nematoda usus fix

Upload: vebryantoni-ade-saputra

Post on 22-Jul-2015

127 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

TUGAS TERSTRUKTUR PARASITOLOGI

NEMATODA USUS

DisusunOleh : Alfian Nur D. A. Ajeng Prastiwi S. W. Mochamad Iqbal Michika Adhisa P. Yuditha Nindya K. R. (G1B011005) (G1B011019) (G1B011045) (G1B011048) (G1B011059)

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN KESEHATAN MASYARAKAT PURWOKERTO 2011

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Nematoda mempunyai jumlah spesies yang terbesar diantara cacingcacing yang hidup sebagai parasit. Nematoda terdiri dari beberapa spesies, yang banyak ditemukan didaerah tropis dan tersebar diseluruh dunia. Seluruh spesies cacing ini berbentuk silindrik (gilig), memanjang dan bilateral simetris. Cacing-cacing ini berbeda-beda dalam habitat, siklus hidup dan hubungan hospes-habitat (host-parasite relationship). Cacing ini bersifat uniseksual sehingga ada jenis jantan dan betina. Cacing yang menginfeksi manusia diantaranya adalah Necator americanus dan Ancylostoma duodenale sedangkan yang menginfeksi

hewan (anjing/kucing) baik liar maupun domestik adalah Ancylostoma ceylanicum meskipun cacing ini dilaporkan dapat menjadi dewasa dalam usus halus manusia dan tidak pernah menyebabkan creeping eruption, sedangkan Ancylostoma caninum dan Ancylostoma braziliense tidak dapat menjadi

dewasa dalam usus halus manusia dan menyebabkan creeping eruption pada manusia. Akibat utama yang ditimbulkan bila menginfeksi manusia atau hewan adalah anemia mikrositik hipokromik, karena Nematoda dapat menyebabkan pendarahan di usus. Perbedaan morfologi antar spesies dapat dilihat dari bentuk rongga mulut, ada tidaknya gigi, dan bentuk bursa kopulatriks cacing jantan. Cacing tambang tersebar luas di daerah tropis, pencegahan tergantung pada sanitasi lingkungan, kebiasaan berdefikasi, dan memakai alas kaki. Strongyloides stercoralis merupakan cacing Nematoda usus yang hidup parasit pada manusia, namun dalam siklus hidupnya terdapat fase hidup bebas di tanah. Bentuk telurnya sulit dibedakan dengan telur cacing tambang.

Manusia dapat terinfeksi melalui 3 cara: yaitu langsung, tak langsung, dan autoinfeksi. Cara pencegahan dan penyebaran cacing ini sama seperti cacing tambang. Obat yang efektif untuk Strongyloides stercoralis adalah thiabendazol. Akibat utama yang ditimbulkan adalah peradangan pada usus,

disentri terus-menerus dan rasa sakit pada perut bagian kanan atas. Diagnosis dengan menemukan larva dalam tinja atau dalam sputum penderita. Pada cacing Nematoda usus ada beberapa spesies yang menginfeksi manusia maupun hewan. Nematoda usus terbesar adalah Ascaris lumbricoides yang bersama-sama dengan Trichuris trichiura, serta cacing tambang sering menginfeksi manusia karena telur cacing tersebut semuanya mengalami pemasakan di tanah dan cara penularannya lewat tanah yang terkontaminasi sehingga cacing tersebut termasuk dalam golongan soil-transmitted helminths. Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan Enterobius

vermicularis mempunyai stadium infektif yaitu telur yang mengandung larva. Siklus hidup Ascaris lumbricoides lebih rumit karena melewati siklus paruparu, sedangkan Trichuris trichiura dan Enterobius vermicularis tidak.

Gejala klinis penyakit cacing ini bila infeksi ringan tidak jelas, biasanya hanya tidak enak pada perut kadang-kadang mual. Infeksi askariasis yang berat dapat menyebabkan kurang gizi dan sering terjadi sumbatan pada usus. Trikhuriasis berat biasanya dapat terjadi anemia, sedangkan pada enterobiasis gejala yang khas adalah gatal-gatal di sekitar anus pada waktu malam hari saat cacing betina keluar dari usus untuk meletakkan telunya di daerah perianal. Diagnosis askariasis dan trikhuriasis dengan menemukan telur dalam tinja penderita, sedangkan untuk enterobiasis dapat ditegakkan dengan anal swab karena telur Enterobius vermicularis tidak dikeluarkan bersama tinja penderita. Infeksi cacing usus ini tersebar luas di seluruh dunia baik daerah tropis maupun sub tropis. Anak-anak lebih sering terinfeksi dari pada orang dewasa karena kebiasaan main tanah dan kurang/belum dapat menjaga kebersihan sendiri. Semua infeksi cacing usus dapat dicegah dengan meningkatkan kebersihan lingkungan, pembuangan tinja atau sanitasi yang baik, mengerti cara-cara hidup sehat, tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman dan mencuci bersih sayuran/buah yang akan di makan mentah. Obat cacing, seperti piperasin, mebendazole, tiabendazol, dan lain-lain dapat diberikan dengan hasil yang cukup memuaskan.

B. Rumusan Masalah 1. Jenis nematoda apa saja yang berada pada usus? 2. Bagaimana siklus hidup nematoda pada usus? 3. Bagaimana cara perkembangan, penanganan, dan pencegahan penyakit yang disebabkan oleh nematoda pada usus? 4. Apa saja patologi yang ditimbulkan oleh nematoda pada usus? 5. Bagaimana epidemiogi nematoda pada usus yang terjadi?

C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui klasifikasi Nematoda Usus. 2. Untuk mengetahui morfologi Nematoda Usus. 3. Untuk mengetahui siklus hidup Nematoda Usus. 4. Untuk mengetahui apa saja patologi dan gejala klinis penyakit yang disebabkan oleh Nematoda Usus. 5. Untuk mengetahui epidiomologi penyakit yang disebabkan oleh Nematoda Usus.

