optimasi teknik analisis mikrosatelit pada … · praktik kerja magang sebagai salah satu syarat...
TRANSCRIPT
OPTIMASI TEKNIK ANALISIS MIKROSATELIT PADA INTRAPOPULASI
TONGKOL LISONG (Auxis rochei) DARI PPI KEDONGANAN (WPP NRI 573)
DI LRPT, BALI
PRAKTIK KERJA MAGANG
Oleh:
VICTOR ADI WINATA
NIM. 165080607111025
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
OPTIMASI TEKNIK ANALISIS MIKROSATELIT PADA INTRAPOPULASI
TONGKOL LISONG (Auxis rochei) DARI PPI KEDONGANAN (WPP NRI 573)
DI LRPT, BALI
PRAKTIK KERJA MAGANG
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana
Kelautan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
Oleh:
VICTOR ADI WINATA
NIM. 165080607111025
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
PRAKTIK KERJA MAGANG
OPTIMASI TEKNIK ANALISIS MIKROSATELIT PADA INTRAPOPULASI
TONGKOL LISONG (Auxis rochei) DARI PPI KEDONGANAN (WPP NRI 573)
DI LRPT, BALI
Oleh:
VICTOR ADI WINATA
NIM. 165080607111025
telah dipertahankan di depan penguji
pada tanggal 30 September 2019
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Mengetahui, Menyetujui,
Sekretaris Jurusan Dosen Pembimbing
Feni Iranawati, S.Pi., M.Si.,Ph.D Feni Iranawati, S.Pi., M.Si.,Ph.D
NIP. 19740812 200312 2 001 NIP. 19740812 200312 2 001
Tanggal: 30 September 2019 Tanggal: 30 September 2019
FORM KETERANGAN SELESAI PKM
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Allah SWT atas karunia dan kesehatan yang diberikan selama ini sehingga
laporan praktik kerja magang ini dapat terselesaikan dengan baik. 2. Ibu Feni Iranawati, S.Pi., M.Si., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing 3. Bapak Raymon Rahmanov Zedta, S.Pi. selaku Pembimbing Lapang 4. Ibu Defri Yona, S.Pi., M.Sc.stud., D.Sc. selaku Ketua Program Studi IK. 5. Bapak Zulkarnaen Fahmi, S.Pi., M.Si. selaku Kepala Loka Riset Perikanan Tuna Bali. 6. Bapak dan Ibu Loka Riset Perikanan Tuna Bali 7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya
Malang.
Denpasar,
Penulis
vi
RINGKASAN
VICTOR ADI WINATA. Praktik Kerja Magang tentang Optimasi Teknik Analisis Mikrosatelit pada Intrapopulasi Tongkol Lisong (Auxis rochei) dari PPI Kedonganan (WPP NRI 573) di LRPT, Bali (di bawah bimbingan Feni Iranawati, S.Pi., M.Si., Ph.D).
Kajian genetika, beberapa aspek biologi, struktur dan dinamika populasi Auxis telah dilaporkan beberapa penelitian sebelumnya di lokasi perairan lain. Namun pendekatan genetik tongkol lisong (A. rochei) di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), khususnya di Perairan Selatan Bali sampai sekarang masih terbatas dilakukan sebagai dasar penyusunan rencana pengelolaannya di masa depan. Penyediaan informasi variasi genetik ini akan dapat dipenuhi ketika ditunjang dengan teknik optimasi tentang penyandi mikrosatelit serta upaya meningkatkan pengalaman dan ketrampilan dalam mengatasi beberapa kendala teknis selama pengambilan sampel s.d. pembacaan ukuran alel fragmen DNA.
Tujuan praktek kerja Magang ini adalah untuk mempelajari teknik optimasi dan mengatasi permasalahan dalam analisis tentang distribusi ukuran fragmen DNA tongkol lisong di LRPT, Denpasar, Bali. Praktik Kerja Magang (PKM) dilaksanakan mulai tanggal 8 Juli - 29 Agustus 2019.
Metode yang digunakan dalam PKM ini adalah metode deskriptif dengan teknik pengambilan data meliputi: data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, percobaan, magang, wawancara, partisipasi langsung dari studi pustaka.
Sebanyak 25 ekor tongkol lisong diidentifikasi dan diambil di PPI Kedonganan, Bali. Distribusi panjang totalnya (TL) ialah 23.5 cm – 25 cm, lalu distribusi panjang cagaknya (FL) antara 22.5 – 24 cmFL dan belum dewasa (Lm ≠ 36 cm). Diasumsikan sampel belum bermigrasi ke lokasi perairan lain dan representatif terhadap variasi intrapopulasi. Kemudian distribusi berat total (W) antara 142 – 181 gram. Lebih lanjut nilai korelasi Pearson (r) sebesar 0.714 sehingga panjang cagak terhadap berat total per ekornya memiliki keeratan hubungan yang kuat. Kemudian daging bagian posterior dipreservasi dengan alkohol 96% dan disimpan pada suhu ± 4ºC. Metode analisis mikrosatelit, yaitu: ekstraksi genom dan pengecekan konsentrasinya, amplifikasi polymerase chain reaction (PCR) dan elektroforesis. Hasil percobaan menunjukan ekstraksi genom DNA optimal dengan chelex 10% pada ukuran daging ± 0.2 mm. Volume total mastermix PCR adalah 25 µl dengan volume genom optimal sebesar 4 µl untuk Aro3-37, sedangkan 3 µl genom untuk Aro1-10. Pengenceran konsentrasi primer optimal dengan TE buffer pada rasio 1:8 untuk Aro1-10, sedangkan untuk Aro3-37 ialah 1:9. Profil PCR melibatkan tiga tahapan, yaitu: denaturasi, annealing dan ekstensi. Perbedaan hanya pada suhu optimal annealing Aro1-10 ialah 55 ºC, sedangkan untuk Aro3-37 ialah 50 ºC. Konsentrasi optimal dari pewarna CYBR Green ialah 100x, agar pendaran fragmen DNA tongkol lisong dan DNA ladder terlihat jelas saat disinari UV. Hasil elektroforesis gel agarose menunjukan pendaran amplikon fragmen DNA Aro1-10 berukuran 200-300 bp dan cenderung mendekati 300 bp, sedangkan Aro3-37 sebesar 200-300 bp dan cenderung mendekati 200 bp. Lebih lanjut ukuran alel amplikon DNA dengan lokus Aro1-10 lebih banyak dideteksi sebanyak 92% daripada Aro3-37 sebesar 60%. Kemudian Aro1-10 lebih polimorfik daripada Aro3-37, sebab sifat heterozigotnya diamati di elekropherogram QIAxcel sebesar 80% daripada Aro3-37 sebesar 48%. Oleh karena itu variasi fragmen DNA tongkol lisong di Kedonganan Bali dengan lokus Aro1-10 dan Aro3-37 adalah tinggi, sebab banyak ditemukan lebih satu ukuran alel yang signifikan (heterozigot).
vii
KATA PENGANTAR
Penulis menyajikan laporan praktik kerja magang yang berjudul “Optimasi Teknik Analisis Mikrosatelit pada Intrapopulasi Tongkol Lisong (Auxis rochei) dari PPI Kedonganan (WPP NRI 573) di LRPT, Bali” sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya. Di bawah bimbingan:
1. Feni Iranawati, S.Pi., M.Si., Ph.D. Optimasi teknik mikrosatelit dengan sampel 25 ekor tongkol lisong (A. rochei) yang
ditangkap di Perairan Selatan Bali. Hal yang paling mendasar tetap dilakukan seperti identifikasi dan pengumpulan data biologi seperti: TL, FL dan W. Lebih lanjut teknik analisis mikrosatelit dimulai dari tahap ekstraksi s.d. pembacaan ukuran alel fragmen DNA dari produk PCR (amplikon). Tahapan pertama ialah mencari ukuran daging optimal yang diekstraksi dengan chelex 10% meliputi: ≤ 0.2 mm, ± 0.2 mm dan > 0.2 mm. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan variasi konsentrasi genom dan rasio kemurnian DNA yang relatif optimal saat diukur Nanofotometer. Tahapan kedua ialah amplifikasi sekuen DNA target dengan lokus Aro1-10 dan Aro3-37, agar konsentrasinya meningkat dan dapat dideteksi. Tahapan ketiga ialah elektroforesis gel agarose untuk mengecek kualitas produk PCR. Tahapan keempat ialah pembacaan ukuran alel tiap amplikon dengan elektroforensis kapiler, agar dapat mengekspresikan kekayaan polimorfisme panjang alel yang berbeda antarindividu pada skala intrapopulasi serta membedakan individu berkarakter heterozigot dan homozigot. Diharapkan hasil dari praktik kerja magang ini dapat dijadikan informasi bagi civitas akademika dan masyarakat umum, khususnya bagi pembaca yang mau menginisiasi penelitian tentang variasi genetik tongkol lisong dengan penyandi mikrosatelit, agar peluang keberhasilannya tinggi.
Denpasar, 28 Agustus 2019
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi
1. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2 Tujuan ............................................................................................... 2 1.3 Manfaat Praktik Kerja Magang .......................................................... 2
2. METODE PKM ......................................................................................... 3 2.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktik Kerja Magang .................... 3 2.2 Alat dan Bahan .................................................................................. 3
2.2.1 Alat .......................................................................................... 3 2.2.1 Bahan ...................................................................................... 9
2.3 Koleksi, Identifikasi dan Preservasi Sampel ...................................... 16 2.4 Ekstraksi Genom DNA Sampel .......................................................... 19 2.5 Pengecekan Konsentrasi Genom DNA .............................................. 20 2.6 Amplifikasi DNA Target ..................................................................... 22 2.7 Elektroforensis dengan Gel Agarose 3% ........................................... 27 2.8 Pengecekan Elektroforensis Gel dengan UV Transilluminator ........... 29 2.9 Elektroforensis Kapiler dengan QIAxcel Advanced ............................ 30
3. KEADAAN UMUM LOKASI / TEMPAT PKM ............................................ 34 3.1 Sejarah Singkat LRPT ....................................................................... 34 3.2 Tugas dan Fungsi .............................................................................. 35 3.3 Visi dan Misi ...................................................................................... 36 3.4 Tujuan dan Sasaran .......................................................................... 36 3.5 Struktur Organisasi ............................................................................ 38 3.6 Profil Peneliti ..................................................................................... 39 3.7 Sumber Daya Manusia LRPT ............................................................ 40 3.8 Fasilitas LRPT ................................................................................... 40
3.8.1 Laboratorium Genetik .............................................................. 41 3.8.2 Laboratorium Histologi ............................................................. 42 3.8.3 Laboratorium Otolith ................................................................ 43 3.8.4 Laboratorium Data ................................................................... 43 3.8.5 Perpustakaan .......................................................................... 44 3.8.6 Guest House LRPT ................................................................. 45
4. HASIL PKM ............................................................................................. 46 4.1 Rangkaian Praktik Kerja Magang ...................................................... 46 4.2 Data Biologi Sampel .......................................................................... 47 4.3 Hasil Ekstraksi Genom Tongkol Lisong dengan Chelex 10% ............ 49
4.3.1 Percobaan dengan Ukuran Daging Tongkol Lisong ≤ 0.2 mm . 51
ix
4.3.2 Percobaan dengan Ukuran Daging Tongkol Lisong ± 0.2 mm . 52 4.3.3 Percobaan dengan Ukuran Daging Tongkol Lisong > 0.2 mm . 53
4.4 Hasil Elektroforensis Konvensional (Gel Agarose) ............................. 53 4.4.1 Percobaan dengan Ukuran Daging Tongkol Lisong ≤ 0.2 mm . 54 4.4.2 Percobaan dengan Ukuran Daging Tongkol Lisong ± 0.2 mm . 56 4.4.3 Percobaan dengan Ukuran Daging Tongkol Lisong > 0.2 mm . 59
4.5 Hasil Elektroforensis Kapiler dengan QIAxcel Advanced ................... 60 4.5.1 Percobaan dengan Ukuran Daging ≤ 0.2 mm .......................... 63 4.5.2 Percobaan dengan Ukuran Daging Tongkol Lisong ± 0.2 mm . 65 4.5.3 Percobaan dengan Ukuran Daging > 0.2 mm .......................... 67
4.6 Partisipasi Aktif Tambahan ................................................................ 68 4.6.1 Ekstraksi Genom Tongkol (Auxis sp.) dengan Tissue Kit ......... 68 4.6.2 PCR DNA Auxis sp. dengan DNA Barcoding (BCH-BCL) ........ 71 4.6.3 PCR DNA A. rochei & A. thazard dengan lokus Aro4-13 ......... 72
5. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 73 5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 73 5.2 Saran ................................................................................................ 74
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 75
LAMPIRAN ................................................................................................... 77
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Daftar Alat yang Digunakan dan Fungsinya .............................................. 4
2. Daftar Bahan yang Digunakan dan Fungsinya .......................................... 10
3. Komposisi Perbandingan Hasil Pengeceran Lokus Mikrosatelit ................ 24
4. Karakteristik 8 Lokus Mikrosatelit pada Tongkol Lisong (A. rochei). Desain lokus, struktur unit berulang, sekuen primer (5’ berlabel fluoresensi, HAM
atau HEX), jumlah total alel (k), range ukuran alel, suhu annealing untuk PCR, konsentrasi akhir primer dan nomor akses primer di bank gen. ...... 24
5. Komposisi Mastermix untuk primer Aro1-10 dan Aro3-37 ......................... 25
6. Tm dan % GC dari Primer Mikrosatelit yang Digunakan ........................... 25
7. Rangkaian Kegiatan Praktik Kerja Magang di LRPT, Bali ......................... 46
8. Desain Percobaan Ekstraksi Genom DNA Tongkol Lisong (A. rochei) ...... 51
9. Hasil Pengenceran Konsentrasi Genom Tongkol Lisong .......................... 52
10. Desain Percobaan Elektroforensis pada Amplikon DNA Tongkol Lisong (A. rochei) dengan primer Aro1-10 dan Aro3-37 .................................... 54
11. Desain Percobaan Elektroforensis Kapiler pada Amplikon DNA Tongkol Lisong (A. rochei) dengan primer Aro1-10 dan Aro3-37 ......................... 63
12. Persentase Ukuran Alel Fragmen DNA dari Hasil Pembacaan QIAxcel .. 64
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Lokasi Praktik Kerja Magang .................................................................... 3
2. Lokasi Pengambilan Sampel ..................................................................... 16
3. Spesies Tongkol Lisong (Auxis rochei) (Robertson dan Tassell, 2015) ..... 17
4. Sampel Tongkol Lisong (Auxis rochei) ...................................................... 18
5. Skema Kerja Preservasi Sampel Daging Ikan ........................................... 18
6. Skema Kerja Metode Ekstraksi Chelex 10% ............................................. 19
7. Skema Kerja Pengecekan Konsentrasi Genom DNA ................................ 21
8. Skema Kerja Amplifikasi DNA Target Mikrosatelit ..................................... 23
9. Skema Kerja Elektroforensis dengan Gel Agarose 3% ............................. 27
10. Skema Kerja Pengecekan Elektroforensis Gel dengan Sinar UV ............ 30
11. Skema Kerja Elektroforensis Kapiler dengan QIAxcel Advanced ............ 31
12. Struktur Organisasi LRPT 2019 .............................................................. 38
13. Gedung Utama Loka Riset Perikanan Tuna ............................................ 41
14. Kantor Enumerator di Benoa ................................................................... 41
15. Laboratorium Genetik (LRPT, 2019) ....................................................... 42
16. Laboratorium Histologi (LRPT, 2019) ...................................................... 42
17. Laboratorium Otolith LRPT (LRPT, 2019) ............................................... 43
18. Laboratorium Data (LRPT, 2019) ............................................................ 44
19. Perpustakaan (LRPT, 2019) ................................................................... 44
20. Guest House LRPT ................................................................................. 45
21. Pengukuran TL, FL dan W pada Tongkol Lisong (A. rochei) ................... 47
22. Hasil Amplifikasi DNA BLT No. 10, 11, 13 - 15, 18, 21 & 23 - 25 dari genom DNA tanpa diencerkan dan diencerkan menjadi ± 25 ng µl-1 ...... 55
23. Hasil Amplifikasi BLT-1 s.d. BLT-10 dengan Aro1-10 dan Aro3-37 ......... 56
24. Hasil Amplifikasi DNA Lanjutan dengan Aro1-10 & Aro3-37 dari volume genom DNA 4 µl .................................................................................... 57
25. Hasil Amplifikasi DNA Lanjutan dengan Aro1-10 & Aro3-37 dari volume genom DNA 4 µl ....................................................................................... 58
26. Hasil Amplifikasi Primer Aro1-10 dari volume genom DNA 3 µl ............... 59
27. Hasil Amplifikasi Primer Aro3-37 dari volume genom DNA 3 µl ............... 60
xii
28. Ilustrasi profil SSR yang dihasilkan pada sekuenser kapiler: (a) profil yang benar, (b) rasio tinggi puncak heterozigot rendah, (c) alel bayangan yang berlebihan (stutter band), (d) puncak terbelah (split peaks), (e) alel lemah sebelumnya dan (f) alel setelah desain ulang primer yang berhasil, (g) artifactual band dan (h) pola tri-alel. Alel yang benar ditandai dengan tanda bintang. ........................................................................... 62
29. Skema Kerja Ekstraksi DNA Genom dengan Spin Column Kit ................ 70
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Data Biologi Sampel Tongkol Lisong (A. rochei) ...................................... 77
2. Hasil Ekstraksi Genom DNA Tongkol Lisong (A. rochei) .......................... 78
3. Output Ukuran Fragmen DNA pada Amplikon Aro1-10 & Aro3-37 dengan QIAxcel Advanced .................................................................................... 80
4. Surat Pernyataan telah Melakukan PKM .................................................. 84
5. Log Book PKM ......................................................................................... 85
6. Dokumentasi Kegiatan PKM .................................................................... 99
7. Info Grafis Praktik Kerja Magang ............................................................. 105
8. Hasil Pengecekan Konsentrasi Genom dari Nanofotometer ..................... 106
9. Output Ukuran Panjang Fragmen DNA dari QIAxcel Advanced ............... 115
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan genus Auxis dalam perikanan komersial memiliki distribusi yang luas di
Samudra Atlantik, Hindia dan Pasifik. Genus Auxis ini terdiri dari dua spesies: A.
thazard dan A. rochei. Meskipun, kedua spesies ini telah masuk dalam literatur
ilmiah lebih dari dua abad yang lalu. Namun studi morfologis terperinci tentang
genus ini untuk diverifikasi pada tingkat spesies dilakukan dalam waktu yang relatif
baru. Juvenil Auxis paling melimpah dari semua juvenil tuna sehingga sebagai
elemen penting dalam jaring makanan (Kumar et al., 2014).
Status populasi ikan saat ini penting untuk diketahui melalui penelitian
genetik. Keragaman genetik menurut Kusuma, et al. (2016b) adalah suatu variasi
di dalam populasi yang terjadi akibat adanya keragaman di antara individu yang
menjadi anggota populasi. Lebih lanjut Fakhri, et al. (2015) mengatakan variasi
genetik dari suatu populasi merupakan gambaran adanya perbedaan intraspesies.
Perlu diketahui bahwa kunci konservasi, perubahan di alam dan monitoring
keanekaragaman yang akurat adalah aplikasi dari pengetahuan genetik (Schwartz
et al., 2006; Kusuma et al., 2016b; Muchlisin et al., 2012). Informasi tentang
struktur populasi bisa digunakan dalam upaya konservasi. Selain itu dapat
dijadikan sebagai bahan informasi untuk pengelolaan perikanan ikan pelagis
komersil di Indonesia (Jackson et al., 2014).
Kajian mengenai genetika, beberapa aspek-aspek biologi, struktur dan
dinamika populasi Auxis telah dilaporkan oleh beberapa penelitian (Robertson et
al., 2007; Catanese et al., 2008; Melissa et al., 2008; Kumar et al., 2012a, b).
Namun penelitian pada aspek genetik pada tongkol lisong (A. rochei) di Perairan
Selatan Bali dengan analisis mikrosatelit sampai sekarang masih sedikit dilakukan
sebagai dasar penyusunan rencana pengelolaannya di masa depan.
2
Loka Riset Perikanan Tuna merupakan salah satu lembaga yang dapat
melakukan analisis variasi genetik dengan mikrosatelit pada ikan tuna komersil.
Lembaga ini memiliki visi mewujudkan “Menjadi Institusi Utama Penyedia Data dan
Informasi Perikanan Tuna di Samudra Hindia”. Lembaga ini juga menyediakan
bahan informasi bagi kebijakan perencanaan dan pengelolaan perikanan tuna
lestari di Indonesia. Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran untuk melakukan
praktek kerja magang (PKM) di instansi ini.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktek kerja magang ini, yaitu:
1. Mengetahui dan menguasai teknik analisis mikrosatelit pada tongkol lisong
(Auxis rochei) di Loka Riset Perikanan Tuna, Denpasar, Bali.
2. Mengetahui cara mengatasi beberapa kendala saat melakukan analisis
mikrosatelit pada tongkol lisong (Auxis rochei).
3. Mengetahui cara menganalisis frekuensi panjang fragmen DNA dari 25
sampel tongkol lisong (Auxis rochei) berdasarkan karakter homozigot
ataupun heterozigot.
1.3 Manfaat Praktik Kerja Magang
Manfaat Praktik Kerja Magang ini adalah memberikan informasi awal terkait
genetik (keragaman DNA) dari struktur populasi ikan tongkol lisong (Auxis rochei)
di Perairan Selatan Bali dengan teknik analisis mikrosatelit.
Manfaat Praktik Kerja Magang ini untuk mahasiswa sendiri adalah dapat
menerapkan teori selama perkuliahan dan diaplikasikan dalam kegiatan praktik
kerja magang serta untuk menambah wawasan dan kemampuan berpikir. Manfaat
lain yang didapatkan oleh mahasiswa adalah penerapan sikap sopan santun yang
diterapkan selama proses perkuliahan pada lingkungan kerja dan masyarakat
umum.
3
2. METODE PKM
2.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktik Kerja Magang
Tempat pelaksanaan Praktik Kerja Magang (PKM) dilakukan di Loka Riset
Perikanan Tuna (LRPT) pada Gambar 1. Lebih lanjut LRPT berlokasi di Jl.
Mertasari No. 140, Sidakarya, Kec. Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi
Bali. Waktu pelaksanaannya dilakukan pada tanggal 8 Juli-29 Agustus 2019.
Gambar 1. Lokasi Praktik Kerja Magang
2.2 Alat dan Bahan
Berikut ini adalah alat dan bahan yang digunakan selama praktik kerja
magang di Laboratorium Genetik LRPT dalam Tabel 1 dan Tabel 2.
2.2.1 Alat
Berbagai alat pada Tabel 1 digunakan untuk kegiatan preservasi sampel
daging tongkol lisong, ekstraksi genom DNA s.d. pengecekan panjang fragmen
amplikon DNA (produk amplifikasi) sebagai berikut:
4
Tabel 1. Daftar Alat yang Digunakan dan Fungsinya No. Nama Alat Gambar Fungsi
1. Timbangan Digital
Untuk menimbang berat total ikan dalam satuan gram
2. Penggaris
Untuk mengukur panjang total (TL) dan panjang cagak (FL)
3. Cutter
Untuk memotong daging ikan.
4. Biosafety Cabinet
Untuk mensterilkan alat dan bahan dan bekerja secara aseptis.
5. Bunsen
Untuk pemijaran ujung pinset (sterilisasi kering), baik sebelum dan sesudah digunakan pada sampel.
6. Pinset
Untuk memindahkan sampel daging ke chelex tube.
7. Kotak Vial Sampel
Untuk menyimpan botol vial sampel daging tongkol lisong di kulkas.
5
No. Nama Alat Gambar Fungsi
8. Kulkas
Untuk menjaga kualitas sampel tetap awet pada suhu 4 ºC.
9. Toples tube ekstraksi
Untuk menghindari kontaminasi pada tube ekstraksi.
10. Cawan Petri
Untuk wadah sementara saat memotong daging menjadi ukuran ± 0.2 mm, sebelum dimasukkan ke dalam tube ekstraksi chelex.
11. Vortex Mixer
Untuk proses menghomogenkan larutan dalam tube sehingga tersebar merata.
12. Sentrifus
Untuk memisahkan molekul berdasarkan beratnya sehingga terbentuk fase supernatan dan pellet.
13. Mikropipet
Untuk memindahkan volume larutan dalam skala mikroliter.
