online public access catalog - perpusnas...
TRANSCRIPT
STRUKTUR KALIMAT TUNGGAL BAHASA INDONESIAPADA MURID PAUD DI KECAMATAN TAMALANREA KOTA
MAKASSAR:ANALISIS TRANSFORMASI GENERATIF
THE INDONESIAN SIMPLE SENTENCES STRUCTUREPRE-SCHOOL STUDENTS IN TAMALANREA DISTRICT OF
MAKASSAR CITY: GENERATIVE TRANSFORMATIONAL ANALYSIS
MUTAHHARAH NEMIN KAHARUDDIN
PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2017
teruntuk kedua orang tua tercinta:H. Kaharuddin dan Hj. Maemunah D.
PRAKATA
Bismillahirahmani rahimAssalamu alaikum warahmatullahi wabarakatu
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Segala puji bagi
Allah, Dzat yang menjadikan sesuatu itu ada dan tempat kembali
semua makhluk. Shalawat kepada baginda Rasulullah, Muhammad
Salallahu alaihi wassalam, manusia mulia yang dikirimkan Allah untuk
memberikan peringatan dan mengajak manusia pada kebenaran.
Sebagai bentuk kesyukuran kepada Allah salah satu hal yang
patut kita lakukan, yaitu menuntut ilmu baik ilmu agama maupun ilmu
dunia. Sehubungan hal itu, sebuah karya tesis yang berjudul “Struktur
Kalimat Tunggal Bahasa Indonesia Murid Paud di Kecamatan
Tamalanrea Kota Makassar: Analisis Transformasi Generatif”
dipersembahkan penulis kepada kedua orang tua tercinta, H.
Kaharuddin dan Hj. Maemunah D.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa karya ini bukanlah hasil
karya penulis sendiri, tetapi begitu banyak pihak yang membantu
penulis dalam menyelesaikannya, baik sumbangan ilmu pengetahuan
maupun dukungan. Adapun pihak-pihak yang senantiasa memberikan
dukungan kepada penulis antara lain:
1. Prof. Dr. H. Muhammad Darwis, M.S. dan Prof. Dr. Dr. Moses
Usman, M.S. selaku pembimbing penulis, yang senantiasa
sabar membimbing penulis, senantiasa memberikan nasihat
kepada penulis, senantiasa menyisihkan waktu untuk penulis.
Tiada kata yang dapat penulis sampaikan kecuali jazakallah
khairan katsiran dan permintaan maaf yang sebesar-besarnya.
Semoga Allah senantiasa memberikan rahmat, ridho, hidayah,
kebaikan, serta surga Allah kepada kedua pembimbing penulis
2. Ketua Program Studi Ilmu Linguistik, Dr. Hj. Nurhayati, M.Hum.
sekaligus penguji, penasehat akademik (PA) penulis sewaktu
S1, dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar
mengajar, penulis menyampaikan jazakillah khairan katsiran
atas segala waktu, nasihat, motivasi yang diberikan selama
penulis menempuh pendidikan di Universitas Hasanuddin.
Penulis pun menyampaikan permohonan maaf kepada beliau.
Semoga Allah membalas kebaikan beliau dengan balasan yang
terbaik, yaitu surga Allah.
3. Penguji penulis, Dr. Kamsinah, M.Hum. dan Dr. Hj. Asriani
Abbas, M.Hum. yang memberikan banyak nasihat, motivasi
kepada penulis, dan menyisihkan waktu untuk penulis. Penulis
hanya mampu menyampaikan jazakillah kahiran katsiran
semoga Allah membalas kebaikan keduanya dengan balasan
yang terbaik.
4. H. Kaharuddin dan Hj. Maemunah D., kedua orang tua penulis,
yang begitu sabar, pengertian, dan senantiasa mendorong
penulis untuk menyelesaikan pendidikan baik secara moral
maupun finansial, bahkan menjadi tempat diskusi dan keluh
kesah. Jazakallah khairan katsiran dan permintaan maaf yang
sebesar-besarnya penulis hanturkan kepada keduanya.
Semoga Allah membalas segala kebaikan kedua orang tua
penulis dengan surga tertinggi Allah dan semoga penulis
menjadi salah satu alasan keduanya masuk dalam surga Allah,
amin ya rabbal alamin.
5. Drs. H. Hasan Ali, M.Hum dan Dr. Ikhwan M.Said, M.Hum. yang
senantiasa memberikan motivasi serta nasihat selama penulis
menempuh pendidikan di Universitas Hasanuddin. Penulis
hanya mampu menyampaikan jazakallah khairan katsiran,
semoga Allah senantiasa membalas kebaikan beliau dengan
balasan yang terbaik.
6. Dr. Fathu Rahman, M.Hum. yang senantiasa memberikan
motivasi serta nasihat kepada penulis. Penulis hanya mampu
menyampaikan jazakallah khaitan katsiran, semoga Allah
senantiasa membalas beliau dengan balasan yang terbaik.
7. Dosen-dosen penulis selama penulis menempuh pendidikan di
Universitas Hasanuddin. Jazakallah khairan katsiran atas
nasihat, motivasi, dan ilmu yang diberikan semoga Allah
membalas kebaikan yang mereka berikan dengan surga Allah.
8. Saudara-saudara penulis, Nikmala Nemin Kaharuddin,
Maknamal Nemin Kaharuddin, Nur Hikmah Nemin Kaharuddin,
dan Nur Ilman Nemin Kaharuddin. Mereka senantiasa
memberikan motivasi, pengertian, finansial, dan menjadi
tempat berdiskusi dan keluh kesah. Penulis hanya mampu
menyampaikan jazakallah khairan katsiran dan permohonan
maaf, semoga kita kembali dipertemukan di surga Allah.
9. Civitas Rumah Qur’ani Imam Bukhari dan Danica Kids yang
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan
penelitian. Penulis hanya mampu menyampaikan jazakallah
khairan katsiran
10.Raviqa, S.S., M.Hum., Indramayanti Noer, S.S., M.Hum., Andi
Chitarildah, S.S., M.Hum., Rismayanti, S.S., M.Hum., Wa Ode
Dian Asmarani, S.S., M.Hum., Resnita Dewi, S.S., M.Hum., Ita
Rosvita, S.S., M.Hum., Hj. Indarwati, S.S., M.Hum., Yuliana,
S.S., Amanda Pratiwi Ismail, S.S., Sandra Rahmi, S.S., S.Pd.,
A. Muhammad Yusuf, S.S., S.Pd., M.Kom., Wahyuddin, S.Pd.,
M.Hum., Fauzan Ahyar, S.S., S.Pd., M.Hum., Muhammad Ali,
S.Pd.., Rizki Fauzi, S.S., Isra Mirdayanti, S.S. dkk, senior dan
kawan-kawan di Prodi Magister Ilmu Linguistik, Taufik
Salamun, S.Pd., M.Hum., Sutrisno, S.Pd., M.Hum., Rahma,
S.Pd., M.Hum., Sumiaty, S.S., M.Hum, dan kawan-kawan di
Prodi Magister Bahasa Indonesia, serta Wahdaniah, S.S.,
M.Hum., Susiyanti, S.Pd., M.Hum., Muhammad Reffyal, S.Pd.,
M.Hum., La Ode Achmad Suherman, S.Pd., M.Hum dan
kawan-kawan di Prodi Magister Bahasa Inggris, mereka yang
senantiasa meluangkan waktu, memberikan nasihat,
memberikan motivasi, menemani penulis dalam suka dan duka,
serta menjadi tempat berdiskusi tentang banyak hal, Penulis
hanya mampu menyampaikan jazakallah khairan katsiran,
semoga hubungan yang dibina dapat mempertemukan kita
kembali di surga Allah.
11.Mullar, S.S., Mukhtar, S.T., dan Dg. Nai selaku pegawai di FIB
penulis menyampaikan jazakallah khairan katsiran atas
bantuan yang diberikan oleh ketiganya, semoga Allah
membalasnya dengan balasan yang terbaik.
12.Hikmawati, S.S., Irma Hasnan, S.S. dan teman-teman
Argumentasi 2010, Okky Ozakawati, Ridha Kusumawati, adik
Mutmainnah dan Haslinda, junior dan senior di IMSI KMFS-UH
maupun di Musollah Al-Adaab, penulis menyampaikan
jazakallah khairan katsiran atas waktu yang mereka berikan,
motivasi, dan pengertian selama penulis menempuh
pendidikan.
13.Pihak-pihak lainnya yang turut memberikan sumbangsih dalam
penyelesaian tesis penulis. Penulis hanya mampu
menyampaiakn jazakallah khairan katsiran, semoga Allah
membalas kebaikan kalian.
Selanjutnya, penulis menyadari banyak kekurangan dalam
penulisan ini. Dengan demikian, saran, kritik, dan penelitian lebih
lanjut sangat dibutuhkan guna menjadikan karya ini lebih baik lagi.
Penulis
Mutahharah Nemin Kaharuddin
ABSTRAK
MUTAHHARAH NEMIN KAHARUDDIN. 2017. Struktur KalimatTunggal Bahasa Indonesia pada Murid PAUD di KecamatanTamalanrea Kota Makassar: Analisis Transformasi Generatif(dibimbing oleh H. Muhammad Darwis dan Moses Usman).
Penelitian ini bertujuan (1) merumuskan kaidah struktur frasa(KSF) kalimat tunggal bahasa Indonesia murid PAUD di KecamatanTamalanrea Kota Makassar dan (2) merumuskan kaidah transformasisehubungan dengan penggunaan kalimat tunggal bahasa Indonesiamurid PAUD di Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Pendekatan yangdigunakan dalam penelitian ini ialah transformasi generatif. Datapenelitian ini ialah kalimat performansi yang diujarkan oleh muridPAUD di Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar. Adapun, terdapatdua metode yang digunakan, yaitu metode cakap dan metode simak.Metode cakap direalisasikan dengan teknik elisitasi sedangkanmetode simak direalisasikan dengan teknik catat dan rekam.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kalimat-kalimatperformansi murid PAUD telah berpola sehingga kalimat tersebutdapat dibuatkan kaidah struktur frasanya. Dalam hal ini, kaidahstruktur frasa (KSF) kalimat tunggal bahasa Indonesia murid PAUDterdiri atas dua pola, yaitu FN + FV dan FN + FA. Selanjutnya, untukuntuk menghubungkan struktur batin dengan struktur lahir diperlukanlima kaidah transformasi, yaitu transformasi tersebut ialahtransformasi negatif, transformasi pasif, transformasi tanya,transformasi perintah, dan transformasi fokus.
Kata kunci: kalimat tunggal, murid PAUD, analisis transformasigeneratif
ABSTRACT
MUTAHHARAH NEMIN KAHARUDDIN. 2017. Indonesia LanguageSimple Sentences Structure of Pre-School Students in TamalanreaDistrict of Makassar. Generative Transformational Analysis(surpervised by H. Muhammad Darwis and Moses Usman).
This research aims at (1) formulating phrase structure rules ofIndonesian language simple sentences of Pre-School student inTamalanrea District of Makassar and (2) formulating transformationalrules in terms of the use of Indonesian language sentences of Pre-School students in Tamalanrea District of Makassar.
This desciptive research used generative transformationalapproach. The research data is performance sentences uttered byPre-School students in Tamalanrea District of Makassar. The researchwas by using listening and speaking method. The technic used inspeaking method was elicitation, while in listening methode wasrecording and noting.
The research shows that the performance sentences of Pre-School students have patterned. Therfore, the phrase structure rulescan be made. The phrase rules of Indonesian simple sentencesstructure for Pre-Schoole students consist of two patterns, i.e. NP +VP and NP + AP. Furthemore, the performance level needs fivetransformation rules to associate the deep structure with the surfacestructure such as negative transformation, passive transformation,introgative transformation, imperative transformation, and emphatictransformation.
Keywords: simple senteces, Pre-School students, generativetransformational analysis.
DAFTAR ISI
Halaman Sampul ................................................................................ iHalaman Judul ................................................................................... iiLembar Persetujuan.......................................................................... iiiLembar Pernyataan Keaslian Tesis .................................................. ivLembar Persembahan ....................................................................... vPrakata ............................................................................................. viAbstrak .............................................................................................. xAbstract............................................................................................ xiiDaftar Isi ..........................................................................................xiiiDaftar Singkatan ............................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................1
A. Latar Belakang ........................................................................1
B. Batasan Masalah ....................................................................9
C. Rumusan Masalah ................................................................10
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian..............................................10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................12
A. Hasil Penelitian yang Relevan...............................................12
B. Landasan Teori .....................................................................14
1. Kalimat.............................................................................14
a. Pengertian Kalimat .....................................................14
b. Unit-unit Kalimat .........................................................15
1) Kata.......................................................................16
2) Frasa.....................................................................27
3) Klausa ..................................................................32
c. Fungsi Kalimat............................................................34
d. Kategori .....................................................................36
e. Pola Dasar Kalimat Bahasa Indonesia .......................37
2. Tata Bahasa Transformasi Generatif ...............................39
a. Konsep Dasar Tata Bahasa Transformasi Generatif ..39
b. Kaidah Struktur Frasa dan Leksikon...........................42
c. Tipe-tipe Transformasi................................................47
3. Karakteristik Bahasa Anak...............................................50
C. Kerangka Pikir.......................................................................53
D. Definisi Operasional ..............................................................56
BAB III METODE PENELITIAN.......................................................57
A. Jenis Penelitian .....................................................................58
B. Lokasi dan Tempat Penelitian ...............................................58
C. Sumber Data .........................................................................61
D. Populasi dan Sampel Penelitian............................................61
E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ................................62
F. Teknik Analisis Data..............................................................65
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................66
A. Hasil Penelitian .....................................................................66
B. Pembahasan .........................................................................67
1. Kaidah Struktur Frasa Kalimat Tunggal Murid PAUD diKecamatan Tamalanrea Kota Makassar..............................67
a. FN + FV ...........................................................................68
b. FN + FA ...........................................................................76
2. Bentuk Transformasi Kalimat Tunggal Murid PAUD diKecamatan Tamalanrea Kota Makassar ............................81
a. Transformasi Negatif ......................................................79
b. Transformasi Pasif .........................................................84
c. Transformasi Perintah ....................................................89
d. Transformasi Tanya........................................................99
e. Transformasi Fokus......................................................114
BAB V PENUTUP..........................................................................128
A. Simpulan .............................................................................128
B. Saran...................................................................................129
DAFTAR PUSTAKA......................................................................130
DAFTAR SINGKATAN
LAD : Language Aqusition Device
TTG : Tata Bahasa Transformasi Generatif
FN : Frasa Nomina
FV : Frasa Verba
FA : Frasa Ajektiva
FPrep : Frasa Preposisi
N : Nomina
V : Verba
A : Ajektiva
Prep : Preposisi
Num : Numeralia
Adv : Adverbia
Dem : Demonstrativa
Ap : Afiks Pronomina
SPBM : Sufiks Pronomina Bahasa Bugis Makassar
BM : Bugis Makassar
KSF : Kaidah Struktur Frasa
K : Kalimat
KSF : Kaidah Struktur Frasa
Su : Subjek
OL : Objek Langsung
OTL : Objek Tidak Langsung
Ket : Keterangan
Q : Penanda transformasi tanya
Neg : Penanda transformasi negatif
Imp : Penanda transformasi perintah
PAUD : Pendidikan Anak Usia Dini
TK : Taman Kanak-kanak
KB : Kelompok Bermain
TPA : Tempat Penitipan Anak
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Transformasi generatif merupakan teori bahasa yang dicetuskan
oleh Avram Noam Chomsky. Chomsky berpandangan bahwa bahasa
sangat berkaitan erat dengan psikologi. Berkaitan dengan hal
tersebut, konsep Chomsky terdiri atas struktur lahir (performansi),
struktur batin (kompetensi), dan aspek kreatif bahasa (Chaer, 1994).
Analisis transformasi memandang bahwa bahasa (khususnya
pada bidang sintaksis) terdiri atas struktur atas (surface structure)
yang biasa disebut struktur lahir dan struktur bawah (deep structure)
yang biasa disebut struktur batin. Struktur lahir adalah tataran yang
lebih konkrit sedangkan struktur batin adalah tataran yang lebih
abstrak. Kedua struktur ini saling berkaitan, struktur batin yang
tersembunyi dalam pikiran manusia merupakan cikal bakal struktur
lahir berupa kalimat yang dapat didengar, dibaca, maupun dilihat.
Selanjutnya, aspek kreatif bahasa juga merupakan bagian dari
teori transformasi generatif. Sebagai pemakai bahasa, manusia
memiliki daya kreatif dalam menggunakan bahasa. Pengalaman
bahasa yang dimiliki oleh manusia berpengaruh pada perkembangan
bahasa manusia itu sendiri. Dengan adanya pengalaman bahasa,
manusia akan mengetahui kaidah-kaidah berbahasa secara bertahap.
Pengetahuan kaidah bahasa yang terbatas menyebabkan manusia
mulai memanipulasi kaidah tersebut sehingga mampu menciptakan
kalimat-kalimat yang baru. Hal inilah yang dimaksudkan sebagai
aspek kreatif berbahasa.
Berkaitan dengan ketiga konsep kebahasaan di atas, diketahui
bahwa manusia memiliki kemampuan berbahasa. Bahasa pada
manusia merupakan unsur bawaan yang diperoleh secara alami dan
tidak dibuat-buat. Hal ini disebabkan oleh manusia dilengkapi
peralatan pemerolehan bahasa atau biasa disebut Language
Aqcuisition Device (LAD). Adapun, kemampuan berbahasa dipahami
sebagai kemampuan manusia berbahasa (berbicara) dan memahami
bahasa. Dengan demikian, LAD menjadi ciri khas manusia untuk
memeroleh bahasanya dibandingkan makhluk hidup lainnya
(Chomsky dalam Nababan, 1992:76).
Kalimat yang dirangkai oleh manusia merupakan salah satu bukti
bahwa manusia memiliki LAD. Dengan adanya kalimat, manusia
dapat berinteraksi antar sesama manusia. Kalimat merupakan tataran
bahasa terbesar. Sebagai salah satu tataran bahasa, kalimat dapat
diukur keberadaannya dan memiliki pola yang terstruktur.
Sehubungan dengan hal itu, setiap bahasa memiliki struktur
kalimatnya masing-masing. Chomsky telah menjelaskan bahwa FN
dan FV merupakan unsur yang wajib dalam semua bahasa sehingga
pola dasar kalimat yang bersifat universal ialah FN + FV atau FV + FN.
Akan tetapi, dalam bahasa Indonesia, terdapat lima pola dasar
kalimat. Kelima pola dasar tersebut menurut Samsuri (1985: 148)
antara lain:
a. FN + FN;
b. FN + FV;
c. FN + FA;
d. FN + FNum;
e. dan FN + FPrep.
Struktur atau pola dasar kalimat bahasa Indonesia dipahami oleh
pengguna bahasa yang telah memeroleh bahasa secara lengkap.
Meskipun dalam pemakaian sehari-hari kadang kala ditemukan
penyimpangan akibat keefesienan berbahasa maupun pengaruh
dialek.
Berkaitan dengan hal itu, pemerolehan bahasa diperoleh sejak
manusia kecil atau masih kanak-kanak. Manusia akan memeroleh
bahasanya secara bertahap. Pemerolehan bahasa dialami sejak
manusia masih berumur 0 bulan bahkan sebagian teori mengatakan
sejak manusia berada di dalam kandungan. Perhatikan tabel proses
pemerolehan bahasa pada anak menurut Piegat (dalam Tarigan,
2011: 44):
Usia Tahap PerkembanganBahasa
0.0 – 0.5 Tahap Meraban (Pralinguistik)Pertama
0.5 – 1.0 Tahap Meraban (Pralinguistik)Kedua: kata nonsense
1.0 – 2.0 Tahap linguistik I : Holofrastik;Kalimat satu kata
2.0 – 3.0 Tahap linguistik II: Kalimat duakata
3.0 – 4.0 Tahap linguistik III:Pengembangan tata bahasa
4.0 – 5.0 Tahap linguistik IV: Tata bahasapradewasa
5.0 - Tahap linguistik V: Kompetensipenuh
Berdasarkan tabel di atas, struktur kalimat yang digunakan anak
belumlah sempurna karena mereka belum memahami kaidah bahasa
dengan baik. Mereka hanya menggunakan bahasa sesuai dengan
keinginan mereka. Pandangan tersebut sejalan dengan pendapat
Chomsky (Nababan, 1992: 76) yang menyatakan:
karena semua orang dilengkapi dengan LAD, seoranganak tidak perlu menghafal dan menirukan pola-polakalimat agar mampu menguasai bahasa itu. Ia akanmampu mengucapkan suatu kalimat yang belum pernahdidengar sebelumnya dengan menerapkan kaidah-kaidah tata bahasa yang secara tidak sadardiketahuinya melalui LAD, dan yang dicamkan dalamhati (internalize).
Sehubungan dengan tabel di atas, anak berusia 2 – 3 tahun telah
memasuki tahap dua kata, seperti contoh kalimat yang diucapkan
Echa dalam buku Echa Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia
(Dardjowojo dan Unika, 2000: 146), misalnya:
(1) Ampu nala (lampu nyala).
(2) Mama tutu (mama susu).(3) (Sǝkalang) (pasel itu) malah bǝlantakan
(sekarang parsel itu malah berantakan).
Selanjutnya, berdasarkan pula pada tabel di atas, anak berusia
3 – 4 tahun telah memasuki tahap pengembangan tata bahasa.
Berikut terdapat beberapa contoh kalimat yang diambil dari Buku Echa
Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia oleh Dardjowojojo dan
Unika (2000: 200):
(4) Nih ada kakak kakakna tsantik.(5) Ini nih ada pǝsawat tǝlbaŋ.(6) Kan ŋgak ada piliŋna.
Keenam kalimat yang diujarkan oleh Echa telah berpola. Pada
kalimat (1), (4), (5), dan (6), kalimat terdiri atas dua frasa utama, yaitu
FN dan FV. Selanjutnya, pada kalimat (2) terdiri atas dua FN
sedangkan pada kalimat (3) terdiri atas FA.
