naskah publikasi hubungan antara optimisme ... - psikologi...
TRANSCRIPT
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA OPTIMISME DENGAN PROBLEM FOCUSED
COPING PADA MAHASISWA PENGAMBIL SKRIPSI
Oleh:
VIVI YUNITA SARI
RATNA SYIFA’A RACHMAHANA
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2007
2
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA OPTIMISME DENGAN PROBLEM FOCUSED
COPING PADA MAHASISWA PENGAMBIL SKRIPSI
Telah Disetujui Pada Tanggal
________________________
Dosen Pembimbing Utama
(Ratna Syifa’a Rachmahana,S.Psi., M.Si., Psi.)
3
HUBUNGAN ANTARA OPTIMISME DENGAN PROBLEM FOCUSED
COPING PADA MAHASISWA PENGAMBIL SKRIPSI
Vivi Yunita Sari Ratna Syifa’a Rachmahana
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan positif antara optimisme dengan problem focused coping pada mahasiswa pengambil skripsi. Semakin tinggi optimisme seseorang maka semakin tinggi pula problem focused coping yang akan dimunculkan. Semakin rendah optimisme seseorang maka semakin rendah pula problem focused coping yang mampu dicapai.
Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang sedang mengambil skripsi. Tehnik pengambilan subjek yang digunakan adalah teknik random sampling yaitu teknik pengambilan sampel secara acak. Adapun skala yang digunakan adalah skala problem focused coping yang mengacu pada Zamindari (1999) dan skala optimisme yang mengacu pada Mc. Ginnis (1995).
Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 12,0 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara problem focused coping dengan optimisme pada mahasiswa pengambil skripsi. Korelasi product moment dari Pearson menunjukkan korelasi sebesar r = 0,332 (p=0,005) yang berarti ada hubungan yang sangat signifikan antara optimisme dengan problem focused coping pada mahasiswa pengambil skripsi. Jadi hipotesis penelitian diterima.
Kata Kunci : Problem Focused Coping, Optimisme
4
PENGANTAR
Seorang mahasiswa sebagai kader bangsa yang nantinya akan menjadi
ujung tombak kemajuan dan sebagai agen perubahan diharapkan untuk mampu
menunjukkan dirinya dan memiliki semangat kompetitif yang bisa dibanggakan.
Bangku kuliah merupakan mediasi yang tepat bagi mahasiswa untuk
mengembangkan kemampuan dan wadah untuk bereksplorasi yang seluas-
luasnya.
Selama masa perkuliahan tersebut, seorang mahasiswa secara akademis
dibekali ilmu pengetahuan dan pengalaman belajar yang diharapkan akan dapat
diaplikasikan secara praktis guna mencapai suatu bentuk kehidupan yang lebih
baik. Masa pembelajaran tersebut menuntut keaktifan mahasiswa tersebut dalam
mempelajari setiap materi akademis yang diberikan dengan harapan bahwa
nantinya mahasiswa tersebut akan mampu untuk mengaplikasikan materi tersebut
dalam realitas hidup mereka. Masa perkuliahan tersebut akan menjadi wahana
untuk mempelajari berbagai teori dan literatur dalam bidang yang sesuai dengan
profesi yang ingin dijalani.
Setelah beberapa tahun dilalui dengan menerima berbagai teori dan
beberapa buku yang dijadikan literatur secara tekun, seorang mahasiswa akan
mencapai jumlah SKS yang menjadi prasyarat utama untuk menempuh tahap
selanjutnya. Tahap terakhir dalam masa kuliah tersebut adalah masa penyelesaian
tugas akhir atau skripsi yang merupakan wahana untuk mengkaji kembali dan
mengaplikasikan beberapa teori yang sudah dipelajari dalam sebuah penelitian
akademis. Skripsi merupakan tugas akhir di mana mahasiswa melakukan sebuah
5
penelitian pada kasus-kasus atau fenomena yang muncul yang kemudian diteliti
dengan menggunakan teori-teori yang relevan yang sudah dipelajari selama masa
perkuliahan yang akhirnya akan dianalisis untuk mendapatkan hasil dari penelitian
tersebut.
