observasi tentang fiducia new
TRANSCRIPT
OBSERVASI TENTANG FIDUCIA
DI KANTOR NOTARIS DAN PPAT WAHYU WIBAWA, SH
UNGARAN-SEMARANG
----------------------------------------------------------------------------------------
Untuk memenuhi tugas semester Genap mata kuliah Hukum Jaminan
Dosen Pengampu : Pujiono, Aprila Niravita.
oleh :
Auria Patria Dilaga 8111409077
Khanina 8111409171
Nailiz Zulfa 8111409156
Yuliana 8111409044
Dyah Widyaning Rafiq 8111409028
Aniyati 8111409018
Kamal Mifta 8111409064
Septiana Wahyu.T 8111409026
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada mulanya lembaga jaminan fidusia dikenal dalam hukum Romawi yang
dikenal dengan fiducia cum creditore contracta, dimana barang-barang Debitur
diserahkan kepada Kreditur untuk suatu jaminan. Selain itu di Romawi dikenal juga
dengan nama Fidusia Cum Amico Contracta, dan di Indonesia untuk jaminan barang
bergerak dikenal dengan istilah gadai (pand) sedangkan untuk barang tidak bergerak
disebut dengan Hipotik, yang sekarang dikenal dengan Hak Tanggungan. Untuk pertama
kalinya di Indonesia peristiwa jaminan fidusia diputus oleh Mahkamah Agung (MA)
dalam perkara Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) V. Pedro Clignett tertanggal
18 Agustus 1932. Kewajiban pembebanan objek jaminan fidusia dan kewajiban
pendaftaran jaminan fidusia telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Kewajiban pembebanan objek jaminan
fidusia berikut pendaftarannya tersebut sangat diperlukan mengingat adanya
kemungkinan kelalaian dari para pihak terhadap pembebanan objek jaminan fidusia
berikut pendaftarannya. Salah satu akibat hukum yang timbul apabila jaminan fidusia
tidak didaftarkan adalah perjanjian jaminan fidusia bersifat perseorangan (persoonlijke
karakter). Selain itu Penerima Fidusia akan mengalami kesulitan untuk mengeksekusi,
apabila Pemberi Fidusia atau Debitur wanprestasi atau cidera janji, karena dalam
Undang-undang Jaminan Fidusia telah dijelaskan bahwa apabila Pemberi Fidusia atau
Debitur wanprestasi maka benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dieksekusi
dengan cara pelaksanaan title eksekutorial, penjualan benda yang menjadi objek jaminan
fidusia dan penjualan dibawah tangan. Para pihak yang dengan sengaja atau karena
kelalaiannya tersebut antara lain disebabkan oleh Pemberi Fidusia atau Debitur, Penerima
Fidusia atau Kreditur serta Notaris. Kelalaian tersebut tentu saja dapat merugikan salah
satu pihak atau pihak ketiga yang berkepentingan atau dengan kata lain melanggar
ketentuan yang dimaksud dalam Undang-undang Jaminan Fidusia. Segala bentuk
kelalaian atau adanya kesengajaan terhadap pembebanan objek jaminan fidusia dan
pendaftaran jaminan fidusia baik yang disebabkan oleh Pemberi Fidusia, Penerima
Fidusia atau Notaris dapat dianggap melakukan suatu perbuatan melanggar hukum.
Kelalaian atau kesengajaan tersebut dapat terjadi, karena Undang-undang Jaminan
Fidusia tidak merinci lebih tegas sampai kapan pendaftaran jaminan fidusia tersebut
harus didaftarkan, setelah Pemberi Fidusia dan Penerima Fidusia menandatangani akta
Jaminan Fidusia dihadapan Notaris.
Ketidaktegasan Undang-undang Jaminan Fidusia tersebut menyebabkan adanya
celah bagi Pemberi Fidusia, Penerima Fidusia atau Notaris untuk tidak membebani objek
jaminan fidusia dan tidak mendaftarkannya kepada instansi yang berwenang. Hal-hal
tersebut telah secara jelas melanggar ketentuan yang dimaksud dalam Undang-undang
nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang mewajibkan objek jaminan fidusia
harus dibebani dan harus didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia sesuai dengan
tempat dan kedudukan Pemberi Fidusia. Pembebanan dan pendaftaran tersebut untuk
memenuhi asas-asas jaminan fidusia dan untuk menghindari adanya fidusia ulang,
sehingga dengan adanya pembebanan dan pendafataran akan memberikan perlindungan
dan kepastian hukum.
