olivia m.r 111710101037 proposal skripsi
TRANSCRIPT
ANALISIS DAYA SAING AGROINDUSTRI TEMBAKAU(STUDI KASUS PADA PT. PERKEBUNAN X (PERSERO)
AJUNG JEMBER)
PROPOSAL
Oleh
OLIVIA MEIRANI RNIM 111710101037
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting negara di
dunia termasuk Indonesia. Di dunia tembakau dijuluki sebagai daun emas karena
memiliki nilai jual yang tinggi. Tingginya nilai tembakau membuat beberapa
negara termasuk Indonesia dapat berperan dalam perekonomian nasional, yaitu
sebagai salah satu sumber devisa, sumber penerimaan pemerintah melalui
pajak/cukai, sumber pendapatan petani dan lapangan kerja masyarakat.. Produk
tembakau utama yang diperdagangkan adalah rokok (manufacture tobacco) dan
daun tembakau (un manufacture tobacco).
PT. Perkebunan X (Persero) Ajung Jember merupakan salah satu produsen
penghasil tembakau. PT. Perkebunan X (Persero) Ajung Jember memproduksi
tembakau dalam bentuk daun tembakau kering sebagai bahan baku cerutu, selain
itu juga menghasilkan tembakau rajangan sebagai bahan baku rokok. Sebagai
salah satu produsen tembakau PT. Perkebunan X (Persero) Ajung Jember sudah
mampu mengeskpor tembakau ke berbagai negara.
Daya saing merupakan kata kunci untuk menentukan keunggulan, juga
diyakini sebagai salah satu kunci mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional.
Keunggulan ekonomi suatu negara sangat ditentukan kuatnya daya saing, salah
satunya indikatornya dapat dicermati dari strategi membangun sistem
konektivitas. Artinya daya saing yang didukung oleh kuatnya struktur, tingginya
peningkatan nilai tambah dan produktivitas di sepanjang rantai nilai produksi,
serta sumber daya produktif yang dimilikinya. Dalam rangka memenuhi tuntutan
pasar yang semakin kompetitif, maka PT. Perkebunan X (Persero) Ajung Jember
sebagai salah satu pelaku agroindustri tembakau dituntut untuk dapat
meningkatkan daya saingnya agar mampu bersaing di era global seperti saat ini.
Untuk itu, diperlukan analisis daya saing untuk melihat posisi daya saing dari PT.
Perkebunan X (Persero) Ajung Jember saat ini. Diamond Porter merupakan salah
satu metode pendekatan yang digunakan untuk menganalisa daya saing. Karena
metode tersebut diyakini dapat menganalisis secara kompeherensif berbagai faktor
yang berpengaruh pada daya saing. Di dalam model ini terdiri dari empat
determinan utama yang membentuk model seperti berlian. Dalam hubungannya,
keempat determinan ini saling menguatkan satu sama lain. Empat determinan
utama itu adalah Faktor conditions, Demand conditions, Related and supporting
industries, Firm strategy, structure, and rivalry. Selain empat faktor utama
tersebut terdapat dua faktor eksternal yang juga menguatkan faktor utama yaitu
peluang dan faktor pemerintah dalam penciptaan situasi.
1.2 Rumusan Masalah
Saat ini kondisi perekonomian semakin mengglobal dan perdagangan
bebas yang semakin kompetitif. Hal ini menuntut bagi semua pelaku industri
untuk bisa bersaing dalam rangka meningkatkan dan memenangkan pasar.
Sebagai salah satu pelaku agroindustri PT. Perkebunan X (Persero) Ajung Jember
harus mampu melakukan berbagai upaya untuk memenangkan persaingan di era
global saat ini. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah melakukan analisis
daya saing pada PT. Perkebunan X (Persero) Ajung Jember sebagai salah satu
cara memberikan rekomendasi dalam peningkatan daya saingnya sebagai pelaku
agroindustri yang kompetitif dan dapat bersaing di pasar global.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian meliputi :
1. Analisa daya saing agroindustri tembakau menggunakan kerangka
Diamond Poter.
2. Mengukur daya saing agroindustri tembakau berdasarkan hasil
pengukuran daya saing.
1.4 Manfaat
Manfaat penelitian yang diharapkan adalah sebagai berikut :
1. Menjadi masukan bagi pelaku usaha pada rantai nilai kegiatan
agroindustri tembakau (petani, industri/swata, instasi pemerintah terkait,
stakeholder lain) untuk menyempurnakan strategi menghadapi persaingan
global dalam meningkatkan daya saing tembakau.
2. Membantu para pengambil keputusan untuk merumuskan strategi
peningkatan daya saing produk dalam rangka mengembangkan potensi
pasar baik domestik maupun ekspor.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tembakau
Tembakau merupakan bahan baku utama dalam pembuatan rokok,
memberikan sumber pendapatan negara terbesar di Indonesia melalui cukai
yang diberlakukan pada setiap produk rokok. Indonesia merupakan salah satu
penghasil tembakau terbesar di dunia. Beragam jenis tembakau telah
dikembangkan diberbagai daerah di Indonesia. Tiap daerah memiliki
keunikan produk unggulan dengan kekhasan cita rasa masing – masing.
Tanaman tembakau di Indonesia disebut sebagai “Emas Hijau” karena
merupakan produk perkebunan yang mempunyai nilai jual tinggi yang dapat
meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Tembakau adalah salah satu komoditas andalan dari Kabupaten
Jember dan prospek yang baik ditinjau dari pengusahaan dan industri
berbahan baku tembakau. Industri Hasil Tembakau (IHT) sampai saat ini masih
mempunyai peran penting dalam menggerakkan ekonomi nasional terutama di
daerah penghasil tembakau, cengkeh dan sentra-sentra produksi rokok, antara
lain dalam menumbuhkan industri/jasa terkait, penyediaan lapangan usaha dan
penyerapan tenaga kerja. Dalam situasi krisis ekonomi, IHT tetap mampu
bertahan dan tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), bahkan
industri ini mampu memberikan sumbangan yang cukup signifikan dalam
penerimaan negara.
