obsesif kompulsif bab ii
DESCRIPTION
IKJTRANSCRIPT
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi Obsesif Kompulsif
Gambaran penting Gangguan Obsesif kompulsif (Obsessive Compulsive
Disorder, OCD) adalah gejala obsesif atau kompulsif berulang yang cukup berat
hingga menimbulkan penderitaan yang jelas pada orang yang mengalaminya.
Obsesif atau kompulsi memakan waktu cukup mengganggu fungsi rutin normal,
pekerjaan, aktifitas sosial biasa, atau hubungan seseorang. Pasien dengan OCD
dapat memiliki obsesif atau kompulsif atau keduanya.4
Obsesif merupakan suatu pikiran, ide, perasaan atau sensasi mengganggu
(intrusif). Suatu kompulsif adalah pikiran atau perilaku yang disadari, dibakukan
dan rekuren, seperti menghitung, memeriksa atau menghindari. Obsesif
meningkatkan kecemasan seseorang sedangkan melakukan kompulsi menurunkan
kecemasan seseorang tetapi jika seseorang memaksa untuk melakukan suatu
kompulsif, kecemasan adalah meningkat. Seseorang dengan gangguan obsesif-
kompulsif biasanya menyadari irasionalitas dari obsesif dan merasakan bahwa
obsesif dan kompulsif sebagai ego-distonik. Gangguan obsesif-kompulsif dapat
merupakan gangguan yang menyebabkan ketidak berdayaan karena obsesif dapat
menghabiskan waktu dan dapat mengganggu secara bermakna pada rutinitas
normal seseorang, fungsi pekerjaan, aktivitas sosial yang biasanya atau hubungan
dengan teman dan anggota keluarga.3
Dalam DSM-IV TR obsesi didefinisikan sebagai berikut :
1. Pikiran, impuls, atau bayangan yang berulang-ulang dan menetap yang
dialami, pada suatu saat selama gangguan, dirasakan mengganggu dan tidak
sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas.
2. Pikiran, impuls, atau bayangan tidak hanya kekhawatiran berlebihan tentang
masalah kehidupan yang nyata
3. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls, atau
bayangan tersebut untuk menetralkannya dengan pikiran atau tindakan lain.
3
4. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan obsesional adalah
hasil dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar seperti penyisipan
pikiran)
Pengertian obsesif menurut Kaplan, et all., adalah pikiran, ide atau sensasi
yang muncul secara berulang-ulang. Menurut Davison &Neale, hal-hal tersebut
muncul tanpa dapat dicegah, dan individu merasakannya sebagai hal yang tidak
rasional dan tidak dapat dikontrol.5
Sedangkan kompulsi menurut Davison & Neale adalah perilaku atau
tindakan mental yang berulang, dimana individu merasa didorong untuk
menampilkannya agar mengurangi stres.5
Dalam DSM-IV TR mendefinisikan kompulsi sebagai berikut :
1. Perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa)
atau tindakan mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata
dalam hati) yang dirasakannya mendorong untuk melakukan sebagai respon
terhadap suatu obsesif, atau menurut dengan aturan yang harus dipenuhi
secara kaku.
2. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau mengurangi
penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan,
akan tetapi, perilaku atau tindakan mental tersebut tidak dihubungkan
dengan cara yang realistik dengan apa yang mereka maksudkan untuk
menetralkan atau mencegah, atau secara jelas berlebihan.
2.2 Epidemiologi Obsesif Kompulsif
Prevalensi dari gangguan obsesif–kompulsif pada populasi umum adalah
2-3%.6 Pada sepertiga pasien obsesif–kompulsif, onset gangguan ini adalah sekitar
usia 20 tahun, pada pria sekitar 19 tahun dan pada wanita sekitar 22 tahun.
Perbandingan yang sama dijumpai pada laki-laki dan perempuan dewasa, akan
tetapi remaja laki – laki lebih mudah terkena dari pada remaja perempuan.6
Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif umumnya dipengaruhi oleh
gangguan mental lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan depresif berat
pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah kira-kira 67 persen dan
untuk fobia sosial adalah kira-kira 25 persen. Diagnosis psikiatrik komorbid
4
lainnya pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah gangguan
penggunaan alkohol, fobia spesifik, gangguan panik, dan gangguan makan.7
2.3 Etiologi Obsesif Kompulsif
Penyebab terjadinya gangguan obsesif-kompulsif yaitu7:
1. Faktor biologi
a. Neurotransmiter
Banya uji coba klinis yang telah dilakukan terhadap berbagai obat-
obatan menunjukkan bahwa disregulasi dari serotonin berhubungan
dengan terjadinya gangguan obsesif-kompulsif. Data menunjukkan
bahwa obat-obatan serotonergik menunjukkan efikasi dalam
pengobatan gangguan obsesif-kompulsif, tetapi apakah serotonin
berperan menyebabkan gangguan obsesif-kompulsif masih tidak jelas.