B. Rumusan Masalah
Dalam observasi yang kami lakukan, kami menemukan adanya keterkaitan antara
teori Jaminan Fidusia dan Praktik Jaminan Fidusia oleh Notaris.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Latar belakang timbulnya lembaga fidusia, sebagaimana dipaparkan oleh para ahli
adalah karena ketentuan undang-undang yang mengatur tentang lembaga pand (gadai)
mengandung banyak kekurangan, tidak memenuhi kebutuhan masyarakat dan tidak dapat
mengikuti perkembangan masyarakat sehingga disitu timbul gagasan untuk membentuk
lembaga Jaminan (Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, 1977: 15-116).
Menurut Prof Dr. Sri Soedewi Maschum Sofwan, SH, salah satu pendorong
pesatnya perkembangan Lembaga Fidusia ini adalah disebabkan keterbatasan pada
lembaga Gadai (Pand) seperti yang diatur dalam Pasal 1152 ayat 2 KUH Perdata, yang
mengatur persyaratan gadai dimana benda yang digadaikan oleh pemberi gadai harus
dipegang oleh pemegang gadai, hal mana mengandung banyak kekurangan dan tidak
memenuhi kebutuhan masyarakat dan tidak dapat mengikuti perkembangan masyarakat.
Menurut Dr. A. Hamzah dan Senjun Manulang mengartikan fidusia adalah:
“Suatu cara pengoperan hak milik dari pemiliknya (debitur) berdasarkan adanya
perjanjian pokok (perjanjian utang piutang) kepada kreditur, akan tetapi yang diserahkan
hanya haknya saja secara yuridise-levering dan hanya dimiliki oleh kreditur secara
kepercayaan saja (sebagai jaminan uant debitur), sedangkan barangnya tetap dikuasai
oleh debitur, tetapi bukan lagi sebagai eigenaar maupun bezitter, melainkan hanya
sebagai detentor atau houder dan atas nama kreditur- eigenaar” (A. Hamzah dan Senjun
Manulang, 1987)
B. Landasan Konstitusional
Hukum jaminan sendiri bersumber dari Undang-undang dan peraturan perundang-
undangan. Pasal 1131 KUH Perdata adalah salah satu yang mengatur hukum jaminan.
Peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan dari Undang-undang yang
mengatur tentang penjaminan utang khususnya mengenai jaminan fidusia antara lain
diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP) nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara
Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, sedangkan
ketentuan penjaminan utang diatur dalam Undang-undang antara lain:
1. Pasal 12A Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, yang
mengatur tentang pembelian objek jaminan kredit oleh bank pemberi kredit
dalam rangka kredit macet Debitur.
2. Pasal 11 ayat (2) Undang-undang nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank
Indonesia yang telah diubah dengan Undang-Undang nomor 3 Tahun 2004,
yang menetapkan tentang agunan untuk pemberian kredit atau pembiayaan
berdasarkan prinsip Syariah oleh Bank Indonesia kepada bank yang
mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek.
Undang-undang dan peraturan-peraturan yang mengatur tentang hukum jaminan
tersebut sangat diperlukan dalam praktik perbankan dalam rangka pengikatan kredit
melalui objek jaminan benda. Selain itu Penerima Fidusia merupakan Kreditur Separatis
(Kreditur yang memiliki kedudukan lebih kuat dibandingkan dengan kreditur
pemmegang hak previllege). Sebelum berlakunya Undang-undang nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia, lembaga fidusia sempat diatur antara lain dalam Undang-
undang nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman dan Undang-undang
nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.
Sebelum berlakunya Undang-undang nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia, lembaga fidusia sempat diatur antara lain dalam Undang-undang nomor 4 Tahun
1992 tentang Perumahan dan Permukiman dan Undang-undang nomor 16 Tahun 1985
tentang Rumah Susun. Sebelum berlakunya Undang-undang nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia terdapat banyak kelemahan-kelemahan tentang lembaga jaminan
fidusia antara lain sebagai berikut:
1. Tidak adanya pendaftaran
Dengan tidak adanya pendaftaran, dapat menyebabkan tidak adanya keadilan
dan kepastian hukum.