Berkaitan dengan hal itu, keenam kalimat tersebut ada yang
berupa kalimat perintah (contoh 2), kalimat negatif (contoh 6), dan
terdapat pula beberapa kalimat yang FV berada di depan FN (contoh
4, 5, dan 6).
Struktur kalimat berdasarkan buku “Echa Sebuah Kisah
Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia” memiliki kesamaan dengan
struktur kalimat yang digunakan oleh murid PAUD di Kecamatan
Tamalanrea Kota Makassar. Hal ini dapat dilihat pada beberapa
contoh berikut:
(7)Azam nda mau berbagi.(8)Ustasah, buka.
(9)Kakak siapa?
Ketiga kalimat di atas ialah kalimat yang diujarkan oleh murid
PAUD. Kalimat (7) berpola FN + FV, kalimat (8) berpola FN + FV, dan
kalimat (9) berpola FN + FN. Berkaitan dengan hal itu, terdapat FN
pada ketiga kalimat tersebut. Pada kalimat (7) FN diisi oleh kata Azam
dan berfungsi sebagai subjek (Su). Hal tersebut terjadi pada kalimat
(9). Pada kalimat (9) kata siapa merupakan FN yang berfungsi
sebagai Su. Adapun FN yang diisi oleh kata Ustasah pada kalimat (8)
berfungsi sebagai Keterangan (Ket).
Ketiga kalimat di atas juga merupakan kalimat transformasi.
Kalimat-kalimat di atas terdiri atas tiga kalimat transformasi, yaitu
kalimat negatif, kalimat perintah, dan kalimat tanya. Sehubungan
dengan hal itu, kalimat tunggal bahasa Indonesia murid PAUD telah
berpola. Dengan demikian, dapat pula diketahui pola struktur batin
kalimat tersebut.
Selanjutnya, perkembangan bahasa murid PAUD cukup pesat.
Hal ini didkukung oleh pengaruh lingkungan mereka. Latar belakang
murid yang tinggal di daerah perkotaan dan bersekolah di perkotaan
khususnya di Kecamatan Tamalanrea menyebabkan sebagian besar
bahasa pertama mereka ialah bahasa Indonesia dengan pengaruh
dialek Makassar.
Fenomena PAUD khususnya Kelompok Bermain (KB) yang telah
menjadi salah satu wadah pendidikan bagi anak yang berusia 2-4
tahun juga memengaruhi perkembangan bahasa anak. Anak
memeroleh banyak kosakata dari guru maupun teman-temannya.
Interaksi sosial yang intens tersebut memberikan sumbangsih
kosakata baru pada anak.
Adapun, kosakata yang diperoleh anak bergantung bahasa yang
didengarnya. Sehubungan dengan hal itu, seperti halnya lembaga
pendidikan lain, bahasa pengantar yang digunakan dalam
pembelajaran tentu menggunakan bahasa formal. Oleh sebab itu,
anak pun telah mendapatkan masukan atau kompetensi bahasa
formal. Meskipun pada beberapa kesempatan, guru juga tetap
menggunakan pemarkah bahasa Bugis-Makassar misalnya morfem -
ki, kita, to, dan sebagainya.
Berkaitan dengan hal tersebut, salah satu bentuk masukan
bahasa pada murid PAUD ialah kata yang berafiks seperti pada PAUD
Rumah Qur’ani Imam Bukhari, terdapat istilah ‘berbagi’ yang
bermakna membagikan sesuatu atau istilah ‘bermajelis’ yang
bermakna murid duduk melingkar untuk mengikuti materi yang akan
dipaparkan. Istilah tersebut diperkenalkan oleh ustasah (guru) mereka
sehingga mereka pun mampu menggunakan istilah tersebut dalam
kalimat mereka.
Selanjutnya, perkembangan teknologi juga memengaruhi
perkembangan anak. Pengaruh tayangan televisi seperti film kartun
ataupun kemudahan menonton video di youtube yang dapat dilihat
melalui gadget juga memberikan sumbangsih kompetensi bahasa
anak. Oleh sebab itu, kosakata yang diterima anak dari berbagai
sumber menyebabkan anak memeroleh kompetensi bahasa lebih
banyak dan variatif. Tidak heran, jika pada usia 2 – 3 tahun anak telah
mampu mengucapkan kalimat lebih dari dua kata bahkan sampai
pada tahap kalimat majemuk.
Berkaitan dengan hal itu, pada penelitian ini, kalimat murid PAUD
dianalisis berdasarkan pendekatan tata bahasa trasnformasi generatif
(TTG). Pendekatan TTG yang digunakan ialah teori standar (standard
theory). TTG tipe ini menjelaskan bahwa terdapat tiga komponen pada
setiap bahasa. komponen tersebut antara lain komponen sintaksis,
semantik, dan fonologi.
Dengan menganalisis menggunakan TTG, diketahui kaidah
struktur frasa dan transformasi yang digunakan pada kalimat tunggal
bahasa Indonesia murid PAUD di Kecamatan Tamanrea Kota
Makassar.
Berdasarkan hal itu, penelitian ini membahas kalimat tungga
yang digunakan oleh murid PAUD di Kecamatan Tamalanrea Kota
Makasar. Adapun PAUD terdiri atas Taman Kanak-kanak (TK),
Kelompok Bermain (KB), Tempat Penitipan Anak (TPA). TK
merupakan satuan PAUD bagi anak u sia 4 – 6 tahun. Selanjutnya,
KB merupakan satuan PAUD untuk anak usia 2.5 – 3 tahun
sedangkan TPA dikhususkan bagi anak usia 0 – 6 tahun bagi keluarga
yang berhalangan mengasuh anak karena bekerja atau sebab lain.
Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian ini hanya terfokus
pada KB saja dengan pertimbangan bahwa murid KB merupakan
murid yang berusia 2.5 – 3 tahun ataupun 4 tahun. Pada usia inilah,
anak telah memasuki tahap penggunaan kalimat dua kata dan menuju
tahap pengembangan tata bahasa.
Lokasi KB yang dipilih ialah Kecamatan Tamalanrea. Kecamatan
Tamalanrea merupakan salah satu kecamatan di kota Makassar.
Selain sebagai wilayah yang strategis, kecamatan ini juga menjadi
kawasan pendidikan karena banyaknya sekolah yang ditemukan
dalam wilayah ini, mulai jenjang pendidikan PAUD sampai dengan
perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Dengan demikian
Kecamatan Tamalanrea menjadi pertimbangan sebagai lokasi
penelitian.
Sehubungan dengan hal itu, dipilih dua PAUD yang terletak di
Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar. PAUD pertama ialah Rumah
Qur’ani Imam Bukhari. Rumah Qur’ani Imam Bukhari merupakan
PAUD yang berkonsep menghafal Qur’an sehingga murid di PAUD
tersebut dididik sebagai penghafal Qur’an. Pembelajaran yang
dilakukan ialah bermain sambil menghafal, yaitu murid dibebaskan
bermain dengan mainan eduksi sambal mendengarkan ustasah (guru)
mereka melantunkan ayat suci Al-Qur’an.
PAUD yang kedua ialah Danica Kids. Danica Kids merupakan
PAUD yang berkonsep bilingual. Murid dididik mengetahui dua
bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sehingga interaksi
akademik antara Bunda (guru) dengan murid menggunakan bahasa
Inggris. Akan tetapi interaksi murid dengan murid tetap menggunakan
bahasa Indonesia.
B. Batasan Masalah
Kalimat murid PAUD dapat dianalisis dengan berbagai
pendekatan. Sehubungan dengan hal itu, penelitian ini hanya memilih
lingkup sintaksis saja dengan melihat struktur kalimat tunggal bahasa
Indonesia murid PAUD di Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar.
Adapun, struktur kalimat tersebut dianalisis menggunakan
pendekatan transformasi generatif. Selain itu, penelitian ini hanya
terfokus pada kalimat murid KB.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, hal yang akan dibahas
berkenaan dengan bahasa murid PAUD, dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. bagaimana perumusan Kaidah Struktur Frasa (KSF)
kalimat tunggal bahasa Indonesia bagi murid PAUD
Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar berdasarkan
analisis transformasi generatif?
2. bagaimana perumusan kaidah-kaidah transformasi
sehubungan dengan penggunaan kalimat tunggal bahasa
Indonesia bagi murid PAUD Kecamatan Tamalanrea Kota
Makassar berdasarkan analisis transformasi generatif?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini terdiri atas dua tujuan. Kedua tujuan
penelitia itu ialah:
a. merumuskan Kaidah Struktur Frasa (KSF) kalimat
tunggal bahasa Indonesia murid PAUD di Kecamatan
Tamalanrea Kota Makassar berdasarkan analisis
transformasi generatif.
b. merumuskan kaidah transformasi yang berlaku pada
kalimat tunggal Bahasa Indoensia murid PAUD
Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar berdasarkan
analisis transformasi genertif?
2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini terbagi atas dua. Manfaat penelitian
tersebut ialah manfaat teoritis dan manfaat praktis.
a. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih ilmu
khususnya pada bidang sintaksis generatif. Selanjutnya, penelitian ini
diharapkan pula dapat menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya yang
akan meneliti hal yang sama.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan menjadi acuan bagi guru PAUD agar
dapat memahami bahwa bahasa anak merupakan salah satu tahap
pemerolehan bahasa. Dengan demikian, guru dapat lebih memahami
psikologi anak dan membantu mengembangkan potensi kebahasaan
anak.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hasil Penelitian Relevan
Hasil penelitian relevan dapat dilihat pada penelitian Nurjamiaty,
“Pemerolehan Bahasa Anak Usia Tiga Tahun Berdasarkan Tontonan
Kesukannya Ditinjau dari Konstruksi Semantik” tahun 2015. Penelitian
ini membahas pemerolehan bahasa anak usia tiga tahun dengan
mempertimbangkan pengaruh tayangan televisi kesukaan anak.
Sehubungan dengan hal tersebut, hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa kata-kata anak berusia tiga tahun dituturkan secara terpenggal.
Selain itu, penguasaan bahasa yang dikuasi anak diperoleh melalui
tahapan-tahapan tertentu.
Selanjutnya, anak umur tiga tahun telah mampu menyusun
kalimat sederhana dan juga terbatas. Hasil penelitian ini juga
menunjukkan terdapat lima gejala transisi semantik, yaitu gejala
spesifikasi berlebihan, gejala generalisasi berlebihan, gejala tumpeng
tindih, gejala menuju spesifikasi makna, dan gejala penggunaan
asosiasi makna. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa
penelitian yang dilakukan oleh Nurjamiaty memiliki persamaan
dengan penelitian ini. Pertama, kedua penelitian ini menjadikan
tuturan anak sebagai objek penelitian meskipun pada penelitian
Nurjamiaty dibatasi pada anak berusia tiga tahun saja sedangkan
penelitian ini hanya terfokus pada Kelompok Bermain (KB) sehingga
usia anak pada jenjang pendidikan tersebut ialah 2-4 tahun. Kedua,
penelitian Nurjamiaty merupakan penelitian yang menggunakan
pendekatan psikolinguistik sedangkan pendekatan penelitian ini ialah
tata bahasa transformasi generatif.
Selanjutnya, terdapat pula penelitian yang dilakukan oleh
Mustikawati dengan judul “Kegiatan Bermain Peran dalam
Pengembangan Kemampuan Bahasa Anak di Kelompok Bermain-
Taman Kanak-Kanak Islam Nibras Padang”. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kegiatan bermain peran dapat mengembangkan
kemampuan bahasa anak secara optimal dan dapat mengembangkan
semua aspek-aspek perkembangan anak termasuk perkembangan
kemampuan bahasa anak. Sehubungan dengan hal itu, penelitian
yang dilakukan oleh Mustikawati memiliki persamaan dengan
penelitian ini. Persamaan kedua penelitian ini ialah keduanya
mengambil bahasa anak sebagai objek penelitian. Akan tetapi
penelitian yang dilakukan oleh Mustikawati berfokus pada
pengembangan bahasa anak sedangkan penelitian ini berfokus pada
struktur kalimat tunggal bahasa Indonesia.
Adapula, penelitian Arsanti berjudul “Pemerolehan Bahasa pada
Anak” tahun 2014. Hal yang dibahas pada penelitian tersebut ialah
proses pemerolehan bahasa secara kognitif maupun performansi.
Penelitian tersebut memiliki relevansi dengan penelitian ini. Hal ini
didasari oleh objek penelitian Arsanti dan penelitian ini memiliki
kesamaan, yaitu bahasa anak. Akan tetapi, penelitian yang dilakukan
Arsanti merupakan penelitian psikolinguistik sedangkan penelitian ini
merupakan penelitian sintaksis dan menggunakan pendekatan TTG.
B. Landasan Teori
1. Kalimat
Kalimat merupakan salah satu unsur dalam ilmu linguistik. Unsur
ini tersusun atas frasa ataupun kata. Berkaitan dengan hal itu, berikut
akan dijelaskan tentang kalimat.
a. Pengertian Kalimat
Kalimat bahasa Indonesia terbagi atas kalimat dasar dan kalimat
transformasi. Kedua kalimat ini berbeda dari batas jumlah yang
dihasilkan. Kalimat dasar memiliki jumlah yang sangat terbatas
macamnya sedangkan kalimat trasnformasi memiliki jumlah yang
tidak terbatas jumlahnya. Berkaitan dengan hal tersebut, kalimat
sebagai suatu proposisi memunyai bagian yang menjadi pokok
pembicaraan dan bagian lain yang merupakan keterangan tentang
pokok itu (Samsuri).
Chaer (1994: 240) menjelaskan bahwa kalimat adalah konstituen
dasar dan intonasi final, sebab konjungsi hanya ada kala diperlukan.
Konstituen dasar ini biasanya berupa klausa sehingga sebuah klausa
diberi intonasi final maka akan terbentuklah kalimat itu. Dari rumusan
itu, dapat disimpulkan bahwa konstituen dasar itu dapat juga tidak
berupa klausa melainkan dapat juga berupa kata atau frasa. Hanya
status kekalimatannya saja tidak sama. Kalimat yang konstituen
dasarnya berupa klausa tentu saja menjadi kalimat mayor atau kalimat
bebas sedangkan kalimat yang konstituen dasarnya berupa frasa atau
kata maka tidak dapat disebut kalimat bebas melainkan hanyalah
menjadi kalimat terikat.
Akan tetapi perlu dipahami pula bahwa kalimat dapat pula terbagi
menjadi kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Pembagian ini
berdasarkan jumlah klausa yang terdapat dalam kalimat tersebut. Jika
pada kalimat tunggal, klausa hanya terdiri atas satu klausa maka pada
kalimat majemuk, klausa terdiri atas dua atau lebih yang dihubungkan
oleh konjungsi. Adapun, konjungsi digunakan untuk menyambung
antara kata dengan kata atau antara kalimat dengan kalimat
(Nurhayati, 2006: 238).
Sehubungan dengan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kalimat merupakan satuan gramtikal terbesar dengan beberapa ciri
utama. Ciri-ciri kalimat ialah (1) memiliki intonasi akhir, (2) terdiri atas
dua atau lebih kata, (3) kata-kata tersebut memiliki fungsinya masing-
masing dan sekurang-kurangnya terdiri atas verba dan juga subjek,
(4) terstruktur, dan (5) memiliki makna.
b. Unit-unit Kalimat
Kalimat adalah tataran terbesar dalam kalimat. Kalimat
sekurang-kuangnya terdiri atas subjek dan verba. Sehubungan
dengan hal itu, dalam ilmu tentang kalimat atau biasa disebut
sintaksis, terdapat unit-unit kalimat yang membentuk kalimat. Unit-unit
tersebut ialah (1) kata, (2) Frasa, dan (3) klausa. Berikut akan
dijelaskan ketiga unit-unit tersebut.
1) Kata
a) Pengertian Kata
Kata dalam kajian morfologi merupakan unit terbesar karena
pada morfologi mengkaji pembentukan kata. Akan tetapi, kata dalam
kajian sintaksis merupakan unit terkecil karena kata merupakan unit
atau unsur pembentukan kalimat. Hal tersebut sejalan dengan
pandangan Darwis (2012: 1) yang menyatakan:
Bagi morfologi, kata merupakan bentuk atau unit terbesar,sedangkan bagi sintaksisi kata itu merpakan bentuk atauunit terkecil. Jadi ihwal terbentuknya kata merupakantujuan telaah morfologi. Kata yang sudah berbentukmenjadi masukan (input) bagi sintaksis untuk mendapatkanbentuk ketatabahasaan yang lebih besar, yaitu berupafrasa, kalusa, atau kalimat. sintaksis mmpersolakanhubungan antara kata yang satu dan kata yang lain menujuterbentuknya kontruksi kalimat yang gramatikal.
Sehubungan dengan hal itu, lebih lanjut Darwis (2012: 13)
menjelaskan bahwa kata adalah sebuah struktur dan struktur itu ialah
susunan unsur secara linear, yaitu dari kiri ke kanan. Yang menjadi
unsur dalam suatu struktur kata tentu saja adalah morfem.
Selanjutnya, kata menurut Kridalaksana (1982: 76) memiliki
dua makna, makna pertama kata merupakan morfem atau kombinasi
morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang
dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas. Adapun makna kedua
ialah satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem
tunggal.
b) Kelas Kata
Kelas kata merupakan kelas atau golongan kata berdasarkan
bentuk, fungsi, ataupun maknanya (KBBI). Pembagian kata memiliki
perbedaan antar pakar linguistik. Misalnya Samsuri (dalam
Kridalaksana, 1994: 20-21) membagi kata menjadi dua kelompok.
Kelompok pertama disebut kata utama yang terdiri atas kategori
nomina dan kategori verba sedangkan kelompok kedua disebut kata
sarana yang terdiri atas kategori numeralia, nomina, verba, ajektiva,
dan numeralia.
Selanjutnya, Alwi dkk (2003) membedakan kata menjadi verba,
ajektiva, adverbial, nomina, pronominal, numeralia, kata tugas,
interjeksi, dan artikula. Adapun Kridalaksana (1994) membagi kata
menjadi tiga belas kelas kata. Ketiga belas kelas kata tersebut, yaitu
verba, ajektiva, nomina, pronominal, numeralia, adverbial, introgativa,
demonstrativa, preposisi, konjungsi, fatis, dan interjeksi. Berkaitan hal
itu, terdapat beberapa kelas kata yang sama berdasarkan pandangan
pakar linguistik di atas. Kelas kata tersebut antara lain verba, nomina,
ajektiva, pronominal, numeralia, adverbia, dan preposisi, di bawah ini
akan dijelaskan kelas kata.
(a) Verba
Verba merupakan kelas kata yang menyatakan pekerjaan.
Pernyataan tersebut, oleh Darwis termasuk pada kriteria semantik
dengan demikian verba dianggap mengandung makna inheren
perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas
(Lihat Darwis, 2012: 21).
Berkaitan dengan hal itu, verba merupakan kelas kata yang
dalam bahasa Indonesia ditandai dengan kemungkinan untuk diawali
dengan kata tidak dan tidak mungkin diawali dengan kata sangat,
lebih. Dalam beberapa bahasa verba berfungsi sebagai predikatnya,
dalam bahasa lain verba memunyai ciri morfologis seperti ciri kala,
aspek, persona atau jumlah. Sebagian besar verba mewakili unsur
semantis, perbuatan, keadaan atau proses (Kridalaksana, 1982: 176).
Selanjutnya, menurut Chaer (2006: 100), verba, yaitu kata-kata yang
dapat diikuti oleh frasa dengan baik yang menyatakan alat, keadaan,
maupun yang menyatakan penyerta.
Berkaitan dengan hal itu, Alwi dkk (2003: 87) menyatakan bahwa
ciri-ciri verba dapat diketahui dengan mengamati (1) perilaku
semantik, (2) perilaku sintaksis, dan (3) perilaku morfologisnya.
Selanjutnya, jika dipandang berdasarkan kriteria morfologinya,
verba dijelaskan dengan ciri-ciri formal atau ciri-ciri bentuk yang
melekat pada verba. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa verba
biasanya dilekati oleh afiks meng-, ber-, di-, ter-, -i, dan -kan (Darwis,
2012: 22). Adapun, jika verba dimaknai sebagai pengisi verba maka
hal itu berdasarkan kriteria sintaksis. Hal ini sejalan dengan
pandangan Usman (2012: 4) yang menyatakan bahwa “verba adalah
inti klausa, kata yang menghubungkan berbagai bagian klausa secara
bersama-sama”. Sehubungan dengan hal itu, sebagai inti klausa,
kelas kata biasanya menduduiki fungsi Verba (V).
(b) Nomina
Nomina merupakan salah satu kelas kata yang menyatakan
benda. Nomina selalu pula diidentikkan sebagai kelas kata pengisi
subjek ataupun objek langsung dan tak langsung. Hal tersebut sejalan
dengan pandangan Usman, menurut Usman (2013: 3), nomina
berhubungan dengan orang, tempat, hal, ide, atau konsep abstrak.
Dalam suatu klausa, pada umumnya nomina berfungsi sebagai salah
satu dari subjek verba, objek langsung verba, objek tak langsung
verba, atau objek preposisi.
Berkaitan dengan hal itu, nomina diberi ciri bahwa secara
sintaktik ia tidak memiliki potensi untuk bergabung dengan kata tidak,
tetapi berpotensi untuk didahului kata dari (Darwis, 2012: 25).
Selanjutnya, Alwi dkk (2003: 213) juga berpendapat bahwa nomina
adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, dan konsep atau
pengertian.
Berdasarkan hal itu, nomina dapat dimaknai sebagai kelas kata
yang menyatakan benda sehingga subjek maupun objek selalu diisi
oleh kelas kata ini. Adapun kelas kata benda yang dimaksud tidak
hanya bersifat konkret tetapi juga bersifat abstrak seperti ide. Selain
itu, nomina dapat diingkari dengan menggunakan negasi bukan dan
berpotensi didahului oleh kata dari.
