optimalkan produktivitas tebu dengan penerapan pht0k
DESCRIPTION
gtrTRANSCRIPT
Optimalkan Produktivitas Tebu Dengan Penerapan PHT
Oleh:
Erna Zahro’in,SP
Ancaman serangan uret tebu Lepidiota stigma F. semakin meresahkan petani. Tugas dari
Balai Besar Perbenihan Dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya adalah
menghasilkan suatu rakitan teknologi yang pada akhirnya dapat diadopsi oleh petani tebu
guna menekan serangan hama tersebut. Penerapan Konsep Pengendalian Hama
Terpadu (PHT) yang dilaksanakan secara menyeluruh ternyata mampu meningkatkan
produktivitas tebu secara kualitas dan kuantitas.
Serangan L. stigma Hambat Produktivitas Tebu
Guna mencapai target swasembada gula tahun 2014 sebesar 5,7 juta ton
pemerintah terus melakukan suatu usaha peningkatan produksi dan produktivitas tebu
melalui intensifikasi dan ekstensifikasi lahan. Program ekstensifikasi lahan adalah berupa
pembukaan lahan- lahan baru terutama diluar pulau Jawa. Sedangkan upaya intensifikasi
adalah dengan memperbaiki manajemen produksi melalui peningkatan pengetahuan
tentang teknik budidaya yang mencakup ketersediaan air, sifat fisik tanah, pH tanah,
pemupukan, penggunaan varietas, serta pengendalian hama penyakit (Anonim, 2011).
Dalam pelaksanaan intensifikasi lahan
tebu, seringkali muncul berbagai hambatan
misalnya adanya serangan hama penyakit
tanaman. Salah satu hama penting yang
menyerang tanaman tebu terutama pertanaman
tebu di lahan kering adalah hama Lepidiota
stigma yang merupakan hama endemis yang
sudah terpantau sejak tahun 1970- an. Akibat
serangan hama ini menyebabkan penurunan hasil gula sampai 50%.
Gejala serangan yang ditimbulkan hama ini adalah pucuk tanaman menjadi layu,
menguning mirip gejala kekeringan, dan apabila terjadi serangan yang parah dapat
menyebabkan tanaman mati. Hal ini karena hama menyebabkan kerusakan pada akar
dan pangkal batang tebu yang merupakan alat penyerap zat hara dan air dari dalam
tanah sehingga pengangkutan zat hara dan air menjadi terhenti. Pada lahan tebu, gejala
serangan L. stigma sifatnya tidak merata (spot). Gejala serangan pada tanaman tebu tua
adalah tanaman menjadi layu dan mengering. Akar dan pangkal batang rusak karena
gerekan uret, mengakibatkan tanaman mudah roboh. Sistem pengendalian yang
dianjurkan terhadap hama ini adalah penerapan sistem pengendalian Hama Terpadu
(PHT).
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Lepidiota
stigma pada Tanaman Tebu
PHT adalah sistem pengelolaan terhadap
organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang
menggunakan semua teknik pengendalian yang
sesuai secara kompatibel untuk mengurangi OPT
dan mempertahankannya tetap di bawah aras
kerusakan ekonomi. Penerapan PHT dilaksanakan
melalui 9 prinsip dasar PHT, yaitu Pemahaman
ekosistem pertanian, Biaya manfaat pengendalian
hama, Toleransi tanaman terhadap kerusakan, Pertahankan sedikit populasi hama di
tanaman, Lestarikan dan manfaatkan Musuh Alami, Budidaya tanaman sehat,
Pemantauan ekosistem, Pemberdayaan petani, dan Pemasyarakatan konsep PHT
(Untung, 2006).
Pelaksanaan PHT dalam pengendalian hama L. stigma pada tebu lahan kering
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu Tindakan Preemtif dan Tindakan Kuratif. Tindakan
Preemtif adalah strategi PHT yang menyangkut penerapan prinsip PHT yang meliputi
upaya-upaya menekan populasi awal hama L. stigma, konservasi dan augmentasi musuh
alami, dan usaha untuk menyehatkan tanaman agar lebih toleran terhadap serangan
hama. Tindakan kuratif adalah usaha yang dilakukan untuk menekan langsung populasi
hama L. stigma dengan menggunakan cara yang ramah lingkungan (Mudjiono, 2010).
Tindakan Preemtif bertujuan untuk mencegah serangan hama L. stigma melalui usaha
penyehatan tanaman dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain:
1. Analisis Tanah, yang bertujuan untuk mengetahui kandungan bahan organik, pH
tanah, kandungan unsur hara (N, P, K), dan keragaman biota tanah, sebagai
dasar/rekomendasi kebutuhan hara untuk tanaman tebu. (Mudjiono, 2010).
2. Pergiliran Tanaman (Crop Rotation), sebagai upaya memutus siklus hidup hama
L. Stigma, yang dilakukan dengan cara mengganti tanaman tebu pada masa
tertentu dengan jenis tanaman lain yang kurang disukai oleh L. stigma, antara lain
tanaman legumes.
