optimasi untuk pengelolaan tempat pengolahan sampah …
TRANSCRIPT
SKRIPSI
OPTIMASI UNTUK PENGELOLAAN TEMPAT PENGOLAHAN
SAMPAH REDUCE-REUSE-RECYCLE (TPS 3R) DENGAN
METODE FUZZY LOGIC DAN HILL CLIMBING
(STUDI KASUS DINAS LINGKUNGAN HIDUP DKI JAKARTA)
Skripsi ini Diajukan Sebagai Syarat Melaksanakan Kewajiban Studi Strata Satu
Program Studi Sistem Informasi
Disusun Oleh:
RAMADANA ARBI
1113093000036
PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M / 1441 H
SKRIPSI
OPTIMASI UNTUK PENGELOLAAN TEMPAT PENGOLAHAN
SAMPAH REDUCE-REUSE-RECYCLE (TPS 3R) DENGAN
METODE FUZZY LOGIC DAN HILL CLIMBING
(STUDI KASUS DINAS LINGKUNGAN HIDUP DKI JAKARTA)
Skripsi ini Diajukan Sebagai Syarat Melaksanakan Kewajiban Studi Strata Satu
Program Studi Sistem Informasi
Disusun Oleh:
RAMADANA ARBI
1113093000036
PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M / 1441 H
i
SKRIPSI
OPTIMASI UNTUK PENGELOLAAN TEMPAT PENGOLAHAN
SAMPAH REDUCE-REUSE-RECYCLE (TPS 3R) DENGAN
METODE FUZZY LOGIC DAN HILL CLIMBING
(STUDI KASUS DINAS LINGKUNGAN HIDUP DKI JAKARTA)
LEMBAR HALAMAN JUDUL
Diajukan Sebagai Syarat Melaksanakan Kewajiban Studi Strata Satu
Program Studi Sistem Informasi
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disusun Oleh:
RAMADANA ARBI
1113093000036
PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M / 1441 H
i
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN
iii
iv
LEMBAR PERNYATAAN
iv
v
ABSTRAK
RAMADANA ARBI – 1113093000036, Optimasi Untuk Pengelolaan Tempat
Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R) Dengan Metode Fuzzy Logic
dan Hill Climbing (Studi Kasus Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta) di bawah
bimbingan ibu MEINARINI CATUR UTAMI, M.T dan ibu Dr. QURROTUL
AINI, M.T.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta merupakan lembaga
pemerintah yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan Tempat Pengolahan
Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R). Program TPS 3R memiliki peran untuk
membantu dalam hal pengurangan jumlah produksi sampah serta perbaikan kondisi
limbah atau sampah. Program TPS 3R dinilai masih belum berfungsi secara
optimal, hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah produksi sampah DKI
Jakarta dari tahun ke tahun. Sebagian besar TPS 3R yang ada saat ini membutuhkan
bantuan pendanaan dari pihak pemerintah agar dapat melakukan pembenahan
terhadap TPS 3R yang belum berjalan secara optimal. Pendanaan pun sedang
dipersiapkan oleh pemerintah, namun tidak semua TPS 3R dapat diberi pendanaan
dikarenakan dana tersebut diambil dari anggaran pengelolaan sampah DKI Jakarta
sehingga bersifat terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki tujuan untuk
membangun sistem yang dapat membantu pihak pemerintah khususnya DLH DKI
Jakarta dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan sarana dan prasarana
TPS 3R terutama pemberian pendanaan berdasarkan kriteria terpilih, dengan
menggunakan metode fuzzy logic untuk menentukan tingkat kepentingan kriteria
dan metode optimasi hill climbing. Hasil penelitian ini adalah sebuah sistem yang
dapat memberikan rekomendasi kepada pihak DLH DKI Jakarta terkait pemilihan
TPS 3R yang diprioritaskan untuk diberikan pendanaan.
Kata Kunci: Pengelolaan Sarana dan Prasarana, TPS 3R, Optimasi, Fuzzy Logic,
Hill Climbing.
5 BAB + XVII Halaman + 190 Halaman + 51 Gambar + 20 Tabel + Daftar Pustaka
+ Lampiran
Pustaka Acuan (62, 1989-2018)
v
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena atas berkah,
rahmat, dan hidayah-Nya yang sungguh melimpah, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Optimasi Untuk Pengelolaan Tempat
Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R) Dengan Metode Fuzzy
Logic dan Hill Climbing (Studi Kasus: Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta)” dengan baik. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada
Nabi Besar Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa salam beserta keluarga, sahabat serta
para pengikutnya hinga akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk dapat
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud selaku Dekan Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
2. Bapak A’ang Subiyakto, M.Kom, Ph.D. selaku Ketua Program Studi Sistem
Informasi Fakultas Sains dan Teknologi dan Ibu Nidaul Hasanati, MMSI
selaku Sekretaris Program Studi Sistem Informasi Fakultas Sains dan
Teknologi.
3. Ibu Meinarini Catur Utami, M.T. sebagai Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, dan arahan kepada penulis selama proses
penyelesaian skripsi ini. Terima kasih banyak untuk seluruh waktu, tenaga,
vii
kesediaan menjawab setiap pertanyaan penulis dan senantiasa memberikan
motivasi serta membagikan banyak pengetahuan agar penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
4. Ibu Dr. Qurrotul Aini, M.T sebagai Dosen Pembimbing II yang selalu sabar
dalam membimbing penulis, selalu memberi masukkan yang positif, serta
memberikan arahan dalam memperkuat argumen sehingga penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
5. Seluruh Dosen Program Studi Sistem Informasi yang telah membagikan
ilmunya kepada penulis selama proses perkuliahan.
6. Seluruh karyawan Fakultas Sains dan Teknologi yang telah banyak
membantu penulis dalam perkuliahan, terutama dalam menyelesaikan
administrasi yang berkaitan dengan skripsi.
7. Ibu Rahmawati selaku KASI divisi Pengelolaan Kebersihan DLH DKI
Jakarta, Pak Ervan selaku pegawai divisi Pengelolaan Kebersihan, Ibu Olly
Tasya selaku petinggi InSWA, serta Bapak Eka selaku staf TPA Bantar
Gebang yang telah menjadi narasumber bagi penulis dalam melakukan
penelitian ini, dan seluruh rekan dari DLH DKI Jakarta yang tidak dapat
disebutkan satu per satu oleh penulis yang telah membantu penulis dalam
memperoleh data-data terkait dalam penyusunan skripsi ini.
8. Kedua orang tua penulis, (Alm.) Bapak Rusfian Awal dan Ibu dr Amwa
Yenni. Terima kasih untuk papi dan mami yang telah membesarkan dan
mendidik penulis dari lahir hingga saat ini, terima kasih untuk seluruh cinta
viii
dan kasih yang selalu diberikan untukku. Terima kasih untuk doa-doa yang
selalu mengiri langkahku disegala situasi, saat senang maupun sedih.
9. Kakakku tersayang, Ryos Abdiansyah serta adikku tersayang, Ryorda
Triaptahadi. Terima kasih telah mengisi hari-hari penulis sehingga penulis
tidak pernah merasa kesepian, semoga kalian akan selalu menjadi saudara
dan sahabat terbaik yang mengiringi langkah penulis kedepannya.
10. Bapak Dr. rer. nat. Ditdit Nugeraha Utama, yang membantu
mengembangkan ide mengenai optimasi, sharing referensi-referensi
sumber data yang bermanfaat, dan memberikan semangat dalam
menyelesaikan skripsi.
11. Rekan seperjuangan Muhammad Fathurrahman, Muhammad Aldy Rivai,
Ibnu Yahya Saputra, Amelia Fauziyah, Risyad Abdala Ramadhan, Richardy
Affan S. Siregar, Tris Renanda, Gema Sanjaya, Aditia Angga Perdana,
Muhammad Reza Hamzah, dan rekan-rekan SI-13 lainnya.
12. Himpunan Mahasiswa Sistem Informasi (HIMSI), serta KKN D’Voice 88
yang memberikan pengalaman serta pembelajaran hidup sehingga
memberikan pengaruh untuk selalu optimis dalam setiap tantangan yang
ada.
13. Serta orang-orang yang terlibat dalam membantu dalam penyusunan
laporan skripsi ini.
Penulis memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar seluruh
dukungan, bantuan, dan bimbingan dari semua pihak dibalas pahala yang berlipat
ix
ganda. Selain itu, penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna sehingga saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan dan dapat disampaikan melalui
[email protected] Akhir kata, semoga penelitian ini dapat
memberikan manfaat dan sekaligus menambah ilmu bagi kita semua. Aamiin Ya
Rabbal ‘Alamin.
Jakarta, 21 Oktober 2019
RAMADANA ARBI
1113093000036
vi
x
DAFTAR ISI
LEMBAR HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ............................................................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................................... iv
ABSTRAK .....................................................................................................................v
KATA PENGANTAR ................................................................................................. vi
DAFTAR ISI .................................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................xiv
DAFTAR TABEL ......................................................................................................xvi
DAFTAR PERSAMAAN ..........................................................................................xvii
BAB 1 PENDAHULUAN ..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah .........................................................................................7
1.3 Rumusan Masalah ............................................................................................8
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................................8
1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ............................................................9
1.6 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 10
1.7 Metode Penelitian .......................................................................................... 10
1.8 Sistematika Penulisan .................................................................................... 12
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 14
2.1 Konsep Dasar Penunjang Keputusan .............................................................. 14
2.1.1 Pengertian Keputusan ............................................................................. 14
2.1.2 Keputusan dalam Alquran ...................................................................... 15
2.1.3 Kualitas Keputusan ................................................................................ 15
2.1.4 Pengertian Sistem Penunjang Keputusan ................................................ 17
2.1.5 Karakteristik SPK .................................................................................. 19
2.1.6 Komponen SPK ..................................................................................... 21
2.1.7 Keuntungan SPK .................................................................................... 24
2.1.8 Tujuan Sistem Pendukung Keputusan ..................................................... 25
2.2 Pengertian Optimasi ....................................................................................... 26
2.2.1 Optimasi Heuristik ................................................................................. 27
xi
2.2.2 Langkah-Langkah Optimasi ................................................................... 27
2.2.3 Fungsi dan Variabel Optimasi ................................................................ 28
2.2.4 Relative Value ........................................................................................ 29
2.3 Fuzzy Logic ................................................................................................... 29
2.3.1 Variable Linguistic ................................................................................. 31
2.3.2 Fungsi Keanggotaan (Membership Functions) ........................................ 32
2.3.3 Fuzzifikasi ............................................................................................. 33
2.3.4 Defuzzifikasi .......................................................................................... 34
2.4 Hill Climbing Optimization ............................................................................ 34
2.5 Pengertian dan Pengelolaan Sampah .............................................................. 35
2.5.1 Pengertian Sampah ................................................................................. 35
2.5.2 Sumber-Sumber Sampah ........................................................................ 36
2.5.3 Jenis-Jenis Sampah ................................................................................ 37
2.5.4 Pengelolaan Sampah .............................................................................. 39
2.6 Hubungan Sampah dengan Kesehatan Masyarakat ......................................... 51
2.7 Pengaruh Pengelolaan Sampah terhadap Masyarakat dan Lingkungan ............ 53
2.7.1 Pengaruh Positif ..................................................................................... 53
2.7.2 Pengaruh Negatif ................................................................................... 54
2.8 Pengelolaan Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R) .............. 55
2.8.1 Pengertian TPS 3R ................................................................................. 55
2.8.2 Persyaratan TPS 3R................................................................................ 55
2.8.3 Fasilitas TPS 3R ..................................................................................... 56
2.8.4 Prosedur Kegiatan TPS 3R ..................................................................... 57
2.8.5 Ketentuan Peletakan TPS 3R .................................................................. 58
2.8.6 Pengadaan Sarana dan Prasarana TPS 3R ............................................... 59
2.8.7 Pengoperasian dan Pemeliharaan TPS 3R ............................................... 59
2.8.8 Pemantauan dan Evaluasi TPS 3R .......................................................... 60
2.9 Metodologi Pengembangan Sistem Informasi ................................................. 63
2.10 Rapid Application Development (RAD) ......................................................... 64
2.11 UML (Unified Modelling Language) .............................................................. 67
Use Case Diagram ................................................................................. 69
Activity Diagram .................................................................................... 69
Sequence Diagram ................................................................................. 70
xii
Class Diagram ....................................................................................... 71
2.12 Perangkat Pengembangan Sistem ................................................................... 72
2.12.1 PHP ....................................................................................................... 72
2.12.2 XAMPP ................................................................................................. 72
2.12.3 MYSQL ................................................................................................. 73
2.13 Pengujian Sistem ........................................................................................... 74
2.13.1 Black Box Testing................................................................................... 75
2.13.2 Kelebihan dan Kekurangan Black Box Testing ........................................ 76
2.14 Kriteria yang digunakan ................................................................................. 76
BAB 3 METODE PENELITIAN ............................................................................ 80
3.1 Tahapan Penelitian ......................................................................................... 80
3.2 Analisis Awal ................................................................................................ 82
3.3 Pengumpulan Data ......................................................................................... 83
3.3.1 Metode Observasi .................................................................................. 83
3.3.2 Wawancara ............................................................................................ 84
3.3.3 Studi Kepustakaan.................................................................................. 86
3.3.4 Studi Literatur ........................................................................................ 87
3.4 Pengembangan Sistem ................................................................................... 92
3.4.1 Tahapan Perencanaan Kebutuhan (Requirement Planning) ..................... 93
3.4.2 Tahapan Perancangan (Workshop design) ............................................... 94
3.4.3 Tahapan Implementasi (Implementation) ................................................ 95
3.5 Laporan dan Dokumentasi ............................................................................. 95
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 96
4.1 Gambaran Umum DLH DKI Jakarta .............................................................. 96
4.2 Analisis Masalah............................................................................................ 98
4.3 Alur Tahapan Proses Optimasi ..................................................................... 105
4.4 Variable Linguistic (Parameterizing) ........................................................... 108
4.5 Membership Function (Fungsi Keanggotaan) ............................................... 112
4.6 Skenario Penilaian ....................................................................................... 115
4.7 Hill Climbing ............................................................................................... 136
4.8 Design Workshop ......................................................................................... 137
4.8.1 Design Proses....................................................................................... 137
4.8.2 Design Database .................................................................................. 148
xiii
4.8.3 Design Interface ................................................................................... 162
4.9 Implementasi ............................................................................................... 165
4.9.1 Pemrograman ....................................................................................... 165
4.9.2 Interface Optimasi untuk Pengelolaan TPS 3R ..................................... 171
4.9.3 Uji Coba Aplikasi................................................................................. 173
BAB 5 PENUTUP .................................................................................................. 174
5.1 Kesimpulan.................................................................................................. 174
5.2 Saran ........................................................................................................... 174
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 176
LAMPIRAN .............................................................................................................. 183
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Persentase Unit TPS di DKI Jakarta (DLH DKI Jakarta, 2017) ........ 2
Gambar 1.2 Jumlah Produksi Sampah DKI Jakarta (DLH DKI Jakarta, 2018) .... 4
Gambar 2.1 Karakteristik SPK.......................................................................... 20
Gambar 2.2 Komponen SPK (Sauter, 2010)...................................................... 22
Gambar 2.3 Subsistem Manajemen Data (Turban, Aronson, & Liang, 2007) .... 22
Gambar 2.4 Algoritma Tahapan Fuzzy logic (Utama, 2017) .............................. 30
Gambar 2.5 Contoh Fungsi Keanggotaan (Utama, 2017) .................................. 32
Gambar 2.6 Contoh Interpolasi Linier (Levy, 2010) .......................................... 33
Gambar 2.7 Hill Climbing Flowchart ............................................................... 34
Gambar 2.8 Pengelolaan sampah modern (Chunningham, 2004) ......................... 39
Gambar 2.9 Hubungan elemen dalam sistem pengelolaan sampah .................... 40
Gambar 2.10 Siklus RAD (Kendall & Kendall, 2010)....................................... 65
Gambar 2.11 Contoh Use Case Diagram .......................................................... 69
Gambar 2.12 Contoh Activity Diagram ............................................................. 70
Gambar 2.13 Contoh Sequence Diagram .......................................................... 70
Gambar 2.14 Contoh Class Diagram ................................................................ 71
Gambar 3.1 Tahapan Penelitian ........................................................................ 81
Gambar 4.1 Struktur Organisasi DLH DKI Jakarta ........................................... 97
Gambar 4.2 Persentase Jumlah Unit TPS 3R di DKI Jakarta. ............................ 98
Gambar 4.3 Denah TPS 3R............................................................................... 99
Gambar 4.4 Mesin Kompos dan Composting Area.......................................... 101
Gambar 4.5 Ruang Penyimpanan .................................................................... 101
Gambar 4.6 Skenario Pengelolaan Anggaran TPS 3R ..................................... 105
Gambar 4.7 Alur Tahapan Proses Optimasi .................................................... 106
Gambar 4.8 Variable Linguistic ...................................................................... 108
Gambar 4.9 Membership Function.................................................................. 112
Gambar 4.10 Use Case Diagram .................................................................... 139
Gambar 4.11 Activity Diagram Login Pengguna ............................................. 141
xv
Gambar 4.12 Activity Diagram Entry Data ..................................................... 142
Gambar 4.13 Activity Diagram Manajemen Data Pengguna ............................ 143
Gambar 4.14 Activity Diagram Perhitungan Optimasi..................................... 144
Gambar 4.15 Activity Diagram Validasi ......................................................... 145
Gambar 4.16 Activity Diagram Laporan ......................................................... 146
Gambar 4.17 Activity Diagram Logout Pengguna ........................................... 147
Gambar 4.18 Class Diagram .......................................................................... 149
Gambar 4.19 Skema Database........................................................................ 150
Gambar 4.20 Sequence Diagram Login Pengguna .......................................... 155
Gambar 4.21 Sequence Diagram Entry Data .................................................. 156
Gambar 4.22 Sequence Diagram Manajemen Data Pengguna ......................... 157
Gambar 4.23 Sequence Diagram Perhitungan Optimasi .................................. 158
Gambar 4.24 Sequence Diagram Validasi....................................................... 159
Gambar 4.25 Sequence Diagram Laporan....................................................... 160
Gambar 4.26 Sequence Diagram Logout Pengguna ........................................ 161
Gambar 4.27 Design Interface Daftar TPS 3R ................................................ 162
Gambar 4.28 Design Interface Penentuan Jumlah Anggaran dan Optimasi ..... 163
Gambar 4.29 Design Interface Hasil Optimasi ................................................ 164
Gambar 4.30 Design Interface Laporan Hasil Optimasi .................................. 164
Gambar 4.31 Tampilan Interface Data TPS .................................................... 171
Gambar 4.32 Tampilan Interface Penentuan Jumlah Anggaran ....................... 171
Gambar 4.33 Tampilan Interface Optimasi ..................................................... 172
Gambar 4.34 Tampilan Interface Hasil Optimasi ............................................ 172
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Studi Literatur Penelitian Sejenis ....................................................... 88
Tabel 4.1 Spesifikasi Kapasitas Pelayanan TPS ............................................... 102
Tabel 4.2 Data Kependudukan DKI Jakarta ..................................................... 102
Tabel 4.3 Data Kriteria Luas Lahan ................................................................. 115
Tabel 4.4 Data Kriteria Fasilitas TPS 3R ......................................................... 119
Tabel 4.5 Data Kriteria Jarak ........................................................................... 122
Tabel 4.6 Data Kriteria Kondisi Jalan .............................................................. 126
Tabel 4.7 Data Kriteria Kondisi Lingkungan ................................................... 129
Tabel 4.8 Data Semua Kriteria ........................................................................ 132
Tabel 4.9 Data Nilai Bobot Penilaian Semua Kriteria ...................................... 133
Tabel 4.10 Data Hasil Nilai Semua Kriteria ..................................................... 135
Tabel 4.11 Entitas (Aktor) Use Case Diagram................................................. 137
Tabel 4.12 Tabel TPS 3R ................................................................................ 151
Tabel 4.13 Tabel Fasilitas ................................................................................ 151
Tabel 4.14 Tabel Estetika Jalan ....................................................................... 152
Tabel 4.15 Tabel Kondisi Jalan ....................................................................... 152
Tabel 4.16 Tabel User ..................................................................................... 153
Tabel 4.17 Tabel Optimized TPS 3R ................................................................ 153
Tabel 4.18 Tabel TPS_Fasilitas ....................................................................... 154
Tabel 4.19 Hasil Uji Coba Sistem dengan Black-Box Testing .......................... 173
xvii
DAFTAR PERSAMAAN
Persamaan 2.1 Fungsi dan Variabel Optimasi Secara Umum .............................. 28
Persamaan 2.2 Relative Value ............................................................................ 29
Persamaan 4.1 Nilai Bobot Crisp Output .......................................................... 114
Persamaan 4.2 Relative Value Maximum .......................................................... 115
Persamaan 4.3 Nilai Total Penilaian Optimasi .................................................. 134
xvii
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sampah yang tidak terkelola sangat berbahaya bagi kehidupan
bermasyarakat ataupun lingkungan. Oleh karena itu sampah-sampah tersebut harus
dikontrol dalam hal pengelolaannya. Salah satu pengontrolan tersebut diaplikasikan
dengan penggunaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). Menurut UU
No.18 Tahun 2008 pasal 9 ayat 1 huruf b tentang pengelolaan sampah, tempat
pengolahan sampah terpadu adalah tempat dilaksanakannya pengumpulan,
pemilahan, penggunaan ulang, pendaur ulangan, dan pemrosesan akhir sampah.
Untuk ruang lingkup masyarakat, TPST diintegrasikan menjadi TPS Reduce-
Reuse-Recycle (3R). Menurut Petunjuk Teknis TPS 3R, Program TPS 3R memiliki
tujuan untuk membantu dalam hal pengurangan jumlah serta perbaikan kondisi
limbah atau sampah, yang nantinya akan dilakukan pengolahan secara kontinyu di
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah dan memiliki peranan dalam menjamin
menurunnya kebutuhan lahan untuk pengadaan TPA sampah di wilayah perkotaan.
Dalam proses kegiatannya, program ini akan lebih melibatkan pihak masyarakat
serta pemerintah daerah, pemberdayaan dari masing-masing pihak, dan juga
pembinaan serta pengawasan dari pemerintah daerah untuk kelangsungan program
TPS 3R. Seluruh hal mengenai TPS 3R merupakan tanggung jawab Suku Dinas
masing-masing wilayah di bawah pengawasan Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
2
DLH DKI Jakarta merupakan lembaga pemerintah yang bertanggung jawab
mengenai pengelolaan sampah yang ada di DKI Jakarta di bawah naungan
Kementerian Lingkungan Hidup. DLH DKI Jakarta yang beralamatkan di Jl.
Mandala V No.67, Cililitan, Kramat Jati, Jakarta Timur 13640, DKI Jakarta. DLH
DKI Jakarta memiliki 1100 Tempat Penampungan Sementara (TPS) yang tersebar
di lima wilayah di DKI Jakarta. TPS 3R sudah termasuk di antara TPS tersebut,
dengan jumlah kurang lebih 67 yang tersebar di semua wilayah DKI Jakarta.
Menurut data yang dilansir dari divisi Pengelola Kebersihan DLH DKI Jakarta,
terdapat 11 unit TPS 3R di wilayah Jakarta Utara, 6 unit TPS 3R di Jakarta Barat,
12 unit TPS 3R di Jakarta Pusat, 10 unit TPS 3R di Jakarta Selatan, dan 28 unit TPS
3R di Jakarta Timur. Persentase jumlah unit TPS dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Persentase Unit TPS di DKI Jakarta (DLH DKI Jakarta, 2017)
Dipo8% TPS 3R
6%
Pool Gerobak37%
Pool Container28%
Bak Beton21%
PERSENTASE JUMLAH UNIT TPS DI DKI JAKARTA
3
Mengingat peran penting yang dimiliki oleh TPS 3R, semua TPS 3R yang
ada tersebut pada dasarnya harus memiliki standar yang sesuai dengan ketentuan
yang telah dibuat oleh pemerintah. Standar yang telah dibuat oleh pemerintah
mengenai pengelolaan sampah dan TPS 3R tertuang dalam Permen PU No.3 Tahun
2013 dan Standar Nasional Indonesia (SNI) 3242:2008. Dalam Permen PU No.3
Tahun 2013 pasal 30 dan Standar Nasional Indonesia (SNI) 3242:2008 terdapat
beberapa kriteria teknis yang harus dimiliki oleh TPS 3R. Salah satu di antaranya
adalah luas lahan TPS 3R minimal harus mencapai 200 m2. Hal lain yang harus
menjadi pertimbangan adalah ketersediaan fasilitas seperti ruang penyimpanan,
pengomposan sampah organik, container, composting area dan fasilitas pendukung
lainnya. Selain itu lokasi TPS 3R harus mudah diakses, tidak mencemari
lingkungan, tidak mengganggu estetika lalu lintas, serta harus memiliki jadwal
pengumpulan dan pengangkutan. Hal lain yang patut diperhitungkan adalah jarak
antara TPS 3R dengan pemukiman warga, karena jarak erat kaitannya dengan
estetika dan cakupan pelayanan.
Program TPS 3R yang ada di DKI Jakarta nyatanya masih belum berjalan
secara optimal, hal ini didasarkan pada informasi yang didapat dari DLH bahwa
jumlah produksi sampah DKI Jakarta masih terus meningkat setiap tahunnya,
seperti yang dijabarkan pada Gambar 1.2 berikut ini.
4
Peningkatan jumlah produksi sampah setiap tahunnya tidak sesuai dengan
tujuan dijalankannya program TPS 3R, yaitu mengurangi jumlah produksi sampah
di DKI Jakarta. Berkaitan dengan hal tersebut, Indonesia Solid Waste Association
atau InSWA memberikan informasi mengenai kondisi TPS 3R di DKI Jakarta.
InSWA merupakan organisasi yang bekerja sama dengan DLH DKI Jakarta,
bergerak di bidang manajemen dan teknologi pengelolaan sampah, serta didirikan
pada tanggal 28 Oktober 2003. Salah satu tugas InSWA adalah membantu
pemerintah dalam mendorong terciptanya UU No.18 Tahun 2008 tentang
pengelolaan sampah. Berdasarkan hasil wawancara dengan petinggi InSWA, Olly
Tasya, menjelaskan bahwa masih banyak permasalahan yang terjadi pada TPS 3R.
Permasalahan tersebut meliputi berbagai hal, mulai dari kurangnya fasilitas yang
ada pada TPS 3R, seperti tidak tersedianya wadah pemilahan dan ruang
penyimpanan, lalu menurunnya kualitas alat pencacah organik yang ada. Selain itu
ada TPS 3R yang mencemari jalan dan lingkungan sekitar. Oleh karena itu,
sebagian besar TPS 3R yang ada saat ini membutuhkan bantuan pendanaan oleh
5800
6000
6200
6400
6600
6800
7000
7200
7400
7600
2015 2016 2017 2018
Jumlah Produksi Sampah DKI Jakarta (Dalam Ton)
Jumlah Produksi Sampah DKI Jakarta (Dalam Ton)
Gambar 1.2 Jumlah Produksi Sampah DKI Jakarta (DLH DKI Jakarta, 2018)
5
pihak pemerintah terkait agar dapat melakukan pembenahan terhadap TPS 3R. Olly
juga menambahkan bahwa pihak pemerintah melakukan tinjauan atau survei
langsung ke TPS 3R, namun hanya sebatas tinjauan rutin untuk mendapat laporan
operasional tanpa adanya penanganan lebih lanjut terhadap TPS 3R. Berkaitan
dengan hal tersebut, Pak Ervan selaku staf dari divisi pengelola kebersihan DLH
DKI Jakarta, menyatakan bahwa pendanaan terhadap pengelolaan TPS khususnya
TPS 3R sedang dikaji dan ditinjau oleh pemerintah, namun perlu digarisbawahi
bahwa pendanaan yang nantinya akan disediakan bersifat terbatas dikarenakan dana
tersebut diambil dari anggaran pengelolaan sampah DKI Jakarta.
TPS 3R yang ada harus dibantu pengelolaannya agar dapat berjalan secara
optimal, namun tidak semua TPS 3R dapat dibantu dikarenakan pendanaan yang
dimiliki pemerintah terbatas. Untuk itu diperlukan pemilihan untuk menentukan
TPS 3R mana saja yang diprioritaskan untuk mendapat pendanaan. Dengan
demikian, dibutuhkan suatu sistem yang dapat membantu pihak pemerintah dalam
pengambilan keputusan terkait pengelolaan TPS 3R khususnya pengelolaan sarana
dan prasarana. Sistem penunjang keputusan (SPK) atau Decision Support System
(DSS) adalah sekelompok langkah-langkah yang didasarkan pada model untuk
memproses penilaian guna mendukung manajemen dalam hal pengambilan
keputusan baik masalah terstruktur, semi terstruktur, serta tidak terstruktur sesuai
dengan tujuan yang telah ditentukan (Sauter, 2010). SPK dapat menyajikan
informasi, menyampaikan perkiraan atau prediksi dan menuntun para pengguna
informasi sehingga dapat mengambil keputusan yang terbaik. Sistem tersebut akan
dibuat dengan menggunakan Multiple Objective Decision Making (MODM) yaitu
6
suatu cara dengan pemilihan banyak kriteria sebagai landasan pengambilan
keputusan yang di dalamnya berisi proses perancangan, dimana metode matematik
digunakan untuk jumlah pilihan alternatif yang banyak atau sampai tak terhingga
(Zimmermann, 1991). Output yang dihasilkan sistem tersebut yakni berupa daftar
TPS 3R mana saja yang diprioritaskan untuk mendapat pendanaan berdasarkan
hasil seleksi dan perhitungan dari kriteria yang telah ditentukan.
Untuk mendukung penelitian ini, peneliti menggunakan metode fuzzy logic.