2. Tidak adanya publisitas
Dengan tidak didaftarkannya objek jaminan fidusia yang dijadikan jaminan
fidusia, maka akan merugikan pihak ketiga, karena pihak ketiga tidak
mengetahui apakah objek jaminan fidusia itu sedang dibebani objek jaminan
fidusia atau tidak.
3. Adanya fidusia ulang;
Dengan tidak adanya pendaftaran terhadap jaminan Fidusia, dapat
mengakibatkan adanya fidusia ulang.
Adanya kelemahan-kelemahan tersebut di atas, dapat ditutupi dan dilengkapi
dengan kehadiran Undang-undang tentang Jaminan Fidusia, namun Undang-undang
tersebut juga masih terdapat bebarapa kelemahan, terutama mengenai pembebanan objek
jaminan fidusia dan pendaftaran akta jaminan fidusia yang dapat memungkinkan para
pihak untuk tidak membebankan dan tidak mendaftarkan jaminan tersebut.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum tentang Jaminan Fiducia
Fidusia adalah:
“Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan
bahwa benda yang hak kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan
pemilik benda itu.”
Dr. A. Hamzah dan Senjun Manulang mengartikan fidusia adalah:
“Suatu cara pengoperan hak milik dari pemiliknya (debitur) berdasarkan adanya
perjanjian pokok (perjanjian utang piutang) kepada kreditur, akan tetapi yang diserahkan
hanya haknya saja secara yuridise-levering dan hanya dimiliki oleh kreditur secara
kepercayaan saja (sebagai jaminan uant debitur), sedangkan barangnya tetap dikuasai
oleh debitur, tetapi bukan lagi sebagai eigenaar maupun bezitter, melainkan hanya
sebagai detentor atau houder dan atas nama kreditur- eigenaar” (A. Hamzah dan Senjun
Manulang, 1987).
Latar belakang timbulnya fidusia
Latar belakang timbulnya lembaga fidusia, sebagaimana dipaparkan oleh para ahli adalah
karena ketentuan undang-undang yang mengatur tentang lembaga pand (gadai)
mengandung banyak kekurangan, tidak memenuhi kebutuhan masyarakat dan tidak dapat
mengikuti perkembangan masyarakat (Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, 1977: 15-116).
Dasar hukum jaminan fidusia
Apabila kita mengkaji perkembangan yurisprudensi dan peraturan perundang-
undangan, yang menjadi dasar hukum berlakunya fidusia, dapat disajikan berikut ini.
Arrest Hoge Raad 1929, tertanggal 25 Januari 1929 tentang Bierbrouwerij
Arrest (negeri Belanda);
Arrest Hoggerechtshof 18 Agustus 1932 tentang BPM-Clynet Arrest
(Indonesia); dan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
Objek Jaminan Fidusia
Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia, maka yang menjadi objek jaminan fidusia adalah benda bergerak yang terdiri
dari benda dalam persediaan (inventory), benda dagangan, piutang, peralatan mesin, dan
kendaraan bermotor. Tetapi dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun
1999 tentang Jaminan Fidusia, maka objek jaminan fidusia diberikan pengertian
yang luas. Berdasarkan undang-undang ini, objek jaminan fidusia dibagi 2 macam,
yaitu:
benda bergerak, baik yang berujud maupun tidak berujud; dan
benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dibebani hak
tanggungan.
Subjek Jaminan Fidusia Adalah
Pemberi dan penerima fidusia. Pemberi fidusia adalah orang perorangan atau
korporasi pemilik benda yang menjadi objek jaminan fidusia, sedangkan penerima fidusia
adalah orang perorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya
dijamin dengan jaminan fidusia.
Pembebanan jaminan fidusia Pasal 4–10 UU nomor 42 tahun 1999
1. Dibuat dengan akta notaries dalam bahasa Indonesia. Akta jaminan sekurang-
kurangnya memuat:
Identitas pihak pemberi fidusia dan penerima fidusia;
Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia;
Nilai penjaminan;
Nilai benda yang menjadi jaminan fidusia.
