ngan tuk

44
Forensic investigation of cranial injuries due to blunt force trauma: current best practice Abstrak : Trauma kekerasan tumpul adalah salah satu dari cedera yang paling umum terjadi yang ditemui oleh ahli forensik dalam berbagai keadaan seperti kecelakaan lalu lintas, meloncat atau jatuh dari ketinggian, cedera akibat ledakan, dan terhantam benda keras. Cedera kekerasan tumpul yang berlokasi di kranium sering berhubungan dengan penyebab kematian yang membuat pemeriksaan tersebut menjadi penting pada investigasi medikolegal dari kematian. Artikel ini bertujuan untuk meninjau ilmu tentang mekanisme cedera kekerasan tumpul pada kepala dan pola patah yang berhubungan untuk memudahkan interpretasi cedera pada tulang atau tubuh yang telah sangat membusuk dimana jaringan lunak sudah tidak terdapat lagi. Perkembangan terkini pada teori dan praktik juga didiskusikan. Walaupun kemajuan bukti yang telah dibuat pada beberapa dekade lampau, analisis trauma pada aspek

Upload: agniajolanda

Post on 16-Feb-2016

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fffg

TRANSCRIPT

Page 1: Ngan Tuk

Forensic investigation of cranial injuries due to blunt

force trauma: current best practice

Abstrak : Trauma kekerasan tumpul adalah salah satu dari cedera yang paling umum

terjadi yang ditemui oleh ahli forensik dalam berbagai keadaan seperti kecelakaan lalu

lintas, meloncat atau jatuh dari ketinggian, cedera akibat ledakan, dan terhantam benda

keras. Cedera kekerasan tumpul yang berlokasi di kranium sering berhubungan dengan

penyebab kematian yang membuat pemeriksaan tersebut menjadi penting pada investigasi

medikolegal dari kematian. Artikel ini bertujuan untuk meninjau ilmu tentang mekanisme

cedera kekerasan tumpul pada kepala dan pola patah yang berhubungan untuk

memudahkan interpretasi cedera pada tulang atau tubuh yang telah sangat membusuk

dimana jaringan lunak sudah tidak terdapat lagi. Perkembangan terkini pada teori dan

praktik juga didiskusikan. Walaupun kemajuan bukti yang telah dibuat pada beberapa

dekade lampau, analisis trauma pada aspek medikolegal masih merupakan hal yang

rumit, terutama dengan telah hilangnya jaringan lunak. Oleh sebab itu, sangat penting

untuk bekerja dengan metode yang dapat diterima secara ilmiah dengan tingkat kesalahan

yang diketahui, dalam rangka memenuhi permintaan peradilan dengan bukti yang dapat

diterima dan kesaksian ahli.

Kata Kunci : trauma kepala, trauma kekerasan tumpul, forensik antropologi, patah,

cedera kepala.

Pendahuluan

Forensik antropologi adalah cabang disiplin ilmu dari forensik patologi untuk

pemeriksaan sisa rangka. Bagian dari tugas forensik antropologis adalah pemeriksaan dan

Page 2: Ngan Tuk

deskripsi dari trauma rangka dan hubungannya yang mungkin dengan penyebab

kematian. Cedera rangka dapat dibagi menjadi tengkorak dan badan, berdasarkan

lokasinya. Sistem klasifikasi yang berbeda berhubungan dengan kekerasan penyebab

(kekerasan tumpul, kekerasan tajam, dan trauma balistik). Cedera puncak kepala

dikategorikan menjadi depresi, penetrasi, kecelakaan, irisan, potongan, dan sayatan.

Penelitian ini akan fokus pada ilmu baru dan yang telah ada dan akan mendiskusikan

saran untuk praktik terbaik pada analisis trauma kekerasan tumpul.

Trauma kekerasan tumpul, seperti yang dideskripsikan dalam rancangan algoritma

pada analisis trauma yang dibuat oleh Scientific Working Group for Forensic

Anthropology (SWGANTH) pada tahun 2011, adalah “dihasilkan oleh hantaman

kecepatan rendah dari objek tumpul atau hantaman kecepatan rendah dari benda dengan

permukaan tumpul”. Passalacqua dan Fenton3 memberikan deskripsi yang detail dari

riwayat trauma kekerasan tumpul, menyoroti bahwa hal itu terjadi sekitar tahun 1980

ketika analisis trauma mulai dipertimbangkan sebagai bagian dari tugas forensik

antropologis. Hal itu mesti ditekankan bahwa pemeriksaan forensik pada tubuh yang

telah mati merupakan tugas dari ahli forensik, forensik antropologis bagaimanapun, dapat

terlibat pada keadaan tertentu dan dengan tambahan data riwayat hidup, analisis trauma

sekarang telah menjadi tugas reguler untuk ahli forensik di berbagai negara. Saat

sekarang ini, analisis trauma mencakup pemeriksaan cedera sebelum, sekitar, atau

sesudah kematian, identifikasi pola trauma dan hubungan yang mungkin antara trauma

dengan objek tertentu, dan secara umum deskripsi dan interpretasi kejadian trauma.

Page 3: Ngan Tuk

Waktu Kejadian Cedera

Pertanyaan pertama yang penting pada kasus kerusakan rangka adalah waktu kejadian

cedera dan apakah hal tersebut bersamaan dengan waktu kematian. Literatur forensik

telah menggunakan kata antemortem (sebelum kematian), perimortem (saat atau sekitar

waktu kematian), dan postmortem (setelah kematian) untuk mendeskripsikan waktu

kejadian cedera. Bagaimanapun, kata “perimortem” memiliki makna yang berbeda pada

disiplin ilmu yang berbeda. Pada literatur medikolegal, “perimortem” berarti bahwa

cedera terjadi sekitar waktu kematian dan kemungkinan apakah berhubungan dengan

penyebab kematian, dimana forensik antropologis dan osteoarkaeologis

mempertimbangkan cedera “perimortem” sebagai cedera yang terjadi ketika tulang masih

memiliki komponen viskoelastik dan sebelum tulang tersebut memasuki fase “kering”.

Bagaimanapun, seperti yang dikutip Berryman dan Symes9 dan ilmuwan lainnya, bagian

berbeda dari dari tubuh yang sama mencapai fase kering pada interval postmortem yang

berbeda, yang membuat definisi ini bahkan lebih problematis. Pada makalah ini, kami

akan mengikuti definisi antropologis pada trauma “perimortem”.