Hasil wawancara dan observasi yang dilakukan pada beberapa orang
memberikan gambaran tentang beberapa masalah yang muncul dan menghambat
penyelesaian skripsi atau bahkan sampai menghentikan proses penyelesaian
skripsi tersebut. Beberapa gambaran menunjukkan indikasi stress dan bahkan
depresi dikarenakan tidak selesainya skripsi ditambah dengan banyaknya tuntutan
lain yang datang dari lingkungan internal maupun eksternal seperti desakan orang
tua, biaya, perasaan malu melihat teman-teman seangkatannya telah lebih dulu
lulus dan mendapat pekerjaan. Masalah-masalah tersebut semakin memberatkan
dan menyudutkan mahasiswa dalam penyelesaian skripsinya. Beberapa data yang
diperoleh menjelaskan timbulnya depresi dan stress dikarenakan jatuhnya mental
dan turunnya optimisme ditengah pengerjaan skripsi yang disebabkan hambatan
yang ditemui dan tidak adanya keinginan untuk berusaha.
Dengan melihat pada hasil observasi yang dilakukan, skripsi ini disusun
untuk mengaplikasikan teori Psikologi Positif untuk melihat peran dari optimisme
dalam meningkatkan orientasi pada target yang sudah ditetapkan yaitu target
penyelesaian skripsi. Dalam hal ini skripsi ini akan meneliti hubungan antara
optimisme dengan problem focused coping yang dilakukan mahasiswa dalam
menyelesaikan skripsinya. Asumsi yang muncul adalah bahwa jika seseorang
6
mempunyai optimisme yang tinggi maka dia juga akan mempunyai strategi
problem focused coping yang bagus.
Optimisme merupakan harapan untuk mampu menjalani apapun yang
terjadi dan lebih memikirkan hal-hal yang baik daripada memikirkan berbagai hal
buruk yang akan terjadi. Optimisme merupakan implikasi yang penting sebagai
jalan pemecahan masalah bagi orang yang mengalami stress.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris hubungan antara
kecerdasan emosi dengan kinerja kontekstual karyawan bank Bukopin.
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun
praktis, seperti:
1. Secara teoritis
a. Diharapkan akan memberikan manfaat pada ilmu psikologi pada
umumnya dan psikologi pendidikan pada khususnya.
b. Dapat menjadi referensi tambahan bagi peneliti-peneliti berikutnya yang
ingin menggali lebih jauh tentang Problem focused coping.
2. Secara praktis
a. Penelitian ini dapat memberikan informasi pada mahasiswa, dosen
pembimbing maupun akademisi tentang pentingnya meningkatkan
optimisme untuk memunculkan problem focused coping guna
penyelesaian masalah yang lebih baik.
b. Diharapkan para peneliti selanjutnya memperoleh gambaran dan melihat
hal-hal lain yang dapat mempengaruhi problem focused coping dan
melakukan penelitian lebih lanjut.
7
Berbagai penelitian telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, berkaitan
dengan problem focused coping, diantara dengan judul hubungan antara tipe
kepribadian Hardiness dengan kecenderungan menggunakan problem focused
coping pada wiraniaga. Minta Istono (1998). Penelitian yang berkaitan dengan
optimisme juga pernah dilakukan sebelumnya, salah satunya persepsi terhadap
kecenderungan jenis perilaku coping orang tua dan optimisme pada remaja awal.
Hilwa Anwar (2001). Dari penelitian yang telah dikemukakan di atas dan yang
pernah dilakukan, maka penelitian yang akan dilakukan saat ini, dengan judul
“Hubungan Antara Optimisme dengan Problem Focused Coping pada Mahasiswa
Pengambil skripsi”, dapat dipertangguang jawabkan keasliannya, karena belum
ada penelitian sebelumnya yang menggabungkan kedua variabel tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
Fungsi coping adalah sebagai suatu usaha yang dilakukan seorang individu
untuk menghadapi masalah yang muncul atau mengelola tanggapan emosionalnya
dalam menghadapi masalah tersebut. Dua fungsi coping inilah yang akan
mengarahkan coping pada dua macam karakteristik yang dimilikinya yaitu
problem focused coping dan emotion focused coping (Sarafino, 1990).
Problem focused coping bertujuan untuk mengubah dinamika fisik situasi
yang sedang dihadapi. PFC adalah sebuah strategi eksternal yang sangat efektif
saat manipulasi situasi dimungkinkan terjadi. Sebaliknya, emotion focused coping
adalah strategi internal karena di sini seorang individu akan mencoba untuk
mengubah harapan emosi kognitifnya pada situasi tertentu.
