negara - laporan kasus persalinan normal (fix) emenk
DESCRIPTION
Laporan Kasus Persalinan NormalTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat. Anak dan ibu merupakan dua
anggota keluarga yang perlu mendapatkan prioritas dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan. Hal ini disebabkan angka kematian ibu dan anak merupakan dua
indikator penting terhadap kualitas fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
Kualitas fasilitas disini dimaksudkan berupa aksesibilitas terhadap fasilitas
pelayanan tersebut oleh masyarakat.
Indonesia masih menduduki peringkat tertinggi sebagai negara dengan angka
kematian ibu terbanyak di wilayah Asia Tenggara. Berdasarkan data dari Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, tercatat angka kematian
ibu (AKI) yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan nifas adalah sebesar
359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih dianggap cukup tinggi, apalagi
bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Diperkirakan sebanyak 60%
kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan sisanya terjadi pada
masa nifas 24 jam pertama.1
Sejak tahun 1990, dilakukan upaya strategi untuk menekan angka kematian
ibu melalui pendekatan safe motherhood, dengan mengganggap setiap kehamilan
memiliki risiko.1 Di Indonesia, panduan dalam menolong persalinan yang masih
digunakan sebagai acuan adalah asuhan persalinan normal (APN). Dasar asuhan
persalinan normal adalah asuhan yang bersih dan aman selama persalinan dan
setelah bayi lahir, serta upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan pasca
persalinan, hipotermia, dan asfiksia bayi baru lahir. Sementara fokus utama APN
adalah mencegah terjadinya komplikasi. Pencegahan komplikasi ini diharapkan
mampu mengurangi AKI di Indonesia. Tujuan asuhan persalinan normal adalah
tercapainya kelangsungan hidup dan kesehatan yang tinggi bagi ibu serta bayinya,
melalui upaya yang terintegrasi dan lengkap namun menggunakan intervensi
seminimal mungkin sehingga prinsip keamanan dan kualitas layanan dapat terjaga
pada tingkat yang seoptimal mungkin.2 Berdasarkan latar belakang inilah, penulis
tertarik menulis laporan kasus tentang persalinan normal.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Persalinan Normal
Persalinan merupakan proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar
dari uterus ibu.3 Persalinan normal diartikan sebagai persalinan yang terjadi pada
kehamilan aterm (cukup bulan), mempunyai onset yang spontan dengan tenaga
ibu sendiri (tanpa diinduksi), umumnya berlangsung kurang dari 24 jam, sejak
saat awitannya, mempunyai janin tunggal dengan presentasi kepala, terlaksana
tanpa bantuan artifisial, dan tidak terdapat komplikasi ibu dan janin.3,4
2.2 Sebab-sebab dan Tanda Persalinan
2.2.1 Sebab-sebab Persalinan
Apa yang menyebabkan terjadinya persalinan, hingga saat ini masih belum
diketahui secara benar dan pasti. Sebab-sebab persalinan hanya dapat
dikemukakan dengan beberapa teori persalinan yang ada, meliputi:4
1. Teori Penurunan Hormon
Terjadi penurunan hormon estrogen dan progesteron pada 1-2 minggu
sebelum inpartu. Perubahan keseimbangan hormon ini akan menimbulkan
kontraksi rahim Braxton Hicks yang selanjutnya dapan menimbulkan
kontraksi persalinan.
2. Teori Plasenta menjadi Tua
Penuan plasenta telah dimulai sejak umur kehamilan 30-36 minggu. Penuaan
ini akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesteron yang
selanjutnya akan menimbulkan kekejangan pembuluh darah dan menimbulkan
kontraksi rahim.
3. Teori Distensi Rahim
Rahim yang membesar dan menjadi makin regang menyebabkan terjadinya
iskemia pada otot-otot rahim, sehingga memicu terjadinya gangguan sirkulasi
uteroplasenta.
4. Teori Iritasi Mekanik
3
Kotraksi uterus muncul sebagai akibat dari tergeser atau tertekannya ganglion
servikale di belakang serviks oleh kepala janin,
5. Teori Oksitosin
Menjelang persalinan terjadi peningkatan reseptor oksitosin dalam otot rahim,
sehingga mudah terangsang saat disuntikkan oksitosin dan menimbulkan
kontraksi, diduga bahwa oksitosin dapat menimbulkan pembentukan
prostaglandin dan persalinan dapat berlangsung terus atau minimal melakukan
kerjasama.
6. Teori Janin
Sinyal yang diarahkan kepada maternal sehingga tanda bahwa janin telah siap
lahir, belum diketahui dengan pasti. Kenyataan menunjukkan bila terdapat
anomali hubungan hipofisis dan kelenjar suprarenalis persalinan akan menjadi
lebih lambat.
7. Teori Prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu, yang
dikeluarkan oleh desidua. Pemberian prostaglandin pada saat hamil dapat
menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga terjadi persalinan. Prostaglandin
dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan.
2.2.2 Tanda Persalinan
Sebelum terjadi persalinan, sebenarnya beberapa minggu sebelumnya wanita
memasuki kala pendahuluan (preparatory stage of labor). Ini memberikan tanda-
tanda persalinan sebagai berikut:4
1. Lightening atau dropping yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul,
terutama terjadi pada kasus primigravida
2. Perut terlihat lebih melebar, fundus uteri turun
3. Perasaan sering kencing atau susah kencing karena kandung kemih tertekan
oleh bagian terbawah janin
4. Perasaan sakit di perut dan pinggang oleh karena adanya kontraksi lemah dari
uterus (flase labor pain)
5. Serviks menjadi lembek, mulai mendatar, dan sekresinya bertambah dan bisa
bercampur darah (bloody show).
4
6. Kontraksi adekuat dan bila terjadi 3 kali dalam 10 menit, setiap kontraksi
berlangsung sedikitnya 40 detik serta uterus mengeras selama kontraksi.
Sementara itu, ada beberapa tanda yang menunjukkan bahwa wanita masuk
ke tahap inpartu. Inpartu adalah tahap dimana wanita sedang dalam keadaan
persalinan. Beberapa tanda tersebut, yaitu:
1. Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering, dan teratur.
2. Keluar bloody show yang lebih banyak.
3. Terkadang ketuban pecah dengan sendirinya.
4. Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar dan pembukaan telah ada.4
2.3 Faktor Penentu Persalinan
Ada 3 faktor yang terlibat dalam menentukan prognosis persalinan, yaitu power
(kekuatan untuk mendorong janin keluar), passage (jalan lahir), dan passenger
(janin).5
1. Power
a. His (kontraksi uterus) berupa gerakan memendek dan menebalnya otot-
otot rahim yang terjadi untuk sementara waktu. Sifat his yang baik adalah
teratur, makin lama makin sering, intensitas makin kuat, durasi makin
lama. Dengan adanya his akan terjadi pendataran serviks dan pembukaan.
b. Hejan perut, yaitu usaha mengeluarkan bayi dengan mengejan. Pada saat
mengejan terjadi kontraksi otot-otot dinding perut dan diafragma.
Mengejan sangat baik dilakukan pada saat adanya his, dilakukan dengan
mulut tertutup, setelah mengambil napas dalam dan tidak terputus.
2. Passage
Anatomi jalan lahir, terdiri atas jalan lahir keras berupa pelvis (tulang
panggul) dan jalan lahir lunak berupa segmen bawah rahim (SBR), vserviks,
vagina, introitus, dan vulva.
3. Passenger
Dalam hal ini meliputi kepala janin, plasenta, dan selaput serta cairan ketuban.