14. Thermo-shaker
Untuk menginkubasi sampel ekstraksi DNA dengan chelex 10% selama 1 jam pada suhu 95 ºC dan 1400 rpm.
6
No. Nama Alat Gambar Fungsi
15. Nanofotometer
Untuk mengukur konsentrasi genom DNA sampel berdasarkan panjang gelombang yang diserap DNA (260 nm) beserta tingkat kemurniaannya.
16. Autoklaf Elektrik
Untuk mensterilkan alat dan bahan sebelum digunakan dengan suhu 121 ºC, 100 kPa selama 15 menit.
17. Inkubator
Untuk mengeringkan alat dan bahan dengan suhu 100 ºC selama 15 menit, setelah di-sterilkan dengan autoklaf.
18. PCR Cabinet-UV Sterilization
Untuk bekerja secara aseptis.
19. Spin down machine (mini-sentrifuge)
Untuk menurunkan campuran larutan PCR yang masih menempel di dinding atas tube, setelah di-vorteks.
20. Rak tube 1.5 mL
Untuk tempat menaruh tube yang berisi larutan, agar tidak tumpah.
21. Rak PCR tube
Untuk menjaga suhu dingin (4 ºC) saat penggunaan primer dan pembuatan PCR mastermix untuk tiap sampel.
7
No. Nama Alat Gambar Fungsi
22. PCR machine (labcycler)
Untuk amplifikasi DNA sampel dengan polymerase chain reaction.
23. Timbangan Analitik
Untuk mengukur berat bubuk agarose seberat 3 gr dengan ketelitian 0.01 gram
24. Magnetic stirrer with hot plate
Untuk melarutkan bubuk agarose dalam TBE buffer dengan bantuan stirrer bar dan mengentalkan agar sehingga dapat memadat nantinya.
25. Stirrer Bar
Untuk mempercepat bubuk agarose bisa terlarut merata di bidang magnet di magnetic stirrer.
26. Electrophorensis chamber
Untuk memisahkan molekul DNA dengan medan aliran listrik dari kutub negatif ke positif dan migrasi berdasarkan berat molekulnya.
27. Sumber Listrik Elektroforensis
Untuk menghantar sumber listrik dengan tegangan listrik 100V, 7,6 W dan 75,5 mA.
8
No. Nama Alat Gambar Fungsi
28. UV-transluminator (Gel document system with camera 1,4 MP)
Untuk merekam, penyimpan data serta dapat menampilkan panjang fragmen DNA dalam patri agarosa dan akrilamida gel pada platform digital.
29. Biosan Lab Aqua Bio
Untuk memurnikan air, agar menjadi akuades grade 1.
30. Nampan
Untuk mewadahi cetakan gel agarose yang masih basah.
31. Beaker Glass
Untuk mewadahi saat pembuatan agar.
32. Gelas Ukur
Untuk mengukur volume larutan dalam skala milliliter
33. Digital Timer
Untuk mengukur durasi waktu.
33. Korek Api
Untuk menyalakan api pada sumbu pembakar spiritus (bunsen).
9
No. Nama Alat Gambar Fungsi
34. Wadah tip bekas
Untuk mewadahi tip mikropipet yang tidak boleh dipakai lagi.
35. Stabilizer
Untuk menstabilkan tegangan listrik yang diterima alat laboratorium.
36. Spatula
Untuk mengambil bubuk agarose.
37. Cartridge
Untuk memisahkan analit (DNA amplikon) dalam gel dan bekerja dalam medan listrik. Proses migrasi DNA terjadi ketika posisi cartridge di kolom buffer.
38. Eppendorf Box dari QIAxcel
Untuk tempat menyimpan alignment marker, size marker dan intensity calibration marker.
39. QIAxcel Advanced
Untuk membaca panjang basa secara detail dari produk PCR.
2.2.1 Bahan
Berbagai bahan pada Tabel 2 digunakan untuk kegiatan preservasi sampel
daging tongkol lisong, ekstraksi genom DNA s.d. pengecekan panjang fragmen
amplikon DNA (produk amplifikasi) sebagai berikut:
10
Tabel 2. Daftar Bahan yang Digunakan dan Fungsinya No. Nama Bahan Gambar Fungsi
1. Tongkol Lisong (A. rochei)
Sebagai sampel genetik.
2. Gloves (sarung tangan)
Sebagai keselamatan kerja di laboratorium dan menghindari kontaminasi.
3. Jas laboratorium
Sebagai keselamatan kerja di laboratorium.
4. Form untuk Data Genetik
Sebagai catatan hasil pengukuran dari panjang total, panjang cagak dan berat total.
5. Masker
Sebagai pencegah kontaminasi dan keselamatan kerja di laboratorium.
6. Tisu
Sebagai pengering dan menghilangkan pengotor pada alat laboratorium.
11
No. Nama Bahan Gambar Fungsi
7. Botol Vial Sampel Daging Tongkol Lisong
Sebagai tempat menyimpan sampel daging bagian posterior tongkol lisong.
8. Tip 10 µl untuk mikropipet
Sebagai penampung sementara volume larutan yang diambil mikropipet.
9. Tip 100 µl untuk mikropipet
Sebagai penampung sementara volume larutan yang diambil mikropipet.
10. Tip 1000 µl untuk mikropipet
Sebagai penampung sementara volume larutan yang diambil mikropipet.
11. Chelex 10%
Sebagai larutan ekstraksi genom DNA dari tongkol lisong.
12. Spidol Permanen
Sebagai pelabel botol vial sampel.
12
No. Nama Bahan Gambar Fungsi
13. Sampel Hasil Ekstraksi Chelex 10% (Genom DNA atau DNA template )
Sebagai objek amplifikasi DNA dengan bantuan primer mikrosatelit.
14. Alkohol 96%
Sebagai preservasi sampel dan mempercepat proses pemijaran ujung pinset.
15. Primer
Sebagai agen inisiasi dalam proses annealing (penempelan basa nukleotida).
16. Red Mix 2x
Sebagai campuran larutan DNATaq, dNTP dan Buffer dalam reaksi amplifikasi DNA target.
17. NFW (Nuclease Free Water)
Sebagai pencegah degradasi DNA genom.
18. TE (Tris-EDTA) Buffer
Sebagai pengencer primer dengan perbandingan 1:9 untuk primer Aro1-10 dan 2:8 untuk primer Aro3-37.
13
No. Nama Bahan Gambar Fungsi
19. Bolpoin
Sebagai penanda nomor sampel di PCR tube.
20. PCR Tube
Sebagai tempat mencampur larutan master mix untuk reaksi amplifikasi DNA target.
21. Hasil Amplifikasi DNA Tongkol Lisong dengan Primer Aro1-10 dan Aro3-37
Sebagai amplikon yang dilihat panjang fragmen DNA-nya melalui elektroforensis.
22. Bubuk agarose
Sebagai penyusun agar.
23. Akuades
Sebagai pengencer TBE Buffer 10x dengan perbandingan 1:9.
24. TBE (Tris-borate-EDTA) Buffer 10x
Sebagai larutan induk (stok) yang diencerkan dengan akuades yang perbandingannya 1:9.
14
No. Nama Bahan Gambar Fungsi
25. TBE Buffer 1x
Sebagai larutan penyusun agar dan penhantar listrik yang baik selama elektroforensis gel berlangsung.
26. CYBR Green 10.000x
Sebagai larutan induk (stok) yang diencerkan menjadi 1x.
27. Hasil Pengenceran CYBR Green 10x
Sebagai pewarna pendaran panjang fragmen DNA amplikon di gel agarose.
28. DNA ladder 100 bp
Sebagai penanda panjang fragmen DNA tiap 100 bp, lalu dibandingkan dengan panjang fragmen DNA amplikon tiap sampel.
29. Hyper-ladder
Sebagai penanda panjang fragmen DNA tiap 100 bp, lalu dibandingkan dengan panjang fragmen DNA amplikon tiap sampel.
30. Kertas Parafin
Sebagai tempat percampuran 4 µl produk amplifikasi tiap sampel dengan 1 µl CYBR green 10x.
15
No. Nama Bahan Gambar Fungsi
31. Kertas Foto
Sebagai dokumentasi hasil elektroforensis gel yang dipancarkan sinar UV.
32. QX Wash Buffer
Sebagai pencuci ujung cartridge, agar tidak terjadi kontaminasi silang antarsampel.
33. QX Separation Buffer
Sebagai pemisah molekul DNA dari molekul lainnya.
34. QX DNA Dilution Buffer
Sebagai pengoptimal konsentrasi DNA sampel.
35. QX Mineral Oil
Sebagai pelapis larutan atau sampel, agar tidak menguap.
16
No. Nama Bahan Gambar Fungsi
36. Alignment marker & Size Marker
Alignment marker sebagai penyetara waktu migrasi antar-saluran cartridge.
Size marker sebagai penanda ukuran fragmen DNA & konsentrasi.
2.3 Koleksi, Identifikasi dan Preservasi Sampel
Tongkol lisong dikoleksi sebanyak 25 ekor di PPI Kedonganan pada tanggal
18 Juli 2019. Ikan ini ditangkap dengan jaring & pancing ulur di zona neritik bagian
selatan Bali dari hasil wawancara nelayan setempat. Daerah penangkapan
nelayan pancing ulur di Kedonganan menurut Sulistyaningsih, et al. (2011) ialah
Perairan Selatan Bali s.d. Pulau Lombok atau pada posisi 1140 – 1160 bujur timur
(BT) dan 100 – 120 lintang selatan (LS). Namun koordinat lokasi penangkapannya
di peta (Gambar 2) ialah 1140 – 1150 BT dan 80 – 90 LS.
Gambar 2. Lokasi Pengambilan Sampel
17
Identifikasi spesies yang benar penting untuk dilakukan, sebab mendukung
keberhasilan dari analisis genetik spesies target. Salah satu cara identifikasi
spesies dengan melihat morfologi ekternalnya. Lebih lanjut dalam identifikasi
spesies tongkol lisong (A. rochei) pada Gambar 3 ditandai dengan beberapa ciri
khusus sebagai berikut:
a. Sirip dada tidak melewati batas depan “batik”
b. Sirip punggung pertama jaraknya relatif jauh dengan sirip punggung kedua
dibandingkan dengan tongkol komo
c. Tubuh relatif lebih “pendek”, apabila dibandingkan dengan tongkol krai
Gambar 3. Spesies Tongkol Lisong (Auxis rochei) (Robertson dan Tassell, 2015)
Proses preservasi tongkol lisong sebanyak 25 ekor pada Gambar 4
dilakukan dengan dua pertimbangan. Pertama diambil daging (jaringan otot) pada
bagian posterior. Alasan menggunakan sampel daging, agar mudah dihaluskan
dengan pastel grinder saat tahap ekstraksi. Lebih lanjut bagian posterior tubuh
ikan cukup aktif saat berenang, lalu diasumsikan mengalami laju mutasi yang lebih
cepat di samping biasanya menggunakan sirip pectoral. Kemudian dilakukan
pengumpulan informasi biologis, seperti panjang dan berat. Hal ini penting
dilakukan, sebab DNA tidak dapat memberikan informasi tersebut.
18
Gambar 4. Sampel Tongkol Lisong (Auxis rochei)
Hal yang harus diperhatikan saat preservasi sampel genetik adalah
menghindari kontaminasi silang. Perlu dipastikan tidak ada kontaminasi dari jari-
jari tangan di mulut vial atau di bagian dalam tutup vial. Berikut ini adalah skema
kerja dari tahap preservasi sampel daging pada Gambar 5.
Gambar 5. Skema Kerja Preservasi Sampel Daging Ikan
Pengukuran panjang total dan cagak serta berat total dari 25 sampel tongkol lisong dan dicatat di form sampel.
Satu sisi ikan dibersihkan dengan lap bersih yang dibasahi dengan air bersih untuk menghilangkan darah dan atau lendir pada kulit.
Dibuat sayatan dengan pisau yang tajam dan baik pada sisi ikan yang sudah dibersihkan.
Diambil 2-3 potong daging yang lebarnya sekitar 1,5-2,5 cm dan tebal tidak lebih dari 5 mm (tebal cukup 3 mm).
Sampel daging dipindahkan langsung ke vial sampel genetika yang dilabel. Setelah dipakai, maka pisau dicuci dengan alir mengalir dan dilap dengan tisu.
Sampel daging dimasukkan ke dasar vial menggunakan pinset yang sudah dicuci dengan air mengalir.
Vial ditutup serapat mungkin dan dimasukkan ke kotak vial
Kotak vial dimasukkan dalam freezer kulkas (± 4ºC)
19
Pengambilan sampel dilakukan sedekat mungkin dengan waktu kematian
ikan, untuk menghindari degradasi DNA terjadi. Lebih lanjut perlu ingat untuk
menggunakan etanol saat membersihkan semua alat (atau air mengalir, jika etanol
tidak dapat diperoleh), baik sebelum maupun sesudah pemotongan daging
antarsampel
2.4 Ekstraksi Genom DNA Sampel
Ekstraksi genom DNA pada 25 sampel tongkol lisong menggunakan
prosedur Chelex 10%, sebab tahapannya sederhana sehingga lebih cepat. Lebih
lanjut bisa mengurangi risiko kontaminasi, sebab tidak memerlukan transfer tube
berganda dan tidak melibatkan pelarut organik (Walsh et al., 1991; Jatmiko et al.,
2018). Berikut ini adalah skema kerja ekstraksi Chelex 10% pada Gambar 6.
Gambar 6. Skema Kerja Metode Ekstraksi Chelex 10%
Chelex 10% sebanyak 250 µl dicairkan dari kulkas, divorteks dan dipindahkan dengan mikropipet 1000 µl ke tube ekstraksi ukuran 1.5 ml.
Pemijaran di atas nyala api bunsen dilakukan pada ujung pinset yang telah disemprot dengan alkohol 96% sampai kering.
Cawan petri disemprot dengan alkohol 96% dan dilap dengan tisu.
Sampel daging sebanyak satu tarikan kecil.dipindahkan dari vial ke cawan petri untuk diperkecil lagi seukuran titik (± 0.2 mm).
Setitik sampel daging ini dimasukan ke dasar tube ekstraksi sesuai nomor sampel yang telah terisi larutan chelex 10%.
Tube ekstraksi ditutup rapat, lalu divorteks selama 10-15 detik dan di-sentrifus seimbang dengan kecepatan 8000 rpm selama 1 menit.
Tube ekstraksi yang berisi sampel diinkubasi pada suhu 95 ºC dan 1400 rpm selama 1 jam dengan thermo-shaker.
Tube ekstraksi divorteks 10-15 detik & di-sentrifus 8000 rpm selama 1 menit serta disimpan dalam freezer untuk diproses hari berikutnya.
20
Metode ekstraksi Chelex 10% ini hanya membutuhkan sedikit sampel (± 0.2
mm) dibandingkan metode ekstraksi dengan Qiagen Kit (DNeasy Blood and
Tissue Kit). Apabila sampel daging diambil terlalu besar, maka akan menghambat
reaksi amplifikasi DNA. Metode ekstraksi Chelex 10% ini lebih efisien
dibandingkan dengan Qiagen Kit, namun persamaan kedua metode ekstraksi ini
ialah DNA genom diasumsikan berada di fase bening (supernatan). Hal ini karena
fase padat (pellet) dapat menghambat (menonaktifkan) kerja enzim DNATaq,
sehingga akan memperlambat reaksi PCR.
Hal yang harus diperhatikan saat melakukan ekstraksi Chelex 10% adalah
menghindari kontaminasi silang, yang berasal dari pinset dan cawan petri, baik
sebelum maupun sesudah digunakan pada sampel. Oleh karena itu, pinset dilap
dengan tisu sewaktu ganti nomor sampel, lalu pinset dipijarkan di atas nyala api
bunsen yang telah disemprot alkohol 96% sebanyak 2-3 ulangan. Sebelum
digunakan cawan petri disemprot dengan alkohol 96% terlebih dahulu, lalu
dikeringkan dengan tisu. Ekstraksi genom DNA harus dilakukan di lingkungan
aseptis (biosafety cabinet), sebab mempunyai pola pengaturan dan penyaringan
aliran udara. Selain itu suhu inkubasi diatur 95 ºC selama 1 jam berdasarkan
metode ekstraksi chelex 10% menurut Fakhri, et al. (2015), agar konsentrasi
genom yang diperoleh > 10 ng/µl..
2.5 Pengecekan Konsentrasi Genom DNA
Pengecekan konsentrasi genom DNA penting dilakukan dengan instrumen
Nanofotometer. Hal ini untuk memastikan bahwa konsentrasi hasil ekstraksi
genom DNA sampel tongkol lisong sudah cukup untuk reaksi amplifikasi DNA (>
10 ng/µl). Jika konsentrasi DNA genom < 10 ng/µl pada tiap sampel hasil ekstraksi
chelex 10%, maka proses ekstrasi harus diulang dari awal. Kurangnya konsentrasi
genom DNA mengakibatkan proses amplifikasi DNA tidak optimal.
21
Nanofotometer bisa mengukur tingkat kemurnian DNA genom dari hasil
ekstraksi dengan dua rasio, yaitu absorbasi A260/230 dan A260/280. DNA murni
memiliki rasio absorbasi A260/230, jika dalam range 2.0-2.2. Rasio akan bernilai
kecil, apabila ada kontaminan berupa Tris, EDTA (Ethylenediaminetetraacetic
Acid), Trizol, Fenol, Guanidine Thiocyanate dan buffer garam lainnya yang
menyerap panjang gelombang cahaya 230 nm. Kemudian ada rasio absorbasi
A260/280 untuk DNA dalam range > 1.8. Rasio ini bisa di luar range, ketika ada
kontaminan berupa protein dan senyawa organik lainnya di dalam hasil ekstraksi.
Berikut ini skema kerjanya pada Gambar 7.
Gambar 7. Skema Kerja Pengecekan Konsentrasi Genom DNA
Hal-hal yang harus diperhatikan saat pengecekan konsentrasi genom DNA
adalah: tip hanya menyentuh larutan dalam tube dan sensor cahaya
nanophotometer, mengganti tip mikropipet setiap kali penggantian nomor sampel
Sampel hasil ekstraksi chelex 10% dicairkan dari freezer, lalu divorteks 10-15 detik dan di-sentrifuse 8000 rpm selama 1 menit.
Dinyalakan mesin Nanofotometer dan dipilih menu nucleic acids.
Dilap dengan tisu pada bagian kaca sensor cahaya dan bagian dalam penutupnya setiap kali pengecekan konsentrasi.
Dipindahkan NFW atau AE buffer sebagai blangko sebanyak 1-2 µl ke sensor cahaya nanofotometer (warna merah) dengan mikropipet 0.1-2 µl.
Penutup sensor cahaya diturunkan sampai tertutup, lalu diklik submenu blankdan pastikan konsentrasinya 0 ng/µl
Diambil supernatan saja dari sampel hasil ekstraksi chelex 10% sebanyak 1-2 µl dengan menggunakan mikropipet 0.1-2 µL.
Penutup sensor cahaya diturunkan sampai tertutup, lalu diklik submenu sample dan pastikan konsentrasinya > 10 ng/µl dan rasio kemurniaannya.
Untuk pengecekan konsentrasi genom DNA selanjutnya, maka harus dilap terlebih dahulu dengan tisu di bagian sensor cahaya dan penutupnya.
Diedit nama sampel sesuai nomor sampel dan disimpan hasil pengecekan Nanofotometer dalam flash disk.
22
dan mengeringkan sensor cahaya dan bagian dalam penutup sensornya. Hal ini
untuk mencegah kontaminasi silang antarsampel. Lebih lanjut digunakan NFW
(Nuclease Free Water) sebagai blangko sehingga dipastikan pengukuran
nanofotometer bekerja normal.
Kemampuan menggunakan mikropipet sangat penting pada tahap ini dan
tahap selanjutnya, seperti: amplifikasi DNA dan elektroforensis. Kemampuan ini
diperlukan agar volume yang diambil tepat dan tidak merusak mikropipet. Saat
mengambil volume sampel yang dibutuhkan, perlu memperhatikan beberapa hal
berikut:
1. Pastikan tip terpasang sesuai kapasitas volume mikropipet yang digunakan.
2. Tekanlah puller mikropipet sampai first stop, sebelum menyentuh larutan yang
akan diambil.
3. Lepaskan perlahan puller mikropipet perlahan-lahan sampai volume target dari
larutan yang diambil masuk semua ke dalam tip.
4. Arahkan ujung tip ke dalam tube baru, lalu tekanlah puller perlahan sampai
second stop.
5. Tip yang telah dipakai dilepaskan dari mikropipet dengan menekan ejector.
2.6 Amplifikasi DNA Target
Amplifikasi DNA dilakukan dengan instrumen mesin PCR (Labcyler) dalam
3 tahapan utama, yaitu: denaturasi, annealing dan ekstensi. Hal ini diperlukan
untuk mendapatkan ukuran panjang fragmen DNA yang bervariasi dari tiap
sampel. Kemudian amplifikasi ini bergantung pada kemampuan dari pengenalan
primer mikrosatelit pada genom DNA sampel pada range panjang alel tertentu &
jenis motif berulangnya. Oleh karena itu, tahapan ini penting untuk mengetahui
panjang pasangan basa dari tiap sampel sehingga bisa dibaca dan valid saat di-
elektroforensis. Berikut ini ialah skema kerja amplifikasi DNA pada Gambar 8.
23
Gambar 8. Skema Kerja Amplifikasi DNA Target Mikrosatelit
Beberapa hal yang perlu diperhatian saat melakukan amplikasi DNA. Salah
satunya terkait dengan pengeceran primer yang digunakan. Pengencer yang
digunakan adalah TE Buffer 1x sebagai larutan penyangga primer (pencegah
degradasi primer). Ada dua jenis perbandingan dalam proses pengeceran primer
yang digunakan, yaitu: 1:9 untuk primer Aro1-10 dan 2:8 untuk primer3-37.
Perbandingan pengeceran ini bekerja optimal untuk tiap primer (lokus) mikrosatelit
dengan genom DNA sampel tongkol lisong. Berikut ini Tabel 3 adalah komposisi
perbandingan volume pengenceran yang digunakan:
Hasil ekstraksi genom DNA tongkol lisong dicairkan pada suhu ruang dari freezer yang telah dicek konsentrasinya > 10 ng/µl.
Disiapkan Red Mix 2x, NFW dan hasil pengeceran primer forward dan reversedari Aro1-10 & Aro3-37 ke dalam PCR cabinet-UV Sterilization.
Dihitung komposisi Pre-Mastermix PCR (Red Mix 2x, NFW dan primer) sesuai dengan jumlah sampel yang digunakan + 2 cadangan.
Divorteks dan di-spin down yang seimbang setiap kali mencampurkan komposisi Pre-Mastermix PCR ke dalam satu tube bervolume 1.5 ml.
Pre-Mastermix PCR sebanyak 21 µl dipindahkan ke tiap PCR tube sampel dengan mikropipet 10-100 µl dan bekerja di dalam PCR cabinet.
Dipindahkan sebanyak 4 µl genom DNA sampel tongkol lisong ke tiap nomor PCR tube sampel yang berkapasitas 0.2 ml.
Divorteks dan di-spin down tiap mastermix sampel 25 µl (volume akhir) yang akan diamplifikasi dengan mesin PCR.
PCR tube dilabel, lalu dimasukkan dalam PCR plate dengan kapasitas maksimal 48 PCR tube.
Konfigurasi program PCR untuk tahap denaturasi awal, denaturasi, annealing, ekstensi, ekstensi akhir dan pengondisian suhu preservasi dalam mesin PCR.
Pengecekan ulang hasil konfigurasi program PCR termasuk waktu dan jumlah siklus yang digunakan.
Program PCR dijalankan dan akhirnya amplikon disimpan dalam freezer untuk tahap selanjutnya.
24
Tabel 3. Komposisi Perbandingan Hasil Pengeceran Lokus Mikrosatelit No. Jenis Lokus
Mikrosatelit Komposisi Hasil Pengenceran Primer Rasio
Primer (Forward dan Reverse) TE Buffer
1. Aro1-10 10 µl 90 µl 1:9
2. Aro3-37 20 µl 80 µl 2:8
Primer dengan lokus mikrosatelit Aro1-10 dan Aro3-37 digunakan karena
mewakili range panjang alel tertinggi (273 bp) dan terendah (92 bp). Selain itu
kedua lokus ini memiliki jumlah total alel yang tinggi (20-34 alel). Lebih lanjut
digunakan primer forward (5’→3’) dan reverse (3’←5’) untuk dua lokus mikrosatelit
ini. Kedua lokus mikrosatelit ini telah dikembangkan menurut Catanese, et al.
