number pages complete
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penelitian kesehatan adalah salah satu komponen penting dalam dunia
kedokteran. Penelitian dibutuhkan untuk membuktikan kebenaran suatu hipotesis,
sebagai prasyarat bagi seorang mahasiswa untuk menyelesaikan pendidikannya,
dan lain sebagainya. Untuk itu sebagai mahasiswa kedokteran harus dibekali
dengan ilmu dan pelatihan tentang penelitian kesehatan, khususnya penelitian
biomedis dengan menggunakan hewan coba.
Penelitian kesehatan meliputi penelitian biomedik, epidemiologi, sosial,
serta perilaku. Sebagian penelitian kesehatan dapat dilakukan secara in vitro,
memakai model matematik, atau simulasi komputer. Jika hasil penelitian akan
dimanfaatkan untuk manusia, diperlukan penelitian lanjutan dengan menggunakan
bahan hidup (in vivo) seperti galur sel dan biakan jaringan. Walaupun demikian,
untuk mengamati, mempelajari, dan menyimpulkan seluruh kejadian pada mahluk
hidup secara utuh diperlukan hewan percobaan karena hewan percobaan
mempunyai nilai pada setiap bagian tubuh dan terdapat interaksi antara bagian
tubuh tersebut. Hewan percobaan dalam penelitian disebut sebagai semi final test
tube.1
Penelitian kesehatan dengan menggunakan hewan coba telah mengalami
kemajuan pesat. Oleh karena itu profesionalisme pemeliharaan dan
penggunaannya harus dipahami benar oleh peneliti/mahasiswa sehingga prinsip
kesejahteraan hewan tetap terjaga, prosedur penelitian dapat dipertanggung
jawabkan sehingga data yang diperoleh mempunyai validitas yang tinggi.2
Dalam pelaksanaan penelitian dengan menggunakan hewan coba, peneliti
hendaknya memahami prinsip 3R (Reduce, Refinement, Replacement) yang pada
hakekatnya menerapkan prinsip bahwa rasa sakit pada manusia juga berlaku pada
hewan. Salah satu tujuan pembentukan komisi Ethical Clearance adalah untuk
menjamin penelitian dapat berlangsung dengan prosedur perlakuan hewan secara
1
benar terutama ditinjau dari prinsip 3R (Reduced, Replacement dan Refinement),
pemilihan hewan model serta prinsip 5F (Freedom from Hunger and Thirst,
Freedom from Discomfort, Freedom from Pain, Injury or Disease , Freedom to
Express Normal Behaviour, Freedom from Fear and Distress.).2,3 Tulisan ini
menguraikan kaidah umum yang dianut dalam pemanfaatan hewan percobaan
dalam penelitian yang berkaitan dengan kesehatan, kedokteran, penilaian pangan
dan gizi. Tujuan penelitian adalah memicu terciptanya protokol penelitian yang
dapat dipertanggungjawabkan baik secara ilmiah maupun etis, termasuk
aplikasinya dalam formulir pengajuan etik.
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang:
1. Prinsip dasar etik penelitian kesehatan dengan menggunakan hewan coba.
2. Peraturan etik penelitian kesehtan dengan menggunakan hewan coba
3. Kewajiban penelitian untuk mendapat ethical approval dari komisi etik.
1.3. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk dapat memberikan
informasi bagi penulis, mahasiswa/i, peneliti-peneliti maupun dokter sendiri
tentang cara yang benar dalam permanfaatan hewan coba dalam penelitian
kesehatan.