Utang yang pelunasannya dijaminkan dengan jaminan fidusia adalah:
Utang yang telah ada;
Utang yang akan timbul di kemudian hari yang telah diperjanjikan dalam
jumlah tertentu, atau Utang yang pada utang eksekusi dapat ditentukan
jumahnya berdasarkan perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban
memenuhi suatu prestasi;
Jaminan fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima fidusia
atau kepada kuasa atau wakil dari penerima fidusia;
Jaminan fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis
benda termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan
maupun yang diperoleh kemudian. Pembebanan jaminan atau benda atau
piutang yang diperoleh kemudian tidak perlu dilakukan dengan perjanjian
jaminan tersendiri kecuali diperjanjikan lain, seperti: jaminan fidusia
meliputi hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia;
Jaminan fidusia meliputi klaim asuransi, dalam hal benda yang menjadi
objek jaminan fidusia diasuransikan.
Jaminan fidusia biasanya dituangkan dalam akta notaries. Subtansi
perjanjian ini telah dibakukan oleh pemerintah. Ini dimaksudkan untuk
melindungi pemberi fidusia. Hal-hal yang kosong dalam akta jaminan
fidusia ini meliputi tanggal, identitas para pihak, jenis jaminan, nilai
jaminan, dan lain-lain. Berikut ini disajikan perjanjian pembebanan akta
jamina fidusia.
B. Hasil Penelitian
Observasi dilaksanakan pada :
Hari, tanggal : Selasa, 19 April 2010
Pukul : 10.00- 11.30
Tempat : Kantor Notaris – PPAT Jl. Gatot Soebroto 36 Ungaran-Semarang
Hasil : -
Tanya jawab dengan Narasumber
Penanya : Apa perbedaan dari gadai dengan fidusia?
Narasumber : Kalau gadai brang yang di jaminkan berada ditangan kreditur,kalau fidusia barang yang dijaminkan ada ditangan debitur,kreditur hanya memegang bukti kepemilikan benda itu.
Penanya : Apakah bapak pernah menangani fidusia?
Narasumber : Sesekali pernah,dalam hal kendaraan bermotor.Kreditur memberi pinjaman kepada debitur,dan debitur memberi barang jaminan kepada kreditur.Karena benda yang di jaminkan benda bergerak,maka kemudian dibuatlah perjanjian fidusia.
Penanya : Bagaimana cara untuk membuat jaminan fidusia?
Narasumber : Kedua belah pihak yakni kreditur dan debitur datang ke notaris,kemudian notaris membuatkan akta otentiknya.Karena bendanya adalah benda bergerak maka masuk dalam jaminan fidusia.Dalam UU yang mengatur tentang fidusia notaris diberi kewenangan untuk membuat akta fidusia itu.
Penanya : Apa ruang lingkup dalam fidusia?
Narasumber : Standart saja harus dipenuhi subyek dan obyek yaitu kreditur dan debitur,akan diperiksa oleh notaris keabsahannya.Notaris tidak ada kewenangan untuk menelusuri obyek yang hendak dijadikan jaminan,notaris cukup melihat bukti kepemilikan dari benda tersebut.Dalam fidusia yang saya tangani adalah kendaraan bermotor,maka bukti kepemilikannya adalah BPKBnya ditunjukkan.Apabila ternyata barabg yang dijadikan jaminan tersebut bukanlah milik dari si debitur atau dengan kata lain si debitur
memalsukannya,notaris dalam hal ini tidak berwenang untuk menelusurinya.Karena notaris hanya membuat akta otentik tentang fidusia.
Penanya : Apakah akta yang dibawah tangan dapat dijadikan jaminan fidusia?
Narasunber : Bisa,yang namanya surat kuasa adalah penerima kuasa mewakili si pemberi kuasa.Yaitu tergantung juga pada krediturnya mau atau tidak di beri jaminan berupa akta dibawah tangan.
Penanya : Dalam teori disebutkan bahwa kreditur berhak menjual barang yang dijadikan jaminan fidusia,benarakah itu?
Narsumber : Iya benar,karena waktu penyerahan hak atas benda itu dimulai sejak dibuatnya akta fidusia itu.Dan kreditur berhak menjual barang jaminan itu,meskipun barangnya ada ditangan debitur.Si kreditur hanya memegang bukti kepemilikan dari benda yang dijadikan jaminan,akan tetapi kreditur dapat menjualnya atas kehendaknya sendiri.Maka sering kali posisi kreditur dalam posisi dilematis.