Beberapa laporan menunjukkan perbaikan minor pada gangguan
obsesif-kompulsif setelah penggunaan obat oral klonidin, obat yang
menurunkan jumlah norepinefrin yang disekresikan dari ujung saraf
presinaps.
Terdapat hubungan positif antara infeksi streptokokal dengan
gangguan obsesif-kompulsif. Infeksi streptokokus beta hemolitikus
grup A dapat menyebabkan demam rematik, dan sekitar 10-30% dari
pasien yang terinfeksi mengidap korea Sydenham dan menunjukkan
gejala obsesif-kompulsif.
b. Studi pencitraan otak
Pencitraan otak pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif
menunjukkan perubahan fungsi pada sirkuit neural antara korteks
orbitofrontal, kaudatus, dan thalamus. Pencitraan positron emission
tomography (PET) menunjukkan aktivitas metabolisme dan aliran
darah yang meningkat pada lobus frontal dan basal ganglia terutama
kaudatus. Computed tomographic (CT) dan magnetic resonance
imaging (MRI) menunjukkan pengecilan kaudatus bilateral pada pasien
dengan gangguan obsesif-kompulsif.
5
c. Genetik
Studi menunjukkan bahwa gangguan obsesif-kompulsif
mempunyai komponen genetik yang signifikan.
d. Data biologis lain
Pada pasien gangguan obsesif-kompulsif dijumpai gambaran
abnormalitas elektroensefalografi sedikit diatas normal.
2. Faktor perilaku
Menurut ahli teori belajar, obsesif adalah stimulus yang terkondisi.
Stimulus netral akan terasosiasi dengan ansietas melalui proses responden
terkondisi dengan situasi yang menyebabkan ansietas. Oleh karena itu,
objek dan pikiran netral dapat menjadi stimulus terkondisi yang memicu
timbulnya ansietas.
Ketika pasien menemukan aksi tertentu untuk mengurangi ansietas yang
berhubungan dengan pikiran obsesif, pasien akan mengembangkan strategi
dalam bentuk perilaku kompulsif untuk mengontrol ansietas tersebut.
Secara perlahan, usaha pasien untuk mengurangi ansietas tersebut akan
menjadi perilaku kompulsif.
3. Faktor psikososial
Ganggguan obsesif-kompulsif berbedaan dengan gangguan
personalitas obsesif-kompulsif. Kebanyakan pasien dengan gangguan
obsesif-kompulsif tidak memiliki gejala kompulsif premorbid, dan
perilaku tersebut tidak penting atau sufisien untuk berkembangnya
gagguan obsesif-kompulsif.
4. Faktor psikodinamika
Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme pertahanan psikologis
utama yang menentukan bentuk dan kualitas gejala dan sifat karakter
obsesif-kompulsif; isolasi, meruntuhkan (undoing), dan pembentukan
reaksi. 7
1) Isolasi
6
Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang
dari afek dan impuls yang mencetuskan kecemasan. Jika terjadi isolasi,
afek dan impuls yang didapatkan darinya adalah dipisahkan dari
komponen idesional dan dikeluarkan dari kesadaran. Jika isolasi berhasil
sepenuhnya, impuls dan afek yang terkait seluruhnya terepresi, dan pasien
secara sadar hanya menyadari gagasan yang tidak memiliki afek yang
berhubungan dengannya.
2) Undoing
Karena adanya ancaman terus-menerus bahwa impuls mungkin
dapat lolos dari mekanisme primer isolasi dan menjadi bebas, operasi
pertahanan sekunder diperlukan untuk melawan impuls dan menenangkan
kecemasan yang mengancam keluar ke kesadaran. Tindakan kompulsif
menyumbangkan manifestasi permukaan operasi defensif yang ditujukan
untuk menurunkan kecemasan dan mengendalikan impuls dasar yang
belum diatasi secara memadai oleh isolasi. Operasi pertahanan sekunder
yang cukup penting adalah mekanisme meruntuhkan (undoing). Seperti
yang disebutkan sebelumnya, meruntuhkan adalah suatu tindakan
kompulsif yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau meruntuhkan
akibat yang secara irasional akan dialami pasien akibat pikiran atau impuls
obsesional yang menakutkan.
