nikah dengan niat talak dan relevansinya...
TRANSCRIPT
i
NIKAH DENGAN NIAT TALAK DAN
RELEVANSINYA DENGAN KHI PASAL 3
(Studi Kasus Di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus
Kabupaten Semarang)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar S1
Dalam Ilmu Syari’ah
Oleh
Alfiyatul Jamilah
21210004
JURUSAN SYARI’AH
PROGRAM STUDI AL AHWAL AS SYAKHSHIYYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2015
ii
iii
iv
v
MOTTO
)
“Sesungguhnya semua amal itu disertai niat dan sesungguhnya bagi setiap orang adalah apa yang dia niatkan”.
(HR. Bukhari Muslim).
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
Kedua orang tuaku bapak Karmo dan Ibu Rasmini yang telah mencurahkan
seluruh kasih sayangnya kepadaku, merawatku hingga aku dewasa,
memberikan dukungan dan do’anya tanpa henti padaku. Terimakasih atas
kesabaran dan kasih sayang yang kalian berikan untukku selama ini.
Keempat saudaraku Abdul Fatah, Genduk rofi’atin, Moh. Asrori dan adikku
Atika Nur Diana Fitri terimakasih untuk do’a yang selalu kalian berikan
untukku.
Januri Sudjak S.Pd, Indhah Setiawati S.Psi dan Eni Daryani S.Pd terimakasih
atas motivasi yang selalu diberikan kepadaku, yang banyak mengajarkanku
tentang kehidupan.
Kepada kakakku Syaiful Aziz terimakasih atas dukungan baik berupa materi
maupun non materi, do’anya, semangat dan motivasinya yang selama ini
diberikan padaku.
Sahabat karipku Siti Nilna Faizah, Lynda Fitri Ariyanti dan farikhatul ulya
yang selalu ada untukku, memberikan semangat dan kecerian dalam hidupku.
Bunda-bunda PAUD Wafdaa Kids Center yang sudah banyak mengajarkanku
tentang banyak hal, memberiku sebuah keluarga baru yang penuh kebahagian.
vii
KATA PENGANTAR
Ya Allah, dzat yang maha segalanya. Alhamdulillahi robbil’alamin, segala
puji dan Syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan Taufiq serta Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Pernikahan Dengan Niat Talak dan Relevansinya Dengan
KHI pasal 3 (Studi Kasus di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang)”
Sholawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi utusanMu Muhammad
Rasul KekasihMu sang pembawa risalah Uswatun Khasanah beserta keluarga dan
para sahabatnya. Mudah-mudahan kita diakui sebagai umatnya dan mendapat
syafaat di yaumul qiyamah kelak.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat dan tugas untuk
memperoleh gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy) di Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga. Skripsi ini berjudul “Pernikahan Dengan Niat Talak dan Relevansinya
Dengan KHI pasal 3 (Studi Kasus di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus
Kabupaten Semarang)”
Penulis skripsi ini pun tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan dari
berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya
kepada:
1. Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. Rektor IAIN Salatiga.
viii
2. Syukron Ma’mun, M.Si. Ketua Progdi Al Ahwal Asy Syakhshiyyah IAIN
Salatiga.
3. Dra. Siti Zumrotun, M.Ag. Dosen Pembimbing yang telah memberikan
bantuan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
4. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu
pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi
ini.
5. Karyawan-karyawati IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta
bantuan.
6. Bapak Karmo dan Ibu Rasmini tercinta yang telah mengasuh, mendidik,
membimbing penulis, baik moral maupun spiritual.
7. Bapak Sutimin Kepala Desa Wonoyoso beserta stafnya yang telah
memberikan ijin penelitian di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus.
8. Bapak dan Ibu yang ada di Desa wonoyoso yang telah bersedia menjadi
responden dalam penelitian ini.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini.
Skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dan semoga hasil penelitian ini dapat berguna
bagi penulis khususnya serta para pembaca pada umumnya.
Salatiga, 23 Februari 2015
ALFIYATUL JAMILAH
ix
ABSTRAK
Jamilah, Alfiyatul. 2015. Pernikahan Dengan Niat Talak Dan Relevansinya
Dengan KHI Pasal 3 (Studi Kasus Di Desa Wonoyoso Kecamatan
Pringapus Kabupaten Semarang). Jurusan Syari’ah. Program Studi Al
Ahwal Asy Syakhshiyyah. Salatiga. Instutut Agama Islam Negeri
Salatiga. Dosen Pembimbing Dra. Siti Zumratun, M.Ag
Kata kunci: pernikahan dengan niat talak, tujuan pernikahan KHI pasal 3
Penikahan menurut syari’at islam merupakan ketentuan yang mengikat
setiap muslim. Setiap muslim perlu menyadari bahwa di dalam perkawinan itu
terkandung nilai-nilai ubudiyah. Karena itu, pernikahan diistilahkan oleh Al
qur’an dengan mitsaaqan ghalidza yaitu suatu ikatan atau janji yang sangat kuat.
Menghindari perzinaan menjadi salah satu alasan untuk menyegerakan
menikah, sehingga timbul istilah “nikah dengan niat talak” yaitu, seorang pria
menikahi wanita dan di dalam hatinya (niat) akan menceraikan wanita tersebut
setelah selesai masa studi atau domisili atau kebutuhannya telah terpenuhi
(selesai). Maksudnya adalah untuk menghindari zina, maka lebih baik nikah
dengan niat talak. Hal ini ketika dikaitakan dengan masa sekarang, maka harus
direlevansikan dengan produk hukum, yakni Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Apakah nantinya nikah dengan niat talak tersebut sesuai atau tidak dengan
ketentuan hukum yang terkandung dalam kompilasi hukum islam (KHI).
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin mengetahui lebih dalam
Bagaimana akad nikah yang dilakukan oleh pasangan yang melakukan nikah
dengan niat talak? Faktor apa yang menyebabkan terjadinya nikah dengan niat
talak? Bagaimana pendapat para ulama’ tentang adanya nikah dengan niat talak
yang terjadi di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang
ditinjau dari perspektif hukum islam dan KHI?
Metode yang dilakukan adalah metode kualitatif. Peneliti menggunakan
penelitian lapangan (field research), yakni penelitian yang dilakukan ditengah-
tengah masyarakat. Dalam hal ini data yang ingin diperoleh adalah adanya niat
talak dalam sebuah pernikahan studi kasus di Desa Rejosari Kec. Pringapus
kabupaten semarang. Penelitian dilakukan mulai bulan juni 2014 sampai dengan
Desember 2014. Responden berjumlah dua pasang pelaku pernikahan dengan niat
talak. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan interview (wawancara)
kemudian data ditranskip menjadi data yang lengkap.
Hasil yang diperoleh dari penelitian adalah bahwa sebagian ulama’
memang memperbolehkan pernikahan dengan niat talak karena mereka melihat
pernikahan tersebut hanya dari lahirnya saja jadi pernikahan tersebut tetap sah.
Tetapi menurut peneliti pernikahan dengan niat talak adalah batil karena lebih
banyak madharat yang diperoleh dari pada manfaat yang terkandung di dalamnya.
Karena niat awal pernikahan tersebut sudah jelek. Selain itu, dalam pernikahan
x
tersebut ada unsur penipuan yang akan menimbulkan kerugian pada salah satu
pihak. Jika direlevansikan dengan tujuan pernikahan yang terkandung dalam pasal
3 KHI maka pernikahan dengan niat talak sangat tidak relevan. Selain itu, jika
dilihat dari tujuan pernikah dan prinsip pernikahan yang terdapat dalam syari’at
Islam baik dalam Al qur’an maupun hadits pernikahan dengan niat talak juga
sangat bertentangan.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ......................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ........................................................... iv
MOTTO ................................................................................................................. v
PERSEMBAHAN ................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii
ABSTRAK ............................................................................................................ ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................................................ 6
D. Telaah Pustaka ................................................................................................... 6
E. Kerangka Teoritik ................................................................................................ 7
F. Metode Penelitian ............................................................................................. 10
1. Jenis Penelitian .................................................................................................. 10
2. Sifat Penelitian .................................................................................................. 11
3. Metode Pengumpulan Data ............................................................................... 11
4. Sumber Data ...................................................................................................... 11
5. Metode Analisi Data ......................................................................................... 12
G. Sistematika Penulisan ....................................................................................... 12
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
A. Pernikahan/Perkawinan .................................................................................... 14
1. Pengertian Pernikahan ...................................................................................... 14
2. Hukum Pernikahan ............................................................................................ 19
3. Rukun dan Syarat Pernikahan ........................................................................... 20
4. Tujuan Pernikahan ............................................................................................ 24
5. Prinsip Pernikahan ............................................................................................ 27
6. Macam-Macam Nikah yang diharamkan………………. .. ……………………33
B. Talak ................................................................................................................. 36
1. Pengertian Talak dan Hukumnya ....................................................................... 36
2. Macam-Macam Talak ........................................................................................ 39
xii
C. Pernikahan Dengan Niat Talak ......................................................................... 43
1. Arti Pernikahan Dengan Niat Talak ................................................................... 43
2. Pendapat Ulama’ Tentang Pernikahan Dengan Niat Talak ............................... 45
BAB III : PAPARAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kab Semarang ...... 55
1. Letak Geografis ................................................................................................. 55
2. Struktur Organisasi Desa Wonoyoso ................................................................ 56
3. Jumlah Penduduk Desa Wonoyoso ................................................................... 57
B. Pernikahan Dengan Niat Talak di Desa Wonoyoso .......................................... 61
1. Pasangan Anto dan Riya ................................................................................... 61
2. Pasangan Ida Dan Riyan ................................................................................... 64
BAB IV : ANALISIS
A. Tinjauan Hukum Islam Tentang Pernikahan Dengan Niat Talak di Desa
Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang .................................. 68
B. Faktor Terjadinya Pernikahan Dengan Niat talak Di Desa Wonoyoso
Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang .................................................... 79
C. Pendapat Ulama’ Tentang Pernikahan dengan Niat Talak yang terjadi di Desa
Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang dan Tinjauan dari
perspektif Islam dan KHI ................................................................................. 83
D. Pendapat Peneliti Tentang Pernikahan dengan Niat Talak .............................. 89
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 97
1. Akad Nikah Pernikahan dengan Niat Talak ...................................................... 97
2. Faktor Terjadinya Pernikahan dengan Niat Talak ............................................ 98
3. Pendapat Ulama’ Tentang Pernikahan dengan Niat Talak ............................... 98
B. Saran .................................................................................................................. 99
C. Penutup ............................................................................................................. 99
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL DAN BAGAN
TABEL 3.1 Jumlah Penduduk menurut Usia
TABEL 3.2 Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian
TABEL 3.3 Jumlah Penduduk menurut Keagamaan
TABEL 3.4 Jumlah Penduduk menurut Pendidikan
BAGAN STRUKTUR ORGANISASI DESA KLEPU KECAMATAN PRINGAPUS
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Biodata Penyusun
2. Nota Dosen Pembimbing Skripsi
3. Lembar Konsultasi
4. Surat Ijin Penelitian
5. Surat Persetujuan Ijin Penelitian
6. Surat Pernyataan Telah Meneliti
7. Pedoman Wawancara
8. Dokumentasi Observasi
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pernikahan merupakan akad yang menghalalkan pergaulan dan
membatasi hak dan kewajiban serta tolong menolong antara seorang laki-laki
dan seorang perempuan yang bukan mahram (Rasjid,2010:374). Allah
menciptakan manusia seorang diri kemudian menciptakan pasangannya.
Dengan pasangan ini, Allah Swt mengembangbiakkan laki-laki dan
perempuan itu, semakin lama makin berkembang banyak, agar mereka mau
mengabdi pada-Nya (Q.S An Nisa‟:1)
Penikahan menurut syari‟at islam merupakan ketentuan yang mengikat
setiap muslim. Setiap muslim perlu menyadari bahwa di dalam perkawinan itu
terkandung nilai-nilai ubudiyah. Karena itu, pernikahan diistilahkan oleh Al
qur‟an dengan mitsaaqan ghalidza yaitu suatu ikatan atau janji yang sangat
kuat (Anshary,2010:11).
Pentingnya suatu pernikahan itu, maka agama islam sangat mencela
bagi setiap orang yang dengan sengaja menjauhi pernikahan. Perbuatan
membujang bagi laki-laki maupun perempuan itu sangat menyimpang dengan
fitrah kejadian manusia itu sendiri. Menurut istilah lain, membujang itu akan
menghilangkan kehormatan diri pribadi menurut persepsi islam dan menurut
persepsi masyarakat. Bagi orang yang belum mampu melangsungkan
pernikahan karena suatu hal yang benar-benar menjadikannya tidak mampu,
2
maka islam menganjurkannya untuk memelihara kehormatan dirinya dengan
jalan menahan syahwatnya dari perbuatan yang hina dan tercela
(Huda,1994:12).
Pernikahan merupakan perjanjian suci yang berlaku beberapa asas
diantaranya adalah kesukarelaan, persetujuan kedua belah pihak, kebebasan
memilih, kemitraan suami-istri dan untuk selama-lamanya dan asas
monogami. Dari asas tersebut telah disebutkan bahwa salah satu asas
pernikahan adalah untuk selama-lamanya, artinya pernikahan dilaksanakan
untuk melangsungkan keturunan dan membina kasih sayang selama hidup
(Huda,2010:126).
Nikah mut‟ah yakni pernikahan dengan tujuan bersenang-senang saja
dilarang oleh Rasulullah. Tetapi bagaimana jika kemudian muncul dalam
kehidupan masyarakat nikah dengan niat talak. Apakah pernikahan semacam
ini juga dihukumi nikah mut‟ah. Selain itu, bukankah telah tercantum dalam
KHI bahwa perkawinan itu untuk mewujudkan rumah tangga yang bahagia
sebagaimana disebutkan dalam pasal 3 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang
berbunyi:
“Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga
yang sakinah, mawaddah dan rahmah”(Tim Redaksi Nuansa Aulia,2009:2).
Perkawinan haruslah sesuai dengan ketentuan Allah SWT yaitu
haruslah sah lahir dan batin. Keabsahan suatu pernikahan merupakan suatu
yang prinsipil, karena berkaitan erat dengan akibat-akibat pernikahan, baik
menyangkut anak maupun yang berkaitan dengan harta (Anshary, 2010:12).
3
Akan tetapi nikah dengan niat talak hanya memenuhi syarat sahnya suatu
perkawinan yang berupa lahirnya saja, sedangkan tujuan dari suatu
pernikahan itu tidak terlaksana karena di dalam batinnya ada niat untuk
menceraikan istrinya.
Perkawinan semacam ini memang sah dan akadnya pun mutlak tetapi
bertentangan dengan syari‟at islam dan tujuan suatu pernikahan yang telah
ditetapkan dalam pasal 3 KHI. Dalam pasal tersebut jelas telah memuat tujuan
pernikahan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan penuh kasih
sayang. Tetapi dengan adanya nikah dengan niat talak berarti telah menciderai
makna dari suatu pernikahan itu sendiri. Sebagaimana disebutkan dalam pasal
2 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berbunyi:
“Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan yaitu akad
yang sangat kuat atau mīṡāqān ghalīẓān untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah”. (Tim Redaksi Nuansa Aulia,2009:2).
Makna perkawinan tersebut menunjukkan bahwa begitu pentingnya
arti perkawinan dalam Islam, yaitu diibaratkan dengan perjanjian para nabi
dan wali. Begitu mulianya suatu ikatan perkawinan tetapi jika terbesit adanya
niat untuk menceraikannya setelah masanya tiba maka akan ternoda makna
dari suatu perkawinan.
Paparan tersebut yang membuat pernikahan yang terjadi di Desa
Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kabupaten semarang menjadi menarik
untuk diteliti. Pernikahan yang terjadi dengan akad yang mutlak tersebut
terjadi bukan atas keinginan pihak mempelai suami dan istri. Pada hal dalam
4
Undang-undang No.1 tahun 1974 pasal 6 ayat 1 disebutkan bahwa pernikahan
didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
Observasi pendahuluan yang dilakukan di Desa Wonoyoso ada
beberapa kasus pernikahan yang terjadi dengan niat talak. Niat tersebut
terbukti dengan perilaku suami yang menceraikan istrinya setelah pernikahan
tersebut terjadi beberapa bulan. Pernikahan pertama bermula dari pihak istri
yang telah lebih dahulu hamil. Agar tidak menimbulkan kemaluan untuk
keluarga, maka pihak keluarga meminta pertanggung jawaban dari laki-laki
yang menghamilinya. Tetapi karena laki-laki yang menghamilinya sudah
berkeluarga maka laki-laki tersebut mencarikan laki-laki lain yang mau
menikahi wanita tersebut dengan imbalan satu buah motor. Pernikahan
tersebut diselenggarakan di KUA setempat, dengan dihadiri orang tua dari
pihak istri, dua orang saksi dari pihak istri yaitu perangkat desa setempat dan
dua orang saksi dari pihak suami karena bapak pihak suami telah meninggal
dan ibunya tidak tahu sekarang dimana. Tetapi setelah anak tersebut lahir
pihak istri dikembalikan kepada pihak keluarga.
Pernikahan kedua itu dilangsungkan karena usia dari pihak perempuan
sudah mulai menginjak usia 30 tahun. Tetapi pernikahan tersebut hanya
berlangsung selama 2 bulan saja. Pernikahan tersebut terjadi karena pihak
suami hanya ingin bersenang-senang saja dengan si istri kemudian akan
diceraikan setelah dia merasa kebutuhannya terpenuhi. Selain itu, sang suami
hanya ingin mendapatkan uang yang sebanyak-banyaknya dari si istri dari
hasil kerja si istri untuk membayar hutang dan untuk foya-foya bersama
5
teman-temannya. Selama pernikahan berlangsung tidak pernah ada
keharmonisan yang terjadi, persoalan tersebut disebabkan karena pihak istri
tidak pernah ada rasa suka dengan pihak suami. Selain itu, pihak suami tidak
pernah memberi nafkah malah sebaliknya selalu meminta uang dari istrinya.
Berdasarkan paparan tersebut, tidak ditemukan tujuan pernikahan yaitu
membentuk keluarga yang sakinah, mawadah wa rahmah seperti yang
tersebut dalam KHI. Peneliti bermaksud akan melakukan penelitian yang
berjudul “Nikah Dengan Niat Talak Relevansinya dengan KHI Pasal 3
Studi Kasus di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang”.
B. Rumusan Masalah
Setelah uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana akad nikah yang dilakukan oleh pasangan yang melakukan
nikah dengan niat talak yang terjadi di Desa Wonoyoso Kecamatan
Pringapus Kabupaten Semarang?
2. Faktor apa yang menyebabkan terjadinya nikah dengan niat talak yang
terjadi di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang?
3. Bagaimana pendapat para ulama‟ tentang adanya nikah dengan niat talak
yang terjadi di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang ditinjau dari perspektif hukum islam dan KHI?
6
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penyusun merumuskan
tujuan penulisan sebagai berikut:
1. Untuk akad nikah yang dilakukan oleh pasangan yang melakukan nikah
dengan niat talak yang terjadi di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus
Kabupaten Semarang.
2. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya nikah dengan
niat talak yang terjadi di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus
Kabupaten Semarang
3. Untuk mengetahui pendapat para ulama‟ tentang adanya nikah dengan
niat talak yang terjadi di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus
Kabupaten Semarang ditinjau dari perspektif hukum islam dan KHI.
D. Telaah Pustaka
Skripsi yang berjudul Praktek Nikah Paska Talak Ba‟in (Studi Kasus
di Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu
Tengah). Yang ditulis oleh Reka Anita, 21107009 lebih fokus kepada nikah
paska talak Ba‟in atau yang sering disebut nikah muhalil. Skripsi ini sangat
berbeda dengan pembahasan peneliti yang mengangkat judul nikah dengan
niat talak. Karena nikah dengan niat talak berbeda dengan nikah muhalil.
Nikah dengan niat talak adalah pernikahan yang dilakukan dengan akad
mutlak hanya saja terbesit dihati pihak laki-laki untuk menceraikan istrinya
bila waktunya tiba, sedangkan nikah muhalil adalah nikah yang dilakukan
7
paska talak ba‟in. jadi sangat berbeda sekali nikah muhalil dengan nikah
dengan niat talak.
