naskah publikasi dampak kematian ibu...
TRANSCRIPT
NASKAH PUBLIKASI
DAMPAK KEMATIAN IBU TERHADAP KONDISI
PSIKOLOGIS REMAJA PUTRI
Oleh:
PUJI ASTUTI
ULY GUSNIARTI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2009
NASKAH PUBLIKASI
DAMPAK KEMATIAN IBU TERHADAP KONDISI
PSIKOLOGIS REMAJA PUTRI
Telah Disetujui Pada Tanggal
__________________________
Dosen Pembimbing
(Uly Gusniarti, S.Psi.,M.Si.,Psikolog)
DAMPAK KEMATIAN IBU TERHADAP KONDISI
PSIKOLOGIS REMAJA PUTRI
Puji Astuti Uly Gusniarti
INTISARI
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak kematian ibu terhadap kondisi psikologis remaja putri. Aspek yang digunakan adalah aspek duka cita dari Leming dan Dickinson (1998). Responden dalam penelitian ini adalah dua orang individu yang kehilangan ibu, berjenis kelamin perempuan, dan kehilangan ibu pada saat usia remaja. Metode penelitian yang dipakai adalah metode kualitatif dengan metode pengambilan data melalui wawancara. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa kondisi individu saat mengalami duka cita kematian ibu yaitu mengalami respon seperti shock, sedih, dunia hampa, rasa rindu, kehilangan dan kesepian. Adanya dukungan sosial dari keluarga, saudara, dan juga orang lain dapat memperkuat responden dalam menghadapi kehidupan sehari-hari. Kematian ibu memberikan perubahan dalam keluarga yaitu keluarga tidak berperan optimal, hubungan dengan saudara menjadi lebih solid, hadirnya orang baru dalam keluarga. Peran ibu yang sangat besar dalam kehidupan memberikan dampak pada anak ketika ibu telah meninggal. Dampak yang ditimbulkan yaitu anak mengalami ketidakmampuan dalam menyelesaikan suatu masalah, terjadi kekhwatiran jika sudah menikah, harus lebih mandiri, hilangnya sosok ibu yang selalu memberi support dan nasehat, serta perubahan nilai akademis. Kata kunci : Duka Cita dan kematian ibu.
A. PENGANTAR
Kematian merupakan akhir dari tahap kehidupan manusia. Setiap orang yang
hidup akan mengalami kematian. Ketidakpastian mengenai kematian itu sendiri
menimbulkan rasa takut pada diri manusia. Demikian juga dengan kematian salah
satu anggota keluarga atau teman dekat akan menimbulkan rasa duka cita bagi orang
yang ditinggalkannya
Kesulitan bermacam-macam bentuknya dalam mewarnai perjalanan kehidupan
manusia. Masalah ekonomi, politik. sosial, termasuk masalah kehilangan sesuatu
yang berharga bagi manusia baik itu nyawa, kesehatan, harta benda bahkan orang-
orang yang dicintai. Santrock (2002) menyebutkan kehilangan dapat datang dalam
berbagai bentuknya dalam kehidupan, seperti perceraian, kehilangan pekerjaan,
matinya binatang peliharaan, tetapi tidak ada kehilangan yang lebih besar selain
kematian dari seseorang yang dicintai dan disayangi seperti orang tua, saudara
kandung, pasangan hidup, sanak saudara atau teman. Menurut Santrock (2002) bahwa
kematian orang-orang yang dicintai memang merupakan suatu kehilangan yang
sangat besar pengaruhnya terhadap individu.
Harvard Medical School mengembangkan konsep kematian menjadi lima yaitu:
ketidakmampuan menerima dan merespon stimulus, tidak memiliki kemampuan
dalam hal gerakan atau pernafasan, tidak mempunyai reflek, EEG
(electroencephalogram) datar, dan tidak adanya sirkulasi dalam otak (Susanti, dkk,
2003).
