osteoporosis
DESCRIPTION
osteoTRANSCRIPT
![Page 1: Osteoporosis](https://reader033.vdocuments.pub/reader033/viewer/2022061207/54853ae1b4af9f947b8b462b/html5/thumbnails/1.jpg)
Osteoporosis pada Wanita pasca Menopause Debora Semeia Takaliuang
102011304
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email : [email protected]
Pendahuluan
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas
massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah
patah. Dengan meningkatkan usia harapan hidup, maka berbagai penyakit degeneratif dan
metabolik, termasuk osteoporosis akan menjadi problem muskuloskeletal yang memerlukan
perhatian khusus, terutama di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.1
Anamnesis
Anamnesis memegang peranan yang penting pada evaluasi pasien osteoporosis. Kadang-
kadang, keluhan utama dapat langsung mengarah kepada diagnosis, misalnya fraktur collum
femoris pada osteoporosis, bowling leg pada riket, atau kesemutan dan rasa kebal di sekitar
mulut dan ujung jari pada hipokalsemia. Pada anak-anak, gangguan pertumbuhan atau tubuh
pendek, nyeri tulang, kelemahan otot, waddling gait, kalsifikasi ekstraskeletal, kesemuanya
mengarah kepada penyakit tulang metabolik.1
Faktor lain yang harus ditanyakan adalah fraktur minimal, imobilisasi lama, penurunan
tinggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, asupan kalsium, fosfor, dan
vitamin D, latihan yang teratur yang bersifat weight-bearing.1
Obat-obatan yang diminum dalam jangka panjang juga harus diperhatikan, seperti
kortikosteroid, hormon tiroid, anti konvulsan, heparin, antasid yang mengandung alumunium,
sodium-fluorida, dan bifosfonat etidronat.1
Alkohol dan merokok juga dapat merupakan faktor risiko osteoporosis. Penyakit-
penyakit lain juga harus ditanyakan yang juga berhubungan dengan osteoporosis adalah penyakit
1
![Page 2: Osteoporosis](https://reader033.vdocuments.pub/reader033/viewer/2022061207/54853ae1b4af9f947b8b462b/html5/thumbnails/2.jpg)
ginjal, saluran cerna, hati, endokrin, dan insufisiensi pankreas. Riwayat haid, umur menarke, dan
menopause, penggunaan obat-obat kontraseptif juga harus diperhatikan, karena ada beberapa
penyakit tulang metabolk bersifat herediter.1
Yang harus ditanyakan dalam anamnesis adalah keluhan utama. Keluhan utama
merupakan dasar untuk memulai evaluasi pasien. Lalu riwayat penyakit sekarang seperti, tempat,
kualitas penyakit, kuantitas penyakit, urutan waktu, situasi, faktor yang memberatkan, gejala-
gejala yang berhubungan. Lalu riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga, riwayat pribadi,
riwayat sosial.2
Manifestasi Klinis
Diagnosis secara klinis sulit dinilai karena tidak ada rasa nyeri pada tulang saat
osteoporosis terjadi walau osteoporosis lanjut. Rasa nyeri pada tulang timbul saat terjadinya
fraktur atau mikro fraktur. Khususnya pada wanita-wanita menopause dan pasca menopause,
rasa nyeri di daerah tulang dan sendi dihubungkan dengan adanya nyeri akibat defisiensi
estrogen.3
Masalah rasa nyeri jaringan lunak yang menyatakan rasa nyeri timbul setelah bekerja,
memakai baju, pekerjaan rumah tangga, taman, dl. Tanda khas dari osteoporosis adalah fraktur
yang terjadi akibat trauma ringan (pada tulang radius distal-fraktur Colles-atau collum femur)
atau bahkan tanpa trauma sama sekali, misalnya fraktur (baji) pada vertebra daerah torakal,
menyebabkan berkurangnya tinggi badan, kifosis tulang punggung yang berlebih, nyeri.4
Diagnosis mikrofraktur sulit ditegakkan karena keaadan ini baru menimbulkan gejala
setelah kerapuhan rangka berlanjut, tidak ada cara sederhana untuk menentukan intensuitas
kehilangan tulang (pemeriksaan radiologi tidak dapat diandalkan pada keaddan osteoporosis
dengan kehilangan tulang kurang dari 40%); pemeriksaan yang dapat diandalkan adalah
absorpsiometri dan cimpures tomography kuantitatif.5
Pemeriksaan Fisik
Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap pasien osteoporosis. Demikian
juga gaya berjalan pasien, deformitas tulang, nyeri spinal, dan jaringan parut pada leher. Sklera
yang biru biasanya terdapat pada pasien osteogenesis imperfecta. Pasien ini biasanya juga akan
2
![Page 3: Osteoporosis](https://reader033.vdocuments.pub/reader033/viewer/2022061207/54853ae1b4af9f947b8b462b/html5/thumbnails/3.jpg)
mengalami ketulian, hiperlaksitas ligamen, dan hipermobilitas sendi dan kelainan gigi. Pasien
dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan.