Sekripsi yang berjudul TELAAH HADITS NIKAH MUT‟AH (Takhrij
Terhadap Hadits Kebolehan Nikah Mut‟ah). yang ditulis oleh Muhammad
Arif Slamet Raharjo, 211 05 008. Skipsi ini fokus terhadap nikah mut‟ah dan
kebolehan untuk nikah mut‟ah. Nikah mut‟ah adalah suatu bentuk pernikahan
yang dilakukan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan dalam
jangka waktu tertentu (ila ajalin musamma‟). Sedangkan pembahasan peneliti
tentang nikah dengan niat talak. Meskipun peneliti menyinggung tentang
pembahasan nikah mut‟ah tetapi tidak ada kesamaan antara nikah mut‟ah
dengan nikah dengan niat talak.
E. Kerangka Teoritik
Pernikahan adalah akad yang menghalalkan hubungan kelamin antara
seorang perempuan dan laki-laki. Zakiyah Darajat dkk. Mengemukakan lima
tujuan dalam pernikahan:
1. Mendapatkan dan melangsungkan keterunan
2. Memenuhi hajat manusia menyalurkan syahwat dan menumpahkan kasih
sayangnya
3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan
kerusakan;
4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak
serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta
kekayaan yang halal; serta
8
5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tentram
atas dasar cinta dan rasa kasih sayang.
Kesimpulannya bahwa tujuan pernikahan dalam islam adalah untuk
memenuhi naluri hidup manusia, agar terjalin hubungan antara laki-laki dan
perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagian keluarga sesuai dengan
ajaran Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana diterangkan dalam firman Allah
surat Ar Rum 21:
21. dan di antara tanda-tanda Yang membuktikan
kekuasaannya dan rahmatNya, Bahawa ia menciptakan untuk kamu
(Wahai kaum lelaki), isteri-isteri dari jenis kamu sendiri, supaya kamu
bersenang hati dan hidup mesra dengannya, dan dijadikannya di
antara kamu (suami isteri) perasaan kasih sayang dan belas kasihan.
Sesungguhnya Yang demikian itu mengandung keterangan-keterangan
(yang menimbulkan kesadaran) bagi orang-orang Yang berfikir.(Q.S
Ar Ruum:21)
Tujuan pernikahan juga dijelaskan dalam KHI pasal 3 yang berbunyi:
“Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga
yang sakinah, mawaddah dan rahmah”(Tim Redaksi Nuansa Aulia,2009:2).
Islam juga mengatur tata cara agar pernikahan tersebut menjadi sah
dan sesuai dengan hukum Islam, pernikahan yang sah merupakan pernikahan
yang sudah memenuhi syarat dan rukunnya. Rukun nikah meliputi:
1. Mempelai laki-laki
2. Mempelai perempuan
3. Wali
9
4. Dua orang saksi
5. Shigat ijab qobul. (Tihami, dkk,2010:8)
Perkawinan yang didasarkan pada kelima unsur diatas sudah dianggap
sah menurut hukum Islam, yaitu pernikahan itu tidak memerlukan niat dalam
hati. Tetapi kemudian muncul persoalan tentang nikah dengan niat talak.
Tentang persoalan tersebut para ulama‟ berbeda pendapat. Seperti pendapat
yang dikemukakan oleh imam nawawi dalam kitabnya Sharah Shahih Muslim
(9/181) berpendapat:
ها أبدا ، وبو قال الخلف ول يصير المسألة ب عد ذلك مجمعا علي ني ، قال القاضي : وأجمعوا على أنا من نكح القاضي أبو بكر الباقلا
ة ن واىا فنكاحو صحيح نكاحا مطلقا ونياتو ألا يمكث معها إلا مدارط ال عة ما وقع بالشا عة ، وإناما نكاح المت مذكور حلل ، وليس نكاح مت
، ولكن قال مالك : ليس ىذا من أخلق النااس ، وشذا الوزاعي ف قال عة ، ول خير فيو . واللاو أعلم : ىو نكاح مت
Syaikh Rasyid Ridha mengatakan dalam komentarnya pada tafsir Al
manar, bahwa ulama‟ salaf dan khalaf yang sangat keras melarang, sekalipun
para ahli fiqh berpendapat bahwa akad nikah semacam ini hukumnya sah,
sekalipun dalam hati berniat nikah sementara tetapi ketika mengucapkan ijab
qobul tidak dinyatakannya. Namun dengan menyembunyikan niatan hatinya
seperti ini adalah merupakan perbuatan menipu dan mengelabuhi pihak
perempuan yang sepatutnya dianggap lebih batal dari pada suatu akad nikah
10
yang dengan terang terangan disebutkan niat sementaranya yang secara
bersama-sama disetujui oleh pihak laki-laki, perempuan dan walinya. Karena
hal itu tidak menimbulkan suatu kerugian, kecuali timbulnya sikap
mengabaikan terhadap suatu hubungan yang sangat mulia yang merupakan
hubungan kemanusian yang paling besar dan mengakibatkan permainan
syahwat bagi yang suka kawin cerai, serta mengakibatkan timbulnya berbagai
kemungkinan negatif. (Sabiq, 1980:70)
F. Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiyah untuk
mendapatkan suatu data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Data yang
diperoleh melalui penelitian itu adalah data yang empiris yang mempunyai
kreteria tertentu yaitu valid. Valid berarti menunjukakan derajat ketepatan
antara dua data yang sesungguhnya terjadi pada suatu objek dengan data yang
diperoleh dan dikumpulkan oleh peneliti.(Sugiyo, 2012:2)
Untuk mencapai apa yang diharapkan dengan tepat dan tearah dalam
penelitian,maka penyusun menggunkan metode penelitian sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini jenis yang digunakan adalah penelitian
lapangan (field research), yakni penelitian yang dilakukan ditengah-
tengah masyarakat. Dalam hal ini data yang ingin diperoleh adalah
adanya niat talak dalam sebuah pernikahan studi kasus di Desa Rejosari
Kec. Pringapus.
11
2. Sifat penelitian
Dalam penulisan ini penyusun menggunakanPenelitian ini bersifat
deskriktif-analitik yakni penelitian untuk menyelesaikan masalah dengan
cara mendeskripsikan masalah melalui pengumpulan, penyusunan, dan
menganalisa data, kemudian dijelaskan.
3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode:
a. Wawancara (interview),penyusun melakukan wawancara mendalam
(in-depth interview) menggunakan dialog, mengajukan pertanyaan
dan meminta penjelasan serta menggali keterangan yang lebih jelas
secara langsung yang berkaitan dengan masalah yang diteliti kepada
responden yaitu pasangan pernikahan dengan niat talak yang berada
di Desa Rejosari Kec. Pringapus.
b. Dokumentasi,(Arikunto,2010:201) metode ini digunakan untuk
memperoleh sumber berupa tulisan dengan mengutip dokumen-
dokumen yang ada dan dipandang relevan.
c. Observasi atau Pengamatan, Metode observasi adalah teknik
pengumpulan data dengan pengamatan langsung kepada objek
penelitian (Arikunto, 2010:164).
4. Sumber Data
Dalam penelitian ini dapat memperoleh informasi data dari
beberapa literature buku maupun jurnal sebagai bahan teoritik dan
12
memperoleh sumber informasi riil dari proses data observasi dan
wawancara yang peneliti lakukan secara langsung yang kemudian
dianalisis. Dengan kata lain sumber data yang diperoleh dalam penelitian
ini adalah:
a. Sumber Data Primer
Yaitu sumber data yang berkaitan langsung dengan objek riset.
Data primer dalam penelitian ini adalah perilaku subyek peneliti yang
diperoleh dari hasil wawancara dan hasil observasi.
b. Sumber Data Skunder
Sumber data skunder adalah sumber data yang mendukung dan
melengkapi sumber-sumber data primer. Data skunder dalam
penelitian ini adalah buku-buku jurnal dan penelitian orang lain yang
berkaitan dengan nikah dengan niat talak.
5. Metode Analisa Data
Analisis data disebut juga pengolahan data dan penafsiran data.
Analisis data adalah rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan,
sistematisasi, penafsiran dan verifikasi data agar sebuah fenomena
memiliki nilai sosial, akademis dan ilmiah.(Suprayogo, 2011:191)
G. Sistematika Penyusunan
Untuk memudahkan dalam pembahasan skripsi ini penyusun akan
menguraikan sistematikanya yaitu dengan membagi seluruh materi menjadi
lima bab dan masing-masing bab terdiri dari sub bab. Adapun kelima bab
yang dimaksud dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
13
Bab I : Pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, pokok
masalah, tujuan penulisan, Telaah Pustaka, Kerangka
Teoritik, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II : Bab ini merupakan landasan teori yang menguraikan
tentang kajian Teoritik (konsep nikah, pengertian umum
niat dan konsep talak dalam Islam)
Bab III : Bab ini merupakan inti dari penyusunan skripsi ini yang
memuat tentang gambaran umum nikah dengan niat talak
yang terjadi di desa Rejosari Kecamatan Pringapus
Kabupaten Semarang.
Bab IV : Analisis tentang nikah dengan niat talak dan pendapat
ulama‟ tentang nikah dengan niat talak.
Bab V : Penutup, pertama kesimpulan dilanjutkan saran-saran,
kemudian diakhiri dengan kata penutup.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pernikahan/Perkawinan
14
Pernikahan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan atau
kelompok. Dengan jalan pernikahan yang sah, pergaulan laki-laki dan
perempuan terjadi secara terhormat sesuai kedudukan manusia sebagai
mahluk yang berkehormatan. Karena itu, Islam mengatur masalah pernikahan
itu dengan amat teliti dan terperinci. Agar lebih disadari dan diyakini tentang
pentingnya pernikahan, maka akan dijelaskan lebih lanjut tentang pernikahan.
1. Pengertian Pernikahan
Pernikahan diistilahkan dengan “perkawinan” berasal dari kata
“kawin”, yang menurut bahasa berarti membentuk keluarga dengan lawan
jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh (Thihami,dkk 2010:
7). Menurut ahli fiqh nikah berasal dari kata al-jam‟u dan al dhamu yang
artinya kumpul. Makna nikah (Zawaj) bisa diartikan juga dengan aqdu al
tazwij yang artinya akad nikah. Hal ini sesuai dengan pengertian yang
terdapat dalam buku Fikih Munakahat, mengutip dari ungkapan Zakiyah
Drajat yang memberikan definisi perkawinan sebagai berikut:
ج عج ؼ أ ثىضض طب ديفع ثىنجؿ ث إدجفز عقذ ضض
“Akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan
kelamin dengan lafadz nikah atau tazwij atau yang semakna dengan
keduanya.” (Thihami, dkk 2010: 7)
Menurut pengertian Fuqoha perkawinan ialah akad yang
mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan kelamin dengan
lafadl nikah atau ziwaj atau yang semakna keduanya.
Sedangkan menurut pendapat ahli hukum Islam Mutaakhiriin
seperti yang dituliskan oleh Muhammad Abu Ishrah bahwa Nikah atau
15
Ziwaj ialah aqad yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan
hubungan keluarga (suami-istri) antara pria dan wanita dan mengadakan
tolong menolong dan memberi batasan hak bagi pemiliknya serta
pemenuhan kewajiban bagi masing-masingnya. (Departemen Agama,
1985:48-49)
Para Mujtahid sepakat bahwa nikah adalah suatu ikatan yang
dianjurkan syari‟at. Orang yang sudah berkeinginan untuk nikah dan
khawatir terjerumus pada perbuatan zina, sangat dianjurkan untuk
melaksanakan nikah. Yang demikian adalah lebih utama dari pada haji,
shalat, jihad dan puasa sunnah. (Muhammad, 2010: 338)
Makna-makna Nikah dalam Fiqh tersebut terkesan bahwa laki-laki
menjadi subjek dan perempuan menjadi objek. Karena hanya aspek
biologis yang disoroti. Akhirnya yang berkembang, laki-laki menjadi
orang yang berkuasa dan perempuan dikuasai.
Selain itu, dalam undang-undang no. 1 tahun 1974 bab 1 pasal 1
disebutkan sebagai berikut:
“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”( Tim
New Merah Putih, 2012: 6).
Makna nikah yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor I
Tahun 1974 tersebut sangat berbeda sekali dengan makna nikah menurut
hokum Islam. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 meliputi
nikah tidak hanya fisik (hubungan biologis) tapi juga psikhis, bahagia dan
kekal itu mengandung makna bahwa nikah untuk selamanya, terkandung
16
juga nilai-nilai spiritual (ketuhanan YME). selain itu, memiliki tujuan
bahagia,dan kekal maksudnya hanya terjadi sekali seumur hidup
Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 juga dijelaskan tentang
pengertian yaitu sebagai berikut:
“Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad
yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk menaati perintah Allah
dan melaksanakannya merupakan ibadah”.(Tim Redaksi Nuansa Aulia,
2012: 2).
Dari beberapa pengertian nikah tersebut dapat disimpulkan bahwa
pernikahan adalah suatu akad yang sangat dianjurkan, yang akan
menimbulkan kehalalan hubungan kelamin antara laki-laki dan
perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup keluarga, yang
diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan cara yang diridloi
Allah SWT dan akan menimbulkan akibat hukum.
Karena pentingnya suatu pernikahan itu maka Allah sangat
menganjurkan suatu pernikahan sebagaimana disebutkan dalam Al qur‟an
surat yasin:36
36. Maha suci Tuhan Yang telah menciptakan makhluk-makhluk
semuanya berpasangan; sama ada dari Yang ditumbuhkan oleh bumi,
atau dari diri mereka, ataupun dari apa Yang mereka tidak
mengetahuinya.
Perkawinan merupakan akad yang sangat kuat seperti yang
dijelaskan dalamasal 2 Kompilasi Hukum Islam. Pasal diatas menjelaskan
17
pentingnya suatu pernikahan. Karena itu, Allah melarang bagi manusia
untuk hidup membujang. Perintah untuk menikahkan perempuan yang
tidak bersuami dengan seorang laki-laki yang tidak beristri itu tertuju
kepada seluruh umat islam (Basyir, 2000: 29). Islam sangat menganjurkan
seseorang itu untuk menempuh hidup pernikahan sebagaimana disebutkan
dalam firman Allah SWT:
32. dan kahwinkanlah orang-orang bujang (lelaki dan
perempuan) dari kalangan kamu, dan orang-orang Yang soleh dari
hamba-hamba kamu, lelaki dan perempuan. jika mereka miskin, Allah
akan memberikan kekayaan kepada mereka dari limpah kurniaNya
kerana Allah Maha Luas (rahmatNya dan limpah kurniaNya), lagi
Maha mengetahui.( Q.S An Nuur:32)
Diriwayatkan dalam sebuah hadits:
إر ىق سعد د د ع عذذ الل ش ز قجه إ ل عيق ع
ج سأ فجسضخل في ج سش ى فجؽز قجه ى صعجه عغ ى أ عذذ الل
ف ؽل ج أدج عذذ ثىش أل ض ج ز فؾتش فقجه ى عغ ج عيق
ذ فقجه عذذ الل ش صع ج م فسل ل شؽع إى دؾجسز دنش ىعي
قه سي عي طي الل عش سسه الل قيش رثك ىقذ س ىت
18
ىيفشػ أفظ أغض ىيذظش ػ فئ ثىذجءر فيضض ن ثسضطجع
ف دجىظ فعي ن سضطع ى ؽجء ى ئ
2046. Dari Alqamah, dia berkata, "Sesungguhnya saya
berjalan bersama Abdullah bin Mas'ud di Mina, kemudian Ustman
bertemu dengan Abdullah bin Mas'ud. Utsman mengahampiri Ibnu
Mas'ud. Ketika Ibnu Mas'ud melihat bahwa dia tidak berkeinginan
untuk menikah, maka ia berkata kepada Al qamah, 'Kemarilah
wahai Al Qamah.' Kemudian aku mendatangi Ibnu Mas'ud,
Utsman berkata kepada Ibnu Mas'ud, 'Kami akan menikahkan
engkau wahai Ibnu Mas'ud dengan seorang gadis, semoga dengan
demikian engkau mengingat kembali masa lampaumu yang indah.'
Abdullah bin Mas'ud berkata, 'Kalau engkau berkata demikian,
saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa
yang telah mempunyai kemampuan, maka hendaklah ia menikah.
Karena menikah akan membuat seseorang mampu menahan
pandangannya, lebih dapat memelihara kemaluannya.
Barangsiapa yang belum mampu untuk menikah, maka hendakah
ia berpuasa, karena puasa mampu menahan dan membentengi
(gejolak syahwat). '""(shahih, Muttafaq Alaih)
Dalam hadits nabi mengajarkan bahwa pernikahan merupakan
jalan untuk menyalurkan naluri manusiawi., untuk memenuhi tuntutan
nafsu syahwatnya dengan tetap mempelihara keselamatan agama yang
bersangkutan. Apabila nafsu syahwat telah mendesak, padahal
kemampuan kawin belum cukup supaya menahan diri dengan jalan
berpuasa mendekatkan diri kepada Allah agar mempunyai daya tahan
mental dalam menghadapi kemungkinan-kemungkinan godaan setan yang
menarik-narik untuk berbuat serong (Basyir, 2000: 12).
2. Hukum Pernikahan
Perkawinan mengandung aspek akibat hukum, karena perkawinan
termasuk pelaksanaan agama, maka di dalamnya terkandung adanya
tujuan mengharapkan keridlaan Allah Swt. Dalam al-Quran dinyatakan
19
bahwa hidup berpasang-pasangan, berjodoh-jodoh adalah naluri segala
makhluk Allah termasuk manusia (Ghazali, 2010: 10), sebagaimana
firman-Nya dalam surat aż-Żariyat ayat: 49:
49. Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan
supaya kamu mengingat kebesaran Allah.
Perkawinan yang merupakan Sunnatullah pada dasarnya adalah
mubah tergantung pada tingkat kemaslahatnnya. Sedangkan maslahat
dibagi menjadi tiga yaitu maslahat wajib, sunnah dan maslahat mubah
.(Tihami, dkk,2010: 9). Namun, terdapat berbagai perbedaan pendapat di
kalangan para Ulama.
Segolongan fuqahāˊ, yakni jumhur berpendapat bahwa nikah itu
hukumnya sunnah. Golongan Ẓahiriyah berpendapat bahwa nikah itu
wajib. Para ulama Malikiyyah Mutaˊakhkhirīn berpendapat bahwa nikah
itu wajib untuk sebagian orang, sunnat untuk sebagian lainnya dan mubah
untuk segolongan yang lain (Ghazali, 2010: 16). Meskipun pada asalnya
perkawinan itu adalah mubah, namun dapat berubah menurut ahkām al
khamsah (hukum yang lima) menurut perubahan keadaan:
a. Nikah Wajib, yaitu bagi orang yang mampu dan akan menambah
takwa dan juga untuk menjaga jiwa dan menyelamatkan dari
perbuatan haram..
20
b. Nikah Haram, yakni bagi orang yang tahu dirinya tidak mampu hidup
berumah tangga melaksanakan kewajiban lahir dan batin.
c. Nikah Sunnah, yaitu bagi orang yang sudah mampu tetapi masih
sanggup mengendalikan dirinya dari perbuatan haram, maka lebih
baik menikah.
d. Nikah Mubah, yaitu bagi orang yang tidak berhalangan untuk
menikah dan dorongan untuk menikah tidak membahayakan dirinya.
e. Nikah Makruh, yaitu bagi yang mampu untuk menikah, tetapi juga
mampu menahan diri dari zina. Hanya tidak mempunyai keinginan
kuat untuk memenuhi kewajiban suami istri dengan baik. (Tihami
dkk, 2010:16)
3. Rukun dan Syarat pernikahan
Islam juga mengatur tata cara agar pernikahan tersebut menjadi
sah dan sesuai dengan hukum Islam, pernikahan yang sah merupakan
pernikahan yang sudah memenuhi syarat dan rukunnya. Rukun nikah
meliputi:
a. Mempelai laki-laki
b. Mempelai perempuan
c. Wali
d. Dua orang saksi
e. Shigat ijab qobul. (Tihami dkk, 2010:8)
21
Syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya
perkawinan. Jika syarat-syarat terpenuhi, perkawinannya sah dan
menimbulkan adanya segala kewajiban dan hak-hak pernikahan. Syarat
suatu pernikahan meliputi perempuan tersebut adalah perempuan yang
halal dinikahi, akad nikahnya dihadiri para saksi. (Sabiq, 2000: 87)
Syarat-syarat yang ditujukan untuk kedua mempelai yang akan
melangsungkan pernikahan meliputi:
1) Syarat untuk pengantin pria
a) Calon suami beragama islam. b) Terang bahwa calon suami itu
betul laki-laki. c) Orangnya diketahui dan tertentu. d) Calon
mempelai laki-laki itu jelas halal kawin dengan calon istri. e)
Calon mempelai laki-laki tahu/kenal pada calon istri serta tahu
bahwa calon istrinya halal baginya. f) Calon suami ridla (tidak
dipaksa) untuk melakukan pernikahan itu. g) Tidak sedang
melakukan ihram. h) Tidak sedang mempunyai istri yang haram
dimadu dengan calon istri. i) Tidak sedang mempunyai istri
empat.
