p 1
TRANSCRIPT
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI
SISTEM RENAL DAN KARDIOVASKULAR
P-I
GANGGUAN PADA PEMBULUH DARAH
I. TUJUAN
Mahasiswa dapat memahami dan mengevaluasi tatalaksana terapi pada
penyakit yang berhubungan dengan gangguan pada pembuluh darah yaitu hipertensi
dengan tepat.
II. DASAR TEORI
A. Definisi
Kortisol plasma berlebihan (hiperkortisolisme menyebabkan suatu keadaan
yang dikenal sebagai sindrom Chusing, dimana aldosteron berlebihan menyebabkan
virilisme adrenal. Sindrom-sindrom ini tidak selalu dijumpai dalam bentukmurni
tetapi bisa mempunyai gambaran tumpang tindih.
B. Etiologi dan Klasifikasi
Chusing melukiskan suatu sindrom yang ditandai dengan obesitas badan
(truncal obesity), hipertensi, mudah lelah kelemahan, amenorea, hirsutisme, striae
abdomen berwarna ungu, edema, glukosuria, osteoporosis, dan tumor basofilik
hipofisis. Sindrom ini kemudian dinamakan sindrom chusing. Sindrom dapat
diklasifikasikan seperti tertera pada Tabel 1. Tanpa mempertimbangkan etiologi,
semua kasus sindrom chusing endogen disebabkan oleh peningkatan produksi
kortisol oleh adrenal. Pada kebanyakan kasus penyebabnya adalah hiperplasia adrenal
bilateral oleh karena hipersekresi ACTH hipofisis atau produksi ACTH oleh tumor
non endokrin. Insiden hiperplasia hipofisis adrenal adalah tiga kali lebih besar pada
wanita daripada laki-laki, kebanyakan muncul pada usia dekade ketiga atau keempat.
1
Penyebab hipersekresi ACTH hipofisis masih diperdebatkan. Beberapa peneliti
berpendapat bahwa defek adalah adenoma hipofisis, pada beberapa laporan dijumpai
tumor-tumor pada lebih 90% pasien dengan hiperplasia adrenal tergantung hipofisis
(pituitary dependent adrenal hyperplasia). Disamping itu, defek bisa berada pada
hipotalamus atau pada pusat-pusat saraf lebih tinggi, menyebabkan pelepasan
corticotropin relaesing hormone (CRH) yang tidak sesuai dengan kadar kortisol yang
beredar. Konsekuensinya akan membutuhkan kadar kortisol lebih tinggi untuk
menekan sekresi ACTH ke rentang normal. Defek primer ini menyebabkan
hiperstimulasi hipofisis, mengakibatkan hiperplasia atau pembentukan tumor. Pada
waktu ini tumor hipofisis bisa menjadi independen dari pengaruh pengaturan sistem
saraf pusat dan/atau kadar kortisol yang beredar. Pada serangkaian pembedahan,
kebanyakan individu dengan hipersekresi ACTH hipofisis menderita adenoma
(diameter <10 mm : 50% adalah 5 mm atau kurang), tetapi bisa dijumpai
makroadenoma (>10 mm) atau hiperplasia difusa sel-sel kortikotropik. Dengan
ditemukan mikroadenoma pada hiperplasia adrenal tergantung hipofisis tidak
menyingkirkan disregulasi CRH hipotalamus sebagai defek pada penyakit chusing.
Pada pengamatan jangka lama menunjukkan kecepatan kekambuhan setelah reseksi
pembedahan yang berhasil perlu menjadi perhatian. Pada beberapa studi, angka
kekambuhan adalah lebih besar dari 20%. Mungkin sulit untuk membedakan antara
kekambuhan dengan terapi yang tidak adekuat. Hanya individu yang mempunyai
tumor hipofisis yang menghasilkan ACTH dipastikan sebagai penyakit chusing,
tetapi pada beberapa sentra tujuan ini digunakan untuk sesorang yang menderita
hipersekresi ACTH hipofisis, tanpa mempertimbangkan apakah tumor dikenali secara
radiografi.
Tumor nonendokrin bisa mensekresi polipeptida yang secara biologik,
kimiawi, dan imunologik tak dapat dibedakan dari ACTH dan CRH dan
menyebabkan hiperplasia adrenal bilateral. Produksi CRH ektopik mengakibatkan,
secara biokimia dan gambaran radiologis, tak dapat dicedakan dari yang disebabkan
oleh hipersekresi ACTH hipofisis. Tanda-tanda dan simtom khas dari sindrom
2
chusing bisa tidak dijumpai atau minimal dengan produksi ACTH ektopik, dan
alkalosis hipokalemik merupakan manifestasi yang predominan. Kebanyakan dari
kasus ini berkaitan dengan primitive small cell (oat cell) tipe dari karsinoma
bronkogenik atau tumor timus, pankreas, atau ovarium, karsinoma medula tiroid, atau
adenoma bronkus. Timbulnya sindrom chusing bisa mendadak, terutama pada pasien-
pasien dengan karsinoma paru, pasien tidak memperlihatkan manifestasi klinik.
Sebaliknya pasien dengan tumor karsinoid atau feokromositoma mempunyai
perjalanan klinis yang lebih lama dan biasanya menunjukkan gambaran chusingoid
tipikal. Sekresi ACTH oleh tumor-tumor nonendokrin juga disertai oleh penumpukan
fragmen ACTH dalam plasma dan peningkatan kadar molekul prekursor ACTH
plasma. Tumor-tumor ini bisa memproduksi jumlah besar ACTH, steroid biasanya
jelas meningkat, dan bisa dijumpai pigmentasi kulit. Hiperpigmentasi pada pasien
dengan sindrom chusing hampir selalu menunjukkan tumor ekstra adrenal, diluar
kranium atau dalam kranium.