Hal ini didasarkan pada beberapa penelitian sejenis dengan menggunakan metode
yang sama. Salah satu di antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh
Prabakaran et al. (2018), yang membahas mengenai salah satu produk pengelolaan
sampah yaitu pupuk yang berasal dari pengomposan. Metode fuzzy logic dalam
penelitian ini digunakan untuk membuat suatu sistem penunjang keputusan yang
dapat membantu mengurangi konsumsi pupuk dan meningkatkan produktivitas
tanaman. Mengenai objek penelitian, lahan yang tergabung dalam zona klimatik
agro. Sistem ini dapat dikembangkan untuk memaksimalkan produktivitas tanaman
berdasarkan fuzzy logic dengan mempertimbangkan profil tanah, kualitas air,
ketersediaan nutrisi primer, sekunder, juga mikro, faktor musiman, dan insiden
hama. Sistem yang dibuat sudah terbukti dapat menghasilkan 4 kali peningkatan
dalam rasio biaya manfaat di samping pengurangan konsumsi pupuk sebanyak 8
kali.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Allali et al. (2018), yang membahas
pengelolaan sarana dan prasarana pemerintah yaitu bangunan. Metode fuzzy logic
yang ada dalam penelitian ini digunakan sebagai dasar dalam menyajikan
7
metodologi pemrosesan otomatis untuk membantu pihak terkait selama penilaian
kerusakan gedung pasca terjadi gempa. Mengenai objek penelitian, telah terpilih
sebanyak 27.000 gedung yang sudah tersimpan dalam basis data. Metodologi yang
diusulkan dapat memperkirakan tingkat kerusakan global bangunan dengan
mempertimbangkan informasi yang tidak tepat, tidak lengkap, atau tidak pasti.
Hasil dari penggunaan metodologi ini menunjukkan kinerja tinggi sebesar 90%
dengan kesesuaian global serta mengurangi jumlah aturan fuzzy menjadi 55, dengan
catatan semakin rendah jumlah aturan fuzzy, maka akan semakin sedikit waktu yang
dibutuhkan untuk pengembangan dan upaya perhitungan. Berdasarkan
permasalahan dan hasil penelitian sebelumnya, maka penulis melakukan penelitian
berjudul “Optimasi untuk Pengelolaan Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-
Recycle (TPS 3R) menggunakan metode Fuzzy Logic dan Hill Climbing” dan
dilakukan pada studi kasus di Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang sebelumnya, maka dapat diidentifikasi
permasalahan sebagai berikut:
1. Program TPS 3R dinilai belum berjalan secara optimal, hal ini dibuktikan
dengan meningkatnya jumlah produksi sampah DKI Jakarta setiap
tahunnya, pada tahun 2015 jumlah produksi sampah DKI Jakarta berkisar
6.400 ton dan terus meningkat hingga pada tahun 2018 menjadi 7.500 ton.
2. Berdasarkan hasil wawancara dengan Pak Ervan selaku staf Pengelola
Kebersihan DLH, tidak semua TPS 3R dapat diberikan pendanaan
8
dikarenakan dana tersebut diambil dari anggaran pengelolaan sampah DKI
Jakarta, sehingga pendanaan yang dapat diberikan bersifat terbatas.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah sebelumnya, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana cara membangun sebuah sistem optimasi untuk pengelolaan
TPS 3R studi kasus pada Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan kegiatan penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan
khusus. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menghasilkan sistem yang dapat
membantu pihak terkait dalam menentukan TPS 3R mana saja yang diprioritaskan
untuk diberikan pendanaan, sehingga dapat memudahkan dalam pengambilan
keputusan dari data yang telah dihasilkan. Sedangkan tujuan khususnya yaitu:
1. Mengidentifikasi dan menentukan kriteria-kriteria yang digunakan dalam
proses optimasi untuk pengelolaan TPS 3R.
2. Penerapan metode Fuzzy Logic dan Hill Climbing dalam proses
pengambilan keputusan pada optimasi untuk pengelolaan TPS 3R.
3. Perancangan dan pembangunan tampilan optimasi untuk pemilihan TPS 3R
mana saja yang diprioritaskan untuk diberikan pendanaan dengan
menggunakan metode RAD.
9
1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Adapun ruang lingkup dan batasan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Penelitian ini dilakukan di Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta yang
beralamatkan di Jl. Mandala V No.67, Cililitan, Kramat Jati, Jakarta Timur
13640, DKI Jakarta, khususnya pada Divisi Pengelolaan Kebersihan.
2. Penelitian ini hanya berfokus pada penentuan dan pemilihan TPS 3R yang
diprioritaskan untuk diberikan pendanaan oleh pemerintah berdasarkan
kriteria-kriteria yang telah ditentukan.
3. Secara teori yang berdasarkan referensi-referensi maupun hasil analisis
data, penelitian ini memiliki lima kriteria yang dijadikan sebagai kriteria-
kriteria terkait dalam proses optimasi untuk pengelolaan TPS 3R dengan
metode fuzzy logic dan hill climbing yaitu luas lahan, fasilitas TPS, jarak
antara TPS dengan pemukiman warga, kondisi jalan, serta kondisi estetika
lingkungan.
4. Penelitian ini menggunakan metode fuzzy logic sebagai metode pembobotan
nilai kriteria-kriteria terkait dalam proses optimasi untuk pengelolaan TPS
3R dan metode hill climbing yang digunakan dalam penentuan pengambilan
keputusan.
5. Serta pembuatan sistem hasil proses optimasi dalam bentuk web-based
dengan bahasa program PHP dan MySQL sebagai basis datanya.
10
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini sebagai kontribusi kepada
khazanah ilmu pengetahuan adalah sebagai berikut:
1. Memberikan gambaran umum tentang kondisi terkini mengenai TPS 3R
yang dikelola oleh Dinas Lingkungan Hidup.
2. Menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya pada bidang optimasi
ataupun ilmu sistem penunjang keputusan lainnya.
3. Menambah wawasan dan khasanah ilmu pengetahuan, serta pengalaman
penelitian khususnya dalam studi kasus optimasi.
4. Memberikan informasi yang dapat dimanfaatkan sebagai pendukung
keputusan bagi pihak pengelola kebersihan agar dapat memaksimalkan
fungsi dari TPS 3R.
1.7 Metode Penelitian
Dalam menganalisa dan merancang Optimasi Untuk Pengelolaan Tempat
Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R) ini menggunakan metode
penelitian, yaitu:
1. Pengumpulan Data
Dilihat dari teknik pengumpulan data bisa dilakukan dengan wawancara,
observasi, dan studi kepustakaan.
11
a. Observasi
Pengumpulan data dengan observasi langsung atau pengamatan
langsung di DLH DKI Jakarta, TPST Bantar Gebang, TPS 3R Rawa
Kerbo, dan TPS 3R Kramat Pela.
b. Studi Wawancara
Wawancara secara langsung dengan narasumber-narasumber yang
terkait dalam proses penelitian yaitu Kaseksi Divisi Pengelolaan
Kebersihan DLH DKI Jakarta, Kasatpel TPS 3R Rawa Kerbo, dan
Petinggi InSWA.
c. Studi Kepustakaan dan Penelaahan Dokumen
Mengumpulkan dan mempelajari literatur dari berbagai sumber baik
media cetak atapun media elektronik yang akan menjadi acuan dalam
penelitian.
2. Pengembangan SPK
Metode pengembangan yang digunakan adalah Rapid Application
Development (RAD) yang terdiri atas tahap-tahap sebagai berikut:
a) Fase Perencanaan Syarat
Penentuan kriteria-kriteria terkait dengan penelitian
Mengumpulkan data-data penelitian dari berbagai sumber
Pemodelan desain alur proses yang berjalan
b) Fase Workshop Design (perancangan dan konstruksi)
Pemodelan metode fuzzy logic dan hill climbing
Perancangan desain proses, database dan interface
12
c) Fase Implementasi
Pemrograman
Pengujian sistem
1.8 Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan laporan, pembahasan terbagi dalam lima bab dengan
sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB 1 : PENDAHULUAN
Pada bab ini membahas tentang latar belakang, identifikasi
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup
dan batasan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian,
dan sistematika penulisan.
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi uraian tentang landasan teori yang berhubungan
dengan materi yang penulis buat serta teori-teori yang relevan
dengan permasalahan dan pustaka dari penelitian yang
dilakukan.
BAB 3 : METODE PENELITIAN
Pada bab ini menjelaskan medote-metode yang digunakan
penulis dalam melakukan pengumpulan data, penelitian, dan
penulisan laporan.
13
BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini menjelaskan hasil analisis kebutuhan optimasi
dan sistem penyajian data hasil optimasi beserta langkah-
langkah perancangan desain sistem optimasi yang akan dibuat.
BAB 5 : PENUTUP
Bab ini berisi saran dan kesimpulan-kesimpulan dari yang
telah diuraikan oleh bab-bab sebelumnya.
1
14
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Penunjang Keputusan
2.1.1 Pengertian Keputusan
Keputusan adalah kegiatan memilih suatu strategi atau tindakan dalam
memecahkan permasalahan, memberikan solusi dan untuk mencapai suatu tujuan
dari beberapa tujuan (Kusrini, 2007). Keputusan yang akan dibuat merupakan
suatu pemilihan di antara alternatif-alternatif. Dalam definisi ini mengandung tiga
pengertian, yaitu:
1. Ada pilihan yang berdasarkan logika atau pertimbangan
2. Ada beberapa alternatif yang harus dan dipilih salah satu yang terbaik
3. Ada tujuan yang ingin dicapai dan keputusan itu membantu mencapai tujuan
tersebut.
Terdapat beberapa jenis keputusan menurut Laudon dan Laudon (2012)
dalam buku Management Information System: Managing the Digital Firm:
1. Keputusan Terstruktur
Keputusan yang berulang atau rutin, serta terdapat prosedur yang jelas
dalam penyelesainnya.
2. Keputusan Semi Terstruktur
Keputusan tengah-tengah antara terstruktur dan tidak terstruktur sebagian
dari keputusan memiliki jawaban yang jelas dan terdapat prosedur penyelesainnya.
3. Keputusan Tidak Terstruktur
15
Keputusan yang menyediakan penilaian, evaluasi dan visi untuk
menyelesaikan masalah, keputusan-keputusan tersebut penting, tidak teratur dan
tidak ada prosedur pasti dalam pembuatan keputusannya.
Untuk mencapai sebuah keputusan yang baik perlu melakukan proses
perhitungan yang akurat dan melibatkan kriteria yang mendukung keputusan
sehingga keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan secara logis,
saintis dan objektif terstruktur.
2.1.2 Keputusan dalam Alquran
Dalam Islam, makna keputusan tertuang dalam Q.S. Asy-Syuura ayat 38:
yang artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan
tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarah di antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang
kami berikan kepada mereka”. Kata syura’ terambil dari kata syaur. Kata syuura
bermakna mengambil dan mengeluarkan pendapat yang terbaik dengan
memperhadapkan satu pendapat dengan pendapat yang lain secara bermusyawarah
dalam upaya mencapai suatu keputusan.
2.1.3 Kualitas Keputusan
Menurut Jain dan Lim (2010), keputusan yang berkualitas bisa dilihat dari
beberapa faktor di antaranya:
16
1. Bingkai yang Sesuai (Appropriate frame)
Dalam membuat keputusan harus disesuaikan dengan tujuan dan batasan
permasalahannya.
2. Kreatif (Creative)
Kreatif dalam membuat keputusan maksudnya adalah menampilkan lebih
dari satu jenis alternatif keputusan agar bisa dibandingkan dan ditentukan
keputusan mana yang paling tepat.
3. Bermakna (Meaningful)
Keputusan yang dibuat harus bermakna, memiliki keterkaitan antara
komponen data dan informasinya.
4. Bernilai Jelas (Clear Value)
Keputusan harus memiliki kejelasan, tidak bermakna ganda atau bias.
Diperlukan kuantifikasi dan optimasi untuk memperjelas keputusan.
5. Pembuatan Alasan Logis Benar (Logically correct reasoning)
Proses pengambilan keputusan harus dapat ditelusuri kembali, nalar dan
logis.
6. Bertanggung jawab Atas Aksi (Commitment to action)
Keputusan yang dihasilkan memang benar-benar diperlukan untuk
menyelesaikan permasalahan dan ketika diimplementasi keputusan tersebut harus
mampu dipertanggungjawabkan.
Proses pengambilan keputusan terdiri atas 3 fase yaitu (Sauter, 2010):
a. Intellegence
17
Proses pencarian kondisi-kondisi yang dapat menghasilkan keputusan.
Proses yang terjadi pada fase ini adalah menemukan masalah, klasifikasi masalah,
peguraian masalah, kepemilikan masalah.
b. Design
Proses pembuatan, pengembangan dan menganalisis hal-hal yang mungkin
untuk dilakukan. Termasuk pemahaman masalah dan pengecekan solusi yang
layak. Penentuan model yang dari masalah yang dirancang, dites dan divalidasi.
Proses design terdiri atas komponen model, struktur model, mengevaluasi kriteria,
pengembangan penyediaan alternatif, prediksi hasil, pengukuran hasil, skenario.
c. Choice
Pemilihan dari materi-materi yang tersedia, mana yang akan dikerjakan.
Pendekatan untuk pencarian pilihan ada dua yaitu teknis analitis menggunakan
perumusan matematis dan algoritma yaitu langkah demi langkah.
2.1.4 Pengertian Sistem Penunjang Keputusan
Sistem Penunjang Keputusan (SPK) atau dalam bahasa Inggris adalah
Decision Support System (DSS) merupakan sebuah sistem untuk memilih salah satu
jenis keputusan dari berbagai jenis alternatif keputusan yang ada dengan
menggunakan model-model pengambilan keputusan untuk menyelesaikan
masalah-masalah bersifat terstruktur, semi terstruktur dan tidak terstruktur dan
mencapai suatu target atau aksi tertentu yang harus dilakukan. Sistem berbasis
model yang terdiri atas prosedur-prosedur dalam pemrosesan data dan
pertimbangannya untuk membantu manajer dalam mengambil keputusan. Agar
18
berhasil mencapai tujuannya maka sistem tersebut harus sederhana, mudah untuk
dikontrol, mudah beradaptasi, lengkap pada hal-hal yang penting dan mudah untuk
digunakan.
Sistem pendukung keputusan adalah pengembangan dari Sistem Informasi
Manajemen Terkomputerisasi yang dirancang sedemikian rupa sehingga bersifat
interaktif bagi pemakainya. Sifat interaktif memudahkan integrasi antara berbagai
komponen dalam proses pengambilan keputusan guna membentuk kerangka
keputusan yang bersifat fleksibel (Indriyani dan Humdiana, 2005). Kriteria atau
ciri-ciri dari keputusan di antaranya adalah banyak pilihan/alternatif, ada kendala
atau syarat, mengikuti suatu pola/model baik yang terstruktur maupun tidak
terstruktur, banyak input/variable, ada faktor resiko, dibutuhkan kecepatan,
ketepatan dan keakuratan.
Sistem Pendukung Keputusan bersifat fleksibel. Oleh karena itu, pengguna
bisa menambahkan, menghapus, menggabungkan, mengubah, atau menyusun
kembali elemen dasar. Sistem Pendukung Keputusan juga fleksibel dalam hal ini
bisa di modifikasi untuk memecahkan masalah lain yang sejenis.
Sauter (2010) mengatakan jika sistem pendukung keputusan paling
bermanfaat pada saat tidak diketahui secara pasti informasi yang perlu disediakan,
menggunakan model apa dan bahkan kemungkinan kriteria paling tepat. Atau
dengan kata lain sebelum sebuah keputusan dibuat adalah saat sistem pendukung
keputusan paling berguna.
Menurut Kusumadewi (2007) “Mutiple Criteria Decision Making”
(MCDM) adalah suatu metode pengambilan keputusan untuk menetapkan alternatif
19
terbaik dari sejumlah alternatif berdasarkan beberapa kriteria tertentu. Kriteria
biasanya berupa ukuran-ukuran, aturan-aturan atau standar yang digunakan dalam
pengambilan keputusan. Berdasarkan tujuannya. MCDM dapat dibagi menjadi 2
model (Zimmermann, 1991) yaitu Multi Attribute Decision Making (MADM)
dan Multi Objective Decision Making (MODM).
1. Multiple Objective Decision Making (MODM)
Suatu metode dengan mengambil banyak kriteria sebagai dasar dari
pengambilan keputusan yang di dalamnya mencakup masalah perancangan
(design), dimana teknik teknik matematik untuk optimasi digunakan dan untuk
jumlah alternatif yang sangat besar (sampai dengan tak terhingga).
2. Multiple Attribute Decision Making (MADM)
Suatu metode dengan mengambil banyak kriteria sebagai dasar
pengambilan keputusan, dengan penilaian yang subjektif menyangkut masalah
pemilihan, dimana analisis matematis tidak terlalu banyak dan digunakan untuk
pemilihan alternatif dalam jumlah sedikit.
2.1.5 Karakteristik SPK
Karakteristik dan kapabilitas merupakan kunci dari Sistem Pendukung
Keputusan (Turban, Aronson, & Liang, 2007). Berikut ini adalah beberapa
katakteristik DSS atau SPK yang ditunjukan pada Gambar 2.1.
20
Gambar 2.1 Karakteristik SPK
1. SPK mendukung pengambilan keputusan pada situasi semi terstruktur dan tak
terstruktur dengan memadukan pertimbangan manusia dan informasi
terkomputerisasi.
2. Mendukung pengambilan keputusan di berbagai tingkat manajemen yang
berbeda mulai dari pemimpin utama hingga manajer lapangan.
3. Pengambilan keputusan bisa dilakukan oleh individu dan juga grup. Untuk
masalah yang kompleks dan organisasional perlu melibatkan keputusan orang-
orang yang ada dalam sebuah grup. Sedangkan masalah yang strukturnya lebih
sederhana hanya membutuhkan keterlibatan beberapa individu yang terkait
langsung.
4. SPK menyediakan dukungan pada pengambilan keputusan yang berurutan dan
berkaitan.
5. SPK mendukung berbagai fase proses pengambilan keputusan yaitu
intelligence, design, choice dan implementation.
6. SPK mendukung berbagai proses pengambilan keputusan dan style yang
berbeda-beda.
21
7. SPK bisa beradaptasi sepanjang masa dan fleksibel sehingga user dapat
menambahkan, menghapus, mengkombinasikan, mengubah atau mengatur
kembali elemen-elemen dasar.
8. SPK mudah untuk digunakan, user friendly, menggunakan bahasa yang mudah
dipahami dan bersifat interaktif.
9. SPK mencoba untuk meningkatkan efektivitas dari pengambilan keputusan
(akurasi, jangka waktu, kualitas) lebih daripada efisiensi yang diperoleh (biaya
membuat keputusan).
10. Pengambil keputusan memiliki kontrol yang menyeluruh terhadap semua
langkah proses pengambilan keputusan dalam menyelesaikan masalah.
11. SPK mengarah pada pembelajaran, yaitu mengarah pada kebutuhan baru dan
peyempurnaan sistem yang mengarah pada pembelajaran tambahan dan
pengembangan peningkatan SPK secara berkelanjutan.
12. User harus mampu menyusun sendiri sistem yang sederhana. Sistem yang lebih
besar dapat dibangun dalam organisasi user tadi dengan melibatkan sedikit saja
bantuan dari spesialis di bidang Information System.
13. SPK biasanya menggunakan berbagai model dalam menganalisis keputusan
dan memberikan pandangan serta pelajaran baru.
14. SPK dilengkapi dengan komponen knowledge yang memberikan solusi efisien
dan efektif dari berbagai masalah.
2.1.6 Komponen SPK
Diperlukan beberapa komponen agar keputusan yang diambil sesuai dengan
yang diharapkan. Komponen SPK seperti pada Gambar 2.2 :
22
Gambar 2.2 Komponen SPK (Sauter, 2010)
1. Subsistem manajemen data
Subsistem manajemen data mencakup database yang berisi data dan
informasi (kriteria dan nilai) yang relevan untuk suatu kondisi yang dikelola oleh
sistem manajemen basis data. Subsistem manajemen data terdiri atas elemen-
elemen seperti SPK database, Database management system, Data directory, query
facility dan digambarkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Subsistem Manajemen Data (Turban, Aronson, & Liang, 2007)
Kemampuan yang dibutuhkan dari manajemen data di antaranya adalah
(Hasan, 2002):
23
a. Kemampuan untuk mengkombinasikan berbagai variasi data melalui
pengambilan dan ekstraksi data.
b. Kemampuan untuk menambahkan sumber data secara mudah dan cepat
c. Kemampuan untuk menggambarkan struktur data logikal sesuai dengan
pengertian pemakai sehingga pemakai mengetahui apa yang tersedia
dan dapat menentukan kebutuhan penambahan dan pengurangan.
d. Kemampuan untuk menangani data secara personil sehingga pemakai
dapat mencoba berbagai alternatif pertimbangan personil.
e. Kemampuan untuk mengelola berbagai variasi data.
2. Subsistem manajemen model
Model menjadi sebuah domain atau aturan yang ada dalam perhitungan
antara kriteria dengan nilai-nilai agar dapat dipahami dan direplika. Kemampuan
yang dimiliki manajemen basis model meliputi:
a. Kemampuan untuk menciptakan model-model baru secara cepat dan
mudah.
b. Kemampuan untuk mengakses dan mengintegrasikan model-model
keputusan.
c. Kemampuan untuk mengelola basis model dengan fungsi manajemen
yang analog dan manajemen basis data (seperti mekanisme
menyimpan, membuat dialog, mengubungkan dan mengakses model).
3. Subsistem manajemen interface
Interface berfungsi sebagai alat interaksi di antara sistem keputusan dengan
pengguna yang memiliki wewenang penuh untuk mengambil keputusan.
24
Kemampuan yang harus dimiliki oleh SPK untuk mendukung interaksi
pemakai/sistem meliputi:
a. Kemampuan untuk menangani berbagai variasi gaya interaksi, sehingga
interface harus mudah digunakan oleh pemakai.
b. Kemampuan untuk mengakomodasi tindakan pemakai dengan berbagai
peralatan masukan.
c. Kemampuan untuk menampilkan data dengan berbagai variasi format
dan peralatan keluaran.
2.1.7 Keuntungan SPK
Keuntungan SPK adalah (Turban, 2007):
1. Mampu mendukung pencarian solusi dari masalah-masalah yang kompleks
2. Memiliki respon yang cepat dalam kondisi yang berubah-ubah
3. Mampu menerapkan berbagai strategi yang berbeda pada konfigurasi berbeda
secara cepat dan tepat
4. Memberikan pandangan dan pembelajaran baru
5. Memfasilitasi komunikasi
6. Meningkatan kontrol manajemen dan kinerja
7. Menghemat biaya
8. Keputusan lebih tepat
9. Meningkatkan efektivitas manajerial, menjadikan manajer dapat bekerja lebih
singkat
10. Meningkatkan produktivitas analisis.
25
2.1.8 Tujuan Sistem Pendukung Keputusan
Menurut Kusrini (2007) tujuan sistem pendukung keputusan adalah:
1. Membantu manajer dalam pengambilan keputusan.
2. Memberikan dukungan pertimbangan untuk manajer tetapi tidak menggantikan
fungsi manajer.
3. Meningkatkan efektivitas keputusan yang diambil manajer.
4. Kecepatan komputasi karena komputer memungkinkan para pengambil
keputusan untuk melakukan banyak komputasi (mencari, menyimpan dan
mengirimkan data) secara cepat dengan biaya yang rendah karena data
disimpan dalam database.
5. Peningkatan produktivitas dan menghemat biaya karena membangun satu
kelompok pengambil keputusan, terutama para pakar, bisa sangat mahal.
Pendukung terkomputerisasi bisa mengurangi ukuran kelompok dan
memungkinkan para anggotanya untuk berada diberbagai lokasi yang berbeda-
beda (menghemat biaya perjalanan).
6. Kualitas komputer bisa meningkatkan kualitas keputusan yang dibuat.
Semakin banyak data yang diakses makin banyak juga alternatif yang bisa
dievaluasi. Analisis resiko bisa dilakukan dengan cepat dan pandangan dari
para pakar yang berjarak jauh bisa dihimpun dengan cepat dan biaya yang
rendah. Keahlian bahkan bisa diambil langsung dari sebuah sistem komputer
melalui metode kecerdasan tiruan. Dengan komputer, para pengambil
keputusan bisa melakukan simulasi yang kompleks, memeriksa banyak
skenario yang memungkinkan dan menilai berbagai pengaruh secara cepat dan
26
ekonomis. Semua kapabilitas tersebut mengarah kepada keputusan yang lebih
baik.
7. Berdaya saing manajemen dam pemberdayaan sumber daya perusahaan.
Tekanan persaingan menyebabkan tugas pengambil keputusan menjadi sulit.
Persaingan didasarkan tidak hanya pada harga, tetapi juga pada kualitas,
kecepatan, kustomasi produk dan dukungan pelanggan. Organisasi harus
mampu secara sering dan cepat mengubah mode operasi, merekayasa ulang
proses dan struktur, memberdayakan karyawan, serta berinovasi. Teknologi
pengambilan keputusan bisa menciptakan pemberdayaan signifikan dengan
cara memperolehkan seseorang untuk membuat keputusan yang baik secara
cepat, bahkan jika mereka memiliki pengetahuan yang kurang.
8. Mengatasi keterbatasan kognitif dalam pemrosesan dan penyimpanan, otak
manusia memiliki kemampuan yang terbatas untuk memproses dan
menyimpan informasi dengan cara yang bebas dari kesalahan.
2.2 Pengertian Optimasi
Optimasi adalah prinsip matematika yang berkaitan dengan menemukan
fungsi minimum dan maksimum, dari subjek-subjek yang memungkinan
menyesuaikan dengan batasan-batasan yang ada secara optimasi atau optimal
(Govan et al., 2006). Dalam artian lain, optimasi adalah suatu proses untuk
mencapai hasil yang ideal atau optimasi (nilai efektif yang dapat
dicapai). Optimasi dapat diartikan sebagai suatu bentuk mengoptimalkan sesuatu
hal yang sudah ada, ataupun merancang dan membuat sesusatu secara optimal. Ciri-
27
ciri optimasi adalah dimana alternatif pilihannya sangat banyak, hal ini bisa
diterapkan di berbagai bidang seperti arsitektur, ekonomi, transportasi dan lain-lain
(Utama, 2016).
2.2.1 Optimasi Heuristik
Optimasi heuristik adalah sebuah proses mencari nilai terbaik dimana nilai
terbaik itu tidak pernah diketahui dimana atau bernilai berapa. Sebenarnya optimasi
heuristik dapat dikatakan sebagai proses pencarian nilai mendekati terbaik (near-
best) (Utama, 2017). Untuk alternatif solusi dengan jumlah sedikit (terbatas), solusi
dapat diselesaikan dengan metode scoring biasa. Namun, tantangan berikutnya
muncul. Dimana alternatif solusi yang akan diambil bisa saja merupakan jumlah
yang sangat banyak, bahkan tanpa batas. Kondisi tanpa batasnya jumlah alternative
solution, akan memunculkan berbagai istilah di dalam optimasi, seperti local
optimum, global optimum, local minimum dan global minimum (Utama, 2017).
2.2.2 Langkah-Langkah Optimasi
Dalam proses optimasi terdapat beberapa langkah yang dilakukan untuk
mendefinisikan masalah-masalah dalam pengambilan keputusan sebagai berikut
(Utama, 2016):
1. Mendapatkan inti penting dari definisi suatu masalah
Mengidentifikasi suatu masalah untuk mendapatkan uncontrollable factors
dan controllable inputs. Dimana uncontrollable factors adalah variabel-variabel
yang mempengaruhi faktor-faktor dari suatu masalah (random variables).
28
Sedangkan controllable inputs adalah variabel-variabel yang dijadikan indikator-
indikator dalam mempengaruhi pengambilan keputusan (decision variables).
2. Membuat model matematika (skenario penilaian)
Membuat dan merencanakan model matematika untuk menyelesaikan
fungsi dan batasan dari suatu masalah yang terkait dalam pengambilan keputusan
(skenario penilaian), dimana skenario penilaian berfungsi sebagai proses penilaian
dari kriteria-kriteria yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan.
3. Menyelesaikan masalah
Menyesuaikan algoritma terbaik dalam proses penyelesaian masalah secara
optimal dari suatu masalah yang telah dimodelkan.
4. Implementasi penyelesaian masalah
Mengaplikasikan atau mengimplementasikan hasil dari solusi-solusi yang
telah didapatkan dalam proses penyelesaian masalah.
2.2.3 Fungsi dan Variabel Optimasi
Optimasi atau masalah pemrograman matematika dapat dinyatakan sebagai
berikut (Taha, 2007).
Minimumkan 𝒇 = 𝒇(𝒙) (2.1)
𝑿 = (𝒙𝟏, 𝒙𝟐,, … , 𝒙𝒏,)
dengan:
𝒇(𝒙)= Fungsi Objektif
𝑿 = Vektor Berdimensi- 𝑛 (Variabel Keputusan)
(𝒙𝟏, 𝒙𝟐,, … , 𝒙𝒏,) = Nilai Bobot
29
2.2.4 Relative Value
Dalam pengambilan keputusan, relative value digunakan untuk menentukan
decision index (DI) atau bobot penilaian yang dimiliki oleh kriteria-kriteria terkait
dalam penyelesaian masalah pengambilan keputusan. Sehingga fungsi relative
value digunakan sebagai bobot penilaian prioritas kriteria-kriteria dalam proses
skenario penilaian. Menggunakan fungsi sebagai berikut (Utama, 2016):
𝑹𝒗𝒎𝒂𝒙 =𝑽𝒄
𝑽𝒎𝒂𝒙 =
𝑽𝒎𝒊𝒏
𝑽𝒄 (2.2)
dengan: 𝑹𝒗 = Nilai Bobot Penilaian
𝑽𝒄 = Nilai yang ditentukan dari setiap data
𝑽𝒎𝒂𝒙 = Nilai terbesar dari data yang ada
𝑽𝒎𝒊𝒏 = Nilai terkecil dari data yang ada
2.3 Fuzzy Logic
Fuzzy Logic atau logika bias dikenalkan oleh Dr. Lotfi Zadeh Universitas
California, Berkeley pada tahun 1965. Menurut Zadeh (dalam Utama, 2016), fuzzy
logic merupakan konsep, teknik atau metode untuk mengatasi penilaian terhadap
hal yang memiliki ketidakpastian, ketidakjelasan dan ambiguitas dari tanggapan
manusia, penilaian subjektif untuk berbagai situasi dan permasalahan di dunia nyata
(Utama, 2016). Dari perspektif ini, fuzzy logic adalah metode untuk menentukan
kapasitas manusia dalam hal ketepatan penalaran atau perkiraan penalaran. Sebuah
penalaran yang juga merupakan kemampuan manusia dalam menterjemahkan
alasan yang tidak pasti (perkiraan) dan menyimpulkannya. Dalam fuzzy logic,
semua truth atau kebenaran adalah parsial atau perkiraan. Alasan ini juga disebut
30
penalaran interpolative, dimana proses interpolasi antara the binary extremes of true
dan false diwakili oleh kemampuan fuzzy logic untuk merangkum perkiraan truth
(Ross, 2010) seperti yang terlihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Algoritma Tahapan Fuzzy logic (Utama, 2017)
Gambar 2.4 adalah algoritma yang digunakan dalam proses fuzzy logic.