(2007) pada Tabel 4. Lebih lanjut kedua lokus ini dinilai sebagai alat penanda
genetik yang potensial untuk digunakan dalam studi genetika populasi tongkol
lisong terkait aliran gen dan struktur populasinya.
Tabel 4. Karakteristik 8 Lokus Mikrosatelit pada Tongkol Lisong (A. rochei). Desain lokus, struktur unit berulang, sekuen primer (5’ berlabel fluoresensi, HAM atau HEX), jumlah total alel (k), range ukuran alel, suhu annealing (Ta) untuk PCR, konsentrasi akhir primer dan nomor akses primer di bank gen.
Sumber: Catanese, et al. (2007)
Primer Aro1-10 dan Aro 3-37 memiliki volume mastermix total sebanyak 25
µl. Namun Aro 3-37 membutuhkan 4 µl genom DNA sampel tongkol lisong,
sedangkan Aro1-10 hanya membutuhkan 3 µl genom DNA. Hal ini dilakukan untuk
25
mendapatkan hasil amplifikasi yang optimal, agar nantinya dapat meningkatkan
keberhasilan munculnya panjang fragmen DNA saat elektroforensis. Berikut ini
Tabel 5 adalah komposisi perbandingan volume bahan mastermix PCR yang
digunakan saat amplifikasi:
Tabel 5. Komposisi Mastermix untuk primer Aro1-10 dan Aro3-37
Jenis Lokus Mikrosatelit
Komposisi Mastermix untuk Tiap Sampel Tongkol Lisong Total
Volume Akhir Red Mix NFW Primer
Forward Primer
Reverse DNA
Genom
Aro1-10 12.5 µl 7.5 µl 1 µl 1 µl 3 µl 25 µl
Aro3-37 12.5 µl 6.5 µl 1 µl 1 µl 4 µl 25 µl
Konfigurasi tahapan mesin PCR menggunakan beberapa tahap utama,
yaitu: denaturasi, annealing dan ekstensi (elongasi). Lebih lanjut denaturasi DNA
menyebabkan rantai ganda DNA menjadi tunggal pada suhu 95ºC. Pada suhu
95ºC diketahui red mix tetap bekerja dan berperan ganda, yaitu: sebagai dNTP
untuk sumber basa nukleotida, buffer untuk mencegah degradasi genom DNA dan
DNATaq untuk mempercepat reaksi amplifikasi DNA.
Tahap annealing berperan penting dalam keberhasilan amplifikasi DNA.
Oleh karena itu, suhu, waktu dan siklus annealing dicari paling optimal dan bisa
berbeda tergantung pada spesies yang dianalisis. Suhu annealing juga
disesuaikan dengan titik leleh dan komposisi basa purin dan pirimidin dari primer
yang dgunakan pada Tabel 6.
Tabel 6. Tm dan % GC dari Primer Mikrosatelit yang Digunakan No. Primer Tm (Suhu Titik Leleh) GC% (Komposisi Pirimidin)
1. Aro1-10 (5’→3’) 68.7 ºC 75
2. Aro1-10 (3’←5’) 68 ºC 40
3. Aro3-37 (5’→3’) 68.3 ºC 48.2
4. Aro3-37 (3’←5’) 66.5 ºC 30.3
26
Tahap berikutnya adalah ekstensi dengan pemanjangan molekul basa
nukleotida, setelah primer menempel pertama kali pada genom DNA sampel.
Kemudian ketiga tahapan dalam profil PCR ini diulang sebanyak 34 kali, agar
konsentrasi sekuen DNA target meningkat dan dapat dideteksi pada tahapan
selanjutnya. Berikut ini adalah konfigurasi profil PCR untuk Aro1-10 dan Aro3-37:
a. Denaturasi awal dengan suhu 95ºC selama 2 menit dan 1 siklus.
b. Denaturasi dengan suhu 95ºC selama 30 detik dan 34 siklus.
c. Annealing dengan suhu 55ºC selama 15 detik dan 34 siklus untuk Aro1-10,
sedangkan suhu 50ºC selama 15 detik dan 34 siklus untuk Aro3-37. Lebih lanjut
suhu annealing tidak boleh melebihi suhu titik leleh primer pada Tabel 6.
d. Ekstensi dengan suhu 72ºC selama 30 detik dan 34 siklus.
e. Ekstensi akhir dengan suhu 72ºC selama 5 menit dan 1 siklus.
Salah satu hal yang harus diperhatikan saat amplifikasi DNA adalah sampel
genom DNA divorteks 10-15 detik dan di-sentrifus 8000 rpm selama 1 menit.
Alasannya untuk mendapatkan larutan genom DNA yang homogen (terlarut
merata) saat dipindahkan ke tube PCR. Lebih lanjut pastikan tube PCR yang berisi
mastermix PCR maupun hasil pengenceran primer berada di rak PCR tube yang
terdapat es didalamnya (± 4 ºC). Pengondisian suhu rendah ini diperlukan, agar
tidak terjadi degradasi beberapa komponen penyusun mastermix PCR. Kemudian
pastikan PCR tube tertutup rapat saat dimasukan ke dalam PCR plate. Hal ini
penting dilakukan untuk menghindari penguapan komponen penyusun mastermix
PCR sehingga amplifikasi DNA gagal.
Alat dan bahan yang digunakan saat amplifikasi DNA harus steril. Jika tidak
steril, maka akan mengganggu proses amplifikasi sehingga hasilnya tidak valid.
Contoh alat yang disterilisasi adalah kotak tip dan toples tube, sedangkan contoh
bahan yang disterilisasi adalah berbagai ukuran tip mikropipet dan tube. Oleh
karena itu dilakukan sterilisasi basah dengan autoklaf elektrik dengan suhu 121
27
ºC, 100 kPa selama 15 menit. Lebih lanjut alat dan bahan dikeringkan dengan
inkubator pada suhu 100 ºC selama 15 menit, setelah sterilisasi basah berakhir.
2.7 Elektroforensis dengan Gel Agarose 3%
Elektroforensis gel agarose dilakukan untuk mengetahui panjang pasangan
basa suatu fragmen DNA. Mekanisme elektroforensis gel berdasarkan
kemampuan migrasinya dalam medan listrik dari kutub negatif (anion) ke kutub
positif (kation). Migrasi DNA ini bergantung pada sumber listrik dan ukuran berat
molekul DNA yang teramplifikasi. Berikut ini adalah skema kerja elektroforensis
dengan gel agarose pada Gambar 9.
Gambar 9. Skema Kerja Elektroforensis dengan Gel Agarose 3%
Beaker glass 100 ml ditera beratnya, setelah diletakan di timbangan analitik.
Bubuk agarose sebanyak 3 gram ditimbang, lalu dimasukkan ke beaker glass.
TBE buffer 1x diukur volumenya sebanyak 100 ml dengan gelas ukur, lalu dimasukkan ke dalam beaker glass.
Larutan gel agarose dipanaskan pada suhu 60 ºC dan diaduk selama 15-20 menit dengan stirrer bar di magnetic stirrer + hot plate, lalu dimatikan..
Larutan agar yang panas dipindahkan ke elektroforensis chamber yang dipasang cetakan agar & sisir dengan posisi yang tepat serta tidak ada celah.
Dibiarkan agar memadat selama 30-60 menit, lalu sisir sumur agar ditarik.
Elektroforesis chamber diisi dengan TBE Buffer 1x sebanyak 300-350 ml sampai gel terendam, setelah cetakan agarose diposisikan dengan tepat.
Diambil 4 µl amplikon yang telah divorteks, lalu dicampur 1 µl CYBR green100x di kertas parafin, lalu dimasukan ke sumur agar sesuai nomor sampel.
Diambil 4 µl DNA ladder dan dicampur dengan 1 µl CYBR green 1x di kertas parafin, lalu dimasukan ke posisi sumur agar paling kiri.
Elektroforensis chamber dihubungkan dahulu dengan kabel hitam (kutub negatif), lalu kabel merah (kutub positif) dan suplai medan listrik dinyalakan.
Proses ini menggunakan voltase 100 V, 75 mA dan 7,6 W selama 30 menit, setelah itu sumber listriknya dipadamkan, lalu anion dan kation dilepaskan.
28
Beberapa hal yang perlu diperhatian saat melakukan elektroforensis gel
agarose. Salah satunya terkait dengan pengeceran TBE buffer 10x jadi 1x maupun
CYBR green 10.000x menjadi 10x. Perlu diketahui bahwa konsentrasi yang tinggi
akan mengganggu proses penghantaran medan listrik dari anion ke kation. Hal ini
mengakibatkan tidak optimalnya migrasi molekul hasil amplifikasi DNA. Berikut ini
perhitungan pengenceran TBE buffer:
a. Pengeceran TBE Buffer
10x.V1 = 1x.1000 ml
Jadi, V1 = 100 ml TBE Buffer 10x dan 900 ml akuades sehingga V2 = 1000 ml.
b. Pengeceran CYBR green
10.000x.V1 = 100x.1000 µl
Jadi, V1= 10 µl CYBR green 10.000x dan 990 µl akuades sehingga V2 = 1000 µl.
Keterangan:
M1 = konsentrasi sebelum pengenceran.
M2 = konsentrasi setelah pengeceran.
V1 = volume yang diambil dari larutan TBE 10x.
V2 = volume akhir hasil pengeceran TBE 1x.
Pada saat menimbang berat bubuk agarose, harus ditera terlebih dahulu,
untuk mendapatkan ukuran berat yang sebenarnya. Saat pemanasan larutan agar
harus menggunakan ukuran beaker glass yang proposional. Jika beaker glass
yang digunakan berukuran terlalu besar, maka banyak larutan agar yang
menempel pada bagian dindingnya. Kemudian saat pemanasan larutan agar,
maka posisi stirrer bar harus di tengah medan magnet dari magnetic stirrer, lalu
pada saat agar mulai mengental, maka kecepatannya ditingkatkan sampai
maksimal. Hal ini dilakukan untuk pemerataan yang maksimal dari komponen
M1.V1 = M2.V2
29
penyusun agar. Selanjutnya saat menuangkan hasil pemanasan agar, maka
diposisikan horizontal, agar tidak mudah tumpah ke sisi lain dan larutan agar
menyebar merata.
Pada saat mencampurkan 4 µl amplikon PCR dengan 1 µl CYBR green,
maka diatur ulang volume akhir yang diambil mikropipet sebanyak 5 µl. Hati-hati
terjadi kontaminasi silang antarsampel saat proses ini, Upaya yang bisa dilakukan
untuk menghindari hal ini adalah: mengganti tip setiap beda sampel dan jarak
antartempat percampuran direngangkan (± 1 baris untuk 5 sampel). Lebih lanjut
pada saat menaruh hasil campuran amplikon DNA dan CYBR green, maka harus
tepat dekat dasar sumur agar dan tanpa menusuknya. Hal ini dilakukan agar
posisinya tidak miring saat bermigrasi dalam medan listrik.
2.8 Pengecekan Hasil Elektroforensis Gel dengan UV Transilluminator
Pengecekan hasil elektroforensis dilakukan dengan UV-transluminator.
Munculnya pendaran panjang fragmen DNA di dekat sumur agar menunjukan
berat molekul dan panjang pasangan basa relatif besar. Sebaliknya jika pendaran
fragmen DNA yang muncul relatif jauh dari panjang fragmen DNA ladder terakhir
(100 bp), maka mengindikasikan proses amplifikasi DNA menyisakan primer yang
tidak menempel. Berikut ini adalah skema kerja menggunakan UV Transilluminator
pada Gambar 10.
Hal yang harus diperhatikan saat penggunaan UV Transilluminator adalah
menggunakan gloves (sarung tangan) saat memindahkan hasil elektroforensis gel
agarose ke transluminator UVDoc HD 2. Posisi gel juga harus tepat, agar tidak
terpotong saat difoto. Lebih lanjut posisi sumur gel agarose juga perlu disepakati,
sebab mempengaruhi cara pembacaan ukuran panjang fragmen DNA. Kemudian
pastikan pintu UVDoc HD2 ditutup, agar radiasi UV tidak mengenai anggota tubuh.
30
Gambar 10. Skema Kerja Pengecekan Elektroforensis Gel dengan Sinar UV
2.9 Elektroforensis Kapiler dengan QIAxcel Advanced
Sistem QIAxcel Advanced melakukan pemisahan sepenuhnya otomatis dari
fragmen DNA dan RNA sesuai dengan berat molekulnya. Selain itu dapat
memproses sampai 96 sampel hasil amplifikasi DNA target. Sistem QIAxcel
Advanced terdiri dari: instrumen QIAxcel Advanced, Kit QIAxcel (berisi cartridge
gel dan reagen QIAxcel), komputer dan Perangkat Lunak ScreenGel QIAxcel.
Komponen system ini telah dioptimalkan untuk bekerja bersama di berbagai
aplikasi dan memberikan resolusi yang sangat baik, kecepatan dan pemrosesan
untuk fragmen DNA dan analisis RNA (QIAGEN, 2017). Berikut ini adalah skema
kerja menggunakan QIAxcel Advanced pada Gambar 11.
UVDoc HD2 dan mesin pencetak foto gel dinyalakan serta lensa kamera diatur fokus dan perbesarannya tepat.
Cetakan agar dikeluarkan dari elektroforensis chamber, lalu dilap bagian dasarnya dengan tisu serta ditaruh sementara di nampan.
Hasil elektroforensis gel agarose dilepaskan dari cetakannya.
Hasil elektroforensis gel agarose dimasukkan ke dalam transilluminator.
Pintu UVDoc HD2 ditutup rapat, sebelum cahaya UV dinyalakan.
Ditekan menu live, lalu dipilih menu auto sehingga gel menampilkan posisi fragmen DNA amplikon ketika berpendar.
Dokumentasi gel dapat disimpan dalam flash disk dan dapat dicetak dengan kertas foto.
Sinar UV dipadamkan saat pintu UVDoc HD2 dibuka, agar gel agarose dapat dikeluarkan dari transilluminator.
Perangkat UVDoc HD2 dan mesin pencetak foto gel dinonaktifkan.
31
Gambar 11. Skema Kerja Elektroforensis Kapiler dengan QIAxcel Advanced
Tambahkan 10 ml QX Wash Buffer ke dalam saluran di QX cartridge stand, lalu tambahkan 2 ml minyak mineral.
QIAxcel gel cartridge dikeluarkan dari tempatnya dan lap secara hati-hati pada capillary dengan tisu.
Purge cap seal dibuka, kemudian gel cartridge direndam dalam buffer yang telah disiapkan dalam QX Cartridge Stand
Inkubasi gel cartridge paling sedikit 20 menit.
Pada WP dan WI dari buffer tray diisi dengan 8 ml QX Wash Buffer
Pada BUFFER dari buffer tray diisi dengan 18 ml QX Separation Buffer
Mineral oil ditambakan ke tiap WP, WI dan BUFFER.
Tempatkan 12 tube-strip yang berisi 15 µl QX Alignment Marker di posisi MARKER1 dari buffer tray
Tempatkan 12 tube-strip yang berisi 15 µl QX Intensity Calibration Marker di posisi MARKER2 dari buffer tray.
Masukkan buffer tray ke dalam buffer tray holder.
Mesin QIAxcel dinyalakan, lalu cartridge gel dimasukan ke pintu cartridgedengan purge cap seal dilepas dan smart key diinput.
Perawatan kapiler cartridge gel dilakukan dengan opsi purge..
Tube amplikon PCR dibuka dan dimasukkan ke dalam sample tray, setelah size marker dimasukkan pada posisi A1.
Pengaturan size marker dan alignment marker yang sesuai, penamaan tiap sampel dan lainnya dalam QIAxcel ScreenGel software v1.6.
Menu run check diklik dan centang terkait konfirmasi tidak ada pengaturan yang terlewati.
Amati kemunculan panjang fragmen DNA baik pada gambar gel dan electropherogram, lalu hasilnya disimpan.
32
DNA Screening QIAxcel dirancang untuk genotipe resolusi rendah (> 20 bp),
PCR multiplex resolusi rendah, skrining PCR tunggal, pemeriksaan DNA plasmid
pencernaan, memeriksa jumlah DNA plasmid dan oligo dan memeriksa kualitas
gDNA. Gel cartridge dapat memisahkan rentang ukuran fragmen dari 15 bp - 5 kb.
Metode AM320 dan AM420 direkomendasikan untuk konsentrasi DNA 10-100
ng/μl. Konsentrasi DNA tersebut berasal dari produk PCR [30-40 siklus] yang
diamplifikasi dari DNA genom. Lebih lanjut digunakan metode AM420 menurut
QIAGEN (2017) dengan konfigurasi sebagai sebagai berikut:
a. Injeksi tegangan listrik sebesar 5 kV
b. Waktu injeksi sampel selama 10 detik
c. Tegangan listrik pemisah sebesar 5 kV
d. Waktu pemisahan selama 420 detik
Hal yang harus diperhatikan saat penggunaan QIAxcel Advanced adalah
jumlah sampel per tes adalah kelipatan 12 sampel. Lebih lanjut posisi Size marker
harus di A1. Kemudian dilakukan kalibrasi dengan intensity calibration untuk setiap
QIAxcel cartridge gel yang baru. Kemudian amplikon sampel dalam PCR tube
harus divorteks selama 10 detik, agar bisa menghomogenkan konsentrasi DNA
dalam larutan PCR master mix.
QX Alignment marker harus diganti setiap 50x tes atau setiap 3 hari sekali.
Lebih lanjut QX Alignment marker dalam 12-tube strip ketika tidak digunakan,
maka harus disimpan pada suhu -20ºC. Fungsi Alignment marker adalah untuk
penyetara waktu migrasi antar-saluran cartridge ketika proses menganalisis
ukuran panjang fragmen DNA.
Ukuran panjang basa dari QX alignment marker dan Size marker harus
disesuaikan dengan range pembacaan dari cartridge gel yang digunakan. Hal ini
dilakukan, agar saat proses pembacaan ukuran fragmen DNA tidak mengalami
33
kesalahan. Berikut ini adalah ukuran panjang basa dari alignment marker dan Size
marker, baik untuk cartridge gel screening maupun cartridge gel high resolution:
a. Size marker screening berukuran 100 bp - 2500 bp
b. Alignment screening marker berukuran 15 bp - 5000 bp
c. High resolution Size marker berukuran 25 bp - 500 bp
d. High resolution alignment marker berukuran 15 bp – 600 bp
Hasil pembacaan panjang fragmen DNA harus disesuaikan dengan range
alel yang dimiliki primer mikrosatelit. Jika bekerja dengan mikrosatelit, maka
memungkinkan munculnya ukuran alel fragmen DNA lebih dari satu. Hal ini
menurut Dean, et al. (2013) menandakan karakter heterozigot. Lebih lanjut jika
ditemukan hanya ada satu ukuran alel fragmen DNA, maka diasumsikan memiliki
karakter homozigot.
34
3. KEADAAN UMUM LOKASI / TEMPAT PKM
3.1 Sejarah Singkat LRPT
Loka Riset Perikanan Tuna atau disingkat LRPT merupakan Unit Pelaksana
Teknis Kementerian Kelautan dan Perikanan di bidang riset sumber daya
perikanan tuna dan sejenisnya (tuna-like species) yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia
Kelautan dan Perikanan.
LRPT pertama dibentuk pada tahun 2011 dengan nama Loka Penelitian
Perikanan Tuna berdasarkan Persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam Surat Nomor B-3677/M.PAN-
RB/12/12 tanggal 2 Desember 2010. Kemudian pada tahun 2017, nama Loka
Penelitian Perikanan Tuna berubah menjadi Loka Riset Perikanan Tuna yang
ditetapkan melalui PERMEN KP No. 16/ PERMEN-KP/ 2017 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Loka Riset Perikanan Tuna. Lebih lanjut LRPT memiliki dasar
hukum berikut ini:
1. Persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi dalam Surat Nomor B-3677/M.PAN-RB/12/12 pada tanggal 2
Desember 2010.
2. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor:
PER.27/MEN/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Loka Penelitian
Perikanan Tuna.
3. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
16/PERMEN-KP/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Loka Riset Perikanan
Tuna.
35
3.2 Tugas dan Fungsi
Pada tanggal 27 Maret 2017, Loka Penelitian Perikanan Tuna secara resmi
berganti nama menjadi Loka Riset Perikanan Tuna sesuai dengan Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 16/PERMEN-KP/2017
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Loka Riset Perikanan Tuna.
Loka Riset Perikanan Tuna yang selanjutnya disingkat LRPT, merupakan
Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kelautan dan Perikanan di bidang riset
sumber daya perikanan tuna dan sejenisnya tuna-like species, yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada kepala badan yang menangani riset
kelautan dan perikanan serta pengembangan sumber daya manusia kelautan dan
perikanan.
LRPT mempunyai tugas melaksanakan kegiatan riset sumber daya
perikanan tuna dan sejenisnya (tuna-like species) di wilayah Republik Indonesia
di perairan Samudra Hindia. Lebih lanjut dalam melaksanakan tugas kegiatan riset
sumber daya perikanan tuna dan sejenisnya (tuna-like species), maka LRPT
menyelenggarakan fungsi:
1. Penyusunan rencana program dan anggaran, pemantauan, evaluasi dan
laporan.
2. Pelaksanaan kegiatan riset sumber daya perikanan tuna dan sejenisnya di
wilayah Republik Indonesia di Samudra Hindia yang meliputi: aspek biologi,
lingkungan, dinamika populasi dan eksploitasi.
3. Pelayanan teknis, jasa, informasi, komunikasi dan kerja sama riset.
4. Pengelolaan prasarana dan sarana riset; dan
5. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
36
3.3 Visi dan Misi
LRPT memiliki visi dan misi dalam menjalankan tugasnya. Visi Loka Riset
Perikanan Tuna yaitu: “Menjadi Institusi Utama Penyedia Data dan Informasi
Perikanan Tuna di Samudra Hindia”. Sebagai langkah konkret untuk mewujudkan
visi tersebut, telah ditetapkan misi Loka Riset Perikanan Tuna yang dirumuskan
sebagai berikut:
a. Menyediakan data dan informasi terkini hasil penelitian perikanan tuna.
b. Mengembangkan profesionalisme kelembagaan dan sumber daya penelitian
perikanan tuna.
3.4 Tujuan dan Sasaran
Tujuan merupakan penjabaran atau implementasi dari pernyataan misi yang
akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu satu sampai lima tahun. Dengan
diformulasikannya tujuan ini, maka Loka Riset Perikanan Tuna dapat secara tepat
mengetahui apa yang harus dilaksanakan oleh organisasi dalam memenuhi visi
dan misinya dengan mempertimbangkan sumber daya dan kemampuan yang
dimiliki. Tujuan yang dirumuskan tersebut berfungsi juga untuk mengukur sejauh
mana visi dan misi Loka Riset Perikanan Tuna telah dicapai dengan mengingat
tujuan dirumuskan berdasarkan visi dan misi organisasi.
Loka Riset Perikanan Tuna telah menetapkan tujuan sebagai berikut:
a. Menghasilkan data dan informasi karakteristik sumber daya ikan tuna di
Samudra Hindia.
b. Menyiapkan bahan kebijakan bagi perencanaan pengelolaan perikanan tuna.
c. Menggalang kerjasama penelitian perikanan tuna.
d. Melaksanakan dan menyediakan bahan diseminasi hasil penelitian.
e. Menyiapkan sarana dan prasarana bagi pelaksanaan kegiatan penelitian.
37
f. Mengembangkan kapasitas kelembagaan dan kompetensi sumberdaya
penelitian perikanan tuna.
g. Meningkatkan akuntabilitas dan kapabilitas kelembagaan.
Sasaran Loka Riset Perikanan Tuna merupakan penjabaran dari tujuan yang
telah ditetapkan dan menggambarkan sesuatu yang akan dihasilkan dalam kurun
waktu lima tahun dan dialokasikan dalam lima periode secara tahunan melalui
serangkaian kegiatan yang akan dijabarkan lebih lanjut dalam suatu rencana
kinerja (performance plan). Penetapan sasaran strategis ini diperlukan untuk
memberikan fokus pada penyusunan kegiatan dan alokasi sumber daya organisasi
dalam kegiatan atau operasional organisasi setiap tahunnya. Kemudian, pada
masing-masing sasaran ditetapkan indikator agar dapat diukur keberhasilan
organisasi dalam mencapai tujuannya. Dengan demikian, setiap tujuan yang
ditetapkan memiliki indikator yang terukur, sedangkan sasaran yang ingin dicapai
dari pelaksanaan riset tersebut adalah sebagai berikut:
1. Teridentifikasi potensi produksi dan karakteristik sumberdaya ikan tuna di
Samudra Hindia.