Kematian orang tua merupakan suatu hal yang sangat sakit untuk dihadapi oleh
seorang anak, apalagi jika peristiwa kematian orang tua itu terjadi pada saat seorang
anak sedang berada dalam tahap remaja, pada saat transisi dari tahap kanak – kanak
ketahap dewasa. Selama periode ini seorang remaja berada di dalam masa transisi
dari masih tergantung sebagai seorang anak menjadi dapat berdiri sendiri sebagai
orang dewasa.
Perkembangan anak sangat membutuhkan perhatian dari orang-orang yang ada
di sekeliling kehidupan anak, yaitu yang pertama dan terutama adalah orang tua
sendiri yaitu ayah dan ibu. Kenyataannya yang sering berfungsi sebagai orang tua
adalah ibu. Peran dan fungsi ibu dalam kehidupan anak sangat besar. Anak akan lebih
merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika ibunya
yang melakukan (Gunarsa, 2004).
Ibu merupakan sosok yang memiliki peran sangat vital dalam proses pendidikan
anak sejak dini, sebab ibulah sosok yang pertama berinteraksi dengan anak, sosok
pertama yang memberi rasa aman dan sosok pertama yang dipercaya dan didengar
omongannya. Ibu menjadi sekolah pertama bagi anak-anaknya. Anak biasanya
berpikir tentang ibu sebagai seseorang yang melakukan sesuatu baginya, yang
memenuhi kebutuhan fisik baginya, yang memberi kasih sayang, dan perhatiannya.
Sesuai pendapat Hurlock (2002), pada masa anak sejak lahir sampai usia remaja awal,
anak kehilangan ibu jauh lebih merusak daripada kehilangan ayah. Alasannya ialah
bahwa pengasuhan anak kecil dalam hal ini harus dialihkan ke sanak saudara atau
pembantu rumah tangga yang menggunakan cara mendidik anak yang mungkin
berbeda dari yang digunakan ibu, dan mereka jarang dapat memberi anak perhatian
dan kasih sayang yang sebelumnya ia peroleh dari ibunya.
Kehadiran ibu dalam perkembangan jiwa anak sangat penting. Anak yang
kehilangan peran dan fungsi ibunya dalam proses tumbuh kembangnya akan
kehilangan pembinaan, bimbingan, kasih sayang, perhatian. Anak akan mengalami
dampak dalam perkembangannya. Hal ini terjadi tidak hanya jika anak semata-mata
kehilangan ibu secara fisik (loss), tetapi juga bisa dikarenakan tidak adanya (lack)
peran ibu yang amat penting dalam proses imitasi dan identifikasi anak terhadap
ibunya (Ma’ruf, 2007 http//baitijannati.worldpres.com).
Menurut James & Friedman (Astuti,2005), duka cita atas kematian seseorang
atau sesuatu yang dicintai adalah masalah kesehatan mental yang paling menantang
dan paling sering dihadapi oleh para konselor. Kematian seseorang yang dicintai
mungkin merupakan pengalaman kehilangan yang paling mempengaruhi individu
secara fisik, emosional dan spiritual. Perasaan duka (respon emosional individu atas
kehilangan yang dialami) mencakup seluruh emosi alamiah manusia yang mengiringi
kehilangan tersebut.
Hubungan seseorang dengan orang yang meninggal sangat mempengaruhi
tanggapan emosional individu terhadap kematian. Jika individu yang ditinggalkan
memiliki hubungan positif dengan orang yang meninggal, maka individu tersebut
akan mengalami rasa berduka yang lebih intens dibandingkan individu yang
hubungannya tidak terlalu positif dengan orang yang meninggal (Astuti, 2005).
Duka cita ( grieve ) adalah kelumpuhan emosional, tidak percaya, kecemasan
akan berpisah, putus asa, sedih, dan kesepian yang menyertai disaat kita kehilangan
orang yang kita cintai (Santrock,2002).