Berdasarkan musim atau cuaca yang ada di Indonesia, tembakau dapat
diigolongkan menjadi 2 (dua) macam yaitu :
a. Tembakau Na – oogst
Tembakau Na – oogst adalah jenis tembakau yang ditanam pada
musim kemarau kemudian dipanen atau dipetik pada musim hujan.
b. Tembakau Voor – oogst
Tembakau Voor – oogst adalah jenis tembakau yang ditanam pada
musim penghujan kemudian dipanen atau dipetik pada musim
kemarau. Tembakau jenis ini biasanya dinamakan sebagai tembakau
musim kemarau (onberegend)
Berdasarkan karakter fisiknya, tembakau dapat digolongkan
menjadi :
a. Tembakau Krosok (Leaf Tobacco)
Tembakau krosok ini sangat diminati oleh pasar internasional
sebagai bahan baku rokok putih 80% produksi tembakau krosok di
ndonesia dipasarkan di mancanegara dalam bentuk produk setengah
jadi maupun sudah berupa blend rokok dan 20% produksi sebagai
campuran bahan baku rokok kretek oleh semua pabrik rokok di
Indonesia. Berdasarkan cara pengeringannya dapat digolongkan
menjadi :
- Flue Cured
Tembakau krosok yang dikeringkan dengan Flue Cured ini
adalah tembakau Virginia, dikembangkan di Lombok, Nusa
Tenggara Barat. Kualitas tembakau Virginia di Indonesia
merupakan kualitas terbaik kedua setelah Brazil.
- Air Cured
Tembakau krosok yang dikeringkan dengan Air Cured adalah
tembakau Burley, dikembangkan didaerah Lumajang, Jawa
Timur. Pengembangan tembakau Burley di Indonesia saat ini
mengalami kendala karena kualitas dan harga tidak bisa
bersaing dipasar Internasional.
- Sun Cured
Tembakau krosok yang dikeringkan dengan Sun Cured ini
adalah tembakau Oriental dan Native. Tembakau Oriental
mempunyai karakter aroma yang tinggi dan sangat spesifik
sehingga menghasilkan rasa rokok aromatik yang khas.
- Sun Air Cured
Tembakau krosok yang dikeringkan dengan Sun Air Cured
adalah tembakau Kasturi. Pengembangannya di daerah
Karanganyar, Jember dan Lumajang. Pengembangan tembakau
Kasturi ini mempunyai potensi pasar yang bagus kedepannya
dimana pasar luar negeri mulai mengenal tembakau Kasturi.
- Dark Fire Cured
Tembakau krosok yang dikeringkan dengan Dark Fire Cured ini
adalah tembakau Boyolali. Tembakau jenis ini biasanya sebagai
bahan baku cerutu.
b. Tembakau Rajangan (Slicing Tobacco)
Tembakau rajangan merupakan tembakau asli Indonesia kyang
banyak dikembangkan di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Tiap
daerah penghasil tembakau di Indonesia biasanya memproduksi
daun tembakau yang khas, disebabkan kondisi dan budaya
setempat. Oleh karena itu, tembakau biasanya dinamakan sesuai
daerah tumbuhnya misalnya Paiton, Bondowoso, Madura Garyt,
Temanggung, dan lain – lain. Potensi pasar tembakau rajangan
adalah pasar dalam negeri karena hanya sebagai bahan baku rokok
kretek. Berdasarkan ukuran rajangannya, tembakau rajangan dapat
dibedakan menjadi :
- Fine Cut (Rajangan Halus)
Ukuran tembakau rajangan yang masuk kategori ini adalah 0,5 –
2 mm. Tembakau yang menggunakan rajangan halus ini adalah
Rajangan Garit dan RajanganTaman Wringin.
- Medium Cut (Rajangan Medium)
Ukuran rajangan adalah 2 – 3 mm. Contoh tembakau yang
masuk dalam rajangan medium adalah Rajangan Madura, Blitar,
Rembang, Temanggung, Ngawi.
- Broad Cut (rajangan Kasar)
Ukuran panjangnya adalah 3 – 4,5 mm. Contoh tembakau yang
masuk dalam rajangan kasar adalah Rajangan Paiton,
Bondowoso, Ploso.
2.2 Konsep Daya Saing
Konsep dayasaing pada tingkat nasional adalah produktivitas.
Produktivitas adalah nilai output yang diproduksi oleh suatu tenaga kerja atau
modal. Produktivitas adalah penentu utama dari standar hidup negara yang
berjangka panjang. Produktivitas adalah akar penyebab pendapatan per kapita
nasional (Cho dan Moon 2003).
Menurut Abdullah (2002), daya saing adalah suatu konsep yang
umum digunakan didalam bidang ekonomi yang biasanya merujuk pada
komitmen terhadap persaingan pasar dalam kasus perusahaan – perusahaaan
dan keberhasilan dalam persaingan internasional dalam kasus negara –negara.
Daya saing adalah kemampuan komoditi untuk memasuki pasar luar negeri
dan kemampuan untuk bertahan di dalam pasar tersebut.
Daya saing menurut definisi Bank Dunia mengacu kepada besaran
serta laju perubahan nilai tambah per unit input yang dicapai oleh perusahaan.