2
BAB 2
TINJAUN PUSTAKA
2.1. Hewan Percobaan dalam Penelitian Kesehatan
Bahan uji (obat) yang ditujukan untuk penggunaan pada manusia, perlu
diteliti dengan menyertakan subjek manusia sebagai final test tube. Relawan
manusia secara etis boleh diikutsertakan jika bahan yang akan diuji telah lolos
pengujian di laboratorium secara tuntas, dilanjutkan dengan menggunakan hewan
percobaan untuk kelayakan dan keamanannya.4
Definisi ‘hewan’ menurut National Advisory Committee For Laboratory
Animal Research (NACLAR) merupakan semua ikan, amphibian, reptila, burung
dan mamalia-bukan-manusia yang hidup.5 Hewan percobaan adalah setiap hewan
yang dipergunakan pada sebuah penelitian biologis dan biomedis yang dipilih
berdasarkan syarat atau standar dasar yang diperlukan dalam penelitian tersebut.6
Dalam menggunakan hewan percobaan untuk penelitian diperlukan
pengetahuan yang cukup mengenai berbagai aspek tentang sarana biologis, dalam
hal penggunaan hewan percobaan laboratorium. Pengelolaan hewan percobaan
diawali dengan pengadaan hewan, meliputi pemilihan dan seleksi jenis hewan
yang cocok terhadap materi penelitian. Pengelolaan dilanjutkan dengan perawatan
dan pemeliharaan hewan selama penelitian berlangsung, pengumpulan data,
sampai akhirnya dilakukan terminasi hewan percobaan dalam penelitian.
Rustiawan A, menguraikan beberapa alasan mengapa hewan percobaan
tetap diperlukan dalam penelitian khususnya di bidang kesehatan, pangan dan gizi
antara lain:
(1) keragaman dari subjek penelitian dapat diminimalisasi
(2) variabel penelitian lebih mudah dikontrol
(3) daur hidup relatif pendek sehingga dapat dilakukan penelitian yang bersifat
multigenerasi
(4) pemilihan jenis hewan dapat disesuaikan dengan kepekaan hewan terhadap
materi penelitian yang dilakukan
3
(5) biaya relatif murah
(6) dapat dilakukan pada penelitian yang berisiko tinggi
(7) mendapatkan informasi lebih mendalam dari penelitian yang dilakukan
karena kita dapat membuat sediaan biologi dari organ hewan yang digunakan
(8) memperoleh data maksimum untuk keperluan penelitian simulasi, dan
(9) dapat digunakan untuk uji keamanan, diagnostik dan toksisitas.6
Penelitian yang memanfaatkan hewan coba, harus menggunakan hewan
percobaan yang sehat dan berkualitas sesuai dengan materi penelitian. Hewan
tersebut dikembang-biakkan dan dipelihara secara khusus dalam lingkungan yang
diawasi dan dikontrol dengan ketat. Tujuannya adalah untuk mendapatkan defined
laboratory animals sehingga sifat genotipe, fenotipe(efek maternal), dan sifat
dramatipe(efek lingkungan terhadap fenotipe) menjadi konstan. Hal itu diperlukan
agar penelitian bersifat reproducible, yaitu memberikan hasil yang sama apabila
diulangi pada waktu lain, bahkan oleh peneliti lain.6
Berbagai hewan kecil memiliki karakteristik tertentu yang relatif serupa
dengan manusia, sementara hewan lainnya mempunyai kesamaan dengan aspek
fisiologis metabolis manusia. Tikus putih sering digunakan dalam menilai mutu
protein, toksisitas, karsinogenik, dan kandungan pestisida dari suatu produk bahan
pangan hasil pertanian.
