oleh: muhammad fawwaz universitas airlangga …
TRANSCRIPT
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
SKRIPSI
ANALISIS SPASIAL UNTUK MENGIDENTIFIKASI DETERMINAN ANGKA KEMATIAN NEONATAL DI PROVINSI JAWA TIMUR
Oleh:
MUHAMMAD FAWWAZ
UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM SARJANA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
SURABAYA 2016
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
i SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
SKRIPSI
ANALISIS SPASIAL UNTUK MENGIDENTIFIKASI DETERMINAN ANGKA KEMATIAN NEONATAL DI PROVINSI JAWA TIMUR
Oleh:
MUHAMMAD FAWWAZ NIM. 101211132016
UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM SARJANA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
SURABAYA 2016
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ii SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK ... MUHAMMAD FAWWAZ
PENGESAHAN
Dipertahankan di Depan Tim Penguji Skripsi Program Sarjana Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga dan diterima untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM.) Pada tanggal 18 Juli 2016
Mengesahkan Universitas Airlangga
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Dekan,
Prof. Dr. Tri Martiana, dr., M.S. NIP 195603031987012001
Tim Penguji: 1. Dr. Atik Choirul Hidayah, dr., M.Kes. 2. Dr. Arief Wibowo, dr., MS. 3. Yessy Dessy Arna, S.Kp., M.Kep., Sp.Kom.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
iii
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM.) Departemen Biostatistika dan Kependudukan
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga
Oleh:
MUHAMMAD FAWWAZ NIM 101211132016
Surabaya, 26 Juli 2016
Menyetujui, Pembimbing,
Dr.Arief Wibowo,dr., M.S. NIP 195903101986011001
Mengetahui,
Koordinator Program Studi, Ketua Departemen, Corie Indria Prasasti, S.KM., M.Kes. Dr.Windhu Purnomo,dr., M.S. NIP 198105102005012001 NIP 195406251983031002
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
iv SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
SURAT PERNYATAAN TENTANG ORISINALITAS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama : Muhammad Fawwaz NIM : 101211132016 Program Studi : Kesehatan Masyarakat Fakultas : Kesehatan Masyarakat Jenjang : Sarjana (S1)
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan skripsi saya yang berjudul:
ANALISIS SPASIAL UNTUK MENGIDENTIFIKASI DETERMINAN ANGKA KEMATIAN NEONATAL DI PROVINSI JAWA TIMUR. Apabila suatu saat nanti terbukti melakukan tindakan plagiat, maka saya akan menerima sanksi yang telah ditetapkan.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Surabaya, 26 Juli 2016
Muhammad Fawwaz NIM 101211132016
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
v SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan anugerah-Nya sehingga skripsi dengan judul “ANALISIS SPASIAL UNTUK MENGIDENTIFIKASI DETERMINAN ANGKA KEMATIAN NEONATAL DI PROVINSI JAWA TIMUR” dapat terselesaikan sebagai salah satu persyaratan akademis dalam rangka menyelesaikan kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga dapat terselesaikan dengan baik.
Dalam skripsi ini saya ingin meneliti apakah ada hubungan secara spasial antara cakupan kunjungan K4, persentase berat badan lahir rendah, cakupan persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, cakupan kunjungan neonatal lengkap, cakupan komplikasi neonatal ditangani, cakupan komplikasi kebidanan ditangani terhadap angka kematian neonatal di Provinsi Jawa Timur
Pada kesempatan ini saya ucapkan banyak terimakasih sebanyak-banyaknya kepada bapak Dr.Arief Wibowo,dr., MS. selaku dosen pembimbing yang telah telah memberikan petunjuk, koreksi, serta saran hingga terwujudnya skripsi ini. Selain itu saya juga mengucapkan terimakasih kepada: 1. Prof. Dr. Tri Martiana dr. MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga 2. Corie Indria Prasasti, S.KM., M.Kes selaku Koordinator Program Studi
Kesehatan Masyarakat 3. Dr.Windhu Purnomo,dr., MS. selaku Ketua Departemen Biostatistika dan
Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga 4. Kedua Orang Tua saya Yazid Saleh dan Afifah Muhammad yang selalu
mendoakan dan mendukung selama perngerjaan skripsi ini. 5. Pimpinan, dosen, staf, serta karyawan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga terutama dosen peminatan Kesehatan Lingkungan. 6. Shofwanto Adhi Isnanda teman satu kos yang mendukung saya selama
pengerjaan skripsi ini. 7. Muhammad Heykal Ba’awad yang selalu mendukung saya selama pengerjaan
skripsi ini. 8. Teman-teman IKMB 2012, dan seluruh teman seangkatan yang selalu ada dan
memberikan dukungan secara moral. 9. Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan anugerah-Nya serta balasan pahala atas segala yang telah diberikan dan semoga skripsi ini bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun pihak lain yang memanfaatkan.
Surabaya, Juni 2016
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
vi SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
ABSTRACT
Child mortality is one focus of worldwide health issues, thus it becomes one of objectives of the Millennium Development Goals (MDGs). Child mortality is also included in the Sustainable Development Goals (SDGs), which is a continuation of the MDGs ended in 2015. At 56 percent of infant deaths occur in the neonatal period and 46 percent of under-five deaths occur in neonatal period. This research aimed to identify the determinants of neonatal mortality rate, so the infant mortality rate will decrease if neonatal mortality rate is lowered.
This research is an observational study using quantitative approach. Source of data was derived from the East Java public health office. The analysis method used spatial analysis Moran’s index and LISA. Independent variable is K4 visit scope, percentage of low birth weight, maternity coverage assisted by healthcare workers, full neonatal visit scope, neonatal complications handled scope, obstetric complications handled scope.
The result showed that Gresik and Probolinggo were spatially significant relationship on K4 visit, full neonatal visit, neonatal complications handled, maternity coverage assisted by healthcare workers with Low-Low and Low-High autocorrelation. In obstetric complication with High-Low and High-High autocorrelation. In percentage of low birth weight with Low-Low and High-High autocorrelation.
The conclusion that can be drawn is that there are spatial relationship between Gresik with neighbours and Probolinggo with neighbours in K4 visit scope, percentage of low birth weight, maternity coverage assisted by healthcare workers, full neonatal visit scope, neonatal complications handled scope, obstetric complications handled scope variables against neonatal mortality rate. Variables that had most dominant relation is K4 visit scope followed by percentage of low birth weight and full neonatal visit scope.
Keywords: Neonatal Mortality Rate, Spatial Analysis, East Java
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
vii SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
ABSTRAK
Kematian anak merupakan salah satu fokus permasalahan kesehatan dunia, sehingga kematian anak menjadi salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs). Kematian anak juga termasuk dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang merupakan kelanjutan dari MDGs yang berakhir tahun 2015. Pada kematian bayi 56 persen terjadi pada masa neonatal dan 46 persen kematian balita terjadi pada periode neonatal. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi determinan angka kematian neonatal, sehingga angka kematian bayi juga akan turun jika angka kematian neonatal diturunkan. Penelitian ini dilakukan dengan cara observasional dengan menggunkan pendekatan kuantitatif. Sumber data berasal dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Analisis yang digunakan adalah analisis spasial indeks Moran’s dan LISA. Variable bebas penelitian adalah cakupan kunjungan K4, persentase berat badan lahir rendah, cakupan persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, cakupan kunjungan neonatal lengkap, cakupan komplikasi neonatal ditangani, cakupan komplikasi kebidanan ditangani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kabupaten Gresik dan Kabupaten Probolinggo terdapat hubungan secara spasial yang signifikan pada cakupan K4, persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, komplikasi neonatal ditangani, dan kunjungan neonatal lengkap dengan autokorelasi Low-Low dan Low-High. Pada komplikasi kebidanan dengan autokorelasi High-Low dan High-High. Pada persentase berat badan lahir rendah dengan autokorelasi Low-Low dan High-High. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah terdapat hubungan secara spasial antara Kabupaten Gresik dengan daerah sekitar Kabupaten Gresik dan Kabupaten Probolinggo dengan daerah sekitar Kabupaten Probolinggo pada variabel cakupan K4, persalinan ditolong tenaga kesehatan, komplikasi neonatal ditangani, komplikasi kebidanan ditangani, kunjungan neonatal lengkap, dan persentase berat badan lahir rendah terhadap angka kematian neonatal. variabel yang memiliki kuat hubungan paling dominan adalah cakupan K4 diikuti oleh variabel persenatase berat badan lahir rendah dan variabel kunjungan neonatal lengkap. Kata Kunci: Angka Kematian Neonatal, Analisis Spasial, Jawa Timur
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
viii SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................ iv KATA PENGANTAR ................................................................................ v ABSTRACT ................................................................................................ vi ABSTRAK .................................................................................................. vii DAFTAR ISI ............................................................................................... viii DAFTAR TABEL ....................................................................................... x DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiii DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN, DAN ISTILAH ................. xiv BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1 1.2. Identifikasi Masalah ................................................................. 8 1.3. Rumusan Masalah .................................................................... 8 1.4. Tujuan Penelitian ...................................................................... 9 1.5. Manfaat Penelitian .................................................................... 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 12 2.1. Analisis Spasial ........................................................................ 12 2.2. Neonatal ................................................................................... 18 2.3. Faktor yang Mempengaruhi Angka Kematian Neonatal .......... 19 2.3.1. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ............................... 19 2.3.2. Antenatal Care (ANC) ................................................... 23 2.3.3. Kunjungan Neonatal ....................................................... 23 2.3.4. Komplikasi Neonatal ...................................................... 28 2.3.5. Komplikasi Kebidanan ................................................... 29 2.3.6. Persalinan di Tolong oleh Tenaga Kesehatan ................ 30 2.4. Kerangka Teori ......................................................................... 31 BAB III KERANGKA KONSEPTUAL ..................................................... 32 3.1. Kerangka Konseptual ............................................................... 32 BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................. 34 4.1 Rancangan Penelitian ................................................................ 34 4.2 Sumber Data .............................................................................. 34 4.3. Unit Observasi .......................................................................... 35 4.4. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 35 4.5. Variabel Penelitian, Sumber Data, Definisi Operasional ......... 35 4.6. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 36 4.7. Teknik Analisis Data ................................................................ 37 BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................... 39 5.1. Gambaran Umum Provinsi Jawa Timur ................................... 39 5.2. Kuantil Sebaran Variabel Penelitian di Provinsi Jawa Timur .. 42
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ix SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
5.3. Analisis Spasial Bivariat Antara Variabel Cakupan K4 Dengan Angka Kematian Neonatal .......................................... 49 5.4. Analisis Spasial Bivariat Antara Variabel Persalinan Ditolong Oleh Tenaga Kesehatan Dengan Angka Kematian Neonatal ... 55 5.5. Analisis Spasial Bivariat Antara Variabel Komplikasi Kebidanan Ditangani Dengan Angka Kematian Neonatal ....... 61 5.6. Analisis Spasial Bivariat Antara Variabel Komplikasi Neonatal Ditangani Dengan Angka Kematian Neonatal .......... 67 5.7. Analisis Spasial Bivariat Antara Variabel Kunjungan Neonatal Lengkap Dengan Angka Kematian Neonatal ........................... 73 5.8. Analisis Spasial Bivariat Antara Variabel Berat Badan Lahir Rendah Dengan Angka Kematian Neonatal............................. 79 5.9. Ringkasan Analisis Spasial Bivariat ........................................ 84 BAB VI PEMBAHASAN ........................................................................... 89 6.1. Hubungan Variabel Kunjungan K4 dengan Angka Kematian Neonatal ................................................................................... 89 6.2. Hubungan Variabel Persalinan Ditolong Oleh Tenaga Kesehatan dengan Angka Kematian Neonatal ......................... 91 6.3. Hubungan Variabel Komplikasi Kebidanan Ditangani dengan Angka Kematian Neonatal ....................................................... 94 6.4. Hubungan Variabel Komplikasi Neonatal Ditangani Dengan Angka Kematian Neonatal ....................................................... 96 6.5. Hubungan Variabel Kunjungan Neonatal Lengkap Dengan Angka Kematian Neonatal ....................................................... 98 6.6. Hubungan Variabel Berat Badan Lahir Rendah Dengan Angka Kematian Neonatal ....................................................... 101 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 103 7.1. Kesimpulan ............................................................................... 103 7.2. Saran ......................................................................................... 105 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 107 LAMPIRAN
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
x SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Tabel Halaman 4.1 Variabel Dan Definisi Operasional .................................................... 35 5.1 Cluster Hasil Bivariat Moran’s Scatterplot antara Variabel Cakupan K4 dan AKN ...................................................................................... 51 5.2 Hasil Uji Bivariat LISA antara Variabel Cakupan K4 dengan Angka Kematian Neonatal............................................................................. 52 5.3 Cluster Hasil Bivariat Moran’s Scatterplot antara Variabel Persalinan Ditolong Oleh Tenaga Kesehatan dan AKN ...................................... 56 5.4 Hasil Uji Bivariat LISA antara Variabel Persalinan Ditolong oleh Tenaga Kesehatan dengan Angka Kematian Neonatal ...................... 57 5.5 Cluster Hasil Bivariat Moran’s Scatterplot antara Variabel Komplikasi Kebidanan dan AKN ...................................................... 62 5.6 Hasil Uji Bivariat LISA antara Variabel Komplikasi Kebidanan Ditangani dengan Angka Kematian Neonatal.................................... 63 5.7 Cluster Hasil Bivariat Moran’s Scatterplot antara Variabel Komplikasi Neonatal Ditangani dan AKN ........................................ 68 5.8 Hasil Uji Bivariat LISA antara Variabel Komplikasi Neonatal Ditangani dengan Angka Kematian Neonatal.................................... 69 5.9 Cluster Hasil Bivariat Moran’s Scatterplot antara Variabel Kunjungan Neonatal Lengkap dan AKN ........................................... 74 5.10 Hasil Uji Bivariat LISA antara Variabel Kunjungan Neonatal Lengkap dengan Angka Kematian Neonatal ..................................... 75 5.11 Cluster Hasil Bivariat Moran’s Scatterplot antara Variabel Berat Badan Lahir Rendah dan AKN .......................................................... 80 5.12 Hasil Uji Bivariat LISA antara Variabel Berat Badan Lahir Rendah dengan Angka Kematian Neonatal .................................................... 81 5.13 Ringkasan Analisis Spasial Bivariat .................................................. 84
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
xi SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Gambar Halaman 1.1 Trend Pencapaian Angka Kematian Bayi Tahun 2009-2013 ............ 2 1.2 Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran Hidup Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 ....................... 3 1.3 Pemetaan Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran Hidup Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 .................................................................... 4 2.1 Contoh Pola Autokorelasi .................................................................. 13 2.2 Ilustrasi Contiguity ............................................................................. 15 2.3 Moran Scatterplot .............................................................................. 17 2.4 Kerangka Teori .................................................................................. 31 3.1 Kerangka Konseptual ......................................................................... 32 5.1 Peta Administrasi Provinsi Jawa Timur ............................................. 39 5.2 Peta Kabupten/Kota Provinsi Jawa Timur ......................................... 41 5.3 Sebaran Angka Kematian Neonatal di Provinsi Jawa Timur Tahun 2014.................................................................................................... 42 5.4 Sebaran Cakupan Kunjungan K4 di Provinsi Jawa Timur Tahun 2014.................................................................................................... 43 5.5 Sebaran Cakupan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan di Provinsi Jawa Timur tahun 2014 ...................................................................... 44 5.6 Sebaran Cakupan Komplikasi Kebidanan Ditangani di Provinsi Jawa Timur tahun 2014 ...................................................................... 45 5.7 Sebaran Cakupan Komplikasi Neonatal Ditangani di Provinsi Jawa Timur tahun 2014 ...................................................................... 46 5.8 Sebaran Cakupan Kunjungan Neonatal Lengkap di Provinsi Jawa Timur tahun 2014 ............................................................................... 47 5.9 Sebaran Berat Badan Lahir Rendah di Provinsi Jawa Timur tahun 2014.................................................................................................... 48 5.10 Bivariat Moran’s Scatterplot Cakupan K4 dan AKN ........................ 50 5.11 Peta Signifikansi Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Cakupan K4 dan AKN ............................................................................................ 53 5.12 Peta Cluster Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Cakupan K4 dan AKN ................................................................................................... 54 5.13 Bivariat Moran’s Scatterplot Persalinan Ditolong Oleh Tenaga Kesehatan dengan Angka Kematian Neonatal ................................... 55 5.14 Peta Signifikansi Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Persalinan Ditolong oleh Tenaga Kesehatan dan AKN....................................... 59 5.15 Peta Cluster Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Persalinan Ditolong oleh Tenaga Kesehatan dan AKN ...................................................... 60 5.16 Bivariat Moran’s Scatterplot Komplikasi Kebidanan Ditangani dan AKN ................................................................................................... 61 5.17 Peta Signifikansi Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Komplikasi Kebidanan Ditangani dan AKN ......................................................... 65
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
xii SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Nomor Judul Gambar Halaman 5.18 Peta Cluster Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Komplikasi Kebidanan Ditangani dan AKN ......................................................... 66 5.19 Bivariat Moran’s Scatterplot Komplikasi Neonatal Ditangani dan AKN ................................................................................................... 67 5.20 Peta Signifikansi Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Komplikasi Neonatal Ditangani dan AKN ............................................................ 71 5.21 Peta Cluster Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Komplikasi Neonatal Ditangani dan AKN ............................................................ 72 5.22 Bivariat Moran’s Scatterplot Kunjungan Neonatal Lengkap dan AKN ................................................................................................... 73 5.23 Peta Signifikansi Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Kunjungan Neonatal Lengkap dan AKN .............................................................. 77 5.24 Peta Cluster Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Kunjungan Neonatal Lengkap dan AKN .............................................................. 78 5.25 Bivariat Moran’s Scatterplot Berat Badan Lahir Rendah dan AKN . 79 5.26 Peta Signifikansi Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Berat Badan Lahir Rendah dan AKN ..................................................................... 83 5.27 Peta Cluster Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Berat Badan Lahir Rendah dan AKN ............................................................................... 83
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
xiii SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Lampiran Halaman 1. Permohonan Ijin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga ........................................................................ 110 2. Rekomendasi Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Jawa Timur .......................................................................... 111 3. Surat Balasan dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur terkait ijin Penelitian............................................................................................ 112 4. Surat Keterangan Kaji Lolos Etik ...................................................... 113
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
xiv SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH
Daftar Arti Lambang < = kurang dari > = lebih dari ≥ = lebih dari sama dengan ≤ = kurang dari sama dengan % = persen x = kali p = signifikansi α = alpha º = derajat I = Indeks Moran Daftar Singkatan MDGs = Millenium Development Goals BAPPENAS = Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RAKORKOP = Rapat Koordinasi Pelaksanaan Operasional Program SDGs = Sustainable Development Goals Kemenkes RI = Kementrian Kesehatan Republik Indonesia BPS = Badan Pusat Statistik AKB = Angka Kematian Bayi ProfilKes Jatim = Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur BBLR = Berat Badan Lahir Rendah SDKI = Survei Demografi Kesehatan Indonesia LISA = Local Indicator of Spatial Autocorrelation SIG = Sistem Informasi Geografis ANC = Antenatal Care ASI = Air Susu Ibu KIA = Kesehatan Ibu dan Anak Depkes RI = Departemen Kesehatan Republik Indonesia AKN = Angka Kematian Neonatal Dkk = dan kawan-kawan
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
1 SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kematian anak merupakan salah satu fokus permasalahan kesehatan dunia,
sehingga kematian anak menjadi salah satu tujuan Millenium Development Goals
(MDGs). Tujuan MDGs yang keempat yaitu menurunkan angka kematian anak
dibawah usia lima tahun menjadi dua per tiga dari tahun 1990 sampai tahun 2015.
Dalam mencapai target, angka kematian anak tergolong lambat walaupun
mengalami penurunan (BAPPENAS, 2008).
Pada tahun 2015, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
mengadakan rapat koordinasi pelaksanaan operasional program (RAKORKOP) di
Jakarta untuk membahas pencapaian MDGs hingga tahun 2015. Selain itu, pada
RAKORKOP juga membahas tentang kesehatan dalam kerangka Sustainable
Development Goals (SDGs) untuk kelanjutan dari MDGs yang berakhir pada
tahun 2015. Salah satu tujuan SDGs adalah menjamin kehidupan yang sehat dan
mendorong kesejahteraan bagi semua orang di segala usia. Didalam tujuan
tersebut terdapat 13 target, yang salah satunya adalah mengakhiri kematian bayi
dan balita yang dapat dicegah, dengan berusaha menurunkan angka kematian
neonatal setidaknya hingga 12 per 1.000 kelahiran hidup dan angka kematian
balita 25 per 1.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2015).
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Sumber: Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2013
Gambar 1.1 Trend Pencapaian Angka Kematian Bayi Tahun 2009-2013
Berdasarkan data BPS, AKB Jawa Timur tahun 2005-2013 turun dari
36,65 (tahun 2005) menjadi 27,23 per 1.000 kelahiran hidup (tahun 2013). Angka
tersebut masih jauh dari target MDGs tahun 2015 sebesar 23 per 1.000 kelahiran
hidup. Penurunan AKB mengindikasikan peningkatan derajat kesehatan
masyarakat sebagai salah satu wujud keberhasilan pembangunan di bidang
kesehatan (ProfilKes Jatim, 2013).
