organisme intertidal

15

Click here to load reader

Upload: rnh

Post on 04-Jul-2015

1.313 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: organisme intertidal

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ekosistem pesisir dan laut merupakan ekosistem alamiah yang produktif, unik dan

mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Kawasan pesisir memilki sejumlah

fungsi ekologis berupa penghasil sumberdaya, penyedia jasa kenyamanan, penydia kebutuhan

pokok hidup dan penerima limbah (Bengen, 2002).  Tata ruang sebagai wujud struktural

ruang dan pola penggunaannya secara terencana atau tidak dari bagian permukaan bumi di

laut dan pesisir, dikenal selama ini sebagai objek dalam memenuhi berbagai kebutuhan

manusia.  Selain mengandung beraneka ragam sumber daya alam dan jasa lingkungan yang

telah dan sementara dimanfaatkan manusia, ruang laut dan pesisir menampilkan berbagai isu

menyangkut keterbatasan dan konflik dalam pemanfaatannya.  Untuk mengharapkan

keberlanjutan fumgsi dimensi ekologis yang dimiliki oleh kawasan pesisir,  selayaknya

digiatkan upaya pelestarian dan pemanfaatan segenap sumberdaya yang ada di dalamnya

secara berkelanjutan.

Ekosistem pesisir dan lautan merupakan sistim akuatik yang terbesar diplanet bumi.

Ukuran dan kerumitannya menyulitkan kita untuk dapat membicarakannya secara utuh

sebagai suatu kesatuan. Akibatnya dirasa lebih mudah jika membaginya menjadi sub-bagian

yang dapat dikelola, selanjutnya masing-masing dapat dibicarakan berdasarkan prisip-prinsip

ekologi yang menentukkan kemampuan adaptasi organisme dari suatu komunitas. Tidak ada

suatu cara pembagian laut yang telah diajukan yang dapat diterima secara universal. Cara

pembagiannya telah banyak dipakai oleh para ilmuwan dan pakar kelautan diseluruh dunia.

Salah satu bagian dari pembagian ekosistem di kawasan pesisir dan laut adalah

kawasan intertidal (intertidal zone). Wilayah pesisir atau coastal adalah salah satu sistim

lingkungan yang ada, dimana zona intertidal atau lebih dikenal dengan zona pasang surut

adalah merupakan daerah yang terkecil dari semua daerah yang terdapat di samudera dunia,

merupakan pinggiran yang sempit sekali – hanya beberapa meter luasnya – terletak di antara

air tinggi (high water) dan air rendah (low water). Zona ini merupakan bagian laut yang

paling dikenal dan paling dekat dengan kegiatan kita apalagi dalam melakukan berbagai

macam aktivitas, hanya di daerah inilah penelitian dapat langsung kita laksanakan secara

langsung selama perioda air surut, tanpa memerlukan peralatan khusus.

Page | 1

Page 2: organisme intertidal

Letak zona intertidal yang dekat dengan berbagai macam aktifitas manusia, dan

mmeiliki lingkungan dengan dinamika yang tinggi menjadikan kawasan ini sangat rentan

terhadap gangguan. Kondisi ini tentu saja akan berpengaruh terhadap segenap kehidupan di

dalamnya.  Pengaruh tersebut salah satunya dapat berupa cara beradaptasi. Adaptasi ini

diperlukan untuk mempertahankan hidup pada lingkungan di zona intertidal. Keberhasilan

beradaptasi akan menentukan keberlangsungan organisme di zona intertidal.

1.2. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1.      Menganalisa ekologi zona intertidal beserta biota yang ada di dalamnya

2.      Menganalisa bentuk adaptasi biota yang ada di zona intertidal

3.      Merumuskan bentuk pengelolaan pada zona intertidal

Page | 2

Page 3: organisme intertidal

BAB II

ISI

2.1. Pengertian

a. Organisme Intertidal

Organisme intertidal merupakan organisme yang hidupnya berada pada daerah pasang

surut. Karena organisme bertahan surut periode secara teratur perendaman dan kemunculan,

mereka pada dasarnya hidup baik di bawah air dan di darat dan harus disesuaikan dengan

berbagai macam kondisi iklim. Intensitas stres iklim bervariasi dengan ketinggian gelombang

relatif karena organisme yang hidup di daerah dengan ketinggian pasang surut yang lebih

tinggi emersed untuk waktu yang lebih lama dari mereka yang hidup di daerah dengan

ketinggian gelombang lebih rendah. Gradien iklim dengan ketinggian gelombang ini

mengarah pada pola zona intertidal , dengan spesies pasang surut tinggi menjadi lebih

disesuaikan dengan timbulnya tegangan dari spesies surut rendah. Adaptasi ini mungkin

perilaku (misalnya gerakan atau tindakan), morfologi (karakteristik yaitu struktur badan

eksternal), atau fisiologis (fungsi internal yaitu sel dan organ).

