naskah publikasi xxxx

13
Th e Corr e lati on of age , se x and ph ys ical activity wit h blood pr e s s ure i n the e lderl y Wahyu Adi Kurniawan ABSTRACT Background:   Hypertension is one of the priority health problems in Indonesia and around world wide, because for chronic incrasing blood pressure. That lasts chronic will cause an increased risk of cardiovascular, cerebrovascular and renovascular events. Exercise or physical activities can be used preventive measures as well as the therapy measures to treat hypertension for lowing high blood pressure.  M e th ods :  This study was that a survey with a cross sectional design. The population of this study were all elderly and that located in the working area of Puskesmas Lubuk Dalam. The sampling with respondents 83 peoples. Sampling technique was used simple randomization sampling type. The Spearmen Rank c orrelation test was used for bivariate analysys with confi dence level =90% and d = 0,1. Results:  The majority of respondents age between 56-65 years (elderly), and the most of them were female. The majority of respondents had a active physical activities and the total of respondents prehypertension equally hypertension stge II. The age with blood pressure had no  significant correlation. p value = 0,424 (p > 0,05) and r = 0,089, the correlation between o f sex with blood pressure are negative, p value = 0,797 (p > 0,05) and r = -0,029 and the correlation  physical activity with blood pressure are negative, p value = 0,390 (p > 0,05) and r = -0,096. Conclusion : The increasing of age had no significant correlation with the increasing of blood  pressure, the sex had no significant correlation with the increasing of blood pressure, and the lowing physical activity had no significant correlation with the increasing blood pressure.  Keywords: Blood pressure, age, sex, physical activity and the elderly.

Upload: althaf-fathan

Post on 11-Oct-2015

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

The Correlation of age, sex and physical activity with blood pressure in the elderly

Wahyu Adi Kurniawan

ABSTRACT

Background: Hypertension is one of the priority health problems in Indonesia and around world wide, because for chronic incrasing blood pressure. That lasts chronic will cause an increased risk of cardiovascular, cerebrovascular and renovascular events. Exercise or physical activities can be used preventive measures as well as the therapy measures to treat hypertension for lowing high blood pressure.Methods: This study was that a survey with a cross sectional design. The population of this study were all elderly and that located in the working area of Puskesmas Lubuk Dalam. The sampling with respondents 83 peoples. Sampling technique was used simple randomization sampling type. The Spearmen Rank correlation test was used for bivariate analysys with confidence level =90% and d = 0,1.Results: The majority of respondents age between 56-65 years (elderly), and the most of them were female. The majority of respondents had a active physical activities and the total of respondents prehypertension equally hypertension stge II. The age with blood pressure had no significant correlation. p value = 0,424 (p > 0,05) and r = 0,089, the correlation between of sex with blood pressure are negative, p value = 0,797 (p > 0,05) and r = -0,029 and the correlation physical activity with blood pressure are negative, p value = 0,390 (p > 0,05) and r = -0,096.

Conclusion: The increasing of age had no significant correlation with the increasing of blood pressure, the sex had no significant correlation with the increasing of blood pressure, and the lowing physical activity had no significant correlation with the increasing blood pressure.Keywords: Blood pressure, age, sex, physical activity and the elderly.

Hubungan Umur, Jenis Kelamin Dan Aktivitas Fisik Dengan Tekanan Darah Pada Lansia

