no. 3 - juni 2010 - t jong indonesia · 2011-09-28 · (jki). lalu, di paris, perancis ada bapak...
TRANSCRIPT
1
No. 3 - Juni 2010 - Tahun I - Jong Indonesia
2
Jong Indonesia - No. 3 - Juni 2010 - Tahun I
Perjalanan sejarah
Indonesia tdiak bisa
dipisahkan dari mereka
yang merantau. Sejak jaman
penjajahan Belanda hingga
sekarang, ribuan perantau yang
merupakan pekerja atau pelajar
Indonesia yang menempuh
pendidikan di Belanda. Kisah
mengenai para perantau Indonesia
di Belanda bisa kita temukan
dalam buku “Di Negeri Penjajah:
Orang Indonesia di Negeri Beladna
1600-1950” karya Harry A. Poeze,
yang terbit tahun 2008.
Banyak hal menarik ditemukan
di buku setelah 398 halaman ini,
khususnya mengenai perjuangan
dan kehidupa pelajar-pelajar
Indonesia pada masa penjajahan
Belanda. Misalnya, cerita tentang
majalah “Bintang Hindia” yang
dirintis oleh Abdul Rivai; cerita
tentang penyair politikus terkenal,
Noto Soeroto yang mengawali
karirnya dengan sukses, tetapi
mengakhiri hidupnya dengan
tragedy, juga tentang sejarah
perhimpunan mahasiswa
Indonesia yang sejak 1908
secara semarak memperlihatkan
berbagai nuansa politik.
Kita mesti bersyukur dan
beruntung karena mereka pernah
mencatat kisah dan pengalaman
hidupnya, entah lewat surat kabar
atau terbitan berkala yang dibuat
oleh para pelajar Indonesia di
Belanda, atau catatan harian
mereka. Dari catatan-catatan
itu, kita bisa menggali sejarah
dan mereguk semangat dan
inspirasi dari pengalaman yang
disampaikan lewat tulisan-tulisan
mereka.
Menulis dan mencatat juga
penting dalam rangka melawan
lupa. Koesalah Soebagyo Toer
(2003) dalam bukunya “Kampus
Kabelnaya: Menjadi Mahasiswa
di Uni Soviet” mengatakan,
pengalaman belajar di negeri
orang, buruk atau baik,
ada gunanya untuk dicatat.
“Pengalaman adalah sejarah yang
paling nyata, yang apabila tidak
dicatat akan lenyap dari ingatan
dan pengetahuan masyarakat,”
tulisnya.
Dalam hal ini, kita bisa belajar
dari orang Belanda, karena
orang Belanda adalah pencatat
yang tekun. Tradisi menulis dan
mencatat mereka sangat kuat.
Buku karya Harry A. Poeze ini
adalah salah satu buktinya.
Dalam hal ketekunan mencatat
ini, kata Koesalah, orang Indonesia
patut mencontoh orang Belanda.
Dan hal itu, seperti menjadi gaya
hidup mereka. Ketika di Belanda
saya pernah bertemu seorang
anak sekolah dasar. Sejak di
Sekolah Dasar, murid-murid di
Belanda dididik untuk menulis dan
mencatat pengalaman keseharian
mereka di buku harian. Di
kampus, saya temui teman-teman
kuliah yang punya kebiasaan unik:
mereka tidak pernah terpisah
dengan agenda atau buku harian.
Berbeda sekali dengan kita,
pelajar Indonesia, yang jarang
memiliki buku agenda atau buku
harian.
Kita masih beruntung, ada
beberapa orang senior kita yang
rajin mencatat dan menulis.
Salah satunya, Bapak Ibrahim
Isa. Tulisannya tentang aktivitas
masyarakat atau warga Indonesia
di Belanda, sering beredar di milis
Perhimpunan Persaudaraan dan
di milis Jaringan Kerja Indonesia
(JKI). Lalu, di Paris, Perancis ada
Bapak Umar Said http://umarsaid.
free.fr yang rajin menulis catatan-
catatan kritis tentang Indonesia.
Menyenangkan dan menyegarkan
membaca kisah-kisah dan catatan
mereka.
Beberapa waktu lalu, ada
teman-teman kita yang telah
membuat catatan mengenai
pengalaman mereka belajar di
Belanda lewat novel “Negeri van
Oranje”. Ini adalah salah satu
contoh yang baik, bahwa kisah dan
pengalaman kita hidup dan belajar
di luar negeri bisa bermanfaat dan
bisa menginspirasi banyak orang.
Kehadiran JONG Indonesia,
salah satunya juga dalam rangka
memberi ruang untuk kawan-
kawan menulis, mencatat, dan
berbagi. Lewat tulisan, opini,
artikel, dan dokumentasi tersebut
kita sebenarnya membuat jejak-
jejak sejarah. Siapa tahu, ini
bermanfaat untuk anak cucu kita.
Who knows!
Terima kasih untuk beberapa
rekan yang masih setia dan
Catatan Orang Rantau
Salam Redaksi
3
No. 3 - Juni 2010 - Tahun I - Jong Indonesia
JONG INDONESIA - Majalah online PPI Belanda.
Pemimpin Umum: Yohanes Widodo (Wageningen)
Pemimpin Redaksi: Yessie Widya Sari (Wageningen)
Sekretaris Redaksi: Yasmine MS Soraya (Delft)
Staf Redaksi: Asti Rastiya (Denhaag) Sujadi (Leiden) Dian Kusumaati (Amsterdam)
Amar Ma’ruf (Amsterdam) Rahma Saiyed (Denhaag) Henky Widjaja (Denhaag) Prita Wardani (Denhaag)
Meditya Wasesa (Rotterdam) Bhayu Prasetya Turker (Enschede) Rika Theo (Den Haag) .
Fotografer: Qonita S(Eindhoven) Jimmy Perdana (Wageningen)
Layout: Asriadi Masuarang (Wageningen)
Kerabat Redaksi
bertahan, untuk menghidupi JONG
Indonesia. Kami percaya, kerja ini
tidak ada artinya apa-apa, kalau
kami hanya bekerja sendirian.
Karena itu, kami mengundang
semakin banyak pelajar-
mahasiswa Indonesia yang sedang
atau pernah mencicipi hidup di
luar negeri, khususnya di Belanda,
untuk bergabung dan berkolaborasi
lewat media ini.
Jika semakin banyak orang-
orang Indonesia diperantauan yang
menulis dan mencatat pengalaman
dan kehidupannya, mudah-
mudahan bisa menjadi referensi
dan inspirasi bagi banyak orang.
Mari mencatat pengalaman-
pengalam an kita. Siapa tahu,
catatan-catatan itu bisa menjadi
jejak sejarah dan mampu memberi
inspirasi pembaca dan orang-orang
di sekitar kita. ***
Yohanes ‘Masboi’ Widodo
Pemimpin Umum Jong
Indonesia
4
Jong Indonesia - No. 3 - Juni 2010 - Tahun I
Koninginnedag: Atmosfer Kebersamaan Warga Belanda
Perayaan diawali untuk memperingati kelahiran Ratu
Wilhelmina. Menariknya, justru sang ratu tidaklah dilahirkan
pada 30 April, melainkan pada 31 Agustus 1880. Untuk
pertama kalinya perayaan kelahiran ratu dilakukaan pada
31 Agustus 1885, bertepatan dengan peringatan hari ulang
tahun ke 5 ratu Wilhelmina.
Suasana Queens Day di Amsterdam 2010. Foto Qonita S.
5
No. 3 - Juni 2010 - Tahun I - Jong Indonesia
Koninginnedag, dalam
bahasa Indonesia artinya
“Hari Ratu”. Acara ini tiap
tahunnya dirayakan pada tanggal
30 April dan tercatat sebagai salah
satu hari libur nasional di Belanda.
Berbagai macam aktivitas dilakukan
warga Belanda untuk mengisi hari
sekaligus merayakan hari libur
nasional tersebut. Lepas dari suka
cita warga Belanda, ada nilai ilosois
yang bisa dipelajari dari perayaan
hari ratu tersebut. Qonita, Yessie,
Yasmine, dan Masboi dari Jong
Indonesia mengemasnya dalam
laporan berikut.
Dirunut dari sejarahnya,
Koninginnedag seyogyanya
dilakukan untuk memperingati hari
kelahiran Ratu Belanda. Perayaan
diawali untuk memperingati
kelahiran Ratu Wilhelmina.
Menariknya, justru sang ratu
tidaklah dilahirkan pada 30 April,
melainkan pada 31 Agustus 1880.
Untuk pertama kalinya perayaan
kelahiran ratu dilakukaan pada 31
Agustus 1885, bertepatan dengan
peringatan hari ulang tahun ke 5 ratu
Wilhelmina. Saat itu perayaan dikenal
bukan sebagai Koninginnedag,
melainkan sebagai Princessedag.
Disebut demikian karena saat
itu Wilhelmina kecil belum
menyandang gelar keratuannya.
Sejak saat itu, pada 31 Agustus
tiap tahunnya, warga Belanda
merayakan Princessedag. Transisi
Princessedag ke Koninginnedag
terjadi saat Wilhelmina secara resmi
menyandang gelarnya sebagai
ratu.
Layaknya perayaan hari kelahiran,
perayaan kelahiran salah satu
anggota keluarga monarki pun
dipenuhi berbagai macam aktivitas.
Warga Belanda berbondong
mendatangi kediaman ratu untuk
mengikuti rangkaian seremonial
penanda dibukanya aktivitas
Koninginnedag. Rangkaian
seremonial ini dilakukan dengan
menyanyikan lagu kebangsaan
dan dilanjutkan dengan pemberian
kata sambutan. Kini resmilah
Koninginnedag dirayakan. Warga
pun melanjutkan suka citanya
dengan mengunjungi berbagai
macam kegiatan out door,
diantaranya bazar dan pentas
musik.
Tidak terpengaruh oleh
pergantian ratu, tradisi perayaan
kelahiran ratu ini terus berjalan
di era Ratu Juliana, penerus
Wilhelmina. Di era Ratu Juliana inilah,
Koninginnedag mulai dirayakan
pada 30 April. Ya, putri tunggal
Ratu Wilhelmina ini dilahirkan
pada 30 April 1909. Sebagai putri
pertama Ratu Juliana, Beatrix pun
melanjutkan peran ibunya sebagai
ratu kerajaan Belanda.
Pergantian kepemimpinan ini
dilakukan pada 30 April 1980,
bertepatan dengan perayaan
Koninginnedag. Menariknya,
perayaan Koninginnedag tahun-
tahun berikutnya tidak diakukan
pada hari kelahiran Ratu Beatrix , 31
Januari. Walaupun banyak warga
Belanda yang kontra terhadap
kebijakan Ratu Beatrix, cukup
beralasan jika Ratu Beatrix, yang
hingga kini masih menduduki
tahtanya sebagai ratu kerajaan
Belanda, tetap mempertahankan
Koninginnedag pada 30 April.
KoninginnedagAtmosfer Kebersamaan Warga Belanda
Topi mahkota ratu khas Koninginnedag.
Berpesta di atas perahu.
Foto Qonita S.
6
Jong Indonesia - No. 3 - Juni 2010 - Tahun I
Pertama, bentuk penghargaan
sang Ratu ke ibunda. Kedua,
mengakomodir aktivitas out door. Ya,
jika koninginnedag dirayakan pada
31 Januari, maka kecil kemungkinan
warga Belanda bisa menikmati
suka cita kegiatan terbuka. Hal ini
dikarenakan bulan Januari masih
diwarnai dengan musim dingin. Dari
sini terlihat bahwa pihak kerajaan
ingin kelahiran ratu mereka turut
dirayakan bersama oleh warganya.
Kebersamaan dan Multikultur
Wajar jika kemudian warga
bertumpah ruah di jalan-jalan dan
pusat keramaian untuk melakukan
berbagai macam aktivitas. Jika
anda berkesempatan mengikuti
Koninginnedag, anda akan melihat
keragaman suku warga yang bersuka
cita. Koninginnedag tidak hanya
dirayakan oleh kaum autotochtoon,
warga pribumi Belanda, melainkan
juga para pendatang. Lihat saja,
banyak warga imigran yang turut
bersuka cita pada hari tersebut.
Jika dirunut dari sejarah, kerajaan
Belanda seolah-olah memang erat
dengan iklim multikultural. Trah
kerajaan Belanda tidaklah murni
keturunan Belanda. Ratu Emma,
Ratu Juliana, dan Ratu Beatrix
memiliki suami orang Jerman.
Pangeran Willem Alexander,
putra Ratu Beatrix pun kembali
meneruskan iklim multikutural
dengan mempersunting Maxima,
putri berdarah Argentina. Mutlak
calon pewaris tahta berikutnya, yaitu
putri Amalia- putri Alexander dan
Maxima , memiliki darah campuran
Belanda, Jerman, dan Argentina.
Kembali ke perayaan
Koninginnedag. Pada malam
sebelum Koninginnedag atau
biasa disebut Koninginnenacht
(Queen’s Night), warga Belanda
sudah mulai berpesta dengan
panggung-panggung musik
terbuka sambil minum-minum
dan berkumpul bersama teman-
teman. Keesokan harinya, mereka
melanjutkan perayaan dengan
panggung-panggung terbuka
itu maupun sekedar berjalan kaki
berkeliling pusat kota. Mereka
menikmati kebersamaan ini dengan
mengenakan kostum yang berwarna
oranye termasuk berbagai macam
atribut seperti syal, kacamata, topi,
tas, sepatu yang juga berwarna
oranye.
Di beberapa kota yang banyak
kanalnya, warga juga merayakan
kebersamaan dengan berpesta di
atas perahu-perahu yang melewati
kanal atau sekedar bercengkerama
dengan teman-teman di perahu-
perahu kecil. Contohnya di kota-kota
seperti Amsterdam dan Utrecht,
kanalnya cukup ramai dilewati
perahu-perahu yang ditumpangi
orang-orang berkostum oranye.
Kebersamaan lain juga terlihat
dari keluarga-keluarga Belanda
yang tumpah ruah ke jalan sambil
menggelar dagangan. Setiap
pemerintah kota menyediakan
tempat di beberapa lokasi di
dalam kota di mana warga bebas
menggelar pasar loak yang berisi
barang-barang apapun yang ada di
rumah mereka. Anak-anak biasanya
ikut membantu orangtuanya, juga
bapak ibu lanjut usia ikut turun
menunggui barang-barang jualan.
Anak-anak yang sudah remaja
maupun dewasa muda biasanya
begitu?
Jelas, karena pada hari itu siapa
saja boleh berjualan di pinggir-
pinggir jalan, di muka toko, di
pinggir kanal, dan dimana saja,
asal tidak mengganggu lalu
lintas. Yang bikin orang menarik
berdagang pada hari itu, ialah,
hari itu bebas pajak.
Ibrahim Isa:
Tanjung Perak Tepi
Laut...
Biasanya “Koninginnedag”
dirayakan pada tanggal 30 April.
Mengapa 30 April?
Ini keputusan dari Ratu Beatrix
pribadi, terdorong oleh rasa
hormat dan kenangan pada
ibunya, Ratu Juliana.