Diawali dengan mengidentifikasi problem serta keputusan apa yang akan dibuat
atau dicapai. Menentukan dan mengumpulkan data yang menjadi input (crisp input)
kemudian dikonversi ke himpunan fuzzy dengan menggunakan bahasa fuzzy
variable (variable linguistic). Selanjutnya membuat fungsi keanggotaan
(membership function) untuk proses fuzzifikasi yang mempresentasikan variable
linguistic untuk dipetakan ke dalam degree of the truth. Mengkonversi data output
ke nilai non-fuzzy (defuzzifikasi).
Menurut Zadeh (dalam Utama, 2016), dua konsep dalam logika fuzzy
memainkan peran utama dalam aplikasi. Peran pertama adalah variabel linguistik
yaitu, variabel yang nilainya adalah kata-kata atau kalimat dalam bahasa sintetik
31
alami atau sindrom (Utama, 2016). Yang lain adalah fuzzy if-then rule, yang mana
konsekuensinya adalah proposisi yang mengandung variabel linguistik. Dalam hal
ini, logika fuzzy merupakan sebuah kemampuan luar biasa berdasarkan pikiran
manusia untuk merangkum data dan fokus pada informasi keputusan yang relevan.
Fuzzy logic merupakan sebuah cara yang efektif dan akurat untuk
mendeskripsikan presepsi manusia terhadap persoalan pengambilan keputusan.
Sebagian besar situasi tidaklah 100 persen benar atau salah. Ada banyak batasan
dan masalah pengambilan keputusan yang tidak dapat dengan mudah dimasukkan
ke dalam situasi tepat benar-salah oleh model matematis; atau jika dapat
dideskripsikan dalam cara ini, tetap bukan merupakan cara yang terbaik untuk
melakukannya.
2.3.1 Variable Linguistic
Variable Linguistic adalah sebuah konsep dalam logika fuzzy yang berperan
memanfaatkan toleransi terhadap ketidakjelasan. Variabel linguistik merupakan
variabel input atau output dari sistem yang nilainya berupa kata-kata atau kalimat
dari bahasa alami, bukan numerik nilai. Menurut Zadeh (dalam Utama, 2016), di
dalam variabel linguistik terdapat himpunan fuzzy (fuzzy set) yang merupakan suatu
grup yang mewakili suatu kondisi atau keadaan tertentu dalam suatu variable fuzzy.
Konsep himpunan fuzzy adalah fondasi untuk analisis dimana ada ketidakjelasan
(Utama, 2016). Contohnya adalah suhu yang mempresentasikan temperatur sebuah
ruangan yang memiliki himpunan fuzzy yaitu terlalu dingin, dingin, hangat, panas,
terlalu panas. Contoh lain misalnya, usia adalah variabel linguistik jika nilai-nilai
32
linguistiknya mengenai seberapa muda, tua, maupun mengenai setengah baya,
sangat tua, tidak sangat muda dan sebagainya. Hal ini dijelaskan oleh Zadeh (dalam
Utama, 2016), bahwa Sebuah variabel linguistik ditafsirkan sebagai label dari
himpunan fuzzy yang ditandai dengan fungsi keanggotaan (membership function).
2.3.2 Fungsi Keanggotaan (Membership Functions)
Expert Judgment atau Penilaian Pakar adalah suatu cara pendekatan yang
bersifat intuitif untuk mengorganisasikan pemikiran diantara para pakar, untuk
mengatasi masalah pada masa yang akan datang (Soenarto, 2005). Tujuan utama
digunakannya fuzzy adalah untuk merepresentasikan penilaian pakar dalam
menanggapi beberapa alternatif solusi yang dikemukakan pada penelitian. Fungsi
keanggotaan digunakan untuk menentukan crisp awal melalui fuzzifikasi. Contoh
fungsi keanggotaan dengan kriteria Low, Middle dan High dapat dilihat pada
Gambar 2.5 dengan suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik- titik input data
kedalam nilai keanggotaannya (derajat keanggotaan) yang memiliki interval antara
0 sampai 1 (degree of trust).
Gambar 2.5 Contoh Fungsi Keanggotaan (Utama, 2017).
33
2.3.3 Fuzzifikasi
Fuzzifikasi adalah proses pembuatan kuantitas crisp fuzzy. Cara
melakukannya hanya dengan mengakui bahwa banyak dari jumlah yang dianggap
sebagai crisp dan deterministik (model simulasi yang tidak memiliki variabel
random dalam inputnya) sebenarnya tidak deterministik sama sekali, karena
mengandung ketidakpastian. Jika bentuk ketidakpastian yang terjadi timbul karena
ketidaktepatan, ambiguitas, atau ketidakjelasan, maka variabel tersebut mungkin
fuzzy (samar) dan dapat diwakili oleh fungsi keanggotaan (Ross, 2010). Terdapat
banyak sekali metode untuk menerapkan fuzzifikasi, salah satunya yaitu metode
linear interpolation. Interpolation berarti menentukan kurva yang melewati garis
fungsi. Nilai yang mencapai garis fungsi dapat diketahui menjadi nilai pada titik
tertentu. Fungsi menyatakan kemungkinan yang paling sederhana tapi bukan
konstanta, disebut fungsi linier. Ketika menggunakan fungsi linier untuk
interpolasi, didapatkanlah linear interpolation (Kreinovich et al., 2015). Untuk
melakukan interpolasi linear maka harus diketahui dua data. Jika diketahui nilai
(𝑋1,𝑌1) dan (𝑋2,𝑌2) maka kita dapat menentukan harga 𝑌 di antara kedua data
tersebut untuk nilai 𝑋 yang didapat dari pakar melalui fungsi keanggotaan. Contoh
interpolasi linier dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Contoh Interpolasi Linier (Levy, 2010)
34
2.3.4 Defuzzifikasi
Defuzzifikasi mengkonversi kualitas fuzzy untuk kulitas yang tepat, sama
seperti fuzzifikasi yaitu konversi dari jumlah yang tepat untuk kualitas fuzzy. Pada
dasarnya defuzzifikasi menggabungkan nilai crisp yang sebelumnya
difuzzifikasikan (Ross, 2010). Weighted mean merupakan salah satu metode yang
dipergunakan dalam proses defuzzifikasi. Biasanya terbatas output simetris fungsi
keanggotaan (Ross, 2010).
2.4 Hill Climbing Optimization
Metode Hill Climbing adalah salah satu metode yang digunakan dalam
menyelesaikan permasalahan pencarian jarak terdekat (Utama, 2017). Hill climbing
flowchart dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Hill Climbing Flowchart
35
Pertama menentukan tujuan awal (S), setelah itu dievaluasi. Kemudian
menentukan tujuan berikutnya (X) yang bersebelahan dengan tujuan awal (S) dan
dievaluasi. Jika tujuan berikutnya (X) memiliki nilai yang lebih baik dari tujuan
awal (S), maka berpindah dari tujuan awal (S) ke tujuan berikutnya (X). Proses ini
berlangsung hingga tujuan akhir ditemukan, yaitu tujuan yang memiliki nilai
terbaik.
2.5 Pengertian dan Pengelolaan Sampah
2.5.1 Pengertian Sampah
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 tahun 2008 yang
dimaksud dengan sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau/proses
alam yang berbentuk padat. Sedangkan menurut peraturan menteri dalam negeri
nomor 33 tahun 2010 sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau
proses alam yang berbentuk padat yang terdiri atas sampah rumah tangga maupun
sampah sejenis sampah rumah tangga.
Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai
lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu
kegiatan manusia dan dibuang. Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat
batasan, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak
disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak
terjadi dengan sendirinya (Notoatmodjo, 2003). Sampah adalah sesuatu yang tidak
digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal
dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2007).
36
Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya
suatu proses. Sampah didefinisikan oleh manusia menurut derajat keterpakaiannya,
dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya
produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut
berlangsung. Akan tetapi karena dalam kehidupan manusia didefinisikan konsep
lingkungan maka Sampah dapat dibagi menurut jenis-jenisnya.
Berdasarkan pengertian sampah tersebut dapat disimpulkan bahwa sampah
adalah suatu benda berbentuk padat yang berhubungan dengan aktifitas atau
kegiatan manusia, yang tidak digunakan lagi, tidak disenangi dan dibuang secara
saniter yaitu dengan cara-cara yang diterima umum sehingga perlu pengelolaan
yang baik.
2.5.2 Sumber-Sumber Sampah
Berikut ini merupakan sumber-sumber sampah (UU RI No. 18, 2008):
1) Sampah yang berasal dari pemukiman
Sampah ini terdiri atas bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah
tangga yang sudah dipakai dan dibuang, seperti: sisa makanan, kertas/plastik
pembungkus makanan, daun dan lain-lain.
2) Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum
Sampah ini berasal dari tempat-tempat umum, seperti: pasar, tempat
hiburan, terminal bus, stasiun kereta api dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas,
plastik, botol, daun dan sebagainya.
3) Sampah yang berasal dari perkantoran
37
Sampah ini dari perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan,
departemen, perusahaan dan sebagainya. Umumnya sampah ini bersifat kering dan
mudah terbakar.
4) Sampah yang berasal dari jalan raya
Sampah ini berasal dari pembersihan jalan, yang umumnya terdiri atas
kertas, kardus, debu, batu-batuan, pasir, daun, palstik dan sebagainya.
5) Sampah yang berasal dari industri
Sampah dari proses industri ini misalnya sampah pengepakan barang,
logam, plastik, kayu, kaleng dan sebagainya.
6) Sampah yang berasal dari pertanian/perkebunan
Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya: jerami,
sisa sayur-mayur dan sebagainya.
7) Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan
Sampah ini dapat berupa kotoran ternak, sisa makanan ternak, bangkai
binatang dan sebagainya.
2.5.3 Jenis-Jenis Sampah
Berikut ini merupakan jenis-jenis sampah (UU RI No. 18, 2008):
1. Sampah Alam
Sampah yang diproduksi di kehidupan alam diintegrasikan melalui proses
daur ulang alami, seperti halnya daun-daun kering di hutan yang terurai menjadi
tanah. Di luar kehidupan liar, sampah-sampah ini dapat menjadi masalah, misalnya
daun-daun kering di lingkungan pemukiman.
38
2. Sampah Manusia
Sampah manusia adalah istilah yang biasa digunakan terhadap hasil-hasil
pencernaan manusia, seperti feses dan urin. Sampah manusia dapat menjadi bahaya
serius bagi kesehatan karena dapat digunakan sebagai vektor (sarana
perkembangan) penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri.
3. Sampah Konsumsi
Sampah konsumsi adalah sampah yang dihasilkan oleh (manusia) pengguna
barang, dengan kata lain adalah sampah-sampah yang dibuang ke tempat sampah.
4. Sampah Nuklir
Sampah nuklir merupakan hasil dari fusi nuklir dan fisi nuklir yang
menghasilkan uranium dan thorium yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidup
dan juga manusia. Hal ini dikarenakan kedua senyawa yang terbentuk bersifat
korosif atau merusak susunan partikel ketika bersentuhan ataupun ketika
melakukan kontak langsung. Oleh karena itu sampah nuklir disimpan di tempat-
tempat yang tidak berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas tempat-tempat yang
dituju biasanya bekas tambang garam atau dasar laut (walau jarang namun kadang
masih dilakukan).
5. Sampah Industri
Sampah Industri terdiri atas sampah padat yang berasal dari industri-
industri, pengolahan hasil bumi.
6. Sampah Pertambangan
Sampah yang dihasilkan dari kegiatan pertambangan.
39
2.5.4 Pengelolaan Sampah
Dalam ilmu kesehatan lingkungan, suatu pengelolaan sampah dianggap baik
jika sampah tersebut tidak menjadi tempat berkembangbiaknya bibit penyakit serta
sampah tersebut tidak menjadi media perantara menyebar luasnya suatu penyakit.
Syarat lainnya yang harus terpenuhi dalam pengelolaan sampah ialah tidak
mencemari udara, air dan tanah, tidak menimbulkan bau (segi estetika), tidak
menimbulkan kebakaran dan lain sebagainya.
Menurut Cunningham (2004) tahap pengelolaan sampah modern terdiri atas
3R (Reduce, Reuse, Recycle) sebelum akhirnya dimusnahkan atau dihancurkan,
seperti pada Gambar 2.8.
Pengelolaan sampah adalah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan,
pendaurulangan, atau pembuangan dari material sampah. Kalimat ini biasanya
mengacu pada material sampah yang dihasilkan dari kegiatan manusia dan biasanya
dikelola untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau
keindahan. Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya
Gambar 2.8 Pengelolaan sampah modern (Chunningham, 2004)
40
alam. Pengelolaan sampah bisa melibatkan zat padat, cair, gas, atau radioaktif
dengan metoda dan keahlian khusus untuk masing masing jenis zat.
Menurut Sudarsono (2005), unsur-unsur pokok utama dalam pengelolaan
sampah (elemen/bagian) dan hubungan fungsi dari setiap elemen dan bagaimana
urgensinya masing-masing unsur tersebut agar memecahkan masalah secara efisien.
Unsur-unsur pokok/elemen fungsional seperti pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Hubungan elemen dalam sistem pengelolaan sampah
1. Proses yang menghasilkan sampah
Pengelolaan dalam tahap ini sulit dilaksanakan, karena dipengaruhi oleh
individu ataupun lokasi dimana suatu proses tersebut sewaktu menghasilkan
sampah. Dari pandangan ekonomi saat proses sampah dihasilkan adalah saat yang
sangat tepat untuk memisahkan antara bagian jenis sampah dengan maksud agar
sampah yang masih dapat dimanfaatkan kembali dapat dipisahkan dari sampah
yang harus dibuang, misalnya: kertas, kaleng, botol dan sampah lainnya.
41
2. Penyimpanan sampah sementara
Dalam pengelolaan sampah, maka sampah yang ditampung sementara (kios
dan loods) merupakan unsur yang terpenting hubungannya dengan masyarakat
sekitar. Tempat penyimpanan/bak sampah harus memenuhi syarat antara lain: tidak
berkarat, kedap air, tertutup, mudah dibersihkan, tidak mudah rusak, berkualitas
tinggi dan alasnya harus dijaga supaya tidak mudah berlubang.
3. Pengumpulan sampah
Pengumpulan sampah yang dimaksud disini bukan sekedar pengumpulan
sampah saja tetapi juga mengangkat sampah dari kios dan loods ke tempat
pengumpulan, tempat pengolahan atau pemanfaatan kembali. Dalam pengelolaan
sampah, pengumpulan paling banyak memakan biaya, kurang lebih 80% dari semua
dana pengelolaan.
4. Pengangkutan sampah
Pengangkutan sampah dalam pengertian ini adalah pemindahan sampah
(dari tempat sampah sementara/pengumpulan) ke tempat pembuangan akhir dengan
kendaraan yang relatif lebih besar. Unsur pengangkutan ini penting sekali.
5. Pengelolaan dan pemanfaatan kembali
Dalam pengertian ini bahwa sampah diambil kembali oleh pemulung
ataupun pencari garbage untuk dijadikan makanan lemak untuk energi.
6. Pembuangan akhir
Kegiatan pada tahap ini adalah menampung seluruh sampah. Bahan-bahan
yang terbuang betul-betul bahan yang sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi dan
harus dibuang.
42
2.5.4.1 Tujuan Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah adalah proses dengan dua tujuan (Notoatmodjo, 2003):
1) Mengubah sampah menjadi material yang memiliki nilai ekonomis.
2) Mengolah sampah agar menjadi material yang tidak membahayakan
bagi lingkungan hidup.
2.5.4.2 Cara-Cara Pengelolaan Sampah
Cara-cara pengelolaan sampah antara lain sebagai berikut (Notoatmodjo,
2003):
a) Pengumpulan dan pengangkutan sampah
Pengumpulan sampah dimulai di tempat sumber dimana sampah tersebut
dihasilkan. Dari lokasi sumbernya sampah tersebut diangkut dengan alat angkut
sampah. Sebelum sampai ke tempat pembuangan kadang-kadang perlu adanya
suatu tempat pembuangan sementara. Dari sini sampah dipindahkan dari alat angkut
yang lebih besar dan lebih efisien, misalnya dari gerobak ke truk atau dari gerobak
ke truk pemadat. Adapun Syarat tempat sampah yang dianjurkan:
1. Terbuat dari bahan yang kedap air, kuat dan tidak mudah bocor.
2. Mempunyai tutup yang mudah dibuka, dikosongkan isinya, mudah
dibersihkan.
3. Ukurannya diatur agar dapat diangkut oleh 1 orang.
Sedangkan syarat kesehatan tempat pengumpulan sampah sementara
(Mubarak dan Chayatin, 2009):
1. Terdapat dua pintu: untuk masuk dan untuk keluar.
43
2. Lamanya sampah di bak maksimal tiga hari.
3. Tidak terletak pada daerah rawan banjir.
4. Volume Tempat Penampungan Sampah sementara mampu menampung
sampah untuk tiga hari.
5. Ada lubang ventilasi tertutup kasa untuk mencegah masuknya lalat.
6. Harus ada kran air untuk membersihkan.
7. Tidak menjadi perindukan vektor.
8. Mudah dijangkau oleh masyarakat/ dan kendaraan pengangkut.
b) Pemusnahan dan pengolahan sampah
Di dalam tahap pemusnahan sampah ini, terdapat beberapa metode yang
dapat digunakan, antara lain:
1) Sanitary landfill
2) Incineration
3) Composting
4) Hot feeding
5) Discharge to sewers
6) Dumping
7) Dumping in water
8) Individual inceneration
9) Recycling
10) Reduction
11) Salvaging
44
2.5.4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengelolaan Sampah
Kenyataan yang ada saat ini, sampah menjadi sulit dikelola oleh karena
berbagai hal (Notoatmodjo, 2003):
1. Pesatnya perkembangan teknologi, lebih cepat dari kemampuan masyarakat
untuk mengelola dan memahami masalah persampahan.
2. Meningkatnya tingkat hidup masyarakat yang tidak disertai dengan
keselarasan pengetahuan tentang persampahan.
3. Meningkatnya biaya operasi, pengelolaan dan konstruksi di segala bidang
termasuk bidang persampahan.
4. Kebiasaan pengelolaan sampah yang tidak efisien, tidak benar,
menimbulkan pencemaran air, udara dan tanah, sehingga juga
memperbanyak populasi vector pembawa penyakit seperti lalat dan tikus.
5. Kegagalan dalam daur ulang maupun pemanfaatan kembali barang bekas
juga ketidakmampuan masyarakat dalam memelihara barangnya sehingga
cepat rusak, Ataupun produk manufaktur yang sangat rendah mutunya,
sehingga cepat menjadi sampah.
6. Semakin sulitnya mendapatkan lahan sebagai Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) sampah, selain tanah serta formasi tanah yang tidak cocok bagi
pembuangan sampah juga terjadi kompetisi yang semakin rumit akan
penggunaan tanah.
7. Semakin banyaknya masyarakat yang berkeberatan bahwa daerahnya
dipakai sebagai Tempat Penampungan Sampah.
8. Kurangnya pengawasan dan pelaksanaan peraturan.
45
9. Sulitnya menyimpan sampah sementara yang cepat busuk, karena cuaca
yang semakin panas.
10. Sulitnya mencari partisipasi masyarakat untuk membuang sampah pada
tempatnya dan memelihara kebersihan.
11. Pembiayaan yang tidak memadai, mengingat bahwa sampai saat ini
kebanyakan sampah dikelola oleh pemerintah.
12. Pengelolaan sampah di masa lalu dan saat sekarang kurang memperhatikan
faktor non teknis dan non teknis seperti partisipasi masyarakat dan
penyuluhan tentang hidup sehat dan bersih.
2.5.4.4 Persyaratan Kesehatan Pengolahan Sampah
Berdasarkan SK Dirjen PPM dan PLP Depkes RI (1989), bahwa
persyaratan kesehatan pengolahan sampah adalah sebagai berikut:
1. Pembuangan atau pewadahan sampah
a. Setiap sampah yang dihasilkan harus ditampung pada tempat sampah.
b. Sampah-sampah yang cepat busuk dan berbau sebelum ditampung
ditempat sampah agar dimasukkan dalam kantong kedap air dan diikat.
c. Tempat-tempat sampah yang dipakai untuk menampung sampah besar
harus:
Terbuat dari bahan yang kedap air, tak mudah dilubangi tikus dan
mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya.
Mempunyai tutup yang mudah dibuka dan ditutup tanpa pengotoran
tangan.
46
Mudah diisi dan dikosongkan.
d. Tempat sampah berupa bak beton permanen terutama di pemukiman tidak
dianjurkan.
e. Menampung sampah di tempat sampah, tidak boleh melebihi 3×24 jam (3
hari)
f. Tidak diperkenankan membiarkan sampah yang dapat menampung air
menjadi tempat perindukan serangga dan binatang pengerat.
g. Bila kepadatan tempat sampah melebihi 2 ekor per blok grill perlu
dilakukan pemberantasan dan perbaikan pengelolaan sampahnya.
2. Pengelolaan sampah setempat (pola individual)
a. Upaya untuk mengurangi volume, merubah bentuk atau memusnahkan
sampah yang dilakukan pada sumber penghasil sampah, harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Hanya dilakukan pada pemukiman yang kepadatannya kurang dari 50
jiwa/Ha.
Bila dilakukan pembakaran, asap dan debu yang dihasilkan tidak
mengganggu dan membahayakan kesehatan masyarakat sekitarnya.
b. Bila sampah yang dihasilkan ditimbun atau ditanam pada lubang galian
tanah, jaraknya terhadap sumur atau sumber air bersih terdekat minimal 10
meter.
c. Sampah-sampah yang berupa baterai bekas dan bekas wadah bahan
berbahaya dan beracun harus ditangani secara khusus.
47
3. Pengumpulan sampah
a. Tidak diperbolehkan mengumpulkan sampah di luar bangunan tempat
pengumpulan sampah sementara.
b. Tempat pengumpulan sampah sementara (TPS) harus kedap air, tertutup
dan selalu dalam keadaan tertutup bila tidak sedang diisi atau dikosongkan
serta mudah dibersihkan.
c. Penempatan tempat pengumpulan sampah sementara:
Tidak berupa sumber bau dan lalat dari rumah terdekat.
Dihindarkan sampah masuk dalam saluran air.
Tidak terletak pada tempat yang mudah terkena luapan air atau banjir.
d. Pengosongan sampah di TPS harus dilakukan minimal 1 (satu) kali 1 (satu)
hari.
e. Bila TPS berupa stasiun pemindahan (transfer station) dimana dilakukan
proses pemadatan sampah ditempat tersebut, maka:
Tidak merupakan sumber bau dan lalat di rumah terdekat.
Dihindarkan sampah tidak masuk dalam saluran air.
Tidak terletak pada daerah yang mudah terkena luapan air atau banjir.
f. Harus diadakan pengamanan terhadap leachate.
g. Bila tempat tersebut tingkat kepadatan lalatnya lebih dari 20 ekor per blok
grill atau tikus terlihat pada siang hari, harus dilakukan pengendaliannya
h. Bila TPS berupa area atau lokasi untuk pemindahan sampah (transfer
depo) dari alat angkut kecil ke alat angkut yang lebih besar, maka:
48
Pengosongan sampah harus dilakukan segera mungkin dan tidak
diperbolehkan menginap.
Lokasi tersebut terjaga kebersihannya.
4. Pengangkutan sampah
a. Alat pengangkut sampah harus mempunyai wadah yang mudah
dibersihkan bagian dalamnya serta dilengkapi dengan penutup.
b. Setiap keluar dari TPA sampah, semua kendaraan pengangkut sampah
selalu dalam keadaan bersih.
c. Petugas yang mengangkut sampah harus menggunakan perlengkapan
kerja sebagai berikut:
1. Pakaian kerja khusus, sarung tangan yang terbuat dari bahan
neopherene, masker, topi pengaman serta sepatu boot/lars.
5. Pengolahan sampah
a) Lokasi pengolahan sampah harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
Tidak merupakan sumber bau, asap, debu, bising, lalat dan binatang
pengerat bagi pemukiman terdekat.
Tidak menimbulkan pencemaran bagi sumber baku air minum.
Tidak terletak pada daerah yang mudah terkena luapan air atau banjir.
b) Tehnik pengolahan
Bila pengolahan sampah adalah pembakaran secara tertutup (insenarasi)
maka:
Emisi debu dan gas yang keluar dari cerobong insenerator harus
memenuhi persyaratan baku mutu lingkungan.
49
Dalam hal-hal tersebut dimana populasi lalat telah melampaui 20 ekor
per blok grill atau keberadaannya cukup mengganggu, harus dilakukan
pengendaliannya.
Bila pengelola sampah untuk didaur ulang atau dimanfaatkan kembali,
maka:
a) Pengumpulan dan penumpukan sampah yang dapat didaur ulang tidak
merupakan perindukan serangga dan binatang pengerat serta
memperhatikan prinsip estetika.
b) Dalam proses pemisahan, dihindarkan terjadinya kecelakaan.
c) Hasil akhir pendaur ulangan sampah tidak membahayakan kesehatan
masyarakat.
Bila pengolahan sampah untuk pembuatan pupuk kompos, maka:
a) Pengumpulan dan penumpukan sampah yang dijadikan bahan pupuk
dan proses pematangan pupuk tidak merupakan tempat perindukan
serangga dan binatang pengerat serta memperhatikan prinsip estetika.
b) Air bekas pencucian alat dan leachate harus diamankan agar tidak
menimbulkan masalah pencemaran.
6. Pembuangan akhir sampah
a) Lokasi untuk tempat pembuangan akhir harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
Tidak merupakan sumber bau, asap, debu, bising, lalat, binatang
pengerat bagi pemukiman terdekat (minimal 3 km).
50
Tidak merupakan sumber pencemaran bagi sumber air baku untuk
minum dan jarak sedikitnya 200 meter atau lebih tergantung dari
struktur geologi setempat serta jenis sampahnya.
Tidak terletak pada daerah banjir.
Tidak terletak pada lokasi yang permukaan air tanahnya tinggi.
Tidak merupakan sumber bau, kecelakaan serta memperhatikan aspek
estetika terhadap jalan besar atau umum.
Jarak terhadap bandar udara tidak kurang dari 5 km.
b) Pengolahan sampah di TPA
Agar dilakukan upaya agar lalat, nyamuk, tikus, kecoak tidak
berkembang biak dan tidak menimbulkan bau.
Memilki drainase yang baik dan lancar.
Leachate harus diamankan sehingga tidak menimbulkan masalah
pencernaan.
TPA yang dipergunakan untuk membuang bahan beracun dan
berbahaya, lokasinya harus diberi tanda khusus dan tercatat di kantor
pemerintah daerah.
Dalam hal-hal tertentu dimana posisi lalat melebihi 20 ekor per blok
grill atau tikus terlihat pada siang hari atau ditemukan nyamuk aedes,
harus dilakukan pemberantasan dan perbaikan cara-cara pengolahan
sampah.
c) Pada TPA sampah harus disediakan alat keselamatan kerja sebagai berikut:
Masker, topi pengaman, sarung tangan terbuat dari bahan neopherene,
51
sepatu kerja dan pakaian kerja khusus yang harus dipakai oleh petugas
yang terlibat dalam pengolahan sampah.
d) Pada setiap TPA sampah harus tersedia alat pemadam kebakaran baik
berupa tabung pemadam kebakaran maupun hidran.
e) Pada ruang kantor TPA harus tersedia perlengkapan P3K.
f) Pada setiap TPA harus tersedia fasilitas untuk mencuci kendaraan
pengangkutan sampah.
g) TPA sampah setelah tidak dipergunakan lagi sebagai Tempat
Penampungan Sampah:
Tidak boleh dipergunakan sebagai lokasi pemukiman.
Tidak diperkenankan mengambil air dari tempat tersebut untuk
keperluan sehari-hari.
2.6 Hubungan Sampah dengan Kesehatan Masyarakat
Menurut Suprapto (2005), Kesehatan seseorang maupun masyarakat
merupakan masalah sosial yang selalu berkaitan antara komponen-komponen yang
ada di dalam masyarakat. Sampah bila dapat diamankan dan dapat dikelola dengan
baik, maka tidak memiliki potensi berpengaruh terhadap lingkungan. Jika sampah
yang dikelola tidak berada pada tempat yang menjamin keamanan dan kelestarian
lingkungan, sehingga mempunyai dampak terhadap kesehatan lingkungan. Sampah
yang tidak dikelola dengan baik ini akan menjadi bermacam-macam fungsinya,
antara lain (Suprapto, 2005):
52
1. Sebagai sarana penularan penyakit
Hal ini timbul karena sampah basah (garbage) dapat menjadi tempat
bersarangnya (breeding places) dan berkembang biaknya dari bermacam-macam
vektor penularan penyakit. Vektor tersebut adalah: lalat, kecoak, tikus dan nyamuk.