Trauma antemortem terindikasi ketika bukti penyembuhan, seperti tanda-tanda

remodelling, osteofit, dan/atau terdapat pembentukan kallus pada tulang. Tanda-tanda ini

mengindikasikan bahwa tulang sempat berada dalam proses penyembuhan ketika

kematian terjadi. Walaupun proses penyembuhan dimulai segera setelah mengalami

cedera, hal itu membutuhkan waktu setidaknya 1-3 minggu berdasarkan sumber yang

berbeda-beda5,8,10 sampai tanda-tanda tersebut menjadi bukti. Kalsifikasi kallus (kalsium

yang muncul dari tepi tulang yang patah) dimulai setelah minggu ketiga. Barbian dan

Sledzik memeriksa 127 tengkorak dari korban perang sipil Amerika untuk bukti

Page 4: Ngan Tuk

penyembuhan fraktur pada respon pembentukan osteoblas dan osteoklas dan garis

demarkasi, dan ditemukannya respon osteoklas pada permukaan ektokranial kira-kira 5

hari setelah cedera. Aktivitas osteoblas dan osteoklas dilaporkan pada semua kasus 6

minggu setelah cedera. Sauer mengutip studi Sledzik dan Kelly pada 257 krania dari

korban perang sipil Amerika dimana terdapat bukti remodelling osseus 7 hari setelah

cedera. Hal itu mesti ditekankan bahwa ketika tulang panjang cenderung untuk

membentuk kallus sebagai bagian dari proses penyembuhan, tengkorak normalnya

sembuh dengan perkembangan jembatan tulang antara dua fragmen.

Gambar I Fraktur pada tulang parietal kiri setelah kecelakaan mobil 25 tahun yang lalu.

Catatan : Pertemuan tulang pada permukaan ektokranial (A dan B) dan permukaan

endokranial (C dan D). (D) menggambarkan permukaan endokranial dalam rekonstruksi

3D dari data CT scan. Sumber : Department of Forensic Sciences. University of Crete.

Singkatan : CT, computed tomography.

Page 5: Ngan Tuk

Gambar 1 menunjukkan contoh penyembuhan permukaan endokranial pada tulang

temporal kiri setelah insiden trauma kekerasan tumpul 25 tahun yang lalu. Terdapatnya

tanda-tanda tersebut menunjukkan apakah cedera perimortem atau cedera postmortem.

Membedakan dua tipe tersebut sangat bergantung pada pola patahan yang muncul.

Kerusakan postmortem merupakan hasil perubahan taphonomic dan mencari-cari sisa

rangka. Fraktur postmortem khas akibat pola patah dengan bentuk kotak, tepi tajam pada

sudut yang tepat ke permukaan tulang, dan sangat mungkin menyebabkan fragmentasi

yang masif pada tulang kering. Kerusakan postmortem menunjukkan tekstur yang kasar

dengan tepi tidak rata, berlawanan dengan cedera perimortem dimana terdapat tekstur

yang halus dan tepi luar yang rata. Kerusakan postmortem khas muncul sudut yang tajam

pada tepi fraktur, dimana cedera perimortem menunjukkan sudut fraktur yang tumpul.

Karakteristik ini telah dikonfirmasi dengan CT scan. Hal itu mesti dicatat bahwa sudut

yang tajam telah diobservasi pada tulang orang yang baru meninggal. Dalam studi terbaru

oleh penulis pada pemeriksaan 88 fraktur (52 perimortem dari arsip pasien dan 36

postmortem dari bahan arkaeologis) setelah melewati CT scan, 88,68% dari fraktur

perimortem berupa fraktur oblik atau sudut tajam dan 73,68% dari fraktur postmortem

muncul sudut tajam yang tidak tersambung. Berdasarkan hasil penghitungan chi-square

didapatkan hubungan yang signifikan secara statistik pada level P<0,001.

Cedera perimortem diindikasikan oleh deformasi jaringan yang terdapat pada area

cedera, dan kehadiran fragmen yang rusak yang masih melekat pada tengkorak. Sebelum

tulang mencapai fase kering, tulang tersebut cenderung berupa serpihan ketika fraktur

dan fragmen-fragmen kecil masih tersambung satu sama lain, sering disebut “serpihan

tulang”. Hal ini mengindikasikan bahwa periosteum dan jaringan lunak lainnya masih

Page 6: Ngan Tuk

terdapat ketika terjadi fraktur, dengan demikian menunjukkan trauma perimortem.

Sebagai tambahan, ketika tulang segar bengkok, celah terbentuk antara lapisan diploe

(lapisan tengah pada flat bone) dan tables yang biasanya menghasilkan beveled fractures

on the inner table and a detachment of the outer table. Cedera-cedera tersebut juga

muncul kecendrungan dari garis fraktur untuk berpindah ke area yang lebih lemah pada

tengkorak., seperti area pertemuan pembuluh-pembuluh darah dan foramen. Terdapatnya

penyembuhan sepanjang garis fraktur menunjukkan adanya hubungan dengan kematian

seseorang. Ketika area tulang terdorong ke dalam, hal itu tidak sepenuhnya terpisah dari

badan utama dari tulang “basah”. Hal ini tidak terdapat pada tulang kering, karena

kurangnya elastisitas. Materi arkeologikal dan kemampuan tulang untuk mempertahankan

karakteristik hidup untuk periode pendek setelah kematian, bagaimanapun, mengaburkan

interpretasi.

Tabel 1 menyimpulkan kriteria untuk membedakan trauma kranial perimortem

dengan postmortem dari literatur yang ada.

Klasifikasi dari Trauma Tumpul pada kepala

Trauma tumpul pada kepala bisa dihubungkan dengan kasus pembunuhan (misalnya,

akibat benda tumpul), bunuh diri (misalnya, akibat melompat dari ketinggian), dan

kecelakaan lalu lintas (misalnya, akibat mengendarai atau menumpang sepeda motor).