Apakah orang Belanda tahu arti
Koninginnedag?
Banyak orang Belanda sendiri,
apalagi orang asing tidak tahu
menahu atau tidak peduli apa arti
sesungguhnya Koninginnedag itu.
Yang diketahui umum dan diikuti
masal oleh bangsa Belanda
ialah, pada hari itu berlangsung
“vrijemarktdag”. Hari orang
boleh gelar tikar berdagang;
apa saja. Pokoknya “Tanjung
Perak tepi laut, siapa suka
boleh turut!” Mulai dari barang
rongsokan sampai barang baru.
Mulai barang-barang seni antik
yang sudah bosan dipasang di
rumah, digeret ke pinggir jalan
untuk dijual. Jangan dikatakan
makanan. Makanan apa saja ada
di situ. Banyak makanan Asia,
Afrika dan Timur Tengah yang
sedap dan merangsang sekali
bagi yang lapar.
Mengapa pada hari spesial
“Koninginnedag” berdagang
7
No. 3 - Juni 2010 - Tahun I - Jong Indonesia
lebih memilih berpesta dengan
kostum oranye di jalan bersama
teman-temannya.
Tidak sedikit juga organisasi-
organisasi sosial yang mengadakan
penggalangan dana dengan
menerima sumbangan barang
bekas untuk dijual pada saat
Koninginnedag ini. Sebagai
pembeli, mengunjungi pasar loak
pada Koninginnedag juga bisa
menguntungkan. Siapa tahu kita
menemukan mainan anak-anak
sekeranjang penuh dengan kondisi
yang masih bagus dengan harga
yang sangat miring, untuk oleh-
oleh keponakan di rumah. Bisa juga
kita menemukan barang-barang
tak terduga seperti balpirik impor
dari Indonesia.
Meraup Keuntungan di
Koninginnedag
Seperti juga di kota-kota lainnya,
Den Haag sebagai kota pusat
pemerintahan juga tidak ketinggalan
merayakan Koninginnedag. Selain
konser musik, terdapat juga pasar-
pasar loak di jalan-jalan. Salah satu
jalan terkenal di Belanda yang
sering digunakan untuk perayaan
Koninginnedag adalah jalan Frederik
Hendriklaan di Den Haag.
Sepanjang kurang lebih 800
meter, jalan Frederik Hendriklaan
dipenuhi ratusan keluarga yang
menjual barang-barang tidak
terpakai lagi. Ribuan pengunjung
pun tumpah ruah untuk melihat-
lihat barang dengan harga miring
tersebut.
Pada perayaan Koninginnedag
lalu, sempat terlihat beberapa orang
Indonesia yang turut berpartisipasi
dalam pasar loak ini. Salah satunya
adalah Santi. Ia bersama dengan
temannya, Julia, turut menjual
barang-barang yang tidak terpakai.
“Saya mau pulang ke Indonesia,
jadi saya kemarin membereskan
rumah dan banyak barang yang
tak terpakai lagi. Kebetulan hari
ini Koninginnedag, jadi saya ikut
jualan,” ucapnya.
Terlihat berbagai barang yang
dijual Santi dan Julia. Dari mainan
anak hingga kemeja dan jaket-
jaket serta perabot rumah tangga.
“Suami saya dari jam 4 pagi sudah
datang untuk mencari tempat, dan
sebelum jam 6 sudah membawa
barang-barang kesini,” kata Julia.
“Karena mulai jam 6 jalan ini ditutup
untuk kendaraan,” tambahnya.
Acara pasar loak ini memang
dimulai dari jam 6 pagi hingga jam
8 malam. Meskipun Koninginnedag
ini bebas dirayakan oleh siapa saja,
tetapi pelaksanaannya tetap diatur.
Para penjual di pasar loak tidak boleh
sembarangan menjual barang, serta
tempat dan waktu pun terbatas.
Untuk peraturan ini, pihak walikota
setempat menyiapkan website
khusus (bisa dilihat: http://www.
haagsekoninginnedag.nl/contents/
nl/d7.html).
Bagaimana dengan hasil
penjualannya? “Lumayan ya, kita
dapat seratus lima puluhan Euro,”
kata Santi. “Barang-barang yang
tak laku akhirnya kita gratiskan.
Dan barang-barang yang tidak
diambil oleh orang kita masukkan
ke kontainer yang telah disediakan
pemerintah setempat. Barang-
barang tersebut nantinya akan
dikirim ke Afrika,” jelasnya.
Meskipun lelah tetapi perasaan
mereka senang sekali. Selain
merayakan acara Koninginnedag
dengan suami dan anak, mereka
pun dapat turut berpartisipasi dan
menghasilkan uang serta membantu
masyarakat Afrika. Mungkin dalam
merayakan hari-hari besar pun, kita
dapat membuat acara yang tidak
hanya hiburan tetapi juga bersifat
sosial seperti ini. ***
Kunjungan Ratu di hari
Koninginnedag
Ratu Beatrix telah mengunjungi
kota-kota berikut ini pada
Koninginnedag di tahun-tahun
yang lalu:
1981: Veere dan Breda
1982: Harlingen dan Zuidlaren
1983: Lochem dan Vaassen
1984: Den Haag
1985: Anna Paulowna,
Callantsoog, dan Schagen
1986: Deurne dan Meijel
1987: Breukelen
1988: Genemuiden, Kampen,
dan Amsterdam (informal)
1989: Goedereede dan Oud-
Beijerland
1990: Haren dan Loppersum
1991: Buren dan Culemborg
1992: Rotterdam
1993: Vlieland dan Sneek
1994: Emmeloord dan Urk
1995: Eijsden dan Sittard
1996: Sint Maartensdijk dan
Bergen op Zoom
1997: Marken dan Velsen
1998: Doesburg dan Zutphen
1999: Houten dan Utrecht
2000: Katwijk dan Leiden
2001: Hoogeveen dan Meppel
(dibatalkan)
2002: Hoogeveen dan Meppel
2003: Wijhe dan Deventer
2004: Warfum dan Groningen
2005: Scheveningen
2006: Zeewolde dan Almere
2007: Woudrichem dan
‘s-Hertogenbosch
2008: Makkum dan Franeker
2009: Apeldoorn
2010: Wemeldinge dan
Middelburg
Qonita S.,
Yasmine MS Soraya,
Yessie Widya Sari,
Yohanes Widodo.
8
Jong Indonesia - No. 3 - Juni 2010 - Tahun I
Pasar Malam Indonesia, Pameran Mini Pemuas Kangen
Berformat mini dengan
perencanaan yang kurang
teratur, tapi cukup untuk
mengobati kerinduan pada tanah
air. Itulah sebagian besar komentar
para pengunjung Pasar Malam
Indonesia yang digelar di Malieveld,
Den Haag, awal April lalu. Parade
kuliner, budaya, dan produk
nusantara ini merupakan hajatan
perdana Kedutaan Besar Republik
Indonesia di Belanda.
Ide awalnya tercetus sejak tahun
lalu, ketika Pasar Malam Tong-Tong
berganti nama menjadi Tong-Tong
Fair. “Identitas Indonesia sudah
mulai luntur di sini, apalagi peserta
Tong Tong sudah semakin beraneka
ragam, ada India, Malaysia, dan Asia
lainnya,” ujar Firdaus Dahlan, Ketua
Panitia Pasar Malam Indonesia 2010.
Tong-tong juga semakin besar dan
mulai komersil. Terlihat dari harga
tiket masuk yang cukup menguras
kocek, sekitar 14 euro – 17 euro.
“Padahal, awalnya Tong-tong itu
berasal dari Pasar Malam Gambir,”
imbuhnya.
Dari situlah KBRI akhirnya
menggelar Pasar Malam Indonesia
pada 1-5 April 2010 lalu. Harapannya,
hajatan ini bisa menghadirkan
kembali suasana khas Indonesia
dan mengeratkan ikatan emosional
Indonesia-Belanda. Maklum, sekitar
1,6 juta warga atau 10% dari total
penduduk Belanda memiliki ikatan
emosi atau darah dengan Indonesia.
Ada warga Indonesia asli yang lama
menetap di sana, warga Belanda
yang pernah tinggal di Indonesia,
ataupun warga berdarah Indonesia-
Belanda. Belum lagi para mahasiswa
Indonesia yang sering kena penyakit
kangen menyantap masakan khas
tanah air.
Tak heran, pengunjung
membanjiri Pasar Malam selama 5
hari penuh. Mereka yang datang
berasal dari beragam kalangan
dan usia, mulai dari oma-opa, anak
muda, sampai anak-anak; orang
Indonesia, Indo-Belanda, sampai
Belanda totok. Dengan tiket murah
seharga 5 euro, antrian panjang
pengunjung menumpuk di pintu
masuk nyaris saban hari. Pada hari
pertama, tercatat pengunjung
mencapai 4500 orang. Di hari kedua
sampai kelima, jumlah itu meningkat
menjadi 6000-8000 orang per hari.
Sayangnya, beberapa
pengunjung mengeluhkan
keterbatasan pameran, misalnya
stand yang tidak mewakili semua
daerah. “Saya kok tidak menemukan
stand Maluku. Padahal, komunitas
Maluku cukup besar di sini,” ucap
seorang pengunjung. Memang,
hanya beberapa pemerintah
daerah saja yang mengirimkan
kontingennya untuk pameran
maupun tampil di panggung.
Di hall pameran itu, hanya
ada pemda Sumatera Selatan,
Sulawesi Selatan, Sumatera Utara,
Kalimantan Timur, Kutai Timur,
dan pemkot Surabaya. Selebihnya
adalah beberapa UKM binaan Badan
Pengembangan Ekspor Nasional.
“Saya ke sini saja mendadak, kok.
Makanya nggak sempat mengirim
barang pakai container. Akhirnya,
saya dan teman bawa barang-
barang jualan pakai bagasi,” kata
Tismi Harti, pemilik CV Tis’s, mitra
BPEN yang menjual aneka pakaian
dari batik. Namun, ia mengaku puas
lantaran hampir semua barang
jualannya laris terjual. Komentar
Foto Endra Noviandy
9
No. 3 - Juni 2010 - Tahun I - Jong Indonesia
beberapa UKM peserta pameran
lainnya juga senada. “Balik modal
lah, mbak, nutup ongkos dan tiket
pesawat,” kata Sari Anggraini, UKM
kerajinan tangan dari Bandung.
Selain mengunjungi pameran dan
memborong produk, pengunjung
Pasar Malam juga menikmati
live di panggung. Dari siang
sampai malam hari, berbagai
macam penampilan seperti
tari-tarian daerah, pencak silat,
aneka musik dan peragaan
busana menghiasi panggung.
Beberapa artis ibukota juga
ikut menghibur pengunjung,
sebut saja Sundari Sukotjo
yang dendang merdunya
membuka Pasar Malam di hari
pertama dan Andre Hehanusa
yang menyanyi hampir setiap
malam.
Tak hanya itu, respon para
penonton juga sangat antusias.
Tak jarang mereka ikut bernyanyi
bahkan menari bersama dan
menyemarakkan suasana. Namun,
keramaian panggung tak bisa
mengalahkan keramaian di area
restoran. Sepanjang waktu,
pengunjung memadati tempat
makan, terkadang sampai harus
rela tak kebagian tempat duduk
saking penuhnya. Mereka berburu
berbagai hidangan nusantara
seperti nasi padang, sate, mie
bakso, siomay, batagor, gado-gado,
aneka masakan Manado, jajan pasar,
dan aneka macam es-esan.
“Saya suka sekali sate
kambingnya,” kata Th. Bussemaker,
salah satu pengunjung yang
juga ketua Indisch Platform,
perkumpulan masyarakat Indo-
Eropa seluruh Belanda. Ia mengaku
puas meskipun berharap tahun
depan skalanya diperbesar. “Ini
lebih otentik ketimbang Tong-
tong. Asli Indonesia!,” jawabnya
dalam bahasa Inggris yang disisipi
beberapa kata dalam bahasa
Indonesia. “Biarpun tidak besar, tapi
tiket masuknya cuma 5 euro, jadi
saya bisa mengerti,” lanjut pria tua
itu sambil mengedipkan mata.
Pria yang lahir di Surabaya dan
besar di sana sampai berusia 15 tahun
itu mengaku menemukan
suasana yang ia rindukan dari
Indonesia di Pasar Malam ini.
“Saya kangen kehangatan dan
keramah tamahan Indonesia.
Hanya tipikal Indonesia dan
juga Indo-Eropa yang suka
ngobrol-ngobrol santai seperti
sekarang ini,” imbuhnya.
Singkat kata, sebagai ajang
pameran dan pemuas kangen,
acara perdana ini tergolong
cukup sukses. Namun, jika ingin
mencapai target melebihi itu,
misalnya menjaring investasi atau
mempromosikan potensi seluruh
daerah di Indonesia, perlu usaha
lebih di Pasar Malam Indonesia
tahun depan. “Seperti janji Pak Duta
Besar, Pasar Malam ini akan ada
setiap tahun,” kata Firdaus. Baiklah,
kita tunggu janji semarak pasar
malam besar tahun depan!
Rika Theo
Foto Endra Noviandy
Tak Gentar Menjadi Petugas Kebersihan
Jika kemarin ada yang mampir ke Pasar Malam
Indonesia dan menemukan beberapa raut wajah
yang familiar mengenakan rompi batik, jangan heran
ataupun kaget. Merekalah petugas resmi kebersihan
yang bersenjatakan sapu dan pengki biru. Kebanyakan
dari mereka adalah mahasiswa dari kota Den Haag,
meski ada juga beberapa yang jauh-jauh datang dari
kota lain seperti dari Delft dan Breda.
Adalah PPI Den Haag dan PPI Kota Den Haag
yang mengoordinasikan sekitar 30 orang mahasiswa
itu. “Selain untuk menambah uang saku, acara ini
bertujuan untuk mengakrabkan antara kedua PPI, juga
untuk menjalin hubungan baik dengan KBRI,” kata Raja
Amin Hasibuan, Ketua PPI Kota Den Haag.
Pekerjaan mereka bukannya mudah. Para
mahasiswa yang rata-rata tak pernah punya
pengalaman jadi petugas cleaning service itu harus
bertanggung jawab atas kebersihan di seluruh area
pasar malam. Mulai dari
menyapu hall pameran, membersihkan meja di
restoran, mengangkuti dan membuang sampah,
hingga membersihkan toilet. Jam kerja mereka pun
lumayan berat. Setiap orang bekerja enam jam per
shift, dengan alokasi sekitar 3 shift per orang.
“Capeknya memang enggak sebanding dengan
upahnya, tapi lumayanlah buat nambah-nambah beli
lensa kamera,” tutur Tamara Soukotta, mahasiswa
yang tengah menempuh program S2 di Institute of
Social Studies (ISS) Den Haag. Ia melihat, jalannya
acara dan koordinasi panitia PMI masih kurang
terorganisir. “Misalnya, tak ada toilet untuk orang
cacat atau untuk anak kecil. Alat kebersihan juga
terbatas,” keluhnya. Namun, ia berharap KBRI bisa
memperbaikinya di pasar malam tahun depan. “Dan
terus melibatkan mahasiswa dalam acara-acara
mereka selanjutnya,”. ***
10
Jong Indonesia - No. 3 - Juni 2010 - Tahun I
Peran Pendidikan di Belanda Terhadap Karier
Ketika saya dikirimi email
oleh Yessie Widya Sari,
redaktur majalah Jong
Indonesia, saya terkejut sekaligus
kagum ternyata teman saya semasa
SMU kini tengah menempuh
program S-3 di universitas
tempat saya dulu kuliah S-2
yaitu Wageningen University.