Intertidal organisme, terutama di daerah pasang surut tinggi, harus menghadapi berbagai

macam suhu . Sementara mereka berada di dalam air, suhu hanya mungkin berbeda di

beberapa derajat sepanjang tahun. Namun, pada saat air surut, suhu bisa dip hingga di bawah

titik beku atau mungkin menjadi scaldingly panas, yang mengarah ke kisaran suhu yang

mungkin pendekatan 30 ° C (86 ° F ) selama jangka waktu beberapa jam. Banyak organisme

mobile, seperti siput dan kepiting, menghindari fluktuasi suhu dengan merangkak di sekitar

dan mencari makanan di pasang tinggi dan bersembunyi di dingin, lembab tempat

perlindungan (celah-celah atau lubang) pada saat air surut. Selain itu hanya tinggal di

ketinggian pasang lebih rendah, organisme non-motil mungkin lebih tergantung pada

mekanisme bertahan. Sebagai contoh, organisme surut tinggi memiliki respon stres yang

lebih kuat, respon fisiologis membuat protein yang membantu pemulihan dari stres suhu

hanya sebagai alat bantu respon kekebalan dalam pemulihan dari infeksi.

b. Zona interdal

Page | 3

Page 4: organisme intertidal

Zona intertidal merupakan zona yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut dengan

luas area yang sempit antara daerah pasang tertinggi dan surut terendah. Pada zona ini

terdapat variasi faktor lingkungan yang cukup besar, seperti fluktuasi suhu, salinitas,

kecerahan dan lain – lain. Variasi ini dapat terjadi pada daerah yang hanya berjarak sangat

dekat saja misalnya beberapa cm. Zona ini dihuni oleh organisme yamh keseluruhannya

merupakan organisme bahari.

            Kondisi lingkungan di zona ini cukup bervariasi dan biasanya dipengaruhi oleh faktor

harian maupun musiman. Faktor – faktor tersebut antara lain :

1) Pasang surut

  Merupakan Naik turunnya permukaan laut secara periodik

  Faktor lingkungan yang paling penting pengaruhnya terhadap lingkungan intertidal

2) Suhu

  Daerah intertidal biasanya dipengaruhi oleh suhu udara selama periode yang

berbeda, dan mempunyai kisaran yang luas à harian atau musiman

  Kisaran suhu yang ekstrim à organisme semakin lemah

3) Gerakan ombak

  Gerakan ombak mempunyai pengaruh terbesar terhadap organisme dan komunitas

dibandingkan dengan daerah lainnya

  Pengaruh secara langsung dan tidak langsung

  Pengaruh mekanik à menghancurkan dan menghayutkan benda

  Membongkar substrat

  Memperluas zona intertidal

  Mencampur atau mengaduk gas ke dalam air à meningkatkan kandungan oksigen

4) Salinitas

  Perubahan salinitas mempengaruhi organisme di zona intertidal melalui :

Zona intertidal terbuka pada saat pasang turun dan kemudian digenangi air atau aliran

air akibat hujan à salinitas akan turun

Page | 4

Page 5: organisme intertidal

Ada hubungan dengan genangan pasang surut, yaitu daerah yang menampung air laut

ketika pasang surut

Kenaikan salinitas yang tinggi à jika terjadi penguapan sangat tinggi pada siang hari.

2.2. Adaptasi Organisme Intertidal

Karena organisme intertidal umumnya berasal dari laut, maka adaptasi yang diteliti

terutama harus menyangkut penghindaran atau pengurangan tekanan yang timbul karena

keadaan yang terbuka setiap hari pada lingkungan daratan. Tekanan yang utama dari

lingkungan laut adalah ombak.