(c) Ajektiva
Ajektiva berkaitan dengan menyifati nomina. Misalnya kata
cerdas, taat, jujur, ataupun amanah. Sehubungan dengan hal itu,
ajektiva menurut Kridalaksana (1994: 59) merupakan kategori yang
ditandai oleh kemungkinan untuk (1) bergabung dengan partikel tidak,
(2) mendampingi nomina, atau (3) didampingi partikel seperti lebih,
sangat, agak, (4) mempunyai ciri-ciri morfologis, seperti -er, -if, -i, atau
(5) dibentuk menjadi nomina dengan konfiks ke-an.
Sehubungan dengan hal itu, ajektiva dapat pula dimaknai
sebagai kelas kata yang mendeskripsikan sifat nomina atau ciri
nomina (Usman, 2012: 4). Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa
ajektiva merupakan kelas kata yang berkaitan dengan menyifati
nomina sehingga kelas kata ini berpotensi dilekati partikel tidak, lebih,
sangat, dan agak.
(d) Pronomina
Pronominal merupakan kelas kata yang menggantikan nomina
(Kridalaksana,1994: 76). Berkaitan dengan hal itu, lebih lanjut
Kridalaksana menjelaskan bahwa kategori ini tidak dapat berafiks
akan tetapi dapat bereduplikasi. Sehubungan dengan hal itu, menurut
Usman (2013: 3), pronominal digunakan sebagai pengganti nomina
dan frasa nomina. Seperti juga nomina, pronominal berhubungan
dengan orang, tempat, benda, ide, atau konsep dan berada di posisi
yang sama dalam klausa sebagai frasa nomina.
Lebih lanjut Usman (2013: 3–4) menyatakan bahwa pronomina
berhubungan dengan orang atau benda sehubungan dengan
perannya dalam situasi ujaran. Perhatikan pembagian pronomina
berikut:
Persona
SubjekAfiks
Klitika
Tunggal
(tg)Jamak(Jm)
Tunggal
(Tg)
Persona 1 Eksklusif Saya/aku Kamiku-
-ku
Persona 2
Inklusif
Familiar
Honorifik
Kita
Kamu
Anda
Kalian
Kamu
-mu
Kau-
Persona 3 Dia, ia Mereka -nya
Berkaitan dengan hal itu, terdapat afiks pronominal pada Bahasa
Bugis dan Bahasa Makassar (ApBM). Penjelasan afiks pronominal
kedua bahasa tersebut dianggap perlu karena objek penelitian ini
adalah murid PAUD di Kecamatan Tamalanre Kota Makassar.
Dengan demikian sebagian besar bahasa ibu yang digunakan ialah
bahasa Indonesia dialek Bugis Makassar. Hal itu tentu wajar saja
karena latar belakang keluarga yang tinggal di daerah tersebut
merupakan bangsa Bugis dan Makassar.
Pemarkah pronominal bahasa Bugis terbagi atas dua, yaitu
permarkah pronominal persona sebagai morfem bebas dan afiks-afiks
pemarkah persona atau afiks pronominal sebagai morfem terikat.
Sehubungan dengan hal itu, terdapat enam pronominal persona
dalam bahasa Indonesia (Darwis, 2011: 2). Pembagian pronominal
persona ini berdasarkan bentuk persona tersebut. Perhatikan tabel
yang diambil dari Darwis (2011: 3) berikut ini:
Selanjutnya, pemarkah persona dapat pula berupa afiks-afiks
pronominal. Sehubungan dengan hal itu, menurut Darwis (2011: 3)
terdapat dua bentuk afiks pronominal, yaitu afiks pronominal pada
verba dan afiks pronominal pada nomina. Lebih lanjut, Darwis (2011:
3) menjelaskan bahwa afiks pronominal pada verba terbagi atas afiks,
yiatu prefiks pronominal dan sufiks pronominal.
Sehubungan dengan hal itu, prefiks pronominal pada verba
digambarkan dalam tabel di bawah ini. Adapun pembagian prefiks ini
diambil dari pandangan Darwis (2011: 3).
Persona Afiks Pronominalpada Verba
Pertama tunggal ku-
Kedua tunggal:
familiar
honorific
mu-
ta-
Ketiga tunggal na-
Pertama jamak
Inklusif ta-
Persona Pronomina Bebas
Pertama tunggal Iyak
Kedua tunggal:
familiar
honorifik
Iko
Idik
Ketiga tunggal Ia
Pertama jamak
Inklusif
pertama jamak
eksklusif
Idik
Ikkeng
pertama jamak
eksklusif ki-
Prefiks pronominal pada verba Bahasa Bugis dilekatkan di
depan verba. Penggunaan prefiks-prefiks pronominal bagi
pembentukan verba dapat dikatakan sederhana karena tidak
memerlukan kaidah morfofonemik secara rumit (Darwis, 2011: 4).
Adapun sufiks pronominal pada verba Bahasa Bugis dilekatkan
di belakang verba. Menurut Darwis (2011: 6) pembagian sufiks
pronominal dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Persona Afiks Pronominalpada Verba
Pertama tunggal -kak
Kedua tunggal:
familiar
honorifik
-ko
-ki
Ketiga tunggal -i
Pertama jamak -kik
Menurut Abbas (2014: 168) afiks pronominal merupakan
pronominal terikat atau biasa pula disebut klitika. Adapun klitika terdiri
atas proklitika (klitika yang melekat di depan verba) dan enklitika
(klitika yang melekat di belakang verba). Sehubungan dengan hal itu,
Abbas membuat tabel sistem penataan pronominal. Perhatikan tabel
berikut:
1 2 3 4
Fungsi Pronominabebas
Proklitika
Enklitika EnklitikaPosesif
1
Tunggal
JamakEksklusif
Inklusif
Nakké‘saya’
Katté‘kami’
Katté‘kita’
ku-
ki-
ki-
ak
ki
ki
ku
ta
ta
2 Familiar
Honorifik
Kau‘engkau’
Katté‘anda’
nu-
ki-
-ko
Ki
-nu
Ta
3 Tunggal Ia ‘dia’ na- -i -na
Selanjutnya, Nurhayati menghimpun pemarkah-pemarkah yang
biasa digunakan dalam Bahasa Bugis dan Makassar. Sehubungan
dengan hal itu, istilah yang digunakan oleh Nurhayati, yaitu morfem.
Menurut Nurhayati (2016: 86-92) morfem unik bahasa Makassar
terbagi atas tiga, yaitu (1) morfem pronominal, (2) morfem berbentuk
partikel, dan (3) morfem bermakna berbentuk kata. (1) Morfem
pronominal, yaitu morfem -ka yang berfungsi sebagai pronomina
persona pertama, -ta yang berfungsi sebagai pronominal orang
pertama tunggal, pertama jamak, bermakna seharusnya, morfem -nu
yang berfungsi sebagai pronominal orang kedua, ku- yang berfungsi
sebagai orang kedua tunggal, ki- yang berfungsi sebagai pronominal
persona tunggal.
Selanjutnya, (2) morfem berbentuk partikel, yaitu -mi (hanya,
saja, sudah, dan sebagai penegas), -ji (hanya, penegas), pi- (saja,
nanti, lagi, dan sebagai penegas), mo- (selalu terangkai dengan
pronominal -ko), pa- (nanti, lagi, dan saja). Adapun (3) morfem
berbentuk kata antara lain:
a. Pale, padeng, padenna (iya atau oke)b. Beng, bede, bedeng, bedenna (katanya)c. Kodong (kasihan)d. Dudu (sangat)e. Mentong (memang tong)f. Tong (juga)g. Belah. Seng, sede, sedengi. Gang dan agingj. Barangk. Kapangl. Edede
(Nurhayati, 2016: 91 – 92)
Adapun Nurhayati (2016: 93 – 95) membagi morfem unik bahasa
Bugis terbagi atas tiga bentuk, yaitu (1) morfem unik berbentuk
pronominal, (2) berbentuk kata sandang, dan (3) partikel.
Morfem unik berbentuk pronominal terbagi atas ki- dan ta-,
sedangkan morfem berbentuk kata sandang terdiri atas la- (untuk laki-
laki) dan I (untuk perempuan). Morfem bebentuk partikel terdiri atas -
je, -ro, -sae.
Berdasarkan penjelasan di atas, diketahui bahwa bahasa
Makassar dan bahasa Bugis memiliki persamaan terutama pada afiks
pronominal atau klitika. Sehubungan dengan hal itu, kedua bahasa ini
sangat berpengaruh pada lingkungan Tamalanrea yang sebagian
besar penduduknya berasal dari bangsa Bugis dan Makassar.
(e) Numeralia
Kelas kata yang menyatakan bilangan disebut numeralia.
Sehubungan dengan hal itu, numeralia dapat mendampingi nomina
dalam kontruksi sintaksis, memiliki potensi untuk mendampingi
numeralia lain, dan tidak dapat diperluas dengan kata tidak atau kata
sangat.
Dengan demikian numeralia digolongkan menjadi numeralia
takrtif, tingkat, kolektif, dan tak takrif (Darwis, 2012: 25 – 26). Akan
tetapi, adapula yang menyatakan bahwa numeralia merupakan
pembilang yang hanya menunjukkan jumlah yang tepat seperti satu,
dua, tiga, dst. (Usman, 21012: 5).
Berdasarkan hal tersebut, numeralia dapat dimaknai sebagai
kelas kata yang menyatakan jumlah dan biasanya mendampingi
nomina.
(f) Adverbia
Adverbia merupakan kata yang menjelaskan verba, nomina,
ajektiva, atau kalimat (KBBI). Adverbia dapat pula didefinisikan
sebagai kata yang menjelaskan verba, ajektiva, atau adverbia lainnya
(Alwi, dikk, 2003: 193).
Adverbial dapat berfungsi sebagai kata yang menerangkan
ajektiva, adverbial lainnya, verba, atau seluruh klausa atau kalimat
(Usman 2013: 5),. Lebih lanjut Usman memberikan beberapa contoh
adverbia:
Fungsi Contoh
Kadar very, completely, sangatCara quickly, well, dengan cepat, dengan baikKepastian posibbly, certainly, mungkin, pastiKeadaan early, later, there, then, lebih awal, nanti,
kemudianIngkar not, tidak, bukan
(g) Preposisi
Kelas kata yang menghubungkan nomina atau frasa nomina
dengan sisa kalimat disebut preposisi. Preposisi juga biasa disebut
kata depan. Sehubungan dengan hal itu, preposisi dapat juga
dimaknai sebagai partikel yang dalam bahasa tipe VO biasanya
terletak di depan nomina dan menghubungkannya dengan kata lain
dalam ikatan ekosentis (Kridalaksana, 1982: 137).
Preposisi juga merupakan kata yang menunjukkan hubungan
frasa nomina yang mengikutinya dengan sisa kalimat, misalnya to,
with, from, by, of, ke-, dengan, dari, dan di- (Usman, 2013: 5).
Berkaitan dengan hal itu, preposisi dapat didefiniskan sebagai salah
satu kata yang berperan menghubungkan frasa nomina sisa kalimat.
1) Frasa
Frasa merupakan salah satu tataran linguistik. Pengertian frasa
berbeda-beda setiap linguis namun sebagian besar menyatakan
bahwa frasa merupakan gabungan kata dan tidak membentuk makna
baru. Darwis (1998: 97) menyatakan bahwa “frasa adalah satuan
gramatika yang sekurang-kurangnya terdiri atas dua kata”. Lebih
lanjutnya, Darwis memaparkan bahwa frasa adalah yang hanya
menduduki satu fungsi sintaksis dalam kalimat.
Selanjutnya, frasa dapat pula diartikan oleh Kridalaksana (1982:
46) sebagai gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak
predikatif; gabungan itu dapat rapat, dapat renggang. Berkaitan
dengan hal itu, Parera (1991: 32) menjelaskan bahwa frasa adalah:
Suatu konstruksi yang dapat dibentukk oleh dua kata ataulebih, baik dalam bentuk seuah pola dasar kalimat maupuntidak. Sebuah frasa sekurang-kurangnya mempunyai duaanggota pembentuk. Anggota pembentuk bagian sebuahfrasa yang terdekat atau langsung membentuk frasa.
Selanjutnya, frasa tersusun atas dua kata atau lebih yang tidak
melebihi batas fungsi unsur klausa. Artinya, konstruksi frasa hanya
menduduki satu fungsi klausa (Khairah dan Sakura Ridwan, 2015: 21).
Adapun, menurut pandangan Tarigan (2009: 109), frasa adalah
Konstruksi tempat unsur itu dan juga merupakan urutanmorfem yang terjalin rapi yang berfungsi sebagai kesatuankhusus pada tingkat klausa, dan yang berunsurkan kata-
kata. Farsa adalah sekelompok kata yan mengisi jalur-jaluryang sama pada tingkat klausa seperti yang diisi oleh kata-kata tunggal.
Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat beberapa jenis frasa.
Frasa tersebut ialah frasa nomina (FN), frasa verba (FV), frasa ajektiva
(FA), frasa pronominal (FPron), frasa numeralia (FNum), dan frasa
preposisi (FPrep).
a) Frasa Nomina
Frasa nomina merupakan salah satu jenis frasa. FN merupakan
frasa endosentris berinduk satu yang induknya nomina (Kridalaksana,
1982: 47). Selanjutnya, FN dapat pula dimaknakan sebagai suatu
frasa yang terdiri atas suatu nomina dan secara fukluatif unsur lain
yang menerangkan nomina tersebut (Usman, 2013: 32).
Berkaitan dengan hal itu, pada frasa ini yang berfungsi sebagai
inti adalah nomina sedangkan pewatasnya terletak di depan ataupun
di belakangna. Pewatas yang berada di depan nomina berupa
numeralia dan adverbial, sedangkan pewatas yang berada setelah
nomina inti biasanya berupa nomina, verba, adverbial, numeralia, dan
determinan (ini, itu) (Khairah dan Sakura Ridwan, 2015: 30 – 31).
b) Frasa Verba
Frasa verba adalah satuan sintaksis yang berbentuk dari dua
kata atau lebih yang dapat menggantikan kategori verba (Khairah dan
Sakura Ridwan, 2015: 42). FV juga diartikan sebagai frasa
endosentris berinduk satu yang induknya verba dan modifikatornya
berupa partikel modal seperti BI dapat, mau, partikel ingkar seperti
tidak, frasa adverbia seperti seadanya, dsb (Kridalaksana, 1982: 47).
Sehubungan dengan hal itu, FV dibagi menjadi berinduk satu
lazim disebut frasa endosentrik atributif dan frasa verba yang berinduk
dua disebut frasa koordinatif (Darwis, 2012: 95). Frasa endosentrik
atributif adalah frasa yang menjadikan verba sebagai inti sedangkan
kata lain sebagai pewatas atau atributif. Adapun atributif atau pewatas
FV, yaitu verba bantu, aspek, dan pengingkaran jika sebagai pewatas
depan dan kata seperti saja, lagi, kembali, terus, dulu, dan juga (pula)
sebagai pewatas belakang (Darwis, 2012).
Adapun, frasa endosentrik koordinatif dalam bahasa Indonesia
dibentuk dengan dua macam konjungsi, yaitu konjungsi tunggal dan,
atau, dan tetapi serta konjungsi terbagi baik…maupun (Darwis, 2012:
101).
Berdasarkan pandangan para linguis maka dapat disimpulkan
bahwa frasa verba merupakan frasa yang menjadikan verba sebagai
inti frasa dan kata lain sebagai pewatas atau atributif.
c) Frasa Pronomina
Frasa pronominal terdiri atas sebuah pronomina sebagai inti dan
kategori numeralia, demonstrativa, adjektiva, atau adverbial sebagai
pewatas. Secara umum frasa pronominal ini mengikuti hukum DM,
sebagian lainnya merupakan pengecualian, seperti pola MD bahkan
MDM (Darwis, 1988: 116).
Adapun, FPron adalah satuan sintaksis yang terbentuk dari dua
kata atau lebih yang dapat menggantikan kategori pronominal. Frasa
ini dibentuk dengan menambahkan pewatas, baik pewatas depan
maupun pewatas belakang. Adapun pewatas depannya berupa
adverbial sedangkan pewatas belakangnya berupa numeralia kolektif,
demonstratif, dan adverbial (Khairah dan Sakura Ridwan, 2015: 65).
Berkaitan dengan hal itu, FPron dapat dimaknai sebagai satuan
sintaksis yang kategori pronominalnya sebagai inti dan kata yag lain
sebagai pewatas.
d) Frasa Ajektiva
Frasa ajektiva merupakan frasa yang menjadikan ajektiva
sebagai inti dan kata lain sebagai pewatas. Frasa ajektiva dapat pula
dimaknakan sebagai frasa yang terdiri atas sebuah ajektiva sebagai
inti dan kategori kata lain sebagai pewatas atau pemeri.
Yang dimaksud dengan adjektiva ialah semua bentuk dasar
yang dapat diberi prefiks ter- dengan makna paling (Darwis, 1988:
113). Selanjutnya, frasa ajektiva juga bermakna satuan sintaksis yang
terbentuk dari dua kata atau lebih yang dapat menggantikan kategori
ajektiva. Ajektiva berfungsi sebagai inti. Adapun konstruksi frasa
ajektiva bisa tersusun secara endosentris subordinatif dan eksosentris
koordinatif (Khairah dan Sakura Ridwan, 2015: 51).
Kriteria lain dari frasa ajektiva ini, yaitu semua kata yang dapat
diperluas dengan preposisi dengan + kata sifat. Sehubungan dengan
hal itu, frasa ajektiva bermakna kepalingan, kesangatan, atau dibuat
perbandingan (Darwis, 1988: 113).
Berdasarkan hal itu, frasa ajektiva biasanya didampingi oleh
adverbial. Adapun pewatas adverbial dapat berada di depan maupun
di belakang kalimat (Lihat Khairah dan Sakura Ridwan, 2015).
Misalnya pewatas di depan ajektiva:
PEWATAS INTI
LebihKurangPaling pintarSangatamat
Adapun pewatas di belakang dalam frasa ajektiva dapat dilihat
pada contoh:
INTI PEWATASsakit lagiaman kembalimiskin jugamalas sajasetia benarsetia betul
e) Frasa Numeralia
Frasa numeralia terdiri atas sebuah numeralia sebagai inti dan
kategori sejenis atau yang lain sebagai pewatas. Sebagaimana halnya
jenis frasa yang lain, frasa numeralia juga mempunyai pewatas depan
dan pewatas belakang. Beberapa pewatas dapat bergabung dalam
urutan tertentu. Adapun ururatannya kadang-kadang mengikuti
hukum MD atau DM, kadang-kadang pula MD bahkan dapat saja
berpola MDM (Darwis, 1988: 117).
Selanjutnya, FNum juga bermakna satuan sintaksis yang
terbentuk dari dua kata atau lebih, yang dapat menggantikan kategori
numeralia. Numeralia sebagai inti. Umumnya, frasa ini dibentuk
dengan menambahkan kata penggolong, adverbial, atau kata gugus
setelah numeralia (Khairah dan Sakura Ridwan, 2015: 57).
f) Frasa Preposisi
Frasa preposisi merupakan frasa eksosentris, bukan terdiri atas
inti dan pewatas, tetapi terdiri atas perangkai dan sumbu. Preposisi
berfungsi sebagai perangkai, sedangkan jenis kata yang berfungsi
sebagai sumbu adalah nomina, ajektiva, atau adverbial (Khairah dan
Sakura Ridwan, 2015: 77).
2) Klausa
Secara sederhana, klausa dimaknai sebagai tataran linguistik
yang berpotensi menjadi kalimat. Pernyataan tersebut didasari oleh
struktur klausa yang telah lengkap, yaitu telah memiliki subjek (Su)
dan verba (V). Akan tetapi sebagian pakar juga menyatakan bahwa
klausa dan kalimat itu sama. Sehubungan dengan hal itu, Verhaar
mencoba meluruskan ketumpahtindihan pemaknaan antara klausa
dan kalimat. Verhaar (1996: 162) menyatakan bahwa:
tuturan yang disebut ‘kalimat’ ada dua macam. Yangpertama, namanya “klausa”, yaitu kalimat yang terdiri atashanya satu verba atau frasa verba saja, disertai dengansatu atau lebih konstituen yang secara sintaktisberhubungan dengan verba tadi.
Jenis kalimat yang kedua adalah “kalimat majemuk”,yang terdiri atas dua klausa atau lebih, dan tersusunsedemikian rupa sehingga klausa-klausa itu memiliki satusatuan intonasi saja dan bergabung satu dengan yanglainnya secara sintaksis.
Berkaitan dengan hal itu, dapatlah disimpulkan bahwa klausa
merupakan unit kalimat yang hanya terdiri atas satu verba saja dan
didampingi oleh konstituen-konstituen lainnya.
c. Fungsi Kalimat
Sintaksis merupakan ilmu tentang kalimat. Adapula yang
mengatakan bahwa sintaksis merupakan ilmu tentang tata bentuk
kalimat. Sebagai suatu disiplin ilmu, sintaksis menjadi ilmu yang
mengkaji kalimat. Berkaitan dengan hal itu, perbincangan tentang apa
saja yang dikaji dalam sintaksis cukup beragam.
Struktur fungsi klausa merupakan struktur yang kosong secara
semantis dan kategorial. Berkaitan dengan hal itu, kekosongan
semantis berkaitan dengan peran sedangkan kekosongan kategorial
berkaitan dengan kategori. Sehubungan dengan hal tersebut, di
bawah ini akan dijelaskan tentang fungsi kalimat.
Fungsi dapat dimaknai sebagai hubungan gramatika dalam
kalimat. berkaitan dengan hal itu, pada teori struktural tataran fungsi
terdiri atas subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Akan
tetapi, pada teori transformasi generatif, tataran fungsi terdiri atas
subjek, verba, objek langsung, objek tak langusng, dan keterangan.
Berikut penjelasan fungsi-fungsi tersebut.
1) Subjek
Subjek biasanya diisi oleh (FN). Sehubungan dengan hal itu, Su
yang melakukan tindakan atau mengalami sesuatu. Dengan demikian,
dalam bahasa Indonesia keberadaan Su lebih produktif berada di
depan Verba (V). Misalnya pada contoh berikut:
Adam sedang membacaIbrahim bediam diri.Muhammad berdakwah.
