ciputat:UIN Jakarta Press 2003)
Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah. (Yogyakarta; PT. Tiara Wacana Yogya, 2003)
Kontowijoyo. Dinamikan Sejarah Umat Islam Indonesia. (Yogyakarta:Shalahudin Press, 1985)
__________, Pengantar Ilmu Sejarah. (Yogyakarta; Bentang 1995)
__________, Dinamikan Sejarah Umat Islam Indonesia. (Yogyakarta: ShalahudinPress 1985).
Maarif, Ahmad Syafii. Peta Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia. (Bandung:Mizan 1994)
Latif, Yudi,. Intelegensia Muslim dan Kuasa: Genealogi Intelegensia MuslimIndonesia Abad ke-20. (Bandung: Mizan 2007)
Madjid, Nurcholish. Indonesia Kita. (Jakarta: Gramedia Nusantara 2003)
98
__________, Dialog Keterbukaan: Artikulasi Nilai Islam dalam Wacana SosialPolitik Kontemporer. (Jakarta: Paramadina, 1998)
Pratikno, Ahmad W. “Anatomi Cendekiawan Muslim, Potret Indonesia” dalamAmien Rais (ed.), Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali, 1986)
Raharjo, M. Dawan. Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa,(Bandung: Mizan 1999)
Ricklefs, M. C. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. (Jakarta: Serambi ImuSemesta. 2008)
Sarbini. Islam di Tepian Revolusi; Ideologi Pemikiran dan Gerakan. (Yogyakarta:Pilar Media 2005)
Satria, Hariqo, Wibawa. Lafran Pane; Jejak Hayat dan Pemikirannya. (Jakarta:Penerbit Lingkar 2010)
Sitompul, Agussalim. Pemikiran HMI dan Relevansinya dengan SejarahPerjuangan Bangsa Indonesia. (Jakarta: Integrita Dinamika Press 1986)
__________,Menyatu dengan Umat, Menyatu dengan Bangsa: PemikiranKeIslaman dan KeIndonesiaan HMI 1947-1977. (Jakarta: Logos WacanaIlmu, 2002)
__________, Sejarah Perjuangan HMI tahun 1947-1975. (Jakarta: MisakaGaliza, 2008)
__________, 44 kemunduran HMI, Suatu Kritik dan Koreksi untuk KebangkitanKembali HMI (50 tahun pertama HMI 1947-1997). (Jakarta: CV. MisakaGazali, 2008).
__________, Historiografi Himpunan Mahasiswa Islam tahun 1947-1993,(Jakarta: Intermasa, 1995)
Sugono, Dendi, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa edisi IV.(Jakarta: Gramedia 1998)
Tanja, Victor. Himpunan Mahasiswa Islam: Sejarah dan Kedudukannya di TengahGerakan-Gerakan Muslim Pembaharu di Indonesia. (Jakarta: Sinar Harapan1982)
Zakaria, Rusydy. dkk (ed). Membingkai Perkaderan Intelektual; Setengah AbadHMI Cabang Ciputat. (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2012)
99
Majalah
Abdullah, Soleh. ADI Ciputat, Menerobos Persoalan Pembangunan. (November1985) h. 32 – 34.
Ali, Fachry. Islam, Bukan Pahamisme. Panji Masyarakat No 513 (Agustus 1986)h. 14.
Azra, Azyumardi. Kondisi Kemanusiaan Lebih Baik; Agenda LPSM – LSM. PanjiMasyarakat No 532 (Januari 1987) h. 36 – 38.
Sumber Internet
Nazir, Azwil. “Sejarah Kampus Universitas Indonesia.” Artikel diakses padatanggal 02 Februari 2014 dari http://Azwilnazir.com/2014/02/02/1482
Wawancara Pribadi
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Uci Sanusi, Pamulang, Tangerang Selatan, 13Agustus 2014.
Wawancara Pribadi dengan Didin Syafrudin, Ciputat, Tangerang Selatan, 19Agustus 2014.
Wawancara Pribadi dengan Amsal Bahtiar, Ciputat, Tangerang Selatan, 19Agustus 2014.
Wawancara Pribadi dengan Aris Budiono, Pondok Ranji, Tangerang Selatan, 27Agustus 2014.
Wawancara Pribadi dengan Sukron Kamil, Ciputat, Tangerang Selatan, 5September 2014.
Wawancara Pribadi dengan Oman Faturahman, Ciputat, Tangerang Selatan, 14September 2014.
Wawancara Pribadi dengan Saiful Mujani, Kuningan, Jakarta , 16 September2014.
Wawancara Pribadi dengan TB Ace Hazan Syadzily, Bintaro, Tangerang Selatan,17 September 2014.
Lampiran I
Hasil wawancara dengan Ahmad Sanusi
Ketua Umum HMI Cabang Ciputat periode 1981-1982.
Pamulang, 13 Agustus 2014
Pokok-pokok wawancara
Pertanyaan : Masuk dan selesai kuliah di IAIN tahun berapa sampai tahun
berapa?
Jawaban : Tahun 1977 selesai 1982
Pertanyaan : Jenjang perkaderan yang diikuti selama di HMI Cabang Ciputat?
Jawaban : Bentuk perkaderan saat itu ada tiga format
Perkaderan formal : maperca, basic training, intermade training,
advance, pusdiklat.
Perkaderan informal : Upgrade jurnalistik, upgrade Dakwah,
upgrade pendidikan.
Perkaderan Non Formal : Diskusi Kelompok Cabang, Kepanitian.
Pertanyaan : Kondisi sosial/politik kampus dan nasional serta tradisi
intelektual yang dibangun pada saat itu seperti apa?
Jawaban : Ada faktor-faktor yang mendukung dilaksanakannya tradisi
intelektual. Pada saat itu kader relatif homogen (dasar
pengetahuan Islamnya dari pesantren), dengan posisi cabang yang
Strategis, lalu ada tokoh-tokoh yang menjadi idola di Ciputat
(senior-senior seperti Cak Nur, Fachry Ali yang sudah sangat
aktif menulis di media massa), semangat perkaderan yang
menjadi bobot utama adalah intelektual dan moralitas. Kehidupan
kampus yang sangat diwarnai kegiatan organisasi ekstra (HMI).
Aktivitas seperti pinjam meminjam buku bacaan, pelatihan
menulis, diskusi itu menjadi terakomodir. Saling asuh dan saling
asih diantara sesama kader baik kakak kelas dengan adik kelas
ataupun teman seangkatan menjadi kekuatan yang mendukung
perkaderan, dengan konsep siapa bisa mengajar apa? Sehingga
bisa saling menutupi kekuarangan kawan-kawan sesama kader
HMI Cabang Ciputat.
Pertanyaan :Aktivitas di mana yang lebih memberikan
peningkatan/pemahaman intelektual intelektual saat itu intra
kampus atau ekstra kampus?
Jawaban : Ghiroh tradisi intelektual dibentuk dan diproses di HMI Cabang
Ciputat. Para kader dibangun dengan cara pandang yang objektif
dan tidak menghakimi. Aula Cabang selalu penuh dengan agenda
diskusi setiap harinya. Intelektual dilihta dari cara pandang, sikap
dan moralitas. Kemudian saya juga ikut dalam pembentukan
HP2M yang dimotori oleh Kak Fachry Ali dan kawan-kawan
dengan didorong oleh Mas Dawam Raharjo (saat itu beliau wakil
direktur LP3ES), yang menjadi wadah penelitian selanjutnya
untuk para kader dan alumni HMI Cabang Ciputat untuk
mengembangkan kemampuan intelektualnya. Selain itu saya juga
ikut dalam pembentukan ADI (Asian Development Institut) LSM
yang dibentuk juga untuk pengembangan penelitian. Selain itu
saya juga alhamdulillah bisa membangun sebuah penerbitan
(LOGOS) bersama kawan-kawan untuk menjadi wadah
disalurkannya hasil penelitian kawan-kawan HMI Cabang Ciputat
saat itu. Meskipun tradisi politik yang dibangun saat itu cukup
kuat tetapi tetap dapat diimbangi oleh tradisi intelektual yang ada
pada saat itu. Sehingga kader-kader HMI Cabang Ciputat selain
bisa aktif di HMI, bisa juga aktif di dalam organisasi
kemahasiswaan di dalam kampus.
Lampiran II
Hasil wawancara dengan Didin Syafrudin,
Ketua Umum HMI Cabang Ciputat Periode 1985 – 1986
Ciputat, 19 Agustus 2014
Pokok-pokok wawancara
Pertanyaan : Masuk dan selesai kuliah di IAIN tahun berapa sampai tahun
berapa?
Jawaban : Tahun masuk IAIN 1982 selesai 1986
Pertanyaan : Kondisi sosial/politik kampus dan nasional serta tradisi intelektual
yang dibangun pada saat itu seperti apa?
Jawaban : Organisasi mahasiswa pada saat itu sangat diawasi oleh
pemerintah Orde Baru, Kak Didin pernah dipanggil oleh Komdak
karena ada isu Ciputat anti Astung. Kehidupan pada saat itu adalah
kehidupan yang keras. HMI mengajarkan pada mahasiswa untuk
tetap kritis terhadap pemerintah. Kampus (kelompok-kelompok
kecil seperti organisasi mahasiswa bergabung dengan kelompok
Cipayung ( HMI, PMII, IMM). Organisasi ekstra lebih kritis
daripada intra, untuk itu gerakan dilakukan diluar kampus.
Pertanyaan : Konsep perkaderan saat menjadi ketua umum komisariat?
Jawaban : Grand design perkaderan saat saya menjadi ketua umum HMI
Cabang Ciputat adalah Intelektualisasi dan profesionalisasi.
Pertanyaan : maksudnya seperti apa dari konsep tersebut?
Jawaban : Intelektualisasi. Bukan hanya banyak bacaan sesuai program studi
masing-masing atau bukan hanya melahirkan ilmuan ( mengerti
teori dan ilmu-ilmu program studi) tapi juga kuat dari sisi konsen
kepedulian kepada mereka yang kurang beruntung, kritis pada
penyelewengan yang terjadi pada Negara. Bukan orang-orang yang
egois, yang tidak peduli nasib bangsanya (ekonomi, sosial dan
budaya), penggerak LSM dan mahasiswa. Profesionalisasi Lebih
kepada kemampuan membentuk teknokrat-teknokrat yang guna
menghasilkan orang-orang harus memiliki kemampuan basic.
Sehingga membentuk lembaga kekaryaan (LPP) sehingga lembaga-
lembaga ini tidak terintegrasi.
Pertanyaan : fokus pengembangan perkaderan intelektual yang terjadi seperti
apa?
Jawaban : Kemampuan menulis menjadi sangat penting saat itu, kritik lebih
ditunjukan dengan diskusi dan menulis, bentuk kritis terhadap
pemerintah lewat tulisan di media masa. Media yang berafiliasi
dengan LSM, masuknya LSM kedunia pesantren, sehingga
pesantren ikut kritis. Awal 90-an setiap lapisan memiliki basis
intelektual. Selain itu muncul juga kelompok-kelompok studi yang
digawangi oleh para aktivis HMI. FORMACI lahir tahun 1986-
1987 diawali kelompok studi yang digawangi oleh Saiful Mujani,
Ali Munhanif dan Ihsan Ali Fauzi. Lahir juga kelompok-kelompok
studi (Lingkaran Studi Indonesia) Formaci, adalah bagian dari
kritis terhadap pemerintahan, kelompok-kelompok studi
memberikan landasan intelektual untuk rekonsepsi bentuk negara.
Dan HMI mendukung Gerakan kelompok studi saat itu. Selain itu
Cabang juga sering mengadakan kegiatan seperti diskusi dengan
Dosen UI, pesantren tentang pendidikan Bahsa Arab. Senior senior
pada saat itu juga sangat semnagat menjadi mentor.
Pertanyaan : ketua umum periode berikutnya siapa?
Jawaban : Endang Hamdan menjadi ketua umum 1986-1987, Amsal
Bachtiar sebagai Sekertaris Umum HMI Cabang Ciputat.
Lampiran III
Hasil wawancara dengan Prof. Amsal Bahtiar
Sekum HMI Cabang Ciputat periode 1986-1987
Ciputat, 19 Agustus 2014
Pokok-pokok wawancara
Pertanyaan : Masuk dan selesai kuliah di IAIN tahun berapa sampai tahun
berapa?
Jawaban : Masuk IAIN Fakultas Ushuludin tahun 1982 selesai 1987.
Pertanyaan : Jenjang perkaderan yang diikuti selama di HMI Cabang Ciputat?
Jawaban : Pelatihan di HMI yang saya ikuti dari MAPRAM, basic training
sampai intermadiate training.
Pertanyaan : Kondisi sosial/politik kampus dan nasional serta tradisi
intelektual yang dibangun pada saat itu seperti apa?
Jawaban : Tradisi intelektual yang dibangun saat itu tidak jauh beda
dengan tahun-tahun sebelumnya, jika anda sudah membaca atau
mewawancarai pengurus atau ketua umum HMI Cabang Ciputat.
Agenda Cabang masih mengadakan diskusi dengan tema aktual
dan pelatihan penulisan dengan mentor senior yang biasa menulis
di media massa. Senior-senior bukan hanya menjadi memberi
instruksi kepada junior tetapi benar-benar menjadi mentor yang
mendorong kader-kadernya untuk membaca, diskusi dan menulis.
Selain itu tekanan dari pemerintah Orde Baru yang membuat
kebebasan mahasiswa dikekang, membuat kader HMI Cabang
Ciputat mengalihkan aktivitasnya kepada pengembangan
intelektual dan menjaga daya kritisnya dengan tulisan-tulisan.
Tema-tema yang menjadi bahan diskusi adalah keIslaman,
keIndonesiaan, dan Kemanusiaan. Dinamika politik kampus yang
kuat membentuk eksistensi kader HMI Cabang Ciputat kearah
hal-hal yang positif. Kader HMI Cabang Ciputat juga berinisiatif
membentuk kelompok-kelompok diskusi saat itu, walaupun di
luar agenda Cabang namun aktivitas kelompok-kelompok studi
seperti Formaci dll membantu perkembangan intelektual kader
HMI Cabang Ciputat dan juga mahasiswa IAIN Jakarta saat itu.
Pertanyaan : Motivasi dan semangat apa yang diterapkan sehingga dapat
menjaga tradisi intelektual tersebut baik secara individu ataupun
kelompok?
Jawaban : semangat pembaruan yang dibawa oleh Cak Nur dan senior HMI
lainnya seperti Fachry Ali yang aktif menulis di media massa.
Sangat menginspirasi sekali. Belum lagi bimbingan senior-senior
dalam organisasi dan memberikan materi diskusi. Kemudian
dorongan secara kolektif dari kawan-kawan dan senior untuk
sering menulis, baik untuk pribadi ataupun untuk dipublikasikan.
Lampiran IV
Hasil Wawancara dengan Saiful Mujani
Pelopor kelompok studi di Ciputat (Formaci)
Jakarta, 16 September 2014
Pokok-pokok wawancara
Pertanyaan : Nama lengkap?
Jawaban : Saiful Mujani
Pertanyaan : Masuk dan selesai kuliah di IAIN tahun berapa sampai tahun
berapa?
Jawaban : Masuk IAIN, Fakultas Ushuludin tahun 1984-1989
Pertanyaan : Jenjang perkaderan yang diikuti selama di HMI Cabang Ciputat?
Jawaban : Hampir semua pelatihan di HMI saya ikuti, kalo tidak salah
sampai Advance Training. (LKIII).
Pertanyaan : Kondisi sosial/politik kampus dan nasional serta tradisi
intelektual yang dibangun pada saat itu seperti apa?
Jawaban : Perkaderan di HMI Cabang Ciputat saat itu hanya perkaderan
kuantitatif. Memang tidak ada yang negatif dari perkaderan
kuantitatif tetap ada bagian yang menjadi pembelajaran. Tetapi
orang-orang yang direkruit ini perlu diisi, harus dijaga juga
kualitasnya. Untuk apa mengajak orang? Untuk memperjuangkan
apa? Itu yang harusnya menjadi pertanyaan dalam mengajak atau
merekruit orang. Harus memiliki gagasan, jika mempunyai
kemampuan intelektual yang kuat akan dihormati dan dipandang
serta berpengaruh dilingkungannya karena kemampuannya.
Pertanyaan : Dalam kelompok studi yang Kak Saiful motori fokus dalam kajian
apa saja?