Kira-kira 20-25% pasien dengan sindrom chusing menderita neoplasma
adrenal. Tumor ini biasanya unilateral dan kira-kira setengahnya adalah ganas
(maligna). Kadang-kadang pasien mempunyai gambaran biokimia hipersekresi
ACTH hipofisis. Individu ini biasanya mempunyai mikro atau makronodular kedua
kelenjar adrenal mengakibatkan hiperplasie nodular, penyakit autoimun familial pada
anak-anak atau dewasa muda (disebut displasia korteks multinodular berpigmen) dan
hipersensitifitas terhadap gastric inhibitory polypeptide, mungkin sekunder terhadap
peningkatan ekspresi reseptor untuk peptida di korteks adrenal.
Penyebab terbanyak sindrom chusing adalah iatrogenik pemberian steroid
eksogen dengan berbagai alasan. Sementara gambaran klinik mirip dengan yang
dijumpai pada tumor adrenal, pasien-pasien ini biasanya dapat dibedakan didasarkan
pada riwayat dan pemeriksaan laboratorium.
3
Tabel 1. Klasifikasi Sindrom Chusing Berdasarkan Penyebab
Penyebab Sindrom Chusing
Hiperplasia Adrenal
a. Sekunder terhadap kelebihan produksi ACTH hipofisa
1. Disfungsi hipotalamik-hipofisa
2. Mikro dan makroadenoma yang menghasilkan ACTH hipofisa
b. Sekunder terhadap tumor nonendokrin yang menghasilkan ACTH atau CRH
(karsinoma bronkhogenik, karsinoid thimus, karsinoma pankreas, adenoma
bronkus)
Hiperplasia noduler adrenal
Neoplasia adrenal
a. Adenoma
b. Karsinoma
Penyebab eksogen, iatrogenik
a. Penggunaan glukokortikoid
b. Penggunaan ACTH jangka lama
C. Gejala Klinik dan Gambaran Laboratorium
Banyak tanda-tanda dan simtom sindrom chusing menyertai kerja
glukokortikoid. Mobilisasi jaringan ikat suportif perifer menyebabkan kelemahan otot
dan kelelahan, osteoporosis, striae kulit, dan mudah bawah kulit. Osteoporosis bisa
menyebabkan kolaps korpus vertebra dan tulang lain. Peningkatan glukoneogenesis
hati resistensi insulin dapat menyebabkan gangguan toleransi glukosa. Diabetes
melitus klinis dijumpai pada kira-kira 20% pasien, yang mungkin bersifat individu
dengan predisposisi diabetes. Hiperkortisolisme mendorong penumpukan jaringan
adiposa pada tempat-tempat tertentu, khususnya di wajah bagian atas (menyebabkan
moon face), daerah antara kedua tulang belikat (buffalo hump) dan mesenterik
(obesitas badan). Jarang tumor lemak episternal dan pelebaran mediastinum sekunder
4
terhadap penumpukan lemak. Alasan untuk distribusi yang aneh jaringan adiposa ini
belum diketahui, tetapi berhungan dengan resistensi insulin dan/atau peningkatan
kadar insulin. Wajah tampak pletorik, tanpa disertai peningkatan kadar sel darah
merah. Hipertensi sering terjadi dan bisa dijumpai perubahan emosional, mudah
tersinggung, dan emosi labil sampai depresi berat, bingung, atau psikosis. Pada
wanita, peningkatan kadar androgen adrenal dapat menyebabkan jerawat, hirsutis,
dan oligomenorea atau amenorea. Beberapa tanda-tanda dan simtom pada pasien
dengan hiperkortisolisme, misalnya obesitas, hipertensi, osteoporosis, dan diabetes,
adalah nonspesifik dan karena itu kurang membantu dalam mendiagnosis
hiperkortisolisme. Sebaliknya, tanda-tanda mudah berdarah, striae yang khas, miopati
dan virilisasi (meskipun kurang sering) adalah lebih sugestif sindrom chusing.
Kecuali pada sindrom chusing iatrogenik, kadar kortisol plasma dan urin
meningkat. Kadang-kadang hipokalemia, hipokloremia, dan alkalosis metabolik
dijumpai, terutama dengan produksi ACTH ektopik.
D. Diagnosis
Problem diagnostik utama adalah membedakan pasien dengan sindrom
chusing ringan dari hiperkortisolisme fisiologik ringan yang disebut sebagai sindrom
pseudochusing. Termasuk didalamnya fase depresi gangguan afektif, alkoholisme,
penghentian dari instoksikasi alkohol, atau gangguan makan seperti anoreksia dan
bulimia nervosa. Keadaan ini bisa mempunyai gambaran sindrom chusing, termasuk
peningkatan kortisol bebas urin, termasuk gangguan gambaran sekresi kortisol
diurnal, dan gangguan supresi kortisol setelah tes supresi deksametason tengah
malam. Meskipun pemeriksaan fisik bisa memberikan tanda spesifik untuk diagnosa
yang tepat, konfirmasi biokimia bisa jadi mengalami kesulitan dan bisa
membutuhkan pemeriksaan ulang. Studi paling definitif yang ada untuk membedakan
sindrom chusing ringan dari sindrom pseudo-chusing adalah penggunaan tes supresi
deksametason diikuti oleh stimulasi corticotropin-releasing hormone CRH.