8
Dengan melihat pada pengertian tentang coping di atas maka secara lebih
jauh lagi problem focused coping dapat diartikan sebagai suatu strategi untuk
mengatasi masalah (problem coping) dengan cara melawan sumber masalah yang
muncul. Menurut Lazarus dalam buku Psychology, The Science of Mind and
Behavior (Santrock, 1991), problem focused coping adalah sebuah strategi
kognitif yang digunakan dalam mengatasi tekanan oleh seorang individu yang
menghadapi masalah dan mencoba untuk memecahkan masalah tersebut.
Secara spesifik Folkman dkk (1986) mengemukakan bahwa problem
focused coping mempunyai fungsi mengurangi tuntutan dari situasi yang penuh
dengan stres atau menyelesaikan masalah yang dihadapi hingga tuntas sehingga
menghambat munculnya masalah lain.
Berdasarkan penelitian pengaruh coping terhadap proses penyesuaian diri,
Holahan dan Moss (1987) mengemukakan pula beberapa kelebihan PFC, antara
lain:
1. PFC relatif berhubungan dengan menurunnya tingkat depresi, sedangkan EFC
berhubungan positif dengan munculnya stres psikologis.
2. Pada kalangan praktisi hukum semakin sering mereka menggunakan EFC
sebagai usaha mengatasi masalah, semakin meningkat ketegangan fisik
maupun psikisnya.
3. Usaha untuk mengatasi perasaan tidak menyenangkan dengan jalan
mengundurkan diri atau menarik diri secara aktual justru akan meningkatkan
stres dan menguatkan munculnya problem baru dimasa datang.
9
Dengan melihat bagaimana orang juga akan mengalami proses
pengelolaaan tanggapan emosional dalam mengatasi masalah tertentu maka
sebuah faktor lain yang dihasilkan dalam proses ini juga akan mempengaruhi PFC
yang akan dilakukan. Faktor tersebut adalah strategi yang dipilih dalam
melakukan PFC ini. Strategi yang positif dalam mengahadapi masalah tertentu
akan berpengaruh pada hasil positif PFC tersebut. Strategi–strategi positif tersebut
di antaranya adalah tindakan langsung yang diambil untuk menghadapi faktor
penekan tersebut, pencarian informasi tentang pemecahan masalah dan situasi
yang menekan tersebut. Pencarian terhadap dukungan sosial juga akan sangat
berarti untuk memberikan perasaan nyaman dan tertolong pada proses ini
(Sarafino, 1990).
Optimisme adalah salah satu faktor dalam psikologi positif yang terbukti
dapat mempengaruhi eksistensi seseorang. Optimisme sangat berhubungan
dengan hasil-hasil positif yang diinginkan seseorang seperti kondisi moral yang
bagus, prestasi yang bagus, kondisi kesehatan yang bagus, dan kemampuan untuk
mengatasi masalah yang muncul. (Chang, 1996) (Caver, Pozo, Harris, Noriega,
Scheier, Robinson, Ketcham, Moffat, dan Clark, 1993) (Lin dan Peterson, 1990).
Jadi sangatlah jelas bahwa optimisme merupakan salah satu faktor penentu bagi
seseorang untuk mendapatkan hasil-hasil yang positif dalam hidupnya.
Optimisme terbentuk sebagai satu bentuk psikologi positif yang terdapat
pada seorang individu. Optimisme seseorang dinilai akan menentukan masa depan
orang tersebut karena optimisme ini akan memelihara harapan-harapan positif
untuk masa depan seseorang. Optimisme tersebut akan membantu seseorang
10
untuk bisa mengatasi hambatan-hambatan yang muncul dalam pencapaian tujuan
atau target seorang individu (Scheier dan Carver, 1987)
Dalam buku berjudul Positive Psychological Assesment a Handbook of
Models and Measures (Lopez dan Snyder, 2003), Carver dan Scheier mengatakan
bahwa optimisme didasarkan pada harapan seseorang tentang masa depannya. Hal
ini menunjukkan bahwa optimisme akan berhubungan dengan model-model nilai
harapan motivasi. Motivasi ini akan berpengaruh pada tingkat optimisme
seseorang karena motivasi berisi tentang motif seseorang dan bagaimana motif ini
dikeluarkan dalam kebiasaan orang tersebut.
Teori tentang nilai harapan mengasumsikan bahwa kebiasaan dan sikap
seseorang ditujukan pada proses pencapaian target-target hidup orang tersebut.