2) Syarat calon pengantin perempuan
a) Beragama islam atau ahli kitab. b) Terang bahwa ia wanita bukan
khuntsa. c) Wanita itu tertentu orangnya. d) halal bagi calon
suami. e) wanita itu tidak dalam ikatan pernikahan dan tidak
dalam masa „iddah. f) Tidak dipaksa/ikhtiyar. g) Tidak dalam
keadaan ihram Haji atau Umrah.
22
Selain itu, dalam UU No.1 tahun 1974 dijelaskan tentang syarat-
syarat suatu pernikahan yang meliputi sebagai berikut:
1. Pernikahan didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
2. Untuk melangsungkan pernikahan, seseorang yang belum mencapai
umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin orang tua.
3. Dalam hal seseorang dari kedua orang tua meninggal dunia atau
dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin
yang dimaksud ayat (2) Pasal ini cukup diperoleh dari orang tua
yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan
kehendaknya.
4. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam hal
tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh
dari wali orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai
hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama
mereka masih hidup dan dalam keadaan menyatakan kehendaknya.
5. Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang
dimaksud dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang
atau lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka
Pengadilan dalam daerah tempat tinggal orang yang akan
melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat
memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang yang
tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) dalam pasal ini.
6. Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini
berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.
( Tim New Merah Putih, 2012: 7).
Pemberlakuaan hukum Tujuan utama pencatatan pernikahan
adalah demi mewujudkan ketertiban administrasi perkawinan dalam
masyarakat di samping untuk menjamin tegaknya hak dan kewajiban
suami istri. Hal ini merupakan politik hukum Negara yang bersifat
preventif untuk mengkoordinasi masyarakat demi terwujudnya ketertiban
dan keteraturan dalam sistem kehidupan. Termasuk dalam masalah
pernikahan yang diyakini tidak luput dari berbagai ketidak teraturan dan
pertikaian antara suami istri.
23
Persoalan pencatatan pernikahan dalam fiqh klasik dinilai sebagai
suatu yang tidak signifikan untuk dilakukan karena pola pikir dan
kehidupan yang masih tradisional. Padahal apabila ideal moral yang
terkandung dalam Al qur‟an sangat jelas memerintahkan perlunya sistem
administrasi yang rapi dalam urusan hutang piutang maupun transaksi
perjanjian, sehingga masalah yang berhubungan dengan perbuatan hukum
seseorang seperti pernikahan, kewarisan, perwakafan mempunyai akibat
hukum yang lebih kompleks.(Khusen,2013: 10)
Keabsahan suatu perkawinan merupakan suatu hal yang sangat
prinsipil, karena berkaitan erat dengan akibat-akibat perkawinan, baik
yang menyangkut dengan anak (keturunan) maupun yang berkaitan
dengan harta (Anshary, 2010: 12). Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Pernikahan telah memutuskan kreteria keabsahan suatu
pernikahan, yang diatur di dalam Pasal 2, sebagai berikut:
1) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-
masing agamanya dan kepercayaannya itu.
2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.( Tim New Merah Putih, 2012: 6).
Pasal tersebut mengatur secara tegas dua garis hukum yang harus
dipatuhi dalam suatu pernikahan. Pertama adalah tentang keabsahan suatu
pernikahan, adalah bahwa satu-satunya syarat sahnya suatu pernikahan itu
jika dilakukan menurut ketentuan agama dari mereka yang akan
melangsungkan pernikahan tersebut. Ketentuan agama adalah berkaitan
dengan syarat dan rukunnya suatu pernikahan bagi umat islam (Anshary,
24
2010: 12). Kedua adalah tentang pencatatan nikah pencatatan dilakukan
oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) sebagaimana dimaksud oleh Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 1975 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan
Rujuk. Pencatatan suatu pernikahan ditujukan bagi segenap warga
Indonesia. Perkawinan yang dilakukan dengan menggunakan tata cara
yang sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku akan mempunyai
akibat hukum, yakni akibat yang mempunyai hak mendapat pengakuan
dan perlindungan hukum (Anshary, 2010: 22).
4. Tujuan Pernikahan
Berdasarkan ayat tersebut di atas bisa dilihat bahwa perkawinan
juga merupakan ibadah sesuai yang telah tetera dalam KHI pasal 2:
“Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan yaitu akad
yang sangat kuat atau mīṡāqān ghalīẓān untuk mentaati perintah Allah
dan melaksanakannya merupakan ibadah” (Tim Redaksi Nuansa Aulia,
2009: 2).
Di jelaskan pula dalam Undang-undang Perkawinan No.1 tahun
1974, bahwa perkawinan adalah:
“Ikatan lahir batin antara seorang pria seorang wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yangg Maha Esa” (Tim
Redaksi Nuansa Aulia, 2009: 7).
Tujuan pernikahan menurut agama islam adalah untuk memenuhi
petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis,
sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban
anggota keluarga. Sejahtera berarti menciptakan ketenangan lahir batin
25
disebabkan terpenuhinya keperluan hidup lahir dan batinnya, sehingga
timbullah kebahagian. (Departemen Agama, 1985: 62)
Selain itu, dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 3 juga telah
dijelaskan tentang tujuan pernikahan yaitu sebagai berikut:
“Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah
tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah”(Tim Redaksi Nuansa
Aulia,2009:2).
Perkawinan juga bertujuan untuk menata keluarga sebagai subjek
untuk membiasakan pengalaman-pengalaman ajaran agama. Fungsi
keluarga adalah menjadi pelaksana pendidikan yang paling menentukan.
Sebab keluarga salah satu di antara lembaga pendidikan informal, orang
tua yang dikenal mula pertama oleh putera-puterinya dengan segala
perlakuan yang diterima dan dirasakannya, dapat menjadi dasar
pertumbuhan kepribadian.(Tihami dkk, 2010:16)
Zakiyah Darajat dkk. Mengemukakan lima tujuan dalam
pernikahan:
1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan;
2. Memenuhi hajat manusia menyalurkan syahwat dan menumpahkan
kasih sayangnya;
3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan
kerusakan;
26
4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak
serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta
kekayaan yang halal; serta
5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang
tentram atas dasar cinta dan rasa kasih sayang.
Kesimpulannya bahwa tujuan pernikahan dalam islam adalah
untuk memenuhi naluri hidup manusia, hubungan antara laki-laki dan
perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagian keluarga sesuai
dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana tersebut dalam firman
Allah:
21. dan di antara tanda-tanda Yang membuktikan
kekuasaannya dan rahmatNya, Bahawa ia menciptakan untuk
kamu (Wahai kaum lelaki), isteri-isteri dari jenis kamu sendiri,
supaya kamu bersenang hati dan hidup mesra dengannya, dan
dijadikannya di antara kamu (suami isteri) perasaan kasih sayang
dan belas kasihan. Sesungguhnya Yang demikian itu mengandung
keterangan-keterangan (yang menimbulkan kesadaran) bagi
orang-orang Yang berfikir.(Q.S Ar Ruum:21)
5. Prinsip-Prinsip Pernikahan
Ada beberapa prinsip pernikahan menurut agama islam, yang perlu
diperhatikan agar perkawinan itu bener-benar berarti untuk hidup manusia
dalam melaksanakan tugasnya mengabdi pada Tuhan. Adapun prinsip-
27
prinsip pernikahan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor I Tahun
1974 meliputi sebagai berikut:
a. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal. Prinsip tersebut bisa diruju‟ pada surah ar Rum:30-31
30. Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada
agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.31. dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan
bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah
kamu Termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah
b. Sahnya perkawinan sangat tergantung pada ketentuan hukum agama
dan kepercayaan masing-masing.
Dari ketentuan tersebut, dapat dilihat bahwa pernikahan
mempunyai kaitan erat dengan masing-masing agama yang dianut
oleh calon mempelai. Dengan demikian, suatu pernikahan baru
dianggap sebagai pernikahan yang sah apabila pernikahan tersebut
dilakukan menurut agama orang yang melangsungkan pernikahan.
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah:221:
28
221. dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita
musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita
budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun
Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-
orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik
dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka
mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan
ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-
Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka
mengambil pelajaran.
c. Asas monogamy
Monogami adalah menikah dengan satu istri. Dalam islam ada
kebolehan memiliki istri lebih dari satu orang, tetapi juga membatasi
tidak boleh lebih dari 4 orang dengan syarat harus berlaku adil.
Prinsip ini telah dijelaskan dalam Al qur‟an Surat An Nisa: 3
4. dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil
terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu
29
mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut
tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja,
atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah
lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
d. Calon suami dan istri harus telah dewasa jiwa dan raganya.
Prinsip tersebut bisa diruju‟ pada surah ar Rum:30-31
30. Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada
agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.31. dengan kembali
bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta
dirikanlah shalat dan janganlah kamu Termasuk orang-orang
yang mempersekutukan Allah,
e. Mempersulit terjadinya perceraian.
Prinsip ini sesuai dengan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh
Abu Dawud: perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah
talak.
هما -عن ابن عمر قال : قال رسول اللاو صلى الله عليو -رضي اللاو عن رواه أبو داود , وابن ماجو , الطالق ( وسلم ) أب غض الحلل عند اللاو
ح أبو حاتم إرسالو حو الحاكم , ورجا وصحا
30
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Perbuatan halal
yang paling dibenci Allah ialah cerai." Riwayat Abu Dawud
dan Ibnu Majah. Hadits shahih menurut Hakim. Abu Hatim
lebih menilainya hadits mursal.
f. Hak dan kedudukan suami adalah seimbang.
Prinsip ini dijelaskan dalam surat An Nisa‟:32
32. dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang
dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari
sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada
bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para
wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan,
dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
Dalam ajaran islam ada beberapa prinsip-prinsip perkawinan
yang meliputi:
(1) Prinsip keabsahan dalam memilih jodoh
Islam memberi pedoman memilih jodoh yang tepat.
Sebagaimana hadits nabi yang diriwayatkan oleh Bukhori-
Muslim yang berbunyi:
31
عن أبي ىري رة عن النابي صلاى اللاو عليو وسلام قال ت نكح ها ولدينها فاظفر النساء لربع لمالها ولحسبها ولجمال
ين تربت يداك بذات الد2047. Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW,
beliau bersabda, "Wanita dinikahi karena empat perkara;
karena hartanya, karena keturunannya, karena
kecantikannya, dan karena agamanya. Pilihlah karena
agamanya, maka engkau akan beruntung dan bahagia.
(shahih Muttafaq Alaih).
Bagi para wali yang ingin menjodohkan perempuan di
bawah perwaliannya maka, islam telah memberikan pedoman
untuk memilih jodoh yang tepat. sebagaimana hadits nabi yang
diriwayatkan oleh Titmidzi yang berbunyi:
ث نا عبد الحميد بن سليمان عن ابن عجلن ث نا ق ت يبة حدا حداعن ابن وثيمة الناصري عن أبي ىري رة قال قال رسول اللاو
وسلام إذا خطب إليكم من ت رضون دينو صلاى اللاو عليو نة في الرض وفساد عريض وخلقو ف زوجوه إلا ت فعلوا تكن فت
1084. Qutaibah menceritakan kepada kami, Abdul
Hamid bin Sulaiman memberitahukan kepada kami dari
Ibnu Ajlan, dari Ibnu Watsimah An-Nashri, dari Abu
Hurairah, ia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Apabila
ada orang yang agama dan budi pekertinya baik
meminang (anak-anak perempuan dan kerabat) kalian,
maka kawinkanlah dia. Jika kalian tidak
melaksanakannya, maka akan terjadi fitnah di muka bumi
dan kerusakan'." (H.R Tirmidzi)
Dari hadits tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
memilih jodoh yang tepat menurut ajaran agama islam adalah
32
pilihan atas dasar pertimbangan kekuatan jiwa, agama dan
akhlak. Hal tersebut sangatlah penting karena pernikahan bukan
semata-mata kehidupan duniawi, tetapi juga untuk membina
kehidupan yang sejahtera lahir dan batin serta menjaga
keselamatan agama dan nilai-nilai moral anak keturunan.
Meskipun demikian, islam juga mengatur faktor-faktor lain yang
sudah tentu sangat ideal.
(2) Prinsip mawadah wa rahmah
Tujuan pernikahan adalah untuk dapat keturunan dan
untuk ketenangan, ketentraman dan cinta serta kasih sayang.
Semua itu hanya dapat dicapai hanya dengan prinsip bahwa
pernikahan itu untuk selamanya. Bukan sekedar dalam jangka
waktu tertentu saja.
(3) Prinsip saling melengkapi dan melindungi
Dalam hukum islam tidak selamanya laki-laki dan
perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama. Ketika
seseorang itu memutuskan untuk melakukan suatu pernikahan
maka masing-masing harus merelakan hak kebebasan seperti
sebelum menikah. Masing-masing mempunyai kewajiban baru
seperti suami wajib melindungi istri dan anak-anaknya, wajib
memberi nafkah dan sebagainya, istri wajib melayani keperluan
suami seperti ketentuan yang ada.
(4) Prinsip Mu‟asyarah bil Ma‟ruf
33
Merawat cinta kasih dalam keluarga ibarat merawat
tanaman. Maka pernikahan dan cinta kasih harus juga dirawat
agar tumbuh subur dan indah, diantaranya dengan mu‟asyarah bil
ma‟ruf. Rasulullah saw bersabda bahwa: “ Sebaik-baik orang
diantara kamu adalah orang yang baik terhadap istrinya, dan aku
(Rasulullah) adalah orang yang paling baik terhadap istriku.”.
(H.R Thabrani dan Tirmidzi)
6. Macam-Macam Nikah yang diharamkan
Ada beberapa macam nikah yang diharamkan oleh Allah Swt.
yaitu:
a. Nikah Mut‟ah yaitu seorang pria yang menikahi wanita sampai
jangka waktu tertentu yang telah disepakati berdua dan nikah itu akan
berakhir dengan sendirinya apabila jangka waktu yang telah
ditentukan itu habis. Umpamanya, seseorang mengatakan.”Aku
nikahi engkau selama satu bulan atau satu tahun,” dan sejenisnya.
(Muhammad, 2010: 351) Dinamakan nikah Mut‟ah karena pihak
laki-laki hanya ingin bersenang-senang sementara waktu saja. (Sabiq,
2000: 63)
Pada awalnya nikah ini diperbolehkan oleh Rasulullah Saw.
bagi para sahabat yang sedang berperang tanpa membawa istri
mereka, kemudian mereka bertanya bahwa akan mengebiri kemaluan
mereka. Rasulullah Saw. mencegahnya dan memperbolehkan nikah
34
mut‟ah, namun pada saat perang Khaibar Rasulullah melarangnya
sebagaimana hadis di bawah ini:
حددثني حيىددن ددي هنددب ددي ابددي دد الل ددي ددث
و ي وانيسي ابي هيوث بي لي بي أبي طنبالل ي أبى
د أى ود الل دلن لي بدي أبدي طندبالل ضدي
و دي ألد لى وولن ن ي هتعة انسء ح م خى د
سىة ال ني م انيو
994. Telah menceritakan kepadaku Yahya dari Malik dari
Ibnu Syihab dari Abdullah dan Hasan keduanya adalah anak
Muhammad bin Ali bin Abu Thalib, dari Bapaknya dari Ali bin Abu
Thalib berkata, "Pada perang Khaibar Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam melarang nikah mut'ah makan daging keledai jinak”.(HR
malik)
Pernikahan mut‟ah itu tidak sah. Jadi, wajib dibatalkan kapan
saja terjadi, mahar tetap wajib dibayarkan jika orang tersebut telah
menggauli istrinya dan tidak wajib jika ia belum menggaulinya. (Abu
Bakr, 2000; 591) Diharamkannya nikah ini karena mengandung
hikmah yang agung, di antaranya nikah merupakan akad kepemilikan
pemanfaatan kehormatan untuk abadi selamanya, sehingga keabadian
merupakan proses mencapai tujuan pernikahan dalam Islam.
b. Nikah Syighār (Nikah Silang), yaitu seorang wali mengawinkan
putrinya dengan seorang laki-laki dengan syarat agar laki-laki tadi
mengawinkan putrinya tanpa bayar mahar.(Sabiq, 2000:84)
Berdasarkan hadis Rasulullah Saw.:
35
c. عن ابن عمر أنا رسول اللاو صلاى اللاو عليو وسلام ن هى عند في حديثو غار زاد مسدا غار قال ي نكح اب نة الش ق لت لنافع ما الش
الراجل وي نكحو اب نتو بغير صداق وي نكح أخت الراجل وي نكحو أختو بغير صداق
2074. Diriwayatkan oleh Ibnu Umar RA,
"Sesungguhnya Rasulullah SAW telah melarang nikah
syighar." Dalam riwayat lain terdapat kalimat tambahan yang
berbunyi, "Aku bertanya kepada Nafi' "Apa yang dimaksud
dengan Syighar?" Nafi menjawab, "Yaitu seorang laki-laki
menikah dengan seorang wanita, dan bapak dari wanita
tersebut menikah juga dengan anak wanita laki-laki yang
menjadi besannya tanpa mahar. Atau seorang menikah dengan
saudara perempuan seorang laki-laki, kemudian sang saudara
tersebut menikah dengan saudara peremapuan laki-laki yang
menikah dengan adiknya, tanpa mahar yang harus dibayar.
(shahih, Muttafaq Alaih)
Sebagian ulama berpendapat bahwa nikah syighar ini pada
dasarnya tidak diakui, karena itu hukumnya batal. Menurut Abu
hanifah nikah syighar itu sah, hanya bagi tiap-tiap anak perempuan
yang bersangkutan wajib menerima mahar yang sepadan. (sabiq,
2000: 86) Nikah syighār bisa dibagi dua macam, yaitu:
(1) Tidak adanya mahar bagi masing-masing istri
(2) Masing-masing wali mensyaratkan kepada yang lain agar
menikahkan kepadanya wanita yang di bawah perwaliannya.
(Sholeh, 2010:16)
c. Nikah Tahlil adalah seorang wanita yang ditalak tiga oleh suaminya
menikah lagi dengan orang lain, dengan maksud untuk menghalalkan
pernikahan dengan suami pertama, dengan memakai syarat apabila
36
terjadi persetubuhan dengannya maka jatuh talak. Sebagaimana sabda
Rasulullah Saw.:
د ع ي ع ي الل ط ه الل س س ع جه: ى د ق ع س قيو س ثى ي
قيو ى. )سث أفذ ثىسجة ثىضشز طقق ثى )
Dari Ibnu Mas‟ud, ia berkata: “Rasulullah SAW melaknat
Muhallil (yang menghalalkan) dan orang yang dihalalkannya”.
(HR. Ahmad, Nasa‟i dan Tirmidżi dan Tirmidżi
mengesahkannya)
Nikah Tahlil sebenarnya adalah tipu muslihat atas suatu yang
haram. Dalam nikah ini tidak ada cinta dan kasih sayang, tidak ada
keinginan memperbanyak anak maupun membangun keluarga
bahagia. Tujuan yang ada hanyalah agar wanita itu bisa kembali
kepada suami pertamanya.( Sholeh, 2004: 20)
B. Talak
1. Pengertian talak dan Hukumnya
Allah menentukan syari‟at pernikahan dengan tujuan untuk
mewujudkan ketenangan hidup, menimbulkan rasa kasih sayang antara
suami dan istri. Tetapi terkadang tujuan pernikahan tersebut terhalang
oleh keadaan yang tidak terbayangkan sebelumnya. ( Basyir, 2010: 70)
faktor-faktor psikilogis, biologis, ekonomis, perbedaan kecenderungan,
pandangan hidup dan sebagainya, sering muncul dalam kehidupan rumah
tangga bahkan dapat menimbulkan krisis rumah tangga serta mengancam
sendi-sendinya. (Departemen Agama, 1983: 220)
37
Talak diambil dari kata “iṭlaq” yang menurut bahasa artinya
“melepaskan atau meninggalkan”. Menurut istilah syara‟:
ؽز ث فو س جء ثىعلقز ثىض ثػ إ .دطز ثىض
”Melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.”