Trauma tumpul pada kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan disiplin ilmu,

terminologi, dan kadang bervariasi secara signifikan. Pada review ini akan dibahas

tentang klasifikasi yang sederhana dari trauma tumpul pada kepala. Cedera kepala dapat

diklasifikasikan menjadi linear, depress, dan irregular atau lain-lain (yang meliputi tipe

diluar klasifikasi). Fraktur linear meliputi fraktur garis rambut atau fraktur fissure, yang

Page 7: Ngan Tuk

sering terjadi pada tempurung kepala, fraktur basilar yang mengenai dasar otak, dan

fraktur diastatic yang berupa pemisahan dari sutura yang sudah ada sebelumnya.1,8,9,17-19

Tabel I Kriteria untuk membedakan trauma perimortem dengan kerusakan postmortem

Tanda Deskripsi Antemortem Perimortem Postmortem ReferensiRespon Jaringan

Deformasi permanen tulang setelah melampaui batas repon elastik

Ada atau tidaknya tergantung lokasi fraktur

Ada Tidak ada 8, 9, 17-21

Serpihan Tulang

Fragmen tulang kecil yang melekat pada bagian yang cedera

NA Ada Tidak 8, 9, 19

Morfologi tepi

Ketajaman relatif batas fraktur

Halus Tajam, inkomplit atau tepinya bengkok

Tepi kotak pada sudut ke permukaan tulang-tidak ada bengkok

12, 15, 16, 19

Sudut fraktur Sudut antara korteks dengan arah fraktur

NA Tumpul Tajam 12, 15, 16, 19

Tekstur fraktur

Morfologi dari permukaan tulang yang patah

Halus Halus Kasar 12, 15, 16, 19

Garis tepi NA Rata Tidak rata 12, 15, 16Delaminasi Korteks

Cleavage between the diploe and the inner/outer table

NA Ada Tidak ada 9, 19

Remodelling tulang tengkorak

Jembatan tulang antar fragmen

Ada Tidak ada Tidak ada 16

Page 8: Ngan Tuk

Fraktur hinge didefinisikan sebagai crushing injuries, seperti kompresi kepala antara

tanah dan objek yang berat (misal, ban mobil). 1,17,18 Fraktur hinge transversum di

sepanjang dorsum sellae tengkorak.1,17,18

Fraktur depress umumnya dihubungkan dengan slow loading pada area kecil di

tengkorak, yang akan menghasilkan fraktur multiple (comminuted) pada permukaan,

sementara fragmennya akan tertekan atau meluas ke dalam rongga otak. Fraktur stellata

merupakan suatu akibat dari tidak bersatunya fragmen tulang tempurung kepala akibat

bergesernya pinggir tempurung kepala. Hal ini menghasilkan sebuah gambaran

karakteristik dari fraktur konsentrik yang bersilang dengan fraktur linear. Mekanisme

lebih lanjut mengenai cedera akan dibahas nanti di makalah ini. Fraktur kolam (pond)

adalah fraktur depresi dangkal yang merupakan hasil dari kompresi atau kelanjutan dari

fraktur linear. 23,24

Fraktur cincin yang melingkar di sekitar patah tulang foramen magnum , terjadi

akibat kekuatan pendorong kepala terhadap tulang belakang . Cedera seperti ini

umumnya terjadi pada koban yang jatuh dari ketinggian dan mendarat dengan kaki atau

bokong, 1,17 dan dalam kasus tabrakan yang pertema kali mengenai kepala pengemudi.

Moritz dan Spitz et al mendeskripsikan kasus fraktur yang mengenai lapisan dalam tulang

tengkorak, sedangkan lapisan luar tulang masih intak (fraktur plug). Mekanisme dari

cedera ini menurut penulis pertama berhubungan dengan kekokohan dari lapisan diploe

(lapisan tengah pada flat bone). Sedangkan menurut penulis kedua mekanismenya mirip

dengan merusak plester langit-langit ketika lantai di atasnya dipukul dengan tangkai sapu.

Hal ini dapat diartikan sebagai trauma kecepatan sedang yang berdampak pada area kecil

Page 9: Ngan Tuk

yang terlokalisir pada daerah kepala yang menghasilkan fragmen tulang yang longgar

pada endocranial yang dapat masuk ke dalam otak.

Rene Le Fort25 menggambarkan tiga pola klasik fraktur wajah dalam karya

eksperimental awal. Eksperimen Le Fort ini (N = 35) terdiri dari menjatuhkan tengkorak

mayat pada permukaan datar, menendang, atau memukul dengan tongkat kayu atau

batang logam. Beliau menemukan tiga pola fraktur yang berbeda, yang disebut "great

weak lines" yang mewakili Fraktur Le Fort I, II dan III.26 Setelah mengenai wajah, langit-

langit dapat dipisahkan dari maxilla (Le Fort I); rahang atas dapat dipisahkan dari muka

(Le Fort II); atau rahang dan bagian dari kondilus mandibula dapat terfragmentasi (Le

Fort III). Le Fort juga mencatat bahwa meskipun dalam beberapa kesempatan fraktur

wajah dan tengkorak keduanya diamati dalam percobaan, patah tulang tengkorak tidak

keluar ke permukaan.25,26 Fraktur blowout adalah fraktur dasar orbital tanpa atau disertai

fraktur dinding medial orbita, yang biasanya terjadi ketika ada pukulan tiba-tiba pada

mata yang mendorong bola mata dan kembali ke orbit.27 Peningkatan mendadak tekanan

intraorbital dalam kombinasi dengan perpindahan posterior bola mata dapat

mengakibatkan fraktur basis dinding medial orbit ke dalam sinus ethmoidal. Fraktur

wajah lainnya termasuk patah tulang sagital dan dentoalveolar seperti yang dijelaskan

oleh Di Maio.18

Moritz17 mencatat bahwa hasil kerusakan yang berdampak pada tempurung kepala

mungkin cukup jauh dari lokasi dampak ( fraktur remote) . Lebih khusus , sesuatu yang

jatuh di belakang kepala atau dampak pada bagian atas kepala dapat menyebabkan fraktur

independen dari atap orbital disebabkan karena gerakan " contra-coup " lobus orbital /

frontal terhadap daerah tipis tulang tengkorak.1 Patah tulang tersebut dikenal dalam

Page 10: Ngan Tuk

literatur forensik sebagai contrecoup fractures.1,18 Demikian pula , patah tulang yang

terletak di lokasi dampak sering disebut "coup fracture".1,18 Tabel 2 merangkum semua

jenis tengkorak trauma tumpul pada kepala seperti yang dijelaskan oleh beberapa penulis

lainnya.