Pada e-mail awal kami
bercengkerama layaknya teman
lama yang bertahun-tahun tidak
bertemu. Kemudian di e-mail
selanjutnya Yessie bercerita
tentang adanya majalah Jong
Indonesia. Setelah itu Yessie
menawarkan kesempatan untuk
menyumbang artikel di majalah
ini and I jumped at the chance!
Kebetulan memang saya hobi
menulis dan ingin sekali berbagi
cerita dengan rekan-rekan
Indonesia yang saat ini tengah
berada di Belanda, maupun yang
sudah kembali ke tanah air.
Sekitar bulan lalu buku
saya yang berjudul ‘Rahasia
Sukses Berkarier Internasional
(Rasberi)’ diterbitkan oleh
Gramedia dan Alhamdulillah
respon masyarakat terhadap
buku ini cukup positif. Pengalaman
berkarier yang saya alami tentunya
tidak lepas dari peran alma mater
di Belanda (dan tentunya juga
Indonesia) yang memberikan saya
bekal dalam memasuki dunia kerja.
Sewaktu di Belanda saya
merasakan adanya pengalaman
perkuliahan yang tidak melulu
theoretical melainkan juga
practical. Program S-2 bidang Urban
Environmental Management yang
saya ikuti mewajibkan mahasiswa/
i-nya untuk mengikuti ield work
dan program magang (internship),
yang memudahkan kami menjajal
kemampuan untuk terjun langsung
di dunia pekerjaan.
Selain itu, terdapat pula mata
kuliah wajib yang bernama
‘Academic Master Cluster (AMC) I and
II’. Entah mengapa mata kuliahnya
dinamai itu, tapi yang jelas terdapat
beberapa pilihan subjects untuk
mengaplikasikan pengetahuan
teoritis melalui group works, serta
perkuliahan untuk meningkatkan
soft skills seperti kemampuan
presentasi, negosiasi/debate,
dan sebagainya. Saya merasakan
manfaat dari kegiatan perkuliahan
seperti di atas, karena begitu
applicable saat saya menjajaki
dunia kerja yang tidak hanya
mensyaratkan pengetahuan
teoritis semata.
Beberapa waktu setelah
buku ’Rasberi’ diterbitkan,
saya menerima cukup banyak
respon yang dikirim oleh para
pembaca buku tersebut melalui
e-mail. Banyak di antaranya
yang menanyakan apakah
mereka layak mendapatkan
kerja di institusi internasional
idaman mereka. Jawaban saya
selalu:
Selaras dengan itu,
Walt Disney juga pernah
mengatakan, “If you can dream
it, you can do it!” – quote yang
tampil sebagai wallpaper pada
desktop komputer saya saat
menyelesaikan skripsi S-1.
Berbicara mengenai
berkarier di institusi impian,
sebetulnya tergantung
bagaimana kita ‘mengemas’
diri kita. Banyak orang yang
sudah ’kalah sebelum berperang’,
dalam artian bahwa mereka tidak
percaya terhadap kemampuan
mereka sendiri. Kepercayaan diri
sangat mempengaruhi image yang
ditampilkan melalui surat lamaran.
Bisa jadi seseorang adalah kandidat
yang sempurna untuk posisi yang
dilamar, akan tetapi jika ia tidak
percaya diri dan sudah merasa tidak
yakin akan mampu memperoleh
posisi tersebut, maka secara tidak
sadar, informasi yang seharusnya
ditonjolkan dalam surat lamaran
akan ’terkubur’ atau bahkan missed
out.
”Tentu saja!”.
I live by the quote of
Napoleon Hill that says:
“Whatever the mind
can conceive,
it can achieve”.
Oleh: Aretha Aprilia - Jepang
11
No. 3 - Juni 2010 - Tahun I - Jong Indonesia
Buku ’Rasberi’ ini saya susun
karena keinginan dan harapan
saya agar lebih banyak orang
Indonesia yang menduduki posisi-
posisi penting di institusi atau
perusahaan internasional. Di
institusi tempat saya dulu bekerja,
program lingkungan PBB (United
Nations Environment Programme),
saya adalah satu-satunya orang
Indonesia yang bekerja di situ
dan posisi saya masih jauh dari
‘strategis’ (maksud dari ’strategis’
di sini adalah level Direktur
yang menentukan keputusan
atau kebijakan). Menyitir artikel
yang tertulis di situs Dikti:
”Dirjen Dikti menyayangkan
sedikit sekali ilmuwan Indonesia
yang memanfaatkan peluang-
peluang yang ada di UNESCO.
Dirjen hanya melihat hanya
ada dua orang Indonesia yang
bekerja di UNESCO. Itupun, kata
Dirjen bukan di level Direktur.”
(Dikti, 2009)
Dalam buku Rasberi, saya
menjelaskan berbagai kiat untuk
bekerja di institusi internasional
secara step-by-step. Tidak kalah
penting adalah kemampuan dan
keberanian untuk bernegosiasi
dalam hal gaji, fasilitas/beneits,
lexibility, dan sebagainya.
Orang Indonesia biasanya
menganggap pembicaraan
mengenai uang adalah suatu hal
yang tabu dan tak pantas untuk
dibicarakan. Terus terang dulu
saya juga termasuk ‘pemalu’ dalam
mempertahankan kedudukan
saya saat bernegosiasi. Kemudian
mentor saya yang dulu sama-sama
bekerja UNEP, yang kebetulan orang
Belanda, mengajarkan saya untuk
lebih ’berani’ dalam bernegosiasi.
Sebab jika kita sampai digaji lebih
rendah dari standar atau yang
seharusnya, maka akan berakibat:
1) berkurangnya integritas dan
komitmen kita dalam menjalankan
pekerjaan tersebut; dan 2)
terpengaruhinya standar gaji yang
kita peroleh di masa mendatang
karena biasanya level gaji akan
ditentukan atau disesuaikan
dengan yang apa yang pernah atau
telah kita peroleh.
Saya belajar juga dari kolega
lainnya (kebetulan orang Belanda
juga!) yang bercerita bahwa
saat dia mendapatkan posisi di
institusi tersebut, meskipun sudah
ditetapkan standar gaji yang
menurut saya di atas rata-rata, dia
masih ’berani’ bernegosiasi karena
merasa bahwa pengalaman dan
masa kerjanya juga di atas rata-rata.
Alhasil, dia berhasil mendapatkan
level gaji melebihi dari yang
ditetapkan semula.
Tentu saja jika bicara tentang
bekerja, tidak selalu melulu soal
uang. Tapi menurut saya ini
penting sekali dipahami karena
jika kita mendapatkan posisi
di institusi internasional di luar
negeri, tentunya pengeluaran kita
juga akan melebihi yang biasa
kita keluarkan jika kita tinggal dan
bekerja di Indonesia.
Di samping itu, jangan pula kita
terjebak pada ’tiara syndome’, yakni
bilamana kita menundukkan kepala
dan sibuk melakukan pekerjaan
sambil berharap seseorang akan
sadar betapa kerasnya kita bekerja
dan serta merta meletakkan
mahkota / tiara di atas kepala kita.
Selain berani beropini dan
memperjuangkan hak, kita
juga dituntut untuk berani
’mempromosikan diri’. Dalam
buku saya dijelaskan
mengenai pentingnya
menyusun ’bragologue’, yang
dideinisikan oleh penulis
Peggy Klaus sebagai: ”lines that
weave interesting parts about
yourself into a short, upbeat
story”.
Artikel singkat ini akan
saya akhiri dengan pepatah
dari Paulo Coelho yang
berbunyi: “Every search begins
with beginner’s luck, and
every search ends with the
victor’s being severely tested”.
Dalam menjalani kehidupan,
termasuk kehidupan berkarier,
kita bisa jadi dihadapkan
pada keberuntungan dalam
memulainya. Namun berbagai
rintangan pun tak ayal akan
bermunculan di tengah jalan,
dan kemampuan serta keberanian
kita dalam menghadapi berbagai
permasalahan yang ada menjadi
indikator keberhasilan kita. Last
but not least: “Let’s do our best and
let God does the rest!”
Penulis adalah mantan Wakil
Ketua PPI Wageningen periode
2004 – 2005, penulis buku ‘Rahasia
Sukses Berkarier Internasional
(Rasberi)’. Saat ini tengah
menempuh pendidikan S-3 di
Kyoto University, Jepang. Untuk
informasi lebih lanjut, kunjungi:
www.arethaaprilia.com. ***
12
Jong Indonesia - No. 3 - Juni 2010 - Tahun I
Di Indonesia, cium pipi kiri
dan kanan atau disebut
‘cipika cipiki’ (cium pipi
kanan, cium pipi kiri) secara silih
berganti, umumnya dilakukan
sebanyak dua kali bila berjumpa
dengan kawan-kawan atau saudara.
Berbeda halnya dengan yang terjadi
pada beberapa negara di dunia ini.
Misalnya di Belanda, cipika cipiki
ini, dilakukan sebanyak tiga kali.
Sehingga tak jarang, orang-orang
Indonesia yang berada di Belanda,
merasa canggung dan kadang, dinilai
kurang sopan saat memberi salam/
bertemu dengan cara cipika cipiki.
Betapa tidak, Dian, salah seorang
mahasiswa IHS (Institute for Housing
and Urban Development Studies),
Rotterdam, terpaksa melakukan
cipika cipiki sebanyak lima kali
saat berjumpa dengan kawan-
kawannya. Soalnya, dia mengulangi
kembali mencium pipi kiri dan
kanan kawannya itu sebanyak tiga
kali, setelah melakukan cipika dan
cipiki sebelumnya, hanya sebanyak
dua kali. Demikian pula halnya yang
dialami Nina, teman saya. Saking
terbiasa melakukan cipika cipiki
sebanyak 2 kali, ia tak menyadari
bila kawannya tersebut masih
menawarkan pipinya untuk dicium
sekali lagi. Akibatnya, saat Nina
hendak membalasnya, si kawan
tersebut telah menarik wajahnya
sehingga terjadilah kecanggungan
diantara keduanya. Pemandangan
ini, nampak lucu karena kepala
mereka terlihat bergerak maju
mundur, saling berharap membalas
ciuman pipi yang ketiga kali
tersebut. Namun, bila hal ini terjadi
kepada orang tua, terkadang hal itu
dianggap kurang sopan. ***
Nama NegaraPola cipika
cipikiKeterangan
New Zealand -
New Zealand memiliki salam khusus
yang dilakukan oleh suku Maori. Salam
ini dikenal sebagai “Hongi” yang berarti
‘berbagi nafas’. Salam ini dilakukan
dengan menekan hidung kita terhadap
hidung teman kita. Salam ini sangatlah
penting dan memiliki arti bahwa kita
bukanlah tamu bagi mereka melainkan
bagian dari grup.
Inggris 2 Kali
Cium pipi bagi British people dilakukan
saat mereka bertemu dan saat berpisah.
Cium pipi ini lebih baik dilakukan
minimal 1 kali daripada tidak sama
sekali. Budaya cium pipi ini dilakukan
antar wanita dan pria serta antar wanita.
Antar pria tidak melakukan budaya
cium pipi ini.
Belanda, Rusia, Slovenia, Serbia,
Bosnia, Herzegovina, Macedonia,
Montenegro, Irak, Palestina,
Lebanon, Belgia, Swiss
3 Kali
Orang Belanda dan Swiss memberikan
ciuman pipi sebanyak 3 kali (dimulai
dari pipi kiri) bila mereka bertemu dan
berpisah dengan teman dekat.
Maroko 4 Kali
Selain salaman dan berpelukan, bangsa
Maroko juga memberikan ciuman pipi
sebanyak 4 kali. Cium pipi ini tidak
dilakukan antar wanita dan pria atas
dasar larangan agama.
Jordania 4 Kali
1 kali pipi kanan - 3 kali pipi kiri yang
diselingi 1 detik dan memberikan jarak
sejauh 1-2 cm hingga 5-7 cm antar pipi.
Mesir, Croatia, Kuwait, Italia,
Spanyol dan Philipina2 Kali -
Saudi Arabia Tak terhitung -
Mexico dan Galapagos 1 kaliPara wanita mencium hanya pada pipi
kanan saja.
Oman -Setelah menjabat tangan, para pria
biasanya saling menempelkan hidung.
Perancis 2 - 4 kali
Normalnya, orang Perancis memberikan
2 kali cium pipi tetapi di Provence
memberikan cium pipi sebanyak 3 kali
dan di daerah Nantes memberikan
ciuman pipi sebanyak 4 kali.
Peta petunjuk cium pipi di Perancis
dapat dilihat di http://strangemaps.
wordpress.com/2007/12/02/210-
french-kissing-map/
Untuk menghindari kesalahpahaman ini,
berikut beberapa tips terkait budaya cipika
cipiki dari berbagai negara:
Yasmine MS Soraya
Pola Budaya Cipika Cipiki
13
No. 3 - Juni 2010 - Tahun I - Jong Indonesia
Plagiarisme:Tantangan bagi Kita Semua
Secara umum plagiarisme
dapat dideinisikan sebagai
perbuatan menduplikat
tulisan seseorang
tanpa mencantumkan
sumber tulisan.
Menurut kamus online
M e r r i a m - w e b s t e r,
plagiarisme adalah
perbuatan mencuri
atau meneruskan
suatu ide sebagai ide
sendiri, menggunakan
hasil orang lain tanpa
m e n c a n t u m k a n
sumbernya, mencuri
secara haraiah, serta
menyatakan suatu
tulisan yang telah
ada sebagai ide baru
dan orisinil. Menurut
kamus Wikipedia,
plagiarisme yang
diambil dari kamus
Random House
Compact Unabridged 1995 diartikan
sebagai tindakan menggunakan
atau mengimitasi bahasa dan pikiran
orang lain dan menyatakannya
sebagai hasil karya sendiri. Tindakan
plagiarisme ini tidak hanya terbatas
atas pencurian ide tulisan maupun
informasi saja. Menurut Harold C.
Martin dalam bukunya The Logic and
Rhetoric of Exposition, plagiarisme
juga mencakup duplikasi benda
seni seperti komposisi musik,
lukisan, drama dan gambar-gambar
visual lainnya tanpa mencantumkan
sumber asalnya.
Kenapa kita tergoda untuk
melakukan plagiarisme ini?