Saat ini, beberapa strain tikus digunakan dalam penelitian di laboratorium
hewan coba di Indonesia, antara lain: Wistar; (asalnya dikembangkan di Institut
Wistar), yang turunannya dapat diperoleh di Pusat Teknologi Dasar Kesehatan
dan Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik Badan
Litbangkes; dan Sprague-Dawley; (tikus albino yang dihasilkan di tanah pertanian
Sprague-Dawley), yang dapat diperoleh di laboratorium Badan Pengawasan Obat
dan Makanan dan Pusat Teknologi Dasar Kesehatan Badan Litbangkes.7
2.2. Masalah Etika dalam Permanfaatan Hewan Coba
4
Penggunaan hewan untuk tujuan pengembangan ilmu melalui proses
pembelajaran (praktikum, demonstrasi) dan penelitian masih menjadi isu yang
belum mendapatkan tanggapan secara saintifik. Maka sudah seharusnya
dipikirkan langkah yang baik untuk mengurangi penggunaan hewan dalam proses
pengajaran dan penelitian, misalnya melalui:
- menggunakan metode lain untuk menggantikan hewan
- meminimalkan jumlah dan jenis hewan yang dipakai
- meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan
Hal ini mengingat bahwa selama ini masalah etik penelitian khususnya
yang menggunakan hewan pada awalnya merupakan tanggung jawab masing-
masing peneliti, akan tetapi seiring dengan kemajuan penelitian di bidang ilmu
dasar pertanian, peternakan, perikanan, biomedik dan kedokteran maka implikasi
etik, hukum dan sosial budaya semakin menonjol. Kegiatan penelitian sangat
dipengaruhi proses globalisasi sehingga permasalahan etik penelitian menjadi isu
yang terus berkembang.7
Dokumen internasional mengenai etik penelitian yang mengikutsertakan
hewan sebagai subyek telah banyak digunakan di banyak negara dalam
menyelenggarakan dan mengatur kegiatan penelitian. Dokumen tersebut antara
lain:7
1. Guide for The Care and Use Laboratory Animals, Edisi 8, tahun 2011
2. Helsinki Declaration, World Medical Association Declaration of Helsinki.
Ethical Principles for Medical Research Involving Human Subjects.
Bulletin of the World Health Organization 79 (4), tahun 2001.
3. World Health Organization Operational Guidelines for ethical committees
that review biomedical research. Geneva: World Health Organization,
tahun 2000.
4. Universal Declaration for The Welfare of Animals, tahun 2003.
5. International Guidelines for Biomedical Research Involving Human
Subjects, tahun 2002.
5
6. Guidelines of the care and use of Animals of Scientific purposes, National
Advisory Committee Laboratory Animal Research, tahun 2004
7. Guide for The Care and Use of Agricultural Animals in Research and
Teaching. Federation of Animal Science Societies Third Edition, January
2010.
8. Institutional Animal Care and Use Committee Guidebook, OLAW 2nd
edition, 2002.
Isi dokumen-dokumen tersebut pada dasarnya berisi hal-hal sebagai
berikut:
- Hanya hewan yang diperoleh secara legal yang boleh digunakan sebagai
hewan coba.
- Hewan coba di dalam laboratorium harus diperhatikan kenyamanan
fisiknya, diperlakukan dengan baik termasuk pemberian makanan yang
memadai.
- Anesthesi/pembiusan yang memadai harus dilakukan untuk menghilangkan
rasa nyeri selama tindakan operatif. Bila penelitian diperlukan lagi setelah
lepas anesthesi, harus digunakan cara yang baik untuk mengurangi rasa sakit
menjadi sekecil mungkin.
- Perawatan pasca operasi terhadap hewan coba hendaknya sedemikian rupa
sehingga mengurangi rasa tidak nyaman dan rasa nyeri.
- Bila hewan coba tersebut digunakan pembelajaran, tindakan tersebut harus
dilakukan di bawah supervisi langsung oleh komisi pembimbing atau oleh
dokter hewan yang berpengalaman. Peraturan untuk pemeliharaan hewan
berlaku juga terhadap hewan coba untuk penelitian.
Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian akan mengalami
penderitaan, yaitu: ketidaknyamanan, ketidaksenangan, kesusahan, rasa nyeri, dan
terkadang berakhir dengan kematian. Berdasarkan hal tersebut, hewan yang
dikobankan dalam penelitian yang hasilnya dapat dimanfaatkan oleh manusia
patut dihormati, mendapat perlakuan yang manusiawi, dipelihara dengan baik, dan
6
diusahakan agar bisa disesuaikan pola kehidupannya seperti di alam.6 Berdasarkan
Declaration of Helsinki oleh World Medical Association menyatakan:8
“Medical research involving human subjects must conform to generally
accepted scientific principles, be based on a thorough knowledge of the scientific
literature, other relevant sources of information, and adequate laboratory and, as
appropriate, animal experimentation. The welfare of animals used for research
must be respected.”
