nstemi

22
ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) SKA DAN NSTEMI BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembuluh darah koroner merupakan saluran pembuluh darah yang membawa darah mengandung 0 2 dan makanan yang dibutuhkan oleh miokard agar dapat berfungsi dengan baik. Penyakit Jantung Koroner adalah salah satu akibat utama arteriosklerosis atau pengerasan pembuluh darah nadi, yang dikenal sebagai atherosklerosis. Pada keadaan ini pembuluh darah nadi menyempit karena terjadi endapan-endapan lemak (atheroma dan plaques) pada dindingnya. Pada tahun 1772 Herbeden menemukan suatu sindroma gangguan pada dada berupa nyeri terlebih-lebih waktu berjalan, mendaki atau segera sesudah makan. Sebenarnya perasaan nyeri seperti ini tidak saja disebabkan oleh kelainan organ di dalam toraks, akan tetapi dapat juga

Upload: ucik-fitri

Post on 10-Nov-2015

22 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

gadar

TRANSCRIPT

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) SKA DAN NSTEMI

BAB 1PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Pembuluh darah koroner merupakan saluran pembuluh darah yang membawa darah mengandung 02 dan makanan yang dibutuhkan oleh miokard agar dapat berfungsi dengan baik. Penyakit Jantung Koroner adalah salah satu akibat utama arteriosklerosis atau pengerasan pembuluh darah nadi, yang dikenal sebagai atherosklerosis. Pada keadaan ini pembuluh darah nadi menyempit karena terjadi endapan-endapan lemak (atheroma dan plaques) pada dindingnya.

Pada tahun 1772 Herbeden menemukan suatu sindroma gangguan pada dada berupa nyeri terlebih-lebih waktu berjalan, mendaki atau segera sesudah makan. Sebenarnya perasaan nyeri seperti ini tidak saja disebabkan oleh kelainan organ di dalam toraks, akan tetapi dapat juga berasal dari otot, syaraf, tulang dan faktor psikis. Dalam kaitannya dengan jantung, sindroma ini disebut Angina Pectoris,yang disebabkan oleh karena ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokard dengan penyediaannya.

Merokok, tekanan darah tinggi, nilai kolesterol darah yang tinggi, kegemukan, stress, diabetes melitus, dan riwayat keluarga yang kuat untuk penyakit jantung koroner, dapat memicu mudahnya seseorang terkena penyakit jantung koroner. Dengan bertambahnya umur seseorang, penyakit ini akan lebih sering ditemui. Pria mempunyai resiko lebih tinggi dari pada wanita, karena aktivitas pria lebih tinggi dan berhubungan dengan hormon.

Penyakit kardiovaskular ini merupakan nilai kematian terbesar di Indonesia. Sehingga diperlukan strategi penatalaksanaan dalam menegakkan diagnosa sindroma koroner akut (SKA) secara optimal.

Sindroma koroner akut merupakan sindroma klinis yang terdiri dari infark miokard akut dengan atau tanpa elevasi segmen ST serta angina pectoris yang tak stabil.

Diagnosis kerja awal sindrome koroner akut tanpa elevasi segmen ST berdasarkan enzim jantung troponin. Jika troponin positif, maka disebut infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST, dan jika troponin negatif, maka digolongkan angina pectoris tidak stabil.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1. Apa definisi Sindrom Koroner Akut (SKA) dan NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial infarction)?

1.2.2. Bagaimanakah pathogenesis dari NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial infarction)?

1.2.3. Apa saja manifestasi klinis seseorang hingga dikatakan menderita NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial infarction)?

1.2.4. Bagaimana patofisiologi NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial infarction)?

1.2.5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial infarction)?

1.2.6. Bagaimana penatalaksanaan untuk NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial infarction)?

1.2.7. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial infarction)?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial infarction).

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui patofisiologi NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial infarction).

2. Mengetahui mekanisme klinis NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial infarction).

3. Mengetahui pemeriksaan dignostik pada NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial infarction).

4. Mengetahui asuhan keperawatan pasien dengan NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial infarction).

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA2.1. Definisi

Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction/STEMI) (Gambar 1). APTS dan NSTEMI mempunyai patogenesis dan presentasi klinik yang sama, hanya berbeda dalam derajatnya. Bila ditemui penanda biokimia nekrosis miokard (peningkatan troponin I, troponin T, atau CK-MB) maka diagnosis adalah NSTEMI; sedangkan bila penanda biokimia ini tidak meninggi, maka diagnosis adalah APTS.