Etiologi Cedera Benda Tumpul

Cedera kepala sudah lama menjadi penyebab umum dari mekanisme terjadinya

kematian. Keadaan ini merupakan penyebab kematian paling sering pada kasus

kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian ataupun bunuh diri. Pola cedera yang sama

dapat disebabkan dari mekanisme yang berbeda, sementara mekanisme yang sama dapat

menyebabkan pola cedera yang berbeda. Cedera benda tumpul dapat dihasilkan dari

kekerasan interpersonal (contonya: penyerangan), kecelakaan (contohnya: dampak

kecelakaan lalu lintas), atau kecelakaan yang ditimbulkan diri sendiri (bunuh diri dengan

cara meloncat dari ketinggian), sedangkan cedera benda tajam lebih dominan

dihubungkan dengan kekerasan interpersonal. Para peneliti setuju jika cedera tulang

tengkorak lebih sering disebabkan akibat kekerasan interpersonal, dibandingkan fraktur

badan

Fraktur linier merupakan tipe fraktur tulang tengkorak tersering, yaitu sekitar 70%

- 80% dari cedera tulang tengkorak dan berhubungan dengan kecelakaan seperti jatuh,

sedangkan fraktur depresi menunjukkan korelasi yang lebih tinggi akibat kekerasan

interpersonal. Data klinis menunjukkan bahwa mayoritas lesi tulang tengkorak

ditimbulkan oleh tongkat bisbol yang menghasilkan fraktur linear pada kubah dan basis

cranii. Moritz mencatat jika kepala bebas bergerak terhadap benturan , fraktur yang

dihasilkan cenderung berbentuk linear atau depresi inkomplit, sementara pada kepala

Page 11: Ngan Tuk

yang tidak bergerak (contonya, adanya tahanan permukaan keras) pukulan berat akan

mengakibatkan fraktur kominutif dengan pergeseran ke dalam.

Untuk merbedaan antara penyerangan kekerasan (contohnya pukulan kepala dengan

benda tumpul) dan kecelakaan (contohnya jatuh), hukum Hat Brim Line (HBL) diajukan

di banyak buku forensik patologi sebagai kriteria utama. HBL diambil dari lingkaran

maksimum kubah, dan lesi diatasnya lebih sering terjadi pada cedera pukulan/hantaman

daripada cedera akibat jatuh. Kremer et al menjelaskan aturan HBL (lihat Gambar 2),

mengujinya, dan meragukan keabsahannya sebagai kriteria utama. Sebagai gantinya,

mereka menyarankan bahwa HBL seharusnya digunakan secara bersamaan dengan

kriteria lainnya, seperti lateralisasi sisi , jumlah luka dan panjang luka.

Mereka menemukan sebuah penelitian retrospektif dari 133 kasus forensik (29 kasus

jatuh sendiri dari ketinggian, 21 kasus jatuh dari tangga, dan 63 kasus pembunuhan

dengan pukulan), dalam hal ini tidak termasuk kasus di mana korban dipukul sambil

berbaring di tanah. Mereka mengamati bahwa fraktur linear di sisi kanan lebih dominan

pada kasus jatuh dan hal ini dapat dijelasankan pada pengamatan dimana dominasi

pengguna tangan kanan lebih banyak pada populasi umum, menyoroti bahwa

perlindungan pertama mereka ketika jatuh adalah mencoba untuk menempatkan tangan

kanan dan oleh karena itu sisi kanan kepala lebih rentan untuk memukul tanah. Penelitian

ini menyatakan jika fraktur tulang tengkorak yang terjadi di sisi kiri lebih sering

berhubungan dengan pembunuhan dengan pelaku tangan kanan. Walaupun demikian,

pola ini konsisten untuk pembunuhan dengan pelaku berhadapan dengan korban. Jika

pelaku berdiri di belakang korban, pembunuhan dengan tangan kanan lebih sering

memukul sisi kanan kepala. Posisi fraktur depresi pada sisi kanan belakang dari tulang

Page 12: Ngan Tuk

tengkorak konsisten untuk pola cedera yang sering terlihat pada kasus kekerasan

penyerangan, diperkirakan penyerang dengan tangan kanan.

Gambar 2. HBL adalah area diantara dua garis paralel. Garis teratas melewati daerah

glabella (G-Line) dan garis dibawah melewati tepat pertengahan lubang telingan (EAM-

Line).

Guyomarc’h et al mempelajari sampel yang sama dengan Kremer et al, dengan

menambah beberapa kriteria seperti panjang laserasi kulit kepala, tipe fraktur calvaria,

jumlah lecet di wajah, kontusio, dan laserasi (termasuk laserasi di mulut), laserasi di

telinga, fraktur wajah, pola cedera dari tulang post-cranial dan viseral. Penulis

mengkonfirmasi jika HBL tidak dapat digunakan sebagai kriteria utama untuk

membedakan kecelakaan akibat jatuh dengan pemukulan kepala dan mengajukan sebuah

bagan yang memasukkan kritria tambahan. Mereka melaporkan nilai prediksi positif

sebesar 87% dan prediksi negatif sebesar 91% untuk metode yang diajukan.

Fracasso et al membandingkan temuan dari tiga penelitian tersebut dengan tulisan

mereka di Journal of Forensic Sciences in 2011. Pada tulisan ini, mereka menekankan

Page 13: Ngan Tuk

bahwa cedera tulang tengkorak benda tumpul akibat jatuh memang benar berada di atas

HBL, jika semua kondisi dibawah ini terpenuhi : a) Posisi badan berdiri sebelum jatuh, b)

jatuh dari suatu ketinggian, c) lantai datar, d) tidak ada hambatan diantaranya. Mereka

juga menyebutkan bahwa menurut Kratter (1921) “pemukulan dapat terjadi di setiap

regio kepala dengan pengeculian pada dasar dari tengkorak”.

Penelitian Ta'ala et al juga bertentangan dengan aturan HBL. Para penulis

mempelajari 85 tengkorak korban Khmer Rouge yang dimakamkan di kuburan massal di l

Phnom Penh, Kamboja, antara tahun 1975 dan 1979. Penilaian awal terhadap sepuluh

tengkorak dengan BFT di daerah oksipital dikelompokkan menjadi fraktur berbentuk

lingkaran atau fraktur basilar. Namun, pemeriksaan kedua mendapatkan hasil berbeda.

Penelitian ini mengungkapkan bahwa cedera tulang tengkorak lebih banyak disebabkan

oleh eksekusi dengan beberapa senjata tumpul yang diterima pada belakang kepala / leher

oleh tentara Khmer Rouge, seperti yang dijelaskan dalam sumber-sumber sejarah dan

saksi mata. Hal ini juga bertentangan dengan hukum Kratter yang disebutkan

sebelumnya. Namun demikian, ada satu tindakan tambahan yang tidak dapat disingkirkan

yang terjadi selama eksekusi seperti korban ditendang dan/atau dipukul di bagian kepala

mereka ke tanah atau benda keras lainnya; dengan demikian, interpretasi harus dilakukan

dengan hati-hati. Harus diakui bahwa informasi kontekstual selalu penting dalam

penafsiran cedera dan aturan umum tidak selalu berlaku.