Selain itu juga didapatkan protuberantia abdomen, spasme otot paravertebral, dan kulit yang
tipis.1
Different Diagnosis
Osteoporosis adalah keadaan berkurangnya massa tulang dan berubahnya arsitektur
tulang sampai tingkat ambang batas patah tulang tanpa keluhan-keluhan klinis. Osteoporosis
dapat terjadi baik pada pria maupun wanita. Pada wanita dengan penurunan hormon estorgen
merupakan penyebab terjadinya osteoporosis primer. Sedangkan pada laki-laki lebih sering
karena osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit-penyakit lain.3
Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu osteoporosis primer (involusional) dan
osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui
penyebabnya, sedangkan osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahui
penyebabnya. Pada tahun 1983, Riggs dan Melton membagi osteoporosis primer atas
osteoporosis tipe I dan tipe II. Osteoporosis tipe I, disebut juga osteoporosis pasca menopause.1
Osteoporosis tipe II disebut juga osteoporosis senilis, disebabkan oleh gangguan absorpsi
kalsium di usus sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder yang mengakibatkan
timbulnya osteoporosis. Belakangan konsep ini berubah, karena ternyata peran estrogen juga
menonjol pada osteoporosis tipe II. Selain itu pemberian kalsium dan vitamin D pada
osteoporosis tipe II juga tidak memberikan hasil yang inadekuat.1
Ahirnya pada tahun 1990-an, Riggs dan Melton memperbaiki hipotesisnya dan
mengemukakan bahwa estrogen menjadi faktor yang sangat berperan pada timbulnya
osteoporosis primer, baik pasca menopause maupun senilis.1
Osteoporosis primer lebih sering terjadi pada wanita pasca menopaus, mengalami
menopause lebih cepat, atau memiliki riwayat oligomenora dalam waktu lama (misalnya atlet,
anoreksi nervosa). Sedangkan osteoporosis sekunder terjadi pada penyakit endokrin, penyakit
reumatologis, penyakit saluran cerna, neoplasia, penggunaan obat-obatan terutama
kortikosteroid, heparin, warfarin, dan fenitoin.4
3
![Page 4: Osteoporosis](https://reader033.vdocuments.pub/reader033/viewer/2022061207/54853ae1b4af9f947b8b462b/html5/thumbnails/4.jpg)
Efek estrogen pada tulang. Estrogen merupakan regulator pertumbuhan dan homeostatis
tulang yang penting. Estrogen memiliki efek langsung dan tak langsung pada tulang. Efek tak
langsung meliputi estrogen terhadap tulang berhubungan dengan homeostatis kalsium yang
meliputi regulasi absorpsi kalsium di usus, modulasi 1,25 (OH)2D, eksresi Ca di ginjal dan
sekresi hormon paratiroid (PTH).1
Pemeriksaan Penunjang
Petanda Biokimia
Pemeriksaan petanda biokimia untuk menilai "bone turn over" telah dimulai sejak 20
tahun yang lalu. Khususnya pada wanita pasca menopause untuk memperkirakan terjadinya
fraktur osteoporotik dapat dinilai dengan penurunan yang menonjol aktivitas osteoblas dan
peningkatan aktivitas osteoklas. Petanda biokimia yang diperlukan secara khusus untuk aktivitas
osteoblas (pembentukkan tulang) dan aktivitas osteoklas (penyerapan tulang).3
Petanda formasi tulang terdiri dari bone spesifik alkaline pospatase (BSAP), osteokalsin
(OC), Carboxy-terminal propeptide of type I collagen (PICP) dan amino-terminal propeptide of
type I collagen (PINP). Sedangkan petanda resorpsi terdiri dari hidroksiprolin urin, free and total
deoxypyridinolines (Dpd) urin, N-telopeptide of collagen cross-links (NTx) urin, C-telopeptide
of collagen cross links (CTx) urin, dan tartrate-resistant acid phospatase (TRAP) serum.1
Petanda biokimia untuk aktivitas osteoblas (OBL) ada 3 macam. Osteokalsin yaitu suatu
protein non kolagen yang diproduksi osteoblas, dan dilibatkan didalam matriks ekstra seluler
tulang, tetapi sebagian kecil yang baru disintesis masuk ke dalam sirkulasi. Sedangkan pro
kolagen I propeptide disirkulasi oleh sel-sel osteoblas, yang adalah pecahan karboksitemal
(PICP) dan peptida amunotermal (PINP).3
Peptida-peptida tadi masuk dalam sirkulasi darah, tetapi sensitivitas pemeriksaan PICP
sangat rendah dibandingkan dengan pemeriksaan PINP. Sedangkan serum alkali fosfatasi total
dipengaruhi oleh jaringan-jaringan lainnya, untuk itu telah dikembangkan suatu pengukuran
alkali fosfatasi total dengan mendeferensia 150 enzim tulang dan iso enzim hati.3
Dioksipiridinolin (D-Pyr) dari piridinolin (pyr) merupakan crosslink yang dihasilkan dari
modifikasi molekul kolagen yang tidak dapat digunakan kembali selama pembentukkan kolagen.
4
![Page 5: Osteoporosis](https://reader033.vdocuments.pub/reader033/viewer/2022061207/54853ae1b4af9f947b8b462b/html5/thumbnails/5.jpg)
Selama resorpsi matriks tulang, D-Pyr dan Pyr dilepaskan dari sirkulasi yang kemudian melalui
ginjal diekskresi ke dalam urin yang dikenal dalam bentuk peptida dan bentuk bebas D-Pyr dan
Pyr mengikuti ritme sirkadian dengan eksresi puncak pada pagi hari dan terendah sore hari.3
Tatrate Resistent Acid Fosfatase (TRAP). Fosfatase asam masuk dalam sirkulasi darah
merupakan enzim lipozomal yang berasal dari prostat, limpa, trombsit, dan tulang. Pada
gangguan tulang, plasma TRAP akan meningkat sejalan dengan pengentian bone turn over yang
berhubungan dengan aktivitas osetoklas.3
Kalsium urin, hidroksiprolin, dan hidroksi glikosida. Penilaian Ca urin puasa pada pagi
hari dan dikoreksi dengan eksresi kreatinin berguna untuk mendeteksi kejadian resorpsi tulang.