2. Tersedianya bahan informasi bagi kebijakan perencanaan pengelolaan
perikanan tuna.
3. Terbentuknya kemitraan dan jejaring kerja.
4. Tersedianya bahan diseminasi hasil penelitian.
5. Terpenuhinya sarana dan prasarana pendukung kegiatan penelitian.
6. Tersedianya sumber daya manusia yang kompeten dan handal di bidangnya.
7. Terbentuknya institusi penelitian yang akuntabel.
38
3.5 Struktur Organisasi
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi tersebut, maka Loka Riset Perikanan
Tuna dipimpin oleh seorang Kepala dengan struktur organisasi pada Gambar 12
sebagai berikut:
1. Urusan Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha,
keuangan, kepegawaian, perlengkapan, dan rumah tangga, serta penyusunan
laporan.
2. Subseksi Tata Operasional mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana,
program dan anggaran, penyebarluasan hasil penelitian serta pemantauan dan
evaluasi.
3. Subseksi Pelayanan Teknis mempunyai tugas melakukan pelayanan teknis,
pengelolaan sarana dan prasarana, dan kerja sama penelitian.
4. Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melaksanakan kegiatan
penelitian sumber daya perikanan tuna dan sejenisnya (tuna like species) dan
kegiatan lain sesuai dengan tugas masing-masing jabatan fungsional
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Gambar 12. Struktur Organisasi LRPT 2019
39
3.6 Profil Peneliti
Berikut merupakan profil peneliti yang terdapat di LRPT, Bali:
1. Peneliti Muda
Zulkarnaen Fahmi S.Pi., M.Si. - Peneliti Muda - III/d Penata Tingkat I
Irwan Jatmiko S.Pi., M.App.Sc - Peneliti Muda - III/d Penata Tingkat I
Bram Setyadji, S.Kel., M.Si - Peneliti Muda - III/c Penata
Arief Wujdi S.Pi. - Petugas Belajar- III/c Penata
Fathur Rochman S.Pi - Peneliti Muda - III/c Penata
2. Peneliti Pertama
Ririk Kartika Sulistyaningsih S.Pi., M.App.Sc - Peneliti Pertama - III/c Penata
Hety Hartaty S.Pi - Peneliti Pertama - III/b Penata Muda Tingkat I
Gussasta Levi Arnenda, S.St.Pi - Peneliti Pertama - III/b Penata Muda Tingkat I
Suciadi Catur Nugroho, S.Pi - Peneliti Pertama - III/b Penata Muda Tingkat I
Raymon Rahmanov Zedta, S.Pi – Peneliti Pertama - III/a Penata Muda
Roy Kurniawan, S.Pi – Peneliti Pertama - III/b Penata Muda Tingkat I
Prawira A.R.P Tampubolon, S.Pi – Peneliti Pertama - III/b Penata Muda Tingkat I
Maya Agustina, S.Pi – Peneliti Pertama- III/b Penata Muda
40
3.7 Sumber Daya Manusia LRPT
Tahun 2019, Loka Riset Perikanan Tuna memiliki 48 pegawai yang terdiri
dari 21 orang Pegawai Negeri Sipil dan 27 orang Pegawai Pemerintah Non-
Pegawai Negeri Sipil. Berdasarkan pada tingkat pendidikan terakhir, pegawai
LRPT bervariasi mulai dari: SLTA (10), Diploma III (4), Diploma IV (1), S-1 (29)
dan S-2 (4).
Berdasarkan pada golongannya, Pegawai Negeri Sipil LRPT terdiri dari
golongan II dan III dengan rincian golongan IIc (1), IId (2), IIIa (1), IIIb (11), IIIc (4),
IId (2) dan IIId (2). Kemudian berdasarkan jabatan fungsional, LRPT memiliki tiga
kelompok jabatan fungsional meliputi: peneliti muda sebanyak 5 orang, peneliti
pertama sebanyak 5 orang, calon peneliti sebanyak 3 orang. Seluruh sumber daya
manusia LRPT memiliki tugas dan fungsi masing-masing untuk mendukung
pelaksanaan penelitian sumber daya perikanan tuna dan sejenisnya (tuna like
species) di wilayah Negara Republik Indonesia pada Perairan Samudra Hindia.
3.8 Fasilitas LRPT
Loka Riset Perikanan Tuna memiliki dua lokasi kantor di Bali. Kantor
utamanya pada Gambar 13 terletak di Jalan Mertasari No. 140, Banjar Suwung
Kangin, Sidakarya, Denpasar. Lebih lanjut ada kantor enumerator pada Gambar
14 merupakan tempat untuk enumerasi ikan tuna yang terletak di Jalan Raya
Pelabuhan Benoa, Denpasar.
41
Gambar 13. Gedung Utama Loka Riset Perikanan Tuna
Gambar 14. Kantor Enumerator di Benoa
3.8.1 Laboratorium Genetik
Laboratorium Genetik di LRPT pada Gambar 15 merupakan salah satu
laboratorium uji yang beroperasional mulai tahun 2016. Peralatan pendukung yang
dimiliki sejak tahun 2015 dan diupayakan seluruh peralatan pendukung penelitian
akan dilengkapi sampai tahun 2017 secara bertahap. Fokus kegiatan penelitian
yang dilakukan adalah menganalisis beberapa parameter genetik populasi tuna
dan sejenisnya di Samudra Hindia.
Analisis sampel genetik yang bisa dikerjakan di laboratorium genetik
meliputi: tahap ekstraksi DNA, purifikasi, amplifikasi PCR dan elektroforesis.
Penyediaan data dan informasi tentang genetik (DNA) populasi, baik itu
keragaman, variasi molekuler dan struktur populasi merupakan hal yang sangat
penting diketahui untuk melakukan pengelolaan sumber daya ikan tuna.
42
Keragaman genetik mempunyai dampak secara langsung maupun tidak terhadap
populasi, komunitas dan ekosistem. Selain itu pemahaman tentang struktur
populasi bertujuan untuk keberlanjutan dan efektivitas manajemen sumber daya
ikan. Informasi genetik pada ikan dengan migrasi yang tinggi seperti tuna sangat
penting diketahui untuk pemanfaatan yang bersifat lestari dan berkelanjutan.
Gambar 15. Laboratorium Genetik (LRPT, 2019)
3.8.2 Laboratorium Histologi
Fokus kegiatan laboratorium histologi pada Gambar 16 di LRPT
menitikberatkan pada perkembangan gonad ikan. Pengamatan gonad dilakukan
pada stadium kematangan secara mikroskopis melalui jaringan gonadnya dan
perhitungan fekunditas. Jalur ini dipilih sesuai dengan keahlian staf laboratorium
serta ketersedian peralatan yang ada untuk fokus pada penelitian tersebut.
Gambar 16. Laboratorium Histologi (LRPT, 2019)
43
3.8.3 Laboratorium Otolith
Laboratorium Otolith LRPT pada Gambar 17 merupakan laboratarium uji
yang sudah beroperasi sejak tahun 2016. Fokus kegiatan uji otolith
menitikberatkan pada umur dan pertumbuhan ikan dengan pengamatan lingkaran
umur ikan menggunakan bagian keras dari ikan, seperti: otolith, sisik dan tulang
belakang. Metode ini dipilih sesuai dengan keahlian staf laboratorium serta
ketersediaan peralatan yang ada untuk fokus pada penelitian tersebut. Tenaga
analis sebagai pendukung sumber daya manusia yang sudah terlatih dengan
peralatan dan bahan dalam tahapan-tahapan analisis otolith ikan.
Gambar 17. Laboratorium Otolith LRPT (LRPT, 2019)
3.8.4 Laboratorium Data
Laboratorium Data LRPT pada Gambar 18 merupakan laboratorium yang
bertugas untuk mengumpulkan, menginventarisasi, menginput data dan
mempelajari tentang perikanan tuna di WPP 572 dan WPP 573. Data yang
diproses oleh laboratorium data LRPT adalah data yang berorientasi hasil port
sampling-based catch monitoring program, data biologi, survei darat dan survei
observasi laut sebagai dasar referensinya. Saat ini data perikanan khususnya tuna
menjadi media penting untuk perencanaan pembangunan dan pengelolaan
sumber daya perikanan yang berkelanjutan pada cakupan wilayah nasional,
44
regional maupun internasional dalam kaitanya menjadikan Indonesia sebagai
poros maritim dunia.
Gambar 18. Laboratorium Data (LRPT, 2019)
3.8.5 Perpustakaan
Perpustakaan LRPT Denpasar pada Gambar 19 terletak di lantai 3 Gedung
Utama LRPT. Perpustakaan ini memiliki fasilitas antara lain: 1 ruang khusus untuk
koleksi bahan atau buku perpustakaan. Selain itu tersedia tempat baca dan dijaga
staf pengelola perpustakaan. Prasarana ruang perpustakaan antara lain: 4 unit rak
buku modern, 1 lemari kaca, 1 kabinet besi, 1 unit meja baca kapasitas 6-8 kursi,
1 unit meja dan kursi staf pengelola dan 1 meja buku tamu serta 1 unit komputer
yang dilengkapi printer untuk pengelolaan dan pengolahan data bahan pustaka
atau buku.
Gambar 19. Perpustakaan (LRPT, 2019)
45
3.8.6 Guest House LRPT
Guest house LRPT pada Gambar 20 ialah salah satu fasilitas penunjang
yang terdapat pada instansi ini. Guest house diperuntukan bagi kalangan umum
dan mahasiswa. Biaya sewa untuk kalangan umum sebasar Rp 206.000/ hari,
sedangkan untuk mahasiswa sebesar Rp 60.000/hari.
Gambar 20. Guest House LRPT
46
4. HASIL PKM
4.1 Rangkaian Praktik Kerja Magang
Kegiatan Ptraktik Kerja Magang ini dilaksanakan selama 39 hari kerja yang
terhitung tanggal 8 Juli - 29 Agustus 2019, bertempat di Loka Riset Perikanan
Tuna, Denpasar, Bali. Adapun jadwal kegiatan Praktik Kerja Magang ini dibagi
menjadi dua kegiatan, yaitu: partisipasi aktif utama dan partisipasi aktif tambahan
(kerja sama) pada Tabel 7 dan Lampiran 5.
Tabel 7. Rangkaian Kegiatan Praktik Kerja Magang di LRPT, Bali
No. KEGIATAN
Juli (Minggu ke-)
Agustus (Minggu ke-)
1 2 3 4 1 2 3 4
1. Verifikasi data enumerasi hasil tangkapan tuna di Muara Padang dan Cilacap serta senam pagi**
2. Presentasi proposal praktik kerja magang*.
3. Evaluasi kegiatan praktik kerja magang setiap akhir pecan bersama staff LRPT*.
4
Ekstraksi genom DNA tongkol (Auxis sp.) dengan DNeasy Blood & Tissue Kit, QIAGEN serta pengecekan konsentrasi genom serta senam pagi**.
5.
Wawancara Nelayan Kedonganan, Bali, identifikasi dan pengambilan sampel 25 ekor tongkol lisong (A. rochei) serta pengumpulan data biologinya*.
6. Ekstraksi genom tongkol lisong dari ukuran daging ˃ 0.2 mm menggunakan Chelex 10% serta pengecekan konsentrasinya*
7. Amplifikasi DNA dengan lokus mikrosatelit Aro1-10 dan Aro3-37*
8. Elektroforensis Konvensional dengan gel agarose 3%*.
9. Elektroforensis Kapiler dengan QIAxcel*.
10. Ekstraksi genom tongkol lisong dari ukuran daging ± 0.2 mm menggunakan Chelex 10% serta pengecekan konsentrasinya*.
47
No. KEGIATAN
Juli (Minggu ke-)
Agustus (Minggu ke-)
1 2 3 4 1 2 3 4
11.
Ekstraksi genom tongkol lisong dari ukuran daging ≤ 0.2 mm menggunakan chelex 10%, pengecekan konsentrasinya dan pengenceran konsentrasi genom
12.
Amplifikasi DNA spesies Auxis dengan DNA Barcoding (BCH-BCL), amplifikasi DNA A. rochei dan A. thazard dengan lokus mikrosatelit Aro4-13 dan Aro1-3 serta senam pagi**.
13. Penyusunan dan revisi laporan praktik kerja magang, pembuatan slide presentasi serta desain info grafisnya*.
14. Upacara 17 Agustus 2019 dan Menghadap Laut 2.0 di Pantai Mertasari, Bali.
15. Presentasi Hasil Praktik Kerja Magang di LRPT, Bali*.
16. Belajar mandiri tentang penggunaan perangkat lunak Arlequin & GenAlex v.6.5*.
Keterangan: *, partisipasi aktif utama; **, partisipasi aktif tambahan (kerja sama).
4.2 Data Biologi Sampel
Data biologi dapat diukur oleh parameter morfometrik. meristik, umur ikan,
jenis kelamin dan lainnya. Pada kegiatan PKM ini dikumpulkan data biologi pada
Lampiran 1 meliputi: panjang total (TL), panjang cagak (FL) dan berat (W) total
dari 25 ekor tongkol lisong. Pengumpulan data biologi ini dilakukan seperti pada
Gambar 21, disebabkan pendekatan genetik tidak dapat memberikan informasi
tersebut.
Gambar 21. Pengukuran TL, FL dan W pada Tongkol Lisong (A. rochei)
48
Distribusi panjang total dari 25 sampel tongkol lisong berkisar mulai dari 23.5
cm – 25 cm. Lebih lanjut distribusi panjang cagak berkisar antara 22.5 – 24 cmFL
dan didominasi oleh ukuran 23 cmFL. Kemudian distribusi berat total berkisar dari
142 – 181 gram. Selain itu rata-rata panjang total diketahui sebesar 24.3 ± 0.46
cm, sedangkan rata-rata panjang cagak dihitung sebesar 23.2 ± 0.44 cmFL.
Kemudian rata-rata dari berat total didapatkan sebesar 160.1 ± 8.07 gram.
Korelasi diuji dengan variabel nondependen (X) ialah panjang cagak,
sedangkan variabel dependen (Y) ialah berat total per ikan. Nilai korelasi Pearson
(r) sebesar 0.714 menunjukan bahwa panjang cagak tongkol lisong terhadap berat
total per ekornya memiliki keeratan hubungan yang kuat (range 0.5 < r ≤ 0.75).
Selain itu nilai r positif menunjukan hubungan yang berbanding lurus antara
panjang cagak tongkol lisong terhadap berat total per ekornya. Lebih lanjut
hipotesis H1 diterima, sebab P-value (0.000) < ALPHA (0.05) sehingga panjang
cagak tongkol lisong berpengaruh signifikan terhadap berat total per ekornya.
Salah satu syarat sampel genetik yang representatif terhadap variasi
intrapopulasi dari suatu perairan ialah umurnya belum dewasa. Hal ini diasumsikan
belum aktif bermigrasi dan belum terjadi aliran genetik dari individu yang berasal
di lokasi perairan lainnya. Lebih lanjut terkait ukuran matang gonad ikan bisa
menggunakan panjang saat pertama kali ikan dewasa (Lm). Menariknya distribusi
panjang cagak dari 25 sampel tongkol lisong terhadap besaran Lm (Length of
Maturity) adalah 100% di bawah 36 cm. Jadi, diasumsikan sampel yang diambil di
Perairan Selatan Bali berusia belum dewasa (gonad belum matang). Hal yang
sama terjadi pada 81 sampel tongkol lisong yang ditangkap dengan jaring lingkar
di Samudra Hindia menurut Setyadji, et al. (2013) dicirikan belum dewasa, sebab
ukuran panjang cagaknya belum mencapai nilai Lm = 36 cmFL. Namun informasi
biologi reproduksinya belum ada di Indonesia.
49
4.3 Hasil Ekstraksi Genom Tongkol Lisong dengan Chelex 10%
Ada tiga kategori utama dari metode ekstraksi menurut Smith, et al. (2012),
yaitu: metode manual tradisional, metode manual komersial kit dan metode
ekstraksi millennium dengan instrumen laboratorium otomatis. Metode manual
tradisional dicirikan lebih tradisional, ditentukan pengguna dengan melibatkan
penggunaan bahan kimia, seperti: fenol, kloroform dan etanol untuk mengisolasi
dan mengendapkan asam nukleat. Sementara itu metode manual tradisional ini
mewakili metode standar historis, namun metode ini umumnya tidak cocok untuk
situasi laboratorium klinis, sebab sifatnya yang panjang dan manual. Banyak
langkah transfer yang dapat menyebabkan kontaminasi dan paparan potensial
terhadap fenol.
Kategori ekstraksi kedua adalah manual komersial kit yang memiliki sejarah
panjang kesuksesan di laboratorium klinis dan dapat menggunakan berbagai
metode isolasi asam nukleat, meliputi: pengendapan garam, lisis sel dengan
pengendapan protein, kolom silika dan magnetic beads. Metode kit cenderung
sangat bervariasi sehubungan dengan biaya, waktu pemrosesan, jenis sampel
input, jumlah sampel yang diperoleh dan kemampuan untuk memulihkan asam
nukleat. Meskipun pada umumnya langkah kerja metode ini tidak panjang dan
melibatkan lebih sedikit transfer daripada penggunaan metode fenol-kloroform.
Lebih lanjut metode kit mahal karena hanya menggunakan pereaksi kimia dan
plastik khusus serta sifatnya tidak bisa diproduksi langsung dari bahan alam.
Metode ekstraksi DNA dengan chelex 10% dicirikan cepat, murah dan efektif
dan tergolong dalam metode manual komersial kit. Ekstraksi dengan chelex 10%
sangat sensitif terhadap ukuran sepotong jaringan yang diambil untuk diekstraksi.
Kriteria ukurannya harus cukup besar untuk terlihat, tetapi tidak terlalu besar.
Bayangkan memotong setitik jaringan sebesar 0.2 mm dengan gunting bedah
(forceps) (Walsh et al., 1991). Terlalu banyak mengambil jaringan, maka akan
50
menghambat reaksi ekstraksi genom DNA. Untuk mengekspos lebih banyak area
permukaan jaringan ke Chelex, maka gesekkan jaringan ke selembar kertas
penimbangan baru yang steril dengan pisau bedah steril, lalu ratakan beberapa
kali sampai terbentuk serpihan yang kecil.
Hasil ekstraksi genom DNA dengan chelex 10% dicek konsentrasinya
dengan menggunakan Nanofotometer. Diketahui bahwa Nanofotometer mampu
mengukur rasio absorbansi molekul pada panjang gelombang 260 nm dan 280
nm. Rasio ini digunakan untuk menilai kemurnian DNA maupun RNA. Rasio
kemurnian menurut Nanodrop (2007) adalah ± 1,8 umumnya diterima sebagai
"murni" untuk DNA; sedangkan rasio ± 2.0 secara umum diterima sebagai "murni"
untuk RNA. Jika rasio ini jauh lebih rendah dalam kedua kasus ini, maka mungkin
menunjukkan adanya protein, fenol atau kontaminan lain yang menyerap kuat
panjang gelombang 280 nm. Selain itu diketahui ada penyebab lain ketika rasio
kemurnian DNA > 1.8 karena kompisisi basa nukleotida yang tinggi turut berperan.
Lebih lanjut rasio A260/A230 juga digunakan sebagai ukuran sekunder dari
kemurnian asam nukleat. Nilai rasio 260/230 yang diharapkan umumnya dalam
kisaran 2.0-2.2. Jika rasio ini jauh lebih rendah dari yang diharapkan, maka
menunjukkan banyak kontaminan yang menyerap panjang gelombang 230 nm.
Kelemahan dari metode ekstraksi Chelex adalah memiliki rasio kemurnian
DNA sekunder (A260/A280) yang sangat rendah. Hal ini akan mempengaruhi
keberhasilan siklus amplifikasi DNA. Rasio ini bisa bernilai kecil, apabila ada
kontaminan berupa Tris, EDTA, Trizol, Fenol, Guanidine Thiocyanate dan buffer
garam lainnya yang menyerap baik pada panjang gelombang 230 nm.
Pada saat ekstraksi genom DNA dengan chelex 10%, maka dilakukan tiga
percobaan berdasarkan ukuran daging (jaringan otot) yang diambil mulai dari
ukuran ≤ 0.2 mm, ± 0.2 mm dan > 0.2 mm. Selain itu ada beberapa perlakuan
tambahan untuk meningkatkan rasio kemurnian genom DNA, sebelum dicek di
51
Nanofotometer. Berikut ini desain perlakuan pada Tabel 8 yang diberikan untuk
masing-masing percobaan ekstraksi genom di Biosafety Cabinet.
Tabel 8. Desain Percobaan Ekstraksi Genom DNA Tongkol Lisong (A. rochei) No. Perlakuan Ukuran Daging
≤ 0.2 mm Ukuran Daging ± 0.2 mm
Ukuran Daging > 0.2 mm
1. Frekuensi Pemijaran Pinset
3 kali 1-2 kali 1 kali
2. Media Perantara
Potongan daging diperkecil dan diperlebar lagi di cawan petri
Potongan daging diperkecil lagi di cawan petri
Potongan daging langsung diambil dari vial sampel
3. Pengenceran Ada Tidak ada Tidak ada
4. Suhu Inkubasi 95ºC 95ºC 95ºC
5. Lama Inkubasi 60 menit 60 menit 60 menit
6. Volume Larutan Chelex 10%
250 µl 250 µl 250 µl
7. Kecepatan dan waktu Sentrifus
8000 rpm selama 1 menit, setelah homogenisasi
8000 rpm selama 1 menit, setelah homogenisasi
8000 rpm selama 1 menit, setelah homogenisasi
8. Tube ekstraksi divorteks
Sebelum dan sesudah inkubasi.
Sebelum dan sesudah inkubasi.
Sebelum dan sesudah inkubasi.
9. Waktu Pengecekan di Nanofotometer
Dijeda hari berikutnya.
Tidak ada jeda hari.
Tidak ada jeda hari.
10. Suhu Penyimpanan Hasil Ekstraksi
± 4ºC ± 4ºC ± 4ºC
4.3.1 Percobaan dengan Ukuran Daging Tongkol Lisong ≤ 0.2 mm
Hasil ekstraksi genom DNA dalam percobaan ini dengan Chelex 10% pada
Lampiran 2 memiliki distribusi konsentrasi antara 28.550 ng µl-1 - 75.250 ng µl-1.
Berdasarkan dua rasio kemurnian (A260/A280 dan A260/A230), maka ada 8 genom
tongkol lisong yang rasio kemurniannya relatif baik dengan distribusi rasio A260/A280
sebesar 1.796 - 2.411. Namun kualitas 2 genom lainnya ialah rendah.
52
Pengenceran konsentrasi genom DNA menjadi 25 ng µ-1 untuk 10 sampel
tongkol lisong. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan primer untuk
menempel pada sekuen target. Pelarut (solvent) yang digunakan adalah NFW,
sebab memiliki kemampuan mencegah degradasi DNA. Berikut pada Tabel 9
terdapat hasil perhitungan dalam proses pengenceran konsentrasi genomnya
dengan volume akhir (V2) ialah 100 µl. Lebih lanjut semua hasil ekstraksi tetap
dipakai untuk diamplifikasi dengan syarat konsentrasinya sebesar ≥ 20 ng µl-1.
Tabel 9. Hasil Pengenceran Konsentrasi Genom Tongkol Lisong No. Nama Sampel M1 (ng µl-1) V1 (µl) M2 (ng µl-1) V2 (µl) NFW (µl) 1. BLT-10 67.7 36.9 25.0 100.0 63.1 2. BLT-11 75.3 33.2 25.0 100.0 66.8 3. BLT-13 47.3 52.9 25.0 100.0 47.1 4. BLT-14 61.4 40.7 25.0 100.0 59.3 5. BLT-15 56.5 44.2 25.0 100.0 55.8 6. BLT-18 43.3 57.7 25.0 100.0 42.3 7. BLT-21 61.0 41.0 25.0 100.0 59.0 8. BLT-23 62.5 40.0 25.0 100.0 60.0 9. BLT-24 28.5 87.6 25.0 100.0 12.4
10. BLT-25 39.5 63.4 25.0 100.0 36.6
4.3.2 Percobaan dengan Ukuran Daging Tongkol Lisong ± 0.2 mm
Hasil ekstraksi genom DNA dari percobaan ini memiliki distribusi konsentrasi
antara 29.250 ng µl-1 - 137.750 ng µl-1. Oleh karena itu hasil ekstraksi genom DNA
tetap bisa diamplifikasi. Lebih lanjut berdasarkan dua rasio kemurnian (A260/A280
dan A260/A230), maka ada 13 genom tongkol lisong yang rasio kemurniannya relatif
baik dengan distribusi rasio A260/A280 sebesar 1.822 - 2.427, sedangkan kualitas
12 genom lainnya ialah rendah, sebab kedua rasio kemurnian genom DNA
terdistribusi di luar ambang batas ideal kemurnian DNA.