Porter (1990) menyatakan bahwa daya saing lebih difokuskan kepada
produktifitas yang diartikan sebagai nilai output yang dihasilkan oleh seorang
tenaga kerja, atau tingkat efisiensi perusahaan. Abdullah (2002) juga
memberikan penekanan terhadap makna daya saing yang merujuk pada
produktifitas, yaitu tingkat output yang dihasilkan untuk setiap unit input
yang digunakan.
Indikator – indikator yang digunakan untuk mengukur daya saing
umumnya dibedakan menjadi dua, yaitu daya saing produk dan daya saing
perusahaan. Daya saing produk terkait erat dengan tingkat daya saing
perusahaan yang menghasilkan produk tersebut. Indikator daya saing produk
diantaranya pangsa pasar ekspor dan domestik, pertumbuhan pasar ekspor,
nilai produk, diversifikasi pasar luar negeri dan domestik, kepuasan
konsumen, dan sertifikat lingkungan hidup (Tambunan, 2004).
Abdullah (2002) mencatat ada beberapa indikator yang digunakan
untuk mengukur daya saing perusahaan, meliputi perekonomian daerah,
keterbukaan, sistem keuangan, infrastruktur dan sumber daya alam, ilmu
pengetahuan dan teknologi, sumber daya manusia, kelembagaan, kebijakan
pemerintah, serta manajemen dan ekonomi mikro. Faktor utama penentu day
saing, menurut Tambunan (2004) meliputi keahlian SDM, organisasi dan
manajemen yang baik, ketersedian modal, informasi, teknologi, dan input
lainnya. Sementara Sumihardjo (2008) lebih menekankan pada ruang lingkup
daya saing pada skala makro meliputi : (1) Perekonomian daerah, (2)
keterbukaan, (3) sistem keuangan, (4) infrastruktur dan sumber daya alam,
(5) ilmu pengetahuan dan teknologi, (6) sumber daya alam, (7) kelembagaan,
(8) governance dan kebijakan pemerintah, (9) manajemen dan ekonomi
mikro.
2.3 Metode Diamond Porter
Dayasaing diidentikkan dengan produktivitas atau tingkat output yang
dihasilkan untuk setiap input yang digunakan. Menurut Porter (1990) terdapat
empat faktor utama yang menentukan dayasaing industri yaitu kondisi faktor
sumberdaya, kondisi permintaan, kondisi industri terkaita dan industr
pendukung serta kondisi stuktur, persaingan dan strategi perusahaan.
Keempat atribut tersebut didukung oleh peranan pemerintah dan peranan
kesempatan dalam meningkatkan keunggulan dayasaing industri nasional,
dan secara bersama-sama membentuk suatu sistem yang dikenal dengan the
national diamond. Setiap atribut yang terdapat dalam Teori Berlian Porter
memiliki poin-poin penting yang menjelaskan secara detail atribut yang ada,
dengan penjelasan sebagai berikut:
1) Kondisi Faktor Sumberdaya
Posisi suatu bangsa berdasarkan sumberdaya yang dimiliki merupakan
faktor produksi yang diperlukan untuk bersaing dalam industri tertentu.
Faktor produksi digolongkan kedalam lima kelompok:
a) Sumberdaya Fisik atau Alam
Sumberdaya fisik atau sumberdaya alam yang mempengaruhi
dayasaing nasional mencakup biaya, aksesibilitas, mutu dan ukuran lahan
(lokasi), ketersediaan air, mineral, dan energi sumberdaya pertanian,
perkebunan, kehutanan, perikanan (termasuk perairan laut lainnya),
peternakan, serta sumberdaya alam lainnya, baik yang dapat diperbaharui
maupun yang tidak diperbaharui. Begitu juga kondisi cuaca dan iklim, luas
wilayah geografis, kondisi topografis, dan lain-lain.
b) Sumberdaya Manusia
Sumberdaya manusia yang mempengaruhi dayasaing industri nasional
terdiri dari jumlah tenaga kerja yang tersedia, kemampuan manajerial dan
keterampilan yang dimiliki, biaya tenaga kerja yang berlaku (tingkat upah),
dan etika kerja (termasuk moral).
c) Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Sumberdaya IPTEK mencakup ketersediaan pengetahuan pasar,
pengetahuan teknis, dan pengetahuan ilmiah yang menunjang dan diperlukan
dalam memproduksi barang dan jasa. Begitu juga ketersediaan sumber-
sumber pengetahuan dan teknologi, seperti perguruan tinggi, lembaga
penelitian dan pengembangan, asosiasi pengusaha, asosiasi perdagangan, dan
sumber pengetahuan dan teknologi lainnya.
d) Sumber Modal
Sumberdaya modal yang mempengaruhi dayasaing nasional terdiri
dari jumlah dan biaya (suku bunga) yang tersedia, jenis pembiayaan (sumber
modal), aksesibilitas terhadap pembiayaan, kondisi lembaga pembiayaan dan
perbankan, tingkat tabungan masyarakat, peraturan keuangan, kondisi
moneter, fiskal, serta peraturan moneter dan fiskal.
e) Sumberdaya Infrastuktur
Sumberdaya infrastuktur yang mempengaruhi dayasaing nasional
terdiri dari ketersediaan, jenis, mutu dan biaya penggunaan infrastuktur yang
mempengaruhi persaingan. Termasuk sistem transportasi, komunikasi, pos,
giro, pembayaran transfer dana, air bersih, energi listrik dan lain-lain.