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Sumber: Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2013
Gambar 1.2 Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran Hidup Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2013
Berdasarkan gambar grafik 1.2 diatas, dapat diperoleh informasi bahwa
lebih dari 50% kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur memiliki Angka Kematian
Bayi (AKB) di atas angka provinsi. Kota Nganjuk memiliki angka tertinggi yaitu
23,8 per 1000 kelahiran hidup. Tingginya angka kematian bayi di Jawa Timur
tidak hanya disebabkan oleh faktor kesehatan saja, melainkan juga terkait dengan
faktor sosial ekonomi masyarakat.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Sumber: Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2013
Gambar 1.3 Pemetaan Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran Hidup Provinsi Jawa Timur Tahun 2013
Berdasarkan gambar 1.3 di atas dapat di gambarkan bahwa angka
kematian bayi yang tinggi tersebar merata di bagian barat Provinsi Jawa Timur
dan bagian timur laut Provinsi Jawa timur. Selain itu, berdasarkan gambar di atas
dapat dikatakan kabupaten/kota yang memiliki angka kematian bayi yang tinggi
juga dikelilingi oleh kabupaten/kota yang memiliki angka kematian bayi yang
tinggi pula.
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat bayi lahir sampai
satu hari sebelum ulang tahun pertama. Dari sisi penyebabnya, kematian bayi
dibedakan menjadi faktor endogen dan eksogen. Kematian bayi endogen adalah
kejadian kematian yang terjadi pada bulan pertama setelah bayi dilahirkan yang
umumnya disebabkan oleh faktor bawaan, kematian bayi endogen bisa disebut
sebagai kematian neonatal. Sedangkan kematian eksogen adalah kematian bayi
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
yang terjadi antara usia satu bulan sampai satu tahun, umumnya disebabkan oleh
faktor yang berkaitan dengan pengaruh lingkungan (ProfilKes Jatim, 2011).
Status kesehatan anak Indonesia semakin membaik. Hal ini ditunjukkan
oleh semakin rendahnya angka kematian neonatal, bayi, dan balita. Angka
kematian balita menurun dari 97 per seribu kelahiran hidup pada tahun 1991
menjadi 44 per seribu kelahiran hidup pada tahun 2007. Angka kematian bayi
menurun dari 68 per seribu kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi 34 per
seribu kelahiran hidup pada tahun 2007. Angka kematian neonatal menurun dari
32 per seribu kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi 19 per seribu kelahiran
hidup pada tahun 2007 (BAPPENAS, 2012).
Namun, penurunan kematian neonatal, bayi maupun balita cenderung
stagnan. Berdasarkan data susenas 2011 56 persen kematian bayi terjadi pada
masa neonatal dan 46 persen kematian balita terjadi pada periode neonatal.
Penyebab utama kematian balita adalah masalah neonatal (asfiksia, BBLR, dan
infeksi neonatal), penyakit infeksi (utamanya diare dan pneumonia) serta terkait
erat dengan masalah gizi (gizi buruk dan gizi kurang). Masalah lain adalah
disparitas angka kematian neonatal, kematian bayi dan angka kematian balita yang
cukup tinggi, antar provinsi. Kondisi ini disebabkan oleh masalah akses dan
kualitas pelayanan kesehatan, masalah sosial ekonomi dan budaya, pertumbuhan
infrastruktur serta keterbukaan wilayah tersebut akan pembangunan ekonomi dan
pendidikan (BAPPENAS, 2012).
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
6
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Upaya perbaikan tingkat kesehatan anak dipengaruhi oleh peningkatan
cakupan pelayanan yang diterima sejak anak berada dalam kandungan melalui
pelayanan pemeriksaan kehamilan yang berkualitas, persalinan oleh tenaga
kesehatan utamanya di fasilitas kesehatan, pelayanan neonatal (melalui kunjugan
neonatal), cakupan imunisasi utamanya cakupan imunisasi campak, penanganan
neonatal, bayi dan balita sakit sesuai standar baik di fasilitas kesehatan dasar dan
fasilitas kesehatan rujukan dan peningkatan pengetahuan keluarga dan masyarakat
akan perawatan pada masa kehamilan, pada masa neonatal, bayi dan balita
(BAPPENAS, 2012).
Tingginya kematian anak pada usia hingga satu tahun menunjukkan bahwa
masih rendahnya status kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Di samping itu masih
rendahnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak khususnya pada
masa persalinan dan sesudahnya. Hal lain adalah perilaku hidup bersih dan sehat
ibu hamil dan keluarga masih rendah. SDKI menyatakan bahwa kesenjangan
ekonomi antara perkotaan dan perdesaan dan kesenjangan ekonomi antar provinsi
dan kabupaten/kota juga menjadi salah satu penyebab AKB (BAPPENAS, 2012).
Faktor-faktor tersebut diatas berkaitan erat dengan kondisi geografi,
ekonomi, sosial,dan budaya sehingga untuk mengetahui hubungan dari faktor
yang mempengaruhi angka kematian neonatal diperlukan suatu pendekatan
analisis. Pendekatan analisis yang digunakan adalah teknik analisis spasial.
Analisis spasial merupakan teknik analisis data yang bertujuan untuk
mengidentifikasi determinan yang berhubungan dengan variabel dependen
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
7
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
(variabel terikat) didasarkan pada pengaruh keruangannya. Hasil dari teknik
analisis spasial diharapkan dapat membentuk kelompok spasial tentang posisi
geografis dari variabel independen yang berhubungan dengan angka kematian
neonatal di Provinsi Jawa Timur tahun 2014.
Analisis spasial belum pernah diterapkan oleh dinas kesehatan Provinsi
Jawa Timur. Pada seksi Informasi, Penelitian dan Pengembangan (InfoLitBang)
tidak menerapkan analisis spasial dikarenakan hanya fokus pada pembuatan profil
kesehatan Provinsi Jawa Timur, sedangkan pembuatan profil kesehatan Provinsi
Jawa Timur tidak memerlukan analisis spasial. Pada program pelayanan kesehatan
keluarga tidak menerapkan analisis spasial dikarenakan hanya mencari trend suatu
pelayanan dan analisis statistik yang digunakan hanya komparasi saja. Seksi
InfoLitBang dan program pelayanan kesehatan keluarga lebih fokus pada
pengumpulan data dan kualitas data.
Hukum pertama tentang geografi yang menjadi salah satu dasar
pengembangan analisis spasial dikemukakan oleh Tobler yang menyatakan
“everything is related to everything else, but near things are more related than
distant things”. Segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya,
tetapi sesuatu yang lebih dekat akan lebih berpengaruh daripada sesuatu yang
lebih jauh. Pada umumnya efek atau pengaruh spasial ini adalah memang hal yang
cukup lazim terjadi pada setiap data cross section (Schabenberger, 2005).
Autokorelasi spasial adalah suatu korelasi antara variabel dengan dirinya
sendiri atau dapat juga diartikan ukuran kemiripan dari objek dalam suatu ruang.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
8
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Pola spasial dapat ditunjukkan dengan autokorelasi spasial. Autokorelasi spasial
adalah penilaian korelasi antar pengamatan pada suatu variabel. Jika pengamatan
X1, X2, ......, Xn menunjukkan saling ketergantungan terhadap ruang, maka data
tersebut dikatakan terautokorelasi secara spasial. Sehingga autokorelasi spasial
digunakan untuk menganalisis polas spasial dari penyebaran titik-titik dengan
membedakan lokasi dan atributnya atau variabel tertentu. Beberapa pengujian
autokorelasi spasial adalah Moran’s I, Rasio Geary’s dan Local Indicator of
Spatial Autocorrelation (LISA). Pada penelitian ini hanya menggunakan Moran’s
I dan Local Indicator of Spatial Autocorrelation (LISA) (Lee dan Wong, 2001).
1.2 Identifikasi Masalah
Kematian neonatal dipengaruhi oleh beberapa faktor dan juga dipengaruhi
oleh faktor sosial budaya antar kabupaten dan kota. Apabila faktor determinan
yang berhubungan pada kematian neonatal dapat ditentukan pada masing-masing
kabupaten atau kota, maka angka kematian neonatal dapat berkurang. Uji statistik
yang yang cocok digunakan untuk mencari faktor determinan yang berhubungan
dengan angka kematian neonatal pada masing-masing kabupaten/kota adalah
analisis spasial dengan SIG, karena mengidentifikasi faktor-faktor determinan
yang berhubungan dengan angka kematian neonatal pada masing-masing
kabupaten/kota di provinsi Jawa Timur
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
9
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Angka kematian neonatal dipilih karena angka kematian neonatal
mempengaruhi angka kematian bayi, sedangkan angka kematian bayi merupakan
indikator utama derajat kesehatan masyarakat di suatu daerah. Meskipun angka
kematian bayi setiap tahunnya menurun namun penurunan kematian bayi
cenderung stagnan. Sehingga diperlukan mencari faktor determinan yang
berhubungan dengan angka kematian neonatal menurut kabupaten/kota agar
penurunan angka kematian bayi dapat diturunkan lagi.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat disimpulkan rumusan
masalah sebagai berikut: “Faktor determinan manakah yang signifikan
mempunyai hubungan dengan angka kematian neonatal di Provinsi Jawa Timur
secara spasial?”
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Menganalisis determinan angka kematian neonatal di Provinsi Jawa Timur
dengan pendekatan analisis spasial.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi hubungan spasial secara menyuluruh dan lokal antara
variabel kunjungan K4 terhadap angka kematian neonatal menurut
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
10
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
2. Mengidentifikasi hubungan spasial secara menyuluruh dan lokal antara
variabel persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terhadap angka
kematian neonatal menurut kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur.
3. Mengidentifikasi hubungan spasial secara menyuluruh dan lokal antara
variabel kunjungan neonatal lengkap terhadap angka kematian
neonatal menurut kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur.
4. Mengidentifikasi hubungan spasial secara menyuluruh dan lokal antara
variabel komplikasi neonatal ditangani terhadap angka kematian
neonatal menurut kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur.
5. Mengidentifikasi hubungan spasial secara menyuluruh dan lokal antara
variabel komplikasi kebidanan ditangani terhadap angka kematian
neonatal menurut kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur.
6. Mengidentifikasi hubungan spasial secara menyuluruh dan lokal antara
variabel berat badan lahir rendah (BBLR) terhadap angka kematian
neonatal menurut kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur.
7. Menganalisa determinan yang secara spasial mempunyai kuat
hubungan yang paling dominan mempengaruhi angka kematian
neonatal menurut kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Bagi Peneliti
Mampu mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama masa
perkuliahan, terutama dalam bidang Biostatistika dan Kependudukan.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
11
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
1.5.2 Manfaat Bagi Instansi
a. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi
segenap penentu kebijakan dan instansi terkait untuk mempriotaskan
program kesehatan dalam upaya menurunkan angka kematian
neonatal.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu gambaran tentang
faktor determinan yang berhubungan dengan angka kematian neonatal
menurut kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dan bahan
pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam
menyusun perencanaan terutama pada sektor kesehatan dalam rangka
meningkatkan bobot kualitas manusia di daerah masing-masing, serta
untuk mencapai derajat kesehatan yang ditargetkan dalam “SDGs
2030”.
1.5.3 Manfaat Bagi Fakultas
Dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk kajian penelitian
selanjutnya tentang masalah kependudukan dan kesehatan serta dapat memberikan
masukan bagi peneliti yang lain.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
12
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Analisis Spasial
Spasial berasal dari kata space yang artinya ruang. Spasial lebih fokus
kepada ekosistem sehingga dapat memperhatikan tempat, ketinggian, dan waktu.
Analisis spasial dapat digunakan dalam berbagai bidang keilmuan antara lain
ekonomi, budaya, dan kesehatan. Dalam bidang kesehatan analisis spasial
merupakan bagian dari manajemen penyakit untuk menganalisis dan menguraikan
tentang data penyakit secara geografi yang berkaitan dengan kependudukan,
persebaran penyakit, lingkungan, perilaku, dan sosial ekonomi (Ahmadi, 2008).
Menurut Undang-undang No. 4 tahun 2011 dalam Maya (2014) spasial
merupakan aspek keruangan suatu kejadian yang mencakup lokasi, letak, dan
posisinya. Informasi dari data keruangan yang menunjukkan lokasi, letak dan
posisi suatu kejadian di bumi disebut sebagai informasi geospasial. Autokorelasi
spasial dapat terjadi apabila terdapat pola yang sistematik dalam sebaran suatu
kejadian. Hal tersebut terjadi karena adanya variasi geografi dari suatu wilayah
juga mempengaruhi perbedaan kebijakan, gaya hidup, adat istiadat, suatu daerah
termasuk kesehatan individu.
2.1.1 Autokorelasi Spasial
Autokorelasi Spasial adalah korelasi antara variabel dengan dirinya sendiri
berdasarkan ruang atau dapat diartikan suatu ukuran dari kemiripan objek di
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
13
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
dalam suatu ruang (jarak, waktu dan wilayah). Jika terdapat poala sistematik di
dalam penyebaran sebuah variabel, maka terdapat autokorelasi spasial.
Autokorelasi spasial menunjukkan bahwa nilai atribut pada daerah tertentu terkait
dengan nilai atribut pada daerah lain yang letaknya berdekatan atau bertetangga
(Luknanto, 2003).
Gambar 2.1 Contoh Pola Autokorelasi
Berdasarkan Lembo (2006) dalam Syafitiri et al.(2008) menyebutkan jika
ada pola yang sistematik dalam sebaran spasial suatu atribut, maka dapat
dikatakan bahwa ada autokorelasi spasial dalam atribut tersebut. Berdasarkan
Gambar 2.1 menunjukkan autokorelasi spasial dikatakan bernilai positif, apabila
daerah didekatnya atau tetangga memiliki kesamaan. Bernilai negatif, apabila
menggambarkan pola dimana daerah tetangga tidak seperti atau berbeda pada
pengelompokan wilayah. Jika pola yang berbentuk adalah acak (random) maka
tidak menunjukkan autokorelasi spasial (Luknanto, 2003).
2.1.2 Matriks Pembobot Spasial
Dubin 2009 (dalam Purwaningsih, 2014) matriks pembobot spasial pada
dasarnya merupakan matriks yang menggambarkan hubungan antar wilayah dan
diperoleh berdasarkan informasi jarak atau ketetanggaan. Diagonal dari matriks
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
14
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
ini umumnya diisi dengan nilai nol. Karena matriks pembobot menunjukkan
hubungan antara keseluruhan lokasi, maka dimensi dari matriks ini adalah NxN,
dimana N adalah banyaknya lokasi atau banyaknya unit lintas objek.
Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk menampilkan hubungan
spasial antar lokasi, diantaranya adalah konsep persinggungan (contiguity). Jenis
persinggungan ada 3 yaitu, Rook Contiguity, Bishop Contiguity dan Queen
Contiguity. Matriks contiguity menunjukkan hubungan spasial suatu lokasi
dengan lokasi lainnya yang bertetangga. Pemberian nilai 1 diberikan jika lokasi-i
bertetangga langsung dengan lokasi-j, sedangkan nilai 0 diberikan jika lokasi-i
tidak bertetangga dengan lokasi-j (Dubin 2009, dalam Purwaningsih 2014).
Rook contiguity merupakan persentuhan sisi wilayah sati dengan sisi
wilayah yang lain yang bertetanggaan, sedangkan Bishop contiguity adalah
persentuhan titik vertek wilayah satu dengan wilayah tetangga yang lain. Adapun
Queen contiguity merupakan persentuhan baik sisi maupun titik vertek wilayah
satu dengan wilayah yang lain yaitu gabungan rook contiguity dan bishop
cntiguity (Dubin 2009, dalam Purwaningsih 2014).
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
15
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Gambar 2.2 Ilustrasi Contiguity
Matrik pembobot yang dapat terbentuk darai Gambar 2.2 diatas adalah
sebagai berikut
2.1.3 Moran’s I
Moran’s I merupakan pengembangan dari korelasi pearson pada data
univariate series. Fungsi Moran’s I adalah untuk mengetahui kuat hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen secara keseluruhan.
Moran’s I mengukur korelasi satu variabel misal x (xi dan xj) dimana i ≠ j
i=1,2,...n, j=1,2....n dengan banyak data sebesar n, maka formula dari Moran’s I
adalah pada persamaan berikut.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
16
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
X bar pada persamaan diatas merupakan rata-rata dari variabel x, wij merupakan
elemen dari matrik pembobot dan S0 adalah jumlah dari elemen matrik pembobot
dimana S0 = ∑i∑j wij. Nilai dari indeks I ini berkisar antara -1 dan 1. Idetifikasi
pola menggunakan kriteria nilai indeks I, jika I > I0, maka mempunyai pola
mengelompok (cluster), jika I = I0, mkaa berpola menyebar tidak merata (tidak
ada autokorelasi), dan I < I0, memiliki pola menyebar. I0 merupakan nilai
ekspektasi dari I yang dirumuskan E(I)= I0= -1/(n-1) (Lee dan Wong 2001).
2.1.4 Moran’s Scatterplot
Lee dan Wong (2001) menyebutkan bahwa Moran’s Scatterplot adalah
salah satu cara untuk menginterpetasikan statistik Indeks Moran. Moran’s
Scatterplot merupakan alat untuk melihat hubungan antara nilai yang diamati
dengan nilai rata-rata daerah tetangga.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
17
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Gambar 2.3 Moran Scatterplot
Berdasarkan ilustrasi gambar 2.3 diatas Kuadran I (terletak di kanan atas)
disebut High-High (HH), menunjukkan daerah yang empunyai nilai pengamatan
tinggi. Kuadran II (terletak di kiri atas) disebut Low-High (LH), menunjukkan
daerah dengan pengamatan rendah tapi dikelilingi daerah dengan nilai
pengamatan tinggi. Kuadran III (terletak di kiri bawah) disebut Low-Low (LL),
menunjukkan daerah dengan nilai pengamatan rendah dan dikelilingi daerah yang
juga mempunyai nilai pengamatan rendah. Kuadran IV (terletak di kanan bawah)
disebut High-Low (HL), menunjukkan daerah dengan nilai pengamatan tinggi
yang dikelilingi oleh daerah dengan nilai pengamatan rendah (Kartika, 2007).
Moran’s Scatterplot yang banyak menempatkan pengamatan di kuadran
HH dan kuadran LL akan cenderung mempunyai nilai autokorelasi spasial yang
positif (cluster). Sedangkan Moran’s Scatterplot yang banyak menempatkan
pengamatan di kuadran HL dan LH akan cenderung mempunyai nilai autokorelasi
spasial yang negatif.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
18
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
2.1.5 Local Indicator of Spatial Autocorrelation (LISA)
Pengidentiikasian koefisisen autocorrelatiion secara lokal dalam artian
menemukan korelasi spasial pada setiap daerah, dapat digunakan Moran’s I.
Berbeda dengan Moran’s I yang dijelaskan sebelumnya yang merupakan indikasi
dari global autocorrelation, Moran’s I pada LISA meng-indikasikan local
autocorrelation. LISA disini mengidentifikasi bagaimana hubungan antara suatu
lokasi pengamatan terhadap lokasi pengamatan yang lainnya. Menurut Lee dan
Wong (2011), semakin tinggi nilai local maka akan memberikan informasi bahwa
wilayah yang berdekatan memiliki nilai yang hampir sama atau membentuk suatu
penyebaran yang mengelompok.
2.2 Neonatal
2.2.1 Pengertian Neonatal
Menurut Arkhanda 1986, periode neonatal dimulai sejak bayi dilahirkan
hingga berusia 28 hari yang merupakan periode berbahaya karena umumya 70%
dari kematian bayi terjadi pada periode neonatal. Bayi harus menyesuaikan diri
dengan perubahan lingkungan dalam periode ini yaitu dari keadaan saat di dalam
kandungan ke keadaan di luar kandungan.
Definisi neonatal menurut Jumiami 1998, yaitu proses penyesuaian diri
dari kehidupan intruterin ke kehidupan ekstrauterin oleh bayi yang baru
mengalami proses kelahiran.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
19
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Muslihatun (2010) menyatakan masa neonatal merupakan masa sejak lahir
hingga 28 hari atau 4 minggu setelah kelahiran. Neonatal yaitu bayi yang baru
lahir sampai usia 1 bulan setelah lahir. Terdapat dua masa neonatal yaitu nenatal
dini dan neonatal lanjut. Neonatal dini merupakan bayi yang berusia 0 hingga 7
hari. Neonatal lanjut merupakan bayi yang berusia 7 hingga 28 hari. Masa
terjadinya kehiddupan di luar uterus disebu masa neonatal. Pada masa neonatal
terjadi adaptasi semua sistem organ tubuh dan perubahan fungsi organ serta
sistem kekebalan tubuh yang belum sempurna.
2.2.2 Definisi Angka Kematian Neonatal
Angka Kematian Neonatal (Neonatala Mortality Rate) adalah angka
kematian bayi umur 0-28 hari pada suatu tahun per 1000 kelahiran hidup pada
tahun yang sama. Angka kematian neonatal digunakan untuk menilai besarnya
kematian bayi dalam 28 hari setelah dilahirkan dan juga untuk menilai baik
buruknya pertolongan persalinan dan terutama perawatan bayi baru lahir
(Sukarni,1999).
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Angka Kematian Neonatal
2.3.1 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
2.3.1.1 Pengertian
Menurut Muslihatun 2010, Bayi berat lahir rendah atau BBLR merupakan
bayi baru lahir yang berat badan lahirnya kurang 2500 gram. BBLR dibagi
menjadi tiga kategori berdasarkan masa kehamilan.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
20
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
1. Bayi kurang bulan yaitu usia kehamilan bayi kurang dari 37 minggu atau
259 hari
2. Bayi cukup bulan yaitu usia kehamilan bayi dari 37 hingga 42 minggu atau
259 sampai 293 hari
3. Bayi lebih bulan yaitu usia kehamilan bayi dari 42 minggu (294 hari) atau
lebih.
Sudarti 2013 mengkategorikan BBLR menjadi 2 dua kategori.
1. Bayi kurang bulan yaitu bayi dengan umur kehamilan 37 minggu
2. Bayi kecil masa kehamilan (KMK) yaitu bayi yang saat dilahitkan kurang
dari percentil ke-10 dari kurva pertumbuhan janin.