( Ghazali, 2010: 191-192)
Sedangkan Talak dalam KHI telah dijelaskan dalam pasal 117:
”Talak ialah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan agama
yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara
sebagaimana dimaksud dalam pasal 129, 130 dan 131”.(Tim Redaksi
Nuansa Aulia, 2009: 35).
Jadi talak ialah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga istri
tidak lagi halal bagi suaminya dan ini terjadi dalam hal bāˊin. Sedangkan
mengurangi ikatan pelepasan perkawinan ialah berkurangnya hak talak
bagi suaminya yang mengakibatkan berkurangnya jumlah talak, yakni
disebut talak raj‟i. (Ghazali, 2010: 192)
Perceraian adalah perkara yang dibenci Allah Swt. sehingga Allah
murka dan melaknat orang-orang yang bercerai. Tetapi anehnya dalam
hidup ini banyak dijumpai pasangan suami istri yang bahkan bercerai
berkali-kali. Maka, jika menggunakan pendekatan Islam tentu saja orang-
orang seperti ini sangat dibenci Allah Swt.(Muhammad, 2010:18)
Sebagaimana disebutkan dalam hadits:
38
هما -عن ابن عمر قال : قال رسول اللاو صلى الله عليو -رضي اللاو عن رواه أبو داود , وابن ماجو , لاو الطالق (وسلم ) أب غض الحلل عند ال
ح أبو حاتم إرسالو حو الحاكم , ورجا وصحا
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Perbuatan halal yang paling
dibenci Allah ialah cerai." Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah. Hadits
shahih menurut Hakim. Abu Hatim lebih menilainya hadits mursal.
Syara‟ menjadikan talak sebagai jalan yang sah untuk bercerainya
suami istri, namun syara‟ membenci terjadinya perbuatan ini dan tidak
merestui jatuhnya talak tanpa sebab atau alasan. Adapun sebab-sebab
jatuhnya talak itu menyebabkan hukum talak menjadi wajib, adakalanya
haram, mubah dan adakalanya juga sunnah. (Daradjat, 1995: 190)
Penjelasan adanya hukukm-hukum tersebut adalah sebagai berikut:
a. Talak menjadi wajib bagi suami atas permintaan istri karena tidak
mampu menunaikan hak-hak istri dan kewajiban sebagai suami.
b. Talak diharamkan jika dengan talak itu suami berlaku serong, baik
dengan bekas istrinya ataupun dengan wanita lain. Hal itu diharamkan
jika mengakibatkan suami terjatuh ke dalam perbuatan haram.
c. Talak hukumnya mubah, ketika ada keperluan untuk itu, yakni karena
jeleknya perilaku istri atau suami menderita madlarat lantaran tingkah
laku istri, dsb.
d. Talak disunnatkan jika istri rusak moralnya atau melanggar larangan-
larangan agama, tidak „afīfah (menjaga diri) dll (Daradjat, 1995: 190-
192)
39
e. Talak menjadi makruh ketika hubungan pergaulan suami istri sedang
rukun, damai dan tentram. (Muhammad, 2010: 366)
2. Macam-Macam Talak
Ditinjau dari waktu dijatuhkannya talak, maka talak dibagi
menjadi tiga macam, yaitu:
a. Talak Sunni, yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntutan
sunnah.
Dikatakan sunni jika memenuhi empat syarat:
(1) Istri sudah pernah digauli, jika belum pernah digauli tidak
termasuk talak sunni.
(2) Istri segera melakukan iddah suci setelah ditalak, yaitu dalam
keadaan suci dari haiḍ. Talak terhadap istri yang menopause atau
belum pernah haiḍ, atau sedang hamil, talak karena khulu‟, ketika
istri haiḍ, semuanya tidak termasuk talak sunni.
(3) Talak dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci, baik permulaan,
pertengahan maupun akhir suci.
(4) Suami tidak pernah menggauli istri selama masa suci di mana
talak itu dijatuhkan. Jika dijatuhkan dalam keadaan suci tetapi
pernah digauli tidak termasuk talak sunni. (Departemen Agama,
1985: 227-228)
b. Talak Bid‟i yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai dengan tuntunan
sunnah. Termasuk talak bid‟i ialah:
40
(1) Talak yang dijatuhkan kepada istri pada waktu haiḍ, baik di
permulaan maupun pertengahan.
(2) Talak yang dijatuhkan kepada istri dalam keadaan suci tetapi
pernah digauli suami dalam keadaan suci tersebut.
c. Talak Laa Sunni Wa Laa Bid‟i. Talak ini ialah talak yang tidak
termasuk talak kategori talak Sunni dan tidak pula talak bid‟i, yaitu:
(1) Talak yang dijatuhkan kepada istri yang belum pernah digauli.
(2) Talak yang dijatuhkan kepada istri yang belum pernah haidl.
(3) Talak yang dijatuhkan kepada istri yang sedang hamil. (daradjat,
1995: 174)
Ditinjau dari segi tegas dan tidaknya kata-kata yang dipergunakan
sebagai ucapan talak, maka talak dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Talak Ṣarih, yaitu talak menggunakan kata-kata jelas dan tegas. Imam
Syafi‟i mengatakan bahwa kata-kata yang digunakan talak Ṣarih ada
tiga, yaitu talak, firqah dan sarah. (Departemen Agama, 1985: 228)
b. Talak Kinayah, yaitu talak menggunakan kata-kata sindiran atau
samar-samar, seperti “Éngkau telah jauh dari diriku” dsb. Ucapan-
ucapan tersebut megndung kemungkinan cerai dan kemungkinan lain.
Artinya jika suami dengan kata-kata tersebut bermaksud menjatuhkan
talak maka jatuh talak. Sedangkan jika suami dengan kata-kata
tersebut tidak bermaksud talak tidak dinyatakan jatuh. (Daradjat,
1995: 175)
41
Ditinjau dari segi ada atau tidaknya kemungkinan bekas suami
merujuk kembali bekas istri, maka talak dibagi dua macam:
a. Talak Raj‟i, yaitu talak yang masih memungkinkan suami rujuk
dengan bekas istrinya tanpa akad nikah baru. Talak pertama dan
kedua yang dijatuhkan kepada istri yang pernah digauli dan bukan
karena permintaan istriyang disertai dengan uang tebusan (iwad),
selama masih dalam masa idah. (Basyir, 2010: 80)
Talak Raj‟i hanya terjadi pada talak pertama dan kedua saja,
berdasarkan firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 229:
229. Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh
rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan
cara yang baik. (Q.S Al Baqarah: 229)
Ayat ini memberi makna bahwa talak yang disyarī‟atkan Allah
ialah talak yang dijatuhkan satu demi satu tidak sekaligus dan suami
boleh memelihara kembali bekas istrinya setelah talak pertama
maupun kedua dengan cara yang baik. (Departemen Agama, 1985:
231)
b. Talak Bāˊin, yaitu talak yang tidak memberi hak merujuk bagi bekas
suami kepada bekas istrinya kecuali dengan akad baru lengkap
dengan syrat dan rukunnya.(Basyir, 2010: 80) Talak Bāˊin ada dua
macam, yaitu Talak Bāˊin Ṣughra dan Talak Bāˊin Kubra.
42
Talak Bāˊin Ṣughra ialah talak yang menghilangkan pemilikan
bekas suami terhadap istri tetapi tidak menghilangkan kehalalan
untuk kawin kembali kepada bekas istri, baik istri dalam masa iddah
maupun sesudah berakhir masa iddahnya. Sedangkan Talak Bāˊin
Kubra ialah talak yang menghilangkan pemilikan serta
menghilangkan kehalalan bekas suami untuk kawin kembali dengan
bekas istrinya, kecuali setelah bekas istri itu telah menikah lagi
dengan laki-laki lain dan juga telah digauli kemudian baru bercerai.
(Daradjat, 1995: 177) Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat
al-Baqarah ayat 230:
230. Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak
yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga
Dia kawin dengan suami yang lain. (Q.S Al baqarah: 230)
Ditinjau dari segi cara suami menyampaikan talak, ada beberapa
macam sebagai berikut:
a. Talak dengan ucapan, yaitu talak yang disampaikan oleh suami
dengan ucapan dan istri mendengar secara langsung ucapan suaminya
itu.
b. Talak dengan tulisan, yaitu diampaikan secara tertulis kepada istrinya
dan istrinya membaca serta memahaminya.
c. Talak dengan isyarat, yaitu dilakukan dalam bentuk isyarat oleh
suami yang tuna wicara (bisu). Sebagian Fuqaha mensyaratkan
43
sahnya talak dengan isyarat bagi orang bisu itu adalah buta huruf. Jika
mengenal dan dapat menulis, maka tidak cukup dengan isyarat
kecuali tidak dapat menulis.
d. Talak dengan Utusan, yaitu disampaikan melalui perantara orang lain
sebagai utusan kepada istrinya yang tidak berada di hadapan suami.
Dalam hal ini utusan sebagai wakil suami untuk menjatuhkan talak
suami dan melaksanakan talak itu. (Daradjat, 1995: 177-178)
C. Nikah dengan Niat Talak dan Pendapat Ulama’
1. Arti Nikah dengan Niat Talak
Nikah menurut islam adalah nikah yang sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh Allah SWT kepada kita, lengkap dengan rukun dan
syaratnya, tidak ada penghalang yang menghalangi keabsahannya, tiada
unsur penipuan dari kedua belah pihak baik suami maupun istri atau salah
satu dari keduanya, serta niat kedua mempelai sejalan dengan tuntunan
syari‟at islam. (Sholeh, 2004: 7)
Sementara nikah yang tidak disukai oleh Allah SWT adalah nikah
yang tidak sempurna salah satu dari rukun dan syaratnya, ada salah satu
penghalang, ada unsur penipuan, salah satu dari kedua mempelai atau
keduanya tidak menginginkan tujuan pernikahan dalam islam. Nikah
semacam ini tidak sesuai dengan syari‟at islam.
Nikah dengan niat talak ialah pria menikahi wanita dan di dalam
hatinya (niat) akan menceraikan wanita tersebut setelah selesai masa
study atau domisili atau kebutuhannya telah terpenuhi/ selesai. Imam
44
Malik berkata “Kadangkala seorang pria menikahi wanita dengan niat
tidak ingin memilikinya, ternyata kemudian ia ingin memilikinya sepenuh
hati karena cocok. Dan kadangkala seorang pria menikahi wanita dan
ingin memilikinya sepanjang masa, kemudian karena tidak cocok lalu ia
pun menceraikannya”. (Sholeh, 2004: 22-23)
Nikah dengan niat talak berbeda dengan nikah mut‟ah. perbedaan
diantara keduanya adalah nikah dengan niat talak melakukan akad nikah
sesuai dengan ketentuan yang disyari‟atkan oleh agama tanpa
mengucapkan penentuan batasan waktu saat melakukan akad, sedangkan
nikah mut‟ah menentukan batasan waktu pada saat akad berlangsung.
Karena itu nabi melarang nikah mut‟ah sebagaimana dijelaskan dalam
hadits:
ث نا سفيان عن الزىري عن عبد اللاو والحسن ث نا ابن أبي عمر حدا حداد بن علي عن أبيهما عن علي بن أبي طالب أنا النابيا اب ني محما
عة النساء وعن لحوم الحمر صلاى اللاو عليو وسلام ن هى عن مت الىلياة زمن خيب ر
1121. Ibnu Abu Umar menceritakan kepada kami, Sufyan
memberitahukan kepada kami dari Zuhri, dari Abdullah dan Hasan
-keduanya anak Muhammad bin Ali- dari ayahnya, dari Ali bin
Abu Thalib: Ketika perang Khaibar Rasulullah SAW melarang
menikahi perempuan-perempuan dalam waktu sementara (nikah
mut'ah) dan melarang (memakan) daging-daging Khimar
kampung. Shahih: Ibnu Majah (1961) dan Muttafaq 'alaih
2. Pendapat Ulama’ Tentang Nikah dengan Niat Talak
45
Para ahli fiqh sependapat, bila seseorang menikah dengan
perempuan tanpa menyebutkan batas waktu tertentu, tetapi di dalam
hatinya ada niat akan mentalaknya beberapa saat kemudian, atau beberapa
saat setelah urusan di negeri itu selesai, maka akad nikahnya sah. Tetapi
Imam Auza‟I berbeda dengan pendapat ini, beliau menganggap hal
tersebut sebagai nikah mut‟ah (Sabiq, 2000: 69). Sedangkan Imam nawawi
dalam kitabnya yang berjudul Syarah Shohih Muslim jus 9/181 juga
mengemukakan pendapatnya tentang pernikahan dengan niat talak adalah
sebagai berikut:
ها أبدا ، وبو الخلف ول يصير المسألة ب عد ذلك مجمعا علي ني ، قال القاضي : وأجمعوا على أنا قال القاضي أبو بكر الباقلا
ة ن واىا من نكح نكاحا مطلقا ونيا تو ألا يمكث معها إلا مداعة عة ، وإناما نكاح المت فنكاحو صحيح حلل ، وليس نكاح مت رط المذكور ، ولكن قال مالك : ليس ىذا من ما وقع بالشا
عة ، ول خير أخلق النااس ، وشذا الوزاعي ف قال : ىو نكاح مت . فيو . واللاو أعلم
” Berkata Al Qadhi:” Mereka sepakat bahwa seseorang yang
menikah dengan akad nikah mutlak (akad yang memenuhi rukun dan
syaratnya), tetapi di dalam hatinya ada niat untuk tidak bersama istrinya
kecuali dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan niatnya, maka nikah
tersebut sah, dan bukan termasuk nikah mut‟ah. dan sesungguhnya nikah
mut‟ah adalah nikah yang dilakukan dengan menggunakan syarat yang
46
disebutkan dan tetapi imam Maliki mengatakan bahwa nikah mut‟ah
bukanlah akhlak manusia Imam auza'iy menghukumi nikah mutah adalah
syadz, maka beliau berkata nikah mut‟ah tidak ada kebaikan di dalamnya
dan tuhan yang tahu.”
Selain itu, Berkata imam Al Zulqani dari madzhab maliki di dalam
syarh al muwatho‟: “ Dan mereka sepakat bahwasannya siapa yang
menikah secara mutlak, sedangkan ia berniat untuk tidak bersamanya
(istrinya) kecuali sebatas waktu yang diniatkan, maka hal itu diperbolehkan
dan bukan merupakan nikah mut‟ah.” ( http://www.ahmadzain.com, akses
23 Desember 2009 )
Alasan dari kedua pendapat tersebut adalah perkawinan tersebut
telah memenuhi syarat dan rukun nikah. Masalah hati semua diserahkan
kepada Allah SWT, selama ini tidak pernah ada yang menyebutkan niat itu
ada dalam syarat dan rukun nikah maupun dalam akad nikah.
Ibnu Taimiyyah juga menjelaskan tentang kebolehan nikah dengan
niat talak berdasarkan hadits:
صسثسر د قضجدر، ع ثز، ع ع ذز، أخذشج أد عج قض فذ
شر ش أد ف،ع ه الل طي الل عي سي: أ قجه، قجه سس
، زث و د صع أ د صني جى ج فس أ عش د ج فذ ض ص الل ل صؾج
ؽو ثىش : أ و ثىعي ذ أ و عي زث ع ثىع . ـ طق ظ فس فذ
إرث فذط د تج فض ضني ش ن .فس دج ثىطلق، ى
1183. Qutaibah menceritakan kepada kami, Abu Awanah
memberitahukan kepada kami dari Qatadah, dari Zurarah bin Abu
Aufa, dari Abu Hurairah, ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW
bersabda, "Sesungguhnya Allah Ta'ala memaafkan umatku dari
47
apa yang dikatakan di dalam hatinya, selagi belum diucapkan
atau dikerjakannya. "(H.R Tirmidzi) Shahih: Ibnu Majah (2040)
dan Muttafaq 'alaih. Abu Isa berkata, "Hadits ini hasan shahih."
Sebagian ulama berpendapat, jika seorang lelaki mengatakan cerai
di dalam hatinya, maka cerai itu tidak akan jatuh selagi tidak
diucapkan (secara iisan).
Ini adalah pendapat madzhab Jumhur ulama seperti Abu Hanifah,
Syafi‟i dan Ahmad. Dan salah satu dari dua pendapat Imam Malik. Tidak
mesti apabila syarat pembatasan waktu dalam nikah itu membatalkan
nikah, berarti secara otomatis niat mentalak istrinya setelah akad tidak
membatalakan nikah juga. Karena niat yang bisa membatalkan itu adalah
manakala niat itu bertentangan dengan maksud akad, sementara talak
yang terjadi setelah beberapa saat akad berlangsung adalah suatu hal yang
boleh, tidak bertentangan dengan maksud akad hingga talak itu
diucapkan.
Adapun nikah dengan niat talak, hak kepemilikannya tetap mutlak.
Barang kali niatnya berubah lalu dia ingin memiliki selama-lamanya. Itu
sah-sah saja, sama halnya dengan seseorang yang menikah dengan niat
hidup langgeng, kemudian dia menceraikan istrinya, itu juga boleh.
Meskipun diawalnya dia berniat apabila wanita itu menyenangkan, maka
pernikahannya akan dia pertahankan, namun apabila tidak menyenangkan
maka pernikahannya cukup sampai di sini. Hal itu pun boleh-boleh saja,
namun dengan syarat tidak disyaratkan saat akad berlangsung. Kalaupun
disyaratkan saat akad nikah berlangsung, dia akan hidup bersamanya
dengan baik atau dia ceraikan pula dengan baik, ini adalah akad yang
sesuai dengan syarī‟at Islam, dan itu syarat yang benar menurut jumhur
48
ulama. Seperti syarat yang diberikan oleh Nabi dalam akad jual-beli. Jual
beli tidak ada aib, tidak ada dengki dan tidak ada penyembunyian
(transparan), Inilah akad yang benar. Husein bin Ali adalah orang yang
sering menceraikan istrinya. Barangkali, mayoritas wanita yang
dinikahinya, sudah ada di dalam niatnya akan diceraikan setelah beberapa
waktu, namun tidak seorang pun yang mengatakan itu nikah mut‟ah.
(Sholeh, 2004: 29)
Orang yang menikah dengan niat talak juga tidak meniatkan talak
sampai waktu yang ditentukan, tetapi sampai kebutuhannya kepada
wanita itu selesai dan keperluannya di negeri yang disinggahinya
berakhir. Kalaupun dia telah berniat hingga waktu tertentu, bisa jadi
niatnya itu berubah, maka tidak ada hal yang menuntut ditentukannya
masa pernikahan dan dia menjadikannya seperti sewa-menyewa yang
telah ditentukan batas waktunya. Dan tekadnya untuk menceraikan istri
yang masih tersimpan di dalam hati saat akad berlangsung, tidaklah
membatalkan nikah dan tidak pula makruh kedudukannya bersama wanita
itu, meskipun dia telah berniat mentalaknya. Sepanjang pengetahuan
kami, tidak ada perdebatan dalam masalah ini.
Meskipun ada perbedaan pandangan mengenai yang datang
kemudian tentang pembatasan masa nikah seperti penentuan yang
dilakukan antara keduanya. Dalam masalah ini, ada dua pendapat yang
keduanya itu diriwayatkan dari Imam Ahmad:
49
1. Keduanya harus dipisahkan agar tidak terjadi pembatasan masa
pernikahan. Ini juga pendapat Imam Malik.