Wahyu Adi Kurniawan

ABSTRAK

Latar belakang : Hipertensi merupakan salah satu prioritas masalah kesehatan di Indonesia maupun di seluruh dunia, karena dalam jangka panjang peningkatan tekanan darah yang berlangsung kronik akan menyebabkan peningkatan risiko kejadian kardiovaskular, serebrovaskular dan renovaskular. Latihan olahraga atau aktivitas fisik bisa dijadikan sebagai upaya preventif sekaligus terapi dalam mengatasi hipertensi hingga tekanan darah yang tinggi dapat diturunkan.Metode : Jenis penelitian adalah dengan desain cross sectional. Populasi penelitian ini adalah semua lansia dan menetap di Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Dalam. Sampel dengan jumlah responden 83 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dengan jenis randomization sampling. Analisis bivariat dengan menggunakan uji korelasi Spearmen Rank dengan tingkat kepercayaan = 90% dan d = 0,1.Hasil: Mayoritas responden berusia antara 56-65 tahun (lansia akhir), sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan. Mayoritas responden melakukan aktivitas fisik aktif sedang dan jumlah responden prehipertensi sama dengan hipertensi stge II. Umur dengan tekanan darah tidak memiliki hubungan yang bermakna, nilai p = 0,424 (p > 0,05) dan r = 0,089, hubungan jenis kelamin dengan tekanan darah adalah negatif, nilai p = 0,797 (p > 0,05) dan r = -0,029 dan hubungan aktivitas fisik dengan tekanan darah adalah negatif, nilai p = 0,390 (p > 0,05) dan r = -0,096.Simpulan : Bertambahnya umur tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan peningkatan tekanan darah, jenis kelamin dengan tekanan darah tidak memiliki hubungan yang bermakna dan rendahnya akitvitas fisik tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan peningkatan tekanan darah. Kata kunci: Tekanan darah, umur, jenis kelamin, lansia dan aktivitas fisik.

.

PENDAHULUANHipertensi menjadi topik pembicaraan yang hangat dan menjadi salah satu prioritas masalah kesehatan di Indonesia maupun di seluruh dunia, karena dalam jangka panjang peningkatan tekanan darah yang berlangsung kronik akan menyebabkan peningkatan risiko kejadian kardiovaskular, serebrovaskular dan renovaskular1 dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberculosis.2 Menurut analisis Kearney dan kawan-kawan, peningkatan angka kejadian hipertensi sungguh luar biasa: pada tahun 2000, lebih dari 25% populasi dunia merupakan penderita hipertensi, atau sekitar 1 miliar orang, dan dua pertiga penderita hipertensi ada di negara berkembang. Bila tidak dilakukan upaya yang tepat, jumlah ini akan terus meningkat, dan pada tahun 2025 yang akan datang, jumlah penderita hipertensi diprediksi akan meningkat menjadi 29%, atau sekitar 1,6 miliar orang di seluruh dunia.1Data NHANES (National Health and Nutrition Examination Survey) memperlihatkan bahwa risiko hipertensi meningkat sesuai dengan peningkatan usia3 dan wanita lebih banyak menderita hipertensi hipertensi.1,4 Di Indonesia penderita hipertensi mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menunjukan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,7%.2Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas normal, yaitu 140/90 mmHg. Hipertensi merupakan penyakit yang sangat berbahaya, karena tidak ada gejala atau tanda khas sebagai peringatan dini, bahkan banyak pasien yang mungkin menderita hipertensi tetapi tidak menyadari jika sudah menderita hipertensi.4Latihan olahraga atau aktivitas fisik bisa dijadikan sebagai upaya preventif sekaligus terapi dalam mengatasi hipertensi hingga tekanan darah yang tinggi dapat diturunkan, namun, olahraganya harus tetap berhubungan dengan kebugaran dan kekuatan individu, karena pada aktivitas fisik yang teratur atau yang berlebihan dapat meningkatkan risiko cedera musculoskeletal dan serangan kardiovaskular yang mengancam hidup.5 Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Olahraga merupakan aktivitas fisik yang sangat penting karena dapat meningkatkan kerja dan fungsi jantung, paru dan pembuluh darah (kardiorespirasi), serta dapat mengurangi risiko terjadinya berbagai penyakit seperti: tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner, dan terjadinya infeksi karena meningkatkan sistem imunitas, meningkatkan sistem hormonal melalui peningkatan sensitifitas hormon terhadap jaringan tubuh, meningkatkan aktivitas sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit melalui peningkatan pengaturan kekebalan tubuh.5