Duka cita adalah perasaan subjektif yang disebabkan karena kematian
seseorang yang dicintai (Kaplan dkk, 1997). Duka cita awal sering kali
dimanifestasikan sebagai keadaan terguncang yang diekspresikan sebagai perasaan
mati rasa dan perasaan kebingungan. Keadaan tersebut diikuti oleh ekspresi
penderitaan dan ketegangan seperti berkeluh kesah dan menangis. Hurlock (1997)
mengatakan duka cita adalah trauma psikis, suatu kesengsaraan emosional, yang
disebabkan oleh hilangnya sesuatu yang dicintai.
Kavanaugh (Leming & Dickinson, 1998) mengidentifikasi tujuh perilaku dan
perasaan sebagai bagian dari proses penanggulangan duka cita; shock dan penolakan,
kekacauan, perasaan yang berubah-ubah, rasa bersalah, kehilangan dan kesepian,
kelegaan dan kembali hidup.
a. Shock dan Penolakan
Penolakan tidak hanya merupakan pengalaman yang biasa terjadi diantara orang
yang baru berduka, tapi juga memberikan fungsi positif dalam proses adaptasi.
Fungsi utama melakukan penolakan adalah untuk memberikan tempat sementara
yang aman bagi mereka yang berduka karena kehilangan dari kenyataan buruk dari
dunia sosial yang hanya menawarkan kesepian dan rasa sakit.
b. Kekacauan
Kekacauan adalah suatu tingkatan dalam proses berduka cita dimana seseorang
mungkin benar-benar merasa tidak sesuai dengan kenyataan hidup sehari-hari..
c. Reaksi yang mudah berubah
Kapanpun seseorang mengalami duka cita dihadapkan pada kemungkinan
kecenderungan seseorang merasa marah, frustasi, tidak berdaya, dan atau sakit hati.
Reaksi yang berubah-ubah terhadap teror, kebencian, penguraian baru, dan
kecemburuan sering dialami sebagai manifestasi emosi dari perasaan tersebut.
d. Rasa Bersalah
Rasa bersalah adalah kemarahan dan kebencian pada diri seseorang dan sering
kali membuat orang menyalahkan dirinya sendiri dan depresi. Rasa bersalah adalah
bagian yang normal dalam proses duka cita.
e. Kehilangan dan Kesepian
Kehilangan dan kesepian adalah sisi lain dari penolakan. Mereka yang lari dari
pengalaman ini akan berubah menjadi penolakan dalam usaha untuk menolak
perasaan kehilangan atau berusaha untuk menemukan pengganti-teman baru. Lari
dari kenyataan tidak akan terjadi selamanya, tetapi karena merasa kehilangan dan
kesepian merupakan bagian penting dari pengalanan yang menyedihkan. Menurut
Kavanaugh (Leming & Dickinson,1998) tujuan pokok melawan kesedihan adalah
membangun kebebasan baru atau untuk menemukan kebebasan baru dan hubungan
yang aktif.
f. Kelegaan.
Walaupun perasaan lega dapat meningkatkan perasaan bersalah, seperti
penolakan, rasa bersalah juga menjadi tempat yang aman dari rasa sakit, kehilangan,
dan kesepian yang ditahan ketika seseorang merasa sedih.
g. Hidup Kembali
Sebagai seseorang yang terus maju dalam hidup, tanpa adanya kematian
sangatlah jelas jika proses yang melibatkan penyesuaian diri dan penyesuaian waktu,
terutama jika hubungannya sangat berarti. Hubungan dengan seseorang yang merasa
kesepian dan kacau pada saat yang sama dan seseorang yang merasa lega pada
sesuatu maka akan terjadi gerakan penolakan terhadap kematian. Kesedihan adalah
hal yang normal dan menyadari apa yang diharapkan (membantu orang yang bersedih
dengan berfantasi bersama-sama) akan menjanjikan kehidupan yang baru yang diisi
dengan peraturan, tujuan, dan makna kehidupan.
B. METODE PENELITIAN
1. Responden Penelitian
Penelitian ini melibatkan individu yang telah kehilangan ibu karena kematian.