2) Verba
Verba merupakan fungsi yang menjadi inti klausa. Keberadaan
verba akan menjelaskan apakah klausa tersebut bersifat transitif atau
intransitif. Dengan demikian, keberadaan objek langsung maupun tak
langsung bergantung pada verba yang digunakan pada klausa
tersebut. Perhatikan contoh berikut:
i Ayah membeli buah.Ibu memasak sayur sop.Adik memberi buku.
Berkaitan dengan contoh di atas, V menuntut adanya objek
langsung berupa buah, sayur sop, dan buku. Perhatikan contoh di
bawah ini:
ii Ayah membelikan saya buah.Ibu memasakkan adik sayur sop.Adik memberikan teamnnya buku.
Contoh di atas memperlihatkan perubahan V juga memengaruhi
konstituen di sekeliling V. Dengan demikian pada contoh di atas, V
membutuhkan dua konstituen berupa saya dan buah atau adik dan
sayur sop.
3) Objek Langsung
Sama halnya dengan Su, objek langsung atau biasa pula
dikatakan objek juga diisi oleh FN ataupun FPron. Akan tetapi OL ini
berkaitan erat dengan keberadaan V. Dengan demikian OL dapat
bersifat opsional maupun wajib bergantung kategori yang mengisi V.
4) Objek Tak Langsung
Menurut Usman (2012: 8) objek tak langsung adalah frasa yang
pada umumnya berhubungan dengan seseorang yang menerima
objek atau pesan. Mungkin membantu mengontraskan objek tak
langsung dengan objek langsung.
d. Ketegori
Kategori berkaitan dengan pembagian kata atau pada penelitian
ini disebut kelas kata. Kategori mengisi kekosongan yang terjadi pada
fungsi berdasarkan kategorial. Pandangan tersebut sejalan dengan
pandangan Verhaar (1982: 170) yang menyatakan bahwa kategori
adalah apa yang sering disebut “kelas kata” seperti nomina, verba,
ajektiva, adverbial, adposisi, dan lain sebagainya. Adapun penjelasan
setiap kategori telah dijelaskan pada subbab kata dan frasa.
e. Pola Dasar kalimat Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia memiliki pola dasar. Pola dasar kalimat
Bahasa Indonesia terdiri atas lima pola menurut Samsuri (1985: 148)
ialah Frasa Nomina (FN) + Frasa Nomina (FN), FN + Frasa Verba
(FV), FN + Frasa Ajektiva (FA), FN + Frasa Numeralia (FNum), FN +
Frasa Preposisi (FPrep).
1) Pola Pertama : FN + FN
Pola kalimat dasar pertama terdiri atas FN dan FN. Menurut
Samsuri (1985: 148) kalimat ini merupakan kalimat identifikasi.
Perhatikan kalimat berikut:
a) Anak Paman laki-laki semua.b) Orang itu seorang dosen.c) Tamu kami orang Perancis.
Kalimat-kalimat di atas terdiri atas FN dan FN. Kalimat frasa anak
paman, orang itu, dan tamu kami merupakan FN begitu pula dengan
frasa laki-laki semua, seorang dosen, dan orang Perancis juga
merupakan frasa nomina.
2) Pola Kedua : FN + FV
Pola kedua kalimat dasar bahasa Indonesia ialah FN + FV. Pola
dasar ini merupakan pola dasar yang produktif karena
penggunaannya yang sering dilakukan. Sehubungan dengan hal itu,
kalimat dengan pola FN + FV terdiri atas FN dan FV. Perhatikan
contoh berikut:
a) Anak-anaknya tertidur pulas.b) Dia pergi sendiri.c) Mereka semua sedang makan.
Ketiga contoh di atas merupakan kalimat berpola FN + FV. Frasa
anak-anaknya, dia, dan mereka semua merupakan FN sedangkan
tertidur pulas, pergi sendiri, sedang makan merupakan FV.
3) Pola Ketiga : FN + FA
Pola dasar ketiga kalimat Bahasa Indonesia, yaitu FN + FA.
Sehubungan dengan hal itu, kalimat terdiri atas FN dan FA. Perhatikan
kalimat berikut ini:
a) Dia sedang sakit DBD.b) Restoran itu istimewa sekali.c) Toko itu sedang ramai.
Kalimat di atas merupakan kalimat berpola FN + FA. Frasa dia,
restoran itu, toko itu merupakan frasa nomina. Selanjutnya, sakit DBD,
istimewa sekali, dan sedang ramai merupakan frasa ajektiva.
4) Pola Keempat : FN + FNum
Kalimat dengan pola FN + FNum merupakan pola dasar kalimat
bahasa Indonesia keempat. Pola ini terdiri atas FN dan FNum.
Perhatikan contoh kalimat berikut:
a) Anaknya lima orang.b) Bunganya sangat banyak.c) Pensilnya lima buah.
Kalimat di atas terdiri atas FN dan FNum. Frasa anaknya,
bunganya. Pensilnya merupakan FN sedangkan lima orang, sangat
banyak, dan lima buah merupakan FNum.
5) Pola Kelima : FN + FPrep
Pola dasar kalimat bahasa Indonesia ialah FN + FPrep. Pola ini
dapat dilihat pada contoh kalimat berikut:
a) Persoalan itu tentang manusia sendiri.b) Kebijaksanaan itu lewat kelembagaan.c) Satu sekolah itu tanpa perpustakaan.
Ketiga contoh di atas terdiri atas FN dan FPrep. Sehubungan
dengan hal itu, frasa persoalan itu, kebijaksaan itu, satu sekolah itu
merupakan frasa nomina. Adapun tentang manusia itu sendiri, lewat
kelembagaan, dan tanpa perpustakaan merupakan frasa numeralia.
2. Tata Bahasa Transformasi Generatif
a. Konsep Dasar Tata Bahasa Transformasi Generatif
TTG memiliki keterkaitan dengan psikologi. Adanya pengaruh
psikologi dapat dilihat dari konsep dasar TTG tersebut. Berkaitan hal
itu, konsep dasar TTG ialah struktur batin, struktur lahir, dan aspek
kreatif bahasa. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Chaer, akan
tetapi Chaer menggunakan istilah kompetensi untuk struktur batin dan
performansi untuk struktur lahir. Chaer (1994: 364-365) menjelaskan
dalam bukunya Pengantar Linguistik menjelaskan bahwa terdapat dua
konsep dasar TTG, yaitu kemampuan (competence) dan perbuatan
berbahasa (performance) serta aspek kreatif bahasa. Berkaitan hal
itu, berikut akan dijelaskan konsep dasar TTG.
1) Struktur Batin dan Struktur Lahir
Struktur batin dan struktur lahir adalah konsep dasar
transformasi generatif. Struktur batin terletak dalam pikiran manusia
sedangkan struktur lahir adalah kalimat yang diujarkan. Kedua tataran
bahasa ini memiliki keterkaitan satu sama lain. struktur batin kalimat
merupakan konsep pengetahuan penutur. Pengetahuan tersebut
tersembunyi dalam pikiran manusia. Dengan demikian, penutur
bahasa mampu mengatur struktur kalimat, mengetahui makna-makna
untuk memahami kalimat, dsb.
Dengan demikian, meskipun memiliki keterkaitan tetapi kedua
struktur ini berbeda. Struktur batin merupakan kompetensi bahasa
sedangkan struktur lahir merupakan performansi. Kompetensi
menurut Chomsky (1965: 4) adalah “the speaker-hearer’s knowledge
of this language (pengetahuan pembicara-pendengar dari
bahasanya)” sedangkan performansi yang juga dikemukakan oleh
Chomsky (1965: 4) adalah “the actual use of language in concrete
situation (penggunaan bahasa yang sebenarnya dalam situasi
konkret). Berkaitan denga hal itu Chomsky (1965: 131) menyatakan:
The deep structure of an utterance is given completelyby its Transformation-marker, which contains its basis. Thesurface structure of the sentence is the drived Phrase-marker given as the output of the operation represented inthe Transformation-marker.
Adapun, struktur batin dapat pula diartikan sebagai representasi
mental yang mendaasari suatu ujaran; struktur formal yang
menghubung secara langsung kepada makna, bukan pada bunyi.
Struktur batin memiliki dua peranan. Kedua peran tersebut ialah
sebagai dasar derivasi transformasional dan dasar interpretasi
semantik (Kamsinah, 2003: 19-20).
Dengan demikian, struktur batin dapat didefinisikan sebagai
struktur yang terdapat dalam pikiran manusia sedangkan struktur lahir
merupakan struktur yang berasal dari struktur batin melalui proses
transformasi dan menghasilkan kalimat yang konkret.
2) Aspek Kreatif Bahasa
Aspek kreatif bahasa juga merupakan bagian dari TTG. Sebagai
pemakai bahasa, manusia memiliki daya kreatif dalam menggunakan
bahasa. Pengalaman bahasa yang dimiliki oleh manusia berpengaruh
pada perkembangan bahasa manusia itu sendiri. Dengan adanya
pengalaman bahasa, manusia akan mengetahui kaidah-kaidah
berbahasa secara bertahap. Pengetahuan kaidah bahasa yang
terbatas menyebabkan manusia mulai memanipulasi kaidah tersebut
sehingga mampu menciptakan kalimat-kalimat yang baru. Hal inilah
yang dimaksudkan sebagai aspek kreatif berbahasa.
b. Kaidah Struktur Frasa (KSF) dan Leksikon
Kaidah Struktur Frasa (KSF) dan leksikon merupakan dua
bagian yang membentuk komponen dasar. Sehubungan dengan hal
itu, KSF berkenaan dengan struktur sintaksis kalimat sedangkan
leksikon berkaitan dengan kosakata (Usman, 2013).
Lebih lanjut, hubungan antara kaidah struktur frasa dan
leksikon dijelaskan oleh Usman dengan menjelaskan cara kerja
keduanya, berikut pernjelasan Usman (2013: 44):
“Kaidah struktur frasa dan leksikon bekerja dengancara berikut: kaidah struktur frasa menyediakan struktursintaksis kalimat dan leksikon menyediakan kosakata.Kaidah struktur frasa menyediakan pernyataan-pernyataan yang tepat tentang diagram pohon mana yangberterima dan mana yang tidak berterima, denganmemperhitungkan hal seperti konstituensi dan urutankata. Leksikon menyediakan pernyataan-pernyataanyang tepat tentang makna dan ucapannya”.
1) Kaidah Struktur Frasa (KSF)
KOMPONEN DASAR
STRUKTUR POHON SINTAKSIS
KSF Leksikon
Kaidah stuktur frasa (KSF) merupakan serangkaian pernyataan
atau rumus yang menjelaskan antara lain urutan unsur-unusr yang
mungkin terdapat dalam suatu kalimat atau kelompok kata (Kamsinah,
2003: 21). Menurut Ba’dulu dan Herman (2010: 72), “kaidah struktur
frasa adalah serangkaian pernyataan yang menjelaskan, antara lain,
tentang urutan unsur-unsur yang mungkin dalam suatu kalimat atau
kelompok kata”. Ba’dulu dan Herman (2010: 72) menambahkan “KSF
mempunyai keterbatasan. KSF tidak mampu memberikan semua
struktur yang terdapat dalam bahasa tertentu. Oleh karena itu KSF
harus dilengkapi dengan kaidah-kaidah transformasi (KT)”.
Konsep KSF ini akan menjelaskan unsur-unsur yang menyusun
kalimat. Dengan demikian, dapat diketahui frasa-frasa apa saja yang
menyusun suatu kalimat. Pada dasarnya, unsur terpenting dalam
kalimat, yaitu FN dan FV, dan lebih utama lagi pada FV.
Berkaitan dengan hal itu, pada Usman (2013) dijelaskan cara
kerja kaidah struktur frasa. Adapun contoh yang digunakan oleh
Usman ialah bahasa Palantla Chinantec (Otomanguen, Meksiko).
Sehubungan dengan hal itu sebagai sampel diambil empat kalimat
yang memiliki struktur yang sama dari bahasa tersebut.
a) K
V FN[Su] FN[OL]
Se1 N A Nakan mandi
mih2 ba?2 tsi?2
wanita pdk.gemuk anak
wanita pdk.gemuk itu akan memandikan anak itu
b) K
V FN[Su] FN
Hyh2 N N Aakan lihat
kwi3 mih2 pa13
kuda wanita gemuk
kuda itu akan melihat wanita gemuk itu.
c) K
V FN[Su] FN[OL]
zja12 N Nakan temu
gju?13 tsi?2
orang(lk) anak
orang itu (lk) akan menemukan anak itu.
d) K
V FN[Su] FN[OL]
zja12 N A N Aakan temu
tsi?2 pih?2 kwi3 ba?2
anak kecil kuda pdk.gemuk
anak kecil itu akan menemukan kuda pdk.gemuk itu
Keempat diagram pohon tersebut berasal dari bahasa Palantla
Chinantec (Otomanguen, Meksiko). Pada penejlasan Usman (2013:
45) dijelaskan bahwa hal yang pertama yang dilakukan ialah melihat
urutan unsur. Pada keempat kalimat di atas urutan unsur ialah V FN
FN. Sehubungan dengan hal tersebut, salah satu klausa bahasa
Palantla Chinantec terdiri atas verba yang diikuti oleh dua frasa
nomina. Dengan demikian kaidah struktur frasa klausa tersebut dapat
diformulasikan sebagai berikut:
K V FN FN
Selanjutnya, frasa nomina yang mengisi frasa nomina berturut-
turut berfungsi sbeagai objek dan objek langsung. Sehubungan hal itu,
informasi tersebut dapat disatukan dalam kaidah.
K V FN[Su] FN[OL]
Kaidah di atas dapat dibaca ‘Suatu K terdiri atas satu verba dan
diikuti oleh satu FN yang berfungsi sebagai subjek dan satu FN yang
berfungsi sebagai objek langsung”. Adapun struktur-struktur frasa
nomina terdiri atas satu nomina dan satu ajektiva berikutnya,
sedangkan yang lainnya terdiri atas nomina tunggal saja. dengan
demikian, diperlukan kaidah struktur frasa lainnya untuk menyatakan
observasi tersebut.
FN N (A)
Kaidah di atas berarti bahwa suatu frasa nominal terdiri atas
nomina dan diikuti secara opsional oleh ajektiva. Pada kaidah di atas
digunakan tanda kurung utnuk memperlihatkan kefakultifan ajektiva.
2) Leksikon
Leksikon merupakan perbendaharaan kata atau dapat pula
dikatakan sebagai kamus singkat. Sejalan dengan pandangan
tersebut, Kridalaksana (2008: 142) memaparkan tiga pengertian
leksikon, yaitu:
a) komponen bahasa yang memuat semua informasi
tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa;
b) kekayaan kata yang dimiliki seorang pembicara, penulis,
atau suatu bahasa; kosakata; perbendaharaan kata;
c) daftar kata yang disusun seperti kamus, tetapi dengan
penjelasan yang singkat dan praktis.
Adapun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
leksikon memiliki lima makna, antara lain (1) kosakata; (2) kamus yg
sederhana; (3) daftar istilah dl suatu bidang disusun menurut abjad
dan dilengkapi dengan keterangannya; (4) komponen bahasa yg
memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dl
bahasa; (5) kekayaan kata yg dimiliki suatu bahasa.
Menurut Usman (2013: 45), leksikon adalah daftar yang tepat
satuan-satuan dasar yang ada dalam bahasa itu. Radford (1989: 337)
menyatakan bahwa “a lexicon (or dictionary) containing a list all the
word in a language, together with a specification of their idiosyncratic
syntactic, semantic, phonological, and morphological”. Sehubungan
dengan hal tu, jika dikaitakan dengan penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa leksikon merupakan daftar kosakata untuk menjelaskan
kosakata apa saja yang terdapat dalam kalimat.
c. Tipe-tipe Transformasi
Struktur batin merupakan struktur yang berada dalam otak
manusia. Struktur inilah yang menjadi cikal bakal tersebntuknya
struktur lahir. Akan tetapi, perlu dipahami bawha struktur yang
terdapat dalam otak manusia dan struktur yang diujarkan biasanya
berbeda. Oleh sebab itu, sebelum menjadi struktur lahir maka struktur
batin mengalami proses transformasi. Dengan demikian, kalimat yang
dihasilkan atau struktur lahir merupakan kalimat transformasi.
Adapun kaidah transformasi menurut Bornstein (1977) terbagi
atas the passive transformation (transformasi pasif), the negative
transformation (transformasi negatif), interrogative transformation
(transformasi tanya), the emphatic transformation (transformasi
fokus), and the imperative transformation (transformasi perintah).
Berikut akan dijelaskan tentang kelima transformasi tersebut.
1) Transformasi Pasif
Transformasi pasif merupakan salah satu bentuk transformasi.
Transformasi pasif berasal dari kalimat aktif. Hal ini sejalan dengan
pandangan Bornstein. Menurut Bornstein (1977: 120) menyatakan
bahwa “the passive has usually been treated as an optional
transformation of active sentences”. Bornstein (1977: 120) pun
menambahkan, terdapat tiga cara kerja transformasi, yaitu:
a. It takes the subject NP and places it the end of thesentences, adding “by” before it.
b. It takes the NP after the V and places it at the front of thesenteces.
c. It adds “be + -en” after the auxiliary and before the mainverb.
Pemasifan hanya dapat dilakukan untuk bahasa Inggris saja.
Adapun dalam bahasa Indonesia, pemasifan dilakukan dengan cara
mengubah FV yang diisi oleh verba berprefiks meng- menjadi verba
berprefiks di-. Selanjutnya, memindahkan OL menjadi Su.
2) Transformasi Negatif
“Negative sentences were analyzed as optional transformations
of positive declarative sentences” (Chomsky dalam Bornest, 1977:
128). Berkaitan pandangan Chomsky diketahui bahwa kalimat negatif
berasal dari kalimat deklaratif postif. “
Sehubungan hal itu, transformasi negatif ditandai dengan kata
negatif seperti kata “not” dalam bahasa Inggris ataupun kata “tidak”
dan “bukan” dalam bahasa Indonesia. Adapun penanda transformasi
negatif ialah “Neg”. Dengan penandaan ini, dalam diagram pohon
akan tergambar kata negatif.
3) Transformasi Tanya
Transformasi tanya merupakan transformasi yang berasal dari
kalimat deklaratif. Transformasi ini dapat ditandai dengan adanya kata
tanya apa, siapa, dimana, mengapa, kapan, dan bagaimana. Kata
tanya ini secara universal biasanya berada di awal kalimat. Adapun
penanda transformasi tanya ialah “Q”. Dengan adanya penanda ini
akan tergambar kata tanya dalam diagram pohon.
4) Transformasi Perintah
Transformasi Perintah dapat ditandai dengan “Imp” dalam
diagram pohon. Transformasi perintah merupakan transformasi yang
mengubah kalimat deklaratif menjadi kalimat perintah. Transformasi
perintah dapat dilakukan dengan menambahkan kata “jangan” atau
pun melesapkan FN sehingga kadang kala kalimat perintah hanya
terdiri atas satu konstituen saja.
5) Transformasi Fokus
Transformasi fokus merupakan salah satu jenis transformasi.
Bornest (1977: 153) dalam bukunya berjudul An ntroduction to
Transformastional Generative menjelaskan bahwa pemfokusan
dilakuakn dengan cara memberikan penekanan pada kata yang ingin
ditonjolkan. Dengan demikian, kata yang ditekankan dapat ditandai
dengan pemberikan strees pada atas kata atau memiringkan kata
tersebut.
Selanjutnya, Chaer (2015: 214) menyatakan pemfokusan dapat
dibantu bantuan:
(1) Intonasi;
(2) Partikel;
(3) Kata keterangan;
(4) Konjungsi penegas;
(5) Permutasi; dan
(6) Kontras makna
3. Karakteristik Bahasa Anak
Masa anak-anak merupakan masa manusia memeroleh
bahasanya. Pada masa memeroleh bahasanya, manusia akan melalui
beberapa tahap dan setiap tahap mengisyaratkan adanya
perkembangan pengetahuan bahasa yang baru. Tahap-tahap
pemerolehan bahasa yang dialami oleh manusia di masa anak-anak
sebenarnya sejalan dengan karakter anak-anak. Karakter anak
menurut Hambali (2008: 14) antara lain:
a. Anak-anak amat kreatif, mereka dapat menceritakan
cerita dan menghayalkan dunia baru.
b. Anak dapat belajar secara tidak sadar. Mereka memiliki
kemampuan belajar tidak langsung. Belajar ini terjadi
melalui bermain atau interaksi. Anak dapat mengaitkan
kegiatan dengan hal-hal nyata seperti sekolah, rumah,
permainan dengan minat mereka.
c. Anak yang lebih tua dapat mengelempokkan,
mengurutkan, menjodohkan, dan menggambar.
d. Anak-anak tidak pandai memahai kategori tata bahasa.
Konsep ini merupakn konsep yang abstrak yang sulit
diidentifikasi.
e. Anak-anak tidak dapat memahami cara bahasa bekerja.
f. Anak-anak tidak dapat memahami konsep abstrak.
g. Anak-anak tidak dapat mengingat dengan baik daftar
kosakata.
h. Anak-anak tidak dapat berkonsentrasi dengan baik jika
mereka harus mengerjakan kegiatn terlalu lama.
i. Anak memiliki keinginan kuat untuk bersosialisasi dan
menyamai teman sebayanya.
j. Anak selalu ingin bermain.
Karakteristik di atas menunjukkan bahwa anak mempelajari
banyak hal di sekitarnya tanpa disadarinya. Pemahaman tentang
pengetahuan baru tidak dipahami sebagai pengetahuan baru
sehingga mereka tidak menanggapi hal tersebut sebagai hal yang
serius. Akan tetapi, pengetahuan yang tidak disadarinya tersebut
menjadi modal yang baik untuk bersosialisasi dengan orang-orang di
sekitarnya. Berkaitan dengan hal itu, karakteristik anak juga
memengaruhi karakter bahasa anak. menurut Hambali (2008: 15),
karakter bahasa anak-anak ada lima, yaitu:
a. Struktur wacana/bahasa/kalimat sederhana
Struktur wacana anak-anak bersifat sederhana. Hal itu sejalan
dengan cara berpikir anak-anak yang belum rumit. Kesederahanaan
itu dapat dilihat dari kelengkapan komponen yang terdapat dalam
wacana. Komponen tertentu tidak hadir dalam wacana, karena anak-
anak belum berhasil mengembangkan wacana. Kesederhanaan juga
tampak pada kalimat-kalimat yang digunakan dalam wacana.