Lalat dan kecoak merupakan vektor penularan penyakit saluran pencernaan (perut)
seperti: disentri basiller, disentri amoeba, cholera, thypus abdominalis, diare
karena bakteri, dsb. Nyamuk merupakan vektor penularan penyakit demam
berdarah (DHF), Elephantiasis (kaki gajah) dan malaria. Tikus merupakan vektor
penularan penyakit pes. Di samping penyakit infeksi saluran pencernaan/perut, di
dalam tumpukan sampah basah (garbage) kadang-kadang mengandung telur-telur
cacing (cacing Trichinella spiralis, Ascaris Lumbricoides, Oxyuris
Vermecularis,dll.) Dari sampah juga dapat menjadi penyebab penyakit lain seperti
penyakit kulit dan jamur. Kemudian selain itu, dampak dari pembuangan sampah
yang tidak memenuhi syarat keamanan lingkungan dan kesehatan, misalnya
membuang sampah secara sembarangan, akan mengakibatkan pencemaran
lingkungan yang meliputi pencemaran tanah, air dan udara.
2. Sampah dapat mengganggu lalu lintas
Secara fisik sampah yang tidak terkelola dengan baik dapat mengganggu
kelancaran lalu lintas, terutama sampah yang teronggok di pinggir jalan atau di
sudut-sudut persimpangan jalan. Sampah yang demikian akan mengganggu
kenyamanan atau keindahan (estetika).
53
2.7 Pengaruh Pengelolaan Sampah terhadap Masyarakat dan Lingkungan
Menurut Chandra (2007), pengelolaan sampah di suatu daerah akan
membawa pengaruh bagi masyarakat maupun lingkungan daerah itu sendiri.
Pengaruh tersebut adalah (Chandra, 2007):
2.7.1 Pengaruh Positif
1. Sampah dapat dimanfaatkan untuk menimbun lahan semacam rawa-rawa
dan dataran rendah.
2. Sampah dapat dimanfaatkan untuk pupuk.
3. Sampah dapat diberikan untuk makanan ternak setelah menjalani proses
pengelolaan yang telah ditentukan lebih dahulu untuk mencegah pengaruh
buruk sampah tersebut terhadap ternak.
4. Pengelolaan sampah menyebabkan berkurangnya tempat untuk berkembang
biak serangga atau binatang pengerat.
5. Menurunkan insidensi kasus penyakit menular yang erat hubungannya
dengan sampah.
6. Keadaan estetika lingkungan yang bersih menimbulkan kegairahan hidup
masyarakat.
7. Keadaan lingkungan yang baik mencerminkan kemajuan budaya
masyarakat.
8. Keadaan lingkungan yang baik akan menghemat pengeluaran dana
kesehatan suatu negara sehingga dana itu dapat digunakan untuk keperluan
lain.
54
2.7.2 Pengaruh Negatif
1. Pengaruh terhadap kesehatan
a) Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah
sebagai tempat perkembangbiakan vektor penyakit, seperti lalat atau
tikus.
b) Terjadinya kecelakaan akibat pembuangan sampah secara
sembarangan, misalnya luka akibat benda tajam seperti besi, kaca dan
sebagainya.
2. Pengaruh terhadap lingkungan
a) Estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang mata.
b) Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme akan menghasilkan
gas-gas tertentu yang menimbulkan bau busuk.
c) Pembakaran sampah dapat menimbulkan pencemaran udara dan bahaya
kebakaran yang lebih luas.
3. Terhadap sosial ekonomi dan budaya masyarakat
a) Pengelolaan sampah yang kurang baik mencerminkan keadaan sosial
budaya masyarakat setempat.
b) Kegiatan perbaikan lingkungan yang rusak memerlukan dana yang
besar sehingga dana untuk sektor lain berkurang.
c) Penumpukan sampah di pinggir jalan menyebabkan kemacetan lalu
lintas yang dapat menghambat kegiatan transportasi barang dan jasa.
55
2.8 Pengelolaan Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS
3R)
2.8.1 Pengertian TPS 3R
Menurut Permen PU No.3 Tahun 2013, Tempat Pengolahan Sampah
Dengan Prinsip 3R (reduce, reuse dan recycle), yang selanjutnya disingkat TPS 3R,
adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan
ulang dan pendauran ulang skala kawasan. Sedangkan menurut Petunjuk Teknis
TPS 3R, TPS 3R merupakan sebuah program yang bertujuan untuk mengurangi
kuantitas produksi sampah dan/atau memperbaiki karakteristik sampah, yang akan
diolah secara lebih lanjut di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah dan berperan
dalam menjamin semakin sedikitnya kebutuhan lahan untuk penyediaan TPA
sampah di perkotaan. Dalam penyelenggaraannya, kegiatan ini menekankan pada
pelibatan masyarakat dan pemerintah daerah, pemberdayaan masyarakat dan
pemerintah daerah serta pembinaan dan pendampingan Pemerintah Daerah untuk
keberlanjutan TPS 3R.
2.8.2 Persyaratan TPS 3R
Menurut Permen PU No.3 Tahun 2013 Pasal 30, TPS 3R harus memenuhi
persyaratan teknis seperti:
1. Luas TPS 3R, lebih besar dari 200 m2;
2. Tersedia sarana untuk mengelompokkan sampah menjadi paling sedikit 5
(lima) jenis sampah;
56
3. TPS 3R dilengkapi dengan ruang pemilahan, pengomposan sampah organik,
gudang, zona penyangga dan tidak mengganggu estetika lalu lintas.
4. Jenis pembangunan penampung sisa pengolahan sampah di TPS 3R bukan
merupakan wadah permanen;
5. Penempatan lokasi TPS 3R sedekat mungkin dengan daerah pelayanan
dalam radius tidak lebih dari 1 km;
6. Luas lokasi dan kapasitas sesuai kebutuhan;
7. Lokasinya mudah diakses;
8. Tidak mencemari lingkungan; dan
9. Memiliki jadwal pengumpulan dan pengangkutan.
2.8.3 Fasilitas TPS 3R
Menurut Permen PU No. 3 Tahun 2013 Pasal 30 ayat (1) huruf (c), Fasilitas
TPS 3R meliputi empat fasilitas utama yang wajib dimiliki seperti container, mesin
pencacah organik, composting area (area pengomposan) serta ruang penyimpanan.
Selain itu, berdasarkan Dokumen Evaluasi TPS DLH DKI Jakarta Tahun 2017, TPS
3R dilengkapi dengan tiga fasilitas penunjang lain seperti saluran air lindi,
penampungan air lindi, dan penghijauan. Ketersediaan dan kelengkapan fasilitas
yang dimiliki sangat mempengaruhi kinerja dari TPS 3R dikarenakan fasilitas-
fasilitas tersebut merupakan hal terpenting dari keberadaan TPS 3R.
57
2.8.4 Prosedur Kegiatan TPS 3R
Terdapat dua kegiatan pengolahan sampah yang paling penting untuk
dilaksanakan, yaitu:
1. Pemilahan Sampah
Pemisahan sampah di TPS 3R dilakukan untuk beberapa jenis sampah
seperti sampah B3 rumah tangga (selanjutnya akan dikelola sesuai dengan
ketentuan), sampah kertas, plastik, logam/kaca (akan digunakan sebagai bahan daur
ulang) dan sampah organik (akan digunakan sebagai bahan baku kompos).
2. Pembuatan Kompos
Pembuatan kompos di TPS 3R dapat dilakukan dengan berbagai metode,
antara lain Open Windrow dan Caspary. Sedangkan pembuatan kompos cair di TPS
3R dapat dilakukan dengan Sistem Komunal Instalasi Pengolahan Anaerobik
Sampah (SIKIPAS). Proses pembuatan kompos pada TPS 3R adalah sebagai
berikut:
a. Sampah yang digunakan sebagai bahan baku kompos adalah sampah
dapur (terseleksi) dan daun potongan tanaman.
b. Metode pembuatan kompos dapat dilakukan dengan berbagai cara
antara lain dengan open windrow dan caspary.
c. Perlu dilakukan analisis kualitas terhadap produk kompos secara acak
dengan kriteria antara lain warna, C/N rasio, kadar N, P, K dan logam
berat. Dalam pengecekan analisis kualitas produk kompos, bisa bekerja
sama dengan laboratorium tanah yang ada di universitas atau milik
instansi pemerintah setempat.
58
d. Pemasaran produk kompos dapat bekerja sama dengan pihak koperasi
dan dinas (Kebersihan, Pertamanan, Pertanian dan lain-lain).
Untuk pengaliran udara pada proses pengomposan, setiap tumpukan sampah
diberi sebuah terowongan bambu (bamboo aerator) Penumpukan sampah di atas
terowongan bambu agar sesuai dengan ketentuan pada butir 9. Hal tersebut penting
untuk menjamin tercapainya suhu ideal pada proses pengomposan, yaitu 45-65 °C.
Setelah itu melakukan penyiraman setiap mencapai ketebalan 30 cm agar
kelembaban merata. Secara berkala, tumpukan sampah dibalik 1 atau 2 kali
seminggu secara manual. Pembalikan tumpukan dapat dilakukan dengan
memindahkan tumpukan ke tempat berikutnya. Waktu pembalikan dicatat dan
tumpukan yang sudah dilakukan pembalikan diberi tanda tanggal pembalikan.
2.8.5 Ketentuan Peletakan TPS 3R
Bangunan TPS 3R terdiri atas:
a. Areal Pengomposan: 50%
b. Areal Pemilahan: 10%
c. Areal Penyaringan/Pengemasan: 15%
d. Gudang: 10%
e. Tempat barang lapak: 5%
f. Areal Penumpukan Residu: 5%
g. Kantor: 5%
59
2.8.6 Pengadaan Sarana dan Prasarana TPS 3R
Pengadaan dan pembangunan prasarana dan sarana TPS 3R pada kawasan
permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas
umum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya wajib disediakan oleh pengelola.
Sedangkan prasarana dan sarana TPS 3R pada wilayah permukiman disediakan
oleh pemerintah kabupaten/kota. Keberadaan sarana dan prasarana TPS 3R sangat
dibutuhkan guna menunjang segala prosedur kegiatan yang akan dilakukan sesuai
dengan peraturan yang telah dibuat.
2.8.7 Pengoperasian dan Pemeliharaan TPS 3R
Pelaksanaan kegiatan 3R didasarkan atas azas kebutuhan masyarakat.
Dalam pelaksanaan pengelolaan sampah skala kawasan permukiman perlu
dibuatkan jadwal kegiatan; berdasarkan perencanaan jangka pendek, jangka
menengah dan jangka panjang. Kegiatan pendampingan merupakan langkah
pemantauan atas pelaksanaan/terapan dari seluruh rencana kegiatan. Kegiatan ini
lebih di fokuskan pada kelancaran teknis pengelolaan sampah di sumber maupun di
TPS 3R. Dalam kegiatan ini tetap dilakukan sosialisasi/kampanye kegiatan dalam
upaya melakukan.
1. Pelatihan Fasilitator
Fasilitator melakukan kegiatan pelatihan kepada calon pengelola/KSM
untuk persiapan pengoperasian TPS 3R yang meliputi:
A. Proses pengumpulan
B. Proses pemilahan
60
C. Proses pengolahan sampah organik
D. Proses pengolahan sampah non organik
E. Proses penanganan residu
F. Proses pemanfaatan hasil
G. Proses pendataan, pengaturan, pembukuan dan manajerial
H. Pembiayaan pengoperasian dan pemeliharaan
2. Pengoperasian TPS 3R
Pengoperasian TPS 3R dilaksanakan dalam beberapa tahapan yaitu:
1. Uji coba pengoperasian peralatan yang ada di TPS 3R. Dalam uji coba
ini didampingi oleh fasilitator dan dinas terkait.
2. Pelaksanaan pengoperasian TPS 3R sebaiknya dalam 3 bulan pertama
masih didampingi oleh fasilitator.
2.8.8 Pemantauan dan Evaluasi TPS 3R
1. Pemantauan
Pemantauan dilakukan terhadap pelaksanaan penyelenggaraan TPS 3R
berbasis masyarakat yang meliputi:
1. Proses sosialisasi kepada seluruh lokasi yang berpotensi mengelola
sampah 3R berbasis masyarakat.
2. Pelaksanaan survai Lapangan yang dilakukan oleh fasilitator mengenai
timbulan dan komposisi sampah serta kondisi masyarakat dan pemilihan
teknologi penyelenggaraan TPS 3R berbasis masyarakat.
61
3. Pelaksanaan penyiapan masyarakat yang terdiri atas sosialisasi 3R,
verifikasi teknologi ditingkat masyarakat, pemilihan lokasi TPS 3R,
pembentukan KSM dan Penyusunan RKM.
4. Pelaksanaan pembangunan dan pengadaan prasarana dan sarana
penyelenggaraan TPS 3R berbasis masyarakat.
5. Pelaksanaan penyelenggaraan TPS 3R berbasis masyarakat yang
meliputi:
a. Teknis pengoperasian
b. Pembentukkan kelembagaan
c. Pendanaan
d. Pengaturan dan Perundangan
e. Peran Serta Masyarakat
f. Keberlanjutan Kegiatan
2. Evaluasi
Indikator penting dalam Pengelolaan TPS terpadu 3R berbasis masyarakat
adalah:
1. Peningkatan peran serta masyarakat dalam keterlibatannya pada kegiatan
Pengelolaan TPS terpadu 3R berbasis masyarakat. (Diukur berdasarkan
jumlah masyarakat yang terlibat);
2. Terbentuknya lembaga (KSM) dalam penyelenggaraan TPS 3R berbasis
masyarakat (diukur dari jumlah lokasi yang mempunyai KSM);
3. Adanya dana yang mendukung keberlanjutan kegiatan (diukur
berdasarkan adanya sumber dana);
62
4. Adanya teknologi pengolahan sampah yang berkelanjutan dalam
mendukung Pengelolaan TPS 3R berbasis masyarakat (diukur
berdasarkan jumlah masyarakat yang menerapkannya secara
keberlanjutan dan mandiri);
5. Adanya pengaturan yang jelas dalam penyelenggaraan TPS 3R berbasis
masyarakat (diukur berdasarkan surat keputusan/surat edaran tentang tata
cara penyelenggaraan TPS 3R dari pimpinan wilayah RT, RW dan
kelurahan);
6. Adanya pengurangan sampah yang dibuang ke TPA; dan
7. Adanya upaya pengembangan dan replikasi.
Evaluasi pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan TPS 3R di masyarakat
dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota.
3. Evaluasi Tingkat Kabupaten/Kota
Evaluasi pelaksanaan kegiatan di tingkat kabupaten/kota dilakukan dengan
mempertimbangkan masukan dari hasil pemantauan yang dilakukan oleh fasilitator
dan Kepala Desa/Lurah. Indikator dalam evaluasi tingkat kabupaten/kota adalah :
1. Jumlah masyarakat pada lokasi terpilih yang terlibat dalam
penyelenggaraan TPS 3R berbasis masyarakat.
2. Jumlah kepala keluarga yang terlibat langsung dalam kegiatan
pelaksanaan penyelenggaraan TPS 3R berbasis masyarakat
3. Jumlah sampah tereduksi
4. Jenis produk daur ulang sampah
63
5. Kesesuaian pelaksanaan penanganan sampah dengan prinsip 3R yang
berbasis masyarakat.
Jika didapatkan hal-hal yang tidak sesuai dengan ketentuan yang telah
dibuat, maka pihak pengelola wajib melakukan penanganan lebih lanjut agar
pengelolaan TPS 3R dapat berjalan secara efefktif dan optimal. Berbagai pihak
yang terlibat dengan TPS 3R diharapkan dapat bekerja sama agar tujuan dibuatnya
TPS 3R dapat tercapai. Segala sesuatu mengenai TPS 3R telah tertuang dalam
Permen PU No. 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Sarana dan Prasarana
Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga.
2.9 Metodologi Pengembangan Sistem Informasi
Metodologi pengembangan sistem berarti pendekatan yang digunakan
dalam menerapkan SDLC, sehingga kurang tepat dikatakan apabila SDLC
merupakan suatu metodologi. Terdapat tiga kelas dalam metodologi pengembangan
sistem, yaitu Structured Design, Rapid Application Development dan Agile
Development (Dennis et al., 2012). Metodologi pengembangan sistem mengacu
pada kerangka kerja yang digunakan untuk merencanakan, mengontrol dan
menyusun proses pengembangan sistem informasi. Setiap metodologi memiliki
kelemahan dan kekurangan, sebuah metodologi bisa digunakan untuk semua jenis
projek, mereka memiliki tempat terbaiknya masing-masing. Metodologi ini
diciptakan dan memiliki karakteristik yang berbeda karena memang diciptakan
64
khusus untuk menyelesaikan masalah yang berbeda-beda juga, sesuai dengan
karakteristik metodologi tersebut.
2.10 Rapid Application Development (RAD)
Rapid Application Development (RAD) adalah strategi pengembangan
sistem yang menekankan pada kecepatan pembangunan melalui keterlibatan
pengguna secara cepat, berulang, pembangunan bertahap dari serangkaian
prototype sebuah sistem yang berkembang menjadi sebuah sistem akhir atau dalam
bentuk versi (Whitten, Bentley, & Dittman, 2007).
Dengan mengikuti kemajuan ekonomi yang lebih cepat secara umum,
menuntut pengembangan aplikasi dilakukan secara cepat juga. Pengembangan
aplikasi dengan menggunakan metode RAD ini dapat dilakukan dalam waktu yang
relatif lebih cepat dan melibatkan pengguna sistem dalam proses analisis,
perancangan dan konstruksi. Pemaparan konsep yang lebih spesifik lagi dijelaskan
oleh Pressman (2015) dalam bukunya, “Software Engineering: A Practition’s
Approach”. Ia mengatakan bahwa RAD adalah proses model perangkat lunak
inkremental yang menekankan siklus pengembangan yang singkat. Model RAD
adalah sebuah adaptasi “kecepatan tinggi” dari model waterfall, dimana
perkembangan pesat dicapai dengan menggunakan pendekatan konstruksi berbasis
komponen.
Jika tiap-tiap kebutuhan dan batasan ruang lingkup projek telah diketahui
dengan baik, proses RAD memungkinkan tim pengembang untuk menciptakan
sebuah “sistem yang berfungsi penuh” dalam jangka waktu yang sangat singkat.
65
Dari penjelasan Pressman (2015) ini, satu perhatian khusus mengenai metodologi
RAD dapat diketahui, yakni implementasi metode RAD akan berjalan maksimal
jika pengembang aplikasi telah merumuskan kebutuhan dan ruang lingkup
pengembangan aplikasi dengan baik.
Sedangkan menurut Kendall (2010), RAD adalah suatu pendekatan
berorientasi objek terhadap pengembangan sistem yang mencakup suatu metode
pengembangan serta perangkat-perangkat lunak. RAD bertujuan mempersingkat
waktu yang biasanya diperlukan dalam siklus hidup pengembangan sistem
tradisional antara perancangan dan penerapan suatu sistem informasi. Pada
akhirnya, RAD sama-sama berusaha memenuhi syarat-syarat bisnis yang berubah
secara cepat, seperti yang terlihat pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Siklus RAD (Kendall & Kendall, 2010)
Menurut Kendall (2010), terdapat tiga fase dalam RAD yang melibatkan
penganalisis dan pengguna dalam tahap penilaian, perancangan dan penerapan.
Adapun ketiga fase tersebut adalah requirements planning (perencanaan syarat-
syarat), RAD design workshop (workshop desain RAD)
66
dan implementation (implementasi). Sesuai dengan metodologi RAD menurut
Kendall (2010), berikut ini adalah tahap-tahap pengembangan aplikasi dari tiap-tiap
fase pengembangan aplikasi:
1. Requirements Planning (Perencanaan Syarat-Syarat)
Dalam fase ini, pengguna dan penganalisis bertemu untuk
mengidentifikasikan tujuan-tujuan aplikasi atau sistem serta untuk
megidentifikasikan syarat-syarat informasi yang ditimbulkan dari tujuan-tujuan
tersebut. Orientasi dalam fase ini adalah menyelesaikan masalah-masalah
perusahaan. Meskipun teknologi informasi dan sistem bisa mengarahkan sebagian
dari sistem yang diajukan, fokusnya akan selalu tetap pada upaya pencapaian
tujuan-tujuan perusahaan (Kendall, 2010).
2. RAD Design Workshop (Workshop Desain RAD)
Fase ini adalah fase untuk merancang dan memperbaiki yang bisa
digambarkan sebagai workshop. Tahap ini merupakan tahapan perancangan
arsitektur sistem, dari hasil perumusan masalah, tujuan, syarat dan kebutuhan
menjadi acuan dalam pembangunan arsitektur sistem. Workshop desain ini dapat
dilakukan selama beberapa hari tergantung dari ukuran aplikasi yang akan
dikembangkan. Selama workshop desain RAD, pengguna merespon prototipe yang
ada dan penganalisis memperbaiki modul-modul yang dirancang berdasarkan
respon pengguna. Adapun yang harus dirancang pada tahap workshop design antara
lain;
67
a) Desain Proses
Rancangan ini meliputi apa saja proses dan apa saja akivitas yang terjadi
pada sistem, kemudian juga menentukan interaksi apa saja yang terlibat,
perancangan ini dapat menggunakan use case diagram, activity diagram,
dan yang lain.
b) Desain Basis Data
Merancang data dan informasi apa saja yang dibutuhkan oleh sistem, berikut
klasifikasinya dan hubungan antar data tersebut. Dapat dirancang
menggunakan class diagram maupun entity relationship diagram (ERD).
c) Desain Antar Muka
Merancang elemen-elemen yang menunjang dan menjadi jembatan interaksi
antara pengguna dan sistem untuk itu tahap ini membutuhkan kerjasama
dengan pengguna.
3. Implementation (Implementasi)
Pada fase implementasi ini, penganalisis bekerja dengan para pengguna
secara intens selama workshop dan merancang aspek-aspek bisnis dan nonteknis
perusahaan. Segera setelah aspek-aspek ini disetujui dan sistem-sistem dibangun
dan disaring, sistem-sistem baru atau bagian dari sistem diujicoba dan kemudian
diperkenalkan kepada organisasi (Kendall, 2010).
2.11 UML (Unified Modelling Language)
UML singkatan dari Unified Modelling Language yang berarti bahasa
pemodelan standar. Ketika kita membuat model menggunakan konsep UML ada
68
aturan-aturan yang harus diikuti (Widodo & Herlawati, 2011). Bagaimana elemen
pada model-model yang kita buat berhubungan satu dengan lainnya harus
mengikuti standar yang ada. UML diaplikasikan untuk maksud tertentu, biasanya
antara lain untuk (Widodo & Herlawati, 2011):
Merancang perangkat lunak
Sarana komunikasi antara perangkat lunak dengan proses bisnis
Menjabarkan sistem secara rinci untuk analisa dan mencari apa yang
diperlukan sistem
Mendokumentasi sistem yang ada, proses-proses dan organisasinya.
UML hanya berfungsi untuk melakukan pemodelan. Jadi penggunaan UML
tidak terbatas pada metodologi tertentu, meskipun pada kenyataannya UML paling
banyak digunakan pada metodologi berorientasi objek (Rosa & Shalahuddin, 2011).
Seperti yang diketahui, banyak hal di dunia sistem informasi tidak dapat
dibakukan, semua tergantung kebutuhan lingkungan dan konteksnya. Begitu juga
dengan perkembangan penggunaan UML bergantung pada level abstraksi
penggunaannya. Jadi, belum tentu pandangan yang berbeda dalam penggunaan
UML adalah suatu yang salah, tapi perlu ditelaah dimanakah UML digunakan dan
hal apa yang ingin divisualkan (Rosa & Shalahuddin, 2011).
UML terdiri dari beberapa diagram yang dapat digunakan dalam
memodelkan sistem. Berikut ini adalah diagram-diagram UML, di antaranya (Rosa
& Shalahuddin, 2011):
69
Use Case Diagram
Use case diagram adalah sebuah diagram yang menunjukkan urutan pesan
antara actor external dan sistem selama use case berlangsung (Satzinger, Jackson,
& Burd, 2010). Use case mendeskripsikan sebuah interaksi antara satu atau lebih
aktor dengan sistem informasi yang akan dibuat. Use case digunakan untuk
mengetahui fungsi apa saja yang ada di dalam sebuah sistem informasi dan siapa
saja yang berhak menggunakan fungsi-fungsi itu (Rosa & Shalahuddin, 2011)
Gambar 2.11 menunjukan contoh penggunaan dari use case diagram.
Gambar 2.11 Contoh Use Case Diagram
Activity Diagram
Activity diagram adalah sebuah tipe dari work flow diagram yang
mendeskripsikan aktifitas user dan tahapan-tahapan pengerjaannya secara
sekuensial (Satzinger, Jackson, & Burd, 2010). Diagram aktivitas menggambarkan
aktivitas sistem bukan apa yang dilakukan aktor, jadi aktivitas yang dapat dilakukan
oleh system (Rosa & Shalahuddin, 2011). Gambar 2.12 menunjukan contoh
penggunaan dari activity diagram.
70
Gambar 2.12 Contoh Activity Diagram
Sequence Diagram
Sequence diagram adalah diagram yang digunakan untuk mendefinisikan
input dan output secara berurutan (Satzinger, Jackson, & Burd, 2010). Sequence
diagram menggambarkan kelakuan objek pada use case dengan mendeskripsikan
waktu hidup objek dan message yang dikirimkan dan diterima antar objek, untuk
menggambarkan sequence diagram maka harus diketahui objek-objek yang terlibat
dalam sebuah use case beserta metode-metode yang dimiliki kelas yang
diinstansiasi menjadi objek itu (Rosa & Shalahuddin, 2011) Gambar 2.13
menunjukan sebuah contoh dari penggunaan sequence diagram.
Gambar 2.13 Contoh Sequence Diagram
71
Class Diagram
Class diagram adalah sebuah model grafikal yang digunakan di dalam
pendekatan object oriented untuk menunjukkan kelas-kelas yang ada di dalam
sistem (Satzinger, Jackson, & Burd, 2010). Class diagram menggambarkan struktur
sistem dari segi pendefinisian kelas-kelas yang akan dibuat untuk membangun
sistem (Rosa & Shalahuddin, 2011). Gambar 2.14 menunjukan contoh penggunaan
dari class diagram.
Gambar 2.14 Contoh Class Diagram
72
2.12 Perangkat Pengembangan Sistem
2.12.1 PHP
PHP (Hypertext Preprocessor) merupakan salah satu bahasa pemprograman
skrip yang digunakan untuk membangun aplikasi web. Ketika dipanggil dari web
browser, program yang ditulis dengan PHP akan di-parsing di dalam web server
oleh interpreter PHP dan diterjemahkan ke dalam dokumen HTML, yang
selanjutnya akan ditampilkan kembali ke browser. Karena pemrosesan program
PHP dilakukan di lingkungan web server, PHP dikatakan sebagai bahasa sisi server
(server-side). Selain menggunakan PHP, aplikasi web juga dapat dibangun dengan
JAVA (JSP-JavaServerPages dan Servlet), Perl, maupun ASP (Active Server
Pages). Saat ini versi terbaru PHP adalah PHP versi 5 yang dirilis pada awal tahun
2006 dan pada bulan Desember 2008 telah muncul hingga versi 5.2.8 dengan
berbagai kelebihan dibandingkan versi sebelumnya. Meskipun PHP 5 dapat
digunakan untuk membuat aplikasi CLI (Command Line Interface) dan juga
aplikasi desktop, tetapi pada umumnya menggunakan PHP untuk membuat aplikasi
web (Raharjo, Heryanto, & RK, 2012).
2.12.2 XAMPP
XAMPP merupakan paket aplikasi yang memudahkan dalam menginstal
modul PHP, Apache dan MySQL. XAMPP dilengkapi dengan berbagai fasilitas
lain yang memberikan kemudahan dalam mengembangkan situs web berbasis PHP.
XAMPP merupakan aplikasi gratis dan tersedia untuk platform Windows, MacOS,
Linux dan Solaris. Apliaksi ini dikembangkan oleh Kay Vogelgeang, Carsten
73
Wiedmann dan Kai ‘Oswand’ Saidler di bawah lisensi GNU (General Public
Lisence) (Kustiyahningsih, 2011).
2.12.3 MYSQL
MySQL atau My Structure Query Language merupakan salah satu Database
Management System (DBMS) dari sekian banyak DBMS seperti oracle, MS SQL,
Postagre dan lainnya (Anhar, 2010). MySQL banyak digunakan untuk
pengembangan aplikasi web. Perangkat ini bermanfaat untuk mengelola data
dengan cara yang sangat fleksibel dan cepat. Beberapa aktivitas yang dapat
didukung oleh MySQL di antaranya adalah menyimpan data ke dalam tabel,
manghapus data dalam tabel, mengubah data dalam tabel, mengambil data yang
tersimpan dalam tabel, memungkinkan untuk memilih data tertentu yang diambil,
memungkinkan untuk melakukan pengaturan hak akses terhadap data. MySQL
bersifat open source sehingga bisa digunakan secara gratis. Pemrograman PHP juga
sangat mendukung database MySQL kekuatan MySQL tidak ditopang oleh sebuah
komunitas seperti Apache, yang dikembangkan oleh komunitas umum dan hak
cipta untuk source code yang dimiliki oleh pemilik masing-masing, tetapi MySQL
didukung didukung penuh oleh sebuah perusahaan professional dan komersil, yakni
MySQL AB dari Swedia. Sebagai database server, MySQL dapat dikatakan lebih
unggul jika dibandingkan dengan database server lainnya, terutama dalam
kecepatan. Berikut ini beberapa keistimewaan MySQL, di antaranya adalah (Anhar,
2010):
74
1. Portability
MySQL dapat berjalan stabil pada berbagai sistem operasi seperti Windows,
Linux, FreeBSD, Mac Os X Server, Solaris, Amiga dan masih banyak lagi.
2. Multi User
MySQL dapat digunakan oleh beberapa pengguna dalam waktu yang
bersamaan tanpa mengalami masalah atau konflik, sehingga kinerja menjadi lebih
efisien dan meningkatkan tingkat keefektifan dalam mengelola data dengan cara
yang lebih fleksibel.
3. Security
MySQL memiliki beberapa lapisan sekuritas seperti level subnetmask,
nama host, izin akses user dengan sistem perizinan yang mendetail serta password
terenkripsi.