Penanya : Ketika perjanjian fidusia telah dibuat,apakah benda yang dijadikan jaminan tersebut sudah menjadi milik kreditur?
Narasumber : Iya,kepemilikannya pada kreditur meskipun benda ada ditangan si debitur.
Penanya : Bagaimana jika seadainya ketika si debitur membuat perjanjian tersebut didepan notaris tidak bersama si kreditur?
Narasumber : Kalau seperti itu saya ragu apakah si notaris mau menandatangani atau tidak,Mungkin dalam teorinya harus dihadapkan semuanya antara kedua belah pihak tersebut.Akan tetapi dalam prakteknya tidak seperti itu.Biasanya si kreditur diwakili oleh anak buahnya.
Penanya : Terkait dengan klausula baku,apabila si kreditur manyerahkan sepenuhnya kepada debitur untuk mem buat perjanjian fidusia tersebut bagaimana menurut bapak? Boleh atau tidak?
Narasumber : Boleh-boleh saja,karena setiap kreditur mempunyai karakteristik berbada-beda.
Penanya : Apakah klausula baku ini dapat langsung bisa diserahkan ke notaris ke notaris atau harus membuat ulang perjanjian kembali?
Narasumber : Biasanya sebelum hutang ada syarat-syarat yang ada diklausula tersebut (syarat-syarat tersebut tidak akan lari dari kalusula ).Jadi terserah kreditur dan debitur ingin membuat bentuk jaminannya seperti apa.Notaris hanya menuangkan dalam bentuk akta otentik.
Penanya : Bagaimana penghitungan dalam fidusia ini?
Narasumber : Dari nilai jaminan itu sendiri,fidusia itu mengikat diluar pihak ketiga maksudnya adalah selain mengikat kreditur dan debitur,fidusia juga mengikat barang yang jadi jaminannya.Apabila si debitur mengalami kepailitan,dengan secara otomatis dia menjadi kreditur preferen karena fidusia rata-rata didaftarkan.
Penanya : Apakah HKI(Hak Kekayaan Intelektual) dapat menjadi jaminan fidusia ?
Narasumber : Hak kebendaan sifatnya abstrak,saya belum pernah menemukan jika HKI menjadi ruang lingkup kebendaan.Tapi kembali lagi kepada krediturnya,apakah dia mau menerima jaminan berupa HKI atau tidak?
Penanya : Mengapa dalam fidusia ini sulit dalam prosesnya,dalam masalah pengeksekusiannya?
Narasumber : Untuk masalah pengeksekusiannya dapat dilakukan oleh si kreditur itu sendiri.Pengeksekusiannya sulit masuk ke pengadilan.
Penanya : Apabila si debitur tidak dapat membayar hutangnya ,apakah langsung dimasukkan ke pengadilan?
Narasumber : Dalam teori seharusnya seperti itu akan tetapi dalam prakteknya dapat dilakukan dengan baik-baik secara musyawarah,jika tidak dapat dilakukan secara baik-baik pihak kreditur dapat mengadukan debitur ke pengadilan.
Kesimpulan dari wawancara yang kami lakukan :
a. Beda pokok antara Fidusia dengan Gadai adalah jika gadai, barang dipegang oleh
Kreditur namun jika Fidusia, Kreditur memegang bukti Kepemilikan sehingga
kepemilikan benda tersebut sudah menjadi milik kreditur.
b. Cara membuat Jaminan Fidusia adalah kedua belah pihak yang berkepentingan
dating ke Kantor Notaris, notaries memproses dan kemudian akta otentik dibuat,
Notaris diberi kewenangan untuk membuat akta sesuai dengan UU no. 42 tahun
1999 tentang Jaminan Fidusia.
c. Akta dibawah tangan ataupun Hak Kekayaan Intelektual bisa menjadi Jaminan
Fidusia tergantung dari pihak Kreditur, mennyepakati atau tidak.
d. Kreditur berhak menjual barang yang dijadiikan fidusia karena waktu penyerahan
hak atas benda itu dimulai sejak dibuatnya akta fidusia itu.Dan kreditur berhak
menjual barang jaminan itu,meskipun barangnya ada ditangan debitur.
e. Ketika Debitur tidak dapat menyanggupi kewajibannnya atau wanprestasi dalam
implementasinya kewenangan untuk menuntutnya ada pada pihak Kreditur.