3) Pembentukan reaksi
Pembentukan reaksi melibatkan pola perilaku yang bermanifestasi
dan sikap yang secara sadar dialami yang jelas berlawanan dengan impuls
dasar. Seringkali, pola yang terlihat oleh pengamat adalah sangat dilebih-
lebihkan dan tidak sesuai.
4) Faktor psikodinamik lainnya
Pada teori psikoanalitik klasik, gangguan obsesif-kompulsif
dinamakan neurosis obsesif-kompulsif dan merupakan suatu regresi dari
fase perkembangan oedipal ke fase psikoseksual anal. Jika pasien dengan
gangguan obsesif-kompulsif merasa terancam oleh kecemasan tentang
7
pembalasan dendam atau kehilangan objek cinta yang penting, mereka
mundur dari fase oedipal dan beregresi ke stadium emosional yang sangat
ambivalen yang berhubungan dengan fase anal. Adanya benci dan cinta
secara bersama-sama kepada orang yang sama menyebabkan pasien
dilumpuhkan oleh keragu-raguan dan kebimbangan. Suatu ciri yang
melekat pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah derajat
dimana mereka terpaku dengan agresi atau kebersihan, baik secara jelas
dalam isi gejala mereka atau dalam hubungan yang terletak di
belakangnya. Dengan demikian, psikogenesis gangguan obsesif-
kompulsif, mungkin terletak pada gangguan dan perkembangan
pertumbuhan normal yang berhubungan dengan fase perkembangan anal-
sadistik.
5) Ambivalensi
Ambivalensi adalah akibat langsung dari perubahan dalam
karakteristik kehidupan impuls. Hal ini adalah ciri yang penting pada anak
normal selama fase perkembangan anal-sadistik; yaitu anak merasakan
cinta dan kebencian kepada suatu objek. Konflik emosi yang berlawanan
tersebut mungkin ditemukan pada pola perilaku melakukan-tidak
melakukan pada seorang pasien dan keragu-raguan yang melumpuhkan
dalam berhadapan dengan pilihan.
6) Pikiran magis
Pikiran magis adalah regresi yang mengungkapkan cara pikiran
awal, ketimbang impuls; yaitu fungsi ego, dan juga fungsi id, dipengaruhi
oleh regresi. Yang melekat pada pikiran magis adalah pikiran
kemahakuasaan. Orang merasa bahwa mereka dapat menyebabkan
peristiwa di dunia luar terjadi tanpa tindakan fisik yang menyebabkannya,
semata-mata hanya dengan berpikir tentang peristiwa tersebut. Perasaan
tersebut menyebabkan memiliki suatu pikiran agresif akan menakutkan
bagi pasien gangguan obsesif-kompulsif. 6
2.4 Diagnosis Obsesif Kompulsif
Kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif-kompulsif menurut DSM IV7:
8
1. Salah satu obsesi atau kompulsi
Obsesi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:
a. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan yang rekuren dan persisten
yang dialami, pada suatu saat dimana selama gangguan, sebagai
intrusif dan tidak sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan
yang jelas.
b. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan tidak semata-mata
kekhawatiran yang berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata.
c. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls,
atau bayangan-bayangan tersebut untuk mentralkannya dengan pikiran
atau tindakan lain.
d. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan
obsesional adalah keluar dari pikirannya sendiri( tidak disebabkan dari
luar seperti penyisipan pikiran).
Kompulsi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:
a. Perilaku (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau
tindakan mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata
dalam hati) yang berulang yang dirasakannya mendorong untuk
melakukannya sebagai respon terhadap suatu obsesi, atau menurut
dengan aturan yang harus dipatuhi secara kaku.
b. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau
menurunkan penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi
yang menakutkan, tetapi perilaku atau tindakan mental tersebut tidak
dihubungkan dengan cara yang realistik dengan apa mereka dianggap
untuk menetralkan atau mencegah, atau jelas berlebihan.
2. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang telah menyadari
bahwa obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan
(Catatan: ini tidak berlaku bagi anak-anak).
3. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas, menghabiskan
waktu (menghabiskan lebih dari satu jam sehari), atau secara bermakna
mengganggu rutinitas normal orang, fungsi pekerjaan (atau akademik),
atau aktifitas atau hubungan sosial yang biasanya.