Pada APTS dan NSTEMI pembuluh darah terlibat tidak mengalami oklusi total/ oklusi tidak total (patency), sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk mencegah progresi, trombosis dan vasokonstriksi. Penentuan troponin I/T ciri paling sensitif dan spesifik untuk nekrosis miosit dan penentuan patogenesis dan alur pengobatannya. Sedang kebutuhan miokard tetap dipengaruhi obat-obat yang bekerja terhadap kerja jantung, beban akhir, status inotropik, beban awal untuk mengurangi konsumsi O2 miokard. APTS dan NSTEMI merupakan SKA yang ditandai oleh ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard.

Penyebab utama adalah stenosis koroner akibat trombus non-oklusif yang terjadi pada plak aterosklerosis yang mengalami erosi, fisur, dan/atau ruptur. Angina tidak stabil (UA) dan infark miokard non-ST elevasi (NSTEMI) adalah bagian dari sindrom koroner akut kontinum, di mana plak pecah dan terbentuk trombosis koroner aliran darah ke daerah miokardium. UA dan NSTEMI juga disebut sindrom koroner akut non-ST elevasi, untuk membedakan mereka dari akut infark miokard ST elevasi (STEMI). Dalam UA dan NSTEMI, tidak ditemukan ST elevasi dan gelombang Q patologis pada EKG. Pada pasien dengan MI akut, alasan mengapa gelombang Q atau menjadi oklusi koroner, berhubungan dengan durasi oklusi, sejauh mana daerah infark menjaga kelangsungan hidup selama oklusi, serta letak pembuluh darah yang menentukan ukuran infark. Arteriografi koroner dilakukan pada 60-85% kasus, dalam periode akut NSTEMI menunjukkan bahwa infark arteri yang terkait tidak tersumbat.2-5 Hal ini merupakan alasan terhadap kurangnya kemanjuran fibrinolisis dalam gangguan ini.

2.2. Patogenesis

SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari penyakit jantung koroner (PJK), salah satu akibat dari proses aterotrombosis selain strok iskemik serta peripheral arterial disease (PAD). Aterotrombosis merupakan suatu penyakit kronik dengan proses yang sangat kompleks dan multifaktor serta saling terkait. Aterotrombosis terdiri dari aterosklerosis dan trombosis. Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak (plak aterosklerotik) akibat akumulasi beberapa bahan seperti makrofag yang mengandung foam cells, lipid ekstraselular masif dan plak fibrosa yang mengandung sel otot polos dan kolagen. Perkembangan terkini menjelaskan aterosklerosis adalah suatu proses inflamasi atau infeksi, dimana awalnya ditandai dengan adanya kelainan dini pada lapisan endotel, pembentukan sel busa dan fatty streaks, pembentukan fibrous cups dan lesi lebih lanjut, dan proses pecahnya plak aterosklerotik yang tidak stabil. Banyak sekali penelitian yang membuktikan bahwa inflamasi memegang peranan penting dalam proses terjadinya aterosklerosis. Pada penyakit jantung koroner, inflamasi dimulai dari pembentukan awal plak hingga terjadinya ketidakstabilan plak yang akhirnya mengakibatkan terjadinya ruptur plak dan trombosis pada SKA.

Perjalanan proses aterosklerosis (inisiasi, progresi, dan komplikasi pada plak aterosklerotik), secara bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan dikatakan juga sejak usia anak-anak sudah terbentuk bercak-bercak garis lemak (fatty streaks) pada permukaan lapis dalam pembuluh darah, dan lambat-laun pada usia tua dapat berkembang menjadi bercak sklerosis (plak atau kerak pada pembuluh darah) sehingga terjadinya penyempitan dan atau penyumbatan pembuluh darah. Kalau plak tadi pecah, robek atau terjadi perdarahan subendotel, mulailah proses trombogenik, yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu pembuluh koroner. Pada saat inilah muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau infark miokard. Proses aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau progresif. Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalah proses aterosklerosis yang bersifat tidak stabil atau progresif yang dikenal juga dengan SKA.