‘Animal welfare’ sebagaimana yang disebutkan dalam deklarasi Helsinki
termasuk kesejahteraan fisikal dan mental hewan dan juga meliputi bagaimana
suatu hewan bisa evolusi serta lingkungan natural hewan tersebut. Ia merupakan
deskripsi terhadap kondisi hewan dan efek dari pemeliharaan dan penjagaan atau
kelalaian dan penganiayan terhadap hewan tersebut.9
Peneliti yang akan memanfaatkan hewan percobaan pada penelitian
kesehatan harus mengkaji kelayakan dan alasan pemanfaatan hewan dengan
mempertimbangkan penderitaan yang akan dialami oleh hewan percobaan dan
manfaat yang akan diperoleh untuk manusia.
2.3. Prinsip Etika Penelitian dengan Hewan Coba
Dalam pelaksanan penelitian, peneliti harus membuat dan menyesuaikan
protokol dengan standar yang berlaku secara ilmiah dan etik penelitian kesehatan.
Etik penelitian kesehatan secara umum tercantum dalam World Medical
Association8, yaitu: respect (menghormati hak dan martabat makhluk hidup,
kebebasan memilih dan berkeinginan, serta bertanggung jawab terhadap dirinya,
termasuk di dalamnya hewan coba), beneficiary (bermanfaat bagi manusia dan
makhluk lain, manfaat yang didapatkan harus lebih besar dibandingkan dengan
risiko yang diterima), dan justice (bersikap adil dalam memanfaatkan hewan
percobaan).6 Contoh sikap tidak adil, antara lain: hewan disuntik/ dibedah
berulang untuk menghemat jumlah hewan, memakai obat euthanasia yang
7
menimbulkan rasa nyeri karena harga yang lebih murah. Di Indonesia etik
penggunaan hewan coba pada riset biomedik diterapkan dalam Pedoman Nasional
Etik Penelitian Kesehatan, Suplemen II: Etik penggunaan hewan percobaan.
Ilmuwan penelitian kesehatan yang menggunakan model hewan
menyepakati bahwa hewan coba yang menderita dan mati untuk kepentingan
manusia perlu dijamin kesejahteraannya dan diperlakukan secara manusiawi.1
Pada tahun 1959, W.M.S Russell dan R.L. Burch mempublikasikan suatu strategi
replacement, reduction, dan refinement – yang dikenali sebagai 3R – untuk
diapplikasi oleh peneliti pada desain eksperimental laboratorium yang
menggunakan hewan coba. Konsep 3R merepresentasikan suatu metode praktikal
untuk implementasi prinsip yang dijelaskan di atas.10,11 Setelah bertahun-tahun,
metode 3R telah diakui di seluruh dunia sebagai metode terbaik dalam desain
penelitian hewan yang manusiawi. Oleh itu dalam setiap penelitian kesehatan
yang memanfaatkan hewan percobaan harus diterapkan prinsip 3R dalam protokol
penelitian, yaitu: replacement, reduction, dan refinement.11
Gambar 2.1: Konsep 3R yang pertama kali dipublikasi oleh W.M.S Russell dan
R.L. Burch meliputi replacement, reduction, dan refinement.
Replacement mengaju pada metode yang menghindari menggunakan
hewan.10 Artinya, keperluan memanfaatkan hewan percobaan harus sudah
diperhitungkan secara seksama, baik dari pengalaman terdahulu maupun literatur
untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan oleh mahluk
hidup lain seperti sel atau biakan jaringan. Replacement terbagi menjadi dua tipe,
8
REPLACEMENT
REDUCTION
REFINEMENT
3R
yaitu: relatif (mengganti hewan percobaan dengan hewan dari ordo atau skala
phylogenik yang lebih rendah) dan absolut (mengganti hewan percobaan dengan
kultur sel, atau program komputer).6
Reduction diartikan sebagai pemanfaatan hewan dalam penelitian sesedikit
mungkin. Reduction melibatkan strategi untuk memperoleh hasil yang optimal
dengan menggunakan jumlah hewan yang lebih sedikit atau untuk
memaksimalkan informasi yang diperoleh dari sejumlah hewan tertentu sehingga
dalam jangka panjang hewan yang diperlukan untuk memperoleh hasil ilmiah
yang sama lebih sedikit.10 Jumlah minimum biasa dihitung menggunakan rumus
Frederer yaitu (n-1) (t-1) >15, dengan n adalah jumlah hewan yang diperlukan dan
t adalah jumlah kelompok perlakuan. Kelemahan dari rumus itu adalah semakin
sedikit kelompok penelitian, semakin banyak jumlah hewan yang diperlukan, dan
sebaliknya. Untuk mengatasinya, diperlukan penggunaan desain statistik yang
tepat agar didapatkan hasil penelitian yang sahih.6 Pendekatan ini bergantung pada
analisis desain penelitian, aplikasi teknologi baru, penggunaan metode statistik
yang sesuai, dan pengendalian variabilitas yang terkait dengan lingkungan di area
kehidupan hewan coba dan area penelitian.