9
4. Jika terdapat gangguan aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak
terbatas padanya (misalnya preokupasi dengan makanan jika terdapat
gangguan makan, menarik rambut jika terdapat trikotilomania,
permasalahan pada penampilan jika terdapat gangguan dismorfik tubuh,
preokupasi dengan obat jika terdapat suatu gangguan penggunaan zat,
preokupasi dengan menderita suatu penyakit serius jika terdapat
hipokondriasis, preokupasi dengan dorongan atau fanatasi seksual jika
terdapat parafilia, atau perenungan bersalah jika terdapat gangguan
depresif berat).
5. Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya obat yang
disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum.
Sebutkan jika: Dengan tilikan buruk:jika selama sebagian besar waktu
selama episode terakhir, orang tidak menyadari bahwa obsesi dan
kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan.
Pedoman diagnosis menurut PPDGJ III7:
a. Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan
kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama
sedikitnya dua minggu berturut-turut.
b. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu
aktivitas penderita.
c. Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:
Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.
Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan,
meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.
Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan
hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega
dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan
seperti dimaksud di atas.
Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan
pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive)
10
d. Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan
depresi. penderita gangguan obsesif kompulsif seringkali juga
menunjukkan gejala depresif, dan sebaliknya penderita gangguan depresi
berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode
depresifnya.
Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau
menurunnya gejala depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan
perubahan gejala obsesif. Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut,
maka diagnosis diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih dahulu.
Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada
gangguan depresif pada saat gejalobsesif kompulsif tersebut timbul. Bila
dari keduanya tidak adayang menonjol, maka baik menganggap depresi
sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas
diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain
menghilang.
e. Gejala obsesif ”sekunder” yang terjadi pada gangguan skizofrenia,
sindrom Tourette, atau gangguan mental organk, harus dianggap sebagai
bagian dari kondisi tersebut.
F42.0 Predominan Pikiran Obsesif atau Pengulangan
Pedoman Diagnostik
a. Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan pikiran, atau impuls
(dorongan perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien)
b. Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, umumnya hampir selalu
menyebabkan penderitaan (distress).
F42.1 Predominan Tindakan Kompulsif ( obsesional ritual)
Pedoman Diagnostik
a. Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan kebersihan (khususnya
mencuci tangan), memeriksa berulang untuk meyakinkan bahwa suatu
11
situasi yang dianggap berpotensi bahaya terjadi, atau masalah kerapian dan
keteraturan.
Hal tersebut dilatarbelakangi perasaan takut terhadap bahaya yang
mengancam dirinya atau bersumber dari dirinya, dan tindakan ritual
tersebut merupakan ikhtiar simbolik dan tidak efektif untuk menghindari
bahaya tersebut.
b. Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita banyak waktu sampai
beberapa jam dalam sehari dan kadang-kadang berkaitan dengan
ketidakmampuan mengambil keputusan dan kelambanan.
F42.2 Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif
Pedoman Diagnostik
a. Kebanyakn dari penderita obsesif kompulsif memperlihatkan pikiran
obsesif serta tindakan kompulsif. Diagnosis ini digunakan bialmana kedua
hal tersebut sama-sama menonjol, yang umumnya memang demikian.
b. Apabila salah satu memang jelas lebih dominan,sebaiknya dinyatakan
dalam diagnosis F42.0 atau F42.1. hal ini berkaitan dengan respon yang
berbeda terhadap pengobatan. Tindakan kompulsif lebih respondif
terhadap terapi perilaku.
F42.8 Gangguan Obsesif Kompulsif Lainnya
F42.9 Gangguan Obsesif Kompulsif YTT.
2.5 Diagnosis Banding Obsesif Kompulsif
Diagnosis banding untuk kasus obsesif-kompulsif terdiri dari kondisi
medis dan psikiatrik.8
1. Kondisi medis
Gangguan neurologis utama yang dipertimbangkan dalam diagnosis banding
adalah gangguan Tourette, gangguan tik lainnya, epilepsi lobus temporalis, dan
kadang-kadang komplikasi trauma dan pascaensefalitik. Gejala karakteristik dari
gangguan Tourette adalah tik motorik dan vokal yang sering dan hampir setiap
hari terjadi.