Ca urin puasa menampakkan sejumlah kalsium yang dilepas selama aktivitas osteoklas dalam
meresorpsi tulang, tetapi harus diperhatikan juga penanganan kalsium oleh ginjal yang
dipengaruhi hormon estrogen dan PTH.3
Hidroksiprolin metabolisme cukup banyak sebelum dieksresi, dan hidroksiprolin yang
bebas yang dilepas selama degradasi. Kolagen tidak dapat digunakan dalam sintesis kolagen
berikutnya. Hidroksiprolin glikosida suatu asam amino yang juga tidak digunakan kembali untuk
sintesis kolagen setelah dilepas, merupakan petanda potensial untuk degradasi kolagen dalam
menilai aktivitas osteoklas.3
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan pada pemeriksaan pertanda biokimia tulang
adalah: karena pertanda biokimia tulang hanya dapat diukur dari urin, maka harus diperhatikan
kadar kreatinin dalam darah dan urin karena akan mempengaruhi hasil percobaa. Pada umumnya
petanda formasi dan resorpsi tulang memiliki ritme sirkadian, sehingga sebaiknya diambil
sampel 24 jam atau bila tidak mungkin dapat digunakan urin pagi yang kedua, karena kadar
tertinggi petanda biokimia tulang dalam urin adalah antara pukul 4.00-8.00 pagi.1
Selain itu petanda biokimia tulang sangat dipengaruhi oleh umur, karena pada usia muda
juga terjadi peningkatan bone turn over. Manfaat pemriksaan petanda biokimia tulang: prediksi
kehilangan massa tulang, prediksi risiko fraktur, seleksi pasien yang membutuhkan anti resorptif,
dan evaluasi efektivitas terapi.1
5
![Page 6: Osteoporosis](https://reader033.vdocuments.pub/reader033/viewer/2022061207/54853ae1b4af9f947b8b462b/html5/thumbnails/6.jpg)
Pemeriksaan Densitometri
Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko fraktur.
Densitometri merupakan pemriksaan yang akurat dan presis untuk menilai densitas massa tulang,
sehingga dapat digunakan untuk menilai faktor prognosis, prediksi fraktur, dan bahkan diagnosis
osetoporosis.1
Dual energy x-ray absorptiometry (DEXA) merupakan metode yang paling sering
digunakan dalam diagnosis osteoporosis karena mempunyai tingkat akurasi dan presisi tinggi.
Prinsip kerjanya sangat mirip dengan DPA, tetapi sumber energinya berbeda yaitu sinar X yang
dihasilkan dari sinar tabung X. Hasil pengukuran dengan DEXA berupa: densitas mineral tulang
pada area yang dinilai satuan bentuk gram per CM2, kandungan mineral tulang dalam satuan
gram, perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan nilai normal rata-rata densitas tulang
pada orang seusia dan dewasa muda yang dinyatakan dalam persentase.1
Densitas mineral tulang yang rendah merupakan faktor risiko utama yang dapat dicegah
dan prediktor utama terjadinya fraktur. Secara umum setiap terjadi penurunan densitas tulang
sebesar 1 standar deviasi di bawah rata-rata densitas mineral tulang orang dewasa muda akan
meningkatkan terjadinya fraktur sebanyak 2-3 kali. Pemeriksaan densitometri untuk mengetahui
densitas tulang pada osteoporotik dipakai standar WHO sebagai berikut:1
Tabel 1. Kriteria Densitometri menurut WHO.1
Karakter Diagnostik T-Score
Normal >-1
Osteopenia <-1
Osteoporosis <-2,5 (tanpa fraktur)
Osteoporosis berat <-2,5 (dengan fraktur)
Pada vertebra nilai densitas mineral tulang biasana yang dilihat adalah nilai rata-rata
densitas tulang L2-L4 dan pada sendi panggul yang dihitung adalah kolumna femoris, segitiga
Ward, dan trochanter mayor. Dexa juga dapat dilakukan pada tulang calcaneus dan dapat
6
![Page 7: Osteoporosis](https://reader033.vdocuments.pub/reader033/viewer/2022061207/54853ae1b4af9f947b8b462b/html5/thumbnails/7.jpg)
dipergunakan untuk memprediksi risiko fraktur tulang vertebra pada wanita dengan osteoporosis
jika QCT tidak bisa dilakukan.1
Indikasi densitometri tulang bagi wanita premenopause dengan risiko tinggi dengan
tujuan untuk evaluasi pengobatan, laki-laki dengan satu atau lebih faktor resiko, imobilisasi lama
(lebih dari sebulan), masukan kalsium yang rendah lebih dari 10 tahun, artritis reumatoid atau
ankylosing spondylitis selama lebih dari5 tahun berturut-turut, awal pengobatan kortikostreoid
atau metotreksat dan setiap 1-2 tahun pengobatan.1
Menggunakan terapi antikonvulsan atau fenobarbital selama lebih dari 5 tahun, kreatinin
klierens <50milmenit atau penyakit tubular ginjal, osteomalasia, hiperparatiroidisme, pengunaan
terapi pengganti tiroid lebih dari 10 tahun, evaluasi terapi osteoporosis yaitu dengan estrogen ,
progesteron, wanita postmenopause dengan 2 atau lebih faktor resiko. Misalnya dengan riwayat
keluarag yang osteoporosi dan masukkan kalsium yang rendah.1
Tabel 2. Region of Interest (ROI).1
Ekstremitas inferior Ekstremitas superior
Bagian-bagian tulang yang
diukur
Tulang belakang (L1-L4) Lengan bawah (33% radius)
bila:
-Tulang belakang dan/atau
panggul tak dapat diukur
-Hiperparatiroidisme
-Sangat obes
Panggul:
-Femoral neck
-Total femoral neck
-Trokanter
Dari ketiga lokasi tersebut, maka nilai T-score yang terendah yang digunakan untuk diagnosis
osteoporosis.1
7
![Page 8: Osteoporosis](https://reader033.vdocuments.pub/reader033/viewer/2022061207/54853ae1b4af9f947b8b462b/html5/thumbnails/8.jpg)
Tabel 3. Tindakan Berdasarkan Hasil T-Score
T-Score Risiko fraktur Tindakan
>+1 Sangat rendah -tidak ada terapi
-ulang densitometri tulang bila
ada indikasi
0 s/d +1 Rendah -tidak ada terapi
-ulang densitometri tulang setelah
5 tahun
-1 s/d 0 Rendah -tidak ada terapi
-ulang densitometri setelah 2
tahun
-1 s/d -2,5 Sedang -tindakan pencegahan
osteoporosis
Ulang densitometri tulang setelah
1 tahun
<-2,5 tanpa fraktur Tinggi -tindakan pengobatan
osteoporosis
-tindakan pencegahan selanjutnya
-ulang densitometri 1-2 tahun
<-2,5 dengan fraktur Sangat tinggi -tindakan pengobatan
osteoporosis
-tindakan pencegahan selanjutnya
-tindakan bedah atas indikasi
-ulang densitometri 6 bulan-1
tahun
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologik untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif.
