nph

11
 NEURALGIA POST HERPETIK I. PENDAHULUAN  Neuralg ia post herpet ik (PHN) merupak an kompl ikasi yang serius dari herpes zooste r yan g ser ing ter jadi pad a ora ng tua. Men uru t Dwork in, 199 4, men defi nisi kan neuralg ia post herpetika sebagai nyeri neuropatik yang menetap setelah onset ruam (atau 3  bulan setelah penye mbuh an herpes zoster).. Sesuai dengan definisi sebelu mnya maka The  International A ssociation f or Study of Pain (IAS P) menggolongkan neuralgia post herpetika sebagai nyeri kronik yaitu nyeri yang timbul setelah penyembuhan usai atau nyeri yang  berlang sung lebih da ri tiga b ulan tan pa adan ya malig nitas. 1,2,3  Neuralg ia post herpet ik diseb abkan oleh infeksi virus herpes zooste r. Herpe s Zooster adalah infeksi virus yang terjadi senantiasa pada anak-anak yang biasa disebut de ng an va ric ell a (chi cke n pox). Ti pe Vi ru s ya ng be rs if at pa to ge n pa da ma nu si a adalah herpes virus-3 (HHV-3), biasa jug a dis ebu t den gan varisella zoster virus (VZV ). Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis terutama nervus kranialis V (trigeminus) pada ganglion gasseri cabang oftalmik dan vervus kranialis VII (fasialis) pada ganglion genikulatum. 4,5,6,7,8 Kebanyakan data insidensi herpes zoster dan neuralgia post herpertik didapatkan dari data Eropa dan Amerika Serikat.. Sindrom nyeri ini menyerang 5 hingga 10% orang yang terkena herpes zoster. Tetapi berlaku tiga kali lipat pada individu berusia di atas 60 tahu n. Pen elitian Choo 1997 mel apor kan pre vale nsi terj adi nya neu ralg ia pos t herpetik setelah onset ruam herpes zoster sejumlah 8 kasus/100 pasien dan 60 hari setelah onset sekitar 4.5 kasus /100 pasien. Sehing ga berdas arkan penelitianChoo , diperk irakan angka terjadi neuralgia post herpetik sekitar 80.000 kasus pada 30 hari dan 45.000 kasus pada 60 hari per 1 juta kasus herpes zoster di Amerika Serikat per tahunnya. Sedangkan belum didapatkan angka insidensi Asia Australia dan Amerika Selatan, tetapi presentasi klinis dan epidemiologi herpes zoster di Asia, Australia dan Amerika Selatan mempunyai pola yang sama dengan data dari Eropa dan Amerika Serikat. Pada herpes zoster akut hampir 100%  pasien mengalami nyeri, dan pada 10-70%nya mengalamia neuralgia post herp etik. Nyeri lebih dari 1 tahun pada penderita berusia lebih dari 70 tahun dilaporkan mencapai 48%. Dari data di atas dapat di lihat bahwa faktor risiko yang begitu signifikan adalah seiring den gan pert ambahan umu r. Fak tor res iko lain yan g mempun yai per anan pul a dala m menimb ulkan neuralgia post herpetik adalah gangguan sistem kekebalan tubuh, pasien dengan penyakit keganasan (leukimia, limfoma), lama terjadinya ruam. 1,3,9 II. FISIOLOGI PENGHANTA RAN NYERI Menurut “The International Association for the Study of Pain   Nyeri a dalah ras a inder awi dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang nyata atau yang berpotensi rusak atau sesuatu yang tergambarkan seperti itu.Kualitas dan intensitas rasa nyeri dipengaruhi oleh kepribadian penderita, ambang rasa nyeri serta faktor-faktor psikologis. 2,10, 11 Pad a das arny a susunan saraf terd iri dari sel-sel spe sifi k yang berfun gsi men erima rang san gan sen sor ik dan meneru ska nny a ke organ-organ efe kto r, baik mus kul ar mau pun

Upload: zen-muhammad-alaydrus

Post on 19-Jul-2015

139 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5/17/2018 nph - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/nph557200b849795991699ff085 1/11

 

NEURALGIA POST HERPETIK 

I. PENDAHULUAN

 Neuralgia post herpetik (PHN) merupakan komplikasi yang serius dari herpes

zooster yang sering terjadi pada orang tua. Menurut Dworkin, 1994, mendefinisikan

neuralgia post herpetika sebagai nyeri neuropatik yang menetap setelah onset ruam (atau 3

 bulan setelah penyembuhan herpes zoster).. Sesuai dengan definisi sebelumnya maka The

 International Association for Study of Pain (IASP) menggolongkan neuralgia post herpetika

sebagai nyeri kronik yaitu nyeri yang timbul setelah penyembuhan usai atau nyeri yang

 berlangsung lebih dari tiga bulan tanpa adanya malignitas. 1,2,3

 Neuralgia post herpetik disebabkan oleh infeksi virus herpes zooster. Herpes

Zooster adalah infeksi virus yang terjadi senantiasa pada anak-anak yang biasa disebutdengan varicella (chicken pox). Tipe Virus yang bersifat patogen pada manusia

adalah herpes virus-3 (HHV-3), biasa juga disebut dengan varisella zoster virus (VZV ).

Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis terutama

nervus kranialis V (trigeminus) pada ganglion gasseri cabang oftalmik dan vervus kranialis

VII (fasialis) pada ganglion genikulatum. 4,5,6,7,8

Kebanyakan data insidensi herpes zoster dan neuralgia post herpertik didapatkan

dari data Eropa dan Amerika Serikat.. Sindrom nyeri ini menyerang 5 hingga 10% orang

yang terkena herpes zoster. Tetapi berlaku tiga kali lipat pada individu berusia di atas 60

tahun. Penelitian Choo 1997 melaporkan prevalensi terjadinya neuralgia post herpetik 

setelah onset ruam herpes zoster sejumlah 8 kasus/100 pasien dan 60 hari setelah onsetsekitar 4.5 kasus/100 pasien. Sehingga berdasarkan penelitianChoo, diperkirakan angka

terjadi neuralgia post herpetik sekitar 80.000 kasus pada 30 hari dan 45.000 kasus pada 60

hari per 1 juta kasus herpes zoster di Amerika Serikat per tahunnya. Sedangkan belum

didapatkan angka insidensi Asia Australia dan Amerika Selatan, tetapi presentasi klinis dan

epidemiologi herpes zoster di Asia, Australia dan Amerika Selatan mempunyai pola yang

sama dengan data dari Eropa dan Amerika Serikat. Pada herpes zoster akut hampir 100%

 pasien mengalami nyeri, dan pada 10-70%nya mengalamia neuralgia post herpetik. Nyeri

lebih dari 1 tahun pada penderita berusia lebih dari 70 tahun dilaporkan mencapai 48%.

Dari data di atas dapat di lihat bahwa faktor risiko yang begitu signifikan adalah seiring

dengan pertambahan umur. Faktor resiko lain yang mempunyai peranan pula dalam

menimbulkan neuralgia post herpetik adalah gangguan sistem kekebalan tubuh, pasiendengan penyakit keganasan (leukimia, limfoma), lama terjadinya ruam. 1,3,9

II. FISIOLOGI PENGHANTARAN NYERI

Menurut “The International Association for the Study of Pain”  Nyeri adalah rasa inderawi

dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang

tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang nyata atau yang berpotensi rusak 

atau sesuatu yang tergambarkan seperti itu.Kualitas dan intensitas rasa nyeri dipengaruhi oleh

kepribadian penderita, ambang rasa nyeri serta faktor-faktor psikologis.2,10, 11

Pada dasarnya susunan saraf terdiri dari sel-sel spesifik yang berfungsi menerima

rangsangan sensorik dan meneruskannya ke organ-organ efektor, baik muskular maupun

5/17/2018 nph - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/nph557200b849795991699ff085 2/11

 

kelenjar. Stimulus yang diterima baik dari luar maupun dari dalam tubuh dihubungkan di dalam

susunan saraf. Saraf-saraf ini mempunyai spesifikasi yang tertentu sehingga ia mampu

menerima rangsangan yang khusus. 12

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.

Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut

 juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor ) ada yang bermielien dan ada

 juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer . 11,13

Untuk berbicara lebih lanjut tentang neuralgia (nyeri pada daerah distribusi saraf),

harus diketahui terlebih dahulu tentang kerja saraf yang membawa rangsangan nyeri ini.

Sinyal nyeri dalam tubuh kita dibawa oleh beberapa serabut saraf yang kecil yaitu serabut

saraf tipe A-delta dan tipe C. Serabut saraf tipe A-delta (serabut tebal) berdiameter 1-4 µ,

dengan kecepatan 5-15 m/s sedangkan serabut saraf tipe C (serabut halus) berdiameter lebih

kecil sebesar 0,2-1,0 µ dan membawa stimulus dengan kecepatan 0,2-2,0 m/s. Ini

 bermakna, serabut tipe A lebih besar dan mampu menghantar stimulus dengan kecepatan

yang lebih tinggi. Stimulus yang dihantar oleh kedua serabut saraf ini juga memberi sensasi

nyeri yang berbeda. Serabut saraf tipe A membawa nyeri tajam, tusuk dan selintas

sedangkan serabut saraf tipe C membawa nyeri lambat dengan rasa terbakar dan

 berkepanjangan.11

Gambar 1. Proses penghantaran

nyeri14

Antara kerusakan

 jaringan sebagai sumber rangsang nyeri, sampai

dirasakan sebagai persepsi

nyeri, terdapat suatu

rangkaian proses elektro

fisiologik yang secara kolektif 

disebut nosisepsi

(nociception). Ada empat

 proses yang jelas yang terjadi

 pada suatu nosisepsi,

yakni:2,11,13

1. Proses Transduksi

(transduction), merupakan

 proses di mana suatu

rangsang nyeri (noxious stimuli) diubah menjadi suatu aktifitas listrik, yang akan

diterima oleh ujung-ujung saraf (nerve endings). Rangsang ini dapat berupa rangsang

fisik, suhu, ataupun kimia;