Contohnya dalam menulis. Menulis
bukanlah hal yang mudah untuk
dilakukan. Ada yang lebih baik
menjelaskan dalam kata-kata
atau presentasi tetapi tidak ahli
dalam menulis dan ada juga yang
sebaliknya. Sebagai pelajar, kita
dituntut untuk dapat menulis
dengan baik seperti membuat
reportase atau makalah. Menulis
dalam bahasa Indonesia atau bahasa
ibu kita sendiri saja terkadang
merupakan hal yang sulit. Apalagi
menulis dalam
bahasa lain. Bahasa
merupakan salah
satu alasan mengapa
kita melakukan
plagiarisme. Saat
m e n u a n g k a n
pikiran kita dalam
tulisan dan lalu
kita membaca ada
tulisan seseorang
lainnya yang senada
tetapi dengan
bahasa yang lebih
baik, maka kita
tergoda untuk
merubah tulisan
kita dan mengganti
dengan tulisan
orang itu. Dan secara
sadar ataupun tidak,
kita telah melakukan
plagiarisme.
Dalam artikel Setiono Sugiharto
(Jakpos) dijelaskan bahwa terdapat
dua jenis plagiarisme dalam
bidang akademik. Yang pertama
adalah “verbatim, word-for-word,
or cutting and pasting plagiarism”.
Jenis plagiarisme ini sering
digunakan oleh penulis pemula
dimana bentuk plagiarisme dapat
langsung dibandingkan dengan
sumber asalnya karena terdapat
Bulan Februari lalu kita dikejutkan oleh berita tentang plagiarisme di salah satu surat kabar
terkemuka di Indonesia. Plagiarisme ini dilakukan oleh seorang profesor di sebuah universitas
di Bandung, Jawa Barat. Kecaman atas tindakan sang profesor tersebut muncul bertubi-tubi.
Tetapi apakah sebenarnya plagiarisme itu? Mengapa begitu serius akibatnya, khususnya
dalam bidang akademik intelektual? Dan bagaimana cara menghindarinya?
Foto www.oncourseworkshop.com
14
Jong Indonesia - No. 3 - Juni 2010 - Tahun I
kemiripan yang besar dalam bentuk
isi, gaya menulis dan pola struktur.
Yang kedua adalah “rewording
or paraphrased plagiarism”.
Dalam jenis ini plagiaris telah
melakukan beberapa modiikasi
dalam penulisan gaya bahasa.
Pembuktian terjadinya plagiarisme
secara kata per kata sulit untuk
dilakukan. Hal ini disebabkan
karena plagiaris mungkin memiliki
skil dan kemampuan memodiikasi
tulisan dari sumber asalnya dengan
memberikan pernyataan ulang
ataupun merangkum ide orang
lain dengan menggunakan gaya
penulisan mereka sendiri.
Dalam www.plagiarism.org,
disebutkan beberapa tindakan yang
juga dianggap sebagai plagiarisme:
Menyatakan hasil kerja orang 1.
lain sebagai hasil karya sendiri;
Mengkopi kata-kata atau ide 2.
orang lain tanpa memberikan
sumber;
Tidak memberikan tanda kutip 3.
dalam suatu kutipan;
Memberikan informasi yang 4.
tidak benar dalam sumber atau
kutipan;
Mengubah kata-kata dan 5.
mengkopi struktur kalimat
dari suatu sumber tanpa
mencantumkannya;
Mengkopi kata-kata atau ide 6.
dari suatu sumber sehingga
menjadi sebagian besar dalam
hasil karya kita meskipun
telah kita berikan tanda kutip
maupun telah mencantumkan
sumbernya.
Tindakan plagiarisme ini sangat
fatal akibatnya karena plagiarisme
termasuk dalam tindakan penipuan
(meski bukan dalam arti kriminal).
Akibatnya sang plagiaris dapat
dikenakan sanksi berupa penurunan
nilai, pencabutan gelar akademik,
dan bahkan pemecatan.
Berikut ini beberapa strategi
untuk menghindari plagiarisme
yang dianjurkan oleh Universitas
Indiana Bloomington:
Berikan sumber atas kutipan 1.
apapun sewaktu mengambil
dari tulisan seseorang;
Mem-2. paraphrase-kannya
tetapi tidak hanya mengganti
beberapa kata. Tulislah ide
dengan kata-kata kita sendiri;
Memeriksa kembali paraphrase 3.
tersebut dan bandingkan
dengan teks asli. Perhatikan
agar tidak ada kata-kata yang
sama, dan informasi yang
diberikan harus akurat.
Tambahan juga untuk
menghindari plagiarisme, kita
harus menuliskan sumber tulisan
kapanpun kita menggunakan:
Ide, opini ataupun teori orang 1.
lain;
Fakta, statistik, graik, gambar, 2.
ataupun informasi lainnya;
Mengutip tulisan atau kata-3.
kata orang lain; atau
Mem-paraphrase tulisan 4.
ataupun kata-kata orang lain.
Berikut ini beberapa website
untuk memeriksa tulisan kita
agar terhindar dari tuduhan
plagiarisme:
http://www.plagiarismdetect.1.
com/
http://www.plagiarismchecker.2.
com/
http://www.top4download.3.
com/free-check-for-plagiarism/
http://www.dustball.com/cs/4.
plagiarism.checker/
http://www.5.
checkforplagiarism.net/
http://www.iplagiarismcheck.6.
com/
Semoga tulisan ini memberikan
informasi lebih kepada kita semua
agar lebih mawas diri dalam
menulis maupun berkarya sehingga
terhindar dari tuduhan plagiarisme.
Tidak perlu takut berkarya, just be
conident dan be original. ***
Tulisan diambil dari berbagai
sumber. Lihat juga http://www.
scribd.com/doc/28251463/
Avoiding-Plagiarism
Yasmine MS Soraya
Foto Yessie Widya Sari
15
No. 3 - Juni 2010 - Tahun I - Jong Indonesia
Beberapa hari terakhir
ini, dunia pendidikan
Indonesia sedang
disibukan dengan pelaksanaan ujian
nasional (UN) yang masih menjadi
bahan perdebatan oleh berbagai
kalangan. Keputusan pemerintah
untuk melaksankan UN, sudah
sejak lama ditentang
oleh sebagian
masyarakat terkait
dengan adanya
pro dan kontra.
Kendati keputusan
MA memberikan
larangan untuk
melaksanakan UN,
namun pemerintah
bersikeras pada
keputusan awal dan
mengambil sikap
untuk peninjauan
kembali (PK).
Persoalan UN
sendiri menurut
hemat penulis
terbagi menjadi dua sisi yaitu
penyelenggara dan masyarakat
termasuk siswa di dalamnya. Dalam
sisi penyelenggara, terdiri dari pusat
dan daerah. Persoalan besarnya
pendanaan yang menghabiskan
lebih dari setengah triliun pada tahun
2009, jelas tidak dapat memetakan
kualitas pendidikan. Pemerintah
juga belum mampu memperikan
layanan pemerataaan kualitas
antar daerah. Beberapa daerah
menikmati proses pendidikan
dengan sarana dan prasarana yang
baik, disisi lain banyak gedung
sekolah dengan kondisi yang
sangat memprihatinkan. Lebih dari
itu, praktik ketidak jujuran dalam
pelaksanaan UN masih mewarnai
dua sisi ini. Praktik pemberian kunci
jawaban ataupun tindakan lain
yang mengarah demi tercapainya
tingkat kelulusan yang diinginkan.
Hal ini tentunya mencoreng dunia
pendidikan di Indonesia dan
semakin jauh dari nilai-nilai tujuan
UN itu sendiri.
Saat ini dikalangan pendidik
mengalami kegamangan dalam
menyikapi masalah UN. Esensi
proses belajar mulai diabaikan demi
mendapatkan hasil yang baik dalam
UN. Situasi ini sebenarnya terjadi
karena target UN yang dipaksakan
atau sekedar rasa takut terhadap
pandangan masyarakat yang buruk
terkait kinerja pendidik.
Ujian Nasional di Finlandia
Menyikapi masalah UN sendiri,
penulis yang sekarang sedang
menjadi peneliti di Universitas
di Finlandia tergelitik untuk ikut
“urun rembug“ memberikan
wacana terkait sistem pendidikan
di Finlandia dan sebagai bahan
referensi bagi kemajuan dunia
pendidikan indonesia. Berbagai
referensi dan wawancara dilakukan
untuk mendapatkan data yang
valid tentang kondisi pendidikan
terutama persoalan Ujian Nasional.
Seperti yang kita
ketahui bersama
bahwa Finlandia
merupakan negara
dengan sistem
pendidikan terbaik
di dunia. Hasil ini
dilaporkan oleh
PISA (Program
for International
Student Assessment)
yang merupakan
organisasi standar
internasional untuk
pendidikan. Seperti
fakta yang penulis
dapatkan dalam
wawancara bahwa
siswa di Finlandia mulai bersekolah
pada umur 7 dan sebelum itu
terdapat pre-school selama satu
tahun. Semua sekolah memiliki
kualitas yang hampir sama hanya
terpaut selisih 4% terkait kualitas
tersebut. Hal yang sangat menonjol
adalah rata-rata siswa di Finlandia
menghabiskan sedikit waktunya
di sekolah di bandingkan dengan
negara lain. Waktu rata-rata siswa
untuk belajar di sekolah sekitar 30
jam seminggu.
Ujian nasional di Finlandia sudah
dilaksanakan sejak beberapa
tahun yang lalu tepatnya dimulai
pada tahun 1852. Awalnya ini di
lakukan untuk sekedar ujian masuk
Ujian Nasional di Finlandia
Salah satu sekolah di daerah Vantaa, Finlandia. Foto www.edu.vantaa.i
Oleh: Nugroho Agung Pambudi - Finlandia
16
Jong Indonesia - No. 3 - Juni 2010 - Tahun I
universitas di Universitas Helsinki.
Beberapa dasawarsa kemudian
ujian ini hanya dilaksanakan pada
tingkatan SMA (upper secondary
school) SMA (upper secondary
school) sebagai alat untuk
mengetahui tingkat pengetahuan
dan ketrampilan siswa terkait
dengan kurikulum. Disamping
itu, ujian ini dilaksanakan untuk
mendapatkan skor sebagai bekal
melanjutkan studi di tingkat
universitas. siswa yang memperoleh
nilai tinggi dalam ujian nasional
memang tidak otomatis akan
diterima pada universitas
tetapi akan meningkatkan
nilai saat ujian masuk
universitas dilaksanakan.
Memilih mata pelajaran
sendiri
Hal mendasar yang
membedakan adalah
opsionalitas dari materi ujian.
Siswa dapat memilih tiga
mata pelajaran sendiri sesuai
yang dikehendaki disamping
satu mata pelajaran wajib
yaitu materi bahasa Finlandia.
Ujian ini dilaksanakan setiap
semester (musim semi dan
musim gugur). Mata pelajaran
pilihan berupa mata pelajaran
bahasa nasional kedua
(Swedia atau Sami), Matematika
dan IPA serta Humaniora. Terlepas
dari empat kewajiban ujian tadi
(satu wajib dan tiga opsional) siswa
dapat memilih mata pelajaran lain
sesuai yang di kehendaki. Siswa
yang gagal dapat mengikuti ujian
nasional pada semester berikutnya
dengan memiliki tiga kali peluang.
Mengulang Ujian
Mengulang ujian bukan saja
di lakukan oleh siswa yang gagal
tetapi bisa di lakukan oleh siapa
saja yang ingin meningkatkan
nilai. Peluang ini didapatkan hanya
satu kali dan nilai terbaik akan
di masukan kedalam sertiikat.
Keuntungan dari nilai ini adalah
untuk menambah skor ketika masuk
universitas walaupun ditingkat
universitas tetap di lakukan ujian
masuk universitas. Siswa yang
mendapatkan nilai tinggi saat ujian
nasional dapat mempermudah
jalan menuju universitas terbaik.
Siswa yang gagal dalam ujian
nasional dalam arti mereka yang
tidak memenuhi target kelulusan
maka dapat mengikuti ujian ini
sebanyak dua kali berturut turut
dalam masa tiga kali ujian.
Tingkat kesulitan ujian
Disamping siswa dapat memilih
mata pelajaran sesuai yang
dikehendaki, siswa juga dapat
memilih dua tingkat kesulitan dari
ujian matematika, bahasa nasional
dan bahasa asing. Dua level ini
yaitu tingkat lanjut dan tingkat
dasar. Apabila siswa gagal dalam
ujian mata pelajaran tertentu maka
mereka dapat mengambil ujian
kembali dengan tingkatan yang ada
di bawahnya. Penghargaan siswa
yang lulus dengan menggunakan
tingkatan sulit akan mempermudah
untuk mendapatkan bidang dan
universitas favorit. Pola seperti ini
memberikan keleluasaan untuk
siswa dalam mengambil jenis mata
pelajaran dan tingkat kesulitan
ujian bagi siswa sehingga mereka
tidak terlalu di bebankan dalam
mengambil ujian nasional.
Sikap malu
Malu merupakan perasaaan
yang sangat menyiksa bagi siswa
yang gagal dalam menempuh
ujian di Indonesia. Tidak jarang
yang siswa yang depresi, stress
dan melakukan tindakan yang
buruk seperti usaha membakar
sekolah bahkan sampai melakukan
tindakan bunuh diri. Hal tersebut
diatas tidak terjadi di Finlandia.
Mereka menganggap persoalan
ujian nasional merupakan hal
wajar yang harus mereka hadapi.
Kalaupun gagal, toh masih ada
kesempatan lagi. Sikap malu pun
tidak nampak terjadi seperti yang
penulis terima dari hasil wawacara
tersebut.
Beberapa perbedaan berkaitan
dengan ujian nasional nasional
mungkin bisa menjadi wacana yang
sehat untuk meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia. Sistem
pendidikan Finlandia yang sudah
berjalan sangat lama dan terbaik di
dunia kiranya dapat menjadi bahan
pemikiran bersama.***
Penulis adalah peneliti pada
Universitas Teknologi Helsinki,
Finlandia.
email: [email protected]
Foto: www.elmbrookschools.org
17
No. 3 - Juni 2010 - Tahun I - Jong Indonesia
Pasar Keju Alkmaar: Bukan Pasar
Tercatat sebagai salah
satu dari 5 besar negara
produser sekaligus
eksporter keju, Belanda memiliki
cara tersendiri untuk memanjakan
turisnya, terutama para penikmat
keju. Salah satu diantaranya adalah
atraksi pasar keju di kota Alkmaar.
Alkmaar, terletak di bagian utara
Belanda, sangat terkenal dengan
pasar keju tradisionalnya.
Tidak seperti layaknya aktivitas
di pasar, kini pasar keju Alkmaar
hanyalah tontonan
turistik semata. Namun,
melalui atraksi yang
dilengkapi dengan narasi
dalam 4 bahasa; Belanda,
Jerman, Prancis, dan
Inggris, pengunjung akan
mendapatkan nuansa
suasana transaksi jual beli
yang dulu dilakukan di
daerah ini. Aktivitas pasar
keju di Alkamaar untuk
pertama kalinya dilakukan
pada abad ke 16. Pasar yang
terpusat di Waagplein ini
menjadi lokasi pertemuan penjual
dan pembeli. Kenapa terpusatkan?