Dari pendapat ini sangat jelaslah bahwa motivasi seseorang dalam proses untuk
mencapai harapan yang diinginkan sangatlah berpengaruh pada optimisme orang
tersebut. Keyakinan atau rasa percaya diri seseorang dalam menghadapai tekanan
dan masalah akan muncul jika orang tersebut mempunyai motivasi yang kuat
untuk menghadapinya (Lopez and Snyder, 2003).
Berdasarkan penjelasan teoritik serta permasalahan yang dihadapi,
hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara optimisme dengan
problem focused coping pada mahasiswa pengambil skripsi. Semakin tinggi
optimisme seseorang maka semakin tinggi pula problem focused coping yang
akan dimunculkan dalam untuk mengatasi masalah, demikian juga sebaliknya.
11
METODE PENELITIAN
Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa pengambil skripsi. Problem
focused coping tersebut diketahui melalui skor yang diperoleh subjek setelah
mengisi skala problem focused coping yang mengacu pada Zamindari. Optimisme
subjek juga diketahui melalui skor dari skala optimisme yang berdasarkan pada
teori Mc. Ginnis. Sedangkan untuk pengujian hipotesis dalam penelitian
kuantitatif ini menggunakan model analisis korelasi product moment dari Pearson
dalam program SPSS versi 12.0.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil analisis terhadap data penelitian, diperoleh deskripsi
statistik data penelitian untuk masing-masing skala. Rangkuman deskripsi data
subjek dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel Deskripsi Data Penelitian Skor Hipotetik Skor Empirik
Variabel X max
X min Mean SD X
max X
min Mean SD
Problem Focused Coping
120 30 75 15 116 69 89,233 7,926
Optimisme 180 45 112,5 22,5 175 112 142,600 12,418
Uji asumsi
Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data problem focused coping dan
optimisme terdistribusi atau tersebar dengan normal. Untuk problem focused
coping diperoleh koefisien K-SZ=0,909 dengan p=0,381 (p>0,05) dan data
12
optimisme diperoleh K-SZ=0,843 dengan p=0,477 (p>0,05). Untuk uji linieritas,
hasil pengolahan data menunjukkan bahwa hubungan antara problem focused
coping dengan optimsme kurang bersifat linier atau mengikuti garis lurus F =
11,152 dan p = 0,002 (p<0,05).
Uji Hipotesis
Dari hasil pengolahan data problem focused coping dan optimisme
diperoleh angka koefisien korelasi sebesar 0,332 dengan p = 0,005 (p<0,01). Dari
data-data tersebut dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat
signifikan antara optimisme dengan problem focused coping pada mahasiswa
pengambil skripsi.
Analisis Data Tambahan
Analisis tambahan yang dilakukan berdasarkan data-data yang diperoleh
tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
a. Perbedaan optimisme dan problem focused coping pada mahasiswa laki-laki
dan perempuan.
1. Perbedaan optimisme pada mahasiswa laki-laki dan perempuan tidak
signifikan.
Hasil pengolahan menunjukkan bahwa untuk optimisme,
mahasiswa laki-laki (mean=143,216) menilai dirinya lebih tinggi dari
mahasiswa perempuan (mean=141,608). Sedangkan untuk problem
focused coping skor laki-laki (mean=89,081) lebih rendah dari mahasiswa
perempuan (mean=89,478).
13
Analisis F-test, optimisme memperoleh nilai levene test F=0,000 dengan
p=0,989 (p>0,05), sehingga dapat dikatakan varians populasi optimisme laki-laki
dan perempuan adalah sama. Setelah mengetahui bahwa optimisme memiliki
varians yang sama, maka analisis t-test selanjutnya menggunakan asumsi varians
sama (equal variances assumed). Selanjutnya diperoleh nilai t=0,484 dengan
p=0,630 (p>0,05) yang menunjukkan bahwa rata-rata populasi optimisme laki-laki
dan perempuan tidak berbeda.
2. Perbedaan problem focused coping pada mahasiswa laki-laki dan perempuan
tidak signifikan.
Hasil pengolahan menunjukkan bahwa untuk problem focused coping
skor laki-laki (mean=89,081) lebih rendah dari mahasiswa perempuan
(mean=89,478).
Sedangkan untuk problem focused coping memperoleh nilai levene test
F=3,794 dengan p=0,56 (p>0,05), sehingga dapat dikatakan varians populasi
problem focused coping laki-laki dan perempuan adalah sama. Setelah
mengetahui bahwa problem focused coping memiliki varians yang sama, maka
analisis t-test selanjutnya menggunakan asumsi varians sama (equal variances
assumed). Hasil yang diperoleh adalah nilai t=-0,187 dengan p=0,852
(p>0,05) yang menunjukkan bahwa rata-rata populasi problem focused coping
laki-laki dan perempuan tidak berbeda.