MATERI DAN METODEPenelitian ini menggunakan desain studi cross sectional, yaitu untuk mengetahui korelasi antara variabel bebas (umur, jenis kelamin dan aktivitas fisik) dan variabel terikat (tekanan darah). Populasi penelitian ini adalah semua lanjut usia (Lansia) berusia 45 tahun di Kecamatan Lubuk Dalam.Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Maret 2014 di Kecamatan Lubuk Dalam , Kabupaten Siak. Pengambilan sampel melalui Simple Randomization Sampling dengan jumlah sampel 83 orang. Kepada responden dilakukan wawancara menggunakan kuesioner dan pengukuran tekanan darah dengan spigmomanometer air raksa. Analisis dalam penelitian ini adalahan analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, sedangkan analisis bivariat menggunakan uji korelasi Spearmen Rank, hasil uji dikatakan bermakna apabila p = - (0,05)

Hasil Penelitian1. Analisis univariat Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan umur UmurFrekuensi(%)

Lansia Awal3542,2

Lansia Akhir3947,0

Manula910,8

Total83100,0

Tabel 1 menunjukkan responden terbanyak adalah lansia akhir.

Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan jenis kelaminJenis KelaminFrekuensi(%)

Laki-Laki2732,5

Perempuan5667,5

Total83100,0

Tabel 2 menunjukkan lebih dari separuh responden berjenis kelamin perempuan . Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan aktivitas fisikAktivitas Fisik Frekuensi(%)

Tidak Aktif22,4

Tidak Aktif Sedang2226,5

Aktif Sedang4453,0

Aktif1518,1

Total83100,0

Tabel 3 menunjukkan kebanyakan responden beraktivitas fisik aktif sedang.

Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan tingkatan tekanan darahTekanan DarahFrekuensi(%)

Normal78,4

Prehipertensi2833,7

Hipertensi Stage I2024,1

Hipertensi Stage II2833,7

Total83100,0

Tabel 4 menunjukkan jumlah responden dengan prehipertensi sama dengan hipertensi stage II

2 Analisis Bivariat Tabel 5. Hubungan umur dengan tekanan darahUmurTingkatan Tekanan Darah Total

Normal%Prehiper tensi%Hipertensi Stage I%Hipertensi Stage II%%

Lansia Awal617,11028,6720,01234,335100,0

Lansia Akhir12,51538,41025,61333,339100,0

Manula00,0333,3333,3333,39100,0

Total 728202883100,0

r = 0,089; p = 0,424Tabel 10 menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan tekanan darah dengan derajat korelasi sangat lemah dan arah korelasi positif (r = 0,089; p = 0,424).

Tabel 6. Hubungan jenis kelamin dengan tekanan darahJenis KelaminTingkatan Tekanan Darah Total

Normal%Prehipertensi%Hipertensi Stage 1%Hipertensi Stage 2%%

Laki-Laki001244,4829,6725,927100,0

Perempuan712,51628,61221,42137,556100,0

Total 728202883100,0

r = -0,029; p = 0,797Tabel 6 menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan tekanan darah dengan derajat korelasi sangat lemah dan arah korelasi negatif (r = -0,029; p = 0,797).

Tabel 7. Hubungan aktivitas fisik dengan tekanan darahAktivitas FisikTingkatan Tekanan Darah Total

Normal%Prehipertensi%Hipertensi Stage I%Hipertensi Stage II%%

AktifAktif Sedang

156,61198601841126,6251206,6451544100,0100,0

Tidak Aktif Sedang14,5115041862722100,0

Tidak Aktif00,000,01501502100,0

Total 728202883100,0

r = -0,096; p = 0,390Tabel 7 menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan tekanan darah dengan derajat korelasi sangat lemah dan arah korelasi negatif (r = -0,096; p = 0,390).