BAB II PEMBAHASAN A. Ascaris lumbricoides

Klasifikasi Ascaris lumbricoides: Kingdom Phylum Subclass Ordo : Animalia : Nematoda : Secernemtea : Ascoridida

Super famili : Ascoridciidea Genus Species : Ascaris : Ascaris lumbricoides

1. Hospes dan Distribusi Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides. Di manusia, larva Ascaris akan berkembang menjadi dewasa dan mengadakan kopulasi serta akhirnya bertelur. Penyakit yang

disebabkannnya disebut Askariasis. Askariasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing gelang Ascaris lumbricoides, yang merupakan penyakit kedua terbesar yang disebabkan oleh makhluk parasit. Penyakit ini sifatnya kosmopolit, terdapat hampir di seluruh dunia. Prevalensi askariasis sekitar 70-80%. 2. Morfologi Cacing berwarna putih atau merah muda. Ukurannya besar, yang jantan 10-31 cm dan yang betina 22-35 cm. Lapisan kutikulum rata dan bergaris halus, ujung anterior dan posterior membulat atau conical, pada

cacing jantan ujung posterior melengkung ke ventral dan mempunyai papil dengan dua buah spikulum, mulut pada ujung mempunyai tiga buah bibir lonjong dengan papil peraba dan sepasang alat kelamin pada dua per tiga bagian posterior cacing betina serta satu saluran panjang yang berkelok-kelok pada kelamin jantan. Telur mempunyai ukuran 45-70 x 35-50 . Di bagian luar ada lapisan albuminoid yang berbenjol-benjol kasar. Telurnya sendiri mempunyai lapisan hyaline yang tebal, jernih dengan lapisan luar yang relative tebal sebagai struktur penyokong, lapisan dalam yang tipis halus, vitelin, dan lipoidal yang tidak dapat ditembus juga ditemukan telur yang berbentuk ganjil tanpa lapisan albuminoid atau dengan lapisan yang lebarnya abnormal. Telur yang tidak dibuahi sukar diidentifikasi. Telur ini tidak hanya ditemukan bila tidak ada cacing jantan, tapi pada dua per lima dari semua pederita karena populasi yang berulang diperlukan untuk produksi telur yang dibuahi terus menerus. 3. Siklus hidup

Usus manusia => Cacing => Telur Cacing => Keluar bersama feses => Tersebar => Menempel pada makanan => Termakan => Menetas => Larva => Menembus Usus => Aliran Darah => Jantung => Paru-Paru => Kerongkongan => Tertelan => Usus Manusia => Cacing Dewasa Cacing dewasa biasanya hidup di rongga usus muda. Cacing ini mendapat makanan dari makanan hospes yang setengah dicerna dan mungkin dari sel-sel mukosa usus. Telur yang belum membelah bila dikeluarkan oleh hospes melalui tinja. Bila keadaan lingkungan dalam tanah menguntungkan kira-kira dalam waktu tiga minggu didalam telur dibentuk larva stadium dua yang infektif. Telur yang infektif itu bila ditelan manusia menetas dibagian atas usus muda dan mengeluarkan larva Rabditiform yang menembus dinding usus yang masuk vena kecil dan pembuluh limfa. Melalui sirkulasi portal larva ini masuk ke hepar kemudian masuk ke jantung dan paru-paru. Didalam paru-paru, larva ini mengalamai perubahan kedua dan ketiga. Larva bermigrasi atau dibawa oleh bronchiolus ke bronchus, naik ke trakea sampai ke epiglotis dan turun melalui esophagus ke usus muda. Selama masa hidupnya didalam paru-paru, larva membesar sampai lima kali ukuran semula. Setelah sampai di usus larvanya mengalami perubahan kelima. 4. Penanganan a. Pengobatan tradisional; Beberapa hasil studi terbaru dalam literature medis yang mengusulkan benih semangka dan papaya yang dijemur dibawah terik matahari dapat mengurangi infeksi cacing. Pada orang dewasa diberikan dosis satu sendok makan benih yang dicampur dengan gula dalam satu gelas air satu kali seminggu selama dua minggu. Gula memberikan rasa pahit yang bertindak sebagai obat pencuci perut. b. Pengobatan dengan farmasi; Pengobatan askariasis dapat digunakan obat-obat sepreti pyrantel pamoate, mebendazol, albendazol, piperazin, Thiabendazole dan Prognosis. 1) Mebendazole (Vermox) (C16H13N3O2);

Memperlambat pergerakan/perpindahan dan kematian cacing dengan memilih secara selektif serta menghalangi pengambilan glukosa dan bahan gizi lainnya dalam usus orang dewasa dimana cacing tersebut tinggal. Dosis 100 mg tiap 12 jam untuk 3 hari. Mebendazol tidak boleh diberikan kepada wanita hamil karena bias membahayakan janin yang

dikandungnya. 2) Piperazine (C4H10N2. C6H10O4); Efek melumpuhkan cacing, jika digunakan akan membuat cacing dengan sendirinya pingsan didalam tinja dosis 75 mg/kg max 3. 5g). 3) Pyrantel pamoate (Antiminth, Pin-Rid, Pin-X); menyebabkan kelumpuhan kejang pada cacing. Dengan dosis 11 mg/kg dan tidak melebihi 1 g. 4) Albendazole (C12H15N3O2S); menyebabkan penghabisan energi, penghentian, dan akhirnya kematian. Dosis 400 m. dan tidak diberikan pada wanita hamil dan anak-anak dibawah 2 tahun. 5) Thiabendazole; menyebabkan migrasi cacing ke dalam kerongkongan, pada umumnya dikombinasikan dengan piperazine. Juga, obat golongan corticosteroids dapat mengobati gejala seperti peradangan, yang dapat ditimbulkan oleh cacing ini. 6) Prognosis; Kebanyakan penderita ascariasis dapat sembuh dengan spontan walaupun tanpa pengobatan. Namun, komplikasi dapat disebabkan oleh cacing dewasa yang bergerak ke organ tertentu atau berkembangbiak berlebihan sehingga dapat menyebabkan kelainan yang lebih parah. 5. Pencegahan Hendaknya pembuangan tinja (feces) pada W. C yang baik. Pemeliharaan kebersihan perorangan dan lingkungan. Penerangan

melalui sekolah, organisasi kemasyarakatan, oleh guru-guru, dan pekerjapekerjakesehatan. Hendaknya jangan menggunakan faces sebagai pupuk kecuali sudah dicampur dengan zat kimia tertentu. 6. Patologi dan gejala klinis Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan cacing dewasa dan larva, biasanya terjadi pada saat berada diparu-paru. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gejala gtangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi. Efek yang serius terjadi bila cacingcacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus). Pada keadaan tertentu cacing dewasa mengembara ke saluran empedu, apendiks atau ke bronkus dan menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga kadang-kadang perlu tindakan operatif. 7. Epidemiologi Ascaris lumbricoides adalah parasit yang penting baik di daerah di musim dingin maupun di daerah tropic, tetapi cacing ini lebih umum di daerah tropic dan paling banyak ditemukan di daerah sanitasi buruk. Di Indonesia, prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak-anak. Frekuensinya antara 60-90%. Penyakit ini dapat dicegah dengan

menjaga kebersihan diri dan lingkungan yang baik. Pemakaian jamban keluarga dapat memutus rantai siklus hidup Ascaris lumbricoidesini. Telur Ascaris lumbricoides berkembang sangat baik pada tanah liat yang memiliki kelembapan tinggi dan pada suhu 25 - 30 C.