Casali et al secara khusus mempelajari keadaan jatuh bunuh diri pada 307 kasus di

Milan, Italia. Menurut temuan mereka, 40% dari korban menunjukkan fraktur tulang

tengkorak dan 30% menunjukkan fraktur wajah, dengan yang terakhir lebih sering terjadi

pada jatuh dari ketinggian lebih dari 12 m. Penelitian sebelumnya melaporkan frekuensi

Page 14: Ngan Tuk

variabel cedera kepala mulai dari 25% sampai 91%. Dalam beberapa penelitian, jatuh ke

tanah berhubungan dengan insiden yang tinggi dari fraktur tulang tengkorak, sedangkan

jatuh bunuh diri ke dalam air lebih berhubungan dengan peningkatan insiden cedera

abdomen. Data radiografis menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan secara

statistik pada frekuensi cedera tulang tengkorak antara seseorang yang jatuh dan

meloncat, sedangkan fraktur wajah secara signifikan lebih tinggi pada korban bunuh diri

(P <0,001). Hal ini bertentangan dengan penelitian sebelumnya yang melaporkan tidak

ada perbedaan yang signifikan dalam kejadian cedera.

Lefevre et al menyelidiki perbedaan cedera yang disebabkan oleh jatuh dari

ketinggian kurang dari 2,5 m (jatuh akibat kecelakaan dan jatuh karena kematian

mendadak) dan pembunuhan dan melaporkan tidak ada nilai diagnostik HBL dalam

penelitian mereka. Insiden fraktur tulang tengkorak pada pembunuhan dan jatuh akibat

kecelakaan hampir sama (70% dan 71%), sedangkan kelompok kematian mendadak

menunjukkan insiden cedera tulang tengkorak yang lebih rendah (18%). Fraktur depresi

tulang tengkorak pada kasus pembunuhan mencapai 37%, sedangkan tidak terdapat

fraktur depresi pada kelompok kematian karena jatuh akibat kecelakaan atau jatuh karena

kematian mendadak. Penulis menyarankan bahwa adanya minimal satu luka tumpul, satu

luka memar dalam dan bukti cedera intrakranial menunjukkan adanya indikasi

pembunuhan (daerah di bawah kurva = 0,9391). Terlepas dari kenyataan bahwa cedera

intrakranial yang ditemukan menjadi faktor diskriminatif untuk membedakan antara

pembunuhan dengan jatuh, tidak ada data perbedaan signifikan yang ditemukan antara

kedua kelompok berdasarkan tipe cedera (subdural atau ekstradural hematoma, memar

otak, perdarahan subarachnoid, dan cedera difus akson).

Page 15: Ngan Tuk

Ditemukannya beberapa cedera pada tulang tengkorak lebih sering dikaitkan

dengan peristiwa kekerasan daripada cedera tunggal. Perkiraan jumlah cedera dan urutan

waktu terjadinya mengikuti kriteria standar yang dikenal sebagai hukum Puppe. Jalur

fraktur dari pukulan kedua tidak akan menyeberang jalur fraktur sebelumnya.

Biomekanik dan Trauma Benda Tumpul

Dari sudut pandang biomekanik, patah tulang tengkorak adalah hasil dari kekuatan

berbeda yang mempengaruhi keadaan gerak tubuh (kepala) serta mengganggu jaringan

(tulang). Tulang adalah bahan anisotropik penahan beban yang menegakkan seluruh

tubuh sehingga membuat stabilisasi otot di lokasi yang berbeda. Tulang terdiri dari serat

kolagen yang memberikan elastisitas, fleksibilitas, dan kekuatan dalam menahan tekanan

serta komponen anorganik seperti kristal hidroksiapatit, yang membuat kekakuan,

kekerasan, kekuatan, dan kemampuan untuk rapuh dalam tekanan yang besar.44,45 Mineral

kalsium dan fosfat, bersama-sama dengan kolagen, merupakan unsur organik dari tulang

yang bertanggung jawab untuk sekitar 60% -70% menyusun jaringan tulang. Air

merupakan penyusun jaringan tulang sekitar 25% -30%.46 Anisotropik merupakan

properti tulang untuk bereaksi secara berbeda terhadap beban yang berbeda, tergantung

pada lokasi dan arah pembebanan. Tabel 3 memberikan tabel ringkasan dari dasar

terminologi biomekanik tulang berdasarkan beberapa manuskrip yang telah

diterbitkan.1,8,9,17-21,44-46

Tabel 3. Kumpulan terminologi biomekanikal tulang dan dekskripsi

Terminologi Deskripsi

Pembebanan Pemberian gaya kepada suatu objek

Anisotropik Keadaan tulang akan berubah sesuai dengan arah dari beban

Page 16: Ngan Tuk

yang diberikan

Viskoelastik Respon yang diberikan oleh tulang dimana respon tersebut

tergantung kepada kecepatan dan durasi/lama dari beban yang

diberikan

Strenght Kemampuan untuk menerima beban, tolak ukur didasari oleh

titik ketika terjadi kegagalan fungsi

Hardness dan

Elastisitas

Rasio tegangan-regangan pada daerah elastis pada deformitas

dimana karena kondisi tulang yang anisotropik maka akan

menyebabkan kelengkungan kurva tegangan- regangan

Stress Gaya yang diberika per unit luas area

Strain Deformitas/ kelainan bentuk relatif sebagai respon terhadap

suatu beban

Tension Gaya diberikan tidak langsung pada benda/ jauh namun

diteruskan.

Kompresi Gaya diberikan langsung menuju tulang sehingga menyebabkan

pemendekan panjang dari benda yang diberikan gaya (beban

axial)

Shear : Dua buah gaya diberikan sesuai dengan permukaan benda namun

dari arah yang berbeda, menyebabkankan terjadinya pemisahan

dua sisi sejajar.

Elastic deformitas Tulang bisa mendapatkan kembali bentuk awalnya setelah suatu

gaya dilepaskan

Plastic deformitas Tulang secara permanen mengalami kelainan bentuk dan tidak

bisa mendapatkan kembali bentuk awalnya

Load deformation

curve

Kurva yang menggambarkan hubungan antara pemberian beban

(gaya dari luar) dengan kuantitas deformitas/kelainan bentuk

(respon internal ) dari suatu benda.

Low-speed injuries Trauma tumpul

High-speed injuries Trauma keras dan tiba-tiba;ledakan,tembakan

Page 17: Ngan Tuk

Tulang adalah bahan yang sangat adaptif: sensitif apabila tidak digunakan,

imobilisasi atau kegiatan yang kuat, dan beban tinggi. Jaringan tulang mengadopsi sifat

yang berbeda sesuai dengan tuntutan mekanik yang didapatkannya. Wolff

memperkenalkan hukum Wolff yang berbunyi "Setiap perubahan dalam bentuk dan

fungsi dari tulang atau hanya fungsinya diikuti oleh perubahan definitif tertentu dalam

arsitektur internal, dan perubahan sekunder sesuai eksternal, sesuai dengan hukum

matematika".46

Perilaku tulang di bawah kondisi beban yang berbeda - seperti

dengan bahan lain - terbagi oleh kekuatan dan kekerasan yang didapatkan tulang tersebut.