IV.2 PembahasanAnalisis dalam penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara umur dengan tekanan darah.Hasil ini sesuai dengan laporan Anggreini et al, dan hasil ini juga sesuai dengan penelitian Setyawati, yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan tekanan darah.6,7 Namun hasil ini berbeda dengan penelitian Syahrini et al yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara umur dengan tekanan darah.8 Hasil penelitian ini juga berbeda dengan penelitian Rahajeng et al bahwa risiko hipertensi meningkat bermakna sejalan dengan bertambahnya usia dan kelompok usia >75 tahun berisiko 11,53 kali.10Menurut Soewodo bahwa risiko hipertensi meningkat seiring meningkatnya usia, hal ini disebabkan arteri semakin menyempit dan elastisitas semakin menurun seiring dengan meningkatnya usia, sehingga arteri harus meregang untuk mengakomodasi volume darah yang banyak, tetapi kemampuan arteri untuk meregang tersebut juga terbatas, sehingga hal ini menimbulkan peningkatan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik.7Umur merupakan faktor risiko kuat yang tidak dapat dimodifikasi. kebanyakan orang hipertensinya meningkat ketika berumur lima puluhan dan enam puluhan. Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat. Hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai pada usia 35 tahun atau lebih. Hal ini disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon. Apabila perubahan tersebut disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi.9Data NHANES memperlihatkan bahwa risiko hipertensi meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Berdasarkan umur prevalensi hipertensi orang dewasa di Amerika Serikat berusia 18 tahun keatas adalah 28,6%, pada tahun 2009-2010. Prevalensi hipertensi 6,8% pada usia 18-39 tahun, 30,4% bagi mereka yang berusia 40-59 tahun dan 66,7% untuk mereka yang berusia 60 tahun ke atas.3Menurut Boedi Darmoyo dalam penelitiannya menemukan bahwa antara 1,8%-28,6% penduduk dewasa adalah penderita hipertensi. Prevalensi hipertensi di seluruh dunia diperkirakan antara 15-20%. Pada usia setengah baya dan muda, hipertensi ini lebih banyak menyerang pria daripada wanita. Pada golongan umur 55-64 tahun, penderita hipertensi pada pria dan wanita sama banyak. Pada usia 65 tahun ke atas, penderita hipertensi wanita lebih banyak daripada pria. Penelitian epidemiologi membuktikan bahwa tingginya tekanan darah berhubungan erat dengan kejadian penyakit jantung. Sehingga, pengamatan pada populasi menunjukkan bahwa penurunan tekanan darah dapat menurunkan terjadinya penyakit jantung.2Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan tekanan darah mungkin disebabkan karena beberapa hal. Diantaranya adalah kemungkinan disebabkan oleh sampel yang digunakan pada penelitian ini terbatas, sehingga kurang menggambarkan keseluruhan populasi, selain itu pada penelitian ini juga tidak memperhatikan variabel lain sebagai faktor risiko hipertensi. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara jenis kelamin dan tekanan darah.Hasil penelitian ini sesuai dengan laporan Anggreini et al dan Syahrini et al, hasil ini juga sesuai dengan penelitian Setyawati yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan tekanan darah.6,7,8 Penelitian ini juga sesuai dengan laporan Sugiharto bahwa jenis kelamin perempuan bukan merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi.9 Sedangkan menurut Syukraini Irza didalam penelitian Rachman, menunjukkan bahwa risiko untuk menderita hipertensi bagi wanita 5 kali lebih besar dibandingkan pria.11 Sedangkan pada penelitian yang lain perbandingan pria dan wanita, ternyata wanita lebih banyak menderita hipertensi, karena wanita menggunakan kontrasepsi oral, kemudian perempuan gemuk dan lebih tua, memiliki 2 sampai 3 kali lipat lebih berisiko hipertensi.4,12 Hipertensi lebih jarang ditemukan pada perempuan pra-menopause dibanding pria, yang menunjukkan adanya pengaruh hormon.14 Kemudian Menurut MN. Bustan bahwa wanita lebih banyak yang menderita hipertensi dibanding pria, hal ini disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita.9Beberapa ahli masih mempunyai kesimpulan berbeda tentang hal ini. Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita. Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta (Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita.9Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan tekanan darah, dikarenakan walaupun sebagian besar responden adalah wanita, akan tetapi usia responden tersebut tidak merata dimana lansia akhir lebih banyak dibandingkan dengan lansia awal dan manula. Hal sebaliknya yang terjadi pada pria adalah efek sekresi hormon aldosteron pada pria berbeda dengan wanita, dan hal ini berhubungan dengan tingginya angka kejadian hipertensi pada pria. Aldosteron dalam hubungannya dengan hipertensi memiliki pengaruh terhadap patogenesis progresif retensi sodium dan edema.7 Alasan lain mungkin disebabkan karena beberapa hal. Diantaranya adalah kemungkinan disebabkan oleh sampel yang digunakan pada penelitian ini terbatas, sehingga kurang menggambarkan keseluruhan populasi. Kemudian ditinjau dari perbandingan antara wanita dan pria pada penelitian sebelumnya, ternyata terdapat angka yang cukup bervariasi, selain itu pada penelitian ini juga tidak memperhatikan variabel lain sebagai faktor risiko hipertensi.Hasil dalam penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara aktivitas fisik dengan tekanan darah.Hasil ini sesuai dengan penelitian Rachman dan Suparto bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan tekanan darah.11,16 Namun hasil ini berbeda dengan penelitian Sugiharto bahwa orang yang tidak biasa berolahraga memiliki risiko terkena hipertensi sebesar 4,73 kali dibandingkan dengan orang yang memiliki kebiasaan olahraga ideal dan orang yang biasa melakukan olahraga tidak ideal memiliki risiko terkena hipertensi sebesar 3,46 kali dibandingkan dengan orang yang memiliki kebiasaan olahraga ideal.9Hasil penelitian ini juga berbeda dengan penelitian Farid et al bahwa lansia yang tidak beraktivitas fisik akan meningkatkan risiko kejadian hipertensi sebesar 2,33 kali lebih besar dibandingkan lansia yang beraktivitas fisik. Aktivitas fisik yang kurang akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi dan sebaliknya aktivitas fisik yang teratur dan terukur dapat mempertahankan tekanan darah dalam kondisi normal.15 Hasil penelitian ini juga berbeda dengan penelitian Sihombing, bahwa orang yang tidak teratur berolahraga memiliki risiko terkena hipertensi sebesar 44,1 kali dibandingkan dengan orang yang memiliki kebiasaan olah raga teratur.17 Hasil ini juga berbeda dengan penelitian Alsairafi et al yang menyatakan ada pengaruh hubungan yang sangat tinggi antara aktivitas fisik dengan pengendalian hipertensi.18Peningkatan aktivitas fisik yang intensitas dan durasinya tepat dapat mengurangi angka insidensi hipertensi.19 Aktivitas fisik seperti olahraga mempunyai manfaat yang besar karena dapat meningkatkan unsur-unsur kesegaran jasmani, yaitu sistem jantung dan pernafasan, kelenturan sendi, dan kekuatan otot-otot tertentu. Olahraga dapat mengurangi kejadian serta keparahan penyakit jantung dan pembuluh darah, kegemukan, diabetes mellitus, hipertensi, beberapa kelainan sendi, otot, tulang dan juga stres. Bahkan bila dilakukan secara teratur, dapat mengendalikan kadar lemak darah, memperbaiki gangguan saraf dan mental.20 Dengan demikian, untuk pencegahan hipertensi primer yang sesuai rekomendasi American College of Sports Medicine dan European Society of Hypertension bahwa pelaksanaan program latihan dilakukan dari intensitas rendah sampai sedang dan sebaiknya dilakukan beberapa hari dalam seminggu.19Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan tekanan darah mungkin disebabkan karena beberapa hal. Diantaranya adalah kemungkinan disebabkan oleh sampel yang digunakan pada penelitian ini terbatas, sehingga kurang menggambarkan keseluruhan populasi, selain itu peneliti juga tidak memperhatikan variabel lain yang dapat mempengaruhi tekanan darah.