4. Scalability dan limits
MySQL mampu menangani databse dalam skala besar, dengan jumlah
records lebih dari 50 juta dan 60 ribu tabel serta 5 milyar baris. Selain itu batas
indeks yang dapat ditampung mencapai 32 indeks setiap tabelnya.
2.13 Pengujian Sistem
Sebuah perangkat lunak sering mengandung kesalahan (error) pada proses-
proses tertentu pada saat perangkat lunak sudah berada ditangan user. Error pada
perangkat lunak sering disebut dengan bug. Untuk menghindari banyaknya bug
maka diperlukan adanya pengujian perangkat lunak sebelum perangkat lunak
sepenuhnya diserahkan kepada pelanggan atau selama perangkat lunak masih terus
75
dikembangkan (Rosa & Shalahuddin, 2011). Black Box Testing yaitu menguji
perangkat lunak dari segi spesifikasi fungsional tanpa menguji desain dan kode
program. Pengujian dimaksudkan untuk mengetahui apakah fungsi-fungsi,
masukan dan keluaran dari perangkat lunak sesuai dengan spesifikasi yang
dibutuhkan (Rosa & Shalahuddin, 2011).
2.13.1 Black Box Testing
Black Box Testing yaitu menguji perangkat lunak dari segi spesifikasi
fungsional tanpa menguji desain dan kode program. Pengujian dimaksudkan untuk
mengetahui apakah fungsi-fungsi, masukan, dan keluaran dari perangkat lunak
sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan (Rosa & Shalahuddin, 2011). Pengujian
kotak hitam dilakukan dengan membuat kasus uji yang bersifat mencoba semua
fungsi dengan memakai perangkat lunak apakah sesuai dengan spesifikasi yang
dibutuhkan. Kasus uji yang dibuat untuk melakukan pengujian kotak hitam harus
dibuat dengan kasus benar dan kasus salah, misalkan untuk kasus proses login maka
kasus uji yang dibuat adalah:
Jika user memasukkan nama pemakai (username) dan kata sandi (password)
yang benar.
Jika user memasukkan nama pemakai (username) dan kata sandi (password)
yang salah, misalnya nama pemakai benar tapi kata sandi salah, atau
sebaliknya, atau keduanya salah
76
2.13.2 Kelebihan dan Kekurangan Black Box Testing
Berikut adalah kelebihan dari jenis testing ini adalah (Rosa & Shalahuddin,
2011):
1. Anggota tim tester tidak harus memiliki kemampuan teknik di bidang
pemrograman.
2. Kesalahan atau bug seringkali ditemukan oleh komponen tester yang
berasal dari pengguna.
3. Hasil black-box texting dapat memperjelas kontradiksi ataupun
kerancuan yang mungkin timbul dari eksekusi sebuah perangkat
lunak.
4. Proses testing dapat dilakukan lebih cepat dibandingkan white-box
testing.
Sedangkan kekurangan dalam menggunakan black-box testing yaitu tester
tidak yakin sepenuhnya atas perangkat lunak yang telah diuji.
2.14 Kriteria yang digunakan
Kriteria-kriteria yang digunakan di dalam proses optimasi untuk
pengelolaan TPS 3R berasal dari beberapa referensi. Selain itu mempertimbangkan
juga beberapa peraturan yang ada di Indonesia di antaranya adalah Permen PU No.3
Tahun 2013 serta Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 tahun 2008, referensi
dari beberapa jurnal dan dokumen-dokumen yang terkait dengan pengelolaan TPS
3R. Berikut ini adalah 5 kriteria terpilih yang digunakan:
77
1. Kriteria Luas Lahan
Kriteria luas lahan merupakan salah satu kriteria yang penting dalam proses
optimasi untuk pengelolaan TPS 3R. Hal ini dijelaskan berdasarkan Permen PU No.
3 Tahun 2013 Pasal 20 ayat (4) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yaitu
memenuhi kriteria teknis yaitu untuk luas lahan TPS 3R diperlukan luas lahan
sebesar 200-1000 m2.
2. Kriteria Fasilitas TPS 3R
Kriteria Fasilitas TPS 3R merupakan kriteria lain yang menjadi landasan
dalam proses optimasi untuk pengelolaan TPS 3R. Hal ini berdasarkan pada Permen
PU No. 3 Tahun 2013 Pasal 30 ayat (1) huruf (c), harus mempertimbangkan
ketersediaan beberapa fasilitas seperti ruang pemilahan atau container,
pengomposan sampah organik, gudang, zona penyangga atau area pengomposan
dan fasilitas pendukung lainnya. Keberadaan fasilitas tersebut memiliki peran
penting dalam menjalankan proses 3R agar TPS dapat berfungsi dengan baik.
3. Kriteria Jarak (TPS ke Pemukiman Warga)
Jarak dari TPS ke pemukiman warga termasuk juga salah satu kriteria yang
cukup penting dalam proses optimasi untuk pengelolaan TPS 3R. Hal ini diperkuat
dalam penelitian Daruati (2003) yang mengemukakan bahwa salah satu kriteria
dalam perencanaan pembuatan TPS adalah jarak terhadap pemukiman. Jarak
terhadap permukiman akan berkaitan dengan dampak yang ditimbulkan oleh
sampah terhadap permukiman di sekitarnya. Daruati (2003) menyebutkan bahwa
78
jarak minimal dari tempat penampungan sampah sementara ke pemukiman warga
adalah 50 meter. Hal ini untuk meminimalisir terjadinya pencemaran lingkungan
seperti menyebabkan bau yang mengganggu, penyebaran penyakit dan sebagainya.
Daruati (2003) dalam Wahyuni (2014) mengklasifikasikan nilai jarak TPS
terhadap pemukiman menjadi 3 kategori, yaitu jika jarak terhadap pemukiman
berjarak x < 50 m atau x > 200 m maka termasuk kategori tidak baik, jika jarak
terhadap pemukiman berkisar diantara 100 m-200 m maka termasuk kategori cukup
baik, dan jika jarak terhadap pemukiman berjarak 50-100 m maka termasuk
kategori baik.
4. Kriteria Kondisi Jalan
Dalam penelitian Pratiwi et al. (2016) akses jalan menuju TPS harus dalam
kondisi bagus dan dapat dilewati oleh mobil khususnya truk sampah. Hal ini untuk
memudahkan apabila truk sampah ingin melakukan pengangkutan sampah dari
tempat penampungan sampah tersebut. Masalah ini juga diperjelas berdasarkan
Permen PU No. 3 Tahun 2013 Pasal 30 ayat (1) TPS ayat (1) huruf (g) dimana TPS
3R harus memenuhi kriteria teknis yaitu lokasinya harus mudah diakses.
5. Kriteria Kondisi Lingkungan
Berdasarkan Permen PU No. 3 Tahun 2013 Pasal 20 ayat (4) pada ayat (3)
huruf (f) yaitu TPS 3R tidak mencemari lingkungan dan huruf (g) yaitu TPS 3R
tidak boleh menganggu estetika lalu lintas. Untuk kriteria kondisi lingkungan, Pak
Ervan selaku staf Pengelola Kebersihan DLH DKI Jakarta menjelaskan bahwa
79
dalam menentukan apakah TPS 3R mencemari lingkungan atau tidak adalah dengan
cara pengujian kondisi air dan tanah yang ada di sekitar TPS 3R dengan
menggunakan alat uji kualitas air dan tanah, sedangkan TPS 3R dikatakan
mengganggu estetika lalu lintas jika ditemukan beberapa sampah pada akses jalan
menuju TPS 3R. Berkaitan dengan hal tersebut, kondisi lingkungan juga menjadi
pertimbangan sebagai persyaratan yang harus dimiliki oleh setiap TPS 3R yang
telah dibangun.
14
80
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Tahapan Penelitian
Dalam melakukan penelitian, tahapan kegiatan penelitian mengikuti metode
penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 3.1 menunjukkan tahapan penelitian
dengan metode penelitian yang digunakan. Terdapat empat tahapan utama adalah
tahap analisis awal, pengumpulan data, pengembangan sistem dan tahap pelaporan
yaitu melaporkan hasil penelitian ke dalam bentuk laporan skripsi.
81
Gambar 3.1 Tahapan Penelitian
82
Pada Gambar 3.1 menunjukkan tahapan penelitian dengan metode
penelitian yang digunakan. Tahapan pertama yaitu analisis awal. Tujuan dari
analisis awal ialah mengidentifikasi permasalahan yang terkait dalam pengambilan
keputusan, informasi dan data pendukung yang menunjang penelitian, faktor
pembuat keputusan, menentukan kriteria-kriteria yang terkait, menentukan
alternatif keputusan yang digunakan, dan fokus terhadap teori-teori model
keputusan. Setelah itu melakukan pengumpulan data yang terdiri atas studi
kepustakaan, observasi dan wawancara.
Tahap selanjutnya adalah pengembangan sistem. Tahapan ini dilakukan
dengan menggunakan metode berorientasi objek (untuk gaya desainnya) dan
pengembangan sistem dengan RAD yang terbagi ke dalam 3 tahap yaitu fase
perencanaan syarat-syarat, workshop design, dan implementasi. Sedangkan notasi
pemodelannya menggunakan pemodelan UML. Tahap implementasi terdiri atas
dua tahap, yaitu pembangunan sistem (coding) dan tahap pengujian sistem dengan
menggunakan Black Box Testing. Tahap terakhir adalah laporan dan dokumentasi,
yaitu dengan menghasilkan output yang berbentuk laporan penelitian dan sistem
optimasi untuk pengelolaan tempat pengolahan sampah reduce-reuse-recycle (TPS
3R) di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta yang telah berhasil
dikembangkan.
3.2 Analisis Awal
Tahap analisis awal ini dimulai dengan mengidentifikasi prosedur yang
berjalan terkait dengan pengelolaan TPS 3R khususnya proses pengelolaan sarana
83
dan prasarana yang ada pada TPS 3R. Selanjutnya menentukan tujuan optimasi
untuk pengelolaan TPS 3R yang ada di DKI Jakarta, menentukan siapa saja
stakeholder yang terlibat, dan menentukan kriteria-kriteria yang terkait, serta
metode perhitungan yang digunakan dalam pengambilan keputusan.
3.3 Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk
memperoleh data yang diperlukan. Pengumpulan data merupakan suatu proses
pengadaan data primer yang diperlukan dalam penelitian. Dengan adanya data,
hasil dari sebuah penelitian akan optimal. Terdapat hubungan di antara metode
pengumpulan data dengan masalah penelitian yang ingin dipecahkan. Masalah
memberi arah dan mempengaruhi metode pengumpulan data. Pengumpulan data-
data sebagai sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan beberapa metode
yaitu dengan metode pengamatan langsung, metode dengan menggunakan
pertanyaan dan metode khusus.
3.3.1 Metode Observasi
Pengumpulan data secara observasi peneliti lakukan dari 5 tempat yaitu,
DLH DKI Jakarta, TPST Bantar Gebang, Sudin Dinas Kebersihan Jakarta Pusat,
TPS 3R Rawakerbo, TPS 3R Kramat Pela. Peneliti melakukan pengambilan data
awal di Dinas Lingkungan Hidup pada bulan Agustus 2017 menghasilkan temuan
di antaranya, mendapat data terkini mengenai TPS 3R yang ada di DKI Jakarta,
mengetahui bagaimana proses pengolahan sampah di DKI Jakarta khususnya yang
84
ada pada TPS 3R, mengetahui proses operasional dalam TPST Bantar Gebang, dan
mengetahui standarisasi keterkaitan peraturan perundang-undangan mengenai
keberadaan dan kegunaan TPS 3R. Kemudian peneliti observasi ke TPST Bantar
Gebang pada 20 Januari 2018 menghasilkan temuan di antaranya, mengetahui
bagaimana proses pengolahan sampah yang ada di TPST Bantar Gebang,
mengetahui prosedur operasional dalam proses daur ulang sampah di TPST Bantar
Gebang beserta fungsi-fungsi setiap fasilitas yang ada. Setelah itu pada 2 April
2018, peneliti melakukan observasi terakhir di Sudin Kebersihan Jakarta Pusat, TPS
3R Rawakerbo, serta TPS 3R Kramat Pela. Dalam hal ini peneliti memahami proses
pengolahan sampah yang ada di TPS 3R, mengetahui permasalahan yang ada
mengenai TPS 3R, serta mengetahui fungsi-fungsi struktural yang bertanggung
jawab mengenai pengelolaan sampah dan TPS 3R.
3.3.2 Wawancara
Tahap setelah observasi, peneliti melakukan proses wawancara dengan
beberapa expert judgment untuk memperkuat hipotesis maupun mengklarifikasi
data-data yang telah peneliti kumpulkan pada saat tahap observasi. Beberapa hal
dapat membedakan wawancara dengan percakapan sehari-hari adalah pewawancara
dan responden biasanya belum saling kenal-mengenal sebelumnya, responden
menjawab pertanyaan, pewawancara selalu bertanya, pertanyaan yang ditanyakan
mengikuti panduan yang telah dibuat sebelumnya.
Wawancara yang pertama dilakukan dengan mewawancarai kepala seksi
bagian Pengelola Kebersihan yaitu Ibu Rahmawati, dan beberapa staf yaitu Bapak
85
Ervan, dan Bapak Gamma pada bulan Agustus 2018, yang bertempat di DLH DKI
Jakarta tepatnya di ruang pertemuan Divisi Pengelola Kebersihan. Tujuan dari
wawancara ini mendapatkan data-data yang dibutuhkan dalam analisa dan
perancangan sistem. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, peneliti
mendapatkan informasi mengenai:
a. Informasi umum mengenai proses pengolahan sampah yang ada pada TPS
3R di DKI Jakarta.
b. Informasi mengenai data-data TPS 3R di DKI Jakarta.
c. Informasi mengenai proses operasional dan prosedur-prosedur pengolahan
sampah di TPST Bantar Gebang.
d. Informasi peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan sampah
dan hal-hal lainnya yang terkait dengan proses pengelolaan sampah yang
ada pada TPS 3R.
Wawancara dengan narasumber lain sekaligus meminta pendapat pakar
melalui kuesioner yaitu:
1. Wawancara dengan Bapak Eka yang merupakan staf di TPST Bantar
Gebang.
2. Wawancara dengan Ibu Rahmawati sebagai penanggung jawab sekaligus
kepala seksi divisi pengelolaan kebersihan di DLH DKI Jakarta, serta
sebagai pakar untuk memenuhi syarat expert judgment.
3. Wawancara dengan Bapak Toto sebagai Kasatpel Kecamatan Cempaka
Putih yang merupakan bagian dari Sudin Kebersihan Jakarta Pusat, yang
86
bertanggung jawab terhadap proses pengelolaan sampah masing-masing
TPS di Kecamatan Cempaka Putih.
4. Wawancara dengan Ibu Olly Tasya sebagai petinggi dari Indonesia Solid
Waste Association (InSWA) yang ditemui saat berkunjung ke TPS 3R
Rawakerbo, sebagai penyedia informasi lengkap terkait TPS 3R dan juga
proses pengolahan sampah didalamnya.
3.3.3 Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data atau analisa data dengan
cara memperoleh informasi dari peneliti terdahulu, tanpa memperdulikan sebuah
penelitian menggunakan data primer atau data sekunder, apakah penelitian
merupakan penelitian lapangan atau laboratorium. Kepustakaan merupakan
langkah yang penting dimana setelah seorang peneliti menetapkan topik penelitian,
langkah selanjutnya adalah melakukan kajian teori yang berkaitan dengan dengan
topik penelitian. Dalam pencarian teori, peneliti mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya dari kepustakaan yang berhubungan dengan penelitian terkait
dan proses optimasi didalamnya.
Untuk melakukan suatu penelitian, dibutuhkan referensi sebagai landasan
dan acuan yang akan dilakukan dalam sebuah penelitian. Terdapat 10 referensi yang
berasal dari 5 jurnal internasional, 2 buku dan 3 e-document. Hasil dari studi
pustaka yang telah dilakukan di antaranya adalah menentukan kriteria-kriteria
beserta teori-teori pendukung yang digunakan dalam sistem optimasi untuk
pengelolaan TPS 3R yaitu, yaitu luas lahan, fasilitas TPS, jarak antara TPS dengan
87
pemukiman warga, kondisi jalan, kondisi estetika lingkungan, anggaran serta
penjelasan mengenai metode optimasi, Fuzzy Logic, dan Hill Climbing.
3.3.4 Studi Literatur
Tahap ini dilakukan dengan menelusuri dan menelaah secara tekun literatur
penelitian sejenis yang berkaitan dengan desain model keputusan berbasis optimasi
untuk pengelolaan sampah dengan mempelajarinya untuk memperoleh kelebihan
dan kelemahan yang terdapat dalam penelitian tersebut. Dengan cara yang
demikian, penelitian terdahulu dapat dijadikan referensi dalam penggunaan metode
yang akan diteliti. Berikut merupakan beberapa hasil penelitian sejenis dengan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti:
88
Tabel 3.1 Studi Literatur Penelitian Sejenis
PENULIS,
TAHUN METODE TOOL
KRITERIA
YANG
DIGUNAKAN
HASIL PENELITIAN
Prabakaran et al.
(2018)
Fuzzy Logic
Method
Fuzzy Logic
Decision Making
System
Primary Nutrient,
Secondary Nutrient,
Micro Nutrient,
Climatic, Soil
Property, Water
Property, Seasonal,
Pesticide Incidence,
Productivity
Membahas mengenai salah satu
produk pengelolaan sampah yaitu
pupuk yang berasal dari
pengomposan. Metode Fuzzy Logic
dalam penelitian ini digunakan untuk
membuat suatu sistem penunjang
keputusan yang dapat membantu
mengurangi konsumsi pupuk dan
meningkatkan produktivitas tanaman.
Sistem yang dibuat sudah terbukti
dapat menghasilkan 4 kali
peningkatan dalam rasio biaya
manfaat di samping pengurangan
konsumsi pupuk sebanyak 8 kali.
89
Kharat et al.
(2018)
Fuzzy Delphi
Method,
Fuzzy Analytic
Hierarchy
Process,
Fuzzy TOPSIS
Fuzzy
Possibilistic
Integer
Programming
Net Economic Cost,
Environmental
Feasibility,
Technical Reliability,
Public Acceptance,
Energy Recovery,
Health and Safety,
Air Pollution
Control, Water
Pollution
Penelitian ini adalah upaya sederhana
untuk menggambarkan prosedur
untuk mengelola masalah Municipal
Solid Waste Management (MSWM)
dan menyajikan peluang yang terlibat
dalam mendekati masalah ini dari
perspektif kuantitatif melalui
penerapan metode yang digunakan.
Penelitian ini memberikan kerangka
kerja pendukung keputusan yang
holistik dan efisien untuk tidak hanya
merancang sistem MSWM baru tetapi
juga meningkatkan sistem MSWM
yang ada untuk mencapai biaya yang
lebih rendah dan kesesuaian yang
lebih tinggi.
Estay-Ossandon et
al. (2018)
Delphi
Technique
Method,
Fuzzy TOPSIS
Scenario
Analysis,
System Dynamics
Environmental,
Politic,
Social,
Economic,
Penelitian ini dilakukan untuk
menganalisis dan meningkatkan
proses perencanaan Municipal Solid
Waste (MSW) dengan penggunaan
90
Technological metode Fuzzy TOPSIS sebagai dasar
untuk membuat peringkat terhadap
metode penanganan MSW secara
konsisten. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa metode recycle
terpilih sebagai alternatif terbaik
untuk penanganan MSW berdasarkan
pada penerapan Fuzzy TOPSIS
terhadap kriteria-kriteria yang sudah
ditentukan.
Vesely et al.
(2016)
Linear
Regression
Method,
Fuzzy Logic
Method
Fuzzy Logic
Decision Support
Tools
Recycling Behaviour,
Intention to Recycle,
Perceived
Behavioural Control,
Recycling Habits,
Recycling Scheme
Type, Distance to
Recycling Containers
Fuzzy logic dan metode berbasis
himpunan fuzzy lainnya telah
digunakan berulang kali dalam
penelitian mengenai manjemen
sampah dan lingkungan. Untuk
memperkuat logika fuzzy dalam
penelitian manajemen sampah dan
lingkungan, penelitian ini fokus pada
memprediksi perilaku daur ulang.
Hasil dari penelitian ini
91
mengkonfirmasi bahwa logika fuzzy
dapat menjadi metode alternatif yang
menarik untuk memprediksi perilaku
lingkungan yang menghindari
beberapa masalah yang dihasilkan
oleh metode regresi linier.
Liu et al. (2015) 2-tuple
DEMATEL
Technique,
Fuzzy
MULTIMOOR
A Method
Multi-Criteria
Decision Making
(MCDM)
Support Tools
Net Cost per Ton,
Waste Residuals,
Noise, Reliability,
Treatment
Effectiveness,
Occupational
Hazards, Public
Acceptance
Penelitian ini mengusulkan sebuah
model MCDM hybrid dengan
menggabungkan metode 2-tuple
DEMATEL dan Fuzzy
MULTIMOORA untuk menentukan
teknologi penanganan terbaik
terhadap manajemen Health-Care
Waste (HCW). Model yang diusulkan
tidak hanya dapat memilih teknologi
penanganan optimal tetapi juga
menemukan cara untuk meningkatkan
kesenjangan agar mencapai tingkat
aspirasi guna meningkatkan alternatif
pembuangan yang ada.
92
Berdasarkan Tabel 3.1 Studi Literatur Sejenis, terdapat beberapa kelebihan
dari penelitian ini, yaitu:
1. Sistem yang dibuat memberikan kemudahan bagi pihak Dinas Lingkungan
Hidup DKI Jakarta dalam pengambilan keputusan terkait pemilihan TPS 3R
mana saja yang perlu diberikan pendanaan.
2. Perpaduan penggunaan metode Fuzzy Logic dan Hill Climbing dalam sistem
yang dibuat memberikan hasil output yang lebih optimal dan juga akurat.
3. Laporan hasil output dapat diunduh dan dijadikan format pdf sehingga dapat
memudahkan dalam proses mencetak laporan.
4. Sistem dibangun berbasis web menggunakan bahasa pemrograman PHP dan
MySQL DBMS.
3.4 Pengembangan Sistem
Dalam melakukan pengembangan sistem pada penelitian ini, metode
pengembangan sistem yang digunakan adalah Rapid Application Development
(RAD), dan dalam melakukan analisis dan perancangan sistem pendekatan yang
digunakan adalah berorientasi objek dan bahasa permodelan yang digunakan adalah
dengan Unified Modeling Language (UML). Versi UML yang digunakan adalah
2.5.1. Secara teknis perancangan diagram dilakukan dengan menggunakan aplikasi
Microsoft Office Visio 2007. Adapun tahapan dalam RAD antara lain perencanaan
kebutuhan (requirements planning), perancangan (workshop design), dan
implementasi (implementation). Pemilihan RAD dilakukan karena pengembangan
dan pembangunan aplikasi yang pendek, singkat, cepat dan mudah menyesuaikan
93
diri secara fleksibel terhadap kebutuhan karena keterlibatan langsung pengguna
akhir dari sistem.
3.4.1 Tahapan Perencanaan Kebutuhan (Requirement Planning)
Pada tahap ini peneliti melakukan identifikasi permasalahan lalu
menentukan tujuan, dan syarat-syarat untuk mencapai tujuan tersebut. Poin penting
perencanaan yang perlu dibuat dalam pembuatan sistem optimasi untuk
pengelolaan TPS 3R di antaranya sebagai berikut:
1. Penentuan kriteria-kriteria dalam proses pengelolaan TPS 3R di Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta.
2. Menentukan pakar yang akan memberikan penilaian expert judgment terkait
dengan proses pengelolaan TPS 3R.
3. Pemodelan berbasis optimasi dengan menggunakan Fuzzy Logic dan Hill
Climbing, dengan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Perancangan alur proses optimasi.
b. Parameterisasi (Parameterizing) dan himpunan fuzzy dari kriteria-
kriteria yang terkait.
c. Perancangan Fungsi Keanggotaan (Membership Functions) kriteria-
kriteria terkait berdasarkan expert judgments.
d. Perancangan model matematika (skenario penilaian) dari setiap kriteria.
e. Hasil dari proses hill climbing.
94
3.4.2 Tahapan Perancangan (Workshop design)
Tahapan ini merupakan tindak lanjut dari tahap sebelumnya yaitu tahap
analisis. Pada tahap ini, analisis yang telah didapatkan dibuat rancangannya.
Dengan membuat rancangannya bisa dilihat gambaran arsitektur sistem yang akan
dibuat nantinya. Proses ini disebut sebagai pemodelan, dan menggunakan alat bantu
pemodelan yaitu UML dengan tahapan:
a. Desain Proses
Desain proses terdiri atas pembuatan use case diagram, dan activity
diagram. Pembuatan use case diagram dilaksanakan untuk menggambarkan
tingkah laku dari sistem yang akan dibuat. Activity diagram menunjukkan urutan
kegiatan yang terjadi di dalam sistem.
b. Desain Database
Dalam desain database class diagram menggambarkan struktur kelas dari
suatu sistem dan hubungan antar tiap kelas. Mapping database dibuat untuk
menggambarkan hubungan antar tabel yang terdapat pada database akan di jelaskan
spesifikasi database, peneliti akan menggambarkan spesifikasi dari database yang
dibuat. Sequence diagram akan menggambarkan interaksi di antara objek-objek
c. Desain Interface
Dalam tahapan ini, akan dibuat desain antarmuka yang sesederhana dan
seefisien mungkin sehingga memudahkan pengguna untuk berinteraksi dengan
sistem.
95
3.4.3 Tahapan Implementasi (Implementation)
Tahap ini merupakan tahap pembangunan sistem berdasarkan dari hasil
analisis dan perancangan yang telah dilakukan. Dari hasil perancangan yang telah
dibuat akan direalisasikan menjadi sebuah aplikasi yang nantinya akan bisa
digunakan. Adapun proses yang harus dilakukan pada tahap ini adalah:
a. Pemrograman (coding)
Dalam tahapan coding ini peneliti akan melakukan proses menuliskan kode-
kode dengan menggunakan bahasa pemrograman tertentu. Sehingga aplikasi yang
sudah dirancang dapat diaplikasikan dan dapat dijalankan. Pada penelitian ini
coding menggunakan bahasa pemrograman PHP karena sistem yang dibangun
berbasis website dengan DBMS menggunakan MySQL.
b. Pengujian (testing).
Dalam tahapan ini peneliti akan menguji aplikasi yang telah dibuat dengan
menggunakan metode pengujian Black Box, Apabila sistem sudah menghasilkan
output yang sesuai dengan tujuan yang telah dibuat, berarti sistem telah lolos
pengujian tersebut.
3.5 Laporan dan Dokumentasi
Tahapan pelaporan merupakan tahapan akhir dari serangkaian tahapan besar
yang sebelumnya telah dilakukan. Dimana, pada tahapan ini hasil akhirnya adalah
laporan hasil dari penelitian yang dilakukan, yang disebut dengan laporan skripsi.
Kaidah penulisan sitasi sumber-sumber referensi dalam laporan mengikuti APA
(American Psychological Association) style edisi revisi ke-6.
96
96
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum DLH DKI Jakarta
Dinas Lingkungan Hidup merupakan unsur pelaksana penyelenggara urusan
pemerintah di bidang lingkungan hidup, yang terbentuk sejak tahun 2017 dengan
Peraturan Gubernur Nomor 284 Tahun 2016. Dinas Lingkungan Hidup merupakan
hasil peleburan antara Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah dengan Dinas
Kebersihan. Dinas Lingkungan Hidup dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
dikoordinasikan oleh Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup. Dinas
Lingkungan Hidup mempunyai tugas melaksanakan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup serta pengelolaan kebersihan. Dinas Lingkungan Hidup
melakukan pelayanan dalam hal: Penerbitan izin lingkungan dan SPPL,
Rekomendasi AMDAL dan UKL/UPL, Pembinaan Bengkel Pelaksana Uji Emisi,
dan retribusi sampah. Berikut ini merupakan visi dan misi yang dimiliki DLH DKI
Jakarta.
A. Visi
JAKARTA BARU, KOTA MODERN YANG BERSIH DENGAN
MASYARAKAT BERBUDAYA BERSIH DAN PELAYANAN PUBLIK
YANG PRIMA
97
B. Misi
1. Menyelenggarakan pengelolaan sampah dengan teknologi yang efektif
dan efisien serta ramah lingkungan dengan melibatkan peran serta
masyarakat dan swasta.
2. Membangun budaya masyarakat perkotaan yang memiliki kesadaran
dalam memelihara kebersihan kota.
3. Meningkatkan manajemen pelayanan kebersihan dengan menerapkan
prinsip-prinsip GOOD GOVERNANCE.
Pada Gambar 4.1 menunjukkan struktur organisasi yang dimiliki oleh DLH
DKI Jakarta.
Gambar 4.1 Struktur Organisasi DLH DKI Jakarta
98
4.2 Analisis Masalah
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta memiliki 1100 Tempat Penampungan
Sementara (TPS) yang tersebar di lima wilayah di DKI Jakarta. TPS 3R sudah
termasuk di antara TPS tersebut, dengan jumlah kurang lebih 67 yang tersebar di
semua wilayah DKI Jakarta. Menurut data yang dilansir dari divisi Pengelola
Kebersihan DLH DKI Jakarta, terdapat 11 unit TPS 3R di wilayah Jakarta Utara, 6
unit TPS 3R di Jakarta Barat, 12 unit TPS 3R di Jakarta Pusat, 10 unit TPS 3R di
Jakarta Selatan, dan 28 unit TPS 3R di Jakarta Timur. Persentase jumlah unit TPS
3R dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Persentase Jumlah Unit TPS 3R di DKI Jakarta
Jakarta Utara16%
Jakarta Barat9%
Jakarta Pusat18%
Jakarta Selatan15%
Jakarta Timur42%
JUMLAH UNIT TPS 3R DI DKI JAKARTA
99
Pengelolaan sampah dengan konsep 3R lebih mengutamakan dalam tiga
aspek berikut, yakni reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), serta
recycle (mendaur ulang). Konsep yang diusung tersebut mengelompokkan strategi
pengelolaan sampah dengan tujuan untuk mendapat profit secara maksimal yang
dihasilkan dari produk pengelolaan sampah serta meminimalisir keberadaan
sampah. Penerapan dari perwujudan konsep 3R adalah dengan pengadaan TPS 3R
berbasis masyarakat yang terfokus kepada konsep reduce (mengurangi jumlah
sampah), reuse (menggunakan kembali sampah), serta recycle (mendaur ulang
sampah). Pengelolaan sampah skala kawasan pada TPS 3R adalah pengelolaan
yang dikerjakan untuk melayani sekelompok masyarakat yang tergabung dalam
kisaran minimal 200 kepala keluarga tetapi tidak melebihi satu wilayah kecamatan
sesuai dengan ketentuan dari Permen PU No.3 Tahun 2013. Denah yang ideal
dimiliki oleh TPS 3R dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut ini.