Pada dasarnya, kekuatan dan kekerasan ini menentukan reaksi internal yang tulang untuk

setiap kekuatan yang diterapkan.47 Karena sifat elastis, tulang akan menyerap energi

sampai batas tertentu (batas elastis). Setelah batas ini tercapai, serat eksternal dari

jaringan tulang akan mulai menunjukkan istirahat dan pemutusan material dalam tulang

(titik deformasi) .47,48 Proses ini merupakan tahap deformasi plastik pada kurva deformasi

beban ( Gambar 3).

Respon tulang untuk memuat (strain) tergantung pada kecepatan (speed) dan

besarnya gaya yang diterapkan. Beban lambat namun tidak terbatas, termasuk pada

kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dari ketinggian, kecelakaan pesawat, dan serangan.

Setelah tulang memuat lambat dapat terjadi a) kembali ke bentuk aslinya setelah gaya

dihilangkan (deformasi elastis), b) rusak secara permanen (deformasi plastik), atau c)

patah.9

Page 18: Ngan Tuk

Gambar 3. Kurva umum deformitas

Catatan:Tanda silang hijau menggambarkan poin lapangan dan poin transisi dari fase

elastik hingga ke fase plastik. Dimana silang berwarna merah menggambarkan poin

terjadinya fraktur/kegagalan. Diadaptasi dari Symes et,al. Gambaran trauma pada tulang,

investigasi medikolegal: Dikrmaat DC,editor. Pendampingan untuk Frensik Antropologi.

Chichester: John Wiley&sons,Ltd,2012:340-389,Symes SA,L’Abbe EN, Chapman

EN,Wolff I, Dirkmaat DC, Copyright 2012 Blackwell Publishing Ltd.

Sebuah beban yang cepat dikaitkan dengan cedera balistik, seperti luka karena

senjata api, amunisi, atau bahan peledak. Setelah pemuatan cepat, tulang lebih kaku dan

memiliki toleransi yang lebih besar sebelum terjadinya patah tulang (fraktur).49 Alasan

untuk hal ini adalah bahwa pemuatan yang lambat menempatkan tulang di bawah tekanan

untuk jangka waktu yang lama sehingga melelahkan tulang secara fisik, dan

mengalirkannya ke fase elastis dan plastik sebelum mengalami patah tulang. Kecepatan

tinggi juga menyebabkan tulang menahan sampai titik tertentu dan kemudian

menghancurkan, dengan sedikit atau tanpa terjadinya deformasi plastik.9,20,21,50,51 Perlu

dicatat bahwa tulang berdasarkan sifat materialnya merupakan penyerap yang miskin

untuk gelombang kejut dan pemberian beban yang cepat, dan bisa pecah lebih mudah

daripada jaringan lain di sekitarnya. Hasil akhir setelah penerapan kekuatan pada tulang,

Page 19: Ngan Tuk

bagaimanapun, adalah kombinasi dari banyak faktor intrinsik (misalnya, morfologi

tulang, ketebalan tulang, tebal jaringan lunak, kepadatan kortikal, posisi tubuh, dll) dan

ekstrinsik (misalnya, kecepatan dan lamanya dampak, bentuk objek, berat badan, dll).8,9,17-

21

Secara umum, tipe tertentu dari beban akan menghasilkan pola fraktur yang khas.

Menurut Stewart,52 luka dengan kecepatan rendah yang melibatkan area yang luas

biasanya menghasilkan fraktur linear, sedangkan hasil trauma dengan kecepatan tinggi

menghasilkan fraktur yang kecil dan biasanya merupakan fraktur depresi. Trauma benda

tumpul (tidak termasuk trauma balistik) dianggap sebagai cedera dengan kecepatan

rendah. Ketika gaya yang diterapkan di atas permukaan yang luas, memungkinkan energi

kinetik untuk segera diserap dan dengan demikian menghasilkan luka yang lebih kecil,

sementara kekuatan di area lebih sempit atau lokal lebih bersifat merusak. Daerah

melengkung pada tengkorak, meskipun kuat karena bentuknya, membatasi luas

permukaan kontak dan karena itu biasanya menghasilkan luka yang parah, meskipun hal

itu selalu tergantung pada energi kinetik yang dihasilkan. Bentuk dan ukuran dari objek

yang digunakan untuk memberikan beban sangat terkait dengan pola fraktur yang akan

dihasilkan.

Ketika kepala dipukul atau diserang dengan sebuah objek yang memiliki luas

permukaan datar yang luas maka tengkorak pada titik yang lebih mendatar sesuai dengan

bentuk permukaan terhadap bagian yang terkena.1,17,18 Gambar 4A menunjukkan bahwa

orang yang jatuh dari ketinggian dengan kepala yang mendarat terlebih dulu. Gambar 4B

menggambarkan fraktur depresi setelah terjatuh dari lantai pertama bangunan (sekitar 7

m), dengan sisi kanan kepala yang mendarat terlebih dahulu antara tanah dan pintu

Page 20: Ngan Tuk

langkah depan. Gambar 4C adalah hasil dari terjatuh di tanah setelah mengenai hambatan

terlebih dulu. Gambar 4D adalah hasil dari jatuh dengan posisi belakang dari 1,70 m

sampai 2 m, dan mendarat dengan punggungnya. Orang tersebut tergantung di pintu besi

yang akhirnya jatuh di atas tubuh bagian atas dan kepala.

Gambar 4 Contoh trauma benda tumpul kranial.

Catatan : ( A ) Jatuh dari ketinggian mendarat di tempurung kepala . Copyright © 2001

dari Forensic Pathology. 2nd ed. by Di Maio VJM, Di Maio D.18 Diproduksi ulang

dengan izin dari Taylor dan Francis Group, LLC, a division of Informa plc. ( B ) Jatuh

dari lantai pertama ( dengan ketinggian sekitar 7 m ) mendarat di pinggir kepala. ( C )

Jatuh setelah mengenai obstracle . ( D ) Jatuh dan fraktur kompresi antara benda logam

dan tanah . ( B - D ) Sumber : Departemen Ilmu Forensik , University of Crete .

