p 1

46
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI SISTEM RENAL DAN KARDIOVASKULAR P-I GANGGUAN PADA PEMBULUH DARAH I. TUJUAN Mahasiswa dapat memahami dan mengevaluasi tatalaksana terapi pada penyakit yang berhubungan dengan gangguan pada pembuluh darah yaitu hipertensi dengan tepat. II. DASAR TEORI A. Definisi Kortisol plasma berlebihan (hiperkortisolisme menyebabkan suatu keadaan yang dikenal sebagai sindrom Chusing, dimana aldosteron berlebihan menyebabkan virilisme adrenal. Sindrom-sindrom ini tidak selalu dijumpai dalam bentukmurni tetapi bisa mempunyai gambaran tumpang tindih. B. Etiologi dan Klasifikasi Chusing melukiskan suatu sindrom yang ditandai dengan obesitas badan (truncal obesity), hipertensi, 1

Upload: halimatus-zein

Post on 11-Dec-2014

21 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: P 1

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI

SISTEM RENAL DAN KARDIOVASKULAR

P-I

GANGGUAN PADA PEMBULUH DARAH

I. TUJUAN

Mahasiswa dapat memahami dan mengevaluasi tatalaksana terapi pada

penyakit yang berhubungan dengan gangguan pada pembuluh darah yaitu hipertensi

dengan tepat.

II. DASAR TEORI

A. Definisi

Kortisol plasma berlebihan (hiperkortisolisme menyebabkan suatu keadaan

yang dikenal sebagai sindrom Chusing, dimana aldosteron berlebihan menyebabkan

virilisme adrenal. Sindrom-sindrom ini tidak selalu dijumpai dalam bentukmurni

tetapi bisa mempunyai gambaran tumpang tindih.

B. Etiologi dan Klasifikasi

Chusing melukiskan suatu sindrom yang ditandai dengan obesitas badan

(truncal obesity), hipertensi, mudah lelah kelemahan, amenorea, hirsutisme, striae

abdomen berwarna ungu, edema, glukosuria, osteoporosis, dan tumor basofilik

hipofisis. Sindrom ini kemudian dinamakan sindrom chusing. Sindrom dapat

diklasifikasikan seperti tertera pada Tabel 1. Tanpa mempertimbangkan etiologi,

semua kasus sindrom chusing endogen disebabkan oleh peningkatan produksi

kortisol oleh adrenal. Pada kebanyakan kasus penyebabnya adalah hiperplasia adrenal

bilateral oleh karena hipersekresi ACTH hipofisis atau produksi ACTH oleh tumor

non endokrin. Insiden hiperplasia hipofisis adrenal adalah tiga kali lebih besar pada

wanita daripada laki-laki, kebanyakan muncul pada usia dekade ketiga atau keempat.

1

Page 2: P 1

Penyebab hipersekresi ACTH hipofisis masih diperdebatkan. Beberapa peneliti

berpendapat bahwa defek adalah adenoma hipofisis, pada beberapa laporan dijumpai

tumor-tumor pada lebih 90% pasien dengan hiperplasia adrenal tergantung hipofisis

(pituitary dependent adrenal hyperplasia). Disamping itu, defek bisa berada pada

hipotalamus atau pada pusat-pusat saraf lebih tinggi, menyebabkan pelepasan

corticotropin relaesing hormone (CRH) yang tidak sesuai dengan kadar kortisol yang

beredar. Konsekuensinya akan membutuhkan kadar kortisol lebih tinggi untuk

menekan sekresi ACTH ke rentang normal. Defek primer ini menyebabkan

hiperstimulasi hipofisis, mengakibatkan hiperplasia atau pembentukan tumor. Pada

waktu ini tumor hipofisis bisa menjadi independen dari pengaruh pengaturan sistem

saraf pusat dan/atau kadar kortisol yang beredar. Pada serangkaian pembedahan,

kebanyakan individu dengan hipersekresi ACTH hipofisis menderita adenoma

(diameter <10 mm : 50% adalah 5 mm atau kurang), tetapi bisa dijumpai

makroadenoma (>10 mm) atau hiperplasia difusa sel-sel kortikotropik. Dengan

ditemukan mikroadenoma pada hiperplasia adrenal tergantung hipofisis tidak

menyingkirkan disregulasi CRH hipotalamus sebagai defek pada penyakit chusing.

Pada pengamatan jangka lama menunjukkan kecepatan kekambuhan setelah reseksi

pembedahan yang berhasil perlu menjadi perhatian. Pada beberapa studi, angka

kekambuhan adalah lebih besar dari 20%. Mungkin sulit untuk membedakan antara

kekambuhan dengan terapi yang tidak adekuat. Hanya individu yang mempunyai

tumor hipofisis yang menghasilkan ACTH dipastikan sebagai penyakit chusing,

tetapi pada beberapa sentra tujuan ini digunakan untuk sesorang yang menderita

hipersekresi ACTH hipofisis, tanpa mempertimbangkan apakah tumor dikenali secara

radiografi.

Tumor nonendokrin bisa mensekresi polipeptida yang secara biologik,

kimiawi, dan imunologik tak dapat dibedakan dari ACTH dan CRH dan

menyebabkan hiperplasia adrenal bilateral. Produksi CRH ektopik mengakibatkan,

secara biokimia dan gambaran radiologis, tak dapat dicedakan dari yang disebabkan

oleh hipersekresi ACTH hipofisis. Tanda-tanda dan simtom khas dari sindrom

2

Page 3: P 1

chusing bisa tidak dijumpai atau minimal dengan produksi ACTH ektopik, dan

alkalosis hipokalemik merupakan manifestasi yang predominan. Kebanyakan dari

kasus ini berkaitan dengan primitive small cell (oat cell) tipe dari karsinoma

bronkogenik atau tumor timus, pankreas, atau ovarium, karsinoma medula tiroid, atau

adenoma bronkus. Timbulnya sindrom chusing bisa mendadak, terutama pada pasien-

pasien dengan karsinoma paru, pasien tidak memperlihatkan manifestasi klinik.

Sebaliknya pasien dengan tumor karsinoid atau feokromositoma mempunyai

perjalanan klinis yang lebih lama dan biasanya menunjukkan gambaran chusingoid

tipikal. Sekresi ACTH oleh tumor-tumor nonendokrin juga disertai oleh penumpukan

fragmen ACTH dalam plasma dan peningkatan kadar molekul prekursor ACTH

plasma. Tumor-tumor ini bisa memproduksi jumlah besar ACTH, steroid biasanya

jelas meningkat, dan bisa dijumpai pigmentasi kulit. Hiperpigmentasi pada pasien

dengan sindrom chusing hampir selalu menunjukkan tumor ekstra adrenal, diluar

kranium atau dalam kranium.

Kira-kira 20-25% pasien dengan sindrom chusing menderita neoplasma

adrenal. Tumor ini biasanya unilateral dan kira-kira setengahnya adalah ganas

(maligna). Kadang-kadang pasien mempunyai gambaran biokimia hipersekresi

ACTH hipofisis. Individu ini biasanya mempunyai mikro atau makronodular kedua

kelenjar adrenal mengakibatkan hiperplasie nodular, penyakit autoimun familial pada

anak-anak atau dewasa muda (disebut displasia korteks multinodular berpigmen) dan

hipersensitifitas terhadap gastric inhibitory polypeptide, mungkin sekunder terhadap

peningkatan ekspresi reseptor untuk peptida di korteks adrenal.