5
Diagnosis sindrom chusing bergantung pada kadar produksi kortisol dan
kegagalan menekan sekresi kortisol secara normal bila diberikan deksametason.
Sekali diagnosis ditegakkan, selanjutnya pemeriksaan dirancang untuk menentukan
etiologi.
Untuk skrining awal dilakukan tes supresi deksametason tengah malam. Pada
kasus sulit (misal, pada pasien obesitas), pengukuran kortisol bebas urin 24 jam juga
bisa digunakan sebagai tes skrining. Bila kadar kortisol bebas urin lebih tinggi dari
275 nmol/dl (100 µg/dl) adalah sugestif sindrom chusing. Diagnosis definitif
ditetapkan bila gagal menurunkan kortisol urin menuju ke <80 nmol/dl (30 µg/dl)
atau kortisol plasma turun ke <140 nmol/L (5 µg/dl) setelah tes supresi deksametason
dosis rendah standar (0,5 mg setiap 6 jam selama 48 jam).
Penentuan etiologi sindrom chusing diperumit dengan semua tes yang tersedia
oleh karena tidak spesifik dan tumor-tumor yang menyebabkan sindrom chusing
cenderung spontan dan sering menyebabkan perubahan dramatik sekresi hormone
(hormogenesis periodik). Tidak ada tes yang mempunyai spesifitas lebih besar dari
95%, dan mungkin perlu menggunakan kombinasi tes untuk mencapai diagnosis yang
tepat. Langkah yang digunakan untuk membedakan pasien dengan ACTH-secreting
pituitary microadenoma atau hypothalamic pituitary dysfunction dengan bentuk
sindrom chusing yang lain adalah dengan menentukan respon pengeluaran kortisol
terhadap pemberian deksametason dosis tinggi (2 mg setiap 6 jam selama 2 hari).
Bila diagnosis sindrom chusing tersingkirkan dengan pemeriksaan kortisol basal urin
dan plasma, bisa digunakan tes supresi deksametason dosis tinggi tanpa didahului tes
supresi dosis rendah. Tes supresi dosis tinggi mendekati spesifitas 100% jika kriteria
yang digunakan adalah supresi kortisol bebas urin lebih besar dari 90%. Kadang-
kadang pada individu dengan hiperplasia nodul bilateral dan/atau produksi CRH
ektopik, pengeluaran steroid juga tertekan. Pemberian deksametason dosis tinggi dan
rendah untuk menekan produksi kortisol mengalami kegagalan pada pasien dengan
hiperplasia adrenal sekunder terhadap mikroadenoma hipofisis yang mensekresi
6
ACTH atau tumor nonendokrin yang menghasilkan ACTH dan pada pasien dengan
neoplasma adrenal.
Kadar ACTH plasma dapat digunakan untuk membedakan berbagai penyebab
sindrom chusing, terutama untuk memisahkan penyebab tergantung-ACTH dari tak
tergantung-ACTH. Pada umumnya pemeriksaan ACTH plasma digunakan pada
diagnosis etiologi sindrom chusing tak tergantung-ACTH, sedangkan kebanyakan
tumor adrenal menyebabkan kadar ACTH rendah atau tidak terdeteksi.
Makroadenoma hipofisis yang mensekresi ACTH dan tumor-tumor nonendokrin
yang menghasilkan ACTH biasanya mengakibatkan peningkatan kadar ACTH. Pada
sindrom ACTH ektopik, kadar ACTH bisa jadi meningkat diatas 110 pmol/L (500
pg/mL), dan pada kebanyakan pasien kadar ACTH berada diatas 40 pmol/L (200
pg/mL). pada sindrom chusing sebagai akibat mikroadenoma atau disfungsi
hopotalamik pituitari, kadar ACTH brkisar dari 6-30 pmol/L (30-150 pg/mL) [normal
<14 pmol/L (<60 pg/mL)], dengan setengah kasus nilai berada dalam rentangan
normal. Problem utama dengan menggunakan kadar ACTH pada diagnosis banding
sindrom chusing adalah kadar ACTH bisa sama dengan individu-individu dengan
disfungsi hipothalamik-hipofisis, mikroadenoma hipofisis, produksi CRH ektopik,
dan produksi ACTH dari tumor nonendokrin (terutama tumor karsinoid).
Beberapa pemeriksaan tambahan diajurkan, seperti tes infuse metirapon dan
CRH. Rasional yang mendasari tes ini adalah hipersekresi steroid oleh tumor adrenal
atau produksi ACTH ektopik akan menekan aksis hipotalamik-pituitari sehingga
penghambtan pelepasan ACTH hipofisis. Kebanyakan pasien dengan disfungsi
hipotalamik-pituitari dan/atau mikroadenoma mengalami peningkatan sekresi steroid
atau ACTH sebagai respon terhadap pemberian metiraopon bervariasi. Penggunaan
tes infuse CRH tidak memastikan karena jumlah penelitianyang telah dilakukan
terbatas dan CRH tidak tersedia. Tes CRH positif-palsu dan negative-palsu dapat
terjadi pada psien-pasien dengan tumor nonendokrin dan hipofisis.