Berdasarkan ketiga percobaan dengan berbagai ukuran potongan daging,
maka dapat disimpulkan percobaan dengan ukuran daging ± 0.2 mm relatif lebih
baik daripada percobaan lainnya. Faktor utamanya adalah distribusi konsentrasi
genom DNA tergolong sedang sehingga peluangnya tinggi untuk bisa dikenali
53
primer yang dipakai saat amplifikasi DNA. Walaupun dari segi rasio kemurnian
DNA lebih baik pada percobaan dengan ukuran daging > 0.2 mm. Namun tingginya
konsentrasi genom DNA menyebabkan primer mikrosatelit sulit menempel pada
sekuen DNA target.
4.3.3 Percobaan dengan Ukuran Daging Tongkol Lisong > 0.2 mm
Hasil ekstraksi genom DNA dari percobaan ini memiliki distribusi konsentrasi
antara 71.55 ng µl-1 - 327.45 ng µl-1. Diketahui hasil ekstraksi genom DNA pada
percobaan ini terdistribusi relatif lebar dibandingkan percobaan lainnya. Faktor
penyebab utamanya adalah ukuran potongan daging relatif besar saat dimasukkan
ke dasar resin chelex 10%. Lebih lanjut berdasarkan dua rasio kemurnian
(A260/A280 dan A260/A230), maka ada 17 genom tongkol lisong yang rasio
kemurniannya relatif baik dengan distribusi rasio A260/A280 sebesar 1.717 - 2.487,
sedangkan kualitas 8 genom lainnya ialah rendah, sebab kedua rasio kemurnian
genom DNA terdistribusi di luar ambang batas ideal kemurnian DNA.
4.4 Hasil Elektroforensis Konvensional (Gel Agarose)
Elektroforensis konvensional dengan gel agarose memiliki prinsip migrasi
molekul dalam medan listrik dari kutub negatif ke positif. Semakin kecil ukuran
molekul, maka akan segera terpisah dengan ukuran molekul yang lebih besar.
Lebih lanjut molekul yang diamati ialah hasil amplifikasi DNA dengan mikrosatelit,
khususnya pada lokus Aro1-10 dan Aro3-37.
Amplikon DNA dari hasil ekstraksi beberapa ukuran daging dapat dilihat
ukuran fragmen DNA-nya di dalam agar. Selain itu ada beberapa perlakuan
tambahan untuk meningkatkan munculnya ukuran fragmen DNA, sebelum dicek
di UV-transluminator (Gel document system). Berikut ini desain perlakuan pada
Tabel 10 yang diberikan untuk masing-masing percobaan elektroforensis
konvensional.
54
Tabel 10. Desain Percobaan Elektroforensis pada Amplikon DNA Tongkol Lisong (A. rochei) dengan primer Aro1-10 dan Aro3-37
No. Perlakuan
Ukuran Daging ≤ 0.2 mm
Ukuran Daging ± 0.2 mm
Ukuran Daging > 0.2 mm
Aro3-37 Aro1-10 Aro3-37 Aro1-10 Aro3-37
1. Konsentrasi pengenceran primer dengan TE Buffer
2:8 1:9 1:9* 2:8**
1:9 1:9
2. Volume genom tongkol lisong
4 µl 3 µlΔΔ 4 µlΔ
3 µlΔ 4 µlΔΔ
3 µl 3 µl
3. Konsentrasi CYBR green yang diencerkan
100x 10x° 100x°°
10x° 100x°°
10x 10x
4. PCR tube di-vorteks
15-30 detik
15-20 detik
15-20 detik
Tanpa divorteks
Tanpa divorteks
5. Konsentrasi Agar
3% 3% 3% 3% 3%
6. Konsentrasi TBE buffer yang diencerkan
1x 1x 1x 1x 1x
7. Sumber listrik yang digunakan
100 V, 7 - 8 W, 8 - 70 mA
100 V, 6 - 8.1 W, 59.7 - 82. mA
100 V, 7.6 W, 76 mA
100 V, 6.7 W, 66.3 mA
100 V, 7 - 8 W, 8 -70 mA
8. Waktu dialirkan medan listrik
30 menit 30 menit 30 menit 30 menit 30 menit
Keterangan: *, rasio pengenceran primer belum optimal; **, rasio pengenceran primer optimal; Δ, volume amplikon genom belum optimal; Δ Δ, volume amplikon genom optimal; °, pengeceran konsentrasi CYBR green belum optimal; °°, pengenceran konsentrasi CYBR green sudah optimal.
4.4.1 Percobaan dengan Ukuran Daging Tongkol Lisong ≤ 0.2 mm
Diketahui ada dua jenis konsentrasi genom yang digunakan. Pertama untuk
konsentrasi 10 genom DNA sampel tanpa pengeceran di baris bawah sumur agar
(Gambar 22), dan yang kedua konsentrasi 10 genom DNA sampel dari hasil
pengeceran menjadi homogen sebesar ± 25 ng µl-1 di baris atas sumur agar
(Gambar 22). Hasil elektroforensis pada Gambar 22 menampilkan 20 amplikon
55
fragmen DNA tongkol lisong dengan primer Aro3-37. Lebih lanjut ukuran 20
fragmen ini terdistribusi antara 200-300 bp. Hasil ini terjadi dalam distribusi
panjang cagak antara 22.5 – 24 cm (Lm ≠ 36 cm).
Diketahui bahwa 20 fragmen tersebut ditemukan pada nomor sampel BLT-
P7.10, BLT-P7.11, BLT-P7.13 s.d. BLT-P7.15, BLT-P7.18, BLT-P7.21 dan BLT-
P7.23 s.d. BLT-P7.25. Selain itu berdasarkan hasil elektroforensis konvensional
pada Gambar 22, maka fragmen DNA dengan genom yang tidak diencerkan
memiliki pendaran yang lebih jelas ketika disinari UV. Oleh karena itu amplikon
genom DNA tanpa diencerkan relatif baik dibandingkan amplikon dengan genom
dari hasil pengenceran. Hal inilah menyebabkan konsentrasi genom DNA dengan
ekstraksi chelex 10% ini sudah cukup baik untuk diamplifikasi. Di samping itu
terdapat salah satu faktor penting lainnya ialah kemurnian (kualitas) genom DNA
dengan chelex 10% yang sangat mempengaruhi hasil amplifikasi DNA target
dengan mikrosatelit.
Gambar 22. Hasil Amplifikasi DNA BLT No. 10, 11, 13 - 15, 18, 21 dan 23 - 25 dari genom DNA tanpa diencerkan maupun diencerkan menjadi ± 25 ng µl-1
56
4.4.2 Percobaan dengan Ukuran Daging Tongkol Lisong ± 0.2 mm
Hasil elektroforensis pada Gambar 23 menunjukan ada 10 amplikon fragmen
DNA tongkol lisong dengan primer Aro1-10, sedangkan untuk primer Aro3-37
diamati ada 6 amplikon fragmen DNA yang terdeteksi. Lebih lanjut ukuran 10
fragmen DNA dengan primer mikrosatelit Aro1-10 terdistribusi antara 200-300 bp,
sedangkan 6 fragmen DNA dengan primer Aro3-37 berkisar 100-300 bp. Hasil ini
terjadi dalam distribusi panjang cagak antara 22.5 – 24 cm. Kemudian diketahui
bahwa 10 fragmen DNA dengan primer Aro1-10 ditemukan pada nomor sampel
berikut: BLT-P2.1 s.d. BLT-P2.10, sedangkan amplikon dari primer Aro3-37
ditemukan pada nomor sampel BLT-P7.2 s.d. BLT-P7.5, BLT-P7.8 dan BLT-P7.9.
Gambar 23. Hasil Amplifikasi BLT-1 s.d. BLT-10 dengan Aro1-10 dan Aro3-37
Primer Aro1-10 dan Aro3-37 ditemukan ada yang tidak menempel pada DNA
template (genom DNA tongkol lisong). Hal ini menyebabkan munculnya fragmen
DNA dengan ukuran < 100 bp pada Gambar 23 yang melewati batas terendah
(100 bp) dari panjang fragmen DNA ladder. Ada tiga penyebab tidak menempelnya
primer pada genom DNA tongkol lisong meliputi: konsentrasi genom DNA terlalu
besar ataupun terlalu kecil, kemurnian (kualitas) DNA genom yang rendah
57
sehingga banyak fragmentasi sekuen genom DNA-nya dan suhu annealing yang
belum optimal.
Hasil elektroforensis lanjutan pada Gambar 24 menunjukan ada 10 amplikon
fragmen dengan primer Aro1-10, sedangkan untuk primer Aro3-37 diamati belum
ada amplikon fragmen DNA tongkol lisong yang terdeteksi. Lebih lanjut ukuran 10
fragmen DNA dengan Aro1-10 terdistribusi di 200 bp. Kemudian 10 fragmen DNA
ini ditemukan pada nomor sampel BLT-P2.11 s.d. BLT-P2.20. Jadi, Aro1-10 relatif
lebih baik daripada Aro3-37 dalam amplifikasi DNA tongkol lisong dengan catatan
volume genom 3 µl dalam 25 µl PCR mastermix dan 1:9 untuk rasio pengeceran
primer dengan TE buffer.
Gambar 24. Hasil Amplifikasi DNA Lanjutan dengan Aro1-10 & Aro3-37 dari volume genom DNA 4 µl
Pertimbangan lain yang mendasari belum munculnya fragmen DNA dari hasil
amplifikasi primer Aro3-37 berupa faktor internal dan eksternal. Pertama untuk
faktor internal ialah distribusi ukuran panjang cagak ikan tongkol lisong masih
terbatas ataupun bentuk morfologi ikan yang berbeda sebagai ekspresi terjadi
mutasi. Faktor eksternalnya adalah sebagai berikut: terlalu banyak potongan
daging yang diambil untuk ekstraksi, terlalu banyak genom DNA yang dicampur
58
dalam PCR pre-mastermix, terlalu sedikit genom DNA yang diisolasi oleh chelex
10%, suhu annealing kurang optimal karena membutuhkan modifikasi suhu < 50
ºC, seperti 48-49 °C, lalu membutuhkan kits yang lebih sesuai untuk isolasi genom
DNA sehingga kualitasnya bisa ditingkatkan.
Hasil elektroforensis pada Gambar 25 menunjukan 25 amplikon fragmen
DNA tongkol lisong dengan primer Aro3-37, sedangkan untuk primer Aro1-10
terdeteksi ada 5 amplikon. Lebih lanjut diketahui ukuran 25 fragmen DNA ini
terdistribusi antara 200-300 bp dan cenderung mendekati 200 bp, sedangkan
Aro1-10 berkisar 200-300 bp dan cenderung mendekati 300 bp. Kemudian 25
fragmen DNA dari Aro3-37 ditemukan pada nomor sampel BLT-P7.1 s.d. BLT-
P7.25, sedangkan untuk Aro1-10 mulai dari BLT-P2.21 s.d. BLT-P2.25. Oleh
karena itu, primer dengan lokus mikrosatelit Aro3-37 bisa mendeteksi amplikon
fragmen DNA tongkol lisong dengan catatan volume genom 4 µl dalam 25 µl PCR
mastermix dan 2:8 untuk rasio pengeceran primer dengan TE buffer. Menariknya
Aro1-10 tetap bisa menunjukan fragmen DNA ketika volume genom 4 µl dalam 25
µl PCR mastermix dan 1:8 untuk rasio pengeceran primer dengan TE buffer.
Gambar 25. Hasil Amplifikasi DNA Lanjutan dengan Aro1-10 & Aro3-37 dari
volume genom DNA 4 µl
59
4.4.3 Percobaan dengan Ukuran Daging Tongkol Lisong > 0.2 mm
Hasil elektroforensis pada Gambar 26 menunjukan ada 22 fragmen amplikon
DNA pada lokus Aro1-10 yang berukuran antara 200-300 bp dan cenderung
mendekati ukuran 300 bp. Hasil ini terjadi dalam distribusi panjang cagak antara
22.5 – 24 cm (Lm ≠ 36 cm). Ada beberapa fragmen DNA berpendar dengan kondisi
miring seperti pada BLT-8, sebab tidak tepat menaruh campuran DNA genom
dengan CYBR green di dasar sumur agar. Lebih lanjut 22 fragmen tersebut
ditemukan pada nomor sampel tongkol lisong sebagai berikut: BLT-P2.1 s.d. BLT-
P2.10, BLT-P212, BLT-P2.14 s.d. BLT-P2.19 dan BLT-P2.21 s.d. BLT-P2.25.
Gambar 26. Hasil Amplifikasi Primer Aro1-10 dari volume genom DNA 3 µl
Hasil elektroforensis pada Gambar 27 menunjukan 10 fragmen amplikon
DNA di lokus Aro3-37 yang berukuran antara 200-300 bp. Lebih lanjut 10 fragmen
ini ditemukan pada BLT-P7.2, BLT-P7.3, BLT-P7.7, BLT-P7.8, BLT-P7.10, BLT-
P7.18, BLT-P7.21 s.d. BLT-P7.24. Namun ditemukan ada amplikon fragmen DNA
tongkol lisong yang kurang optimal berpendar. Hal ini dikarenakan hasil amplifikasi
DNA belum optimal. Jadi, Aro1-10 mampu mendeteksi amplikon fragmen DNA
tongkol lisong dengan catatan volume genom 3 µl dalam 25 µl PCR mastermix dan
1:8 untuk rasio pengeceran primer dengan TE buffer.
60
Gambar 27. Hasil Amplifikasi Primer Aro3-37 dari volume genom DNA 3 µl
Secara umum dari tiga percobaan dengan beberapa ukuran daging, maka
hasil amplifikasi Aro1-10 lebih baik dibandingkan dengan Aro3-37. Pertimbangan
mendasari ini tercantum di paragraf ke-4 subbab 4.3.2. Selain itu juga dipengaruhi
oleh komposisi motif berulang dari nukleotida primer. Lebih lanjut desain lokus
mikrosatelit tongkol lisong menurut Catanese, et al. (2007) untuk Aro1-10
tergolong lokus dengan ulangan dinukleotida dan tetranukleotida, sedangkan
Aro3-37 tergolong pentanukleotida. Dalam hal ini Aro1-10 lebih sensitif dalam
mengenali dan menginisiasi untuk memperpanjang sekuen DNA target. Walaupun
lokus pentanukleotida menurut Schumm, et al. (1998) dapat mengurangi
munculnya ukuran fragmen DNA lebih dari 2 (stutter bands). Hal ini didorong untuk
penyederhanaan hasil interpretasi, terutama pada kasus dengan campuran DNA,
kadang-kadang dalam jumlah yang tidak sama hadir dalam bahan sampel saat
tahap amplifikasi dengan mikrosatelit.
4.5 Hasil Elektroforensis Kapiler dengan QIAxcel Advanced
Pengecekan panjang fragmen DNA dengan QIAxcel Advanced dilakukan,
sebab hasil elektroforensis konvensional tidak bisa menampilkan panjang
pasangan basa (base pair) secara lebih akurat dan presisi. Lebih lanjut
61
kekurangan menggunakan gel poliakrilamida dan agarose menurut Dean, et al.
(2013) termasuk kesulitan dalam menentukan ukuran amplikon dan
ketidakmampuan untuk mereplikasi hasil di dalam dan di antara laboratorium yang
berbeda. Lebih jauh, elektroforesis gel secara langsung memaparkan individu
tersebut pada etidium bromida (mutagen), lalu data tersebut tidak direkam atau
disimpan secara kualitatif sehingga mempersulit analisis data selanjutnya.
Munculnya elektroforesis kapiler (CE) telah memperbaiki kekurangan
elektroforesis gel.
Mutasi dapat muncul selama replikasi DNA, sebab laju aktivitas polimerase
menurun sehingga tidak optimal bekerja tepat waktu. Faktor ini menyebabkan
penyisipan atau penghapusan terjadi pada motif DNA yang diulang. Perubahan
pada sekuen SSR (simple sequence repeats) juga dapat terjadi di daerah
noncoding yang mengandung berbagai sekuen pengaturan (motif) dan primer.
Oleh karena itu, mikrosatelit menurut Dean, et al. (2013) biasanya
mengekspresikan kekayaan polimorfisme panjang alel yang berbeda antarindividu
dan membedakan individu heterozigot dan homozigot. Lebih lanjut dijumpai
perbedaan sifat alel (heterozigot atau homozigot) yang muncul pada fragmen DNA
dari produk PCR, jika dibandingkan antarlokus Aro1-10 dan Aro3-37 pada kode
sampel yang sama. Oleh karena itu, diperlukan lebih dari dua mikrosatelit, agar
bisa memberikan resolusi variasi fragmen DNA yang lebih tinggi (heterozigositas).
Ada empat penyelesaian masalah pembacaan ukuran alel yang terjadi,
setelah amplifikasi SSR pada gambar 28 menurut Guichoux, et al. (2011):
1. Rasio dari tinggi puncak heterozigot rendah (Gambar 28a) & alel yang tidak
valid atau null alleles (Gambar 28e,f) karena mutasi di situs pelekatan primer
atau flanking region. Hal ini bisa diatasi dengan menghindari desain primer di
wilayah polimorfik, baik menggunakan informasi sebelumnya tentang variasi
62
sekuen (Megle'cz et al. 2010) atau dengan memeriksa awal pada semua lokus
kandidat menggunakan analisis segregasi Mendel.
2. Alel bayangan atau stutter band (Gambar 28c) dapat diatasi dengan
mengurangi suhu denaturasi s.d. 83 °C, yang lain ialah menggunakan
polimerase generasi baru, seperti enzim fusi. Namun, solusi terbaik adalah
memilih lokus yang menyajikan pengurangan stutter band sejak awal.
Gambar 28. Ilustrasi profil SSR yang dihasilkan pada sekuenser kapiler: (a) profil yang benar, (b) rasio tinggi puncak heterozigot rendah, (c) alel bayangan yang berlebihan (stutter band), (d) puncak terbelah (split peaks), (e) alel lemah sebelumnya dan (f) alel setelah desain ulang primer yang berhasil, (g) artifactual band dan (h) pola tri-alel. Alel yang benar ditandai dengan tanda bintang.
3. Alel dengan puncak terbelah atau split peaks (Gambar 28d) dapat diatasi
dengan meningkatkan jumlah siklus amplifikasi Saran lain untuk
mempromosikan adenilasi lengkap termasuk pengurangan jumlah DNA
template s.d. 10 ng, penurunan konsentrasi primer, peningkatan konsentrasi
Taq atau penggunaan polimerase alternatif.
4. Primer-dimers, artifactual band yang dihasilkan (Gambar 28g,h) bisa dengan
mudah dihilangkan selama penilaian, jika tidak mengganggu panggilan ukuran
63
alel sebenarnya. Selain itu artifactual band mungkin menjadi kriteria untuk
pengecualian atau mendesain ulang sehingga memfasilitasi interpretasi
otomatis di electropherogram.
Panjang fragmen DNA tongkol lisong pada Lampiran 3 dianalisis dengan
metode DNA screening dengan distribusi panjang fragmen DNA antara 15 bp –
5000 bp. Lebih lanjut distribusi dari panjang alel fragmen DNA bervariasi
tergantung jenis primer (lokus mikrosatelit) yang digunakan. Lebih lanjut primer
Aro1-10 bisa mengamplikasi sekuen target dengan panjang alel berkisar antara
173-273 bp, sedangkan Aro3-37 berkisar antara 92-192 bp. Selain itu ada
beberapa perlakuan tambahan untuk meningkatkan munculnya ukuran fragmen
DNA dengan puncak fluoresensi alel yang signifikan dan valid. Berikut ini desain
perlakuan pada Tabel 11 yang diberikan untuk masing-masing percobaan
elektroforensis kapiler.
Tabel 11. Desain Percobaan Elektroforensis Kapiler pada Amplikon DNA Tongkol Lisong (A. rochei) dengan primer Aro1-10 dan Aro3-37
No. Perlakuan
Ukuran Daging ≤ 0.2 mm
Ukuran Daging ± 0.2 mm
Ukuran Daging ˃ 0.2 mm
Aro 1-10 dan Aro3-37
Aro 1-10 dan Aro3-37
Aro 1-10 dan Aro3-37
1. PCR tube divorteks 20-30 detik 10-20 detik Tidak divorteks 2. Kondisi Cartridge Baru Baru Lama 3. Pengecekan kapiler
cartridge dengan purge Tidak ada sumbatan
Tidak ada sumbatan
Tidak ada sumbatan
4. Kalibrasi Cartridge Dilakukan saat ganti jenis metode cartridge
Dilakukan saat ganti jenis metode cartridge
Dilakukan saat ganti jenis metode cartridge
5. Pengecekan dan Pemasangan alignment marker dan Size marker
Valid dan sesuai
Valid dan sesuai
Valid dan sesuai
4.5.1 Percobaan dengan Ukuran Daging ≤ 0.2 mm
Pada percobaan ini menggunakan primer Aro3-37 saja pada Lampiran 3
agar mendapatkan ukuran alel fragmen DNA sampel tongkol lisong yang belum
64
diketahui. Diamati distribusi ukuran alel amplikon dengan Aro3-37 pada percobaan
ini ialah 119 bp – 164 bp. Distribusi ukuran alel ini terjadi pada tongkol lisong di
Perairan Selatan Bali dengan distribusi panjang cagak antara 22.5 – 24 cmFL (Lm
≠ 36 cm). Lebih lanjut ukuran alel tersebut tidak outlier, sebab rentang pembacaan
alel dari lokus mikrosatelit Aro3-37 menurut Catanese, et al. (2007) bisa
mengamplifikasi panjang fragmen dari produk PCR sebesar 92-192 bp.
Karakter heterozigot pada Lampiran 3 ditemukan dalam dua ekor tongkol
lisong dengan kode sampel BLT-10 dan BLT-18. Kedua individu tersebut bersifat
heterozigot dan berasal dari produk PCR dengan menggunakan konsentrasi
genom tanpa pengenceran. Lebih lanjut perlakuan genom diencerkan menjadi 25
ng µl-1 hanya menunjukan BLT-25 dengan ukuran alel bersifat heterozigot.
Kemudian pengenceran genom menjadi 25 ng µl-1 belum optimal, lalu hal yang
sama ditemukan pada konsentrasi genom tanpa pengenceran. Hal ini dibuktikan
pada Tabel 12 dalam percobaan ini dengan persentase alel heterozigot sebesar
10-20%, sedangkan alel homozigot tidak ditemukan. Oleh karena itu hasil
pembacaan QIAxcel pada percobaan ini dinilai kurang optimal.
Tabel 12. Persentase Ukuran Alel Fragmen DNA dari Hasil Pembacaan QIAxcel
No. Sifat
% Percobaan dengan ukuran daging ≤ 0.2 mm
% Percobaan dengan ukuran daging ± 0.2 mm
% Percobaan dengan ukuran daging ˃ 0.2 mm
Aro3-37°
Aro3-37°°
Aro1-10
Aro3-37
Aro1-10
Aro3-37
1. Heterozigot 20% 10% 80% 48% 8% 4%
2. Homozigot 0% 0% 12% 12% 40% 8%
3. Tidak Terdeteksi 80% 90% 8% 40% 52% 88%
Total Sampel 10* 10* 25** 25** Keterangan: °, amplifikasi dengan genom tanpa diencerkan; °°, amplifikasi dengan genom diencerkan menjadi 25 ng µ-1; *, PCR singleplex pada BLT No. 10, 11, 13 - 15, 18, 21 dan 23-25; **, PCR singleplex pada BLT No. 1 - 25.
65
Salah satu faktor penyebab hasil pembacaan QIAxcel pada percobaan ini
dinilai tidak optimal ialah rasio kemurnian DNA (A260/A230) yang sangat rendah.