Seringkali penurunan densitas massa tulang spinal lebih dari 50% belum memberikan gambaran
radiologik yang spesifik. Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan
8
![Page 9: Osteoporosis](https://reader033.vdocuments.pub/reader033/viewer/2022061207/54853ae1b4af9f947b8b462b/html5/thumbnails/9.jpg)
korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra
yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.1
Yang pertama pemeriksaan radioisotop yang mengunakan sinar foton radionuklida yang
dapat mendeteksi densitas tulang dan tebal korteks tulang. Pemeriksaan kedua adalah
pemeriksaan QCT (quantitative computerised tomography) merupakan salah satu metode yang
dipakai untuk mengukur mineral tuang, karena dapat menilai secara volumetrik dari trabekulasi
tulang radius, tibia, dan vertebra. Keuntungan QCT adalah tidak perlu diperhitungan berat badan
dan tinggi badan. Kerugiannya paparan radiasi yang sangat tinggi dari pemeriksaan lain.3
MRI dapat mengukur struktur tulang dan kepadatannya. Tidak memakai radiasi, hanya
dengan lapangan magnet yang luas, tapi sangat mahal. USG dengan memakai gelombang suara
ultra yang menembus tulang. Keuntungannya murah dapat dibawa kemana mana, hanya saja
tidak dapat mengetahui lokalisasi tepat osteoporosis.3
a b
Gambar 1. Gambaran Mikroskop Elektron (a) tulang normal (b) pada osteoporosis
9
![Page 10: Osteoporosis](https://reader033.vdocuments.pub/reader033/viewer/2022061207/54853ae1b4af9f947b8b462b/html5/thumbnails/10.jpg)
Working Diagnosis
Pada skenario, pasien adalah seorang wanita berusia 65 tahun dan sudah berhenti haid
serta memiliki riwayat merokok dan penyakit asma. Dari pemeriksaan baik fisik dan penunjang,
wanita tersebut didiagnosis menderita osteoporosis tipe I.
Faktor Pencetus
Kecepatan pembentukaan tulang berkurang secara progresif sejalan dengan usia, yang
dimulai pada usia sekitar 30 atau 40 tahun. Semakin padat tulang sebelum usia tersebut, semaki n
kecil kemungkinan terjadinya osteoporosis. Pada individu yang berusia 70-an dan 80-an,
osteoporosis menjadi penyakit yang sering ditemukan.6
Meskipun resorpsi tulang mulai melebihi pembentukan tulang pada usia dekade keempat
atau kelima, pada wanita penipisan tulang yang paling signifikan terjadi selama dan setelah
menopause. Penurunan estrogen pascamenopause tampak sangat berpean dalam perkembangan
ini pada populasi wanita lansia. Meskipun mekansisme estrogen bekerja untuk mempertahankan
densitas tulang belum jelas, diperkirakan bahwa estrogen menstimulasi aktivitas osteoblas dan
membatasi efek stimulasi osteoklas dan hormon paratiroid.6
Dengan demikian, penurunan estrogen menyebabkan perubahan besar pada aktivitas
osteoklas. Wanita kurus, wanita berambut terang, dan wanita merokok sangat rentan terhadap
osteoporosis karena tulang mereka kurang padat sebelum menopause dibandingkan wanita
gemuk, berambut gelap, tidak merokok. Pria lansia kurang rentan mengalami osteoporosis,
karena mereka biasanya memiiki tulang yang lebih padat daripada wanita (sekitar 30%), dan
kadar jormon reproduktif pria tetap tinggi sampai pria mencapai usia 80-an.6
Untuk pria dan wanita, penyebab lain osteoporosis adalah penurunan aktivitas fisik dan
ingesti obat tertentu, termasuk kortikosteroid dan beberapa antasid yang mengandung
alumunium yang meningkatkan eliminasi kalsium. Tebukti bahwa bahkan pria dan wanita yang
sangat tua dapat secara signifikan meningkatkan densitas tulang dengan melakukan aktivitas
menahan beban tingkat sedang. Riwayat keluarag juga berperan dalam menentukan resiko masa
depan individu. Densitas terbukti menurun pada wanita walaupun kemudian kembalinya
mendekati densitas normal terjadi setelah penyapihan.6
10
![Page 11: Osteoporosis](https://reader033.vdocuments.pub/reader033/viewer/2022061207/54853ae1b4af9f947b8b462b/html5/thumbnails/11.jpg)
Gambar 2. Daerah yang Mengalami Osteoporosis.6
Patogenesis
Setelah menopause, maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada dekade awal
setelah menopause, sehingga insiden fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal
meningkat. Penuruan densitas tulang terutama tulang trabekular, karena memiliki permukaan
yang luas dan hal ini dapat dicegah dengan terapi sulih estrogen. Petanda resorpsi tulang dan
formasi tulang, keduanya meningkat menunjukkan adanya peningkatan bone turn over.1
Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal
cells dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6, dan TNF-α yang berperan meningkatkan kerja
osteoklas. Dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan
produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktivitas osteoklas meningkat.1
Selain peningkatan aktvitas osteoklas, menopause juga menurunkan absorpsi kalsium di
usus dan meningkatkan ekskresi kalsium di ginjal. Selain itu, menopause juga menurunkan
sintesis berbagai protein yang membawa 1,25 (OH)2D, sehingga pemberian estrogen akan
meningkatkan konsentrasi 1,25 (OH)2 di dalam plasma. Tetapi pemberian estrogen transdermal
11
![Page 12: Osteoporosis](https://reader033.vdocuments.pub/reader033/viewer/2022061207/54853ae1b4af9f947b8b462b/html5/thumbnails/12.jpg)
tidak akan meningkatkan sintesis protein tersebut, karena estrogen transdermal tidak diangkut
melewati hati.1
Walaupun demikian, estrogen transdermal tetap dapat meningkatkan absorpsi kalsium
usus secara langsung tanpa dipengaruhi vitamin D. Untuk mengatasi keseimbangan negatif
kalsium akibat menopause, maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga
osteoporosis akan semakin erat. Pada menopause, kadangkala didapatkan peningkatan kadar
kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh menurunnya volume plasma, meningkatnya kadar
albumin dan bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan juga
kadar kalsium dalam bentuk garam kompleks.1
Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi,
sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik. Walaupun terjadi peningkatan kadar kalsium yang
terikat albumin dan kalsium dalam garam kompleks, kadar ion kalsium tetap sama dengan
keadaan premenopausal.1
Patofisiologis
Massa tulang maksimal dicapai pada usia 25 sampai 35 dan ditentukan oleh genetika,
jumlah beban mekanis (olahraga), nutrisi (mis, asupan kalsium), dan pengunaan hormon.