5
2.4 Tahapan Persalinan Normal
Persalinan dibagi menjadi empat kala (stages), yaitu:5
1. Kala I : mulai dari his teratur sampai pembukaan lengkap
2. Kala II : mulai dari pembukaan lengkap sampai keluar janin
3. Kala III : mulai dari keluarnya janin sampai keluarnya plasenta
4. Kala IV : dua jam setelah lahirnya plasenta
2.6.1 Kala I Persalinan
Kala I adalah kala pembukaan sehingga kemajuan kala I dinilai dari majunya
pembukaan, meskipun pada kala I juga terjadi penurunan kepala dan putar paksi
dalam. Kala I dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan serviks
hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm).5 Secara klinis dapat dinyatakan
partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan lendir yang
bersemu darah (bloody show). Lendir yang bersemu darah ini berasal dari lendir
kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar. Sedangkan,
darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada di sekitar kanalis
servikalis itu pecah karena pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka. Proses
membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase:3,5,6
1. Fase Laten
Fase laten berlangsung selama ± 8 jam, pembukaan terjadi sangat lambat
sampai mencapai ukuran diameter 3 cm. Selama fase ini, orientasi dari
kontraksi uterus adalah pada perlunakan serviks serta penipisan (effacement)
yang terjadi secara bertahap.
2. Fase Aktif
Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus pada fase aktif umumnya meningkat
dan dianggap adekuat bila terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit
dan berlangsung selama 40 detik. Pembukaan serviks terjadi dari 3 cm ke 10
cm, biasanya dengan kecepatan 1 cm atau lebih per jam, serta terjadi
penurunan bagian terbawah janin. Fase aktif dibagi menjadi 3 fase, yaitu:
a. Fase akselerasi, dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.
b. Fase dilatasi maksimal, dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat
cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
6
c. Fase deselerasi, pembukaan menjadi lambat kembali dan dalam waktu 2
jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.
Mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida dengan
multigravida. Pada yang pertama ostium uteri internum (OUI) akan membuka
terlebih dahulu, sehingga serviks akan mendatar dan menipis, kemudian ostium
uteri eksternum (OUE) membuka. Pada multigravida OUI sudah sedikit terbuka.
OUI, OUE serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang
bersamaan. Ketuban akan pecah sendiri ketika pembukaan hampir lengkap atau
telah lengkap. Tidak jarang ketuban harus dipecahkan ketika pembukaan hampir
lengkap atau telah lengkap. Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri telah
lengkap.3,5,6
2.6.2 Kala II Persalinan
Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II dikenal juga sebagai kala pengeluaran. Ada
beberapa tanda dan gejala kala II persalinan, yaitu:3,5,6
a. Ibu merasa ada keinginan meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
His terjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2-3 menit sekali.
b. Ibu merasakan makin meningkatnya tekapan pada rektum dan/atau vagina.
c. Perineum terlihat menonjol.
d. Vulva-vagina dan sfingter ani membuka.
e. Peningkatan pengeluaran lendir dan darah.
f. Ketuban pecah spontan.
Penilaian terpenting pada kala II adalah adanya penurunan kepala dan putar
paksi dalam. Adapun batasan normal kala II pada primigravida adalah dua jam
dan pada multigravida adalah satu jam. Bila dalam satu jam pada primigravida
dan setengah jam pada multigravida kepala janin tidak turun atau tidak mengalami
putar paksi dalam, maka disebut kala II tidak maju.5,6
2.6.3 Kala III Persalinan
Kala III persalinan dimulai setelah bayi lahir dan berakhir dengan lahirnya
plasenta. Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas
7
pusat. Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan
plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit
setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri.
Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah.3,4,6
2.6.4 Kala IV Persalinan
Kala IV persalinan dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhirnya selama 2
jam. Pada kala ini, dimaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan
pasca persalinan paling sering terjadi pada dua jam pertama. Observasi yang
dilakukan meliputi tingkat kesadaran ibu dan pemeriksaan tanda-tanda vital
(tekanan darah, nadi, dan laju pernapasan), tinggi fundus uteri, kontraksi uterus,
kandung kemih, dan ada/tidaknya perdarahan.5,6
2.5 Mekanisme Persalinan Normal
Hampir 96% janin berada dalam uterus dengan presentasi kepala dan pada
presentasi kepala ini ditemukan ± 58% ubun-ubun kecil terletak di kiri depan, ±
23% di kanan depan, ± 11% di kanan belakang, dan ± 8% di kiri belakang.
Keadaan ini mungkin disebabkan terisinya ruangan di sebelah kiri belakang oleh
kolon sigmoid dan rektum.3,4
Tiga faktor penting yang memegang peranan pada persalinan adalah power,
passage, dan passenger.5 His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang
menyebabkan serviks membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada presentasi
kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam
rongga panggul. His yang sempurna akan membuat dinding korpus uteri yang
terdiri atas otot-otot menjadi lebih tebal dan lebih pendek, sedangkan bagian
bawah uterus dan serviks yang hanya mengandung sedikit jaringan kolagen akan
mudah tertarik dan menjadi tipis serta membuka.3,4 Sifat his yang baik adalah
teratur, makin lama makin sering, intensitas makin kuat, durasi makin lama.
Dengan adanya his akan terjadi pendataran serviks dan pembukaan.5
Masuknya kepala melintasi pintu atas panggul dapat dalam keadaan
sinklitismus, yaitu bila sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang pintu atas
panggul. Dapat pula kepala masuk dalam keadaan asinklitismus, yaitu arah sumbu
8
kepala janin miring dengan bidang pintu atas panggul. Asinklitismus anterior
menurut Naegele ialah apabila arah sumbu kepala membuat sudut lancip ke depan
dengan pintu atas panggul. Dapat pula asinklitismus posterior menurut Litzman
adalah keadaan sebaliknya dari asinklitismus anterior. Keadaan asinklitismus
anterior lebih menguntungkan daripada mekanisme turunnya kepala dengan
asinklitismus posterior karena ruangan pelvis di daerah posterior lebih luas
dibandingkan dengan ruangan pelvis di daerah anterior. Hal asinklitismus penting
apabila daya akomodasi panggul agak terbatas.3,4,5 Akibat sumbu kepala janin
yang eksentrik atau tidak simetris, dengan sumbu lebih mendekati suboksiput,
maka tahanan oleh jaringan dibawahnya terhadap kepala yang akan menurun,
menyebabkan kepala mengadakan fleksi di dalam rongga panggul menurut hukum
Koppel.3,5
Sampai di dasar panggul kepala janin berada dalam keadaan fleksi maksimal.
Kepala yang sedang turun menemui diafragma pelvis yang berjalan dari belakang
atas ke bawah depan. Akibat kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan
intrauterin disebabkan oleh his yang berulang-ulang, kepala akan mengadakan
rotasi atau putaran paksi dalam. Saat putaran paksi dalam, ubun-ubun kecil berada
di bawah simfisis. Sesudah kepala janin sampai di dasar panggul dan ubun-ubun
kecil di bawah simfisis, maka dengan suboksiput sebagai hipomoklion, kepala
mengadakan gerakan defleksi untuk dapat dilahirkan. Pada tiap his, vulva lebih
membuka dan kepala janin makin tampak. Perineum menjadi lebih lebar dan tipis,
anus membuka dinding rektum. Dengan kekuatan his bersama dengan kekuatan
mengedan, berturut-turut tampak bregma, dahi, muka, dan akhirnya dagu.
Sesudah kepala lahir, kepala segera mengadakan rotasi yang disebut putaran paksi
luar. Putaran paksi luar ini ialah gerakan kembali sebelum putaran paksi dalam
terjadi, untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung anak.3,5
Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring. Di dalam rongga
panggul, bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya,
sehingga di dasar panggul, apabila kepala telah dilahirkan, bahu akan berada
dalam posisi depan belakang. Selanjutnya dilahirkan bahu depan terlebih dahulu
baru kemudian bahu belakang. Demikian pula dilahirkan trokanter depan terlebih
dahulu baru kemudian trokanter belakang. Kemudian, bayi lahir seluruhnya.3,4
9
Bila mekanisme partus yang fisiologik ini dipahami dengan sungguh-
sungguh, maka pada hal-hal yang menyimpang dapat segera dilakukan koreksi
secara manual jika mungkin, sehingga tindakan-tindakan operatif tidak perlu
dikerjakan. Apabila bayi telah lahir, segera jalan nafas dibersihkan. Tali pusat
dijepit diantara 2 cunam pada jarak 5 cm dan 10 cm. Kemudian di gunting
diantara kedua cunam tersebut, lalu diikat. Jepit tali pusat diberi antiseptika.