Sudarti 2013, Membedakan BBLR menjadi tiga macam berdasarkan
penangan dan harapan hidup.
1. BBLR yaitu bayi dengan berat lahir 1500-2499 gram
2. BBLSR yaitu bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram
3. BBLER yaitu bayi dengan berat lahir kurang dari 1000 gram
2.3.1.2 Etiologi
Menurut Sudarti 2013, faktor yang mempengaruhi BBLR terdiri dari.
1. Faktor Ibu
1) Usia ibu<20 tahun atau >35 tahun
2) Paritas
3) Ras
4) Infertilitas
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
21
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
5) Riwayat Kehamilan tidak baik
6) Lahir abnormal
7) Jarak kelahiran terlalu dekat
8) BBLR pada anak sebelumnya
9) Preeklamsia
2. Faktor Plasenta
1) Tumor
2) Kehamilan ganda
3. Faktor Janin
1) Infeksi bawaan
2) Kelainan kromosom
Menurut Muslihatun 2010, faktor penyebab kejadian BBLR dibedakan
menjadi tiga.
1. Faktor Ibu
1) Penyakit ibu: toksaemia, greavidarum, pendarahan antepartum,
trauma fisik dan psikologis, nefritis akut dan diabetes militus.
2) Usia Ibu: usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun,
multigravida dengan jarak persalinan terlalu dekat.
3) Keadaan sosial: ekonomi rendah dan perkawinan tidak sah.
4) Kebiasaan ibu: ibu perokok, peminum alkohol dan pecandu
narkoba
2. Faktor bayi: hidramnion, kehamilan ganda dan kelainan kromosom
3. Faktor lingkungan: dataran tinggi, radiasi dan zat racun
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
22
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
2.3.1.3 Tanda dan Gejala
Sudarti 2013, menyatakan tanda dan gejala bayi BBLR antara lain
1. Berat badan bayi kurang dari 2500 gram.
2. Panjang bayi kurang dari 45 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm, dan
lingkar dada kurang dari 30 cm.
3. Kepala batu terlihat lebih besar dibandingkan dengan badannya, rambut
kepala tipis dan halus, elastisitas daun telinga.
4. Dinding thorax pada dada bayi elastis dan puting susu belum terbentuk.
5. Abdomen bayi terjadi distensi abdomen, kulit perut tipis dan terlihat
pembuluh darah.
6. Kulit bayi terlihat transparan dan tipis.
7. Banyaknya lanugo dan masih sedikitnya jaringan lemak subkutan.
8. LK skrotum kecil, terstis tidak teraba, PR labia mayora hampir tidak ada
dan klitoris menonjol.
9. Kadang terjadi oedema pada ekstremitas dan garis telapak kaki sedikit.
10. Pergerakan masih lemah untuk fungsi motorik.
2.3.1.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan setelah bayi lahir secara umum yaitu dengan
membersihkan jalan napas, mengusahakan napas pertama dan seterusnya,
perawatan tali pusat dan perawatan mata. Secara khusus penatalaksanaan BBLR
aitu suhu tubuh bati dijaga pada suhu aksila 36,5 sampai 37,5oC, memberi O2
sesuai dengan masalah pernapasan dan pantau dengan oksimetri, memantau
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
23
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
sirkulasi dengan tepat, mengawasi keseimbangan cairan dan nutrisi, pencegahan
infeksi, dan mencegah perdarahan yaitu dengan vitamin K mg/pemberian
(Sudarti, 2013).
2.3.2 Antenatal Care(ANC)
Antenatal care didefinisikan sebagai pelayanan kesehatan yang
berhubungan dengan kehamilan yang diberikan oleh tenaga edis professional
(dokter umum, dokter ahli kebidanan dan kandungan, perawat, bidan, atau bidan
di desa) (SDKI, 2007). Pemeriksaan kehamilan dibedakan menurut jenis tenaga
kesehatan, jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan, umur kehamilan pada
kunjungan pertama, jenis pelayanan kesehatan, dan informasi yang diberikan
ketika pemeriksaan kehamilan, dan imunisasi tetanus toxoid.
Program kesehatan ibu di indonesia menganjurkan agar ibu hamil
melakukan paling sedikit empat kali kunjungan untuk pemeriksaan selama
kehamilan. Menurut jadwal adalah sebagai berikut: paling sedikit sekali
kunjungan dalam trimester pertama, paling sedikit sekali kunjungan dalam
trimester kedua, dan paling sedikit dua kali kunjungan dalam trimester ketiga
(Depkes RI, 2001).
2.3.3 Kunjungan Neonatal
2.3.3.1 Definisi Kunjungan Neonatal
Kunjungan neonatal merupakan salah satu pelayanan kesehatan neonatal
yaitu pelayanan kesehatn standar kepada neonatal oleh tenaga kesehatan yang
kompeten. Pelayanan kesehatan neonatal diberikan selama masa 0-28 hari setelah
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
24
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
lahir sedikitnya 3 kali melalui fasilitas kesehatan maupun kunjungan rumah
(Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2008).
Kunjungan neonatal adalah upaya mengurangi risiko neonatal yang rentan
gangguan kesehatan melalui pelayanan kesehatan neonatal minimal 3 kali yaitu 2
kali saat bayi usia 0 sampai 7 hari dan 1 kali saat bayi usia 8 sampai 28 hari yang
disebut kunjungan neonatal lengkap (Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2010).
2.3.3.2 Tujuan Kunjungan Neonatal
Menurut Dinas Kesehatan Jawa Timur 2008, kunjungan neonatal penting
dilakukan sebab risiko terbesar kematian neonatal terjadi saat 24 jam pertama
kehidupan, minggu pertama dan bulan pertama kehidupan. Tujuan dari kunjungan
neonatal yaitu:
a. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan dasar pada neonatal
b. Mengetahui sedini mungkin jika neonatal ditemukan masalah atau
kelainan.
2.3.3.3 Pelaksanaan Kunjungan Neonatal
Pelaksanaan kunjungan neonatal menurut Dinas Kesehatan Jawa Timur
2008, meliputi:
1. Kunjungan neonatal ke-1 (KN1) dilaksanakan saat 6-48 jam setelah
lahir.
2. Kunjungan neonatal ke-2 (KN2) dilaksanakan saat hari ke-3 sampai
hari ke-7 setelah lahir.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
25
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
3. Kunjungan neonatal ke-3 (KN3) dilaksanakan saat hari ke-8 sampai
hari ke-28 setelah lahir.
Adapun pelayanan yang diberikan yaitu peayanan kesehatan dasar secara
komprehensif untuk memastikan bayi dalam keadaan sehat meliputi:
1. Pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir dengan perawatan tali
pusat, melaksanakan ASI eksklusif, memastikan bayi telah diberi
injeksi vitamin K1, memastikan bayi telah diberi Salep Mata
Antibiotik, dan pemberian imunisasi Hepatitis B0.
2. Pemeriksaan dengan pendekatan Manajemen Terpadu Bayi Muda
(MTBM) yaitu:
a. Pemeriksaan tanda bahaya meliputi:
1) Kemungkinan infeksi bakteri
2) Ikterus
3) Diare
4) Berat badan rendah
5) Masalah pemberian ASI
b. Pemberian Imunisasi Hepatitis B0 yang diberikan jika bayi
belum menerima saat perawatan bayi baru lahir.
c. Konseling kepada ibu dan keluarga yaitu untuk:
1) Memberikan ASI eksklusif
2) Pencegahan hipotermi
3) Melaksanakan perawatan bayi baru lahir menggunakan
Buku KIA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
26
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
d. Jika diperlukan dilakukan penanganan dan rujukan kasus
Pelayanan kesehatan neonatal diberikan oleh tenaga kesehatan yaitu:
1. Dokter spesialis anak
2. Dokter
3. Bidan
4. Perawat
2.3.3.4 Perhitungan Cakupan Kunjungan Neonatal
Cakupan kunjungan neonatal merupakan perbandingan antara jumlah
neonatal yang memperoleh pelayanan kesehatan sesuai standar kunjungan
neonatal dengan penduduk sasaran bayi di suatu wilayah kerja pada waktu
tertentu. Cakupan kunjungan neonatal digunakan untuk mengukur jangkauan
program KIA dalam pelayanan neonatal dan mengukur kualitas pelayanan
neonatal.
Rumus cakupan kunjungan neonatal sebagai berikut.
Cakupan kunjungan neonatal diperoleh dari register kohort bayi yaitu
jumlah neonatal yang telah menerima pelayanan kesehatan sesuai standar.
Cakupan kunjungan neonatal juga dapat berasal dari BPS kabupaten/kota/provinsi
Jawa Timur untuk memperoleh data penduduk sasaran bayi. Cakpan kunjungan
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
27
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
neonatal berpedoman pada buku petunjuk pencatatan dan pelaporan pelayanan
kesehatan ibu dan balita Provinsi Jawa Timur (Dinas Kesehatan Jawa Timur,
2010).
Menurut Depkes RI 2008, cakuan kunjungan neonatal pertama (KN 1)
merupakan neonatal yang memperoleh standar pada 6 sampai 48 jam setelah lahir
pada suatu wilayah kerja pada waktu tertentu. Cakupan KN 1 digunakan untuk
mengetahui akses atau jangkauan pelayanan kesehatan neonatal.
Rumus yang digunakan yaitu
Cakupan kujungan neonatal lengkap atau KN lengkap (0-28 hari)
merupakan cakupan neonatal yang memperoleh pelayanan sesuai standar setelah
lahir paling sedikit 3 kali yaitu pada 6-48 jam sebanyak 1 kali, hari ke-3 gingga
hari ke-7 sebanyak 1 kali dan hari ke-8 hingga hari ke-28 sebanyak 1 kali di suatu
wilayah pada waktu tertentu. Cakupan kunjungan neonatal KN lengkap digunakan
untuk mengetahui efektifitas dan kualitas pelayan kesehatan neonatal.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
28
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Rumus yang digunakan yaitu
2.3.4 Komplikasi Neonatal
Penanganan komplikasi neonatus adalah pelayanan kepada neonatus
dengan komplikasi neonatal untuk mendapat penanganan definitif sesuai standar
oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan.
Diperkirakan sekitar 15-20 % neonatus akan mengalami komplikasi neonatal.
Komplikasi pada bayi yang baru lahir tidak selalu dapat diduga sebelumnya, oleh
karenanya semua persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan agar komplikasi
neonatal dapat segera dideteksi dan ditangani. Untuk meningkatkan cakupan dan
kualitas penanganan komplikasi neonatal maka diperlukan adanya fasilitas
pelayanan kesehatan yang mampu memberikan pelayanan neonatal emergensi
secara berjenjang mulai dari polindes/poskesdes, puskesmas mampu PONED
sampai rumah sakit PONEK 24 jam. Pelayanan medis neonatus yang dapat
dilakukan di Puskesmas mampu PONED meliputi :
1. Pencegahan dan penanganan asfiksia.
2. Pencegahan dan penanganan hipotermia.
3. Penanganan bayi berat lahir rendah (BBLR).
4. Pencegahan dan penanganan infeksi neonatus, kejang neonatus, ikterus
ringan sedang.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
29
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
5. Pencegahan dan penanganan gangguan minum.
6. Stabilisasi komplikasi neonatus untuk dirujuk dan transportasi rujukan.
2.3.5 Komplikasi Kebidanan
Penanganan komplikasi kebidanan adalah pelayanan kepada ibu dengan
komplikasi kebidanan untuk mendapat penanganan definitif sesuai standar oleh
tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan.
Diperkirakan sekitar 15-20 % ibu hamil akan mengalami komplikasi kebidanan.
Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat diduga
sebelumnya, oleh karenanya semua persalinan harus ditolong oleh tenaga
kesehatan agar komplikasi kebidanan dapat segera dideteksi dan ditangani. Untuk
meningkatkan cakupan dan kualitas penanganan komplikasi kebidanan maka
diperlukan adanya fasilitas pelayanan kesehatan yang mampu memberikan
pelayanan obstetri dan neonatal emergensi secara berjenjang mulai dari
polindes/poskesdes, puskesmas mampu PONED sampai rumah sakit PONEK 24
jam. Pelayanan medis obstetri yang dapat dilakukan di Puskesmas mampu
PONED meliputi:
1. Penanganan perdarahan pada kehamilan, persalinan dan nifas.
2. Pencegahan dan penanganan hipertensi dalam kehamilan (pre-eklamsia
dan eklamsia).
3. Pencegahan dan penanganan infeksi.
4. Penanganan partus lama/macet.
5. Penanganan abortus.
6. Stabilisasi komplikasi obstetrik untuk dirujuk dan transportasi rujukan.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
30
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
2.3.6 Persalinan ditolong oleh Tenaga Kesehatan
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan
yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Pada kenyataan
di lapangan, masih terdapat penolong persalinan yang bukan tenaga kesehatan dan
dilakukan di luar fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, secara bertahap
seluruh persalinan akan ditolong oleh tenaga kesehatan kompeten dan diarahkan
ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Pada prinsipnya, penong persalinan harus memperhatikan hal-ha sebagai
berikut:
a. Pencegahan infeksi.
b. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar.
c. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat pelayanan yang
lebih tinggi.
d. Melaksanakan Inisiasi Menyusui Dini.
e. Memberikan Injeksi Vitamin K1 dan salep mata pada bayi baru lahir.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan pertolongan
persalinan adalah: dokter spesialis kebidanan, dokter dan bidan.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
31 SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
2.4 Kerangka Teori
Berdasarkan faktor-faktor resiko yang telah dikemukakan diatas maka dapat di susun suatu kerangka teori sebagai berikut:
Sumber: Ronsmans (1996)
Gambar 2.4 Kerangka Teori
Status Sosial Ekonomi
Pelayanan
Kesehatan
Lingkungan
Faktor Biologis Ibu
-Demografi (umur,
paritas, jarak kelahiran)
-Nutrisi (berat badan
ibu, anemia,
mikronutrient)
-Riwayat obstetri
-Riwayat Penyakit
terdahulu
-Penyakit selama
kehamilan
Komplikasi
Kebidanan ditangani
-Persalinan Di tolong
Oleh Tenaga
Kesehatan
-Kunjungan K4
Kelainan
Kongenital
Tidak diketahui
Lahir Mati
Lahir Hidup
-Kunjungan
Neonatal
Lengkap
- Kompilkasi
Neonatal
ditangani
Kematian Neonatal
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
32 SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
3.1 Kerangka Konseptual
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual
Diteliti
Tidak Diteliti
Faktor Ibu 1. Tingkat Pendidikan 2. Usia 3. Jumlah Paritas 4. Pengetahuan
Faktor Pelayanan Kesehatan 1. Cakupan Kunjungan K4 2. Cakupan Persalinan ditolong Tenaga Kesehatan 3. Cakupan Kunjungan Neonatal lengkap 4. Cakupan Komplikasi Neonatal ditangani 5. Cakupan Komplikasi kebidanan ditangani
Angka Kematian Neonatal
Analisis Spasial
Faktor Bayi 1. Kesehatan Bayi 2. Berat Badan Bayi
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
33
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Berdasarkan latar belakang dan tinjuan pustaka pada bab sebelumnya
maka dibuat kerangka konsep seperti gambar diatas. Angka Kematian Neonatal di
pengaruhi oleh beberapa faktor. Kemudian beberapa faktor tersebut di
kelompokkan menjadi 3 faktor yaitu faktor ibu , faktor bayi, dan faktor pelayanan
kesehatan.
Didalam faktor Ibu terdapat faktor tingkat pendidikan Ibu, faktor usia Ibu
saat melahirkan, jumlah paritas. Dalam faktor bayi terdapat faktor kesehatan bayi
dan faktor berat badan bayi saat lahir. Dalam faktor pelayanan kesehatan terdapat
faktor cakupan kunjungan K4, faktor cakupan persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan, faktor cakupan kunjungan Neonatal lengkap, dan faktor cakupan
komplikasi neonatal ditangani. Faktor-faktor di teliti oleh peneliti adalah berat
badan lahir bayi pada faktor bayi dan faktor pelayanan kesehatan sedangkan
faktor yang lain tidak diteliti oleh peneliti.
Berdasarkan konsep di atas, variabel dependent pada penelitian ini adalah
Angka Kematian Neonatal. Sedangkan Variabel Independent pada penelitian ini
adalah berat badan bayi, cakupan kunjungan K4, cakupan persalinan ditolong oleh
tenaga kesehatan, cakupan kunjungan Neonatal lengkap, dan cakupan komplikasi
neonatal ditangani. Uji statistik yang akan digunakan adalah Analisis spasial.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
34
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian observational karena
penelitian ini dilakukan dengan pengamatan pada data sekunder yang sudah
tersedia pada suatu instansi. Selain itu semua data yang meliputi variabel
penelitiannya dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan. Penelitian ini bersifat
analitik, karena penelitian ini juga mencoba menggali hubungan antara variable
dependent dengan variable independent.
4.2 Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, yaitu Profil Kesehatan Jawa
Timur pada tahun 2014 dan juga Profil Kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2014.
Data yang digunakan antara lain data jumlah kematian Neonatal pada
tahun 2014 untuk setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur yang terdiri dari
38 kabupaten/kota, Cakupan persalinan oleh tenaga medis, cakupan persalinan
ditolong oleh tenaga kesehatan, cakupan kunjungan Neonatal lengkap, cakupan
komplikasi dan cakupan komplikasi neonatal ditangani. Selain itu juga data
persentase bayi dengan berat badan bayi lahir rendah.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
35
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
4.3 Unit Observasi
Pada penelitian ini unit observasi yang digunakan adalah kabupaten/kota
di Provinsi Jawa Timur di mana pada tahun 2014, Provinsi Jawa Timur terdiri dari
38 kabupaten/kota.
4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Waktu
penelitian pada bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2016 untuk pengumpulan
data dan analisis data.
4.5 Variabel Penelitian, Sumber Data dan Definisi Operasional
Tabel 4.1 Variabel dan Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Sumber Data Skala Data Variabel Dependent
Angka Kematian Neonatal
Jumlah kematian pada bayi berusia 0-28 hari dikali 1000 per kelahiran hidup tiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur
Data Sekunder Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
Rasio
Variabel Independent BBLR Persentase jumlah BBLR
dikali 100 per jumlah bayi baru lahir ditimbang tiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur
Data Sekunder Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
Rasio
Cakupan Kunjungan K4
Jumlah ibu hamil yang melakukan kunjungan dikali 100 per jumlah ibu hamil seluruhnya tiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur
Data Sekunder Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
Rasio
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
36
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Tabel 4.1 Variabel dan Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Sumber Data Skala Data Cakupan Persalinan ditolong Tenaga Kesehatan
Jumlah Ibu bersalin ditolong tenaga kesehatan dikali 100 per jumlah ibu bersalin seluruhnya tiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur
Data Sekunder Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
Rasio
Cakupan Kunjungan Neonatal lengkap
Jumlah bayi yang mendapat pelayanan neonatal lengkap dikali 100 dibagi jumlah bayi seluruhnya tiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur
Data Sekunder Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
Rasio
Cakupan Komplikasi Neonatal ditangani
Jumlah komplikasi neonatal ditangani dikali 100 per jumlah jumlah perkiraan neonatal komplikasi tiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur
Data Sekunder Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
Rasio
Cakupan Komplikasi Kebidanan ditangani
Jumlah komplikasi kebidanan ditangani dikali 100 per jumlah jumlah perkiraan kebidanan komplikasi tiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur
Data Sekunder Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
Rasio
4.6 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara mencatat kembali data
yang diperlukan yang diperoleh dari dokumen yang ada di Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur, yaitu profil kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2014 dan
profil kesehatan kabupaten/kota tahun 2014.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
37
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
4.7 Teknik Analisis Data
Tahapan dalam melakukan anlisis dengan menggunakan pendekatan
regresi spasial adalah sebagai berikut:
Langkah 1: Mencari data sekunder yang sesuai dengan standar penggunaan
data spasial yaitu data dengan latar belakan penggunaan metode
teknik sampling yang sama dalam agregat atau level
kabupaten/kota. Sumber data diperoleh dari Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur. Seluruh data uang dianalisis berasal dari
sumber data yang menggunakan metode teknik sampling Block
Design.
Langkah 2: Melakukan input data sekunder pada program SPSS (Statistical
Package For Social Science) untuk kemudian disimpan dalam tipe
file (.sav) dan (.dbf). kedua file tersebut kemudian disimpan dalam
1 folder dengan penambahan file tipe (.shp) yang mencantumkan
peta Provinsi Jawa Timur, (.gal) sebagai pembobot spasial, dan file
tipe (.shx). Seluruh nama file dalam folder harus dibuat sama.
Langkah 3: Melakukan analisis dan identifikasi pada data sekunder dengan
menggunakan program Geoda. Proses yang pertama dilakukan
adalah mengidentifikasi sebaran setiap variabel independen dengan
peta kuantil tematik.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
38
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Langkah 4: Mendeskripsikan output persebaran variabel independen yang
sudah tersaji dalam bentuk peta kuantil tematik.
Langkah 5: Menganalisis pola hubungan variabel yang mempengaruhi kasus
Angka Kematian Neonatal (variabel independen) dengan jumlah
kasus Angka Kematian Neonatal (variabel dependen)
menggunakan uji Moran’s I dan uji LISA.
Langkah 6: Mendeskripsikan output dari uji Moran’s I (Hubungan secara
keseluruhan) dan uji LISA (Hubungan secara lokal).