Jawaban : Saya, Ali Munhanif dan Ade Komarudin membentuk kelompok
studi bernama Respondeo. Kemudian kami dari Respondeo sering
mengadakan kegiatan diskusi bersama dengan Kelompok Studi
Ciputat (KSC) yang digawangi oleh Ihsan Ali Fauzi. Seringnya kita
mengadakan kajian bersama membuat saya, Ali Munhanif, dan
Ihsan Ali Fauzi berinisiatif membentuk forum kajian yang lebih
besar. Pada tahun 1986 akhirnya kami membentuk Forum
Mahasiswa Ciputat (Formaci). Namun Ade Komarudin tidak
sepakat dengan ide penggabungan ini dan akhirnya melanjutkan
Respondeo. Kalau boleh saya mengklaim, bahwa yang menjadi
penerus dan penggerak intelektual adalah saya dengan kelompok
studi yang saya gerakkan bersama kawan-kawan HMI ataupun
selain HMI. Di dalam kelompok studi ini kami mengadakan kajian
secara lebih “anarkis”. Dalam Formaci dibagi ke dalam tiga tema
kajian. Pertama Studi Islam Rasional, kedua Filsafat dan ketiga
Ilmu Sosial. Yang membuat saya dan kawan-kawan HMI Cabang
Ciputat lainnya mendirikan kelompok studi, selain karena
terpengaruh dari jaringan kelompok studi nasional, karena aktivitas
politik lokal di lingkungan HMI Cabang Ciputat ataupun di
lingkungan kampus IAIN Jakarta sekalipun sangat tinggi dan
kurang diimbangi oleh aktivitas akademik (yang mengarah pada
intelektual). Politik yang digunakan hanya sebatas mobilisasi massa
tanpa membawa banyak gagasan baru. Selain itu kondisi sosial
politik yang sangat kuat dan keras serta menekan yang dilakukan
pemerintah Orde Baru terhadap mahasiswa dengan kebijakan-
kebijaknnya (NKK-BKK) mempengaruhi kehidupan poltik kampus
dan HMI Cabang Ciputat sendiri.
Pertanyaan : Pandangan tentang tradisi intelektual yang dibangun oleh generasi
Nurcholish Madjid?
Jawaban : Aktivitas kuliah yang terbatas juga membuat porsi kegiatan
intelektual yang besar dialihkan di luar perkuliahan. Posisi atau
jabatan mahasiswa di Intra kampus, bukan jabatan yang prestise,
lebih bangga jika dipandang sebagai intelektual muda. Figur Cak
Nur menjadi role model. Sebab Cak Nur adalah sosok yang baik
dalam organisasi sekaligus dalam akademis. Sebagai contoh saat
dia menjadi ketua umum HMI Cabang Ciputat dan ketua umum PB
HMI, dia terpilih saat itu bukan karena banyaknya lobby politik,
tetapi karena saat itu dia yang paling menonjol secara intelektual
pada generasi saat itu. Ini adalah contoh Public Intellectual.
Kemudian ada figur terbaik di dunia tulis menulis yaitu Fachry Ali.
Tulisannya mencakup banyak bidang. Di HMI juga ada yang
bergerak mengembangkan jurnalistik yaitu Iqbal Abdurrauf
Saimima alm, kalo tidak salah dia pendiri Lapmi (Lembaga Pers
Mahasiswa Islam). Azyumardi Azra, Komarudin Hidayat, itu
mengikuti pola Cak Nur, sangat mementingkan pendidikan Formal
sampai setinggi-tingginya. Sedangkan Fachry Ali kurang
mementingkan aspek pendidikan Formal. Yang menjadi penggerak
tradisi intelektual dari mulai Cak Nur itu dengan pola gagasan
pembaharuan pemikiran. Fachry Ali itu era aktif di LSM-LSM, jadi
selain tetap mengedepankan gagasan namun, lebih didasarkan pada
penelitian
Pertanyaan : Aktivitas di mana yang lebih memberikan
peningkatan/pemahaman intelektual intelektual saat itu intra
kampus atau ekstra kampus?
Jawaban : Aktivitas di intra dan ekstra kampus banyak memberikan
pemahaman intelektual bagi saya seperti halnya Aktivitas saya di
kelompok studi dianggap menggembosi HMI Cabang Ciputat,
karena kader-kader yang cerdas secara intelektual aktif di
kelompok studi, sehingga saya pernah didatangi dan setengah
disidang oleh senior-senior HMI Cabang Ciputat, seperti kak Edi,
kak Didin Syafrudin dll. Setelah selesai kuliah saya aktif juga di
LSM, diajak bergabung di ELSAF dan menerbitkan serta
mengelola jurnal Ulumul Qur’an. Setelah saya selesai kuliah saya
diminta untuk menjadi dosen di Fakultas Ushuludin IAIN Jakarta
dan diangkat menjadi PNS pada tahun 1994. Sambil mengajar saya
juga ikut dalam pembentukan PPIM (Pusat Pengkajian Islam dan
Masyarakat) saat pak Quraish Shihab menjadi rektornya,
pembentukan PPIM didorong juga oleh pak Harun Nasution,
kemudian yang menjadi penggeraknya Azyumardi Azra,
Komarudin Hidayat, Mulyanto, dan Saya. Di PPIM kami
menggarap Jurnal Studia Islamica yang ditulis dalam tiga bahasa.
Bahasa Arab, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Setelah Jurnal
Studia Islamica jalan saya melanjutkan studi S2 tentang perilaku
politik di Universitas ...... Kemudian saya juga aktif dalam Komite
Independen pemantau Pemilu (KIP) tahun 1997, yang dikemudian
untuk pertama kalinya pada tahun 1999 NSF, mendukung
pelaksanaan survey politik di Indonesia. Saat itu survey belum
terlembagakan. Dan saya menggunakan PPIM sebagai lembaganya.
Selanjutnya saya mendirikan LSI bersama Deny J.A. yang sampai
hari ini saya tekuni dan itu semua aktivitas di intra maupun ekstra
kampus yang sangat menambah pemahaman intelektual saya.
Lampiran V
Hasil wawancara dengan Aris Budiono.
Ketua Umum HMI Cabang Ciputat periode 1990 – 1991
Pondok Ranji, 27 Agustus 2014
Pokok-pokok wawancara
Pertanyaan : Nama lengkap?
Jawaban : Aris Budiono
Pertanyaan : Masuk dan selesai kuliah di IAIN tahun berapa sampai tahun
berapa?
Jawaban : Saya masuk IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 1984
Fakultas Ushuludin
Pertanyaan : Jenjang perkaderan yang diikuti selama di HMI Cabang Ciputat?
Jawaban : Ketua umum HMI Cabang Ciputat periode 1990-1991.
Pertanyaan : Kondisi sosial/politik kampus dan nasional serta tradisi intelektual
yang dibangun pada saat itu seperti apa?
Jawaban : Efek dari diterapkannya Asas Tunggal Pancasila membuat HMI
terpecah menjadi dua. Pertama HMI Dipo yang berkantor di jln.
Diponegoro. Yang kedua ada sebagian dari HMI yang membentuk
Majelis Penyelamat Organisasi (MPO) HMI yang tidak sepakat
digantinya asas Islam menjadi asas Pancasila. Dinamika dan sistem
perkuliahan membentuk karakter mahasiswa. Sistem pendidikan
lama dengan Sarjana Muda dan Sarjana Lengkap lebih memberikan
ruang bagi mahasiswa untuk berekspresi dan regulasi kampus agak
longgar (kondusif). Organisasi intrakampus lebih inspiratif. Iklim
organisasi ekstra dan intra kampus di Ciputat kondusif dan
kompetitif. Regulasi intra kampus cukup mengakomodir
kepentingan organisasi ekstra kampus. Diskusi rutin selalu
diadakan di aula HMI Cabang Ciputat. Dalam diskusi juga bukan
hanya mengandalkan senior-senior yang ada di Ciputat, tetapi juga
dari luar Ciputat sesuai dengan keilmuan yang diperlukan.
Lembaga-lembaga kekaryaan juga memainkan peranan yang
penting dalam pembentukan profesionalisme dan intelektual para
kader. LSMI, Lapenmi, Lapmi, LDMI. Memainkan peranan yang
penting dalam membentuk dan meningkatkan intelektual.
Pertanyaan : Pandangan tentang tradisi intelektual yang dibangun oleh generasi
Nurcholish Madjid?
Jawaban : Menurut saya adalah intelektual bukan hanya diukur dari hasil
karya tulis. Tetapi setiap kader atau alumni HMI yang sukses
dalam profesinya masing-masing dengan visi yang baik sesuai
dengan visi HMI bisa dikatakan juga memiliki intelektual yang
baik.
Lampiran VI
Hasil Wawancara dengan Sukron Kamil
Ketua umum HMI Cabang Ciputat periode 1995-1996,
Ciputat 5 September 2014
Pokok-pokok wawancara
Pertanyaan : Nama lengkap?
Jawaban : Sukron Kamil
Pertanyaan : Masuk dan selesai kuliah di IAIN tahun berapa sampai
tahun berapa?
Jawaban : Saya Masuk IAIN Jakarta Fakultas Adab tahun 1992
Pertanyaan : Jenjang perkaderan yang diikuti selama di HMI Cabang Ciputat?
Jawaban : Ketua umum HMI Cabang Ciputat periode 1995-1996
Pertanyaan : Kondisi sosial/politik kampus dan nasional serta tradisi intelektual
yang dibangun pada saat itu seperti apa?
Jawaban : Saat itu yang sedang hangat dibahas dalam banyak kajian adalah
Islam dan manajemen. Sehingga selain pelatihan-pelatihan Jurnalis
banyak juga pelatihan tentang manajemen. Diskusi bulanan sering
dilaksanakan oleh setiap bidang-bidang di HMI Cabang Ciputat
dengan tema-tema yang berbeda. HMI Cabang Ciputat saat itu
sering bekerja sama dengan paramadina untuk seminar, kajian atau
bahkan kursus-kursus. Walaupun tidak dipungkiri kultur politik
yang kuat di Ciputat mempengaruhi hampir setiap organisasi yang
ada di Ciputat. Semisal walaupun sama-sama HMI tetap saja ada
faksi-faksi lagi di dalamnya. Bahkan dalam kelompok studi pun
terjadi hal yang demikian. Kelompok studi makin bervariasi saat
itu, ada kelompok studi ekonomi manajemen dikarenakan
kebijakan pemerintah Orde Baru di pertengahan 90-an menekankan
kepada ekonomi politik. Dan bahkan gerakannya lebih kepada hal-
hal yang bersifat pragmatis, semisal ada kader-kader HMI Cabang
Ciputat saat itu yang membentuk kelompok IT (programer) dan
ada juga klub klub bahasa.
Tradisi menulis tetap ada di lingkungan kader-kader HMI Cabang
Ciputat saat itu. Bahkan ada ungkapan “tidak dianggap seorang
intelek jika belum menulis di media massa”. Selain mengikuti
kegiatan-kegiatan di Paramadina, untuk meningkatkan kualitas
intelektual kader-kader HMI, juga sering mengundang pembicara
dari luar IAIN Jakarta. Bedah buku dilaksanakan secara ritun dan
terstruktur.
Pertanyaan : Aktivitas di mana yang lebih memberikan
peningkatan/pemahaman intelektual intelektual saat itu intra
kampus atau ekstra kampus?
Jawaban : HMI terasa seperti ekstra University menurut saya, di sana saya
mengembangkan kemampuan intelektual saya. Aktivitas di
organisasi intra kampus dan ekstra kampus saling mewarnai dan
saling melengkapi dalam proses pembentukan intelektualisme
kader HMI Cabang Ciputat.
Lampiran VII
Hasil wawancara dengan Oman Fathurahman
Ketua Umum HMI Komisariat Fakultas Adab periode 1992-1993
Ciputat, 14 September 2014
Pokok-pokok wawancara
Pertanyaan : Nama lengkap?
Jawaban : Oman Fathurahman
Pertanyaan : Masuk dan selesai kuliah di IAIN tahun berapa sampai tahun
berapa?
Jawaban : Saya masuk IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Adab dan
Humaniora jurusan Sastra Arab tahun 1990 selesai 1995.
Pertanyaan : Jenjang perkaderan yang diikuti selama di HMI Cabang Ciputat?
Jawaban : Kalau tidak salah hanya LK 1 dengan pelatihan di LDMI dan
sebagai Ketua Umum Komisariat Fakultas Adab dan Humaniora
Pertanyaan : Kondisi sosial/politik kampus dan nasional serta tradisi intelektual
yang dibangun pada saat itu seperti apa?
Jawaban : Saat saya masuk IAIN Jakarta tradisi intelektual masih ada, masih
berjalan dengan baik. Kelompok diskusi yang aktif yang saya
ketahui saja ada Respondeo, Formaci, dan lain-lain. Walaupun
kelompok diskusi tersebut bukan khusus kader HMI tetapi banyak
kader HMI yang aktif di sana. Memang iklimnya mendukung untuk
pelaksanaan aktivitas intelektual. Kalau tidak mengundang senior
menjadi pembicara, atau bedah buku itu rutin diadakan hampir
setiap malam. Yah memang aktivitas politiknya cukup tinggi tapi
iklim intelektualnya juga terbangun dan kuat.
Pertanyaan : Aktivitas di mana yang lebih memberikan
peningkatan/pemahaman intelektual intelektual saat itu intra
kampus atau ekstra kampus?
Jawaban : Untuk kegiatan di kampus atau di luar kampus mana yang lebih
mewarnai intelektual mahasiswa untuk zaman saya 90-an, menurut
saya aktivitas di luar kampus atau organisasi ekstra masih lebih
mewarnai intelektual mahasiswa, walaupun beda zaman yah
dengan yang sebelumnya yang tidak ada keharusan untuk
mengambil berapa sks, meski sama-sama dalam kebijakan
pemerintah saat itu NKK/BKK yang mengekang. Seperti
pengalaman saya saja, saya dari pondok pesantren masuk fakultas
Adab jurusan Sastra Arab, saya memiliki basic bahasa Arab yang
baik kemudian di kampus mengambil sastra arab kan tidak banyak
yang saya dapatkan. Tetapi saat kuliah saya mengenal buku Islam
Fazlur Rahman kan tidak ada di dalam kurikulum kampus itu
didiskusikan di dalam kelompok-kelompok studi. Saat itu memang
bukan HMI saja yang hidup diskusinya, IMM PMII juga hidup
diskusinya tetapi mungkin yang lebih menonjol lebih banyak yang
alumni-alumni HMI. Kemudian saya juga sempat menjalankan
sebuah majalah akademik dengan nama Generasi, saat saya
menjadi ketua umum komisariat fakultas adab, majalah itu
terinspirasi dari majalah Panji Mas, Ulumul Qur’an. Yah walaupun
tidak berjalan lama. Yah menurut saya sampai akhir 90-an tradisi
intelektual masih cukup terjaga. Kemudian setelah masuk tahun
2000-an saat teknologi semakin maju dan berkembang pesat
membuat gerakan mahasiswa menjadi kurang. Di satu sisi
memudahkan untuk mendapatkan informasi, di sisi lain
melemahkan semangat untuk kumpul dan mendiskusikan
informasi. Iklim organisasi ekstra khususnya HMI yang
mengangkat intelektual, selain di komisariat saya juga aktif di
LDMI (Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam), makanya saya juga
sering khotbah jum’at di masjid-masjid sekitar kampus dan Ciputat.
Setelah selesai kuliah saya juga sempat bergabung di jurnal Prisma
(LP3ES) menjadi voulenteer di sana sambil melatih kemampuan
menulis saya. Saran dari saya coba kamu buat riset kecil-kecilan
tentang pemetaan Kahmi. Kamu analisis hitung dari masa masuk
HMI sampai puncak karirnya. Dari lamanya aktivitas di
kampus/HMI sampai kemudian dari selesai kuliahnya sampai
puncak karirnya.
Lampiran VIII
Hasil wawancara dengan Kak Tb Ace,
Ketua Senat Fakultas Adab 1996 – 1997, Ketua BEM (Badan Eksekutif
Mahasiswa 1997 - 1998
Bintaro 17 September 2014
Pokok-pokok wawancara
Pertanyaan : Nama lengkap?
Jawaban : TB. Ace Hasan Syadzily
Pertanyaan : Masuk dan selesai kuliah di IAIN tahun berapa sampai tahun
berapa?