Umumnya bila telah lahir lengkap bayi akan segera menarik napas dan menangis.
Resusitasi dengan jalan membersihkan dan mengisap lendir pada jalan napas
harus segera dikerjakan. 3,4
Bila bayi telah lahir, uterus akan mengecil. Persalinan memasuki kala III atau
kala uri. Kala ini tidak kalah pentingnya dengan kala I dan II, sebab kematian ibu
karena perdarahan pada kala uri tidak jarang terjadi sebab pimpinan kala II kurang
cermat diterapkan. Seperti telah dikemukakan, segera setelah bayi lahir, frekuensi
his menjadi berkurang, meskipun amplitud his masih sama tinggi. Akibat his ini
uterus akan mengecil, sehingga perlekatan plasenta dengan dinding uterus akan
terlepas. Melepasnya plasenta dari dinding uterus ini dapat dimulai dari tengah
(sentral) menurut Schultze, pinggir (marginal) menurut Mathews-Duncan, atau
kombinasi keduanya. Yang terbanyak adalah pelepasan menurut Schultze,
Umumnya pada kala III berlangsung selama 6 sampai 15 menit. Tinggi fundus
uteri setelah kala III kira-kira 2 jari di bawah pusat.3,4
2.6 Pimpinan Persalinan
Pimpinan persalinan yang normal juga terbagi dalam 4 kala sesuai dengan
mekanisme persalinan normal: 3
2.6.1 Kala I Persalinan
Dalam kala I persalinan, pekerjaan dokter, bidan, atau penolong persalinan ialah
mengawasi wanita inpartu sebaik-baiknya dan melihat apakah semua persiapan
untuk persalinan sudah dilakukan. Memberi obat atau melakukan tindakan hanya
apabila ada indikasi untuk ibu maupun anak. Pada seorang primigravida aterm
umumnya kepala janin sudah masuk pintu atas panggul pada kehamilan 36
minggu, sedangkan pada multigravida baru pada kehamilan 38 minggu. Pada kala
10
I, apabila kepala janin telah masuk sebagian ke dalam pintu atas panggul serta
ketuban belum pecah, wanita tersebut dapat dipersilahkan duduk atau berjalan-
jalan disekitar kamar bersalin. Tetapi, pada umumnya wanita tersebut lebih suka
berbaring karena sakit ketika muncul his. Berbaring sebaiknya ke sisi tempat
punggung janin berada. Cara ini mempermudah turunnya kepala dan putaran
paksi dalam. Apabila kepala janin belum turun ke dalam pintu atas panggul,
sebaiknya wanita tersebut berbaring terlentang, karena bila ketuban pecah,
mungkin terjadi komplikasi-komplikasi, seperti prolaps tali pusat, prolaps tangan,
dan sebagainya. Apabila his sudah sering dan ketuban sudah pecah wanita
tersebut harus berbaring.
Pemeriksaan luar untuk menentukan letak janin dan turunnya kepala
hendaknya dilakukan untuk memeriksa kemajuan partus, di samping dapat
dilakukan pula pemeriksaan rektal atau pervaginam. Hasil pemeriksaan
pervaginam juga disebut pemeriksaan dalam harus menyokong dan lebih merinci
apa yang dihasilkan oleh pemeriksaan luar. Harus disadari bahwa tiap
pemeriksaan dalam pada waktu persalinan selalu menimbulkan bahaya infeksi dan
rasa nyeri pada penderita. Akan tetapi hal-hal tersebut jangan sampai menghalangi
untuk menjalankan pemeriksaan dalam yang diperlukan untuk menilai vagina
(terutama dindingnya, menyempit atau tidak), keadaan dan pembukaan serviks,
kapasitas panggul, ada tidaknya penghalang jalan lahir, sifat fluor albus, dan
adanya penyakit seperti Bartholinitis, urethritis, sistitis, dan sebagainya, ketuban,
presentasi kepala janin, turunnya kepala dalam ruang panggul, penilaian besarnya
kepala terhadap panggul, dan menilai kelangsungan partus.3,5
Pemeriksaan perrektum baik untuk menilai turunnya kepala, tetapi kurang
baik untuk menilai ketuban, keadaan serviks, serta posisi dan presentasi kepala.
Pemeriksaan perrektum dapat mengurangi infeksi eksogen (dari luar), tetapi dapat
menimbulkan infeksi endogen (dari dalam) bila pemeriksaan kurang
memperhatikan asepsis dan antisepsis dan menggosok-gosok dengan jari dinding
vagina bagian belakang yang pada umumnya mengandung kuman-kuman ke
dalam pembukaan serviks. Pada pemeriksaan pervaginam kemungkinan infeksi
eksogen dapat diperkecil bila pemeriksa memperhatikan asepsis dan antisepsis
dengan memakai sarung tangan steril dan dapat menggunakan krem dettol atau
11
sejenis. Mengingat adanya kemungkinan menimbulkan infeksi, maka pemeriksaan
dalam hendaknya hanya dilakukan bila ada indikasi ibu maupun janin atau bila
akan diadakan tindakan di samping perlu untuk mengetahui kemajuan partus.
Pada kala I persalinan, wanita yang inpartu dianjurkan untuk tidak mengedan
terlebih dahulu sebelum pembukaan serviks lengkap.3
2.6.2 Kala II Persalinan
Kala II persalinan dimulai jika pembukaan serviks telah lengkap. Umumnya pada
akhir kala I atau permulaan kala II dengan kepala janin sudah masuk dalam ruang
panggul, ketuban pecah sendiri. Bila ketuban belum pecah, ketuban harus
dipecahkan. Kadang-kadang pada permulaan kala II ini wanita tersebut mau
muntah atau muntah disertai timbulnya rasa mengedan yang kuat. Di samping his,
wanita tersebut harus dipimpin untuk mengedan pada waktu ada his. Selain itu,
denyut jantung janin juga harus sering diawasi. Ada dua cara mengedan yang
baik, yaitu:
1. Pasien dalam posisi berbaring sambil merangkul kedua pahanya sampai batas
siku. Kepala sedikit diangkat, sehingga dagunya mendekati dadanya dan
pasien dapat melihat perutnya.
2. Pasien dalam sikap seperti poin (1), tetapi badan dalam posisi miring ke kiri
atau ke kanan, tergantung pada letak punggung anak. Hanya satu kaki
dirangkul, yakni kaki berada di atas. Posisi ini baik dilakukan bila putaran
paksi dalam belum sempurna. Dokter atau penolong persalinan berdiri pada
sisi kanan wanita tersebut.
Bila kepala janin telah sampai di dasar panggul, vulva mulai membuka.
Rambut dan kepala janin mulai tampak. Perineum dan anus tampak mulai
meregang. Perineum mulai lebih tinggi, sedangkan anus mulai membuka. Anus
pada awalnya berbentuk bulat, kemudian berbentuk seperti huruf D. Yang tampak
dalam anus adalah dinding depan rektum. Perineum harus ditahan dan bila tidak,
dapat menyebabkan ruptura perinei, terutama pada primigravida. Perineum
ditahan dengan tangan kanan dan sebaiknya dilapisi dengan kain steril.