Langkah 7: Menentukan variabel independen mana yang signifikan mempunyai
hubungan dengan besaran Angka Kematian Neonatal.
a. Analisis statistik deskriptif
Analisis secara deskriptif dilakukan dengan mendeskripsikan hasil
sebaran variabel independen yang berhubungan dengan Angka Kematian
Neonatal pada peta kuantil tematik. Kuantil yang tersaji dalam peta
tematik terdiri dari 4 (empat) kuantil dengan kuantil pertama adalah
kuantil dengan value tertinggi, begitupun selanjutnya.
b. Analisis Statistik Inferensial
Analisis dilakukan dengan menggunakan pengolahan statistik yang
bertujuan untuk mengetahui hubungan variabel prediktor (X) dengan
variabel respon (Y). Uji statistika yang digunakan adalah uji Moran’s I dan
LISA pada program Geoda.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
39 SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
BAB V
HASIL PENELTIAN
5.1 Gambaran Umum Provinsi Jawa Timur
5.1.1 Kondisi Geografis dan Administrasi
Provinsi Jawa Timur terletak di bagian timur Pulau Jawa yang memiliki
luas wilayah daratan 47.959 km2 (sumber Badan Pertanahan Nasional Provinsi
Jawa Timur). Jawa Timur berada pada 111o0’ hingga 114o4’ Bujur Timur (BT)
dan 7o12’ hingga 8o48’ Lintang Selatan (LS) dengan batas wilayah sebagai
berikut:
Bagian Utara : Laut Jawa
Bagian Selatan : Samudera Hindia
Bagian Timur : Selat Bali
Bagian Barat : Provinsi Jawa Tengah
Gambar 5.1 Peta Administrasi Provinsi Jawa Timur
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 40
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Provinsi Jawa Timur memiliki 229 pulau, yang terdiri dari 162 pulau
bernama dan 67 pulau tidak bernama, dengan panjang pantai sekitar 2.833,85 km.
Pulau Madura merupakan pulau terbesar saat ini sudah terhubung dengan wilayah
daratan Jawa Timur melalui jembatan ‘Suramadu’. Di sebelah timur Pulau
Madura terdapat gugusan pulau-pulau yang paling timur adalah Kepulauan
Kangean dan yang paling utara adalah Kepulauan Masalembu. Di bagian selatan
Provinsi Jawa Timur terdapat 2 (dua) pulau kecil, yakni Nusa Barung dan Pulau
Sempu. Sedangkan di bagian utara terdapat pulau Bawean yang berada 150 km
sebelah utara Pulau Jawa. Kabupaten Banyuwangi memiliki wilayah paling luas
diantara Kabupaten/Kota lainnya di Provinsi Jawa Timur.
Secara administratif, Provinsi Jawa Timur terdiri dari 29 Kabupaten, 9
Kota, 662 Kecamatan dan 8.505 Desa/Kelurahan. Kabupaten Malang memiliki
kecamatan terbanyak (33 kecamatan) dan Kabupaten Lamongan dengan
Desa/Kelurahan terbanyak (474 desa/kelurahan).
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 41
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Gambar 5.2 Peta Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur
Keterangan:
No Nama Kabupaten/Kota No Nama Kabupaten/Kota 1 Kabupaten Pacitan 20 Kabupaten Magetan 2 Kabupaten Ponorogo 21 Kabupaten Ngawi 3 Kabupaten Trenggalek 22 Kabupaten Bojonegoro 4 Kabupaten Tulungagung 23 Kabupaten Tuban 5 Kabupaten Blitar 24 Kabupaten Lamongan 6 Kabupaten Kediri 25 Kabupaten Gresik 7 Kabupaten Malang 26 Kabupaten Bangkalan 8 Kabupaten Lumajang 27 Kabupaten Sampang 9 Kabupaten Jember 28 Kabupaten Pamekasan 10 Kabupaten Banyuwangi 29 Kabupaten Sumenep 11 Kabupaten Bondowoso 30 Kota Kediri 12 Kabupaten Situbondo 31 Kota Blitar 13 Kabupaten Probolinggo 32 Kota Malang 14 Kabupaten Pasuruan 33 Kota Probolinggo 15 Kabupaten Sidoarjo 34 Kota Pasuruan 16 Kabupaten Mojokerto 35 Kota Mojokerto 17 Kabupaten Jombang 36 Kota Madiun 18 Kabupaten Nganjuk 37 Kota Surabaya 19 Kabupaten Madiun 38 Kota Batu
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 42
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
5.2 Kuantil Sebaran Variabel Penelitian di Provinsi Jawa Timur
5.2.1 Kuantil Sebaran Angka Kematian Neonatal di Provinsi Jawa Timur
Gambar 5.3 Sebaran Angka Kematian Neonatal di Provinsi Jawa Timur Tahun 2014
Angka Kematian Neonatal dengan kuantil keempat atau yang tertinggi
tersebar pada Kabupaten Ponorogo (2), Kabupaten Lumajang (8), Kabupaten
Bondowoso (11), Kabupaten Situbondo (12), Kabupaten Pasuruan (14),
Kabupaten Sampang (27), Kota Malang (32), Kota Probolinggo (33), Kota
Mojokerto (35). Kabupaten/kota dengan AKN rendah tersebar pada Kabupaten
Sidoarjo (15), Kabupaten Lamongan (24), Kabupaten Gresik (25), Kabupaten
Pamekasan (28), Kabupaten Sumenep (29), Kota Kediri (30), Kota Pasuruan (34),
Kota Madiun (36), Kota Surabaya (37), Kota Batu (38). Angka Kematian
1
2
3 4 5
6
7 8
9
10
11 12
13 14
15
16 17 18
19 20
21
22
23
24 25 26 27
28 29
30
31 32
33 34
35
36
37
38
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 43
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Neonatal tertinggi terdapat pada Kota Proolinggo sebesar 21,97 per 1000
kelahiran hidup, dan Angka Kematian Neonatal terendah terdapat pada Kota
Madiun sebesar 2,47 per 1000 kelahiran hidup.
5.2.2 Kuantil Sebaran Cakupan Kunjungan K4 di Provinsi Jawa Timur
Gambar 5.4 Sebaran Cakupan Kunjungan K4 di Provinsi Jawa Timur Tahun 2014
Cakupan Kunjungan K4 dengan kuantil keempat atau yang tertinggi
tersebar pada Kabupaten Malang (7), Kabupaten Sidoarjo (15), Kabupaten Tuban
(23), Kabupaten Lamongan (24), Kota Probolinggo (33),Kota Mojokerto (35),
Kota Madiun (36), Kota Surabaya (37), Kota Batu (38). Cakupan kunjungan K4
pada kuantil pertama atau yang terendah tersebar pada Kabupaten Pacitan (1),
Kabupaten Jember (9), Kabupaten Situbondo (12), Kabupaten Probolinggo (13),
Kabupaten Mojokerto (16), Kabupaten Nganjuk (18), Kabupaten Sampang (27),
Kota Blitar (31), Kota Pasuruan (34). Cakupan kunjungan K4 tertinggi terdapat
1
2
3 4 5
6
7 8 9
10
11 12 13
14
15
16 17 18
19 20
21
22
23
24 25 26 27
28 29
30
31 32
33 34
35 36
37
38
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 44
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
pada Kota Madiun dengan cakupan sebesar 98,23 % sedangkan cakupan
kunjungan K4 terendah terdapat pada Kabupaten Jember dengan cakupan 75,44
%.
5.2.3 Kuantil Sebaran Cakupan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan di
Provinsi Jawa Timur
Gambar 5.5 Sebaran Cakupan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan di Provinsi
Jawa Timur tahun 2014
Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan dengan kuantil keempat atau
yang tertinggi tersebar pada Kabupaten Malang (7), Kabupaten Sidoarjo (15),
Kabupaten Bojonegoro (22), Kabupaten Tuban (23), Kabupaten Lamongan (24),
Kota Mojokerto (35), Kota Madiun (36), Kota Surabaya (37), dan Kota Batu (38).
Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan dengan kuantil pertama atau yang
1
2
3 4 5
6
7 8
9
10
11 12
13 14
15
16 17 18
19 20
21
22
23
24 25 26 27
28 29
30
31 32
33 34
35
36
37
38
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 45
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
terendah tersebar pada Kabupaten Pacitan (1), Kabupaten Blitar (5), Kabupaten
Jember (9), Kabupaten Situbondo (12), Kabupaten Probolinggo (13), Kabupaten
Mojokerto (16), Kabupaten Sampang (27), Kabupaten Pamekasan (28), dan Kota
Blitar (31). Cakupan persalainan di tolong oleh tenaga kesehatan yang tertinggi
terdapat pada Kota Mojokerto, sedangkan cakupan persalinan di tolong oleh
tenaga kesehatan yang terendah terdapat pada Kabupaten Jember.
5.2.4 Kuantil Sebaran Cakupan Komplikasi Kebidanan Ditangani di
Provinsi Jawa Timur
Gambar 5.6 Sebaran Cakupan Komplikasi Kebidanan Ditangani di Provinsi Jawa
Timur tahun 2014
Cakupan komplikasi kebidanan ditangani dengan kuantil keempat atau
yang tertinggi tersebar pada Kabupaten Blitar (5), Kabupaten Situbondo (12),
1
2
3 4 5
6
7 8
9
10
11 12
13 14
15
16 17 18
19 20
21
22
23
24 25 26 27
28 29
30
31 32
33 34
35
36
37
38
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 46
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Kabupaten Probolinggo (13), Kabupaten Mojokerto (16), Kabupaten Jombang
(17), Kabupaten Nganjuk (18), Kabupaten Bojonegoro (22), Kabupaten Gresik
(25), dan Kota Mojokerto (35). Cakupan komplikasi kebidanan ditangani dengan
kuantil pertama atau yang terendah terdapat pada Kabupaten Tulungagung (4),
Kabupaten Kediri (6), Kabupaten Banyuwangi (10), Kabupaten Bondowoso (11),
Kabupaten Sidoarjo (15), Kabupaten Madiun (19), Kabupaten Bangkalan (26),
Kabupaten Pamekasan (28), dan Kabupaten Sumenep (29). Cakupan komplikasi
kebidanan ditangani tertinggi terdapat pada Kabupaten Jombang, sedangkan
cakupan komplikasi kebidanan ditangani terendah terdapat pada Kabupaten
Sidoarjo.
5.2.5 Kuantil Sebaran Cakupan Komplikasi Neonatal Ditangani di Provinsi
Jawa Timur
Gambar. 5.7 Sebaran Cakupan Komplikasi Neonatal Ditangani di Provinsi Jawa
Timur tahun 2014
1
2
3 4 5
6
7 8 9
10
11 12 13
14
15
16 17 18
19 20
21
22
23
24 25 26 27
28 29
30
31 32
33 34
35
36
37
38
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 47
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Cakupan komplikasi neonatal ditangani dengan kuantil keempat atau yang
tertinggi tersebar pada Kabupaten Blitar (5), Kabupaten Malang (7), Kabupaten
Bondowoso (11), Kabupaten Pasuruan (14), Kabupaten Nganjuk (18), Kabupaten
Bojonegoro (22), Kota Kediri (30), Kota Mojoketo (35), dan Kota Surabaya (37).
Cakupan komplikasi neonatal ditangani dengan kuantil pertama atau yang
terendah tersebar pada Kabupaten Lumajang (8), Kabupaten Banyuwangi (10),
Kabupaten Probolinggo (13), Kabupaten Sidoarjo (15), Kabupaten Mojokerto
(16), Kabupaten Gresik (25), Kabupaten Bangkalan (26), Kabupaten Pamekasan
(28), dan Kabupaten Sumenep (29). Cakupan komplikasi neonatal ditangani yang
tertinggi terdapat pada Kota Kediri, sedangkan cakupan komplikasi neonatal
ditangani yang terendah terdapat pada Kabupaten Sidoarjo.
5.2.6 Kuantil Sebaran Cakpan Kunjungan Neonatal Lengkap di Provinsi
Jawa Timur
Gambar 5.8 Sebaran Cakupan Kunjungan Neonatal Lengkap di Provinsi Jawa
Timur tahun 2014
1
2
3 4 5
6
7 8 9
10
11 12 13
14
15 16 17 18
19 20
21 22
23
24 25 26 27
28 29
30
31 32
33 34
35 36
37
38
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 48
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Cakupan kunjungan neonatal lengkap dengan kuantil keempat atau yang
tertinggi tersebar pada Kabupaten Pacitan (1), Kabupaten Tulungagung (4),
Kabupaten Bangkalan (26), Kabupaten Pamekasan (28), Kota Kediri (30), Kota
Blitar (31), Kota Malang (32), Kota Probolinggo (33), dan Kota Mojokerto (35).
Cakupan kunjungan neonatal lengkap dengan kuantil pertama atau yang terendah
tersebar pada Kabupaten Ponorogo (2), Kabupaten Blitar (5), Kabupaten Jember
(9), Kabupaten Mojokerto (16), Kabupaten Nganjuk (18), Kabupaten Magetan
(20), Kabupaten Gresik (25), Kabupaten Sampang (27), dan Kota Pasuruan (34).
Cakupan kunjungan neonatal lengkap yang tertinggi terletak pada Kota Malang,
sedangkan cakupan kunjungan neonatal yang terendah terletak pada Kabupaten
Gresik.
5.2.7 Kuantil Sebaran Berat Badan Lahir Rendah di Provinsi Jawa Timur
Gambar 5.9 Sebaran Berat Badan Lahir Rendah di Provinsi Jawa Timur tahun 2014
1
2
3 4 5
6
7 8 9
10
11 12 13
14
15 16 17 18
19 20
21 22
23
24 25 26 27
28 29
30
31 32
33 34
35 36
37
38
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 49
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Persentase berat badan lahir rendah dengan kuantil keempat atau yang
tertinggi tersebar pada Kabupaten Pacitan (1), Kabupaten Lumajang (8),
Kabupaten Bondowoso (11), Kabupaten Bondowoso (12), Kabupaten
Probolinggo (13), Kabupaten Magetan (20), Kabupaten Tuban (23), Kota Blitar
(31), dan Kota Madiun (36). Persentase berat badan lahir rendah dengan kuantil
pertama atau yang terendah tersebar pada Kabupaten Kediri (6), Kabupaten
Sidoarjo (15), Kabupaten Mojokerto (16), Kabupaten Ngawi (21), Kabupaten
Lamongan (24), Kabupaten Bangkalan (26), Kabupaten Sumenep (29), Kota
Kediri (30), dan Kota Surabaya (37). Persentase berat badan lahir rendah yang
tertinggi terletak pada Kota Madiun, sedangkan persentase berat badan lahir
rendah yang terendah terletak pada Kabupaten Mojokerto.
5.3 Analisis Spasial Bivariat Antara Variabel Cakupan K4 Dengan Angka
Kematian Neonatal
5.3.1 Bivariat Moran’s Scatterplot Cakupan K4 dengan Angka Kematian
Neonatal
Pada subbab ini dibahas tentang bivariat Moran’s scatterplot variabel
cakupan k4 dan angka kematian neonatal. Moran’s scatterplot ini terdiri dari
sumbu x dan sumbu y, nilai pada sumbu x adalah angka kematian neonatal pada
tiap kabupaten/kota dan disimbolkan dengan Moran’s std, sedangkan nilai pada
sumbu y adalah persentase cakupan k4 pada kabupaten/kota tetangga dan
disimbolkan dengan Moran’s lag. Berikut hasil bivariat Moran’s scatterplot
antara cakupan k4 dengan angka kematian neonatal.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 50
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Gambar 5.10 Bivariat Moran’s Scatterplot Cakupan K4 dan AKN
Hasil Moran’s Scatterplot pada gambar 5.10 diketahui terdapat 4 kuadran,
kuadran I yang terletak di kanan atas disebut High-High (HH) menunjukkan
bahwa kabupaten/kota yang memiliki nilai persentase cakupan k4 tinggi
dikelilingi oleh kabupaten/kota yang mempunyai nilai angka kematian neonatal
yang juga tinggi. Kuadran II yang terletak di kiri atas disebut Low-High (LH)
menunjukkan bahwa kabupaten/kota yang memiliki nilai persentase cakupan k4
rendah tapi dikelilingi oleh kabupaten/kota yang mempunyai nilai angka kematian
neonatal yang tinggi. Kuadran III yang terletak di kiri bawah disebut Low-Low
(LL) menunjukkan bahwa kabupaten/kota yang memiliki nilai persentase cakupan
k4 rendah dikelilingi oleh kabupaten/kota yang memiliki nilai angka kematian
neonatal yang rendah pula. Kuadran IV yang terletak di kanan bawah disebut
High-Low (HL) menunjukkan bahwa kabupaten/kota yang memiliki nilai
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 51
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
persentase cakupan k4 tinggi namun dikelilingi oleh kabupaten/kota yang
mempunyai nilai angka kematian neonatal yang rendah.
Tabel 5.1 Cluster Hasil Bivariat Moran’s Scatterplot antara Variabel Cakupan K4 dan AKN
Cluster Kabupaten/Kota Kuadran I
High-High (HH) Kabupaten Bangkalan, Kota Probolinggo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Malang,Kabupaten Tulungagung.
Kuadran II Low-High (LH)
Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Jember, Kota Blitar, Kota Pasuruan, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Trenggalek.
Kuadran III Low-Low (LL)
Kabupaten Blitar, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Gresik, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Sampang.
Kuadran IV High-Low (HL)
Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Jombang, Kabupaten Kediri, Kota Batu, Kota Kediri, Kota Madiun, Kota Malang, Kota Mojokerto, Kota Surabaya, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Tuban.
Bivariat Moran’s scatterplot antara cakupan k4 dengan AKN diketahui
memiliki autokorelasi spasial negatif (I = -0,105676) yang berarti sebagian besar
kabupaten/kota tersebar di kuadran II dan IV.
5.3.2 Uji Bivariat LISA Variabel Cakupan K4 dengan Angka Kematian
Neonatal
Berdasarkan hasil uji bivariate LISA antara variabel cakupan k4 dengan
angka kematian neonatal di Provinsi Jawa Timur tahun 2014 diperoleh hasil
sebagai berikut:
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 52
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Tabel 5.2 Hasil Uji Bivariat LISA antara Variabel Cakupan k4 dengan Angka Kematian Neonatal
No Kabupaten/Kota Ii P-value Keterangan 1. Kabupaten Pacitan -0,2000 0,3600 Tidak Signifikan 2. Kabupaten Ponorogo 0,0435 0,4800 Tidak Signifikan 3. Kabupaten Trenggalek -0,0870 0,3400 Tidak Signifikan 4. Kabupaten Tulungagung 0,0685 0,3400 Tidak Signifikan 5. Kabupaten Blitar 0,1651 0,2900 Tidak Signifikan 6. Kabupaten Kediri -0,0817 0,3400 Tidak Signifikan 7. Kabupaten Malang 0,3899 0,2400 Tidak Signifikan 8. Kabupaten Lumajang 0,0043 0,4800 Tidak Signifikan 9. Kabupaten Jember -1,0474 0,1700 Tidak Signifikan 10. Kabupaten Banyuwangi -0,0307 0,2500 Tidak Signifikan 11. Kabupaten Bondowoso 0,0077 0,4900 Tidak Signifikan 12. Kabupaten Situbondo -0,5261 0,2900 Tidak Signifikan 13. Kabupaten Probolinggo -0,7261 0,0400 Signifikan 14. Kabupaten Pasuruan -0,0837 0,2500 Tidak Signifikan 15. Kabupaten Sidoarjo -0,3829 0,2300 Tidak Signifikan 16. Kabupaten Mojokerto 0,2080 0,2200 Tidak Signifikan 17. Kabupaten Jombang -0,0443 0,3600 Tidak Signifikan 18. Kabupaten Nganjuk -0,2603 0,3500 Tidak Signifikan 19. Kabupaten Madiun -0,0168 0,4800 Tidak Signifikan 20. Kabupaten Magetan -0,1056 0,3400 Tidak Signifikan 21. Kabupaten Ngawi -0,0424 0,4100 Tidak Signifikan 22. Kabupaten Bojonegoro -0,0713 0,4400 Tidak Signifikan 23. Kabupaten Tuban -0,1828 0,4200 Tidak Signifikan 24. Kabupaten Lamongan 0.0000 0,4000 Tidak Signifikan 25. Kabupaten Gresik 0.3896 0,0490 Signifikan 26. Kabupaten Bangkalan 0.1021 0,1400 Tidak Signifikan 27. Kabupaten Sampang 1.4532 0,1100 Tidak Signifikan 28. Kabupaten Pamekasan 0.0150 0,4300 Tidak Signifikan 29. Kabupaten Sumenep -0.2932 0,1100 Tidak Signifikan 30. Kota Kediri -0.1326 0,4100 Tidak Signifikan 31. Kota Blitar -0.7241 0,3000 Tidak Signifikan 32. Kota Malang -0.0225 0,3200 Tidak Signifikan 33. Kota Probolinggo 0.4732 0,3500 Tidak Signifikan 34. Kota Pasuruan -0.5045 0,1700 Tidak Signifikan 35. Kota Mojokerto -0.2185 0,4400 Tidak Signifikan 36. Kota Madiun -0.1238 0,4500 Tidak Signifikan 37. Kota Surabaya -1.2854 0,1300 Tidak Signifikan 38. Kota Batu -0.0364 0,4800 Tidak Signifikan
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 53
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Hasil uji bivariat LISA antara variabel cakupan k4 dengan angka kematian
neonatal memberikan informasi bahwa Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten
Gresik memiliki p-value < alpha = 0,05 sehingga Ho ditolak yang berarti
signifikan atau terdapat autokorelasi spasial pada kabupaten/kota tersebut. Nilai Ii
menunjukkan nilai indeks moran pada lokasi ke-i. Kabupaten Probolinggo
memiliki nilai Ii > 0 sehingga dapat disimpulkan bahwa lokasi-lokasi yang
berdekatan mempunyai nilai yang sama. Sedangkan Kabupaten Gresik memiliki
nilai Ii < 0 sehingga dapat disimpulkan bahwa lokasi-lokasi yang berdekatan
memiliki nilai yang berbeda.