Penyebab terbanyak sindrom chusing adalah iatrogenik pemberian steroid

eksogen dengan berbagai alasan. Sementara gambaran klinik mirip dengan yang

dijumpai pada tumor adrenal, pasien-pasien ini biasanya dapat dibedakan didasarkan

pada riwayat dan pemeriksaan laboratorium.

3

Page 4: P 1

Tabel 1. Klasifikasi Sindrom Chusing Berdasarkan Penyebab

Penyebab Sindrom Chusing

Hiperplasia Adrenal

a. Sekunder terhadap kelebihan produksi ACTH hipofisa

1. Disfungsi hipotalamik-hipofisa

2. Mikro dan makroadenoma yang menghasilkan ACTH hipofisa

b. Sekunder terhadap tumor nonendokrin yang menghasilkan ACTH atau CRH

(karsinoma bronkhogenik, karsinoid thimus, karsinoma pankreas, adenoma

bronkus)

Hiperplasia noduler adrenal

Neoplasia adrenal

a. Adenoma

b. Karsinoma

Penyebab eksogen, iatrogenik

a. Penggunaan glukokortikoid

b. Penggunaan ACTH jangka lama

C. Gejala Klinik dan Gambaran Laboratorium

Banyak tanda-tanda dan simtom sindrom chusing menyertai kerja

glukokortikoid. Mobilisasi jaringan ikat suportif perifer menyebabkan kelemahan otot

dan kelelahan, osteoporosis, striae kulit, dan mudah bawah kulit. Osteoporosis bisa

menyebabkan kolaps korpus vertebra dan tulang lain. Peningkatan glukoneogenesis

hati resistensi insulin dapat menyebabkan gangguan toleransi glukosa. Diabetes

melitus klinis dijumpai pada kira-kira 20% pasien, yang mungkin bersifat individu

dengan predisposisi diabetes. Hiperkortisolisme mendorong penumpukan jaringan

adiposa pada tempat-tempat tertentu, khususnya di wajah bagian atas (menyebabkan

moon face), daerah antara kedua tulang belikat (buffalo hump) dan mesenterik

(obesitas badan). Jarang tumor lemak episternal dan pelebaran mediastinum sekunder

4

Page 5: P 1

terhadap penumpukan lemak. Alasan untuk distribusi yang aneh jaringan adiposa ini

belum diketahui, tetapi berhungan dengan resistensi insulin dan/atau peningkatan

kadar insulin. Wajah tampak pletorik, tanpa disertai peningkatan kadar sel darah

merah. Hipertensi sering terjadi dan bisa dijumpai perubahan emosional, mudah

tersinggung, dan emosi labil sampai depresi berat, bingung, atau psikosis. Pada

wanita, peningkatan kadar androgen adrenal dapat menyebabkan jerawat, hirsutis,

dan oligomenorea atau amenorea. Beberapa tanda-tanda dan simtom pada pasien

dengan hiperkortisolisme, misalnya obesitas, hipertensi, osteoporosis, dan diabetes,

adalah nonspesifik dan karena itu kurang membantu dalam mendiagnosis

hiperkortisolisme. Sebaliknya, tanda-tanda mudah berdarah, striae yang khas, miopati

dan virilisasi (meskipun kurang sering) adalah lebih sugestif sindrom chusing.

Kecuali pada sindrom chusing iatrogenik, kadar kortisol plasma dan urin

meningkat. Kadang-kadang hipokalemia, hipokloremia, dan alkalosis metabolik

dijumpai, terutama dengan produksi ACTH ektopik.

D. Diagnosis

Problem diagnostik utama adalah membedakan pasien dengan sindrom

chusing ringan dari hiperkortisolisme fisiologik ringan yang disebut sebagai sindrom

pseudochusing. Termasuk didalamnya fase depresi gangguan afektif, alkoholisme,

penghentian dari instoksikasi alkohol, atau gangguan makan seperti anoreksia dan

bulimia nervosa. Keadaan ini bisa mempunyai gambaran sindrom chusing, termasuk

peningkatan kortisol bebas urin, termasuk gangguan gambaran sekresi kortisol

diurnal, dan gangguan supresi kortisol setelah tes supresi deksametason tengah

malam. Meskipun pemeriksaan fisik bisa memberikan tanda spesifik untuk diagnosa

yang tepat, konfirmasi biokimia bisa jadi mengalami kesulitan dan bisa

membutuhkan pemeriksaan ulang. Studi paling definitif yang ada untuk membedakan

sindrom chusing ringan dari sindrom pseudo-chusing adalah penggunaan tes supresi

deksametason diikuti oleh stimulasi corticotropin-releasing hormone CRH.

5

Page 6: P 1

Diagnosis sindrom chusing bergantung pada kadar produksi kortisol dan

kegagalan menekan sekresi kortisol secara normal bila diberikan deksametason.

Sekali diagnosis ditegakkan, selanjutnya pemeriksaan dirancang untuk menentukan

etiologi.

Untuk skrining awal dilakukan tes supresi deksametason tengah malam. Pada

kasus sulit (misal, pada pasien obesitas), pengukuran kortisol bebas urin 24 jam juga

bisa digunakan sebagai tes skrining. Bila kadar kortisol bebas urin lebih tinggi dari

275 nmol/dl (100 µg/dl) adalah sugestif sindrom chusing. Diagnosis definitif

ditetapkan bila gagal menurunkan kortisol urin menuju ke <80 nmol/dl (30 µg/dl)

atau kortisol plasma turun ke <140 nmol/L (5 µg/dl) setelah tes supresi deksametason

dosis rendah standar (0,5 mg setiap 6 jam selama 48 jam).

Penentuan etiologi sindrom chusing diperumit dengan semua tes yang tersedia

oleh karena tidak spesifik dan tumor-tumor yang menyebabkan sindrom chusing

cenderung spontan dan sering menyebabkan perubahan dramatik sekresi hormone

(hormogenesis periodik). Tidak ada tes yang mempunyai spesifitas lebih besar dari

95%, dan mungkin perlu menggunakan kombinasi tes untuk mencapai diagnosis yang

tepat. Langkah yang digunakan untuk membedakan pasien dengan ACTH-secreting

pituitary microadenoma atau hypothalamic pituitary dysfunction dengan bentuk

sindrom chusing yang lain adalah dengan menentukan respon pengeluaran kortisol

terhadap pemberian deksametason dosis tinggi (2 mg setiap 6 jam selama 2 hari).

Bila diagnosis sindrom chusing tersingkirkan dengan pemeriksaan kortisol basal urin

dan plasma, bisa digunakan tes supresi deksametason dosis tinggi tanpa didahului tes

supresi dosis rendah. Tes supresi dosis tinggi mendekati spesifitas 100% jika kriteria

yang digunakan adalah supresi kortisol bebas urin lebih besar dari 90%. Kadang-

kadang pada individu dengan hiperplasia nodul bilateral dan/atau produksi CRH

ektopik, pengeluaran steroid juga tertekan. Pemberian deksametason dosis tinggi dan

rendah untuk menekan produksi kortisol mengalami kegagalan pada pasien dengan

hiperplasia adrenal sekunder terhadap mikroadenoma hipofisis yang mensekresi

6

Page 7: P 1

ACTH atau tumor nonendokrin yang menghasilkan ACTH dan pada pasien dengan

neoplasma adrenal.