Remodeling tulang terjadi secara konstan pada orang dewasa sehat matang tanpa perubahan neto
massa tulang. Osteoklas menggali lorong pada permukaan tulang dan osteoblas mengisinya
dengan tulang baru sehingga memberikan kekuatan yang lebih besar dan memperbaiki mikro
fraktur.7
Faktor hormon dan sitokin yang mempengaruhi remodeling tulang meliputi estrogen,
testoteron, cacitonin, hormon paratiroid (PTH), 1,25 dihydroxyvitamin D, interleukin-1 dan -6
(IL-1, IL-6), transforming growth factor, dan faktor nekrosis tumor (TNF). Wanita kehilangan
30% sampai 50% tulang trabekula seiring dengan pertambahan usia. Jumlah pengeroposan
tulang bergantung pada puncak massa tulang dan kecepatan pengeroposan tulang.7
Estrogen mempercepat apoptosis osteoklas dan memperpanjang masa hidup osteoblas
dengan demikian membatasi aktivias osteoklas pengisian tempat erosi oleh osteoblas relatif
12
![Page 13: Osteoporosis](https://reader033.vdocuments.pub/reader033/viewer/2022061207/54853ae1b4af9f947b8b462b/html5/thumbnails/13.jpg)
dipertahankan sampai menopause. Selain itu, estrogen meningkatkan absorpsi kalsium di usus
dan ginjal dan meningkatkan aktivitas reseptor vitamin D.7
Insufisiensi gonad (kekurangan estrogen) akan mempercepat penggantian tulang dengan
peningkatan aktivitas osteoklas, semakin banyak permukaan tulang yang mengalami kejadian
remodelling dan kurang efektif pengisian rongga erosi oleh osteoblas mengakibatkan osteopenia
dan osteoporosis. Kehilangan tulang tercepat terjadi pada tahun pertama menopause. Insufisiensi
kalsium dier atau defisiensi vitamin D meningkatkan resorosi tulang dan resiko osteoporosis.7
Pergantian tulang terjadi lebih cepat pada tulang trabekular (kanseleus) (kolumna
vertebralis, radius distal, femur proksimal) dari pada tulang kortikal dengan kehilangan densitas
tulang dan diskonektivitas elemen trabekular mengakibatkan peningkatan kemungkinan fraktur.
Osteoporosis tulang trabekular meningkatkan risiko fraktur kompresi vertebra, fraktur lengan
bawah distal, dan fraktur pinggul.7
Faktro Resiko
Osteoporosis merupakan penyakit dengan etiologi multifaktorial. Umur merupakan salah
satu faktor risiko yang terpenting yang tidak tergantung pada densitas tulang. Setiap peningkatan
umur 1 dekade setara dengan peningkatan resiko osteoporosis 1,4-1,8 kali. Ras kulit putih dan
wanita juga merupakan faktor risiko osteoporosis. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
gangguan pencapaian puncak massa tulang juga merupakan faktor risiko osteoporosis, seperti
Sindrom Klinefelter, sindrom Turner, terapi glukokortikoid jangka panjang dan dosis tinggi,
hipertiroidisme atau defisiensi hormon pertumbuhan.1
Pubertas terhambat, anoreksia nervosa dan kegiatan fisik yang berlebihan yang
menyebabkan amenore juga berhubungan erat dengan puncak massa tulang yang tidak maksimal.