Jawaban : Masuk IAIN Jakarta Fakultas Adab jurusan Sastra Arab tahun
1994.
Pertanyaan : Jenjang perkaderan yang diikuti selama di HMI Cabang Ciputat?
Jawaban : sampai LK I saja.
Pertanyaan : Hal apa saja yang bisa ka TB Ace dapatkan di HMI dan kondisi
sosial dan nasional seperti apa pada saat kaka Ber-HMI di
lingkungan kampus?
Jawaban : Di HMI saya lebih banyak mendapatkan interaksi organisasi yang
sifatnya lebih mengorganisir dan lain-lain. Meskipun di Cabang
sering mengadakan diskusi namun tidak seintens di Formaci.
Organisasi-organisasi formal seperti SENAT, HMI dan lain-lain
terbungkam oleh sistem Orde Baru. Jadi tidak mungkin melakukan
kajian kritis seperti membahas gerakan kiri di kampus. Sedangkan
kelompok studi membuka jaringan yang luas dengan kelompok
studi ditempat lain untuk melawan tindakan refpresif Orde Baru.
Dalam kelompok studi kita membahas tentang filsafat yang akan
merangsang daya kritis, kemudian studi Islam Rasional, dan ilmu-
ilmu sosial, sehingga dapat mengkaji dengan kritis kondisi sosial
yang terjadi saat itu. Saat saya menjadi ketua Senat Adab tahun
1996 saya dan kawan-kawan di HMI dan kelompok studi
merumuskan sistem SG (Student Goverment) yang kita sebut
dengan BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) dengan menggunakan
konsep trias politika. Di saat pemilu Presiden Republik Indonesia
waktu itu belum dipilih langsung oleh Rakyat. Di sistem BEM
Presiden mahasiswa dipilih langsung oleh seluruh mahasiswa IAIN
Jakarta saat itu. Ini merupakan sebuah kemajuan besar dalam
pembelajaran demokrasi di lingkungan kampus IAIN.
Pertanyaan : Aktivitas apa saja yang ka TB Ace geluti selain di IAIN Jakarta?
Jawaban : Aktivitas menulis saya didorong di lingkungan Formaci, sering
juga saya mengikuti kajian di Paramadina, kajian Al-Qur’an di
ELSAF. Selain itu saya juga aktif di Institut (UKM Jurnalis). Saya
juga mendirikan kelompok studi LS-ADI bersama Ray Rangkuti
untuk mengembangkan gagasan. Karena gagasan yang kuat
dibangun atas dasar intelektual yang kuat.
Lampiran IX
Hasil diskusi dengan Bunda Tati sebagai pelaku sejarah dalam penulisan skripsi
ini.
Tati Hartimah Ketua Umum KOHATI Cabang Ciputat periode 1978-1979
Saya masuk IAIN Jakarta Fakultas Adab Jurusan Sejarah tahun 1976.
Sampai mengikuti pelatihan LK III.
HMI sebagai wadah intelektual menurut saya karena di HMI intelektual saya lebih
berkembang daripada aktivitas perkuliahan di kampus. Malah tak jarang dosen-
dosen kami saat itu kurang up date dalam pemberian mata kuliah dalam kelas.
Membaca, diskusi dan menulis seperti menjadi sebuah aktivitas yang wajib di
HMI saat itu. Kekeluargaan antara sesama kader HMI Cabang Ciputat saat itu
menjadikan kami yang senior sangat peduli dengan adik-adik junior kami, seperti
menanyakan IP/IPK mereka, mendorong mereka dalam mengerjakan tugas.
Bahkan kami kadang sering main ke kost adik-adik untuk memberika literatur
baru, koran-koran atau surat kabar sebagai bahan bacaan untuk kita diskusikan.
Boleh dibilang kondisi Ciputat saat itu cukup sepi penduduknya, kendaraan sulit
diakses kalau tidak salah hanya ada Bus Gamadi dan Swif. Ibu teringat jika kami
mengikuti kajian di luar Ciputat, terkadang kami ikut naik mobil bak terbuka
untuk berangkat dan pulang. Saking semangatnya kami dalam belajar dan
mengembangkan intelektual kami.
Kemudian aktivitas kami di LPP juga sangat mendukung dalam pengembangan
intelektual kami. Misalnya Fachry Ali yang aktif menulis sekaligus menjadi
seniman, kemampuannya dia salurkan di Lapmi dan LSMI. Iqbal Abrurauf
Saimima, Azyumardi Azra juga aktif menulis di Lapmi, Sudirman Tebba, Ahmad
Sanusi dan lain-lain. Kemudian dari KOHATI juga kami aktif menjalankan Majlis
Ta’lim di masjid-masjid sekitaran Ciputat. Kami mengisi pengajian di sana.
Di KOHATI kami juga aktif mengembangkan kegiatan-kegiatan keperempuanan,
semisal memasak, pelatihan pembuatan kerajinan dan lain-lain.
hasil-hasil kongres 24 HMI Jakarta, 23—27 Oktober 2003_______________
________________________memperkuat kebersamaan mengukuhkan khittah perjuangan 23
Lampiran X
NILAI DASAR PERJUANGAN (NDP)HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
A. DASAR-DASAR KEPERCAYAAN
Manusia memerlukan suatu bentuk kepercayaan. Kepercayaan itu akan melahirkan tata nilai guna menopanghidup dan budayanya. Sikap tanpa percaya atau ragu yang sempurna tidak mungkin dapat terjadi. Tetapi selainkepercayaan itu dianut karena kebutuhan dalam waktu yang sama juga harus merupakan kebenaran. Demikianpula cara berkepercayaan harus pula benar. Menganut kepercayaan yang salah bukan saja tidak dikehendakiakan tetapi bahkan berbahaya.
Disebabkan kepercayaan itu diperlukan, maka dalam kenyataan kita temui bentuk-bentuk kepercayaan yangberaneka ragam di kalangan masyarakat. Karena bentuk- bentuk kepercayaan itu berbeda satu dengan yanglain, maka sudah tentu ada dua kemungkinan: kesemuanya itu salah atau salah satu saja diantaranya yangbenar. Disamping itu masing-masing bentuk kepercayaan mungkin mengandung unsur-unsur kebenaran dankepalsuan yang campur baur.
Sekalipun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa kepercayaan itu melahirkan nilai-nilai. Nilai-nilai itukemudian melembaga dalam tradis-tradisi yang diwariskan turun temurun dan mengikat anggota masyarakatyang mendukungnya. Karena kecenderungan tradisi untuk tetap mempertahankan diri terhadap kemungkinanperubahan nilai-nilai, maka dalam kenyataan ikatan-ikatan tradisi sering menjadi penghambat perkembanganperadaban dan kemajuan manusia. Disinilah terdapat kontradiksi kepercayaan diperlukan sebagai sumbertatanilai guna menopang peradaban manusia, tetapi nilai-nilai itu melembaga dalam tradisi yang membeku danmengikat, maka justru merugikan peradaban.
Oleh karena itu, pada dasarnya, guna perkembangan peradaban dan kemajuannya, manusia harus selalubersedia meninggalkan setiap bentuk kepercayaan dan tata nilai yang tradisional, dan menganut kepercayaanyang sungguh-sungguh yang merupakan kebenaran. Maka satu-satunya sumber nilai sumber dan pangkal nilaiitu haruslah kebenaran itu sendiri. Kebenaran merupakan asal dan tujuan segala kenyataan. Kebenaran yangmutlak adalah Tuhan Allah.
Perumusan kalimat persaksian (Syahadat) Islam yang kesatu : Tiada Tuhan selain Allah mengandunggabungan antara peniadaan dan pengecualian. Perkataan "Tidak ada Tuhan" meniadakan segala bentukkepercayaan, sedangkan perkataan "Selain Allah" memperkecualikan satu kepercayaan kepada kebenaran.Dengan peniadaan itu dimaksudkan agar manusia membebaskan dirinya dari belenggu segenap kepercayaanyang ada dengan segala akibatnya, dan dengan pengecualian itu dimaksudkan agar manusia hanya tundukpada ukuran kebenaran dalam menetapkan dan memilih nilai - nilai, itu berarti tunduk pada Allah, Tuhan YangMaha Esa, Pencipta segala yang ada termasuk manusia. Tunduk dan pasrah itu disebut Islam.
Tuhan itu ada, dan ada secara mutlak hanyalah Tuhan. Pendekatan ke arah pengetahuan akan adanya Tuhandapat ditempuh manusia dengan berbagai jalan, baik yang bersifat intuitif, ilmiah, historis, pengalaman dan lain-lain. Tetapi karena kemutlakan Tuhan dan kenisbian manusia, maka manusia tidak dapat menjangkau sendirikepada pengertian akan hakekat Tuhan yang sebenarnya. Namun demi kelengkapan kepercayaan kepadaTuhan, manusia memerlukan pengetahuan secukupnya tentang Ketuhanan dan tatanilai yang bersumberkepada-Nya. Oleh sebab itu diperlukan sesuatu yang lain yang lebih tinggi namun tidak bertentangan denganinsting dan indera.
Sesuatu yang diperlukan itu adalah "Wahyu" yaitu pengajaran atau pemberitahuan yang langsung dari Tuhansendiri kepada manusia. Tetapi sebagaimana kemampuan menerima pengetahuan sampai ketingkat yangtertinggi tidak dimiliki oleh setiap orang, demikian juga wahyu tidak diberikan kepada setiap orang. Wahyu itudiberikan kepada manusia tertentu yang memenuhi syarat dan dipilih oleh Tuhan sendiri yaitu para Nabi danRosul atau utusan Tuhan. Dengan kewajiban para Rosul itu untuk menyampaikannya kepada seluruh ummatmanusia. Para rosul dan nabi itu telah lewat dalam sejarah semenjak Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa atauYesus anak Mariam sampai pada Muhammad SAW. Muhammad adalah Rosul penghabisan, jadi tiada Rosullagi sesudahnya. Jadi para Nabi dan Rosul itu adalah manusia biasa dengan kelebihan bahwa merekamenerima wahyu dari Tuhan.
Wahyu Tuhan yang diberikan kepada Muhammad SAW terkumpul seluruhnya dalam kitab suci Al-Quran. Selainberarti bacaan, kata Al-Quran juga bearti "kumpulan" atau kompilasi, yaitu kompilasi dari segala keterangan.Sekalipun garis-garis besar Al-Quran merupakan suatu kompendium, yang singkat namun mengandungketerangan-keterangan tentang segala sesuatu sejak dari sekitar alam dan manusia sampai kepada hal-halgaib yang tidak mungkin diketahui manusia dengan cara lain. Jadi untuk memahami Ketuhanan Yang MahaEsa dan ajaran-ajaran-Nya, manusia harus berpegang kepada Al-Quran dengan terlebih dahulu mempercayaikerasulan Muhammmad SAW. Maka kalimat kesaksian yang kedua memuat esensi kedua dari kepercayaanyang harus dianut manusia, yaitu bahwa Muhammad adalah Rosul Allah. Kemudian di dalam Al-Quran didapatketerangan lebih lanjut tentang Ketuhanan Yang maha Esa ajaran-ajaran-Nya yang merupakan garis besar danjalan hidup yang mesti diikuti oleh manusia. Tentang Tuhan antara lain: surat Al-Ikhlas menerangkan secarasingkat ; katakanlah : "Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa. Dia itu adalah Tuhan. Tuhan tempat menaruh segala
hasil-hasil kongres 24 HMI Jakarta, 23—27 Oktober 2003_______________
________________________memperkuat kebersamaan mengukuhkan khittah perjuangan 24
harapan. Tiada Ia berputra dan tiada pula berbapa. Selanjutnya Ia adalah Maha Kuasa, Maha Mengetahui,Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Kasih dan Maha Sayang, Maha Pengampun dan seterusnya daripada segalasifat kesempurnaan yang selayaknya bagi Yang Maha Agung dan Maha Mulia, Tuhan seru sekalian Alam.
Juga diterangkan bahwa Tuhan adalah yang pertama dan yang penghabisan, Yang lahir dan Yang Bathin, dan"kemanapun manusia berpaling maka disanalah wajah Tuhan". Dan "Dia itu bersama kamu kemanapun kamuberada". Jadi Tuhan tidak terikat ruang dan waktu.
Sebagai "yang pertama dan yang penghabisan", maka sekaligus Tuhan adalah asal dan tujuan segala yangada, termasuk tata nilai. Artinya ; sebagaimana tata nilai harus bersumber kepada kebenaran dan berdasarkankecintaan kepadaNya, Iapun sekaligus menuju kepada kebenaran dan mengarah kepada "persetujuan" atau"ridhanya ". Inilah kesatuan antara asal dan tujuan hidup yang sebenarnya (Tuhan sebagai tujuan hidup yangbenar, diterangkan dalam bagian yang lain)
Tuhan menciptakan alam raya ini dengan sebenarnya, dan mengaturnya dengan pasti. Oleh karena itu alammempunyai eksistensi yang riil dan obyektif, serta berjalan mengikuti hukum-hukum yang tetap. Dan sebagaiciptaan daripada sebaik-baiknya penciptanya, maka alam mengandung kebaikan pada diriNya dan teratursecara harmonis. Nilai ciptaan ini untuk manusia bagi keperluan perkembangan peradabannya. Maka alamdapat dan dijadikan obyek penyelidikan guna dimengerti hukum-hukum Tuhan (sunnatullah) yang berlakudidalamnya. Kemudian manusia memanfaatkan alam sesuai dengan hukum-hukumnya sendiri.
Jika kenyataan alam ini berbeda dengan persangkaan idealisme maupun agama Hindu yang mengatakanbahwa alam tidak mempunyai eksistensi riil dan obyektif, melainkan semua palsu atau maya atau sekedaremansipasi atau pancaran daripada dunia lain yang kongkrit, yaitu idea atau nirwana. Juga tidak sepertidikatakan filsafat Agnosticisme yang mengatakan bahwa alam tidak mungkin dimengerti manusia. Dansekalipun filsafat materialisme mengatakan bahwa alam ini mempunyai eksistensi riil dan obyektif sehinggadapat dimengerti oleh manusia, namun filsafat itu mengatakan bahwa alam ada dengan sendirinya. Peniadaanpencipta ataupun peniadaan Tuhan adalah satu sudut daripada filsafat materialisme.
Manusia adalah puncak ciptaan dan mahluk-Nya yang tertinggi. Sebagai mahluk tertinggi manusia dijadikan"Khalifah" atau wakil Tuhan di bumi. Manusia ditumbuhkan dari bumi dan diserahi untuk memakmurkannya.Maka urusan di dunia telah diserahkan Tuhan kepada manusia. Manusia sepenuhnya bertanggungjawab atassegala perbuatannya di dunia. Perbuatan manusia ini membentuk rentetan peristiwa yang disebut "sejarah".Dunia adalah wadah bagi sejarah, dimana manusia menjadi pemilik atau "rajanya".
Sebenarnya terdapat hukum-hukum Tuhan yang pasti (sunattullah) yang menguasai sejarah, sebagaimanaadanya hukum yang menguasai alam tetapi berbeda dengan alam yang telah ada secara otomatis tundukkepada sunatullah itu, manusia karena kesadaran dan kemampuannya untuk mengadakan pilihan untuk tidakterlalu tunduk kepada hukum-hukum kehidupannya sendiri. Ketidakpatuhan itu disebabkan karena sikapmenentang atau kebodohan. Hukum dasar alami daripada segala yang ada inilah "perubahan danperkembangan", sebab : segala sesuatu ini adalah ciptaan Tuhan dan pengembangan olehNya dalam suatuproses yang tiada henti-hentinya. Segala sesuatu ini adalah berasal dari Tuhan dan menuju kepada Tuhan.Maka satu-satunya yang tak mengenal perubahan hanyalah Tuhan sendiri, asal dan tujuan segala sesuatu. Didalam memenuhi tugas sejarah, manusia harus berbuat sejalan dengan arus perkembangan itu menunjukepada kebenaran. Hal itu berarti bahwa manusia harus selalu berorientasi kepada kebenaran, dan untuk ituharus mengetahui jalan menuju kebenaran itu. Dia tidak mesti selalu mewarisi begitu saja nilai-nilai tradisionalyang tidak diketahuinya dengan pasti akan kebenarannya.