Page 21: Ngan Tuk

Berryman dan Symes9 menggambarkan fraktur depresi khas setelah dipukul dengan

sejenis tongkat kasti dalam empat tahap: a) benturan dengan kecepatan yang rendah pada

tengkorak menyebabkan pembentukan fraktur pada titik benturan tersebut karena kubah

kranial terputar ke dalam dengan bagian perifer yang terputar keluar; ke dalam

perpindahan fragmen tulang karena deformasi plastik; fragmen kecil yang tersisa di

tempat, menunjukkan bahwa benturan berlangsung sementara jaringan lunak ada; b)

patah tulang radial di daerah outbending yang dimulai pada satu atau lebih poin jauh dari

situs benturan, kemajuan baik menuju titik dampak dan dalam arah yang berlawanan

(jauh dari itu); c) fraktur radial berhenti ketika telah dekat sutura; dan d) pembentukan

patah tulang konsentris, tegak lurus dengan patah tulang radial. Ini juga telah

didokumentasikan bahwa penampang morfologi patah tulang radial berbeda dari patah

tulang konsentris.9,53 Teori ini pada inisiasi patah tulang di pinggiran dan kemudian

menyebarkan ke situs benturan, telah diusulkan oleh banyak patologis forensik1,17 dan

telah didukung oleh data eksperimen awal,53 serta dengan penelitian lebih baru pada

hewan percobaan54, namun penelitian terbaru dari Kroman et al,55 memberi hasil yang

bertentangan.50,51 Para penulis menggunakan kepala mayat manusia dewasa dan

menemukan patah tulang dimulai di lokasi benturan (pusat parietal) dan jauh dari area

ini.55 Hasil ini belum dilaporkan oleh kelompok riset lainnya.

Gambar 5 menggambarkan fraktur tengkorak setelah mendapatkan tendangan dari kuda

yang cocok dengan deskripsi fraktur depresi.9 Kesan melingkar sesuai dengan bentuk

tapal kuda.

Page 22: Ngan Tuk

Gambar 5 Fraktur cranial setelah tendangan dari kuda .

Catatan : Kesan melingkar sesuai dengan bentuk tapal kuda . Sumber : P Mylonakis ,

Patolog forensik , Kantor Pemeriksa Medis dari Thessaloniki , Yunani .

Berdasarkan arah pukulan, fragmen yang paling dalam adalah yang berlawanan

dengan arah objek. Moritz17 mencatat bahwa garis-garis fraktur biasanya terdapat di sisi

tulang yang berlawanan dengan permukaan benturan. Selain itu, patah tulang konsentris

karena trauma benda tumpul secara internal miring, sebagai lawan patah konsentris

karena luka tembak.20,53

Moritz17 membedakan pola fraktur tengkorak antara pukulan di kepala yang bebas

bergerak dan pada kepala yang bersandar pada permukaan padat (misalnya, orang

berbaring di tanah). Menurut penulis, pukulan ke kepala yang bebas bergerak hasil yang

paling mungkin terjadi adalah fraktur linear atau fraktur depresi yang tidak lengkap,

sementara pukulan berat ke kepala yang bersandar terhadap permukaan padat (dengan

resistensi) lebih mungkin menyebabkan patah tulang kominuta dengan fragmen ke dalam

tulang. Hal ini konsisten dengan beberapa kasus jatuh pada permukaan yang padat.

Page 23: Ngan Tuk

(Gambar 4A dan B). Jika pukulan itu mendarat di sudut kepala, patah tulang linear lebih

sering terjadi tergantung pada permukaan benda untuk pemukulan. Serangkaian pukulan

eksperimental dengan berbagai jenis benda tumpul, pada bola tulang buatan

(SYNBONE)56 (diisi dengan gelatin babi57 untuk mensimulasikan tengkorak manusia)

menghasilkan pola yang menarik. Sebuah pukulan ke kepala (sphere) terhadap

permukaan padat menyebabkan fraktur linear yang tidak tergantung sudut (vertikal atau

diagonal) dan jenis senjata (tongkat bisbol, rolling pin, dan jendela tiang pembuka)58

Sebaliknya, pukulan vertikal dengan tongkat baseball pada kepala yang bergerak bebas

mengakibatkan fraktur depresi khas seperti yang terlihat pada Gambar 6. Tentu hal ini

perlu observasi awal dan konfirmasi dengan serangkaian eksperimen yang lebih besar.

Beberapa penulis10 menunjukkan bahwa fraktur linear tunggal menunjukkan

kekuatan penyebabnya lebih sedikit dibandingkan pada fraktur yang berbentuk lebih

rumit, sedangkan penulis lainnya18 menunjukkan bahwa gaya dengan jumlah yang sama

diperlukan untuk membuat fraktur linear dan patah tulang kompresi dengan beberapa

garis fraktur. Saukko dan Knight24 menyatakan gaya yang sepadan dibutuhkan untuk

menyebabkan patah tulang tengkorak dan mencatat bahwa rata-rata kepala orang dewasa

memiliki berat 4,5 kg. Fraktur sederhana dapat terjadi dengan objek tetap (gaya yang

dibutuhkan = 73 N), sedangkan penurunan sederhana dari 1 m dengan dampak frontal

(510 N) juga dapat mengakibatkan patah tulang linear atau mosaik. Fraktur juga ada saat

benturan 1.314 N tercatat. Temuan awal dari percobaan yang sama pada bidang

SYNBONE mengungkapkan tidak ada patah tulang dalam kasus di mana benturan

berkisar 381-608 N, sementara benturan lebih dari 622 N mengakibatkan patah tulang

dari berbagai bentuk dan extent.58 Satu hal yang harus diingat bahwa tengkorak yang

Page 24: Ngan Tuk

berbeda akan memiliki toleransi yang berbeda untuk trauma kepala tergantung pada

ketebalan tengkorak, usia individu yang mempengaruhi sifat material tulang, dan semua

faktor ekstrinsik yang melibatkan benturan. Data eksperimen yang berguna untuk

memahami tentang kemungkinan bahwa benturan tidak dapat memberikan “diagnosis”

langsung, karena tidak ada simulasi identik dengan peristiwa nyata.

Gambar 6 Fraktur depresi pada bola SYNBONE yang diisi dengan gelatin babi yang

memperlihatkan gambaran sebuah kepala yang bebas bergerak setelah dipukul tepat

dengan tongkat baseball. Foto pemberian Yi - Hua Tang.