Disinilah salah satu letak
keunikannya. Pemerintah Belanda,
dan juga Jerman, memiliki keunikan
dalam menjaga kejujuran sistem
perdagangan. Untuk transaksi jual
beli komoditas dalam partai besar,
transaksi harus dilakukan di tempat
khusus yang dikenal dengan
sebutan Weighing House. Nah,
Weighing House untuk wilayah
Alkmaar terletak di Waagplein. Oleh
karenanya sejak awal hingga saat
ini, pasar keju Alkmaar terpusatkan
di sana. Bahkan, dilansir bahwa
Alkmaar-lah satu-satunya kota
di Belanda yang hingga saat ini
masih mempertahankan aktivitas
ini, walaupun kini sudah beralih
fungsi.
Jika nanti anda berkesempatan
menikmati atraksi pasar keju
Alkmaar, anda akan melihat
arus lalu lintas manusia keluar
masuk Weighing House. Ya,
mereka adalah para pekerja
yang bertanggungjawab
mentransportasikan keju
selama pasar keju dilaksanakan.
Berseragam tradisional putih-putih
dan dilengkapi dengan topi jerami,
para pekerja, ditemani dengan
teriakan-teriakan kecil pemicu
semangat, dengan riangnya berlari
hilir mudik membawa pikulan
berisi blok-blok keju. Menariknya,
topi yang digunakan oleh para
pekerja ini dihiasi oleh pita
berwarna merah, kuning, biru, atau
hijau. Ternyata, perbedaan warna
merepresentasikan perbedaan
paguyuban pekerja. Ada 4
paguyuban pekerja yang terlibat.
Keempat paguyuban ini dipimpin
oleh seorang bapak keju (cheese
father). Cheese father-lah yang
bertindak sebagai komandan
dalam pelaksanaan pasar keju.
Pasar keju diawali dengan
penataan blok keju di halaman
Weighing House. Produser,
yang saat ini dikomandani
oleh perusahaan Campina dan
Cono, mulai menata keju-keju
produksinya. Setelah itu, cheese
father secara resmi membuka pasar
market. Layaknya pasar tradisional
pada umumnya, di sini pun terjadi
tawar menawar antara penjual
dan pembeli. Menariknya, tawar
menawar ditandai dengan saling
bertepuk tangan. Si
penjual akan menepuk
tangan si pembeli
untuk memberikan
penawaran pertama
kali, lalu si calon pembeli
pun akan membalas
tepukan tangan si
penjual sekaligus
menyebutkan harga
yang diingininya. Saling
bertepuk tangan ini pun
terus berlanjut hingga
tercapai kesepakatan
harga diantara mereka.
Sayangnya, tontonan menarik
ini tidak dapat kita nikmati setiap
hari. Kini pasar keju Alkmaar hanya
dibuka pada hari jumat dan itu
pun hanya dari jumat minggu
pertama bulan April hingga jumat
minggu pertama bulan September.
Untuk anda yang tertarik
mengunjunginya, perlu juga dicatat
bahwa atraksi pasar keju Alkmaar
hanya berlangsung dari jam 10.00 –
12. 30. Jangan khawatir, walaupun
bukan sebagai pasar sebenarnya,
anda masih bisa berbelanja keju
di kios-kios yang tersedia disekitar
Waagplein. Selamat berwisata. ***
Yessie Widya Sari
Aktivitas pasar Alkmar. Foto Yessie widya sari
18
Jong Indonesia - No. 3 - Juni 2010 - Tahun I
Menjelajah Eropa Bersama Bill Bryson
Neither here Nor
there, salah satu
buku rujukan
bagi calon penjelajah Eropa
berbekal tas punggung
(backpacker). Kemampuan
Bill Bryson mengemas
informasi dalam balutan
kisah jenaka mampu
mendulang beberapa
respon positif, diantaranya
predikat “Hugely Funny
(not snigger-snigger
funny, but great-big-
belly-laugh-till-you cry-
funny)” yang diberikan
oleh DAILY TELEGRAPH.
Mengandalkan kolaborasi
deskripsi isik, historis,
dan tradisi, serta selera
humor penulis, jadilah
Neither here Nor there
sebagai buku dokumenter
padat namun tidak
membosankan, bahkan
cenderung menghibur.
B e r b e k a l
p e n g a l a m a n n y a
mengunjungi Eropa di
awal tahun 70-an, Bill
Bryson – seorang penulis
kelahiran Amerika Serikat -
kembali menjelajahi Eropa
20 tahun kemudian. Ia
mengawali perjalanannya
dari Norwegia, terdorong oleh
ketertarikannya untuk menikmati
Northern Light. Kemudian. Bill
Bryson menyudahi perjalannya
di Istanbul, Turki, daerah yang
merepresentasikan Eropa dan Asia.
Melalui rentang perjalanan yang
cukup luas, Bill Bryson seolah-olah
ingin menunjukkan bahwa buku ini
layak dikatakan sebagai pegangan
bagi para penjelajah Eropa.
Di bagian awal, Bryson
memberikan impresi terhadap
kawasan Eropa yang tetap mampu
mempertahankan berhektar area
perkebunan, hal yang sangat jarang
ditemuinya di Amerika. Tidak hanya
itu, seolah-olah ingin menggugah
ketertarikan pembaca akan
pesatnya perkembangan di Eropa,
berbekal 2 kali kunjungannya ke
Eropa yang berselang 20
tahun, penulis mampu
membandingkan kondisi
lampau dan terkini.
Layaknya documenter
traveling, bertaburan
rekomendasi, tips dan
triks bisa didapatkan
pembaca dalam
buku ini. Antusiasme
Bryson terlihat jelas
saat mengunjungi
Amsterdam, salah satu
kota yang dianggapnya
sebagai surga bagi para
penikmat bius dan bar.
Tidak demikian dengan
Brussel, kota yang
tata kotanya perlahan
mulai menunjukkan
ketidakramahan pada
bangunan-bangunan
peninggalan sejarah.
Beberapa kali Bryson
berbagi pengalaman
susahnya mencari hotel,
terutama saat bertepatan
dengan musim liburan.
Penggambaran suasana
kehidupan sosial di
beberapa tempat yang
dikunjunginya juga
memberikan gambaran
awal kondisi lapangan
yang akan dihadapi para
calon backpacker.
Netralitas Bill Bryson pun terlihat
dari beberapa tips dan triks yang
diberikannya. Bryson tidak hanya
mengungkapkan surga duniawi
yang bisa diperoleh para backpacker,
namun juga sisi gelap berpetualang
di Eropa. Seperti, ketidakramahan
yang dihadapinya saat berhadapan
dengan penduduk Paris, serta
Judul Buku : Neither here Nor
there: Travels in Europe
Penulis : Bill Bryson
ISBN : 978-0-552-99806-2
19
No. 3 - Juni 2010 - Tahun I - Jong Indonesia
landscape Roma yang sangat tidak
menggambarkan tipikal kota-kota
Eropa yang dihiasi oleh taman-
taman kota. Coba simak:
The other thing I have never
understood about the French is why
they so ungrateful. … I have had
Belgians and Dutch people hug me
round the knees and let me drag
them down the street in gratitude to
me for liberating their country, even
after I have pointed out to them that
I wasn’t even sperm in 1945, but this
is not an experience that is ever likely
to happen to anyone in France.
Serta:
I know Rome is dirty and crowded
and the traic is impossible, but
in a strange way that’s part of the
excitement. Rome is the only city I
know, apart from New York, that you
can say that about. In fact, New York
is just what Rome remonded me of-it
had the same noise, dirt, volubility,
honking, the same indolent cops
standing around with nothing to do,
the same way of talking with one’s
hands, the same unfocused electric
buzz of energy.
Pun demikian dengan kendala
berbahasa. Misal, saat Bryson
dihadapkan dengan menu
makanan berbahasa Jerman.
Once in Bavaria Katz and I recklessly
ordered Kalbsbrann from an
indecipherable menu and a minute
later the proprietor appeared at
our table, looking hesitant and
embarrassed, wringing his hands on
a slaughterhouse apron.
“Excuse me so much,
gentlements,”he said, “but are you
knowing what Kalbsbrann is?”
We looked at each other and
allowed that we did not.
“it is, how you say, what ze little
cow thinks wiz”, he said
Saat mengunjungi Istanbul,
Bryson pun mampu dengan apik
menutup kisah petualangannya
dengan ungkapan:
There is something about the
momentum of travelling that makes
you want to just keep moving, to
never stop. That was Asia over there,
after all-right there in my view. Asia.
The thought of it seemed incredible.
I could be there in minutes. I still had
money left. An untouched continent
lay before me.
But I didn’t go. Instead I ordered
another Coke and watched the
ferries. In other circumstances
I think I might have gone. But
that of course is neither here
nor there.
Sayang, bertaburannya beberapa
istilah yang mengacu entah jenis
tempat, brand, jenis makanan dan
sebagainya, memberi kendala
tersendiri bagi pembaca buku
dokumenter perjalanan penuh
anekdot ini. ***
Yessie Widya Sari
Foto knol.google.com
20
Jong Indonesia - No. 3 - Juni 2010 - Tahun I
Pertanian kontrak bukanlah
suatu hal yang baru di dalam
sistem pertanian. Sistem
ini telah ada sejak berabad-abad
di berbagai peradaban di dunia.
Walaupun banyak yang mengatakan
bahwa pertanian kontrak adalah
awal dari modernisasi pertanian
yang mensinergikan akses ke
pendanaan, teknologi dan pasar,
akan tetapi sejatinya sistem ini
justru berkembang dan mengakar
kuat di sistem pertanian tradisional
atau subsistence farming terutama
di wilayah-wilayah yang menganut
hirarki feodal. Secara tradisional,
pertanian kontrak diwujudkan
dalam bentuk hubungan pemilik
tanah-petani penggarap, pemilik
ternak- penggaduh, punggawa-
nelayan dan berbagai bentuk
hirarkis lainnya (Lihat: Petani dalam
Struktur Feodal).
satu are yang dimiliki oleh
seorang tuan tanah yang juga
menjadi penyedia modal bagi
kegiatan bertani mereka. Lama
produksi tanaman sayuran
mereka adalah sekitar 2-3 bulan,
dan pada saat panen mereka
hanya dibayar Rp. 100.000
untuk seluruh hasil panen yang
dihasilkan. Setiap rumah tangga
memiliki lebih dari satu mata
pencaharian untuk mendukung
kehidupan keluarga, dan
umumnya merupakan buruh
kasar atau tukang becak.
Kegiatan pertanian sayuran ini
dominan dilakukan oleh kaum
perempuan yang ada di setiap
rumah tangga. Ketika ditanya
tentang kapan mereka akan
memiliki lahan sendiri, termasuk
kemungkinan membeli lahan
yang diolah saat ini, mereka
menjawab bahwa lahan
tersebut tidak dijual dan telah
dimiliki secara turun temurun
oleh keluarga tuan tanah.
Wajah kemiskinan di ranah
feodal bukanlah suatu hal yang
baru, pengalaman yang sama
juga penulis jumpai ketika
bertugas di Sulawesi Tengah
maupun ketika berkunjung
ke wilayah NTT. Kantong-
kantong kemiskinan di daerah
ini umumnya berada di daerah
yang memiliki kultur feodal,
yang ditandai oleh kepemilikan
lahan dalam jumlah masif oleh
segelintir keluarga. Sejumlah
lahan tersebut dibiarkan
dalam keadaan terbengkalai,
sementara lahan yang masuk
kategori subur dipersewakan
Petani dalam Struktur Feodal
Pada sekitar pertengahan
tahun 2002, penulis melakukan
kunjungan lapangan ke sebuah
desa yang terletak di wilayah
perbatasan antara Kabupaten
Bantaeng dan Bulumba di
Sulawesi Selatan. Di wilayah yang
sangat terkenal dengan karakter
feodal ini, tim melakukan
wawancara dengan sejumlah
keluarga petani sayuran yang
merupakan petani penggarap.
Keluarga-keluarga tersebut
sendiri merupakan penduduk
asli di wilayah tersebut namun
tidak memiliki lahan sendiri,
termasuk tanah tempat rumah
mereka didirikan. Rata-rata satu
keluarga mengolah lahan seluas
Foto Qonita S.
Wajah Pertanian Kontrak di Indonesia
21
No. 3 - Juni 2010 - Tahun I - Jong Indonesia
Walaupun pertanian kontrak
merupakan salah satu bagian yang
tidak terpisahkan di dalam sistem
pertanian, namun tidak banyak yang
menyadari atau mengetahui bahwa
praktik pertanian yang dijalani
masuk dalam kategori pertanian
kontrak. Kerancuan pemahaman
tentang bentuk pertanian kontrak
akan semakin menguat apabila
praktik-praktik yang berlangsung
diukur dengan pemahaman
pertanian kontrak modern yang
ideal, dimana hubungan kontraktual
diterjemahkan sebagai hubungan
kemitraan. Kemitraan sendiri
memiliki deinisi sebagai hubungan
yang seimbang antara pihak-
pihak yang diikat oleh kontrak,
dalam hal hak maupun kewajiban.
Dengan kata lain, kemitraan tidak
mengenal struktur hubungan yang
bersifat hirarkis yang tentunya
sangat berbeda dengan kenyataan
praktik yang ada. Konsep kemitraan
di dalam pengertian pertanian
kontrak diaktualisasikan melalui
ide untuk berbagi risiko di dalam
hubungan kontraktual, yang
menempatkan semua pihak yang
terlibat pada posisi yang seimbang
ketika menghadapi keuntungan
maupun kerugian.
Pada konteks Indonesia,
penerapan sistem pertanian kontrak
secara formal untuk pertama kali
adalah pada masa pelaksanaan
sistem cultuur stelsel atau sistem
tanam paksa pada abad ke-19,
dimana pada masa itu para petani
dipaksa untuk mengalokasikan
sebagian lahannya untuk menanam
tanaman komersial (cash crops)
yang ditentukan oleh pemerintah
kolonial Belanda, antara lain teh,
kopi dan tebu, dan kemudian
menjual hasil panen mereka kepada
pihak pemerintah kolonial pada
harga yang telah ditentukan. Selain
lahan, petani juga diwajibkan untuk
memberikan tenaganya, terutama
bagi petani yang tidak memiliki
lahan, untuk bekerja di lahan-
lahan perkebunan yang dimiliki
oleh pemerintah kolonial dengan
kompensasi upah atau bagi hasil
yang seringkali lebih merupakan
bentuk kerja paksa atau rodi.