2. Proses Transmisi (transmission), dimaksudkan sebagai perambatan rangsang melalui

saraf sensoris menyusul proses transduksi

3. Proses Modulasi (modulation), adalah proses di mana terjadi interaksi antara sistemanalgesilk endogen dengan asupan nyeri yang masuk ke kornu posterior. Jadi

5/17/2018 nph - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/nph557200b849795991699ff085 3/11

 

merupakan proses desendern yang dikontrol oleh otak seseorang. Analgesik endogen ini

meliputi endorfin, serotonin, dan noradrenalin yang memiliki kemampuan menekan

asupan nyeri pada kornu posterior. Kornu posterior ini dapat diibaratkan sebagai pintu

gerbang yang dapat tertutup atau terbuka dalam menyalurkan asupan nyeri. Peristiwa

terbuka dan tertutupnya pintu gerbang tersebut diperankan oleh sistem analgesik 

endogen di atas. Proses modulasi inilah yang menyebabkan persepsi nyeri menjadisangat pribadi dan subjektif pada setiap orang. Hal ini sangat dipengaruhi oleh latar 

 belakang budaya, pendidikan, atensi, serta makna atau arti dari suatu rangsang

4. Persepsi ( perception), adalah hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dan unik 

yang dimulai dari proses transduksi, transmisi, dan modulasi yang pada gilirannya

menghasilkan suatu perasaan yang subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri.

III. PATOFISIOLOGI

Infeksi primer virus varisella zoster dikenal sebagai varisella atau cacar air. Pajanan

 pertama biasanya terjadi pada usia kanak-kanak. Virus ini masuk ke tubuh melalui sistem

respiratorik. Pada nasofaring, virus varisella zoster bereplikasi dan menyebar melalui aliran

darah sehingga terjadi viremia dengan manifestasi lesi kulit yang tersebar di seluruh tubuh.

Periode inkubasi sekitar 14-16 hari setelah paparan awal. Setelah infeksi primer dilalui, virus

ini bersarang di ganglia akar dorsal, hidup secara dorman selama bertahun-tahun.1,15

Gambar 2.Laten dan Reaktivasi

Virus Varicella–Zoster.16

Patogenesis terjadinya herpes

zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virusvarisella zoster yang hidup secara dorman

di ganglion. Imunitas seluler berperan

dalam pencegahan pemunculan klinis

 berulang virus varicella zoster dengan

mekanisme tidak diketahui. Hilangnya

imunitas seluler terhadap virus dengan

 bertambahnya usia atau status

imunokompromis dihubungkan dengan

reaktivasi klinis. Saat terjadi reaktivasi,

virus berjalan di sepanjang akson menuju

ke kulit. Pada kulit terjadi proses peradangan dan telah mengalami denervasi secara parsial. Disel-sel epidermal, virus ini bereplikasi menyebabkan pembengkakan, vakuolisasi dan lisis sel

sehingga hasil dari proses ini terbentuk vesikel yang dikenal dengan nama ‘ Lipschutz inclusion

body’ . Pada ganglion kornu dorsalis terjadi proses peradangan, nekrosis hemoragik, dan

hilangnya sel-sel saraf. Inflamasi pada saraf perifer dapat berlangsung beberapa minggu sampai

 beberapa bulan dan dapat menimbulkan demielinisasi, degenerasi wallerian dan proses

sklerosis . Proses perjalanan virus ini menyebabkan kerusakan pada saraf.1

Beberapa perubahan patologi yang dapat ditemukan pada infeksi virus varisella zoster:1

1. Reaksi inflamatorik pada beberapa unilateral ganglion sensorik di saraf spinal atau saraf 

kranial sehingga terjadi nekrosis dengan atau tanpa tanda perdarahan.

2. Reaksi inflamatorik pada akar spinal dan saraf perifer beserta ganglionnya.

5/17/2018 nph - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/nph557200b849795991699ff085 4/11

 

Virus herpes zooster kebanyakan memusnahkan sel-sel ganglion yang berukuran

 besar. Yang luput dari maut dan tersisa adalah sel-sel berukuran kecil. Mereka tergolong dalam

serabut halus yang mengahantarkan impuls nyeri, yaitu serabut A-delta dan C. Sehingga semua

impuls yang masuk diterima oleh serabut penghantar nyeri. Selain itu pada saraf perifer terjadi

 perlukaan mengakibatkan saraf perifer tersebut memiliki ambang aktivasi yang lebih rendah

sehingga menimbulkan hyperesthesia yaitu respon sensitifitas yang berlebihan terhadapstimulus. Hal ini menunjukkan adanya kelainan pada proses transduksi. 1,2,4,11,17