2. Tidak mesti dipisahkan. Alasannya, karena pembatasan ini datang
setelah saat pernikahan berlangsung. Upaya untuk hidup bersama
selama-lamanya akan lebih berkesan dibanding bila diniatkan sejak
semula. (Sholeh, 2004: 30)
Nikah dengan niat talak ini tidak lepas dari dua perkara, yang
pertama bisa jadi seseorang menikah itu dengan mensyaratkan akan
menikahinya selama satu bulan, satu tahun atau sampai studinya selesai
maka ini dianggap nikah mut‟ah dan hukumnya haram. Dan bisa jadi ia
berniat melakukan hal itu tanpa mensyaratkannya. Maka pendapat yang
masyhur dari mazhab Hanbali bahwa hukumnya adalah haram dan akad
nikahnya rusak (tidak sah), karena mereka berkata: sesungguhnya yang
diniatkan sama seperti yang disyaratkan. (Aziz, 2010: IslamHouse.com)
Berdasarkan hadits:
ش ع جه س ق الل ع ض جح س ط خ ثى شد ض ع ف ف د أ ؤ ش ثى أ ع
ي ي الل ع الل ط ه س س س جى جه د ع ج ثل ه: إ ق ي ن ج ى إ جس ا ج ش و ث
... )سث (ثىذخجس سي
“Sesungguhnya semua amal itu disertai niat dan sesungguhnya
bagi setiap orang adalah apa yang dia niatkan”. (HR. Bukhari Muslim).
Pernikahan adalah sebuah hal yang diperintahkan oleh agama.
Karena itu, harus sesuai dengan ketentuan yang disyari‟atkan oleh agama.
Segala macam peraturan tentang pernikahan telah ditetapkan. Tetapi
50
dengan adanya nikah dengan niat talak pengertian dari pernikahan yaitu
untuk mewujudkan kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa
ketentraman serta kasih sayang dengan cara yang diridhoi Allah SWT
tidak akan terwujud.
Syaikh Rasyid Ridha mengatakan dalam komentarnya pada tafsir
Al manar, bahwa ulama‟ salaf dan khalaf yang sangat keras melarang,
sekalipun para ahli fiqh berpendapat bahwa akad nikah semacam ini
hukumnya sah, sekalipun dalam hati berniat nikah sementara tetapi ketika
mengucapkan ijab qobul tidak dinyatakannya. Namun dengan
menyembunyikan niatan hatinya seperti ini adalah merupakan perbuatan
menipu dan mengelabuhi pihak perempuan yang sepatutnya dianggap
lebih batal dari pada suatu akad nikah yang dengan terang terangan
disebutkan niat sementaranya yang secara bersama-sama disetujui oleh
pihak laki-laki, perempuan dan walinya. Karena hal itu tidak
menimbulkan suatu kerugian, kecuali timbulnya sikap mengabaikan
terhadap suatu hubungan yang sangat mulia yang merupakan hubungan
kemanusian yang paling besar dan mengakibatkan permainan syahwat
bagi yang suka kawin cerai, serta mengakibatkan timbulnya berbagai
kemungkinan negatif.
Sekalipun nikah di atas tidak dengan tegas menyebutkan adanya
sifat sementara, namun ia telah mengandung sifat penipuan dan
kebohongan yang mengakibatkan berbagai kerugian lain, seperti rasa
permusuhan, kebencian dan hilangnya rasa percaya, sekalipun kepada
51
laki-laki yang dengan sungguh-sungguh bermaksud untuk menikahinya
dengan baik-baik. Dimana rasa saling percaya ini merupakan benteng
bagi suami istri dan merupakan dasar keikhlasan serta tolong menolong
dalam membangun rumah tangga yang baik dikalangan masyarakat.
(Sabiq, 2000: 69-70)
Imam Auza‟I dalam kitabnya yang berjudul Al-Muharrar Fil Fiqhi
„Ala MazhabilImam Ahmad berpendapat “Jika sang suami meniatkan itu
(talak) sama halnya dengan ia mensyaratkannya”. Di dalam kitab
Muntahal Iradat, ia berkata:”nikah mut‟ah ialah nikah yang memiliki
batas waktu tertentu atau disyaratkan talak pada suatu saat nanti atau
diniatkan di dalam hati atau seorang perantau yang menikah dengan niat
talak saat ia akan pergi lagi”.
Dikutip oleh Abu Daud “ Nikah dengan niat talak sama persis
dengan nikah mut‟ah. Tidak akan menjadi nikah mut‟ah sehingga ia
menikahi istrinya dan menjadikannya sebagai istri selama istrinya itu
masih hidup”. (Sholeh, 2004: 37)
Diantara ulama‟ yang menganggap makruh ialah Imam Malik dan
Imam Ahmad, dalam suatu waktu, Ibnu Taimiyyah juga mengatakan
makruh sebagaimana yang terdapat dalam kitabnya Al Fatawa Al Kubro
Al Misriyyah “ Dan jika seseorang meniatkan dengan pasti untuk
menceraikan isrtinya ketika berakhir masa safarnya, maka hukumnya
makruh. Adapun masalah sah atau tidaknya nikah ini, ada perbedaan
pendapat”. Dan adapun seorang suami meniatkan batas waktu dan tidak
menyatakan pada istrinya, dalam hal ini pun, ada perbedaan pendapat, abu
52
hanifah dan syafi‟I memberikan keringanan sedangkan Imam Malik dan
Imam Ahmad serta yang lain mengganggapnya makruh.
Para ulama‟ berbeda pendapat dalam masalah nikah dengan niat
talak. Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa nikah ini boleh alias
sah. Berikut pendapat mereka:
1. Madzhab Hanafi
Ulama madzhab ini berkata: “Seandainya seorang laki-laki
menikahi seorang wanita dan dalam niatnya, dia hidup bersama hanya
dalam beberapa waktu tertentu, maka nikahnya tetap sah karena
pembatasan waktu yang dilarang itu hanyalah dengan diucapkan”.
2. Madzhab Malik
Dalam kitab Al Muntaqa Syahru muwaththa‟ malik al baji
berkata: “ Dan orang yang menikahi wanita tetapi bukan untuk
memiliki selamanya, melainkan hanya untuk bersenang-senang
dengannya dalam beberapa waktu, setelah itu diceraikan, hal itu boleh
saja tapi kurang baik dan bukan termasuk akhlak manusia layaknya.
Imam Malik berkata: “Kadangkala seorang pria menikahi wanita
dengan niat tidak ingin memilikinya, ternyata dia senang dengan
pelayanan wanita itu lau dia ingin memilikinya sepenuh hati. Dan
kadangkala seorang laki-laki menikahi wanita dan dia ingin
memilikinya sepenuhnya sepanjang masa, kemudian dia merasa tidak
ada kecocokan/ keserasian antara keduanya lalu dia pun
menceraikannya. Maksud ungkapan itu ialah hal ini tidak menafikan
53
nikah karena bersatu atau berpisah adalah otoritas seorang pria, yang
menafikan nikah itu hanyalah pembatasan waktu (tauqit).(Sholeh,
2004: 22-23)
3. Madzhab Syafi‟i
Ibnu Taimiyyah menyatakan dalam kitab al-Fatāwā al-Kubrā
sesungguhnya Abu Hanifah dan syafi‟i memberikan keringanan pada
pernikahan ini. Pengarang kitab Nihāyatul Muntaj berkata: “Tidak
sah nikah yang berjangka waktu tertentu ataupun tidak tertentu
dengan alasan adanya pelarangan nikah mut‟ah. Pada mulanya nikah
mut‟ah itu boleh sebagai rukhshoh (keringanan), kemudian dilarang
oleh Rasulullah Saw.” (Sholeh, 2004: 25)
4. Madzhab Hanbali
Di antara orang yang membolehkan nikah semacam ini adalah
Ibnu Qudamah al-Maqdisiy dalam kitabnya al-Mughni: “jika seorang
laki-laki menikahi wanita tanpa syarat apapun, namun dalam hatinya
ada niat yang terkandung bahwa dia akan menceraikannya sebulan
mendatang atau setelah keperluan/ tugasnya selesai di negeri itu,
maka nikahnya sah menurut mayoritas ulama (jumhur) kecuali al-
Auzā‟ī. Sementara al-Auzā‟ī berpendapat itu sama dengan nikah
mut‟ah. Yang paling benar nikah itu tidaklah sah, nikahnya tidak
rusak akibat niatnya itu. Seorang suami mesti berniat saat akad untuk
tetap mempertahankan istrinya. Boleh saja, jika dia merasa serasi
54
dengannya, dia akan mempertahankannya, jika tidak dia boleh
menceraikannya.
As Syarif berkata: “ Diceritakan dari Imam Ahmad, jika seorang
pria melaksanakan akad nikah sedang hatinya ada niat untuk tahlil atau
niat untuk talak dalam masa waktu tertentu, maka nikahnya tidak sah.
(Sholeh, 2004: 26-27)
Nikah dengan niat talak tidak sesuai dengan syari‟at islam karena
itu hukumnya haram dan batil. Apabila niat pelakunya diketahui, maka
keduanya wajib dipisahkan, jika pelakunya mengetaahui hukum nikah
tersebut, maka ia wajib dita‟zir. Apabila tidak ada seorang pun yang tahu
niat yang terkandung dalam hatinya, maka nikahnya sah secara lahir dan
batil secara batin. (Sholeh, 2004: 40)
55
BAB III
PAPARAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang
1. Letak Geografis Desa Wonoyoso
Desa wonoyoso terletak di Kecamatan Pringapus dan merupakan salah
satu desa yang dekat dengan kawasan industri. Meskipun begitu letaknya
jauh dari perkotaan. Desa Wonoyoso merupakan desa yang tergolong luas
yang terbagi menjadi 7 Dusun yakni: Dusun Dawung, Dusun Joho, Dusun
Larangan, Dusun krajan, Dusun Rejosari, Dusun kawah, Dusun Sambeng.
Terletak dikawasan pabrik, itulah penyebab jalan lintasan menuju
Desa Wonoyoso rusak karena sering dilewati truk-truk besar. Selain itu,
udara di Desa Wonoyoso pun panas karena banyak sekali lahan resapan,
56
pohon-pohon yang ditebang karena digunakan sebagai pabrik.
Masyarakatnya pun kebanyakan berkerja sebagai buruh pabrik. Katika pagi
datang mereka sudah bersiap untuk bekerja dan ketika malam mereka baru
pulang bekerja. Mengenai rasa sosial, masyarakat di Desa Wonoyoso sama
seperti halnya masyarakat pada umumnya, kegotong royongan di Desa ini
masih terjaga dengan baik.
2. Stuktur Organisasi Desa Wonoyoso
Struktur organisasi dan tata kerja Desa Wonoyoso Kecamatan
Pringapus Kabupaten Semarang adalah sebagai berikut:
KEPALA DESA
SUTIMIN
SEKERTARIS DESA
SUGIYANTO
KEPALA SEKSI KEUANGAN
MARYADI
KEPALA SEKSI UMUM
DARSONO
KEPALA URUSAN
PEMBANGUNAN
ST. SUROTO
KEPALA URUSAN
KEMASYARAKATAN
RUTAMI
KEPALA URUSAN
PEMERINTAH
A. ZAMASRI
57
Sumber: bagan struktur organisasi kantor Kepala Desa Wonoyoso
3. Jumlah Penduduk Desa Wonoyoso
Jumlah penduduk Desa Wonoyoso 6208 jiwa dengan jumlah laki-laki
3028 jiwa dan perempuan 3180 jiwa. Agar lebih jelas dan rinci
diklasifikasikan jumlah penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin
dengan table berikut:
Table 1
Penduduk Desa Wonoyoso berdasarkan Usia dan jenis kelamin
NO KELOMPOK UMUR
(Tahun)
LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1. 0 > 1 70 62 132
2. 1 > 5 221 225 446
3. 6 > 10 245 236 481
4. 11 > 15 228 240 468
5. 16 > 20 280 298 578
6. 21 > 25 295 315 610
KADUS SAMBENG
AGUS NUGROHO
KADUS KAWAH
SUTRASNO
KADUS REJOSARI
SAEFUDIN
KADUS KRAJAN
NGATIYARNO
KADUS LARANGAN
LASISNO
KADUS JOHO
M. AROFIQ
KADUS DAWUNG
SUJITO
58
7. 26 > 30 305 326 631
8. 31 > 40 521 583 1104
9. 41 > 50 342 361 703
10. 51 > 60 281 283 564
11. 60 Keatas 240 251 491
JUMLAH 3028 3180 6208
Sumber: Data monografi kependudukan Desa Wonoyoso Oktober 2014
a. Keadaan Desa Wonoyoso berdasarkan mata pencaharian
Sesuai dengan letak Desa Wonoyoso yang berada jauh dari
perkotaan dan lebih dekat dengan kawasan industri. Maka sebagian
besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan buruh
pabrik. Perkerjaan tersebut menjadi satu-satunya sumber mata
pencaharian kebanyakan orang dari Desa Wonoyoso. Adapun jumlah
penduduk berdasarkan mata percaharian mereka dapat dilihat pada
table di bawah ini:
Table 2
Penduduk berdasarkan mata pencaharian
NO Jenis Mata
Pencaharian
Laki-laki Perempuan Jumlah
1. TNI 8 - 8
2. POLRI 7 1 8
3. PNS 29 11 30
4. Pegawai Swasta 117 129 246
59
5. Pensiunan 16 10 26
6. Pengusaha 53 1 54
7. Buruh Bangunan 190 - 190
8. Buruh Industri 224 711 955
9. Buruh tani 487 383 870
10. Peternak 107 21 128
11. Petani 651 89 740
12. Lain-Lain 204 152 359
JUMLAH 2093 1508 3601
Sumber: Data monografi kependudukan Desa Wonoyoso
Oktober 2014
b. Keadaan penduduk Desa Wonoyoso berdasarkan keagamaan
Berdasaarkan pengamatan awal, tampak masyarakat Desa
wonoyoso termasuk masyarakat yang mayoritasa beragama Islam. Hal
ini terlihat dari masyarakat yang menganut agama Islam memiliki
jumlah terbanyak. Lebih jelasnya dapat dilihat dari table di bawah ini:
Table 3
Keadaan penduduk Desa Wonoyoso berdasarkan keagamaan
No. Kelompok Agama Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. Islam 2989 3061 6050
2. Kristen 55 2 57
3. Katolik 11 18 29
Sumber: Data monografi kependudukan Desa
Wonoyoso Oktober 2014
Meskipun kebanyakan memeluk agama islam tetapi dalam hal
agama masih kurang. Banyak sekali anak-anak yang usia sekolah yang
60
menikah kemudian menjadi buruh pabrik. Banyak orang tua yang
menganggap itu hal yang sepele karena dibenak mereka hanya
bagaimana mencari nafkah.
Selain itu remaja-remaja masjid yang seharusnya menjadi penerus,
meramaikan masjid tetapi lebih senang nongkrong dari pada harus
berada di masjid. Sehingga masjid-masjid banyak diisi oleh orang-
orang yang sudah tua.
c. Keadaan penduduk Desa Wonoyoso berdasarkan tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat Desa Wonoyoso rata-rata memiliki
tingkat pendidikan rendah. Karena banyak sekali orang tua yang
beranggapan bahwa pendidikan itu tidak penting. Apalagi untuk anak
perempuan, karena kodrat orang perempuan adalah menjadi ibu rumah
tangga. Hal ini terlihat dari table berikut:
Tabel 4
Keadaan penduduk desa Wonoyoso berdasarkan pendidikan
No. Jenis Pendidikan Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. Tidak Sekolah 96 84 180
2. TK/Play group 123 114 237
3. Belum Tamat SD 328 322 650
4. Tidak tamat SD 423 448 871
5. Tamat SD 890 793 1683
61
6. Tamat SLTP 471 382 853
7. Tamat SLTA 229 217 446
8. Tamat Akademik/Diploma 16 22 38
9. Sarjana keatas 25 19 44
JUMLAH 2601 2401 5002
Sumber: Data monografi kependudukan Desa Wonoyoso
Oktober 2014
B. Pernikahan dengan niat talak di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus
Kabupaten Semarang.
Subyek adalah dua pasangan pelaku pernikahan dengan niat talak di
Desa Wonoyoso, tepatnya di Dusun Rejosari. Nama dari seluruh subyek baik
pelaku maupun informan dalam penelitian ini disamarkan untuk melindungi
hak masing-masing subyek dan informan. Keterangan masing-masing pihak
akan peneliti paparkan sebagai berikut:
1. Pasangan Anto dan Riya (Nama Samaran)
Pasangan ini menikah sejak tahun 2012, dan kini anaknya telah
berusia 3 tahun. Kehidupan sehari-hari Riya adalah pengangguran. Dulu
dia pernah sekolah tetapi hanya sampai sekolah dasar itu pun tidak sampai
lulus. Menurut keterangan tetangga, Riya itu menderita keterbelakangan
mental. Sehari-hari kegiatan dia di rumah hanya membantu orang tuanya
membersihkan rumah dan lainnya. Dia juga dikenal sebagai orang yang
62
pendiam. Dia jarang sekali berkunjung kerumah tetangganya, jika ditanya
pun jarang menjawab.
Tetapi Riya dikenal para tetangga seorang yang rajin ke mushola.
Terkadang sebelum sholat dimulai biasanya imam mushola yang bernama
pak Hari sering memintanya untuk memijit setelah itu diberi upah.
Sampai suatu hari, Riya sering datang ke mushola sebelum sholat subuh.
Mula-mula tetangganya biasa saja karena memang dia terkenal rajin ke
mushola. Sampai suatu hari terdebar berita bahwa dia telah hamil.
Berita tersebut mulai terungkap kebenarannya saat Riya datang
kepada pak RT setempat dan mengadu bahwa dia hamil. Menurut
keterangan adik ipar pak Hari, bu Siti saat diwawancarai oleh peneliti:
“ waktu itu dia datang kerumah pak Rt mbak, kemudian
bilang kalau hamil. usia kandungan sudah 4 bulan. Kebetulan pak
RTnya itu bapak saya, saya ya kaget sekali mendengarnya. Trus
Riya itu di tanya sama pak RT: “La kok iso? Karo sopo? “karo
pak guru, Jawabe ngunu”. Pak guru itu seng biasa ngimami
mushola mbak, dia juga guru di SD. Dan dia itu kakak ipar saya
sendiri. Bar ngunu pak Rt manggil pak Hari kerumah, disidang
karo pak Kadus dan perangkat lainnya. Pak hari ditanya, “opo
bener pak Riya hamil kaleh jenengan?”. Pak Hari jawab, geh
pak”.
Berita tersebut sangat cepat tersebar keseluruh Dusun. Karena
menghindari berbagai macam omongan warga yang semakin memanas.
Akhirnya dengan keputusan bersama antara pihak keluarga dari Riya dan
pak Hari, maka pak Hari bersedia mencarikan orang yang mau menikahi
Riya. Selain itu, pak Hari bersedia untuk menanggung ganti rugi dan
semua biaya pernikahan Riya. Ada seorang yang mau menikahi Riya
tetapi dengan imbalan satu buah motor, dia bernama Anto yang sehari-
63
harinya bekerja serabutan, dia tinggal sendiri di rumah karena ibunya
pergi entah kemana dan bapaknya telah meninggal.
Dari keterangan Anto dia sudah tahu kalau sebelum menikah Riya
telah hamil dengan pak Hari. Waktu itu, Anto diminta oleh pak Dahlan
sahabat pak Hari untuk menikah dengan Riya. Anto berunding dengan
teman-temannya dan memutuskan untuk menerima permintaan pak
Dahlan tetapi dengan syarat dibelikan satu buah motor vega dan uang.
Dari Awal Anto telah meniatkan bahwa dia akan menikahi Riya sampai
anak yang dikandung Riya lahir. Setelah anak yang dikandung Riya lahir
Anto tidak mau lagi berurusan dengan Riya dan keluarganya, dia
beranggapan bahwa pernikahannya pun telah selesai meskipun tanpa
diselasaikan di Pengadilan. Dari keterangan Anto saat ditanya oleh
peneliti apa motivasinya mau menikahi Riya Anto menjawab:
“Ya kan aku ora arep nikahi sak lawase mbak, Cuma
sampek anake lahir bar ngunu wes tak tinggal. Mboten ajeng
dangu-dangu urusan kalih Riyal an keluargane. Ya motor kui kan
minongko opahku wes gelem nikahi, kui ya ra tak enggo dewe
mbak motore. Motor kui kulo dol trus artone kulo bagi kalean
koncoku mbak”
Pernikahan tersebut dilangsungkan di KUA kecamatan pringapus,
dengan dihadiri orang tua dan dua orang saksi yang salah satunya adalah
ketua RT setempat. Sedangkan dari pihak Anto juga hanya ditemani oleh
dua orang saksi yaitu tetangga dari Anto. Saat RT setempat ditanya oleh
peneliti apakah ketua KUA tersebut tahu kalau Riya telah hamil dan yang
menikahinya bukan orang yang menghamiliya, ternyata ketua KUA
tersebut tidak mengetahuinya. Berikut keterangan dari ketua RT setempat:
64
“mboten mbak. Nek ngertos mesti mboten purun nikahke. Ya
sengojo mboten dikandani mbak, menawi si Riya pun hamil trus seng
nikahi mboten seng hamili”.