Walaupun cultuur stelsel telah
lama berakhir, akan tetapi praktik
pertanian kontrak ala cultuur
stelsel ini masih terus berlanjut
melewati berbagai jaman hingga
saat ini. Di jaman Indonesia yang
merdeka, praktik pertanian kontrak
modern sangat banyak terinspirasi
oleh praktik yang berlaku pada
masa cultuur stelsel. Kemerdekaan
Indonesia yang dibarengi dengan
nasionalisasi berbagai perusahaan
perkebunan besar yang dimiliki oleh
pengusaha-pengusaha asing – hal
yang sama juga terjadi pasca 1965
– membuat negara memiliki lahan
perkebunan berskala besar yang
dikelola oleh PTPN. Momentum
kemerdekaan oleh pemerintah tidak
digunakan untuk memerdekakan
para petani dan buruh tani yang
secara turun temurun berada di
bawah sistem pertanian kontrak
yang tidak seimbang, melainkan
memutuskan untuk melanjutkan
sistem yang telah berlangsung sejak
lama. Para petani masih tetap diikat
dengan sistem dan praktik yang
tidak berbeda walaupun di bawah
manajemen yang baru. Perbedaan,
kalaupun terjadi, hanyalah berupa
perubahan status petani yang tidak
lagi sebagai pekerja yang digaji
tetapi petani yang diberikan lahan
untuk diolah berdasarkan kontrak
yang mengikat. Petani tebu,
misalnya, tetap menjadi petani
tebu di lahan yang dikuasai oleh
negara dan tidak diperbolehkan
untuk menanam jenis tanaman
lain. Hal ini terjadi karena lahan
yang diberikan untuk dikelola oleh
petani umumnya masih berada di
bawah kepemilikan PTPN, yang
memberikan hak kendali bagi PTPN
atas jenis tanaman yang ditanam.
Permasalahan kepemilikan
tanah sendiri merupakan suatu
kerancuan di dalam sistem
pertanian kontrak antara petani
dan PTPN. Di berbagai daerah
saling klaim hak atas tanah terjadi,
dan senantiasa mengakibatkan
bentrok antara petani dengan PTPN.
Hal lain yang juga merupakan
kelanjutan dari praktik cultuur stelsel
di jaman kolonial adalah mobilisasi
tenaga kerja ke wilayah-wilayah
perkebunan melalui program
transmigrasi. Harus diakui bahwa
pada praktik pertanian kontrak
modern di Indonesia, pelaksanaan
program transmigrasi dan
pertanian kontrak ibarat dua buah
sisi koin yang saling berdampingan.
Apabila di masa kolonial program
transmigrasi berfungsi untuk
menyediakan tenaga kerja murah
bagi perkebunan-perkebunan,
maka hal yang sama masih terjadi
pada saat ini, terutama di wilayah-
wilayah yang baru dikembangkan.
Pada rentan tahun 70-90 an, jutaan
penduduk Indonesia dipindahkan
dari wilayah-wilayah padat di Jawa
dan Bali ke wilayah lainnya yang di
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,
Maluku dan Papua, dimana
sebagian besar berlokasi di wilayah
pengembangan perkebunan dan
pertambakan. Di dalam desain
program transmigrasi, para
transmigran umumnya dipindahkan
ke lokasi dimana terdapat rencana
pengembangan perkebunan
dan pertambakan (atau jenis
turun temurun tanpa adanya
aturan baku yang jelas – sistem
yang berlaku bisa dikatakan
sama sekali tidak tersentuh oleh
peraturan hukum formal yang
ada di Indonesia dan dianggap
merupakan wilayah hukum
adat.
22
Jong Indonesia - No. 3 - Juni 2010 - Tahun I
usaha lainnya) yang dikelola oleh
pemerintah (PTPN) maupun swasta
yang membutuhkan tenaga kerja
atau pemasok. Sinergi antara pihak
pengusaha / investor dengan para
transmigran diharapkan dapat
menjamin pengembangan dan
keberlangsungan penghidupan
para transmigran di wilayah baru
tersebut.
Di dalam program transmigrasi,
para transmigran mendapat alokasi
lahan baru (1-2 ha per kepala
keluarga) yang berupa lahan
mentah (hutan belantara) yang
masih harus dibersihkan dan diolah
sebelum bisa digunakan untuk
bercocok tanam. Seringkali, lokasi
tersebut merupakan lokasi yang
sama yang menjadi konsesi pihak
investor (misalnya perkebunan
kelapa sawit), sehingga secara
otomatis petani
‘ d i t a w a r k a n ’
untuk masuk ke
dalam program
p e r k e b u n a n
milik investor.
K e u n t u n g a n
yang ditawarkan
kepada petani
antara lain adalah
p e m b e r i a n
jaminan hidup
dasar bulanan
(pangan dan
sandang serta
p e m b a y a r a n
uang tunjangan),
p e n y e d i a a n
saprodi –
pembayaran diperhitungkan ketika
tanaman mulai berproduksi, dan
kontrak pembelian yang merupakan
‘jaminan pasar’ (ketiga hal ini secara
sempit juga berlaku pada sistem
pertanian kontrak tradisional).
Tentunya, investor juga memperoleh
keuntungan dari pengikatan
petani ini, antara lain memperoleh
lahan perkebunan tanpa perlu
memiliki lahan, penghematan
biaya buruh di awal kegiatan –
terutama untuk pembersihan dan
persiapan lahan, investor tidak
terikat dalam kontrak kerja dengan
para petani melainkan kontrak
pembelian yang membebaskan
investor dari kerumitan persoalan
hubungan kerja, dan kebebasan
untuk mengatur besar pasokan
tanpa harus menanggung biaya
persediaan. Bahkan pada sejumlah
kasus ditemukan adanya peralihan
penguasaan lahan dari petani ke
investor melalui ketentuan yang
mengharuskan petani menjaminkan
lahannya kepada pihak investor jika
ingin ikut di dalam sistem pertanian
kontrak –banyak kasus pertanian
kontrak gagal yang melibatkan
penggelapan lahan milik petani
oleh investor, antara lain dengan
cara penggunaan sertiikat lahan
petani sebagai agunan kredit
bank yang kemudian macet atau
pelaksanaan praktik pertanian
kontrak yang tidak menguntungkan
bagi petani sehingga petani
terbelit dalam utang saprodi atau
kredit produksi dan terpaksa
kehilangan lahan yang dijaminkan.
Bagi para transmigran,
keikutsertaan mereka di dalam
sistem pertanian kontrak yang
ditawarkan oleh investor seringkali
akibat tidak adanya pilihan lain.
Umumnya para transmigran
hanya memperoleh jaminan hidup
bulanan untuk periode waktu
yang terbatas dari pemerintah,
dan menghadapi permasalahan
ketiadaan prasarana pendukung
dan akses yang sangat terbatas ke
permodalan, sarana produksi, pasar,
teknologi dan pelayanan-pelayanan
dasar akibat lokasi transmigrasi
yang terpencil, sehingga memaksa
mereka untuk mengambil langkah
strategis untuk keberlangsungan
hidup mereka. Sistem pertanian
kontrak menjanjikan banyak hal di
tengah keterbatasan yang mereka
alami, walaupun pada
praktiknya hubungan
antara petani dan
investor cenderung tidak
simetris atau seimbang.
Seringkali para petani
terjebak di dalam situasi
captive market, dimana
pihak investor merupakan
satu-satunya pasar atau
pembeli di lokasi tersebut,
atau satu-satunya
penyedia/penyalur akses
kepada petani yang
memberi kuasa monopoli
di dalam menentukan
produktiitas maupun
proitabilitas.
Secara anekdotal,
berbagai program pertanian
kontrak yang dikembangkan oleh
pemerintah, antara lain Perkebunan
Inti Rakyat (PIR) yang merupakan
perwujudan dari model inti
plasma lebih dipandang sebagai
keberpihakan pemerintah kepada
pemilik modal daripada kepada
petani, dan bahkan dianggap
Foto Qonita S.
23
No. 3 - Juni 2010 - Tahun I - Jong Indonesia
sebagai penyesatan dari model
kemitraan swasta dan petani yang
selama ini selalu didengungkan
oleh pemerintah. Tudingan tentang
keberpihakan pemerintah kepada
pemilik modal utamanya didasarkan
pada lemahnya dukungan
pemerintah kepada para petani –
terutama untuk kasus transmigrasi –
yang membuat petani terperangkap
di dalam keterbatasan dan tidak
memiliki posisi yang seimbang
ketika memasuki kesepakatan
kontrak dengan pihak pemilik
modal. Belum lagi kecenderungan
pemerintah yang lebih mendukung
pemilik modal daripada petani
baik dari segi kebijakan maupun
tindakan (Lihat: Pertanian Kontrak
di Era Otonomi).
Hingga saat ini tidak banyak
contoh berhasil dari pelaksanaan
sistem pertanian kontrak di
Indonesia. Umumnya perusahaan
melihat perjanjian kontrak
yang dilakukan tidak lebih dari
sekedar kontrak pembelian atau
kontrak kerja dimana perusahaan
perkebunan yang memiliki hak
konsesi cenderung melihat petani
yang bekerja di wilayah konsesinya
sebagai buruh, walaupun pada
kenyataannya para petani tersebut
merupakan pemilik dari lahan yang
dikelola. Pemberian konsesi kepada
pihak perusahaan seringkali rancu
diartikan sebagai pemberian hak
penguasaan dan penggunaan lahan.
UU agraria maupun UU transmigrasi
yang memiliki persinggungan
langsung dengan pelaksanaan
pertanian kontrak masih belum
memberikan pengaturan yang jelas
tentang status para transmigran
dan kepemilikan lahan. Kondisi
lahan yang mentah dan belum
bersertiikat seringkali menjadi awal
bagi transmigran untuk kehilangan
lahan ketika berhadapan dengan
status konsesi yang dimiliki oleh
pihak investor.
Ketiadaan landasan hukum
yang mengatur serta mengeliminir
setiap celah peluang eksploitasi
dan penyelewengan di dalam
pelaksanaan sistem pertanian
kontrak di Indonesia membuat
banyak praktik pertanian kontrak
berakhir menjadi praktik yang sangat
merugikan bagi para petani. Secara
spesiik belum ada perundangan
khusus maupun perundangan
terkait yang mengatur perihal
pertanian kontrak dan implikasinya.
Pengaturan oleh pemerintah
tentang pelaksanaan pertanian
kontrak lebih banyak didasarkan
pada ‘pakem’ yang telah berlaku –
yang kurang lebih didasarkan pada
praktik cultuur stelsel dan praktik
sewa tanah feodal – dan belum
mengacu pada perkembangan
sistem pertanian modern sehingga
bentuk hubungan yang terdapat
di dalam skema pertanian kontrak
cenderung tidak bernuansa
kemitraan tetapi lebih bersifat
hirarkis dan tidak seimbang.
Indonesia membutuhkan
perubahan yang signiikan di dalam
pelaksanaan sistem pertanian
kontrak. Pembuatan aturan baku
dan penyempurnaan berbagai
aturan terkait yang telah ada
sebagaimana yang dijelaskan di
atas merupakan sebuah keharusan,
sebab tak bisa dipungkiri bahwa
pertanian kontrak, apapun skala
dan bentuknya, telah menjadi wajah
pertanian modern di Indonesia.
Tanpa keberadaan peraturan yang
jelas dan adil, maka petani sebagai
pihak yang seharusnya menjadi
pelaku serta penerima utama
manfaat dari sistem ini hanya akan
menjadi obyek penderita saja di
dalam skema kemitraan yang tidak
seimbang.***
Pertanian Kontrak di Era
Otonomi
Pelaksanaan otonomi
yang sangat identik dengan
kemandirian membuat
pemerintah daerah cenderung
mendukung pihak swasta yang
diyakini bisa mendorong proses
kemandirian serta berpotensi
meningkatkan Pendapatan
Asli Daerah. Terlebih, banyak
pemerintah daerah yang
‘terjebak’ pada jargon
pengembangan komoditas
unggulan, pengwilayahan
komoditas dan lain sebagainya,
yang intinya mendorong
pemerintah daerah untuk
memprioritaskan spesialisasi
produksi komoditas tertentu, dan
dalam hal ini proses prioritisasi
dan mobilisasi sangatlah kuat.
Akan tetapi seringkali praktik
yang dilakukan oleh pemerintah
menjadi kebablasan, salah satu
contoh kasus adalah mobilisasi
petani jambu mete di Tana Modu,
Kabupaten Sumba Tengah,
NTT (2005) untuk menanam
jarak pagar sebagai bagian
dari kerjasama pemerintah
daerah dengan sebuah investor.
Pemerintah daerah mewajibkan
petani untuk membabat habis
pohon jambu mete mereka
untuk digantikan dengan
tanaman jarak. Akan tetapi dua
tahun kemudian, ketika tanaman
jarak telah berproduksi ternyata
harga pembelian dari investor
maupun pasar sangat rendah
dibandingkan dengan biaya
produksi dan ópportunity cost
yang telah dikorbankan oleh
petani. Tidak ada pihak yang
bertanggungjawab atas hal ini
dan petani di daerah ini semakin
terbelit oleh jeratan kemiskinan. Henky Widjaja
24
Jong Indonesia - No. 3 - Juni 2010 - Tahun I
Bagi para pelancong Indonesia,
Kecantikan Yunani mungkin belum
bisa mengalahkan hingar bingar
Paris, Roma, London, atau “lampu
merah” nya Amsterdam. Mungkin
faktor “agak mirip” juga menjadi
alasan kurang dikenalnya Yunani
bagi para turis Indonesia. “Untuk
apa jauh-jauh ke Eropa jika hanya
untuk berpanas-panas ria?” Tak syak
jika hanya turis dari negara yang
kekurangan sinar matahari yang
gila pergi ke Yunani.
Yunani adalah negeri yang
kaya sejarah. Hal itu pulalah yang
menjadi alasan utama penulis pergi
ke negeri para dewa itu.
Jadi, kemana di Yunani? Athena
Mungkin Athena adalah tujuan
utama dan paling terkenal di Yunani.
Alasannya mudah, Acropolis. Bukit
kecil ini merupakan tempat suci
penduduk Yunani kuno. Di puncak
bukit batu ini, berdiri Parthenon, kuil
pemujaan bagi dewi kebijaksanaan,
Athena. Parthenon sering dianggap
sebagai hasil pencapaian tertinggi
kebudayaan Dorian. Sayangnya,
Parthenon merana karena hampir
separuh dari dekorasinya ternyata
sudah tidak ditempatnya lagi;
sebagian hancur dihantam meriam
ketika tentara Venesia di bawah
komando Fransesco Morosini
mengepung Akropolis yang
dijadikan benteng terakhir tentara
Ottoman. Sisanya, sekarang ada di
British Museum. Miris ketika penulis
terbelalak melihat “Parthenon
Gallery” di British Museum yang
tak kalah besarnya dari Parthenon
itu sendiri dengan “the most inest”
koleksi patung-patung dekorasi dari
Parthenon. Tak jauh dari Parthenon,
jangan lewatkan pasar tradisional
xx. Berjalan di gang kecil menyusuri
pasar ini atau menikmati makanan
khas mediteranian di tapas yang
bertaburan di kaki bukit Parthenon
merupakan pengalaman tersendiri
Santorini dari ketinggian. Foto Jimmy Perdana
Eksotisme Negeri YunaniBagi para pecinta sejarah, Delphi menyimpan kisah magis tersendiri. Delphi mungkin
paling dikenal karena kuil yang didedikasikan pada Apollo. Pada jaman dahulu, para
petinggi Yunani sering ke Delphi untuk meminta petunjuk dari oracle atau orang pintar.
25
No. 3 - Juni 2010 - Tahun I - Jong Indonesia
yang tak akan mudah dilupakan.
Athena bukan hanya Parthenon.