Gambar 4.3 Denah TPS 3R
100
Pada proses implementasinya, pengelolaan sampah dengan konsep 3R
adalah kegiatan yang mecakup pengumpulan, pemindahan atau pengangkutan, dan
pengolahan sampah. Konsep 3R pada proses pengelolaan sampah berhubungan erat
dengan konsep sustainable development (pembangunan berkesinambungan),
terutama dalam implementasi resource efficiency (penghematan sumber daya) serta
energy efficiency (penghematan energi). Dengan mengandalkan implementasi dari
konsep 3R maka tercipta suatu usaha untuk mengurangi ekstraksi sumber daya
karena beberapa kebutuhan bahan baku dapat terpenuhi dari proses daur ulang
sampah dan juga penggunaan kembali sampah. Pemakaian bahan baku yang berasal
dari daur ulang guna memproduksi suatu produk telah terbukti lebih efisien dalam
hal penggunaan energi dibandingkan dengan bahan baku yang bersifat alami.
Mengingat peran penting yang dimiliki oleh TPS 3R, semua TPS 3R yang
ada tersebut pada dasarnya harus memiliki standar yang sesuai dengan ketentuan
yang telah dibuat oleh pemerintah. Standar yang telah dibuat oleh pemerintah
mengenai pengelolaan sampah dan TPS 3R tertuang dalam Permen PU No.3 Tahun
2013 dan Standar Nasional Indonesia (SNI) 3242:2008.
Dalam Permen PU No.3 Tahun 2013 pasal 30 dan Standar Nasional Indonesia
(SNI) 3242:2008 terdapat beberapa kriteria teknis yang harus dimiliki oleh TPS 3R.
Salah satu di antaranya adalah luas lahan TPS 3R minimal harus mencapai 200 m2.
Hal lain yang harus menjadi pertimbangan adalah ketersediaan fasilitas seperti
ruang pemilahan, pengomposan sampah organik, gudang, zona penyangga dan
fasilitas pendukung lainnya. Fasilitas yang ada pada TPS 3R dapat dilihat pada
Gambar 4.4 dan Gambar 4.5 berikut ini.
101
Gambar 4.4 Mesin Kompos dan Composting Area
Gambar 4.5 Ruang Penyimpanan
Selain itu lokasi TPS 3R harus mudah diakses, tidak mencemari lingkungan,
tidak mengganggu estetika lalu lintas, serta harus memiliki jadwal pengumpulan
102
dan pengangkutan. Hal lain yang patut diperhitungkan adalah jarak antara TPS 3R
dengan pemukiman warga, karena jarak erat kaitannya dengan estetika.
Di samping dari semua standar dan aturan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah mengenai TPS 3R, kenyaataannya berbeda dengan yang ada di
lapangan. Berdasarkan SNI 3242:2008 tentang pengelolaan sampah di pemukiman
disebutkan bahwa untuk 1 kelurahan dengan jumlah 6.000 Kartu Keluarga (KK)
atau dengan jumlah penduduk 30.000 jiwa membutuhkan setidaknya 1 TPS tipe II
keatas (TPS 3R). Berikut merupakan spesifikasi TPS berdasarkan SNI 3242:2008
tentang pengelolaan sampah di pemukiman yang terdapat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Spesifikasi Kapasitas Pelayanan TPS
(Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 2008)
Jenis TPS Kapasitas Pelayanan
Luas lahan KK Jiwa
Tipe I ± 10 – 50 m2 500 2.500
Tipe II ± 60 – 200 m2 6000 30.000
Tipe III > 200 m2 24.000 120.000
Berikut ini merupakan data kependudukan berdasarkan jumlah KK per
kelurahan di DKI Jakarta pada tahun 2017 yang terdapat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Data Kependudukan DKI Jakarta
(Sumber: Pemprov DKI Jakarta, 2017)
Kotamadya
Data Kependudukan
Jumlah Kelurahan Jumlah KK Rata-Rata Jumlah
KK per Kelurahan
Jakarta Pusat 44 382.720 8.698
Jakrta Utara 31 554.088 17.874
Jakarta Barat 56 653.353 11.667
Jakarta Selatan 65 600.670 9.241
103
Jakarta Timur 65 776.175 11.941
Rata-Rata Jumlah KK per Kelurahan di DKI Jakarta 11.884
Berdasarkan data kependudukan yang didapat di Jakarta Open Data tahun
2017 diketahui bahwa jumlah rata-rata KK DKI Jakarta per kelurahan adalah
sebanyak 11.884 KK. Maka berdasarkan spesifikasi TPS dapat disimpulkan bahwa
untuk 1 kelurahan di DKI Jakarta yang memiliki rata-rata sebanyak 11.884 KK,
setidaknya membutuhkan 2 TPS tipe II. Dengan demikian dibutuhkan sebanyak
kurang lebih 522 TPS 3R untuk 261 kelurahan yang ada di DKI Jakarta agar
pengolahan sampah dapat optimal.
Selain itu, Program TPS 3R yang ada di DKI Jakarta nyatanya masih belum
berjalan secara optimal, hal ini didasarkan pada informasi yang didapat dari DLH
bahwa jumlah produksi sampah DKI Jakarta masih terus meningkat setiap
tahunnya. Pada tahun 2015 jumlah produksi sampah DKI Jakarta mencapai 6.400
ton dan terus meningkat hingga menjadi 7.500 ton pada tahun 2018. Permasalahan
yang ada pada TPS 3R meliputi berbagai hal, mulai dari kurangnya fasilitas yang
ada pada TPS 3R, seperti tidak tersedianya wadah pemilahan dan ruang
penyimpanan, lalu menurunnya kualitas alat pencacah organik yang ada, serta ada
TPS 3R yang mencemari jalan dan lingkungan sekitar. Permasalahan lainnya terkait
dengan pendanaan, dikarenakan pendanaan yang ada dari pemerintah masih bersifat
umum untuk semua jenis TPS sehingga belum adanya pendanaan yang terfokus
hanya untuk TPS 3R. Oleh karena itu, sebagian besar TPS 3R yang ada saat ini
membutuhkan bantuan pendanaan dari pihak pemerintah terkait agar dapat
melakukan pembenahan terhadap TPS 3R. Berkaitan dengan hal tersebut, DLH
104
DKI Jakarta menyatakan bahwa pendanaan terhadap pengelolaan TPS khususnya
TPS 3R sedang dipersiapkan oleh pemerintah. Berdasarkan e-document Petunjuk
Teknis TPS 3R, Besaran alokasi dana bantuan pemerintah yang disediakan untuk
prasarana dan sarana TPS 3R adalah sebesar Rp 400.000.000,- alokasi dana tersebut
dapat digunakan untuk pembelian bahan atau material mesin pengolah sampah,
upah pekerja, operasional, dan juga kegiatan non fisik.
Berdasarkan data dan permasalahan yang ada, maka diperlukan pemilihan
untuk menentukan TPS 3R mana saja yang diprioritaskan untuk mendapat
pendanaan. Dengan demikian, dibutuhkan suatu sistem yang dapat membantu pihak
pemerintah dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan TPS 3R khususnya
pengelolaan sarana dan prasarana. Sistem penunjang keputusan tersebut berbasis
optimasi dan dibuat berlandaskan pada 5 kriteria yang telah dipilih berdasarkan
peraturan pemerintah seperti kriteria luas lahan, kriteria fasilitas, kriteria kondisi
jalan, kriteria kondisi lingkungan, serta dari beberapa jurnal penelitian lainnya
seperti kriteria jarak TPS ke pemukiman. Kriteria-kriteria tersebut dihitung
menggunakan fungsi keanggotaan dan skenario penilaian yang merupakan bagian
dari metode fuzzy logic. Output yang dihasilkan model tersebut yakni berupa daftar
TPS 3R mana saja yang diprioritaskan untuk diberikan pendanaan berdasarkan hasil
seleksi dan perhitungan dari kriteria yang telah ditentukan serta dengan penggunaan
metode hill climbing.
105
4.3 Alur Tahapan Proses Optimasi
Alur tahapan proses optimasi ditentukan berdasarkan alur skenario
pengelolaan TPS 3R khususnya terkait pendanaan terhadap pengelolaan sarana dan
prasana TPS 3R yang dilakukan, berdasarkan pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Skenario Pengelolaan Anggaran TPS 3R
Berdasarkan skenario pengeloaan anggaran TPS 3R tersebut, dapat
ditentukan alur tahapan optimasi proses pengelolaan anggaran TPS 3R sebagai
berikut:
106
Gambar 4.7 Alur Tahapan Proses Optimasi
Pada Gambar 4.7 dijelaskan tahapan-tahapan proses optimasi dalam sistem
optimasi pengelolaan TPS 3R. Tahapan pertama yaitu menentukan jumlah
anggaran TPS 3R yang telah ditetapkan oleh pemerintah tiap tahunnya sebagai
acuan penentuan kuota TPS 3R. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pengelolaan
TPS 3R dikarenakan jumlah anggaran yang diberikan akan digunakan untuk
keperluan pengelolaan TPS 3R khususnya dalam bidang sarana dan prasana yang
ada. Jumlah anggaran TPS 3R yang ditentukan sangat terbatas, sehingga
berdasarkan anggaran tersebut dapat ditentukan berapa banyak TPS 3R yang
107
mendapatkan anggaran. Hal tersebut berdasarkan kebijakan pemerintah terkait
pemberian anggaran TPS 3R.
Lalu pada tahapan kedua yaitu optimasi TPS 3R berdasarkan kriteria
fasilitas dan nilai total penilaian TPS 3R tertinggi. Kriteria fasilitas diutamakan
dalam proses optimasi dikarenakan TPS 3R mempunyai unsur penting di dalamnya,
seperti fasilitas daur ulang sampah. Serta, total penilaian TPS 3R sebagai acuan
dalam proses optimasi hill climbing. Sehingga saat melakukan proses optimasi, data
TPS 3R yang memiliki fasilitas lengkap dan memiliki total penilaian tertinggi
diprioritaskan menjadi TPS 3R yang diberikan anggaran.
Kemudian tahapan ketiga yaitu optimasi sisa TPS 3R berdasarkan jumlah
sisa kuota TPS 3R yang tersedia. Jika pada tahapan kedua jumlah kuota TPS 3R
sudah penuh dikarenakan jumlah data TPS 3R dengan kriteria fasilitas lengkap dan
total penilaian tertinggi maka tidak perlu melakukan proses optimasi kembali,
karena kuota TPS 3R sudah penuh. Namun, jika kuota TPS 3R masih tersedia maka
melakukan proses optimasi kembali sesuai dengan metode hill climbing. Dengan
demikian setelah melewati ketiga tahapan tersebut didapatkan hasil optimasi TPS
3R yang menjadi prioritas mendapat anggaran pengelolaan TPS 3R. Hasil optimasi
tersebut selanjutnya akan divalidasi oleh Kaseksi sebagai penanggung jawab dalam
penentuan anggaran TPS 3R dan memberikan hasil tersebut kepada Kasatpel.
Sehingga Kasatpel akan memberikan anggaran tersebut kepada TPS 3R yang telah
terpilih dari hasil optimasi.
108
4.4 Variable Linguistic (Parameterizing)
Kriteria-kriteria yang digunakan di dalam proses optimasi untuk
pengelolaan TPS 3R berasal dari beberapa referensi. Selain itu mempertimbangkan
juga beberapa peraturan yang ada di Indonesia di antaranya adalah Permen PU No.3
Tahun 2013 serta Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 tahun 2008, referensi
dari beberapa jurnal dan dokumen-dokumen yang terkait dengan pengelolaan TPS
3R. Berikut ini adalah Gambar 4.8 yang menunjukkan 5 kriteria terpilih yang
digunakan.
Gambar 4.8 Variable Linguistic
1. Luas Lahan
Himpunan fuzzy-nya adalah seberapa besar luas lahan TPS 3R yang ada.
Contoh: Luas Lahan = {200 m2, 350 m2, 400 m2, dst}
Dengan ketentuan semakin besar luas lahan TPS 3R yang ada maka semakin
diprioritaskan TPS 3R tersebut untuk diberikan pendanaan.
109
2. Fasilitas TPS 3R
Himpunan fuzzy-nya adalah kategori fasilitas yang ada pada TPS 3R.
Contoh: Jenis Fasilitas = {Lengkap, Cukup Lengkap, Tidak Lengkap}
Kategori lengkap dapat terpenuhi jika terdapat semua fasilitas yang
berjumlah 7 fasilitas pada TPS 3R tersebut, yaitu container, mesin
pencacah organik, composting area (area pengomposan), ruang
penyimpanan, saluran air lindi, penampungan air lindi, dan
penghijauan.
Kategori cukup lengkap dapat terpenuhi jika terdapat 4-6 fasilitas
pada TPS tersebut dimana minimal terdapat 4 Fasilitas utama yaitu
Container, Pencacah Organik, Ruang Penyimpanan, dan
Composting Area.
Kategori tidak lengkap dapat terpenuhi jika terdapat ≤ 3 fasilitas
yang ada pada TPS 3R tersebut atau jika terdapat 4-6 fasilitas namun
tidak terdapat 4 fasilitas utama yaitu Container, Pencacah Organik,
Ruang Penyimpanan, dan Composting Area.
Dengan ketentuan semakin lengkap fasilitas yang ada pada TPS 3R maka
semakin diprioritaskan TPS 3R tersebut untuk diberikan pendanaan.
3. Jarak
Himpunan fuzzy-nya adalah kategori jarak antara TPS dengan pemukiman
warga.
Contoh: Jarak = {170 m, 55 m, 220 m}
110
Jarak TPS dikatakan Baik, jika jarak TPS terhadap pemukiman berkisar
diantara 50 m-100 m.
Jarak TPS dikatakan Cukup Baik, jika jarak TPS terhadap pemukiman
berkisar diantara 100 m-200 m.
Jarak TPS dikatakan Tidak Baik, jika jarak TPS terhadap pemukiman
bernilai x < 50 m atau x > 200 m.
Dimana semakin baik jarak yang dimiliki sesuai dengan ketentuan maka
semakin diprioritaskan TPS 3R tersebut untuk diberikan pendanaan.
4. Kondisi Jalan
Himpunan fuzzy-nya adalah kondisi akses jalan menuju TPS 3R.
Contoh: Kondisi Jalan = {Baik, Cukup Baik, dan Tidak Baik}
Kondisi Jalan dikatakan Baik, jika kondisi jalan tidak berlubang dan bisa
dilewati mobil (khususnya truk sampah).
Kondisi Jalan dikatakan Cukup Baik, jika kondisi jalan berlubang, tetapi
bisa dilewati mobil.
Kondisi Jalan dikatakan Tidak Baik, jika kondisi berlubang dan tidak bisa
dilewati mobil atau kondisi jalan tidak berlubang tetapi tetap tidak bisa
dilewati mobil.
Dimana semakin baik kondisi jalan yang dimiliki sesuai dengan ketentuan
maka semakin diprioritaskan TPS 3R tersebut untuk diberikan pendanaan.
111
5. Kondisi Estetika Lingkungan
Himpunan fuzzy-nya adalah kondisi estetika lingkungan yang berada di
sekitar TPS 3R.
Contoh: Kondisi Estetika Lingkungan = {Baik, Cukup Baik, dan Tidak Baik}
Kondisi Lingkungan dikatakan Baik, jika keberadaan TPS tidak mencemari
lingkungan dan tidak menganggu estetika lalu lintas.
Kondisi Lingkungan dikatakan Cukup Baik, jika keberadaan TPS tidak
mencemari lingkungan, namun menganggu estetika lalu lintas.
Kondisi Lingkungan dikatakan Tidak Baik, jika TPS mencemari lingkungan
namun tidak menganggu estetika lalu lintas, atau jika TPS mencemari
lingkungan dan juga menganggu estetika lalu lintas.
Dimana semakin baik kondisi lingkungan yang dimiliki sesuai dengan
ketentuan maka semakin diprioritaskan TPS 3R tersebut untuk diberikan
pendanaan.
112
4.5 Membership Function (Fungsi Keanggotaan)
Fungsi Keanggotaan (Membership Functions) ditentukan berdasarkan
penilaian kriteria-kriteria terkait dalam proses optimasi pengelolaan TPS 3R yang
diberikan oleh para ahli di bidangnya (expert judgments). Hasil dari fungsi
keanggotaan akan dilakukan perhitungan dengan pembobotan nilai dari skenario
penilaian berdasarkan masing-masing kriteria dan mempengaruhi dalam hasil
proses optimasi. Hasil fungsi keanggotaan dari expert judgements untuk kriteria-
kriteria terkait optimasi pengelolaan TPS 3R yaitu, sebagai berikut:
Diketahui:
Skala: Penting = 60-100, Cukup Penting = 20-80, Tidak Penting = 0-40
Crisp Value Input = nilai kepentingan kriteria yang diberikan oleh expert
judgments
Crisp Value Output = nilai kepentingan kriteria yang telah melalui proses
fuzzifikasi-defuzzifikasi
Gambar 4.9 Membership Function
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
0 20 40 60 80 100
Tidak Penting
Cukup Penting
Penting
113
1. Kriteria: Luas Lahan
CV Input Luas Lahan = 80 1 P
CV Output Luas Lahan = (1 × 80) = 80
2. Kriteria: Fasilitas TPS 3R
CV Input Fasilitas TPS 3R = 90 1 P
CV Output Fasilitas TPS 3R = (1 × 90) = 90
3. Kriteria: Jarak (TPS ke Pemukiman Warga)
CV Input Jarak = 70 0,4 CP dan 0,6 P
CV Output Jarak = (0,4 × 60) + (0,6 × 80) = 72
4. Kriteria: Kondisi Jalan
CV Input Kondisi Jalan = 60 0,7 CP dan 0,3 P
CV Output Kondisi Jalan = (0,7 × 60) + (0,3 × 80) = 66
5. Kriteria: Kondisi Estetika Lingkungan
CV Input Kondisi Estetika Lingkungan = 55 0,9 CP dan 0,1 CP
CV Output Kondisi Estetika Lingkungan = (0,9 × 55) + (0,1 × 80) = 57,5
(58) *pembulatan
Hasil Membership Functions:
Crisp Value Output kriteria Luas Lahan = 80
Crisp Value Output kriteria Fasilitas TPS 3R = 90
Crisp Value Output kriteria Jarak (TPS menuju Pemukiman Warga) = 72
Crisp Value Output kriteria Kondisi Jalan = 66
Crisp Value Output kriteria Kondisi Estetika Lingkungan = 58
114
Dari hasil sebelumnya total Crisp Value Output dari semua kriteria = 366,
sehingga bisa didapat nilai bobot Crisp Value Output setiap kriteria yaitu:
𝑋𝑛 =Cn
𝑆𝑖𝑔𝑚𝑎𝐶 (4.1)
dengan:
𝑥𝑛 = Nilai Bobot Crisp Output setiap kriteria
𝑐𝑛 = Nilai Crisp Output setiap kriteria
∑ 𝑐𝑛𝑛𝑖=1 = Jumlah total keseluruhan Nilai Crisp Output
1. 𝑥1 =80
366 = 0,219
2. 𝑥2 =90
366 = 0,246
3. 𝑥3 =72
366 = 0,197
4. 𝑥4 =66
366 = 0,180
5. 𝑥5 =58
366 = 0,158
dengan:
𝑥1 = Luas Lahan
𝑥2 = Fasilitas TPS 3R
𝑥3 = Jarak (TPS ke Pemukiman Warga)
𝑥4 = Kondisi Jalan
𝑥5 = Kondisi Estetika Lingkungan
115
4.6 Skenario Penilaian
A. Kriteria Luas Lahan
Penilaian data yang ada berdasarkan kriteria luas lahan menggunakan
rumus:
𝑅𝑣 =ValueCur
ValueMax (4.2)
dengan Rv adalah nilai bobot penilaian; ValueCur adalah nilai saat ini dari
data yang ada; dan ValueMax adalah nilai maksimum dari setiap data.
Contoh: Dimana rentang luas lahan yang dijadikan TPS 3R = 100 m2-1000 m2
dan Nilai Bobot Penilaian mempunyai nilai antara 0-1, dengan ketentuan:
Jika nilai Rv = 1, maka TPS 3R tersebut diprioritaskan untuk diberi
pendanaan berdasarkan kriteria luas lahan.
Jika nilai Rv < 1, maka bobot penilaian TPS 3R tersebut dibandingkan
dengan bobot penilaian TPS 3R lainnya, dan yang mendekati nilai 1 maka
TPS 3R tersebut diprioritaskan untuk diberi pendanaan berdasarkan kriteria
luas lahan.
Tabel 4.3 Data Kriteria Luas Lahan
No. Kode TPS 3R Luas Lahan (m2) Nilai Bobot Penilaian
1 T3R001 200 0,2
2 T3R002 150 0,15
3 T3R003 100 0,1
4 T3R004 1000 1
5 T3R005 730 0,73
116
Dari data Tabel 4.3 dapat ditentukan nilai bobot penilaian setiap TPS 3R
berdasarkan kriteria luas lahan, didapatkan nilai ValueMax dari data tersebut adalah
luasnya 1000 m2, sehingga setiap data dapat dihitung sebagai berikut:
1) Luas Lahan T3R001
Dik: ValueCur = 200 Dit: RV…?
ValueMax = 1000
Jawab:
𝑅𝑣 =ValueCur
ValueMax , 𝑅𝑣 =
200
1000 = 0,2, maka nilai bobot penilaian T3R001
berdasarkan kriteria Luas Lahan adalah 0,2.
2) Luas Lahan T3R002
Dik: ValueCur = 150 Dit: RV…?
ValueMax = 1000
Jawab:
𝑅𝑣 =ValueCur
ValueMax , 𝑅𝑣 =
150
1000 = 0,15, maka nilai bobot penilaian T3R002
berdasarkan kriteria Luas Lahan adalah 0,15.
3) Luas Lahan T3R003
Dik: ValueCur = 100 Dit: RV…?
ValueMax = 1000
Jawab:
𝑅𝑣 =ValueCur
ValueMax , 𝑅𝑣 =
100
1000 = 0,1, maka nilai bobot penilaian T3R003
berdasarkan kriteria Luas Lahan adalah 0,1.
4) Luas Lahan T3R004
Dik: ValueCur = 1000 Dit: RV…?
117
ValueMax = 1000
Jawab:
𝑅𝑣 =ValueCur
ValueMax , 𝑅𝑣 =
1000
1000 = 1, maka nilai bobot penilaian T3R004
berdasarkan kriteria Luas Lahan adalah 1.
5) Luas Lahan T3R005
Dik: ValueCur = 730 Dit: RV…?
ValueMax = 1000
Jawab:
𝑅𝑣 =ValueCur
ValueMax , 𝑅𝑣 =
730
1000 = 0,73, maka nilai bobot penilaian T3R005
berdasarkan kriteria Luas Lahan adalah 0,73.
Sehingga bisa diambil kesimpulan, T3R004 dijadikan sebagai TPS 3R yang
diprioritaskan untuk diberikan pendanaan berdasarkan kriteria Luas Lahan karena
mempunyai Nilai Rv = 1. Sedangkan T3R001, dan T3R005 mempunyai Nilai Rv
< 1, maka Nilai Rv T3R001 dan T3R005 dibandingkan, sehingga didapatkan Nilai
T3R001 = 0,2, dan Nilai T3R005 = 0,73, maka T3R005 dijadikan sebagai TPS 3R
yang diprioritaskan untuk diberikan pendanaan berdasarkan kriteria Luas Lahan
daripada T3R001, karena Nilai Rv T3R005 lebih mendekati 1.
B. Kriteria Fasilitas
Penilaian data yang ada berdasarkan kriteria fasilitas menggunakan
persamaan 4.2.
118
dengan ketentuan :
Kriteria Fasilitas pada TPS 3R dibagi menjadi 3 kategori, yaitu
Kategori lengkap, Kategori cukup lengkap, dan Kategori tidak
lengkap.
Kategori lengkap dapat terpenuhi jika terdapat semua fasilitas yang
berjumlah 7 fasilitas pada TPS 3R tersebut.
Kategori cukup lengkap dapat terpenuhi jika terdapat 4-6 fasilitas
pada TPS tersebut dimana minimal terdapat 4 Fasilitas utama yaitu
Container, Pencacah Organik, Ruang Penyimpanan, dan
Composting Area.
Kategori tidak lengkap dapat terpenuhi jika terdapat ≤ 3 fasilitas
yang ada pada TPS 3R tersebut atau jika terdapat 4-6 fasilitas namun
tidak terdapat 4 fasilitas utama yaitu Container, Pencacah Organik,
Ruang Penyimpanan, dan Composting Area.
Jika Kategori lengkap terpenuhi maka mempunyai nilai bobot 1.
Jika Kategori cukup lengkap terpenuhi maka mempunyai nilai bobot
0.5.
Jika Kategori tidak lengkap terpenuhi maka mempunyai nilai bobot
0.
Jika nilai Rv = 1, maka TPS 3R tersebut diprioritaskan untuk diberi
pendanaan berdasarkan kriteria Fasilitas.
Jika nilai Rv < 1, maka bobot penilaian TPS 3R tersebut dibandingkan
dengan bobot penilaian TPS 3R lainnya, dan yang mendekati nilai 1 maka
119
TPS 3R tersebut diprioritaskan untuk diberi pendanaan berdasarkan kriteria
Fasilitas.
Tabel 4.4 Data Kriteria Fasilitas TPS 3R
No. Kode TPS 3R Fasilitas Nilai Bobot Penilaian
1 T3R001 Lengkap 1
2 T3R002 Tidak Lengkap 0
3 T3R003 Cukup Lengkap 0,5
4 T3R004 Tidak Lengkap 0
5 T3R005 Cukup Lengkap 0,5
Dari data Tabel 4.4 dapat ditentukan nilai bobot penilaian setiap TPS 3R
berdasarkan kriteria Fasilitas, didapatkan nilai ValueMax dari data tersebut adalah
1, sehingga setiap data dapat dihitung sebagai berikut:
1) Fasilitas T3R001
Dik: ValueCur = 1 Dit: RV…?
ValueMax = 1
Jawab:
𝑅𝑣 =ValueCur
ValueMax , 𝑅𝑣 =
1
1 = 1, maka nilai bobot penilaian T3R001
berdasarkan kriteria Fasilitas adalah 1.
2) Fasilitas T3R002
Dik: ValueCur = 0 Dit: RV…?
ValueMax = 1
Jawab:
120
𝑅𝑣 =ValueCur
ValueMax , 𝑅𝑣 =
0
1 = 0, maka nilai bobot penilaian T3R002
berdasarkan kriteria Fasilitas adalah 0.
3) Fasilitas T3R003
Dik: ValueCur = 0,5 Dit: RV…?
ValueMax = 1
Jawab:
𝑅𝑣 =ValueCur
ValueMax , 𝑅𝑣 =
0,5
1 = 0,5, maka nilai bobot penilaian T3R003
berdasarkan kriteria Fasilitas adalah 0,5.
4) Fasilitas T3R004
Dik: ValueCur = 0 Dit: RV…?
ValueMax = 0
Jawab:
𝑅𝑣 =ValueCur
ValueMax , 𝑅𝑣 =
0
0 = 0, maka nilai bobot penilaian T3R004
berdasarkan kriteria Fasilitas adalah 0.
5) Fasilitas T3R005
Dik: ValueCur = 0,5 Dit: RV…?
ValueMax = 1
Jawab:
𝑅𝑣 =ValueCur
ValueMax , 𝑅𝑣 =
0,5
1 = 0,5, maka nilai bobot penilaian T3R005
berdasarkan kriteria Fasilitas adalah 0,5.
121
Sehingga bisa diambil kesimpulan, T3R001 dijadikan sebagai TPS 3R yang
diprioritaskan untuk diberi pendanaan berdasarkan kriteria Fasilitas karena
mempunyai Nilai Rv = 1. Sedangkan T3R003, dan T3R005 mempunyai Nilai Rv <
1, maka Nilai Rv T3R003, dan T3R005 dibandingkan. sehingga didapatkan Nilai
T3R003 = 0,5 dan Nilai T3R005 = 0,5 , maka T3R003 dijadikan sebagai TPS 3R
yang diprioritaskan untuk diberi pendanaan berdasarkan kriteria Fasilitas daripada
T3R005 karena Nilai Rv T3R003 lebih mendekati 1.
C. Kriteria Jarak (TPS ke Pemukiman Warga)
Penilaian data yang ada berdasarkan kriteria Jarak menggunakan Persamaan
4.2.
Contoh: Dimana data jarak TPS terhadap pemukiman diklasifikasikan dengan
ketentuan:
Jarak TPS terhadap pemukiman dibagi menjadi 3 kategori, yaitu: Baik,
Cukup Baik, dan Tidak Baik. Hal ini dipertimbangkan berdasarkan jarak
dari tempat penampungan sampah sementara terhadap pemukiman warga.
Jarak TPS dikatakan Baik, jika jarak TPS terhadap pemukiman berkisar
diantara 50 m-100 m.
Jarak TPS dikatakan Cukup Baik, jika jarak TPS terhadap pemukiman
bernilai 100 m-200 m.
Jarak TPS dikatakan Tidak Baik, jika jarak TPS terhadap pemukiman
bernilai x < 50 m atau x > 200 m.