Refinement adalah memperlakukan hewan percobaan secara manusiawi
(humane), memelihara hewan dengan baik, tidak menyakiti hewan, serta
meminimalisasi perlakuan yang menyakitkan sehingga menjamin kesejahteraan
hewan percobaan sampai akhir penelitian. Pada dasarnya prinsip refinement
berarti membebaskan hewan coba dari beberapa kondisi.6 Yang pertama adalah
bebas dari rasa lapar dan haus (Freedom from Hunger and Thirst), dengan
memberikan akses makanan dan air minum dengan jumlah yang memadai dan
komposisi yang nutrisi untuk kesehatannya. Makanan dan air minum memadai
dari kualitas, dibuktikan melalui food proximate analysis, analisis mutu air
minum, dan uji kontaminasi secara berkala.
Kedua, hewan percobaan harus bebas dari ketidak-nyamanan (Freedom
from Discomfort). Disediakan lingkungan bersih dan paling sesuai dengan biologi
hewan percobaan yang dipilih dengan perhatian terhadap: siklus cahaya, suhu,
9
kelembaban lingkungan, dan fasilitas fisik seperti ukuran kandang untuk
kebebasan bergerak, kebiasaan hewan untuk mengelompok atau menyendiri.
Berikutnya, hewan coba harus bebas dari nyeri dan penyakit (Freedom
from Pain, Injury or Disease) dengan menjalankan program kesehatan,
pencegahan, dan pemantauan, serta pengobatan tehadap hewan percobaan jika
diperlukan. Penyakit dapat diobati dengan syarat tidak mengganggu penelitian
yang sedang dijalankan. ‘Bebas dari nyeri’ diusahakan dengan memilih prosedur
yang meminimalisasi nyeri saat melakukan tindakan invasif, yaitu dengan
menggunakan analgesia dan anesthesia ketika diperlukan. Euthanasia dilakukan
dengan metode yang manusiawi oleh orang yang terlatih untuk meminimalisasi
atau bahkan meniadakan penderitaan hewan coba.6
Hewan juga harus bebas dari ketakutan dan stress jangka panjang
(Freedom from Fear and Distress), dengan menciptakan lingkungan yang dapat
mencegah stress, misalnya memberikan masa adaptasi/aklimatisasi, memberikan
latihan prosedur penelitian untuk hewan. Semua prosedur dilakukan oleh tenaga
yang kompeten, terlatih, dan berpengalaman dalam merawat/memperlakukan
hewan percobaan untuk meminimalisasi stress.
Hewan juga diperbolehkan mengekspresikan tingkah laku alami (Freedom
to Express Normal Behaviour) dengan memberikan ruang dan fasilitas yang
sesuai dengan kehidupan biologi dan tingkah laku spesies hewan percobaan.10 Hal
tersebut dilakukan dengan memberikan sarana untuk kontak sosial (bagi spesies
yang bersifat sosial), termasuk kontak sosial dengan peneliti; menempatkan
hewan dalam kandang secara individual, berpasangan atau berkelompok; serta
memberikan kesempatan dan kebebasan untuk berlari dan bermain.6
Refinement menunjukkan modifikasi dari cara peternakan atau prosedur
eksperimental untuk meningkatkan kesejahteraan hewan dan mengurangi hingga
menghilangkan rasa sakit dan penderitaan hewan percobaan. Lembaga-lembaga,
institusi dan peneliti harus mengambil semua langkah yang wajar untuk
meminimalkan rasa sakit dan penderitaan melalui refinement, namun IACUC
(Institutional Animal Care and Use Committee) harus memahami bahwa dengan
beberapa jenis penelitian mungkin ada eksperimen yang membawa nyeri kepada
10
hewan percobaan, baik terduga ataupun tidak terduga. Keadaan ini mungkin atau
tidak mungkin dihilangkan dan adalah tergantung pada tujuan penelitian.10
Gambar 2.2: Lima aspek kebebasan (Freedom) yang harus
diperhatikan.