Gambar 5.11 Peta Signifikansi Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Cakupan K4 dan AKN
1
2
3 4 5
6
7 8 9
10
11 12
13 14
15
16 17 18
19 20
21
22
23
24 25 26 27
28 29
30
31 32
33 34
35
36
37
38
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 54
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Gambar 5.12 Peta Cluster Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Cakupan K4 dan AKN
Berdasarkan gambar 5.11 menunjukkan bahwa Kabupaten Gresik dan
Kabupaten Probolinggo signifikan pada 0,05. Berdasarkan gambar 5.12
menunjukkan bahwa Kabupaten Probolinggo berada pada kuadran Low-High
(LH) yang merupakan kabupaten dengan persentase cakupan K4 rendah namun
dikelilingi oleh kabupaten/kota yang mempunyai angka kematian neonatal yang
tinggi, sedangkan Kabupaten Gresik berada pada kuadran Low-Low (LL)
merupakan kabupaten/kota dengan persentase cakupan K4 rendah namun
dikelilingi oleh kabupaten/kota yang mempunyai angka kematian neonatal yang
rendah pula.
1
2
3 4 5
6
7 8
9
10
11 12
13 14
15
16 17 18
19 20
21
22
23
24 25 26 27
28 29
30
31
32
33 34
35
36
37
38
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 55
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
5.4 Analisis Spasial Bivariat Antara Variabel Persalinan Ditolong Oleh
Tenaga Kesehatan dengan Angka Kematian Neonatal
5.4.1 Bivariat Moran’s Scatterplot Persalinan Ditolong Oleh Tenaga
Kesehatan dengan Angka Kematian Neonatal
Pada subbab ini dibahas tentang bivariat Moran’s scatterplot variabel
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan dengan angka kematian neonatal.
Moran’s scatterplot ini terdiri dari sumbu x dan sumbu y, nilai pada sumbu x
adalah angka kematian neonatal pada tiap kabupaten/kota dan disimbolkan
dengan Moran’s std, sedangkan nilai pada sumbu y adalah persentase persalinan
ditolong oleh tenaga kesehatan pada kabupaten/kota tetangga dan disimbolkan
dengan Moran’s lag. Berikut hasil bivariat Moran’s scatterplot antara persentase
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan dengan angka kematian neonatal.
Gambar 5.13 Bivariat Moran’s Scatterplot Persalinan Ditolong Oleh Tenaga
Kesehatan dengan Angka Kematian Neonatal
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 56
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Hasil Moran’s Scatterplot pada gambar 5.13 diketahui terdapat 4 kuadran,
kuadran I yang terletak di kanan atas disebut High-High (HH) menunjukkan
bahwa kabupaten/kota yang memiliki nilai persentase persalinan ditolong oleh
tenaga kesehatan tinggi dikelilingi oleh kabupaten/kota yang mempunyai nilai
angka kematian neonatal yang juga tinggi. Kuadran II yang terletak di kiri atas
disebut Low-High (LH) menunjukkan bahwa kabupaten/kota yang memiliki nilai
persentase persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan rendah tapi dikelilingi oleh
kabupaten/kota yang mempunyai nilai angka kematian neonatal yang tinggi.
Kuadran III yang terletak di kiri bawah disebut Low-Low (LL) menunjukkan
bahwa kabupaten/kota yang memiliki nilai persentase persalinan ditolong oleh
tenaga kesehatan rendah dikelilingi oleh kabupaten/kota yang memiliki nilai
angka kematian neonatal yang rendah pula. Kuadran IV yang terletak di kanan
bawah disebut High-Low (HL) menunjukkan bahwa kabupaten/kota yang
memiliki nilai persentase persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan tinggi namun
dikelilingi oleh kabupaten/kota yang mempunyai nilai angka kematian neonatal
oleh tenaga kesehatan yang rendah.
Tabel 5.3 Cluster Hasil Bivariat Moran’s Scatterplot antara Variabel
Persalinan Ditolong Oleh Tenaga Kesehatan dan AKN
Cluster Kabupaten/Kota Kuadran I
High-High (HH) Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Malang, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bangkalan, Kota Probolinggo
Kuadran II Low-High (LH)
Kabupaten Pacitan, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Jember, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Ngawi, Kota Blitar, Kota Pasuruan.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 57
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Tabel 5.3 Cluster Hasil Bivariat Moran’s Scatterplot antara Variabel
Persalinan Ditolong Oleh Tenaga Kesehatan dan AKN
Cluster Kabupaten/Kota Kuadran III
Low-Low (LL) Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Blitar, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Jombang, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, Kota Malang.
Kuadran IV High-Low (HL)
Kabupaten Kediri, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Tuban, Kabupaten Sumenep, Kota Kediri, Kota Mojokerto, Kota Madiun, Kota Surabaya, Kota Batu.
Bivariat Moran’s scatterplot antara persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan dengan AKN diketahui memiliki autokorelasi spasial negatif (I = -
0,0786074) yang berarti sebagian besar kabupaten/kota tersebar di kuadran II dan
IV.
5.4.2 Uji Bivariat LISA Variabel Persalinan Ditolong Oleh Tenaga
Kesehatan dengan Angka Kematian Neonatal
Berdasarkan hasil uji bivariat LISA antara variabel persalinan di tolong
oleh tenaga kesehatan dengan angka kematian neonatal di Provinsi Jawa Timur
tahun 2014 diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 5.4 Hasil Uji Bivariat LISA antara Variabel Persalinan Ditolong oleh
Tenaga Kesehatan dengan Angka Kematian Neonatal
No Kabupaten/Kota Ii P-value Keterangan 1. Kabupaten Pacitan -0,2549 0,3600 Tidak Signifikan 2. Kabupaten Ponorogo 0,0678 0,4500 Tidak Signifikan 3. Kabupaten Trenggalek -0,0165 0,3100 Tidak Signifikan
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 58
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
No Kabupaten/Kota Ii P-value Keterangan 4. Kabupaten Tulungagung 0,0219 0,3100 Tidak Signifikan 5. Kabupaten Blitar 0,4156 0,3200 Tidak Signifikan 6. Kabupaten Kediri -0,0354 0,4100 Tidak Signifikan 7. Kabupaten Malang 0,4602 0,2700 Tidak Signifikan 8. Kabupaten Lumajang 0,0209 0,5000 Tidak Signifikan 9. Kabupaten Jember -0,9415 0,0900 Tidak Signifikan 10. Kabupaten Banyuwangi -0,0617 0,2300 Tidak Signifikan 11. Kabupaten Bondowoso 0.0181 0.4800 Tidak Signifikan 12. Kabupaten Situbondo -0.5707 0.2000 Tidak Signifikan 13. Kabupaten Probolinggo -0.7693 0.0200 Signifikan 14. Kabupaten Pasuruan -0.1768 0.2600 Tidak Signifikan 15. Kabupaten Sidoarjo -0.5526 0.1700 Tidak Signifikan 16. Kabupaten Mojokerto 0.2101 0.2500 Tidak Signifikan 17. Kabupaten Jombang 0.0707 0.3300 Tidak Signifikan 18. Kabupaten Nganjuk -0.0969 0.3000 Tidak Signifikan 19. Kabupaten Madiun 0.0442 0.4200 Tidak Signifikan 20. Kabupaten Magetan 0.0562 0.2800 Tidak Signifikan 21. Kabupaten Ngawi -0.0878 0.3600 Tidak Signifikan 22. Kabupaten Bojonegoro -0.1917 0.3900 Tidak Signifikan 23. Kabupaten Tuban -0.1999 0.4600 Tidak Signifikan 24. Kabupaten Lamongan 0.0000 0.4100 Tidak Signifikan 25. Kabupaten Gresik 0.4030 0.0200 Signifikan 26. Kabupaten Bangkalan 0.4784 0.1900 Tidak Signifikan 27. Kabupaten Sampang 0.7782 0.2000 Tidak Signifikan 28. Kabupaten Pamekasan 0.1576 0.4300 Tidak Signifikan 29. Kabupaten Sumenep -0.2140 0.1000 Tidak Signifikan 30. Kota Kediri -0.0896 0.4800 Tidak Signifikan 31. Kota Blitar -0.4929 0.3300 Tidak Signifikan 32. Kota Malang 0.0857 0.3900 Tidak Signifikan 33. Kota Probolinggo 0.1817 0.3100 Tidak Signifikan 34. Kota Pasuruan -0.2491 0.2100 Tidak Signifikan 35. Kota Mojokerto -0.4532 0.4900 Tidak Signifikan 36. Kota Madiun -0.1024 0.4900 Tidak Signifikan 37. Kota Surabaya -0.7502 0.1000 Tidak Signifikan 38. Kota Batu -0.0302 0.5000 Tidak Signifikan
Hasil uji bivariat LISA antara variabel persalinan di tolong oleh tenaga
kesehatan dengan angka kematian neonatal memberikan informasi bahwa
Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Gresik memiliki p-value < alpha = 0,05
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 59
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
sehingga Ho ditolak yang berarti signifikan atau terdapat autokorelasi spasial pada
kabupaten/kota tersebut. Nilai Ii menunjukkan nilai indeks moran pada lokasi ke-
i. Kabupaten Gresik memiliki nilai Ii > 0 sehingga dapat disimpulkan bahwa
lokasi-lokasi yang berdekatan mempunyai nilai yang sama. Sedangkan Kabupaten
Probolinggo memiliki nilai Ii < 0 sehingga dapat disimpulkan bahwa lokasi-lokasi
yang berdekatan memiliki nilai yang berbeda.
Gambar 5.14 Peta Signifikansi Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Persalinan Ditolong oleh Tenaga Kesehatan dan AKN
1
2
3 4 5
6
7 8
9
10
11 12
13 14
15
16 17 18
19 20
21
22
23
24
25 26 27 28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 60
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Gambar 5.15 Peta Cluster Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Persalinan Ditolong oleh Tenaga Kesehatan dan AKN
Berdasarkan gambar 5.14 menunjukkan bahwa Kabupaten Gresik dan
Kabupaten Probolinggo signifikan pada 0,05. Berdasarkan gambar 5.15
menunjukkan bahwa Kabupaten Probolinggo berada pada kuadran Low-High
(LH) yang merupakan kabupaten dengan persentase persalinan ditolong oleh
tenaga kesehatan rendah namun dikelilingi oleh kabupaten/kota yang mempunyai
angka kematian neonatal yang tinggi, sedangkan Kabupaten Gresik berada pada
kuadran Low-Low (LL) merupakan kabupaten/kota dengan persentase persalinan
ditolong oleh tenaga kesehatan rendah namun dikelilingi oleh kabupaten/kota
yang mempunyai angka kematian neonatal yang rendah pula.
1
2
3 4 5
6
7 8 9
10
11 12
13 14
15
16 17 18 19 20
21
22
23
24 25 26 27
28 29
30
31 32
33 34
35
36
37
38
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 61
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
5.5 Analisis Spasial Bivariat Antara Variabel Komplikasi Kebidanan
Ditangani Dengan Angka Kematian Neonatal
5.5.1 Bivariat Moran’s Scatterplot Komplikasi Kebidanan Ditangani dengan
Angka Kematian Neonatal
Pada subbab ini dibahas tentang bivariat Moran’s scatterplot variabel
komplikasi kebidanan ditangani dan angka kematian neonatal. Moran’s
scatterplot ini terdiri dari sumbu x dan sumbu y, nilai pada sumbu x adalah angka
kematian neonatal pada tiap kabupaten/kota dan disimbolkan dengan Moran’s std,
sedangkan nilai pada sumbu y adalah persentase komplikasi kebidanan ditangani
pada kabupaten/kota tetangga dan disimbolkan dengan Moran’s lag. Berikut hasil
bivariat Moran’s scatterplot antara komplikasi kebidanan ditangani dengan angka
kematian neonatal.
Gambar 5.16 Bivariat Moran’s Scatterplot Komplikasi Kebidanan Ditangani dan
AKN
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 62
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Hasil Moran’s Scatterplot pada gambar 5.16 diketahui terdapat 4 kuadran,
kuadran I yang terletak di kanan atas disebut High-High (HH) menunjukkan
bahwa kabupaten/kota yang memiliki nilai persentase komplikasi kebidanan
ditangani tinggi dikelilingi oleh kabupaten/kota yang mempunyai nilai angka
kematian neonatal yang juga tinggi. Kuadran II yang terletak di kiri atas disebut
Low-High (LH) menunjukkan bahwa kabupaten/kota yang memiliki nilai
persentase komplikasi kebidanan ditangani rendah tapi dikelilingi oleh
kabupaten/kota yang mempunyai nilai angka kematian neonatal yang tinggi.
Kuadran III yang terletak di kiri bawah disebut Low-Low (LL) menunjukkan
bahwa kabupaten/kota yang memiliki nilai persentase komplikasi kebidanan
ditangani rendah dikelilingi oleh kabupaten/kota yang memiliki nilai angka
kematian neonatal yang rendah pula. Kuadran IV yang terletak di kanan bawah
disebut High-Low (HL) menunjukkan bahwa kabupaten/kota yang memiliki nilai
persentase komplikasi kebidanan ditangani tinggi namun dikelilingi oleh
kabupaten/kota yang mempunyai nilai angka kematian neonatal yang rendah.
Tabel 5.5 Cluster Hasil Bivariat Moran’s Scatterplot antara Variabel
Komplikasi Kebidanan dan AKN
Cluster Kabupaten/Kota Kuadran I
High-High (HH) Kabupaten Pacitan, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Malang, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Ngawi, Kota Blitar, Kota Probolinggo, Kota Pasuruan
Kuadran II Low-High (LH)
Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Jember, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bangkalan
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 63
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Tabel 5.5 Cluster Hasil Bivariat Moran’s Scatterplot antara Variabel
Komplikasi Kebidanan Ditangani dan AKN
Cluster Kabupaten/Kota Kuadran III
Low-Low (LL) Kabupaten Kediri, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Madiun, Kabupaten Tuban, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sumenep, Kota Malang, Kota Batu.
Kuadran IV High-Low (HL)
Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Blitar, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Jombang, Kabupaten Magetan, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sampang, Kota Kediri, Kota Mojokerto, Kota Madiun, Kota Surabaya.
Bivariat Moran’s scatterplot antara komplikasi kebidanan ditangani
dengan AKN diketahui memiliki autokorelasi spasial positif (I = 0,0174128) yang
berarti sebagian besar kabupaten/kota tersebar di kuadran I dan III.
5.5.2 Uji Bivariat LISA Variabel Komplikasi Kebidanan Ditangani dengan
Angka Kematian Neonatal
Berdasarkan hasil uji bivariat LISA antara variabel komplkasi kebidanan
ditangani dengan angka kematian neonatal di Provinsi Jawa Timur tahun 2014
diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 5.6 Hasil Uji Bivariat LISA antara Variabel Komplikasi Kebidanan
Ditangani dengan Angka Kematian Neonatal
No Kabupaten/Kota Ii P-value Keterangan 1. Kabupaten Pacitan 0.0230 0.3700 Tidak Signifikan 2. Kabupaten Ponorogo -0.0849 0.4300 Tidak Signifikan 3. Kabupaten Trenggalek 0.1496 0.3000 Tidak Signifikan 4. Kabupaten Tulungagung -0.1569 0.3700 Tidak Signifikan
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 64
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
No Kabupaten/Kota Ii P-value Keterangan 5. Kabupaten Blitar -0.2911 0.2300 Tidak Signifikan 6. Kabupaten Kediri 0.0680 0.3700 Tidak Signifikan 7. Kabupaten Malang 0.1019 0.2000 Tidak Signifikan 8. Kabupaten Lumajang -0.0217 0.5000 Tidak Signifikan 9. Kabupaten Jember -0.0995 0.2300 Tidak Signifikan 10. Kabupaten Banyuwangi -0.2742 0.2600 Tidak Signifikan 11. Kabupaten Bondowoso 0.0329 0.4900 Tidak Signifikan 12. Kabupaten Situbondo 0.3002 0.2400 Tidak Signifikan 13. Kabupaten Probolinggo 0.6622 0.0200 Signifikan 14. Kabupaten Pasuruan -0.0500 0.1900 Tidak Signifikan 15. Kabupaten Sidoarjo 0.9296 0.2300 Tidak Signifikan 16. Kabupaten Mojokerto -0.2326 0.2000 Tidak Signifikan 17. Kabupaten Jombang -0.3007 0.3700 Tidak Signifikan 18. Kabupaten Nganjuk 0.1527 0.3700 Tidak Signifikan 19. Kabupaten Madiun 0.0572 0.4500 Tidak Signifikan 20. Kabupaten Magetan -0.1786 0.3200 Tidak Signifikan 21. Kabupaten Ngawi 0.0517 0.4000 Tidak Signifikan 22. Kabupaten Bojonegoro -0.1067 0.3200 Tidak Signifikan 23. Kabupaten Tuban 0.0627 0.3700 Tidak Signifikan 24. Kabupaten Lamongan -0.0000 0.4900 Tidak Signifikan 25. Kabupaten Gresik -0.6564 0.0490 Signifikan 26. Kabupaten Bangkalan -1.8258 0.0900 Tidak Signifikan 27. Kabupaten Sampang -0.0804 0.1200 Tidak Signifikan 28. Kabupaten Pamekasan 0.3171 0.3500 Tidak Signifikan 29. Kabupaten Sumenep 1.9758 0.1600 Tidak Signifikan 30. Kota Kediri -0.0178 0.4600 Tidak Signifikan 31. Kota Blitar 0.1544 0.2700 Tidak Signifikan 32. Kota Malang 0.2904 0.3600 Tidak Signifikan 33. Kota Probolinggo 0.2454 0.2700 Tidak Signifikan 34. Kota Pasuruan 0.1673 0.2700 Tidak Signifikan 35. Kota Mojokerto -0.1716 0.4100 Tidak Signifikan 36. Kota Madiun -0.0176 0.4500 Tidak Signifikan 37. Kota Surabaya -0.5474 0.1400 Tidak Signifikan 38. Kota Batu 0.0163 0.4700 Tidak Signifikan
Hasil uji bivariat LISA antara variabel komplikasi kebidanan ditangani
dengan angka kematian neonatal memberikan informasi bahwa Kabupaten
Probolinggo dan Kabupaten Gresik memiliki p-value < alpha = 0,05 sehingga Ho
ditolak yang berarti signifikan atau terdapat autokorelasi spasial pada
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 65
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
kabupaten/kota tersebut. Nilai Ii menunjukkan nilai indeks moran pada lokasi ke-
i. Kabupaten Probolinggo memiliki nilai Ii > 0 sehingga dapat disimpulkan bahwa
lokasi-lokasi yang berdekatan mempunyai nilai yang sama. Sedangkan Kabupaten
Gresik memiliki nilai Ii < 0 sehingga dapat disimpulkan bahwa lokasi-lokasi yang
berdekatan memiliki nilai yang berbeda.
Gambar 5.17 Peta Signifikansi Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Komplikasi Kebidanan Ditangani dan AKN
1
2
3 4 5
6
7 8
9
10
11 12
13 14
15
16 17 18
19 20
21
22
23
24
25 26 27 28 29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 66
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Gambar 5.18 Peta Cluster Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Komplikasi Kebidanan Ditangani dan AKN
Berdasarkan gambar 5.17 menunjukkan bahwa Kabupaten Gresik dan
Kabupaten Probolinggo signifikan pada 0,05. Berdasarkan gambar 5.18
menunjukkan bahwa Kabupaten Probolinggo berada pada kuadran High-High
(HH) yang merupakan kabupaten dengan persentase komplikasi kebidanan
ditangani tinggi namun dikelilingi oleh kabupaten/kota yang mempunyai angka
kematian neonatal yang tinggi, sedangkan Kabupaten Gresik berada pada kuadran
High-Low (HL) merupakan kabupaten/kota dengan persentase komplikasi
kebidanan ditangani tinggi namun dikelilingi oleh kabupaten/kota yang
mempunyai angka kematian neonatal yang rendah pula.
1
2
3 4 5
6
7 8
9
10
11 12
13 14
15
16 17 18
19 20
21
22
23
24
25 26 27 28 29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 67
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
5.6 Analisis Spasial Bivariat Antara Variabel Komplikasi Neonatal
Ditangani Dengan Angka Kematian Neonatal
5.6.1 Bivariat Moran’s Scatterplot Komplikasi Neonatal Ditangani dengan
Angka Kematian Neonatal
Pada subbab ini dibahas tentang bivariat Moran’s scatterplot variabel
komplikasi neonatal ditangani dan angka kematian neonatal. Moran’s scatterplot
ini terdiri dari sumbu x dan sumbu y, nilai pada sumbu x adalah angka kematian
neonatal pada tiap kabupaten/kota dan disimbolkan dengan Moran’s std,
sedangkan nilai pada sumbu y adalah persentase komplikasi neonatal ditangani
pada kabupaten/kota tetangga dan disimbolkan dengan Moran’s lag. Berikut hasil
bivariat Moran’s scatterplot antara komplikasi neonatal ditangani dengan angka
kematian neonatal.
Gambar 5.19 Bivariat Moran’s Scatterplot Komplikasi Neonatal Ditangani dan
AKN
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 68
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Hasil Moran’s Scatterplot pada gambar 5.19 diketahui terdapat 4 kuadran,
kuadran I yang terletak di kanan atas disebut High-High (HH) menunjukkan
bahwa kabupaten/kota yang memiliki nilai persentase komplikasi neonatal
ditangani tinggi dikelilingi oleh kabupaten/kota yang mempunyai nilai angka
kematian neonatal yang juga tinggi. Kuadran II yang terletak di kiri atas disebut
Low-High (LH) menunjukkan bahwa kabupaten/kota yang memiliki nilai
persentase komplikasi neonatal ditangani rendah tapi dikelilingi oleh
kabupaten/kota yang mempunyai nilai angka kematian neonatal yang tinggi.