SimpulanLebih dari separuh responden berjenis kelamin perempuan, responden terbanyak adalah lansia akhir dan memiliki aktivitas fisik aktif sedang. jumlah responden prehipertensi sama dengan hipertensi stage II. Hasil uji statistik menunjukkan bertambahnya umur tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan peningkatan tekanan darah, jenis kelamin dengan tekanan darah tidak memiliki hubungan yang bermakna dan rendahnya akitvitas fisik tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan peningkatan tekanan darah.

SaranDianjurkan kepada masyarakat terutama mereka yang memiliki faktor risiko hipertensi untuk melakukan pencegahan melalui intervensi terhadap faktor risiko yang bisa diubah.Yang sangat penting adalah menerapkan gaya hidup sehat seperti melakukan kegiatan olahraga rutin dan diet gizi seimbang. Selanjutnya karena faktor-faktor risiko hipertensi sangat banyak dan seringkali tidak disadari oleh masyarakat maka perlunya digiatkan posyandu lansia. Posyandu lansia sangat efektif untuk melakukan deteksi dini terhadap penyakit degeneratif termasuk hipertensi. Disamping itu pada posyandu lansia dapat dilakukan kegiatan rutin seperti pemeriksaan tekanan darah dan indeks masa tubuh, Juga dapat dilakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang penatalaksanaan hipertensi. Sehingga faktor-faktor risiko tersebut dapat dikendalikan.

Daftar Pustaka1. Tedjasukmana P. Tata Laksana Hipertensi. Departemen Kardiologi, RS Premier Jatinegara dan RS Graha Kedoya, Jakarta, Indonesia. 2012;(39):251-255. Diunduh dari www.kalbemed.com/Portals/6/06_192Tata%2520Laksana%2520H [diakses tanggal 15 mei 2013]2. Depkes RI. 2010, Hipertensi Penyebab Kematian Nomor Tiga. Diunduh dari www.depkes.go.id/.../810-hipertensi-penyebab-kematian-nomor tiga.html%20%5B2-Cache [diakses tanggal 6 mei 2013].3. Yoon SS, Burt V, Louis T, Carroll MD., Hypertension among adults in the United States, 20092010. 2012; NCHS data brief, no 107. Hyattsville, MD: National Center for Health Statistics.4. Madhur SM, Riaz K, Dreisbach W, Harrison GD. Hypertension. 2013; Available from:http://emedicine.medscape.com/article/241381-overview. [Accessed 18 April 2013 ]5. Soegiarto B et al. American College of Sports Medicine. Edisi 5. EGC.Jakarta; 20046. 7. Setyawati A. 2010. Pengaruh Relaksasi Otogenik Terhadap Kadar Gula Darah Dan Tekanan Darah Pada Klien Diabetes Mellitus Tipe 2 Dengan Hipertensi Di Instalasi Rawat Inap RS Di D.I.Y Dan Jawa Tengah [Tesis]. Program Pasca Sarjana Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Medical Bedah. Depok.8. Syahrini EN, Henry SS, Ari U., Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Primer Di Puskesmas Tlogosari Kulon Kota Semarang, Jurnal Kesehatan Masyarakat,1:2, 315-3259. Sugiharto A. 2007. Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat (Studi Kasus Di Kabupaten Karanganyar. [Tesis]. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. 10. Rahajeng E & Tuminah S. 2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia. Pusat Penelitian Biomedis dan Farmasi Badan Penelitian Kesehatan Depkes RI. Jakarta.11. 12. Meena SM., Pratice Essential. America Collage of Cardiology. 2011; Diunduh dari emedicine.medscape.com/article/241381-overview [ diakses tanggal 15 mei 2013]13. Riaz K., Hypertensive Heart Disease. America Collage of Cardiology. 2012; Diunduh dari emedicine.medscape.com/article/162449-overview [diakses tanggal 15 mei 2013]14. 15. 16. 17. Sihombing M. 2010. Hubungan Perilaku Merokok, Konsumsi Makanan atau Minuman, dan Aktivitas Fisik dengan Penyakit Hipertensi pada Responden Obes Usia Dewasa di Indonesia. Pusat Penelitian Pengembangan Biomedis dan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan kesehatan. Jakarta.18. Alsairafi M, Khalil A, Anwar A., Effect of Physical Activity on Controlling Blood Pressure among Hypertensive Patients from Mishref Area of Kuwait, European Journal of General Medicine, 2010; 7(4):377-38419. Kokkinos PF, Angeliki G, Athanasios M, Andreas P., Physical Activity In The Prevention And Management Of High Blood Pressure, Hellenic Journal Of Cardiology, 2009; 0:52-5920. Ansar NJ, Citra K., Pola makan dan aktivitas fisik dengan kejadian sindroma metabolik pasien rawat jalan diRSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar.2011;(1):29-34