Defisiensi kalsium dan vitamin D juga merupakan faktor risiko osteoporosis, oleh sebab itu harus
diperhatikan masalah ini pada penduduk yang tinggal di negara 4 musim.1
Selain kalsium dan vitamin D, defisiensi protein dan vitamin K juga berhubungan erat
dengan osteoporosis. Faktor hormonal juga berperan pada pertumbuhan tulang, termasuk hormon
seks gonadal dan androgen adrenal. Aspek hormonal lain yang berperan pada peningkatan massa
tulang adalah IGF-1, reabsorpsi fosfat anorganik di tubulus dan peningkatan fosfat serum. Faktor
13
![Page 14: Osteoporosis](https://reader033.vdocuments.pub/reader033/viewer/2022061207/54853ae1b4af9f947b8b462b/html5/thumbnails/14.jpg)
lain yang juga berhubungan dengan osteoporosis adalah merokok dan konsumsi alkohol
berlebihan.1
Aspek skeletal yang harus diperhatikan sebagai faktor resiko osteoporosis adalah densitas
massa tulang, ukuran tulang, makro dan mikroarsitektur tulang, derajat mineralisasi, dan kualitas
kolagen tulang. Selain faktor resiko osteoporosis, maka resiko terjatuh juga harus diperhatikan
karena terjatuh berhubungan erat dengan fraktur osteoporotik. Beberapa faktor yang
berhubungan dengan resiko terjatuh adalah usia tua, ketidakseimbangan, penyakit kronik seperti
sakit jantung, gangguan neurologik, gangguan penglihatan, lantai yang licin, dan sebagainya.1
Faktor ekstrinsik yang menyebabkan risiko jatuh pada usia lanjut antara lain: alas kaki
yang kurang tepat, pakaian yang kurang tepat. Lingkungan dalam rumah yang kurang tepat
seperti penerangan yang buruk, tangga tanpa pegangan, lantai licin atau tidak rata, hewan piaran,
mainan anak, kabel telpon atau alat elektrik, sofa terlalu rendah. Lingkungan luar rumah yang
kurang tepat juga dapat menjadi faktor resiko.1
Komplikasi
Resiko tinggi terhadap penyakit osteoporosis yang tidak diobati adalah dapat
mengakibatkan atrofi otot, kaku sendi, kontraktur. Maka dari itu perlu adanya pencegahan dini
dan mobilisasi aktif sejak dini.1,3
Pencegahan
Langkah pertama untuk mencegah osteoporosis sebaiknya dimulai sejak masa kanak-
kanak. Faktor genetik, endokrin, nutrisi, mekanik, semua mempunyai urun peran pada
pengembangan tulang yang baik dan adekuat. Sangat penting untuk mencapai massa tulang yang
optimal selama masa anak-anak dan masa remaja, sehingga kalau nantinya terjadi kehilangan
massa tulang, tabungan tulang sudah cukup dan osteoporosis dapat dihindari.1
Kurangnya nutrisi yang adekuat, kurangnya aktivitas fisik sejak anak-anak akibat
perubahan gaya hidup akibat dari kemajuan teknologi, akan memberi peluang untuk terjadinya
osteoporosis. Hal ini perlu segera dikoreksi, melalui kebiasaan hidup sehat sejak muda.3
14
![Page 15: Osteoporosis](https://reader033.vdocuments.pub/reader033/viewer/2022061207/54853ae1b4af9f947b8b462b/html5/thumbnails/15.jpg)
Langkah kedua adalah pemeliharaan/penjagaan terhadap tulang yang rapuh. Seseorang
yang menderita osteoporosis harus diingatkan untuk menghindari mengangkat beban berat dan
menghindari latihan yang melibatkan gerakan membungkuk yang berlebihan. Justru gerakan
ekstensi vertebra dengan stretching otot pectoralis serta tarik nafas dalam, akan memberi manfaat
mencegah osteoporosis dan mencegah kifosis.3
Latihan fisik untuk otot-otot belakang dimaksudkan untuk memperkuat otot-otot
ekstensor spinal yang origo dan inserionya melekat pada vertebra. Kontraksi otot menstimulasi
pembentukkan tulang dan mengurangi resorpsi. Untuk mendapatkan hasil yang baik, latihan fisik
harus dinamik dan berulang.3
Langkah ketiga adalah pemeliharaan kelenturan, koordinasi, dan kebugaran. Dapat
dipilih program latihan yang aman, termasuk latihan jalan, bersepeda, ataupun berenang.
Walaupun berenang tidak mendukung maksud untuk mencapai latihan beban, tetapi untuk
kelenturan, koordinasi, dan kebugaran, latihan berenang mencakup semuanya, termasuk latihan
lingkup gerak sendi, mobilitas, dan latihan penguatan otot.3
Langkah keempat adalah nutrisi. Keseimbangan nutrisi sangat penting dan harus
terpenuhi. Seperti menjaga asupan kalsium 1000-1500 mg/hari, baik melalui makanan sehari-
hari maupun suplementasi. Hindari defisiensi vitamin D, terutama pada orang-orang yang kurang
paparan vitamin D. Berikan suplementasi vitamin D 400 IU/hari atau 800 IU/hari pada orangtua
harus diberikan.1,3
Langkah kelima adalah mencegah jatuh. Kecendrungan jatuh pada usia lanjut memang
meningkat. Keadaan ini didasarkan oleh adanya ketidakstabilan pada waktu berjalan. Proses
menua, mengubah pola jalan seseorang dan perlu penyesuaian terhadap kontrol posturnya. Bila
perubahan ini tidak diantisipasi dengan penyesuaian sikap yang benar maka ketidakstabilan akan
berakibat jatuh.3
Pencegahan jatuh tentu sekali harus memperhatikan faktor-faktor tersebut diatas,
ditambah dengan menyiapakan kondisi rumah dan lingkungan yang bebas bahaya jatuh,
misalnya: hindari tangga, beri cukup cahaya untuk setiap ruang, hindari lantai licin, dan lain-lain.
Bentuk tubuh juga menandai resiko osteoporosis. Umumnya seseorang yang kurus.kecil
15
![Page 16: Osteoporosis](https://reader033.vdocuments.pub/reader033/viewer/2022061207/54853ae1b4af9f947b8b462b/html5/thumbnails/16.jpg)
cenderung mempunyai resiko osteoporosis. Hal ini berkaitan dengan hipotesis tentang stress fisik
pada tulang, yang tidak terpenuhi pada orang kurus.3
Langkah keenam adalah hindari immobilitas. Pasien-pasien yang memerlukan
immobilisasi, baik tirah baring ataupun sebagian dari anggota geraknya, harus mendapat
program latihan fisik sesuai dengan kondisinya. Dengan menggunakan tempat tidur khusus (tilt
board atau rocking bed), pasien dimungkinkan dalam untuk posisi tegak. Keuntungan yang
diperoleh adalah mencegah osteoporosis, mencegah postural hypotension, dan melatih
kemampuan sensori pasien.3
Kenaikan eksresi kalsium urin dan osteoporosis dapat dicegah dengan berdiri tegak 45
menit, 3 4 kali/hari. Duduk di kursi, tidak mempunyai manfaat untuk mencegah hal tersebut
diatas. Dari penelitian diatas, jelas bahwa hidup akitf sampai usia lanjut, mutlak harus
dilakukan.3
Langkah yang terahir adalah peran estrogen. Beberapa preparat estrogen yang dapat
dipakai dengan dosis untuk anti resorptifnya adalah estrogen terkonjugasi 0,625 mg/hari, 17β-
estradiol oral 1-2 mg/hari, 17β-estradiol transdermal 50 µ/hari, dan 17β-estradiol subkutan 25-50
mg setiap 6 bulan.1,3.