Dianjurkan untuk melakukan episiotomi pada primigravida atau pada wanita
dengan perineum yang kaku. Episiotomi ini dilakukan bila perineum telah
menipis dan kepala janin tidak masuk kembali ke dalam vagina. Ketika kepala
12
janin akan mengadakan defleksi dengan suboksiput di bawah simfisis sebagai
hipomoklion, sebaiknya tangan kiri menahan bagian belakang kepala dengan
maksud agar gerakan defleksi tidak terlalu cepat. Dengan demikian, ruptur
perineum dapat dihindarkan. Untuk mengawasi perineum ini posisi miring (Sims
position) lebih menguntungkan dibandingkan dengan posisi biasa. Akan tetapi,
bila perineum jelas telah tipis dan menunjukkan akan timbul ruptur perineum,
maka sebaiknya dilakukan episiotomi. Ada beberapa teknik untuk melakukan
episiotomi, antara lain episiotomi mediana, mediolateral, dan lateral.3
Untuk menghindarkan robekan perineum kadang-kadang dilakukan perasat
menurut Ritgen, yaitu bila perineum meregang dan menipis, tahan kiri menahan
dan menekan bagian belakang kepala janin ke arah anus. Tangan kanan pada
perineum. Dengan ujung jari-jari tangan kanan tersebut melalui kulit perineum
dicoba menggait dagu janin dan ditekan ke arah simfisis dengan hati-hati. Dengan
demikian, kepala janin dilahirkan perlahan-lahan keluar. Setelah kepala lahir
diselidiki apakah tali pusat mengadakan lilitan pada leher janin. Bila terdapat
lilitan dilonggarkan, bila sukar dapat dilepaskan dengan cara menjepit tali pusat
dengan 2 cunam Kocher, kemudian diantaranya dipotong dengan gunting yang
tumpul ujungnya. Setelah kepala lahir, kepala akan mengadakan putar paksi luar
ke arah letak punggung janin. Usaha selanjutnya ialah melahirkan bahu janin.
Mula-mula dilahirkan bahu depan, dengan kedua telapak tangan pada samping
kiri dan kanan kepala janin. Kepala janin ditarik perlahan-lahan ke arah anus
sehingga bahu depan lahir. Tidak dibenarkan penarikan yang terlalu keras dan
kasar karena dapat menimbulkan robekan pada muskulus sternokleidomastoideus.
Kemudian, kepala janin diangkat ke arah simfisis untuk melahirkan bahu
belakang. Setelah kedua bahu janin dapat dilahirkan, maka usaha selanjutnya ialah
melahirkan badan janin, trokanter anterior disusul oleh trokanter posterior. Usaha
ini tidak sesukar usaha melahirkan kepala dan bahu janin oleh karena ukuran-
ukurannya lebih kecil. Dengan kedua tangan di bawah ketiak janin dan sebagian
di punggung atas, berturut-turut dilahirkan badan, trokanter anterior, dan trokanter
posterior.
Setelah janin lahir, bayi sehat dan normal umumnya segera menarik napas
dan menangis keras. Kemudian bayi diletakkan dengan kepala ke bawah kira-kira
13
membentuk sudut 30 derajat dengan bidang datar. Lendir pada jalan napas segera
dibersihkan atau diisap dengan pengisap lendir. Tali pusat digunting 5 sampai 10
cm dari umbilikus. Dengan cara, tali pusat dijepit 2 cunam Kocher pada jarak 5
dan 10 cm dari umbilikus. Bila ada kemungkinan akan diadakan transfusi
pertukaran pada bayi maka pemotongan tali pusat diperpanjang sampai antara 10-
15 cm . Di antara kedua cunam tersebut tali pusat digunting dengan yang berujung
tumpul. Ujung tali pusat bagian bayi didesinfeksi dan diikat dengan kuat. Hal ini
harus diperhatikan karena ikatan kurang kuat dapat terlepas dan perdarahan dari
tali pusat masih dapat terjadi yang dapat membahayakan bayi tersebut. Kemudian
diperhatikan kandung kencing, bila penuh dilakukan pengosongan kandung
kencing, jika bisa wanita tersebut kencing sendiri. Kandung kencing yang penuh
dapat menimbulkan atonia uteri dan mengganggu pelepasan plasenta, yang berarti
dapat menimbulkan perdarahan postpartum.3
2.6.3 Kala III Persalinan
Kala III persalinan disebut juga kala uri. Terdapat dua tingkat kelahiran plasenta,
yang pertama ialah melepasnya plasenta dari implantasinya pada dinding uterus
dan dilanjutkan dengan pengeluaran plasenta dari kavum uteri. Seperti telah
disebut diatas, setelah janin lahir uterus masih mengadakan kontraksi yang
mengakibatkan pengecilan permukaan kavum uteri tempat implantasi plasenta.
Mengakibatkan plasenta akan lepas dari tempat implantasinya. Pelepasan ini dapat
dimulai dari tengah menurut Schultze atau dari pinggir menurut Mathews-Duncan
atau serempak dari tengah dan pinggir plasenta. Cara yang pertama ditandai oleh
makin panjang keluarnya tali pusat dari vagina, tanda ini dikemukakan oleh
Ahlfield, tanpa adanya perdarahan pervaginam, sedangkan cara yang kedua
ditandai oleh adanya perdarahan dari vagina apabila plasenta mulai terlepas.
Umumnya perdarahan tidak melebihi 400 ml. Bila lebih, maka hal ini patologik.
Apabila plasenta lahir, umumnya otot-otot uterus segera berkontraksi menjepit
pembuluh-pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan segera berhenti.
Pada keadaan normal menurut Caldeyro-Barcia, plasenta akan lahir spontan
dalam waktu ± 6 menit setelah anak lahir lengkap. Untuk mengetahui apakah
plasenta telah lepas dari tempat implantasinya, dipakai beberapa perasat antara
lain:
14
1. Perasat Kustner. Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat,
tangan kiri menekan daerah di atas simfisis. Bila tali pusat ini masuk kembali
dalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Perasat ini
hendaknya dilakukan secara hati-hati. Apabila hanya sebagian plasenta
terlepas, perdarahan banyak akan dapat terjadi.
2. Perasat Strassmann. Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali
pusat, tangan kiri mengetok-ngetok fundus uteri. Bila terasa ada getaran pada
tali pusat yang diregangkan ini, berarti plasenta belum lepas dari dinding
uterus. Bila tidak terasa getaran, berarti plasenta telah lepas dari dinding
uterus.
3. Perasat Klein. Wanita tersebut disuruh mengedan dan tali pusat tampak turun
ke bawah. Bila pengedanannya dihentikan dan tali pusat masuk kembali ke
dalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus.
Kombinasi dari tiga perasat ini baik dijalankan secara hati-hati setelah
mengawasi wanita yang baru melahirkan bayi selama 6 sampai 15 menit. Bila
plasenta telah lepas spontan, maka dapat dilihat bahwa uterus berkontraksi baik
dan terdorong keatas kanan oleh vagina yang berisi plasenta. Dengan tekanan
ringan pada fundus uteri plasenta mudah dapat dilahirkan, tanpa menyuruh wanita
bersangkutan mengedan yaitu dengan menggunakan perasat Crede. Dengan cara
memijat uterus seperti memeras jeruk agar plasenta lepas dari dinding uterus
hanya dapat digunakan bila terpaksa misalnya perdarahan. Perasat ini dapat
mengakibatkan kecelakaan perdarahan postpartum. Pada orang yang gemuk,
perasat Crede sukar atau tidak dapat dikerjakan.
Setelah plasenta lahir, harus diteliti apakah kotiledon-kotiledon lengkap atau
masih ada sebagian yang tertinggal dalam kavum uteri. Begitu pula apakah pada
pinggir plasenta masih didapat hubungan dengan plasenta lain, seperti adanya
plasenta suksenturiata. Selanjutnya harus pula diperhatikan apakah korpus uteri
berkontraksi baik. Harus dilakukan masase ringan pada korpus uteri untuk
memperbaiki kontraksi uterus. Apabila diperlukan karena kontaksi uterus kurang
baik, dapat diberikan uterotonika seperti pitosin, metergin, ermetrin, dan
sebagainya, terutama pada partus lama, grande multipara, gemelli, hidroamnion,
15
dan sebagainya. Bila semuanya telah berjalan dengan lancar dan baik, maka luka
episiotomi harus diteliti, dijahit, dan diperbaiki.