Kesederhanaan itu juga tampak pada panjang-pendeknya
tuturan dan wacana. Jika seorang anak disuruh bercerita, biasanya
wacana yang muncul adalah wacana yang pendek. Jika anak disuruh
menjelaskan sesuatu, penjelasan yang disampaikan dinyatakan
dengan wacana yang pendek. Jika seornag anak menjawab
pertanyaan, jawaban yang disampaikan juga jawaban yang pendek-
pendek.
b. Transparan
Wacana/bahasa anak-anak bersifat transparan. Oleh karena
sifatnya yang transparan, semua informasi sudah cukup ditafsirkan
dari wacana yang tersurat. Wacana cenderung hanya mengemukakan
hal-hal yang eksplisit. Hal ini berarti bahwa inferensi tidak memerlukan
proses yang rumit.
c. Monoton (Tidak Bervariasi)
Wacana anak-anak bersifat monoton. Dalam wacana lisan
panjang-pendeknya tidak begitu berbeda antara kalimat yang satu
dengan kalimat yang lain, intonasi juga bervariasi, alat-alat kohesi
yang berlaku sangat terbatas. Untuk menunjukkan urutan, misalnya,
alat kohesi yang berlaku dengan frekuensi tinggi adalah lalu, terus,
kemudian.
d. Pronomina yang Terbatas
Pronomina yang digunakan terbatas, bahkan rujukan tertentu
yang semestinya dinyatakan dengan pronomina. Diri penutur,
misalnya, tidak menggunakan pronomina aku atau saya, tetapi
menggunakan nama dirinya. Hal itu juga berlaku ketika anak merajuk
ke orang lain, panggilan yang digunakan bukan dia atau ia, tetapi
nama orang yang dimaksudkan itu. Oleh karena itu, pengulangan-
pengulangan sering terjadi karena keterbatasan pronomina yang
digunakan oleh anak dalam memproduksi wacana.
e. Prasistematis
Dilihat dari segi tatanan isi, wacana anak-anak merupakan
wacana yang belum sistematis (prasistematis). Hal itu sejalan dengan
cara berpikir anak yang belum terpola secara sistematis. Dengan kata
lain, pola berpikir anak bukan atau belum merupakan pola berpikir
yang sistematis. Semakin rendah usia anak-anak, wacana yang
dihasilkan semakin kurang sistematis. Sebaliknya, semakin tinggi usia
anak-anak, wacana yang dihasilkan semakin sitematis. Pendeknya,
kesistematisan wacana berkembang sejalan dengan perkembangan
pola berpikir anak.
C. Kerangka Pikir
Transformasi generatif merupakan salah satu pendekatan dalam
menganalisis bahasa. Kalimat sebagai tataran linguistik terbesar
dapat dianalisis dengan melihat struktur batin dan struktur lahirnya.
Sehubungan dengan hal itu, kalimat performansi atau kalimat
yang diujarkan oleh murid PAUD menjadi sumber data pada penelitian
ini dan terkhusus pada kalimat tunggal saja. Dengan mengkaji kalimat
tunggal murid PAUD menggunakan pendekatan transformasi
generatif maka penelitian ini mengungkap struktur batin berdasarkan
struktur lahir atau kalimat performansi murid PAUD.
Berdasarkan hal itu, perlu dipahami bahwa struktur batin berasal
dari kaidah struktur frasa (KSF). KSF ini terdiri atas frasa-frasa.
Adapun, input dari KSF ialah leksikon. Berkaitan dengan hal tersebut,
struktur batin merupakan input dari struktur lahir.
Dengan demikian untuk menghubungkan struktur batin dengan
struktur lahir diperlukan kaidah transformasi. Kaidah-kaidah
transformasi tersebut ialah transformasi pasif, negatif, tanya, perintah,
dan fokus.
Berdasarkan proses transformasi tersebut, struktur batin akan
menghasilkan struktur lahir berupa struktur kalimat tunggal bahasa
Indonesia pada murid PAUD di Kecamatan Tamalanrea Kota
Makassar.
StrukturBatin
StrukturTransformasiLeksikon KSF
Kalimat Tunggal
Transformasi Generatif
KALIMAT MURID PAUDDI KECAMATAN TAMALANREA
KOTA MAKSSAR
C. Definisi Operasional
1. Struktur Kalimat merupakan susunan kalimat. Hal ini
berkaitan dengan fungsi dan kategorisasi.
2. Transformasi merupakan proses perubahan struktur batin
menjadi struktur lahir.
3. Struktur batin (SB) merupakan struktur yang berada dalam
pikiran manusia.
4. Struktur lahir (SL) merupakan struktur yang dapat diukur
keberadaannya karena bersifat konkrit. SL dapat berupa
ujaran.
5. Aspek kreatif berbahasa merupakan kemampuan manusia
untuk memanipulasi atau membuat kaidah-kaidah
kebahasaan yang terbatas.
6. Objek langsung merupakan salah satu fungsi kalimat yang
biasa diisi oleh frasa nomina. Keberadaan fungsi ini
dipengaruhi oleh verba transitif.
7. Objek tak langsung merupakan salah satu fungsi kalimat
yang biasanya berupa FN, FPron, FA, dll.
8. Argumen adalah nomina atau frasa nomina.
9. Fokus merupakan salah satu bentuk transformasi.
10. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan salah satu
wadah pendidikan bagi anak usia dini, yaitu dari usia 0 – 6
tahun. Selain pendidikan, PAUD juga menjadi wadah
pembinaan guna merangsang perkembangan dan
pertumbuhan jasmani dan rohani anak sebelum memasuki
pendidikan lebih lanjut (Sekolah Dasar).
11. Kelompok Bermain (KB) merupakan salah satu satuan
PAUD. KB dikhusukan bagi anak usia 2.5 – 3 tahun.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitin
Jenis penelitian ini, yaitu penelitian kualitatif yang bersifat
deskriptif dan menggunakan pendekatan TTG. Penelitian deskriptif
berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan apa yang ada
(Sumanto, 2014).
Sehubungan dengan hal itu, penelitian ini menggambarkan
bagaimana perumusan Kaidah Struktur Frasa (KSF) kalimat tunggal
bahasa Indonesia bagi murid PAUD di Kecamatan Tamalanrea Kota
Makassar berdasarkan analisis transformasi generatif dan bagaimana
perumusan kaidah-kaidah transformasi sehubungan dengan
penggunaan kalimat tunggal bahasa Indonesia bagi murid PAUD di
Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar berdasarkan analisis
transformasi generatif.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Pendidikan Anak Usia Dini atau biasa diabreviasikan menjadi
PAUD merupakan salah satu jenjang pendidikan. Sesuai dengan
namanya, PAUD berisikan anak-anak yang berumur kurang dari tujuh
tahun. PAUD sendiri terdiri atas tiga, yaitu Taman Kanak-kanak (TK)
dan Kelompok Bermain (KB), dan Tempat Penitian Anak (TPA).
Sehubungan dengan hal itu, penelitian ini hanya
mengkhususkan pada KB saja. KB merupakan jenjang pendidikan
yang paling rendah dengan murid berusia 2.5 – 3 tahun. Pada KB ini
murid diajak bermain yang bersifat edukasi. Dalam pendidikan ini juga,
seorang anak mulai belajar bersosialisasi dengan orang-orang luar
(seperti teman-teman sebayanya).
Menurut Mega (chintyamega.blogspot.com) menyatakan bahwa
KB adalah kegiatan bermain yang teratur dari kelompok anak-anak
usia prasekolah, di rumah masing-masing secara bergantian pula
sesuai dengan giliran tempatnya. KB merupakan suatu organisasi
kecil, anak-anak dapat bermain dan melakukan aktivitas di bawah
bimbingan para ibu yang sedang bertugas.
Adapun lokasi PAUD yang diambil, yaitu di Kecamatan
Tamalanrea tepatnya di dua PAUD. PAUD pertama bernama Rumah
Qur’ani Imam Bukhari. Rumah Qur’ani Imam Bukhari merupakan
salah satu PAUD yang berada di Kecamatan Tamalanrea. PAUD ini
menyusung sistem menghafal Al-quran sambil bermain. Murid akan
dibebaskan bermain permainan edukasi kemudian ustasah (guru)
mereka memperdengarkan surah-surah dalam Al-qur’an.
Murid di bagi menjadi dua kelas, yaitu PG A dan PG B.
pembagian kelas ini berdasarkan umur murid. Selain itu, setiap kelas
memiliki target hafalan yang berbeda. Sehubungan dengan hal itu,
data mudah untuk diperoleh karena adanya kebebasan berinteraksi
antar murid dan antar murid dengan ustasah.
Selanjutnya, Danica Kids merupakan salah satu PAUD di
Kecamatan Tamalanrea. Danica Kids merupakan PAUD yang
menyusung sistem bilingual. Dengan demikian, bahasa yang
digunakan oleh civitas di PAUD tersebut ada dua, yaitu bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris.
Danica Kids terdiri atas TK, KB, dan TPA. Sehubungan dengan
hal itu, pembagian murid dilakukan berdasarkan usia murid. Dengan
demikian terdapat dua kelas pada Danica Kids, yaitu Class A dan
Class B. Adapun penelitian ini hanya mengambil data pada Class B,
yaitu kelas yang dikhususkan untuk murid KB.
Murid diajarkan untuk berbahasa Inggris dengan sistem bilingual
yang diterapkan pada PAUD ini. Penggunaan bahasa Inggris
dilakukan ketika Bunda (guru) berbicara pada murid atau pun sesama
Bunda pada saat belajar. Akan tetapi, pada saat bermain atau
bercakap dengan teman, murid tetap menggunakan bahasa Indonesia
meskipun ditemukan beberapa kata yang telah dipengaruhi oleh
bahasa Inggris. Pada penelitan ujaran yang diambil hanyalah ujaran
yang berbahasa Indonesia saja.
2. Waktu Penelitian
Penelitian berlangsung selama 2 bulan 4 hari, yaitu pada bulan
Maret hingga bulan Mei. Penelitian ini dimulai pada tanggal 8 Maret
2017 sampai dengan 10 Mei 2017.
C. Sumber Data
Sumber data penelitian ini terbagi atas dua, yaitu data primer
dan data sekunder. Berikut penjelasan kedua data tersebut:
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung
dari lapangan. Data primer penelitian ini berupa bahasa lisan. Data
diperoleh dari kalimat yang ujarkan oleh murid PAUD Kecamatan
Tamalanrea Kota Makassar khususnya pada tingkat KB.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari berbagai
literature. Data sekunder ini berfungsi membandingkan ataupun
sebagai referensi untuk menjelaskan data primer. Data sekunder
penelitian ini diambil dari beberapa literatur yang berkenaan dengan
objek dan kajian penelitian. Data sekunder dapat berupa buku, artikel-
artikel, jurnal, dsb.
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi penelitian ini ialah semua kalimat yang diujarkan oleh
murid PAUD di Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar. Berkaitan
dengan hal itu, terdapat 632 kalimat murid PAUD yang ditemukan
selama penelitian.
2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini diambil dari sebagian kalimat tunggal murid
PAUD di Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar yang berjumlah 66
kalimat.
E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, digunakan metode cakap dan metode simak.
Metode cakap merupakan metode yang dilakukan peneliti dengan
cara terlibat langsung dalam penelitian. Hal ini bersesuaian dengan
pandangan Mahsun (2011: 95) yang menyatakan bahwa penamaan
metode penyediaan data dengan metode cakap disebabkan cara yang
ditempuh dalam pengumpulan data itu adalah berupa percakapan
antara peneliti dengan informan. Sehubungan dengan hal itu, metode
ini tepat digunakan pada penelitian ini karena peneliti terlibat langsung
dengan murid PAUD (Informan).
Sehubungan dengan hal itu, teknik yang dilakukan untuk metode
ini, yaitu teknik elisitasi. Teknik elisitasi digunakan untuk memancing
informan berbicara agar peneliti memeroleh data yang diinginkan.
Menurut Hanafie (dalam Kaharuddin 2004: 83), teknik elisitasi tidak
saja mendorong kita untuk mengandalkan pada data yang nyata,
tetapi kita pun harus mengamati data yang potensial yang menurut
intuisi bahasa bisa saja dipakai orang.
Keuntungan elisitasi tersebut dapat mengumpulkan data
sebanyak-banyaknya tentang gejala tertentu dalam waktu relative
singkat. Elisitasi digunakan peneliti untuk melakukan penjaringan data
dengan cara memancing informan agar pembicaraan mengarah pada
sejumlah data yang dibutuhkan dalam penelitian ini (Kaharuddin,
2004: 83).
Sehubungan dengan hal itu, dalam penelitian ini, teknik elisitasi
dilakukan dengan cara mengajak murid PAUD berbicara baik secara
langsung ataupun sambil bermain.
Selain metode cakap, digunakan pula metode simak. Menyimak
berarti memperhatikan secara saksama. Dalam penamaan metode ini
karena pemerolehan data dilakuakn dengan cara menyimak
penggunaan bahasa (Mahsun, 2011: 92). Sehubungan dengan hal itu,
metode ini tepat dalam penelitian ini karena penneliti menyimak
bahasa atau ujaran murid PAUD.
Selanjutnya, metode ini digunakan untuk menyimak ujaran yang
digunakan oleh informan. Teknik yang digunakan ada dua, yaitu teknik
catat dan teknik rekam.
d. Teknik catat
Teknik catat dilakukan dengan cara mencataat langsung semua
data (Kaharuddin, 2008: 82). Berkaitan dengan hal itu, pada
peneilitian teknik catat dilakukan dengan cara mencatat semua ujaran
yang diujarkan oleh murid PAUD. Pencatatan menggunakan buku
(note book), pulpen, maupun mobile phone.
e. Teknik rekam
Teknik rekam merupakan teknik yang dapat mendukung teknik
catat, oleh karena data yang diragukan keabsahannya, maka dapat
dilakukan pemeriksaan ulang melalui data yang telah direkam.
Walaupun perekaman merupakan pelengkap teknik pencatatan,
teknik ini dapat memudahkan peneliti mengerjakan data yang terekam
dalam penelitian (Ayatrohaedi dalam Kaharuddin, 2004: 83)
Adapun perekaman dapat dilakukan secara resmi atau
sepengetahuan maupun tidak sepengetahuan informan (Kaharuddin,
2004: 83). Berkaitan dengan hal itu, pada penelitian ini dilakukan
beberapa cara perekaman, yaitu dengan merekam menggunakan
recorder mobile phone. Perekaman tersebut tanpa sepengetahuan
murid PAUD sebagai informan dan merekam dengan memvideo
melalui kamera maupun mobile phone sepengathuan ataupun tanpa
sepengetahuan murid PAUD. Teknik ini pada beberapa waktu
memiliki kendala. Di saat peneliti melakukan perekaman
menggunakan video terkadang murid juga ingin menyaksikan
kegiatan yang dilakukan oleh peneliti.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan transformasi generatif. Data yang diperoleh dari ujaran
murid PAUD pada mulanya dikumpulkan. Setelah terkumpul, data
tersebut diklasifikasikan dalam kalimat tunggal. Adapun setelah
mengumpulkan semua kalimat tunggal, hal yang dilakukan
selanjutnya ialah menentukan kaidah struktur frasa kalimat-kalimat
tersebut sehingga ditemukan pola dasar kalimat tunggal bahasa
Indonesia murid PAUD.
Selanjutnya, kalimat-kalimat tunggal yang telah terkumpul juga
diklasifikasikan berdasarkan transformasi yang dialami. Berkaitan
dengan hal itu, setelah dilakukan pengklasifikasian kalimat
berdasarkan transformasi yang dialami, maka dapat pula ditentukan
rumus kaidah transformasi tersebut.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Kalimat anak yang berusia 2 – 4 tahun berada pada tahap
pengembangan tata bahasa. Kalimat-kalimat yang ditemukan dapat
berupa dua kata ataupun lebih. Kalimat tunggal yang mereka dapat
berupa kalimat tanya, kalimat perintah, kalimat negatif, dll.
Sehubungan hal itu, penelitian ini membahas struktur kalimat tunggal
bahasa Indonesia murid PAUD di Kecamatan Tamalanrea Kota
Makassar. Adapun penelitian ini dianalisis menggunakan tata bahasa
transformasi generatif (TTG).
Hasil penelitian ini menunjukkan kalimat tunggal murid PAUD
pada tataran struktur batin terdiri atas dua pola, yaitu FN + FV dan
FN + FA. Selanjutnya, transformasi yang digunakan dalam
pembentukan kalimat tunggal bahasa Indonesia murid PAUD di
Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar terbagi atas lima
transfromasi. Transformasitersebut antara lain transformasi pasif,
transformasi negatif, transformasitanya, transformasi perintah, dan
transformasi fokus. Adapun transformasi tanya dibagi berdasarkan
kata tanya yang digunakan, yaitu kata tanya apa, siapa, dimana
sedangkan transformasi fokus dibagi berdasarkan argumen yang
ingin difokuskan atau ditonjolkan. Adapun pembagian transformasi
fokus terbagi atas pemfokusan pada FV, pemfokusan pada kata
negatif, dan pemfokusan pada Keterangan.
B. PEMBAHASAN
1. Kaidah Struktur Frasa (KSF) Kalimat Tunggal Murid Paud di
Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar
Pada umumnya murid PAUD di Kecamatan Tamalanrea Kota
Makassar telah fasih berbicara. Berkaitan dengan hal itu, struktur
kalimat tunggal bahasa Indonesia murid PAUD juga mengalami hal
yang sama jika merujuk pada pola dasar kalimat bahasa Indonesia.
Adapun, kalimat tungga murid PAUD di Kecamatan Tamalanrea Kota
Makassar juga dipengaruhi oleh struktur kalimat bahasa daerah, yaitu
bahasa Bugis dan Makassar (BM) juga memengaruhi struktur kalimat
murid PAUD. Oleh sebab itu, akan ditemui beberapa kalimat yang juga
memasukkan unsur bahasa BM seperti afiks pronominal bahasa
tersebut.
Struktur Kalimat tunggal murid PAUD di Kecamatan
Tamalanrea Koata Makassar dapat dilihat dari Kaidah Struktur Frasa
(KSF) kalimat tunggal yang mereka gunakan. Sehubungan dengan hal
itu, KSF pada kalimat tunggal murid PAUD di Kecamatan Tamalanrea
Kota Makassar, yaitu FN + FV dan FN + FA. Berikut akan dijelaskan
secara rinci tentang kedua KSF tersebut:
a. FN + FV
Kalimat tunggal murid PAUD di Kecamatan Tamalanrea Kota
Makassar dibentuk dengan pola FN + FV. FN berada di depan FV.
Sehubungan hal itu, FV menjelaskan FN. Perhatikan kalimat berikut:
(1) Aisyah ingin ikut.(2) Teman-teman bertanggung jawab.(3) Kucing itu pergi.
Ketiga contoh kalimat tersebut terdiri atas FN + FV. Adapun FN
pada kalimat-kalimat di atas berfungsi sebagai Subjek atau dapat
disimbolkan dengan Su. Sehubungan hal itu, di sebelah kanan pada
penulisan FN perlu ditambahkan simbol Su dengan memasukkan Su
pada tanda kurung siku (FN[Su]). Dengan demikian jika digambarkan
dalam diagram pohon maka akan tampak sebagai berikut:
K
FN [Su] FV
N Adv V
Aisyah ingin ikut
K FN + FVFV (Adv) V
Leksikon:
NAisyahKucingTeman-teman
VIkutBertanggung jawabPergi
AdvIngin
DemItu
Frasa nomina merupakan frasa yang terdiri atas kelas kata N
sebagai induk dan kelas kata lain yang menjadi atribut. Adapun kelas
kata yang mengisi atribut antara lain N, V, A, Adv, Num.
Berkaitan dengan hal itu, FN dapat diisi oleh kata yang berkelas
kata N dan kata yang berkelas kata N. Hal ini dapat dilihat pada contoh
berikut:
(4) Pintalka gambal mobil di lumahku, ustasa(Pintarka gambar mobil di rumahku, ustasah)
(5) Aku juga pake baju hijau, ustasa(Aku juga pake baju hijau, ustasah)
(6) Bunda, hali minggu saya ulang taun.(Bunda, hali minggu saya ulang tahun)
Pada contoh (4), (5), dan (6) terdapat FN yang terdiri atas N dan
N. Frasa tersebut ialah:
gambar mobilbaju hijauhari minggu
Ketiga farasa tersebut terdiri atas N sebagai induk dan N yang
berperan sebagai atribut. Berkaitan dengan hal tersebut, kata gambar,
baju, dan hari merupakan induk sedangkan kata mobil, hijau, dan
minggu merupakan atribut. Dengan demikian, frasa tersebut berpola
N + N.
Selain diisi oleh N dan N, FN juga dapat diisi oleh N dan A. Hal
ini dapat dilihat pada contoh berikut:
(7) Sifa, jangan ambil becikel kecil.(Sifa, jangan ambil bycykel kecil)
(8) Gambal buaya kecil.(Gambar buaya kecil)
(9) Gambal kucing besar.
(Gambar kucing besar)
Contoh (7), (8), dan (9) memuat FN. FN pada ketiga tersebut
antara lain:
becikel kecilbuaya kecilkucing besar
Frasa di atas merupakan frasa nomina. Frasa ini terdiri atas N
sebagai induk sedangkan A sebagai atribut yang terletak di sebelah
kanan. Sehubungan dengan hal itu, kata becikel, buaya, dan kucing
merupakan kata berkelas kata N sedangkan kata kecil dan besar
merupakan kata berkelas kata A. Dengan demikian, frasa tersebut
berpola N + A.