Hal itu dibenarkan oleh ketua KUA kecamatan Pringapus, berikut
keterangan beliau:
“Iya. Pernikahan tersebut memang berlangsung di sini.
Tetapi tidak ada pemberitahuan kalau si Riya sebenarnya telah
hamil. mungkin sudah dikondisikan terlebih dahulu disana. Kalau
mungkin mereka mau mengolah sedemikian rupa itu monggo.
Yang pasti saya mengikuti pengakuan mereka. Untuk selanjutnya
itu menjadi tanggung jawab dari mereka”.
Setelah pernikahan antara keduanya berlangsung, Anto tidak
dibelikan motor vega melainkan motor Jupiter. Karena hal tersebut,
sehingga menuai konflik antara Anto, pak Hari dan keluarga Riya. Hal
tersebut semakin memperkuat niat Anto untuk secepatnya meninggalkan
Riya. Setelah anak yang dikandung Riya lahir, Anto benar-benar
melakukan niatnya untuk meninggalkan Riya. Dia pun pergi dari rumah
Riya dan pulang ke rumahnya sendiri di Desa Klepu dan semenjak saat
itu Anto tidak lagi berhubungan dengan Riya dan keluarganya. Ketika
ditanya kenapa tidak diselesaikan di Pengadilan, Anto menjawab:
“Kulo pun luweh mbak. Pun mboten ajeng ngurusi maleh mbak,
seng penting Riya wes dudu bojoku saiki. ”.
Sampai sekarang tidak ada kelanjutan dan kepastian tentang
pernikahan keduanya. Yang pasti Anto saat ini sudah tidak menggangap
Riya sebagai Istrinya dan tidak mau lagi berurusan dengan dia dan
keluarganya. Anto sudah tidak pernah lagi berkunjung ke rumah Riya,
65
menurutnya ketika dia sudah keluar dari rumah Riya berarti pernikahan
mereka pun selesai.
2. Pasangan Ida dan Riyan
Pasangan ini menikah sejak tahun 2009 di KUA Kecamatan
Pringapus. Pernikahan tersebut dilaksanakan di rumah Ida di Desa
Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang. Ida menikah
ketika berusia 30 Tahun. Sehari-hari dia bekerja sebagai buruh pabrik.
Pernikahan mereka hanya berjalan selama dua bulan saja. Selama
pernikahan mereka belum dikaruniai seorang anak.
Awal mula terjadi pernikahan mereka adalah saat Riyan
berkunjung ke rumah tetangga Ida yang bernama Sandi. Saat bersamaan
pula Ida berada di sana, Riyan merasa tertarik saat pertama kali melihat
Ida. Karena merasa tertarik Riyan memberi tahu Sandi kalau dia ingin
melamar Ida. Sandi menyampaikan hal tersebut kepada keluarga Ida.
Sebenarnya Ida kurang suka dengan Riyan tetapi, karena usia Ida yang
sudah tidak muda lagi. Akhirnya Ida pun menerima pinangan Riyan,
karena pertimbangan untuk menghilangkan pandangan orang tentang
dirinya yang sudah tua belum menikah seperti paparan Ida berikut:
“Ya sebenere aku ra seneng karo wong kui mbak la tapi aku
terpaksa. Ngoyak umur, umure selak tuo. Jane aku ya wegah wes ra sreg
kat awal la tapi trus ngoyak umur barang. Ben ora diomongke tonggo
barang. Kebeneran wonge yo ra genah”.
Setelah pernikahan, Ida bertempat tinggal di rumah Riyan di
Kecamatan Bergas. Dari mulai awal pernikahannya dengan Riyan, dia
mengaku tidak pernah sekali pun ada ketentraman dalam rumah
66
tangganya. Setiap hari jika mereka bertemu selalu terjadi pertengkaran.
Hal yang kecil pasti berdampak pada pertengkaran yang besar, ditambah
lagi sikap Riyan yang tempra mental dan suka menghambur-hamburkan
uang Ida. Ketika terjadi pertengkaran Riyan kerap kali memukul Ida.
Selain itu, selama mereka menikah Riyan tidak pernah sekalipun memberi
nafkah kepada Ida. Ternyata sebenarnya Riyan menikah dengan Ida
hanya ingin memperoleh keuntungan dari Ida. Riyan hanya ingin uang Ida
saja, uang dari hasil pernikahan mereka berdua pun diminta oleh Riyan
dan dihabuiskan sendiri. Riyan sedang sangat membutuhkan uang, karena
dia terdesak hutang. setelah semua didapat ternyata Riyan sudah punya
rencana untuk menceraikan Ida. Pada saat diwawancarai Ida mengaku
pada peneliti:
“Selama nikah wae blas gak tahu ngekei duit koh mbak cek
sewu po limanguwu gak tau blas mbak. Malah kunu seng sering
jaluki duitku. Biyen pas entok sumbangan nikah wae duite dijaluk
kabeh mbak. Wonge ya kerja mbak. Tapi ya gak ngerti duite
digawe opo. Mesti entek mbak nek bali engko duitku gaji dijaluk
sampek awakku kuru banget pas nikah mbek Riyan mbak”.
Sampai akhirnya setelah dua bulan Ida menjalani rumah tangga
bersama Riyan. Terjadi perceraian diantara mereka berdua, hal tersebut
diawali saat Riyan baru pulang dan langsung meminta uang pada Ida,
tetapi Ida tidak mau memberi Riyan uang dan akhirnya terjadi
percekcokan antara mereka dan yang berujung kata cerai. Ida pun
memutuskan untuk pergi dari rumah Riyan dan kembali ke rumah orang
tuanya yang ada di desa Wonoyoso. keluarga Ida sempat kaget melihat
67
Ida pulang kerumah dengan membawa semua pakaiannya. Saat ditanya
sang kakak menjawab:
“Ya kaget mbak koh bali gowo klambi akeh. Tapi sebelumnya
sudah ada tanda-tanda mbak, Ida sering pulang ke rumah dan menangis
kalo ditanya katanya tengkar sama suaminya, Itu tidak hanya sekali, dua
kali saja tapi sering mbak”.
Saat Riyan ditanya oleh peneliti tentang maksudnya menikah
dengan Ida dapat diperoleh keterangan bahwa sebenarnya dia juga tidak
benar-benar menyukai Ida. Dia hanya ingin menikah dengan Ida untuk
memperoleh keuntungan saja dari Ida dan keluarganya setelah itu dia
bermaksud untuk menceraikan Ida. Karena itu saat Ida pergi dari rumah
dia membiarkan saja dan tidak berkeinginan untuk memperbaiki rumah
tangganya lagi karena dia sudah merasa telah mendapatkan yang dia
inginkan. Dia juga tidak punya keinginan untuk mengurusnya
dipengadilan karena dia tidak mau keluar biaya untuk hal tersebut. Selain
itu, menurut pemaparan Riyan, dia pernah mengucapkan kata talak pada
Ida, saat Ida masih tinggal di rumah Riyan itu saja sudah cukup dan tidak
perlu harus susah-susah sampai pengadilan.
Setelah kepergian Ida dari rumah, Riyan sama sekali tidak pernah
lagi datang menemui Ida dan keluarganya meski hanya sekedar
Silaturrahim dan meminta maaf atas segala perlakuannya kepada Ida.
Setelah 4 bulan berjalan tidak ada kejelasan hubungan pernikahannya
dengan Riyan. akhirnya Ida memutuskan untuk bekerja di Luar Negeri
untuk menyambung hidupnya. Dia bekerja di Luar Negeri selama kurang
68
lebih 3 tahun. Kemudian dia kembali ke Indonesia dan mengajukan
gugatan cerai kepada Riyan.
BAB IV
ANALISIS
A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Pernikahan dengan Niat talak
Pernikahan yang sesuai dengan agama Islam adalah suatu pernikahan
yang sesuai dengan apa yang telah ditetapkan Allah SWT kepada kita,
lengkap dengan rukun dan syaratnya, tidak ada penghalang yang menghalangi
keabsahannya, tidak ada unsur penipuan dari kedua belah pihak baik suami
maupun istri atau pun salah satunya, serta niat kedua mempelai sesuai dengan
tuntunan syari‟at Islam. Semua pernikahan yang sesuai dengan ketentuan
Allah SWT sah lahir dan batin. Akan tetapi tidak semua pernikahan itu sah
lahir batin sesuai dengan syari‟at sebagaimana yang telah ditentukan oleh
Allah SWT. (Shaleh, 2004: 40)
69
Sebenarnya banyak ulama yang memperbolehkan nikah dengan niat
talak seperti halnya yang dikemukan Para ahli fiqh, bila seseorang menikah
dengan perempuan tanpa menyebutkan batas waktu tertentu, tetapi di dalam
hatinya ada niat akan mentalaknya beberapa saat kemudian, atau beberapa
saat setelah urusan di negeri itu selesai, maka akad nikahnya sah.
Seperti halnya pernikahan dengan niat talak yang dilakukan oleh
pasangan nikah dengan niat talak di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus
Kabupaten Semarang, akad nikah seperti hal nya pernikahan biasa. Dilakukan
di KUA kecamatan Pringapus tetapi mereka telah mempunyai niatan bahwa
pernikahan yang mereka lakukan tidak untuk selamanya, setelah masanya tiba
maka mereka akan menyudahi pernikahannya. Kalau dilihat dari
pernikahannya yang telah memenuhi syarat dan rukunnya maka pernikahan
tersebut menupakan pernikahan yang sah.
Banyak para ulama‟ berbeda pendapat dalam hal ini, antara yang
membolehkan secara mutlak, boleh tapi hukumnya makruh dan yang
mengatakan haram dan batil. Jika kita mengkaji hukum nikah dengan niat
talak ini berdasarkan syari‟at Islam, maka banyak sekali unsur pernikahan
yang tidak terpenuhi. Seperti halnya tujuan pernikahan dan prinsip-prinsip
pernikahan.
Pasangan Riya dan Anto ini menikah karena Riya terlebih dahulu
hamil. tetapi bukan dengan Anto laki-laki yang menikahinya, melainkan
dengan pemuka agama di Desa tersebut. Anto menikahi Riya hanya karena
imbalan yang akan di perolehnya. Setelah hadiah tersebut diterima dan Riya
70
telah melahirkan anaknya, maka Anto telah berniat untuk meninggalkan Riya.
Niat tersebut telah direncanakanya sejak pernikahan tersebut belum
dilaksanakan. Setelah pernikahan mereka dilaksanakan dan anak yang
dikandung Riya telah lahir Anto benar-benar melaksanakan niatnya untuk
meninggalkan Riya.
Sedangkan pasangan Ida dan Riyan ini menikah dikarenakan Ida telah
berusia 30 tahun dan belum juga memiliki suami. Setelah ada seseorang yang
nama Riyan berniat menikahinya Ida pun bersedia. Setelah menikah ternyata
Riyan adalah orang yang tempra mental. Riyan menikahi Ida sebenarnya
hanya ingin mendapat keuntungan saja. Dia hanya ingin mendapatkan uang
yang sebanyak-banyaknya dari Ida dari hasil kerja Ida di pabrik. Setelah
semua didapatkan Riyan sudah berniat menceraikan Ida. Hal tersebut benar-
benar terjadi setelah dua bulan pernikahan mereka. Riyan mengucapkan talak
pada Ida. Kemudian, Ida pun kembali kerumah orang tuanya yang ada di Desa
Wonoyoso.
Dari pernyataan tersebut terbukti adanya praktek pernikahan dengan
niat talak sebagaimana dikemukakan oleh Sholeh bin Abdul Aziz Al manshur
dalam bukunya (2004: 22-23) Nikah dengan niat talak ialah pria menikahi
wanita dan di dalam hatinya (niat) akan menceraikan wanita tersebut setelah
selesai masa study atau domisili atau kebutuhannya telah terpenuhi/ selesai.
Niat talak tersebut dapat dilihat dari tujuan pernikahanya yang hanya
untuk sementara saja, untuk mendapatkan hadiah, untuk memperoleh
keuntungan dari pasangannya saja. Selain itu, juga dilihat dari perbuatan
71
pelaku pernikahan dengan niat talak yang benar-benar melakukan apa yang
telah diniatkan sebelumnya untuk berpisah dengan pasangannya.
Jika kita merujuk dalam Al Qur‟an dan hadits, maka kita akan
menjumpai tujuan-tujuan yang agung, tinggi lagi mulia dalam pensyari‟atan
suatu pernikahan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendapatkan ketenangan
Maksudnya adalah ketentraman yang sempurna antara kedua
pasangan suami istri, ketentraman hati, ketentraman jiwa, kedamaian
anggota tubuh dan fikiran. Itulah yang dinamakan ketentraman yang
sempurna, dan semua itu tidak akan pernah ada tanpa hadirnya cinta dan
kasih antara suami dan istri. Sedangkan nikah dengan niat talak tidak
akan meimbulkan ketenangan bagi kedua pasangan. Tidak pula ada rasa
cinta dan kasih yang murni diantara keduanya.
2. Kekal abadi sepanjang hayat
Allah SWT berfirman dalam surat An Nisa‟:19:
19. Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu
mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu
menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali
sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali
bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. dan bergaullah
dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai
mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak
menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan
yang banyak.
Ayat tersebut menjelaskan bahwa pergaulan yang baik akan
menimbulkan cinta dan kasih sayang. Selain itu kata Asyiruhunna Bil
Ma‟ruf menunjukkan bahwa pernikahan itu dibangun atas dasar selama-
72
lamanya. Seluruh manusia telah mengetahui bahwa yang diinginkan
pelaku dalam pernikahan aladah kelanggengan. Hal tersebut adalah fitrah
insani yang diberikan Allah SWT kepada menusia. Karena itu, pergaulan
yang dilakukan oleh pelaku nikah dengan niat talak bukanlah pergaulan
yang baik. Allah berfirman dalam surat An Nisa‟ tentang pernikahan itu
haruslah kekal:
35. dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara
keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki
dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang
hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah
memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah menyuruh untuk
mencari hakam untuk menghilangkan persengketaan yang terjadi diantara
suami istri, menjernikan kekeruhan kehidupan keduanya agar tidak
menghilangkan kelanjutan dan kelanggengan rumah tangga keduanya,
serta mendorong mereka memeperbaiki dan membenahi niat keduanya.
Tidak dirahukan lagi bahwa hal penting dalam rumah tangga adalah untuk
kelanggengan kehidupan bahtera rumah tangga yang akan menimbulkan
kebahagian kedua belah pihak.
Sedangkan pelaku pernikahan dengan niat talak tidak
mengharapkan kekekalan hubungan rumah tangganya. Hal tersebut jelas
sangat bertentangan dengan tujuan pernikahan sebagaimana yang telah
disyari‟atkan oleh Allah SWT. Selain itu ayat lain yang menjelaskan
tentang tujuan pernikahan terkandung dalam surat Ar Ruum:21 yang
artinya sebagai berikut:
73
21. dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-
Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir.
Selain itu, tujuan pernikahan menurut agama Islam adalah untuk
memenuhi petunjuk agama dalam rangka medirikan keluarga yang
harmonis, sejahtera dan bahagia. Sedangkan dalam KHI pasal 3
disebutkan bahwa tujuan pernikahan itu untuk mewujudkan kehidupan
rumah tangga yang sakinah, mawadah wa rahmah.
Adapun prinsip-prinsip pernikahan yang terdapat dalam Undang-
Undang Nomor I Tahun 1974 meliputi sebagai berikut:
a. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal. Prinsip tersebut bisa diruju‟ pada surah ar Rum:30-31.
b. Sahnya perkawinan sangat tergantung pada ketentuan hukum agama
dan kepercayaan masing-masing.
c. Asas monogamy
d. Calon suami dan istri harus telah dewasa jiwa dan raganya.
e. Mempersulit terjadinya perceraian.
f. Hak dan kedudukan suami adalah seimbang.
Dalam ajaran islam ada beberapa prinsip-prinsip perkawinan yang
meliputi:
(1) Prinsip keabsahan dalam memilih jodoh
Islam memberi pedoman memilih jodoh yang tepat. Sebagaimana
hadits nabi yang diriwayatkan oleh Bukhori-Muslim yang berbunyi:
74
2047. Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau
bersabda, "Wanita dinikahi karena empat perkara; karena
hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan
karena agamanya. Pilihlah karena agamanya, maka engkau
akan beruntung dan bahagia. (shahih Muttafaq Alaih).
Bagi para wali yang ingin menjodohkan perempuan di bawah
perwaliannya maka, islam telah memberikan pedoman untuk memilih
jodoh yang tepat. sebagaimana hadits nabi yang diriwayatkan oleh
Titmidzi yang berbunyi:
1084. Qutaibah menceritakan kepada kami, Abdul
Hamid bin Sulaiman memberitahukan kepada kami dari Ibnu
Ajlan, dari Ibnu Watsimah An-Nashri, dari Abu Hurairah, ia
berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Apabila ada orang yang
agama dan budi pekertinya baik meminang (anak-anak
perempuan dan kerabat) kalian, maka kawinkanlah dia. Jika
kalian tidak melaksanakannya, maka akan terjadi fitnah di
muka bumi dan kerusakan'." (H.R Tirmidzi)
Dari hadits tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa memilih
jodoh yang tepat menurut ajaran agama islam adalah pilihan atas
dasar pertimbangan kekuatan jiwa, agama dan akhlak. Hal tersebut
sangatlah penting karena pernikahan bukan semata-mata kehidupan
duniawi, tetapi juga untuk membina kehidupan yang sejahtera lahir
dan batin serta menjaga keselamatan agama dan nilai-nilai moral anak
keturunan. Meskipun demikian, islam juga mengatur faktor-faktor
lain yang sudah tentu sangat ideal.
(2) Prinsip mawadah wa rahmah
Tujuan pernikahan adalah untuk dapat keturunan dan untuk
ketenangan, ketentraman dan cinta serta kasih sayang. Semua itu
75
hanya dapat dicapai hanya dengan prinsip bahwa pernikahan itu
untuk selamanya. Bukan sekedar dalam jangka waktu tertentu saja.
(3) Prinsip saling melengkapi dan melindungi
Dalam hukum islam tidak selamanya laki-laki dan perempuan
memiliki hak dan kewajiban yang sama. Ketika seseorang itu
memutuskan untuk melakukan suatu pernikahan maka masing-masing
harus merelakan hak kebebasan seperti sebelum menikah. Masing-
masing mempunyai kewajiban baru seperti suami wajib melindungi
istri dan anak-anaknya, wajib memberi nafkah dan sebagainya, istri
wajib melayani keperluan suami seperti ketentuan yang ada.
(4) Prinsip Mu‟asyarah bil Ma‟ruf
Merawat cinta kasih dalam keluarga ibarat merawat tanaman.
Maka pernikahan dan cinta kasih harus juga dirawat agar tumbuh
subur dan indah, diantaranya dengan mu‟asyarah bil ma‟ruf.
Rasulullah saw bersabda bahwa: “ Sebaik-baik orang diantara kamu
adalah orang yang baik terhadap istrinya, dan aku (Rasulullah) adalah
orang yang paling baik terhadap istriku.”. (H.R Thabrani dan
Tirmidzi)
Dari semua tujuan pernikahan dan prinsip-prinsip pernikahan
tersebut tidak ada yang terpenuhi oleh pelaku nikah dengan niat talak.
Orang yang menikah dengan niat langgeng atau selamanya memiliki
niat yang bersih, murni dan baik, saat dia memulai pernikahan.
Adapun menikah dengan niat talak, orang memulai pernikahannya
76
dengan niat jelek, ia memulai dengan tipu muslihat, ia menyimpan
rapi niat jeleknya itu. Andaikan ada persengketaan seperti yang telah
terjadi pada pelaku pasangan pernikahan dengan niat talak mereka
tidak menginginkan perdamaian, karena mereka tidak ingin
menambah waktu kelangsungan pernikahannya apabila batas waktu
yang telah ditentukannya telah habis.