Oleh karena itu kehidupan yang baik adalah yang disemangati oleh iman dan ilmu. Bidang iman danpencabangannya menjadi wewenang wahyu sedangkan bidang ilmu pengetahuan menjadi wewenang manusiauntuk mengusahakan dan mengumpulkannya dalam kehidupan dunia ini. Ilmu itu meliputi tentang alam dantentang manusia (sejarah). Untuk memperoleh ilmu pengetahuan tentang nilai kebenaran sejauh mungkin,manusia harus melihat alam dan kehidupan ini sebagaimana adanya tanpa melekatkan padanya kualitas-kualitas yang bersifat ketuhanan. Sebab sebagaimana diterangkan dimuka, alam diciptakan dengan wujud yangnyata dan objektif sebagaimana adanya. Alam tidak menyerupai Tuhan, dan Tuhan pun untuk sebagian atauseluruhnya tidak sama dengan alam. Sikap memper-Tuhan-kan atau mensucikan (sakralisasi) haruslahditujukan kepada Tuhan sendiri. Tuhan Allah Yang Maha Esa.
Ini disebut "Tauhid" dan lawannya disebut "syirik" artinya mengadakan tandingan terhadap Tuhan, baikseluruhnya atau sebagian maka jelasnya bahwa syirik menghalangi perkembangan dan kemajuan peradaban,kemanusiaan menuju kebenaran.
Sesudahnya atau kehidupan duniawi ini ialah "hari kiamat". Kiamat merupakan permulaan bentuk kehidupanyang tidak lagi bersifat sejarah atau duniawi, yaitu kehidupan akhirat. Kiamat disebut juga "hari agama", atauyaumuddin, dimana Tuhan menjadi satu-satunya pemilik dan raja. Disitu tidak lagi terdapat kehidupan historis,seperti kebebasan, usaha dan tata masyarakat. Tetapi yang ada adalah pertanggunggan jawab individumanusia yang bersifat mutlak dihadapan illahi atas segala perbuatannya dahulu didalam sejarah.
Selanjutnya kiamat merupakan "hari agama", maka tidak yang mungkin kita ketahui selain daripada yangditerangkan dalam wahyu. Tentang hari kiamat dan kelanjutannya / kehidupan akhirat yang non-historismanusia hanya diharuskan percaya tanpa kemungkinan mengetahui kejadian-kejadiannya.
hasil-hasil kongres 24 HMI Jakarta, 23—27 Oktober 2003_______________
________________________memperkuat kebersamaan mengukuhkan khittah perjuangan 25
B. PENGERTIAN-PENGERTIAN DASAR TENTANG KEMANUSIAAN
Telah disebutkan di muka, bahwa manusia adalah puncak ciptaan, merupakan mahluk yang tertinggi danadalah wakil dari Tuhan di bumi. Sesuatu yang membuat manusia yang menjadi manusia bukan hanyabeberapa sifat atau kegiatan yang ada padanya, melainkan suatu keseluruhan susunan sebagai sifat-sifat dankegiatan-kegiatan yang khusus dimiliki manusia saja yaitu Fitrah. Fitrah membuat manusia berkeinginan sucidan secara kodrati cenderung kepada kebenaran (Hanief).
"Dlamier" atau hati nurani adalah pemancar keinginan pada kebaikan, kesucian dan kebenaran. Tujuan hidupmanusia ialah kebenaran yang mutlak atau kebenaran yang terakhir, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Fitrahmerupakan bentuk keseluruhan tentang diri manusia yang secara asasi dan prinsipil membedakannya darimahluk-mahluk yang lain. Dengan memenuhi hati nurani, seseorang berada dalam fitrahnya dan menjadimanusia sejati.
Kehidupan dinyatakan dalam kerja atau amal perbuatanya. Nilai- nilai tidak dapat dikatakan hidup dan berartisebelum menyatakan diri dalam kegiatan-kegiatan amaliah yang kongkrit. Nilai hidup manusia tergantungkepada nilai kerjanya. Di dalam dan melalui amal perbuatan yang berperikemanusiaan (fitrah sesuai dengantuntutan hati nurani) manusia mengecap kebahagiaan, dan sebaliknya di dalam dan melalui amal perbuatanyang tidak berperikemanusiaan (jihad) ia menderita kepedihan. Hidup yang penuh dan berarti ialah yang dijalanidengan sungguh-sungguh dan sempurna, yang didalamnya manusia dapat mewujudkan dirinya denganmengembangkan kecakapan-kecakapan dan memenuhi keperluan-keperluannya. Manusia yang hidup berartidan berharga ialah dia yang merasakan kebahagiaan dan kenikmatan dalam kegiatan-kegiatan yang membawaperubahan kearah kemajuan-kemajuan baik yang mengenai alam maupun masyarakat yaitu hidup berjuangdalam arti yang seluas-luasnya. Dia diliputi oleh semangat mencari kebaikan, keindahan dan kebenaran. Diamenyerap segala sesuatu yang baru dan berharga sesuai dengan perkembangan kemanusiaan danmenyatakan dalam hidup berperadaban dan berkebudayaan. Dia adalah aktif, kreatif dan kaya akankebijaksanaan (widom, hikmah).
Dia berpengalaman luas, berpikir bebas, berpandangan lapang dan terbuka, bersedia mengikuti kebenaran darimanapun datangnya. Dia adalah manusia toleran dalam arti kata yang benar, penahan amarah dan pemaaf.Keutamaan itu merupakan kekayaan manusia yang menjadi milik daripada pribadi-pribadi yang senantiasaberkembang dan selamanya tumbuh kearah yang lebih baik.
Seorang manusia sejati (insan kamil) ialah yang kegiatan mental dan phisiknya merupakan suatu keseluruhan.Kerja jasmani dan kerja rohani bukanlah dua kenyataan yang terpisah. Malahan dia tidak mengenal perbedaanantara kerja dan kesenangan, kerja baginya adalah kesenggangan dan kesenangan ada dalam dan melaluikerja. Dia berkepribadian, merdeka, memiliki dirinya sendiri, menyatakan ke luar corak perorangannya danmengembangkan kepribadian dan wataknya secara harmonis. Dia tidak mengenal perbedaan antara kehidupanindividu dan kehidupan komunal, tidak membedakan antara perorangan dan sebagai anggota masyarakat, hakdan kewajiban serta kegiatan-kegiatan untuk dirinya adalah juga sekaligus untuk sesama ummat manusia.
Baginya tidak ada pembagian dua (dichotomy) antara kegiatan-kegiatan rokhani dan jasmani, pribadi danmasyarakat, agama dan politik maupun dunia akherat. Kesemuanya dimanifestasikan dalam suatu kesatuankerja yang tunggal pancaran niatnya, yaitu mencari kebaikan, keindahan dan kebenaran. Dia seorang yangikhlas, artinya seluruh amal perbuatannya benar-benar berasal dari dirinya sendiri dan merupakan pancaranlangsung dari pada kecenderungannya yang suci yang murni. Suatu pekerjaan dilakukan karena keyakinanakan nilai pekerjaan itu sendiri bagi kebaikan dan kebenaran, bukan karena hendak memperoleh tujuan lainyang nilainya lebih rendah (pamrih). Kerja yang ikhlas mengangkat nilai kemanusiaan pelakunya danmemberikannya kebahagiaan. Hal itu akan menghilangkan sebab-sebab suatu jenis pekerjaan ditinggalkan dankerja amal akan menjadi kegiatan kemanusiaan yang paling berharga. Keikhlasan adalah kunci kebahagiaanhidup manusia, tidak ada kebahagiaan sejati tanpa keikhlasan dan keikhlasan selalu menimbulkankebahagiaan.
Hidup fitrah ialah bekerja secara ikhlas yang memancarkan dari hati nurani yang hanief atau suci.
C. KEMERDEKAAN MANUSIA (IKHTIAR) DAN KEHARUSAN UNIVERSAL (TAKDIR)
Keikhlasan yang insani itu tidak mungkin ada tanpa kemerdekaan. Kemerdekaan dalam arti kerja sukarelatanpa paksaan yang didorong oleh kemauan yang murni, kemerdekaan dalam pengertian kebebasan memilihsehingga pekerjaan itu benar-benar dilakukan sejalan dengan hati nurani. Keikhlasan merupakan pernyataankreatif kehidupan manusia yang berasal dari perkembangan tak terkekang daripada kemauan baiknya.Keikhlasan adalah gambaran terpenting daripada kehidupan manusia sejati. Kehidupan sekarang di dunia danabadi (external) berupa kehidupan kelak sesudah mati di akherat. Dalam aspek pertama manusia melakukanamal perbuatan dengan baik dan buruk yang harus dipikul secara individual, dan komunal sekaligus.Sedangkan dalam aspek kedua manusia tidak lagi melakukan amal perbuatan, melainkan hanya menerimaakibat baik dan buruknya dari amalnya dahulu di dunia secara individual. Di akherat tidak terdapat pertanggungjawaban perseorangan (mutlak). Manusia dilahirkan sebagai individu, hidup ditengah alam dan masyarakatsesamanya, kemudian menjadi individu kembali.
Jadi individualitas adalah pernyataan asasi yang pertama dan terakhir, dari pada kemanusiaan, serta letakkebenarannya daripada nilai kemanusiaan itu sendiri. Karena individu adalah penanggung jawab terakhir danmutlak daripada awal perbuatannya, maka kemerdekaan pribadi, adalah haknya yang pertama dan asasi.
hasil-hasil kongres 24 HMI Jakarta, 23—27 Oktober 2003_______________
________________________memperkuat kebersamaan mengukuhkan khittah perjuangan 26
Tetapi individualitas hanyalah pernyataan yang asasi dan primer saja dari pada kemanusiaan. Kenyataan lain,sekalipun sifat sekunder , ialah bahwa individu dalam suatu hubungan tertentu dengan dunia sekitarnya.Manusia hidup ditengah alam sebagai makhluk sosial hidup ditengah sesama. Dari segi ini manusia adalahbagian dari keseluruhan alam yang merupakan satu kesatuan. Oleh karena itu kemerdekaan harus diciptakanuntuk pribadi dalam kontek hidup ditengah masyarakat. Sekalipun kemerdekaan adalah esensi daripadakemanusiaan, tidak berarti bahwa manusia selalu dan dimana saja merdeka. Adanya batas-batas darikemerdekaan adalah suatu kenyataan. Batas-batas tertentu itu dikarenakan adanya hukum-hukum yang pastidan tetap menguasai alam. Hukum yang menguasai benda-benda maupun masyarakat manusia sendiri yangtidak tunduk dan tidak pula bergantung kepada kemauan manusia. Hukum-hukum itu mengakibatkan adanya"keharusan Universal " atau "kepastian hukum " dan takdir. 3) jadi kalau kemerdekaan pribadi diwujudkandalam kontek hidup di tengah alam dan masyarakat dimana terdapat keharusan universal yang tidaktertaklukan, maka apakah bentuk yang harus dipunyai oleh seseorang kepada dunia sekitarnya?
Sudah tentu bukan hubungan penyerahan, sebab penyerahan berarti peniadaan terhadap kemerdekaan itusendiri. Pengakuan akan adanya keharusan universal yang diartikan sebagai penyerahan kepadanya sebelumsuatu usaha dilakukan berarti perbudakan. Pengakuan akan adanya kepastian umum atau takdir hanyalahpengakuan akan adanya batas-batas kemerdekaan. Sebaliknya suatu persyaratan yang positif daripadakemerdekaan adalah pengetahuan tentang adanya kemungkinan-kemungkinan kretif manusia. Yaitu tempatbagi adanya usaha yang bebas dan dinamakan "ikhtiar" artinya pilih merdeka.
Ikhtiar adalah kegiatan kemerdekaan dari individu, juga berarti kegiatan dari manusia merdeka. Ikhtiarmerupakan usaha yang ditentukan sendiri dimana manusia berbuat sebagai pribadi banyak segi yang integraldan bebas; dan dimana manusia tidak diperbudak oleh suatu yang lain kecuali oleh keinginannya sendiri dankecintaannya kepada kebaikan. Tanpa adanya kesempatan untuk berbuat atau berikhtiar, manusia menjaditidak merdeka dan menjadi tidak bisa dimengerti untuk memberikan pertanggung jawaban pribadi dari amalperbuatannya. Kegiatan merdeka berarti perbuatan manusia yang merubah dunia dan dirinya sendiri. Jadisekalipun terdapat keharusan universal atau takdir manusia dengan haknya untuk berikhtiar mempunyaiperanan aktif dan menentukan bagi dunia dan dirinya sendiri.
Manusia tidak dapat berbicara mengenai takdir suatu kejadian sebelum kejadian itu menjadi kenyataan. Makapercaya kepada takdir akan membawa keseimbangan jiwa tidak terlalu berputus asa karena suatu kegagalandan tidak perlu membanggakan diri karena suatu kemunduran. Sebab segala sesuatu tidak hanya terkandungpada dirinya sendiri, melainkan juga kepada keharusan yang universal itu.
D. KETUHANAN YANG MAHA ESA DAN KEMANUSIAAN
Telah jelas bahwa hubungan yang benar antara individu manusia dengan dunia sekitarnya bukan hubunganpenyerahan. Sebab penyerahan meniadakan kemerdekaan dan keikhklasan dan kemanusiaan. Tatapi jelaspula bahwa tujuan manusia hidup merdeka dengan segala kegiatannya ialah kebenaran. Oleh karena itusekalipun tidak tunduk pada sesuatu apapun dari dunia sekelilingnya, namun manusia merdeka masih danmesti tunduk kepada kebenaran. Karena menjadikan sesuatu sebagai tujuan adalah berarti pengabdiankepada-Nya.
Jadi kebenaran-kebenaran menjadi tujuan hidup dan apabila demikian maka sesuai dengan pembicaraanterdahulu maka tujuan hidup yang terakhir dan mutlak ialah kebenaran terakhir dan mutlak sebagai tujuan dantempat menundukkan diri. Adakah kebenaran terakhir dan mutlak itu ?. Ada, sebagaimana tujuan akhir danmutlak daripada hidup itu ada. Karena sikapnya yang terakhir (ultimate) dan mutlak maka sudah pastikebenaran itu hanya satu secara mutlak pula.
Dalam perbendaharaan kata dan kulturiil, kita sebut kebenaran mutlak itu "Tuhan", kemudian sesuai denganuraian bab I, Tuhan itu menyatakan diri kepada manusia sebagai Allah. Karena kemutlakannya, Tuhan bukansaja tujuan segala kebenaran. Maka dia adalah Yang Maha Benar. Setiap pikiran yang maha benar adalahpada hakikatnya pikiran tentang Tuhan YME. Oleh sebab itu seseorang manusia merdeka ialah yang ber-ketuhanan Yang Maha Esa. Keiklasan tiada lain adalah kegiatan yang dilakukan semata-mata bertujuankepada Tuhan YME, yaitu kebenaran mutlak, guna memperoleh persetujuan atau "ridho" daripada-Nya.Sebagaimana kemanusiaan terjadi karena adanya kemerdekaan dan kemerdekaan ada karena adanya tujuankepada Tuhan semata-mata. Hal itu berarti segala bentuk kegiatan hidup dilakukan hanyalah karena nilaikebenaran itu yang terkandung didalamnya guna mendapat pesetujuan atau ridho kebenaran mutlak. Danhanya pekerjaan "karena Allah" itulah yang bakal memberikan rewarding bagi kemanusiaan. Kata "iman" berartipercaya dalam hal ini percaya kepada Tuhan sebagai tujuan hidup yang mutlak dan tempat mengabdikan dirikepada-Nya. Sikap menyerahkan diri dan mengabdi kepada Tuhan itu disebut Islam. Islam menjadi namasegenap ajaran pengabdian kepada Tuhan YME. Pelakunya disebut "Muslim". Tidak lagi diperbudak olehsesama manusia atau sesuatu yang lain dari dunia sekelilingnya, manusia muslim adalah manusia yangmerdeka yang menyerahkan dan menyembahkan diri kepada Tuhan YME. Semangat tauhid (memutuskanpengabdian hanya kepada Tuhan YME) menimbulkan kesatuan tujuan hidup, kesatuan kepribadian dankemasyarakatan. Kehidupan bertauhid tidak lagi berat sebelah, parsial dan terbatas. Manusia bertauhid adalahmanusia yang sejati dan sempurna yang kesadaran akan dirinya tidak mengenal batas.