Selanjutnya, terdapat pula frasa nomina yang diisi oleh kelas
kata N dan V. Hal ini dapat dilihat pada contoh kalimat berikut:
(10) Sudahka minum obat muntah.(11) Minum obat batu’.
(Minum obat batuk)
Pada contoh (10) dan (11) terdapat frasa nomina. Frasa tersebut
ialah:
obat muntahobat batuk
Kedua frasa tersebut terdiri atas N sebagai induk dan kelas kata
V sebagai atributnya. Berkaitan dengan hal itu kata obat merupakan
kata berkelas kata N sedangkan kata muntah dan batuk berkelas kata
V. Dengan demikian frasa tersebut berpola N + V.
Berkaitan dengan hal itu, beberapa contoh di atas
memperlihatkan bahwa FN terdiri atas N sebagai induk dan kelas kata
N, A, dan V sebagai atribut. Adapun atribut-atribut tersebut terletak di
sebelah kanan N. Oleh sebab itu, jika digambarkan dalam kaidah
maka akan tampak sebagai berikut:
N
FN N A
V
Frasa nomina sebagai salah satu frasa terdiri atas N sebagai
induk frasa dan kelas kata lain sebagai atribut. Pada beberapa contoh
di atas, memperlihatkan bahwa atribut berada di sebelah kanan N.
Sehubungan dengan hal itu, terdapat sejumlah kata yang berada di
sebelah kiri N. Kata-kata tersebut merupakan atribut. Adapun atribut
tersebut dapat berkelas kata A..
Berkaitan dengan hal itu, FN dapat diisi oleh kata yang berkelas
kata N dan kata yang berkelas kata A. Hal tersebut dapat dilihat pada
contoh berikut:
(12) Banyak filemku di lumah.(Banyak filmku di rumah)
(13) Banyak kuin-kuinku.(Banyak koin-koinku)
(14) Banyak hadiahku di rumah.
Contoh (12), (13), dan (14) memuat frasa nomina. Frasa tersebut
dapat dilihat sebagai beriukt:
banyak filmbanyak koin-koinbanyak hadiah
Ketiga frasa di atas merupakan FN. Pada frasa tersebut, N diisi
oleh kata film, koin-koin, dan hadiah sedangkan kata A diisi oleh kata
banyak. Sehubungan dengan hal itu, N pada frasa tersebut berperan
sebagai induk sedangkan A berperan sebagai atribut. dengan
demikian pola frasa di atas ialah A + N.
Berkaitan dengan hal itu, beberapa contoh di atas
memperlihatkan bahwa FN terdiri atas N sebagai induk dan kelas kata
A sebagai atribut. Adapun atribut-atribut tersebut terletak di sebelah
kiri N. Oleh sebab itu, jika digambarkan dalam kaidah maka akan
tampak sebagai berikut:
FN (A) N
Selanjutnya, FV merupakan frasa yang terdiri atas kelas kata V
sebagai induk dan kelas kata lain sebagai atribut. Kelas kata yang
dapat mengisi atribut pada FV antara lain N dan Adv. Atribut-atribut
tersebut dapat berada di sebelah kanan dan dapat pula berada di
sebelah kiri V yang menjadi induk pada FV. Sehubungan hal itu, atribut
yang berada di sebelah kanan V ialah N dan Adv.
Sebagai salah satu frasa, FV terdiri atas V sebagai induk
sedangkan kelas kata lain sebagai atribut. Berkaitan dengan hal itu,
salah satu kelas kata yang dapat menjadi atribut ialah Adv. Hal ini
dapat dilihat pada contoh berikut:
(15) Bunda, mau main.(16) Nda selip.
(tidak sleep).(17) Nda ikut
(tidak ikut)
Ketiga contoh di atas memuat FN. Frasa-frasa tersebut terdiri
atas V sebagai induk dan Adv sebagai atributnya. Adapun ketiga frasa
tersebut ialah:
mau mainnda selipnda ikut
Ketiga frasa di atas terdiri atas Adv dan V. Kata mau dan nda
ialah kata yang berkelas kata Adv sedangkan kata main, selip, dan
ikut ialah kata yang berkelas kata V. Adapun pada frasa di atas, Adv
yang menjadi atribut terletak di sebelah kiri V. Dengan demikian
kaidah FV dapat dirumuskan sebagai berikut:
FV (Adv) V
Pada penjelasan di atas, diketahui bahwa KSF kalimat tunggal
murid PAUD, yaitu FN + FV. Sehubungan dengan hal itu, terdapat
sejumlah FV yang diisi oleh V yang menuntut adanya argumen lain
seperti Objek Langsung (OL) ataupun Objek Tidak Langsung (OTL).
Selain itu, terdapat pula argumen lain, yaitu Keterangan (Ket).
OL biasanya berupa FN, OTL dapat berupa FA, FN, FV, dan
FPrep, sedangkan Ket dapat berupa FN dan FPrep.
Sehubungan dengan hal itu, OL merupakan salah satu argumen
yang biasanya hadir ketika FV diisi oleh verba transitif. Selain OL
terdapat pula argumen OTL yang juga hadir ketika FV diisi oleh verba
transitif maupun verba intransitif. Misalnya pada kalimat berikut:
(18)Kucing menggigit baju kakak.(19)Al sedang bermain kucing.(20)Aisyah memiliki ular tangga.
Contoh kalimat di atas terdiri atas dua argumen. FV pada
kalimat-kalimat tersebut diisi oleh kata atau frasa menggigit, sedang
bermain, dan memiliki. Ketiganya memerlukan argumen lain selain
FN sebagai Su agar kalimat tersebut menjadi kalimat gramatikal.
Perhatikan contoh kalimat (4) dan (6) jika frasa baju kakak dan ular
tangga dihilangkan maka kalimat yang terbentuk tidaklah gramatikal:
*Kucing menggigit.*Aisyah memiliki.
Pada contoh (5), kata kucing mengisi fungsi OTL. Berbeda
dengan contoh (4) dan (6), pada contoh (5), kata kucing hanya bersifat
mempertegas V. Oleh karena itu, kata tersebut dapat hadir dan juga
dapat tiak hadir atau opsional. Akan tetapi, fungsi OTL ini dapat pula
bersifat wajib misalnya pada contoh kalimat berikut:
(21) Al merasa takut.(22) Saya merasa cantik.(23) Saya merasa takut.
Ketiga kalimat di atas, merupakan kalimat yang terdiri atas FN +
FV + FA. Adanya FA menjadikan kalimat tersebut gramatikal.
Perhatikan jika FA pada kalimat (7) tidak ada maka kalimat yang
dihasilkan tidaklah gramatikal, yaitu *Al merasa.
Selanjutnya, terdapat pula Ket yang diisi oleh FN dan FPrep. Ket
yang diisi oleh FN biasanya beruka nomina bernyawa seperti kata
Bunda, Ustasah, atau nama orang. Misalnya pada kalimat berikut:
(24) Al merasa takut, Ustasah.(25) Aisyah memiliki ular tangga, Ustasah.(26) Kucing itu pergi, Bunda
Kalimat di atas mengandung Ket. Kalimat (10), (11), dan (12)
secara berurut diisi oleh kata ustasah dan Bunda. Berkaitan hal itu,
terdapat pula Ket yang diisi oleh FPrep. Misalnya pada kalimat berikut:
(27) Saya memiliki ular tangga di rumah.(28) Air putih saya berada di kelas.(29) Buku gambar saya berada di kelas.
Ketiga kalimat di atas mengandung Ket. Pada kalimat (13) Ket
yang diisi oleh frasa di rumah sedangkan kalimat (14) dan (15) diisi
oleh frasa di kelas. Berkaitan hal itu, Ket pada kalimat (14) dan (15)
bersifat wajib. Jika Ket pada kalimat di atas dihilangkan maka kalimat
tersebut akn rancu.
*Air putih saya berada.
*Buku gambar saya berada.
Sehubungan dengan hal itu, OL, OTL, dan Ket menjadi unsur
tambahan pada kalimat tunggal murid PAUD di Kecamatan
Tamalanrea Kota Makassar. Adapun, frasa yang mengisi OL dapat
berupa FN, OTL dapat berupa FN, FV, dan FPrep, dan Ket diisi oleh
FN dan FPrep. Dengan demikian kaidahnya dapat dirumuskan
sebagai berikut:
b. FN + FA
Kaidah struktur frasa kalimat tunggal murid PAUD yang kedua
ialah FN + FA. Frasa nomina (FN) berada di depan FA sehingga FN
merupakan hal yang diterangkan oleh FA. Hal ini dapat dilihat dari
beberapa contoh kalimat berikut:
(30) Dafa sedang sakit.(31) Mainan masak-masak saya telah rusak.(32) Kaki kucing itu sedang sakit.
Ketiga contoh kalimat di atas terdiri atas FN + FA. Jika
digambarkan dalam diagram pohon maka akan tampak sebagai
berikut:
K
FA
FN FN
K FN[Su] + FV + (FN[OL] FV [OTL] + [Ket]
FPrep FPrep
FN [Su] FA
N Adv A
Dafa sedang sakit
K FN + FAFA (Adv) ALeksikon:N
DafaKucing
mainankaki
Vmasak-masak
ASakitRusak
AdvSedangTelah
Demitu
Frasa ajektiva merupakan salah satu frasa yang mengisi kalimat.
FA dapat diartikan sebagai frasa yang terdiri atas A sebagai induk dan
kelas kata lain sebagai atribut. Atribut-atribut FA ialah Adv. Adapun
atribut pada FA dapat berada di sebelah kanan dan dapat pula berada
di sebalah kiri A.
Sehubungan dengan hal itu, pada contoh (30), (31), dan (32)
memuat FA. Frasa-frasa tersebut ialah:
sedang sakittelah rusak
Pada kedua contoh frasa di atas, kata sedang dan telah berkelas
kata Adv sedangkan kata sakit dan rusak berkelas kata A. Berkaitan
dengan hal itu, A pada frasa di atas berfungsi sebagai induk
sedangakn Adv sebagai atribut. Dengan demikian, pola frasa tersebut
ialah Adv + A. Sehubungan dengan hal itu, FA dapat dikaidahkan
sebagai berikut:
FA (Adv) A
Selanjutnya, atribut pada FA dapat pula berada di sebelah
kanan. Sebelum menjelaskan hal tersebut, contoh berikut merupakan
kalimat yang memuat FA.
(33) Enak Sifa?(34) Hancurmi di’?
Pada contoh di atas terdapat FA yang diisi oleh kata enak. Kata
ini berpotensi menjadi frasa. Jika kata enak ini dijadikan frasa maka
dapat ditambahkan kata sekali di sebelah kanan kata tersebut
sehingga membentuk frasa enak sekali.
Selanjutnya, pada contoh (34) terdapat frasa hancurmi. Frasa
tersebut tersebut terdiri atas kata hancur dan sufiks -mi. Sufiks -mi
dapat diartikan sudah dalam bahasa Indonesia.
Sehubungan dengan hal itu, kata sekali dan -mi berkelas kata
Adv sedangkan kata enak dan hancur berkelas kata A. Adapun pada
FA tersebut, ajektiva berperan sebagai induk sedangkan Adv sebagai
atribut yang terletak di sebelah kiri. Dengan demikian kaidah frasa ini
dapat dirumuskan sbeagai berikut:
FA A (Adv)
2. Bentuk Transformasi Kalimat Tunggal Murid PAUD di
Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar
a. Transformasi Negatif
Kalimat transformasi negatif merupakan kalimat yang bersifat
negatif. Kalimat ini ditandai dengan adanya kata tidak. Sehubungan
dengan hal itu, kalimat tunggal murid PAUD juga ditemukan kalimat
yang mengalami transformasi negatif. Hal ini dapat dilihat pada
contoh-contoh berikut:
(35) Azam nda mau berbagi.(36) Al nda mau.(37) Arsyad nda ikut.
Ketiga contoh di atas merupakan contoh kalimat murid PAUD
yang menggunkan kata negasi. Adapun kalimat tersebut ialah struktur
lahir dan berasal dari kalimat berikut:
(35a) Arsyad mau berbagi kue.
(36a) Al mau berbagi kue.(37a) Arsyad mau ikut.
Ketiga kalimat di atas ialah struktur batin. Berkaitan dengan hal
itu, jika ketiga struktur batin di atas digambarkan dalam diagram pohon
maka ketiganya akan tampak sebagai berikut:
(35a) K
Neg FN [Su] FV FN [OTL]
N Adv V N
Azam mau berbagi kue
(36a) K
Neg FN [Su] FV FN [OTL]
N Adv V N
Al mau berbagi kue
(37a) K
Neg FN [Su] FV
N Adv V
Azam mau berbagi
Gambar diagram pohon di atas menunjukkan bahwa kaidah
struktur frasa kalimat-kalimat di atas ialah FN[Su] + FV + FN[OTL].
Struktur batin di atas memiliki dua FN, namun kedua FN tersebut
memiliki fungsi yang berbeda. Frasa nomina pertama berfungsi
sebagai Su sedangkan FN kedua berfungsi sebagai OTL.
Sehubungan dengan hal itu kaidah untuk ketiga kalimat di atas ialah:
K FN [Su] + FV + FN [OTL]FV (Adv) V
Selanjutnya, leksikon yang digunakan pada kalimat tersebut
dapat dirangkumkan sebagai berikut:
Leksikon:NAzamAlArsyadKue
VBerbagiikut
AdvMau
Penjelasan di atas merupakan penjelasan tentang struktur batin.
Berkaitan dengan hal itu, struktur batin di atas akan berubah menjadi
struktur lahir ketika mengalami transformasi. Adapun, transformasi
yang terjadi, ialag transformasi negatif. Kata tidak sebagai bentuk
negatif ditambahkan di depan Adv.
Akan tetapi, perlu dipahami bahwa kata negatif yang digunakan
oleh murid PAUD ialah kata nda. Kata nda yang digunakan oleh murid
PAUD merupakan kata negasi dialek Makassar. Dengan demikian,
transformasi negatif pada kalimat tunggal murid PAUD dipengaruhi
dialek Makassar. Hal ini disebabkan oleh latar belakang tempat tinggal
dan lokasi sekolah berada di Makassar.
(36b) Azam nda mau berbagi.(37b) Al nda mau.(38b) Arsyad nda ikut.
Struktur lahir di atas terdiri atas FN [Su] + FV. Adapun kata nda
berada di depan Adv. Akan tetapi pada ketiga kalimat di atas terdapat
sejumlah unsur yang dilesapkan. Pada contoh (36b), FN[OTL] yang
diisi oleh kata kue dilesapkan. Adapun pada contoh (37b) kata yang
dilesapkan ialah kata berbagi dan kata kue.
Berkaitan dengan hal tersebut, ketiga kalimat di atas berstruktur
FN[Su] + FV. Adapun kata negatif nda berada pada FV, tepatnya di
depan Adv. Jika, digambarkan dalam diagram pohon maka akan
struktur lahir ketiga kalimat tersebut tampak sebagai berikut:
Berdasarkan penjelasan tentang transformasi negatif, maka
kaidah transformasi negatif dapat dirumuskan sebagai berikut:
K Neg + FN[Su] + FV + FN[OTL]FN[Su] + Neg + FV +
FN[OTL]
b. Transformasi Pasif
Transformasi pasif adalah transformasi yang membentuk kalimat
pasif. Secara umum, pemasifan dilakukan dengan cara mengubah
objek langsung verba transitif menjadi subjek intransitif. Perubahan
(35b) K
FN [Su] FV
N Neg Adv V
Azam nda mau berbagi
(36b) K
FN [Su] FV
N Neg Adv
Al nda mau
(37b) K
FN [Su] FV
N Neg Adv V
Arsyad nda mau ikut
tersebut tentu pula mengubah verba pada kalimat tersebut. Jika pada
awalnya, verba bersifat transitif maka ketika bertransformasi maka
verba pun menjadi verba intransitif.
Berkaitan dengan hal itu, pada kalimat pasif, biasanya ditandai
dengan dilekatinya verba intransitif oleh prefiks di-. Selain prefiks di-,
prefiks ter- dapat pula menjadi penanda kalimat pasif. Sehubungan
dengan hal itu, subjek pada kalimat pasif berperan sebagai objektif
sedangkan objek tak langsung pada kalimat pasif berperan sebagai
agentif.
Berdasarkan penjelasan di atas, kalimat pasif juga terdapat pada
kalimat tunggal bahasa Indonesia murid PAUD. Kalimat pasif tersebut
berasal dari kalimat aktif.
(38) Naambilki mainanku.(39) Namakanki toklatku.
(namakanki coklatku)(40) Nadolongka tadi.
(nadorongka tadi)
Ketiga kalimat di atas ialah kalimat performasi murid PAUD.
Ketiga kalimat tersebut merupakan struktur lahir. Sehubungan dengan
hal itu, kalimat-kalimat tersebut berasal dari struktur batin. Berikut
struktur batin ketiga kalimat tersebut:
(38a) Raisa mengambil mainan saya.(39a) Dia memakan coklat saya.(40a) Dia mendorong saya tadi.
Berkaitan dengan struktur batin di atas, jika ketiga kalimat
tersebut digambarkan dalam diagram pohon maka akan tampak
sebagai berikut:
(38a) K
pasif FN[Su] FV FN[OL]
N V N N
Raisa mengambil mainan saya
(39a) K
pasif FN [Su] FV FN [OL]
N V N N
Dia memakan coklat saya
(40a) K
pasif FN [Su] FV FN [OL] FN[Ket]
N V N N
Dia mendorong saya tadi
Kalimat-kalimat di atas memiliki struktur yang sama. Kaidah
struktur frasa ketiga kalimat tersebut ialah FN[Su] + FV + FN[OL].
Sehubungan dengan hal itu, kaidah struktur frasa dapat dirumuskan
sebagai berikut:
K FN[Su] + FV + FN[OL]
FN N (N)
Adapun leksikon yang terdapat pada kalimat tersebut dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
LeksikonN
diasayaRaisacoklatmainan
Vmemakanmendorongmengambil
Kalimat-kalimat di atas ialah struktur batin. Pada kalimat-kalimat
di atas terdapat dua FN. Kedua FN tersebut memiliki fungsi yang
berbeda. Jika kata saya dan Raisa berfungsi sebagai Su maka frasa
mainan saya, coklat saya, ataupun kata saya berfungsi sebagai OL.
Sehubungan dengan hal itu, adanya OL pada kalimat di atas
disebabkan oleh verba yang digunakan. Adapun verba yang
digunakan ialah verba transitif.
Kalimat di atas merupakan struktur batin. Kalimat tersebut
dapat dikategorikan sebagai kalimat transitif. Hal ini dapat dilihat dari
penggunaan verba transitif pada kalimat tersebut. Berkaitan dengan
hal itu, kalimat mengalami proses transformasi pasif sehingga
membentuk kalimat pasif. Adapun, kalimat yang dihasilkan
dipengaruhi oleh dialek Makassar. Berikut kalimat transformasinya:
(38b) Naambilki mainanku.(39b) Namakanki toklatku.
(namakanki coklatku)(40b) Nadolongka tadi.
(nadorongka tadi)
Kalimat di atas ialah kalimat pasif. Akan tetapi, berbeda dengan
kalimat bahasa Indonesia pada umumnya, kalimat tersebut
dipengaruhi oleh dialek Makassar. Hal ini dapat dilihat dari struktur
kalimat dan penggunaan pemarkah bahasa Makassar.
Pada kalimat tersebut, morfem na- dapat diartikan prefiks di-
pada bahasa Indonesia, sehingga morfem na- dapat disimbolkan
dengan PBM.
Contoh (38b) menunjukkan bahwa FV diisi oleh kata nambil.
Kata nambil dibentuk dari prefiks na- + ambil sehingga membentuk
kata naambil. Akan tetapi, salah satu fonem /a/ dilesapkan karena
pada kata tersebut terdapat dua fonem /a/ yang berdampingan.
Selain prefiks na-, pada ketiga kalimat di atas terdapat pula
morfem -ki (pada contoh 38b dan 39b) dan -ka (pada contoh 40b).
Morfem ini merupakan sufiks pronominal bahasa Bugis Makassar
(SPBM). Pada kalimat di atas, sufiks -ki menjelaskan kata Raisa pada
contoh (38b) dan dia pada contoh (39b) sedangkan sufiks -ka
menjelaskan kata saya pada contoh (40b). Adapun ketiga kata dalam
ketiga kalimat di atas berfungsi sebagai OTL.
Akan tetapi, pada kalimat di atas kata Raisa, dia, dan saya
dilesapkan. Adapun, penggunaan sufiks pronominal -ku yang melekat
pada kata mainanku dan toklatku merupakan pengganti kata saya.
Dengan demikian, kalimat-kalimat tersebut dapat digambarkan dalam
diagram pohon berikut:
K
FV FN[Su]
V SPBM[OTL] N Pron
Nambil -ki mainan -ku
K
FV FN[Su]
V SPBM[OTL] N Pron
Namakan -ki toklat -ku
K
FV FN[Ket]
V SPBM[OTL] N
Nadorong -ka tadi
Dengan melihat diagram pohon di atas dapat diketahui bahwa
ketiga kalimat di atas berpola FV + FN[Su]. Akan tetapi, pada kalimat
(40b) FN yang berfungsi sebagai SU dilesapkan dan terdapat
tambahan argumen FN yang berfungsi sebagai keterangan.
Berdasarkan penjelasan tentang transformasi pasif, maka kaidah
transformasiini dapat dirumuskan sebagai berikut:
FN[Su] + FV + FN[OTL] FV + SPBM [OTL] + FN[Su]
c. Transformasi Perintah
Murid PAUD telah mengenal adanya kalimat perintah. Kalimat ini
merupakan kalimat transformasi. Adapun, untuk membentuk kalimat
perintah diperlukan transformasi perintah.
Transformasi perintah memiliki perbedaan dengan transformasi
lainnya, misalnya transformasi negatif dan transformasi tanya.
Transformasi tanya dapat ditandai dengan adanya penggunaan kata
tanya, begitu pula transformasi negatif, dapat diketahui dengan
adanya penanda negatif. Akan tetapi, transformasi perintah tidak
memiliki penanda khusus.