Gambar 1.1 Ilustrasi perjalanan aterosklerosis

(www.exomedindonesia.blogspot.com,2010)

Sedangkan trombosis merupakan proses pembentukan atau adanya darah beku yang terdapat di dalam pembuluh darah atau kavitas jantung. Ada dua macam trombosis, yaitu trombosis arterial (trombus putih) yang ditemukan pada arteri, dimana pada trombus tersebut ditemukan lebih banyak platelet, dan trombosis vena (trombus merah) yang ditemukan pada pembuluh darah vena dan mengandung lebih banyak sel darah merah dan lebih sedikit platelet. Komponen-komponen yang berperan dalam proses trombosis adalah dinding pembuluh darah, aliran darah dan darah sendiri yang mencakup platelet, sistem koagulasi, sistem fibrinolitik, dan antikoagulan alamiah.

Patogenesis terkini SKA menjelaskan bahwa SKA disebabkan oleh obstruksi dan oklusi trombotik pembuluh darah koroner, yang disebabkan oleh plak aterosklerosis yang rentan mengalami erosi, fisur, atau ruptur. Penyebab utama SKA yang dipicu oleh erosi, fisur, atau rupturnya plak aterosklerotik adalah karena terdapatnya kondisi plak aterosklerotik yang tidak stabil dengan karakteristik inti lipid besar, fibrous cups tipis, dan bahu plak penuh dengan aktivitas sel-sel inflamasi seperti limfosit T dan lain sebagainya. Tebalnya plak yang dapat dilihat dengan persentase penyempitan pembuluh koroner pada pemeriksaan angiografi koroner tidak berarti apa-apa selama plak tersebut dalam keadaan stabil. Dengan kata lain, risiko terjadinya ruptur pada plak aterosklerosis bukan ditentukan oleh besarnya plak (derajat penyempitan) tetapi oleh kerentanan plak.

Gambar.1.2 perbedaan stable angina dengan unstable angina

(www.exomedindonesia.blogspot.com,2010)

Erosi, fisur, atau ruptur plak aterosklerosis (yang sudah ada dalam dinding arteri koroner) mengeluarkan zat vasoaktif (kolagen, inti lipid, makrofag dan faktor jaringan) ke dalam aliran darah, merangsang agregasi dan adhesi trombosit serta pembentukan fibrin, membentuk trombus atau proses trombosis. Trombus yang terbentuk dapat menyebabkan oklusi koroner total atau subtotal. Oklusi koroner berat yang terjadi akibat erosi atau ruptur pada plak aterosklerosis yang relatif kecil akan menyebabkan angina pektoris tidak stabil dan tidak sampai menimbulkan kematian jaringan. Trombus biasanya transien atau labil dan menyebabkan oklusi sementara yang berlangsung antara 1020 menit. Bila oklusi menyebabkan kematian jaringan tetapi dapat diatasi oleh kolateral atau lisis trombus yang cepat (spontan atau oleh tindakan trombolisis) maka akan timbul NSTEMI (tidak merusak seluruh lapisan miokard).

Trombus yang terjadi dapat lebih persisten dan berlangsung sampai lebih dari 1 jam. Bila oklusi menetap dan tidak dikompensasi oleh kolateral maka keseluruhan lapisan miokard mengalami nekrosis (Q-wave infarction), atau dikenal juga dengan STEMI. Trombus yang terbentuk bersifat stabil dan persisten yang menyebabkan perfusi miokard terhenti secara tiba-tiba yang berlangsung lebih dari 1 jam dan menyebabkan nekrosis miokard transmural.4

Trombosis pada pembuluh koroner terutama disebabkan oleh pecahnya plak aterosklerotik yang rentan akibat fibrous caps yang tadinya bersifat protektif menjadi tipis, retak dan pecah. Fibrous caps bukan merupakan lapisan yang statik, tetapi selalu mengalami remodeling akibat aktivitas-aktivitas metabolik, disfungsi endotel, peran sel-sel inflamasi, gangguan matriks ekstraselular akibat aktivitas matrix metalloproteinases (MMPs) yang menghambat pembentukan kolagen dan aktivitas sitokin inflamasi.