Dia adalah pribadi manusia yang sifat perorangannya adalah keseluruhan (totalitas) dunia kebudayaan danperadaban. Dia memiliki seluruh dunia ini dalam arti kata mengambil bagian sepenuh mungkin dalammenciptakan dan menikmati kebaikan-kebaikan dan peradaban kebudayaan.
hasil-hasil kongres 24 HMI Jakarta, 23—27 Oktober 2003_______________
________________________memperkuat kebersamaan mengukuhkan khittah perjuangan 27
Pembagian kemanusiaan tidak selaras dengan dasar kesatuan kemanusiaan (human totality) itu antara lain,ialah pemisahan antara eksistensi ekonomi dan moral manusia, antara kegiatan duniawi dan ukhrowi antaratugas-tugas peradaban dan agama. Demikian pula sebaliknya, anggapan bahwa manusia adalah tujuan padadirinya membela kemanusiaan seseorang menjadi : manusia sebagai pelaku kegiatan dan manusia sebagaitujuan kegiatan. Kepribadian yang pecah berlawanan dengan kepribadian kesatuan (human totality) yanghomogen dan harmonis pada dirinya sendiri : jadi berlawanan dengan kemanusiaan.
Oleh karena hakikat hidup adalah amal perbuatan atau kerja, maka nilai-nilai tidak dapat dikatakan adasebelum menyatakan diri dalam kegiatan-kegiatan konkrit dan nyata. Kecintaan kepada Tuhan sebagaikebaikan, keindahan dan kebenaran yang mutlak dengan sendirinya memancar dalam kehidupan sehari-haridalam hubungannya dengan alam dan masyarakat, berupa usaha-usaha yang nyata guna menciptakansesuatu yang membawa kebaikan, keindahan dan kebenaran bagi sesama manusia "amal saleh" (harafiah:pekerjaan yang selaras dengan kemanusiaan) merupakan pancaran langsung daripada iman. Jadi KetuhananYME memancar dalam perikemanusiaan. Sebaliknya karena kemanusiaan adalah kelanjutan kecintaan kepadakebenaran maka tidak ada perikemanusiaan tanpa Ketuhanan YME. Perikemanusiaan tanpa Ketuhanan adalahtidak sejati. Oleh karena itu semangat Ketuhanan YME dan semangat mencari ridho daripada-Nya adalah dasarperadaban yang benar dan kokoh. Dasar selain itu pasti goyah dan akhirnya membawa keruntuhanperadabannya.
"Syirik" merupakan kebalikan dari tauhid, secara harafiah artinya mengadakan tandingan, dalam hal ini kepadaTuhan. Syirik adalah sifat menyerah dan menghambakan diri kepada sesuatu selain kebenaran baik kepadasesama manusia maupun alam. Karena sifatnya yang meniadakan kemerdekaan asasi, syirik merupakankejahatan terbesar kepada kemanusiaan. Pada hakikatnya segala bentuk kejahatan dilakukan orang karenasyirik. Sebab dalam melakukan kejahatan itu dia menghambakan diri kepada motif yang mendorongdilakukannya kejahatan tersebut yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kebenaran. Demikian pula karenasyirik seseorang mengadakan pamrih atas pekerjaan yang dilakukannya. Dia bekerja bukan karena nilaipekerjaan itu sendiri dalam hubungannya dengan kebaikan, keindahan dan kebenaran, tetapi karena hendakmemperoleh sesuatu yang lain.
"Musyrik" adalah pelaku daripada syirik. Seseorang yang menghambakan diri kepada sesuatu selain Tuhanbaik manusia maupun alam disebut musyrik, sebab dia mengangkat sesuatu selain Tuhan menjadi setingkatdengan Tuhan.
Demikian pula seseorang yang menghambakan (sebagaimana dengan jiran atau diktator) adalah musyrik,sebab dia mengangkat dirinya sendiri setingkat dengan Tuhan.
Kedua perlakuan itu merupakan penentang terhadap kemanusiaan, baik bagi dirinya sendiri maupun kepadaorang lain. Maka sikap berperikemanusiaan adalah sikap yang adil, yaitu sikap menempatkan sesuatu kepadatempatnya yang wajar, seseorang yang adil (wajar) ialah yang memandang manusia. Tidak melebihkansehingga menghambakan dirinya kepada-Nya. Dia selau menyimpan itikad baik dan lebih baik (ikhsan) makakebutuhan menimbulkan sikap yang adil kepada manusia.
E. INDIVIDU DAN MASYARAKAT
Telah diterangkan dimuka, bahwa pusat kemanusiaan adalah masing-masing pribadinya dan bahwakemerdekaan pribadi adalah hak asasinya yang pertama. Tidak sesuatu yang lebih berharga daripadakemerdekaan itu. Juga telah dikemukakan bahwa manusia hidup dalam suatu bentuk hubungan tertentudengan dunia sekitarnya, sebagai mahkluk sosial, manusia tidak mungkin memenuhi kebutuhankemanusiaannya dengan baik tanpa berada ditengah sesamanya dalam bentuk-bentuk hubungan tertentu.Maka dalam masyarakat itulah kemerdekaan asasi diwujudkan. Justru karena adanya kemerdekaan pribadi itumaka timbul perbedaan-perbedaan antara suatu pribadi dengan lainnya. Sebenarnya perbedaan-perbedaan ituadalah untuk kebaikannya sendiri : sebab kenyataan yang penting dan prinsipil, ialah bahwa kehidupanekonomi, sosial, dan kultural menghendaki pembagian kerja yang berbeda-beda.
Pemenuhan suatu bidang kegiatan guna kepentingan masyarakat adalah suatu keharusan, sekalipun hanyaoleh sebagian anggota saja. Namun sejalan dengan prinsip kemanusiaan dan kemerdekaan, dalam kehidupanyang teratur tiap-tiap orang harus diberi kesempatan untuk mengembangkan kecakapannya melalui aktifitasdan kerja yang sesuai dengan kecenderungannya dan bakatnya. Namun inilah kontradiksi yang ada padamanusia dia adalah mahkluk yang sempurna dengan kecerdasan dan kemerdekaannya dapat berbuat baikkepada sesamanya, tetapi pada waktu yang sama ia merasakan adanya pertentangan yang konstan dankeinginan tak terbatas sebagai hawa nafsu. Hawa nafsu cenderung kearah merugikan orang lain (kejahatan)dan kejahatan dilakukan orang karena mengikuti hawa nafsu. Ancaman atas kemerdekaan masyarakat, dankarena itu juga berarti ancaman terhadap kemerdekaan pribadi anggotanya ialah keinginan tak terbatas atauhawa nafsu tersebut, maka selain kemerdekaan, persamaan hak antara sesama manusia adalah esensikemanusiaan yang harus ditegakkan. Realisasi persamaan dicapai dengan membatasi kemerdekaan.Kemerdekaan tak terbatas hanya dapat dipunyai satu orang, sedangkan untuk lebih satu orang, kemerdekaantak terbatas tidak dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan, kemerdekaan seseorang dibatasi olehkemerdekaan orang lain. Pelaksanaan kemerdekaan tak terbatas hanya berarti pemberian kemerdekaankepada pihak yang kuat atas yang lemah (perbudakan dalam segala bentuknya), sudah tentu hak itubertentangan dengan prinsip keadilan. Kemerdekaan dan keadilan merupakan dua nilai yang saling menopang.Sebab harga diri manusia terletak pada adanya hak bagi orang lain untuk mengembangkan kepribadiannya.Sebagai kawan hidup dengan tingkat yang sama. Anggota masyarakat harus saling menolong dalammembentuk masyarakat yang bahagia.
hasil-hasil kongres 24 HMI Jakarta, 23—27 Oktober 2003_______________
________________________memperkuat kebersamaan mengukuhkan khittah perjuangan 28
Sejarah dan perkembangannya bukanlah suatu yang tidak mungkin dirubah. Hubungan yang benar antaramanusia dengan sejarah bukanlah penyerahan pasif, tetapi sejarah ditentukan oleh manusia sendiri. Tanpapengertian ini adanya azab Tuhan (akibat buruk) dan pahala (akibat baik) bagi satu amal perbuatan mustahilditanggung manusia.
Manusia merasakan akibat amal perbuatannya sesuai dengan ikhtiar. Dalam hidup ini (dalam sejarah) dalamhidup kemudian (sesudah sejarah). Semakin seseorang bersungguh-sungguh dalam kekuatan yangbertanggung jawab dengan kesadaran yang terus menerus akan tujuan dalam membentuk masyarakat semakinia mendekati tujuan.
Manusia mengenali dirinya sebagai makhluk yang nilai dan martabatnya dapat sepenuhnya dinyatakan, jika iamempunyai kemerdekaan tidak saja mengatur hidupnya sendiri tetapi juga untuk memperbaiki dengan sesamamanusia dalam lingkungan masyarakat. Dasar hidup gotong-royong ini ialah keistimewaan dan kecintaansesama manusia dalam pengakuan akan adanya persamaan dan kehormatan bagi setiap orang.
F. KEADILAN SOSIAL DAN KEADILAN EKONOMI
Telah kita bicarakan tentang hubungan antara individu dengan masyarakat dimana kemerdekaan danpembatas kemerdekaan saling bergantungan, dan dimana perbaikan kondisi masyarakat tergantung padaperencanaan manusia dan usaha-usaha bersamanya. Jika kemerdekaan dicirikan dalam bentuk yang tidakbersyarat (kemerdekaan tak terbatas) maka sudah terang bahwa setiap orang diperbolehkan mengejar denganbebas segala keinginan pribadinya. Akibatnya pertarungan keinginan yang bermacam-macam itu satu samalain dalam kekacauan atau anarchi. Sudah barang tentu menghancurkan masyarakat dan meniadakankemanusiaan sebab itu harus ditegakkan keadilan dalam masyarakat. Siapakah yang harus menegakkankeadilan dalam masyarakat? Sudah barang pasti ialah masyarakat sendiri, tetapi dalam prakteknya diperlukanadanya satu kelompok dalam masyarakat yang karena kualitas-kualitas yang dimilikinya senantiasamengadakan usaha-usaha menegakkan keadilan itu dengan jalan selalu menganjurkan sesuatu yang bersifatkemanusiaan serta mencegah terjadinya sesuatu yang berlawanan dengan kemanusiaan.
Kualitas yang harus dipunyai, rasa kemanusiaan yang tinggi sebagai pancaran kecintaan yang tak terbataspada Tuhan. Di samping itu diperlukan kecakapan yang cukup. Kelompok orang-orang itu adalah pemimpinmasyarakat. Memimpin adalah menegakkan keadilan, menjaga agar setiap orang memperoleh hak asasinyadan dalam jangka waktu yang sama menghormati kemerdekaan orang lain dan martabat kemanusiaannyasebagai manifestasi kesadarannya akan tanggung jawab sosial.Negara adalah bentuk masyarakat yang terpenting, dan pemerintah adalah susunan masyarakat yang terkuatdan berpengaruh. Oleh sebab itu pemerintah yang pertama berkewajiban menegakkan kadilan. Maksud semuladan fundamental daripada didirikannya negara dan pemerintah ialah guna melindungi manusia yang menjadiwarga negara daripada kemungkinan perusakkan terhadap kemerdekaan dan harga diri sebagai manusiasebaliknya setiap orang mengambil bagian pertanggungjawaban dalam masalah-masalah atas dasarpersamaan yang diperoleh melalui demokrasi.
Pada dasarnya masyarakat dengan masing-masing pribadi yang ada didalamnya haruslah memerintah danmemimpin diri sendiri. Oleh karena itu pemerintah haruslah merupakan kekuatan pimpinan yang lahir darimasyarakat sendiri. Pemerintah haruslah demokratis, berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat,menjalankan kebijaksanaan atas persetujuan rakyat berdasarkan musyawarah dan dimana keadilan danmartabat kemanusiaan tidak terganggu. Kekuatan yang sebenarnya didalam negara ada ditangan rakyat, danpemerintah harus bertanggung jawab pada rakyat.
Menegakkan keadilan mencakup penguasaan atas keinginan-keinginan dan kepentingan-kepentingan pribadiyang tak mengenal batas (hawa nafsu) adalah kewajiban dari negara sendiri dan kekuatan-kekuatan sosialuntuk menjunjung tinggi prinsip kegotongroyongan dan kecintaan sesama manusia. Menegakkan keadilanamanat rakyat kepada pemerintah yang musti dilaksanakan. Disadari oleh sikap hidup yang benar, ketaatankapada pemerintah termasuk dalam lingkungan ketaatan kepada Tuhan (kebenaran mutlak). Pemerintah yangbenar dan harus ditaati ialah mengabdi kepada kemanusiaan, kebenaran dan akhirnya kepada Tuhan YME.Perwujudan menegakkan keadilan yang terpenting dan berpengaruh ialah menegakkan keadilan di bidangekonomi atau pembagian kekeyaan diantara anggota masyarakat. Keadilan menuntut agar setiap orang dapatbagian yang wajar dari kekayaan atau rejeki. Dalam masyarakat yang tidak mengenal batas-batas individual,sejarah merupakan perjuangan dialektis yang berjalan tanpa kendali dari pertentangan-pertentangan golonganyang didorong oleh ketidakserasian antara pertumbuhan kekuatan produksi disatu pihak dan pengumpulankekayaan oleh golongan-golongan kecil dengan hak-hak istimewa dilain pihak. Karena kemerdekaan takterbatas mendorong timbulnya jurang-jurang pemisah antara kekayaan dan kemiskinan yang semakin dalam.Proses selanjutnya yaitu bila sudah mencapai batas maksimal pertentangan golongan itu akan menghancurkansendi-sendi tatanan sosial dan membinasakan kemanusiaan dan peradabannya.
Dalam masyarakat yang tidak adil, kekeyaan dan kemiskinan akan terjadi dalam kualitas dan proporsi yangtidak wajar sekalipun realitas selalu menunjukkan perbedaan-perbedaan antara manusia dalam kemampuanfisik maupun mental namun dalam kemiskinan dalam masyarakat dengan pemerintah yang tidak menegakkankeadilan adalah keadilan yang merupakan perwujudan dari kezaliman. Orang-orang kaya menjadi pelakudaripada kezaliman sedangkan orang-orang miskin dijadikan sasaran atau korbannya. Oleh karena itu sebagaiyang menjadi sasaran kezaliman, orang-orang miskin berada dipihak yang benar. Pertentangan antara kaummiskin menjadi pertentangan antara kaum yang menjalankan kezaliman dan yang dizalimi. Dikarenakan
hasil-hasil kongres 24 HMI Jakarta, 23—27 Oktober 2003_______________
________________________memperkuat kebersamaan mengukuhkan khittah perjuangan 29
kebenaran pasti menag terhadap kebhatilan, maka pertentangan itu disudahi dengan kemenangan tak terhindarbagi kaum miskin, kemudian mereka memegang tampuk pimpinan dalam masyarakat.
Kejahatan di bidang ekonomi yang menyeluruh adalah penindasan oleh kapitalisme. Dengan kapitalismedengan mudah seseorang dapat memeras orang-orang yang berjuang mempertahankan hidupnya karenakemiskinan, kemudian merampas hak-haknya secara tidak sah, berkat kemampuannya untuk memaksakanpersyaratan kerjanya dan hidup kepada mereka. Oleh karena itu menegakkan keadilan mencakuppemberantasan kapitalisme dan segenap usaha akumulasi kekayaan pada sekelompok kecil masyarakat.Sesudah syirik kejahatan terbesar kepada kemanusiaan adalah penumpukan harta kekayaan besertapenggunaanya yang tidak benar, menyimpang dari kepentingan umum, tidak mengikuti jalan Tuhan. Makamenegakkan keadilan inilah membimbing manusia ke arah pelaksanaan tata masyarakat yang akanmemberikan kepada setiap orang kesempatan yang sama untuk mengatur hidupnya secara bebas danterhormat (amar ma'ruf) dan pertentangan terus menerus terhadap segala bentuk penindasan kepada manusiakepada kebenaran asasinya dan rasa kemanusiaan (nahi munkar). Dengan perkataan lain harus diadakanrestriksi-restriksi atau cara-cara memperoleh, mengumpulkan dan menggunakan kekayaan itu. Cara yang tidakbertentangan dengan kamanusiaan diperbolehkan (yang ma'ruf dihalalkan) sedangkan cara yang bertentangandengan kemanusiaan dilarang (yang munkar diharamkan).
Pembagian ekonomi secara tidak benar itu hanya ada dalam suatu masyarakat yang tidak menjalankan prisipKetuhanan YME, dalam hal ini pengakuan berketuhanan YME tetapi tidak melaksanakannya sama nilainyadengan tidak berketuhanan sama sekali. Sebab nilai-nilai yang tidak dapat dikatakan hidup sebelummenyatakan diri dalam amal perbuatan yang nyata.