Penatalaksaan
Secara teoritis, osteoporosis dapat diobati dengan cara menghambat kerja osteoklas (anti
resorptif) dan/atau meningkatkan kerja osteoblas (stimulator tulang). Walaupun demikian, saat
ini obat yang beredar pada umumnya bersifat anti resorptif. Yang termasuk golongan obat anti
resorptif adalah estrogen, anti estrogen, bifosfonat, dan kalsitonin. Sedangkan yang termasuk
stimulator tulang adalah Na-fluorida, PTH, dan sebagainya.1
Kalsium dan vitamin D tidak mempunyai efek anti resorptif ataupun stimulator tulang,
tetapi diperlukan untuk optimalisasi mineralisasi osteoid setelah proses formasi oleh osteoblas.
Kekurangan kalsium akan menyebabkan peningkatan produksi PTH (hiperparatiroid sekunder)
yang dapat menyebabkan pengobatan osteoporosis menjadi tidak efektif.1
16
![Page 17: Osteoporosis](https://reader033.vdocuments.pub/reader033/viewer/2022061207/54853ae1b4af9f947b8b462b/html5/thumbnails/17.jpg)
Penatalaksaan Non Farmakologis
Latihan dan program rehabilitasi sangat penting bagi pasien osteoporosis karena dengan
latihan yang teratur, pasein akan menjadi lebih lincah, tangkas, dan kuat otot-ototnya sehingga
tidak mudah terjatuh. Selain itu latihan juga akan mencegah perburukan osteoporosis karena
terdapat rangsangan yang akan meningkatakan remodeling tulang.1
Pada pasien yang belum mengalami osteeoporosis, maka sifat latihan adalah pembebanan
terhadap tulang, sedangkan pada penderita yang sudah osteoporosis, maka latihan dimulai
dengan latihan tanpa beban, kemudian ditingkatkan secara bertahap sehingga mencapai latihan
beban adekuat. Selain latihan, bila dibutuhkan maka dapat diberikan alat bantu (ortosis),
misalnya korset lumbal untuk pasien yang mengalami fraktur korpus vertebra, tongkat atau alat
bantu berjalan lainnya, terutama pada orangtua yang terganggu keseimbangannya.1
Hal yang juga harus diperhatikan adalah mencegah resiko terjatuh, misalnya menghindari
lantai atau alas kaki yang licin; pemakaian tongkat atau rel pegangan tangan, terutama di kamar
mandi atau kakus, perbaikan penglihatan, misalnya memperbaiki penerangan, menggunakan
kaca mata, dan lain sebagainya. Pada umumnya fraktur pada pasien osteoporosis disebabkan
terjatuh dan risiko terjatuh yang paling sering justru terjadi di dalam rumah.1
Pembedahan pada pasien osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur, terutama fraktur
panggul. Pasien osteoporosis usia lanjut dengan fraktur, bila diperlukan tindakan bedah,
sebaiknya segera dilakukan, sehingga dapat dihindari imobilisasi lama dan komplikasi fraktur
lebih lanjut. Tujuan terapi bedah adalah untuk mendapatkan fiksasi yang stabil, sehingga
moblisasi pasien dapat dilakukan sedini mungkin. Walaupun dengan tindakan bedah, pengobatan
medikomentosa osteoporosis dengan bisfosfonat atau raloksifen, atau terapi pengganti hormonal
maupun kalsitonin tetap harus diberikan.1
Penatalaksaan Farmakologis
Raloksifen. Raloksifen merupakan anti estrogen yang mempunyai efek seperti estrogen di
tulang dan lipid, tetapi tidak menyebabkan perangsangan endometrium dan payudara. Golongan
preparat ini disebut juga selective estrogen receptor modulators (SERMS). Obat ini dibuat untuk
17
![Page 18: Osteoporosis](https://reader033.vdocuments.pub/reader033/viewer/2022061207/54853ae1b4af9f947b8b462b/html5/thumbnails/18.jpg)
pengobatan osteoporosis dan FDA telah menyetujui pengunaannya untuk pencegahan
osteoporosis.
Dosis yang direkomnedasikan untuk mencegah osteoporosis adalah 60 mg/hari.
Pemberian raloksifen peroral akan diabsorpsi dengan baik dan mengalami metabolisme di hati.
Raloksifen akan menyebabkan kecacatan janin, sehingga tidak boleh diberikan pada wanita yang
hamil atau berencana untuk hamil.1
Bisfosfonat. Bisfosfonat meruapakan obat yang digunakan untuk pengobatan
osteoporosis, baik sebagai pengobatan altrenatif setelah terapi pengganti hormonal pada
osteoporosis pada wanita, maupun untuk pengobatan osteoporosis pada laki-laki akibat steroid.