Penghantaran nyeri pada proses transmisi juga mengalami gangguan. Hal ini

diakibatkan oleh hilangnya impuls yang disalurkan oleh serabut tebal maka semua impuls yang

masih bisa disalurkan kebanyakan oleh serabut halus. Akibatnya sumasi temporal tidak terjadi,

karena impuls yang seharusnya dihantarkan melalui serabut tebal dihantarkan oleh serabut

halus. Karena sebagian besar dari serabut tebal sudah musnah, maka mayoritas dari serabut

terdiri dari serabut halus. Karena itu sumasi temporal yang wajar hilang.1,2,4,11,17

Dengan hilangnya sumasi temporal maka proses modulasi yang terjadi pada kornu

 posterior tidak berjalan secara normal akibatnya tidak terjadi proses antara sistem analgesilk 

endogen dengan asupan nyeri yang masuk ke kornu posterior. Kornu posterior adalah pintu

gerbang untuk membuka dan menutup jalur penghantaran nyeri. Hal ini dapat mengakibatkan

munculnya gejala hyperalgesia.1,2,4,11,17

Maka dari itu impuls yang dipancarkan ke inti thalamus semuanya tiba kira-kira pada

waktu yang sama dan hampir semuanya telah dihantarkan oleh serabut halus yang merupakan

serabut penghantar impuls nyeri. Kedatangan impuls yang serentak dalam jumlah yang besar 

dipersepsikan sebagai nyeri hebat yang sesuai dengan sifat neuralgia. Sesuai dengan tipe pada

 penghantaran serabut saraf masing-masing, yaitu serabut saraf tipe A membawa nyeri tajam,

tusuk dan selintas sedangkan serabut saraf tipe C membawa nyeri lambat dengan rasa terbakar dan berkepanjangan. Hal ini mengakibatkan timbulnya allodinia, yaitu nyeri yang disebabkan

oleh stimulus normal (secara normal semestinya tidak menimbulkan nyeri).1,2,4,11,17

IV. MANIFESTASI KLINIS

Tanda khas dari haerpes zooster pada fase prodromal adalah nyeri dan parasthesia pada

daerah dermatom yang terkena. Dworkin membagi neuralgia post herpetik ke dalam tiga fase:

1. Fase akut: fase nyeri timbul bersamaan/ menyertai lesi kulit. Biasanya berlangsung < 4

minggu, 2. Fase subakut: fase nyeri menetap > 30 hari setelah onset lesi kulit tetapi < 4 bulan,

3. Neuralgia post herpetik: dimana nyeri menetap > 4 bulan setelah onset lesi kulit atau 3 bulan

setelah penyembuhan lesi herpes zoster.1,3

5/17/2018 nph - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/nph557200b849795991699ff085 5/11

 

Gambar 3. Herpes Zoster akut18,19,20

Pada umumnya penderita dengan herpes zoster berkunjung ke dokter ahli penyakit

kulit oleh karena terdapatnya gelembung – gelembung herpesnya. Keluhan penderita disertai

dengan rasa demam, sakit kepala, mual, lemah tubuh. 48-72 jam kemudian, setelah gejala prodromal timbul lesi makulopapular eritematosa unilateral mengikuti dermatom kulit dan

dengan cepat berubah bentuk menjadi lesi vesikular. Nyeri yang timbul mempunyai intensitas

 bervariasi dari ringan sampai berat sehingga sentuhan ringan saja menimbulkan nyeri yang

 begitu mengganggu penderitanya. Setelah 3-5 hari dari awal lesi kulit, biasanya lesi akan mulai

mengering. Durasi penyakit biasanya 7-10 hari, tetapi biasanya untuk lesi kulit kembali normal

dibutuhkan waktu sampai berminggu-minggu.1,6

Penyakit ini dapat sangat mengganggu penderitanya. Gangguan sensorik yang

ditimbulkan diperberat oleh rangsangan pada kulit dengan hasil hiperestesia, allodinia dan

hiperalgesia. Nyeri yang dirasakan dapat mengacaukan pekerjaan si penderita, tidur bahkansampai mood sehingga nyeri ini dapat mempengaruhi kualitas hidup jangka pendek maupun

 jangka panjang pasien. Nyeri dapat dirasakan beberapa hari atau beberapa minggu sebelum

timbulnya erupsi kulit. Keluhan yang paling sering dilaporkan adalah nyeri seperti rasa

terbakar, parestesi yang dapat disertai dengan rasa sakit (disestesi), hiperestesia yang

merupakan respon nyeri berlebihan terhadap stimulus, atau nyeri seperti terkena/ tersetrum

listrik. Nyeri sendiri dapat diprovokasi antara lain dengan stimulus ringan/ normal (allodinia),

rasa gata-gatal yang tidak tertahankan dan nyeri yang terus bertambah dalam menanggapi

rangsang yang berulang. 1

. Pada masa gelembung –gelembung herpes menjadi kering, orang sakit mulai

menderita karena nyeri hebat yang yang dirasakan pada daerah kulit yang terkena. Nyeri hebatitu bersifat neuralgik. Di mana nyeri ini sangat panas dan tajam, sifat nyeri neuralgic ini