Untuk lebih jelasnya peneliti mencoba memaparkan karakteristik-karakteristik utama
subjek penelitian ini, yaitu :
1. Individu yang telah ditinggal meninggal oleh ibu kandung.
2. Berjenis kelamin perempuan
3. Usia responden pada saat mengalami kematian ibu pada masa remaja antara
12-21 tahun, karena pada masa ini orang tua sangat berperan bagi remaja
terutama dalam hal perubahan yang terjadi melewati masa transisi dari anak-
anak menuju remaja. Hubungan antara orang tua dan anak pada masa remaja
dapat membantu kompetensi sosial sebagaimana tercermin dalam harga diri,
penyesuaian emosional, kesehatan fisik dan dapat menyangga remaja dari
kecemasan dan potensi perasaan-perasaan depresi atau tekanan emosional yang
berkaitan dengan masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa awal
(Allen dalam Santrock, 2002).
2. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah penelitian yang memiliki tujuan untuk memahami fenomena yang dialami oleh
subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll secara holistik
dan drngan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong,
2006).
Peneliti dalam mengambil data penelitian menggunakan teknik wawancara
mendalam. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan
oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong,
2006). Wawancara mendalam adalah menggali informasi atau data sebanyak-
banyaknya dari responden atau informan (Hamidi, 2004).
Sebelum melakukan wawancara diawali dengan sosialisasi diri sebelumnya,
sehingga ketika wawancara berlangsung peneliti harus sudah dikenal betul, bahkan
diusahakan untuk bisa akrab dengan para informan, sehingga para informan bisa lebih
terbuka dalam memberi informasi, sehingga informasi detail bisa diperoleh (Hamidi,
2004). Wawancara berjalan secara tidak terstruktur (terbuka, bicara apa saja) dalam
arti membiarkan informan berbicara sesuai dengan pengalaman mereka, tetapi
peneliti tetap menyiapkan pertanyaan-pertanyaan penting yang berkaitan dengan
permasalahan penelitian (terstruktur).
3. Validitas Penelitian
Menurut Alsa (2004), validitas penelitian kualitatif adalah kepercayaan terhadap
data yang diperoleh dan analisis yang dilakukan peneliti secara akurat dalam
mempresentasikan dunia sosial di lapangan.
Validitas yang diperoleh dalam penelitian ini, dilakukan oleh peneliti dengan
mempelajari terlebih dahulu mengenai metode dan tata cara wawancara yang tepat,
dengan membuat pedoman wawancara terlebih dahulu dan dilakukan secara
mendalam dalam kondisi yang membuat nyaman interviewee sehingga bisa
menjawab dengan jujur dan terbuka. Dalam proses pengambilan data terlebih dahulu
peneliti juga membangun rapport dengan subjek penelitian, agar dalam proses
pelaksanaan penelitian nanti antara peneliti dan responden sudah terjalin hubungan
yang baik. Demi memperoleh validitas data, wawancara penelitian ini direkam
dengan menggunakan tape recorder. Selain itu peneliti juga menjaga kode etik
psikologi dalam penelitian ini.
4. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
tematik. Analisis tematik merupakan proses mengkode informasi, yang dapat
menghasilkan daftar tema, model tema atau indikator yang komplek, kualifikasi yang
biasanya terkait dengan tema itu, atau hal-hal di antara atau gabungan yang telah
disebutkan. Tema tersebut secara minimal dapat mendeskripsikan fenomena, dan
secara maksimal memungkinkan interpretasi tema (Boyatzis dalam Poerwandari,
2001).
Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam melakukan analisis data hasil
penelitian ini adalah :
1. Data yang diperoleh dituliskan dalam bentuk catatan hasil wawancara.
2. Hasil wawancara ditulis dalam bentuk narasi (uraian) untuk menjelaskan tentang
konsep-konsep mengenai aspek yang diteliti melalui tema-tema.
3. Tema-tema tersebut selanjutnya oleh peneliti dilakukan analisis isi, dengan
mengkelompokan sesuai dengan kategorinya.