Selain itu, Islam mensyari‟atkan pernikahan adalah untuk
melestarikan garis keturunan. Tetapi jika didasari dari awal nikah
dengan niat talak maka mereka tidak akan memikirkan tentang
keturunan. Tidak mungkin orang yang tidak menginginkan
kelanggengan dalam suatu hubungan rumah tangga, menginginkan
katurunan. Apalagi pernikahan yang mereka bina baru seumur
jagung.
Ketika kembali pada asal hukum nikah yang lima, yaitu:
a. Nikah Wajib, yaitu bagi orang yang mampu dan akan menambah
takwa dan juga untuk menjaga jiwa dan menyelamatkan dari
perbuatan haram.
b. Nikah Haram, yakni bagi orang yang tahu dirinya tidak mampu
hidup berumah tangga melaksanakan kewajiban lahir dan batin.
c. Nikah Sunnah, yaitu bagi orang yang sudah mampu tetapi masih
sanggup mengendalikan dirinya dari perbuatan haram, maka lebih
baik menikah.
77
d. Nikah Mubah, yaitu bagi orang yang tidak berhalangan untuk
menikah dan dorongan untuk menikah tidak membahayakan
dirinya.
e. Nikah Makruh, yaitu bagi yang mampu untuk menikah, tetapi
juga mampu menahan diri dari zina. Hanya tidak mempunyai
keinginan kuat untuk memenuhi kewajiban suami istri dengan
baik.(Tihami, dkk, 2010: 11)
Dilihat dari asal hukum di atas, jika memang dalam akad nikah
niat tersebut diutarakan, maka nikah tersebut yang asalnya mubah
akan menjadi haram karena telah sama dengan nikah mut‟ah. Namun,
persoalannya dalam akad nikah ini niatnya tidak diutarakan dan
hanya ada di dalam hati, sehingga tidak bisa dihukumi karena yang
bisa dihukumi hanyalah perkara yang lahir saja. Sebagaimana kaidah
ushuliyahnya, yaitu ungkapan dijadikan hujjah menurut keumuman
lafalnya bukan karena sebab yang melatarbelakangi. Kaidahnya:
ثىيفع ل دخظص ثىسذخ ثىعذشر دع
“Ungkapan itu berdasarkan keumuman lafaẓ bukan pada
kekhususan sebab”. ( Hamid , 1983: 49).
Misalnya adalah ketika Nabi Saw. ditanya tentang wudlu air
laut padahal waktu itu terdapat air tawar sedikit yang cukup untuk
wudlu saja atau untuk minum saja. Jawab Nabi Saw.:
ضض جء ثىقو س ثىط
78
Laut itu suci airnya dan halal bangkainya. (HR. Thirmiżī
dan Ibnu Hibban)
Hadis itu tetap menunjukkan kesucian air laut, walaupun air
tawar banyak tersedia, karena hujjah itu diambil dari keumuman hadis
tersebut bukan asbabul wurūd yang melatarbelakangi adanya hadis
itu.(Utsman, 1997:42)
Menurut kaidah di atas dapat dianalisis bahwa niat dalam
nikah ini tidak ada kepastian hukum, karena memang hanya perkara
yang lahir saja yang dapat dihukumi secara pasti. Sehingga, ketika
melihat dari perkara lahirnya, yakni akad nikahnya adalah seperti
akad pernikahan yang lain (mutlak) tanpa ada syarat apapun yang
diutarakan. Maka nikah ini sah-sah saja sebagaimana nikah pada
umumnya. Dan adanya niat yang terbersit pada saat akad tidaklah
mempengaruhi sahnya nikah tersebut. Namun, dalam kaidah fikih
juga terdapat penjelasan mengenai niat (maksud) yang tidak
diungkapkan, yaitu:
ثىذج ل ىلىفجظ عج ثىعذشر ف ثىعقد ىيقجطذ ثى
“Yang dimaksud dalam akad adalah maksud atau makna
bukan lafaẓ atau bentuk perktaan.” (Abdul Mujib, 1980: 24).
Dalam suatu akad, bila terjadi perbedaan antara maksud (niat)
si pembuat dengan lafal yang diucapkan, maka yang dianggap akad
adalah niat/ maksudnya, selama yang demikian itu masih diketahui.
Misalnya, ada dua orang mengadakan transaksi dengan lafaẓ memberi
barang dengan syarat adanya pembayaran harga barang itu, maka
79
transaksi ini dipandang sebagai transaksi jual beli, karena transaksi
inilah yang dimaksud atas makna dari si pembuat transaksi, bukan
transaksi pemberian sebagaimana yang dikehendaki oleh
lafaẓ.(Utsman, 1997:42)
Rumah tangga adalah inti dan ujung tombak bagi terciptanya
masyarakat yang sholeh. Sedangkan nikah dengan niat talak itu bukan
suatu pernikahan yang bisa mencapai terbentuknya keluarga dan
ikatan-ikatannya. Bahkan orang yang nikah dengan niat talak itu niat
dan tindakannya berdiri untuk memerangi hal itu semua. Dia tidak
menginginkan terbentuknya sebuah keluarga dari hasil nikahnya itu.
B. Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Nikah Dengan Niat Talak Yang
Terjadi Di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang.
Pada kasus nikah dengan niat talak yang terjadi di Desa Wonoyoso
Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang dilatar belakangi oleh beberapa
hal sebagai berikut:
1. Kurangnya pengetahuan terhadap makna dari pernikahan
Kurangnya pengeahuan terhadap makna pernikahan itu
menyebabkan mereka bisa dengan mudah melakukan pernikah kemudian
bercerai. Mereka tidak mengetahui bahwa Allah telah mengatur
pernikahan itu secara terperinci. Pelaku pernikahan dengan niat talak yang
terjadi di Wonoyoso hanya mengetahui bahwa pernikahan itu yang nanti
menjadi suami istri. Mereka tidak mengetahui bahwa dalam pernikahan
80
itu terdapat ikatan yang suci, pernikahan itu suatu hal yang sakral bukan
sekedar menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan.
Bahkan ketika mereka ditanya tentang tujuan pernikahan Anto
hanya menjawab tidak tahu, karena tujuan dia menikah dengan Riya
hanya ingin mendapatkan hadiah saja setelah itu dia akan meninggalkan
Riya dan anaknya, tanpa dia punya tanggung jawab sedikitpun terhadap
kelangsungan hidup Riya dan anaknya yang seharusnya menjadi
tanggung jawabnya untuk menafkahi karena dia telah bersedia menikahi
Riya.
Begitu juga dengan Riyan bahkan dia menjadi suami yang ringan
tanggan pada istri sering menyakiti fisik istri tanpa dia merasa bersalah
dengan setiap perbuatannya. Dia hanya ingin memanfaatkan Ida sebagai
sumber penghasilannya. Tanpa sedikitpun pemperhatikan hak-hak Ida
sebagai seorang istri. Padahal tujuan pernikahan dalam Islam tidak hanya
sekedar pada batas pemenuhan nafsu biologis atau pelampiasan nafsu
seksual, tetapi memiliki tujuan-tujuan penting yang berkaitan dengan
sosial, psikologi dan agama. Di antaranya yang terpenting adalah:
a. Memelihara gen manusia, dengan pernikahan manusia akan dapat
memakmurkan hidup dan melaksanakan tugas sebagai kalifah dari
Allah Swt. Mungkin dapat dikatakan bahwa untuk mencapai hal
tersebut hanya perlu melalui nafsu seksual dan tidak harus melalui
syari‟at, namun cara tersebut dibenci agama.
81
b. Pernikahan adalah tiang keluarga yang teguh dan kokoh. Di dalamnya
terdapat hak-hak dan kewajiban yang sakral dan religius. Seseorang
akan merasakan adanya tali ikatan suci yang membuat tinggi sifat
kemanusiannya, yaitu ikatan ruhani dan jiwa yang membuat
ketinggian derajat manusia dan menjadi mulia daripada tingkat
kebinatangan yang hanya menjalin cinta syahwat antara jantan dan
betina.
c. Nikah sebagai perisai diri manusia dari pelanggaran-pelanggaran yang
diharamkan agama. Pernikahan itu tidak membahayakan dan juga
tidak menimbulkan kerusakan, serta tidak menjerumuskan para
pemuda dalam kebebasan. Dalam al-Quran telah terdapat isyarat
dalam surat an-Nisāˊ ayat 24 sebagai berikut:
“Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian yaitu
mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk
berzina”. (An Nisa‟: 24)
d. Melawan hawa nafsu, yaitu nikah juga melatih kesabaran terhadap
akhlak istri dengan usaha yang optimal memperbaiki dan memberikan
petunjuk jalan agama.(Majid, 2009: 41)
2. Kurangnya peran serta masyarakat sekitar khususnya tokoh agama
82
Keberadaan tokoh agama dalam masyarakat tentunya dapat
membimbing dan membawa pengaruh masyarakat sekitar kearah yang
baik sesuai ajaran agama bukan sebaliknya. Tokoh agama malah menjadi
sumber dari suatu masalah dan pelanggaran terhadap hukum-hukum
syar‟i seperti yang terjadi di Desa Wonoyoso. Seperti yang telah
dilakukan pak Hari pemuka agama di Desa Wonoyoso, tindakan beliau
sungguh sangat menyimpang dari ajaran agama. Memanfaatkan ketidak
berdayaan Riya untuk memuaskan nafsu biologisnya. Karena perbuatan
beliau tersebut yang akhirnya memicu terjadinya pernikahan dengan niat
talak antara Anto dan Riya.
Selain itu masyarakat setempat dan juga pemuka agama yang lain
seperti pak Danang tidak mau ikut campur dalam masalah tersebut
padahal mereka mengetahui bahwa hal tersebut bertentangan dengan
hukum syar‟i. hal tersebut dikarenakan, mereka tidak berani
mengingatkan. Pak Danang terutama, beliau adalah adik dari pak Hari dan
beliau sangat mengenal sikap pak Hari yang tidak mau diingatkan. Selain
itu, keluarga pak Hari termasuk keluarga terpandang dikampung tersebut,
sedangkan keluarga Riya dikenal sebagai dukun santet, karena itu tidak
ada siapa pun yang berani berkomentar tentang hal tersebut. Mereka
hanya berani membicarakan hal tersebut dibelakang mereka.
3. Faktor ekonomi
Faktor ekonomi juga menjadi salah satu penyebab terjadinya
pernikahan dengan niat talak. Demi mendapatkan keuntungan mereka rela
83
menikah tanpa didasari rasa sayang. Saat pernikahan dilangsungkan yang
mereka ingin dapatkan bukan ketentraman dan kebahagiaan dalam rumah
tangga tetapi keuntungan yang sebanyak-banyaknya setelah itu mereka
tinggalkan pasangannya. Mereka menafikan prinsip dan peraturan Allah
demi mendapatkan keuntungan dari hasil pernikahannya. Meskipun
mereka tahu bahwa pernikahan tersebut tidak baik tetapi dia tetap
melaksanakan pernikahan tersebut. Bahkan perangkat desa yang
seharusnya bisa menjadi teladan justru malah mendukung terjadinya
pernikahan tersebut.
Hal tersebut dapat menimbulkan kerugian dari salah satu pihak.
Karena itu, seharusnya pernikahan tersebut tidak dilangsungkan. Selain
itu, pernikahan dengan niat talak tersebut sangat bertentangan dengan
tujuan pernikahan yang terdapat dalam KHI pasal 3 dan syari‟at Islam.
4. Faktor Sosial
Selain ketiga faktor di atas, faktor sosial juga menjadi penyebab
terjadinya pernikahan dengan niat talak. Pernikahan antara Riya dan Anto
terjadi karena alasan agar bayi yang dikandung Riya bisa memiliki status
seorang bapak meskipun perbuatan tersebut sebenarnya melawan hukum.
Sedangkan pernikahan anara Ida dan Riyan terjadi dengan alas an untuk
menolong Ida agar dia tidak dipandang sebelah mata oleh tetangganya
karena diusia 30 tahun belum juga mendapatkan suami. Tujuan mereka
sebenarnya hanya ingin menutupi aib tetapi tujuan tersebut sebenarnya
84
tidak tercapai karena tetangga mereka telah mengetahui seluk beluk
terjadinya pernikahan antara mereka.
C. Pendapat Para Ulama’ Tentang Adanya Nikah Dengan Niat Talak Yang
Terjadi Di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang
Ditinjau Dari Perspektif Hukum Islam Dan KHI
Beberapa ulama‟ telah menyampaikan pendapatnya tentang pernikahan
dengan niat talak, diantaranya adalah:
1. Ustadz Hamzah Pengurus Pondok Pesantren Darul Fiqh Lamongan
Menurut saya pernikahan dengan niat talak yang terjadi di desa
wonoyoso itu tidak bagus atau tidak boleh, hal tersebut dinisbatkan
dengan seorang muhalil. Seseorang yang muhalil yang menikah tetapi
sebelumnya ada perjanjian untuk mentalak. Seperti halnya talak ba‟in itu
harus ada muhalil seandainya ingin rujuk kembali. Kalau seandainya
muhalil itu sudah dijanji bahwa nanti setelah pernikahan muhalil ini harus
menceraikan istrinya agar bisa dirujuk oleh bekas suaminya yang lama
maka pernikahan tersebut hanya sekedar bertujuan untuk nikah saja tetapi
tidak ada tujuan syar‟i di dalamnya dan untuk kelangsungan hidup yang
sempurna hal tersebut menurut saya tidak boleh.
Karena pernikahan itu tidak hanya sekedar untuk main-main saja.
Allah dalam hadits nabi itu berfirman bahwa sesuatu yang diperbolehkan
tetapi yang paling dibenci oleh Allah adalah talak. Firman tersebut salah
satunya adalah untuk menjaga suatu rumah tangga agar nantinya tidak
mudah terjadi perpecahan dalam sebuah rumah tangga. Dilihat dari KHI
85
pernikah tersebut juga tidak sesuai karena tujuan mula pernikahan
tersebut hanya untuk mentalak padahal tujuan pernikahan itu juga untuk
membina seatu pernikahan yang langgeng
2. Ustadz Zaenuri Pengurus Al Hikmah Kabupaten Semarang
Memang niat itu di dalam hati, jika tidak diucapkan maka tidak
akan tahu yang tahu hanya orang yang meniatkan itu. Lalu apakah
pernikahan itu sah atau tidak? Kalau dalam hati sudah ada niat seperti itu
maka nikahnya tidak sah. Sama saja jika niat itu tidak dilafadkan seperti
halnya nikah mut‟ah tapi suatu saat dia bercerita kepada seseorang aku
nikah karo kui ora Cuma tak niati kanggo 3 tahun, waktu itu juga
nikahnya batal. Kalau nikah mut‟ah ketika akad dilafadzkan bahwa saya
menikahi orang tersebut hanya untuk 2 tahun saja sebenarnya tidak perlu
menunggu 2 tahun pernikahan tersebut memang tidak sah. Sama rusaknya
pernikahan tersebut dengan suatu pernikahan yang terjadi antara seorang
muslim dengan wanita non muslim atau sebaliknya. sewaktu nikah dua-
duanya masuk islam tetapi setelah pernikahan salah satu diantara mereka
pindah agama semula maka saat itu juga pernikahan tersebut batal. Saat
pernikahan memang sah tetapi saat murtad maka pernikahan tersebut
batal.
Nikah dengan niat talak mungkin secara dhohir pernikahan
tersebut sah karena niat itu hanya pelakunya saja yang tahu tetapi menurut
agama hal tersebut tidak boleh. Talak dan nikah itu suatu perbuatan yang
tidak sulit, jika nikah harus ada wali, saksi kedua mempelai kemudian ijab
86
qobul pernikahannya sudah sah sama halnya dengan talak meskipun
dalam keadaan marah, mabuk, sadar, diniati atau tidak, jika sudah ada
kata kamu saya talak tetap jatuh talak. Hukum nikah itu adhohiru tadullu
ala batin, tidak ada siapa pun yang tahu hal yang terbesit di dalam hati
seseorang jika dilihat dari dhohirnya pernikahan tersebut tetap sah tetapi
di ucapkan atau tidak adanya niat talak tersebut menjadikan nikah tersebut
tidak sah.
Sedangkan nikah dengan niat talak yang terjadi di desa wonoyoso
tersebut tidak boleh dilakukan. Karena pernikahan tersebut hanya ingin
mencari status saja. Wanita hamil itu tidak boleh dinikah oleh orang yang
bukan menghamili. Kalau dinikahi sebelum anaknya lahir maka selama
itu tidak boleh dikumpuli setelah anak itu lahir, dia benar-benar suka
harus dinikahi lagi. Hal tersebut dikarenakan maslahah dan madhorot
yang terdapat dalam iddah. Orang hamil itu iddahnya sampai melahirkan.
Jadi tidak boleh dinikahi apalagi bukan yang menghamili yang menikahi.
Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits:
ه أنا مرثد بن أبي مرثد الغنويا عن عمرو بن شعيب عن أبيو عن جدة وكان ة بغي ي قال لها عناق وكانت كان يحمل السارى بمكا بمكا
صديقتو قال جئت إلى النابي صلاى اللاو عليو وسلام ف قلت يا رسول اللاو أنكح عناق قال فسكت عني ف ن زلت } والزاانية ل ي نكحها إلا
مشرك { فدعاني ف قرأىا عليا وقال ل ت نكحها زان أو 2051. Dari Abdullah bin Amru bin Ash, bahwasanya
Martsad bin Abi Martsad Al Ghanawi pernah membawa seorang
87
wanita tawanan perang dari Makkah. Di Makkah pada saat itu
ada seorang pelacur yang dipanggil Anaq, wanita tersebut dahulu
adalah sahabatnya. Ia berkata "Saya mendatangi Nabi SAW dan
saya berkata kepadanya, 'Wahai Rasulullah SAW, apakah saya
boleh menikah dengan Anaq.' Kemudian Martsad berkata,
'Rasulullah SAW diam, lalu turunlah ayat, "Seorang wanita pezina
tidak akan menikah dengannya kecuali seorang yang berzina atau
orang musyrik. " Kemudian Nabi memanggil saya, dan
membacakan ayat tersebut.' Nabi berkata, 'Jangan engkau
menikah dengannya. '"(hasan shahih)
Itulah agama, dia menjaga dengan sangat kuat. Maka ada
beberapa ulama‟ yang berkata meskipun orang yang menikahi itu yang
menghamili setelah anaknya lahir dia harus menikah lagi. Kenapa agama
itu menghendaki iddah bagi wanita yang tidak hamil itu 3 bulan 10 hari
karena hamil usia 1 bulan itukan belum kelihatan kalau sudah 3 bulan itu
pasti kelihatan makanya agama itu menghendaki 3 bulan 10 hari untuk
menjaga kehati-hatian tersebut.
Sebenarnya KUA itu cuma pencatat nikah saja, memberi surat
nikah selesai bukan orang yang memberi hukum. Dalam hal talak juga
demikian meskipun 30 kali mengucapkan talak kalau tidak dibawa ke
pengadilan tetap masih istrinya. Padahal menurut Islam hal tersebut sudah
zina. Orang datang ke KUA ditanya saling suka atau tidak bilang suka
pasti dinikahkan padahal tidak berarti orang tersebut bohong, ditanya lagi
sudah hamil apa belum jawabnya belum berarti sudah double dosanya.
Orang tua jaman sekarang jika ditanya mau menggunakan wali hakim
atau dinikahkan sendiri maka pasti dijawab wali hakim padahal yang
punya tugas untuk menikahkan adalah bapaknya.
88
Jika dilihat dalam tujuan pernikahan, maka pernikahan dengan niat
talak tersebut tidak sah. Sekali lagi pernikahan tersebut hanya sebuah
rekayasa belaka untuk mencari status dari anak yang dikandungnya.
Seperti halnya ada seseorang yang bilang mas anakku nikah nanti saya
kasih satu buah mobil. Orangnya mau nanti waktu di KUA bilang senang
berarti orang itu munafik, pernikahannya tetap tidak sah. Dalam tata
negara supaya bisa digunakan untuk ngurus surat tetapi dalam agama
pernikahan tersebut tidak sah. Yang pasti jika ada ketentuan waktu maka
nikahnya tidak sah.