Dalam suatu masyarakat yang tidak menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya tempat tunduk dan menyerahkandiri, manusia dapat diperbudaknya antara lain oleh harta benda. Tidak lagi seorang pekerja menguasai hasilpekerjaanya, tetapi justru dikuasai oleh hasil pekerjaan itu. Produksi seorang buruh memperbesar kapitalmajikan dan kapital itu selanjutnya lebih memperbudak buruh. Demikian pula terjadi pada majikan bukan iamenguasai kapital tetapi kapital itulah yang menguasainya. Kapital atau kekayaan telah menggenggam danmemberikan sifat-sifat tertentu seperti keserakahan, ketamakan dan kebengisan.
Oleh karena itu menegakkan keadilan bukan saja dengan amar ma'ruf nahi munkar sebagaimana diterapkandimuka, tetapi juga melalui pendidikan yang intensif terhadap pribadi-pribadi agar tetap mencintai kebenarandan menyadari secara mendalam akan andanya tuhan. Sembahyang merupakan pendidikan yang kontinue,sebagai bentuk formil peringatan kepada tuhan. Sembahyang yang benar akan lebih efektif dalam meluruskandan membetulkan garis hidup manusia. Sebagaimana ia mencegah kekejian dan kemungkaran. Jadisembahyang merupakan penopang hidup yang benar. Sembahyang menyelesaikan masalah - masalahkehidupan, termasuk pemenuhan kebutuhan yang ada secara instrinsik pada rohani manusia yang mendalam,yaitu kebutuhan sepiritual berupa pengabdian yang bersifat mutlak.
Pengabdian yang tidak tersalurkan secara benar kepada tuhan YME tentu tersalurkan kearah sesuatu yanglain. Dan membahayakan kemanusiaan.
Dalam hubungan itu telah terdahulu keterangan tentang syirik yang merupakan kejahatan fundamentalterhadap kemanusiaan. Dalam masyarakat, yang adil mungkin masih terdapat pembagian manusia menjadigolongan kaya dan miskin. Tetapi hal itu terjadi dalam batas - batas kewajaran dan kemanusian denganpertautan kekayaan dan kemiskinan yang mendekat. Hal itu sejalan dengan dibenarkannya pemilikan pribadi(Private ownership) atas harga kekayaan dan adanya perbedaan - perbedaan tak terhindar dari padakemampuan - kemampuan pribadi, fisik maupun mental. Walaupun demikian usaha - usaha kearah perbaikandalam pembagian rejeki ke arah yang merata tetap harus dijalankan oleh masyarakat. Dalam hal ini zakatadalah penyelesaian terakhir masalah perbedaan kaya dan miskin itu. Zakat dipungut dari orang - orang kayadalam jumlah presentase tertentu untuk dibagikan kepada orang miskin.Zakat dikenakan hanya atas harta yang diperoleh secara benar, Syah dan halal saja. Sedang harta kekayaanyang haram tidak dikenakan zakat tetapi harus dijadikan milik umum guna manfaat bagi rakyat dengan jalanpenyitaan oleh pemerintah. Oleh karena itu, sebelum penarikan zakat dilakukan terlebih dahulu harus dibentuksuatu masyarakat yang adil berdasarkan ketuhanan Tuhan Yang Maha Esa, dimana tidak lagi didapati caramemperoleh kekayaan secara haram, diman penindasan atas manusia oleh manusia dihapus.
Sebagaimana ada ketetapan tentang bagaimana harta kekayaan itu diperoleh, juga ditetapkan bagaimanamempergunakan harta kekayaan itu. Pemilikan pribadi dibenarkan hanya jika hanya digunakan hak itu tidakbertentangan, pemilikan pribadi menjadi batal dan pemerintah berhak mengajukan konfikasi.
Seorang dibenarkan mempergunakan harta kekayaan dalam batas - batas tertentu, yaitu dalam batas tidakkurang tetapi juga tidak melebihi rata - rata atau israf pertentangan dengan perikemanusiaan. Kemewahanselalu menjadi provokasi terhadap pertentangan golongan dalam masyarakat membuat akibat destruktif.Sebaliknya penggunaan kurang dari rata-rata masyarakat ( taqti) merusakkan diri sendiri dalam masyarakatdisebabkan membekunya sebagian dari kekayaan umum yang dapat digunakan untuk manfaat bersama.
Hal itu semuanya merupakan kebenaran karena pada hakekatnya seluruh harta kekayaan ini adalah milikTuhan. Manusia seluruhnya diberi hak yang sama atas kekayaan itu dan harus diberikan bagian yang wajar daripadanya.
Pemilikan oleh seseorang (secara benar) hanya bersifat relatif sebagai mana amanat dari Tuhan. Penggunaanharta itu sendiri harus sejalan dengan yang dikehendaki tuhan, untuk kepentingan umum. Maka kalau terjadi
hasil-hasil kongres 24 HMI Jakarta, 23—27 Oktober 2003_______________
________________________memperkuat kebersamaan mengukuhkan khittah perjuangan 30
kemiskinan, orang - orang miskin diberi hak atas sebagian harta orang - orang kaya, terutama yang masihdekat dalam hubungan keluarga. Adalah kewajiban negara dan masyarakat untuk melindungi kehidupankeluarga dan memberinya bantuan dan dorongan. Negara yang adil menciptakan persyaratan hidup yang wajarsebagaimana yang diperlukan oleh pribadi-pribadi agar diandan keluarganya dapat mengatur hidupnya secaraterhormat sesuai dengan kainginan-keinginannya untuk dapat menerima tanggungjawab atas kegiatan-kegiatnnya. Dalam prakteknya, hal itu berarti bahwa pemerintah harus membuka jalan yang mudah dankesempatan yang sama kearah pendidikan, kecakapan yang wajar kemerdekaan beribadah sepenuhnya danpembagian kekayaan bangsa yang pantas.
G. KEMAJUAN DAN ILMU PENGETAHUAN
Dari seluruh uraian yang telah di kemukakan , dapatlah dikumpulkan dengan pasti bahwa inti dari padakemanusiaan yang suci adalah Iman dan kerja kemanusiaan atau Amal Saleh Iman dalam pengertiankepercayaan akan adanya kebenaran mutlak yaitu Tuhan Yang Maha Esa , serta menjadikanya satu-satunyatujuan hidup dan tempat pengabdian diri yang terakhir dan mutlak. Sikap itu menimbulkan kecintaan takterbatas pada kebenaran, kesucian dan kebaikan yang menyatakan dirinya dalam sikap pri kemanusiaan. Sikappri kemanusiaan menghasilkan amal saleh, artinya amal yang bersesuaian dengan dan meningkatkankemanusiaan. Sebaik-baiknya manusia ialah yang berguna untuk sesamanya. Tapi bagaimana hal itu harusdilakukan manusia ?.
Sebagaimana setiap perjalanan kearah suatu tujuan ialah gerakan kedepan demikian pula perjalanan ummatmanusia atau sejarah adalah gerakan maju kedepan. Maka semua nilai dalam kehidupan relatif adanya berlakuuntuk suatu tempat dan suatu waktu tertentu.
Demikianlah segala sesuatu berubah, kecuali tujuan akhir dari segala yang ada yaitu kebenaran mutlak(Tuhan). Jadi semua nilai yang benar adalah bersumber atau dijabarkan dari ketentuan-ketentuan hukum-hukum Tuhan. Oleh karena itu manusia berikhtiar dan merdeka, ialah yang bergerak. Gerakan itu tidak lain daripada gerak maju kedepan (progresif). Dia adalah dinamis, tidak setatis. Dia bukanlah seorang tradisional,apalagi reaksioner. Dia menghendaki perubahan terus menerus sejalan dengan arah menuju kebenaranmutlak. Dia senantiasa mencarai kebenaran-kebenaran selama perjalanan hidupnya. Kebenaran-kebenaran itumenyatakan dirinya dan ditemukan didalam alam dari sejarah umt manusia.
Ilmu pengetahuan adalah alat manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran-kebenaran dalam hidupnya,sekalipun relatif namun kebenaran-kebenaran merupakan tonggak sejarah yang mesti dilalui dalam perjalanansejarah menuju kebenaran mutlak. Dan keyakinan adalah kebenaran mutlak itu sendiri pada suatu saat dapatdicapai oleh manusia, yaitu ketika mereka telah memahami benar seluruh alam dan sejarahnya sendiri.
Jadi ilmu pengetahuan adalah persyaratan dari amal soleh. Hanya mereka yang dibimbing oleh ilmupengetahuan dapat berjalan diatas kebenaran-kebenaran, yang menyampaikan kepada kepatuhan tanpareserve kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan iman dan kebenaran ilmu pengetahuan manusia mencapaipuncak kemanusiaan yang tertinggi.
Ilmu pengetahuan ialah pengertian yang dipunyai oleh manusia secara benar tentang dunia sekitarnya dandirinya sendiri. Hubungan yang benar antara manusia dan alam sekelilingnya ialah hubungan dan pengarahan.Manusia harus menguasai alam dan masyarakat guna dapat mengarahkanya kepada yang lebih baik.Penguasaan dan kemudian pengarahan itu tidak mungkin dilaksanakan tanpa pengetahuan tentang hukum-hukumnya agar dapat menguasai dan menggunakanya bagi kemanusiaan. Sebab alam tersedia bagi ummatmanusia bagi kepentingan pertumbuhan kemanusiaan. Hal itu tidak dapat dilakukan kecuali mengerahkankemampuan intelektualitas atau rasio. Demikian pula manusia harus memahami sejarah dengan hukum-hukumyang tetap. Hukum sejarah yang tetap (sunatullah untuk sejarah) yaitu garis besarnya ialah bahwa manusiaakan menemui kejayaan jika setia kepada kemanusiaan fitrinya dan menemui kehancuran jika menyimpang daripadanya dengan menuruti hawa nafsu.
Tetapi cara-cara perbaikan hidup sehingga terus-menerus maju kearah yang lebih baik sesuai dengan fitrahadalah masalah pengalaman. Pengalaman ini harus ditarik dari masa lampau, untuk dapat mengerti masasekarang dan memperhitungkan masa yang akan datang. Menguasai dan mengarahkan masyarakat ialahmengganti kaidah-kaidah umumnya dan membimbingnya kearah kemajuan dan perbaikan.
H. KESIMPULAN DAN PENUTUP
Dari seluruh uraian yang telah lalu dapatlah diambil kesimpulan secara garis besar sbb :1. Hidup yang benar dimulai dengan percaya atau iman kepada Tuhan. Tuhan YME dan keinginan
mendekat serta kecintaan kepada-Nya yaitu takwa. Iman dan takwa bukanlah nilai yang statis danabstrak. Nilai-nilai itu mamancar dengan sendirinya dalam bentuk kerja nyata bagi kemanusiaan danamal saleh. Iman tidak memberi arti apa-apa bagi manusia jika tidak disertai dengan usaha-usahadan kegiatan-kegiatan yang sungguh-sungguh untuk menegakkan perikehidupan yang benar dalamperadaban dan berbudaya.
2. Iman dan takwa dipelihara dan diperkuat dengan melakukan ibadah atau pengabdian formil kepadaTuhan, ibadah mendidik individu agar tetap ingat dan taat kepada Tuhan dan berpegang tuguhkepada kebenaran sebagai mana dikehendaki oleh hati nurani yang hanif. Segala sesuatu yangmenyangkut bentuk dan cara beribadah menjadi wewenang penuh dari pada agama tanpa adanyahak manusia untuk mencampurinya. Ibadat-ibadat yang terus menerus kepada Tuhan menyadarkanmanusia akan kedudukannya di tengahh alam dan masyarakat dan sesamanya. Ia telah melebihkan
hasil-hasil kongres 24 HMI Jakarta, 23—27 Oktober 2003_______________
________________________memperkuat kebersamaan mengukuhkan khittah perjuangan 31
sehingga kepada kedudukan Tuhan dengan merugikan orang lain, dan tidak mengurangi kehormatandirinya sebagai mahluk tertinggi dengan akibat perbudakan diri kepada alam maupun orang lain.
3. Kerja kemanusiaan atau amal saleh mengambil bentuknya yang utama dalam usaha yanag sungguh- sungguh secara essensial menyangkut kepentingan manusia secara keseluruhan, baik dalamukuran ruang maupun waktu yang menegakkan keadilan dalam masyarakat sehingga setiap orangmemperoleh harga diri dan martabatnya sebagai manusia. Hal itu berarti usaha - usaha yang terusmenerus harus dilakukan guna mengarahkan masyarakat kepada nilai - nilai yang baik, lebih majudan lebih insani usaha itu ialah "amar ma'ruf , disamping usaha lain untuk mencegah segala bentukkejahatan dan kemerosotan nilai - nilai kemanusiaan dan nahi mungkar. Selanjutnya bentuk kerjakemanusiaan yang lebih nyata ialah pembelaan kaum lemah, kaum tertindas dan kaum miskin padaumumnya serta usaha - usaha kearah penungkatan nasib dan taraf hidup mereka yang wajar danlayak sebagai manusia.
4. Kesadaran dan rasa tanggung jawab yang besar kepada kemanusiaan melahirkan jihad, yaitu sikapberjuang. Berjuang itu dilakukan dan ditanggung bersama oleh manusia dalam bentuk gotong royongatas dasar kemanusiaan dan kecintaan kepada Tuhan. Perjuangan menegakkan kebenaran dankeadilan menuntut ketabahan, kesabaran, dan pengorbanan. Dan dengan jalan itulah kebahagiaandapat diwujudkan dalam masyarakat manusia. Oleh sebab itu persyaratan bagi berhasilnyaperjuangan adalah adanya barisan yang merupakan bangunan yang kokoh kuat. Mereka terikat satusama lain oleh persaudaraan dan solidaritas yang tinggi dan oleh sikap yang tegas kepada musuh -musuh dari kemanusiaan. Tetapi justru demi kemanusiaan mereka adalah manusia yang toleran.Sekalipun mengikuti jalan yang benar, mereka tidak memaksakan kepada orang lain atau golonganlain.
5. Kerja kemanusiaan atau amal saleh itu merupakan proses perkembangan yang permanen. Perjuangkemanusiaan berusaha mengarah kepada yang lebih baik, lebih benar. Oleh sebab itu manusia harusmengetahui arah yang benar dari pada perkembangan peradaban disegala bidang. Denganperkataan lain, manusia harus mendalami dan selalu mempergunakan ilmu pengetahuan. Kerjamanusia dan kerja kemanusiaan tanpa ilmu tidak akan mencapai tujuannya, sebaliknya ilmu tanparasa kemanusiaan tidak akan membawa kebahagiaan bahkan mengahancurkan peradaban. Ilmupengetahuan adalah karunia Tuhan yang besar artinya bagi manusia. Mendalami ilmu pengetahunharus didasari oleh sikap terbuka. Mampu mengungkapkan perkembangan pemikiran tentangkehidupan berperadaban dan berbudaya. Kemudian mengambil dan mengamalkan diantaranya yangterbaik.
Dengan demikian tugas hidup manusia menjadi sangat sederhana yaitu beriman, berilmu dan beramal.Billahitaufiq Wal hidayahWassalamu’alaikum Wr.Wb.
hasil-hasil kongres 24 HMI Jakarta, 23—27 Oktober 2003_______________
________________________memperkuat kebersamaan mengukuhkan khittah perjuangan 32
RUJUKAN NDP
DASAR – DASAR KEPERCAYAAN Al – qur’an. S. An – nahal (XVI) 89, artinya : “dan kami (Tuhan) telah menurunkan kepada engkau (Muhammad) sebuah kitab (Al – qur’an)
sebagai keterangan tentang sesuatu serta sebagai petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi orang – orang muslim.” Al – qur’an. S. Al – Ikhlas (CXII) : 1 – 4 artinya : “Katakanlah : Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dia adalah Tuhan, Tuhan segala tempat
harapan. Tiada ia berputar dan tiada pula berbapak serta tiada satupun baginya sepadan.” Al – qur’an. S. Al – Hadid (LVII) : 3, artinya : “Dia adalah yang pertama dan terakhir dan yang lahir dan bathin.” Al – qur’an S. Al – Baqarah (II) 115, artinya : “Maka kemanapun jua berpaling, disanalah wajah Tuhan.” Al – qur’an. S. Al – an’am (VI) : 73, artinya : “Dan dia (Tuhan) beserta kamu dimanapun kamu berada.” Al – qur’an. S. Al – an’am (VI) : 73, artinya : “Dan dia (Tuhan) menciptakan segala sesuatu kemudian mengaturnya dengan peraturan yang
pasti.” Al – qur’an. S. Al – Mu’min (XXIII) : 14, artinya : “Maka Maha Mulialah Tuhan, sebaik – baiknya pencipta.” Al – qur’an. S. Luqman (XXXI) 20, artinya : “Tidaklah kamu memperhatikan bahwa Allah menyediakan bagimu segala sesuatu yang ada di langit
dan segala sesuatu yang ada di bumi dan melimpahkannya kepada kami karunia – karunia mendatar-Nya baik yang nampak maupun yang tidaknampak.”