Perkembangan terkini menjelaskan dan menetapkan bahwa proses inflamasi memegang peran yang sangat menentukan dalam proses patogenesis SKA, dimana kerentanan plak sangat ditentukan oleh proses inflamasi. Inflamasi dapat bersifat lokal (pada plak itu sendiri) dan dapat bersifat sistemik. Inflamasi juga dapat mengganggu keseimbangan homeostatik. Pada keadaan inflamasi terdapat peningkatan konsentrasi fibrinogen dan inhibitor aktivator plasminogen di dalam sirkulasi. Inflamasi juga dapat menyebabkan vasospasme pada pembuluh darah karena terganggunya aliran darah.

Vasokonstriksi pembuluh darah koroner juga ikut berperan pada patogenesis SKA. Vasokonstriksi terjadi sebagai respon terhadap disfungsi endotel ringan dekat lesi atau sebagai respon terhadap disrupsi plak dari lesi itu sendiri. Endotel berfungsi mengatur tonus vaskular dengan mengeluarkan faktor relaksasi yaitu nitrit oksida (NO) yang dikenal sebagai Endothelium Derived Relaxing Factor (EDRF), prostasiklin, serta faktor kontraksi seperti endotelin-1, tromboksan A2, prostaglandin H2. Pada disfungsi endotel, faktor kontraksi lebih dominan dari pada faktor relaksasi. Pada plak yang mengalami disrupsi terjadi platelet dependent vasoconstriction yang diperantarai oleh serotonin dan tromboksan A2, serta thrombin dependent vasoconstriction yang diduga akibat interaksi langsung antara zat tersebut dengan sel otot polos pembuluh darah.

2.3. Manifestasi Klinis

Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang kala di epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala dengan onset baru angina/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.

2.4 Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Elektro Kardiogram (EKG)

Segmen ST merupakan hal penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada Trombolysis in Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV merupkan prediktor outcome yang buruk. Kaul et al. menunjukkan peningkatan resiko outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya memberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI.

b) Pemeriksaan Laboratorium

Troponin T atau Troponin I merupakan pertanda nekrosis miokard lebih spesifik dari pada CK dan CKMB. Pada pasien IMA, peningkatan Troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 minggu.

Stratifikasi Resiko

Penilaian klinis dan EKG, keduanya merupakan pusat utama dalam pengenalan dan penilaian risiko NSTEMI. Jika ditemukan resiko tinggi, maka keadaan ini memerlukan terapi awal yang segera. Karena NSTEMI merupakan penyakit yang heterogen dengan subgrup yang berbeda, maka terdapat keluaran tambahan yang berbeda pula. Penatalaksanaan sebaiknya terkait pada faktor resikonya,

Skor Resiko

Insiden keluaran yang buruk (kematian, (re) infark miokard, atau iskemia berat rekuren) pada 14 hari berkisar antara 5% dengan risiko 0-1, sampai 41% dengan skor risiko 6-7. Skor resiko ini berasal dari analisis pasien-pasien pada penelitian TIMI IIB dan telah divalidasi pada empat penelitian tambahan dan satu registry, terdapat banyak bukti yang menunjukkan disfungsi ginjal berhubungan dengan peningkatan resiko keluaran yang buruk. Beberapa penelitian seperti Platelet Receptor Inhibition Ischemic Syndrome Management in Patien Limited by Unstable Sign and Symptom (PRISM-PLUS). Treat Angina with Aggrastat and Determine Cost of Therapy with invasive or Conservative Strategy (TACTICS)-TIMI 18, DAN Global Use Strategies to Open Ocluded Coronary Arteries (GUSTO) IV-ACS, kesemunya menunjukkan pasien-pasien dengan kadar klirens kreatinin yang lebih rendah memiliki gambaran resiko yang lebih besar dan keluaran yang kurang baik. Walaupun strategi invasive banyak bermanfaat pada pasien disfungsi ginjal, namaun memiliki resiko perdarahan lebih banyak. Karena molekul kecil inhibitor GP IIb/IIIa dan LMWH diekskresikan lewat ginjal. (Sudoyo Aru W, 2006)