1. Daya tahan terhadap kehilangan air

Mekanisme yang sedehana untuk menghindari kehilangan air terlihat pada hewan-

hewan yang bergerak, misalnya kepiting. Hewan ini dengan mudah berpindah dari daerah

permukaan yang terbuka di intertidal ke dalam lubang-lubang, celah atau galian yang sangat

basah sehingga kehilangan air dapat diatasi. Hewan ini menghindarai kondisi lingkungan

pantai yang kurang baik dengan aktif memilih mikrohabitat yang baik. Situasi yang serupa

terjadi pada beberapa spesies anemon seperti Anthopleura xanthigrammica di pesisir Pasifik

Amerika Utara. Tubuhnya lunak tanpa sistem pencegah kehilangan air. Akan tetapi spesies

ini biasanya ditemukan di antara teritip atau di dalam celah dimana kehilangan air dapat

dikurangi sehingga adaptasi fisiologis tidak dibutuhkan.

Mekanisme sederhana lainnya terdapat pada beberapa genera alga intertidal bagian

atas yaittu Porphyra, Fucus, Enteromorpha. Tumbuhan ini tidak dapat bergerak dan tidak

memiliki mekanisme untuk menghindari kehilangan air. Mereka beradaptasi untuk mengatasi

kehilangan air yang besar hanya dengan jaringannya.

Berlawanan dengan di atas, banyak spesies-spesies hewan intertidal mempunyai

mekanisme untuk mencegah kehilangan air. Mekanisme ini dapat terjadi baik secara

struktural, tingkah laku, maupun kedua-duanya. Banyak spesies teritip merupakan spesies

yang utama di zona intertidal di seluruh dunia. Hewan ini sesil dan kehilangan air dapat

dihindari dengan merapatkan cangkangnya pada waktu air surut. Adanya cangkang yang

kedap air menyebabkan berkurangnya kehilangan air akibat penguapan. Limpet dari genus

Patella, Acmaea, Collisella merupakan hewan yang dominan di daerah intertidal berbatu.

Page | 5

Page 6: organisme intertidal

Spesies limpet tertentu mempunyai “goresan rumah” (home scar) dimana cangkang dapat

dengan pas menempatinya. Pada waktu pasang turun, mereka kembali ke “rumahnya” dan

dengan menempati lubang tersebut kehilangan air dapat dicegah. Limpet lainnya yang tidak

mempunyai goresan, menempel rapat pada batu-batu sehingga tidak ada satu jaringan pun

yang terbuka kecuali cangkang. Gastropoda lainnya seperti siput (Littorina) mempunyai

operkula yang menutup celah cangkang. Ketika pasang turun mereka masuk ke dalam

cangkang, lalu menutup celah menggunakan operkulum sehingga kehilangan air dapat

dikurangi. Beberapa Bivalvia seperti Mytilus edulis dapat hidup di daerah intertidal karena

memiliki kemampuan menutup rapat valvanya untuk mencegah kehilangan air. Organisme

lain seperti anemon Actinia dan hidroid Clava squamata menghasilkan lendir (mucus) untuk

mencegah kehilangan air. Penghuni-penghuni pasir atau lumpur biasanya hanya mengubur

diri ke dalam substrat untuk mencegah kekeringan.

2. Pemeliharaan keseimbangan panas

Walaupun kematian akibat kedinginan ditemukan juga pada beberapa organisme

intertidal, namun suhu rendah yang ekstrem nampaknya tidak begitu menjadi masalah bagi

organisme pantai dibandingkan suhu yang tinggi. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa

organisme-organisme tersebut hidup lebih dekat dengan suhu letal atasnya daripada suhu letal

bawahnya. Jadi mekanism ekeseimbangan panas hampir seluruhnya berkenaan dengan cara

mengatasi suhu yang terlalu tinggi. Hal ini dapat diatasi dengan pengurangan panas yang

berasal dari lingkungan dan menngkatkan kehilangan panas dari tubuh hewan. Panas yang

didapat dari lingkungan dapat dikurangi dengan beberapa cara. Cara pertama adalah dengan

memperbesar ukuran tubuh relatif bila dibandingkan spesies yang sama baik di intertidal

maupun di subtidal. Dengan memperbesar ukuran tubuh berarti perbandingan antara luas

permukaan dengan volume tubuh menjadi lebih kecil sehingga luas daerah tubuh yang

mengalami peningkatan suhu menjadi lebih kecil. Pada keadaan yang sama, tubuh yang lbih

besar memerlukan waktu yang lebih lama untuk bertambah panas dibandingkan dengan tubuh

yang lebih kecil. Moluska gastropoda seperti Littorina littorea dan Olivella biplicata dengan

ukuran tubuh besar banyak terdapat di daerah intertidal. Mekanisme lain untuk mengurangi

panas adalah dengan cara mengurangi kontak antara jaringan tubuh dengan substrat.