14
b. Perbedaan optimisme dan problem focused coping pada mahasiswa FPSB dan
FTSP.
1. Perbedaan optimisme mahasiswa FPSB dan mahasiswa FTSP tidak
signifikan.
Hasil pengolahan menunjukkan bahwa untuk optimisme,
mahasiswa FPSB (mean=142,710) menilai dirinya lebih tinggi dari
mahasiswa FTSP (mean=142,409). Sedangkan untuk problem focused
coping skor mahasiswa FPSB (mean=88,316) lebih rendah dari mahasiswa
FTSP (mean=90,818).
Untuk analisis F-test, optimisme memperoleh nilai levene test
F=1,092 dengan p=0,300 (p>0,05), sehingga dapat dikatakan varians
populasi optimisme mahasiswa FPSB dan FTSP adalah sama. Setelah
mengetahui bahwa optimisme memiliki varians yang sama, maka analisis
t-test selanjutnya menggunakan asumsi varians sama (equal variances
assumed). Selanjutnya diperoleh nilai t=0,90 dengan p=0,929 (p>0,05)
yang menunjukkan bahwa rata-rata populasi optimisme mahasiswa FPSB
dan FTSP tidak berbeda.
2. Perbedaan optimisme mahasiswa FPSB dan mahasiswa FTSP tidak
signifikan.
Hasil pengolahan menunjukkan bahwa untuk problem focused
coping skor mahasiswa FPSB (mean=88,316) lebih rendah dari mahasiswa
FTSP (mean=90,818).
15
Sedangkan untuk problem focused coping memperoleh nilai levene test
F=0,008 dengan p=0,928 (p>0,05), sehingga dapat dikatakan varians populasi
problem focused coping mahasiswa FPSB dan FTSP adalah sama. Setelah
mengetahui bahwa problem focused coping memiliki varians yang sama, maka
analisis t-test selanjutnya menggunakan asumsi varians sama (equal variances
assumed). Hasil yang diperoleh adalah nilai t=-1,182 dengan p=0,242 (p>0,05)
yang menunjukkan bahwa rata-rata populasi problem focused coping mahasiswa
FPSB dan FTSP tidak berbeda.
PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis tentang adanya hubungan
positif antara optimisme dan problem focused coping pada mahasiswa pengambil
skripsi. Setelah melalui beberapa proses pengolahan data diperoleh hasil yang
mendukung hipotesis tersebut. Mula-mula melalui deskripsi data penelitian dapat
dilihat bahwa nilai rata-rata skor problem focused coping yang diperoleh
mahasiswa (mean empirik=89,233) lebih tinggi dari rata-rata skor hipotetiknya
(mean hipotetik=75). Data tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki
kemampuan problem focused coping lebih besar dari rata-rata yang diperkirakan.
Secara lebih spesifik, PFC yang dimunculkan oleh mahasiswa responden sebagian
besar berada pada tingkatan tinggi (70%). Sangat sedikit sekali mahasiswa yang
berada pada tingkat sangat tinggi (5%) bahkan tidak ada yang berada pada tingkat
sangat rendah dan rendah (0%), sedangkan sisanya berada pada tingkatan sedang
(25%). Untuk optimisme sendiri, mahasiswa memiliki rata-rata skor (mean
16
empirik = 142,600) yang juga lebih besar dari rata-rata skor hipotetik (mean
hipotetik = 112,5). Itu menunjukkan bahwa optimisme mahasiswa pengambil
skripsi berada di atas rata-rata yang diperkirakan. Lebih dari setengah (80%) dari
mahasiswa responden memiliki optimisme yang tinggi, 15% mendapat skor
sangat tinggi dan sangat sedikit pada tingkat sedang (5%). tidak ada yang
memiliki optimisme rendah dan sangat rendah (0%).
Dari penjabaran diatas maka ditemukan bahwa kecenderungan optimisme
dan problem focused coping dominasi keduanya berada pada tingkatan tinggi
dengan prosentase yang tidak jauh berbeda. Ini mengungkapkan bahwa bila
optimisme seseorang menurun maka kecenderungan problem focused coping akan
menurun pula dan berlaku sebaliknya. Seperti teori yang telah dikemukakan
diawal penelitian ini, optimisme memegang peran yang signifikan dalam vitalitas
kehidupan manusia. Scheier dan Carver menegaskan bahwa optimisme dipandang
sebagi harapan–harapan umum yang bagus yang muncul dari seorang individu,
harapan–harapan ini biasanya muncul saat orang tersebut menghadapi masalah
dalam perjalan hidupnya.