Segera bayi lahir, tinggi fundus uteri dan konsistensinya hendaknya
dipastikan. Selama uterus kencang dan tidak ada perdarahan yang luar biasa,
menunggu dengan waspada sampai plasenta terlepas biasa dilakukan. Jangan
dilakukan masase; tangan hanya diletakkan diatas fundus, untuk memastikan
bahwa organ tersebut tidak menjadi atonik dan berisi darah dibelakang plasenta
yang telah terlepas. Tanda-tanda pelepasan plasenta:
1. Uterus menjadi globular, dan biasanya terlihat lebih kencang.
2. Sering ada pancaran darah mendadak.
3. Uterus naik di abdomen karena plasenta yang telah terlepas, berjalan turun
masuk ke segmen bawah uterus dan vagina, serta massanya mendorong uterus
ke atas.
4. Tali pusat keluar lebih panjang dari vagina yang menandakan bahwa plasenta
telah turun.
Tanda ini kadang-kadang terlihat dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir dan
biasanya dalam waktu lima menit. Kalau plasenta sudah lepas, penolong harus
memastikan bahwa uterus telah berkontraksi kuat. Pasien boleh diminta untuk
mengejan dan tekanan intraabdominal yang ditimbulkan mungkin cukup untuk
mendorong plasenta.
Pada kala III persalinan dapat dilakukan manajemen aktif kala III.
Penatalaksanaan aktif pada kala III (pengeluaran aktif plasenta) dapat membantu
menghindarkan terjadinya perdarahan pasca persalinan. Penatalaksanaan aktif
kala III meliputi 3,4:
1. Penatalaksanaan oksitosin dengan segera,
2. Pengendalian tarikan pada tali pusat, dan
3. Pemijatan uterus segera setelah plasenta lahir.
Berikut tata laksana dalam manajemen aktif kala III:
1. Memberikan oksitosin untuk merangsang uterus berkontraksi yang juga
mempercepat pelepasan plasenta.
2. Lakukan Peregangan Tali Pusat Terkendali (PTT) dengan cara:
16
a. Satu tangan diletakkan pada korpus uteri tepat di atas simfisis pubis.
Selama kontraksi tangan mendorong korpus uteri dengan gerkan dorso
kranial ke arah belakang dan ke arah kepala ibu
b. Tangan yang satu memegang tali pusat dengan klem 5 cm di depan vulva
c. Jaga tahanan ringan pada tali pusat dan tunggu adanya kontraksi kuat (2-3
menit)
d. Selama kontraksi lakukan tarikan terkendali pada tali pusat yang terus
menerus, dalam tegangan yang sama dengan tangan ke uterus.
3. PTT dilakukan hanya selama uterus berkontraksi. Tangan pada uterus
merasakan kontraksi, ibu dapat juga member tahu petugas ketika ia merasakan
kontraksi. Ketika uterus tidak berkontraksi, tangan petugas dapat tetap berada
pada uterus, tetapi bukan melakukan PTT. Ulangi langkah-langkah PTT pada
setiap kontraksi sampai plasenta terlepas.
4. Begitu plasenta terasa lepas, keluarkan dengan menggerakkan tangan atau
klem tali pusat mendekati plasenta, keluarkan plasenta dengan gerakan ke
bawah dan ke atas sesuai dengan jalan lahir. Kedua tangan dapat memegang
plasenta dan perlahan memutar plasenta searah jarum jam untuk
mengeluarkan selaput ketuban.
5. Segera setelah plasenta dan selaputnya dikeluarkan, masase fundus agar
menimbulkan kontraksi. Hal ini dapat mengurangi pengeluaran darah dan
mencegah perdarahan pascapersalinan.
6. Periksa wanita tersebut secara seksama dan jahit semua robekan pada serviks
atau vagina atau perbaiki episiotomi.
2.6.4 Kala IV Persalinan
Dua jam pertama setelah persalinan merupakan waktu yang kritis bagi ibu dan
bayi. Kala ini perlu untuk mengamat-amati apakah ada perdarahan postpartum.
Rata-rata dalam batas normal, jumlah pada umumnya adalah 100-300 cc. Bila
perdarahan lebih dari 500 cc ini sudah dianggap abnormal, harus dicari
penyebabnya. Tujuh pokok penting yang harus diperhatikan sebelum
meninggalkan ibu yang baru melahirkan adalah:
17
1. Kontraksi rahim. Dapat diketahui dengan palpasi fundus uteri. Bila perlu
dilakukan masase dan berikan uterotonika (methergin, ermetrin, pitosin).
2. Perdarahan. Apakah ada atau tidak serta jumlahnya.
3. Kandung kencing. Diharuskan kosong, jika penuh ibu diminta kencing sendiri
atau menggunakan kateter.
4. Luka-luka. Dilihat jahitan terdapat perdarahan atau tidak.
5. Uri dan selaput ketuban harus telah lahir lengkap.
6. Keadaan umum ibu. Tekanan darah, nadi, dan pernapasan.
7. Bayi dalam keadaan baik.
18
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : IAKS
Umur : 29 tahun
Status : Menikah
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Banjar Taman, Batu Agung, Negara
Nama Suami : KAS
Umur : 30 tahun
Pekerjaan Suami : Swasta
Tanggal MRS : 26 Mei 2015, Pukul 19.35 WITA
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Sakit perut hilang timbul.
Anamnesis Umum
Pasien datang ke IGD RSUD Negara pada tanggal 26 Mei 2015 dengan keluhan
sakit perut hilang timbul. Sakit perut mulai dirasakan sekitar jam 14.00 WITA.
Sakit dirasakan di bagian atas dan bagian bawah, dirasakan makin sering dan
makin kuat. Sakit perut dikatakan tidak hilang dengan istirahat. Pasien juga
mengeluhkan keluar cairan seperti lendir bercampur darah sekitar pukul 16.00
WITA. Sekitar 1 jam sebelum dibawa ke rumah sakit, pasien mengatakan
merasakan ada air yang merembes dari kemaluannya. Dikatakan air berwarna
jernih dan jumlahnya tidak banyak. Gerakan janin dikatakan baik oleh pasien.
19
Anamnesis Khusus
Riwayat Menstruasi
Menstruasi pertama kali sekitar umur 15 tahun.
Siklus menstruasi dikatakan teratur, siklus setiap 28-30 hari, lamanya 7 hari
tiap kali menstruasi. Pasien mengganti pembalut rata-rata 2-3x/hari. Tidak
didapatkan keluhan pada saat menstruasi.
Hari Pertama Haid Terakhir : Lupa
Tafsiran Persalinan : 24 Mei 2015 (USG pada UK 9-10 minggu)
Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 1 kali selama kurang lebih 7 tahun. Pasien menikah saat berusia
22 tahun.
Riwayat P ersalinan
1. Laki-laki, berat badan lahir 3600 gram, cukup bulan, lahir spontan. Persalinan
dilakukan di bidan pada tahun 2008. Saat ini berusia 7 tahun.
2. Hamil ini.
Riwayat Ante Natal Care (ANC)
Selama kehamilan ini, pasien kontrol sebanyak 8 kali di dokter spesialis obstetri
dan ginekologi. Selama kontrol, tekanan darah pasien dan denyut jantung janin
dikatakan normal. Setiap kontrol pasien juga melakukan pemeriksaan USG.
Pasien telah diberikan imunisasi TT sebanyak 1 kali di lengan pada kunjungan
kedua. Pencatatan perkembangan kehamilan oleh dokter spesialis obstetri dan
ginekologi dapat ditunjukan dalam tabel berikut:
Tanggal TD BB UK TFU Letak DJJ Tindakan
9 Oktober 2014
100/70 mmHg
50 kg7-8
mingguTidak teraba
- -
VoseaAs. Folat 1x1
USGVaksin TT
24 Oktober
2014
100/70 mmHg
51 kg9-10
minggu1/2 pusat-simfisis
- -
VoseaAs. Folat 1x1
Vit. C 1x1USG*
20
24 November
2014
100/70 mmHg
55 kg14-15
minggu4 jari atas simfisis
- +SF 1x1
Vit. C 1x1USG
22 Desember
2014
100/70 mmHg
55 kg18-19
minggu
3 jari bawah pusat
- +SF 1x1
Vit. C 1x1USG
20 Februari
2015
110/70 mmHg
61 kg22-23
minggu
1 jari bawah pusat
Letak Kepala
+SF 1x1
Vit. C 1x1USG
3 April 2015
110/70 mmHg
65 kg32-33
minggu½ Pusat –
pxLetak
Kepala+
SF 1x1Vit. C 1x1
USG
9 Mei 2015
100/70 mmHg
69 kg37
minggu
3 Jari Dibawah
Px
Letak Kepala
+SF 1x1
Vit. C 1x1USG
23 Mei Februari
2015
110/70 mmHg
67 kg38-39
minggu
3 Jari Dibawah
Px
Letak Kepala
+SF 1x1
Vit. C 1x1USG
*USG (tanggal 24 Oktober 2015)
CRL 24.0 mm
TP = 24 Mei 2015
Riwayat Kontrasepsi
Pasien mengatakan pernah menggunakan kontrasepsi berupa KB suntik 3 bulan.