2) Kondisi PermintaanKondisi permintaan dalam negeri merupakan faktor penentu
dayasaing industri, terutama mutu permintaan domestik. Mutu permintaan
domestik merupakan sasaran pembelajaran perusahaan-perusahaan domestik
untuk bersaing di pasar global. Mutu permintaan (persaingan yang ketat) di
dalam negeri memberikan tantangan bagi setiap perusahaan untuk
meningkatkan dayasaingnya sebagai tanggapan terhadap mutu persaingan di
pasar domestik. Ada tiga faktor kondisi permintaan yang mempengaruhi
dayasaing industri nasional yaitu:
a) Komposisi Permintaan Domestik
Karakteristik permintaan domestik sangat mempengaruhi dayasaing
industri nasional. Karakteristik tersebut meliputi:
i) Stuktur segmen permintaan domestik sangat mempengaruhi dayasaing
nasional. Pada umumnya perusahaan-perusahaan lebih mudah memperoleh
dayasaing pada stuktur segmen permintaan yang lebih luas dibandingkan
dengan stuktur segmen yang sempit.
ii) Pengalaman dan selera pembeli yang tinggi akan meningkatkan tekanan
kepada produsen untuk menghasilkan produk yang bermutu dan memenuhi
standar yang tinggi yang mencakup standar mutu produk, product features,
dan pelayanan.
iii) Antisipasi kebutuhan pembeli yang baik dari perusahaan dalam negeri
merupakan suatu poin dalam memperoleh keunggulan bersaing.
b) Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan
Jumlah atau besarnya permintaan domestik mempengaruhi tingkat
persaingan dalam negeri, terutama disebabkan oleh jumlah pembeli bebas,
tingkat pertumbuhan permintaan domestik, timbulnya permintaan baru dan
kejenuhan permintaan lebih awal sebagai akibat perusahaan melakukan
penetrasi lebih awal. Pasar domestik yang luas dapat diarahkan untuk
mendapatkan keunggulan kompetitif dalam suatu industri. Hal ini dapat
dilakukan jika industri dilakukan dalam skala ekonomis melalui adanya
penanaman modal dengan membangun fasilitas skala besar, pengembangan
teknologi dan peningkatan produktivitas.
c) Internasionalisasi Permintaan Domestik
Pembeli lokal yang merupakan pembeli dari luar negeri akan
mendorong dayasaing industri nasional, karena dapat membawa produk
tersebut ke luar negeri. Konsumen yang memiliki mobilitas internasional tinggi
dan sering mengunjungi suatu negara juga dapat mendorong meningkatnya
dayasaing produk negeri yang dikunjungi tersebut.
3) Industri Terkait dan Industri PendukungKeberadaan industri terkait dan industri pendukung yang telah
memiliki dayasaing global juga akan mempengaruhi dayasaing industri
utamanya. Industri hulu yang memiliki dayasaing global akan memasok input
bagi industri utama dengan harga yang lebih murah, mutu yang lebih baik,
pelayanan yang cepat, pengiriman tepat waktu dan jumlah sesuai dengan
kebutuhan industri utama, sehingga industri tersebut juga akan memiliki
dayasaing global yang tinggi. Begitu juga industri hilir yang menggunakan
produk industri utama sebagai bahan bakunya. Apabila industri hilir memiliki
dayasaing global maka industri hilir tersebut dapat menarik industri hulunya
untuk memperoleh dayasaing global.
4) Stuktur, Persaingan, dan Strategi PerusahaanStuktur industri dan perusahaan juga menentukan dayasaing yang
dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang tercakup dalam industri tersebut.
Stuktur industri yang monopolistik kurang memiliki daya dorong untuk
melakukan perbaikan-perbaikan serta inovasi-inovasi baru dibandingkan
dengan stuktur industri yang bersaing. Stuktur perusahaan yang berada dalam
industri sangat berpengaruh terhadap bagaimana perusahaan yang
bersangkutan dikelola dan dikembangkan dalam suasana tekanan persaingan,
baik domestik maupun internasional. Dengan demikian secara tidak langsung
akan meningkatkan dayasaing global industri yang bersangkutan.
a) Stuktur PasarIstilah stuktur pasar digunakan untuk nenunjukan tipe pasar. Derajat
persaingan stuktur pasar (degree of competition of market share) dipakai untuk
menunjukan sejauh mana perusahaan-perusahaan individual mempunyai
kekuatan untuk mempengaruhi harga atau ketentuan-ketentuan lain dari produk
yang dijual di pasar. Stuktur pasar didefinisikan sebagai sifat–sifat organisasi
pasar yang mempengaruhi perilaku dan keragaan perusahaan. Jumlah penjual
dan keadaan produk (nature of the product) adalah dimensi–dimensi yang
penting dari stuktur pasar. Adapula dimensi lainnya adalah mudah atau sulitnya
memasuki industri (hambatan masuk pasar), kemampuan perusahaan
mempengaruhi permintaan melalui iklan, dan lain–lain. Beberapa stuktur pasar
yang ada antara lain pasar persaingan sempurna, pasar monopoli, pasar
oligopoli, pasar monopsoni, dan pasar oligopsoni. Biasanya stuktur pasar yang
dihadapi suatu industri seperti monopoli dan oligopoli lebih ditentukan oleh
kekuatan perusahaan dalam menguasai pangsa pasar yang ada, dibandingkan
jumlah perusahaan yang bergerak dalam suatu industri.
b) Persaingan
Tingkat persaingan dalam industri merupakan salah satu faktor
pendorong bagi perusahaan–perusahaan yang berkompetisi untuk terus
melakukan inovasi. Keberadaan pesaing lokal yang handal dan kuat merupakan
faktor penentu dan sebagai motor penggerak untuk memberikan tekanan pada
perusahaan lain dalam meningkatkan dayasaingnya. Perusahaan–perusahaan
yang telah teruji pada persaingan ketat dalam industri nasional akan lebih
mudah memenangkan persaingan internasional dibandingkan dengan
perusahaan–perusahaan yang belum memiliki dayasaing yang tingkat
persaingannya rendah.
c) Strategi Perusahaan
Dalam menjalankan suatu usaha, baik perusahaan yang berskala besar
maupun perusahaan berskala kecil, dengan berjalannya waku, pemilik atau
manajer dipastikan mempunyai keinginan untuk mengembangkan usahanya ke
dalam lingkup yang lebih besar. Untuk mengembangkan usaha, perlu strategi
khusus yang terangkum dalam suatu strategi pengembangan usaha.