Kuadran III yang terletak di kiri bawah disebut Low-Low (LL) menunjukkan
bahwa kabupaten/kota yang memiliki nilai persentase komplikasi neonatal
ditangani rendah dikelilingi oleh kabupaten/kota yang memiliki nilai angka
kematian neonatal yang rendah pula. Kuadran IV yang terletak di kanan bawah
disebut High-Low (HL) menunjukkan bahwa kabupaten/kota yang memiliki nilai
persentase komplikasi neonatal ditangani tinggi namun dikelilingi oleh
kabupaten/kota yang mempunyai nilai angka kematian neonatal yang rendah.
Tabel 5.7 Cluster Hasil Bivariat Moran’s Scatterplot antara Variabel Komplikasi Neonatal Ditangani dan AKN
Cluster Kabupaten/Kota Kuadran I
High-High (HH) Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Malang, Kabupaten Jember, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Ngawi, Kota Blitar.
Kuadran II Low-High (LH)
Kabupaten Pacitan, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bangkalan, Kota Probolinggo, Kota Pasuruan
Kuadran III Low-Low (LL)
Kabupaten Kediri, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Tuban, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sumenep, Kota Malang
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 69
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Tabel 5.7 Cluster Hasil Bivariat Moran’s Scatterplot antara Variabel Komplikasi Neonatal Ditangani dan AKN
Cluster Kabupaten/Kota Kuadran IV
High-Low (HL) Kabupaten Blitar, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Jombang, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Bojonegoro, Kota Kediri, Kota Mojokerto, Kota Madiun, Kota Surabaya, Kota Batu.
Bivariat Moran’s scatterplot antara komplikasi neonatal ditangani dengan
AKN diketahui memiliki autokorelasi spasial negatif (I = -0,0201606) yang
berarti sebagian besar kabupaten/kota tersebar di kuadran II dan IV.
5.3.2 Uji Bivariat LISA Variabel Komplikasi Neonatal Ditangani dengan
Angka Kematian Neonatal
Berdasarkan hasil uji bivariat LISA antara variabel komplikasi neonatal
ditangani dengan angka kematian neonatal di Provinsi Jawa Timur tahun 2014
diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 5.8 Hasil Uji Bivariat LISA antara Variabel Komplikasi Neonatal
Ditangani dengan Angka Kematian Neonatal
No Kabupaten/Kota Ii P-value Keterangan 1. Kabupaten Pacitan -0,0597 0,3700 Tidak Signifikan 2. Kabupaten Ponorogo -0,0544 0,3800 Tidak Signifikan 3. Kabupaten Trenggalek -0,0417 0,2900 Tidak Signifikan 4. Kabupaten Tulungagung 0,0294 0,2500 Tidak Signifikan 5. Kabupaten Blitar -0,2893 0,2800 Tidak Signifikan 6. Kabupaten Kediri 0,0100 0,3900 Tidak Signifikan 7. Kabupaten Malang 0,1583 0,2900 Tidak Signifikan 8. Kabupaten Lumajang 0,0105 0,4400 Tidak Signifikan 9. Kabupaten Jember 0,0774 0,1600 Tidak Signifikan 10. Kabupaten Banyuwangi -0,3535 0,2700 Tidak Signifikan 11. Kabupaten Bondowoso -0.0498 0.5000 Tidak Signifikan
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 70
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
No Kabupaten/Kota Ii P-value Keterangan 12. Kabupaten Situbondo -0.0015 0.1200 Tidak Signifikan 13. Kabupaten Probolinggo -0.6749 0.0200 Signifikan 14. Kabupaten Pasuruan -0.3464 0.2300 Tidak Signifikan 15. Kabupaten Sidoarjo 0.8626 0.2700 Tidak Signifikan 16. Kabupaten Mojokerto 0.3008 0.3200 Tidak Signifikan 17. Kabupaten Jombang -0.0773 0.4100 Tidak Signifikan 18. Kabupaten Nganjuk 0.2461 0.2100 Tidak Signifikan 19. Kabupaten Madiun -0.0466 0.4500 Tidak Signifikan 20. Kabupaten Magetan -0.1047 0.3200 Tidak Signifikan 21. Kabupaten Ngawi 0.0031 0.3600 Tidak Signifikan 22. Kabupaten Bojonegoro -0.2492 0.4100 Tidak Signifikan 23. Kabupaten Tuban 0.0539 0.4600 Tidak Signifikan 24. Kabupaten Lamongan -0.0000 0.4500 Tidak Signifikan 25. Kabupaten Gresik 0.9430 0.0490 Signifikan 26. Kabupaten Bangkalan -0.9532 0.1100 Tidak Signifikan 27. Kabupaten Sampang 0.1679 0.1700 Tidak Signifikan 28. Kabupaten Pamekasan 0.1507 0.4700 Tidak Signifikan 29. Kabupaten Sumenep 0.8194 0.1000 Tidak Signifikan 30. Kota Kediri -0.4000 0.4400 Tidak Signifikan 31. Kota Blitar -0.0813 0.3200 Tidak Signifikan 32. Kota Malang 0.2021 0.3600 Tidak Signifikan 33. Kota Probolinggo -0.1300 0.2600 Tidak Signifikan 34. Kota Pasuruan -0.2586 0.2600 Tidak Signifikan 35. Kota Mojokerto -0.2598 0.4900 Tidak Signifikan 36. Kota Madiun -0.0170 0.4300 Tidak Signifikan 37. Kota Surabaya -0.8727 0.1300 Tidak Signifikan 38. Kota Batu -0.0130 0.4900 Tidak Signifikan
Hasil uji bivariat LISA antara variabel komplikasi neonatal ditangani
dengan angka kematian neonatal memberikan informasi bahwa Kabupaten
Probolinggo dan Kabupaten Gresik memiliki p-value < alpha = 0,05 sehingga Ho
ditolak yang berarti signifikan atau terdapat autokorelasi spasial pada
kabupaten/kota tersebut. Nilai Ii menunjukkan nilai indeks moran pada lokasi ke-
i. Kabupaten Gresik memiliki nilai Ii > 0 sehingga dapat disimpulkan bahwa
lokasi-lokasi yang berdekatan mempunyai nilai yang sama. Sedangkan Kabupaten
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 71
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Probolinggo memiliki nilai Ii < 0 sehingga dapat disimpulkan bahwa lokasi-lokasi
yang berdekatan memiliki nilai yang berbeda.
Gambar 5.20 Peta Signifikansi Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Komplikasi Neonatal Ditangani dan AKN
1
2
3 4 5
6
7 8
9
10
11 12
13 14
15
16 17 18
19 20
21
22
23
24
25 26 27 28 29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 72
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Gambar 5.21 Peta Cluster Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Komplikasi Neonatal Ditangani dan AKN
Berdasarkan gambar 5.20 menunjukkan bahwa Kabupaten Gresik dan
Kabupaten Probolinggo signifikan pada 0,05. Berdasarkan gambar 5.21
menunjukkan bahwa Kabupaten Probolinggo berada pada kuadran Low-High
(LH) yang merupakan kabupaten dengan persentase komplikasi neonatal
ditangani rendah namun dikelilingi oleh kabupaten/kota yang mempunyai angka
kematian neonatal yang tinggi, sedangkan Kabupaten Gresik berada pada kuadran
Low-Low (LL) merupakan kabupaten/kota dengan persentase komplikasi neonatal
ditangani rendah namun dikelilingi oleh kabupaten/kota yang mempunyai angka
kematian neonatal yang rendah pula.
1
2
3 4 5
6
7 8 9
10
11 12
13 14
15
16 17 18 19 20
21
22
23
24 25 26 27 28 29
30
31 32
33 34
35
36
37
38
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 73
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
5.7 Analisis Spasial Bivariat Antara Variabel Kunjungan Neonatal
Lengkap Dengan Angka Kematian Neonatal
5.7.1 Bivariat Moran’s Scatterplot Kunjungan Neonatal Lengkap dengan
Angka Kematian Neonatal
Pada subbab ini dibahas tentang bivariat Moran’s scatterplot variabel
kunjungan neonatal lengka[ dan angka kematian neonatal. Moran’s scatterplot ini
terdiri dari sumbu x dan sumbu y, nilai pada sumbu x adalah angka kematian
neonatal pada tiap kabupaten/kota dan disimbolkan dengan Moran’s std,
sedangkan nilai pada sumbu y adalah persentase kunjungan neonatal lengkap pada
kabupaten/kota tetangga dan disimbolkan dengan Moran’s lag. Berikut hasil
bivariat Moran’s scatterplot antara kunjungan neonatal lengkap dengan angka
kematian neonatal.
Gambar 5.22 Bivariat Moran’s Scatterplot Kunjungan Neonatal Lengkap dan
AKN
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 74
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Hasil Moran’s Scatterplot pada gambar 5.22 diketahui terdapat 4 kuadran,
kuadran I yang terletak di kanan atas disebut High-High (HH) menunjukkan
bahwa kabupaten/kota yang memiliki nilai persentase kunjungan neonatal lengkap
tinggi dikelilingi oleh kabupaten/kota yang mempunyai nilai angka kematian
neonatal yang juga tinggi. Kuadran II yang terletak di kiri atas disebut Low-High
(LH) menunjukkan bahwa kabupaten/kota yang memiliki nilai persentase
kunjungan neonatal lengkap rendah tapi dikelilingi oleh kabupaten/kota yang
mempunyai nilai angka kematian neonatal yang tinggi. Kuadran III yang terletak
di kiri bawah disebut Low-Low (LL) menunjukkan bahwa kabupaten/kota yang
memiliki nilai persentase kunjungan neonatal lengkap rendah dikelilingi oleh
kabupaten/kota yang memiliki nilai angka kematian neonatal yang rendah pula.
Kuadran IV yang terletak di kanan bawah disebut High-Low (HL) menunjukkan
bahwa kabupaten/kota yang memiliki nilai persentase kunjungan neonatal lengkap
tinggi namun dikelilingi oleh kabupaten/kota yang mempunyai nilai angka
kematian neonatal yang rendah.
Tabel 5.9 Cluster Hasil Bivariat Moran’s Scatterplot antara Variabel Kunjungan Neonatal Lengkap dan AKN
Cluster Kabupaten/Kota Kuadran I
High-High (HH) Kabupaten Pacitan, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Malang, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bangkalan, Kota Blitar, Kota Probolinggo
Kuadran II Low-High (LH)
Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Jember, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Nganjuk, Kota Pasuruan
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 75
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Tabel 5.9 Cluster Hasil Bivariat Moran’s Scatterplot antara Variabel Kunjungan Neonatal Lengkap dan AKN
Cluster Kabupaten/Kota Kuadran III
Low-Low (LL) Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Jombang, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sampang, Kabupaten Sumenep, Kota Batu
Kuadran IV High-Low (HL)
Kabupaten Kediri, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Tuban, Kabupaten Pamekasan, Kota Kediri, Kota Malang, Kota Mojokerto, Kota Madiun, Kota Surabaya
Bivariat Moran’s scatterplot antara kunjungan neonatal lengkap dengan
AKN diketahui memiliki autokorelasi spasial negatif (I = 0,0818853) yang berarti
sebagian besar kabupaten/kota tersebar di kuadran I dan III.
5.7.2 Uji Bivariat LISA Variabel Kunjungan Neonatal Lengkap dengan
Angka Kematian Neonatal
Berdasarkan hasil uji bivariat LISA antara variabel kunjungan neonatal
lengkap dengan angka kematian neonatal di Provinsi Jawa Timur tahun 2014
diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 5.10 Hasil Uji Bivariat LISA antara Variabel Kunjungan Neonatal Lengkap dengan Angka Kematian Neonatal
No Kabupaten/Kota Ii P-value Keterangan 1. Kabupaten Pacitan 0.2879 0.3100 Tidak Signifikan 2. Kabupaten Ponorogo 0.0945 0.4300 Tidak Signifikan 3. Kabupaten Trenggalek -0.0751 0.3200 Tidak Signifikan 4. Kabupaten Tulungagung 0.1086 0.2700 Tidak Signifikan 5. Kabupaten Blitar 0.4054 0.2700 Tidak Signifikan 6. Kabupaten Kediri -0.0005 0.3900 Tidak Signifikan 7. Kabupaten Malang 0.0167 0.2900 Tidak Signifikan 8. Kabupaten Lumajang 0.0061 0.4900 Tidak Signifikan
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 76
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
No Kabupaten/Kota Ii P-value Keterangan 9. Kabupaten Jember -0.3023 0.1500 Tidak Signifikan 10. Kabupaten Banyuwangi -0.1737 0.1700 Tidak Signifikan 11. Kabupaten Bondowoso -0.0055 0.5000 Tidak Signifikan 12. Kabupaten Situbondo 0.1398 0.1800 Tidak Signifikan 13. Kabupaten Probolinggo -0.1579 0.0400 Signifikan 14. Kabupaten Pasuruan 0.0725 0.2300 Tidak Signifikan 15. Kabupaten Sidoarjo -0.0368 0.2000 Tidak Signifikan 16. Kabupaten Mojokerto 0.3672 0.2800 Tidak Signifikan 17. Kabupaten Jombang 0.1251 0.3800 Tidak Signifikan 18. Kabupaten Nganjuk -0.1721 0.2100 Tidak Signifikan 19. Kabupaten Madiun 0.0051 0.4600 Tidak Signifikan 20. Kabupaten Magetan 0.1992 0.3300 Tidak Signifikan 21. Kabupaten Ngawi 0.0400 0.3600 Tidak Signifikan 22. Kabupaten Bojonegoro 0.0769 0.4400 Tidak Signifikan 23. Kabupaten Tuban -0.0653 0.4700 Tidak Signifikan 24. Kabupaten Lamongan 0.0000 0.4700 Tidak Signifikan 25. Kabupaten Gresik 0.9032 0.0400 Signifikan 26. Kabupaten Bangkalan 0.9623 0.1800 Tidak Signifikan 27. Kabupaten Sampang 0.0800 0.0800 Tidak Signifikan 28. Kabupaten Pamekasan -0.1844 0.4100 Tidak Signifikan 29. Kabupaten Sumenep 0.5165 0.1300 Tidak Signifikan 30. Kota Kediri -0.1229 0.4300 Tidak Signifikan 31. Kota Blitar 0.3967 0.3600 Tidak Signifikan 32. Kota Malang -0.9638 0.2900 Tidak Signifikan 33. Kota Probolinggo 0.6877 0.2200 Tidak Signifikan 34. Kota Pasuruan -0.8920 0.1900 Tidak Signifikan 35. Kota Mojokerto -0.2134 0.4900 Tidak Signifikan 36. Kota Madiun -0.0115 0.4400 Tidak Signifikan 37. Kota Surabaya -0.0225 0.1500 Tidak Signifikan 38. Kota Batu -0.0194 0.4400 Tidak Signifikan
Hasil uji bivariat LISA antara variabel kunjungan neonatal lengkap dengan
angka kematian neonatal memberikan informasi bahwa Kabupaten Probolinggo
dan Kabupaten Gresik memiliki p-value < alpha = 0,05 sehingga Ho ditolak yang
berarti signifikan atau terdapat autokorelasi spasial pada kabupaten/kota tersebut.
Nilai Ii menunjukkan nilai indeks moran pada lokasi ke-i. Kabupaten Probolinggo
memiliki nilai Ii > 0 sehingga dapat disimpulkan bahwa lokasi-lokasi yang
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 77
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
berdekatan mempunyai nilai yang sama. Sedangkan Kabupaten Gresik memiliki
nilai Ii < 0 sehingga dapat disimpulkan bahwa lokasi-lokasi yang berdekatan
memiliki nilai yang berbeda.
Gambar 5.23 Peta Signifikansi Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Kunjungan Neonatal Lengkap dan AKN
1
2
3 4 5
6
7 8
9
10
11 12
13 14
15
16 17 18
19 20
21
22
23
24
25 26 27 28 29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 78
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Gambar 5.24 Peta Cluster Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Kunjungan Neonatal Lengkap dan AKN
Berdasarkan gambar 5.23 menunjukkan bahwa Kabupaten Gresik dan
Kabupaten Probolinggo signifikan pada 0,05. Berdasarkan gambar 5.24
menunjukkan bahwa Kabupaten Probolinggo berada pada kuadran Low-High
(LH) yang merupakan kabupaten dengan persentase kunjungan neonatal lengkap
rendah namun dikelilingi oleh kabupaten/kota yang mempunyai angka kematian
neonatal yang tinggi, sedangkan Kabupaten Gresik berada pada kuadran Low-Low
(LL) merupakan kabupaten/kota dengan persentase kunjungan neonatal lengkap
rendah namun dikelilingi oleh kabupaten/kota yang mempunyai angka kematian
neonatal yang rendah pula.
1
2
3 4 5
6
7 8
9
10
11 12
13 14
15
16 17 18
19 20
21
22
23
24 25 26 27 28 29
30
31 32
33 34
35
36
37
38
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 79
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
5.8 Analisis Spasial Bivariat Antara Variabel Berat Badan Lahir Rendah
Dengan Angka Kematian Neonatal
5.8.1 Bivariat Moran’s Scatterplot Berat Badan Lahir Rendah dengan
Angka Kematian Neonatal
Gambar 5.25 Bivariat Moran’s Scatterplot Berat Badan Lahir Rendah dan AKN
Hasil Moran’s Scatterplot pada gambar 5.25 diketahui terdapat 4 kuadran,
kuadran I yang terletak di kanan atas disebut High-High (HH) menunjukkan
bahwa kabupaten/kota yang memiliki nilai persentase berat badan lahir rendah
yang tinggi dikelilingi oleh kabupaten/kota yang mempunyai nilai angka kematian
neonatal yang juga tinggi. Kuadran II yang terletak di kiri atas disebut Low-High
(LH) menunjukkan bahwa kabupaten/kota yang memiliki nilai persentase berat
badan lahir rendah yang rendah tapi dikelilingi oleh kabupaten/kota yang
mempunyai nilai angka kematian neonatal yang tinggi. Kuadran III yang terletak
di kiri bawah disebut Low-Low (LL) menunjukkan bahwa kabupaten/kota yang
memiliki nilai persentase berat badan lahir rendah yang rendah dikelilingi oleh
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 80
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
kabupaten/kota yang memiliki nilai angka kematian neonatal yang rendah pula.
Kuadran IV yang terletak di kanan bawah disebut High-Low (HL) menunjukkan
bahwa kabupaten/kota yang memiliki nilai persentase berat badan lahir rendah
yang tinggi namun dikelilingi oleh kabupaten/kota yang mempunyai nilai angka
kematian neonatal yang rendah.
Tabel 5.11 Cluster Hasil Bivariat Moran’s Scatterplot antara Variabel Berat Badan Lahir Rendah dan AKN
Cluster Kabupaten/Kota Kuadran I
High-High (HH) Kabupaten Pacitan, Kabupaten Jember, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Nganjuk, Kota Blitar, Kota Probolinggo
Kuadran II Low-High (LH)
Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Malang, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bangkalan, Kota Pasuruan
Kuadran III Low-Low (LL)
Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Madiun, Kabupaten Gresik, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sumenep, Kota Kediri, Kota Malang, Kota Surabaya, Kota Batu.