Kadar ACTH plasma dapat digunakan untuk membedakan berbagai penyebab

sindrom chusing, terutama untuk memisahkan penyebab tergantung-ACTH dari tak

tergantung-ACTH. Pada umumnya pemeriksaan ACTH plasma digunakan pada

diagnosis etiologi sindrom chusing tak tergantung-ACTH, sedangkan kebanyakan

tumor adrenal menyebabkan kadar ACTH rendah atau tidak terdeteksi.

Makroadenoma hipofisis yang mensekresi ACTH dan tumor-tumor nonendokrin

yang menghasilkan ACTH biasanya mengakibatkan peningkatan kadar ACTH. Pada

sindrom ACTH ektopik, kadar ACTH bisa jadi meningkat diatas 110 pmol/L (500

pg/mL), dan pada kebanyakan pasien kadar ACTH berada diatas 40 pmol/L (200

pg/mL). pada sindrom chusing sebagai akibat mikroadenoma atau disfungsi

hopotalamik pituitari, kadar ACTH brkisar dari 6-30 pmol/L (30-150 pg/mL) [normal

<14 pmol/L (<60 pg/mL)], dengan setengah kasus nilai berada dalam rentangan

normal. Problem utama dengan menggunakan kadar ACTH pada diagnosis banding

sindrom chusing adalah kadar ACTH bisa sama dengan individu-individu dengan

disfungsi hipothalamik-hipofisis, mikroadenoma hipofisis, produksi CRH ektopik,

dan produksi ACTH dari tumor nonendokrin (terutama tumor karsinoid).

Beberapa pemeriksaan tambahan diajurkan, seperti tes infuse metirapon dan

CRH. Rasional yang mendasari tes ini adalah hipersekresi steroid oleh tumor adrenal

atau produksi ACTH ektopik akan menekan aksis hipotalamik-pituitari sehingga

penghambtan pelepasan ACTH hipofisis. Kebanyakan pasien dengan disfungsi

hipotalamik-pituitari dan/atau mikroadenoma mengalami peningkatan sekresi steroid

atau ACTH sebagai respon terhadap pemberian metiraopon bervariasi. Penggunaan

tes infuse CRH tidak memastikan karena jumlah penelitianyang telah dilakukan

terbatas dan CRH tidak tersedia. Tes CRH positif-palsu dan negative-palsu dapat

terjadi pada psien-pasien dengan tumor nonendokrin dan hipofisis.

Dilema diagnostik utama pada sindrom cushing adalahuntuk menbedakan

disfungsi dan /atau aksis hipotalamik-pituitari dari tumor (mis. karsinoid atau

7

Page 8: P 1

feokromositoma) yang menghasilkan CRH dan/atau ACTH ektopik. Manifestasi

klinik adalah sama kecuali tumor ektopik menghasilkan gejala lain seperti diare dan

flushing dari tumor karsinoid atau hipertensi episodik dari feokromositoma. Kadang-

kadang seseorang dapat membedakan antara produksi ACTH ektopik dari ACTH

hipofisis dengan menggunakan tes metirapon atau CRH, seperti diutarakan di atas.

Pada keadaan ini,computed tomography (CT) kelenjar hipofisis biasanya normal.

Magnetic resonance imaging (MRI) dengan meningkatkan obat gadolinium bias jadi

lebih baik dari CT untuk maksud ini tetapi mikroadenoma hipofisis menunjuikkan

hanya setengah pasien dengan sindrom Cushing. Pada orang dengan imaging

negative,pada beberapa sentra dilakukan pengambilan sampel darah vena untuk

pemeriksaan ACTH. Tidak ada tes yang tersedia dapat dipercaya untuk membedakan

jika tidak dijumpai tumor ektopik atau jika tidak menghasilkan hormone lain.

Diagnosis adenoma adrenal yang menghasilkan kortisol disangkakan dengan

peningkatan tidak proporsional kadar kortisol bebas basal urin dengan hanya

perubahan sedang pada 17-ketosteroid urin atau DHEA sulfat plasma.Sekresi

estrogen adrenal biasanya menurun pada pasien ini sehubungan dengan supresi

ACTH yang diinduksi kortisol involusi zona retikularis yang menghasilkan androgen.

Diagnosis karsinoma adrenal disangkakan dengan massa abdomenyang teraba

dan peningkatan nilai basal 17-ketosteroid urin dan DHEA sulfat plasma. Kadar

kortisol urin dan plasma meningkat bervariasi. Karsinoma adrenal biasanya biasanya

resisten terhadap perangsangan ACTH dan supresi deksametason. Peningkatan

sekresi androgen adrenal sering menyebabkan virilisasi pada perempuan.Karsinoma

adrenokortikal penghasil estrogen biasanya disertai dengan ginekomastia pada laki-

laki dan disfungsi perdarahan uterus pada perempuan. Tumor adrenal ini mensekresi

jumlah androstenedion yang meningkat, di perifer diubah menjadi estrogen : estron

dan estradiol. Karsinoma adrenal yang menyebabkan sindron chusing paling sering

dikaitkan dengan peningkatan kadar hasil antara biosintesis steroid (terutama 11-

deoksikortisol), member kesan bahwa konversi hasil-antara tidak efisien menjadi

produk akhir. Kira-kira 20% karsinoma adrenal tidak ada kaitan dengan sindrom

8

Page 9: P 1

endokrin dan dikira menjadi tak berfungsi atau menghasilkan precursor biologic

steroid inaktif. Kelebihan produksi steroid tidak selalu secara klinik terbukti (misal

androgen pada dewasa).

E. Diagnosis Banding

Diagnosis banding sindrom chusing biasanya amat sulit dan harus selalu

dilakukan konsultasi dengan endokrinologi. Problem dalam menegakkan diagnosis

sindrom chusing termasuk pasien obes, alkoholisme kronik, depresi, dan penyakit-

penyakit akut. Kegemukan amat sangat jarang dijumpai pada sindrom chusing,

lagipula, dengan kegemukan eksogen, sering dijumpai adipositas, bukan adipositas

trunkal. Pada pemeriksaan adrenokortikal, kelainan pada pasien-pasien dengan

kegemukan eksogen biasanya tidak menunjukkan kelainan. Kadar steroid urin basal

pada pasien obes juga normal atau sedikit meninggi. Beberapa pasien mengalami

peningkatan konversi kortisol yang disekresi menjadi metabolit yang dikeluarkan.

Kadar kortisol urin dan darah biasanya normal, dan gambaran diurnal pada kadar

steroid urin dan darah biasanya normal.

Pasien dengan alkoholisme kronik dan depresi mempunyai kelainan yang

sama pada keluaran steroid : peningkatan sedang kortisol urin, tidak ada irama

sirkadian kadar kortisol dan resisten terhadap supresi dengan deksametason (terutama

pada tengah malam dan tes dosis rendah). Sebaliknya pada alkoholik, pasien depresi

tidak mempunyai tanda-tanda dan gejala sindrom chusing. Setelah penghentian

alkohol dan atau perbaikan status emosional, tes steroid biasanya kembali ke normal.