3. Tekanan mekanik

Gerakan ombak mencapai puncaknya di zona intertidal. Karena itu, setiap organisme

yang hidup di daerah ini perlu beradaptasi untuk mempertahankan diri dari pengaruh pukulan

Page | 6

Page 7: organisme intertidal

ombak. Gerakan ombak mempunyai pengaruh yang berbeda pada pantai berbatu, dan pada

pantai berpasir, sehingga membutuhkan adaptasi yang berbeda pula. Untuk mempertahankan

posisi menghadapi gerakan ombak, organisme intertidal telah membentuk beberapa adaptasi.

Salah satu diantaranya yang ditemukan pada teritip, tiram, dan cacing polikaeta serpulida,

adalah dengan melekat kuat pada substrat. Sedangkan alga di daerah intertidal menyatukan

dirinya pada dasar perairan melalui sebuah alat pelekat.

Organisme lain juga membuat alat pelekat yang kuat tetapi tidak permanen, sehingga

membatasi pergerakan. Sebagai contoh adalah benang bisal pada Mytilus yang dapat

menambatkan hewan tersebut dengan kokoh tetapi tetap dapat putus dan dapat dibuat kembali

sehingga membatasi gerakan yang lambat.

Moluska intertidal yang dominan seperti beberapa maacam limpet dan kiton,

mempertahankan diri dari gerakan ombak dengan kaki yang kuat dan besar yang diletakkan

pada substrat. Organisme motil seperti kepiting tidak mempunyai mekanisme struktural untuk

mempertahankan diri dari sapuan ombak dan mereka dapat terus hidup hanya dengan

berlindung pada celah batu atau dibawah batu. Hampir semua moluska intertidal beradaptasi

terhadap serangan ombak dengan jlan mempertebal cangkang, lebih tebal dibandingkan

dengan individu yang sama yang terdapat di daerah subtidal dan mengurangi ukuran tubuh

yang amat mudah pecah bila terpukul ombak.

4. Pernapasan

Karena hewan-hewan penghuni zona intertidal merupakan hewan laut, maka mereka

mempunyai tonjolan organ pernapasan yang mampu mengambil oksigen dari air. Biasanya

tonjolan itu tipis dan merupakan perluasan dari permukaan tubuh. Organ-organ pernapasan

ini amat peka terhadap kekeringan di udara dan tidak akan berfungsi kecuali jika dicelupkan

ke dalam air. Organ seperti ini tidak diperlukan di daerah intertidal. Di antara hewan

intertidal, terdapat kecenderungan untuk memasukkan organ pernapasan ini ke dalam rongga

perlindungan untuk mencegah kekeringan. Hal ini dapat terlihat jelas pada berbagai moluska

dimana insangnya terdapat dalam rongga mantel yang dilindungi oleh cangkang. Keadaan

yang sama dijumpai pada teritip dimana jaringan mantel bertindak sebagai organ pernapasan.

Hewan-hewan dengan organ pernapasan yang terlindung juga harus mempertahankan air

pada waktu pasang turun, karena itu mereka sering menutup operkulum atau mengaitkan diri

(kiton, limpet), dengan demikian pertukaran gas berkurang. Jadi, untuk mempertahankan

oksigen dan air ketika pasang turun, banyak hewan yang berdiam diri.

Page | 7

Page 8: organisme intertidal

5. Cara Makan

Pada waktu makan, seluruh hewan intertidal harus mengeluarkan bagian-bagian

berdaging dari tubuhnya. Hal ini berarti bahwa bagian-bagian yang terbuka ini harus tahan

terhadap kekeringan. Karena itu, seluruh hewan intertidal hanya aktif jika pasang naik dan

tubuhnya terendam air. Hal ini berlaku bagi seluruh hewan baik pemakan tumbuhan,

pemakan bahan-bahan tersaring, pemakan detritus, maupun predator.

6. Tekanan salinitas

Zona intertidal juga mendapat limpahan air tawar, yang dapat menimbulkan masalah

tekanan osmotik bagi organisme intertidal yang hanya dapat menyesuaikan diri dengan air

laut. Karena hampir semua organisme intertidal tidak memperlihatkan adaptasi daya tahan

terhadap perubahan salinitas, tidak seperti organisme estuaria. Kebanyakan tidak mempunyai

mekanisme untuk mengontrol kadar garam cairan tubuhnya dan karena itu disebut

osmokonformer. Adaptasi satu-satunya sama dengan adaptasi untuk melindungi tubuh dari

kekeringan, misalnya untuk teritip dan moluska adalah dengan menutup valva atau cangkang.