B. Enterobius vermicularis

Klasifikasi Enterobius vermicularis: Kingdom Phylum Subclass Ordo Family Genus Species : Animalia : Nematoda : Secernemtea : Oxyurida : Oxyuroidea : Enterobius : Enterobius vermicularis

1. Hospes dan Distribusi Hospesnya manusia. Nama penyakitnya adalah oksiuriasis atau entrobiasis. 2. Morfologi Cacing dewasa berkuran kecil, berwarna putih. Yang betina jauh lebih besar dari cacing jantan. Ukuran cacing betina sampai 13 mm, sedangkan yang jantan sampai sepanjang 5 mm. cacing betina yang kecil mempunyai pelebaran kutikullum seperti sayap (alae) pada ujung anterior, bulbus esophagus yang nyata, ekor panjang runcing dan badan yang kaku. Uterus cacing betina yang hamil melebar, penuh dengan telur. Cacing jantan yang panjangnya 2 sampai 5 mm dengan ekor melingkar dan spikulum jarang ditemukan.

3. Siklus hidup

Telur => tertelan => melalui jalan napas => menetas di duodenum => larva Rabditiform => Cacing dewasa di jejunum bagian atas ileum.

Cacing betina dan cacing jantan yang belum dewasa kadangkadang dapat ditemukan dalam rectum dan bagian distal colon. Kadangkadang cacing ini dapat pindah keatas sampai ke lambung esophagus dan hidung. Cacing betina yang hamil, yang mengandung kira-kira 11. 000 butir telur pada malam hari bermigrasi ke daerah perianal dan perineal, tempat telur-telurnya dikeluarkan dalam kelompok dengan kontraksi uterus dan vagina karena rangsangan suhu yang lebih rendah dan lingkungan udara. Telur menjadi matang dan infektif beberapa jam setelah dikeluarkan. Telur jarang dikeluarkan di dalam rongga usus, maka pemeriksaan tinja tidak penting. Bila telur ditelan, larva stadium pertama menetas

didalam duodenum. Larva Rabditiform yang dikeluarkan berubah dua kali sebelum dewasa di jejunum dan bagian atas ileum. Kopulasi mungkin terjadi dalam coecum. Lama siklus, mulai telur tertelan sampai cacing betina hamil bermigrasi ke daerah perianal, mungkin hanya 2-4 minggu, tetapi sering lebih lama. Infeksi ini membatasi diri dan tidak ada reinfeksi dan berakhir tanpa pengobatan. 4. Penanganan Seluruh anggota keluarga sebaiknya diberi pengobatan bila ditemukan salah seorang anggota mengandung cacing kremi. Obat piperazin dosis tunggal 3-4 gram (dewasa) atau 25 mg/kg berat badan (anak-anak), sangat efektif bial diberikan pagi hari diikuti minum segelas air sehingga obat sampai ke sekum dan kolon. Efek samping yang mungkin terjadi adalah mual dan muntah. Obat lain yang juga efektif adalah pirantel pamoat dosis 10 mg/kg berat badan atau mebendazol dosis tunggal 100 mg atau albendazol dosis tunggal 400 mg. Mebendazol efektif terhadap semua stadium

perkembangan cacing kremi, sedangkan pirantel dan pipreazin dosis tunggal tidak efektif terhadap stadium muda. Pengobatan sebaiknya diulang 2-3 minggu kemudian. Pengobatan yang dilakukan secara periodik memberikan hasil yang baik. 5. Pencegahan Daerah disekitar anus hendaknya dicuci bersih. Penderita, khususnya anak-anak harus memakai celana yang rapi, sehingga mencegah kontak dengan garukan tangan atau pemindahan telur-telur ketempat-tempat lainnya. Melindungi makanan dari kontaminasi debu. 6. Patologi dan gejala klinis Cacing dewasa jarang menimbulkan kerusakan jaringan yang berarti. Akibatnya migrasinya ke daerah perianal dan perianeal menimbulkan gatal-gatal yang bila digaruk dapat menimbulkan infeksi sekunder. Gatal-gatal ini juga dapat menyebabkan gangguan tidur penderita. Kadang-kadang cacingbetina mengadakan migrasi ke daerah vagina dan tuba falopii sehingga menyebabkan radang ringan di daerah

tersebut. Meskipuncacing seringkalai dijumpai dalam apendiks, akan tetapi jarang menimbulkan apendissitis. Bila tidak ada reinfeksi, enterobiasis dapat sembuh dengan sendirinya oleh karena 2-3 minggu sesudah bertelur, cacing betina akan mati. 7. Epidemiologi Cacing kremi tersebar luas di seluruh dunia baik di daerah tropik maupun subtropik. Di daerah yang bersuhu rendah enterobiasis lebih banyak dijumpai oleh karena di daerah dingin orang jarang mandi dan tidak sering mengganti pakaian dalam. Penularan dari diri sendiri atau pada orang lain mungkin dipengaruhi oleh penularan dari tangan ke mulut yang penting karena menggaruk daerah perianal atau memegang benda yang telah terkontaminasi, inhalasi telur dengan debu dan retrofeksi melalui anus telur menetas didaerah perianal dan larvanya masuk kembali ke dalam usus besar.

C. Necator americanus dan Ancylostoma duodenale

Klasifikasi Necator americanus: Kingdom Phylum Kelas Ordo Family Genus Species : Animalia : Nematoda : Secernentea : Strongylida : Uncinariidae : Necator : Necator americanus

Klasifikasi Ancylostoma duodenale: Kingdom Phylum Subclass Ordo : Animalia : Nematoda : Secernemtea : Rhabditida

Super famili : Rhabditoidea Genus Species : Ancylostoma : Ancylostoma duodenale

1. Hospes dan Distribusi Hospes definitif kedua cacing ini, adalah manusia. Cacing ini tidak mempunyai Hospes perantara. Tempat hidupnya ada di dalam usus halus terutama jejunum dan duodenum. Penyakit yang disebabkan oleh parasit ini disebut Nekatoriasis dan Ankilostomiasis. 2. Morfologi Cacing betina Necator americanus tiap hari mengeluarkan telur kira-kira sekitar 9000 butir, sedangkan Ancylostoma duodenale kira-kira 10. 000 butir. Cacing betina berukuran panjang kurang lebih 1 cm, cacing jantan 0,8 cm. Bentuk badan Necator americanus biasanya menyerupai huruf S, sedangkan Ancylostoma duodenale menyerupai huruf C.