Respon kortisol normal terhadap hipoglikemia diinduksi-insulin, yang bisa

membedakan pasien-pasien ini dari pasien sindrom chusing. Pasien-pasien sakit akut

sering mempunyai hasil tes laboratorium abnormal dan tidak menunjukkan supresi

hipofisis adrenal sebagai respon terhadap deksametason, sedangkan stress berat

(seperti rasa sakit atau demam) mengganggu regulasi sekresi ACTH normal.

Penyebab hiperkortisolisme tanpa stigma cusingoid (jarang) adalah resisten kortisol

primer oleh karena mutasi pada reseptor glukokortikoid tipe 1, resisten tidak

9

Page 10: P 1

sempurna oleh karena pasien tidak menunjukkan tanda-tanda insufisiensi adrenal.

Sindrom cushing iatrogenic, diindus oleh pemberian glikokortikoid atau steroid lain

seperti megestrol yang berikatan pada reseptor glukokortikoid, tidak dapat dibedakan

pada pemeriksaan fisik dari hiperfungsi adrenokortikal endogen. Perbedaan dapat

dibuat dengan mengukur kadar kortisol urin atau darah dalam keadaan basal, pada

sindrom iatrogenic kadar ini merendah sekunder terhadap akses pituitary-adrenal.

Keparahan sindrom Chusing iatrogenic berkaitan dengan dosis steroid total \, waktu

paruh biologik steroid, dan lama terapi. Juga individu yang minum glukokortikoid

pada siang dan malam hari lebih sering menimbulkan sindrom chusing dan dosis

harian total lebih kecil daripada pasien yang hanya meminum pagi hari. Disposisi

enzimatik dan ikatan steroid yang diberikan berbeda diantara pasien.

F. Evaluasi Radiologik Sindrom Chusing

Pemeriksaan radiologic untuk memeriksa adrenal adalah pencitraan tomografi

komputer ( CT Scan) abdomen. CT scan bernilai untuk menentukan lokalisasi tumor

adrenal dan untuk mendiagnosis hyperplasia bilateral. Semua pasien yang mengalami

hipersekresi ACTH hipofisis harus menjalani pemeriksaan pencitraan MRI scan

hipofisis dengan bahan kontras gadolinium. Dengan teknik ini, mikroadenoma kecil

bisa ditemukan. Pada pasien dengan produksi ACTH ektopik, tomografi menjadi

pilihan pertama.

G. Pengobatan

a. Neoplasma Adrenal

Bila diagnosis adenoma atau karsinoma lebih ditegakkan, dilakukan

eksplorasi adrenal dengan eksisi tumor. Oleh karena kemungkinan atrofi adrenal

kontralateral, pasien diobati pra-dan pascaoperatif jika akan dilakukan adrenalektomi

total, bila disangkakan lesi unilateral, rutin menjalani tindakan bedah elektif sama

dengan pasien Addison.

10

Page 11: P 1

Kebanyakan pasien dengan karsinoma adrenal meninggal dalam 3 tahun

setelah diagnosis. Metastasis tersering terjadi di hati dan paru. Obat utama untuk

pengobatan karsinoma adrenal adalah mitotan (o,p”-DDD), isomer dari insektisida

DDT. Obat ini menekan produksi kortisol dan menurunkan kadar kortisol plasma dan

urin. Meskipun kerja sitotoksiknya relatif selektif untuk daerah korteks adrenal yang

memproduksi glukokortikoid, zona glomerulosa juga bisa terganggu. Oleh karena

mitotan juga mengubah metabolisme kortisol ekstraadrenal, kadar kortisol plasma

dan urin harus dievaluasi untuk mentitrasi efek. Obat ini biasanya diberikan dalam

dosis terbagi tiga sampai empat kali sehari, dengan dosis ditingkatkan secara bertahap

menjadi 8-10 gr perhari. Pada dosis tinggi hamper semua pasien mengalami efek

samping, bisa mengalami gangguan gastrointestinal (anoreksia, diare, muntah) atau

neuromuscular (lesu, somnolen, pusing). Semua pasien yang diobati dengan mitotan

harus menjalani terapi pemeliharaan jangka lama, dan pada beberapa pasien perlu

dilakukan penggantian mineralokortikoid. Pada kira-kira sepertiga pasien, tumor dan

metasis mengalami kemunduran, tetapi survival jangka lama terbatas. Pada

kebanyakan pasien, mitotan hanya menghambat steroidogenesis dan tidak

menyebabkan regresi metastasis tumor. Metastasis ke tulang biasanya refrakter

terhadap obat dan harus diobati dengan terapi radiasi. Mitotan juga dapat diberikan

sebagai terapi tambahan setelah reseksi karsinoma adrenal, meskipun tidak terbukti

bahwa ini memperbaiki survival.

b. Hiperplasia Bilateral

Pasien dengan hyperplasia bilateral mengalami peningkatan kadar ACTH

absolute atau relatif. Tetapi harus ditunjukan untuk mengurangi kadar ACTH,

pengobatan ideal adalah pengangkatan. Kadang-kadang (terutama dengan produksi

ACTH ektopik) eksisi tidak memungkinkan oleh karena penyakit sudah lanjut. Pada

keadan ini, medic atau adrenalektomi bisa memperbaiki hiperkortisolisme.

Ada kontroversi terhadap pengobatan hipperplasia adrenal bilateral bila

sumber produksi berlebihan ACTH tidak jelas. Pada beberapa pusat pengobatan,

pasien-pasien ini (terutama yang ACTH tertekan setelah pemberian deksametason

11

Page 12: P 1

dosis tinggi) menjalani eksplorasi bedah hipofisis via trans-sfenoidal dengan harapan

ditemukan mikroadenoma. Pada banyak keadaan dianjurkan selective petrosal sinus

venous sampling, dan pasien dirujuk ke senter yang lebih tepat jika prosedur tidak

tersedia. Jika mikroadenoma tidak dijumpai pada saat eksplorasi, mungkin diperlukan

hipofisektomi total. Komplikasi pembedahan trans-sfenoidal adalah rinorea cairan

serebrospinal renorea, diabetes insipidus, panipopituitarisme dan cidera saraf optic

atau otak. Neoplasma hipofisis ini bisa sembuh jika kelainan utama berada di

hipotalamus.

Pada senter tertentu, adrenalektomi total menjadi pengobatan pilihan. Angka

kesembuhan dengan prosedur ini mendekati 100%. Efek merugikan termasuk

kebutuhan penggantian mineralokortikoid dan glukokortikoid sepanjang hayat dan

10-20% kemungkinan muncul kembali tumor hipofisis sepuluh tahun kemudian

(sindron Nelson). Kebanyakan tumor ini membutuhkan terapi pembedahan. Tidak

pasti apakah mereka muncul de novo pada pasien ini atau dijumpai sebelum

adrenalektomi, tetapi kemungkinan ditemukan terlalu kecil. Evaluasi radiologic

kelenjar hipofisis secara periodic dengan MRI bersama dengan pemeriksaan ACTH

serial harus dilakukan pada semua individu setelah adrenalektomibilateral pada

sindrom Cushing. Tumor-tumor hipofisis bisa menjadi invasive dan menekan

chiasma opticum atau meluas ke sinus kavernosa dan sfenoidalis.