Newby et al. mendemonstrasikan bahwa strategi bedside menggunakan mioglobin, creatinin kinase MB dan Troponin I memberikan stratifikasi risiko yang lebih akurat dibandingkan jika menggunakan petanda tunggal berbasis laboratorium. Sabatin et al. Mempertimbangkan 3 faktor patofisiologi yang terjadi pada UA /NSTEMI yaitu :

- Ketidaksetabilan plak dan nekrosis otot yang terjadi akibat mikroembolisasi

- Inflamasi vaskuler

- Kerusakan ventrikel kiri

Masing-masing dapat dinilai secara independen berdasarkan penilaian terhadap petanda-petanda seperti cardiac-spesific troponin. C-reactive protein dan brain natriuretic peptide, berturut-turut. Pada penelitian TACTICS-TIMI 18, dimana resiko relative, mortalitas 30 hari pasien dengan bio marker 0, 1, 2, dan 3 semakin meningkat berkali lipat 1,2. 1,5. 7, dan 13,0 berturut-turut. Pendekatan petanda laboratorium sebaiknya tidak digunakan sendiri-sendiri tapi seharusnya dapat memperjelas penemuan klinis.

2.5. Patofisiologi

NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan limposit T yang menunjukkan adanya proses imflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sel , dan IL-6. Selanjutnya IL-6 akan(sitokin proinflamasi seperti TNF merangsang pengeluaran hsCRP di hati. (Sudoyo Aru W, 2006)

2.6. Penatalaksanaan

1. I. Harus istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG guna pemantauan segmen ST dan irama jantung.

2. II. Terapi

Empat komponen utama terapi yang harus dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI yaitu :

Terapi antiiskemia

Terapi anti platelet/antikoagulan

Terapi invasive (kateterisasi dini/revaskularisasi),

Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sudah perawatan RS.

1. a. Terapi Antiiskemia

o Nitrat ( ISDN )

o Penyekat Beta

ObatSelektivitasAktivitas Agonis ParsialDosis umum untuk Angina

PropranololTidakTidak20-80mg 2 kali sehari

MetoprololBeta 1Tidak50-200mg 2 kali sehari

AtenololBeta 1Tidak50-200mg/hari

NadololTidakTidak40-80mg/hari

TimololTidakTidak10mg 2 kali sehari

AsebutololBeta 1Ya200-600mg 2 kali sehari

BetaksololBeta 1Tidak10-20mg/hari

BisoprololBeta 1Tidak10mg/hari

Esmolol (intravena)Beta 1Tidak50-300mcg/kg/menit

LabetalolTidakYa200-600mg 2 kali sehari

PindololTidakYa2,5-7,5mg 3 kali sehari

1. b. Terapi Antitrombotik

o Antitrombotik (Streptokinase, Urokinase, rt-PA)

1. c. Terapi Antiplatelet

o Antiplatelet (Aspirin, Klopidogrel, Antagonis Platelet GP IIb/IIIa)

1. d. Terapi Antikoagulan

o LMWH (low Molekuler weight Heparin)1. e. Strategi Invasif dini vs Konservasif dini

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membandingkan strategi invasif dini (arteriografi koroner dini dilanjutkan dengan revaskularisasi sebagaimana diindikasikan oleh temuan arteriografi) dengan strategi konservatif dini (kateterisasi dan jika diindikasikan revaskulaisasi, hanya pada yang mengalami kegagalan terhadap terapi oral/obat-obatan).

1. III. Perawatan untuk pasien resiko rendah

1. a. Tes stres noninvasif

2. b. Hasil tes menunjukkan gambaran resiko tinggi sebaiknya menjalani arteriografi koroner dan berdasarkan temuan anatomis, revaskularisasi dapat dilakukan

3. c. Arteriografi koroner dapat dipilih pada pasien-pasien tes positif tapi tanpa temuan risiko tinggi.

4. Tatalaksana Predischarge dan pencegahan sekunder

Tatalaksana terhadap faktor resiko antara lain :

Mencapai berat badan optimal

Nasehat diet

Penghentian merokok

Olah raga

Pengontrolan Hipertensi

Tatalaksana Diabetes Melitus dan deteksi Diabetes Melitus yang tidak dikenali sebelumnya