12
2. Kondisi psikiatrik
Pertimbangan psikiatrik utama di dalam diagnosis banding gangguan obsesif-
kompulsif adalah skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, fobia,
dan gangguan depresif. Gangguan obsesif kompulsif biasanya dapat dibedakan
dari skizofrenia oleh tidak adanya gejala skizofrenik lain, oleh kurang kacaunya
sifat gejala, dan oleh tilikan pasien terhadap gangguan mereka. Gangguan
kepribadian obsesif-kompulsif tidak memiliki derajat gangguan fungsional yang
berhubungan dengan gangguan obsesif-kompulsif. Fobia dibedakan dengan
tidak adanya hubungan antara pikiran obsesif dan kompulsi. Gangguan depresif
berat kadang-kadang dapat disertai oleh gagasan obsesif, tetapi pasien dengan
gangguan obsesif-kompulsif saja tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk
gangguan depresif berat.
Kondisi psikiatrik lain yang dapat berhubungan erat dengan gangguan
obsesif-kompulsif adalah hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan
kemungkinan gangguan impuls lainnya, seperti kleptomania dan judi patologis.
Pada semua gangguan tersebut pasien memiliki pikiran yang berulang, sebagai
contoh permasalahan tentang tubuhnya, atau perilaku yang berulang sebagai
contoh mencuri.
2.6 Terapi Obsesif Kompulsif
Terapi pada seseorang dengan gangguan obsesif-kompulsif terdiri dari
psikoterapi, psikofarmaka dan terapi perilaku.9
1. Psikoterapi
Penanganan psikoterapi untuk gangguan obsesif kompulsif umumnya
diberikan hampir sama dengan gangguan kecemasan lainnya. Psikoterapi
suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk pasien gangguan obsesif
kompulsif yang walaupun gejalanya memiliki berbagai derajat keparahan
adalah mampu untuk bekerja dan membuat penyesuaian sosial.8
Tujuan Psikoterapi Suportif adalah:1
1. Menguatkan daya tahan mental yang ada
2. Mengembangkan mekanisme yang baru dan yang lebih baik untuk
mempertahankan kontrol diri
13
3. Mengembalikan keseimbangan adaptif
Cara-cara psikoterapi suportif antara lain sebagai berikut:1
1. Ventilasi atau (psiko) kataris
2. Persuasi atau bujukan
3. Sugesti
4. Penjaminan kembali (reassurance)
5. Bimbingan dan penyuluhan
6. Terapi kerja
7. Hipno-terapi dan narkoterapi
8. Psikoterapi kelompok
9. Terapi perilaku
Ada beberapa faktor gangguan obsesif-kompulsif sangat sulit untuk
disembuhkan, penderita gangguan obsesif-kompulsif kesulitan
mengidentifikasi kesalahan (penyimpangan perilaku) dalam mempersepsi
tindakannya sebagai bentuk penyimpangan perilaku yang tidak normal.
Individu beranggapan bahwa ia normal-normal saja walaupun perilakunya itu
diketahui pasti sangat menganggunya. Baginya, perilaku kompulsif tidak
salah dengan perilakunya tapi bertujuan untuk memastikan segala sesuatunya
berjalan dengan baik-baik saja. Faktor lain adalah kesalahan dalam
penyampaian informasi mengenai kondisi yang dialami oleh individu oleh
praktisi secara tidak tepat dapat membuat individu merasa enggan untuk
mengikuti terapi.
2. Psikofarmaka
a. Penggolongan
1) Obat Anti-obsesif kompulsif trisiklik
Contoh: Clomipramine.
2) Obat Anti-obsesif kompulsif SSRI (Serotonin Reuptake Inhibitors)
Contoh: Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine, Citalopram.
14
b. Indikasi Penggunaan
Gejala sasaran (target syndrome): Sindrom Obsesif Kompulsif.
Butir-butir diagnostik Sindrom Obsesif Kompulsif:
1) Selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari mengalami
gejala-gejala obsesif kompulsif yang memiliki ciri-ciri berikut:
a) Diketahui/disadari sebagai pikiran, bayangan atau impuls dari diri
individu sendiri;
b) Pikiran, bayangan, atau impuls tersebut harus merupakan
pengulangan yang tidak menyenangkan (ego-distonik);
c) Melaksanakan tindakan sesuai dengan pikiran, bayangan atau
impuls tersebut diatas bukan merupakan hal yang memberi kepuasan
atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau ansietas);
d) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang masih tidak berhasil
dilawan/dielakkan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi
dilawan/dielakkan oleh penderita
2) Gejala-gejala tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau
menggangu aktivitas sehari-hari (disability)
Respon penderita gangguan obsesif kompulsif terhadap
farmakoterapi seringkali hanya mencapai pengurangan gejala sekitar
30%-60% dan kebanyakan masih menunjukkan gejala secara menahun.