Transformasi perintah dapat diketahui dengan beberapa cara
misalnya pelesapan Su sehingga terkadang kalimat perintah hanya
terdiri atas satu frasa saja seperti kalimat Duduk!, Keluar!, Berhenti!.
Akan tetapi, penggunaan kalimat perintah bukan hanya dilihat pada
pelesapan Su saja tetapi juga dengan menambahkan kata negatif
pada kalimat.
Berkaitan dengan hal itu, pada kalimat tunggal murid PAUD juga
mengalami transformasi perintah dengan menambahkan kata negatif.
Hal ini dapat dilihat pada contoh berikut:
(41) Nda boleh bilang ‘ko’.(tidak boleh bilang ‘ko’)
(42) Jangko pegangi(janganko pegangi)
(43) Al jangan mengganggu
Ketiga kalimat di atas merupakan kalimat performansi murid
PAUD atau struktur lahir. Sehubungan dengan hal itu, kalimat di atas
berasal dari kalimat-kalimat berikut:
(41a) Kamu boleh mengatakan kata ‘ko’.(42a) Kamu memegang kertas itu.(43a) Al mengganggu saya.
Ketiga kalimat di atas ialah kalimat deklaratif. Jika digambarkan
dalam diagram pohon maka akan tampak sebagai berikut:
(41a) K
Imp FN [Su] FV FN [OL]
N Adv V N N
Kamu boleh mengatakan kata ‘ko’
Diagram pohon kalimat (41a), (42a), dan (43a) di atas
menggambarkan bahwa kaidah struktur frasa ketiganya ialah:
K FN[Su] + FV + FN[OL]
FV (Adv) V
N N (N) (Dem)
Leksikon:
NKamuAlSaya
(42a) K
Imp FN [Su] FV FN [OL]
N V N Dem
Kamu memegang kertas itu
(43a) K
Imp FN[Su] FV FN[OL]
N V N
Al mengatakan saya
Kata‘ko’Kertas
Vmemegangmengganggumengatakan
Advboleh
Demitu
Struktur batin di atas bertransformasi menjadi kalimat perintah
dengan penambahan kata negasi nda ataupun jangan. Penambahan
kata negasi tersebut dilakukan di depan FV. sehubungan dengan hal
itu, kalimat transformasi yang dihasilkan ialah:
(41b) Nda boleh bilang ‘ko’.(tidak boleh bilang ‘ko’)
(42b) Jangko pegangi(janganko pegangi)
(43b) Al jangan mengganggu
Ketiga kalimat di atas merupakan struktur lahir. Pada contoh
(43b) kata negasi yang digunakan ialah kata nda. Kata ini berada di
depan FV. Selanjutnya, pada kalimat tersebut, kata bilang merupakan
kompetensi bahasa murid PAUD yang memiliki arti yang sama dengan
kata mengatakan. Kata bilang menurut KBBI memiliki dua arti, arti
pertama sebagai ‘menghitung’ sedangkan makna kedua ialah
‘mengatakan’. Sehubungan dengan hal itu, kalimat diisi terdiri atas FV
dan FN[OL]. FV diisi oleh frasa nda boleh bilang dan FN[OL] diisi oleh
‘ko’.
Selanjutnya, pada kalimat (44b) digunakan kata negasi jangan.
Kata negasi jangan pada kalimat di atas diujarkan jang oleh murid
PAUD. Kata negasi ini diikuti oleh sufiks pronominal -ko. Berkaitan
dengan hal itu, FV ini diisi oleh frasa jangko pegang. Adapun SPBM -
ko yang melekat pada kata jang berfungsi sebagai subjek. Selanjutnya
sufiks -i berfungsi sebagai OL.
Kalimat (45b) menggunakan kata negasi jangan. Hal ini
bersesuaian dengan kalimat (44b). Pada kalimat ini, disusun oleh dua
frasa. Kedua frasa tersebut ialah FN dan FV. Adapun, terdapat
argumen yang dilesapkan dalam kalimat tersebut. Argumen tersebut
ialah FN yang berfungsi sebagai OL.
Berdasarkan hal itu, jika ketiga kalimat di atas digambarkan
dalam diagram pohon maka akan tampak sebagai berikut:
(41b) K
FV FN [OTL]
Neg Adv V N
nda boleh bilang ko
(42b) K
FV
Neg SPBM[Su] V sufiks[OL]
jang -ko pegang ko
(43b) K
FN[Su] FV
N Neg V
Al jangan mengganggu
Selain menggunakan kata negatif, kalimat perintah pada kalimat
tunggal murid PAUD juga dapat berupa kalimat deklaratif. Hal ini dapat
ditemukan pada kalimat-kalimat berikut:
(44) Bunda, buka.(45) Ustasa Mita, makan.(46) Al, berbagi.
Keempat kalimat di atas berasal dari kalimat-kalimat deklaratif
yang lengkap. Hal tersebut biasa disebut struktur batin. Berikut
struktur batin keempat kalimat tersebut:
(44a) Kerupuk ini tolong dibuka, Bunda.(45a) Saya mau makan, Ustasah Mita.(46a) Kamu berbagi kue dengan saya, Al.
Sehubungan dengan hal itu, ketiga kalimat di atas terdiri atas
FN+ FV+ FN. Ketiga kalimat di atas memiliki dua frasa nomina. Akan
tetapi, kedua frasa tersebut memiliki fungsi yang berbeda. Frasa
nomina pertama berfungsi sebagai Su sedangkan yang kedua
berfungsi sebagai Ket. Jika digambarkan dalam diagram pohon maka
akan tampak sebagai berikut:
K
Imp FN[Su] FV FN[Ket]
N Adv V N
Saya mau makan Bunda
K
Imp FN[Su] FV FN[Ket]
N Dem V V N
Kerupuk ini tolong dibuka Bunda
Pada ketiga diagram pohon di atas dapat diketahui bahwa
ketiga kalimat tersebut tersusun atas FN + FV + FN. Sehubungan
dengan hal itu kaidah struktur frasa kalimat tersebut dapat
dikaidahkan sebagai berikut:
K FN[Su] + FV + FN[OTL]
FV (Adv) (V) V
Leksikon:
N
kamusayaAlUstasa MitaBundaKerupuk
VTolongDibukaMemintaBerbagiMakan
AdvMau
K
Imp FN[Su] FV FN[OTL] FPrep[Ket] FN[Ket]
N V N Prep N N
Kamu berbagi kue dengan saya Al
DemIni
Prepdengan
Kalimat-kalimat di atas ialah struktur batin. Struktur batin di atas
bertransformasi menjadi kalimat perintah dengan transformasi
perintah. Berkaitan dengan hal itu, struktur lahir yang dihasilkan ialah:
(44b) Bunda, buka.(45b) Ustasa Mita, makan.(46b) Al, berbagi.
Ketiga kalimat di atas merupakan struktur lahir. Berkaitan
dengan hal itu, ketiga kalimat di atas hanya terdiri atas FN[Ket] dan
FV saja. Pada contoh (44b), (45b), (46b) di atas menunjukkan bahwa
FN yang berfungsi sebagai Su dilesapkan. Selain itu, FN yang
berfungsi sebagai Ket mengalami permutasian. Hal ini dapat dilihat
pada struktur kalimat di atas. Struktur tersebut menjelaskan bahwa
FN[Ket] berada di depan FV. Untuk lebih jelas, maka akan
digambarkan struktur klimat tersebut dalam diagram pohon:
(44b) K
FNKet] FV
N V
Bunda buka
(44b) K
FNKet] FV
N V
Al berbagi
(44b) K
FNKet] FV
N V
Ustasa Mita makan
Kalimat di atas ialah kalimat perintah. Kalimat ini merupakan
kalimat yang telah mengalami proses transformasi perintah.
Berdasarkan hal tersebut, transformasi perintah dapat dilakukan
dengan menambahkan kata negatif dan dalam bentuk kalimat
deklaratif atau pernyataan. Akan tetapi, setelah bertransformasi
beberapa argumen dalam kalimat tersebut dilesapkan. Sehubungan
dengan hal tersebut, kaidah transformasi perintah dapat dirumuskan
sebagai berikut:
NegImp + FN[Su] + FV + FN[Ket] FN[Ket] + Fokus FV
d. Transformasi Tanya
Kalimat tanya biasanya digunakan untuk memeroleh informasi.
Kalimat ini biasanya ditandai dengan adanya kata tanya misalnya kata
tanya apa, siapa, dimana, kapan, mengapa, dan bagaimana atau
biasa pula diistilahkan 5W+1H (what, who, where, when, why, how).
Selain menggunakan kata tanya, biasanya kalimat tanya juga
ditandai dengan intonasi. Adapun, dalam kalimat tanya murid PAUD
digunakan kata tanya apa, dimana, siapa, dan kenapa.
Struktur batin kalimat tanya biasanya berupa kalimat deklaratif.
Adapun, penanda transformasi tanya ialah ‘Int’ yang berarti
introgativa. Sehubungan dengan hal tersebut, di bawah ini akan
dijelaskan transformasi tanya berdasarkan kata tanya yang
digunakan.
1) Kata Tanya Apa
Kata tanya apa menanyakan nama (jenis, sifat) sesuatu, untuk
pengganti sesuatu, menanyakan pertalian kekeluargaan, pengganti
sesuatu yang kurang terang, pengganti barang, menghaluskan
permintaan, ataupun mendahului kalimat tanya.
Pada kalimat PAUD terdapat beberapa kalimat yang
menggunakan kata tanya apa. Hal ini dapat dilihat pada contoh
berikut:
(47) Hari apa ini, Bunda?(48) Buku gambar apa?(49) Warna apa bajuna?
(warna apa bajunya)
Ketiga kalimat di atas ialah kalimat performansi murid PAUD.
Sehubungan dengan hal itu, kalimat-kalimat tersebut berasal dari
kalimat deklaratif. Berikut kalimatnya:
(47a) Hari ini adalah hari selasa, Bunda.(48a) Buku gambar ini bergambar kartun.(49a) Bajunya berwarna hijau.
Kalmat-kalimat di atas merupakan struktur batin. Struktur batin
di atas dapat digambarkan dalam diagram pohon berikut.
K
Int FN[Su] FV FN[OTL] FN[Ket]
N Dem V N N N
Hari ini adalah hari Selasa Bunda
K
Int FN[Su] FV FN[OTL]
N Dem V N
Buku gambar ini bergambar kartun
Ketiga kalimat di atas memiliki pola yang sama. Pola kalimat-
kalimat di atas ialah FN[Su] + FV + FN[OTL]. Sehubungan dengan hal
itu, kaidah struktur frasa kalimat di atas ialah:
K FN[Su] + FV + FN[OTL]
FN N (SP) (N) (Dem)
Leksikon:
Nhariselasabajuhijaukartun
Vadalahbergambarberwarna
SP-nya
Dem
K
Int FN[Su] FV FN[OTL]
N SP V N
Baju -nya berwarna hijau
ini
Struktur batin di atas memiliki dua FN. FN pertama berfungsi
sebagai Su dan FN kedua berfungsi sebagai OTL. Sehubungan
dengan hal itu, kalimat di atas mengalami proses transformasi tanya.
Kalimat yang dihasilkan transformasi ini ialah kalimat tanya.
Berkaitan dengan hal itu, kata tanya yang digunakan ialah kata
tanya apa. Adapun, setelah mengalami transformasi tanya maka
struktur batin tersebut menjadi:
(47b) Hari apa Bunda?(48b) Buku gambal apa?(49b) Warna apa bajuna?
Ketiga kalimat di atas ialah struktur lahir. Kalimat ini yang
diujarkan oleh murid PAUD di Kecamatan Tamalanrea Kota
Makassar. Sehubungan dengan hal itu, pada kalimat tanya di atas
diketahui bahwa terdapat beberapa konstituen yang dilesapkan. Pada
contoh (49b) FN berfungsi sebagai Su dilesapkan sehingga hanya
berpola FN[OTL] + FN[Ket]. Selanjutnya, contoh (50b) konstituen yang
dilesapkan berupa FN yang berfungsi sebagai OTL. Berbeda dengan
kedua contoh sebelumnya, contoh (51b) mengalami permutasian.
permutaian yang terjadi ialah pertukaran posisi FN[Su] dan FN[OTL].
Ketiga kalimat di atas dapat digambarkan dalam diagram pohon
berikut ini:
(47b) K
FNOTL] FN[Ket]
N Int N
Hari apa Bunda
(48b) K
FN[Su]
N Int
Buku gambar apa
(49b) K
FN[OTL] FN[Su]
N Int N
warna apa bajunya
2) Kata Tanya Siapa
Kata tanya siapa adalah kata yang menanyakan nomina insan,
nama orang, serta menanyakan seseorang yang tidak tentu (KBBI).
Sehubungan dengan hal itu, pada kalimat murid PAUD juga
ditemukan beberapa kalimat yang mengalami transformasi tanya
khususnya kalimat tanya yang menggunakan kata tanya siapa.
Sehubungan dengan hal itu, dalam kalimat tunggal murid PAUD
juga ditemukan sejumalh kalimat tana yang menggunakan kata tanya
siapa. Contoh kalimat tersebut antara lain:
(50) Siapa main kucing?(51) Siapa main balon?(52) Siapa bagi makannya?
Ketiga kalimat di atas merupakan kalimat introgatif. Kalimat-
kalimat tersebut berasal dari kalimat deklaratif. Sehubungan dengan
hal itu, struktur batin ketiga kalimat di atas ialah:
(50a) Aisyah bermain kucing.(51a) Dia bermain bola.(52a) Dia berbagi makanan.
Contoh (50a), (51b), dan (52b) memiliki pola yang sama.
Ketiga kalimat terdiri atas FN[Su], FV, dan FN[OTL]. Jika tiap-tiap
kalimat tersebut digambarkan dalam diagram pohon, maka akan
tampak sebagai berikut:
(50a) K
Int FN[Su] FV FN[OTL]
N V N
Aisyah bermain kucing
Diagram pohon di atas menunjukkan bahwa kalimat-kalimat di
atas memiliki dua FN. Akan tetapi, kedua FN tersebut memiliki fungsi
yang berbeda. FN yang diisi oleh kata Aisyah dan dia berfungsi
sebagai Su sedangkan FN yang diisi oleh kucing, balon, makanan
berfungsi sebagai OTL. Berkaitan dengan hal itu, ketiga kalimat di atas
memiliki struktur yang sama. Dengan demikian kaidah struktur frasa
dapat dirumuskan sebagai berukut.
K FN[Su] + FV + FN[OTL]
Leksikon:N
AisyahDia
(51a) K
Int FN[Su] FV FN[OTL]
N V N
Dia bermain balon
(52a) K
Int FN[Su] FV FN[OTL]
N V N
Dia berbagi makanan
Vbermainberbagi
Selanjutnya, kalimat-kalimat di atas mengalami transformasi.
Transformasi yang terjadi ialah transformasi tanya. Pada transformasi
ini, terdapat kata tanya berupa kata siapa yang ditambahkan. Akan
tetapi, sejumlah konstituen juga dilesapkan. Dengan demikian kalimat
transformasi yang dihasilkan ialah:
(50b) Siapa main kucing?(51b) Siapa main balon?(52b) Siapa bagi makanannya?
Ketiga kalimat di atas dapat pula disebut sebagai struktur lahir.
Kalimat-kalimat di atas diisi oleh kata tanya siapa. Kata tanya tersebut
berada di awal kalimat. Adapun, FV diisi oleh kata main pada contoh
(50b) dan (51b). Akan tetapi, FV yang diisi oleh kata bermain dan
berbagi mengalami perubahan. Pada kata tersebut terdapat dua
morfem, yaitu ber- dan main ataupun bagi. Morfem atau prefiks ber-
dilesapkan sehingga kata tersebut hanya terdiri atas satu morfem
saja.
Selanjutnya, ketiga kalimat di atas memiliki dua FN. FN pertama
berfungsi sebagai subjek dan FN kedua berfungsi sebagai OTL.
Adapun, FN[Su] diisi oleh kata tanya siapa sedangkan FN[OTL] diisi
oleh kata kucing pada contoh (50b), kata balon pada contoh (51b),
dan makanannya pada contoh (52b). Jika digambarkan dalam
diagram pohon maka akan tampak sebagai berikut:
(50b) K
FN[Su] FV FN[OTL]
N V N
Siapa main kucing
(51b) K
FN[Su] FV FN[OTL]
Int V N
Siapa main balon
(52b) K
FN[Su] FV FN[OTL]
Int V N
Siapa bagi makanannya
3) Kata Tanya Di mana
Kata dimana berasal dari dua morfem, yaitu morfem di- atau
dapat dikategorikan sebagai preposisi dan morfem dasar mana.
Preposisi di- biasanya berfungsi menandai tempat sedangkan kata
mana memiliki empat makna menurut KBBI.
Makna pertama yang ditimbulkan oleh kata mana ialah kata
tanya untuk menanyakan salah seorang atau salah satu benda atau
hal dari suatu kelompok (kumpulan). Selanjutnya, kata mana juga
memiliki makna sebagai kata tanya yang menunjukkan tempat jika
kata ini berada di belakang di, ke, maupun dari.
Kata tanya mana juga bermakna kata yang menanyakan
keadaan atau cara sesuatu. Selanjutnya, makna terakhir yang dari
kata tersebut ialah kata ganti untuk menyatakan tempat yang tidak
tentu.
Berkaitan dengan hal itu, kalimat tanya dengan kata tanya di
mana yang digunakan murid PAUD dapat dimaknai sebagai kata
tanya yang menanyakan tempat.
Hal ini dapat dijumpai dari beberapa contoh kalimat tanya yang
mereka gunakan.
(53) Mana bolaku?(54) Mana ail putihku?
(mana air putihku?)(55) Mana buku gambalku?
(mana buku gambarku?)
Ketiga kalimat di atas ialah kalimat yang diujarkan oleh murid
PAUD di Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar. sehubungan
dengan hal itu, kalimat-kalimat tersebut berasal dari kalimat deklaratif:
(53a) Bola saya berada di keranjang.
(54a) Air putih saya ada di meja.(55a) buku gambar saya ada di lemari.
Kalimat di atas merupakan struktur batin. kalimat tersebut
berada dalam pikiran manusia. Berkaitan dengan hal itu, kalimat-
kalimat tersebut memiliki struktur yang sama. Hal ini dapat dilihat pada
diagram pohon berikut:
(53a) K
FN[Su] FV FPrep[Ket]
N Pron V Prep N
Bola saya berada di keranjang
(54a) K
FN[Su] FV FPrep[Ket]
N Pron V Prep N
buku gambar saya ada di meja
(55a) K
FN[Su] FV FPrep[Ket]
N N V Prep N
Buku gambar saya ada di meja
Ketiga diagram pohon di atas menunjukkan bahwa struktur
kalimat di atas memiliki persamaan. Ketiganya terdiri atas FN, FV, dan
FPrep. Berkaitan dengan hal itu, kaidah struktu frasa dapat
dirumuskan sebagai berikut:
K FN[Su] + FV + FPrep{ket]
FN N (N)
FPrep Prep (N)
Leksikon:
NBolaKeranjangSaya
VBeradaAda
Prepdi-
Kalimat di atas merupakan struktur batin. Kalimat tersebut
mengalami proses transformasi tanya. Transformasi tanya dapat
ditandai dengan adanya kata tanya. Adapun, kata tanya yang
digunakan pada kalimat tersebut ialah kata tanya dimana.
Sehubungan dengan hal itu, kalimat tersebut bertransformasi menjadi:
(53b) Mana bolaku?(54b) Mana ail putihku?(55b) Mana buku gambalku?
Kalimat di atas ialah struktur lahir. Kalimat inilah ang diujarkan
oleh murid PAUD di Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar.
Sehubungan dengan hal itu, kalimat di atas merupakan kalimat tanya
dengan kata tanya mana. Kata tanya tersebut berada di awal kalimat.
berkaitan dengan hal itu, kalimat hanya terdiri atas FN[Ket] dan
FN[Su]. FN[Ket] diisi oleh kata tanya mana sedangkan FN[Su] diisi
oleh kata bolaku, airputihku, buku gambarku. Adapun, FV dalam
kalimat tersebut dilesapkan. ketiga kalimat tersebut jika digambarkan
dalam diagram pohon maka akan tampak sebagai berikut:
(53a) K
FN[Ket] FN[Su]
Int N Sp
Mana bola -ku
54a) K
FN[Ket] FN[Su]
Int N Sp
Mana air putih -ku
55a) K
FN[Ket] FN[Su]
Int N Sp
Mana buku gambar -ku
Ketiga kalimat di atas merupakan struktr lahir. Pada ketiganya
ditemukan kesamaan struktur. struktur ketiganya ialah FN[Ket] +
FN[Su]. Berkaitan dengan hal itu, FN[Ket] diisi oleh kata tanya.
Ketiga contoh di atas menunjukkan kata tanya mana memiliki
kesamaan arti dengan kata tanya di mana. Istilah tersebutlah yang
digunakan oleh murid PAUD. Akan tetapi, murid PAUD juga
menggunakan istilah di mana. Hal ini dapat dilihat pada beberapa
kalimat yang menggunakan kata di mana. hal ini dapat dilihat pada
contoh-contoh berikut:
(56) Di mana ditempel, Bunda(57) Di mana ditulis, Bunda?(58) Di mana digambal, Bunda?
(Di mana digambar,Bunda?
Ketiga kalimat di atas ialah kalimat performansi murid PAUD.
Sehubungan denga hal itu, kalimat-kalimat tersebut berasal dari
kalimat berikut:
(56a) Gambar ini ditempel di kertas, Bunda.(57a) Huruf ini ditulis di kertas, Bunda.(58b) Gambar ini digambar di kertas, Bunda?
Kalimat di atas ialah sruktur batin. Kalimat tersebut terdiri atas
FN[Su] + FV + FPrep[Ket] + FN[Ket]. FN[Su] diisi oleh frasa gambar
ini, huruf ini, FV diisi oleh kata ditempel, ditulis, dan digambar.
FPrep[Ket] diisi oleh frasa di kertas, dan FN[Ket] diisi oleh kata Bunda.