“Tidak ada situasi yang tanpa harapan dalam hidup kita; hanya ada orang
yang merasa tak berdaya menghadapinya” (Claire Booth Luce) dalam Kekuatan
Optimisme, Mc Ginnis (1995). Kata–kata ini menyadarkan orang untuk tidak
putus asa di setiap lini kehidupannya walau dalam saat yang paling sulit
sekalipun. Dengan kata lain optimisme merupakan langkah pertama bagi setiap
orang memulai hidupnya, dalam penelitian ini merupakan mahasiswa pengambil
skripsi dimana optimisme juga menjadi bagian dari terselesaikannya tugas akhir
17
yang juga merupakan tiket untuk memperoleh gelar disiplin ilmunya. Prosentase
yang minim sekali (0%) untuk optimisme dengan kategosisasi sangat rendah dan
rendah menunjukkan bahwa mahasiswa dalam penelitian ini memiliki tingkat
optimisme yang baik dalam kehidupannya yang juga mempengaruhi kemampuan
problem focused coping dalam menghadapi masalah.
Optimisme sangat berhubungan dengan hasil-hasil positif yang diinginkan
seseorang seperti kondisi moral yang bagus, prestasi yang bagus, kondisi
kesehatan yang bagus, dan kemampuan untuk mengatasi masalah yang muncul.
(Chang, 1996) (Caver, Pozo, Harris, Noriega, Scheier, Robinson, Ketcham,
Moffat, dan Clark, 1993) (Lin dan Peterson, 1990). Jadi sangatlah jelas bahwa
optimisme merupakan salah satu faktor penentu bagi seseorang untuk
mendapatkan hasil-hasil yang positif dalam hidupnya.
Optimisme terbentuk sebagai satu bentuk psikologi positif yang terdapat
pada seorang individu. Optimisme seseorang dinilai akan menentukan masa depan
orang tersebut karena optimisme ini akan memelihara harapan-harapan positif
untuk masa depan seseorang. Optimisme tersebut akan membantu seseorang
untuk bisa mengatasi hambatan-hambatan yang muncul dalam pencapaian tujuan
atau target seorang individu (Scheier dan Carver, 1987).
Dengan melihat bahwa penelitian ini meneliti hubungan antara optimisme
dan problem focused coping maka pendapat–pendapat di atas dijadikan satu teori
untuk mendasari asumsi hubungan antara kedua variable penelitian tersebut.
Asumsi akan adanya korelasi yang positif antara optimisme dan problem focused
coping sangatlah terlihat pada pendapat di atas tersebut.
18
Mengutip kata-kata bijak “Tidak ada seorang pun yang membuat
kesalahan lebih besar dari pada dia yang tidak melakukan apa pun karena dia
hanya bisa berbuat sedikit” (Edmund Burke) dalam Kekuatan Optimisme, Mc
Ginnis (1995). Pandangan diatas bila diinterpretasikan seperti mengkorelasikan
antara optimisme dengan problem focused coping dimana kecenderungan orang
dengan problem focused coping rendah akan menghindari setiap masalah yang
hadir dengan mencari pelampiasan ataupun melakukan rekasi formasi sebagai
bentuk penghindaran dan bahkan tidak melakukan apa pun untuk
menyelesaikannya. Optimisme mampu membuat orang melakukan berbagai
macam hal dengan lebih positif dalam berpikir dan bertindak dan tidak ragu untuk
mencoba hal-hal yang dapat membantunya menghadapi setiap masalah yang hadir
(penggunaan problem focused coping).
Prosentase skor untuk problem focused coping dominan tersebar pada
kategori tinggi hingga 70%. Skor 0% untuk kategori sangat rendah dan rendah
menunjukkan kemampuan mahasiswa dalam penelitian ini cukup baik
menggunakan problem focused coping dalam menghadapi skripsi.
Menurut Carver dan Scheier dalam jurnal yang berjudul Optimism pada
buku Positive Psychological Assesment seorang yang optimis akan lebih cepat
menerima realitas tantangan yang muncul pada kehidupannya. Orang yang
optimis akan lebih menggunakan strategi coping aktif yang lebih terfokus untuk
menangani tantangan atau masalah yang dihadapinya (Lopez dan Snyder, 2003).