Dilema diagnostik utama pada sindrom cushing adalahuntuk menbedakan
disfungsi dan /atau aksis hipotalamik-pituitari dari tumor (mis. karsinoid atau
7
feokromositoma) yang menghasilkan CRH dan/atau ACTH ektopik. Manifestasi
klinik adalah sama kecuali tumor ektopik menghasilkan gejala lain seperti diare dan
flushing dari tumor karsinoid atau hipertensi episodik dari feokromositoma. Kadang-
kadang seseorang dapat membedakan antara produksi ACTH ektopik dari ACTH
hipofisis dengan menggunakan tes metirapon atau CRH, seperti diutarakan di atas.
Pada keadaan ini,computed tomography (CT) kelenjar hipofisis biasanya normal.
Magnetic resonance imaging (MRI) dengan meningkatkan obat gadolinium bias jadi
lebih baik dari CT untuk maksud ini tetapi mikroadenoma hipofisis menunjuikkan
hanya setengah pasien dengan sindrom Cushing. Pada orang dengan imaging
negative,pada beberapa sentra dilakukan pengambilan sampel darah vena untuk
pemeriksaan ACTH. Tidak ada tes yang tersedia dapat dipercaya untuk membedakan
jika tidak dijumpai tumor ektopik atau jika tidak menghasilkan hormone lain.
Diagnosis adenoma adrenal yang menghasilkan kortisol disangkakan dengan
peningkatan tidak proporsional kadar kortisol bebas basal urin dengan hanya
perubahan sedang pada 17-ketosteroid urin atau DHEA sulfat plasma.Sekresi
estrogen adrenal biasanya menurun pada pasien ini sehubungan dengan supresi
ACTH yang diinduksi kortisol involusi zona retikularis yang menghasilkan androgen.
Diagnosis karsinoma adrenal disangkakan dengan massa abdomenyang teraba
dan peningkatan nilai basal 17-ketosteroid urin dan DHEA sulfat plasma. Kadar
kortisol urin dan plasma meningkat bervariasi. Karsinoma adrenal biasanya biasanya
resisten terhadap perangsangan ACTH dan supresi deksametason. Peningkatan
sekresi androgen adrenal sering menyebabkan virilisasi pada perempuan.Karsinoma
adrenokortikal penghasil estrogen biasanya disertai dengan ginekomastia pada laki-
laki dan disfungsi perdarahan uterus pada perempuan. Tumor adrenal ini mensekresi
jumlah androstenedion yang meningkat, di perifer diubah menjadi estrogen : estron
dan estradiol. Karsinoma adrenal yang menyebabkan sindron chusing paling sering
dikaitkan dengan peningkatan kadar hasil antara biosintesis steroid (terutama 11-
deoksikortisol), member kesan bahwa konversi hasil-antara tidak efisien menjadi
produk akhir. Kira-kira 20% karsinoma adrenal tidak ada kaitan dengan sindrom
8
endokrin dan dikira menjadi tak berfungsi atau menghasilkan precursor biologic
steroid inaktif. Kelebihan produksi steroid tidak selalu secara klinik terbukti (misal
androgen pada dewasa).
E. Diagnosis Banding
Diagnosis banding sindrom chusing biasanya amat sulit dan harus selalu
dilakukan konsultasi dengan endokrinologi. Problem dalam menegakkan diagnosis
sindrom chusing termasuk pasien obes, alkoholisme kronik, depresi, dan penyakit-
penyakit akut. Kegemukan amat sangat jarang dijumpai pada sindrom chusing,
lagipula, dengan kegemukan eksogen, sering dijumpai adipositas, bukan adipositas
trunkal. Pada pemeriksaan adrenokortikal, kelainan pada pasien-pasien dengan
kegemukan eksogen biasanya tidak menunjukkan kelainan. Kadar steroid urin basal
pada pasien obes juga normal atau sedikit meninggi. Beberapa pasien mengalami
peningkatan konversi kortisol yang disekresi menjadi metabolit yang dikeluarkan.
Kadar kortisol urin dan darah biasanya normal, dan gambaran diurnal pada kadar
steroid urin dan darah biasanya normal.
Pasien dengan alkoholisme kronik dan depresi mempunyai kelainan yang
sama pada keluaran steroid : peningkatan sedang kortisol urin, tidak ada irama
sirkadian kadar kortisol dan resisten terhadap supresi dengan deksametason (terutama
pada tengah malam dan tes dosis rendah). Sebaliknya pada alkoholik, pasien depresi
tidak mempunyai tanda-tanda dan gejala sindrom chusing. Setelah penghentian
alkohol dan atau perbaikan status emosional, tes steroid biasanya kembali ke normal.
Respon kortisol normal terhadap hipoglikemia diinduksi-insulin, yang bisa
membedakan pasien-pasien ini dari pasien sindrom chusing. Pasien-pasien sakit akut
sering mempunyai hasil tes laboratorium abnormal dan tidak menunjukkan supresi
hipofisis adrenal sebagai respon terhadap deksametason, sedangkan stress berat
(seperti rasa sakit atau demam) mengganggu regulasi sekresi ACTH normal.
Penyebab hiperkortisolisme tanpa stigma cusingoid (jarang) adalah resisten kortisol
primer oleh karena mutasi pada reseptor glukokortikoid tipe 1, resisten tidak
9
sempurna oleh karena pasien tidak menunjukkan tanda-tanda insufisiensi adrenal.
Sindrom cushing iatrogenic, diindus oleh pemberian glikokortikoid atau steroid lain
seperti megestrol yang berikatan pada reseptor glukokortikoid, tidak dapat dibedakan
pada pemeriksaan fisik dari hiperfungsi adrenokortikal endogen. Perbedaan dapat
dibuat dengan mengukur kadar kortisol urin atau darah dalam keadaan basal, pada
sindrom iatrogenic kadar ini merendah sekunder terhadap akses pituitary-adrenal.