Penyusunan suatu strategi diperlukan perencanaan yang matang dengan
mempertimbangkan semua faktor yang berpengaruh terhadap organisasi atau
perusahaan tersebut.
5) Peran Pemerintah
Peran pemerintah sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap
upaya peningkatan dayasaing global, tetapi berpengaruh terhadap faktor–faktor
penentu dayasaing global. Perusahaan–perusahaan yang berada dalam industri
yang mampu menciptakan dayasaing global secara langsung. Peran pemerintah
merupakan fasilitator bagi upaya untuk mendorong perusahaan–perusahaan
dalam industri agar senantiasa melakukan perbaikan dan meningkatkan
dayasaingnya.
Pemerintah dapat mempengaruhi aksesibilitas pelaku–pelaku industri
terhadap berbagai sumberdaya melalui kebijakan–kebijakannnya, seperti
sumberdaya alam, tenaga kerja, pembentukan modal, sumberdaya ilmu
pengetahuan, dan teknologi serta informasi. Pemerintah juga dapat mendorong
peningkatan dayasaing melalui penetapan standar produk nasional, standar
upah tenaga kerja minimum, dan berbagai kebijakan terkait lainnya.
Pemerintah dapat mempengaruhi kondisi permintaan domestik, baik secara
langsung melalui kebijakan moneter dan fiskal yang dikeluarkannya maupun
secara langsung melalui perannya sebagai pembeli produk dan jasa. Kebijakan
penerapan bea keluar dan bea masuk, tarif pajak, dan lain–lainnya yang juga
menunjukan terdapat peran tidak langsung dari pemerintah dalam
meningkatkan dayasaing global.
Pemerintah dapat mempengaruhi tingkat dayasaing melalui kebijakan
yang memperlemah faktor penentu dayasaing industri, tetapi pemerintah tidak
dapat secara langsung menciptakan dayasaing global adalah memfasilitasi
lingkungan industri yang mampu memperbaiki kondisi faktor penentu
dayasaing, sehingga perusahaan–perusahaan yang berada dalam industri
mampu mendayagunakan faktor–faktor penentu tersebut secara efektif dan
efisien.
6) Peran Kesempatan
Peran kesempatan merupakan faktor yang berada diluar kendali
perusahaan atau pemerintah, tetapi dapat meningkatkan dayasaing global
industri nasional. Beberapa kesempatan yang dapat mempengaruhi naiknya
dayasaing global industri nasional adalah penemuan baru yang murni, biaya
perusahaan yang tidak berlanjut (misalnya terjadi perubahan harga minyak atau
depresiasi mata uang), meningkatkan permintaan produk industri yang
bersangkutan lebih tinggi dari peningkatan pasokan, politik yang diambil oleh
negara lain serta berbagai faktor kesempatan lainnya.
Secara grafis, keenam faktor yang terdapat dalam Model Diamond
Porter dapat digambarkan sebagaimana tampak dalam Gambar 1 berikut.
Kondisi persaingan yang semakin sengit dan mengglobal menuntut
setiap industri untuk lebih berdaya saing. Daya saing sebuah perusahaan atau
industri tergantung kepada potensi dan prospeknya di masa mendatang.
Untuk mengukur daya saing perusahaan atau industri menggunakan data
primer maupun sekunder. Pengukuran indeks daya saing dalam penelitian ini
dilakukan pada peringkat industri, perusahaan dan dimensi. Konsep daya
saing dapat difahami dengan melihat seberapa besar nilai indeks yang
dibentuk berdasarkan pada ke empat dimensi model diamond Porter. Sebuah
perusahaan atau industri dinyatakan berdaya saing tinggi, jika memiliki nilai
indeksdiatas rata-rata, yaitu 50 bagi daya saing setiap dimensi dan 200 bagi
keseluruhan dimensi.
Dimensi industri pendukung dan industri terkait akan memberi
manfaat kepada perusahaan lain melalui penyediaan bahan baku dan
kerjasana dalam satu rantai kegiatan produksi. Kerjasama dapat melibatkan
pengembangan teknologi, pembuatan, distribusi, pemasaran atau pelayanan
lainnya (Porter, 1990). Berbagai lembaga yang dapat diajak untuk
bekerjasama, diantaranya: lembaga-lembaga keuangan, perusahaan
pengangkutan umum, penyedia bahan, perantara pemasaran, media promosi
dan lain-lain.
Kerangka model ini menggariskan kepada empat faktor penentu utama
faedah persaingan yang dikenali sebagai diamond, yaitu: dimensi kondisi
faktor; dimensi kondisi permintaan; dimensi strategi perusahaan dan struktur
persaingan; serta dimensi industri pendukung dan industri terkait (Porter,
1986). Dimensi kondisi faktor merujuk kepada faktor produksi yang
diperlukan oleh industri. Dimensi ini terbagi menjadi faktor dasar dan faktor
lanjutan advanced). Peranan faktor dasar penting dalam membangun
keunggulan bersaing, seperti: sumber daya manusia, sumber alam,
pengetahuan, modal, lokasi dan infrastruktur. Sedangkan faktor lanjutan
melibatkan komunikasi digital, pendidikan, dan teknologi.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunaklan dalam penelitian ini adalah Microsoft
Excel, Prospektif Software berbasis Microsoft Excel, alat hitung, kuisioner, dan
data internal yang diperoleh dari perusahaan bagian pemasaran tembakau PT.