menyerupai nyeri neuralgic idiopatik, terutama dalam hal serangannya yaitu tiap serangan

muncul secara tiba – tiba dan tiap serangan terdiri dari sekelompok serangan – serangan kecil

dan besar. Orang sakit dengan keluhan sakit kepala di belakang atau di atas telinga dan tidak 

enak badan. Tetapi bila penderita datang sebelum gelembung – gelembung herpes timbul,

untuk meramalkan bahwa nanti akan muncul herpes adalah sulit sekali. Bedanya dengan

neuralgia trigeminus idiopatik ialah adanya gejala defisit sensorik. Dan fenomena paradoksal

inilah yang menjadi ciri khas dari neuralgia post herpatik, yaitu anestesia pada tempat – tempat

 bekas herpes tetapi pada timbulnya serangan neuralgia, justru tempat –tempat bekas herpes

yang anestetik itu yang dirasakan sebagai tempat yang paling nyeri. Neuralgia post herpatik 

sering terjadi di wajah dan kepala. Jika terdapat di dahi dinamakan neuralgia  postherpatikumoftalmikum dan yang di daun telinga neuralgia postherpatikum otikum. 6,28

5/17/2018 nph - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/nph557200b849795991699ff085 6/11

 

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu:8,21,25,27

1. Pemeriksaan neurologis pada nervus trigeminus dan pemeriksaan neurologis lainnya.

2. Elektromiografi (EMG) untuk melihat aktivitas elektrik pada nervus

3. Cairan cerebrospinal (CSF) abnormal dlm 61% kasus

4. Pleositosis ditemui pada 46% kasus, peningkatan protein 26% dan DNA VZV 22% kasus.

5. Smear vesikel dan PCR untuk konfirmasi infeksi.

6. Kultur viral atau pewarnaan immunofluorescence bisa digunakan untuk membedakan herpes

simpleks dengan herpes zoster 

7. Mengukur antibodi terhadap herpes zoster. Peningkatan 4 kali lipat mendukung diagnosis

herpes zoster subklinis.

VI. PENATALAKSANAAN

Secara umum terapi yang dapat kita lakukan terhadap kasus penderita dengan neuralgia

 paska herpetika dibagi menjadi dua jenis, yaitu terapi farmakologis dan terapi non farmakologis

:1

1. Terapi Farmakologis

a. Antivirus

Intensitas dan durasi erupsi kutaneus serta nyeri akut pada herpes zoster yang timbul

akibat dari replikasi virus dapat dikurangi dengan pemberian asiklovir, Valacyclovir,

Famciclovir. Asiklovir diberikan dengan dosis anjuran 5 x 800 mg/hari selama 7 – 10 hari

diberikan pada 3 hari pertama sejak lesi muncul.Efek samping yang dapat ditemukan dalam

 penggunaan obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala, diare, pusing, lemah, anoreksia, edema,

dan radang tenggorokan. Valasiklovir diberikan dengan dosis anjuran 1 mg/hari selama 7 hari

secara oral. Efek samping yang dapat ditemukan da;lam penggunaan obat ini adalah mual,

muntah, sakit kepala, dan nyeri perut. Famsiklovir diberikan dengan dosis anjuran 500 mg/hari

selama 7 hari selama 7 hari. Efek samping dalam penggunaan opbat ini adalah mual, muntah,

sakit kepala, pusing, nyeri.1,3,22

b. Analgesik 

Terapi sistemik umumnya bersifat simptomatik, untuk nyerinya diberikan analgetik.

Jika diserta infeksi sekunder deberikan antibiotic. Analgesik non opioid seperti NSAID dan

 parasetamol mempunyai efek analgesik perifer maupun sentral walaupun efektifitasnya kecil

terhadap nyeri neuropatik. Sedangkan penggunaan analgesik opioid memberikan efektifitas

lebih baik. Tramadol telah terbukti efektif dalam pengobatan nyeri neuropatik. Bekerja sebagai

agonis mu-opioid yang juga menghambat reuptake norepinefrin dan serotonin. Pada sebuah

 penelitian, jika dosis tramadol dititrasi hingga maksimum 400 mg/hari dibagi dalam 4 dosis.

 Namun, efek pada sistem saraf pusat dapat menimbulkan terjadinya amnesia pada orang tua.