Rongga mulut kedua jenis cacing ini besar. Necator americanus mempunyai benda kitin, sedangkan pada Ancylostoma duodenale ada dua pasang gigi. Cacing jantan mempunyai bursa kopulatrik.

Memilikiplat-plat pemotong sentral besar serta licin dan semi lunar bentuknya sepanjang pinggir bebas. Jantan ukurannya 9 mm dan betina ukurannya 11 mm. Vulva, sedikit kearah anterior dari pertengahan tubuh. Tidak ada duri pada ujung ekor. Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalam waktu 11,5 hari, keluarlah larva Rabditiform. Dalam waktu kira-kira 3 hari larva Rabditiform tumbuh menjadi larva filoariform, yang dapat menembus kulit dan dapat hidup dalam 7-8 minggu di tanah. Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60x40 mikron, berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat beberapa sel. Larva Rabditiform panjangnya kira-kira 250 mikron, sedangkan larva Filariform panjangnya kira-kira 600 mikron. 3. Siklus hidup Telur => Larva Rabditiform => Larva Filariform => menembus kulit => kapiler darah => jantung kanan => paru => bronkus => trakea => laring => usus halus

Telur yang dikeluarkan melalui tinja cepat menjadi matang dan mengeluarkan larva Rabditiformdalam waktu 1 sampai 2 hari. Larva Filariform yang aktif yang sering pada lapisan atas setebal setengah inci dari tanah mempunyai daya tigmotaksis yang kuat. Larva Filariform masuk ke dalam hospesnya melalui folikel rambut, pori-pori dan juga melalui kulit yang utuh. Larva masuk ke dalam saluran limfa atau vena kecil dan dibawa dengan aliran darah melalui jantung ke paru-paru. Larva ini naik ke bronkus dan trakea kemudian ke laring kadang-kadang infeksi dapat melalui terjadi melalui mulut bila larva dimasukkan ke dalam makanan atau minuman yang terkontaminasi. 4. Penanganan a) Prognosis Pengobatan yang adekuat akan memberikan kesembuhan, sekalipuntelah terjadi komplikasi. b) Pengobatan Prioritas utama adalah memperbaiki anemia dengan cara memeberikan tambahan zat besi per-oral atau suntikan zat besi. Pada kasus yang berat mungkin perlu dilakukan transfusi darah. Jika kondisi penderita stabil, diberikan obat pirantel pamoat atau

mebendazol selama 1-3 hari. Tiap tablet mengandung Mebendazol 100mg. Obat ini tidak boleh diberikan kepada wanita hamil karena bisa membahayakan janin yang dikandungnya. Pengobatan penyakit cacing tambang dapat dilakukan dengan berbagai macam

anthelmintik, antara lain befenium hidroksinaftoat, tetraldoretilen, albendazole (400 mg), pirantel pamoat dan mebendazol. Bila cacing tambang telah dikeluarkan, pendarahan akan berhenti, tetapi pengobatan dengan preparat besi (sulfasferrosus) per os dalam jangka waktu panjang dibutuhkan untuk memulihkan kekurangan zat besinya. Di samping itu keadaan gizi diperbaiki dengan diet protein tinggi. 5. Pencegahan Hendaknya pembuangan feses padatempat/WC yang baik.

Melindungi orang yang mungkin mendapatinfeksi. Pemberantasan melalui perbaikan sanitasilingkungan Hendaknnya penggunaan

tinjasebagai pupuk dilarang, dengan zat kimia

kecuali tinja tersebut sudah dicampur untuk membunuh parasitnya. diri.

tertentu

Peneranganmelaluis

ekolah-sekolah.

Menjaga

kebersihan

Menghindari kontak langsung dengan tanah dan tempat kotor lainnya. Selalu menggunakan sandal atau alas kaki ketika bepergian. Meminum vitamin B12 dan asam folat. 6. Patologi dan gejala klinis Gejala nekatoriasis dan ankilostomiasis a) Stadium Larva Bila banyak larva Filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit yang disebut ground itch. Perubahan pada paru biasanya ringan b) Stadium dewasa Gejala tergantung pada : 1) Spesies dan jumlah cacing. 2) Keadaan Tiap cacing gizi menderita americanus (Fe dan protein) banyak

Necator

menyebabkan

kehilangan darah 0,005-0,1 cc sehari, sedangkan Ancylostoma duodenale 0,08-0,34 cc. Biasanya terjadi Adenmia hipokrom mikrosita. Di samping itu juga terdapat eosinofilia. Bukti adanya toksin yang menyebabkan anemia belum ada. Biasanya tidak menyebabkan kematian tetapi daya tahan berkurang dan prestasi kerja turun. 7. Epidemiologi Insiden tinggi ditemukan pada penduduk di Indonesia terutama di pedesaan khususnya di perkebunan. Seringkali golongan pekerja perkebunan yang langsung behubungan dengan tanah mendapat infeksi lebih dari 70%. Kebiasaan defeksi dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun penting dalam penyebaran infeksi. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu optimal untuk Necator americanus28-32 C, sedangkan untuk Ancylostoma duodenale 23-25 C. Untuk menghindari infeksi salah satu antara lain, dengan memakai alas kaki (sepatu, sandal). Factor-faktor yang menyebabkan penyebaran meningkatan seperti orang-orang yang mengandung parasit yang defekasi di tanah di daerah yang sering dikunjungi orang lain, bertumpuknya tinja di tempat-tempat terpencil di dekat rumah, kembalinya anggota keluarga ke tempat terbatas ini, tanah pasir atau campuran tanah liat dan pasir merupakan pembiakan yang baik untuk larva cacing tambang, iklim panas, dan kelembaban 30-50 inchi air hujan terutama di musim panas.

D. Trichuris trichiura (Trichocephalus dispar, cacing cambuk)

Klasifikasi Trichuris trichiura: Kingdom Phylum Subclass Ordo : Animalia : Nematoda : Adenophorea : Enoplida

Super famili : Ttichinelloidea Genus Species : Trichuris : Trichuris trichiura

1. Hospes dan Distribusi Manusia merupakan hospes cacing ini. Penyakit yang

disebabkannya disebut Trikuriasis. Cacing ini lebih sering ditemukan bersama-sama Ascaris lumbricoides. Cacing dewasa hidup di dalam usus besar manusia, terutama di daerah sekum dan kolon. Cacing ini juga kadang-kadang ditemukan di apendiks dan ileum (bagian usus palaing bawah). Bagian distal penyakit yang disebabkan cacing ini disebut Trikuriasis. 2. Morfologi Cacing betina panjangnya kira-kira 5 cm, sedangkan cacing jantan kira-kira 4 cm. Bagian anterior langsing seperti cambuk, panjangnya kirakira 3/5 dari panjang seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk, pada cacing betina bentuknys membulat tumpul dan pada cacing jantan melingkar dan terdapat satu spikulum. Telur berukuran 50 54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kuning-kekuningan dan bagian dalamnya jernih. Telur berisi sel telur (dalam tinja segar). 3. Siklus hidup Cacing dewasa hidup di usus besar manusia => telur keluar bersama tinja penderita => di tanah telur menjadi infektif => infeksi terjadi melalui mulut dengan masuknya telur infektif bersama makanan yang tercemar atau tangan yang kotor.

Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina melatakkan telur kira-kira 30-90 hari.

Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut menjadi matang, yaitu telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif, dalam waktu 3 samapai 6 minggu dalam lingkungan yang lembab dan tempat yang teduh. Cara infektif secara langsung bila kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Jadi cacing ini tidak mempunyai siklus paru. 4. Penanganan Karena lokasinya dalam cecum, appendix dan ileum maka sulit dijangkau oleh obat peroral. Obat yang paling efektif adalah Mebendazole. Pencegahan dilakukan dengan memberikan petunjuk pada anakanak mengenai pentingnya kebersihan, sanitasi dan harus selalu mencuci tangan sebelum makan, sehingga dapat mencegah terjadinya reinfeksi. 5. Pencegahan Cacingan sering dialami oleh anak-anak kecil yang tidak pernah mengenakan sandal ketika bermain di tanah dan lumpur. Padahal, tanah dan lumpur merupakan tempat bersarangnya telur cacing. Oleh karena

itu, telur cacing akan mudah masuk ke tubuh anak melalui kaki. Untuk mencegahnya,dapatdilakukan hal-hal berikut. a) Biasakan untuk selalu mencuci tangan dengan sabun sampai bersih sebelum makan. b) Usahakan kuku-kuku jari tangan dan kaki tetap bersih dan bila kuku si anak sudah panjang sebaiknya segera di potong. c) Bila bermain di tempat becek, atau tempat yang kotor biasakan mencuci kaki dan bagian tubuh sebersih-bersihnya dengan sabun sewaktu mandi. d) Jangan langsung tidur dengan kaki yang kotor karena becek. Telur cacing akan pindah ke seprai dan kemudian masuk melalui hidung sewaktu anak bernapas. e) Bila akan makan makanan dengan sayuran yang mentah, Usahakan dicuci terlebih dahulu dengan air atau sabun pembersih sayuran / buah-buahan sampai benar-benar bersih. f) Berikan anak obat cacing secara teratur enam bulan sekali. 6. Patologi dan gejala klinis Cacing Trichuris pada manusia terutama hidup di sekum, akan

tetapi dapat juga ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat terutama pada anak, cacing ini tersebar di seluruh kolon dan rrektum. Kadang-kadang terlihat di mukrosa rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita pada waktu defekasi. Cacing ini memasukan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi tyrauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatannya terjadi pendarahan. Di samping ini ternyata cacing ini menghisap darah hospesnya, sehingga dapat menyebabkan anemia. Penderita terutama anak dengan infeksi Trichuris yang berat dan menahun, menunjukan gajala-gejala nyata seperti diare yang sering diselingi dengan sindrom disehuris yang berat dan menahun, menunjukan gajala-gejala nyata seperti diare yang sering diselingi dengan sindrom disentri, anemia, berat badan turun dan kadang-kadang disertai prolapsus rektum. Infeksi berat Trichuris trichiurasering disertai dengan infeksi

cacing lainnya atau protozoa. Infeksi ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis jelas atau sma sekali tanpa gejala, parasit ini ditemukan pada tinja secara rutin. 7. Epidemiologi Frekuensi infeksi dengan cacing cambuk adalah tinggi. Yang penting untuk penyebaran penyakit adalah kontaminasi tanah dengan tinja. Telur tumbuh di tanah liat, tempat lembab dan tduh dengan suhu optimum kirakira 30C. Di berbagai negeri pemakaian tinja sebagai pupuk kebun merupakan sumber infeksi. Frekuensi di Indonesia tinggi. Di beberapa daerah pedesaan di Indonesia frekuensinya berkisar antara 30 90 %. Di daerah yang sangat endemik infeksi dapat dicegah pengobatan penderita trikuriasis, pembuatan jamban yang baik dan pendidikan tentang sanitasi dan kebersihan perorangan, terutama anak. Mencuci tangan sebelum makan, mencicu dengan baik sayuran yang dimakans mentah adalah penting apalagi di negeri-negeri yang memakai tinja sebagai pupuk.

E. Strongyloides stercoralis

Klasifikasi Strongyloides stercoralis: Kingdom Phylum Subclass Ordo : Animalia : Nematoda : Adenophorea : Enoplida

Super famili : Rhabiditoidea Genus Species : Strongyloides : Strongyloides stercoralis

1. Hospes dan Distribusi Manusia merupakan hospes utama cacing ini, walaupun ada yang ditemukan pada hewan. Cacing ini tidak mempunyai hospes perantara. Cacing ini dapat mengakibatkan penyakit strongilodiasis. 2. Morfologi Cacing dewasa betina hidup sebagai parasit di vilus duodenum dan yeyunum. Cacing betina berbentuk filiform, halus, tidak berwarna dan panjangnya kira-kira 2mm. Cara berkembang biaknya adalah secara parthenogenesis. Telur bentuk parasitic diletakkan di mukosa usus, kemudian menetas menjadi larva Rabditiform yang masuk ke rongga usus serta dikeluarkan bersama tinja. 3. Siklus hidup

Parasit ini mempunyai tiga siklus hidup: a) Autoinfeksi Telur menetas menjadi larva Rabditiform di dalam mukosa usus => di dalam usus larva Rabditiform tumbuh menjadi larva Filariform => larva Filariform menembus mukosa usus, tumbuh menjadi cacing dewasa.