Jika Jarak TPS dikatakan Baik, maka mempunyai bobot nilai 1.
122
Jika Jarak TPS dikatakan Cukup Baik, maka mempunyai bobot nilai 0.5.
Jika Jarak TPS dikatakan Tidak Baik, maka mempunyai bobot nilai 0.
Dengan syarat:
Jika nilai Rv = 1, maka TPS 3R tersebut diprioritaskan untuk diberi
pendanaan berdasarkan kriteria jarak.
Jika nilai Rv < 1, maka bobot penilaian TPS 3R tersebut dibandingkan
dengan bobot penilaian TPS 3R lainnya, dan yang mendekati nilai 1 maka
TPS 3R tersebut diprioritaskan untuk diberi pendanaan berdasarkan kriteria
Jarak.
Tabel 4.5 Data Kriteria Jarak
No. Kode TPS Jarak TPS ke Pemukiman warga (m) Nilai Bobot Penilaian
1 T3R001 170 0,5
2 T3R002 195 0,5
3 T3R003 40 0
4 T3R004 70 1
5 T3R005 250 0
Dari data Tabel 4.5 dapat ditentukan nilai bobot penilaian setiap TPS 3R
berdasarkan kriteria Jarak (TPS ke pemukiman warga), didapatkan nilai ValueMax
dari data diatas adalah 1, sehingga setiap data dapat dihitung sebagai berikut:
1) Jarak T3R001
Dik: ValueCur = 0,5 Dit: RV…?
ValueMax = 1
Jawab:
123
𝑅𝑣 =ValueCur
ValueMax , 𝑅𝑣 =
0,5
1 = 0,5 , maka nilai bobot penilaian TPS001
berdasarkan kriteria Jarak adalah 0,5 .
2) Jarak T3R002
Dik: ValueCur = 0,5 Dit: RV…?
ValueMax = 1
Jawab:
𝑅𝑣 =ValueCur
ValueMax , 𝑅𝑣 =
0,5
1 = 0,5 , maka nilai bobot penilaian TPS002
berdasarkan kriteria Jarak adalah 0,5 .
3) Jarak T3R003
Dik: ValueCur = 0 Dit: RV…?
ValueMax = 1
Jawab:
𝑅𝑣 =ValueCur
ValueMax , 𝑅𝑣 =
0
1 = 0 , maka nilai bobot penilaian TPS003
berdasarkan kriteria Jarak adalah 0.
4) Jarak T3R004
Dik: ValueCur = 1 Dit: RV…?
ValueMax = 1
Jawab:
𝑅𝑣 =ValueCur
ValueMax , 𝑅𝑣 =
1
1 = 1, maka nilai bobot penilaian TPS004
berdasarkan kriteria Jarak adalah 1.
5) Jarak T3R005
Dik: ValueCur = 0 Dit: RV…?
124
ValueMax = 1
Jawab:
𝑅𝑣 =ValueCur
ValueMax , 𝑅𝑣 =
0
1 = 0, maka nilai bobot penilaian TPS005
berdasarkan kriteria Jarak adalah 0.
Sehingga bisa diambil kesimpulan, T3R004 dijadikan sebagai TPS 3R yang
diprioritaskan untuk diberi pendanaan berdasarkan kriteria jarak TPS karena
mempunyai Nilai Rv = 1. Sedangkan T3R001, dan T3R002 mempunyai Nilai Rv
< 1, maka Nilai Rv T3R001, dan T3R002 dibandingkan. sehingga didapatkan Nilai
T3R001 = 0,5, dan Nilai T3R002 = 0,5, maka T3R002 dijadikan sebagai TPS 3R
yang diprioritaskan untuk diberi pendanaan berdasarkan kriteria Jarak daripada
T3R001, karena Nilai Rv T3R002 lebih mendekati 1.
D. Kriteria Kondisi Jalan
Penilaian setiap data yang ada berdasarkan kriteria kondisi jalan
menggunakan Persamaan 4.2.
Contoh: Dimana data Kondisi Jalan diklasifikasikan berdasarkan keadaan akses
jalan menuju tempat penampungan sampah yaitu apakah jalan masih
bagus atau sudah rusak, dan juga dilihat apakah jalan menuju TPS 3R
dapat dilewati oleh mobil sampah atau tidak. Dengan ketentuan:
Kondisi Jalan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu: Baik, Cukup Baik, dan Tidak
Baik. Hal ini dipertimbangkan berdasarkan kondisi jalan (berlubang atau
125
tidak) menuju tempat penampungan sementara dan apakah jalannya dapat
dilewati oleh mobil atau tidak
Kondisi Jalan dikatakan Baik, jika kondisi jalan tidak berlubang dan bisa
dilewati mobil (khususnya truk sampah).
Kondisi Jalan dikatakan Cukup Baik, jika kondisi jalan berlubang, tetapi
bisa dilewati mobil.
Kondisi Jalan dikatakan Tidak Baik, jika kondisi jalan berlubang dan tidak
bisa dilewati mobil atau kondisi jalan tidak berlubang tetapi tetap tidak bisa
dilewati mobil.
Jika Kondisi Jalan dikatakan Baik, maka mempunyai bobot nilai 1.
Jika Kondisi Jalan dikatakan Cukup Baik, maka mempunyai bobot nilai 0.5.
Jika Kondisi Jalan dikatakan Tidak Baik, maka mempunyai bobot nilai 0.
Dengan syarat:
Jika nilai Rv = 1, maka TPS 3R tersebut diprioritaskan untuk diberi
pendanaan berdasarkan kriteria kondisi jalan.
Jika nilai Rv < 1, maka bobot penilaian TPS 3R tersebut dibandingkan
dengan bobot penilaian TPS 3R lainnya, dan yang mendekati nilai 1 maka
TPS 3R tersebut diprioritaskan untuk diberi pendanaan berdasarkan kriteria
kondisi jalan.
126
.Tabel 4.6 Data Kriteria Kondisi Jalan
No. Kode TPS Kondisi Jalan Nilai Bobot Penilaian
1 T3R001 Cukup Baik 0,5
2 T3R002 Tidak Baik 0
3 T3R003 Baik 1
4 T3R004 Tidak Baik 0
5 T3R005 Tidak Baik 0
Dari data Tabel 4.6 dapat ditentukan nilai bobot penilaian setiap TPS 3R
berdasarkan kriteria Kondisi Jalan, didapatkan nilai ValueMax dari data diatas
adalah 1, sehingga setiap data dapat dihitung sebagai berikut:
1) T3R001
Dik: ValueCur = 0,5 Dit: RV…?
ValueMax = 1
Jawab:
𝑅𝑣 =ValueCur
ValueMax , 𝑅𝑣 =
0,5
1 = 0,5 , maka nilai bobot penilaian T3R001
berdasarkan kriteria Kondisi Jalan adalah 0,5 .
2) T3R002
Dik: ValueCur = 0 Dit: RV…?
ValueMax = 1
Jawab:
𝑅𝑣 =ValueCur
ValueMax , 𝑅𝑣 =
0
1 = 0 , maka nilai bobot penilaian T3R002
berdasarkan kriteria Kondisi Jalan adalah 0.
3) T3R003
127
Dik: ValueCur = 1 Dit: RV…?
ValueMax = 1
Jawab:
𝑅𝑣 =ValueCur
ValueMax , 𝑅𝑣 =
1
1 = 1 , maka nilai bobot penilaian T3R003
berdasarkan kriteria Kondisi Jalan adalah 1.
4) T3R004
Dik: ValueCur = 0 Dit: RV…?
ValueMax = 1
Jawab:
𝑅𝑣 =ValueCur
ValueMax , 𝑅𝑣 =
0
1 = 0, maka nilai bobot penilaian T3R004
berdasarkan kriteria Kondisi Jalan adalah 0.
5) T3R005
Dik: ValueCur = 0 Dit: RV…?
ValueMax = 1
Jawab:
𝑅𝑣 =ValueCur
ValueMax , 𝑅𝑣 =
0
1 = 0, maka nilai bobot penilaian T3R005
berdasarkan kriteria Kondisi Jalan adalah 0.
Sehingga bisa diambil kesimpulan, T3R003 dijadikan sebagai TPS 3R yang
diprioritaskan untuk diberi pendanaan berdasarkan kriteria Kondisi Jalan karena
mempunyai Nilai Rv = 1. Sedangkan T3R001 dijadikan sebagai TPS 3R
selanjutnya yang diprioritaskan untuk diberi pendanaan berdasarkan kriteria
Kondisi Jalan, karena Nilai Rv T3R001 lebih mendekati 1.
128
E. Kriteria Kondisi Lingkungan
Penilaian data yang ada berdasarkan kriteria kondisi lingkungan
menggunakan Persamaan 4.2.
Contoh: Dimana data Kondisi Lingkungan diklasifikasikan berdasarkan
keberadaan TPS 3R memengaruhi lingkungan sekitar yang ada yaitu
apakah TPS 3R tersebut mencemari lingkungan sekitar atau tidak dan
juga apakah TPS 3R tersebut menganggu estetika lalu lintas yang ada
disekitar TPS. Dengan ketentuan:
Kondisi Lingkungan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu: Baik, Cukup Baik,
dan Tidak Baik.
Kondisi Lingkungan dikatakan Baik, jika keberadaan TPS tidak mencemari
lingkungan dan tidak menganggu estetika lalu lintas.
Kondisi Lingkungan dikatakan Cukup Baik, jika keberadaan TPS tidak
mencemari lingkungan, namun menganggu estetika lalu lintas.
Kondisi Lingkungan dikatakan Tidak Baik, jika TPS mencemari lingkungan
namun tidak menganggu estetika lalu lintas, atau jika TPS mencemari
lingkungan dan juga menganggu estetika lalu lintas.
Jika Kondisi Lingkungan dikatakan Baik, maka mempunyai bobot nilai 0.
Jika Kondisi Lingkungan dikatakan Cukup Baik, maka mempunyai bobot
nilai 0.5.
Jika Kondisi Lingkungan dikatakan Tidak Baik, maka mempunyai bobot
nilai 1.
129
Dengan syarat:
Jika nilai Rv = 1, maka TPS 3R tersebut diprioritaskan untuk diberi
pendanaan berdasarkan kriteria kondisi lingkungan.
Jika nilai Rv < 1, maka bobot penilaian TPS 3R tersebut dibandingkan
dengan bobot penilaian TPS 3R lainnya, dan yang mendekati nilai 1 maka
TPS 3R tersebut diprioritaskan untuk diberi pendanaan berdasarkan kriteria
Kondisi Lingkungan.
Tabel 4.7 Data Kriteria Kondisi Lingkungan
No. Kode TPS Kondisi Lingkungan Nilai Bobot Penilaian
1 T3R001 Tidak Baik 0
2 T3R002 Cukup Baik 0,5
3 T3R003 Tidak Baik 0
4 T3R004 Tidak Baik 0
5 T3R005 Baik 1
Dari data Tabel 4.7 dapat ditentukan nilai bobot penilaian setiap TPS 3R
berdasarkan kriteria Kondisi Lingkungan, didapatkan nilai ValueMax dari data
diatas adalah 1, sehingga setiap data dapat dihitung sebagai berikut:
1) T3R001
Dik: ValueCur = 0 Dit: RV…?
ValueMax = 1
Jawab:
𝑅𝑣 =ValueCur
ValueMax , 𝑅𝑣 =
0
1 = 0, maka nilai bobot penilaian T3R001
berdasarkan kriteria Kondisi Lingkungan adalah 0.
130
2) T3R002
Dik: ValueCur = 0,5 Dit: RV…?
ValueMax = 1
Jawab:
𝑅𝑣 =ValueCur
ValueMax , 𝑅𝑣 =
0,5
1 = 0,5, maka nilai bobot penilaian T3R002
berdasarkan kriteria Kondisi Lingkungan adalah 0,5.
3) T3R003
Dik: ValueCur = 0 Dit: RV…?
ValueMax = 1
Jawab:
𝑅𝑣 =ValueCur
ValueMax , 𝑅𝑣 =
0
1 = 0, maka nilai bobot penilaian T3R003
berdasarkan kriteria Kondisi Lingkungan adalah 0.
4) T3R004
Dik: ValueCur = 0 Dit: RV…?
ValueMax = 1
Jawab:
𝑅𝑣 =ValueCur
ValueMax , 𝑅𝑣 =
0
1 = 0, maka nilai bobot penilaian T3R004
berdasarkan kriteria Kondisi Lingkungan adalah 0.
5) T3R005
Dik: ValueCur = 1 Dit: RV…?
ValueMax = 1
Jawab:
131
𝑅𝑣 =ValueCur
ValueMax , 𝑅𝑣 =
1
1 = 1, maka nilai bobot penilaian T3R005
berdasarkan kriteria Kondisi Lingkungan adalah 1.
Sehingga bisa diambil kesimpulan, T3R005 T3R003 dijadikan sebagai TPS
3R yang diprioritaskan untuk diberi pendanaan berdasarkan kriteria Kondisi
Lingkungan karena mempunyai Nilai Rv = 1. Sedangkan T3R002 dijadikan
sebagai TPS 3R selanjutnya yang diprioritaskan untuk diberi pendanaan
berdasarkan kriteria Kondisi Lingkungan, karena Nilai Rv T3R002 lebih mendekati
1.
132
Rumus perhitungan optimasi untuk pengelolaan TPS 3R berdasarkan kriteria-kriteria yang ada yaitu: 𝑓(𝑥)
Contoh: Data TPS berdasarkan kriteria-kriteria yang ada dengan ketentuan-ketentuannya.
No. Kode
TPS 3R Luas Lahan (m2) Fasilitas TPS 3R
Jarak TPS
ke Pemukiman
Warga
(m)
Kondisi Jalan
Kondisi
Estetika
Lingkungan
𝑓(𝑥)
Total Penilaian
1 T3R001 200 Lengkap 170 Cukup Baik Tidak Baik
2 T3R002 150 Tidak Lengkap 195 Tidak Baik Cukup Baik
3 T3R003 100 Cukup Lengkap 40 Baik Tidak Baik
4 T3R004 1000 Tidak Lengkap 70 Tidak Baik Tidak Baik
5 T3R005 730 Cukup Lengkap 250 Tidak Baik Baik
Tabel 4.8 Data Semua Kriteria
133
Dari data pada Tabel 4.8 didapatkan 𝑅𝑣 (bobot nilai) dari setiap kriteria-kriteria yang ada berdasarkan ketentuan-ketentuannya,
sehingga dapat ditampilkan pada Tabel 4.9.
No. Kode
TPS 3R Luas Lahan (m2) Fasilitas TPS 3R
Jarak TPS
ke Pemukiman
Warga
(m)
Kondisi Jalan
Kondisi
Estetika
Lingkungan
𝑓(𝑥)
Total Penilaian
1 T3R001 0,2 1 0,5 0,5 0
2 T3R002 0,15 0 0,5 0 0,5
3 T3R003 0,1 0,5 0 1 0
4 T3R004 1 0 1 0 0
5 T3R005 0,73 0,5 0 0 1
Tabel 4.9 Data Nilai Bobot Penilaian Semua Kriteria
134
Setelah mendapatkan Nilai Bobot Penilaian masing-masing kriteria, maka
bisa mendapatkan Total Penilaian setiap data TPS dengan rumus yang ada yaitu:
𝒇(𝒙𝟏, 𝒙𝟐, 𝒙𝟑, 𝒙𝟒, 𝒙𝟓) = 𝒂𝒙𝟏 + 𝒃𝒙𝟐 + 𝒄𝒙𝟑 + 𝒅𝒙𝟒 + 𝒆𝒙𝟓 (4.3)
dengan:
𝒇(𝒙)= Nilai Total Penilaian
(𝒙𝟏, 𝒙𝟐, … , 𝒙𝟓) = Nilai Bobot Crisp Output setiap kriteria yang didapatkan
berdasarkan hasil membership functions
(𝒂, 𝒃, 𝒄, 𝒅, 𝒆) = Nilai Koefisien yang didapatkan dari perhitungan Relative
Value (RV)
Nilai Bobot Crisp Value Output Setiap Kriteria dicari menggunakan Persamaan 4.1.
Hasil Membership Functions:
Crisp Value Output kriteria Luas Lahan = 80
Crisp Value Output kriteria Fasilitas TPS 3R = 90
Crisp Value Output kriteria Jarak (TPS menuju Pemukiman Warga) = 72
Crisp Value Output kriteria Kondisi Jalan = 66
Crisp Value Output kriteria Kondisi Estetika Lingkungan = 58
Dari hasil diatas total Crisp Value Output dari semua kriteria = 366,
sehingga bisa didapat nilai bobot Crisp Value Output setiap parameter yaitu:
1. 𝑥1 =80
366 = 0,219
2. 𝑥2 =90
366 = 0,246
3. 𝑥3 =72
366 = 0,197
4. 𝑥4 =66
366 = 0,180
5. 𝑥5 =58
366 = 0,158
135
Berdasarkan hasil perhitungan skenario penilaian secara keseluruhan didapatkan total penilaian dari setiap data berdasarkan kriteria-
kriteria dan ketentuan-ketentuannya, sehingga dapat ditampilkan pada Tabel 4.10.
Dari hasil perhitungan Tabel 4.10 didapatkan bahwa T3R001 memiliki total penilaian tertinggi dari TPS 3R lainnya. Sehingga
T3R001 diprioritaskan untuk diberi pendanaan, setelahnya diikuti dengan TPS 3R dengan nilai-nilai tertinggi setelahnya secara
berurutan dan terus-menerus sampai semua kuota telah disediakan terpenuhi.
No. Kode
TPS 3R Luas Lahan (m2) Fasilitas TPS 3R
Jarak TPS
ke Pemukiman
Warga
(m)
Kondisi Jalan
Kondisi
Estetika
Lingkungan
𝑓(𝑥)
Total Penilaian
1 T3R001 0,2 1 0,5 0,5 0 0,478
2 T3R002 0,15 0 0,5 0 0,5 0,210
3 T3R003 0,1 0,5 0 1 0 0,325
4 T3R004 1 0 1 0 0 0,416
5 T3R005 0,73 0,5 0 0 1 0,441
Tabel 4.10 Data Hasil Nilai Semua Kriteria
136
4.7 Hill Climbing
Metode hill climbing dalam proses optimasi digunakan sebagai proses
pemilihan alternatif terbaik atau dalam hal ini pemilihan TPS 3R yang menjadi
prioritas utama berdasarkan hasil parameterisasi data TPS 3R dan penentuan
jumlah anggaran. Dengan asumsi jumlah TPS 3R yang ada saat ini sudah sesuai
dengan ketentuan, maka data TPS 3R yang dioptimasi menggunakan metode hill
climbing berjumlah 522 TPS 3R.
Data TPS 3R yang digunakan merupakan data dummy yang dibuat secara
acak berdasarkan proses coding dengan berdasarkan ketentuan-ketentuan dari
setiap kriteria dan menyesuaikan isi data semirip mungkin dengan data asli. Hal ini
dilakukan karena data TPS 3R asli pada saat ini masih merupakan gambaran umum
berdasarkan hasil survei dari setiap operator di masing-masing kotamadya,
sehingga keabsahan data masih belum bisa dipastikan seiringnya perubahan data
yang sering terjadi dan juga terdapat beberapa data yang sulit untuk didapatkan
karena membutuhkan waktu yang cukup lama.
Hasil optimasi didapatkan berdasarkan nilai data TPS 3R yang terpilih
secara acak, kemudian dibandingkan dengan nilai data TPS 3R sebelum dan
sesudahnya dan nilai data TPS 3R tersebut dipilih sampai nilai data TPS 3R tersebut
merupakan nilai tertinggi diantara nilai data TPS 3R sebelum dan sesudahnya.
Sehingga TPS-TPS 3R yang terpilih berdasarkan proses hill climbing merupakan
alternatif terbaik dan yang dijadikan prioritas utama dalam proses pendanaan TPS
3R.
137
4.8 Design Workshop
4.8.1 Design Proses
Pada tahap sebelumnya telah didefinisikan data-data apa saja yang
dibutuhkan, kemudian pada tahap ini data yang ada di transformasikan untuk
mendapat aliran informasi yang mungkin diperlukan untuk mengimplementasikan
fungsi sistem. Peneliti menggunakan tools UML, di mana terdiri atas use case
diagram, activity diagram, sequence diagram dan class diagram.
1. Use Case Diagram Optimasi Untuk Pengelolaan TPS 3R
Sebelum membuat Use Case, terlebih dahulu penulis melakukan proses
identifikasi jenis pengguna sistem (Tabel 4.11) untuk menentukan entitas (aktor)
apa saja yang dapat berinteraksi langsung dengan sistem.
Tabel 4.11 Entitas (Aktor) Use Case Diagram
No Aktor Use Case Keterangan
1. Admin
Login
Pengguna
Use Case ini menggambarkan proses
pengecekan hak akses untuk masuk
kedalam sistem.
Mengelola
Data Pengguna
Tahap ini menggambarkan proses untuk
menambahkan, mengedit ataupun
menghapus data pengguna sistem.
Logout
Pengguna
Tahapan ini menggambarkan proses
keluar sistem dan menghapus session.
2.
Staf
Pengelola
Kebersihan
Login
Pengguna
Use Case ini menggambarkan proses
pengecekan hak akses untuk masuk
kedalam sistem.
138
Melakukan
Entry Data
Staf Pengelola Kebersihan melakukan
entry data setiap TPS 3R kedalam
database sistem.
Logout
Pengguna
Tahapan ini menggambarkan proses
keluar sistem dan menghapus session.
3.
Kaseksi
Login
Pengguna
Use Case ini menggambarkan proses
pengecekan hak akses untuk masuk
kedalam sistem.
Melakukan
Perhitungan
Optimasi
Kaseksi melakukan proses optimasi
untuk menentukan TPS 3R mana saja
yang menjadi pilihan terbaik atau
prioritas utama.
Melakukan
Validasi
Kaseksi melakukan proses validasi untuk
menyatakan hasil proses optimasi telah
valid, sehingga proses pendanaan TPS 3R
bisa dilakukan.
Rekapitulasi
Laporan
Kaseksi melihat rekapan laporan hasil
optimasi.
Logout
Pengguna
Tahapan ini menggambarkan proses
keluar sistem dan menghapus session.
Setelah mengidentifikasi pengguna sistem, pada Gambar 4.10 Merupakan
Use Case Diagram pada optimasi untuk pengelolaan TPS 3R dengan 7 Use Case
yaitu, Login Pengguna, Mengelola data pengguna, entry data, perhitungan
optimasi, validasi, laporan dan Logout Pengguna.
139
Gambar 4.10 Use Case Diagram
Pada Gambar 4.10, proses Login dilakukan agar setiap aktor dapat
mengakses sistem sesuai dengan hak akses yang telah diberikan, lalu use case kedua
yaitu entry data dilakukan untuk memasukkan data setiap TPS 3R kedalam
database yang dilakukan oleh Staf Pengelola Kebersihan. Use case ketiga yaitu
mengelola data pengguna ditentukan oleh admin. Kemudian use case keempat yaitu
proses perhitungan optimasi untuk mendapatkan nilai akhir yang melibatkan
Kaseksi. Use case kelima yaitu validasi hasil optimasi untuk menyatakan hasil
tersebut valid yang dilakukan oleh Kaseksi, sehingga proses pendanaan TPS 3R
140
bisa dilakukan. Use case keenam yaitu rekapitulasi laporan adalah proses rekapan
hasil optimasi yang telah valid sebagai track record proses pendanaan TPS 3R dari
waktu ke waktu. Terakhir yaitu use case ketujuh yaitu logout pengguna dimana
proses melibatkan semua aktor untuk dapat keluar dari sistem.
2. Activity Diagram Optimasi Untuk Pengelolaan TPS 3R
Activity diagram menggambarkan alur kerja (work flow) sebuah urutan
aktivitas pada suatu proses. Activity diagram yang ada pada optimasi untuk
pengelolaan TPS 3R di antaranya adalah login pengguna, entry data, mengelola
data pengguna, perhitungan optimasi, validasi, laporan, dan logout pengguna.
141
a) Activity Diagram Login Pengguna
Pada Gambar 4.11 menunjukkan alur proses login yang dapat dilakukan
oleh semua aktor.
Gambar 4.11 Activity Diagram Login Pengguna
142
b) Activity Diagram Entry Data
Pada gambar 4.12 menunjukkan alur proses entry data untuk memasukkan
data TPS 3R kedalam database.
Gambar 4.12 Activity Diagram Entry Data
143
c) Activity Diagram Manajemen Data Pengguna
Pada Gambar 4.13 menunjukkan alur proses pengelolaan data pengguna
yang dapat dilakukan oleh admin sistem.
Gambar 4.13 Activity Diagram Mengelola Data Pengguna
144
d) Activity Diagram Perhitungan Optimasi
Pada Gambar 4.14 Menunjukkan alur proses perhitungan optimasi hingga
mendapat hasil perhitungan akhir yang dilakukan oleh aktor Kaseksi.
Gambar 4.14 Activity Diagram Perhitungan Optimasi
145
e) Activity Diagram Validasi
Pada Gambar 4.15 menunjukkan alur proses validasi hasil optimasi. Dimana
setelah pengambilan keputusan ditetapkan oleh Kaseksi terkait dengan hasil
optimasi, selanjutkan hasil tersebut divalidasi agar menjadi valid. Sehingga proses
pendanaan TPS 3R bisa dilakukan.
Gambar 4.15 Activity Diagram Validasi
146
f) Activity Diagram Laporan
Pada Gambar 4.16 adalah proses mendapatkan laporan hasil optimasi,
dimana laporan hasil optimasi akan didapatkan setelah proses validasi dari Kaseksi
dan proses pendanaan TPS 3R telah berlangsung.
Gambar 4.16 Activity Diagram Laporan
147
g) Activity Diagram Logout Pengguna
Pada Gambar 4.17 adalah proses logout yang dapat dilakukan oleh setiap
aktor untuk keluar dari sistem.
Gambar 4.17 Activity Diagram Logout Pengguna
148
4.8.2 Design Database
Pada tahap ini, penulis akan melakukan desain database yang ada pada
Optimasi untuk Pengelolaan TPS 3R. Dengan membuat class diagram, mapping
database, spesifikasi database serta sequence diagram kita akan mengetahui
struktur database.
1. Class Diagram Optimasi Untuk Pengelolaan TPS 3R
Pada Gambar 4.18 merupakan class diagram dari optimasi untuk
pengelolaan TPS 3R yang terdiri atas 8 class, yaitu TPS 3R, User, Fuzzy Logic, Hill
Climbing, Optimized TPS 3R, Fasilitas, Estetika Jalan, dan Kondisi Jalan. Dimana
kelas Optimized TPS 3R adalah superclass dari TPS 3R yang memiliki hubungan
generalisasi terhadap hill climbing dan fuzzy logic. Kelas TPS 3R memiliki
hubungan asosiasi dengan kelas Fasilitas, Estetika Jalan, dan Kondisi Jalan. Serta
kelas User dimana kategori user merupakan gabungan dari tiga aktor, yaitu
Kaseksi, Staf Pengelola Kebersihan dan Expert.
149
Gambar 4.18 Class Diagram
2. Mapping Database
Mapping database ini bertujuan untuk mempermudah peneliti dalam
merancang database Optimasi untuk Pengelolaan TPS 3R. Gambar 4.19
merupakan gambar mapping database pada Optimasi untuk Pengelolaan TPS 3R:
150
Gambar 4.19 Skema Database
3. Spesifikasi Database
Setelah melakukan mapping database pada tahap ini penulis akan
menjelaskan mengenai struktur database yang ada pada Optimasi untuk
Pengelolaan TPS 3R.
1. TPS 3R
Nama Tabel : TPS 3R
Primary Key : id_tps_3r
Foreign Key : id_estetika_jalan, id_kondisi_jalan
Jenis Tabel : Transaksi
151
Field Type Size
id_tps_3r int 10
id_estetika_jalan int 10
id_kondisi_jalan int 10
jarak_TPS_ke_pemukiman int 10
luas_lahan int 10
kode char 30
2. Fasilitas
Nama Tabel : Fasilitas
Primary Key : id_fasilitas
Foreign Key : -
Jenis Tabel : Master
Field Type Size
id_fasilitas int 10
deskripsi varchar 30
is_fasilitas_utama boolean 1
3. Estetika Jalan
Nama Tabel : Estetika Jalan
Primary Key : id_estetika_jalan
Tabel 4.12 Tabel TPS 3R
Tabel 4.13 Tabel Fasilitas
152
Foreign Key : -
Jenis Tabel : Master
Field Type Size
id_estetika_jalan int 10
deskripsi varchar 30
bobot float 4
4. Kondisi Jalan
Nama Tabel : Kondisi Jalan
Primary Key : id_kondisi_jalan
Foreign Key : -
Jenis Tabel : Master
Field Type Size
id_kondisi_jalan int 10
deskripsi varchar 30
bobot float 4
5. User
Nama Tabel : User
Primary Key : id_user
Foreign Key : -
Tabel 4.14 Tabel Estetika Jalan
Tabel 4.15 Tabel Kondisi Jalan
153
Jenis Tabel : Master
Field Type Size
id_user int 10
username char 30
email char 30
user_group char 30
password string 20
6. Optimized TPS 3R
Nama Tabel : Optimized TPS 3R
Primary Key : id_tps_3r
Foreign Key : id_tps_3r
Jenis Tabel : Transaksi
Field Type Size
id_tps_3r int 10
Rank int 10
is_validated boolean 1
7. TPS_Fasilitas
Nama Tabel : TPS_Fasilitas
Primary Key : id_tps_3r
Foreign Key : id_tps_3r, id_fasilitas
Tabel 4.16 Tabel User
Tabel 4.17 Tabel Optimized TPS 3R
154
Jenis Tabel : Transaksi
Field Type Size
id_tps_3r int 10
Id_fasilitas int 100
4. Sequence Diagram Optimasi Untuk Pengelolaan TPS 3R
Sequence diagram menjelaskan secara detail urutan proses yang digunakan
dalam optimasi untuk pengelolaan TPS 3R. Diagram ini mengilustrasikan
bagaimana pesan terkirim dan diterima di antara object dalam sequence (ruang
waktu). Sequence diagram yang ada pada optimasi untuk pengelolaan TPS 3R
terdiri atas sequence diagram login pengguna, sequence diagram entry data,
sequence diagram perhitungan optimasi, sequence diagram validasi, sequence
diagram laporan dan sequence diagram logout pengguna.