Keadaan ini mungkin yang menyebabkan mortalitas katastrofik pada organisme intertidal jika

terjadi hujan deras atau aliran air tawar. Tetapi nampaknya keadaan ini amat jarang terjadi

sehingga mekanisme khusu tidak terlalu dibutuhkan.

7. Reproduksi

Kebanyakan organisme intertidal hidup menetap atau bahkan melekat, sehingga

dalam penyebarannya mereka menghsailkan telur atau larva yang terapung bebas sebagai

plankton. Adaptasi reproduksi kedua yang diakibatkan oleh posisi intertidal adalah bahwa

hampir semua organisme mempunyai daur perkembangbiakan yang seirama dengan

munculnya arus pasang surut tertentu, seperti misalnya pada waktu pasang purnama.

Contohnya Mytilus edulis, gonad menjadi dewasa selama pasang purnama dan pemijahannya

berlangsung ketika pasang perbani. Pada Littorina neritoides, telurnya diletakkan pada saat

pasang purnama.

8. Ikan-ikan intertidal

Hampir semua ikan intertidal berukuran kecil, karena keadaan linhkungan yang

bergolak. Bentuk tubuh biasanya pipih dan memanjang (Bleniidae, Pholidae) atau gepeng

(Cottidae, Cobiesocidae), yang memungkinkan mereka tinggal di lubang, saluran, celah, atau

lekukan untuk berlindung dari kekeringan dan gerakan ombak. Sebagian besar mempunyai Page | 8

Page 9: organisme intertidal

gelembung renang dan sangat berasosiasi dengan substrat. Banyak dari ikan ini yang

beradaptasi untuk menahan kisaran salinitas dan suhu yang besar dibandingkan dengan

familinya yang berada di daerah subtidal. Beberapa dari mereka beradaptasi dengan cara

berada di luar air untuk beberapa saat lamanya. Banyak ikan intertidal di zona beriklim

sedang yang merupakan karnivora dan menunjukkan peranan yang potensial dalam organisasi

komunitas intertidal.

Pola daur hidup dari beberapa spesies yang diamati umumnya sama. Telur-telurnya

demersal dan diletakkan pada batu, karang, atau tumbuhan yang tenggelam. Sering telur-telur

tersebut dijaga oleh ikan jantan. Telur menetas setelah beberapa minggu menjadi larva

planktonik. Periode plankton bervariasi, lamanya bergantung pada spesiesnya. Dapat

berlangsung selama dua bulan,. Selama periode ini, secara bertahap larva membentuk ciri-ciri

ikan dewasa, dan akhirnya menjadi bentik. Jangka waktu hidup dalam fase dewasa umumnya

pendek, berkisar antara 2 sampai 10 tahun dan dewasa kelamin terjadi pada tahun pertama

atau kedua. Beberapa ikan intertidal mengadakan migrasi, bergerak mengikuti pasang surut

harian atau musiman.

Page | 9

Page 10: organisme intertidal

BAB III

KESIMPULAN

1. Mekanisme hewan intertidal untuk mengatasi kehilangan air terdapat beberapa cara yang

berbeda-beda, yaitu beberapa Bivalvia seperti Mytilus edulis dapat hidup di daerah

intertidal karena memiliki kemampuan menutup rapat valvanya untuk mencegah

kehilangan air.

2. Cara pemeliharaan keseimbangan panas pada hewan intertidal dengan cara memperbesar

ukuran tubuh relatif bila dibandingkan spesies yang sama baik di intertidal maupun di

subtidal.

3. Untuk mempertahankan posisi menghadapi gerakan ombak pada hewan intertidal dengan

cara melekat kuat pada substrat.

4. Hewan intertidal mempertahankan oksigen dan air ketika pasang turun dengan cara

berdiam diri.

5. Pada waktu makan, seluruh hewan intertidal harus mengeluarkan bagian-bagian

berdaging dari tubuhnya.

6. Adaptasi daya tahan terhadap perubahan salinitas pada hewan intertidal dengan cara

menutup valva atau cangkang.

7. Hampir semua organisme mempunyai daur perkembangbiakan yang seirama dengan

munculnya arus pasang surut tertentu, seperti misalnya pada waktu pasang purnama.

8. Ikan-ikan intertidal banyak yang beradaptasi untuk menahan kisaran salinitas dan suhu

yang besar dibandingkan dengan familinya yang berada di daerah subtidal.

Page | 10