b) Siklus Langsung Sesudah 2 3 hari di tanah, larva Rabditiform, berubah menjadi larva filaform dengan bentuk langsing. Bila larva ini menembus kulit manusia, larva tumbuh,masuk ke dalam peredaran darah veha kemudian melalui jantung sampai ke paru-paru. Dari paru, parasit yang mulai dewasa,menembus alveolus, masuk ke trakea dan laring. Sesudah sampai di laring,tarjadi refleks batuk, sehingga parasit tertelan, kemudian sampai di usus halus dan menjadi dewasa. c) Siklus Tidak Langsung Pada siklus ini, larva Rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan betina. Cacing betina berukuran 1mm x 0,06mm, dan yang jantan berukuran 0,75 mm x 0. 04 mm. Cacing betina mengalami pembuahan dan menghasilkan larva Rabditiform yang kemudian menjadi larva filaform. Larva ini masuk ke dalam hospes baru. Siklus tidak langsung ini terjadi apabila lingkungan sekitarnya optimum yaitu sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan untuk kehidupan bebas parasit ini, misalnya di negeri-negeri tropik beriklim rendah. 4. Pencegahan Pakailah alat-alat yang menyehatkan untuk pembuangan kotoran manusia. Pakailah sepatu waktu bekerja dikebun. Rawatlah penderita

yang sudah terkena penyakit tersebut. 5. Patologi dan gejala klinis Bila larva filaform ini menembus kulit, timbul kelainan kulit yang dinamakan creeping eruption yang disertai dengan rasa gatal yang hebat. Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus muda. Infeksi ringan pada umumnya tidak menimbulkan gejala. Sedangkan pada infeksi sedang, dapat menyebabkan rasa sakit, di daerah epigastrium tengah dan tidak menjalar. Mungkin ada mual dan muntah,diare dan konstipasi yang saling bergantian. Pada cacing dewasa yang hidup sebagai parasit, dapat

ditemukan di seluruh traktus digestivus dan larvanya dapat ditemukan di bebagai alat dalam. 6. Epidemiologi Daerah yang panas, kelembapan tinggi dan sanitasi yang kurang, sanagt menguntungkan cacing Strongyloides. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva yaitu, tanah gembur, berpasir dan humus. Frekuensi di Jakarta pada tahun 1956, sekitar 10-15%, sekarang jarang ditemukan. Pencegahan yang disebabkan cacing ini, tergantung pada sanitasi pembuangan tinja dan melindungi kulit dari tanah yang terkontanimasi, misalnya dengan memakai alas kaki.

F. Trichinella spiralis (Trichina worm, cacing trichina)

Klasifikasi Trichinella Spiralis: Kingdom Phylum Subclass Ordo : Animalia : Nematoda : Adenophorea : Enoplida

Super famili : Ttichinelloidea Genus Species : Trichinella : Trichinella Spiralis

1. Hospes dan Distribusi Cacing ini hidup dalam mukosa duodenum, sampai sekum manusia. Selain menginfeksi manusia, cacing ini juga menginfeksi mamalia lain, seperti tikus, kucing, anjing, babi, beruang, dll. Penyakit yang disebabkan parasit ini disebut trikinosis, trikinelosis, dan trikiniasis.

2. Morfologi Cacing dewasa sangat halus menyerupai rambut, ujung anterior langsing, mulut kecil, dan bulat tanpa papel. Cacing jantan panjangnya 1,4-1,6 mm, ujung posteriornya melengkung ke ventral dan mempunyai umbai berbentuk lobus, tidak mempunyai spikulum tepi. Dan tidak terdapat vas deferens yang bisa dikeluarkan sehingga da[at membantu kopulasi. Cacing betina panjangnya 3-4 mm, posteriornya membulat dan tumpul. Cacing betina tidak mengeluarkan telur, tetapi mengeluarkan larva (larvipar). Seekor cacing betina mengeluarkan larva sampai 1500 buah. Panjang larva yang baru dikeluarkan kurang lebih 80-120 mikron, bagian anterior runcing dan ujungnya menyerupai tombak. 3. Siklus hidup

Siklus hidup alami yang terjadi antara babi dan tikus => babi mengandung kista yang infektif => manusia terinfeksi olh karena makan daging babi atau mamamlia lain yang mengandung kista => cacing dewasa hidup di dalam dinding usus => larva membentuk kista di dalam otot bergaris

4. Penanganan Pengobatan - Pada babi tidak ada pengobatan, daging terinfeksi larva diafkir - Pada manusia a) Thiabendazole 25 mg/kg berat badan yang diberikan dua kali sehari selama 5 10 hari, dapat memberikan efek samping mual mual, muntah, dan demam. b) Albendazole (Zentel ) atau Mebendazole (Vermox ) 200 mg/kg berat badan diberikan 3 kali sehari, diberikan selama minimal 10 hari. c) Pemberian Kortikosteroid pada kasus yang berat, digunakan untuk mengurangi gejala inflamasi apabila jantung dan SSP yang terserang. 5. Pencegahan a) Memusnahkan sisa-sisa potongan daging mentah khusus daging babi yang diduga mengandung parasit. b) Pengoalahan daging babi hendaknya benar-benar baik. c) Melaui proses pembekuan secara cepat, pada suhu 17.80C mematiakan larva dalam waktu 48-72 jam pada suhu 350C larva mati dalam 2 jam. d) Radiasi dengan sinar cobalt 60. e) Yang paling sederhana adalah memasak daging babi secara sempurna. 6. Patologi dan gejala klinis Gejala Trikinosis tergantung pada beratnya infeksi disebabkan oleh cacing stadium dewasa dan stadium larva. Pada saat cacing dewasa mengadakan invasi ke mukosa usus, timbul gejal usus sepertiskit perut diare, mual dan muntah. Masa tunas gejala usus ini kira-kira 1-2 hari sesudah infeksi. Larva tersebar di otot kira-kira 7-28 hari sesudah infeksi. Pada saat ini timbul gejal nyeri otot (mialgia) dan randang otot (miositis) yang disertai demem, eusinofilia dan hipereosinofilia. Gejala yang disebakan oleh stadium larva tergantung juga pada alat yang dihinggapi misalnya, dapat menyebabkan sembab sekitar mata, sakit

persendian, gejala pernafasan dan kelemahan umum. Dapat juga menyebabkan gejala akibat kelainan jantung dan susunan saraf pusat bila larva Trichinella Spiralis tersebar di alat-alat tersebut. Bila masa akut telah lalu, biasanya penderita sembuh secara perlahan-lahan bersamaan dengan dibentuknya kista dalam otot. Pada infeksi berat (kira-kira 5. 000 ekor larva/kg berat badan) penderita mungkin meninggal dalam waktu 2-3 minggu, tetapi biasanya kematian terjadi dalam waktu 4-8 minggu sebagai akibat kelainan paru, kelainan otak, atau kelainan jantung. 7. Epidemiologi Cacing ini tersebar di seluruh dunia (kosmopolit), kecuali di kepulauan Pasifik dan Australia. Frekuensi trikinosis pada manusia ditentukan oleh temuan larva dalam kista di mayat atau melalui tes intrakutan. Frekuensi ini banyak ditemukan di negara yang penduduknya gemar makan daging babi. Di daerah tropis dan subtropis frekuensi trikinosis sedikit. Infeksi pada manusia tergantung pada hilang atau tidak hilangnya penyakit ini dari babi. Larva dapat dimatikan pada suhu 60-70 derajat celcius, larva tidak mati pada daging yang diasap dan diasin.