Keparahan sindrom Chusing iatrogenic berkaitan dengan dosis steroid total \, waktu
paruh biologik steroid, dan lama terapi. Juga individu yang minum glukokortikoid
pada siang dan malam hari lebih sering menimbulkan sindrom chusing dan dosis
harian total lebih kecil daripada pasien yang hanya meminum pagi hari. Disposisi
enzimatik dan ikatan steroid yang diberikan berbeda diantara pasien.
F. Evaluasi Radiologik Sindrom Chusing
Pemeriksaan radiologic untuk memeriksa adrenal adalah pencitraan tomografi
komputer ( CT Scan) abdomen. CT scan bernilai untuk menentukan lokalisasi tumor
adrenal dan untuk mendiagnosis hyperplasia bilateral. Semua pasien yang mengalami
hipersekresi ACTH hipofisis harus menjalani pemeriksaan pencitraan MRI scan
hipofisis dengan bahan kontras gadolinium. Dengan teknik ini, mikroadenoma kecil
bisa ditemukan. Pada pasien dengan produksi ACTH ektopik, tomografi menjadi
pilihan pertama.
G. Pengobatan
a. Neoplasma Adrenal
Bila diagnosis adenoma atau karsinoma lebih ditegakkan, dilakukan
eksplorasi adrenal dengan eksisi tumor. Oleh karena kemungkinan atrofi adrenal
kontralateral, pasien diobati pra-dan pascaoperatif jika akan dilakukan adrenalektomi
total, bila disangkakan lesi unilateral, rutin menjalani tindakan bedah elektif sama
dengan pasien Addison.
10
Kebanyakan pasien dengan karsinoma adrenal meninggal dalam 3 tahun
setelah diagnosis. Metastasis tersering terjadi di hati dan paru. Obat utama untuk
pengobatan karsinoma adrenal adalah mitotan (o,p”-DDD), isomer dari insektisida
DDT. Obat ini menekan produksi kortisol dan menurunkan kadar kortisol plasma dan
urin. Meskipun kerja sitotoksiknya relatif selektif untuk daerah korteks adrenal yang
memproduksi glukokortikoid, zona glomerulosa juga bisa terganggu. Oleh karena
mitotan juga mengubah metabolisme kortisol ekstraadrenal, kadar kortisol plasma
dan urin harus dievaluasi untuk mentitrasi efek. Obat ini biasanya diberikan dalam
dosis terbagi tiga sampai empat kali sehari, dengan dosis ditingkatkan secara bertahap
menjadi 8-10 gr perhari. Pada dosis tinggi hamper semua pasien mengalami efek
samping, bisa mengalami gangguan gastrointestinal (anoreksia, diare, muntah) atau
neuromuscular (lesu, somnolen, pusing). Semua pasien yang diobati dengan mitotan
harus menjalani terapi pemeliharaan jangka lama, dan pada beberapa pasien perlu
dilakukan penggantian mineralokortikoid. Pada kira-kira sepertiga pasien, tumor dan
metasis mengalami kemunduran, tetapi survival jangka lama terbatas. Pada
kebanyakan pasien, mitotan hanya menghambat steroidogenesis dan tidak
menyebabkan regresi metastasis tumor. Metastasis ke tulang biasanya refrakter
terhadap obat dan harus diobati dengan terapi radiasi. Mitotan juga dapat diberikan
sebagai terapi tambahan setelah reseksi karsinoma adrenal, meskipun tidak terbukti
bahwa ini memperbaiki survival.
b. Hiperplasia Bilateral
Pasien dengan hyperplasia bilateral mengalami peningkatan kadar ACTH
absolute atau relatif. Tetapi harus ditunjukan untuk mengurangi kadar ACTH,
pengobatan ideal adalah pengangkatan. Kadang-kadang (terutama dengan produksi
ACTH ektopik) eksisi tidak memungkinkan oleh karena penyakit sudah lanjut. Pada
keadan ini, medic atau adrenalektomi bisa memperbaiki hiperkortisolisme.
Ada kontroversi terhadap pengobatan hipperplasia adrenal bilateral bila
sumber produksi berlebihan ACTH tidak jelas. Pada beberapa pusat pengobatan,
pasien-pasien ini (terutama yang ACTH tertekan setelah pemberian deksametason
11
dosis tinggi) menjalani eksplorasi bedah hipofisis via trans-sfenoidal dengan harapan
ditemukan mikroadenoma. Pada banyak keadaan dianjurkan selective petrosal sinus
venous sampling, dan pasien dirujuk ke senter yang lebih tepat jika prosedur tidak
tersedia. Jika mikroadenoma tidak dijumpai pada saat eksplorasi, mungkin diperlukan
hipofisektomi total. Komplikasi pembedahan trans-sfenoidal adalah rinorea cairan
serebrospinal renorea, diabetes insipidus, panipopituitarisme dan cidera saraf optic
atau otak. Neoplasma hipofisis ini bisa sembuh jika kelainan utama berada di
hipotalamus.