Kecenderungan seseorang untuk melakukan problem focused coping akan lebih
besar terjadi jika orang tersebut memiliki harapan positif atau optimisme.
19
Melihat penjabaran diatas terlihat bahwa fase mahasiswa yang mengambil
skripsi adalah fase usia kedewasaan yang menurut teori adalah fase dimana
manusia dapat berpikir logis dan realitas dan menjalani sesuati. Disaat dapat
berfikir logis dan realitas seorang mahasiswa memiliki harapan logis yang
mengarah pada motivasi yang kemudian menguat dan memperkuar tingkat
optimisme mahasiswa tersebut. Dengan kuatnya optimisme seorang mahasiswa
maka menurut teori semakin baik problem focused coping seseorang.
Tingginya skor optimisme dibarengi dengan tingginya skor problem
focused coping membuktikan korelasi positif antara kedua variabel tersebut yang
telah dibuktikan secara empirik dalam penelitian ini
Pembahasan selanjutnya disertai isu gender yang sering diperbincangkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ditemukan perbedaan yang berarti
antara optimisme laki-laki dan perempuan (optimisme : t=0,484 p=0,630). Begitu
juga dengan problem focused coping tidak ditemukan perbedaan yang berarti
antara problem focused coping laki-laki dan perempuan (problem focused coping :
t=-0,187 p=0,852).
Pembahasan lainnya adalah untuk melihat apakah ada perbedaan antara
optimisme dan problem focused coping pada mahasiswa FPSB dengan mahasiswa
FTSP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ditemukan perbedaan yang
berarti antara optimisme mahasiswa FPSB dengan mahasiswa FTSP (optimisme :
t=0,90 p=0,929). Begitu juga dengan problem focused coping tidak ditemukan
perbedaan yang berarti antara mahasiswa FPSB dengan mahasiswa FTSP
(problem focused coping : t=-1,182 p=0,242).
20
Penelitian terhadap kemampuan problem solving pada laki-laki maupun
perempuan berbeda-beda. Salah satu perbedaan individu yang mempengaruhi
coping adalah jenis kelamin (Zamindari, 1999). Namun pernyataan itu tidak
sejalan dengan hasil penelitian kali ini yang menunjukkan tidak adanya perbedaan
problem focused coping yang dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Terdapat hubungan yang positif optimisme dengan problem focused coping
pada mahasiswa. Hal ini ditunjukkan dengan angka koefisien korelasi
sebesar 0,332 dan p= 0,005 (p<0,01). semakin tinggi optimisme pada
mahasiswa maka semakin tinggi pula problem focused coping yang dimiliki
mahasiswa, demikian juga sebaliknya.
2. Sumbangan efektif optimisme terhadap problem focused coping hanya 11%.
89% lainnya disebabkan oleh faktor lain yang lebih bersifat eksternal.
3. Tidak ditemukannya perbedaan rata-rata optimisme dan problem focused
coping, pada mahasiswa laki-laki dan perempuan (optimisme : t=0,484
p=0,630; problem focused coping : t=-0,187 p=0,852).
4. Tidak ditemukannya perbedaan rata-rata optimisme dan problem focused
coping, pada mahasiswa FPSB dan FTSP (optimisme : t=0,90 p=0,929;
problem focused coping: t=-1,182 p=0,242).
21
SARAN
Ada beberapa saran yang dikemukakan oleh peneliti berdasarkan hasil
penelitian yang dikemukakan. Beberapa saran tersebut antara lain:
1. Untuk Subjek Penelitian
Hasil penelitian ini diharapakan subjek penelitian dapat
mempertahankan hal-hal yang selama ini dipergunakan dalam mencari solusi
yang terbaik dalam permasalah yang dihadapi dengan cara yang optimis dalam
memandang setiap masalah yang dihadapi sehingga tidak kehilangan
semangat dalam menghadapi setiap masalah yang hadir dengan lebih bijak.
2. Untuk Institusi
Bagi institusi hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan
masukan yang berarti terhadap perkembangan mahasiswa Universitas Islam
Indonesia, dan institusi dapat membantu mengembangkan optimisme
mahasiswanya agar tetap terbina dengan salah satunya pembuatan program
seminar yang mampu memberikan satu bentuk wacana baru bagi mahasiswa
guna terjaganya sikap optimisme delam setiap diri mahasiswa, khususnya
mahasiswa Universitas Islam Indonesia.