Kuadran IV High-Low (HL)
Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Jombang, Kabupaten Magetan, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Tuban, Kabupaten Sampang, Kota Mojokerto, Kota Madiun
Bivariat Moran’s scatterplot antara berat badan lahir rendah dengan AKN
diketahui memiliki autokorelasi spasial positif (I = 0,0910143) yang berarti
sebagian besar kabupaten/kota tersebar di kuadran I dan III.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 81
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
5.3.2 Uji Bivariat LISA Variabel Berat Badan Lahir Rendah dengan Angka
Kematian Neonatal
Berdasarkan hasil uji bivariat LISA antara variabel berat badan lahir
rendah dengan angka kematian neonatal di Provinsi Jawa Timur tahun 2014
diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 5.12 Hasil Uji Bivariat LISA antara Variabel Berat Badan Lahir Rendah dengan Angka Kematian Neonatal
No Kabupaten/Kota Ii P-value Keterangan 1. Kabupaten Pacitan 0.2164 0.3400 Tidak Signifikan 2. Kabupaten Ponorogo -0.0096 0.4400 Tidak Signifikan 3. Kabupaten Trenggalek -0.0125 0.3700 Tidak Signifikan 4. Kabupaten Tulungagung -0.0447 0.3900 Tidak Signifikan 5. Kabupaten Blitar -0.0530 0.1900 Tidak Signifikan 6. Kabupaten Kediri 0.0956 0.4800 Tidak Signifikan 7. Kabupaten Malang -0.0321 0.2300 Tidak Signifikan 8. Kabupaten Lumajang -0.0288 0.4100 Tidak Signifikan 9. Kabupaten Jember 0.2831 0.2000 Tidak Signifikan 10. Kabupaten Banyuwangi -0.0682 0.1700 Tidak Signifikan 11. Kabupaten Bondowoso -0.0783 0.4000 Tidak Signifikan 12. Kabupaten Situbondo 0.5130 0.1700 Tidak Signifikan 13. Kabupaten Probolinggo 0.7933 0.0200 Signifikan 14. Kabupaten Pasuruan 0.1402 0.2600 Tidak Signifikan 15. Kabupaten Sidoarjo 0.4569 0.2400 Tidak Signifikan 16. Kabupaten Mojokerto 0.5074 0.2300 Tidak Signifikan 17. Kabupaten Jombang 0.0489 0.3100 Tidak Signifikan 18. Kabupaten Nganjuk 0.0172 0.3300 Tidak Signifikan 19. Kabupaten Madiun 0.0173 0.5000 Tidak Signifikan 20. Kabupaten Magetan -0.2665 0.2600 Tidak Signifikan 21. Kabupaten Ngawi -0.2601 0.3600 Tidak Signifikan 22. Kabupaten Bojonegoro -0.0538 0.3500 Tidak Signifikan 23. Kabupaten Tuban -0.2035 0.4500 Tidak Signifikan 24. Kabupaten Lamongan -0.0000 0.4900 Tidak Signifikan 25. Kabupaten Gresik 0.4791 0.0200 Signifikan 26. Kabupaten Bangkalan -0.9721 0.1800 Tidak Signifikan 27. Kabupaten Sampang -0.3180 0.1800 Tidak Signifikan 28. Kabupaten Pamekasan 0.0790 0.4000 Tidak Signifikan
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 82
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
No Kabupaten/Kota Ii P-value Keterangan 29. Kabupaten Sumenep 0.7245 0.1500 Tidak Signifikan 30. Kota Kediri 0.1457 0.4800 Tidak Signifikan 31. Kota Blitar 0.4620 0.3100 Tidak Signifikan 32. Kota Malang 0.1760 0.2700 Tidak Signifikan 33. Kota Probolinggo 0.3360 0.3800 Tidak Signifikan 34. Kota Pasuruan -0.0696 0.2100 Tidak Signifikan 35. Kota Mojokerto -0.0235 0.4600 Tidak Signifikan 36. Kota Madiun -0.2112 0.3600 Tidak Signifikan 37. Kota Surabaya 0.5573 0.0600 Tidak Signifikan 38. Kota Batu 0.0161 0.4900 Tidak Signifikan
Hasil uji bivariat LISA antara variabel berat badan lahir rendah dengan
angka kematian neonatal memberikan informasi bahwa Kabupaten Probolinggo
memiliki p-value < alpha = 0,05 sehingga Ho ditolak yang berarti signifikan atau
terdapat autokorelasi spasial pada kabupaten/kota tersebut. Nilai Ii menunjukkan
nilai indeks moran pada lokasi ke-i. Kabupaten Probolinggo memiliki nilai Ii > 0
sehingga dapat disimpulkan bahwa lokasi-lokasi yang berdekatan mempunyai
nilai yang sama.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 83
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Gambar 5.26 Peta Signifikansi Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Berat Badan Lahir Rendah dan AKN
Gambar 5.27 Peta Cluster Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Berat Badan Lahir Rendah dan AKN
1
2
3 4 5
6
7 8 9
10
11 12 13
14
15
16 17 18 19 20
21 22
23
24 25 26 27 28 29
30
31 32
33 34
35
36
37
38
1
2
3 4 5
6
7 8 9
10
11 12
13 14
15
16 17 18 19 20
21
22
23
24 25 26 27 28 29
30
31 32
33 34
35
36
37
38
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 84
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Berdasarkan gambar 5.26 menunjukkan bahwa Kabupaten Gresik dan
Kabupaten Probolinggo signifikan pada 0,05. Berdasarkan gambar 5.27
menunjukkan bahwa Kabupaten Probolinggo berada pada kuadran High-High
(HH) yang merupakan kabupaten dengan persentase berat badan lahir rendah yang
tinggi namun dikelilingi oleh kabupaten/kota yang mempunyai angka kematian
neonatal yang tinggi, sedangkan Kabupaten Gresik berada pada kuadran Low-Low
(LL) merupakan kabupaten/kota dengan persentase berat badan lahir rendah yang
rendah namun dikelilingi oleh kabupaten/kota yang mempunyai angka kematian
neonatal yang rendah pula.
5.9 Ringkasan Analisis Spasial Bivariat
Tabel dibawah ini merupakan ringkasan dari seluruh variabel independent
yang telah dianalisis dengan angka kematian neonatal.
Tabel 5.13 Ringkasan Analisis Spasial Bivariat
No Variabel Moran’s I Local Indicator of Spatial Autocorrelation (LISA)
Kab/Kota Signifikan Autokorelasi
1 Cakupan K4 -0,105676 Kabupaten Gresik Kabupaten Probolinggo
Positif (L-L) Negatif (L-H)
2
Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
-0,0786074 Kabupaten Gresik Kabupaten Probolinggo
Positif (L-L) Negatif (L-H)
3 Komplikasi Kebidanan Ditangani
0,0174128 Kabupaten Gresik Kabupaten Probolinggo
Negatif (H-L) Positif (H-H)
4 Komplikasi Neonatal Ditangani
-0.0201606 Kabupaten Gresik Kabupaten Probolinggo
Positif (L-L) Negatif (L-H)
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 85
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Tabel 5.13 Ringkasan Analisis Spasial Bivariat
No Variabel Moran’s I Local Indicator of Spatial Autocorrelation (LISA)
Kab/Kota Signifikan Autokorelasi
5 Kunjungan Neonatal Lengkap
0,0818853 Kabupaten Gresik Kabupaten Probolinggo
Positif (L-L) Negatif (L-H)
6
Berat Badan Lahir Rendah
0,0910143 Kabupaten Gresik Kabupaten Probolinggo
Positif (L-L) Positif (H-H)
Variabel cakupan K4 memiliki nilai Moran’s I sebesar -0,105676 yang
menunjukkan bahwa hubungan autokorelasi spasial bivariat antara variabel
cakupan K4 dengan AKN bersifat negatif dengan kekuatan hubungan lemah. Pada
analisis LISA kabupaten/kota yang signifikan adalah Kabupaten Gresik dengan
autokorelasi positif Low-Low (LL) yang artinya rendahnya cakupan K4 pada
Kabupaten Gresik terdapat hubungan secara spasial terhadap rendahnya AKN di
daerah sekitar Kabupaten Gresik (neighbours), dan Kabupaten Probolinggo
dengan autokorelasi negatif Low-High (LH) yang artinya rendahnya cakupan
kunjungan K4 di Kabupaten Probolinggo terdapat hubungan secara spasial
terhadap tingginya AKN di daerah sekitar Kabupaten Probolinggo (neighbours).
Variabel cakupan persalinan di tolong oleh tenaga kesehatan memiliki
nilai Moran’s I sebesar -0,0786074 yang menunjukkan bahwa hubungan
autokorelasi spasial bivariat antara variabel cakupan persalinan di tolong oleh
tenaga kesehatan dengan AKN bersifat negatif dengan kekuatan hubungan lemah.
Pada analisis LISA kabupaten/kota yang signifikan adalah Kabupaten Gresik
dengan autokorelasi positif Low-Low (LL) yang artinya rendahnya cakupan
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 86
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
persalinan di tolong oleh tenaga kesehatan pada Kabupaten Gresik terdapat
hubungan secara spasial terhadap rendahnya AKN di daerah sekitar Kabupaten
Gresik (neighbours), dan Kabupaten Probolinggo dengan autokorelasi negatif
Low-High (LH) yang artinya rendahnya cakupan persalinan di tolong oleh tenaga
kesehatan di Kabupaten Probolinggo terdapat hubungan secara spasial terhadap
tingginya AKN di daerah sekitar Kabupaten Probolinggo (neighbours).
Variabel cakupan komplikasi kebidanan ditangani memiliki nilai Moran’s
I sebesar 0,0174128 yang menunjukkan bahwa hubungan autokorelasi spasial
bivariat antara variabel cakupan komplikasi kebidanan ditangani dengan AKN
bersifat positif dengan kekuatan hubungan lemah. Pada analisis LISA
kabupaten/kota yang signifikan adalah Kabupaten Gresik dengan autokorelasi
negatif High-Low (HL) yang artinya tingginya cakupan komplikasi kebidanan
ditangani pada Kabupaten Gresik terdapat hubungan secara spasial terhadap
rendahnya AKN di daerah sekitar Kabupaten Gresik (neighbours), dan Kabupaten
Probolinggo dengan autokorelasi positif High-High (HH) yang artinya tingginya
cakupan komplikasi kebidanan ditangani di Kabupaten Probolinggo terdapat
hubungan secara spasial terhadap tingginya AKN di daerah sekitar Kabupaten
Probolinggo (neighbours).
Variabel cakupan komplikasi neonatal ditangani memiliki nilai Moran’s I
sebesar -0.0201606 yang menunjukkan bahwa hubungan autokorelasi spasial
bivariat antara variabel cakupan komplikasi neonatal ditangani dengan AKN
bersifat negatif dengan kekuatan hubungan lemah. Pada analisis LISA
kabupaten/kota yang signifikan adalah Kabupaten Gresik dengan autokorelasi
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 87
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
positif Low-Low (LL) yang artinya rendahnya cakupan komplikasi neonatal
ditangani pada Kabupaten Gresik terdapat hubungan secara spasial terhadap
rendahnya AKN di daerah sekitar Kabupaten Gresik (neighbours), dan Kabupaten
Probolinggo dengan autokorelasi negatif Low-High (LH) yang artinya rendahnya
cakupan komplikasi neonatal ditangani di Kabupaten Probolinggo terdapat
hubungan secara spasial terhadap tingginya AKN di daerah sekitar Kabupaten
Probolinggo (neighbours).
Variabel cakupan kunjungan neonatal lengkap memiliki nilai Moran’s I
sebesar 0,0818853 yang menunjukkan bahwa hubungan autokorelasi spasial
bivariat antara variabel cakupan kunjungan neonatal lengkap dengan AKN
bersifat positif dengan kekuatan hubungan lemah. Pada analisis LISA
kabupaten/kota yang signifikan adalah Kabupaten Gresik dengan autokorelasi
positif Low-Low (LL) yang artinya rendahnya cakupan kunjungan neonatal
lengkap pada Kabupaten Gresik terdapat hubungan secara spasial terhadap
rendahnya AKN di daerah sekitar Kabupaten Gresik (neighbours), dan Kabupaten
Probolinggo dengan autokorelasi negatif Low-High (LH) yang artinya rendahnya
cakupan kunjungan neonatal lengkap di Kabupaten Probolinggo terdapat
hubungan secara spasial terhadap tingginya AKN di daerah sekitar Kabupaten
Probolinggo (neighbours).
Variabel persentase berat badan lahir rendah memiliki nilai Moran’s I
sebesar 0,0910143 yang menunjukkan bahwa hubungan autokorelasi spasial
bivariat antara variabel persentase berat badan lahir rendah dengan AKN bersifat
positif dengan kekuatan hubungan lemah. Pada analisis LISA kabupaten/kota
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 88
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
yang signifikan adalah Kabupaten Gresik dengan autokorelasi positif Low-Low
(LL) yang artinya rendahnya persentase berat badan lahir rendah pada Kabupaten
Gresik terdapat hubungan secara spasial terhadap rendahnya AKN di daerah
sekitar Kabupaten Gresik (neighbours), dan Kabupaten Probolinggo dengan
autokorelasi positif High-High (HH) yang artinya tingginya persentase berat
badan lahir rendah di Kabupaten Probolinggo terdapat hubungan secara spasial
terhadap tingginya AKN di daerah sekitar Kabupaten Probolinggo (neighbours).
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
89 SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Hubungan Variabel Kunjungan K4 dengan Angka Kematian
Neonatal
Pemeriksaan antenatal merupakan pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada ibu selama kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal
(Syafruddin & Hamidah, 2009). Dengan demikian, pelayanan antenatal adalah
pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama kehamilannya, yang
dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang di tetapkan (Depkes,
2004). Keseluruhan kunjungan ANC atau kunjungan K4 selama kehamilan
merupakan indikator kualitas pelayanan kesehatan ibu khusunya pemeriksaan
kehamilan, sehingga diharapkan ibu hamil yang sudah melakukan K4
mendapatkan pelayanan komprehensif sesuai dengan standar yang berlaku.
(Depkes, 2009 dan IBI, 2006)
Berdasarkan hasil analisis spasial bivariat Moran’s I pada variabel
kunjungan K4 dengan angka kematian neonatal menunjukkan bahwa kunjungan
K4 mempunyai hubungan autokorelasi spasial bivariat negatif (I=-0,105676) atau
berbanding terbalik dengan angka kematian neonatal di Provinsi Jawa Timur.
Berdasarkan hasil analisis spasial bivariat LISA pada variabel kunjungan
K4 dengan angka kematian neonatal menunjukkan bahwa terdapat dua
kabupaten/kota yang signifikan terjadi autokorelasi spasial, yaitu Kabupaten
Gresik dan Kabupaten Probolinggo. Pada Kabupaten Gresik memiliki hubungan
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
90
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
autokorelasi positif Low-Low (LL) dan signifikan pada p = 0,05. Dengan kata lain
rendahnya cakupan kunjungan K4 di Kabupaten Gresik terdapat hubungan spasial
terhadap rendahnya angka kematian neonatal di daerah sekitar Kabupaten Gresik
(neighbours). Pada Kabupaten Probolinggo memiliki hubungan autokorelasi
negatif Low-High (LH) dan signifikan pada p = 0,05. Dengan kata lain rendahnya
cakupan kunjungan K4 di Kabupaten Probolinggo terdapat hubungan secara
spasial terhadap tingginya angka kematian neonatal di daerah sekitar Kabupaten
Probolinggo (neighbours).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yani dan Duarsa pada tahun
2013 yang menyatakan bahwa “ bayi yang dilahirkan dari ibu yang mendapatkan
pelayanan antenatal tidak lengkap beresiko 16,32 kali mengalami kematian
neonatal dibanding dengan bayi yang dilahirkan dari ibu yang mendapatkan
pelayanan antenatal lengkap.” Hasil penelitian pada Kabupaten Gresik tidak
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yani dan Duarsa, namun hasil
penelitian pada Kabupaten Probolinggo sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Yani dan Duarsa.
Pada Kabupaten Gresik hasil penelitian yang tidak sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Yani dan Duarsa, kemungkinan disebabkan oleh 2
hal, yang pertama adalah tentang analisis spasial. Berdasarkan cara perhitungan
LISA pada analisis spasial bisa dikatakan tidak cocok untuk data kesehatan karena
membandingkan capaian variabel K4 di wilayah Kabupaten Gresik dengan
variabel AKN di wilayah sekitar. Hal inilah yang kemungkinan menjadikan hasil
tidak sejalan dengan penelitian yang biasa dilakukan oleh peneliti lain, karena bisa
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
91
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
jadi jika dibandingkan dengan variabel AKN di wilayah Kabupaten Gresik maka
terdapat hubungan antara variabel K4 dengan variabel AKN. Selain itu, hal yang
kedua adalah kemungkinan pelaporan data sekunder pada Kabupaten Gresik dan
sekitarnya yang tidak lengkap atau tidak “sehat”, hal ini dapat dibuktikan dengan
sesuainya hasil penelitian di Kabupaten Probolinggo dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh peneliti lain.
Berdasarkan pembahasan diatas maka diharapkan Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan pelayanan
antenatal agar dapat dilaksanakan dengan optimal sesuai standar dan melakukan
pembinaan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang memiliki cakupan
pelayanan K4 yang rendah agar dapat meningkatkan cakupannya.
6.2 Hubungan Variabel Persalinan Ditolong Oleh Tenaga Kesehatan
dengan Angka Kematian Neonatal
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan merupakan pelayanan
persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten
(Depkes RI, 2009). Penanganan medis yang tepat dan memadai saat ibu
melahirkan dapat menurunkan resiko komplikasi yang bisa menyebabkan
kesakitan serius pada ibu dan bayinya (BPS, BKKBN, Kemenkes & ICF
International, 2013).
Berdasarkan hasil analisis spasial bivariat Moran’s I pada variabel
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan dengan angka kematian neonatal
menunjukkan bahwa persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan mempunyai
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
92
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
hubungan autokorelasi spasial bivariat negatif (I=-0,0786074) atau berbanding
terbalik dengan angka kematian neonatal di Provinsi Jawa Timur.
Berdasarkan hasil analisis spasial bivariat LISA pada variabel persalinan
ditolong oleh tenaga kesehatan dengan angka kematian neonatal menunjukkan
bahwa terdapat dua kabupaten/kota yang signifikan terjadi autokorelasi spasial,
yaitu Kabupaten Gresik dan Kabupaten Probolinggo. Pada Kabupaten Gresik
memiliki hubungan autokorelasi positif Low-Low (LL) dan signifikan pada p =
0,05. Dengan kata lain rendahnya cakupan persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan di Kabupaten Gresik terdapat hubungan spasial terhadap rendahnya
angka kematian neonatal di daerah sekitar Kabupaten Gresik (neighbours). Pada
Kabupaten Probolinggo memiliki hubungan autokorelasi negatif Low-High (LH)
dan signifikan pada p = 0,05. Dengan kata lain rendahnya cakupan persalinan
ditolong oleh tenaga kesehatan di Kabupaten Probolinggo terdapat hubungan
secara spasial terhadap tingginya angka kematian neonatal di daerah sekitar
Kabupaten Probolinggo (neighbours).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Singh,dkk (2014), Pertiwi, (2010) dan Wijayanti, (2013) yang menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara penolong persalinan dengan kematian neonatal.
Namun, hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Sugiharto (2011), Dewi, (2010) dan Nugraheni (2013) yang menunjukkan
tidak terdapat hubungan antara penolong persalinan dengan kematian neonatal.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
93
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prabamurti, dkk (2008)
menunjukkan terdapat hubungan antara penolong persalinan dengan kematian
neonatal. Sehingga persalinan yang tidak ditolong tenaga kesehatan memiliki
resiko kematian 6,07 kali lebih besar dibanding dengan persalinan yang ditolong
oleh tenaga kesehatan. Hasil penelitian pada Kabupaten Gresik tidak sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Prabamurti, dkk. Namun hasil penelitian
pada Kabupaten Probolinggo sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Prabamurti, dkk.
Pada cakupan persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, hasil penelitian
pada Kabupaten Gresik tidak dapat dikatakan sepenuhnya tidak sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain. Hasil penelitian yang dilakukan
oleh peneliti lain ada yang mengatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara
cakupan persalinan ditolong oleh tenga kesehatan dengan angka kematian
neonatal. Namun, hasil penelitian diatas tetap dipengaruhi oleh 2 hal yaitu
pelaporan data sekunder yang tidak lengkap, dan kecocokan analisis spasial
indeks Moran’s dan LISA dengan data kesehatan.
Berdasarkan pembahasan diatas diharapkan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota memperbanyak media promosi tentang penolong persalinan yang
aman serta membuat program kerja kemitraan dengan dukun yang ada di wilayah
kerja masing-masing puskesmas dan memasukannya dalam rencana anggaran
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
94
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
6.3 Hubungan Variabel Komplikasi Kebidanan Ditangani dengan Angka
Kematian Neonatal
Komplikasi kebidanan adalah keadaan peenyimpangan dari normal, yang
secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi. Kegiatan
deteksi dini dan penanganan ibu hamil beresiko/komplikasi kebidanan perlu
ditingkatkan baik di fasilitas pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
Komplikasi kebidanan meliputi Hb< 8g%, tekanan darah tinggi (sistol >
140 mmHg, diastol > 90 mmHg), oedema nyata, eklampsia, perdarahan
pervaginam, ketuban pecah dini, letak lintang pada usia kehamilan > 32 minggu,
letak sungsang pada primigravida, infeksi berat/sepsis, persalinan premature.
(Depkes, Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), 2007)
Berdasarkan hasil analisis spasial bivariat Moran’s I pada variabel
komplikasi kebidanan ditangani dengan angka kematian neonatal menunjukkan
bahwa komplikasi kebidanan ditangani mempunyai hubungan autokorelasi spasial
bivariat positif (I=0,0174128) atau berbanding lurus dengan angka kematian
neonatal di Provinsi Jawa Timur.
Berdasarkan hasil analisis spasial bivariat LISA pada variabel komplikasi
kebidanan ditangani dengan angka kematian neonatal menunjukkan bahwa
terdapat dua kabupaten/kota yang signifikan terjadi autokorelasi spasial, yaitu
Kabupaten Gresik dan Kabupaten Probolinggo. Pada Kabupaten Gresik memiliki
hubungan autokorelasi negatif High-Low (HL) dan signifikan pada p = 0,05.
Dengan kata lain tingginya cakupan komplikasi kebidanan ditangani di Kabupaten
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
95
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Gresik terdapat hubungan spasial terhadap rendahnya angka kematian neonatal di
daerah sekitar Kabupaten Gresik (neighbours). Pada Kabupaten Probolinggo
memiliki hubungan autokorelasi positif High-High (HH) dan signifikan pada p =
0,05. Dengan kata lain tingginya cakupan komplikasi kebidanan ditangani di
Kabupaten Probolinggo terdapat hubungan secara spasial terhadap tingginya
angka kematian neonatal di daerah sekitar Kabupaten Probolinggo (neighbours)
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Noor
Latifah (2012), Nugraheni (2013), Wijayanti (2013) yang menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara komplikasi kebidanan dengan kematian
neonatal.
Menurut Rahmawati (2007) Ibu yang mengalami komplikasi kebidanan
memiliki resiko lebih tinggi terhadap kematian neonatal dibandingkan ibu yang
tidak mengalami komplikasi kebidanan. Bayi dari ibu yang mengalami komplikasi
kebidanan memiliki risiko 1,8 kali lebih tinggi terhadap kematian neonatal
dibandingkan bayi dari ibu yang tidak mengalami komplikasi selama
kehamilannya. Hasil penelitian pada Kabupaten Probolinggo tidak sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati. Namun, Hasil penelitian pada
Kabupaten Gresik sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Rahmawati.
Pada variabel komplikasi kebidanan hasil penelitian pada Kabupaten
Probolinggo tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain.
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh 2 hal, yaitu pelaporan data yang tidak
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
96
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
lengkap atau tidak “sehat” pada Kabupaten Problinggo dan sekitarnya, atau
analisis spasial indeks Moran’s dan LISA tidak cocok dilakukan untuk data
kesehatan.