Pada senter tertentu, adrenalektomi total menjadi pengobatan pilihan. Angka
kesembuhan dengan prosedur ini mendekati 100%. Efek merugikan termasuk
kebutuhan penggantian mineralokortikoid dan glukokortikoid sepanjang hayat dan
10-20% kemungkinan muncul kembali tumor hipofisis sepuluh tahun kemudian
(sindron Nelson). Kebanyakan tumor ini membutuhkan terapi pembedahan. Tidak
pasti apakah mereka muncul de novo pada pasien ini atau dijumpai sebelum
adrenalektomi, tetapi kemungkinan ditemukan terlalu kecil. Evaluasi radiologic
kelenjar hipofisis secara periodic dengan MRI bersama dengan pemeriksaan ACTH
serial harus dilakukan pada semua individu setelah adrenalektomibilateral pada
sindrom Cushing. Tumor-tumor hipofisis bisa menjadi invasive dan menekan
chiasma opticum atau meluas ke sinus kavernosa dan sfenoidalis.
Iradiasi hipofisis jarang dilakukan sebagai pengobatan primer, dicadangkan
untuk tumor rekuren pascaoperasi. Pada beberapa senter, kadar tinggi radiasi gamma
dapat ditujukan pada tempat yang diinginkandengan kurang penyebaran ke jaringan
sekitar dengan menggunakan teknik stereotaktik. Efek samping radiasi termasuk
ocular motor palsy dan hipopituitarisme. Long lag time antara pengobatan dan
remisi , dan angka remisi biasanya kurang dari 50%.
Kadang-kadang pendekatan pembedahan tidak memungkinkan, bisa
diindikasikan “medical” adrenalectomy. Penghambatan steroidogenesisnjuga bisa
diindikasikan pada subjek cushingoid berat sebelum intervensi pembedahan.
Adrenalektomi kimiawi mungkin lebih unggul dengan pemberian penghambat
12
steroidogenesis ketokonazol (600-1200 mg/hari). Mitotan (2-3 g/hari) dan/ atau
penghambatan sintesis steroid aminoglutetimid (1gr/hari) dan metiraponi (2-3gr/hari)
mungkin efektif secara tunggal atau gabungan. Mitotan lambat mencapai efek
(berminggu-minggu). Mifepristone, suatu inhibitor kompetitif ikatan glukokortikoid
terhadap reseptornya, bisa menjadi pilihan pengobatan. Insufisiensi adrenal
merupakan resiko semua obat-obat ini, dan dibutuhkan penggantian steroid.
H. Prognosis
Adenoma adrenal yang berhasil diobati dengan pembedahan mempunyai
prognosis baik dan tidak mungkin kekambuhan terjadi. Prognosis bergantung pada
efek jangka lama dan kelebihan kortisol sebelum pengobatan, terutama aterosklerosis
dan osteoporosis.
Prognosis karsinoma adrenal adalah amat jelek, disamping pembedahan.
Laporan-laporan member kesan survival 5 tahun sebesar 22% dan waktu tengah
survival adalah 14 bulan. Usia kurang 40 tahun dan jauhnya metastasis berhubungan
dengan prognosis yang jelek.
III. KASUS
Ny. SM berumur 32 tahun, menikah, masuk UGD dengan keadaan setengah
sadar. Anak Ny. SM mengatakan bahwa 3 hari terakhir ibunya meriang. Sebelum ke
UGD ibunya mengeluh sakit kepala hebat, lemas, dan badan sulit digerakkan.
Setahun terakhir ini Ny. SM sering gemetar, mata kabur dan rambut rontok sejak 3
bulan yang lalu. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan hasil BB = 85 kg, TB = 160 cm,
TD = 213/134 mmHg, nadi = 120 ×/menit, RR = 20 ×/menit, suhu= 38°C. Dijumpai
gurat keunguan di perut, memar disertai ekimosis pada lengan kanan atas, muka
bulat, luka di jempol kaki yang tidak kunjung sembuh sejak 4 bulan yang lalu.
13
Riwayat pengobatan :
a. 3 hari terakhir minum Neozep Forte 4×sehari untuk menangani meriang
b. Rutin mengkonsumsi metilprednisolon 16 mg per hari untuk mengendalikan asma
yang diderita semenjak SMP kelas 2
c. Mengikuti program KB suntik dengan Depo Provera 3 bulan sekali ketika
berumur 29 tahun sampai sekarang
Riwayat penyakit keluarga : ayah dan ibu Ny. SM tidak mengidap hipertensi maupun
diabetes.
Pemeriksaan darah didapatkan :
Glukosa acak = 250 mg/dl, HbA1c = 7%, kortisol = 1300 nmol/l, ACTH = 5 ng/l
Pertanyaan:
1. Apakah diagnosis dari kasus di atas?
2. Apakah ada hubungan antara riwayat pengobatan dengan diagnosis?
3. Bagaimana penatalaksanaan kasus di atas?
IV. EVALUASI DENGAN METODE SOAP
1. SUBJEKTIF
a. Nama : Ny. SM
b. Umur : 32 tahun
c. Jenis kelamin : wanita
d. Keluhan : sakit kepala hebat, lemas, dan badan sulit digerakkan, gemetaran,
mata kabur, dan rambut rontok sejak 3 bulan yang lalu serta meriang 3 hari
terakhir.
e. Riwayat sakit : -
f. Riwayat penyakit keluarga : ayah dan ibu Ny. SM tidak mengidap hipertensi
maupun diabetes.