Refinement dan Reduction harus diseimbangkan dengan berbasis case-by-
case. Peneliti tidak dianjurkan untuk melakukan penggunaan kembali hewan coba
sebagai strategi reduction, dan reduction seharusnya tidak menjadi alasan untuk
menggunakan kembali binatang atau hewan yang telah menjalani prosedur
eksperimental terutama jika kesejahteraan hewan akan dikompromikan. Studi
yang dapat mengakibatkan sakit berat atau kronis atau perubahan signifikan dalam
kemampuan hewan untuk mempertahankan fungsi fisiologis normal, harus
mencantumkan deskripsi endpoint yang manusiawi dan sesuai atau memberikan
justifikasi berbasis ilmu saintifik untuk tidak menggunakan suatu endpoint
manusiawi yang umumnya diterima. Konsultasi kepada dokter hewan atau
11
Freedom toExpressNormalBehaviour
FreedomFrom Fear
and Distress
Freedom fromPain, Injuryor Disease
Freedom from
Discomfort
FreedomFrom HungerAnd Thirst
5F
veterinar harus dilakukan jika rasa nyeri, distress atau penderitaan hewan telah
melampaui tingkat yang diantisipasikan dalam deskripsi protokol penelitian atau
ketika intervensi tidak mungkinkan.10 Di dalam protokol penelitian harus
dijelaskan secara rinci berbagai hal berikut: pemilihan, strain, asal hewan,
aklimatisasi, pemeliharaan, tindakan yang direncanakan (termasuk tindakan untuk
meringankan/mengurangi rasa nyeri dan meniadakan penderitaan hewan), pihak
yang bertanggung jawab terhadap perawatan hewan, dan cara menewaskan, serta
cara membuang kadaver hewan. Uraian perlakuan pada hewan percobaan dapat
dianalogkan sebagai informed consent bagi hewan dan penilaian dalam etika
penelitian yang menggunakan hewan percobaan.6
2.4. Justifikasi Penelitian dengan Hewan Coba
Menurut Fatchiyah, wakil ketua KEP UB, justifikasi penelitian dengan
menggunakan hewan coba:12
Harus dengan adanya tujuan saintifik yang jelas.
Harus ada penjelasan yang meyakinkan bahwa penelitian tersebut
akan meningkatkan pengetahuan tentang proses yang sedang
dipelajari dan memberikan hasil yang bermanfaat bagi kesehatan
dan kesejahteraan manusia dan hewan lainnya.
Tujuan ilmiah penelitian harus memiliki potensi signifikan yang
cukup untuk membenarkan penggunaan hewan.
Spesies hewan yang dipilih untuk penelitian harus yang paling
cocok dan sesuai untuk menjawab pertanyaan dalam suatu
penelitian.
Penelitian pada hewan tidak dapat dilakukan sehingga protokol
penelitian telah ditinjau dan diluluskan oleh komisi etik yang tepat
untuk memastikan bahwa prosedur yang dilakukan adalah tepat
dan bersifat manusiawi.