Iradiasi hipofisis jarang dilakukan sebagai pengobatan primer, dicadangkan

untuk tumor rekuren pascaoperasi. Pada beberapa senter, kadar tinggi radiasi gamma

dapat ditujukan pada tempat yang diinginkandengan kurang penyebaran ke jaringan

sekitar dengan menggunakan teknik stereotaktik. Efek samping radiasi termasuk

ocular motor palsy dan hipopituitarisme. Long lag time antara pengobatan dan

remisi , dan angka remisi biasanya kurang dari 50%.

Kadang-kadang pendekatan pembedahan tidak memungkinkan, bisa

diindikasikan “medical” adrenalectomy. Penghambatan steroidogenesisnjuga bisa

diindikasikan pada subjek cushingoid berat sebelum intervensi pembedahan.

Adrenalektomi kimiawi mungkin lebih unggul dengan pemberian penghambat

12

Page 13: P 1

steroidogenesis ketokonazol (600-1200 mg/hari). Mitotan (2-3 g/hari) dan/ atau

penghambatan sintesis steroid aminoglutetimid (1gr/hari) dan metiraponi (2-3gr/hari)

mungkin efektif secara tunggal atau gabungan. Mitotan lambat mencapai efek

(berminggu-minggu). Mifepristone, suatu inhibitor kompetitif ikatan glukokortikoid

terhadap reseptornya, bisa menjadi pilihan pengobatan. Insufisiensi adrenal

merupakan resiko semua obat-obat ini, dan dibutuhkan penggantian steroid.

H. Prognosis

Adenoma adrenal yang berhasil diobati dengan pembedahan mempunyai

prognosis baik dan tidak mungkin kekambuhan terjadi. Prognosis bergantung pada

efek jangka lama dan kelebihan kortisol sebelum pengobatan, terutama aterosklerosis

dan osteoporosis.

Prognosis karsinoma adrenal adalah amat jelek, disamping pembedahan.

Laporan-laporan member kesan survival 5 tahun sebesar 22% dan waktu tengah

survival adalah 14 bulan. Usia kurang 40 tahun dan jauhnya metastasis berhubungan

dengan prognosis yang jelek.

III. KASUS

Ny. SM berumur 32 tahun, menikah, masuk UGD dengan keadaan setengah

sadar. Anak Ny. SM mengatakan bahwa 3 hari terakhir ibunya meriang. Sebelum ke

UGD ibunya mengeluh sakit kepala hebat, lemas, dan badan sulit digerakkan.

Setahun terakhir ini Ny. SM sering gemetar, mata kabur dan rambut rontok sejak 3

bulan yang lalu. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan hasil BB = 85 kg, TB = 160 cm,

TD = 213/134 mmHg, nadi = 120 ×/menit, RR = 20 ×/menit, suhu= 38°C. Dijumpai

gurat keunguan di perut, memar disertai ekimosis pada lengan kanan atas, muka

bulat, luka di jempol kaki yang tidak kunjung sembuh sejak 4 bulan yang lalu.

13

Page 14: P 1

Riwayat pengobatan :

a. 3 hari terakhir minum Neozep Forte 4×sehari untuk menangani meriang

b. Rutin mengkonsumsi metilprednisolon 16 mg per hari untuk mengendalikan asma

yang diderita semenjak SMP kelas 2

c. Mengikuti program KB suntik dengan Depo Provera 3 bulan sekali ketika

berumur 29 tahun sampai sekarang

Riwayat penyakit keluarga : ayah dan ibu Ny. SM tidak mengidap hipertensi maupun

diabetes.

Pemeriksaan darah didapatkan :

Glukosa acak = 250 mg/dl, HbA1c = 7%, kortisol = 1300 nmol/l, ACTH = 5 ng/l

Pertanyaan:

1. Apakah diagnosis dari kasus di atas?

2. Apakah ada hubungan antara riwayat pengobatan dengan diagnosis?

3. Bagaimana penatalaksanaan kasus di atas?

IV. EVALUASI DENGAN METODE SOAP

1. SUBJEKTIF

a. Nama : Ny. SM

b. Umur : 32 tahun

c. Jenis kelamin : wanita

d. Keluhan : sakit kepala hebat, lemas, dan badan sulit digerakkan, gemetaran,

mata kabur, dan rambut rontok sejak 3 bulan yang lalu serta meriang 3 hari

terakhir.

e. Riwayat sakit : -

f. Riwayat penyakit keluarga : ayah dan ibu Ny. SM tidak mengidap hipertensi

maupun diabetes.

g. Riwayat sosial : menikah

14

Page 15: P 1

2. OBJEKTIF

a. Data Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium :

Pemeriksaan Hasil Nilai normal Keterangan

Pemeriksaam Fisik

BB 85 kg BMI = 33,20

160 cm18-25 Obesitas

TB

TD 213/134 mmHg <120/80 mmHg Tinggi

Nadi 120 x/menit 60-100 x/menit Tinggi

RR 20 kali/menit 16-24 kali/menit Normal

Suhu 38C 36,5-37,5C Tinggi

Pemeriksaan darah

Glukosa acak 250 mg/dl <200 mg/dl Tinggi

HbA1c 7% 6,5-7% Normal

Kortisol 1300 nmol/l 138-810 nmol/l Tinggi

ACTH 5 ng/l <3 ng/l Tinggi

b. Lain-lain : dijumpai gurat keunguan di perut, memar disertai ekimosis pada

lengan kanan atas, muka bulat, luka di jempol kaki yang tidak kunjung

sembuh sejak 4 bulan yang lalu.

c. Riwayat Pengobatan :

1. 3 hari terakhir minum Neozep Forte 4×sehari untuk menangani meriang

2. Rutin mengkonsumsi metilprednisolon 16 mg per hari untuk

mengendalikan asma yang diderita semenjak SMP kelas 2

3. Mengikuti program KB suntik dengan Depo Provera 3 bulan sekali ketika

berumur 29 tahun sampai sekarang

15

Page 16: P 1

3. ASSESMENT

Berdasarkan tanda-tanda fisik serta hasil pemeriksaan laboratorium yang

terdapat pada pasien Ny. SM dapat dikatakan bahwa pasien mengalami Cushing

Syndrom yang menyebabkan terjadinya krisis hipertensi.

4. PLAN

a. Tujuan terapi

1. Mengatasi krisis hipertensi

2. Mengobati Cushing Syndrom

3. Mengobati hiperglikemi

4. Menangani Asma

5. Mengganti program KB dari hormonal menjadi non hormonal

6. Menurunkan berat badan

b. Sasaran terapi

1. Menurunkan tekanan darah <130/80 mmHg

2. Menghentikan penyebab Cuching Syndrom :

Pemakaian kortikosteroid dari luar yaitu metil pretnisolon secara

berlahan-lahan

Mengganti program KB dari hormonal menjadi non hormonal

3. Kadar glukosa darah <200 mg/dl dan HbA1c <7%

4. Penanganan asma :

a. Menurunkan dosis metil pretnisolon sampai kadar kortisol sama dengan

tubuh/sedikit lebih tinggi yaitu menjadi 2x pemakaian :

2/3 di pagi hari

1/3 di sore hari

b. Pemakaian secara alternate day (selang-seling, misalnya pagi hari)

c. Ukur kadar kortisol harus <138 nmol/l dan ACTH <3 ng/l

5. Menganti program KB suntik dengan KB kalender, billing, kondom, IUD,

Tubektomi/Vasektomi sesuai pilihan pasien.