Al – qur’an, S. Yunus (X) : 101, artinya : “Katakanlah : Perhatikan olehmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, tanda – tanda danperingatan itu tidak ada berguna bagi golongan manusia yang tidak percaya.”
Al – qur’an, S. Shod (XXXVIII) : 27, artinya : “Tidaklah kamu (Tuhan) menciptakan lagit dan bumi dan segala sesuatu yang ada diantarakeduanya itu secara palsu hal itu hanyalah prasangka orang – orang kafir saja.”
Al – qur’an, S. Al – Tien (XCVO) : 4, artinya : “Sesungguhnya kami (Tuhan) telah menciptakan manusia – manusia dalam bentuk yang sebaik –baiknya.”
Al – qur’an, S. Al – Isra (XVII) : 70, artinya : “Dan kami lebih mereka itu (umat manusia) di atas banyak dari segala sesuatu yang kami ciptakandengan kelebihan yang nyata.”
Al – qur’an, S. Al – an’am (VI) : 165, artinya : “Dan dialah (Tuhan) yang menjadikan kamu sekalian (umat manusia) sebagai khalifa – khalifahbumi, serta melebihkan sebahagian dari kamu atas sebagian yang lain bertingkat – tingkat untuk menguji kamu dalam hal – hal yang telahdiuraikan kepada kamu. Sesungguhnya Tuhan cepat siksanya (akibat buruk daripadanya perbuatan manusia yang salah) dan dia pastilah MahaPengampun dan Maha Penyayang (memberikan akibat baik atas perbuatan manusia yang benar).”
Al – qur’an, S. Hud (XI) : 16 artinya : “Dia (Tuhan) menumbuhkan kamu (umat islam) dari bumi dan menyuruh kamu memakmurkannya. Al – qur’an, S. Al – Ahzab (XXXIII) : 72, artinya : “Sesungguhnya kamu (Tuhan) menawarkan semua amanah (akal pikiran) kepada langit, bumi
dan gunung – gunung, maka mereka itu menolak untuk menanggungnya dan merasakan keberatan atas amanah itu, manusialah yangmenanggungnya, sesungguhnya manusia mempersulit diri sendiri dan bodoh.”
Al – qur’an, S. Al – Ankabut (XXVII) : 20, artinya : “Katakanlah : mengembaralah kamu ke muka bumi, kemudian perhatikanlah olehmubagaimana Allah memulai penciptaan-Nya kemudian mengembangkan pertumbuhan yang pertumbuhan sesungguhnya Allah itu Maha Kuasaatas segala sesuatu.”
Al – qur’an. S. Al – Qashash (XXVII) : 20, artinya : “Katakanlah : Mengembaralah kamu ke muka bumi, kemudian perhatikanlah olehmubagaimana Allah memulai penciptaan-Nya kemudian mengembangkan pertumbuhan yang kemudian, sesungguhnya Allah itu Maha Kuasa atassegala sesuatu.”
Al – qur’an, S. Al – Isra (XVII) : 72, artinya : “Dan barang siapa disini (dunia) buta (tidak berilmu), maka di akhirat nanti akan buta pula dan lebihsesat lagi jalannya.”
Al – qur’an, S. Al – Isra (XVII) : 36, artinya : “Dan janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak engkau mempunyai pengertian tentang hal itu,sebab sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati nurani itu semuanya pertanggung jawab atas hal tersebut.”
Al – qur’an, S. Al – Mujaadalah (LVII) : 11, artinya : “Allah mengangkat orang – orang beriman diantara kamu dan berilmu bertingkat – tingkat.” Al – qur’an, S. Fushilat (1) : artinya : “Janganlah kamu bersujud kepada matahari ataupun bulan tetapi bersujudlah kepada Allah yang
menciptakan.” Al – qur’an, S. Al – Fatihah (1) : artinya : “Janganlah kamu bersujud kepada matahari ataupun bulan tetapi bersujudlah kepada Allah yang
menciptakan.” Al – qur’an, S. Al – Hajj (XXII) : 56, artinya : “Kerajaan pada hari itu hanyalah bagi Allah, Dia mengadili antara manusia (suatu lukisan simbolis).
“Bagi siapakah pekerjaan hari ini ? bagi Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa.” Al – qur’an, S. Al – Baqarah (11) : 48, artinya : “Dan berjaga – jagalah kamu sekalian terhadap massa dimana seseorang tidak sedikitpun
membela orang – orang lain dan dimana tidak di terima suatu pertolongan dan tidak suatu tebusan serta tidak pula itu akan dibantunya.” Al – qur’an, S. Al – A’raf (II) : 187, artinya : “Mereka bertanya kepada engkau (Muhammad) tentang hari kiamat kapan akan terjadi ? Jawablah :
sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu hanya ada pada Tuhan. Tidak seorangpun dapat menjelaskan selain dari Dia Sendiri.”
PENGERTIAN DASAR TENTANG KEMANUSIAAN Al – qur’an, S. Ar – Rum (XXX) 30, artinya : “Hadapkan dengan seluruh dirimu itu kepada agama (Islam) sebagaimana engkau adalah hanief
(secara kodrat melihat kebenaran, itulah fitrah Tuhan yang telah memfitrahkan manusia padanya).” Al – qur’an, S. Adz – Dzariyat (XVL) 56, artinya : “Aku (Tuhan) tidaklah menciptakan jin dan manusia hanyalah untuk berbakti kepada-Ku.” Al – qur’an, S. At – Taubah (IX) 105, artinya : “Katakanlah, bekerjalah kamu sekalian ! Tuhan akan melihat kerjamu demikian juga Rasul-nya dan
orang – orang beriman (masyarakat).” Al – qur’an, S. At – Taubah (IX) 2 – 3, artinya : “Hai orang – orang yang beriman, mengapakah kamu mengadakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan ? besar dosanya bagi Tuhan jika kamu mengatakan sesuatu yang tidak baik kamu kerjakan.” Al – qur’an, S. An – Nahl (IV) 3, artinya : “Barang siapa siap berbuat baik lelaki maupun perempuan sedangkan ia beriman, maka pastikan kami
(Tuhan) berikan kepadanya hidup yang bahagia dan pasti kami berikan pahala bagi mereka dengan sebaik – baiknya apa yang telah merekaperbuat.”
Al – qur’an, S. Al – Ankabut (XXIX) 6, artinya : “Barang siapa berjuang, maka sebenarnya dia berjuang untuk dirinya sendiri.” Al – qur’an, S. An – Nisa (IV), 125 artinya : “Siapakah yang lebih baik agama daripada orang yang menyerahkan diri dengan agama dari dengan
seluruh pribadinya kepada Tuhan yang dan dia berbuat baik (cinta kabikan) serta mengikuti ajaran Ibrahim secara Hanief.” Al – qur’an, Az – Zumar (XXXIV) 18, artinya : ‘Mereka yang mendengarkan perkataan (pendapat) berusaha mengikuti yang terbaik (benar)
daripadanya, mereka itulah yang mendapatkan petunjuk dari Tuhan dan mereka itulah yang orang – orang yang mempunyai fikiran. Al- qur’an, S. Al-Baqarah (II) 28 artinya : “Tuhan memberikan keijaksanaan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya . Maka barang siapa yang
mendapat kebijaksanaan itu sesungguhnya dia telah memperoleh kebaikan yang melimpah . Dan tidak memikirkan hal itu kecuali orang-orangyang berasal ”
Al-Qur’an . S. Al-An’am (VI) 269 . artinya : “Barang siapa yang tuhan kehendaki untuk diberikan kepadanya petunjuk (kepada kebenaran), tetapibarang siapa yang dikehendaki Tuhan untuk disesatkan maka dadanya dijadikan sempit dan sesak, seakan-akan dia sedang naik kelangit”.
Al-Qur’an S.Ali-Imran (III) 123, artinya : “ ( orang yang bertaqwa itu ) mereka yang dapat menahan marah, suka memaafkan kepada sesamamanusia dan Tuhan cinta kepada orang orang yang selalu berbuat baik “.
Al-Qur’an. S. Baiynah (XCVIII) 5. artinya : “ Mereka tidaklah diperintahkan kecuali untuk berbakti kepada Tuhan dengan mengikhlaskan agama(kebatinan) semata-mata kepada-Nya secara Hanief (mencari kebenaran) menegakkan sembahyang mengeluarkan zakat,itulah jalan (agama)yang benar.”
Al-qur’an, S. Al-Baqarah (II) 28 ,artinya : ’’Tuhan memberikan kebijaksanaan kepada siapa saja yang dikenhendaki-Nya. Maka barang siapayang mendapat kebijaksanaan itu sesungguhnys dia telah memperoleh kebaikan yang melimpah. Dan tidak memikirkan hal itu kecuali orang-orang yang berasal “.
Al-Qur’an,S. Al-Insan (LXXVI) 8-9, artinya : “ Dan mereka itu memberikan makan kepada orang miskin Anak-anak yatim dan orang tertawa atasdasar sukarela mereka berkata : Kami memberi makan kepadamu semata-mata hanya karena diri Tuhan (mencari ridho-Nya) bukan karenamengharapkan balasan atau ucapan terima kasih.
Dari kesimpulan dari gambaran surat Al-qura’an, S Al-baqarah (II) 263, artinya :’’hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menggugurkansedekahnya dengan cacian dan celaan, sebagaimana orang yang mendarmakan hartanya karena pamrih kepada sesama manusia serta tidakpercaya kepada Tuhan dan hari kemudian. Maka perumpamaan baginya adalah seperti batu yang di atasnya ada debu dan kemudian di sapuoleh hujan dan batu itu tertinggal licin. Mereka itu sedikitpun menguasai apa yang telah mereka kerjakan.’’
Disimpulkan dari Al-qur’an, S. Fatir (XXXV), artinya : “ Barang siapa menghendaki kemudian itu aada pada Tuhan, kpada-Nya ucapan yang baikmenuju pekerjaan yang diangkat-nya.
hasil-hasil kongres 24 HMI Jakarta, 23—27 Oktober 2003_______________
________________________memperkuat kebersamaan mengukuhkan khittah perjuangan 33
KEMERDEKAAN MANUSIA (IKHTIAR) DAN KEHARUSAN UNIVRSAL (TAQDIR)o Tersimpul dalam Al-qur’an, S. Al-Anfal (VIII) 23, artinya : “Berhati-hatilah kau terhadap malapetaka yang benar-benar tidaknya mnimpa orang-
orang jahat diantara kamu.”o Al-qur’an, S. Al-Baqarah (II) 46, artinya : “ Berhati-hatilah kamu sekalian akan hari ( akhirat) dimana seseorang tidak dapat membela orang lain
sedikitpun dan tidak pula diterima pertolongan dan tebusan daripadanya serta tidak pula orang-orang itu dibantu.”o Al-qur’an, S. Lukman (XXXI) 46, artinya : “Ingatlah selalu akan hari (kiamat) dimana seorang ayah tidak menanggung anaknya dan tidak pula
seorang anak mennggung ayahny sedikitpun.”o Al-qur’an, S. Al-hadid (XVII) 22, artinya : “Tidaklah terjadi sesuatu kejadianpun dimuka bumi ini dan pada diri kamu sekalian (masyarakat)
melainkan ada dalam catatan sebelum kamu beberkan. Sesungguhnya hal itu bagi Tuhan prkara yang mudah.”o Al-qur’an, S.Ar-Ra’d (XII), artinya : “ Sesungguhnya Tuhan tidak merubahsesuatu (nasib) yang ada pada suatu bangsa sehingga mereka
merubah sendiri apayang ada pada diri (jiwa) mereka.”o Al-qur’an, S. Al-Hadid, artinya : “ Agar kamu tidak putus asa kemalangan yng menimpa dan tidak pula terlalu bersuka ria dengan kemajuan yang
akan datang padamu.”
KETUHANAN YANG MAH ESA DAN PERIKEMANUSIAAN Al - qur’an, S. Lukman (XXXI) 30, artinya : “Demikianlah sebab sesungguhnya Tuhan itulah kebenaran, sedang apa yang mereka suka selain-
Nya adalah kepalsuan dan sesungguhnya Tuhan itu Maha Tinggi dan Maha Agung. Al – qur’an, S. Ali – Imran (III) 6, artinya : “Tidak lagi seorangpun suatu kebahagiaan itu dianugerahkan oleh-Nya (Tuhan) kecuali (Amal
perbuatan) semata – mata untuk mencari (ridho) Tuhan Yang Maha Tinggi, dan tentulah ia akan meridhoinya.” Al – qur’an, S. Ali – Imran (III) 19, artinya : “Sesungguhnya agama itu bagi Tuhan adalah penyerahan diri (Islam).” Al – qur’an, S. Al – Ahzab (XXXIII) 49, artinya : “Mereka yang menyampaikan ajaran – ajaran Tuhan dan tidak menghambakan dirinya kepada
siapapun selain kepada Tuhan dan cukuplah Tuhan yang memperhitungkan (amal mereka).” Al – qur’an, S. Asy – Syu’ara (XXVI) 226, artinya : “Dan sesungguhnya mereka itu mengatakan hal – hal yang mereka tidak kerjakan.” Tentang rangkaian tak terpisahkan dari pada iman dan amal saleh dapat dilihat dari pengulangan tidak kurang dari lima puluh kali kata – kata
Aamu wa’amilus shaihat dan terdapat dimana – mana di dalam Al – qur’an. Al – qur’an, S. Ann – Nur (XXVI) 39, artinya : ‘Orang – orang kafir itu amal dan perbuatannya bagaikan fata morgana di satu lembah. Orang yang
kehausan mengirimnya air, tetapi setelah ditanda tanganinya tidak didapatnya suatu apapun.” Al – qur’an, S. Al – Baqarah (II) 109, artinya : “Apakah orang yang mendirikan bangunannya di atas dasar taqwa kepada Tuhan dan mencari
ridho-Nya itu lebih baik, ataukah orang yang mendirikan bangunannya pada tepi jurang yang retak kemudian roboh bersamanya masuk nerakajahanam.”
Al – qur’an, S. Lukman (XXXI) 13, artinya : “Sesungguhnya syirik itu kesalahan yang besar.” Imam tidak mungkin bercampur dengan kejahatan, sebagai mana tersimpul dalam Al – qur’an, S. Al – An’am (VI) 84, artinya : ‘Mereka yang
beriman dan tidak mencampur iman mereka dengan kejahatan, mereka itulah yang mendapat petunjuk.” Hadist, artinya : “Sesungguhnya yang paling khawatirkan sekalian ialah syirik kecil yaitu ria (pamrih).” Disimpulkan dari titik perpisahan antara orang – orang kafir pemegang Kitab Suci (Kristen dan Yahudi) dalam al – Qur’an, S. Ali Imran (111) 64,
artinya : “Katakanlah : Hai orang pemegang Kitab Suci Kristen dan Yahudi marilah kamu sekalian menuju titik persamaan antara kami (ummatIslam0 dan kamu, yaitu bahwa kita tidak mengabdi kecuali pada Tuhan Yang Maha Esa kita tidak sedikitpun membuat syirik kepada-Nya dantidak pula sebagian kita mengangkat sebagian yang lain menjadri Tuhan – tuhan (dengan kekuasaan dan wewenang seperti dan Tuhan YangMaha Esa) selain Tuhan Yang Maha Esa, Kemudian jika mereka mengejak katakanlah : Jadilah kamu sekalian sebagai saksi kepada Tuhansaja”.
Al – Qur’an, S. An – Nahl (XVI) 90, artinya : “Sesungguhnya Tuhan memerintahkan untuk menegakkan keadilan dan menguasahakanperbaikan.”