3. Drs. Badwan, M.Ag dosen IAIN Salatiga
Fiqh itu kan hanya bagian dari cara pelaksanaan saja, sedangkan
agama itu tidak hanya fiqh. Menurut pandangan saya pernikahan tersebut
tidak benar. Karena dengan adanya pernikahan tersebut berarti tujuan
pernikahan itu sudah tidak benar, kalau sudah tidak benar kenapa harus
dilaksanakan. Pernikahan tersebut sebaiknya tidak dilaksanakan. Sekali
lagi fiqh itu bukan satu-satunya masih ada yang lain ajaran dalam agama.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Muslim rahimahumallah dalam kitabnya “Al-Jaami‟ Ash-Shahiih”:
صلى الل ع ب عنهما، عن الن الل ه عن ابن عباس رض ل
ه عز وجل قال: قال: روي عن رب »وسلم، فما إن الل
ن ذلك، فمن هم بحسنة فلم ئات ثم ب كتب الحسنات والس
89
له عنده حسنة كاملة، فإن هو ه عملها كتبها الل م بها
له عنده عشر حسنات إلى سبع مائة فعملها كتبها الل
عملها كتبها ئة فلم ضعف إلى أضعاف كثرة، ومن هم بس
له عنده حسنة كاملة، فإن هو هم بها فعمله له الل ا كتبها الل
ئة واحدة «س
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam yang beliau riwayatkan dari rabbnya
(hadis qudsi) azza wa jalla berfirman, yang beliau sabdakan:
"Allah menulis kebaikan dan kejahatan," selanjutnya beliau
jelaskan: "Siapa yang berniat kebaikan lantas tidak jadi ia
amalkan, Allah mencatat satu kebaikan di sisi-Nya secara
sempurna, dan jika ia berniat lantas ia amalkan, Allah
mencatatnya sepuluh kebaikan, bahkan hingga dilipat-gandakan
tujuh ratus kali, bahkan lipat-ganda yang tidak terbatas,
sebaliknya barangsiapa yang berniat melakukan kejahatan
kemudian tidak jadi ia amalkan, Allah menulis satu kebaikan
disisi-Nya secara sempurna, dan jika ia berniat kejahatan dan jadi
ia lakukan, Allah menulisnya sebagai satu kejahatan saja."
Hadits tersebut menunjukkan bahwa apa yang terkandung dalam
hati itu menjadi penting dalam setiap perbuatan. Kenapa nabi selalu
mengingatkan barang siapa yang berbuat baik meskipun belum dikerjakan
mendapat satu pahala, itukan bukti bahwa apa yang ada dalam hati itu
juga penting. Dan jika hal tersebut dilakukan dalam sebuah pernikahan
berarti itu tidak boleh, itu mengapa harus dihindari. Apalagi jika yang
salah satunya tidak tahu berarti ada unsur penipuan juga.
Kalau dilihat dari sudut pandang KHI pasal 3 pernikahan tersebut
semakin tidak sejalan. Kalau dipertanyakan kenapa padahal sarat dan
rukunnya terpenuhi Islam malah melarang, alasannya karena fiqh itu tidak
satu-satunya masih ada aspek hukum yang lain. Terutama adanya hadits
90
nabi yang merapkan aspek hati, dan itu menjadi penting untuk
diperhatikan. Pernikahan memang sah tetapi sebaiknya tidak
dilaksanakan. Contoh lain, emas itu harus dikenai zakat supaya tidak
membayar zakat maka emas itu dibelikan tanah karena tanah tidak dikenai
zakat itu yang dinamakan kilatul hukmi atau merekayasa hukum.
D. Pendapat Peneliti Tentang Pernikahan Dengan Niat Talak
Pernikahan dengan niat talak dilihat dari rukun dan syaratnya memang
terpenuhi dan jika dilihat dari hal tersebut maka pernikahan tersebut sah.
Seperti halnya yang tersebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
Ibnu majah:
ث نا حاتم بن إسمعيل عن عبد الراحمن بن أردك المدني عن ث نا ق ت يبة حدا حداى اللاو عليو عطاء عن ابن ماىك عن أبي ىري رة قال قال رسول اللاو صلا
ىنا جد وىزلهنا جد النكاح والطالق والراجعة وسلام ثلث جد1184. Qutaibah menceritakan kepada kami, Hatim bin Ismail
memberitahukan kepada kami dari Abdurrahman bin Adrak Al Madini,
dari Atha, dari Ibnu Mahak, dari Abu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah
SAW bersabda, "Ada tiga perkara yang sungguh-sungguhnya jadi
sungguh dan senda guraunya Jadi sungguh-sungguh, yaitu nikah, thalak,
dan ruju'" Shahih: Ibnu Majah (2039)
Tetapi menurut peneliti pernikahan adalah sesuatu yang sakral dan
tidak boleh digunakan mainan jadi hadits tersebut tidak bisa digunakan
sebagai pedoman untuk kebolehan melakukan pernikahan dengan niat talak.
Seperti juga disebutkan dalam kompilasi hukum Islam pasal 2 tentang
pengertian dari suatu pernikah yaitu:
91
“Perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan yaitu akad yang
sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk menaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah”.
Selain itu, niat juga sangat penting perannya karena setiap perbuatan
seseorang apakah baik atau buruk itu didasarkan pada niat awal seseorang.
Seperti yang tersebut dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh bukhori
muslim yang berbunyi:
ش ع جه س ق الل ع ض جح س ط خ ثى شد ض ع ف ف د أ ؤ ش ثى أ ع
ي ي الل ع ه الل ط س س س جى جه د ع ج ثل ه: إ ق ي ن ج ى إ جس ا ج ش و ث
... (ثىذخجس سي )سث
“Sesungguhnya semua amal itu disertai niat dan sesungguhnya bagi
setiap orang adalah apa yang dia niatkan”. (HR. Bukhari Muslim).
Dari hadits sersebut dapat dilihat bahwa niat itu menentukan setiap
amal yang dikerjakan oleh seseorang. Jika niatnya baik maka perbuatan itu
akan menjadi baik dan jika niat itu buruk maka perbuatan itu akan menjadi
buruk. Pernikahan adalah sesuatu yang diperintahkan Allah dan merupakan
suatu ibadah jika ketika nikah diniatkan hanya untuk cerai maka tidak ada
kebaikan di dalamnya.
Selain itu, tujuan dan prinsip pernikahan tidak tercapai seperti yang
peneliti amati di lapangan. Pernikahan antara Riya dan Anto serta Ida dan
Riyan tidak tercipta rasa cinta dan kasih, sikap saling melengkapi dan
melindungi selama pernikahan berlangsung.
Selain itu dalam proses pernikahan tersebut ada beberapa unsur yang
menjadikan pernikahan tersebut menjadi tidak baik jika dilaksanakan:
92
1. Paksaan
Pernikahan yang terjadi antara Riya dan Anto serta pernikahan
yang terjadi antara Ida dan Riyan bermula karena terpaksa. Tidak ada
keinginan dari kedua pasangan tersebut, hal tersebut dapat terlihat dari
awal mula terjadinya pernikahan yaitu agar Riya yang sebelumnya telah
hamil dengan pemuka agama di Desa Wonoyoso tersebut mempunyai
status sebagai istri orang dan anak yang dikandungnya mempunyai status
memiliki ayah. Sedangkan Ida menikah karena umurnya telah mencapai
30 tahun dan belum juga memiliki suami.
Berdasarkan dalih tersebut dapat disimpulkan bahwa pernikahan
mereka karena terpaksa saja tidak ada rasa saling suka diantara keduanya.
Padahal dalam Undang-Undang Pernikahan Nomor 1 Tahun 1974 pasal 6
ayat 1 telah disebutkan bahwa Perkawinan harus didasarkan atas
persetujuan kedua calon mempelai. Tidak boleh ada paksaan dari
manapun.
Dalam Islam juga tidak pernah ada perintah perjodohan. Dalam
Islam hanya ada perintah untuk mencari pasangan itu karena hartanya,
keturunan, kecantikan dan agamanya. Seperti yang disebutkan dalam
sebuah hadits:
كح النساء لربع عن أبي ىري رة عن النابي صلاى اللاو عليو وسلام قال ت ن ين تربت يداك لمالها ولحسبها ولجمالها ولدينها فاظفر بذات الد
2047. Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Wanita
dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, karena keturunannya,
93
karena kecantikannya, dan karena agamanya. Pilihlah karena agamanya,
maka engkau akan beruntung dan bahagia. (shahih Muttafaq Alaih).
2. Mengharap hartanya
Dari pernikahan dengan niat talak juga terdapat unsur mengharap
harta saja. Meskipun dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori
Muslim di atas boleh menikah berdasarkan atas kekayaannya tetapi
maksud dari hadits tersebut adalah pernikahan yang tidak di dasari atas
niat talak seperti halnya yang terjadi di Desa Wonoyoso.
Pernikahan boleh diniatkan untuk mendapatkan kemakmuran tetapi
jika pernikahan tersebut ada niat untuk mentalak setelah kebutuhannya
selesai maka pernikahan tersebut menjadi tidak boleh untuk dilaksanakan.
Seperti Niat Anto sewaktu menikahi Riya yaitu agar mendapatkan satu
buah motor dan uang saja setelah apa yang diinginkan tersebut tercapai
Anto berniat untuk menceraikan Riya. Hal tersebut tidak beda jauh dengan
pernikahan Riyan, dia menikah dengan Ida juga hanya ingin mendapatkan
uang dari Ida dari hasil pernikahan mereka berdua juga uang Ida dari
hasil kerjanya di pabrik untuk membayar hutang-hutang Riyan pada
teman-temannya setelah itu Riyan juga berniat untuk menceraikan Ida.
Selain dari kedua hal di atas, dapat dilihat dari ketiga pendapat yang
dikemukakan oleh para ulama‟ yang menyatakan bahwa pernikahan
dengan niat talak itu tidak diperbolehkan karena bertentangan dengan
syari‟at Islam juga dengan tujuan pernikahan yang terdapat dalam pasal 3
KHI. Jika dilihat dari dhohirnya maka pernikahan itu sah tetapi dalam
94
konteks keislaman fiqh bukan satu-satunya yang menjadi dasar, masih ada
yang lain seperti hadits nabi yang menyerukan tentang pentingnya
pemperhatikan aspek yang terdapat dalam hati.
“Akad nikah ialah rangkaian ijab yang diucapkan oleh wali dan
kabul yang diucapkan oleh pria atau wakilnya disaksikan oleh dua orang
saksi”.
Definisi tersebut telah tertulis dalam KHI pasal 1 (c) dengan sangat
jelas. Hal ini dalam kaitannya dengan nikah niat talak sangatlah penting,
karena mayoritas pernikahan tidak hanya disaksikan oleh dua orang saksi
saja, tetapi banyak keluarga yang turut menyaksikan pernikahan tersebut.
Jika seorang pria pada waktu akad nikah telah terbersit di dalam hatinya
niat untuk menceraikan istrinya suatu saat nanti, apakah dia tidak merasa
berdosa karena sama saja dia telah mendustai banyak orang, terutama
mempelai wanita. Apalagi ketika direlevansikan dengan tujuan
perkawinan, dalam pasal 3 KHI juga tertulis jelas, yaitu:
“Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga
yang sakinah, mawaddah, dan rahmah”.
Pasal tersebut telah sangat jelas menunjukkan bahwa perkawinan
merupakan jembatan bagi seseorang untuk menuju kebahagiaan dunia dan
akhirat, bukan hanya semata-semata untuk besenang-senang. Perkawinan
bukan hanya mempersatukan dua pasangan manusia, laki-laki dan
perempuan, melainkan tali perjanjian yang suci atas nama Allah bahwa
kedua mempelai berniat membangun rumah tangga yang sakinah, tentram
dan dipenuhi oleh rasa cinta dan kasih sayang. Perkawinan juga baru
95
dinyatakan sah jika menurut hukum Allah dan hukum negara, berikut
rukun-rukun dan syarat-syaratnya. (Saebani, 2008:15) Tertera pula dalam
pasal 2 KHI tentang dasar-dasar perkawinan yang berbunyi:
“Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan yaitu akad
yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah
dan melaksanakannya merupakan ibadah”.
Menurut Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan
pada BAB I Dasar Perkawinan Pasal 1 juga dinyatakan bahwa:
“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa”.
Menikah dengan niat talak yaitu sang suami yang memulai
pernikahannya dengan niat jelek, dia memulai dengan tipu muslihat,
menyimpan rapi niat jeleknya itu dari istrinya yang lemah. Maḍarat
(kerusakan) yang akan timbul akibat nikah dengan niat talak hampir sama
dengan maḍarat yang timbul akibat nikah mut‟ah, tahlīl dan nikah
syighār, bahkan lebih parah lagi. Karena wanita yang dinikahi secara
mut‟ah dan tahlīl dia mengetahui niat yang terkandung dalam hati
suaminya, artinya wanita itu telah memikirkannya secara matang. Ia tidak
menginginkan pria itu sebagai suami sejatinya, karena itulah dia tidak
mencurahkan cinta dan kasih sayangnya yang murni pada suaminya,
begitu pun sebaliknya dengan sang suami. Sedangkan yang disebut nikah
dengan niat talak, sang suami seolah-olah menampakkan di hadapan
istrinya bahwa dia sangat mencintainya, padahal semenjak akad
96
berlangsung dia memendam niat yang jelek dan itu merupakan
pengkhianatan.(Sholeh, 2010:52-52) Apakah ini tidak sama saja dengan
dia mendzalimi istrinya? Sedangkan sang istri sangatlah mengharapkan
banyak dari pernikahannya tersebut, namun jika benar-benar terjadi
perceraian itu, istrinya akan sangat terpukul dan rapuh.
Dalam tujuan perkawinan, terdapat adanya harapan sakinah,
mawaddah wa rahmah. Arti dari kata “rahmah” sendiri ialah kasih
sayang, baik kasih sayang timbal balik antara suami istri maupun
mendapat rahmat dari Allah Swt. Akan tetapi bagaimana pernikahan ini
dapat menghadirkan rahmat Allah jika hanya dilakukan untuk memenuhi
hawa nafsu belaka. Tentu tujuan pernikahan yang sebenarnya tidak akan
tercapai, karena hanya salah satu pihak saja yang mengharapkan
terwujudnya tujuan-tujuan tersebut.
Apabila niat di dalam pernikahan dengan niat talak tersebut
dikaitkan dengan hukum perdata, maka tidak akan muncul kepastian
hukum karena hukum hanya melihat dari lahirnya saja. Dalam perspektif
KHI, nikah dengan niat talak tersebut secara lahir relevan dengan KHI
pasal 3, karena akadnya sama dengan mayoritas akad yang dilaksanakan
orang pada umumnya. Jika pernikahannya dipertahankan, maka
kemungkinan akan bisa terwujud tujuan perkawinan yaitu sakinah,
mawaddah dan rahmah. Akan tetapi, ketika sang suami ingin benar-benar
menjatuhkan talaknya karena tiba masa yang diinginkannya, tidak serta-
97
merta langsung bisa menjatuhkan talak begitu saja. Namun, harus melalui
prosedur yang ada seperti alasan-alasan yang diajukan untuk permohonan
cerai di Pengadilan Agama (PA).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari semua yang telah diuraikan oleh peneliti tentang “Pernikahan
dengan Niat Talak dan Relevansinya dengan KHI pasal 3 (Studi kasus di Desa
Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang)” dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Akad yang digunakan dalam pernikahan dengan niat talak memang
menggunakan akad nikah mutlak sebagaimana akad nikah dalam
pernikahan biasa, tetapi dihati pelaku pernikahan dengan niat talak terbesit
bahwa dia akan menceraikan istrinya jika telah selesai masanya atau
98
kebutuhannya telah selesai. Hal tersebut sangat bertentangan dengan
syari‟at Islam dan tujuan pernikahan yang terdapat dalam KHI. Pernikahan
dengan niat talak memang hanya perkara yang lahir saja yang dapat
dihukumi secara pasti. Sehingga, ketika melihat dari perkara lahirnya,
yakni akad nikahnya adalah seperti akad pernikahan yang lain (mutlak)
tanpa ada syarat apapun yang diutarakan. Maka nikah ini sah-sah saja
sebagaimana nikah pada umumnya. Dan adanya niat yang terbersit pada
saat akad tidaklah mempengaruhi sahnya nikah tersebut. Tetapi dalam
Islam tidak hanya sekedar menggunakan fiqh saja, ada hukum lain yang
pengatur tentang tata cara kehidupan manusia salah satunya adalah
pertimbangan sosial, psikologi dan budaya yang menjelaskan tentang
pentingnya melihat aspek hati dalam keabsahan setiap perbuatan. Niat
adalah ukuran dalam menilai benarnya suatu perbuatan. Oleh karena itu,
jika niatnya benar maka perbuatan tersebut benar, dan jika niatnya buruk
maka perbuatan tersebut buruk.
2. Faktor penyebab terjadinya pernikahan dengan niat talak memang tidak
lepas dari kurang fahamnya masyarakat tentang arti pernikahan dan tujuan
pernikahan sebagaimana yang telah diatur dalam syari‟at Islam. Mereka
hanya tahu bahwa pernikahan itu harus ada saksi dan dilakukan di KUA.
Tanpa mereka perhatikan bahwa selain itu masih banyak aspek pernikahan
yang harusnya juga terpenuhi, bukan hanya sekedar syarat dan rukunnya
saja. Faktor ekonomi juga menjadi penyebab terjadinya pernikahan dengan
niat talak . karena ingin mendapat keuntungan mereka menafikkan hal
99
yang harusnya terpenuhi dalam suatu pernikahan yaitu niat yang tulus
untuk membentuk rumah tangga yang sakinah, mawadah wa rahmah.
Selain itu, kurangnya peran serta masyarakat dan tokoh agama juga
menjadi faktor utama yang melatar belakangi terjadinya pernikahan
dengan niat talak. Yang terakhir adalah faktor sosial, mereka berfikir
bahwa apa yang mereka lakukan itu dapat menolong pasangannya untuk
menutupi aibnya meskipun melawan hukum. Padahal sebenarnya tujuan
mereka itu tidak tercapai karena para tetangga mereka telah mengetahui
permasalahan mereka.
3. Perspektif ulama‟, tokoh masyarakan dan akademisi bahwa pernikahan
dengan niat talak itu tidak boleh dilaksanakan karena tidak sesuai dengan
syari‟at Islam. Selain itu, ada ketentuan yang menyatakan batas waktu
meskipun tidak diucapkan saat akad berlangsung, tetapi hal tersebut
menjadikan pernikahan dengan niat talak menjadi tidak sah jika dilakukan.
Aspek hati juga sangat penting dalam melaksanakan pernikahan, karena
rosulullah dalam haditsnya menjelaskan bahwa barang siapa yang berniat
melaksanakan kebaikan dan dilakukan maka akan mendapat dua kebaikan.
Hadits tersebut terlihat pentingnya aspek niat dalam setiap perbuatan.
Pernikahan dengan niat talak juga tidak relevan dengan tujuan pernikahan
yang terdapat dalam KHI pasal 3.
B. Saran-Saran
Sebagai umat Islam seharusnya kita dapat memilah perbuatan yang baik
dan perbuatan yang buruk. Menjaga diri dari perbuatan munkar, seperti
100
pernikahan dengan niat talak. Apalagi sebagai seorang pelajar sebisa mungkin
kita menghindari terjadinya nikah dengan niat talak. meskipun secara lahir
pernikahan ini sah karena telah memenuhi syarat dan rukunnya suatu
pernikahan tetapi pernikahan tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi salah
satu pihak. Jangan sampai dalam kehidupan rumah tangga, ada pihak yang
merasa terẓalimi, walaupun secara tidak langsung.
C. Penutup
Beribu ucapan syukur Alhamdulillah, penyusun bersyukur atas nikmat
dan pertolongan-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan
karya sederhana ini. Harapannya semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat
bagi penyusun juga siapapun yang berkenan membaca karya ini, serta dapat
menjadi tambahan wacana dan wawasan dalam kajian hukum Islam.
Mengingat keterbatasan penyusun, tentu karya ini masih jauh dari sempurna.
Maka dari itu, penyusun berharap kritik dan saran agar kedepan bisa dijadikan
acuan untuk berkarya lebih baik lagi. Wallāhu a‟lamu bi aṣ-Ṣawāb…
101