Rugi besar jika melewatkan
National Archaeological Museum
of Athens. Museum ini merupakan
museum terlengkap di dunia jika
benda-benda peninggalan Yunani
tidak “dipinjam” oleh The British
Museum, Louvre, The Met dan
puluhan museum lain di dunia.
B a g a i m a n a p u n
itu, koleksi
museum Athena
ini masih sangat
m e n g a g u m k a n .
Salah satu koleksi
paling terkenalnya
adalah “topeng
Agamemnon”.
Satu hal yang
sangat menarik
hati penulis; sistem
transportasi umum
di Athena sangat
impresif. Dari segi
panasnya, banyaknya
penduduk, ramainya,
tuanya bis-bis
yang bertaburan di
Athena, semuanya
mirip dengan Jakarta,
persis sama. Namun,
sistem transportasi
di kota ini begitu
terintegrasi, sangat
aman, dan nyaman.
Jika pemerintah
Indonesia mau
belajar, mungkin kota ini bisa
dijadikan acuan sistem transportasi.
Tapi tolong studi bandingnya
jangan dipindahkan ke Rhodes
atau Akropolis; di sana hanya ada
pelancong.
Hal unik lain yang penulis temui
di Athena adalah bagaimana
patuhnya dan mudahnya percaya
orang-orang Yunani terhadap orang
asing. Di terminal, penulis dimintai
tolong oleh seorang nenek (yang
entah siapa) untuk membukakan
payungnya. Terminal yang dalam
benak penulis selalu “berbahaya”
membuat penulis langsung pasang
kuda-kuda. Siapa nyana, sekian
menit kemudian, gantian seorang
bapak setengah baya minta tolong
dijagakan kopernya karena mau
pergi ke kamar kecil. Dari segi
kepatuhan, penulis juga melihat
betapa para penumpang sadar diri
untuk membayar tiket transportasi
yang dilakukan dengan otomatis,
baik di bis maupun metro. Jika
ingin sedikit jahat, tidak sulit untuk
menumpang tanpa membayar di
Athena.
Delphi
Delphi adalah sebuah kota kecil,
sekitar 200 km di utara Athena. Del-
phi paling mudah dijangkau dari
Athena dengan bis. Perjalanan ini
memerlukan waktu sekitar 2 jam.
Oleh karena itu, sangat disarankan
untuk menginap semalam di kota
ini. Delphi, seperti hampir di semua
kota di pesisir Yunani, merupakan
surga para pecinta makanan laut.
Dipadu dengan salad Yunani yang
khas, menikmati makanan khas
Yunani ini bisa dijadikan wahana
wisata tersendiri, wisata kuliner. Di
Delphi sendiri, tak banyak yang bisa
dilihat selain reruntuhan kuil dan
sebuah museum. Bagi para pecinta
grande architecture, jepret sana
jepret sini, mungkin Delphi bukan-
lah tempat yang cocok dikunjungi.
Namun, bagi para pecinta sejarah,
Delphi menyimpan kisah magis
tersendiri. Delphi mungkin paling
dikenal karena kuil yang didedi-
kasikan pada Apollo. Pada jaman
dahulu, para petinggi Yunani sering
ke Delphi untuk meminta petunjuk
dari oracle atau orang pintar.
Santorini
Santorini merupakan salah
satu tujuan wisata utama di
Eropa. Menurut mitos, Santorini
merupakan sisa peninggalan
Atlantis. Letusan gunung api di
Santorini 36 abad silam membentuk
panorama Santorini modern yang
sangat mengagumkan, dengan
tebingnya yang terjal. Erupsi ini
juga bertanggung jawab atas
hilangnya peradaban Minoan
yang oleh sebagian scholar
menginterpretasikannya sebagai
“Atlantis” yang dituturkan oleh
Plato.
Pergi ke Santorini dari Athena
memang gampang-gampang
susah. Umumnya para pelancong
menggunakan kapal feri dari Pireas,
pelabuhan di selatan Athena. Tiket
kapal tidak bisa dibeli jauh-jauh hari
mengingat beroperasi-tidaknya
kapal tersebut sangat ditentukan
oleh gelombang laut tengah. Kapal
cepat hanya memerlukan waktu
sekitar 3-5 jam, sementara feri
lambat bisa memakan waktu 10 jam.
Penulis waktu itu menggunakan feri
lambat, seperti feri antara Merak-
Senja di Ia, Santorini. Foto Jimmy Perdana
26
Jong Indonesia - No. 3 - Juni 2010 - Tahun I
Bakauheni.
Santorini sering diklaim sebagai
pulau paling romantis di dunia.
Matahari terbenam di Ia, Santorini,
sering disebut sebagai momen
paling indah yang tak boleh
dilewatkan. Tak ayal Santorini sering
menjadi rujukan bagi pengantin
baru yang hendak melakukan
bulan madu. Bahkan, saat ini
semakin banyak pasangan yang
melangsungkan pernikahannya di
gereja-gereja di Santorini.
Apa yang bisa dilihat di pulau yang
panjangnya tak lebih dari 15 km
ini?
Pantai. Pantai yang tenang,
jernih, dan penuh sinar matahari;
berpasir putih, berpasir merah,
semua ada. Penulis bukanlah anak
pantai, pecinta pantai, dan banyak
pantai indah di Kebumen, jadi tidak
terlalu excited dengan hal itu.
Thira. Untuk lebih mengenal
tempat yang dikunjungi,
tersesatlah atau lebih tepatnya,
menyesatkan dirilah. Hal itu pula
yang penulis lakukan di Thira.
Alhasil, penulis menikmati waktu
berjalan di bibir jurang kota Thira
dengan pemandangannya yang
megah menghadap ke pantai. Di
sana-sini, kubah biru gereja kecil
memperelok lanskap kota Thira
ini. Jika anda pecinta jalan-jalan,
benar-benar berjalan dengan kaki,
tak ada salahnya menyempatkan
diri berjalan menyusuri bibir jurang
kota Thira menuju utara, ke desa Ia.
Ia. Ia adalah desa kecil di ujung
utara Santorini. Khas dengan kubah
biru gereja dan kincir anginnya.
Desa ini penuh dengan pelancong
setiap matahari terbenam. Ada
kalanya berdiri saja susah pada
saat itu. Matahari terbenam di desa
ini mungkin satu dari yang paling
elegan di dunia, begitulah klaim
Santorini dan Yunani pada iklan
pariwisatanya. Ingin yang kurang
komersial seperti Santorini? Coba
Ios atau Naxos, pulau di Cyclades
yang tak kalah indahnya.
Masih banyak tempat istimewa
di Yunani. Sebut saja Meteora, biara
di puncak gunung batu Athos;
UNESCO World Heritage, Rhodes,
Cyclades (gugusan pulau, Santorini
termasuk di dalamnya), Kreta,
Corfu (pulau kecil di Yunani yang
banyak dipengaruhi budaya Itali),
Thesalloniki, dan banyak lagi. ***
Jimmy Perdana
Arkapolis yang selalu dipugar. Foto Jimmy Perdana
TIPS MELANCONG KE YUNANI
Jangan lupa membawai kartu
pelajar Eropa. Jika anda adalah
mahasiswa di universitas di Eropa,
anda bisa menikmati 100% diskon
masuk ke banyak atraksi di Athena
dan Delphi.
Mei dan September mungkin
merupakan waktu paling bagus
untuk jalan-jalan di Eropa,
juga di Yunani. Pada waktu itu,
matahari masih belum terlalu
menyengat. Juli di Athena bisa
panas menyengat sampai 35OC.
Sementara itu, di musim dingin,
Santorini hanya dipenuhi anjing
yang berkeliaran di jalan karena
toko-toko tutup semua.
Makanan di Yunani sangat enak
dan murah. Hati-hati jangan
sampai tak bisa jalan-jalan karena
kekenyangan.
Jangan lupa membawa air minum
yang cukup.
27
No. 3 - Juni 2010 - Tahun I - Jong Indonesia
Penerbangan adalah
industri multimilyar dollar.
Siapa sangka industri
beraliran dana sangat santer ini
ternyata rentan terhadap banyak
faktor, sebut saja salah satu contoh:
“force majeur”. Belum hilang dari
ingatan betapa penerbangan
di Eropa lumpuh total pada
musim dingin 2009; ratusan
penerbangan dibatalkan, puluhan
ribu penumpang terlantar, lantaran
landas pacu pesawat terkubur salju
tebal.
Tak berselang lebih dari 5 bulan,
industri penerbangan di Eropa dan
Amerika terpaksa menelan pil pahit
“hanya” gara-gara debu vulkanik
dari aktivitas Eyjajallajokull,
sebuah gunung berapi di Islandia,
negara pulau di sebelah barat laut
Kerajaan Inggris Raya. Larangan
terbang pertama kali diumumkan
pada 14 April 2010 dan diprediksi
semua penerbangan baik di, ke dan
dari Eropa dan kepulauan (Inggris
Raya dan Irlandia) bakal dihentikan
sampai Jumat, 15 April 2010 pukul
1 siang. Hanya dalam sehari saja,
sebanyak 4000 pesawat tak bisa
meninggalkan hanggar. Siapa
nyana jika ternyata hampir semua
penerbangan antara 14 dan 21 April
harus dibatalkan. Dilaporkan kota
London saja kehilangan L102 juta
(setara dengan 1.4 trilyun rupiah)
dalam 6 hari khaos penerbangan
tersebut.
Mungkin beberapa orang
bertanya-tanya, mengapa debu
yang bahkan tidak terlalu nampak
mata itu bisa sampai melumpuhkan
industri raksasa ini. Debu tersebut
ternyata mampu mengganggu
sistem pembakaran di turbin
pesawat dan melumpuhkannya.
Hal ini bisa mengakibatkan matinya
satu, dua, bahkan seluruh turbin
pesawat yang bisa menyebabkan
kecelakaan fatal. Terganggunya
visibilitas pilot juga cukup
membahayakan penerbangan.
Sebuah kisah menarik datang dari
penerbangan Jumbo 747 dari Kuala
Lumpur ke Perth pada tahun 1982.
Seluruh mesin pesawat tiba-tiba
mati selama 14-15 menit tanpa
sebab yang jelas dan terbang tanpa
ada tenaga atau biasa disebut
“gliding”. Ternyata matinya mesin
tersebut adalah karena ulah debu
Gunung Galunggung.
Penulis juga merasakan
menjadi salah satu “korban” yang
terluntalunta di negeri orang ketika
problematika penerbangan ini
terjadi. Tanggal 23 April sedianya
penulis meninggalkan kota New
York pulang ke Belanda. Beberapa
hari sebelumnya,
timbul desas
desus mengenai
kemungkinan harus
m e m p e r p a n j a n g
tinggal di kota New
York. Tentu bukan
menjadi masalah
bisa menikmati lebih
lama “The Big Apple”,
tapi bagi sebagian
orang, mereka
sudah memiliki
jadwal yang tak bisa ditinggalkan.
Untunglah ternyata tanggal 21 April
lalu lintas udara lewat Atlantik telah
dibuka, meski sistem penerbangan
masih berantakan.
Ternyata cerita tak berhenti di sini;
23 April, di bandara John F Kennedy,
ribuan orang terlantar gara-gara
sistem penerbangan yang masih
limbung. Sistem komputerisasi
yang rumit ternyata tidak singkron;
data-data yang biasanya biasa
diakses dan di-input dengan cepat
dalam satu klik ternyata harus
dimasukkan secara manual; fasilitas
check in on-line juga tak berfungsi.
Alhasil, penulis dan rombongan
hampir saja tak bisa pulang karena
namanya tak terdaftar sebagai
penumpang. Pesan singkatnya
adalah, faktor alam ternyata memiliki
kekuatan yang sangat besar untuk
melumpuhkan aktivitas manusia
dan pada sistem komputerisasi
yang sangat rumit ketika terjadi
masalah, kerumitannya berlipat
untuk membetulkannya lagi.***Jimmy Perdana
Force Majeur dalam Penerbangan
28
Jong Indonesia - No. 3 - Juni 2010 - Tahun I
Negara Belanda
memiliki kondisi
alam yang cukup
unik dan menantang. Setengah
dari wilayah darat negara kincir
angin ini memiliki ketinggian
tidak lebih dari 1 meter diatas
permukaan laut. Bahkan,
bila dilihat lebih lanjut, 20%
dari area darat negeri keju ini
berada di ketinggian yang
lebih rendah dari permukaan
laut. Atas keadaan ini, wajar bila
Belanda dikenal juga dengan
sebutan the Netherlands yang
berarti daratan yang rendah.
Rendahnya wilayah daratan
Belanda ditambah dengan letak
geograisnya yang berhadapan
langsung dengan Laut Utara,
mengakibatkan Belanda sangat
rentan terhadap ancaman
terjadinya banjir, khususnya
banjir yang diakibatkan oleh
naiknya permukaan air laut.
Mengacu pada indikasi geograis
negara kincir angin ini, fenomena
banjir memang tak bisa dilepaskan
dari riwayat sejarah negeri oranye
ini. Menurut catatan sejarah, pada
tahun 1287 meluaplah banjir St.
Lucia, yang merupakan salah satu
banjir terhebat di dunia yang terjadi
di Belanda. Insiden ini merenggut
lebih dari 50.000 jiwa baik di
kawasan Belanda maupun kawasan
Jerman. Banjir St. Lucia tentunya
bukan satu-satunya banjir dahsyat
yang pernah terjadi di Belanda.
Banjir-banjir besar lainnya seperti
banjir St. Elizabeth (1404 dan 1421),
banjir St. Felix (1530), banjir All Saints
(1570), banjir Christmas (1717), dan
banjir Zuider Zee (1916) menambah
panjang rentetan sejarah berkenaan
dengan banjir hebat yang pernah
terjadi di Belanda.
Terjadinya banjir tentunya
akan menghambat atau bahkan
menghentikan perputaran roda
penghidupan negeri Belanda
secara keseluruhan. Kerugian jiwa,
harta, infrastruktur publik, dan
bekunya aktivitas perekonomian
adalah beberapa efek negatif
konkrit yang harus diderita oleh
rakyat Belanda. Tanpa bersifat pasif
dan pasrah, beberapa usaha-usaha
aktif untuk meredam efek dari air
bah ini telah dilakukan sedari dulu.
Pembangunan bendungan, kanal
air, dan kincir angin adalah beberapa
usaha nyata Belanda dalam
menghadapi banjir melalui proyek-
proyek pengelolaan air. Walaupun
usaha-usaha menangkal efek banjir
sudah menjadi tradisi, kehebatan
mendunia negeri Belanda
dalam melakukan revolusi
pembangunan infrastruktur
penangkal banjir akibat air
pasang sebenarnya baru
dimulai pada tahun 1953.
Pada tanggal 1 Februari
1953, terjadi badai Laut Utara
yang menghujam pesisir
pantai Belanda. Badai yang
mengakibatkan naiknya
air laut hingga ketinggian
4,5 meter diatas normal,
menelan korban sebanyak
1.835 jiwa, menghancurkan
4.500 rumah penduduk, dan
menenggelamkan 150.000
hektar wilayah darat belanda.