Berdasarkan pembahasan diatas diharapkan Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Timur melakukan pemantauan pada pelaksanaan pelayanan penanganan
komplikasi kebidanan sehingga dapat dilakukan dengan optimal dan sesuai
standar. Selain itu, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur juga melakukan
pemerataan kualitas tenaga kesehatan antar wilayah, sehingga capaian tiap
kabupaten/kota bisa sama atau meningkat.
6.4 Hubungan Variabel Komplikasi Neonatal Ditangani Dengan Angka
Kematian Neonatal
Penanganan komplikasi neonatus adalah pelayanan kepada neonatus
dengan komplikasi neonatal untuk mendapatkan penanganan definitik sesuai
standar oleh tenaga kesehatan yang kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan
rujukan. Penanganan komplikasi neonatal yang ditangani adalah penanganan
asfiksia, hipotermia, bayi berat lahir rendah, infeksi neonatus, kejang neonatus,
ikterus ringan atau sedang, dan gangguan minum.
Berdasarkan hasil analisis spasial bivariat Moran’s I pada variabel
komplikasi neonatal ditangani dengan angka kematian neonatal menunjukkan
bahwa komplikasi neonatal ditangani mempunyai hubungan autokorelasi spasial
bivariat negatif (I=-0,0201606) atau berbanding terbalik dengan angka kematian
neonatal di Provinsi Jawa Timur.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
97
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Berdasarkan hasil analisis spasial bivariat LISA pada variabel komplikasi
neonatal ditangani dengan angka kematian neonatal menunjukkan bahwa terdapat
dua kabupaten/kota yang signifikan terjadi autokorelasi spasial, yaitu Kabupaten
Gresik dan Kabupaten Probolinggo. Pada Kabupaten Gresik memiliki hubungan
autokorelasi positif Low-Low (LL) dan signifikan pada p = 0,05. Dengan kata lain
rendahnya cakupan komplikasi neonatal ditangani di Kabupaten Gresik terdapat
hubungan spasial terhadap rendahnya angka kematian neonatal di daerah sekitar
Kabupaten Gresik (neighbours). Pada Kabupaten Probolinggo memiliki hubungan
autokorelasi negatif Low-High (LH) dan signifikan pada p = 0,05. Dengan kata
lain rendahnya cakupan komplikasi neonatal ditangani di Kabupaten Probolinggo
terdapat hubungan secara spasial terhadap tingginya angka kematian neonatal di
daerah sekitar Kabupaten Probolinggo (neighbours).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Masitoh dkk (2014) dan Prabamurti dkk (2008) yang menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara komplikasi neonatal dengan angka kematian neonatal.
Berdasarkan hasil penelitian Prabamurti dkk (2008) menyatakan bahwa bayi yang
pada waktu lahir mengalami komplikasi neonatal memiliki resiko kematian
neonatal 7,85 kali lebih besar dari bayi yang pada waktu lahir tidak mengalami
komplikasi neonatal. Hasil penelitian pada Kabupaten Gresik tidak sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Prabamurti. Namun, hasil penelitian pada
Kabupaten Probolinggo sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Prabamurti
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
98
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Pada variabel komplikasi neonatal hasil penelitian pada Kabupaten Gresik
tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh 2 hal, yaitu pelaporan data yang tidak lengkap atau
tidak “sehat” pada Kabupaten Gresik dan sekitarnya, atau analisis spasial indeks
Moran’s dan LISA tidak cocok dilakukan untuk data kesehatan.
Berdasarkan pembahasan diatas diharapkan Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Timur melakukan pemantauan pada pelaksanaan pelayanan penanganan
komplikasi neonatal sehingga dapat dilakukan dengan optimal dan sesuai standar.
Selain itu, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur juga melakukan pemerataan
kualitas tenaga kesehatan antar wilayah, sehingga capaian tiap kabupaten/kota
bisa sama atau meningkat.
6.5 Hubungan Variabel Kunjungan Neonatal Lengkap Dengan Angka
Kematian Neonatal
Kunjungan neonatal merupakan sarana untuk mendapatkan asuhan bayi
baru lahir esensial sehingga bayi dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan
dari dalam rahim ke luar rahim. Adaptasi lingkungan luar rahim perlu difasilitasi
oleh orang terdekat dengan bayi, biasanya orang tua dan tenaga kesehatan yang
menolong proses persalinan dan pemeriksaan bayi baru lahir. Kunjungan neonatal
dapat dilakukan melalui kunjungan ibu ke tenaga kesehatan atau sebaliknya
kunjungan tenaga kesehatan ke rumah ibu.
Pelayanan kesehatan neonatal khususnya kunjungan neonatal merupakan
pelayanan yang diberikan unutuk neonatus selama periode 0-28 hari. Kunjungan
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
99
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
neonatal bukan hanya sekedar kunjungan atau datang ke pelayanan kesehatan dan
bertemu dengan tenaga kesehatan tetapi harus mendapat pelayanan kesehatan
yang terstandar dan berkualitas. Pelayanan kesehatan neonatal yang berkualitas
yang dapat mempertahankan bayi tetap sehat, menurunkan kesakitan dan
kematian. Semakin sedikit kontak dengan tenaga kesehatan dan semakin sedikit
jenis pelayanann kesehatan yang diterima oleh bayi maka semakin besar
kemungkinan bayi sakit atau meninggal. (Kemenkes, 2010)
Berdasarkan hasil analisis spasial bivariat Moran’s I pada variabel
kunjungan neonatal lengkap dengan angka kematian neonatal menunjukkan
bahwa kunjungan neonatal lengkap mempunyai hubungan autokorelasi spasial
bivariat positif (I=0,0818853) atau berbanding lurus dengan angka kematian
neonatal di Provinsi Jawa Timur.
Berdasarkan hasil analisis spasial bivariat LISA pada variabel kunjungan
neonatal lengkap dengan angka kematian neonatal menunjukkan bahwa terdapat
dua kabupaten/kota yang signifikan terjadi autokorelasi spasial, yaitu Kabupaten
Gresik dan Kabupaten Probolinggo. Pada Kabupaten Gresik memiliki hubungan
autokorelasi positif Low-Low (LL) dan signifikan pada p = 0,05. Dengan kata lain
rendahnya cakupan kunjungan neonatal lengkap di Kabupaten Gresik terdapat
hubungan spasial terhadap rendahnya angka kematian neonatal di daerah sekitar
Kabupaten Gresik (neighbours). Pada Kabupaten Probolinggo memiliki hubungan
autokorelasi negatif Low-High (LH) dan signifikan pada p = 0,05. Dengan kata
lain rendahnya cakupan kunjungan neonatal lengkap di Kabupaten Probolinggo
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
100
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
terdapat hubungan secara spasial terhadap tingginya angka kematian neonatal di
daerah sekitar Kabupaten Probolinggo (neighbours).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Sukamti dkk (2015) dan Naetasi J dkk (2012) yang menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara variabel kunjungan neonatal dengan angka
kematian neonatal.
Hasil penelitian dari Naetasi J dkk (2012) menyatakan bahwa ibu dengan
kunjungan neonatal tidak lengkap (<3 kali) memiliki resiko 99 kali lebih beresiko
dibandingkan dengan ibu yang mempunyai kunjungan neonatal yang lengkap (≥3
kali). Hasil penelitian pada Kabupaten Gresik tidak sesuai dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Naetasi J dkk. Namun, hasil penelitian pada Kabupaten
Probolinggo sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Naetasi J dkk.
Pada variabel cakupan kunjungan neonatal hasil penelitian pada
Kabupaten Gresik tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
peneliti lain. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh 2 hal, yaitu pelaporan data
yang tidak lengkap atau tidak “sehat” pada Kabupaten Gresik dan sekitarnya, atau
analisis spasial indeks Moran’s dan LISA tidak cocok dilakukan untuk data
kesehatan.
Berdasarkan pembahasan diatas maka diharapkan Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan pelayanan
perinatal agar dapat dilaksanakan dengan optimal sesuai standar dan melakukan
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
101
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
pembinaan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang memiliki cakupan
pelayanan neonatal yang rendah agar dapat meningkatkan cakupannya.
6.6 Hubungan Variabel Berat Badan Lahir Rendah Dengan Angka
Kematian Neonatal
Berat badan lahir rendah merupakan masalah kompleks yang
membutuhkan penanganan multi sektor. Penanganan BBLR tersebut meliputi
pengaturan suhu lingkungan, pemberian makan dan jika perlu pemberian oksigen.
BBLR merupakan penyumbang terbanyak kematian neonatal, sementara fasilitas
rumah sakit di negara berkembang masih terbatas.
Berdasarkan hasil analisis spasial bivariat Moran’s I pada variabel berat
badan lahir rendah dengan angka kematian neonatal menunjukkan bahwa berat
badan lahir rendah mempunyai hubungan autokorelasi spasial bivariat positif
(I=0,0910143) atau berbanding lurus dengan angka kematian neonatal di Provinsi
Jawa Timur.
Berdasarkan hasil analisis spasial bivariat LISA pada variabel berat badan
lahir rendah dengan angka kematian neonatal menunjukkan bahwa terdapat dua
kabupaten/kota yang signifikan terjadi autokorelasi spasial, yaitu Kabupaten
Gresik dan Kabupaten Probolinggo. Pada Kabupaten Gresik memiliki hubungan
autokorelasi positif Low-Low (LL) dan signifikan pada p = 0,05. Dengan kata lain
rendahnya berat badan lahir rendah di Kabupaten Gresik terdapat hubungan
spasial terhadap rendahnya angka kematian neonatal di daerah sekitar Kabupaten
Gresik (neighbours). Pada Kabupaten Probolinggo memiliki hubungan
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
102
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
autokorelasi negatif High-High (HH) dan signifikan pada p = 0,05. Dengan kata
lain rendahnya berat badan lahir rendah di Kabupaten Probolinggo terdapat
hubungan secara spasial terhadap tingginya angka kematian neonatal di daerah
sekitar Kabupaten Probolinggo (neighbours).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Prabamurti dkk (2008) dan Naetasi J dkk (2012) yang menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara variabel berat badan lahir rendah
dengan angka kematian neonatal.
Hasil penelitian dari Naetasi J dkk (2012) menyatakan bahwa bayi dengan
berat badan lahir rendah (< 2500 g) memiliki resiko 3,471 kali lebih besar
mengalami kematian neonatal dibandingkan dengan bayi yang memiliki berat
badan lahir tidak rendah (≥ 2500 g). Hasil penelitian pada Kabupaten Gresik dan
Kabupaten Probolinggo sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Naetasi J dkk.
Berdasarkan pembahasan diatas diharapkan Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Timur memperbanyak media promosi tentang berat badan bayi lahir rendah
serta dengan membuat program penyuluhan untuk ibu hamil di wilayah masing-
masing puskesmas di Provinsi Jawa Timur. Salah satu contoh program adalah
diadakannya kelas ibu hamil setiap 1 bulan 2 kali pertemuan atau setidaknya 1
kali pertemuan 1 bulan.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
103 SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK...MUHAMMAD FAWWAZ
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan proses analisis terhadap variabel independen dengan variabel
dependen, diperoleh hasil bahwa:
1. Determinan yang signifikan memiliki hubungan spasial secara menyeluruh
terhadap angka kematian neonatal adalah faktor kunjungan K4 dengan
autokorelasi negatif dan kuat hubungan I = -0,105676. Secara lokal
hubungan spasial antara variabel kunjungan K4 terhadap angka kematian
neonatal terdapat pada Kabupaten Gresik dengan Autokorelasi Positif (L-
L) dan Kabupaten Probolinggo dengan Autokorelasi Negatif (L-H)
2. Determinan yang signifikan memiliki hubungan spasial secara menyeluruh
terhadap angka kematian neonatal adalah faktor persalinan ditolong oleh
tenaga kesehatan dengan autokorelasi negatif dan kuat hubungan I = -
0,0786074. Secara lokal hubungan spasial antara variabel persalinan
ditolong oleh tenaga kesehatan terhadap angka kematian neonatal terdapat
pada Kabupaten Gresik dengan Autokorelasi Positif (L-L) dan Kabupaten
Probolinggo dengan Autokorelasi Negatif (L-H)
3. Determinan yang signifikan memiliki hubungan spasial secara menyeluruh
terhadap angka kematian neonatal adalah faktor komplikasi kebidanan
ditangani dengan autokorelasi positif dan kuat hubungan I = 0,0174128.
Secara lokal hubungan spasial antara variabel komplikasi kebidanan
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
104
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
ditangani terhadap angka kematian neonatal terdapat pada Kabupaten
Gresik dengan Autokorelasi Negatif (H-L) dan Kabupaten Probolinggo
dengan Autokorelasi Positif (H-H)
4. Determinan yang signifikan memiliki hubungan spasial secara menyeluruh
terhadap angka kematian neonatal adalah faktor komplikasi neonatal
ditangani dengan autokorelasi negatif dan kuat hubungan I = -0,0201606.
Secara lokal hubungan spasial antara variabel komplikasi neonatal
ditangani terhadap angka kematian neonatal terdapat pada Kabupaten
Gresik dengan Autokorelasi Positif (L-L) dan Kabupaten Probolinggo
dengan Autokorelasi Negatif (L-H)
5. Determinan yang signifikan memiliki hubungan spasial secara menyeluruh
terhadap angka kematian neonatal adalah faktor kunjungan neonatal
lengkap dengan autokorelasi positif dan kuat hubungan I = 0,0818853.
Secara lokal hubungan spasial antara variabel kunjungan neonatal lengkap
terhadap angka kematian neonatal terdapat pada Kabupaten Gresik dengan
Autokorelasi Positif (L-L) dan Kabupaten Probolinggo dengan
Autokorelasi Negatif (L-H)
6. Determinan yang signifikan memiliki hubungan spasial secara menyeluruh
terhadap angka kematian neonatal adalah faktor berat badan lahir rendah
dengan autokorelasi positif dengan kuat hubungan I = 0,0910143. Secara
lokal hubungan spasial antara variabel berat badan lahir rendah (BBLR)
terhadap angka kematian neonatal terdapat pada Kabupaten Gresik dengan
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
105
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Autokorelasi Positif (L-L) dan Kabupaten Probolinggo dengan
Autokorelasi positif (H-H)
7. Determinan yang mempunyai kuat hubungan yang paling dominan dengan
angka kematian neonatal (AKN) adalah variabel cakupan K4 dengan I=-
0,105676 lalu diikuti oleh variabel berat badan lahir rendah (BBLR)
dengan I=0,0910143 dan variabel kunjungan neonatal lengkap dengan
I=0,0818853.
7.2 Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil yang diperoleh dari
penelitian ini yaitu:
1. Pemerintah dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai
pertimbangan dalam pembuatan kebijakan dalam menurunkan angka
kematian neonatal, terutama pada Kabupaten Gresik dan Kabupaten
Probolinggo yang seluruh variabel dalam penelitian ini terdapat
hubungan spasial dengan kabupaten/kota sekelilingnya atau
kabupaten/kota tetangga (neighbours).
2. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur diharapkan melakukan
pemantauan terhadap pelaksanaan pelayanan antenatal, pelayanan
persalinan, pelayanan perinatal, pelayanan obstetric, dan pelayanan
berat badan lahir rendah agar dapat dilaksanakan dengan optimal
sesuai standar. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur melakukan
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
106
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
pembinaan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang memiliki
cakupan rendah agar dapat meningkatkan cakupannya.
3. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur melakukan pembinaan bagi
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk memperbanyak media
promosi kesehatan serta membuat program kerja kemitraan dengan
dukun yang ada diwilayah kerja masing-masing puskesmas dan
memasukkannya dalam rencana anggaran.
4. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur melakukan pemerataan kualitas
tenaga kesehatan antar Kabupaten/Kota dengan cara mengadakan
pelatihan bagi tenaga kesehatan, sehingga capaian cakupan tiap
Kabupaten/Kota meningkat.
5. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dapat membuat program “Kelas
Ibu Hamil” yang dapat dilaksanakan pada puskesmas di masing-
masing Kabupaten/Kota sehingga proses penyuluhan dapat dilakukan
dengan mudah, selain itu ibu hamil dapat mengkonsultasikan
kondisinya saat kelas ibu hamil, sehingga penemuan ibu hamil dengan
resiko tinggi akan lebih mudah ditemukan.
6. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dapat membuat program “Door-
to-Door” yang dapat dilaksanakan pada posyandu di masing-masing
puskesmas yang ada di Kabupaten/Kota sehingga apabila ada bayi
baru lahir atau ibu hamil yang tidak datang ke posyandu masih dapat
dilakukan pemeriksaan dan diberikan saran agar melakukan kunjungan
K4 dan kunjungan neonatal.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
107 SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, U., 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah, Jakarta: UI-Press.
Arkhanda, S., 1986. Ikhtisar pediatrika: kesehatan, pencegagan dan pengobatan bayi/anak. Jakarta: Bina Aksara.
Bappenas, 2008. Millenium Development Goals. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Bappenas, 2012. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milennium Development Goals di Indonesia 2011. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Depkes, 2004. Pedomana Pemantauan Wilayaha Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA). Jakarta: Depkes Direktoran Binkesga.
Dewi, R., 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kematian Neonatal di Indonesia, Depok: Universitas Indonesia.
Duarsa, Y. &., 2013. Hubungan Pelayanan Kesehatan Ibu dengan Kematian Neonatal. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 7(8), pp. 373-377.
Dinkes Jatim, 2009. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2008. Surabaya: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
Dinkes Jatim, 2011. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2010. Surabaya: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
Dinkes Jatim, 2012. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2011. Surabaya: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
Dinkes Jatim, 2014. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2013. Surabaya: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
J, Arnis., 2015. Repositry USU. [Online] Available at: http://repository.usu.ac.idbitstream123456789459224Chapter%20II.pdf [Accessed 9 Mei 2016].
Jumiami. Mulyati, S. &. N., 1998. Asuhan Keperawatan Perinatal. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Kemenkes RI., 2015. Kesehatan dalam Kerangka Sustainable Develpoment Goals (SDGs). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
108
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Kemenkes RI., 2010. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial Pedoman Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Kemkes.
Latifah, A. N., 2012. Hubungan Frekuensi Kunjungan ANC Selama Kehamilan Dengan Kejadian Kematian Neonatal (Analisis Data SDKI 2007), Depok: Universitas Indonesia.
Lee, J. d. W. S., 2001. Statistical Analysis With Arcview GIS. New York: John Willey & Sons Inc.
Luknanto, J., 2003. Model Matematika. Yogyakarta: Laboratorium Hidraulika.
Masitoh, S., EVK, T. & K., 2014. Asfiksia Faktor Dominan Penyebab Kematian Neonatal. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan, 1(2), pp. 163-168.
Maya, M., 2014. Analisis Geospasial Kematian Balita di Indonesia, Jember: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.
Muslihatun, W., 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya.
Naetasi, J. E., Ch. Lerik, M. D. & Sinaga, M., 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kematian Neonatal Di Kota Kupang Tahun 2009. MKM, 6(2), pp. 101-111.
Nugraheni, A., 2013. Pengaruh Komplikasi Kehamilan Terhadap Kematian Neonatal Dini di Indonesia (Analisis Data SDKI 2007), Depok: Universitas Indonesia.
Pertiwi, I., 2010. Hubungan Kematian Neonatal dengan Kunjungan ANC dan Perawatan Postnatal di Indonesia Menurut SDKI 2007-2008, Depok: Universitas Indonesia.
Prabamurti, P. N., Purnami, C. T., Widagdo, L. & Setyono, S., 2008. Analisis Faktor Risiko Status Kematian Neonatal Studi Kasus Kontrol di Kecamatan Losari Kabupaten Brebes Tahun 2006. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, 3(1), pp. 1-9.
Purwaningsih, T., 2014. Kajian Pengaruh Matriks Pembobot Spasial Dalam Model Data Panel Spasial, Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Ronsmans, C., 1996. Birth Spacing and Child Survival in Rural Senegal. International Journal of Epidemiolgy, 25(5), pp. 989-997.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
109
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK... MUHAMMAD FAWWAZ
Schabenberger, O. & Gotway, C., 2005. Statistical Methods for Spatial Data Analysis. s.l.:Chapman&Hall/CRC.
Singh, K. B. P. &. S. C., 2014. A Regional Multilevel Analysis: Can Skilled Birth Attendants Uniformly Derease Neonatal Mortality?. Maternal Child Health Journal, pp. 242-248.
Sudarti, F. A., 2013. Asuhan Kebidanan Neonatus Risiko Tinggi dan Kegawatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sugiharto, J., 2011. Faktor-Faktor Yang berhubungan dengan Kematian Bayi di Indonesia Tahun 2007 (Analisis Data Sekunder SDKI 2007), Depok: Universitas Indonesia.
Sukamti, S. & Riono, P., 2015. Pelayanan Kesehatan Neonatal Berpengaruh Terhadap Kematian Neonatal Di Indonesia. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan, 2(2), pp. 11-19.
Sukarni, M., 1999. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Yogyakarta: Kanisus.
Sutarto, A., 2004. "Studi Pemetaan Kebudayaan Jawa Timur" (Studi Deskriptif Pembagian 10 (sepuluh) sub kebudayaan Jawa Timur). Surabaya: FISIP-Universitas Jember.
Syafruddin, &. H., 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wijayanti, A. C., 2013. Hubungan Jumlah Anak yang Dilahirkan Terhadap Kejadian Kematian Neonatal (Analisis Data SDKI 2007), Depok: Universitas Indonesia.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
110
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK...MUHAMMAD FAWWAZ
Lampiran 1. Permohonan Ijin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
111
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK...MUHAMMAD FAWWAZ
Lampiran 2. Rekomendasi Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
Provinsi Jawa Timur
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
112
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK...MUHAMMAD FAWWAZ
Lampiran 3. Surat Balasan dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur terkait ijin penelitian.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
113
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL UNTUK...MUHAMMAD FAWWAZ
Lampiran 4. Surat Keterang Lolos Kaji Etik