12
2.5. Aplikasi pada Formulir Pengajuan Kaji Etik
Untuk mendapatkan persetujuan etik, diperlukan formulir pengajuan etik
yang kemudian disampaikan kepada Komite Etik Penelitian Kesehatan. Di dalam
fomulir dituliskan hal yang berkaitan dengan penelitian sesuai butir-butir yang
disediakan. Formulir diisi dengan selengkap-lengkapnya sebagai sinopsis dari
protokol penelitian yang diajukan. Ada beberapa butir perkara yang harus
mendapat perhatian apabila melengkapi formulir pengajuan kaji etik:6
Kolom ‘jumlah subjek’ yang didasarkan pada prinsip reducement (jumlah
hewan sesedikit mungkin, namun didapatkan hasil yang sahih), dengan
menuliskan jumlah yang diperlukan dan juga jumlah yang biasa
diperoleh dengan rumus Frederer atau desain statistik.
‘Ringkasan’ usulan penelitian, yang diisi dengan tujuan, manfaat, dan
alasan penelitian. Untuk bagian alasan dapat diuraikan mengapa
menggunakan hewan tersebut untuk penelitian. Uraian berdasarkan
prinsip replacement.
‘Masalah etika’. Bagian ini tidak diisi dengan “tidak ada”, tetapi diisi
dengan rinci hal yang akan dilakukan terhadap hewan percobaan. Setelah
diisi, akan tampak masalah etik yang ada, misalnya dalam pengambilan
darah subyek: berapa banyak darah yang diambil, apa yang akan terjadi
dan bagaimana mengatasinya. Contohnya, pada pengkondisian fraktur
tulang: bagaimana meminimalisasi rasa sakit pada hewan coba.
Kolom ‘prosedur eksperimen’ diisi dengan rincian dari pemilihan hewan,
asal hewan, pengelompokkan, tindakan yang akan dilakukan, dosis yang
diberikan dan cara pemberian obat, serta tindakan lain yang berhubungan
dengan penelitian, termasuk obat yang diberikan untuk analgesi,
terminasi, perlakuan terhadap kadaver jika hewan dikorbankan. Uraian
perlakuan pada hewan percobaan dapat dianalogkan sebagai informed
consent bagi hewan dalam etika penelitian.6
Bahaya potensial dan cara untuk mencegah atau mengatasi kejadian
(termasuk rasa nyeri atau keluhan lain) harus disebutkan. Bagian ini diisi
dengan rincian perlakuan yang dilakukan terhadap hewan, terutama jika
13
dilakukan tindakan invasif, meliputi: apa yang akan terjadi dan
bagaimana cara mengatasi akibat perlakuan penelitian.
Pengalaman terdahulu (sendiri atau orang lain) dari tindakan yang akan
diterapkan. Pengalaman yang dimaksud adalah hasil dari penelitian yang
sudah pernah dilakukan terhadap hewan yang dipilih untuk penelitian.
Hal itu bisa didapatkan dari rujukan yang diperoleh dari dalam dan luar
negeri.
Penjelasan tentang cara pencatatan selama penelitian, termasuk efek
samping dan komplikasi bila ada. Bagian ini diisi variabel yang akan
dicatat dan bentuk analisis data yang akan dilakukan untuk menjawab
tujuan penelitian.
Nama dan alamat tim peneliti dan sponsor. Nama dan keahlian peneliti
penting bagi Komisi Etik untuk memberikan persetujuan etik dalam
memanfaatkan hewan percobaan. Diperlukan paling sedikit seorang
dokter hewan atau ahli biologi, atau orang yang mempunyai pengalaman
untuk pelaksanaan penelitian yang menggunakan hewan percobaan.1
Hal-hal Penting yang harus diperhatikan Komite Etik Penelitian Kesehatan
dalam mengevaluasi Formulir pengajuan etik adalah:
1. Tujuan penelitian.
2. Apakah tujuan penelitian masih dapat dicapai tanpa menggunakan
hewan coba?
3. Apakah metode yang digunakan telah menerapkan ‘animal
welfare’ (hewan seminimal mungkin menderita sakit)?
4. Apakah diperlukan analgesik, anestesi, transquilizer?
5. Apakah penelitian telah dikerjakan sebelumnya (hanya
mengulang)?