4. Hasil kategorisasi tema-tema tersebut, peneliti jelaskan di pembahasan dalam
bentuk narasi.
5. Hasil dari pembahasahan tersebut kemudian peneliti membuat sebuah bagan yang
kemudian meghasikan suatu kesimpulam penelitian.
C. HASIL PENELITIAN
Gambar 1: Model dampak kematian ibu terhadap kondisi psikologis remaja putri
KEMATIAN IBU
Dukungan Sosial : - Dukungan keluarga
dan saudara - Dukungan orang
lain
Respon individu karena mengalami duka cita kematian ibu:
1. Shock 2. Sedih, pingsan,
dunia hampa 3. Kehilangan dan
kesepian 4. Rasa rindu
Perubahan dalam keluarga setelah kematian ibu:
- Keluarga tidak berperan optimal dan semakin membingungkan
- Hadirnya orang baru di keluarga
- Hubungan dengan saudara kandung menjadi semakin solid
Dampak kematian ibu pada anak : - Ketidakmampuan dalam menyelesaikan suatu
masalah - Kekhawatiran jika sudah menikah - Harus lebih mandiri - Hilangnya sosok ibu yang selalu memberi support
dan nasehat - Perubahan nilai akademis
D. PEMBAHASAN
Dari model gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa gambaran dinamika
psikologis dampak kematian ibu terhadap kondisi psikologis remaja putri terdapat
empat kategori yang terlibat dalam proses pembentukannya yaitu respon individu
karena mengalami peristiwa kematian ibu, perubahan dalam keluarga setelah
kematian ibu, dukungan sosial, dampak kematian ibu pada anak. Lima komponen
tersebut sangat erat kaitannya dengan dampak psikologis yang terjadi pada diri
individu.
Berdasarkan gambar diatas peristiwa kematian ibu menyebabkan individu
mengalami shock, sedih, pingsan, dunia hampa, rasa rindu, merasa kehilangan dan
kesepian. Responden merasa tidak percaya bahwa ibu telah meninggal. Respon
individu karena mengalami duka cita kematian ibu dapat diperkuat dengan adanya
dukungan sosial dari keluarga, saudara, dan orang-orang yang berada disekitar
responden.
Peristiwa kematian ibu memberikan pengaruh dalam keluarga karena sejak ibu
meninggal keluarga tidak dapat berperan secara optimal dan keluarga semakin
membingungkan, dan hadirnya orang baru dalam keluarga. Kematian ibu yang sangat
cepat memberikan dampak psikologis pada individu yaitu, individu akan merasa
khawatir jika dirinya telah menikah. Individu mengharapkan agar ibunya dapat
merawat anaknya, menggendong anaknya, karena anak belum merasa puas jika ibu
kandungnya belum menggendong anaknya. Individu juga sangat mengharapkan
kehadiran ibunya ketika dirinya wisuda. Peran ibu yang sangat besar tersebut akan
menimbulkan kecemasan pada diri individu ketika ibu telah meninggal. Individu
mengalami ketidakmampuan dalam meyelesaikan suatu masalah yang sedang
dialaminya. Hal ini disebabkan karena individu selalu berbagi cerita kepada ibunya
ketika sedang mendapatkan masalah, dan ibu menjadi orang penengah ketika sedang
terjadi permasalahan di dalam keluarga. Responden harus lebih mandiri, terjadi
penurunan dalam nilai akademis karena nilai kuliah menurun drastis dan responden
kehilangan sosok ibu yang selalu memberi support dan nasehat. Ibu merupakan sosok
yang memiliki peran sangat vital dalam proses pendidikan anak sejak dini, sebab
ibulah sosok yang pertama berinteraksi dengan anak, sosok pertama yang
memberikan rasa aman, dan sosok yang pertama yang dipercaya dan didengar
omongannya (Hurlock,2002).
E. KESIMPULAN
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kondisi individu pada saat ibu meninggal
yaitu mengalami respon seperti shock, sedih, dunia hampa, rasa rindu, kehilangan dan
kesepian.