Sehubungan dengan hal itu, ketiga kalimat di atas memiliki struktur
yang sama. Dengan demikian jika digambarkan dalam diagram pohon
maka akan tampak sebagai berikut:
K
Int FN[Su] FV FPrep[Ket] FN[Ket]
K FN[Su] + FV + FPrep[Ket] + FN[Ket]
Leksikon:
NgambarkertashurufBunda
Vdigambardiitempelditulis
DemIni
Prepdi-
Diagram pohon tersebut menggambarkan struktur batin. Pada
diagram pohon itu, dapat diketahui bahwa terdapat tiga argumen.
Berkaitan dengan hal itu, kalimat tersebut mengalami proses
transformasi tanya khususnya penambahan kata tanya dimana.
Sehubungan dengan hal itu, terdapat frasa lain yang dilesapkan.
Frasa yang dilesapkan ialah FN[Su]. Dengan demikian, kalimat yang
diujarkan murid PAUD ialah:
(56b) Di mana ditempel, Bunda?(57b) Di mana ditulis, Bunda?(58b) Di mana digambar, Bunda?
Kalimat di atas merupakan struktur lahir. Berbeda dengan
kalimat sebelumnya, kalimat di atas hanya terdiri atas FV + FN[Ket].
Berkaitan dengan hal itu, kaidah transformasi tanya dengan
menggunakan kata tanya dimana dapat dirumuskan sebagai berikut:
Int + FN[Su] + FV + FN[OTL] + FN[Ket] Int + FV
e. Transformasi Fokus
Transformasi fokus merupakan salah satu trasnformasi yang
digunakan dalam pembentukan kalimat. Pembentukan kalimat melalui
proses ini dapat dilakukan dengan beberapa cara. Cara pertama ialah
dengan memberikan stres, intonasi, ataupun dimiringkan (pada
bahasa tulis) pada kata yang ingin ditonjolkan atau ditekankan. Cara
kedua ialah menempatkan argumen yang ingin ditonjolkan pada awal
kalimat. Berkaitan dengan hal itu, jika menggunakan cara kedua maka
kalimat tersebut mengalami permutasian.
Transformasi fokus dapat pula ditemukan pada kalimat murid
PAUD. Pada pembahasan transformasi fokus ini akan dibagi menjadi
beberapa subbab. Pembagian ini berdasarkan argumen yang
ditonjolkan. Berikut penjelasan tranformasi fokus berdasarkan
argumen yang ditonjolkan.
1) Pemfokusan Pada FV
Pengertian kalimat secara umum adalah gabungan frasa yang
bermakna dan memiliki struktur. Secara universal, struktur kalimat
sekurang-kurangnya terdiri atas FN dan FV. FN yang mengisi fungsi
Su menjadi hal yang diterangkan oleh FV. Dengan demikian FN[Su]
dan FV merupakan unsur wajib dalam kalimat.
Sebagai salah satu unsur wajib, FV menjadi hal yang pokok
dalam kalimat. FV yang digunakan dalam sebuah kalimat menjadi
penentu FN yang digunakan. FN yang dimaksud dapat mengisi Su,
OL, ataupun OTL. Sehubungan hal itu, pola dasar kalimat bahasa
Indonesia ialah FN + FV.
Pola tersebut menunjukkan FV selalu didahului oleh FN. Akan
tetapi, terdapat beberapa kalimat murid PAUD yang tidak sesuai
dengan pola tersebut. Pada kalimat murid PAUD ditemukan FN-lah
yang didahului oleh FV. Hal ini menjelaskan bahwa pemfokuskan
berada pada FV bukan pada FN. Berikut beberapa contoh kalimat
dengan pemfokusan berada pada FV.
(59) Tulis Abi.(60) Hantu ada.(61) Kabur aku.
Ketiga kalimat di atas merupakan kalimat performansi murid
PAUD. Kalimat-kalimat tersebut berasal dari kalimat berikut:
(59a) Abi ingin menulis.(60a) Hantu ada.(61a) Aku kabur.
Kalimat di atas merupakan struktur lahir. Kalimat tersebut terdiri
atas FN[Su] + FV. Pada kalimat tersebut, FN[Su] diisi oleh kata Abi,
hantu, dan aku sedangkan FV diisi oleh frasa ingin menuils, ada, dan
kabur. Adapun kata ingin merupakan kata yang berkelas kata Adv dan
kata menulis merupakan kata yang berkelas kata V. Jika digambarkan
dalam diagram pohon maka akan tampak sebagai berikut:
(59a) K
Fokus FN[Su] FV
N Adv V
Abi ingin menulis
(60a) K
Fokus FN[Su] FV
N V
Hantu ada
(61a) K
Fokus FN[Su] FV
N V
Aku kabur
K FN[Su] + FV
FV (Adv) V
Leksikon:
NAbihantuaku
VMenulisadakabur
AdvIngin
Kalimat di atas merupakan struktur batin. Pada kalimat di atas,
FV didahului oleh FN. Akan tetapi, setelah mengalami transformasi
fokus, maka FV berada di awal kalimat. adapun kalimat transformasi
yang terbentuk ialah:
(59b) Tulis Abi.(60b) Hantu ada.(61b) Kabur aku.
Kalimat transformasi di atas menunjukkan FV berada di awal
kalimat. Berkaitan hal itu, FN dan FV pada kalimat tersebut mengalami
permutasian. Sealnjutnya, terdapat beberapa hal yang dilesapkan
pada kalimat tersebut sebelum menjadi struktur lahir.
Pelesapan pertama ialah pelesapan Adv yang berada pada FV
sehingga FV (pada contoh 59a) hanya diisi oleh satu kata saja ialah
kata menulis. Kata menulis yang mengisi FV terdiri atas dua morfem.
Morfem tersebut antara lain morfem terikat berupa prefiks meng- dan
morfem bebas berupa tulis. Akan tetapi prefiks meng- pada kata
tersebut juga dilesapkan sehingga kata yang mengisi FV berupa kata
tulis. Jika digambarkan dalam diagram pohon maka ketiga kalimat di
atas akan tampak sebagai berikut:
(59b) K
FV FN[Su]
V N
Tulis Abi
(60b) K
FV FN[Su]
V N
Ada hantu
(61b) K
FV FN[Su]
V N
kabur aku
Diagram di atas merupakan diagram pohon struktur lahir. Pada
diagram tersebut, tampak FV berada di awal kalimat. Dengan
demikian, FV menjadi hal yang ingin ditonjolkan pada kalimat tersebut.
Pemfokusan pada FV dilakukan dengan cara permutasian.
Berdasarkan penjelasan tentang pemfokusan pada FV, maka kaidah
yang dapat dirumuskan ialah:
Fokus + FN[Su] + FV FV + FN[Su]
2) Pemfokusan Pada Kata Negatif
Kalimat negatif merupakan kalimat yang di dalamnya terdapat
unsur negatif atau kata negatif. Penanda kata negatif dapat berupa
kata tidak, bukan, ataupun jangan. Pada kalimat murid PAUD
penggunaan kata negatif ini telah digunakan. Biasanya kata negatif
yang sering digunakan ialah kata tidak.
Pada kalimat murid PAUD, terdapat sejumlah kalimat yang
menjadikan kata negatif sebagai hal yang difokuskan pada kalimat.
Hal ini dilihat dari posisi kata negatif pada kalimat.
Sehubungan hal itu, sebelum menjelaskan kalimat tersebut.
Maka perlu diketahui struktur batin kalimat transfromasi ini. Hal ini
dapat dilihat pada contoh kalimat berikut:
(62) Tidak makan Dava.(63) Tidak minum Dava.(64) Tidak kututup pintu.
Kalimat di atas merupakan kalimat transformasi. Kalimat ini
berasal dari kalimat deklaratif tanpa ada penambahan kata negasi.
Kalimat-kalimat tersebut ialah:
(62a) Dava makan.(63a) Dava minum.(64a) Saya menutup pintu.
Kalimat di atas merupakan struktur batin. Struktur tersebut hanya
terdiri atas dua frasa saja, yaitu FN dan FV. FN pada kalimat di atas
mengisi fungsi Su. Dengan demikian struktur kalimat tersebut ialah
FN[Su] + FV. Adapun jika digambarkan dalam diagram pohon maka
akan tampak sebagai berikut:
(62a) K
fokus Neg FN[Su] FV
N V
Dava makan
(63a) K
fokus Neg FN[Su] FV
N V
Dava minum
(64a) K
fokus Neg FN[Su] FV FN[OTL]
N V N
Saya menutup pintu
K FN[Su] + FV
Leksikon:
NDavasaya
VMakanMinumMenutup
Diagram pohon di atas merupakan diagram pohon struktur batin.
Adapun kalimat atau struktur batin mengalami proses transformasi
negatif. Kalimat yang terbentuk setelah mengalami transformasi
negatif ialah:
(62b) Tidak makan Dava.(63b) Tidak minum Dava.(64b) Tidak kututup pintu.
Kalimat di atas merupakan kalimat negatif. Kalimat ini
menggunakan kata negatif tidak. Adapun kata negatif berada di depan
V. Sehubungan hal itu, kata negatif tersebut berada dalam FV.
Berdasarkan hal itu, setelah bertransformasi diketahui FN[Su]
mengalami permutasian sehingga frasa tersebut berada di belakang
FV. Adapun pada kalimat ‘saya tidak menutup pintu’ mengalami
sejumlah perubahan. Kata saya pada kalimat tersebut bertransformasi
menjadi prefiks pronominal -ku. Selain itu, kata menutup yang terdiri
atas dua morfem, yaitu morfem terikat atau prefiks meng- dan morfem
bebas tutup juga mengalami perubahan. Prefiks meng- yang melekat
pada kata tutup dilesapkan.
Sehubungan hal itu, jika digambarkan dalam diagram pohon
maka akan tampak sebagai berikut:
(62b) K
FV FN[Su]
Neg V N
tidak makan Dava
(63b) K
FV FN[Su]
Neg V N
tidak minum Dava
(64b) K
FV FN[Su]
Neg Ap V N
tidak -ku tutup pintu
Berkaitan hal itu, kaidah pemfokusan pada kata negatif dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Fokus + Neg + FN[Su] + FV Neg + FV + FN[Su]
3) Pemfokusan Pada Ket
Fungsi pada kalimat terdiri atas Su, V, OL, OTL, dan Ket. Su dan
V merupakan fungsi wajib dalam kalimat. Adapun ketiga fungsi lain
bersifat opsional karena keberadaan fungsi-fungsi ini tidak selalu ada
dalam kalimat. Berkaitan hal itu, fungsi Ket juga merupakan fungsi
opsional sehingga fungsi ini kadang diperlukan atau tidak diperlukan.
Pada kalimat murid PAUD, fungsi Ket biasanya diisi oleh FN
khususnya kata sapaan sehingga fungsi ini biasa diisi oleh kata
Ustasah ataupun Bunda. Kata-kata tersebut merupakan sapaan untuk
guru murid PAUD. Berkaitan hal itu terdapat sejumlah kalimat yang
memfokuskan Ket. Hal ini dilihat dari posisi Ket dalam kalimat. Berikut
beberapa kalimat transformasi tersebut:
(65) Ustasa, minta tolong.(66) Ustasa, minum.(67) Ustasa, makan.
Contoh (65), (66), dan (67) merupakan kalimat performansi
murid PAUD. Kalimat-kalimat tersebut berasal dari kalimat komotensi
murid PAUD ialah:
(65a) Saya meminta tolong, Ustasah.(66a) Saya mau minum, Ustasah.(67a) Saya mau makan, Ustasah.
Kalimat di atas merupakan struktur batin. Kalimat tersebut
berstruktur FN[Su] + FV + FV[OTL] + FN[Ket]. FN[Su] diisi oleh kata
saya, FV diisi oleh kata meminta, minum, dan makan, FV[OTL] diisi
oleh kata tolong, dan FN[Ket] diisi oleh kata ustasah. Jika
digambarkan dalam diagram pohon maka akan tampak sebagai
berikut:
(65a) K
Fokus FN[Su] FV FV[OTL] FN[Ket]
Pron V V N
Saya meminta tolong ustasah
(66a) K
Fokus FN[Su] FV FN[Ket]
N Adv V N
Saya mau minum ustasah
(67a) K
Fokus FN[Su] FV FN[Ket]
N Adv V N
Saya mau makan ustasah
Ketiga diagram pohon di atas menunjukkan bahwa kalimat-
kalimat di atas terdiri atas FN[Su] + FV + FN[Ket]. Sehubungan
dengan hal itu, kaidah struktur frasa kalimat-kalimat di atas ialah:
K FPron[Su] + FV + FN[Ket]
Leksikon:
Nsayaustasahtolong
Vtolongmakanminummeminta
Kalimat di atas merupakan struktur batin. Kalimat tersebut
mengalami transformasi fokus. Akan tetapi, sebelum menjelaskan hal
itu, terdapat sejumlah perubahan pada kalimat tersebut. FN[Su] pada
kalimat di atas dilesapkan sehingga kalimat tersebut hanya terdiri atas
FV + FN[Ket]. Selain itu, kata meminta pada contoh (65b) yang terdiri
atas dua morfem, yaitu morfem meng- dan morfem minta juga
mengalami perubahan. Prefiks meng- pada kata tersebut dilesapkan
sehingga kata yang mengisi FV ialah minta.
Sehubungan dengan hal itu, transformasi fokus dilakukan
dengan cara memindahkan Ket di awal kalimat kalimat atau biasa
disebut permutasian. Kalimat yang terbentuk setelah mengalami
proses transformasi ialah:
(64b) Ustasa, minta tolong.(65b) Ustasa, minum.(66b) Ustasa, makan.
Kalimat di atas merupakan struktur lahir. Kalimat tersebut terdiri
atas FN[Ket] + FV. Jika digambarkan dalam diagram pohon akan
tampak sebagai berikut:
(64b) K
FN[Ket] FV FV[OTL]
N V V
ustasah minta tolong
(65b) K
FN[Ket] FV
N V
ustasah minum
(67b) K
FN[Ket] FV
N V
ustasah makan
Berdasarkan penjelasan transformasi fokus dengan
pemfokusan pada Ket, maka kaidah yang terbentuk dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Fokus + FPron[Su] + FV + FN[Ket] FN[Ket] + FV
BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
Pada murid PAUD terbukti telah tertanam kompetensi bahasa.
Hal ini dapat dilihat dari penggunaan kalimat tunggal dalam aktivitas
kebahasaan mereka. Berkaitan dengan hal itu, bahasa terdiri atas dua
struktur. Kedua struktur tersebut ialah struktur batin dan struktur lahir.
Dengan demikian, kedua struktur tersebut juga terdapat dalam kalimat
tunggal murid PAUD.
Struktur batin berada dalam pikiran manusia. Struktur ini terdiri
atas kaidah struktur frasa dan leksikon. Berkaitan dengan hal tersebut,
pada struktur batin kalimat tunggal murid PAUD terdapat dua pola
kaidah struktur frasa (KSF). Kedua pola tersebut ialah FN + FV dan
FN + FA. Dalam hal ini empat frasa terdapat yang ikut serta dalam
pembentukan kalimat, yaitu FAdv, FNum, FPrep, dan FDem. Setiap
frasa-frasa tersebut memiliki kaidah struktur frasanya masing-masing.
Selanjutnya, untuk sampai pada tataran performansi diperlukan
lima transfromasi. Kelima transformasi itu ialah transformasi tanya,
transformasi pasif, transformasi negatif, transformasi tanya,
transformasi perintah, dan transformasi fokus. Adapun, transformansi-
transformasi tersebut dapat dirumuskan kaidahnya masing-masing.
B. SARAN
Kalimat tunggal murid PAUD di Kecamatan Tamalanrea Kota
Makassar dalam penelitian ini dianalisis dengan pendekatan tata
bahasa transformasi generatif. Berkaitan dengan hal itu, penelitian ini
hanya mencakup kalimat tunggal saja sehingga masih terdapat
beberapa hal yang dapat diteliti oleh peneliti selanjutnya seperti
struktur kalimat majemuk murid PAUD.
Selain pendekatan tata bahasa transfromasi generatif,
penggunaan bahasa Indonesia murid PAUD juga menarik jika ditinjau
dengan pendekatan psikolinguistik. Berdasarkan pendekatan ini
pemerolehan bahasa murid PAUD dapat diungkap.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Asriani. 2014. “Perilaku Morfosintaksis Verba BahasaMakassar (Makassarese Verbal Morphosyntactic Behaviours)”.Disertasi Doktor. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Arsanti, Meilan. 2014. “Pemerolehan Bahasa Pada Anak (KajianPsikolinguistik)”. Jurnal PBSI Vol. 3 No. 2 (hal. 24-47).http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/ku
Ahmad, Abdul Kasim. 2012. “Analisis Kalimat Majemuk BahasaJerman: Kajian Tata Bahasa Transformasi”. Tesis Magister.Makassar: Universitas Hasanuddin.
Alwi, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: BalaiPustaka.
Arifuddin. 2010. Neuropsikolinguistik. Jakarta: PT. RajagrafindoPersada.
Ba’dulu, Abdul Muis dan Herman. 2010. Morfosintaksis. Jakarta: PT.Asdi Mahasatya.
Bornstein, Diane. 1977. An Introduction to Transformational Grammar.United State of America: Wintrhop Publisher.
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritas. Jakarta: PT. RinekaCipta.
. 2015. Sintaksis Bahasa Indonesia Pendekatan Teoritis.Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Chomsky, Noam. 1965. Aspect of The Theory of Sintax.Massachusetts: Massacusetts Institute of TechnologyCambridge.
Darwis, Muhammad. 1998 “Penyimpangan Gramatikal Dalam PuisiIndonesia (Gramatical Deviation In Indonesian Poetry). DisertasiDoktor. Makassar: Universitas Hasanuddin.
. 2011. “Afiks-afiks Pronominal DalamPembentukan Kalimat Verbal Bahasa Bugis”. SeminarInternasional Serumpun Melayu. Makassar: UniversitasHasanuddin.
. 2012. Morfologi Bahasa Indonesia BidangVerba. Makassar: CV. Menara Intan.
Hambali. 2008. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Makassar: FakultasKeguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas MuhammadiyahMakassar.
Hariyadi dan A. Renaldy. 2016. Linguistik Aliran TransformasiGeneratif Oleh Noam Chomsky. www.hariadipha.blogspot.co.id.Diunduh pada tanggal 25 Februari 2017.
Kaharuddin. 2004. “Penetrasi Bahasa dalam bahasa Bugis DialekSawitto di Kabupaten Pinrang”. Disertasi Doktor. Makassar:Universitas Hasanuddin.
Kamsinah. 2003. “Analisis Konstraktif Kalimat Pasif Bahasa Inggrisdan Bahasa Indonesia: Pendekatan Transformasi Generatif”.Tesis Magister. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Khairah, Miftahul dan Sakura Ridwan. 2015. Sintaksis MemahamiSatuan Kalimat. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Kridalaksana. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia.
Kridalaksana, dkk. 1985. Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Indonesia:Sintaksis. Jakarta: Pusat Pembinaan dan PengembanganBahasa Departemen Pendidikan Kebudayaan.
Lyons, John diterjemahkan I. Soetikno. 1995. Pengantar TeoriLinguistik terj. Introduction to Theoretical Linguistics. Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama.
Mahsun. 2011. Metode Penelitian Bahasa Tahapan Strategi, Metode,dan Tekniknya. Jakarta: Rajawali Press.
Mar’at, S. 2009. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Bandung: PT RefikaAditama.
Mudini. Teori Linguistik Noam Chomsky. www.blogger.com . Diundahpada tanggal 31 Oktober 2016.
Mustikawati. “Kegiatan Bermain Peran dalam PengembanganKemampuan Bahasa Anak di Kelompok Bermain-Taman KanakIslam Nibras Padang”. Jurnal Pesona PAUD Vol.1 No.1.
Nurhayati. 2006. “Bahasa Emosi Perempuan Karier di KotaMakassar”. Disertasi Doktor. Makassar: Universitas Hasanuddin.
. 2016. “Morfem-morfem Unik Bahasa Melayu dalam DialekMakassar dan Bugis”. Seminar dan Dialog InternasionalKemelayuaan di Indonesia Timur (Selogika) IV. Makassar:Puslitbang Dinamika Masyarakat Budaya, dan HumanioraLembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat UnhasBekerjasama dengan Masagena.
Nurjamiaty. 2015. “Pemerolehan Bahasa Anak Usia Tiga TahunBerdasarkan Tontonan Kesukaannya Ditinjau Dari KonstruksiSemantik”. Jurnal Edukasi Kultura Vol. 2 No. 2 (hal. 42-62).http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/kultura/article/download/5180/4612
Parera, Jos Daniel. 1991. Sintaksis. Jakarta: PT. Gramedia PustakaUtama.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2002. SintaksisBahasa Gresik. Pusat Bahasa Departemen PendidikanNasional.
Putrayasa, Ida Bagus. 2008. Analisis Kalimat Fungsi, Kategori, danPeran. Bandung: PT Refika Aditama.
Radford, Andrew. 1989. Tranformational Grammar (First Course).Avon: Great Britain at The Bath Press.
Restianti, Esta. 2014. Aliran Transformasi.www.pelangiindonesia.blogspot.com. Diunduh pada tanggal 25Februari 2017.
Samsuri. 1985. Tata Kalimat Bahasa Indonesia. Jakarta: SastraHudaya.
Suarni. 2013. “Kalimat Majemuk Rapatan Bahasa Indonesia: AnalisisTata Bahasa Transformasi”. Tesis Magister. Makassar:Universitas Hasanuddin.
Subyako, Sri Utari dan Nababan. 1992. Psikolinguistik SuatuPengantar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Tarigan, Henri Guntur. 2009. Pengajaran Tata Bahasa Tagmemik.Bandung: PT. Angkasa.
. 2011. Pengajaran Pemerolehan Bahasa.Bandung: Penerbit Angkasa.
Usman, Moses. 2013. Alat Penganalisis Bahasa-bahasa di Dunia,Morfologi dan Sintaksis. Jakarta: Perpustakaan NasionalRepublik Indonesia: Katalog dalam Terbitan.
Verhaar, J.W.M. 1996. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.