16

Page 17: P 1

6. BMI 18-25

c. Terapi farmakologi

Terapi farmakologi untuk pasien Ny. SM dengan settingan UGD karena krisis

hipertensi akibat Cushing Syndrom adalah :

1. Nitropussida: 0,25 ug/kgBB/menit secara parenteral, dosis dinaikkan pelan-

pelan sampai tercapai penurunan tekanan darah yang cukup.

2. Insulin glargline iv 100 IU 1xsehari. Dosis selanjutnya diatur menurut

kebutuhan pasien, dengan dosis total harian berkisar dari 2-100 IU.

3. Metil prednisolon 16 mg :

2/3 di pagi hari

1/3 di sore hari

4. KB suntik diganti dengan KB kalender, billing, kondom, IUD,

Tubektomi/Vasektomi sesuai pilihan pasien.

d. Terapi non farmakologi

1. Infus NaCl 0,9% : 20 ml/kg BB/ jam

2. Diet

3. Gaya hidup sehat

4. Olahraga secara teratur

V. EVALUASI KERASIONALAN OBAT YANG DIGUNAKAN

1. Tepat Indikasi

Tepat Indikasi

Nama Obat Indikasi Mekanisme Aksi Ket

Natrium

nitropusid

Penurunan

tekanan darah

dengan segera

pada pasien

krisis hipertensi.

Merelaksasikan otot polos dari Arteri

dan Vena

Metabolismenya menghasilkan

metabolit Nitric Oxide

Nitric Oxide mengaktivasi Guanylyl

TI

17

Page 18: P 1

cyclase

Enzim Guanylyl cyclase digunakan

dalam sintesa Cyclic Guanosine 3’,5’-

monophosphate (cGMP)

cGMP mengkontrol fosforilasi

beberapa protein yang terlibat dalam

kontrol Free Calcium intra-sel dan

Kontraksi otot polos

Nitric oxide merupakan vasodilator

poten endogen yang dikeluarkan oleh

sel endotel

Insulin

glargline

Pengobatan DM

pada dewasa,

remaja & anak >

6 tahun.

Merupakan hormone polipeptida dengan

struktur komplek berperan mengatur

metabolism karbohidrat, lemak dan

protein.

TI

Metil

prednisolon

Asma bronchial Mekanisme aksi antiinflamasi dari

kortikosteroid belum

diketahui secara pasti. Beberapa yang

ditawarkan adalah berhubungan dengan

metabolisme asam arakidonat, juga

sintesa leukotrien dan prostaglandin,

mengurangi

kerusakan mikrovaskuler, menghambat

produksi dan sekresi sitokin, mencegah

migrasi dan aktivasi sel radang dan

meningkatkan respon reseptor beta

pada otot

polos saluran nafas sehingga dapat

TI

18

Page 19: P 1

mengurangi hipereaktifitas jalan napas,

mengurangi gejala, frekuensi dan

beratnya serangan.

2. Tepat Obat

Tepat Obat

Nama Obat Alasan dipilih obat Ket

Natrium

nitropusid

Merupakan obat pilihan utama dan banyak digunakan

untuk krisis hipertensi.

Kerja sangat kuat dan cepat dalam menurunkan tekanan

darah.

Merupakan vasodelator direkuat baik arterial maupun

venous. Secara iv mempunyai onset cepat.

TO

Insulin

glargline

Efektif dan aman

Tidak menyebabkan hipoglikemi nokturnal

Memberikan kenyamanan untuk pasien dengan satu

kali suntikan per hari dan pasien dapat dengan mudah

dan aman mentitrasi

TO

Metil

prednisolon

Metil prednisolon merupakan pilihan utama oleh karena

penetrasi kejaringan paru yang lebih baik, efek anti

inflamasi yang lebih besar juga efek mineralokortikoid

yang minimal

TO

3. Tepat Dosis

Tepat Dosis

Nama Obat Rekomendasi dosis Dosis yang diberikan Ket

19

Page 20: P 1

Natrium nitropusid 0,3-0,6 ug/kgBB/menit 0,5 ug/kgBB/menit TD

Insulin glargline 2-100 IU/ml 1xsehari 100 IU/ml 1xsehari TD

Metil prednisolon 4-48 mg sehari Tablet 16 mg per hari :

2/3 di pagi hari

1/3 di sore hari

TD

4. Tepat Pasien

Tepat Pasien

Nama obat Kontraindikasi Ket

Natrium

nitropusid

Hipertensi terkompensatori, pasien yang secara fisik

beresiko rendah atau dengan anemia yang tidak

terkoreksi atau hipovolemia atau yang diketahui

sirkulasi darah dalam otak tidak mencukupi.

TP

Insulin glargline Hipersensitivitas terhadap insulin glargline TP

Metil prednisolon Infeksi jamur sistemik, imunisasi, menyusui TP

5. Waspada ESO

Waspada ESO

Nama obat Efek samping Ket

Natrium

nitropusid

Takhikardia, hipotensi postural, mual, muntah-

muntah, diaforesis (berkeringat banyak), ketakutan,

sakit kepala, keresahan/kegelisahan, pusing,

kegugupan otot, rasa tidak enak di belakang tulang

dada, berdebar, berkeringat, pusing, mengantuk,

parestesia (gangguan perasaan kulit seperti

kesemutan), hangat, nyeri perut.

Iritasi & kemerahan pada tempat penyuntikan.

Diberikan

secara

berlahan-

lahan serta

perlu

dilakukan

pemantauan

jika terjadi

20

Page 21: P 1

hipotensi

Insulin

glargline

Hipoglikemia, kerusakan penglihatan temporer,

lipoatrofi atau lipohipertrofi, reaksi pada daerah

suntikan. Jarang: reaksi alergi hebat, edema.  

Diberikan

secara

subkutan

untuk

mencegah

hipoglikemi

Metil

prednisolon

Gangguan cairan & elektrolit, kelemahan otot,

osteonekrosis aseptik, osteoporosis, ulkus peptikum

dengan perlubangan, perdarahan, peregangan perut,

gangguan penyembuhan luka, peningkatan tekanan

dalam mata, keadaan Cushingoid, pertumbuhan

terhambat, haid tidak teratur, katarak subkapsular

posterior.

Diminum

dengan susu

atau bersama

makanan

6. Tersedia Dan Terjangkau

Nama Obat Harga Ket

Natrium nitropusid Rp. 968.000 Vial 50 mg

x 10 biji

Tersedia dan Terjangkau

Insulin glargline Rp. 990.450 Box 100

iu/ml x 3 ml x 5's.