Pasien berhenti menggunakan sekitar 1,5 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit T erdahulu
Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit sistemik yang berhubungan dengan
kehamilannya saat ini, seperti penyakit asma, penyakit jantung, kencing manis,
dan tekanan darah tinggi.
Riwayat Penyakit di Keluarga
Pasien mengatakan bahwa tidak ada keluarga pasien yang memiliki riwayat
penyakit sistemik, seperti penyakit asma, penyakit jantung, kencing manis, dan
tekanan darah tinggi.
21
Riwayat Alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan ataupun obat-
obatan tertentu.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan ibu dengan satu anak. Keseharian pasien hanya diam di rumah
dan tidak bekerja. Pasien tinggal bersama suami dan anaknya beserta mertuanya.
Selama hamil yang kedua, pasien tidak pernah melakukan aktivitas berat yang
membuatnya lelah. Hubungan pasien dengan keluarga dan tetangga sekitarnya
dikatakan baik. Untuk kesehatannya, pasien menggunakan ansuransi JKBM.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : E4V5M6
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu tubuh aksila : 36,5°C
Berat Badan : 67 kg
Tinggi Badan : 152 cm
Lingkar Lengan Atas : 25 cm
Status General
Kepala : normocephali
THT : kesan tenang
Mata : anemis -/-, ikterus-/-, refleks pupil +/+ isokor
Thoraks : Cor : S1S2 tunggal reguler murmur (-)
Pulmo : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : ~ status Obstetri
Ekstremitas: hangat + + edema - -
+ + - -
22
Status Obstetri
Mammae
Inspeksi
Hiperpigmentasi aerola mammae, payudara tampak menggantung dengan puting
susu menonjol, penonjolan glandula montgomery (+).
Abdomen
Inspeksi
Tampak perut membesar, disertai adanya striae gravidarum (striae albikans dan
linea nigra).
Palpasi
Pemeriksaan Leopold
Leopold I :Teraba bagian besar, bulat dan lunak (kesan bokong).
Leopold II :Teraba bagian keras, datar dan memanjang di perut kanan
pasien (kesan punggung) dan teraba bagian kecil di perut
sebelah kiri pasien (kesan ekstrimitas).
Leopold III :Teraba bagian bulat, keras, dan susah digerakkan (kesan
kepala).
Leopold IV : Bagian bawah sudah masuk pintu atas panggul (divergen).
Tinggi fundus uteri 3 jari dibawah processus xiphoideus (31 cm)
Penurunan kepala janin 4/5
His (+) 3-4x/10 menit selama 35-40 detik.
Gerak janin (+)
Auskultasi
Denyut jantung janin terdengar paling keras di sebelah kanan bawah umbilikus
dengan frekuensi 12.12.12 reguler (144x/ menit).
Vagina
Inspeksi : bloody slym (+)
VT (Pukul 19.50 WITA)
- Pembukaan serviks 4 cm, penipisan 50%, ketuban (-).
23
- Teraba kepala, ubun - ubun kecil kiri melintang, penurunan Hodge I.
- Tidak teraba bagian kecil/tali pusat.
3.4 Pemeriksaan Laboratorium
Adapun pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada tanggal 26 Mei 2015
adalah bleeding time (BT), clotting time (CT), darah lengkap (DL), dan Golongan
Darah.
WBC : 6,7 x 103/µL
HGB : 10,3 g/dL
RBC : 3,44 x 106/ µL
HCT : 32,2 %
PLT : 167 x 103/ µL
Golongan darah : B
BT : 2 menit 25 detik
CT : 8 menit 10 detik
3.5 Diagnosis
G2P1001, 40-41 minggu, Tunggal/Hidup, Persalinan Kala I (Keluar Air)
Tafsiran Berat Janin : 2945 gram
3.6 Penatalaksanaan
Pdx : -
Tx : Ekspektatif pervaginam
Amoksisilin 3 x 500 mg (PO)
Mx : Kelola sesuai Partograf WHO
KIE : Pasien dan keluarga tentang keadaan ibu dan janin serta rencana
tindakan, risiko tindakan, dan komplikasi dari tindakan yang akan
dilakukan.
24
3.7 Perjalanan Persalinan Pasien
Tanggal 26 Mei 2015
Pukul 23.45 WITA
S : Sakit perut semakin sering dan semakin kuat, pasien ingin mengedan (+)
O : Status present:
TD = 110/70 mmHg Nadi = 88x/menit RR = 20x/menit Tax = 36,7oC
Status Obstetri:
Abdomen : His 4-5x/10 menit selama 40-45 detik
DJJ (+) 12.12.11 (140x/menit)
Vagina : Bloody show (+), vulva membuka (-), perineum menonjol (-)
VT : Pembukaan serviks 8 cm, penipisan 75%, ketuban (-)
Teraba kepala, ubun-ubun kecil kiri depan, penurunan H II +
Tidak teraba bagian kecil/tali pusat
A : G2P1001, 40-41 minggu, Tunggal/Hidup, Persalinan Kala I (Keluar Air)
P : Tx : -
Mx : His, denyut jantung janin (DJJ), keluhan, dan tanda-tanda vital
KIE :Meminta pasien mengatur napas dan jangan dulu mengedan sebelum
bukaan lengkap
Tanggal 27 Mei 2015 Pukul 0 0 .15 WITA
S : Pasien ingin mengedan (+)
O : Status present:
TD = 120/70 mmHg Nadi = 84x/menit RR = 20x/menit Tax = 36,7oC
Status Obstetri:
Abdomen : His 4-5x/10 menit selama 40-45 detik
DJJ (+) 12.11.11 (136x/menit)
Vagina : Vulva membuka (-), perineum menonjol (-)
VT : Pembukaan serviks lengkap, ketuban (-)
Teraba kepala, ubun-ubun kecil kiri depan, penurunan H III +
Tidak teraba bagian kecil/tali pusat
A : G2P1001, 40-41 minggu, Tunggal/Hidup, Persalinan Kala I (Keluar Air)
P : Tx : Pimpin persalinan
Mx : His, denyut jantung janin (DJJ), keluhan, dan tanda-tanda vital
25
KIE :Cara mengeran
LAPORAN PARTUS
Tanggal 27 Mei 2015
Pukul 0 0 .15 WITA
Pasien dipimpin meneran saat puncak his dalam posisi setengah duduk. Saat
kepala crowning, dilakukan perasat Ritgen dengan tangan kanan menahan
perineum dan tangan kiri mengatur defleksi kepala, dengan suboksiput sebagai
hipomoklion, berturut-turut lahir ubun-ubun kecil, ubun-ubun besar, dahi, hidung,
mulut, dagu, hingga seluruh bagian kepala dilahirkan. Hidung dan mulut bayi
dibersihkan menggunakan kasa steril. Evaluasi belitan tali pusat (-). Menunggu
bayi melakukan putar paksi luar. Setelah putar paksi luar, dengan posisi kedua
tangan memegang kepala bayi secara biparietal, dilakukan tarikan curam kebawah
untuk melahirkan bahu depan, dan curam ke atas untuk melahirkan bahu
belakang. Lakukan sanggah susur, tangan kanan menyangga leher dan tangan kiri
menyusuri punggung sampai kaki bayi.