Perbandingan antara teori dengan Praktik dalam Jaminan Fidusia :
a. Dalam teori cara membuat Jaminan Fidusia dengan kedua belah pihak yang
bersangkutan atau yang diberi kuasa dating ke Notaris, kemudian notaris membuat
aktaotentik Fidusia dan mendaftarkannya.
Jadi ada keserasian antara Praktik dengan tori tentang tata cara pendaftaran
fidusia. Mengenai Pendaftaran secara Umum dimuat dalam Pasal 13 UU no 42
Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan lebih lanjut diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
b. Pada dasarnya semua tak ada perbedaan yang mencolok untuk subjek dan objek
jaminan fidusia, dalam teori ataupun praktik.
c. Untuk penyelesaian sengketa dalam teori atau aturan perundang – undangan jika ada
debitur tidak memenuhi kewajibannya maka, akan diproses dalam jalur hukum
dengan kata lain dengan diajukan ke Pengadilan, namun jika untuk praktiknya itu
masih sesuai dengan keadaan masyarakat, jadi ketika debitur tidak sanggup
membayar hutangnya maka disitu akan diselesaian dengan jalur litigasi atau non
litigasi (damai) kebanyakan menggunakan jalur non litigasi karena prosesnya lebih
mudah ketika telah ada kesepakatan untuk pemenuhan kewajibannya sendiri terjadi
ketika pihak debitur telah melaksanakan kewajibannnya.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jaminan benda adalah jaminan yang paling diminati oleh pihak Kreditur, salah
satu jaminan kebendaan tersebut antara lain berupa objek jaminan barang bergerak yang
diikat dengan jaminan fidusia. Keberadaan hukum jaminan fidusia sangat diperlukan
dalam rangka pengikatan jaminan yang didasarkan pada kepercayaan dimana benda yang
dijaminkan atau diserahkan tetap berada ditangan Pemberi Fidusia atau Debitur. Pemberi
Fidusia atau Debitur dapat berfungsi sebagai peminjam pakai barang yang dijadikan
jaminan tersebut. Jaminan fidusia merupakan hak kebendaan yang mempunyai hak yang
didahulukan terhadap Kreditur lainnya untuk mengambil pelunasan piutangnya dari hasil
eksekusi benda yang menjadi jaminan fidusia, apabila Pemberi Fidusia atau Debitur
wanprestasi atau cidera janji.
B. Saran
Jaminan Fidusia memiliki banyak keuntungan bagi masyarakat namun jika
dijalankan dengan benar, tidak menguntungkan diri mereka sendiri (diri kreditur atau
debitur sendiri) sehingga baik pada teori dan baik juga pada praktiknya ketika kreditur
dan debitiur atau orang yang termasuk didalamnya bertindak sesuai dengan
kewajibannya.
Daftar Pustaka
Sutan Akhmad Jambek ; “Masalah hukum jaminan fidusia Dan Pertanggungjawaban
para pihak” ; di unduh dari www.google.com diakses pada tanggal 20 April 2011
http://kuliahade.wordpress.com/2010/06/25/hukum-jaminan-fidusia/
http://auditme-post.blogspot.com/2008/04/sekilas-tentang-fidusia-dan-jaminan.html
LAMPIRAN
Biodata Narasumber :
Nama : Wahyu Wibawa, SH
Tempat/Tanggal Lahir : Madiun, 30 Juni 1968
Alamat : Jl. Gatot Soebroto 36 Ungaran, Semarang
Agama : Islam
Pendidikan : S1 (Strata Satu)
Riwayat Pendidikan : Strata 1 UII dan Kenotariatan UGM
Pekerjaan : Notaris-PPAT
Motto hidup : “Gitu Aja Kok Repot”
Contact Person : 081 666 6549
Riwayat Karier : Tahun 1992 – 1998 profesi Advocat
Tahun 1998 – Sekarang Mendirikan Kantor Notaris -
PPAT kota Semarang.
(21 April 2011 Tanya Jawab dengan Narasumber bpk Wahyu Wibawa, SH)
(21 April 2011 observasi ke kantor Notaris dan PPAT Wahyu Wibawa, SH)