Konsekuensi lanjutnya ialah konsentrasi aktual DNA murni sedikit sehingga primer
tidak bisa menempel pada sekuen DNA target. Di samping itu faktor pengotor
lainnya, seperti: protein, RNA dan buffer garam juga turut menghambat proses
amplifikasi DNA. Selain itu ada faktor eksternal lainnya seperti suhu annealing
primer Aro3-37 yang kurang optimal sehingga primer tidak bisa menginisiasi
ekstensi sekuen target. Akhirnya produk PCR yang didapatkan sangat sedikit dan
tidak bisa dideteksi oleh QIAxcel, sebab konsentrasinya di bawah 0.50 ng µl-1.
4.5.2 Percobaan dengan Ukuran Daging Tongkol Lisong ± 0.2 mm
Pada percobaan ini menggunakan lokus mikrosatelit Aro1-10 dan Aro3-37 di
Lampiran 3. Diamati distribusi ukuran alel amplikon dengan Aro1-10 pada
percobaan ini ialah 170 bp – 229 bp. Lebih lanjut ukuran alel ini tidak berada jauh
di luar rentang pembacaan alel dari lokus Aro1-10 menurut Catanese, et al. (2007)
sebesar 173-273 bp. Selain itu distribusi ukuran alel amplikon dengan Aro3-37
pada percobaan ini ialah 112 bp – 186 bp sehingga tidak outlier.
Diketahui terdapat 18 ekor tongkol lisong yang memiliki karakter heterozigot
dengan Aro1-10. Lebih lanjut untuk primer Aro1-10 menunjukan hanya ada 5 ekor
tongkol lisong yang bersifat homozigot. Karakter homozigot tersebut ditemukan
pada kode sampel berikut: BLT-3, BLT-5, BLT-11, BLT-13 dan BLT-23. Selain itu
ada 12 ekor tongkol lisong yang bersifat heterozigot, sedangkan karakter
homozigot terdeteksi hanya pada 3 ekor tongkol lisong. Karakter homozigot ini
terdapat pada kode sampel berikut: BLT-6, BLT-16 dan BLT-25. Hal ini dibuktikan
pada Tabel 12 dalam percobaan ini dengan persentase alel heterozigot untuk
Aro1-10 sebesar 80%, sedangkan alel homozigotnya sebesar 12%. Kemudian hal
66
yang berbeda ditemukan pada persentase alel heterozigot Aro3-37 sebesar 48%,
sedangkan alel homozigotnya sebesar 12%.
Hasil pembacaan ukuran alel oleh QIAxcel pada kode sampel seperti BLT-1
dalam percobaan ini diamati sebesar 170 bp. Ukuran alel ini berjarak 3 bp dari
batas minimal ukuran alel yang bisa diamplifikasi Aro3-37. Adapun penyebabnya
ialah tingkat migrasi DNA tidak hanya bergantung pada panjang fragmen, tetapi
juga pada motif urutan DNA dan label fluoresen. Oleh karena itu, panjang fragmen
yang diukur kerap tidak akurat. Konsekuensi variabilitas hasil mikrosatelit terutama
dari laju sintesis ukuran alel yang tidak tepat waktu (optimum) diharapkan sesuai
dengan periode motif yang diulang. Namun, telah diamati menurut Matschiner dan
Salzburger (2009) bahwa jarak efektif antara puncak ukuran alel yang diamati
bervariasi antara 1,77 - 2,23 bp (2-3 bp). Inilah yang disebut ‘allelic drift’ yang
mengubah peletakan otomatis pada alel yang signifikan.
Pada percobaan ini sekitar 40% dari 25 sampel memiliki lebih dari dua
puncak ukuran alel fluoresensi di electropherogram QIAxcel. Hasil pembacaan ini
terdapat pada 10 amplikon lokus Aro1-10 di Lampiran 9 dengan kode sampel
sebagai berikut: BLT-6, BLT-8, BLT-10, BLT-12, BLT-14, BLT-15, BLT-17, BLT-
18, BLT-19 dan BLT-25. Adapun penyebabnya menurut Schumm, et al. (1998)
ialah .lokus dengan pengulangan dinukleotida menunjukan adanya artifact bands,
yang disebut stutter bands. Sementara itu stutter bands menurun secara signifikan
dengan STR (Single Tandem Repeat) ulangan tetranukleotida, namun umumnya
stutter bands masih diamati dengan sistem saat ini pada tingkat 2 - 15% dari total
amplikon. Lebih lanjut penanda genetik dengan pengulangan basa nukleotida
yang lebih lama, seperti pengulangan pentanukleotida akan menampilkan lebih
sedikit stutter band. Oleh karena itu stutter band lebih banyak ditemukan pada
Aro1-10, sebab mengandung banyak ulangan dinukleotida, walaupun ada
67
disisipkan ulangan tetranukelotida. Sebaliknya untuk Aro3-37 sangat jarang
menampilkan stutter band dalam percobaan ini.
Diamati ada alel dengan panjang fragmen DNA di luar distribusi ukuran alel
yang mampu diamplifikasi Aro1-10, seperti pada sampel BLT-11 sebesar 164 bp.
Namun puncak fluoresensinya tetap tinggi ketika dibaca oleh QIAxcel. Selain
ulangan dinukleotida yang panjang bisa menyebabkan penurunan ukuran alel
fragmen DNA amplikon, lalu ada penyebab lain menurut Akbar, et al. (2014) ialah
penggunaan jumlah sampel yang berbeda dengan variasi morfologi, namun tidak
menunjukan adanya pengaruh terhadap hasil analisis sekuens pada tiap sampel.
4.5.3 Percobaan dengan Ukuran Daging > 0.2 mm
Diamati distribusi ukuran alel amplikon dengan Aro1-10 pada percobaan ini
ialah 195 bp – 230 bp sehingga ukuran alel ini tidak outlier. Lebih lanjut distribusi
ukuran alel dari amplikon dengan Aro3-37 dalam percobaan ini ialah 169 bp – 201
bp. Kemudian distribusi ukuran alel ini juga tidak jauh berada di luar rentang ukuran
alel yang bisa diamplifikasi Aro3-37.
Diketahui terdapat 10 ekor tongkol lisong yang memiliki karakter homozigot
dengan Aro1-10. Lebih lanjut untuk primer Aro1-10 menunjukan hanya BLT-22 dan
BLT-24 yang bersifat heterozigot. Selain itu untuk Aro3-37 ditemukan hanya pada
BLT-8 yang bersifat heterozigot, sedangkan karakter homozigot terdeteksi hanya
pada 2 ekor tongkol lisong. Karakter homozigot dari Aro3-37 ini terdapat pada kode
sampel berikut: BLT-1 dan BLT-22. Hal ini dibuktikan pada Tabel 12 dalam
percobaan ini dengan persentase alel heterozigot untuk Aro1-10 sebesar 8%,
sedangkan alel homozigotnya sebesar 40%. Kemudian berbeda dengan
persentase alel heterozigot Aro3-37 sebesar 4%, sedangkan alel homozigotnya
sebesar 8%.
68
Oleh karena itu, ukuran alel fragmen DNA dominan ditemukan pada
amplikon dari hasil ekstraksi genom dengan ukuran daging ± 0.2 mm. Lebih lanjut
diketahui persentase deteksi ukuran alel tertinggi pada Tabel 12 dengan Aro1-10
sebesar 92%, sedangkan untuk Aro3-37 sebesar 60%. Primer Aro1-10 dinilai
paling polimorfik ketika dibandingkan dengan Aro3-37. Hal ini disebabkan
persentase alel heterozigot paling tinggi pada Tabel 12 ditemukan dengan Aro1-
10 sebesar 80%, sedangkan Aro3-37 sebesar 48%. Adapun penyebabnya dari
segi internal ialah ukuran sampel tongkol lisong belum terdistribusi luas (juvenil
s.d. Lm 36 cm) dan lokasi penangkapan tongkol lisong yang berbeda dari lokasi
penelitian sebelumnya. Kemudian berdasarkan faktor eksternal ialah amplifikasi
Aro3-37 akan berhasil, jika mengganti metode ekstraksi kits dengan spin column,
modifikasi suhu annealing paling optimal berdasarkan titik lelehnya dan komposisi
basa pirimidin-nya maupun konsentrasi optimum genom yang diencerkan.
4.6 Partisipasi Aktif Tambahan
Kegiatan partisipasi aktif tambahan ini dilakukan dengan metode yang telah
tersedia di laboratorium genetik LRPT Bali. Sampel yang digunakan ialah tongkol
(Auxis sp.) yang ditangkap di Perairan Aceh. Hal ini dilakukan agar menguasai
teknik ekstraksi DNA genom dengan spin column kit. Kedua untuk mengetahui
komposisi dan profil PCR pada sekuen target mitokondria (haploid) di daerah COI
(cytochrome oxidase subunit I) dengan DNA barcoding, dan yang ketiga untuk
membantu amplifikasi sekuen DNA nukleus (diploid) dengan satu lokus
mikrosatelit lainnya, yang jumlah total alel (k) ditemukan maksimal 35.
4.6.1 Ekstraksi Genom Tongkol (Auxis sp.) dengan Tissue Kit, QIAGEN
Hal yang harus diperhatikan saat ekstraksi genom dengan spin column kit
pada Gambar 29 ialah penambahan etanol absolut ke wash buffer (AW1)
sebanyak 130 ml dan ke AW2 sebanyak 160 ml. Hal ini dilakukan untuk
69
memaksimalkan pengendapan pengotor seperti RNA, protein dan zat organik
lainnya di membran silika spin column saat isolasi DNA. Selain itu sampel daging
harus dihaluskan dengan pastel grinder sampai larut dalam lysis buffer (ATL).
Hal yang harus dihindari saat ekstraksi dengan spin column kit ini, yaitu: tidak
memijarkan pinset di atas nyala api bunsen, sebelum digunakan dan saat
pergantian sampel, pellet ikut terpipet saat pengambilan supernatan (DNA
genom), tidak mengganti tip mikropipet saat ekstraksi DNA, tidak mengganti
collection tube saat AW1 dan AW2 dimasukkan, tidak menempatkan mini spin
column ke dalam tube 1.5 ml baru, sebelum ditambahkan elution buffer (AE) serta
tidak menyimpan hasil ekstraksi di freezer. Selain itu kegiatan ekstraksi dilakukan
di biosafety cabinet agar terhindar dari kontaminasi udara. Adapun fungsi bahan
pelarut yang digunakan saat ekstraksi genom dengan spin column kit adalah
sebagai berikut:
a. Buffer ATL (Animal Tissue Lysis) digunakan untuk melisiskan struktur jaringan
dan organel sel sehingga diasumsikan hanya ada DNA, baik dari nukleus dan
mitokondria.
b. Lysis Buffer (AL) digunakan untuk purifikasi DNA dari zat pengotor lainnya,
seperti RNA, protein dan zat organik lainnya.
c. Buffer AW1 digunakan untuk denaturasi protein dan dipisahkan keluar dari
membran silika saat di-sentrifus.
d. Buffer AW2 digunakan untuk memisahkan buffer garam keluar dari membrana
silika saat di-sentrifus.
e. Protein kinase digunakan untuk mendegradasi nucleases sehingga kualitas
DNA tetap terjaga.
70
Gambar 29. Skema Kerja Ekstraksi DNA Genom dengan Spin Column Kit
Tube 1.5 ml disiapkan dan label diberikan pada tutup tube.
Sampel daging sebanyak ± 25-30 mg dimasukkan ke dalam tube 1.5 ml.
Buffer ATL 200 µl dan protein kinase 24 µl ditambahkan, lalu daging dihaluskan.
Sampel divorteks, kemudian diinkubasi pada suhu 60º C (1400 rpm) selama 1 jam. Kemudian divorteks kembali.
Buffer AL 200 µl ditambahkan, kemudian divorteks dan diinkubasi pada suhu 60º C (1400 rpm) selama 10 menit.
Etanol 96% - 100% ditambahkan ke dalam tube, divorteks selama 10 detik, lalu tube di-sentrifus (14000 rpm selama 1 menit).
Larutan supernatan 550 µl dipindahkan ke dalam spin column, di-sentrifus (8000 rpm) selama 1 menit.
Mini-spin column ditempatkan pada 2 ml collection tube baru, lalu ditambahkan 500 µl buffer AW1 dan di-sentrifus (8000 rpm selama 1 menit).
Mini-spin column ditempatkan pada 2 ml collection tube baru, ditambahkan 500 µl buffer AW2 dan disentrifus (14.000 rpm selama 3 menit).
Kemudian buang cairan yang ada di collection tube dan pasang kembali collection tube, lalu di-sentrifus kosong (14000 rpm) selama 1 menit.
Mini spin column ditempatkan ke dalam tube 1.5 ml baru, ditambahkan 100 µl buffer AE ke dalam membran spin column. Inkubasi pada suhu ruang selama
5 menit dan di-sentrifus (8000 rpm selama 1 menit).
DNA hasil elusi dicek konsentrasi dan kemurniannya dengan Nanofotometer.
DNA hasil elusi dapat langsung digunakan untuk proses PCR atau disimpan di freezer untuk penyimpanan lama.
71
4.6.2 PCR DNA Auxis sp. dengan DNA Barcoding (BCH-BCL)
Amplifikasi DNA dengan DNA barcoding dilakukan menggunakan primer
universal yang bisa diterapkan pada setiap spesies karena target amplifikasi pada
sekuen DNA mitokondria yang tetap diwariskan (conserved). Panjang fragmen
DNA mitokondria ditemukan berbeda, khususnya di daerah COI dari produk PCR
A. rochei dan A. thazard. Hasil pengamatan menunjukan bahwa panjang fragmen
COI untuk A. rochei biasanya sebesar ± 1000 bp, sedangkan untuk A. thazard
sebesar ± 700 bp. Hal ini menunjukan bahwa proses identifikasi berhasil karena
kedua spesies ini bisa dibedakan berdasarkan ukuran panjang fragmen DNA-nya.
Hal yang harus diperhatikan saat proses amplifikasi ini ialah pencampuran
volume setiap komponen mastermix PCR harus tepat dan profil PCR yang sesuai,
khususnya pada tahap annealing. Sebaiknya komposisi mastermix PCR
dilebihkan untuk dua sampel tambahan, agar mengurangi risiko kurangnya volume
mastermix yang dibutuhkan. Primer yang digunakan harus diencerkan terlebih
dahulu dengan TE buffer 1x pada perbandingan 1:9. Komposisi 25 µl mastermix
PCR yang digunakan per sampel, yaitu: 12.5 µl Red Mix 2x, 8 µl NFW, 1.25 µl
primer BCH, 1.25 µl primer BCL dan 2 µl genom DNA sampel (DNA template).
Berikut ini adalah profil PCR yang digunakan:
1. Denaturasi awal pada suhu 94 °C selama 15 detik dengan 1 siklus.
2. Denaturasi pada suhu 94 °C selama 30 detik dengan 38 siklus.
3. Annealing (Ta) pada suhu 50 °C selama 30 detik dengan 38 siklus.
4. Ekstensi pada suhu 72 °C selama 45 detik dengan 38 siklus.
5. Ekstensi akhir pada suhu 72 °C selama 5 detik dengan 1 siklus.
6. Preservasi pada suhu 4 °C selama ∞ detik dengan 1 siklus.
72
4.6.3 PCR DNA A. rochei & A. thazard dengan lokus Aro4-13
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya menurut Catanese, et al. (2007)
menunjukan bahwa Aro4-13 memiliki frekuensi alel tertinggi yang muncul
sebanyak 35. Adapun ukuran alel dari produk PCR primer ini terdistribusi dalam
ukuran 108 – 190 bp. Secara teknis primer Aro4-13, baik (5’→3’) dan (3’←5’) harus
diencerkan dengan TE buffer 1x pada perbandingan 2:8. Komposisi 25 µl
mastermix PCR yang digunakan per sampel, yaitu: 12.5 µl Red Mix 2x, 6.5 µl NFW,
1 µl primer (5’→3’), 1 µl primer (3’←5’) dan 4 µl genom DNA sampel. Berikut ini
profil PCR yang digunakan:
1. Denaturasi awal pada suhu 95 °C selama 2 menit dengan 1 siklus.
2. Denaturasi pada suhu 95 °C selama 30 detik dengan 34 siklus.
3. Annealing (Ta) pada suhu 54 °C selama 15 detik dengan 34 siklus.
4. Ekstensi pada suhu 72 °C selama 30 detik dengan 34 siklus.
5. Ekstensi akhir pada suhu 72 °C selama 5 menit dengan 1 siklus.
6. Preservasi pada suhu 4 °C selama ∞ detik dengan 1 siklus.
73
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan tujuan kegiatan praktik kerja magang ini dapat disimpulkan
sebagai berikut:
• Ukuran daging paling optimal untuk diekstraksi adalah ± 0.2 mm, agar
konsentrasi genom DNA cukup untuk diamplifikasi.
• Suhu annealing optimal Aro1-10 ialah 55 ºC selama 15 detik dengan 34 siklus.
• Fragmen DNA paling optimal terlihat jelas saat disinari UV dengan
menggunakan rasio pengenceran primer 2:8 dan volume genom 4 µl untuk
Aro3-37, sedangkan rasio pengenceran primer 1:8 dan volume genom 3 µl
untuk Aro1-10.
• Hasil elektroforensis kapiler dengan QIAxcel lebih banyak ditemukan pada
amplikon dari hasil ekstraksi chelex 10% dengan ukuran daging ± 0.2 mm.
• Frekuensi ukuran alel fragmen DNA paling banyak ditemukan dan relatif lebih
polimorfik pada lokus mikrosatelit Aro1-10. Namun stutter band sangat jarang
ditemukan pada lokus Aro3-37.
• Terkait masalah yang terjadi saat análisis fragmen DNA dengan mikrosatelit
dapat diatasi dengan beberapa cara berikut ini:
a. Ukuran daging yang diambil harus setitik dan luas penampangnya lebar.
b. Suhu annealing Aro3-37 saat amplikasi DNA harus dicari yang lebih optimal.
c. Konsentrasi CYBR Green yang digunakan 100x, agar pendaran fragmen DNA
tongkol lisong dan DNA ladder terlihat jelas saat disinari UV.
• Variasi fragmen DNA tongkol lisong di Kedonganan Bali dengan lokus Aro1-10
dan Aro3-37 adalah tinggi, sebab banyak ditemukan lebih satu ukuran alel yang
signifikan (heterozigot).
74
5.2 Saran
Berdasarkan keterbatasan yang dialami selama kegiatan praktik kerja
magang, maka:
Pengambilan sampel di lapang sebaiknya dari penjual ikan yang berbeda, agar
sampel ikan tidak berada dalam satu schooling yang sama
Sebaiknya ukuran FL sampel tongkol lisong dicari yang terdistribusi luas sampai
dengan ukuran dewasa (Lm = 36 cm), agar primer Aro3-37 mungkin bekerja.
Sebaiknya kemurnian DNA ditingkatkan dengan menggunakan metode
ekstraksi kit dengan spin column.
Sebaiknya mikrosatelit yang digunakan lebih dari 2, agar bisa menggambarkan
resolusi variasi fragmen DNA yang lebih tinggi (heterozigositas).
Dikembangkan primer pentanukleotida seperti pada Aro3-37, bahkan primer
heksanukleotida, agar tidak ada stutter band yang menyulitkan interprestasi
hasil pembacaan QIAxcel.
75
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, N., N. P. Zamani, H. H. Madduppa. 2014. Keragaman genetik ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) dari dua populasi di Laut Maluku, Indonesia. Depik. 3(1): 65-73.
Catanese, G., C. Infante, M. Manchado. 2008. Complete mitochondrial DNA sequences of the frigate tuna Auxis thazard and the bullet tuna Auxis rochei. DNA Sequence. 19(3): 159–166.
Dean, D. A., P. A. Wadl, D. Hadziabdic, X. Wang, R. N. Trigiano. 2013. Microsatellites: Methods and Protocols, Methods in Molecular Biology Chapter 16. Brooklyn, NY: Springer Science+Business Media.
Fakhri, F., I. Narayani, I. G. N. K., Mahardika. 2015. Keragaman genetik ikan cakalang (Katsuwonus Pelamis) dari Kabupaten Jembrana dan Karangasem, Bali. Jurnal Biologi. 19(1): 11-14.
Guichoux, E., L. Lagache, S. Wagner, P. Chaumeil, P. Leger, O. Lepais, C. Lepoittevin, T. Malausa, E. Revardel, F. Salin dan R. J. Petit. 2011. Current trends in microsatellite genotyping. Molecular Ecology Resources. 11: 591–611.
Jackson, A. M., Ambariyanto, M. V. Erdmann, A. H. A. Toha, L. A. Stevens, P. H. Barber. 2014. Phylogeography of commercial tuna and mackerel in the Indonesian Archipelago. Bulletin of Marine Science. 90(1): 471–49.
Jatmiko, I., F. Rochman, M. Agustina. 2018. Variasi genetik madidihang (Thunnus albacares; Bonnaterre, 1788) dengan analisis mikrosatelit di Perairan Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 24 (2): 157-164.
Kumar, G., Kunal, S.P., Menezes, M.R. and Meena, R.M. 2012a. Three genetic stocks of frigate tuna Auxis thazard thazard (Lacepede, 1800) along the Indian coast revealed from sequence analyses of mitochondrial DNA D-loop region. Marine Biology Research. 8(10): 992-1002.
Kumar, G., Kunal, S.P. and Menezes, M.R. 2012b. Population genetic structure of frigate tuna based on PCR-RFLP analysis of mtDNA D-loop region. Turkish Journal of Fisheries ad Aquatic Sciences. 12: 893-903.
Kumar, G., S. P. Kunal, M. R. Menezes, M. Kocour. 2014. Genetic Divergence between Auxis thazard and A. rochei based on PCR-RFLP Analysis of mtDNA D-loop Region. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences. 14: 539-546.
Kusuma, D., G. Bengen, H. H. Madduppa, B. Subhan, D. Arafat, B. F. S. P. Negara. 2016b. Close genetic connectivity of soft coral Sarcophyton trocheliophorum in Indonesia and its implication for marine protected area. Aceh Journal of Animal Science. 1(2): 50-57.
LRPT. 2019. Laboratorium dan Fasilitas Pendukung Loka Riset Perikanan Tuna. https://lp2t.kkp.go.id/fasilitas/. Diakses 15 Agustus 2019 pukul 15.00 WITA.
Matschiner, M., W. Salzburger. 2009. TANDEM: integrating automated allele binning into genetics and genomics workflows. Bioinformatics. 25(15): 1982-1983.
Melissa, A. P., J. R. McDowell, J. E. Graves. 2008. Specific identification using COI sequence analysis of scombrid larvae collected off the Kona coast of Hawaii Island. Ichthyological Research. 55: 7-16.
76
Muchlisin, Z.A., N. Fadli, M.N. Siti-Azizah. 2012. Genetic variation and taxonomy of Rasbora group (Cyprinidae) from Lake Laut Tawar, Indonesia. Journal of Ichthyology. 52(4), 284-290.
Nanodrop. 2007. Technical Support Bulletin: 260/280 and 260/230 Ratios. Wilmington USA: NanoDrop Technologies, Inc.
QIAGEN. 2017. QIAxcel Advanced User Manual. 356 hlm. Robertson, M. D., J. R. Ovenden, S. C. Barker. 2007. Identification of small juvenile
scombrids from northwest tropical Australia using mitochondrial DNA cytochrome b sequences. Ichthyological Research. 54: 246-252.
Schumm, J. W., J. W. Bacher, L. F. Hennes, T. Gu, K. A. Micka, C. J. Sprecher, A. M. Lins, E. A. Amiott, D. R. Rabbach, J. A. Taylor, A. Tereba. 1998. Pentanucleotide Repeats: Highly Polymorphic Genetic Markers Displaying Minimal Stutter Artifact. Madison USA: Promega Corporation.
Schwartz, M. K., G. Luikart, R. S. Waples. 2006. Genetic monitoring as a promising tools for conservation and management. Trend in Ecology and Evolution. 22.
Setyadji, B., D. Novianto, A. Bahtiar. 2013. Size structure of bullet tuna (Auxis rochei, Risso, 1810) caught by small scale and industrial purse seine fisheries in Indian Ocean South of Java base on trial scientific observer data. IOTC WPNT. 3(30): 1-10.
Smith, K. A. B., M. M. Pessarakli, D. M. Wolk. 2012. Assessment of DNA yield and purity: an overlooked detail of PCR troubleshooting. Clinical Microbiology Newsletter. 34(1): 4.
Sulistyaningsih, R. K., A. Barata, K. Siregar. 2011. Perikanan pancing ulur tuna di Kedonganan, Bali. J. Lit. Perikan. Ind. 17(3): 185-19.