G. Toxocara canis (dog worm) dan Toxocara cati (cat worm)

Toxocara Canis

Toxocara Cati

Klasifikasi Toxocara canis dan Toxocara cati: Kingdom Phylum Subclass Ordo : Animalia : Nematoda : Secernemtea : Ascoridida

Super family : Ascoridciidea Genus Species : Toxocara : Toxocara canis /Cati

1. Hospes dan Distribusi Toxocara canis ditemukan pada anjing, sedangkan Toxocara cati ditemukan pada kucing. Belum pernah ditemukan infeksi campuran pada satu macam hospes. Kadang-kadang cacing ini dapat hidup pada manusia sebagai parasit yang mengembara dan menyebabkan penyakit yang disebut Visceral larva migrans. 2. Morfologi Toxocara canis jantan mempunyai ukuran panjang bervariasi antara 3. 6 8. 5 cm. Sedangkan yang betina antara 5. 7 10 cm. Toxocara cati jantan antara 2. 5 7. 8 cm, yang betina antara 2. 5 14 cm. bentuknya menyerupai Ascaris lumbricoides muda. Pada Toxocara canis terdapat sayap servikal yang berbentuk seperti lanset, sedangkan pada Toxocara cati bentuk sayap lebih lebar, sehingga kepalanya menyerupai kepala ular kobra. Bentuk kedua ekor spesies hamper sama, yang jantan ekornya lurus dan meruncing (digitiform), yang betina bulat meruncing.

3. Siklus hidup

a. Ingesti telur (infeksi langsung) Setelah kucing memakan telurnya infektif yang mengandung larva stadium kedua, telur menetas dan larva stadium ketiga memasuki dinding usus halus. Larva bermigrasi melalui sistema sirkulasi dan dapat menuju ke sistema respirasi atau organ dan jaringan lain dalam tubuh. Jika memasuki jaringan tubuh, mereka dapat mengkista (dilapisi dinding dan inaktif). Larva tersebut dapat tetap mengkista dalam jaringan berbulanbulan atau bertahun-tahun. Ini adalah pola migrasi yang lebih umum terlihat pada kucing dewasa. Pada kucing yang sangat muda, larva bergerak dari sirkulasi ke sistema respirasi, dibatukkan dan memasuki saluran digesti lagi. Larva kemudian menjadi cacing dewasa. Cacing betina dewasa bertelur, telur dikeluarkan lewat feses. Telur tetap ada di lingkungan dalam waktu 10 14 hari sampai menjadi infektif. b) Ingesti hospes paratenik Jika kucing menelan hospes paratenik seperti tikus, cacing tanah atau kumbang yang memiliki larva yang mengkista, migrasi mirip dengan ingesti telur berlarva. Larva dilepaskan dari hospes paratenik saat termakan dan dicerna. Larva memasuki sirkulasi, mengadakan migrasi ke organ, misalnya sistem respirasi.

c) Larva melalui air susu Selama periode perinatal, larva dormant (stadium 1) yang ada di tubuh induk dapat mulai bermigrasi ke glandula mammae, berubah menjadi larva stadium lalu ke dalam air susu. Anak kucing dapat terinfeksi melalui air susu. Larva yang tertelan menjadi larva stadium ketiga dan keempat, dan selanjutnya menjadi dewasa dalam usus anak kucing. Jika larva dikeluarkan melalui feses anak kucing sebelum larva tersebut dewasa, larva tersebut dapat menginfeksi induk saat menjilati anaknya. Sekitar 4 minggu setelah kucing memakan telur infektif, cacing telah dewasa dalam usus, dan telur dikeluarkan lagi. 4. Penanganan a) Toxocara canis Yang beresiko terhadap toxocariasis adalah anak-anak dan pemilik kucing. Dua puluh empat laporan kasus menunjukkan infeksi Toxocara cati dewasa lebih sering daripada Toxocara canis pada manusia. 1) Ocular Larva Migrans (OLM) OLM terjadi saat larva memasuki mata, menyebabkan inflamasi dan pembentukan jaringan ikat pada retina. Setiap tahunnya lebih dari 700 orang terinfeksi toxocara mengalami penglihatan permanen karena OLM. Kelukaan pada mata karena migrasi larva kedalam posterior chamber bola mata,

menyebabkan granulomatous renitis, perlekatan retina, kehilangan daya lihat, atau pada kasus berat kebutaan permanen. 2) Visceral Larva Migrans (VLM) Infeksi berat atau berulang, meskipun jarang dapat menyebabkan VLM, pembengkakan organ tubuh atau sistem syaraf pusat. Organ yang dapat terserang antara lain hati, paruparu, ginjal, dan otak. Gejala VLM yang disebabkan perpindahan larva cacaing dalam tubuh antara lain: demam, batuk, asma, atau pneumonia.

Pada banyak kasus, infeksi toxocara tidak serius, dan banyak orang, terutama orang dewasa yang terinfeksi larva dalam jumlah sedikit, dapat tidak menimbulkan gejala. Kasus parah yang jarang tetapi lebih dapat terjadi pada anak-anak, yang selalu bermain di tempat kotor atau memakan tanah yang terkontaminasi kotoran kucing. Cara masuknya melalui telur toxsocara dalam tanah yang terkontaminasi. OLM biasanya terjadi pad anak-anak umur 7 8 tahun, dan VLM pada anak umur 1 4 tahun. Alasan perbedaan umur ini belum diketahui. b) Toxocara cati Pengobatan pada kucing perlu mempertimbangkan jenis obat cacing yang digunakan dan umur atau berat minimum si kucing. Beberapa obat seperti diklorofen atau toluen hanya boleh diberikan pada kucing setidaknya dengan berat badan 1kg dan ivermektin setidaknya pada umur kucing 6 minggu diberikan selama 3 hari. Pyrantel pamoat dapat diberikan setelah umur 2 minggu sekali saja. adapula obat yang tidak boleh diberikan pada kucing, seperti golongan Milbemycin. Anak kucing mendapatkan larva dari induk mereka sebelum lahir atau melalui susu, larva menjadi dewasa dengan cepat dalam usus anak kucing, saat umurnya 3 4 minggu, cacing mulai memproduksi telur dalam jumlah banyak dan mengkontaminasi lingkungan. Telur kemudian menjadi larva infektif di lingkungan setelah 2 minggu. 5. Patologi dan gejala klinis Pada manusia larva cacing tidak menjadi dewasa dan mengembara di alat-alat dalam ususnya di hati. penyakit yang disebabkan larva yang mengembara disebut visceral larva migrans dengan gejala eosinofilia, demam dan hepatomegali. Penyakit tersebut dapat juga disebabkan oleh larva Nematoda lain.