Praktek terbaik saat ini

Cedera tulang sangat sering ditemukan selama otopsi diberbagai kasus (kecelakaan

tabrakan, kecelakaan jatuh atau bunuh diri, dan pembunuhan). Spitz et AL1 melaporkan

bahwa trauma tumpul adalah jenis cedera yang paling umum ditemukan di otopsi dan

Page 25: Ngan Tuk

bahwa kepala adalah lokasi yang paling umum untuk trauma tumpul, terutama pada kasus

pembunuhan. Dengan demikian penting untuk melakukan analisis menyeluruh dan hati-

hati terhadap luka pada kedua kulit dan jaringan lunak (jika ada), serta pada jaringan

keras. Serangkaian teknik yang berbeda dapat dipilih oleh ahli patologi forensik ketika

berhadapan dengan trauma kepala. Diantaranya termasuk pemeriksaan radiografi tubuh,

pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik dari kulit dan jaringan lunak termasuk otak,

serta diseksi dan pemeriksaan tengkorak. Jika memungkinkan, analisis pencitraan medis

dengan penggunaan CT scan akan memungkinkan pemeriksaan virtual permukaan

endocranial tengkorak tanpa diseksi anatomi. Dengan tidak adanya jaringan lunak, maka

analisis akan menjadi jauh lebih menantang. Analis mungkin perlu menghilangkan sisa-

sisa jaringan lunak (jaringan kadang-kadang kering tidak mudah untuk dimanipulasi) atau

membesrihkan fragmen tulang untuk dapat mengamati permukaan ectocranial, tepi

fragmen dan sudut garis fraktur. Dalam beberapa kasus, fragmen tengkorak ini perlu

disatukan dengan bantuan lem non-permanen atau tape, kemudian difoto dan dibuatkan

sketsanya, dengan tujuan untuk menangkap garis fraktur dari sudut pandangan yang

berbeda, dan akhirnya, deskripsi komprehensif dari karakteristik morfologi cedera harus

dicatat.21 Pengukuran panjang fraktur dan penggunaan deskripsi anatomi universal sangat

direkomendasikan.2,21

Analisis mikroskopis dapat berguna dalam beberapa cara karena memungkinkan

pengamatan karakteristik patah tulang , rambut, dan sisa-sisa bahan lain seperti logam

atau kayu. Pembesaran rendah (Kekuatan × 3-40 ) dengan stereoscope direkomendasikan

oleh Symes et AL21 terutama pada pukulan yang bersifat multipel (dampak sisi cedera

yang berbeda, jumlah minimum / urutan pukulan ) atau alat yang digunakan. Ketika

Page 26: Ngan Tuk

kesan alat hadir , tidak harus dilakukan penyesuaian senjata yang mungkin digunakan

karena hal ini bisa mengubah karakteristik pada tulang . Sebaliknya , perbandingan

cetakan positif dari yang diduga alat dan alat tanda telah diusulkan sebagai pilihan

terbaik.2,21 Selain itu, seorang ahli hanya memberikan komentar apakah senjata / benda

akan konsisten sesuai dengan gambaran pola spesifik tertentu dari luka korban, bukan

untuk memberikan informasi tentang senjata apa yang digunakan.

Penggunaan teknologi pencitraan medis juga meningkat dalam metode penyelidikan

kasus manusia dengan beberapa publikasi baru.59 Kesimpulannya, analisis trauma

kewalahan dengan banyaknya metodologi baru yang tampaknya meningkatkan

kemungkinan analisis menyeluruh dan interpretasi.

Christensen dan Crowder60 membahas tentang tumbuh kekhawatiran mengenai metode

yang diterapkan oleh antropolog forensik dan keraguan metode ini menimbulkan

keraguan di ruang sidang, khususnya mengenai tingkat kesalahan. Analisis trauma secara

tradisional berbasis pengalaman dan beberapa penulis di masa lalu telah menyatakan

bahwa tidak ada ruang untuk data kuantitatif.61 Kebutuhan untuk suara dan teknik yang

handal dalam analisis trauma yang sesuai dengan kriteria Daubert,62 telah

memperlihatkan adanya pergeseran metode tradisional cedera tulang yang terutama

didorong oleh pengalaman analis. Saat ini, metode baru mengandalkan set data yang

lebih besar dan analisis statistik dan buku kumpulan kasus trauma yang sering terjadi.63

SWGANTH telah menghasilkan draft dokumen praktek terbaik untuk analisis trauma

berkaitan dengan kriteria diterimanya di ruang sidang AS.2 Sebuah kompilasi dari

rekomendasi ini juga didukung oleh ulasan terbaru dari komunitas ilmiah forensik. 5,8,21

Page 27: Ngan Tuk

Era baru bagi antropologi forensik menentukan pengembangan metode yang handal,

berulang, dan ilmiah dapat diterima dengan tingkat kesalahan yang dikenal untuk

mematuhi kriteria diterimanya data di sistem peradilan. Penelitian tentang analisis trauma

tulang harus fokus pada pengembangan baru dan metodologi yang akurat yang dapat

memenuhi tuntutan tersebut. Sebagai Passal-acqua dan Fenton3 telah mencatat dengan

benar, bahwa kita perlu "pergeseran paradigma dalam cara kita mendekati analisis trauma

tulang" yang akan melibatkan pendekatan multidisiplin dalam pengujian hipotesis dan

validasi sistematis metodologi yang dikembangkan

Ucapan Terima Kasih

Penulis ingin mengucapkan terima kasih Profesor Manolis Michalodimitrakis dan Dr

Despoina Nathena, Forensik Patolog, Departemen Ilmu Forensik, University of Crete; Dr

Panagiotis Mylonakis, Patolog forensik, Kantor Pemeriksa Medis dari Thessaloniki untuk

memungkinkan akses ke materi fotografi dan laporan forensik untuk ilustrasi kasus

Truma tumpul pada kepala; Profesor Apostolos Karantanas dan Mrs Aristea Haroniti,

Departemen Radiologi, Universitas Kreta untuk memungkinkan akses ke data yang

anonim CT scan pasien yang menderita Truma tumpul pada kepala; Yi-Hua Tang,

Antoine Ruchonnet, Anna Evatt, Julieta G Garcia-Donas, dan Caroline Lill atas

kontribusi mereka terhadap percobaan pada bidang SYNBONE; Meghan Dyer untuk

menyediakan protokol pada proses eksperimental dan Mara Karell dan Helen Langstaff

untuk melakukan review linguistik. Terima kasih khusus kepada tiga pengulas anonim

dan Profesor Henrik Druid, Pemimpin Redaksi Penelitian dan Laporan di Forensik Ilmu

Page 28: Ngan Tuk

Kedokteran, untuk komentar mereka yang berharga dan saran dalam versi sebelumnya

dari naskah ini.

Penyingkapan

Penulis melaporkan tidak ada konflik kepentingan dalam pekerjaan ini.