Hal yang harus diperhatikan bahwa pemberian opiat kuat lebih baik dikhususkan pada kasus

5/17/2018 nph - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/nph557200b849795991699ff085 7/11

 

nyeri yang berat atau refrakter oleh karena efek toleransi dan takifilaksisnya. Dosis yang

digunakan maksimal 60 mg/hari. 1,22

c. Anti epilepsi

Mekanisme kerja obat epilepsi ada 3, yakni dengan 1) memodulasivoltage-gated sodiumchannel dan kanal kalsium, 2) meningkatkan efek inhibisi GABA, dan 3) menghambat

transmisi glutaminergik yang bersifat eksitatorik. Gabapentin bekerja pada akson terminal

dengan memodulasi masuknya kalsium pada kanal kalsium, sehingga terjadi hambatan. Karena

 bekerja secara sentral, gabapentin dapat menyebabkan kelelahan, konfusi, dan somnolen. Dosis

yang dianjurkan sebesar 1800-3600 mg/d . Karbamazepin, lamotrigine bekerja pada akson

terminal dengan memblokade kanal sodium, sehingga terjadi hambatan. Pregabalin bekerja

menyerupai gabapentin. Onset kerjanya lebih cepat. Seperti halnya gabapentin, pregabalin

 bukan merupakan agonis GABA namun berikatan dengan subunit dari voltage-gated calcium

channel , sehingga mengurangi influks kalsium dan pelepasan neurotransmiter (glutamat,

substance P, dancalcitonin gene-related peptide) pada primary afferent nerve terminals.

Dikatakan pemberian pregabalin mempunyai efektivitas analgesik baik pada kasus neuralgia

 paska herpetika, neuropati diabetikorum dan pasien dengan nyeri CNS oleh karena trauma

medulla spinalis. Didapatkan pula hasil perbaikan dalam hal tidur dan ansietas. 1,22

d. Anti depressan

Anti depressan trisiklik menunjukkan peran penting pada kasus neuralgia paska

herpetika. Obat golongan ini mempunyai mekanisme memblok reuptake (pengambilan

kembali) norepinefrin dan serotonin. Obat ini dapat mengurangi nyeri melalui jalur inhibisi

saraf spinal yang terlibat dalam persepsi nyeri. Pada beberapa uji klinik obat antidepressan

trisiklik amitriptilin, dilaporkan 47-67% pasien mengalami pengurangan nyeri tingkat sedanghingga sangat baik. Amitriptilin menurunkan reuptake saraf baik norepinefrin maupun

serotonin. dengan pemberian tricyclic antidepressant seperti amiitriptyline dengan dosis, 25-

150 mg/d secara oral. Obat ini akan lebih efektif bila dikombinasikan dengan phenitiazine.

TCA telah terbukti efektif dalam pengobatan nyeri neuropatik dibanding SSRI ( selective

 serotonine reuptake inhibitor ) seperti fluoxetine, paroxetine, sertraline, dan citalopram.

Alasannya mungkin dikarenakan TCA menghambat reuptake baik serotonin maupun

norepinefrin, sedangkan SSRI hanya menghambat reuptake serotonin. Efek samping TCA

 berupa sedasi, konfusi, konstipasi, dan efek kardiovaskular seperti blok konduksi, takikardi,

dan aritmia ventrikel. Obat ini juga dapat meningkatkan berat badan, menurunkan ambang

rangsang kejang, dan hipotensi ortostatik. Anti depressan yang biasa digunakan untuk kasus

neuralgia pot herpetika adalah amitriptilin, nortriptiline, imipramine, desipramine danlainnya. 1,22,26

e. Terapi topikal

Anestesi lokal memodifikasi konduksi aksonal dengan menghambatvoltage-gated sodium

channels. Inaktivasi menyebabkan hambatan terhadap terjadinya impuls ektopik spontan. Obat

ini bekerja lebih baik jika kerusakan pada neuron hanya terjadi sebagian, fungsi nosiseptor 

tetap ada, dan adanya jumlah kanal sodium yang berlebih. Mekanisme lainnya adalah dengan

memodifikasi aktivitas NMDA.1,3,22

Lidokain topikal merupakan obat yang sering diteliti dengan hasil yang baik dalam mengobatinyeri neuropatik. Sebuah studi menunjukkan efek yang baik dengan penggunaan lidocaine

5/17/2018 nph - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/nph557200b849795991699ff085 8/11

 

 patch 5% untuk pengobatan NPH. Obat ini ditempatkan pada daerah simtomatik selama 12 jam

dan dilepas untuk 12 jam kemudian. Obat ini dapat digunakan selama bertahun-tahun dan

dipakai sebagai pilihan terapi tambahan pada pasien orang tua. Penggunaan krim topikal seperti

capsaicin cukup banyak dilaporkan. Krim capsaicin sampai saat ini adalah satu-satunya obat

yang disetujui FDA untuk neuralgia paska herpetika. Capsaicin berefek pada neuron sensorik 

serat C (C-fiber). Telah diketahui bahwa neuron ini melepaskan neuropeptida inflamatorik seperti substansia P yang menginisiasi nyeri. Dengan dosis tinggi, capsaicin mendesensitisasi

neuron ini. Tetapi sayangnya capsaicin mempunyai efek sensasi rasa terbakar yang sering tidak 

 bisa ditoleransi pemakainya. 1,3,22

2. Terapi non farmakologis

a. Akupunktur

Akupunktur banyak digunakan sebagai terapi untuk menghilangkan nyeri. Terdapat

 beberapa penelitian mengenai terapi akupunktur untuk kasus neuralgia paska herpetika. Namun

 penelitian-penelitian tersebut masih menggunakan jumlah kasus tidak terlalu banyak dan terapi

tersebut dikombinasi pula dengan terapi farmakologis.1

b. TENS (stimulasi saraf elektris transkutan)