6. Epidemiologi Prevalensi Toxokariasis pada anjing dan kucing pernah dilaporkan di Jakarta masing-masing mencapai 38. 3 % dan 26. 0 %. Pencegahan dapat dihindarkan dengan cara melarang anak untuk tidak bermain dengan anjing maupun kucing dan tidak dibiasakan bermain di tanah.

H. Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum

Ancylostoma Braziliense

Ancylostoma Caninum

Klasifikasi Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum: Kingdom Phylum Subclass Ordo Super famili Genus Species : Animalia : Nematoda : Secernemtea : Rhabditida : Rhabditoidea : Ancylostoma : Ancylostoma braziliense/ Caninum

1. Hospes dan Distribusi Cacing ini hidup di dalam usus halus kucing dan anjing. Pada manusia, Ancylostoma braziliense danAncylostoma caninum

menimbulkan kelainan kulit.

2. Morfologi dan Siklus hidup

Cacing dewasa tidak ditemukan pada manusia. Ancylostoma braziliensedewasa yang jantan panjangnya 4,7-6,3 mm, sedangkan yang betina panjangnya 6,1-8,4 mm. Mulutnya mempunyai sepasang gigi besar dan sepasans gigi kecil. Cacing jantan mempunyai bursa kopulatrik kecil dengan rays pendek. Ancylostoma caninum jantan panjangnya 10 mm dan betinanya 14 mm. Mulutnya mempunyai 3 pasang gigi besar. Cacing jantan mempunyai bursa kopulatrik besar dengan rays panjang dan langsing. Secara tidak langsung dapat terinfeksi larva Filariform melalui penetrasi kulit dan selanjutnya larva mengembara di kulit. 3. Patologi dan gejala klinis Pada manusia, larva tidak menjadi dewasa dan menyebabkan kelainan kulit yang disebut creeping eruption, creeping disease atau cutaneous larva migrans. Creeping eruption adalah suatu dermatitis dengan gambaran khas berupa kelaianan intrakutan serpiginosa, yang antara lain disebabkan Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum. Pada tempat larva Filariform menembus kulit terjadi papel keras, merah dan gatal. Dalam beberapa hari terbentuk terowongan intrakutan sempit yang tampak sebagai garis merah, sedikit menimbul, gatal sekali dan bertambah panjang menurut gerakan larva didalam kulit. Sepanjang

garis yang berkelok-kelok terdapat vesikel-vesikel kecil dan dapat terjadi infeksi sekunder karena kulit di garuk. 4. Epidemiologi Kucing dan anjing merupakan hospes definitif Ancylostoma braziliense danAncylostoma caninum. Penularan bisa dicegah dengan menghindari kontak dengan tanah yang tercemar oleh tinja anjing dan kucing.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Manusia merupakan hospes dari beberapa Nematoda usus. Sebagian besar daripada Nematoda ini merupakan masalah masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penularan cacing Nematoda parasitusus dapat melalui tanah yang disebut Soil transmitted helminth (Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Necator americanus, Ancylostoma duodenale dan

Strongyloides stercoralis) dan yang yang tidak ditularkan melalui tanah (Enterobius vermicularis dan Trichinella Spiralis ). Faktor tingginya infeksi cacing usus di Indonesia disebabkan oleh iklim tropik yang panas dan lembap, pendidikan rendah, sanitasi lingkungan dan perseorangan buruk, sarana jamban keluarga kurang, pencemaran lingkungan oleh tinja manusia dan kapadatan penduduk yang tinggi. a) Penularan cacing Nematoda parasit usus yaitu: Telur infektif masuk melalui mulut : Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura. Larva infektif menembus kulit sehat : Cacing tambang, Strongyloides stercoralis. Telur infektif masuk melalui mulut, melalui udara atau secara langsung melalui tangan penderita : Enterobius vermicularis. Larva infektif masuk mulut bersama daging yang dimakan : Trichinella Spiralis. b) Kelainan patologik yang ditimbulkan oleh infeksi cacing parasit usus yaitu: Cacing dewasa dapat menimbulkan : gangguan pecernaan, perdarahan dan anemia, alergi, obstruksi usus, iritasi usus dan perforasi usus. Larva cacing dapat menimbulkan : reaksi alergik, kelainan jaringan. c) Diagnosis pasti infeksi nematode parasit usus dilakukan melalui: - Pemeriksaan tinja :Ascaris lumbricoides, cacing tambang,

Strongyloides stercoralis dan Trichuris trichiura. - Pemeriksaan mukosa rektum : Trichuris trichiura

- Anal swab : Enterobius vermicularis - Biopsi otot : Trichinella Spiralis B. Saran Untuk mencegah infeksi nematoda parasit usus berikut adalah langkahlangkah yang perlu dilakukan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Mengobati penderita dan massa. Pendidikan kesehatan pribadi dan lingkungan. Menjaga kebersihan makanan atau memasak makanan dengan baik. Memakai alas kaki bila berjalan di tanah (untuk mencegah infeksi Cacing tambang dan strongiloidiasis). Pembuatan MCK yang sehat dan teratur.

DAFTAR PUSTAKA

American Society of Parasitologists. 2011. Carolina: Biblio Bazaar.

The Journal of Parasitology. South

Cambridge. 2000. Parasitology, vol. 121 Supplement 2000. USA: Cambridge University Press Foreyt, William J, Ph. D. 2001. Veterinary Parasitology Reference Manual. State of Iowa: Iowa State University Press. Gandahusada, Srisasi, Prof. dr. 2006. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Helminthological Society of Washington. 2006. Comparative Parasitology, vol 73-74. Michigan, USA: Michigan University Press. Holland, Cellia V. dan Malcolm W. Kennedy. 2002. The Geohelmintes: Ascaris Trichuris and Hookworm, World Class Parasites: vol. 2. Netherlands: Kluwer Acaddemic Publishers. Natadisastra, Djaenudin dan Dr. Ridad Agoes. 2009. Parasitologi Kedokteran, Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta: EGC Rajan T. V. 2009. Textbook of Parasitology. New Delhi: Janpath. Robert, Larery S. dan John J. 2008. Gerald D. Schmidt and Larry S. Roberts Foundations of Parasitology. New York: McGraw-Hill Higher Education. Widyastuti, Retno. 2002. Paraitologi. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka

Website http://journal.uii.ac.id/ http://repository.usu.ac.id/ http://journalofparasitology.org/