Gambaran dampak psikologis yang terjadi pada anak ketika ibu telah
meninggal adalah adanya ketidakmampuan individu dalam menghadapi suatu
masalah yang sedang dihadapi, kekhawatiran jika sudah menikah, individu harus
lebih mandiri baik dalam menjalani kehidupan maupun dalam pengambilan suatu
keputusan, dan hilangnya sosok ibu yang selalu memberi support dan nasehat pada
anak, serta penurunan nilai kuliah yang sangat drastis. Ketakutan dalam menghadapi
masalah dipengaruhi karena individu selalu berbagi cerita kepada ibu jika sedang
menghadapi suatu masalah, dan ibu menjadi penengah jika terjadi masalah dalam
keluarga. Semenjak kematian ibu jika terjadi masalah dikeluarga masalah yang pada
awalnya kecil tetapi bisa berdampak menjadi masalah yang panjang dan berlarut-
larut.
F. SARAN
1. Bagi Responden
Bagi responden agar tetap bersabar dan bertawakal kepada Allah dalam
menghadapi cobaan yang diberikan Allah dan yakinlah bahwa kejadian tersebut
pasti membawa hikmah yang positif.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya dalam pengambilan responden penelitian lebih beragam
tidak hanya pada kasus kematian ibu tapi keluarga dekat lain. Adanya tambahan
data dari orang terdekat responden untuk lebih menguatkan data yang diperoleh
dari responden yang diteliti.
DAFTAR PUSTAKA
Alsa, A. 2004. Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif serta Kombinasinya dalam Penelitian Psikologi. Yogyakarta ; Pustaka Pelajar
Astuti, Y.D. 2005. Kematian Akibat Bencana dan Pengaruhnya Pada Kondisi
Psikologis Survivor : Tinjauan tentang Arti penting Death Education. Anima Indonesian Psychological Journal, 41-53.
Atkinson, R. L., Atkinson, R. C., Hilgard E. R. 1999. Pengantar Psikologi. Jakarta:
Erlangga. Cowles & Rodgers. 2006. Konsep Duka Cita. Dalam (http:/bondan-
palestin.blogspot.com) Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Farihayati. 2006. Resilience Pada Individu Yang Telah Mengalami Duka Cita
Kematian Ibu. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.
Gunarsa, Singgih D dan Yulia Singgih. 2004. Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan
Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia. Hamidi, Dr. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Malang: Universitas Muhamadiyah
Malang Press. Hartoko, V. 1998. Ketakutan Terhadap Kematian Personal, Kebermaknaan Hidup dan
Religiusitas. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Hidayat, K. 2006. Psikologi Kematian : Mengubah Ketakutan Menjadi Optimisme.
Bandung : Penerbit Hikmah. Hurlock, E.B. 2002. Perkembangan Anak : Jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga. Kaplan, Harold., Sadock, B. J., Grebb, J. A. 1997. Ilmu Pengetahuan Perilaku
Psikiatri Klinis. Jakarta: Binarupa Aksara. Leming, M.R & Dickinson, G.E. 1998. The Grieving Process. Annual Edition : From
Understanding Dying, Death and Breavement, 170-173.
Ma’ruf, F. 2007. (http://baitijannati.worldpres.com/18 April 2007) Moleong, L.J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Poerwandari, K. 2005. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia.
Jakarta : LPSP3 UI Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa
Indonesia : Edisi Ketiga. Jakarta ; Balai Pustaka. Santrock, J. W. 2002. Life Span Development : Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5,
Jilid II : Terjemahan. Jakarta : Penerbit Erlangga. Susanti, C., Wahyuningsih, S., Sukamto, M. E. 2003. Makna Hidup dan Ketakutan
Akan Kematian Pada Penderita Penyakit Kanker Usia Dewasa Madya: Sebuah Studi Kasus. Anima, Indonesian Psychological Journal, 19, 54-85.
Identitas Penulis
Nama : Puji Astuti
Alamat : Jl. Suprapto No: 88 Cilacap
No. HP : 081802840515