INDIVIDU DAN MASYARAKAT Al – Qur’an, S. Az – Zkhruf (XLII), artinya : “Kami (Tuhan) membagi – bagi di antara mereka manusia kehidupan mereka di dunia.” Al – Qur’an, S. Al – Maidah (V) : 48, artinya : “Bagi setiap golongan diantara kamu ialah kami tetapkan suatu cara dan jalan hidup tertentu.” Al – Qur’an, S. Al – Lail (XCII) : 4, artinya : “Sesungguhnya usahamu sekalian (manusia) sangat beraneka ragam.” Al – Qur’an, S. Al – Isra’ (XVII) : 84, artinya : “Katakanlah : Setiap orang bekerja sesuai dengan pembawaannya. Sebenarnya Tuhanmulah Pula
yang lebih mengetahui siapa yang lebih benar kalau hidupnya.” Al – Qur’an, S. Az – Zumar (XXXIX) 39, artinya : “Katakanlah : Hai Kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan
bekerja (Pula), maka kelak kamu akan mengetahuinya juga.” Al – Qur’an, S. Yusuf (XII) 53, artinya : “Bengotong – royonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu bergotong –
royong dalam kejahatan dan permusuhan.” Al – Qur’an, SYAI – Maidah (V) 2, artinya : “Bergotong – royonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu bergotong –
royong daam kejahatan dan permusuhan.” Al – Qur’an, S. ZakZalah (XCIX) 7 – 8, artinya : “Barang siapa mengerjakan seberat atom kebaikan dan akan menyaksikan (akibat baiknya) dan
barang siapa mengerjakan seberat atom kejahatan diapun akan menyaksikan (akibat buruknya)”. Al – Qur’an, S. At – Taubah (IX) : 75, artinya : “Dan jika orang – orang (Jahat) itu bertaubat maka kebaikan bagi mereka, tetap jika mereka
membanggakan maka Tuhan akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih di dunia dan akhirat.” Al – Qur’an, S. An – Nahl 30, artinya : “Dan mereka yang be ang dijalan-Ku (kebenaran), maka pasti Aku tunjukkan jalannya (mencapai tujuan)
sesungguhnya Tuhan itu cinta kepada orang – orang yang selalu berbuat baik (progresif).” Al – Qur’an, S. Al – Hujarat (XLIX) 13, artinya : “Hai sekalian ummat manusia, sesungguhnya Kami (Tuhan) telah menciptakan kamu dari laki –
laki dan perempuan dan kami jadikan berbangsa – bangsa dan bersuku – suku ialah agar kami saling mengenal, sesungguhnya yang palingmulia diantara kamu bagi Tuhan ialah yang paling bertaqwa (cin kebenaran) sesungguhnya Tuhan itu Maha Mengetahui dan Maha Meneliti.”
Al – Qur’an, S. Al – Hujarat (XLIX) 10, artinya : “Sesungguhnya orang – orang yang beriman (cinta kebenaran) itu bersaudara, makausahakanlah adanya kerukunan dan diantara golongan saudaramu.”
KEADILAN SOSIAL DAN KEADILAN EKONOMI Al - Qur’an, S. Al – lail (XCII) 8 – 9 – 10, artinya : “Adapun orang – orang kafir tidak mau mengorbankan sedikitpun (dari haknya) dan merasa
cukup sendiri (engoistis) serta mendustakan (mencemoohkan) kebaikan, maka ia kami licinkan jalan kearah kesukaran (kekacauan).” Al – Qur’an, S. Al – Maidah (V) 8, artinya : “Janganlah sekali – kali kebencian segolongan orang itu membuat kamu menyeleweng dan tidak
menegakkan keadilan, tegakkan keadilan itulah yang lebih mendekati taqwa (kebenaran) dan bertaqwalah kamu kepada Tuhan.” Al – Qur’an, S, Al – imran (11) 104 artinya : “Hendaklah diantara kamu suatu kelompok yang mengajak kebaikan, memerintahkan yang maruf
(baik) sesuai dengan prikemanusiaan dan melarang yang munkar (Uahat) dan bertaqwalah kamu kepada Tuhan.” Hadist : “Tiap – tiap kamu adalah pemimpin dan tiap – tiap kamu bertanggung jawab atas pimpinannya.” Ditarik kesimpulan dari keterangan orang – orang beriman Al – Qur’an, S. AS – Syura (XLII), artinya : “Urusan mereka diselesaikan melalui
musyawarah di antara mereka.” Al – Qur’an, S. An – Nisa (IV) 59, artinya : “Sesungguhnya kesalahan terletak pada mereka yang mendalami (bertindak tidak adil) kepada
manusia dan berbuat kekecauan di muka bumi tanpa ada alasan kebenaran.” Al – Qur’an, S. An – Nisa (IV) 59 : “hai orang – orang yang beriman, taatlah kamu sekalian pada Tuhanmu agar kamu menunaikan amanat –
amanat kepada yang berhak dan jika kamu memerintahkan diantara manusia, maka memerintahkan kamu dengan keadilan.” Al – Qur’an, S. An – Nisa (IV) 59, artinya : “Hai orang – orang yang berimanm, taatlah kamu sekalian kepada Rasul-Nya serta kepada yang
berhak dan jika’ kamu memerintah diantara manusia, maka memerintahkan kamu dengan keadilan.” Al – Qur’an, S. Al – Maidah (V) 59, artinya : “Barang siapa yang tidak menjalankan hukum dengan apa yang diturunkan oleh Tuhan (ajaran
kebenaran), maka mereka itu adalah orang – orang yang jahat. Al – Qur’an, S. Al – Hadid (LVII) 20, artinya : “Ketahuilah bahwa sesungguhnya hidup di dunia (sejarah) ini adalah permainan kesenangan dan
perhiasan serta saling memegang urusan (pemerintah) diantara kamu.” Al – Qur’an, S. Al – Isra (XVII) 16, artinya : “Dan jika kami hendak membinasakan negeri, maka kami perintahkan kepada orang – orang yang
hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berfakuterhadapnya perkataan (ketentuan kami) kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur – hancurnya.”
Ditarik kesimpulan firman Tuhan tentang orang – orang Yahudi yang terkutuk (karena sifat – sifat kapitalis mereka yaitu Al – Qur’an, S. An – Nisa160 – 161, artinya : “Maka karena kejahatan orang – orang Yahudi itulah kami menghalangi jalan kepada Tuhan (jalan kebenaran). Demikian
hasil-hasil kongres 24 HMI Jakarta, 23—27 Oktober 2003_______________
________________________memperkuat kebersamaan mengukuhkan khittah perjuangan 34
juga karena mereka mengambil riba padahal sudah dilarang, dan karena mereka merampas harta kekayaan manusia dengan cara yang tidakbenar (batil).
Demikianlah juga dapat disimpulkan dari seruan Nabi Syu’ib kepada rakhatnya Nabi Syu’ib adalah suatu prototype dari masyarakat yang tidakadil atau kapatalis) tersebut di tiga tempat, antara lain ialah Al – Quran, Surat Asy-Syu’ara (XXVI) 182 – 183, artinya : “Dan timbanglah denganukuran yang betul (adil) serta janganlah merampas harta milik sesama manusia dan janganlah kamu melakukan kejahatan di muka bumi inisambil membuat kekacauan.”
Terjadinya tindakan – tindakan atas sesama manusia (exploitation del’homeper I’home) dipahamkan dari firman Tuhan dalam Al – Qur’an, SuratAl – Baqarah (11) 279, artinya : “ ....... Dan jika kami tau’bat (berhenti menjalankan riba atau penindasan kapitalis) maka kamu memperolehkembali capital – capitalmu kami tidak boleh mendalami (memerlukan secara tidak adil, menindas) dan tidak pula boleh didzalimi (diperlukantidak adil, ditindas).”
“Jaminan kemenangan bagi kaum miskin dalam (Al – Quran juga disebut secara khusus dengan Al – Mustaz afun adapun, artinya orang – orangyang dilemahkan atau dijadikan hina – dina, ditindas), tersebut dalam rangkaian cerita Fieaun yaitu S. Al Qashahs (XXVII) 5, artinya : “Dan Kami(Tuhan) menghendaki untuk memberikan pertolongan kepada kaum tertindas di bumi, untuk menjadikan pula mereka itu pewaris – pewaris.”
Pemberantasan kapitalisme harus dilakukan dengan konsekuen, bila perlu dengan menyatakan perang kepada kaum kapitalis, sesuai denganperintah. Tuhan dalam Al – Qu’ran, S. Al – Baqarah (11) 278, artinya : “Hai orang – orang yang beriman bertaqwalah kamu benar – benarberiman. Jika tidak kamu kerjakan (perintah meninggalkan riba) maka bersiaplah kamu sekalian terhadap adanya perang dari Tuhan dan Rasul-Nya (perang suci jihad. Tetapi jika kamu taubat (berhenti dari penindasan kapitalis) maka kamu dapat memperoleh kembali capital – Kapitalmu.Kamu tidak menindas dan tidak pula ditindas.”
Al – Qur’an, S. Humazah (CIV) 1-2-3, artinya : Celakalah bagi setiap pencerca (kaum sinis kepada kebenaran) yang suka mengumpulkan hartadn menghitung-hitungnya, dia mengira hartanya itu bakal mengekekalkannya.
Kaum muslimin yang seharusnya mempelopori tugas suci itu. Kaum musimin digambarkan dalam Al – Qu’ran, S. Ali Imran (111) 110, artinya :“Kamu adalah sebaik-baiknya golongan yang diketengahkan diantara manusia karena kamu selalu menganjurkan pada kebaikan dan mencegahdaripada kejahatan dan kamu semua beriman kepada Tuhan.”
Al – Qu’ran, S. Ash-Shaf (LXI) 2-3, artinya : “Hai orang yang beriman, mengapakah kamu mengatakan sesuatu yang kamu tidak kerjakan.” Al – Qu’ran, S. Al-Ankabut (XXIX) 45, artinya : “Sesungguhnya sembahyang itu mencegah kekejian-kekejian dan sungguh selalu ingat kepada
Tuhan itu merupakan suatu Yang Agung.” Hadist : “Sembahyang adalah tiang agama, barang siapa mengerjakan berarti menegakkan agama dan barang siapa meninggalkannya berarti
merobohkan agama.” Al – Qu’ran, S. Lukman (XYXI) 30, artinya : “Demikianlah, sebab sesungguhnya Tuhan itulah dan sesungguhnya apa yang mereka pula selain-
Nya adalah kepalsuan dan sesungguhnya Tuhan itu Maha Tinggi dan Maha Agung.” Al – Qu’ran, S. Ar-Rum (XYX) 37, artinya : “Tidaklah mereka mellihat bahwa Tuhan melapangkan rizki (ekonomi) bagi siapa saja yang Ia
kehendaki dan menyempitkannya, sesungguhnya dalam hal itu ada pelajaran-pelajaran bagi orang yang beriman.” Al – Qu’ran, S. At-Taubah (IX) 60, artinya : “Sesungguhnya sedekah (zakat) itu untuk fakir miskin.’ Al – Qu’ran, S. Al-Baqarah (11) 188, artinya : “Dan janganlah kamu memakan harta dengan cara yang batil (tidak benar) diantara kamu, dan
kamu mengadakan hal itu kepada hakim-hakim (pemerintah) agar kamu dapat mengambil bagian dari harta orang lain dengan dosa, pada halkamu mengetahui.”
Al – Qu’ran, S. Furqan (XXV) 67, artinya : “Dan mereka yang apabila mempergunakan hartanya tidak berlebihan dan tidak pula kekurangan,melainkan kepada dalam keseimbangan antara keduanya.”
Al – Qu’ran, S. Al-Isra (XVII) 67, artinya : “Berikanlah kepada keluarga itu haknya (dari harta yang kami miliki) demikian juga kepada orangmiskin dan kepada orang terlantar dan janganlah berlebihan itu adalah kawan-kawan setan sedangkan setan ingkar kepada Tuhannya.”
Al – Qu’ran, S. Al-Isra (XVII) 16, artinya : “Apabila Kami (Tuhan) menghendaki untuk menghancurkan suatu negeri. Kami berikan kesempatankepada orang-orang yang mewah di negeri itu untuk memerintah, kemudian mereka membuat kecurangan-kecurangan di negeri itu maka benar-benar terjadilah keputusan kata (vonis) atas negeri itu, lalu kami hancurkan.”
Al – Qu’ran, S. Muhammad (XLVII) 38, artinya : “Demikianlah kamu orang-orang yang diserukan untuk mempergunakan hartamu di jalan Tuhan(untuk kebaikan kepentingan umum), maka diantara kamu ada yang kikir dan barang siapa kikir maka sesungguhnya ia kikir pada dirinya sendiri.Tuhan tidak memerlukan sesuatupun tetapi kamulah yang memerlukan dan kalau kamu berpaling tidak mau mempergunakan harta untukkebaikan umum. Tuhan akan menggantikan kamu dengan golongan lain kemudian mereka tidak lagi seperti kamu.”
Al – Qu’ran, S. Thaha (XX) 6, 63, 4, 123, 131, 132 artinya : “Ingatlah bahwa sesungguhnya kepunyaan Tuhanlah segala sesuatu yang ada dilangit dan di bumu.”
Al – Qu’ran, artinya : “Adalah Kami (Tuhan) yang sesungguhnya menempatkan kamu ke bumi dan membuat untuk kami sekalian di dalamnyaprikehidupan mata pencaharian.”
Al – Qu’ran, S. Al-Hadid (LVII) 7, artinya : “Berimanlah kamu kepada Tuhan dan Rasulnya dan dermakanlah dari harga kamu jadikan oleh Tuhanuntuk mengurusnya.”
Al – Qu’ran, S. Al-Isra (XVII) 67, artinya : “Dan berikanlah kepada mereka (orang-orang miskin) itu dari harta Tuhan yang telah diberkahkan-Nyakepadamu.”
Al – Qu’ran, S. Al-Ma’aridi (LXX) 24-25, artinya : “Dan orang-orang pada harta mereka terdapat hak yang pasti bagi orang miskin yang meminta-minta maupun yang tidak minta-minta.”
KEMANUSIAAN DAN ILMU PENGETAHUANo Al – Qu’ran, S. At-Tien (XCV) 6, artinya : “Kecuali mereka yang beramal saleh.”o Al – Qu’ran, S. Al-Qashash (XXVII) 8, artinya : “Segala sesuatu itu rusak (berubah) kecuali dari padanya.”o Al – Qu’ran, S. Al-An’am (VI) 57, artinya : “Sesungguhnya hukum atau nilai itu hanya kepunyaan Allah, Dia menerangkan keberatan dan Dia
adalah sebaik-baiknya pemutus perkara.”o Al – Qu’ran, S. Al-Isra (XVII), artinya : “Dan janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak mempunyai pengertian akan dia, sebab
sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati nurani itu semuanya bertanggung jawab atas hal tersebut”o Al – Qu’ran, S. Fathir (XLI), artinya : “Akan perhatikan kepada mereka (manusia) tanda-tanda Kami diuar angkasa dan dalam diri mereka sendiri
sehingga menjadi jelas bahwa Al – Qur’an itu benar. Tidaklah cukup dengan Tuhan bahwa Dia menyaksikan segala sesuatu”o Al – Qu’ran, S. Fathir (XXXV) 287, artinya : “Sesungguhnya yang bertaqwa tidak hanya Tuhan melainkan Allah begitu pula pada Malaikat dan
orang-orang yang berilmu pengetahuan dengan tegak pada kejujuran”o Al – Qu’ran, S. Muhaddalah (LVIII) 11, artinya : “Allah mengangkat orang-orang diantara kamu dan yang berilmu pengetahuan yang bertingkat-
tingkat”o Al – Qu’ran, S. Al-Jatsiyah (XLV) 134, artinya : “Dan Dia (Tuhan) menyediakan bagi kamu apa yang ada dilangit dan di bumi”o Al – Qu’ran, S. Al-Imran (III) 137, artinya : “Telah lewat setelah kamu hukum-hukum sejarah, maka menggambarkan di muka bumi kamu
kemudian perhatikanlah olehmu bagian akibat orang-orang yang mendustakan-Nya”o Al – Qu’ran, S. As Syam (XCI) 9-10, artinya : “Sungguh berbahagialah dia yang membersihkannya, (sisinya) dan sungguh celakalah bagi mereka
yang mengotorinya (dirinya)”o Al – Qu’ran, S. Yusuf (XI) 111, artinya : “Sungguh dalam riwayat mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berfikir”