Tersedia dan Terjangkau

Metil prednisolon Rp. 155.284 ,- Tablet 16

mg x 100 biji

Tersedia dan Terjangkau

VI. MONITORING

1. Monitoring tekanan darah <130/80 mmHg jangan samapi terjadi hipotensi

21

Page 22: P 1

2. Monitoring Cuching Syndrom apakah telah membaik atau belum yang dapat

dilihat dari hilangnya tanda-tanda secara fisik dan normalnnya kadar kortisol

<138 nmol/l dan ACTH <3 ng/l

3. Monitoring kadar glukosa darah <200 mg/dl agar tidak terjadi hipoglikemi dan

HbA1c <7%

4. Monitoring luka yang dialami pasien sudah sembuh atau tidak

5. Monitoring penyakit asma apakah sering terjadi kekambuhan atau tidak

6. Monitoring berat badan, BMI 18-25

VII. KIE

1. Mengkomunikasikan kepada pasien tentang kegiatan fisik yang menunjang

pengobatan diabetes mellitus dan hipertensi tetapi tidak mempengaruhi asma,

misalnya yoga, senam pernapasan, jogging dengan durasi pendek dan frekuensi

yang rutin.

2. Mongkomunikasikan pada pasien untuk mengelola stres dan menyarankan untuk

berrekreasi.

3. Memberi informasi kepada pasien tentang cara berdiet yang baik.

4. Menginformasikan pada pasien untuk rutin melakukan pemeriksaan gula darah,

HbA1c, tekanan darah, kortisol dan ACTH.

5. Edukasi pasien untuk melakukan pengontrolan gula darah mandiri (PGDM)

VIII. PEMBAHASAN

Berdasarkan tanda-tanda fisik yang dialami pasien berupa gurat keunguan di

perut, memar disertai ekimosis pada lengan kanan atas, muka bulat dan data hasil

pemeriksaan darah di dapat kadar kortisol = 1300 nmol/l, ACTH = 5 ng/l serta TD

=213/134 mmHg dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami Cushing syndrom yang

dapat menyebabkan krisis hipertensi. Krisis hiperensi diperparah dengan pemakaian

obat Neozep Forte untuk mengobati meriang pasien karena mengandung PPA (Phenil

Profanolamin).

22

Page 23: P 1

Krisis hipertensi adalah keadaan yang sangat berbahaya, karena terjadi

kenaikan tekanan darah yang tinggi dan cepat dalam waktu singkat. Biasanya tekanan

diastolik lebih atau sama dengan 130 mmHg dan menetap lebih dari 6 jam, disertai

dengan gangguan fungsi jantung, ginjal dan otak serta retinopati tingkat III-IV

menurut Keith-Wagner (KW). Di dalam kasus dibuktikan berdasarkan hasil

pemeriksaan tekanan darah pasien yaitu 213/134 mmHg.

Tujuan pengobatan dari krisis hipertensi adalah menurunkan resistensi

vaskular sistemik. Pada kegawatan hipertensi tekanan darah arteri rata-rata

diturunkan secara cepat, sekitar 25% dibandingkan dengan tekanan darah

sebelumnya, dalam beberapa menit atau jam. Penurunan tekanan darah selanjutnya

dilakukan secara lebih perlahan. Sebaiknya penurunan tekanan darah secara cepat

tersebut dicapai dalan 1-4 jam, dilanjutkan dengan penurunan tekanan darah dalam

24 jam berikutnya secara lebih perlahan sehingga tercapai tekanan darah diastolik

sekitar 100 mmHg. Oleh karena itu, obat antihipertensi yang diberikan untuk

kegawatan hipertensi ini berupa sediaan parenteral yang memerlukan titrasi secara

hati-hati sesuai dengan respons klinik. Setelah penurunan tekanan darah secara cepat

tercapai dengan pemberian obat antihipertensi parenteral, dimulai pemberian obat

antihipertensi oral. Jika tekanan darah makin menurun dengan penambahan obat

antihipertensi oral tersebut, dilakukan titrasi penurunan dosis obat antihipertensi

parenteral sampai dihentikan. Pengukuran tekanan darah yang berkesinambungan

dapat dilakukan dengan menggunakan alat monitor tekanan darah osilometrik

otomatik. Penurunan tekanan darah sampai normal dapat dilaksanakan pada saat

pasien berobat jalan.

Obat antihipertensi parenteral yang dapat digunakan untuk menurunkan

tekanan darah secara cepat pada kegawatan hipertensi untuk penangan kasus yang

dialami pasien Ny. SM dengan settingan UGD adalah natrium nitroprusid. Hal ini

seperti yang dilaporkan oleh The Joint National Committee on Detection, Evaluation,

and Treatment of High Blood Pressure (JNC VI). Alasan pemilihan natrium

nitroprusid dalam kasus ini karena selain obat ini bekerja sangat kuat dan cepat dalam

23

Page 24: P 1

menurunkan tekanan darah. Merupakan obat pilihan utama dan banyak digunakan

untuk krisis hipertensi serta merupakan vasodelator direkuat baik arterial maupun

venous. Dan jika diberikan secara iv mempunyai onset cepat. Sehingga dengan

dipilihnya obat ini diharapkan dapat menurunkan tekanan darah pasien secara cepat

menjadi kurang dari 130/80 mmHg. Tekanan darah tersebut hanya untuk pasien

mengalami komplikasi dengan DM. Jika pasien tidak mengalami komplikasi maka

target penurunan tekanan darahnya kurang dari 140/90 mmHg.

Mekanisme neozep forte yang mengandung phenylpropanolamine (PPA)

yang dapat menyebabkan hipertensi belum diketahui secara pasti, namun menurut

FDA PPA dapat memicu naiknya tekanan darah atau memperparah hipertensi. Oleh

karena itu, menghentikan pemakaian neozep forte merupakan salah satu cara

membantu agar hipertensi tidak bertambah parah.

Selain disebabkan karena pemakaian neozep forte, hipertensi yang dialami

pasien juga dikarenakan adanya kompensasi dari Cushing syndrom yang diderita

pasien.

Cushing syndrome adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh

hiperadrenokortisisme akibat neoplasma korteks adrenal atau adenohipofisis, atau

asupan glukokortikoid yang berlebihan. Bila terdapat sekresi sekunder hormon

adrenokortikoid yang berlebihan akibat adenoma hipofisis dikenal sebagai Cushing

Disease (Dorland, 2002).

Dalam kasus, pasien Ny. SM mengalami Cushing syndrom akibat pemakaian

kortikosteroid dari luar yaitu :

Metil prednisolon untuk mengendalikan asma yang dialami pasien, serta

Program KB suntik dengan Devo Provera yang mengandung medroksi

progesteron asetat.

Oleh karena itu, untuk menangani krisis hipertensi yang dialami pasien selain

dengan menggunakan obat juga harus diatasi atau dihilangkan penyebab terjadinya

krisis hipertensi yaitu Cushing syndromnya.

24

Page 25: P 1

Cara yang digunakan untuk menghilangkan Cushing syndrom yaitu dengan

menghilangkan penyebabnya. Dimana Cushing syndrom yang dialami pasien karena

adanya pemakaian kortikosteroid berupa metil prednisolon dan KB suntik dengan

Devo Provera yang mengandung medroksi progesteron asetat. Sehingga pemakaian

obat-obatan tersebut harus dihentikan. Akan tetapi, karena metil prednisolon

merupakan golongan steroid yang termasuk jenis hormon maka penghentiaanya tidak

dapat dihentikan begitu saja atau mendadak karena dapat dapat mengacaukan sistem

regulasi tubuh. Adapun cara untuk menghentikan pemakaain metil prednisolon

adalah sebagai berikut :

1. Pemakaian metil prednisolon dibagi menjadi dua kali pemberian, yaitu :

2/3 di pagi hari

1/3 di sore hari

Pemakaian di pagi hari lebih besar dibandingkan dengan di sore hari karena

produksi kortisol di pagi hari lebih banyak dibandingkan di sore hari.