Pukul 0 0 .22 WITA
Lahir bayi perempuan, segera menangis, kulit kemerahan, berat badan lahir 2.900
gram, panjang badan 50 cm, Apgar Score 8-9, anus (+), kelainan kongenital (-).
IMD:
- Bayi dikeringkan, jalan napas dibersihkan dan diberikan rangsangan taktil
yang dilakukan secara simultan.
- Bayi ditengkurapkan di dada-perut ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit
ibu dan mata bayi setinggi puting susu. Ibu dan bayi kemudian diselimuti.
- Ajarkan ibu menyentuh bayi untuk merangsang bayi. Biarkan bayi mencari
puting susu ibunya sendiri.
- Ibu didukung dan dibantu untuk mengenali prilaku bayi sebelum menyusui.
- Biarkan kulit bayi bersentuhan dengan kulit ibu selama kurang lebih 5 menit
sehingga bayi mendapatkan puting susu ibu. Setelah selesai menyusui, bayi
baru diambil lagi untuk ditimbang, diukur, dicap, diberi vitamin K, dan
imunisasi Hb-0.
26
Manajemen Aktif Kala III:
1. Injeksi oksitosin 10 IU, secara intramuskular pada paha regio anterolateral.
2. Dilakukan penegangan tali pusat terkendali (PTT).
3. Dilakukan masase fundus uteri setelah plasenta lahir
Pukul 00.30 WITA
Lahir plasenta kesan lengkap, hematoma (-), kalsifikasi (-), total perdarahan
± 100 cc.
Evaluasi : - kontraksi uterus (+) baik.
- robekan jalan lahir (+) ruptur perineum grade I
- perdarahan aktif (-)
A : P2002, persalinan spontan belakang kepala, post partum hari 0
P : Pdx : -
Tx : Amoksisilin 3 x 500 mg tab (PO)
Metil Ergometrin 3 x 0,125 mg tab (PO)
Sulfas Ferosus 2 x 300 mg tab (PO)
Mx : Observasi 2 jam post partum
KIE : Mobilisasi dini
ASI eksklusif
Kontrasepsi post partum
Menjaga kebersihan vulva dan vagina
Tabel observasi 2 jam postpartum
Waktu TD N Tax TFUKontraksi
uterus
Kandung
kemih
Perdarahan
Aktif
00.40 120/80 80 36,6o 2 jr bpst baik kosong Tidak aktif
00.55 120/80 82 2 jr bpst baik kosong Tidak aktif
01.10 120/80 82 2 jr bpst baik kosong Tidak aktif
01.25 120/80 80 2 jr bpst baik kosong Tidak aktif
01.55 120/80 84 36,6o 2 jr bpst baik kosong Tidak aktif
02.25 120/80 84 2 jr bpst baik kosong Tidak aktif
27
Perkembangan Kesehatan Pasien (27/05/2015)
S : Keluhan (-), produksi ASI (+), nyeri di payudara (-), nyeri pada luka
jahitan di jalan lahir (+) berkurang, flek coklat kemerahan (+) sedikit, BAK
(+), BAB (-), mobilisasi baik
O : Status present:
TD = 120/70 mmHg Nadi = 82x/menit RR = 18x/menit Tax = 36,5oC
Status general:
Mata : Anemis -/-, ikterus -/-
Leher : Kesan tenang
Thoraks : Cor = S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo = vesikular -/-, rhonki -/-, wheezing -/-
Ekstremitas : hangat + + edema - -
+ + - -
Status Obstetri:
Payudara : Pembengkakan (-), retraksi putting susu (-)
ASI (+), nyeri tekan (-)
Abdomen : TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi baik
Distensi (-), bising usus (+) normal
Vagina : Perdarahan (-), lokia (+), jahitan terawat baik
A : P2002, persalinan spontan belakang kepala, post partum hari I
P : Pdx : -
Tx : Amoksisilin 3 x 500 mg tab (PO)
Metil Ergometrin 3 x 0,125 mg tab (PO)
Sulfas Ferosus 2 x 300 mg tab (PO)
KIE : ASI eksklusif
Kontrasepsi post partum
Menjaga kebersihan diri, termasuk vulva dan vagina
Mobilisasi
Kontrol ke Puskesmas 7 hari lagi (3 Juni 2015)
BAB IV
PEMBAHASAN
28
Kasus yang dibahas pada laporan kasus ini adalah persalinan normal. Diagnosis
dalam kasus ini ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien. pada kasus ini, pasien datang
ke UGD RSUD Negara pada tanggal 26 Mei 2015 dengan keluhan utama sakit
perut yang hilang timbul. Sakit perut mulai dirasakan sekitar jam 14.00 WITA.
Sakit dirasakan di bagian atas dan bagian bawah, dirasakan makin sering dan
makin kuat. Sakit perut dikatakan tidak hilang dengan istirahat. Pasien juga
mengeluhkan keluar cairan seperti lendir bercampur darah sekitar pukul 16.00
WITA. Sekitar 1 jam sebelum dibawa ke rumah sakit, pasien mengatakan
merasakan ada air yang merembes dari kemaluannya. Dikatakan air berwarna
jernih dan tidak banyak. Gerakan janin dikatakan baik oleh pasien. Pada
pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan fisik, dari inspeksi terlihat air ketuban
berwarna jernih, sedangkan dari pemeriksaan dalam didapatkan pembukaan
serviks 4 cm dengan penipisan 50% dan ketuban (+), teraba kepala dengan ubun-
ubun kecil kiri melintang dan penurunan Hodge I, serta tidak teraba bagian kecil
atau tali pusat.
Berdasarkan hasil anamnesis, didapatkan tanda-tanda inpartu pada pasien,
yaitu adanya sakit perut hilang timbul yang dirasakan makin sering dan semakin
kuat, serta adanya keluhan berupa keluarnya cairan lendir bercampur darah atau
yang dikenal dengan istilah bloody show. Tanda-tanda inpartu tersebut juga
ditunjang dengan hasil dari pemeriksaan fisik dalam berupa adanya pembukaan
serviks 4 cm dengan penipisan 50% dan ketuban (+). Pada pemeriksaan dalam
teraba kepala dengan ubun-ubun kecil kiri melintang menunjukkan presentasi bayi
dan denominator janin.
Pada anamnesis, didapatkan pula mengenai riwayat menstruasi dan
persalinan pasien. Pasien mengatakan siklus menstruasinya teratur tiap bulan
dengan lama mestruasi sekitar 7 hari. Akan tetapi, pasien mengaku lupa mengenai
hari pertama haid terakhirnya (HPHT), sehingga tafsiran persalinan pasien tidak
dapat ditentukan dengan rumus Naegle. Selain itu, kehamilan ini merupakan
kehamilan kedua, sehingga pasien termasuk kelompok multigravida. Dari
29
anamnesis pasien, juga didapatkan bahwa pasien rutin melakukan pemeriksaan
antenatal di salah satu dokter spesialis obstetri dan ginekologi. Setiap
pemeriksaan, pasien juga rutin melakukan pemeriksaan USG. Dari pemeriksaan
USG, dapat ditentukan tafsiran persalinan. Pada pasien, didapatkan tafsiran
persalinannya adalah pada tanggal 24 Mei 2015. Selain itu, dari pemeriksaan juga
didapatkan kisaran usia kehamilan pasien yaitu 40-41 minggu.
Pada saat pasien datang ke UGD RSUD Negara, didapatkan pembukaan 4 cm
dari pemeriksaan dalam. Selama kala I persalinan, pasien diberikan penjelasan
untuk mengosongkan kandung kemih secara spontan, sehingga kandung kemih
tidak penuh yang dapat menghambat penurunan kepala janin. Pasien juga diminta
untuk mengatur napas secara teratur dan tidak mengedan terlebih dahulu sebelum
pembukaan lengkap. Selain itu, selama kala I persalinan, pasien diperbolehkan
berbaring dalam posisi miring kiri. Posisi ini bertujuan untuk mejaga sirkulasi
uteroplasenta dengan baik, tidak menekan arteri aorta abdominalis dan vena kava
inferior, sehingga diharapkan mampu mencegah terjadinya kejadian hipoksia
intrauterin dan edema pada tungkai bawah.