Penggunaan TENS dilaporkan dapat mengurangi nyeri secara parsial hingga komplit pada

 beberapa pasien neuralgia paska herpetik. Tetapi penggunaan TENS-pun dianjurkan hanya

sebagai terapi adjuvan/ tambahan disamping terapi farmakologis.1

c. Vaksin

Penggunaan vaksin untuk mencegah timbulnya Neurlagia Postherpertika pada orang lanjut usia

yaitu umur 60 tahun keatas dengan dosis 1 ml diberikan secara sub kutan ternyata efektif.

Dari107 orang yang menderita neuralgia post herpetika kemudian diberikan vaksin ternyata

dapat mereduksi nyeri yang ditimbulkan hingga 66,5 %.4, 23

PROGNOSIS

Umumnya prognosisnya baik, di mana ini bergantung pada tindakan perawatan sejak 

dini. pada umumnya pasien dengan neuralgia post herpetika respon terhadap analgesik seperti

antidepressan trisiklik. Jika terdapat pasien dengan nyeri yang menetap dan lama dan tidak 

respon terhadap terapi medikasi maka diperlukan pencarioan lanjutan untuk mencari terapiyang sesuai. 6,24

Prognosis ad vitam dikatakan bonam karena neuralgia paska herpetik tidak 

menyebabkan kematian. Kerusakan yang terjadi bersifat lokal dan hanya mengganggu fungsi

sensorik. Prognosis ad functionam dikatakan bonam karena setelah terapi didapatkan perbaikan

nyata, dan pasien dapat beraktivitas baik seperti biasa.1

Prognosis ad sanactionam bonam karena walaupun risiko berulangnya HZ masih

mungkin terjadi sebagaimana disebutkan dari literatur, selama pasien mempunyai daya tahan

tubuh baik kemungkinan timbul kembali kecil.1

PENUTUP

5/17/2018 nph - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/nph557200b849795991699ff085 9/11

 

 Neuralgia post herpetik adalah nyeri neuropatik yang menetap setelah onset ruam (atau

3 bulan setelah penyembuhan herpes zoster). Biasanya di dahului oleh adanya riwayat

menderita varicella pada masa kanak-kanak. Ketika telah berumur tua ,terutama pada usia 50

tahun ke atas, atau dalam keadaan imunokmpromise maka virus herpes ini akan mangalami

reaktivasi. Manifestasi klnis yang sering di jumpai adalah nyeri seperti rasa terbakar, parestesi

yang dapat disertai dengan rasa sakit (disestesi), hiperestesia yang merupakan respon nyeri berlebihan terhadap stimulus, atau nyeri seperti terkena/ tersetrum listrik. Penatalkasanaan

 penyakit ini dapat dilakukan dengan terapi farmakologi dan non farmakologi. Pemeriksaan

 penunjang pada penyakit ini tidak terlalu berarti ukup dengan anamnesis dan pemeriksaan fisis

diagnosa penyakit ini sudah dapat ditegakkan. Prognosisnya tidak buruk pada umumnya dapat

sembuh dengan terapi yang teratur.

DAFTAR PUSTAKA

1. Martin. Ilmiah : Neuralgia Paska Herpetika. 2008. [on

line]http://www.perdossijaya.org/perdossijaya/index.php? 

option=com_content&view=section&id=7&layout=blog&Itemid=63 – 92k – 

2. Tanra, H. Suplement : Nyeri Suatu Rahmat Sekaligus Sebagai Tantangan. Bidang Ilmu

Kedokteran Umum Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar 2005; 26 (3)

75-83

3. K. K. Sra, MD and S. K. Tyring, MD, PhD, MBA. Treatment of Postherpetic Neuralgia.

USA : 2008; (29) [on line] http:// Skin Therapy Letter .com

4. McElveen, W. A., dkk. Emedicine : Postherpetic Neuralgia. 2008. [on line] http//: 1143066-

overview.html

5. Djuanda, A dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin : Penyakit Virus. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. 1993; (3): 94-95

6. Sidharta, P Neurologi Klinis Dalam Prakteku umum . Jakarta : Dian Rakyat.2004

7. Mayo Foundation For Medical Education And Research. Post Herpetic Neuralgia. 2009 [on

line].http://www.mayoclinic.com/health/postherpetic-neuralgia/DS00277

8. U. S. National library of Medicine and The National Institute of health. Medical  Encyclopedia : Neuralgia.2009. [on line].http://medlineplus.com

9. Ropper, A. H. Principles Of Neurology : Viral Infection of the Nervous system, chronic

meningitis, prion disease. New York : McGraw-Hill. 2005 (8) : 643-644

10. Harsono . Kapita Selekta neurologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University. 2005.

11. Pappagallo, M. The Neurological Basis of Pain : Neurofisiologi of nociception. New York:

McGraw-Hill.2005; (1) : 3-4

5/17/2018 nph - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/nph557200b849795991699ff085 10/11