Namun demikian, umumnya penderita sudah merasa sangat tertolong.
Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang lebih baik, perlu disertai
dengan terapi perilaku (behavior therapy).
Clomipramine. Clomipramine biasanya dimulai dengan dosis 25
sampai 50 mg sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan
25 mg sehari setiap dua sampai tiga hari, sampai dosis maksimum 250 mg
sehari atau tampak efek samping yang membatasi dosis. Karena
Clopramine adalah suatu obat trisiklik, obat ini disertai dengan efek
samping berupa sedasi, hipotensi, disfungsi seksual dan efek samping
antikolinergik, seperti mulut kering.
15
SSRI. Penelitian tentang Fluoxetine dalam gangguan obsesif-
kompulsif menggunakan dosis sampai 80 mg setiap hari untuk mencapai
manfaat terapeutik. Walaupun SSRI mempunyai efek seperti
overstimulasi, kegelisahan, nyeri kepala, insomnia, mual, dan efek
samping gastrointestinal, SSRI dapat ditoleransi dengan lebih baik
daripada obat trisiklik. Dengan demikian, kadang-kadang SSRI digunakan
sebagai obat lini pertama dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif.3
Obat lain. Jika pengobatan dengan Clomipramine atau SSRI tidak
berhasil, banyak ahli terapi menambahkan lithium (Eskalith). Obat lain
yang dapat digunakan dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif
adalah inhibitor monoamin oksidase (MAOI = monoamine oxidase
inhibitor), khususnya Phenelzine (Nardil).
3. Terapi perilaku
Walaupun beberapa perbandingan telah dilakukan, terapi perilaku
sama efektifnya dengan farmakoterapi pada gangguan obsesif-kompulsif.
Dengan demikian, banyak klinisi mempertimbangkan terapi perilaku
sebagai terapi terpilih untuk gangguan obsesif-kompulsif. Terapi perilaku
dapat dilakukan pada situasi rawat inap maupun rawat jalan. Pendekatan
perilaku utama pada gangguan obsesif-kompulsif adalah pemaparan dan
pencegahan respon. Desensitisasi, menghentikan pikiran, pembanjiran,
terapi implosi, dan pembiasaan tegas juga telah digunakan pada pasien
gangguan obsesif-kompulsif. Dalam terapi perilaku pasien harus benar-
benar menjalankannya untuk mendapatkan perbaikan.
4. Terapi lain
Terapi keluarga seringkali berguna dalam mendukung keluarga,
membantu menurunkan percekcokan perkawinan yang disebabkan
gangguan, dan membangun ikatan terapi dengan anggota keluarga untuk
kebaikan pasien. Terapi kelompok berguna sebagai sistem pendukung
bagi beberapa pasien.
5. Terapi Perilaku Kognitif
16
Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behavior Therapy) untuk
mengatasi gangguan obsesif-kompulsif. Mendasarkan pada perspektif
kognitif dan perilaku, teknik yang umumnya diterapkan untuk mengatasi
gangguan obsesif-kompulsif adalah exposure with response prevention.
Pasien dihadapkan pada situasi dimana ia memiliki keyakinan bahwa ia
harus melakukan tingkah laku ritual yang biasa dilakukannya namun
mereka cegah untuk tidak melakukan ritual itu. Jika klien dapat mencegah
untuk tidak melakukan ritual tersebut dan ternyata sesuatu yang
mengerikannya tidak terjadi. Hal ini dapat membantu dalam mengubah
keyakinan individu akan tingkah laku ritual. Teknik lain berupa terapi
kognitif dimana mengajarkan jalan terbaik dan efektif untuk merespon
pikiran obsesif tanpa perlu sampai ke kompulsif.
2.7 Prognosis Obsesif Kompulsif
Suatu prognosis yang buruk dinyatakan oleh mengolah (bukannya
menahan) pada kompulsif, onset pada masa anak-anak, kompulsif yang aneh perlu
perawatan di rumah sakit, gangguan depresi berat yang menyertai, kepercayaan,
waham, adanya gagasan yang terlalu dipegang (overvalued) yaitu penerimaan
obsesif dan kompulsif dan adanya gangguan keperibadian. Prognosis yang baik
ditandai oleh penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa
pencetus, dan suatu sifat gejala yang episodik.9
17