2. Pemakaian dilakukan secara alternate day (selang-seling, yaitu di pagi hari)

3. Dilakukan pengukuran kadar kortisol apakah telah normal atau sedikit di atas

normal untuk menghentikan pemakain metil prednisolon.

Jika kadar kortisol pasien sudah normal atau sedikit di atas normal, pemakaian

metil prednisolon dapat dihentikan dan diganti dengan obat anti asma yang lain.

Karena pengobatan asama dilakukan seumur hidup pasien, maka pilihan untuk

pengobatan asma yang diberikan dibagi menjadi 2, yaitu :

a. Akut, dangan menggunakan SABA yaitu albuterol yang berupa inhiller. Hal ini

karena perlu tindakan yang cepat.

b. Pemeliharaan, dengan menggunakan salbutamol tablet namun hal ini harus ada

pemeriksaan lebih lanjut apakah pasien berespon baik atau tidak. Pemeriksaan

yang dilakukan dapat berupa tingkat kekambuhan, FVC dan FeV1, fungsi paru

atau lainnya.

Selain itu, pasien juga menderita DM. Hal ini dapat dilihat dari hasil

pemeriksaan kadar glukosa acak = 250 mg/dl dan HbA1c = 7%. Hal ini diperkuat

25

Page 26: P 1

dengan adanya luka di jempol kaki pasien yang tidak kunjung sembuh sejak 4 bulan

yang lalu.

DM yang dialami pasien ini juga disebabkan karena adanya Cushing

syndrom. Disini berkaitan dengan metabolisme karbohidrat sebagai sumber gula

dalam tubuh. Mekanisme DM karena Cushing syndrom adalah sebagai berikut :

1. Perangsangan glukoneogenesis dengan cara meningkatkan enzim terkait dan

pengangkutan asam amino dari jaringan ekstrahepatik, terutama dari otot;

2. Penurunan pemakaian glukosa oleh sel dengan menekan proses oksidasi NADH

untuk membentuk NAD+; dan

3. Peningkatan kadar glukosa darah dan “Diabetes Adrenal” dengan menurunkan

sensitivitas jaringan terhadap insulin.

Dalam kasus disebutkan bahwa pasien mengalami luka di jempol kaki yang

tidak kunjung sembuh sejak 4 bulan yang lalu sehingga diputuskan untuk mengobati

DM yang dialami pasien untuk membantu penyembuhan lukanya. Terapi yang dipilih

untuk pasien Ny. SM ini adalah dengan pemberian insulin glargline secara subkutan

untuk mencegah terjadinya hipoglikemi. Insulin glargline dipilih karena efektif dan

aman serta tidak menyebabkan hipoglikemi nokturnal. Selain itu, insulin glargline

juga memberikan kenyamanan untuk pasien dengan satu kali suntikan per hari dan

pasien dapat dengan mudah dan aman mentitrasi.

Cushing syndrom juga dapat meyebabkan obesitas dan terdapatnya tanda-

tanda khas yang dalam kasus berupa gurat keunguan di perut (striae) dan muka bulat.

Hal ini berkaitan dengan metabolisme lemak dalam tubuh. Mekanisme terjadinya hal

itu dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Mobilisasi asam lemak akibat berkurangnya pengangkutan glukosa ke dalam sel-

sel lemak sehingga menyebabkan asam-asam lemak dilepaskan; dan

2. Obesitas akibat kortisol berlebihan karena penumpukan lemak yang berlebihan di

daerah dada dan kepala, sehingga badan bulat dan wajah “moon face”,

disebabkan oleh perangsangan asupan bahan makanan secara berlebihan disertai

pembentukan lemak di beberapa jaringan tubuh yang berlangsung lebih cepat

26

Page 27: P 1

daripada mobilisasi dan oksidasinya. Penumpukan lemak berlebih yang dapat

menyebabkan kulit mudah memar karena pecahnya pembuluh darah sehingga

pembuluh darah yang rapuh. Tindak lanjut dari hal ini yaitu striae. Hal ini

disebabkan karena distribusi ulang atau penimbunan lemak pada tempat tertentu.

Karena lemaknya banyak maka akan mendesak kulit sehingga kulit teregang dan

menjadi tipis. Oleh karena itu, memar yang terlihat semakin nyata.

Oleh karena itu, dalam kasus tanda-tanda tersebut dan obesitas yang dialami

pasien tidak diterapi dengan obat karena dapat hilang dengan sendirinya jika

sumber yang menjadi penyebab itu semua yaitu Cushing syndrom telah

tertangani. Sehingga hanya dibantu dengan terapi non farmakologi untuk

membantu meningkatkan keberhasilan terpainya.

Sedangkan untuk pemakaian program KB suntik Depo Provera yang

mengandung medroksi progesteron asetet yang dijalani pasien juga harus diganti

karena termasuk KB hormonal yang juga dapat menyebabkan Cushing syndrom.

Oleh karena itu, untuk mengatasinya alternatif pilihannya yaitu dengan mengganti

KB hormonal yang dijalani pasien dengan KB non hormonal misalnya KB kalender,

billing, kondom, IUD, Tubektomi/Vasektomi sesuai pilihan pasien.

Terapi non farmakologi yang dapat membantu keberhasilan terapi yaitu

dipilih adalah sebagai berikut :

1. Infus NaCl 0,9% : 20 ml/kg BB/ jam

Infus disini termasuk dalam terapi non farmakologi karena tidak termasuk obat.

Pada umumnya dalam penanganan UGD selalu diberikan infus sebagai tindakan

medik pertama. Jika pemberian infus tidak memberikan manfaat nyata maka

pemberiaannya dapat dihentikan atau diperlambat kecepatan penetesannya.

Karena pasien mengalami hipertensi dan obesitas yang diasumsikan mengalami

kelebihan cairan, jadi jika diberikan in take cairan lagi dari luar maka akan

meningkatkan tekanan darah pasien. Namun dalam hal ini pengunaan infus

bertujuan untuk membantu mempermudah pemberian obat lain, yaitu natrium

nitroprusit.

27

Page 28: P 1

2. Diet

3. Gaya hidup sehat

4. Olahraga secara teratur

IX. KESIMPULAN

1. Diagnosa : pasien mengalami Cushing Syndrom yang menyebabkan terjadinya

krisis hipertensi.

2. Terapi Farmakologi :

a. Natrium nitropusid: 0,5 ug/kgBB/menit secara parenteral, dosis dinaikkan

pelan-pelan sampai tercapai penurunan tekanan darah yang cukup.

b. Insulin glargline iv 100 IU 1xsehari. Dosis selanjutnya diatur menurut

kebutuhan pasien, dengan dosis total harian berkisar dari 2-100 IU.

c. Metil prednisolon 16 mg :

2/3 di pagi hari

1/3 di sore hari

d. KB suntik diganti dengan KB kalender, billing, kondom, IUD,

Tubektomi/Vasektomi sesuai pilihan pasien.

3. Terapi Non Farmakologi :

a. Infus NaCl 0,9% : 20 ml/kg BB/ jam

b. Diet

c. Gaya hidup sehat

d. Olahraga secara teratur

28