g. Riwayat sosial : menikah
14
2. OBJEKTIF
a. Data Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium :
Pemeriksaan Hasil Nilai normal Keterangan
Pemeriksaam Fisik
BB 85 kg BMI = 33,20
160 cm18-25 Obesitas
TB
TD 213/134 mmHg <120/80 mmHg Tinggi
Nadi 120 x/menit 60-100 x/menit Tinggi
RR 20 kali/menit 16-24 kali/menit Normal
Suhu 38C 36,5-37,5C Tinggi
Pemeriksaan darah
Glukosa acak 250 mg/dl <200 mg/dl Tinggi
HbA1c 7% 6,5-7% Normal
Kortisol 1300 nmol/l 138-810 nmol/l Tinggi
ACTH 5 ng/l <3 ng/l Tinggi
b. Lain-lain : dijumpai gurat keunguan di perut, memar disertai ekimosis pada
lengan kanan atas, muka bulat, luka di jempol kaki yang tidak kunjung
sembuh sejak 4 bulan yang lalu.
c. Riwayat Pengobatan :
1. 3 hari terakhir minum Neozep Forte 4×sehari untuk menangani meriang
2. Rutin mengkonsumsi metilprednisolon 16 mg per hari untuk
mengendalikan asma yang diderita semenjak SMP kelas 2
3. Mengikuti program KB suntik dengan Depo Provera 3 bulan sekali ketika
berumur 29 tahun sampai sekarang
15
3. ASSESMENT
Berdasarkan tanda-tanda fisik serta hasil pemeriksaan laboratorium yang
terdapat pada pasien Ny. SM dapat dikatakan bahwa pasien mengalami Cushing
Syndrom yang menyebabkan terjadinya krisis hipertensi.
4. PLAN
a. Tujuan terapi
1. Mengatasi krisis hipertensi
2. Mengobati Cushing Syndrom
3. Mengobati hiperglikemi
4. Menangani Asma
5. Mengganti program KB dari hormonal menjadi non hormonal
6. Menurunkan berat badan
b. Sasaran terapi
1. Menurunkan tekanan darah <130/80 mmHg
2. Menghentikan penyebab Cuching Syndrom :
Pemakaian kortikosteroid dari luar yaitu metil pretnisolon secara
berlahan-lahan
Mengganti program KB dari hormonal menjadi non hormonal
3. Kadar glukosa darah <200 mg/dl dan HbA1c <7%
4. Penanganan asma :
a. Menurunkan dosis metil pretnisolon sampai kadar kortisol sama dengan
tubuh/sedikit lebih tinggi yaitu menjadi 2x pemakaian :
2/3 di pagi hari
1/3 di sore hari
b. Pemakaian secara alternate day (selang-seling, misalnya pagi hari)
c. Ukur kadar kortisol harus <138 nmol/l dan ACTH <3 ng/l
5. Menganti program KB suntik dengan KB kalender, billing, kondom, IUD,
Tubektomi/Vasektomi sesuai pilihan pasien.
16
6. BMI 18-25
c. Terapi farmakologi
Terapi farmakologi untuk pasien Ny. SM dengan settingan UGD karena krisis
hipertensi akibat Cushing Syndrom adalah :
1. Nitropussida: 0,25 ug/kgBB/menit secara parenteral, dosis dinaikkan pelan-
pelan sampai tercapai penurunan tekanan darah yang cukup.
2. Insulin glargline iv 100 IU 1xsehari. Dosis selanjutnya diatur menurut
kebutuhan pasien, dengan dosis total harian berkisar dari 2-100 IU.
3. Metil prednisolon 16 mg :
2/3 di pagi hari
1/3 di sore hari
4. KB suntik diganti dengan KB kalender, billing, kondom, IUD,
Tubektomi/Vasektomi sesuai pilihan pasien.
d. Terapi non farmakologi
1. Infus NaCl 0,9% : 20 ml/kg BB/ jam
2. Diet
3. Gaya hidup sehat
4. Olahraga secara teratur
V. EVALUASI KERASIONALAN OBAT YANG DIGUNAKAN
1. Tepat Indikasi
Tepat Indikasi
Nama Obat Indikasi Mekanisme Aksi Ket
Natrium
nitropusid
Penurunan
tekanan darah
dengan segera
pada pasien
krisis hipertensi.
Merelaksasikan otot polos dari Arteri
dan Vena
Metabolismenya menghasilkan
metabolit Nitric Oxide
Nitric Oxide mengaktivasi Guanylyl
TI
17
cyclase
Enzim Guanylyl cyclase digunakan
dalam sintesa Cyclic Guanosine 3’,5’-
monophosphate (cGMP)
cGMP mengkontrol fosforilasi
beberapa protein yang terlibat dalam
kontrol Free Calcium intra-sel dan
Kontraksi otot polos
Nitric oxide merupakan vasodilator
poten endogen yang dikeluarkan oleh
sel endotel
Insulin
glargline
Pengobatan DM
pada dewasa,
remaja & anak >
6 tahun.
Merupakan hormone polipeptida dengan
struktur komplek berperan mengatur
metabolism karbohidrat, lemak dan
protein.
TI
Metil
prednisolon
Asma bronchial Mekanisme aksi antiinflamasi dari
kortikosteroid belum
diketahui secara pasti. Beberapa yang
ditawarkan adalah berhubungan dengan
metabolisme asam arakidonat, juga
sintesa leukotrien dan prostaglandin,
mengurangi
kerusakan mikrovaskuler, menghambat
produksi dan sekresi sitokin, mencegah
migrasi dan aktivasi sel radang dan
meningkatkan respon reseptor beta
pada otot
polos saluran nafas sehingga dapat
TI
18
mengurangi hipereaktifitas jalan napas,
mengurangi gejala, frekuensi dan
beratnya serangan.
2. Tepat Obat
Tepat Obat
Nama Obat Alasan dipilih obat Ket
Natrium
nitropusid
Merupakan obat pilihan utama dan banyak digunakan
untuk krisis hipertensi.