3. Pengolahan Tanah (Tillage), dengan cara penambahan kapur pertanian untuk
meningkatkan pH tanah dan penambahan kompos untuk menambah keragaman
biota tanah. Penambahan kedua bahan tersebut disesuikan dengan rekomendasi
kebutuhan untuk tanaman tebu berdasar hasil analisa tanah. Pengolahan tanah ini
sekaligus melakukan pengendalian L. stigma secara mekanis.
4. Perlakuan Bahan Tanam, dengan cara pemberian mikoriza pada bibit tebu
dengan dosis 5 gram tiap tanaman. Mikoriza berfungsi sebagai biofertilizer yang
dapat bersimbiosis dengan perakaran tebu, sehingga dapat mendukung
kesehatan tanaman serta membantu penyerapan air pada tebu lahan kering
(Mudjiono, 2010).
Tindakan kuratif adalah menekan langsung populasi hama L.stigma dengan
menggunakan cara yang ramah lingkungan, antara lain:
a. Pengendalian Mekanis, yaitu menangkap dan membunuh hama secara langsung.
Hal ini dapat dilakukan bersamaan dengan pengolahan tanah serta penangkapan
imago melalui light trap.
b. Pengendalian Biologis, dengan menggunakan musuh alami antara lain:
Golongan Jamur Beauveria bassiana, Metarhizium anisopliae, Spicaria sp dan
Fusarium nygamai yang diaplikasikan dengan cara ditaburkan (dosis 10 kg/Ha)
Aplikasi agens hayati tersebut dapat dicampurkan dengan kompos
Nematoda Entomopatogen jenis Steinernema spp. yang diaplikasikan dengan
cara dikocorkan disekitar perakaran tebu, dengan dosis 20 spons/Ha.
Pestisida nabati serbuk Biji Mimba dan ekstrak tembakau dapat juga digunakan
untuk pengendalian L. stigma, dengan dosis 5-10kg/Ha.
c. Pengendalian Kimiawi, dilaksanakan sebagai alternative terakhir. Dapat
menggunakan pestisida dengan bahan aktif BHC, diazinon, dan kuinalfos.
d. Pembuatan perangkap Telur, dengan membuat lubang yang diisi dengan bahan
organik, untuk menarik imago agar bertelur pada lubang tersebut sehingga
memudahkan pemusnahan larva.
HASIL APLIKASI TEKNOLOGI PHT
Output yang ingin dicapai dalam penerapan PHT adalah data dan informasi
produktivitas tebu baik secara kualitas (derajat brix, derajat pol, hasil bagi kemurnian
(H.K), rendemen, faktor masak, panjang batang, dan diameter batang) maupun kuantitas
(hasil panen yang diperoleh dari setiap hektar lahan dan analisa hasil usaha).
Selain berpengaruh terhadap produktivitas tebu, faktor utama yang dipengaruhi
oleh penerapan PHT adalah penurunan populasi L. stigma yang ditemukan di lapang
yaitu mampu menurunkan populasi uret L. stigma <1 ekor/rumpun tebu atau dibawah
ambang ekonomi (economic threshold). Hasil produktivitas tebu tersaji dalam tabel
berikut:
HASIL PRODUKTIVITAS TEBU
NO HASIL NON PHT PHT
1 Populasi uret (ekor/tanaman) 4 1
2 Jumlah anakan tebu (tanaman) 5.37 7.03
3 Panjang batang (cm) 3.06 3.76
4 Diameter batang (cm) 2.7 3.54
5 Hasil panen (kw/Ha) 850 1120
6 Harga (Rp/kw) 43.500 50.000
7 Keuntungan (Rp) 12.825.000 23.300.000
Sedangkan Hasil Analisa Derajat Kualitas Produksi Tebu disajikan seperti tabel
berikut:
Lahan
Brix
% Pol
Rata-rata Beda Bawah Atas Faktor
Masak H.K Rend H.K Rend
PHT 16,50 13,08 79,3 6,44 19,7 3,20 44.4
Non PHT 15,70 12,14 77,3 5,89 20,9 3,35 47,2
Selain memberikan keuntungan secara ekonomi, penerapan PHT juga memberikan
manfaat bagi perbaikan kondisi lingkungan, karena paket teknologi yang digunakan
merupakan produk ramah lingkungan. Konsep ini perlu dilaksanakan secara intensif
karena dampak pergeseran iklim/anomali iklim akan mempengaruhi keberadaan hama
L. stigma dilapang (perubahan siklus hidup).
PUSTAKA
Anonim, 2011. Gagasan Swasembada Gula di Indonesia. Balai Penelitian Tanah. Bogor http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr26204j.pdf. Diakses tanggal 20
Desember 2011
Mudjiono, G. 2010. Model Penerapan PHT Tebu Lahan Kering Kasus Pada Pengelolaan Hama Uret. (Disampaikan pada Pertemuan Kebijakan Perlindungan Perkebunan tahun 2010 tanggal 7-9 Oktober 2010 di Puri Avia Resort Cipayung Bogor).
Untung, K. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu (Edisi Kedua). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.