Perkebunan X (Persero) Ajung Jember.
3.2 Pendekatan Penelitian
Penelitian analisis daya saing agroindustri tembakau dengan studi kasus
pada PT. Perkebunan X (Persero) Ajung Jember menggunakan pendekatan Model
Diamond yang dikembangkan oleh Porter (1990). Penggunaan model ini diyakini
dapat menganalisis secara kompeheresif berbagai faktor yang berpengaruh pada
daya saing. Dimensi – dimensi pada model Diamond menurut Porter merupakan
sumber competitive advantage bagi suatu perusahaan.
3.3 Tahapan Penelitian
Penelitian analisis daya saing tembakau dilakukan melalui beberapa
tahapan yang sistematis, logis, dan terstruktur, yang terdiri dari 4 (empat) tahapan
utama, yaitu :
1. Studi pendahuluan
Tahap ini bertujuan untuk mengekplorasi indikator atau faktor yang akan
digunakan didalam Model Diamond pada setiap dimensinya. Tahapan ini
mencakkup studi pustaka dan diskusi dengan pakar. Studi pustaka
difokuskan dengan mengkaji referensi – referensi terkait dengan
pengembangan daya saing industri tembakau. Sumber – sumber yang
dijadikan referensi diantaranya adalah buku teks terkait dengan substansi
penelitian, jurnal, majalah ilmiah, tulisan ilmiah, serta publikasi data yang
bersumber dari BPS. Hasil kajian pustaka ini selanjutnya didiskusikan
dengan pakar untuk mendapatkan justifikasi. Keluaran tahapan ini adalah
kumpulan beberapa indikator yang akan digunakan dalam pengukuran
daya saing dengan Model Diamond pada setiap dimensinya.
2. Identifikasi faktor – faktor yang mempengaruhi daya saing
Tahap ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor – faktor yang
berpengaruh dalam pengukuran daya saing didalam Model Diamond pada
setiap dimensinya. Faktor – faktor yang berpengaruh terhadap daya saing
tersebut diidentifikasi berdasarkan hasil eksplorasi yang dilakukan pada
studi pendahuluan. Keluaran tahapan ini adalah faktor – faktor yang
berpengaruh terhadap daya saing dalam Model Diamond pada setiap
dimensinya yang akan digunakan unruk mengukur daya saing agroindustri
tembakau.
3. Pengukuran daya saing
Tahap ini bertujuan untuk mengukur daya saing berdasakan faktor – faktor
yang telah teridentifikasi dan mempengaruhi daya saing dalam setiap
dimensi pada Model Diamond. Tahapan analisis ini dilakukan berdasarkan
pendapat responden. Keluaran tahapan ini adalah tingkat daya saing pada
masing – masing dimensi dalam Model Diamond sesuai dengan klasifikasi
ukuran daya saing yang telah ditetapkan.
4. Analisis daya saing
Hasil pengukuran daya saing dianalisis pada setiap dimensi daya saing.
Keluaran tahapan ini adalah rekomendasi peningkatan daya saing yang
didasarkan pada hasil klasifikasi penilaian pada setiap dimensi pada Model
Diamond.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Penelitian analisis daya saing ini menggunakan studi literatur untuk
mengumpulkan sejumlah data sekunder yang dibutuhkan dalam analisis hasil
lapangan terkait dengan topik penelitian. Data sekunder mencakup statistik
deskriptif yang dikumpulkan dari instansi terkait, Badan Pusat Statistik (BPS),
hasil penelitian terkait, dan jurnal.
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive
sampling. Pada metode ini, sampel dipilih dengan cermat sehingga relevan dengan
desain studi. Dalam hal inin sampel adalah responden yang terkait atau terlibat
dalam kegiatan pengembangan industri tembakau baik secara langsung maupun
tidak langsung.
1. Kuiseoner
Metode untuk memperoleh data dalam studi ini menggunakan teknik
kuiseoner. Kuiseoner atau juga dikenal dengan nama angket adalah alat
pengambilan data yang disusun oleh peneliti dalam bentuk tertulis. Di
dalam kuiseoner terdapat seperangkat pertanyaan atau isian yang harus
dijawab oleh responden
2. Wawancara
Wawancara atau interview adalah teknik pengambilan data melalui
pertanyaan yang diajukan secara lisan kepada responden. Umumnya teknik
pengambilan data dengan cara ini dilakukan jika penelitian bermaksud
melakukan analisis kualitatif atau hasil studi.
3.5 Metode Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan akan diolah dengan berbagai analisis yang sesuai
dengan tujuan analisisnya. Pengolahan data dilakukan terhadap data primer dan
sekunder yang akan dikumpulkan menggunakan berbagai metode pengolahan data
yang relevan. Metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian dirinci
sebagai berikut :
Identifikasi faktor yang mempengaruhi daya saing
Identifikasi pengaruh langsung antar faktor daya saing menggunakan
metode analisis prospektif. Tahapan dalam analisis prospektif mencakup :
1. Definisi dari tujuan sistem yang dikaji. Tujuan sistem yang dikaji
adalah menentukan faktor – faktor yang mempengaruhi daya saing
agroindustri tembakau menggunakan pendekatan Model Diamond.