Walsh, P. S., D. A. Metzger, R. Higuchi. 1991. Chelex 100 as a medium for simple extraction of DNA for PCR-based typing from forensic material. Biotechniques. 10(4): 506-513.
77
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Biologi Sampel Tongkol Lisong (A. rochei).
No. Kode Ikan
Nama Ilmiah Ikan
Panjang Total (cm)
Panjang Cagak (cm)
Berat Total (gram)
1. BLT-1 Auxis rochei 24 23.5 168
2. BLT-2 Auxis rochei 25 24 181
3. BLT-3 Auxis rochei 24.5 23.5 160
4. BLT-4 Auxis rochei 24 23 166
5. BLT-5 Auxis rochei 24.5 23.5 163
6. BLT-6 Auxis rochei 24 23 150
7. BLT-7 Auxis rochei 23.5 23 150
8. BLT-8 Auxis rochei 25 24 170
9. BLT-9 Auxis rochei 24 22.5 155
10. BLT-10 Auxis rochei 24.5 23 161
11. BLT-11 Auxis rochei 24 23 159
12. BLT-12 Auxis rochei 24 23 161
13. BLT-13 Auxis rochei 23.5 22.5 142
14. BLT-14 Auxis rochei 24 23 155
15. BLT-15 Auxis rochei 24 23 148
16. BLT-16 Auxis rochei 24 23 162
17. BLT-17 Auxis rochei 24 23 160
18. BLT-18 Auxis rochei 24.5 23.5 161
19. BLT-19 Auxis rochei 24 23 164
20. BLT-20 Auxis rochei 24.5 23.5 159
21. BLT-21 Auxis rochei 25 23.5 168
22. BLT-22 Auxis rochei 24 23 155
23. BLT-23 Auxis rochei 24 23 156
24. BLT-24 Auxis rochei 25 24 168
25. BLT-25 Auxis rochei 25 24 161
78
Lampiran 2. Hasil Ekstraksi Genom DNA Tongkol Lisong (A. rochei)Δ
No.
Kode
Metode Hasil Ekstraksi ChelexI (ng/µl) Hasil Ekstraksi ChelexII (ng/µl) Hasil Ekstraksi ChelexIII (ng/µl)
Conca. Concb. A260/A280 A260/A230 Conc. A260/A280 A260/A230 Conca. A260/A280 A260/A230
1. Blank 1 dsDNA 0.0000 0.0000 0.000 0.000 0.0000 0.000 0.000 0.0000 0.000 0.000
2. BLT-1 dsDNA - - - - 85.550 1.969 0.282** 193.00 1.534* 0.317**
3. BLT-2 dsDNA - - - - 93.450 1.540* 0.259** 327.45 1.951 0.397**
4. BLT-3 dsDNA - - - - 58.950 1.863 0.286** 158.50 1.647* 0.302**
5. BLT-4 dsDNA - - - - 92.800 1.551* 0.273** 189.80 1.950 0.389**
6. BLT-5 dsDNA - - - - 74.700 1.918 0.285** 180.35 2.614* 0.397**
7. BLT-6 dsDNA - - - - 86.350 1.822 0.310** 169.45 1.719 0.308**
8. BLT-7 dsDNA - - - - 72.650 2.778* 0.498** 239.20 2.171 0.364**
9. BLT-8 dsDNA - - - - 67.300 2.087 0.319** 165.75 1.805 0.293**
10. BLT-9 dsDNA - - - - 98.500 2.270 0.313** 245.20 3.228* 0.596**
11. BLT-10 dsDNA 67.700 25.000 1.796 0.266** 102.10 2.152 0.297** 138.05 2.388 0.301**
12. BLT-11 dsDNA 75.250 25.000 1.611* 0.256** 29.900 2.743* 0.345** 187.30 1.908 0.298**
13. BLT-12 dsDNA - - - - 110.35 3.095* 0.392** 120.75 2.449 0.319**
14. BLT-13 dsDNA 47.250 25.000 2.411 0.294** 63.100 3.253* 0.344** 326.30 2.155 0.360**
15. BLT-14 dsDNA 61.400 25.000 2.283 0.310** 137.75 3.439* 0.383** 173.10 2.698* 0.469**
16. BLT-15 dsDNA 56.550 25.000 2.020 0.281** 105.20 2.529* 0.315** 205.55 2.487 0.348**
17. BLT-16 dsDNA - - - - 50.850 1.502* 0.246** 254.65 1.985 0.344**
79
No.
Kode
Metode Hasil Ekstraksi ChelexI (ng/µl) Hasil Ekstraksi ChelexII (ng/µl) Hasil Ekstraksi ChelexIII (ng/µl)
Conca. Concb. A260/A280 A260/A230 Conc. A260/A280 A260/A230 Conca. A260/A280 A260/A230
18. BLT-17 dsDNA - - - - 57.200 2.349 0.318** 168.15 1.542* 0.270**
19. BLT-18 dsDNA 43.350 25.000 1.940 0.287** 104.25 2.220 0.304** 71.550 2.004 0.299**
20. BLT-19 dsDNA - - - - 66.550 1.549* 0.244** 198.15 2.346 0.346**
21. BLT-20 dsDNA - - - - 94.300 2.998* 0.404** 176.30 3.223* 0.400**
22. BLT-21 dsDNA 60.950 25.000 1.957 0.278** 37.450 2.348 0.326** 133.55 1.789 0.265**
23. BLT-22 dsDNA - - - - 32.750 2.274 0.320** 199.70 1.479* 0.280**
24. BLT-23 dsDNA 62.550 25.000 2.579* 0.317** 40.850 2.068 0.301** 114.00 1.717 0.280**
25. BLT-24 dsDNA 28.550 25.000 2.147 0.315** 39.150 2.576* 0.348** 153.00 1.978 0.344**
26. BLT-25 dsDNA 39.450 25.000 2.355 0.312** 29.250 2.427 0.312** 95.750 1.819 0.272**
Keterangan: *, rasio kemurnian DNA rendah, sebab ada protein, RNA atau senyawa organik; **, rasio kemurnian DNA rendah, sebab ada Tris, EDTA, Trizol, fenol, guanidin, thiocyanate atau buffer garam lainnya; a, konsentrasi genom awal; b, konsentrasi genom diencerkan; 1,perlakuan ukuran daging ≤ 0.2 mm.; 2,perlakuan ukuran daging ± 0.2 mm; 3,perlakuan ukuran daging > 0.2 mm; Δ, rangkuman dari Lampiran 8.
80
Lampiran 3. Output Ukuran Fragmen DNA pada Amplikon Aro1-10 dan Aro3-37 dengan QIAxcel Advanced
A. Panjang Fragmen DNA Amplikon dari Hasil Ekstraksi Genom dengan Ukuran Daging Tongkol Lisong ≤ 2 mmΔ
No. Kode Sampel Panjang Fragmen DNA dari Ukuran Sampel Daging ≤ 0.2 mm
Aro3-37 (92-192 bp)
Alel 1 Alel 2
1. BLT-P7.F10 137* 143* 2. BLT-P7.F11 - -
3. BLT-P7.F13 - -
4. BLT-P7.F14 - -
5. BLT-P7.F15 - -
6. BLT-P7.F18 119* 164* 7. BLT-P7.F21 - -
8. BLT-P7.F23 - -
9. BLT-P7.F24 - -
10. BLT-P7.F25 - -
11. BLT-P7.D10 - -
12. BLT-P7.D11 - -
13. BLT-P7.D13 - -
14. BLT-P7.D14 - -
15. BLT-P7.D15 - -
16. BLT-P7.D18 - -
17. BLT-P7.D21 - -
18. BLT-P7.D23 - -
19. BLT-P7.D24 - -
20. BLT-P7.D25 130* 134*
81
Keterangan: *, Alel dalam range; Homozigot;
**, Alel outlier; Heterozigot;
Δ, Rangkuman Lampiran 9; Allelic Drift;
B. Panjang Fragmen DNA Amplikon dari Hasil Ekstraksi Genom dengan Ukuran Daging Tongkol Lisong ± 0.2 mmΔ
No. Kode Sampel Panjang Fragmen DNA dari Ukuran Sampel Daging ± 0.2 mm
Aro1-10 (173-273 bp) Aro3-37 (92-192 bp)
Alel 1 Alel 2 Alel 1 Alel 2
1. BLT-1 170** 189* 135* 154* 2. BLT-2 189* 229* 135* 155* 3. BLT-3 167* 191* 135* 140* 4. BLT-4 186* 196* 132* 142* 5. BLT-5 177* - 115* 140* 6. BLT-6 195* 218* 127* - 7. BLT-7 181* 204* 124* 149* 8. BLT-8 173* 192* 128* 136* 9. BLT-9 178* 197* 124* 132* 10. BLT-10 188* 200* - - 11. BLT-11 164** - - - 12. BLT-12 192* 200* 131* 162* 13. BLT-13 168** 193* - - 14. BLT-14 173* 192* - - 15. BLT-15 181* 187* - - 16. BLT-16 179* 202* 151* - 17. BLT-17 177* 208* 135* 167* 18. BLT-18 180* 227* - -
82
No. Kode Sampel Panjang Fragmen DNA dari Ukuran Sampel Daging ± 0.2 mm
Aro1-10 (173-273 bp) Aro3-37 (92-192 bp)
Alel 1 Alel 2 Alel 1 Alel 2
19. BLT-19 180* 215* 142* 186* 20. BLT-20 181* 205* 112* 158* 21. BLT-21 - - - - 22. BLT-22 - - - - 23. BLT-23 170** - - - 24. BLT-24 171** 200* - - 25. BLT-25 174* 248* 136* -
Keterangan: *, Alel dalam range; Homozigot;
**, Alel outlier; Heterozigot;
Δ, Rangkuman Lampiran 9; Allelic Drift;
C. Panjang Fragmen DNA Amplikon dari Hasil Ekstraksi Genom dengan Ukuran Daging Tongkol Lisong ˃ 0.2 mmΔ
No. Kode Sampel Panjang Fragmen DNA dari Ukuran Sampel Daging ˃ 0.2 mm
Aro1-10 (173-273 bp) Aro3-37 (92-192 bp)
Alel 1 Alel 2 Alel 1 Alel 2
1. BLT-1 - - 201** -
2. BLT-2 - - - -
3. BLT-3 - - - -
4. BLT-4 - - - -
5. BLT-5 - - - -
6. BLT-6 - - - -
7. BLT-7 226* - - -
83
No. Kode Sampel Panjang Fragmen DNA dari Ukuran Sampel Daging ˃ 0.2 mm
Aro1-10 (173-273 bp) Aro3-37 (92-192 bp)
Alel 1 Alel 2 Alel 1 Alel 2
8. BLT-8 207* - 169* 180* 9. BLT-9 207* - - -
10. BLT-10 211* - - -
11. BLT-11 - - - -
12. BLT-12 195* - - -
13. BLT-13 - - - -
14. BLT-14 - - - -
15. BLT-15 - - - -
16. BLT-16 - - - -
17. BLT-17 - - - -
18. BLT-18 207* - - -
19. BLT-19 204* - - -
20. BLT-20 - - - -
21. BLT-21 208* - - -
22. BLT-22 211* 229* 187* -
23. BLT-23 209* - - -
24. BLT-24 207* 230* - -
25. BLT-25 204* - - -
Keterangan: *, Alel dalam range; Homozigot;
**, Alel outlier; Heterozigot; Δ, Rangkuman Lampiran 9; Allelic Drift;
84
Lampiran 4. Surat Pernyataan telah Melakukan PKM
85
Lampiran 5. Log Book PKM
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
Lampiran 6. Dokumentasi Kegiatan PKM
No. Gambar Keterangan
1.
Pangkalan Pendaratan Ikan
Kedonganan, Bali.
2.
Presentasi proposal praktik
kerja magang bersama
peneliti LRPT, Bali.
3.
Wawancara nelayan di PPI
Kedonganan, Bali.
4.
Identifikasi tongkol lisong
(Auxis rochei) yang dijual di
PPI Kedonganan, Bali.
100
No. Gambar Keterangan
5.
Pengecekan ulang spesies
tongkol lisong ketika akan
ditimbang.
6.
Pengukuran panjang total
dan panjang cagak dari ikan
tongkol lisong.
7.
Pengukuran berat total dari
tiap ikan tongkol lisong.
8.
Pemotongan diagonal pada
daging (jaringan otot) setiap
tongkol lisong di bagian
dekat ekor (posterior).
101
No. Gambar Keterangan
9.
Potongan daging tongkol
lisong dipindahkan ke dalam
vial yang telah berisi alkohol
96%.
10.
Potongan daging tongkol
lisong dimasukan dengan
pinset sampai terendam
alkohol 96% di botol vial.
11.
Proses ekstraksi DNA
genom dengan chelex 10%
di dalam biosafety cabinet.
12.
Pengaturan volume yang
dibutuhkan pada mikropipet
untuk memindahkan larutan
amplifikasi DNA ke dalam
PCR tube.
13.
DNA genom tongkol lisong
dari hasil ekstraksi chelex
10% dipindahkan ke PCR
tube yang sesuai label.
102
No. Gambar Keterangan
14.
Amplikon DNA tongkol
lisong dicampur dengan
CYBR green, agar dapat
berpendar saat disinari UV.
15.
Amplikon DNA tongkol
lisong yang tercampur
dengan CYBR green, lalu
diinput ke sumur agar di
electrophorensis chamber.
16.
Pengecekan tiap panjang
fragmen DNA dari hasil
amplifikasi DNA tongkol
lisong dengan QIAxcel
Advanced.
17.
Proses perawatan dengan
“purge” untuk memastikan
tidak ada sumbatan pada
tiap saluran kapiler dari gel
cartridge QIAxcel.
103
No. Gambar Keterangan
18.
Pemilihan metode AM420
dengan waktu injeksi 10
detik serta pemilihan baris
sampel.
19.
Pelabelan setiap PCR tube
sesuai nomor sampel dan
jenis primer yang dipakai.
20.
Proses pembacaan panjang
fragmen DNA dari tiap
amplikon tongkol lisong
yang dipantau oleh software
Screen Gel v.1.6.
21.
Presentasi Hasil Praktik
Kerja Magang di LRPT, Bali
bersama Kepala LRPT,
Pembimbing Lapang dan
Kepala Laboratorium LRPT.
104
No. Gambar Keterangan
22.
Upacara Hari Ulang Tahun
Kemerdekaan Indonesia di
LRPT, Bali.
23.
Aksi bersih-bersih dalam
rangka Menghadap Laut 2.0
di Pantai Mertasari, Bali
24.
Senam Kebugaran Jasmani
di Lapangan LRPT, Bali.
25.
Penyerahan plakat sebagai
simbol ucapan terima kasih
& kenang-kenangan selama
praktik kerja magang.
26.
Berfoto bersama
pembimbing lapang (Bapak
Raymon Rahmanov Zedta,
S.Pi) di LRPT, Bali.
105
Lampiran 7. Info Grafis Praktik Kerja Magang
Result 1 / 2 2019-08-15 12:19:27
106
Lampiran 8. Hasil Pengecekan Konsentrasi Genom dari Nanofotometer
A. Hasil Ekstraksi Genom DNA Tongkol Lisong dari Daging berukuran ≤ 0.2 mm
Instrument Type N50
Version NPOS 3.0 build 12984
Serial Number T50756
Selftest passed 2019-08-15; 11:40
Parameter
Method
Nucleic Acids
Nucleic Acid Factor
50.00
Type
Mode
dsDNA
NanoVolume
Background Correction
Air Bubble Recognition
On
Off
Volume 1-2 Manual Dilution Factor 1.000
#
1
Name Blank 1
Conc.
0.0000
Units
ng/ul
A230
0.000
A260
0.000
A280
0.000
A320
0.000
A260/A280 0.000
A260/A230 0.000
Dilution
2 BLT-FIN-10 67.700 ng/ul 5.134 1.395 0.795 0.041 1.796 0.266 15
3 BLT-FIN-11 73.450 ng/ul 5.674 1.509 0.934 0.040 1.643 0.261 15
4 BLT-FIN-13 47.250 ng/ul 3.245 0.973 0.420 0.028 2.411 0.294 15
5 BLT-FIN-14 61.400 ng/ul 4.012 1.275 0.585 0.047 2.283 0.310 15
6 BLT-FIN-15 - - - ng/ul 0.148 -0.013 -0.024 -0.007 0.353 -0.039 15
7 BLT-FIN-15.1 56.550 ng/ul 4.051 1.154 0.583 0.023 2.020 0.281 15
8 BLT-FIN-18 11.750 ng/ul 0.726 0.328 0.230 0.093 1.715 0.371 15
9 BLT-FIN-18.1 0.6500 ng/ul 0.150 0.013 0.001 -0.000 13.00 0.087 15
10 BLT-FIN-18.2 43.350 ng/ul 3.046 0.891 0.471 0.024 1.940 0.287 15
11 BLT-FIN-21 0.4500 ng/ul 0.172 0.008 -0.003 -0.001 -4.500 0.052 15
12 BLT-FIN-21.1 60.950 ng/ul 4.416 1.251 0.655 0.032 1.957 0.278 15
13 BLT-FIN-23 62.550 ng/ul 3.984 1.291 0.525 0.040 2.579 0.317 15
14 BLT-FIN-24 28.550 ng/ul 1.821 0.582 0.277 0.011 2.147 0.315 15
15 BLT-FIN-25 39.450 ng/ul 2.542 0.806 0.352 0.017 2.355 0.312 15
16 BLT-FIN-11.1 75.250 ng/ul 5.948 1.573 1.002 0.068 1.611 0.256 15
17 BLT-FIN-23.1 60.400 ng/ul 3.791 1.218 0.471 0.010 2.620 0.319 15
Result 2 / 2 2019-07-29 12:19:27
107
21.1
Result 1 / 1 2019-07-29 12:33:54
108
B. Hasil Ekstraksi Genom DNA Tongkol Lisong dari Daging berukuran ± 0.2 mm
lnstrument Type N50
Version NPOS 3.0 build 12984
Serial Number T50756
Selftest passed 2019-07-29; 12:10
Parameter
Method
Nucleic Acids
Nucleic Acid Factor
50.00
Type
Mode
dsDNA
NanoVolume
Background Correction
Air Bubble Recognition
On
Off
Volume 1-2 Manual Dilution Factor 1.000
# 1
Name Blank 1
Conc.
0.0000
Units
ng/ul
A230
0.000
A260
0.000
A280
0.000
A320
0.000
A260/A280 0.000
A260/A230 0.000
Dilution
2 BLT-1 81.950 ng/ul 5.503 1.686 0.797 0.047 2.185 0.300 15
3 BLT-2 1.5500 ng/ul 0.263 0.035 0.017 0.004 2.385 0.120 15
4 BLT-2.1 93.450 ng/ul 7.286 1.943 1.288 0.074 1.540 0.259 15
5 BLT-1.1 85.550 ng/ul 6.107 1.760 0.918 0.049 1.969 0.282 15
6 BLT-3 58.950 ng/ul 4.157 1.217 0.671 0.038 1.863 0.286 15
7 BLT-4 92.800 ng/ul 6.937 1.990 1.331 0.134 1.551 0.273 15
8 BLT-5 74.700 ng/ul 5.310 1.554 0.839 0.060 1.918 0.285 15
9 BLT-6 86.350 ng/ul 5.643 1.792 1.013 0.065 1.822 0.310 15
10 BLT-7 72.650 ng/ul 2.973 1.508 0.578 0.055 2.778 0.498 15
11 BLT-8 67.300 ng/ul 4.234 1.362 0.661 0.016 2.087 0.319 15
12 BLT-9 98.500 ng/ul 6.367 2.033 0.931 0.063 2.270 0.313 15
13 BLT-10 102.10 ng/ul 6.937 2.098 1.005 0.056 2.152 0.297 15
Result 1 / 2 2019-07-31 12:48:51
109
lnstrument Type N50
Version NPOS 3.0 build 12984
Serial Number T50756
Selftest passed 2019-07-31; 12:16
Parameter
Method
Nucleic Acids
Nucleic Acid Factor
50.00
Type
Mode
dsDNA
NanoVolume
Background Correction
Air Bubble Recognition
On
Off
Volume 1-2 Manual Dilution Factor 1.000
# 1
Name Blank 1
Conc.
0.0000
Units
ng/ul
A230
0.000
A260
0.000
A280
0.000
A320
0.000
A260/A280 0.000
A260/A230 0.000
Dilution
2 BLT-re11 29.750 ng/ul 1.790 0.613 0.233 0.018 2.767 0.336 15
3 BLT-re11.1 29.900 ng/ul 1.756 0.620 0.240 0.022 2.743 0.345 15
4 BLT-re12 110.35 ng/ul 5.670 2.244 0.750 0.037 3.095 0.392 15
5 BLT-re13 63.100 ng/ul 3.687 1.283 0.409 0.021 3.253 0.344 15
6 BLT-re14 137.75 ng/ul 7.273 2.841 0.887 0.086 3.439 0.383 15
7 BLT-re15 105.20 ng/ul 6.712 2.144 0.872 0.040 2.529 0.315 15
8 BLT-re16 50.850 ng/ul 4.174 1.050 0.710 0.033 1.502 0.246 15
9 BLT-re17 57.200 ng/ul 3.614 1.159 0.502 0.015 2.349 0.318 15
10 BLT-re11.2 28.200 ng/ul 1.640 0.579 0.212 0.015 2.863 0.347 15
11 BLT-re18 104.25 ng/ul 6.891 2.120 0.974 0.035 2.220 0.304 15
12 BLT-re11.3 28.850 ng/ul 1.734 0.596 0.223 0.019 2.828 0.336 15
13 BLT-re19 66.550 ng/ul 5.488 1.369 0.897 0.038 1.549 0.244 15
14 BLT-re20 94.300 ng/ul 4.709 1.928 0.671 0.042 2.998 0.404 15
Result 2 / 2 2019-07-31 12:48:51
110
1
2
\\ 3
Result 1 / 1 2019-08-05 11:46:49
111
lnstrument Type N50
Version NPOS 3.0 build 12984
Serial Number T50756
Selftest passed 2019-08-05; 11:22
Parameter
Method
Nucleic Acids
Nucleic Acid Factor
50.00
Type
Mode
dsDNA
NanoVolume
Background Correction
Air Bubble Recognition
On
Off
Volume 1-2 Manual Dilution Factor 1.000
# 1
Name Blank 1
Conc.