 

12. Snell, R. Neuro Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran :Pendahuluan dan Organisasi Susunan Saraf. Jakarta : EGC 2006;(1):378

13. Qittun. Artikel Kesehatan : Konsep dasar nyeri. 2008;(1).[on

line]http:// journal.lib.unair.ac.id/index.php/bipkk/article/view/217/217

14. Whitten, C. E, dkk . Treating Chronic Pain: New Knowledge, More Choices. 2005 (9): 4.

[on line] http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://bp2.blogger.com/_N-

RTY7s9S4A/SCXhDQmyP4I/AAAAAAAAAA0/T58w_MjMyGw/s320/nyeri.jpg&imgr 

efurl=http://cetrione.blogspot.com/2008/05/nyeri-

nosiseptif.html&usg=__dFY28Zf7fv5EkDZictLb_5C-

DO4=&h=320&w=314&sz=19&hl=id&start=1&um=1&tbnid=BGN9Xux7zapZ7M:&tbn

h=118&tbnw=116&prev=/images%3Fq%3Dtransduksi%2Bnyeri%26um%3D1%26hl

%3Did%26sa%3DN

15. Lumbantobing. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental : Saraf Otak . Jakarta:

Fakultas Kedoteran Universitas Indonesia. 2008; (11): 55-60

16. Donald, G. H. New England Journal of Medicine : Neurologic Complications of the

 Reactivation of Varicella–Zoster Virus.2000; (342): 635-645.[on line] http//: New

England Journal of Medicine= 635.html

17. Mardjono, M dan Sidharta, P. Neurologi Klinis Dasar : Saraf Otak Dan

 Patologinya. Jakarta : Dian Rakyat. 2008; (13) : 158-160

18. McMakin’s. MicrocurrentTreatments for Postherpetic Neuralgia and Chronic Shingles

 Pain.2009. http://images.google.co.id/imgres?

imgurl=http://www.drpodell.org/images/shingles-pain-and-

treament.jpg&imgrefurl=http://www.drpodell.org/shingles-

treatment2.shtml&usg=__RtuVzstF5KI0VnwkCB5rVmL8w-

A=&h=226&w=306&sz=11&hl=id&start=7&um=1&tbnid=EaePtd5O-

3i6JM:&tbnh=86&tbnw=117&prev=/images%3Fq%3Dpain%2Bpost%2Bherpetic%26um

%3D1%26hl%3Did%26sa%3DG

19. Gnann, JW dkk. New England Journal of Medicine : Herpes Zoster . 2002; (347) :340-346.

[ on line ] http :// New England Journal of Medicine 340.htm

20. Canadian Skin Patient Alliance. Herpes Zooster .2009. http://images.google.co.id/imgres?

imgurl=http://www.skinpatientalliance.ca/files/images/herpes_zoster2.jpg&imgrefurl=http://w

ww.skinpatientalliance.ca/en/skin-conditions-diseases/herpes-zoster&usg=__nYpN2B4JX8jCgace0P5T3MrNPno=&h=540&w=720&sz=75&hl=id&start=18&um

=1&tbnid=0UkAro-5M4Ns3M:&tbnh=105&tbnw=140&prev=/images%3Fq%3Dpain%2Bpost%2Bherpetic%26um%3D1%26hl%3Did%26sa%3DG

21. U. S. National Library of Medicine and The National institutes of Health.Medical Encyclopedia : Neuralgia.2009. [online]. :http://www.nlm.nih.gov/medlineplus

 

 /ency/article/001407.htm22. Aminoff, M. J. dkk. . Clinical Neirology : Headache and facial pain. New

York : Mc-Graw-Hill. 2005; (6):84-85

5/17/2018 nph - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/nph557200b849795991699ff085 11/11

 

23. Oxman , M.N.dkk. New England Journal of Medicine : A Vaccine toPrevent Herpes Zoster and Postherpetic Neuralgia in Older Adults.2005; 352(22):2271-2284.[on line]:http:// New England Journal of Medicine 2271.htm

24. Mansjoer,A dkk. 2005. Kapita Selekta.Ed.2.Jakarta : Universitas Indonesia. 2005

25. Wikipedia. Free Encyclopedia : Post Herpetic Neuralgia. 2009.[online].http://en.wikipedia.org/wiki/post herpetic_neuralgia.

26. Kumar, P. Dan Clark, M. Clinical Medicine : CNS Infection and inflamation. Toronto : W. B. Saunders. 2003;(5):1195.

27. Feldman, E dkk. Atlas of Neuromuscular Diseases : Herpes Neuropathy.Austria : Springer-Verlag.2005;(1): 281

28. Wilkinson, I dan Lennox, G. Essential Neurology : Post HerpeticNeuralgia. Australia : Balckwell. 2005;(4):220