Kejadian traumatis ini
menyulut kesadaran warga
Belanda untuk melakukan
tidak lanjut kongkrit dalam
waktu sesingkat-singkatnya
untuk mencegah terjadinya
efek serupa. Dalam jangka waktu
kurang dari 3 minggu, pada tanggal
21 Februari 1953, sebuah komisi
khusus yang bertugas untuk
menyiapkan kebijakan kongkrit
sesegera mungkin dibentuk. Komisi
itu dinamai komisi delta.
Formulasi kebijakan komisi
delta dituangkan ke dalam 5
rekomendasi berkekuatan
hukum yang dirumuskan setahap
demi setahap dari 16 Mei 1953
hingga 16 November 1955.
Rekomendasi yang pada akhirnya
diimplementasikan dalam 9 tahap
proyek pembangunan infrastruktur,
direncanakan untuk selesai dalam
jangka waktu 25 tahun dengan
perkiraan dana sebesar 1,5 - 2 miliar
Guilders (680 sampai 900 juta Euro
atau 7,87-10,4 Triliun Rupiah). Proyek
Proyek Delta Langkah Revolusioner Belanda Menghadapi Banjir
Maeslant Barrier, proyek terakhir dalam proyek delta.
Foto: gcaptain.com.
29
No. 3 - Juni 2010 - Tahun I - Jong Indonesia
yang diawali dengan pembangunan
fasilitas penghalang badai di Sungai
Hollandse Ijssel dan diakhiri dengan
pembangunan fasilitas pengontrol
banjir Maeslantkering di Nieuwe
Waterweg pada tahun 1997.
Fasilitas pengontrol banjir
Maeslantkering yang dapat
mengatur bukaan tutupan
sungai dengan otomatis adalah
salah satu dari mega proyek
teknologi-teknologi teknik sipil
termutakhir yang terangkai dalam
Proyek delta ini. Dikarenakan
pengalaman Belanda dalam
mengimplementasikan proyek-
projek infrastruktur berteknologi
tinggi dalam menghadapi banjir,
Belanda adalah salah satu tempat
utama yang dituju oleh negara-
negara di dunia untuk melakukan
studi banding dalam pembangunan
infrastruktur pengontrol banjir. Tak
terkecuali insinyur-insinyur dari
negara adi kuasa Amerika Serikat
yang pernah dihantam badai
Katrina yang menenggelamkan
wilayah-wilayah seperti New
Orleans, Mississipi, Alabama, dan
Florida Selatan.
Artikel ini ditujukan sebagai
pengenalan awal bagi pembaca
untuk mengeksplorasi lebih
lanjut kemajuan teknologi
penanggulangan banjir di Belanda.
Proyek delta juga sangat menarik
untuk dipelajari sebagai bahan
perbandingan dalam perumusan
kebijakan penanggulangan banjir
di Indonesia. Artikel pengenalan
singkat ini bersumber pada situs
resmi dari proyek delta http://
www.deltawerken.com/. Bagi
siapapun yang ingin mengenal dan
mengeksplorasi lebih lanjut proyek
yang pernah dinobatkan sebagai
salah satu keajaiban dunia ini dapat
menuju langsung ke situs tersebut.
Selamat bereksplorasi, selamat
berikir kritis tentang cara
implementasi dan penyesuaian
contoh-contoh teknologi terbaik
dunia yang dapat menginspirasi
adopsi teknologi untuk negara kita.
Selamat berkarya !!!.***
Meditya Wasesa
Oosterscheldekering dam terbesar dari 13 dam yang dibangun dalam proyek delta.
FotoJackmaryetc.com
Yuk, Nulis!Perhimpunan Pelajar Indonesia
(PPI) di Belanda pernah menorehkan sejarahnya lewat perjuangan media. Indische Vereeniging atau Perhimpunan Hindia yang berdiri tahun 1908 pernah menerbitkan buletin Hindia Poetera. Pada September 1922, organisasi ini berubah menjadi Indonesische Vereeniging. Mereka kembali menerbitkan majalah Hindia Poetra dengan Hatta sebagai pengasuhnya.
Hindia Poetra ini menjadi sarana untuk menyebarkan ide-ide antikolonial. Pada dua edisi pertama, Hatta menyumbangkan tulisan kritik mengenai praktek sewa tanah industry gula Hindia Belanda yang merugikan petani. Tahun 1924, nama majalah Hindia Poetra berubah menjadi Indonesia Merdeka. Tahun 1925 nama organisasi Indionesische Vereeniging resmi berubah menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).
Untuk menghidupkan kembali semangat perjuangan lewat media ini, PPI Belanda bermaksud menerbitkan majalah online sebagai jembatan informasi dan aktualisasi idealism pelajar Indonesia dengan nama JONG INDONESIA.
“Jong” (Bahasa Belanda) artinya PEMUDA. Menjelang Sumpah Pemuda 1928, banyak muncul perkumpulan seperti Jong Java, Jong Sumateranen Bond, Jong Celebes, dan lain-lain. Dengan semangat Sumpah Pemuda 1928, majalah JONG INDONESIA ingin mengajak para pelajar di negeri untuk menyumbangkan pemikirannya untuk Indonesia yang lebih baik.
JONG INDONESIA diharapkan menjadi media pembelajaran, transfer informasi-pengetahuan; mempererat dan memperluas persaudaran serta memberikan masukan menuju Indonesia yang lebih baik. Kami mengundang Anda, untuk mengirimkan tulisan berupa artikel, opini, dan lain-lain untuk mengisi rubrik-rubrik: SURAT PEMBACA; SAINS dan TEKNOLOGI; LINGKUNGAN; SOSIAL POLITIK; BUDAYA; JALAN-JALAN; RESENSI BUKU; dan lain-lain.
Kirimkan tulisan Anda melalui email:
Redaksi JONG INDONESIA
30
Jong Indonesia - No. 3 - Juni 2010 - Tahun I
Bagi penduduk Kerajaan
Belanda, terutama mereka
yang berdomisili di
Wageningen, 5 mei merupakan
hari yang sangat istimewa. Pada
hari itu, Belanda merayakan hari
kemerdekaannya. Merdeka? Dari
apa? Bukannya mereka itu kolonialis?
Wong bekas-bekas kejayaan Belanda
saja masih tertinggal sampai di New
Amsterdam dan Batavia! Mungkin
ada yang bertanya-tanya dalam
hati seperti itu. Terus apa pula
hubungannya dengan Wageningen,
desa mungil yang masih lebih kecil
dari Prembun, Kebumen?
Kisah ini bisa ditarik jauh ke
belakang hingga era 1500-an.
Pada masa itu, Belanda pun
pernah mengalami yang namanya
penjajahan yang dilakukan oleh
Charles V, raja Spanyol yang juga
kaisar Kekaisaran Romawi Suci.
Belanda harus berjuang selama
8 tahun untuk memperoleh
kemerdekaannya. Era itu juga
memunculkan tokoh ikonik bernama
William van Orange dengan kata-
katanya yang (mungkin masih)
relevan bagi bangsa Indonesia
“Ik kan niet goedkeuren dat
vorsten over het geweten van hun
onderdanen willen heersen en hun
de vrijheid van geloof en godsdienst
ontnemen” (Saya tidak bisa
menerima bahwa sebuah tiran ingin
memaksakan hati nurani rakyatnya
dan menghapus kebebasan dalam
beragama dan kepercayaan).
Sejak saat itu Belanda tak pernah
sepi dari intrik politik, terutama juga
karena letaknya yang “strategis”
diantara dua gajah Eropa yang sering
berseteru, Prancis dan Jerman. Pada
era Napoleon, Belanda menjadi
dominion Prancis. Puncaknya terjadi
pada Perang dunia II; Belanda (dan
Belgia) yang netral diinvasi Jerman
dalam perang kilatnya. Hal ini
dilakukan karena Jerman tidak ingin
secara langsung menyerang Prancis
yang dilindungi Maginot Line yang
membentang dari Alsace-Lorraine
sampai Belgia.
Pendudukan Jerman di Belanda
ternyata tak berlangsung lama.
Takluknya Jerman di front timur
(Stalingard, perang Kursk),
terusirnya Afrika Korps dari benua
hitam, dan pendaratan sekutu di
Sisilia (Itali) dan yang paling nyata,
pendaratan dua juta tentara Sekutu
di Normandia, Prancis, pada awal
Juni 1944 telah menjadi tanda
nyata bahwa pendudukan Jerman
akan segera berakhir. Namun,
pada kenyataannya, Belanda
harus menunggu sampai musim
semi 1945 untuk benar-benar
Hari Kemerdekaan BelandaParade hari kemerdekaan. Foto Jimmy Perdana
31
No. 3 - Juni 2010 - Tahun I - Jong Indonesia
merasakan kemerdekaan. Lebih-
lebih, satu tahun itu bukanlah
tahun yang mudah; perang
berkecamuk, musim dingin yang
ganas dan berkepanjangan (dikenal
sebagai hongerwinter, kelaparan
pada musim dingin 1944-1945),
menjadikan masa itu sebagai waktu
“penantian dalam sekarat”.
Penantian itu secara de jure
berakhir pada 5 Mei 1945. Pada
hari itu, tentara Jerman menyerah
kepada tentara Kanada di bawah
komando Jendral Charles Foulkes,
menandai berakhirnya pendudukan
Jerman di Belanda. Penandatangan
kapitulasi itu dilakukan di hotel
“de Wereld”, Wageningen. Oleh
karena itu, setiap 5 Mei, perayaan
kemerdekaan Belanda selalu
dipusatkan di Wageningen.
Perayaan 5 Mei tahun ini
sedikit berbeda dari tahun-tahun
sebelumnya. Lebih ramai. Setiap 5
tahun sekali, perayaan ini memang
dibuat lebih wah. Tambahan
pula, hanya setiap 5 tahun
seluruh penduduk Belanda bisa
memperoleh libur pada 5 Mei.
Peringatan kemerdekaan ini
diawali pada senja 4 Mei yang
dipusatkan di 5 Mei Plein, tepat di
depan hotel De Wereld. Upacara
penyalaan lilin dan tabur bunga ini
dijadikan simbol untuk mengenang
mereka yang gugur pada Perang
Dunia II.
Keesokan harinya, Wageningen
diubah menjadi ajang konser. Paling
tidak ada lima panggung terbuka
yang siap menampung para musisi
yang bila disejajarkan dengan artis
Indonesia sekaliber Kangen Band
ataupun Inul Daratista. Puluhan ribu
orang tumpah ruah di jalanan. Peter
dan istrinya Gesien, setengah baya,
penduduk Wageningen, mengaku
bahkan untuk keluar dari keramaian
itu saja susah sekali. Maklum saja,
penduduk Belanda
memang dikenal
suka hal yang
berbau ramai-
ramai, apapun itu,
yang penting asoy.
Hingar- bingar
musik di panggung-
panggung dadakan
itu secara serempak
dihentikan pada
pukul 12 siang.
Puluhan ribu orang
yang tercerai-
berai di pusat-
pusat keramaian
s e k a r a n g
t e r k o n s e n t r a s i
di rute yang
akan dilewati
parade. Parade
k e m e r d e k a a n
ini diawali dari 5
Mei Plein, melalui
jalan General
Foulkesweg (untuk mengenang
Jendral Foulkes), Standsbrink-
Lawijks Alle (jalan utama
Wageningen yang hanya 1 lajur)
dan kembali ke 5 Mei Plein.
Parade ini juga diramaikan
oleh tentara-tentara gadungan
yang berkostum seperti pejuang
pada perang dunia, drum band,
kendaraan perang, mobil-mobil
kuno, sepeda kumbang, dan yang
terpenting, para veteran perang;
tak ketinggalan para veteran KNIL.
Seusai parade, para penggembira
bisa bergoyang kembali karena
panggung hiburan dibuka lagi.
Beberapa bisa menikmati bir,
patat (kentang goreng), membeli
makanan di tembok, atau hanya
berjalan meramaikan keramaian.
***
Jimmy Perdana
Foto Jimmy Perdana
Foto Jimmy Perdana
32
Jong Indonesia - No. 3 - Juni 2010 - Tahun I
Belanda adalah salah satu negara
di Eropa yang mengalami kemajuan
pesat di bidang pertanian, khsusnya
pertanian organik. Permintaan
konsumen akan produk organik
semakin meningkat sehingga
mendorong menjamurnya toko-
toko yang khusus menjual produk
organik. Bersama dengan teman-
teman mahasiswa jurusan pertanian
organik dari Universitas Wageningen
berkesempatan mengisi akhir pekan
dengan mengunjungi pusat-pusat
penjualan produk organik yang
tersebar di kota Utrecht, Belanda,
berikut kutipannya.
Setidaknya terdapat lima
toko di kota ini yang khusus
menjual produk organik dengan
keunikannya masing-masing. Toko
organik yang paling besar adalah
‘De natuurwinkel” ukurannya lebih
kurang seperti ruko empat pintu.
toko ini letaknya sekitar sepuluh
menit perjalanan bis dari pusat
kota. Di toko ini tersedia ratusan
produk organik dari manca negara
mulai dari kebutuhan pokok, sayur,
buah, susu, sampai penganan
ringan. Bagi yang punya hobby
berkebun, toko organik “estafe”
menyediakan benih sayur dan
bunga organik, bahkan disini juga
disediakan tanah organik yang
sudah dibungkus dalam kemasan
10 kg. Toko ini letaknya kurang
lebih sepuluh menit perjalanan kaki
ke arah utara dari de natuurwinkel.
Berdampingan dengan toko ini, kita
juga bisa membeli daging organik.
Toko “de groene weg” menyediakan
daging organik segar mulai dari sapi,
kambing, ayam, dan lain-lain.
Wisata organik belum lengkap
jika tidak mencicipi nikmatnya kopi
organik di rumah makan “Bagles
and beans” yang letaknya persis
bersebelahan dengan estafe dan
de groene weg. Cukup dengan dua
euro atau sekitar 25 ribu rupiah, kita
sudah bisa menikmati segarnya kopi
organik sambil diiringi musik klasik
khas belanda dan suasana ruangan
seperti di rumah sendiri. Bagi yang
lebih suka menikmati segarnya es
krim organik bisa mengunjungi “ijs
en zopie”. Selain es krim kita juga
bisa mencicipi sorbet dan buah
organik.
Sebagai pelengkap, lebih asyik
jika membawa pulang oleh-oleh
souvenir. “Nukuhiva” dan “Smile
superstore” adalah toko yang
memiliki koleksi pakaian yang
dibuat dari kapas organik. Di
samping itu di Smile supertore kita
juga bisa mendapatkan buku-buku
praktis tentang pertanian organik
dan pertanian berkelanjutan. Dan
bila ingin mencari cinderamata
yang lebih spesial seperti boneka,
tas, hiasan rumah jangan lupa untuk
mampir ke “Bureau bewust” disana
kita bisa mendapati produk berlabel
eko-friendly.
Semoga pengalaman diatas bisa
memberi inspirasi untuk kemajuan
pertanian organik di tanah air
kita.***
Wisata Produk Organik di BelandaOleh: Ihsan Hasibuan - Wageningen
Toko organik. Foto: Ihsan Hasibuan.
Ruko de natuurwinkel. Foto: Ihsan Hasibuan