0.0000
Units
ng/ul
A230
0.000
A260
0.000
A280
0.000
A320
0.000
A260/A280
0.000
A260/A230
0.000
Dilution
2 BLT-21 37.450 ng/ul 2.351 0.801 0.371 0.052 2.348 0.326 15
3 BLT-22 32.750 ng/ul 2.065 0.671 0.304 0.016 2.274 0.320 15
4 BLT-23 40.850 ng/ul 2.768 0.868 0.446 0.051 2.068 0.301 15
5 BLT-24 39.150 ng/ul 2.270 0.802 0.323 0.019 2.576 0.348 15
6 BLT-25 29.250 ng/ul 1.891 0.603 0.259 0.018 2.427 0.312 15
7 BLT-24.2 38.100 ng/ul 2.165 0.777 0.314 0.015 2.548 0.354 15
8 BLT-24.3 38.500 ng/ul 2.226 0.780 0.318 0.010 2.500 0.347 15
Result 1 / 2 2019-07-23 12:09:43
112
C. Hasil Ekstraksi Genom DNA Tongkol Lisong dari Daging berukuran > 0.2 mm
lnstrument Type N50
Version NPOS 3.0 build 12984
Serial Number T50756
Selftest passed 2019-07-23; 11:04
Parameter
Method
Nucleic Acids
Nucleic Acid Factor
50.00
Type
Mode
dsDNA
NanoVolume
Background Correction
Air Bubble Recognition
On
Off
Volume 1-2 Manual Dilution Factor 1.000
# 1
Name Blank 1
Conc. 0.0000
Units
ng/ul
A230
0.000
A260
0.000
A280
0.000
A320
0.000
A260/A280 0.000
A260/A230 0.000
Dilution
2 Sample 1 193.00 ng/ul 12.35 4.035 2.692 0.175 1.534 0.317 15
3 Sample 2 8.6500 ng/ul 0.783 0.179 0.091 0.006 2.035 0.223 15
4 BLT-03 136.45 ng/ul 14.70 7.758 6.796 5.029 1.544 0.282 15
5 BLT-04 4.5000 ng/ul 0.540 0.090 0.045 -0.000 2.000 0.167 15
6 BLT-05 180.35 ng/ul 9.166 3.692 1.465 0.085 2.614 0.397 15
7 BLT-06 169.45 ng/ul 11.09 3.462 2.044 0.073 1.719 0.308 15
8 BLT-07 239.20 ng/ul 13.26 4.907 2.327 0.123 2.171 0.364 15
9 BLT-08 2.0500 ng/ul 0.295 0.044 0.020 0.003 2.412 0.140 15
10 BLT-09 3.6500 ng/ul 0.430 0.076 0.037 0.003 2.147 0.171 15
11 BLT-10 138.05 ng/ul 9.268 2.843 1.238 0.082 2.388 0.301 15
12 BLT-11 187.30 ng/ul 12.68 3.851 2.068 0.105 1.908 0.298 15
13 BLT-12 120.75 ng/ul 7.679 2.534 1.105 0.119 2.449 0.319 15
14 BLT-13 326.30 ng/ul 18.32 6.707 3.209 0.181 2.155 0.360 15
15 BLT-14 173.10 ng/ul 7.435 3.518 1.339 0.056 2.698 0.469 15
16 BLT-15 0.9000 ng/ul 0.179 0.016 0.004 -0.002 3.000 0.099 15
17 BLT-16 254.65 ng/ul 14.93 5.227 2.700 0.134 1.985 0.344 15
18 BLT-17 168.15 ng/ul 12.55 3.459 2.277 0.096 1.542 0.270 15
19 BLT-18 71.550 ng/ul 4.837 1.479 0.762 0.048 2.004 0.299 15
20 BLT-20 176.30 ng/ul 8.904 3.607 1.175 0.081 3.223 0.400 15
21 BLT-21 133.55 ng/ul 10.13 2.715 1.537 0.044 1.789 0.265 15
22 BLT-22 199.70 ng/ul 14.35 4.082 2.789 0.088 1.479 0.280 15
23 BLT-23 114.00 ng/ul 8.200 2.347 1.395 0.067 1.717 0.280 15
24 BLT-24 153.00 ng/ul 8.956 3.125 1.612 0.065 1.978 0.344 15
25 BLT-25 95.750 ng/ul 7.098 1.966 1.104 0.051 1.819 0.272 15
26 BLT-16[new] 1.0000 ng/ul 0.104 0.039 0.032 0.019 1.538 0.235 15
27 BLT-15[new] 205.55 ng/ul 11.91 4.202 1.744 0.091 2.487 0.348 15
28 BLT-02[new] 327.45 ng/ul 16.59 6.650 3.458 0.101 1.951 0.397 15
29 BLT-03[new] 0.5000 ng/ul 0.204 0.008 0.005 -0.002 1.429 0.049 15
30 BLT-04[new] 3.9500 ng/ul 0.502 0.078 0.044 -0.001 1.756 0.157 15
31 BLT-08[new] 165.75 ng/ul 11.42 3.403 1.925 0.088 1.805 0.293 15
32 BLT-09[new] 4.0000 ng/ul 0.501 0.082 0.039 0.002 2.162 0.160 15
Result 2 / 2 2019-07-23 12:09:43
113
Result 1 / 1 2019-07-23 17:21:51
114
lnstrument Type N50
Version NPOS 3.0 build 12984
Serial Number T50756
Selftest passed 2019-07-23; 17:08
Parameter
Method
Nucleic Acids
Nucleic Acid Factor
50.00
Type
Mode
dsDNA
NanoVolume
Background Correction
Air Bubble Recognition
On
Off
Volume 1-2 Manual Dilution Factor 1.000
# 1
Name Blank 1
Conc.
0.0000
Units
ng/ul
A230
0.000
A260
0.000
A280
0.000
A320
0.000
A260/A280 0.000
A260/A230 0.000
Dilution
2 BLT-04 6.6500 ng/ul 0.213 0.099 0.057 -0.034 1.462 0.538 15
3 BLT-09 245.20 ng/ul 8.289 4.965 1.580 0.061 3.228 0.596 15
4 BLT-19 198.15 ng/ul 11.55 4.045 1.771 0.082 2.346 0.346 15
5 BLT-03 158.50 ng/ul 10.56 3.246 2.001 0.076 1.647 0.302 15
6 BLT-04[try] 189.80 ng/ul 9.833 3.868 2.019 0.072 1.950 0.389 15
115
Lampiran 9. Output Ukuran Panjang Fragmen DNA dari QIAxcel Advanced
A. Panjang Fragmen Amplikon DNA Tongkol Lisong (A. rochei) dengan potongan daging ≤ 0.2 mm
Position: A2 Run Date: 8/16/2019 3:42:41 PM Sample Info: P7.F10
Plate ID: C190304A57_2019-08-16_15-42-41, R: 1, E: 1
Figure: 7
Figure: 8
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 137 3 143 4 148 5 5000
116
Sample Header
Position: A7 Run Date: 8/16/2019 3:42:41 PM Sample Info: P7.F18
Plate ID: C190304A57_2019-08-16_15-42-41, R: 1, E: 1
Figure: 17
Figure: 18
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 119 3 142 4 164 5 5000
117
Figure: 49
Figure: 50
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 130 3 134 4 5000
Sample Header Position: 811 Run Date: 8/16/2019 3:42:41 PM
Sample Info: P7.D25
118
B. Panjang Fragmen Amplikon DNA Tongkol Lisong dari Daging berukuran ± 0.2 mm
Sample Header Position: G10 (BLT-P2.1) Run Date: 8/5/2019 3:05:15 PM
Sample Info:
Plate ID: C190304A57_2019-08-05_15-05-14, R: 1, E: 1
Figure: 75
Figure: 76
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 22 3 49 4 170 5 189 6 5000
119
Sample Header
Position: G11 (BLT-P2.2) Run Date: 8/5/2019 3:05:15 PM Sample Info:
Plate ID: C190304A57_2019-08-05_15-05-14, R: 1, E: 1
Figure: 77
Figure: 78
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 23 3 49 4 189 5 229 6 5000
120
Sample Header
Position: G12 (BLT-P2.3) Run Date: 8/5/2019 3:05:15 PM Sample Info:
Plate ID: C190304A57_2019-08-05_15-05-14, R: 1, E: 1
Figure: 79
Figure: 80
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 23 3 49 4 167 5 191 6 5000
121
Sample Header
Position: H1 (BLT-P2.4) Run Date: 8/5/2019 3:05:15 PM Sample Info:
Plate ID: C190304A57_2019-08-05_15-05-14, R: 1, E: 1
Figure: 81
Figure: 82
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 22 3 49 4 186 5 196 6 5000
122
Sample Header
Position: H2 (BLT-P2.5) Run Date: 8/5/2019 3:05:15 PM Sample Info:
Plate ID: C190304A57_2019-08-05_15-05-14, R: 1, E: 1
Figure: 83
Figure: 84
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 21 3 49 4 177 5 5000
123
Sample Header Position: H3 (BLT-P2.6) Run Date: 8/5/2019 3:05:15 PM
Sample Info:
Plate ID: C190304A57_2019-08-05_15-05-14, R: 1, E: 1
Figure: 85
Figure: 86
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 31 3 41 4 47 5 74 6 166
124
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
7 171 8 179 9 195 10 218
11 240 12 4094 13 5000
Sample Header
Position: H4 (BLT-P2.7) Run Date: 8/5/2019 3:05:15 PM Sample Info:
Plate ID: C190304A57_2019-08-05_15-05-14, R: 1, E: 1
Figure: 87
Figure: 88
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 23 3 51 4 181 5 204 6 5000
125
Sample Header
Position: H5 (BLT-P2.8) Run Date: 8/5/2019 3:05:15 PM Sample Info:
Plate ID: C190304A57_2019-08-05_15-05-14, R: 1, E: 1
Figure: 89
Figure: 90
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 22 3 49 4 173 5 192 6 258 7 5000
126
Sample Header
Position: H6 (BLT-P2.9) Run Date: 8/5/2019 3:05:15 PM Sample Info:
Plate ID: C190304A57_2019-08-05_15-05-14, R: 1, E: 1
Figure: 91
Figure: 92
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 22 3 50 4 178 5 197 6 5000
127
Sample Header Position: H7 (BLT-P2.10) Run Date: 8/5/2019 3:05:15 PM
Sample Info:
Plate ID: C190304A57_2019-08-05_15-05-14, R: 1, E: 1
Figure: 93
Figure: 94
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 22 3 48 4 159 5 188 6 200 7 5000
128
Sample Header Position: H8 (BLT-P2.11) Run Date: 8/5/2019 3:05:15 PM
Sample Info:
Plate ID: C190304A57_2019-08-05_15-05-14, R: 1, E: 1
Figure: 95
Figure: 96
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 23 3 49 4 164 5 5000
129
Sample Header Position: H9 (BLT-P2.12) Run Date: 8/5/2019 3:05:15 PM
Sample Info:
Plate ID: C190304A57_2019-08-05_15-05-14, R: 1, E: 1
Figure: 97
Figure: 98
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 23 3 49 4 167 5 192 6 200 7 5000
130
Sample Header Position: H10 (BLT-P2.13) Run Date: 8/5/2019 3:05:15 PM
Sample Info:
Plate ID: C190304A57_2019-08-05_15-05-14, R: 1, E: 1
Figure: 99
Figure: 100
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 23 3 49 4 168 5 193 6 5000
131
Sample Header
Position: H11 (BLT-P2.14) Run Date: 8/5/2019 3:05:15 PM Sample Info:
Plate ID: C190304A57_2019-08-05_15-05-14, R: 1, E: 1
Figure: 101
Figure: 102
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 23 3 48 4 155 5 173 6 192 7 5000
132
Sample Header
Position: H12 (BLT-P2.15) Run Date: 8/5/2019 3:05:15 PM Sample Info:
Plate ID: C190304A57_2019-08-05_15-05-14, R: 1, E: 1
Figure: 103
Figure: 104
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 23 3 48 4 163 5 181 6 187 7 4518 8 5000
133
Sample Header Position: A2 Run Date: 8/14/2019 2:18:11 PM
Sample Info: BLT.P2.RE16 Plate ID: C190304A57_2019-08-14_14-18-10, R: 1, E: 1
Figure: 5
Figure: 6
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 20 3 47 4 179 5 202 6 4223 7 4512 8 4729 9 5000
134
Sample Header
Position: A3 Run Date: 8/14/2019 2:18:11 PM Sample Info: BLT.P2.RE17
Plate ID: C190304A57_2019-08-14_14-18-10, R: 1, E: 1
Figure: 7
Figure: 8
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 20 3 46 4 177 5 208 6 223 7 5000
135
Sample Header Position: A4 Run Date: 8/14/2019 2:18:11 PM
Sample Info: BLT.P2.RE18 Plate ID: C190304A57_2019-08-14_14-18-10, R: 1, E: 1
Figure: 9
Figure: 10
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 21 3 47 4 180 5 205 6 227 7 5000
136
Sample Header Position: A5 Run Date: 8/14/2019 2:18:11 PM
Sample Info: BLT.P2.RE19 Plate ID: C190304A57_2019-08-14_14-18-10, R: 1, E: 1
Figure: 11
Figure: 12
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 21 3 47 4 180 5 215 6 229 7 5000
137
Sample Header Position: A6 Run Date: 8/14/2019 2:18:11 PM
Sample Info: BLT.P2.RE20 Plate ID: C190304A57_2019-08-14_14-18-10, R: 1, E: 1
Figure: 13
Figure: 14
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 21 3 48 4 181 5 205 6 5000
138
Sample Header
Position: A9 Run Date: 8/14/2019 2:18:11 PM Sample Info: BLT.P2.RE23
Plate ID: C190304A57_2019-08-14_14-18-10, R: 1, E: 1
Figure: 19
Figure: 20
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 22 3 47 4 170 5 5000
139
Sample Header
Position: A10 Run Date: 8/14/2019 2:18:11 PM Sample Info: BLT.P2.RE.24
Plate ID: C190304A57_2019-08-14_14-18-10, R: 1, E: 1
Figure: 21
Figure: 22
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 21 3 47 4 171 5 200 6 5000
140
Sample Header
Position: A11 Run Date: 8/14/2019 2:18:11 PM Sample Info: BLT.P2.RE25
Plate ID: C190304A57_2019-08-14_14-18-10, R: 1, E: 1
Figure: 23
Figure: 24
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 21 3 48 4 174 5 199 6 248 7 5000
141
Sample Header
Position: A1 (Size Marker) Run Date: 8/9/2019 11:14:29 AM Sample Info:
Plate ID: C190304A57_2019-08-09_11-14-29, R: 1, E: 1
Figure: 5
Figure: 6
Result Table
# Size [bp]
Area Height [RFU]
1 15 1.1971846 1.16 2 100 0.9247516 0.90 3 200 1.1098464 1.04
142
Result Table
# Size [bp]
Area Height [RFU]
4 300 1.2800591 1.11 5 400 1.3976635 1.15 6 500 1.4919143 1.12 7 600 1.6108723 1.19 8 700 1.5980510 1.15 9 800 1.6428722 1.13
10 1000 4.1741387 2.37 11 1200 1.7299368 1.01 12 1500 1.7054045 1.02 13 2000 1.7026592 0.95 14 2500 1.6614502 0.89 15 5000 4.7134383 1.30
Sample Header
Position: A2 (BLT-P7.1) Run Date: 8/9/2019 11:14:29 AM Sample Info:
Plate ID: C190304A57_2019-08-09_11-14-29, R: 1, E: 1
Figure: 7
143
Figure: 8
Result Table
# Size [bp]
Area Height [RFU]
1 15 1.9915399 1.66 2 135 0.2078798 0.11 3 154 0.1810709 0.11 4 5000 0.8167664 0.21
144
Sample Header Position: A3 (BLT-P7.2) Run Date: 8/9/2019 11:14:29 AM
Sample Info:
Plate ID: C190304A57_2019-08-09_11-14-29, R: 1, E: 1
Figure: 9
Figure: 10
Result Table
# Size [bp]
Area Height [RFU]
1 15 2.7286654 2.16 2 135 0.6733078 0.40 3 155 0.6559623 0.41 4 5000 7.3122664 1.35
145
Sample Header Position: A4 (BLT-P7.3) Run Date: 8/9/2019 11:14:29 AM
Sample Info:
Plate ID: C190304A57_2019-08-09_11-14-29, R: 1, E: 1
Figure: 11
Figure: 12
Result Table
# Size [bp]
Area Height [RFU]
1 15 3.3374270 2.55 2 135 0.9931502 0.66 3 140 0.9226407 0.62 4 5000 4.5604737 0.71
146
Sample Header
Position: A5 (BLT-P7.4) Run Date: 8/9/2019 11:14:29 AM Sample Info:
Plate ID: C190304A57_2019-08-09_11-14-29, R: 1, E: 1
Figure: 13
Figure: 14
Result Table
# Size [bp]
Area Height [RFU]
1 15 2.9285572 2.53 2 132 0.2145117 0.14 3 142 0.2233237 0.15
147
Result Table
# Size [bp]
Area Height [RFU]
4 4743 1.9091217 1.14 5 5000 4.3785624 1.10
Sample Header
Position: A6 (BLT-P7.5) Run Date: 8/9/2019 11:14:29 AM Sample Info:
Plate ID: C190304A57_2019-08-09_11-14-29, R: 1, E: 1
Figure: 15
Figure: 16
Result Table
# Size [bp]
Area Height [RFU]
1 15 2.7944264 2.50 2 115 0.2082966 0.14 3 140 0.2699252 0.14 4 5000 6.7026446 1.38
148
Sample Header
Position: A7 (BLT-P7.6) Run Date: 8/9/2019 11:14:29 AM Sample Info:
Plate ID: C190304A57_2019-08-09_11-14-29, R: 1, E: 1
Figure: 17
Figure: 18
Result Table
# Size [bp]
Area Height [RFU]
1 15 6.1717868 4.92 2 127 1.6171396 0.73 3 5000 5.6449444 0.98
149
Sample Header
Position: A8 (BLT-P7.7) Run Date: 8/9/2019 11:14:29 AM Sample Info:
Plate ID: C190304A57_2019-08-09_11-14-29, R: 1, E: 1
Figure: 19
Figure: 20
Result Table
# Size [bp]
Area Height [RFU]
1 15 4.1157319 3.21 2 124 0.3048777 0.19 3 149 0.3640994 0.19 4 5000 7.7245545 1.32
150
Sample Header
Position: A9 (BLT-P7.8) Run Date: 8/9/2019 11:14:29 AM Sample Info:
Plate ID: C190304A57_2019-08-09_11-14-29, R: 1, E: 1
Figure: 21
Figure: 22
Result Table
# Size [bp]
Area Height [RFU]
1 15 3.5097737 3.06 2 128 0.4163286 0.25 3 136 0.3639865 0.26 4 5000 7.8925433 1.71
151
Sample Header Position: A10 (BLT-P7.9) Run Date: 8/9/2019 11:14:29 AM
Sample Info:
Plate ID: C190304A57_2019-08-09_11-14-29, R: 1, E: 1
Figure: 23
Figure: 24
Result Table
# Size [bp]
Area Height [RFU]
1 15 3.0271691 2.57 2 124 0.2669389 0.13 3 132 0.1961067 0.16 4 5000 6.3156049 1.32
152
Sample Header
Position: A12 Run Date: 8/14/2019 2:18:11 PM Sample Info: BLT.P7.RE12
Plate ID: C190304A57_2019-08-14_14-18-10, R: 1, E: 1
Figure: 25
Figure: 26
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 131 3 162 4 4824 5 5000
153
Sample Header
Position: A5 Run Date: 8/14/2019 3:07:35 PM Sample Info: P7.RE16
Plate ID: C190304A57_2019-08-14_15-07-35, R: 1, E: 1
Figure: 11
Figure: 12
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 151 3 5000
154
Sample Header Position: A6 Run Date: 8/14/2019 3:07:35 PM
Sample Info: P7.RE17 Plate ID: C190304A57_2019-08-14_15-07-35, R: 1, E: 1
Figure: 13
Figure: 14
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 135 3 167 4 5000
155
Sample Header Position: A8 Run Date: 8/14/2019 3:07:35 PM
Sample Info: P7.RE19 Plate ID: C190304A57_2019-08-14_15-07-35, R: 1, E: 1
Figure: 17
Figure: 18
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 142 3 186 4 5000
156
Sample Header
Position: A9 Run Date: 8/14/2019 3:07:35 PM Sample Info: P7.RE20
Plate ID: C190304A57_2019-08-14_15-07-35, R: 1, E: 1
Figure: 19
Figure: 20
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 112 3 158 4 5000
157
Sample Header
Position: B1 Run Date: 8/16/2019 3:42:41 PM Sample Info: P7.RE25
Plate ID: C190304A57_2019-08-16_15-42-41, R: 1, E: 1
Figure: 29
Figure: 30
Result Table
# Size [bp]
# Size [bp]
1 15 2 136 3 5000
158
C. Panjang Fragmen Amplikon DNA Tongkol Lisong dari Daging berukuran > 0.2 mm
Sample Header Position: A1 (Size Marker) Run Date: 7/25/2019 2:49:15 PM Plate ID: C180717A12_2019-07-25_14-49-15, R: 1, E: 1
Figure: 5
Figure: 6
Result Table
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
1 15 n/a 2 100 1.38 3 200 1.38 4 300 1.38 5 400 1.38 6 500 1.38 7 600 1.38 8 700 1.38
159
Result Table
# Size [bp]
Cone. [ng/µl]
# Size [bp]
Cone. [ng/µl]
9 800 1.38 10 1000 3.44 11 1200 1.38 12 1500 1.38 13 2000 1.38 14 2500 1.38 15 5000 n/a Total 20.00
Sample Header
Position: A8 (BLT-P2.7) Run Date: 7/25/2019 2:49:15 PM Plate ID: C180717A12_2019-07-25_14-49-15, R: 1, E: 1
Figure: 19
Figure: 20
Result Table
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
1 15 n/a 2 226 0.71 3 5000 n/a Total 0.71
160
Sample Header
Position: A9 (BLT-P2.8) Run Date: 7/25/2019 2:49:15 PM Plate ID: C180717A12_2019-07-25_14-49-15, R: 1, E: 1
Figure: 21
Figure: 22
Result Table
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
1 15 n/a 2 207 1.73 3 5000 n/a Total 1.73
161
Sample Header
Position: A10 (BLT-P2.9) Run Date: 7/25/2019 2:49:15 PM Plate ID: C180717A12_2019-07-25_14-49-15, R: 1, E: 1
Figure: 23
Figure: 24
Result Table
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
1 15 n/a 2 207 1.06 3 5000 n/a Total 1.06
162
Sample Header
Position: A11 (BLT-P2.10) Run Date: 7/25/2019 2:49:15 PM Plate ID: C180717A12_2019-07-25_14-49-15, R: 1, E: 1
Figure: 25
Figure: 26
Result Table
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
1 15 n/a 2 211 0.57 3 5000 n/a Total 0.57
163
Sample Header
Position: B1 (BLT-P2.12) Run Date: 7/25/2019 2:49:15 PM Plate ID: C180717A12_2019-07-25_14-49-15, R: 1, E: 1
Figure: 29
Figure: 30
Result Table
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
1 15 n/a 2 195 1.69 3 2345 6.21 4 5000 n/a
Total 7.90
164
Sample Header
Position: B7 (BLT-P2.18) Run Date: 7/25/2019 2:49:15 PM Plate ID: C180717A12_2019-07-25_14-49-15, R: 1, E: 1
Figure: 41
Figure: 42
Result Table
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
1 15 n/a 2 207 0.78 3 5000 n/a Total 0.78
165
Sample Header
Position: B8 (BLT-P2.19) Run Date: 7/25/2019 2:49:15 PM Plate ID: C180717A12_2019-07-25_14-49-15, R: 1, E: 1
Figure: 43
Figure: 44
Result Table
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
1 15 n/a 2 204 1.10 3 5000 n/a Total 1.10
166
Sample Header Position: B10 (BLT-P2.21) Run Date: 7/25/2019 2:49:15 PM Plate ID: C180717A12_2019-07-25_14-49-15, R: 1, E: 1
Figure: 47
Figure: 48
Result Table
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
1 15 n/a 2 208 0.66 3 5000 n/a Total 0.66
167
Sample Header
Position: B11 (BLT-P2.22) Run Date: 7/25/2019 2:49:15 PM Plate ID: C180717A12_2019-07-25_14-49-15, R: 1, E: 1
Figure: 49
Figure: 50
Result Table
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
1 15 n/a 2 211 0.64 3 229 1.07 4 5000 n/a
Total 1.71
168
Sample Header
Position: B12 (BLT-P2.23) Run Date: 7/25/2019 2:49:15 PM Plate ID: C180717A12_2019-07-25_14-49-15, R: 1, E: 1
Figure: 51
Figure: 52
Result Table
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
1 15 n/a 2 209 1.37 3 5000 n/a Total 1.37
169
Sample Header
Position: G1 (BLT-P2.24) Run Date: 7/25/2019 2:49:15 PM Plate ID: C180717A12_2019-07-25_14-49-15, R: 1, E: 1
Figure: 53
Figure: 54
Result Table
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
1 15 n/a 2 207 0.51 3 230 0.79 4 5000 n/a
Total 1.30
170
Sample Header
Position: G2 (BLT-P2.25) Run Date: 7/25/2019 2:49:15 PM Plate ID: C180717A12_2019-07-25_14-49-15, R: 1, E: 1
Figure: 55
Figure: 56
Result Table
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
1 15 n/a 2 204 0.73 3 5000 n/a Total 0.73
171
Sample Header
Position: G3 (BLT-P7.1) Run Date: 7/25/2019 2:49:15 PM Plate ID: C180717A12_2019-07-25_14-49-15, R: 1, E: 1
Figure: 57
Figure: 58
Result Table
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
1 15 n/a 2 201 6.87 3 5000 n/a Total 6.87
172
Sample Header
Position: G10 (BLT-P7.8) Run Date: 7/25/2019 2:49:15 PM Plate ID: C180717A12_2019-07-25_14-49-15, R: 1, E: 1
Figure: 71
Figure: 72
Result Table
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
1 15 n/a 2 169 0.83 3 180 0.69 4 5000 n/a
Total 1.52
173
Sample Header
Position: H12 (BLT-P7.22) Run Date: 7/25/2019 2:49:15 PM Plate ID: C180717A12_2019-07-25_14-49-15, R: 1, E: 1
Figure: 99
Figure: 100
Result Table
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
# Size [bp]
Conc. [ng/µl]
1 15 n/a 2 187 1.23 3 5000 n/a Total 1.23