Tabel 4.18 Tabel TPS_Fasilitas
155
a) Sequence Diagram Login Pengguna
Gambar 4.20 Sequence Diagram Login Pengguna
156
b) Sequence Diagram Entry Data
Gambar 4.21 Sequence Diagram Entry Data
157
c) Sequence Diagram Manajemen Data Pengguna
Gambar 4.22 Sequence Diagram Manajemen Data Pengguna
158
d) Sequence Diagram Perhitungan Optimasi
Gambar 4.23 Sequence Diagram Perhitungan Optimasi
159
e) Sequence Diagram Validasi
Gambar 4.24 Sequence Diagram Validasi
160
f) Sequence Diagram Laporan
Gambar 4.25 Sequence Diagram Laporan
161
g) Sequence Diagram Logout Pengguna
Gambar 4.26 Sequence Diagram Logout Pengguna
162
4.8.3 Design Interface
Dalam tahap ini akan diperlihatkan Design Interface optimasi pengelolaan
untuk TPS 3R dengan tujuan memudahkan peneliti dalam merancang dan
menggambarkan tampilan yang akan dibuat. Pada Gambar 4.27 adalah tampilan
menu daftar TPS 3R yang menampilan data-data TPS 3R yang telah tersimpan.
Gambar 4.27 Design Interface Daftar TPS 3R
163
Gambar 4.28 adalah tampilan menu penentuan jumlah anggaran dan proses
optimasi.
Gambar 4.28 Design Interface Penentuan Jumlah Anggaran dan Optimasi
Gambar 4.29 adalah tampilan menu hasil optimasi secara keseluruhan.
164
Gambar 4.29 Design Interface Hasil Optimasi
Gambar 4.30 adalah tampilan menu laporan hasil optimasi yang harus
divalidasi agar hasil optimasi yang didapat menjadi valid.
Gambar 4.30 Design Interface Laporan Hasil Optimasi
165
4.9 Implementasi
4.9.1 Pemrograman
Tahapan pemrograman adalah tahap di mana semua yang telah digambarkan
dibuat menggunakan bahasa pemrograman. Optimasi untuk Pengelolaan TPS 3R
dibangun dengan menggunakan bahasa pemrograman Hypertext Preprocessor
(PHP), yaitu salah satu bahasa pemrograman skrip yang digunakan untuk
membangun simulasi berbasis web. Ketika dipanggil dari web browser, program
yang ditulis dengan PHP akan di-parsing di dalam web server oleh interpreter PHP
dan diterjemahkan ke dalam dokumen HTML, yang selanjutnya akan ditampilkan
kembali ke browser.
Lalu menggunakan XAMPP version 3.2.2 yang mempermudah dalam
menginstall modul PHP, Apache dan MySQL. XAMPP dilengkapi dengan berbagai
fasilitas lain yang memberikan kemudahan dalam mengembangkan situs web
berbasis PHP. Sedangkan untuk database menggunakan MySQL. Perangkat ini
bermanfaat untuk mengelola data dengan cara yang sangat fleksibel dan cepat.
Beberapa aktivitas yang dapat didukung oleh MySQL di antaranya adalah
menyimpan data ke dalam tabel, manghapus data dalam tabel, mengubah data
dalam tabel, mengambil data yang tersimpan dalam tabel, memungkinkan untuk
memilih data tertentu yang diambil, memungkinkan untuk melakukan pengaturan
hak akses terhadap data. Penggalan source code berikut adalah pembobotan
terhadap data-data TPS 3R berdasarkan masing-masing ketentuan kriteria yang
telah ditetapkan.
166
# Pembobotan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan (luas
lahan, fasilitas, jarak ke pemukiman, kondisi jalan, kondisi
estetika jalan)
class PropertyWeight {
public $weight_luas_lahan;
public $weight_jarak_ke_pemukiman;
public $weight_fasilitas;
public $weight_kondisi_jalan;
public $weight_estetika_jalan;
function __construct($tps) {
$this->weight_luas_lahan = $this-
>get_weight_luas_lahan($tps->luas_lahan);
$this->weight_jarak_ke_pemukiman = $this-
>get_weight_jarak_ke_pemukiman($tps->jarak_ke_pemukiman);
$this->weight_fasilitas = $this-
>get_weight_fasilitas($tps->fasilitas);
$this->weight_kondisi_jalan = $this-
>get_weight_kondisi_jalan($tps->kondisiJalan);
$this->weight_estetika_jalan = $this-
>get_weight_estetika_jalan($tps->estetikaJalan);
}
private function get_weight_luas_lahan($val)
{
return $val;
}
private function
get_weight_jarak_ke_pemukiman($val)
{
if (50 <= $val && $val < 100){
return 0;
}
else if (100 <= $val && $val < 200){
return 0.5;
}
else {
return 1;
}
}
private function get_weight_fasilitas($val_list)
{
$prominent = 0;
foreach($val_list as $f) {
if ($f->fasilitas_utama) {
$prominent++;
}
}
167
$all_fasilitas = DB::table('fasilitas')->get();
$all_prominent = 0;
foreach($all_fasilitas as $f) {
if ($f->fasilitas_utama) {
$all_prominent++;
}
}
if (count($val_list) == count($all_fasilitas)) {
return 0;
}
else if ($prominent == $all_prominent &&
count($val_list) >= $all_prominent) {
return 0.5;
}
else {
return 1;
}
}
private function get_weight_kondisi_jalan($val)
{
return $val->bobot;
}
private function get_weight_estetika_jalan($val)
{
return $val->bobot;
}
}
Sedangkan penggalan source berikut adalah perhitungan hasil optimasi secara
keseluruhan.
# Identifikasi kriteria yang ada
class OptimizerBeamSearch
{
public $const_luas_lahan = 80;
public $const_fasilitas = 90;
public $const_jarak_ke_pemukiman = 72;
public $const_kondisi_jalan = 66;
public $const_estetika_jalan = 58;
public $luas_lahan_list = [];
public $jarak_ke_pemukiman_list = [];
public $fasilitas_list = [];
public $kondisi_jalan_list = [];
public $estetika_jalan_list = [];
public $kode_list = [];
168
# Menghubungkan dengan parameterisasi sebelumnya
function __construct($tps_list) {
foreach($tps_list as $tps) {
$prop = new PropertyWeight($tps);
array_push( $this->kode_list, $tps->kode);
array_push( $this->luas_lahan_list, $prop-
>weight_luas_lahan);
array_push( $this->jarak_ke_pemukiman_list,
$prop->weight_jarak_ke_pemukiman);
array_push( $this->fasilitas_list, $prop-
>weight_fasilitas);
array_push( $this->kondisi_jalan_list, $prop-
>weight_kondisi_jalan);
array_push( $this->estetika_jalan_list, $prop-
>weight_estetika_jalan);
}
}
public function get_id_and_score() {
$ret = [];
if (count($this->fasilitas_list) == 0){
return [];
}
$luas_lahan_min = min($this->luas_lahan_list);
$fasilitas_max = max($this->fasilitas_list);
$jarak_ke_pemukiman_max = max($this-
>jarak_ke_pemukiman_list);
$kondisi_jalan_max = max($this-
>kondisi_jalan_list);
$estetika_jalan_max = max($this-
>estetika_jalan_list);
for ($i = 0; $i < count($this->kode_list); $i++)
{
$w_ll = 1.0 * $luas_lahan_min / $this-
>luas_lahan_list[$i];
$w_f = 1.0 * $this->fasilitas_list[$i] /
$fasilitas_max;
$w_jrk = 1.0 * $this-
>jarak_ke_pemukiman_list[$i] / $jarak_ke_pemukiman_max;
$w_kj = 1.0 * $this->kondisi_jalan_list[$i] /
$kondisi_jalan_max;
$w_ej = 1.0 * $this->estetika_jalan_list[$i] /
$estetika_jalan_max;
$total_w = $this->const_luas_lahan * $w_ll
+ $this->const_fasilitas * $w_f
+ $this->const_jarak_ke_pemukiman * $w_jrk
169
+ $this->const_kondisi_jalan * $w_kj
+ $this->const_estetika_jalan * $w_ej;
array_push($ret, [$i, $total_w]);
}
return $ret;
}
# Inisialisasi posisi beam secara random
public function init_beam($num_point = 100) {
$size = count($this->kode_list);
$pos_list = [];
for ($i = 0; $i < $num_point; $i++) {
array_push($pos_list, mt_rand(0, $size - 1));
}
return $pos_list;
}
public function optimize_beam($init_post_list=[],
$max_iter = 10000, $max_step = 1) {
$size = count($this->kode_list);
$iteration = 0;
$convergent = false;
$pos_list = $init_post_list;
# Menghitung skor bobot sesuai perhitungan yang telah dibuat
$id_score_list = $this->get_id_and_score();
while (!$convergent && $iteration < $max_iter) {
$iteration++;
$convergent = true;
# Melakukan hill climbing
for( $i = 0; $i < count($pos_list); $i++) {
$cur_pos = $pos_list[$i];
$next_pos = [];
for ($j = max(0, $cur_pos - $max_step); $j <
min($size, $cur_pos + $max_step + 1); $j++) {
if ($j != $cur_pos && $id_score_list[$j][1]
> $id_score_list[$cur_pos][1]) {
array_push($next_pos, $j);
170
}
}
if (count($next_pos) == 0) {
continue;
}
$convergent = false;
$pos_list[$i] = $next_pos[
array_rand($next_pos, 1) ];
}
}
$message = null;
if (!$convergent) {
$message = 'Beam Search mencapai iterasi
maksimum’;
}
return [$pos_list, $message];
}
}
171
4.9.2 Interface Optimasi untuk Pengelolaan TPS 3R
Dalam bagian ini, akan dijabarkan Interface dari optimasi untuk
pengelolaan TPS 3R yang akan dilihat oleh user yang terlibat langsung dengan
pengambilan keputusan. Gambar 4.31 adalah tampilan interface data TPS 3R.
Gambar 4.31 Tampilan Interface Data TPS
Gambar 4.32 adalah tampilan interface penentuan jumlah anggaran dan
proses sebelum optimasi dilakukan.
Gambar 4.32 Tampilan Interface Penentuan Jumlah Anggaran
172
Gambar 4.33 adalah tampilan interface optimasi dilakukan berdasarkan
kuota dari jumlah anggaran yang telah ditentukan.
Gambar 4.33 Tampilan Interface Optimasi
Gambar 4.34 adalah tampilan interface hasil optimasi secara keseluruhan
berdasarkan kuota yang didapat dari jumlah anggaran yang telah ditentukan serta
proses validasi jika hasil optimasi tersebut telah valid ditetapkan.
Gambar 4.34 Tampilan Interface Hasil Optimasi
173
4.9.3 Uji Coba Aplikasi
Setelah sistem sudah selesai dibangun, maka tahap berikutnya adalah
pengujian sistem oleh peneliti dengan menggunakan black box testing, yaitu
melakukan test-case terhadap aplikasi dengan menggunakan tabel pengujian
dengan cara memasukkan data ke dalam sistem dan melihat hasil keluarannya
(output) apakah telah sesuai dengan hasil yang diharapkan. Hasilnya dapat dilihat
pada Tabel 4.19.
Tabel 4.19 Hasil Uji Coba Sistem dengan Black-Box Testing
No. Rancangan Input-Output Hasil yang Diharapkan Hasil
1 Klik menu daftar TPS Sistem akan menampilkan halaman
data TPS 3R Sesuai
2 Klik menu Optimasi Data Sistem akan menampilkan halaman
Optimasi Sesuai
3 Klik Mulai Optimasi jika sudah
memasukkan jumlah anggaran
Sistem akan menampilkan hasil
optimasi yang pertama Sesuai
4 Klik Menu Validasi Laporan
Sistem akan menampilkan hasil
optimasi secara keseluruhan dan
belum divalidasi
Sesuai
5 Klik Validasi
Sistem akan menyimpan data TPS
3R yang telah dioptimasi dan telah divalidasi
Sesuai
6 Klik menu Laporan Tervalidasi Sistem akan menampilkan data TPS
3R yang telah tervalidasi Sesuai
7 Klik Unduh
Sistem akan mengunduh tampilan
data TPS 3R yang telah tervalidasi
ke dalam bentuk pdf
Sesuai
174
174
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian optimasi pengelolaan Tempat Pengolahan
Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R) di Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta,
didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Sistem optimasi untuk pengelolaan Tempat Pengolahan Sampah Reduce-
Reuse-Recycle (TPS 3R) dibuat untuk membantu pihak Dinas Lingkungan
Hidup DKI Jakarta dalam proses pengambilan keputusan dalam hal
pemilihan TPS 3R mana saja yang diprioritaskan untuk diberi pendanaan.
2. Sistem optimasi ini memiliki beberapa fitur seperti menu data TPS 3R,
menu optimasi untuk melakukan proses optimasi, validasi untuk
memvalidasi laporan hasil optimasi, serta download untuk mengunduh
laporan hasil optimasi yang telah divalidasi.
3. Sistem optimasi ini menggunakan metode Fuzzy Logic serta menggunakan
metode optimasi Hill Climbing.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan dan analisis yang telah dikemukakan, maka
diajukan beberapa saran untuk penelitian berikutnya, yaitu:
1. Sistem yang telah dibangun ini dapat dikembangkan lagi dengan
menggunakan metode lainnya guna memberikan nilai perbandingan hasil
175
keputusan, misalnya menggunakan AHP, F-AHP, dan metode optimasi
seperti Simulated Annealing, Hill Climbing, Water Flow Optimization, dan
yang lainnya.
2. Sistem yang telah dibangun ini nantinya dapat dikembangkan lagi dengan
menambahkan kriteria yang lebih beragam, seperti prosedur operasional
dan sumber daya manusia, sehingga dapat memperkuat hasil dari proses
pengambilan keputusan.
3. Sistem ini dapat dikembangkan lagi menjadi sistem optimasi berbasis
mobile yang dapat mempermudah para pengguna untuk mengakses sistem
melalui perangkat telepon pintar.
176
176
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran Tajwid & Terjemahan. (2010). Departemen Agama RI. Bandung: CV
Penerbit Diponegoro.
Anhar. (2010). PHP & MySql Secara Otodidak. Jakarta: PT TransMedia
Booch, G., Maksimchuk, R.A., Engle, M.W., Young, B.J., Conallen, J., & Houston.
K.A. (2007). Object oriented anaylsis and design with application (3rd
Edition). Adission-Wesley.
Chandra, B. (2007). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran.
Cunningham, R.F. (2004). Problem Posing: An Opportunity for Increasing Student
Responsibility. Mathematics and Computer Education 38, 1, pp. 83-89
Daruati, D. (2003). “Penggunaan Foto Udara untuk Penentuan Lokasi Tempat
Penampungan Sampah Sementara di Daerah Perkotaan Bantul”. Skripsi.
Fakultas Geografi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Dennis, A., Wixom, B. H., & Tegarden, D. (2012). System Analysis & Design with
UML Version 2.0, an Object Oriented Approach (4th Edition). USA: John
Wiley & Sons, Inc.
Department for Environment Food and Rural Affairs (Defra). (2005). Guidance on
mixing hazardous waste – hazardous waste regulations. London, United
Kingdom.
Depkes RI. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid V. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat Dan Makanan. Halaman 194-197, 513-520, 536, 539-
540,549-552.
177
Dokumen Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta. 2017. Evaluasi TPS Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta.
Dokumen Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta. 2017. Laporan Tempat
Penampungan Sampah Sementara DKI Jakarta.
Dokumen Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta. 2018. Laporan Jumlah Produksi
Sampah DKI Jakarta Tahun 2015-2018.
Dokumen Kementerian Pekerjaan Umum. 2017. Petunjuk Teknis TPS 3R
Estay-Ossandon, C., Mena-Nieto, A., & Harsch, N. (2018). Using a fuzzy TOPSIS-
based scenario analysis to improve municipal solid waste planning and
forecasting: a case study of Canary archipelago (1999–2030). Journal of
cleaner production, 176, 1198-1212.
Govan, G. V., Patrick, S., & Yen, C. J. (2006). How high school students construct
decision-making strategies for choosing colleges. College and
University, 81(3), 19.
Hasan, I. (2002). Pokok- Pokok Materi Teori Pengambilan Keputusan. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/01/24/berapa-jumlah-penduduk-
jakarta diakses pada bulan Juli 2019.
Huth, M., & Ryan, M. (2004). Logic in Computer Science: Modelling and
Reasoning about Systems. Cambridge University Press.
Indriyani, E., & Humdiana (2005). Sistem Informasi Manajemen: Obsesi
Mengoptimalkan Informasi dalam Bisnis. Yogyakarta:Graha Ilmu
178
Kharat, M. G., Murthy, S., Kamble, S. J., Raut, R. D., Kamble, S. S., & Kharat, M.
G. (2019). Fuzzy multi-criteria decision analysis for environmentally
conscious solid waste treatment and disposal technology
selection. Technology in Society, 57, 20-29.
Kendall, K.E., & Kendall, J.E. (2010). Analisis dan Perancangan Sistem. Edisi 5.
Diterjemahkan oleh: Thamir Abdul Hafedh. Jakarta: PT Indeks.
Kreinovich, V., Quijas, J., Gallardo, E., Lopes, C. D. S., & Kosheleva, O. (2015).
Simple linear interpolation explains all usual choices in fuzzy techniques:
membership functions, t-norms, t-c onorms, and defuzzification.
Departmental Technical Reports (CS), 992.
Kusrini. (2007). Konsep dan Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan. Yogyakarta:
Andi.
Kustiyahningsih, Y. (2011). Pemrograman Basis Data Berbasis Web
Menggunakan PHP & MySQL. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kusumadewi, S. (2007). Aplikasi Logika Fuzzy untuk Pendukung Keputusan.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Laudon, K. C., & Laudon, J. P. (2012). Management System: Managing the Digital
Firm (12 ed.). New Jersey: Prentice Hall.
Levy, D. (2010). Introduction to numerical analysis. Centre for Scientific
Computation and Mathematical Modelling, University of Maryland.
Lim, C. P., & Jain, L. C. (2010). Advances in intelligent decision making.
In Handbook on decision making (pp. 3-28). Springer, Berlin, Heidelberg.
179
Liu, H. C., You, J. X., Lu, C., & Chen, Y. Z. (2015). Evaluating health-care waste
treatment technologies using a hybrid multi-criteria decision making
model. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 41, 932-942.
Ljungberg, D., Gebresenbet, G., & Aradom, S. (2007). Logistics chain of animal
transport and abattoir operations. Biosystems Engineering, 96(2), pp. 267-
277.
Mubarak, W.I., & Chayatin, N., (2009). Ilmu Kesehatan Masyarakat Teori dan
Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.
Nazir, M. (2011). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.
Jakarta
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
24/PRT/M/2016 Tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan
Pemerintah di Direktorat Jenderal Cipta Karya
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 03/Prt/M/2013
Tentang Penyelenggaraan Prasarana Dan Sarana Persampahan Dalam
Penanganan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga
Prabakaran, G., Vaithiyanathan, D., & Ganesan, M. (2018). Fuzzy decision support
system for improving the crop productivity and efficient use of
fertilizers. Computers and electronics in agriculture, 150, 88-97.
Pratiwi, R. A., Statiswaty, & Tajidun, L.M. (2016). Sistem Penunjang Keputusan
Penentuan Lokasi Terbaik Tempat Pembuangan Sampah Sementara
180
Menggunakan Metode Brown Gibson. semanTIK, Vol.2, No.2, Jul-Des 2016,
pp. 125-134. ISSN: 2502-8928.
Pressman, R. S. (2015). Rekayasa Perangkat Lunak. Yogyakarta: Andi.
Raharjo, B., Heryanto, I., & RK, E. (2012). Modul Pemrograman WEB (HTML,
PHP & MySQL). Bandung: Modula.
Rosa, A.S., & Shalahuddin, M. (2011). Modul Pembelajaran Rekayasa Perangkat
Lunak (Terstruktur dan Berorientasi Objek). Bandung: Modula.
Ross, T. J. (2010). Fuzzy Logic with Engineering Aplications, Third Edition. USA:
John Wiley & Sons.
Satzinger, J. W., Jackson, R. B., & Burd, S. D. (2010). System Analysis And Design
in A Changing World. Boston, MA: Course Technology.
Sauter, V. L. (2010). Decision Support Systems for Business Intelligence. Canada:
John Wiley & Sons, Inc.
SNI 3242:2008. 2008. Pengelolaan Sampah di Permukiman.
Soenarto. (2005). Metodologi Penelitian Pengembangan untuk Peningkatan
Kualitas Pembelajaran (Research Methodology to Improvement of
Instruction). Jakarta: PPTK dan KPT.
Sudarsono. (2005). Taksonomi Tumbuhan Tinggi. Malang : Universitas Negeri
Malang.
Suprapto. (2005). Botani Tanaman Jagung. Sumatera Utara: Universitas Sumatera
Utara Press.
Taha, H.A. (2007) Operations Research: An Introduction, 8th Edition. Asoke K.
Ghosh, Prentice Hall of India, Delhi.
181
Turban, E., Aronson, J. E., & Liang, T.-P. (2007). Decision Support Systems and
Business Intelligence. Decision Support and Business Intelligence Systems,
7, pp. 1–35.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan
Sampah.
UNEP. (2009). Developing integrated solid waste management plan. Training
manual (I. a. E. Division of Technology & I. E. T. Centre, Trans.). In I. E. T.
Centre (Ed.). Developing integrated solid waste management plan. Training
manual (Vol. 2, p. 25). Osaka, Japan: UNEP, Division of Technology,
Industry and Economics.
Utama, D. N. (2017). Sistem Penunjang Keputusan: Filosofi, Teori dan
Implementasi. Yogyakarta: Garudhawaca.
Utama, D. N., Fitroh, Nuryasin, Rustamaji, E., Nurbojatmiko, & Qoyim, I. (2017).
An Euclidean Distance Optimization based Intelligent Donation System
Model for Solving the Community’s Problem. Journal of Physics:
Conference Series, 801(April), 12005.
Utama, D. N., Lazuardi, L. I., Qadrya, H. A., Caroline, B. M., Renanda, T., & Sari,
A. P. (2017). Worth eat: An intelligent application for restaurant
recommendation based on customer preference (Case study: Five types of
restaurant in Tangerang Selatan region, Indonesia). 2017 5th International
Conference on Information and Communication Technology, ICoICT 2017,
(May).
182
Utama, D. N., Saputra, M. D., Wafiroh, L. N., Putra, A. A., & Lestari, P. (2016). F-
multicriteria based decision support system for road repair and maintenance
( case study : three areas in Tangerang ... F-MULTICRITERIA BASED
DECISION SUPPORT SYSTEM FOR ROAD REPAIR AND
MAINTENANCE ( CASE STUDY : THREE AREAS, (August).
Vesely, S., Klöckner, C. A., & Dohnal, M. (2016). Predicting recycling behaviour:
Comparison of a linear regression model and a fuzzy logic model. Waste
management, 49, 530-536.
Wahyuni, T. D., (2014). “Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi
Geografis Untuk Penentuan Lokasi Tempat Penampungan Sementara
Sampah di Kota Magelang”. Skripsi. Fakultas Geografi. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
Whitten, J. L., & Lonnie D. Bentley. (2007). Systems Analysis and Design
Methods. McGraw-Hill.
Widodo, & Herlawati. (2011). Menggunakan UML. Bandung: Informatika
Zadeh, L.A. (1996). Fuzzy logic = computing with words. IEEE Transactions of
Fuzzy Systems, vol.4 no.2, pp.103-111.
Zimmermann, H.J. (1991). Fuzzy Set Theory and Its Applications. Kluwer
Academic Publishers, Boston
176
183
LAMPIRAN
Lampiran 1: Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 2: Surat Permohonan Data/Riset
Lampiran 3: Surat Izin Penelitian dan Pengumpulan Data
Lampiran 4: Hasil Wawancara 1
Hasil wawancara dengan pihak InSWA yang bekerja sama dengan DLH
Nara sumber : Ibu Olly Tasya
Hari, tanggal : Rabu, 15 Agustus 2018
Pukul : 10.00 - selesai
1. Bagaimana kondisi TPS 3R yang ada saat ini di DKI Jakarta?
Kondisi terkini TPS 3R yang telah kami pantau, masih jauh dari predikat
optimal, karena lonjakan jumlah sampah DKI yang terus saja meningkat.
Selain itu masih banyak ditemukan TPS 3R yang kondisi nya
memprihatinkan dan hanya sedikit yang sudah berjalan sesuai dengan fungsi
dan tujuannya namun masih belum bisa dikatakan optimal.
2. Permasalahan apa saja yang menyebabkan TPS 3R masih belum optimal?
Permasalahan yang ada pada TPS 3R saat ini cukup banyak, berdasarkan
hasil pantauan kami permasalahan tersebut dapat berupa kurangnya fasilitas
yang ada pada TPS 3R, seperti tidak tersedianya wadah pemilahan dan
ruang penyimpanan, lalu menurunnya kualitas alat pencacah organik yang
ada, serta ada TPS 3R yang mencemari jalan dan lingkungan sekitar.
3. Berapa jumlah TPS 3R yang sudah berjalan sesuai dengan fungsi dan
tujuannya?
Hasil dari survei kami menunjukkan hanya ada 4 TPS 3R, yaitu TPS 3R
Rawa Kebo, TPS 3R Kramat Jati, TPS 3R Ciracas, dan TPS 3R Jagakarsa.
4 TPS 3R tersebut telah diawasi dan dibantu baik dari segi finansial ataupun
sumber daya manusianya, namun dikatakan belum optimal dikarenakan
bantuan yang disalurkan terbatas dari penggunaan dana mandiri InSWA.
4. Bagaimana pihak pemerintah menanggapi permasalahan terkait TPS 3R?
Tanggapan pihak pemerintah terkait permasalahan yang ada masih belum
bersifat positif. Pihak pemerintah memang melakukan tinjauan atau survei
langsung ke TPS 3R, namun hanya sebatas tinjauan rutin untuk mendapat
laporan operasional tanpa adanya penanganan lebih lanjut terhadap kondisi
TPS 3R yang belum optimal.
5. Apa solusi yang bisa diterapkan terhadap permasalahan TPS 3R?
Solusi tersebut dapat berupa pemberian pendanaan khusus untuk program
TPS 3R, hal ini dikarenakan pendanaan yang ada dari pemerintah masih
bersifat umum untuk semua jenis TPS sehingga belum adanya pendanaan
yang terfokus hanya untuk TPS 3R. Dalam kenyataannya sebagian besar
TPS 3R yang ada saat ini membutuhkan bantuan pendanaan oleh pihak
pemerintah terkait agar dapat melakukan pembenahan terhadap TPS 3R.
Lampiran 5: Hasil Wawancara 2
Hasil wawancara dengan pihak DLH
Nara sumber : Bu Rahmawati dan Pak Ervan
Hari, tanggal : Senin, 20 Agustus 2018
Pukul : 11.00 - selesai
1. Bagaimana pendapat pemerintah mengenai program TPS 3R?
Program TPS 3R memiliki peranan yang sangat penting terkait dengan
proses pengelolaan dan pengolahan sampah, dikarenakan dengan hadirnya
TPS 3R di DKI Jakarta dapat membantu mengurangi volume sampah dan
dapat menghasilkan suatu produk yang dapat dimanfaatkan, serta
diharapkan dapat memperpanjang usia Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Bantar Gebang sehingga masih bisa difungsikan lebih lama.
2. Apakah pemerintah mengetahui permasalahan yang berkaitan dengan TPS
3R?
Berkaitan dengan hal tersebut, tentu saja pemerintah mengetahui hal
tersebut. Pihak pemerintah telah menerima berbagai laporan mengenai
permasalahan terkait dengan program TPS 3R. Dari pihak pemerintah juga
sedang mempertimbangkan solusi yang dapat ditawarkan.
3. Apa solusi yang ditawarkan oleh pihak pemerintah dalam mengatasi
permasalahan TPS 3R?
Merujuk kepada dokumen petunjuk teknis TPS 3R, saat ini pemerintah
sedang mengkaji dan mengolah solusi untuk permasalahan TPS 3R yaitu
pemberian pendanaan yang sesuai terhadap beberapa TPS 3R agar dapat
berfungsi secara optimal.
4. Apakah semua TPS 3R yang ada dapat diberikan pendanaan?
Hal tersebut sulit untuk diterapkan, dikarenakan pendanaan tersebut
dialokasikan dari sebagian dana pengelolaan sampah DKI Jakarta yang akan
dijadikan sebagai dana pemeliharaan dan operasional TPS 3R, sehingga
anggaran yang dimiliki oleh pemerintah untuk pendanaan TPS 3R bersifat
terbatas.
5. Apakah sudah ada prosedur terkait pembagian pendanaan TPS 3R?
Untuk saat ini masih belum ada, pihak pemerintah hanya melakukan
pengkajian dan pemantauan secara umum terhadap TPS 3R mana saja yang
selayaknya diberikan pendanaan.
6. Berapa jumlah pendanaan yang bisa diberikan untuk TPS 3R?
Berdasarkan dokumen petunjuk teknis TPS 3R, besaran alokasi dana
bantuan pemerintah yang disediakan untuk prasarana dan sarana TPS 3R
adalah sebesar 400 juta rupiah, alokasi dana tersebut dapat digunakan untuk
pembelian bahan atau material mesin pengolah sampah, upah pekerja,
operasional, dan juga kegiatan non fisik.
7. Berapa jumlah dana pemeliharaan TPS 3R untuk satu wilayah DKI Jakarta
yang dialokasikan dari sebagian dana pengelolaan sampah?
Untuk setiap kotamadya berbeda-beda jumlahnya, rata-rata sebesar 2,5-3,5
miliar rupiah untuk tiap wilayah kotamadya, dan dapat berubah setiap
tahunnya.
Lampiran 6: Form penilaian Expert Judgment
Lampiran 6: Contoh Form pengisian kondisi TPS 3R