Variabel penentuINPUT
Variabel TerikatOUTPUT
Variabel Autonomous
UNUSFD
Variabel Penghubung
STAKES
Kuadran I
Kuadran IVKuadran III
Kuadran II
2. Identifikasi faktor – faktor yang berpengaruh dalam pencapaian tujuan
tersebut. Berdasarkan tujuan studi, pakar diminta mengidentifikasi
faktor – faktor yang berpengaruh dalam pencapaian tujuan tersebut.
3. Penilaian pengaruh langsung antar faktor. Semua faktor yang
teridentifikasi akan dinilai pengaruh langsung antar faktor. Pedoman
penilaian analisis prospektif disajikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Pedoman Penilaian Analisis Prospektif
Skor Pengaruh
0 Tidak ada pengaruh
1 Berpengaruh kecil
2 Berpengaruh sedang
3 Berpengaruh sangat kuat
Hasil matriks gabungan pendapat pakar diolah dengan perangkat lunak
analisis prospektif dengan menggunakan teknik statistik untuk menghitung
pengaruh langsung global dan ketergantungan global. Hasil perhitungan
divisualisasikan dalam diagram pengaruh dan ketergantungan antar faktor seperti
terlihat pada Gambar 3.1
Gambar 3.1. Diagram pengaruh dan ketergantungan sistem
Analisis Daya Saing
Analisis daya saing dilakukan untuk menjelaskan tingkat daya saing
industri tembakau pada saat dilakukan periode penilaian atau pengukuran.
Analisis daya saing industri tembakau merujuk pada moddel analisis daya saing
UKM yang dikembangkan oleh Bappenas (2006). Penentuan daya saing ini
didasarkan pada elemen – elemen atau faktor – faktor yang mempengaruhi daya
saing industri tembakau pada Model Diamond. Pengukuran daya saing ini
dilakukan baik secara parsial (pada masing – masing dimensi) mauoun global
(pada keseluruhan dimensi model diamond).
Analisis daya saing pada industri tembakau dilakukan melalui beberapa
tahapan meliputi :
Pertama, Pembobotan untuk masing – masing faktor dari dimensi dan
pembobotan untuk masing – masing dimensi dalam model diamond. Besarnya
bobot dari setiap faktor dari dimensi mempunyai pengaruh yang berbeda – beda
terhadap tingkat daya saing. Bobot ini nantinya akan diukur menggunakan metode
perbandingan berpasangan (paiwise comparison) yang dikembangkan oleh Saaty
(1988). Metode perbandingan berpasangan digunakan untuk menghitung tingkat
kepentingan (bobot) masing – masing faktor dari dimensi dan juga dimensi itu
sendiri.
Prinsip kerja metode ini adalah melakukan perbandingan berpasangan
antar faktor dari dimensi dan juga dimensi itu sendiri, dengan menggunakan
kuisioner. Proses penilaian perbandingan dilakukan oleh pakar. Untuk mengetahui
kosistensi jawaban pakar yang akan berpengaruh kepada kesahihan hasil, maka
dilakukan perhitungan nilai rasio konsistensi Consistency Ratio (CR).
Menurut Marimin (2004), langkah – langkah yang dilakukan dalam
metode perbandingan berpassangan adalah sebagai berikut :
a. Menyusun matriks perbandingan berpasangan. Dalam matriks ini,
pasangan – pasangan elemen dibandingkan berkenaan untuk daya saing.
Matriks ini memiliki satu tempat untuk memasukkan bilangan itu dan satu
tempat lain untuk memasukkan nilai resiprokalnya.
Tabel 3.3 Matriks perbandingan berpasangan
RP F1 F2 ..... FnF1F2.....Fn
f11f21.....fn1
f12f22....fn2
.....
.....
.....
.....
Fn1Fn2.....Fnn
Keterangan :
RP = Rasio produktivitas
Fi, Fj = Elemen ke-i atau ke-j terkait dengan RP
i, j = 1, 2, ...,n adalah indeks elemen yang terdapat pada tingkat yang
sama dan secara bersama – sama terkait dengan RP
fij = angka yang diberikan dengan membandingkan elemen ke-i
dengan elemen ke-j sehubungan dengan sifat RP, didasarkan aturan
skala banding berpasangan
b. Melakukan perbandingan berpasangan (Comparative Judgemen).
Prinsip ini membuat penilaian perbandingan tentang kepentingan
relatif dua elemen untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Menurut Saaty
(1988), menjelaskan bahwa untuk berbagai persoalan, skala 1 – 9 adalah
skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi
pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel
3.4. Perbandingan berpasangan antara setiap elemen kolom ke-i dengan
setiap elemen baris ke-j sehubungan dengan sifat atau RP.