Pada pukul 00.15 WITA, pasien mengeluh ingin mengedan, seperti perasaan
ingin buang air besar. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
dalam pada pasien. Dari pemeriksaan fisik didapatkan vulva pasien membuka dan
perineum menonjol, serta dari pemeriksaan dalam didapatkan pembukaan serviks
lengkap. Hal-hal tersebut menunjukkan tanda persalinan memasuki kala II.
Selanjutnya, diambil sikap untuk mulai melakukan pimpinan persalinan saat itu
juga. Dalam kala II ini, pasien dipimpin untuk meneran pada puncak his. Pasien
diarahkan dalam posisi berbaring merangkul kedua pahanya sampai batas siku.
Pada saat meneran, pasien diminta tidak bersuara, kepala sedikit diangkat,
sehingga dagunya mendekati dada dan dapat melihat perutnya. Posisi tersebut
dikatakan dapat membuat sumbu panggul menjadi lebih horizontal dan
memudahkan penurunan kepala janin.
Saat kepala janin telah sampai di dasar panggul, vulva akan mulai membuka
lebih lebar, rambut kepala janin mulai tampak, perineum dan anus tampak mulai
meregang. Perineum mulai lebih menonjol, sedangkan anus mulai membuka.
Perineum ditahan dengan tangan kanan yang beralaskan kain kasa steril untuk
30
mencegah terjadinya robekan perineum yang tidak beraturan (perasat Ritgen).
Setelah kepala lahir, mulut dan hidung dibersihkan dengan kasa steril dan
dilakukan penghisapan lendir di mulut dan kemudian hidung bayi dengan
penghisap lendir, lalu kepala akan mengadakan putaran paksi luar sesuai dengan
letak punggung janin. Lalu diselidiki apakah ada belitan tali pusat pada leher.
Dilanjutkan melahirkan kedua bahu janin, badan, trokanter anterior, dan trokanter
posterior. Bayi lahir segera menangis. Jalan napas dibersihkan, tali pusat di klem
lalu digunting dan pada bayi dilakukan inisiasi menyusui dini. Segere setelah bayi
lahir, pasien disuntikkan oksitosin 10 IU secara intramuskuler pada paha
anterolateral untuk membantu kontraksi ritmik uterus dan membantu
mengeluarkan plasenta serta mengurangi perdarahan. Pada pasien, bayi lahir pada
pukul 00.22 WITA dengan berat lahir 2900 gram.
Selanjutnya kala III persalinan dimulai sejak bayi lahir lengkap sampai
plasenta lahir lengkap. Peregangan tali pusat terkendali dilakukan dengan perasat
Kustner untuk mengetahui lepasnya plasenta. Setelah plasenta lahir diteliti apakah
kotiledon-kotiledon lengkap atau ada bagian yang tertinggal dalam kavum uteri
karena sisa plasenta dapat menimbulkan perdarahan pasca persalinan. Masase
ringan pada uterus dilakukan untuk membantu kontraksi uterus. Pada pasien ini
kontraksi uterus baik. Segera setelah plasenta lahir lengkap, pasien lanjut
disuntikkan metil ergometrin 0,125 mg secara intramuskuler pada paha bagian
anterolateral. Kemudian perdarahan dan robekan jalan lahir dievaluasi. Pada
pasien ini didapatkan ruptur perineum derajat I, sehingga dilakukan penjahitan.
Penjahitan disini bertujuan untuk mengatasi laserasi jalan lahir yang dapat
menyebabkan perdarahan pasca persalinan.
Setelah perdarahan dan robekan jalan lahir berhasil dievaluasi, pasien
dibersihkan dari sisa-sisa persalinan. Selanjutnya pasien memasuki kala IV
persalinan, dimana pasien diobservasi selama 2 jam pasca persalinan. Pada kala
IV ini diperhatikan kontraksi uterus sudah baik, tidak ada perdarahan aktif dari
vagina atau perdarahan-perdarahan laserasi alat genitalia lainnya, plasenta dan
selaput-ketuban lahir lengkap, kandung kencing tidak penuh, bayi dalam keadaan
baik, ibu dalam keadaan baik, nadi dan tekanan darah normal, tidak ada keluhan
sakit kepala atau mual. Pada pasien ini, didapatkan hasil observasi dalam batas
31
normal. Pasien kemudian dipindahkan ke ruangan dan dilakukan follow-up tanda-
tanda vital, keluhan, serta diberikan KIE mengenai pemberian ASI eksklusif
kepada bayinya, mobilisasi dini, cara menjaga kebersihan diri, dan anjuran
pemakaian kontrasepsi pasca persalinan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kasus pasien ini
termasuk persalinan normal yang sesuai dengan definisi partus normal, yaitu bayi
lahir melalui vagina secara spontan pada kehamilan cukup bulan tanpa bantuan
alat, tidak terjadi komplikasi pada ibu ataupun janin, dengan presentasi belakang
kepala, dan umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam.
32
BAB V
SIMPULAN
Persalinan merupakan proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar
dari uterus ibu. Persalinan normal diartikan sebagai persalinan yang terjadi pada
kehamilan aterm (cukup bulan), mempunyai onset yang spontan dengan tenaga
ibu sendiri (tanpa diinduksi), umumnya berlangsung kurang dari 24 jam, sejak
saat awitannya, mempunyai janin tunggal dengan presentasi kepala, terlaksana
tanpa bantuan artifisial, dan tidak terdapat komplikasi ibu dan janin. Ada tiga
faktor penentu prognosis persalinan, yaitu: power, passage, dan passenger.
Persalinan dibagi menjadi 4 kali, yaitu kala I hingga kala IV. Kala I dimulai
sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan serviks hingga mencapai
pembukaan lengkap (10 cm). pada kala I dibagi menjadi fase laten dan fase aktif.
Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi. Pada kala II ditunjukkan dengan tanda dan gejala
berupa keinginan mengeran disertai kontraksi yang semakin kuat dan cepat;
perineum menonjol; vulva-vagina membuka; peningkatan pengeluaran lender dan
darah. Kala III persalinan dimulai setelah bayi lahir dan berakhir dengan lahirnya
plasenta. Kala IV persalinan dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhirnya
selama 2 jam. Pada kala ini, dimaksudkan untuk melakukan observasi karena
perdarahan pasca persalinan paling sering terjadi pada dua jam pertama.
Observasi yang dilakukan meliputi tingkat kesadaran ibu dan pemeriksaan tanda-
tanda vital (tekanan darah, nadi, dan laju pernapasan), tinggi fundus uteri,
kontraksi uterus, kandung kemih, dan ada/tidaknya perdarahan.
Pada kasus dalam laporan ini, pasien mengalami persalinan normal, sesuai
dengan definisi persalinan normal. Pimpinan persalinan dilakukan sesuai dengan
standar WHO yang telah ditentukan. Setelah persalinan, ibu dapat diperbolehkan
pulang setelah kondisi stabil dan diminta untuk control kembali 1 minggu
kemudian di Puskesmas.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. ___. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. 2014. Hal: 73-80.
2. Mose JC dan Pribadi A. Asuhan Persalinan Normal. Dalam: Saifuddin AB,
Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo,
Edisi Keempat Cetakan Keempat. Jakarta: PT Bina Sarwono Prawirohardjo.
2011. Hal: 334-347.
3. Jaringan Nasional Pelatihan Klinik-Kesehatan Reproduksi. Asuhan Persalinan
Normal: Asuhan Esensial, Pencegahan, dan Penanggulangan Segera,
Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2008. Hal: 37-118.
4. Farrer H. Perawatan Maternalitas. Jakarta: EGC. 1999.
5. Siswosudarmo R dan Emilia O. Obstetri Fisiologi. Yogyakarta: Bagian
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UGM. 2008. Hal: 95-151.
6. Manuaba IBG. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Jakarta: EGC.
2010.