Bifosfonat merupakan analog pirofosfat yang terdiri dari 2 asam fosfonat yang diikat satu sama
lain oleh atom karbon.1
Bifosfonat dapat mengurangi resorpsi tulang oleh osteoklas dengan cara berikatan pada
permukaan tulang dan menghambat kerja osteoklas dengan cara mengurangi produksi proton dan
enzim lisosomal di bawah osteoklas. Pemberian bisfosfonat oral akan diabsropsi di usus halus
dan absorpsinya sangat buruk, kurang dari 5% dari dosis yang diminum. Jumlah yang absorpsi
juga tergantung pada dosis yang diminum.1
Absorpsi juga akan terhambat bila bisfosfonat diberikan bersama sama dengan kalsium,
kation divalen lainnya, dan berbagai minuman lain kecuali air. Bisfosfonat harus diminum
dengan air, idealnya pada pagi hari pada waktu bangun tidur dalam keadaan perut kosong.
Setelah itu pasien tidak diperkenankan makan apapun, minimal selama 30 menit dan selama itu
pasien harus dalam posisi tegak, tidak boleh berbaring. Khusus untuk eridronat, dapat diberikan
2 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan, karena absorpsinya tidak terlalu dipengaruhi
makanan.1
Kalsitonin (CT) dihasilkan oleh sel C kelenjar tiroid dan berfungsi menghambat resorpsi
tulang oleh osteoklas. Efek biologik utama kalsitonin adalah sebagai penghambat osteoklas.
Dalam beberaoa menit setelah pemberian, efek tersebut sudah mulai bekerja sehingga aktivitas
resorpsi tulang berhenti. Selain itu, kalsitonin juga mempunyai efek menghambat osteosit dan
merangsang osteoblas, tapi efek ini masih kontroversial.1
18
![Page 19: Osteoporosis](https://reader033.vdocuments.pub/reader033/viewer/2022061207/54853ae1b4af9f947b8b462b/html5/thumbnails/19.jpg)
Dosis yang dianjurkan untuk pemberian intra nasal adalah 200 U per hari. Kadar puncak
di dalam plasma akan tercapai dalam waktu 20-30 menit, dan akan dimetabolisme dengan cepat
di ginjal. Pada sekitar separuh pasien yang mendapatkan CT lebih dari 6 bulan, ternyata
terbentuk antibodi yang akan mengurangi efektivitas kalsitonin.1
Natrium florida merupakan stimulator tulang yang sampai sekarang belum disetujui oleh
FDA, tetapi tetap digunakan di beberapa negara. Saat ini tersedia dua preparat yaitu natrium
fluorida (NaF) dalam bentuk tablet salut yang bersifat lepas lambat, dan tablet monofluorofosfat
(MFP). Dosis NaF dibawah 30-40 mg/hari tidak memberikan efek terapetik yang nyata, tetapi
dosis di atas 75-80 mg/hari akan menyebabkan kelainan tulang.1
Terapi kombinasi antara 2 anti-resorptif dan stimulator tulang, ternyata memberikan hasil
yang menjanjikan. Tujuan terapi kombinasi adalah untuk mendapatkan efek maksimal 2 macam
obat yang berbeda mekanismenya dan mendapatkan ekstraskeletal khusus dari masing-masing
obat tersebut.1
Evaluasi hasil pengobatan dilakukan dengan mengulang pemeriksaan densitometri
setelah 1-2 tahun pengobatan dan dinilai peningkatan densitasnya. Bila dalam waktu 1 tahun
tidak terjadi peningkatan maupun penurunan densitas massa tulang, maka pengobatan sudah
dianggap berhasil karena resorpsi tulang dapat ditekan.1
Selain mengulang pemeriksaan densitas massa tulang, maka pemriksaan petanda
biokimia tulang juga dapat digunakan untuk evaluasi pengobatan. Pengunaan petanda biokimia
tulang, dapat menilai hasil terapi lebih cepat yaitu dalam 3-4 bulan setelah pengobatan. Yang
dinilai adalah penurunan kadar berbagai petanda resopsi dan formasi tulang.1
Prognosis
Prognosis pada penyakit osteoporosis ditentukan pada penanganan spesifik terhadap
kebebasan dan kualitas hidup pasien dimana keadaan ini sangat individual dan sedikit berbeda
pasa setiap pasien. Dapat pula dilakukan berbagai tindakan intervensi untuk menghasilkan
pengobatan yang sukses. Tindakan tersebut dapat dilakukan dengan mengunakan alat yang
menyenangkan untuk memicu gerakan badan, mempertahankan keseimbangan tubuh,
mempertahankan hal yang disukai pasien, dan membangun kondisi komunikasi yang dua arah.8
19
![Page 20: Osteoporosis](https://reader033.vdocuments.pub/reader033/viewer/2022061207/54853ae1b4af9f947b8b462b/html5/thumbnails/20.jpg)
Kesimpulan
Pada skenario, wanita berusia 65 tahun tersebut menderita osteoporosis primer yang
disebabkan oleh menurunnya hormon estrogen pasca menopause. Riwayat merokok dan asma
dapat dijadikan sebagai faktor resiko. Diagnosis osteoporosis secara klinis sulit karena gejala
kilinis khas osteoporosis tidak ada. Diagnosis laboratorium radiologi konvensional X-ray DEXA
merupakan gold standar.
Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Ilmu penyakit dalam.
Jakarta: Internal Publishing; 2009. h. 1269-83
2. Santoso M. Pemeriksaan fisik dan diagnostik. Jakarta: Bidang Penerbitan Yayasan
Diabetes Indonesia; 2004. h. 2-3.
3. Suherman SK, Tobing SDAL. Osteoporosis. Jakarta: Infomedika; 2006. h. 1-16, 94-5.
4. Davey P . At glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2005.h. 380.
5. Mitchel R N. Dasar patologis penyakit. Edisi 7. Jakarta: EGC; 2006. h. 728.
6. Corwin E J. Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2009. h. 340-1, 432.
7. Brashers V L . Patofisiologi pemeriksaan dan manajemen. Jakarta: EGC; 2008. h. 337-8.
8. Gueldner SH, Gabo TN, Newman ED, Cooper DR. Osteoporosis. New york: LLC; 2008.
p. 956.
20