Tabel 3.4 Skala dasar perbandingan
Intensitas tingkat kepentingan Definisi 13579
2,4,6,8
Nilai kebalikan
Sama pentingSedikit lebih pentingLebih pentingSangat lebih pentingMutlak lebih pentingNilai kepentingan yang mencerminkan suatu nilai kompromiNilai tingkat kepentingan jika dilihat dari arah yang berlawanan. Misalnya jika A sedikit lebih penting dari B (intensitas 3), maka berarti B sedikit kurang penting dibanding A (intensitas 1/3)
Sumber : Saaty (1988)
c. Menetapkan prioritas (Synthesis of Priority). Penetapan prioritas
didasarkan pada vektor eigen yang mempresentasikan bobot atau tingkat
kepentingan pada masing – masing faktor dari dimensi dan dimensi itu
sendiri. Model matematika yang digunakan mengacu pada Marimin
(2004), yaitu :
Keterangan :
eVPi = elemen vektor prioritas ke-i
aij = penilaian berpasangan elemen ke-i terhadap elemen ke-j
Kedua, setelah dilakukan pembobotan maka langkah selanjutnya yaitu
mengukur daya saing secara parsial. Pengukuran daya saing secara parsial, yaitu
mengukur daya saing pada masing – masing komponen model (dimensi)
menggunakan skala likert 1 - 5
Nilai daya saing setiap dimensi diperoleh dengan cara sebagai berikut :
Dimana :
Dsi = daya saing dimensi ke-I (indeks dimensi)
aj = nilai skor ke-j
bk = bobot ke-k
Nilai daya saing yang diperoleh ini selanjutnya dimasukkan ke dalam
rentang interval penilaian yang sesuai. Rentang interval nilai dapat dicari dengan
cara menghitung selisih nilai tertinggi dengan nilai terendah kemudian dibagi
dengan jumlah kelas. Adapun jumlah kelasnya ada 5 yaitu sangat kuat, kuat,
sedang, lemah, sangat lemah.
Ketiga, Pengukuran daya saing secara global. Untuk mengukur daya saing
secara global dapat dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai daya saing parsial
dikalikan dengan bobot dari masing – masing dimensi nilai daya saing secara
global diperoleh dengan cara sebagai berikut :
Dimana :
DSg = daya saing global pada semua dimensi
BD = bobot dimensi
Dsi = nilai daya saing parsial
Berdasarkan nilai yang diperoleh tersebut selanjutnya dimasukkan ke
dalam interval penilaian yang sesuai untuk pengukuran daya saing secara global.
Rentang interval nilai dapat dicari dengan cara menghitung selisish nilai tertinggi
dengan nilai terendah kemudian dibagi degan jumlah kelas. Adapun jumlah
kelasnya ada 5 yaitu sangat lemah, sedang, kuat, dan sangat kuat.
Keempat, Menentukan Interval penentuan daya saing, interval adalah
selisih antara nilai indeks tertinggi dikurangi dengan nilai indeks terendah dibagi
dengan jumlah kelas yang diinginkan. Adapun jumlah kelas yang diinginkan ada 5
yaitu sangat lemah, lemah, sedang, kuat, dan sangat kuat. Jadi penentuan
intervalnya yaitu :
= Indeks maksimal – Indeks minimal
Jumlah kelas
Setelah dilakukan perhitungan maka didapatkan interval untuk
penentuan daya saing pada PT. Perkebunan X (Persero) Ajung Jember. Interval
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.5.
Tabel 33.5. Tabel Penentuan Daya Saing
Nilai daya saing Nilai daya saing parsial
1,00 – 1,81
1,81 – 2,60
2,61 – 3,40
3,41 – 4,20
4,21 – 5,00
Sangat lemah
Lemah
Sedang
Kuat
Sangat kuat
DAFTAR PUSTAKA
Cartwright, W.R. (1993). Multiple linked diamonds: New Zealand’s experience.
Management International Review, 33 (2), 55–70.
Cho, Dong-Sung and Moon, Hwy-Chang. (2003). From Adam Smith to Michael
Porter: Evolusi Teori Daya Saing. (Terjemahan Erly Suandy). Edisi
Pertama. Jakarta: PT. Salemba Empat.
Jense, N., Brouthers, K. and Narkos, G. (1994). “Porter Diamond” or “Multiple
diamond”: Competitive Advantage in Small European countries, In: Yamin
M., Burton, F. and Cross, A.R. (Eds). The Changing European Envionment,
Proceedings of the 21 th annual conference of the UK Academy of
International Business. Manchester: AIB UK.
Marimin. 2004. Langkah – langkah Analytical Hierarcy Process. Surabaya: Guna
Widya
Moon, R. and Verbeke. (1995). The Generalized Double Diamond Approach to
The Global Competitiveness of Korea and Singapure. In Rugman, A.M.
(Ed). Research in Global Strategic Management. Pp . 97- 114.A Research
Annual
Moon, R. and Verbeke. (1998). The Generalized Double Diamond Approach to
The Global Competitiveness of Korea and Singapure. International Business
Review, 7, 135-150.
Nachum, L. (1998). Do The Diamond of Foreign Countries Shape The
Competitiveness of Firms? A Case Study of The Swedish Engineering
Consulting Industry. Scand. J.Mgmt, 14 (4), 459-478.
Ozlem, O. (2002). Assessing Porter’s framework for national advantage: the case
of Turkey. Journal of Business Research, 55, 509-515.
Pi-ying, P. & Lai. (2005). The Competitiveness of Real Estatte Industry in
Taiwan. Taiwan: National Pingtung Institut of Commerce.
Plawgo, B. and Chapman, M. (1998). The Competitiveness of Small and Medium
Sized Enterprises. In Proceeding of International Conference of Small and
Medium Enterprises. June. Naples-Italy: ICBS
Rugman, A.M. (1991b). Diamond in the rough: Porter and Canada’s
international competitiveness. Business Quarterly, 55 (3), 61–4.
Rugman, A.M. (1992). Porter takes thewrong turn. Business Quarterly, 56 (3),
59–64.
Rugman, A.M. and D’Cruz. (1993). The Double Diamond Model of International
Competitiveness: Canada’s Exsperience. Management International
Review, 33 (3), 17-39.
Saaty TL. 1988. Decision Making For Leaders : The Analytical Hierarchy
Process For Decision In Complex World. RWS Publication. Pittsbuerg
Scott, B. R. and Lodge, G. C., “US Competitiveness in the World Economy”,
1985
World Economic Forum, Global Competitiveness Report,1996