3. Untuk Peneliti selanjutnya
Meskipun penelitian ini menunjukkan adanya hubungan positif yang
signifikan antara optimisme dengan problem focused coping, generalisasi
penelitian ini untuk lingkup yang lebih luas masih perlu dikaji ulang karena
subjek dalm penelitian ini lingkup penelitiannya sempit. Generalisasi
penelitian selanjutnya hasilnya untuk ruang lingkup yang lebih besar. Peneliti
22
selanjutnya disarankan dapat mengontrol variabel–variabel lain yang dapat
lebih memeperkaya hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi problem focused coping seperti pada bidang pendidikan,
kesehatan, kondisi psikis maupun bidang-bidang lain yang dapat dipengaruhi
oleh optimisme maupun problem focused coping.
23
DAFTAR PUSTAKA
Allen, BEM.P. 1994. Personality Theories: Development, Growth and Diversity. USA: Pearson education, Inc.
Anwar, H. 2001. Persepsi Terhadap Kecenderungan Jenis Perilaku Coping Orang Tua dan Optimisme Pada Remaja Awal. Skripsi. (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Baldwin, D.R., Chambliss, N., Towler, K. 2003 Optimism and Stress: an African-American College Student perspective. College Student Journal. http://www.csun.edu/~vcpsy00h/students/happy.htm 22/04/06
Chaplin, J.P. 2002. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Darmaji, M.E.P. 1996. Hubungan Antara Optimisme Pada Siswa Sekolah Penerbang TNI-AU di Yogyakarta. Skripsi. (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Dunavold, P.A. 1997. Happiness, Hope and Optimism.. www.findarticles.com/p/articles/mi_m0FCR/is_2_37/ai_103563751 9/04/06
Folkman, S. 1984. Personal Control and Stress and Coping Process: A Theoritical Analysis. Journal of Personality and Social Psychology. Vol 46 (4), hal 839-852.
Hadi, S. 1975. Metodologi Riset Jilid I. Yogyakarta: UGM Press.
Haryo, D. 2004. Hubungan antara berpikir positif dengan problem focused coping pada mahasiswa. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UII
Huffman, K., Vernoy, M., Williams, B. 1987. Psychology in Action. New York: John Wiley & Sons Inc.
24
Istono, M. 1998. Hubungan antara tipe kepribadian Hardiness dengan kecenderungan menggunakan problem focused coping pada wiraniaga. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Kurniawati. 2000. Hubungan Antara Tingkat Depresi Dengan Ketrampilan Pemecahan Masalah. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Lopez, S.J., Snyder, C.R. 2003. Positive Psychologycal Assessment: A Handbook of Models and Measures. Washington DC: American Psychologycal Assosiation.
Matroni, S.L. 2005. Kiat Membentuk Pribadi Optimis. Jakarta: Restu Agung.
Mc Ginnis, A.L. 1995. Kekuatan Optimisme. Jakarta: Mitra Utama.
Mönks, F.J., Knoers, A.M.P., Haditono. S.R. 1982. Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: UGM Press.
Napoli, V., Kilbride. J.M., Tebbs. D.E. 1988. Adjusment and Growth in a Changing World. 3rd ed. USA: West Publishing Company St. Paul.
Persitarini, E. 1988. Pusat Pengendalian dan Strategi Menghadapi Masalah Pada Pria dan Wanita. Skripsi. (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Rodriguez, R.A. 1995. Walking Down The Concentre Jungle: The Coping Processes of Female Streetwalkers. http://www-mcnair.berkeley.edu/95journal/RoyRodriguez.html. 26/04/06
Santrock, J.W. 1991. Psychology, The Science of Mind and Behavior. 3rd ed. USA: Wm. C. Brown Publishers.
Sarafino, E.P. 1990. Health Psychology: Biopsychosocial Interaction. 2nd ed. USA: John Wiley & Sons, Inc.
Seligman, M.E.P. 2005. Authentic Happiness. Bandung: Mizan Pustaka
25
Taylor, S.E. 2003. Health Psychology. 5th ed. New York, USA: Mc Graw-Hill.
Zamindari, V. 1999. Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Problem Focused Coping Dalam menghadapi Skripsi. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
26
IDENTITAS PENULIS
NAMA : Vivi Yunita Sari
NIM : 02 320 155
ALAMAT : Tegalwaras no 70A RT 05 RW 29 kel. Sariharjo, Ngaglik, Sleman, DIY
NO HP : 0818 276 919