6. Apakah sudah melaksanakan prinsip humane-endpoint ?
14
Gambar 2.3: Alir Pengajuan fomulir aplikasi
dari Peneliti Ke Komisi Etik.2
15
Tim Evaluator hadir setelah mempelajari formulir aplikasi
Pemohonan keKomisi Etika
Keputusan/ Hasil
Langsungdisetujui
1. Perbaikan kecil2. Perbaikan mayor3. Ditolak
Sekretaris menerbitkan
sertifikat/ surat keputusan
Memberi kabar kepada peneliti tentang hasil
evaluasi
Memberi kabar kepada peneliti dan Pelaksanaan
penelitian
Komisi etik berhak meminta presentasi proposal oleh peneliti
perbaikan
(Komisi etik berhak memantau kegiatan penelitian)
BAB 3
KESIMPULAN
Hewan percobaan adalah sejenis penelitian menggunakan bahan hidup (in
vivo) yang berperan sebagai semi final test tube dalam penelitian kesehatan
sebelum sesuatu bahan diuji langsung pada manusia. Oleh karena itu, prinsip dan
etika penggunaan hewan coba dalam penelitian harus dipahami benar oleh
peneliti/mahasiswa sehingga prinsip kesejahteraan hewan (animal welfare) tetap
terjaga, dan prosedur penelitian dapat dipertanggung jawabkan sehingga data yang
diperoleh mempunyai validitas yang tinggi. Untuk itu, penelitian dengan hewan
coba harus sesuai dengan prinsip 3R (replacement, reduced, dan refinement),
pemilihan hewan yang sesuai serta prinsip 5F (Freedom) yaitu: bebas dari rasa
lapar dan haus; bebas dari rasa tidak nyaman; bebas dari rasa nyeri, penyakit, dan
trauma; bebas dari ketakutan dan stress jangka panjang; bebas mengekspresikan
tingkah laku alami.
Dalam pengajuan persetujuan penelitian, seluruh perlakuan terhadap
hewan percobaan dituangkan secara rinci di dalam protokol penelitian dan
formulir aplikasi yang dianalogkan sebagai informed consent.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan Departemen Kesehatan RI
Pedoman nasional etik penelitian kesehatan suplemen II: Etik penggunaan
hewan percobaan Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia;
2006.
2. Pudji Astuti, MP; Arif, Msi, M.Sc, Manual Prosedur dan Instruksi Kerja,
Komisi Ethical Clearance, 2010, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,
Indonesia.
3. K.J. Orink and C. Rehbinder, Animal Definition: A necessity for the
validity of animal experiments? Lab Anim, 2000 34: 121, Sage
Publications. Didapat dari: http://lan.sagepub.com/content/34/2/121
4. Komisi Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbangkes Pedoman
Operasional Komisi Etik Penelitian Kesehatan (PO KEPK). Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2007.
5. Guidelines on the Care and Use of Animals for Scientific Purposes, 2004,
National Advisory Committee for Laboratory Animal Research.
6. Endi Ridwan, Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan dalam Penelitian
Kesehatan, J Indon Med Assoc, Volum: 63, Nomor: 3, Maret 2013,
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
7. Marice S, Raflizar. Status Gizi dan Fungsi Hati Mencit Galur CBS-swiss)
dan Tikus Putih Galur Wistar di Laboratorium Hewan Percobaan
Puslitbang Biomedis dan Farmasi, 2010. Media Litbang Kesehatan. 2010;
20(1): 33-40.
17
8. World medical association declaration of helsinki : Recommendation
guiding physicians in biomedical research involving human subject; 1964
Jun; Helsinki, Finland. Amended by 64th WMA, General Assembly,
Brazil; 2013.
9. Case Study: Universal Declaration of Animal Welfare, World Society for
the Protection of Animals, 2007.
10. Insitute of Laboratory Animal Resources Division on Earth and Life
Studies, Guide for the Care and Use of Laboratory Animals National 8th
Edition, National Research Council, 2010, Washington, D.C.
11. Russell WMS, Burch RL. The principles of humane experimental
technique. London: Methuen & Co. Ltd, 1959. Didapat dari:
http://altweb.jhsph.edu/pubs/books/humane_exp/het-toc
12. Fatchiyah, Laik Ethik Penelitian dengan Hewan Coba, 2013, Indonesia.
Didapat dari: http://fatchiyah.lecture.ub.ac.id
18