Kerja sangat kuat dan cepat dalam menurunkan tekanan
darah.
Merupakan vasodelator direkuat baik arterial maupun
venous. Secara iv mempunyai onset cepat.
TO
Insulin
glargline
Efektif dan aman
Tidak menyebabkan hipoglikemi nokturnal
Memberikan kenyamanan untuk pasien dengan satu
kali suntikan per hari dan pasien dapat dengan mudah
dan aman mentitrasi
TO
Metil
prednisolon
Metil prednisolon merupakan pilihan utama oleh karena
penetrasi kejaringan paru yang lebih baik, efek anti
inflamasi yang lebih besar juga efek mineralokortikoid
yang minimal
TO
3. Tepat Dosis
Tepat Dosis
Nama Obat Rekomendasi dosis Dosis yang diberikan Ket
19
Natrium nitropusid 0,3-0,6 ug/kgBB/menit 0,5 ug/kgBB/menit TD
Insulin glargline 2-100 IU/ml 1xsehari 100 IU/ml 1xsehari TD
Metil prednisolon 4-48 mg sehari Tablet 16 mg per hari :
2/3 di pagi hari
1/3 di sore hari
TD
4. Tepat Pasien
Tepat Pasien
Nama obat Kontraindikasi Ket
Natrium
nitropusid
Hipertensi terkompensatori, pasien yang secara fisik
beresiko rendah atau dengan anemia yang tidak
terkoreksi atau hipovolemia atau yang diketahui
sirkulasi darah dalam otak tidak mencukupi.
TP
Insulin glargline Hipersensitivitas terhadap insulin glargline TP
Metil prednisolon Infeksi jamur sistemik, imunisasi, menyusui TP
5. Waspada ESO
Waspada ESO
Nama obat Efek samping Ket
Natrium
nitropusid
Takhikardia, hipotensi postural, mual, muntah-
muntah, diaforesis (berkeringat banyak), ketakutan,
sakit kepala, keresahan/kegelisahan, pusing,
kegugupan otot, rasa tidak enak di belakang tulang
dada, berdebar, berkeringat, pusing, mengantuk,
parestesia (gangguan perasaan kulit seperti
kesemutan), hangat, nyeri perut.
Iritasi & kemerahan pada tempat penyuntikan.
Diberikan
secara
berlahan-
lahan serta
perlu
dilakukan
pemantauan
jika terjadi
20
hipotensi
Insulin
glargline
Hipoglikemia, kerusakan penglihatan temporer,
lipoatrofi atau lipohipertrofi, reaksi pada daerah
suntikan. Jarang: reaksi alergi hebat, edema.
Diberikan
secara
subkutan
untuk
mencegah
hipoglikemi
Metil
prednisolon
Gangguan cairan & elektrolit, kelemahan otot,
osteonekrosis aseptik, osteoporosis, ulkus peptikum
dengan perlubangan, perdarahan, peregangan perut,
gangguan penyembuhan luka, peningkatan tekanan
dalam mata, keadaan Cushingoid, pertumbuhan
terhambat, haid tidak teratur, katarak subkapsular
posterior.
Diminum
dengan susu
atau bersama
makanan
6. Tersedia Dan Terjangkau
Nama Obat Harga Ket
Natrium nitropusid Rp. 968.000 Vial 50 mg
x 10 biji
Tersedia dan Terjangkau
Insulin glargline Rp. 990.450 Box 100
iu/ml x 3 ml x 5's.
Tersedia dan Terjangkau
Metil prednisolon Rp. 155.284 ,- Tablet 16
mg x 100 biji
Tersedia dan Terjangkau
VI. MONITORING
1. Monitoring tekanan darah <130/80 mmHg jangan samapi terjadi hipotensi
21
2. Monitoring Cuching Syndrom apakah telah membaik atau belum yang dapat
dilihat dari hilangnya tanda-tanda secara fisik dan normalnnya kadar kortisol
<138 nmol/l dan ACTH <3 ng/l
3. Monitoring kadar glukosa darah <200 mg/dl agar tidak terjadi hipoglikemi dan
HbA1c <7%
4. Monitoring luka yang dialami pasien sudah sembuh atau tidak
5. Monitoring penyakit asma apakah sering terjadi kekambuhan atau tidak
6. Monitoring berat badan, BMI 18-25
VII. KIE
1. Mengkomunikasikan kepada pasien tentang kegiatan fisik yang menunjang
pengobatan diabetes mellitus dan hipertensi tetapi tidak mempengaruhi asma,
misalnya yoga, senam pernapasan, jogging dengan durasi pendek dan frekuensi
yang rutin.
2. Mongkomunikasikan pada pasien untuk mengelola stres dan menyarankan untuk
berrekreasi.
3. Memberi informasi kepada pasien tentang cara berdiet yang baik.
4. Menginformasikan pada pasien untuk rutin melakukan pemeriksaan gula darah,
HbA1c, tekanan darah, kortisol dan ACTH.
5. Edukasi pasien untuk melakukan pengontrolan gula darah mandiri (PGDM)
VIII. PEMBAHASAN
Berdasarkan tanda-tanda fisik yang dialami pasien berupa gurat keunguan di
perut, memar disertai ekimosis pada lengan kanan atas, muka bulat dan data hasil
pemeriksaan darah di dapat kadar kortisol = 1300 nmol/l, ACTH = 5 ng/l serta TD
=213/134 mmHg dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami Cushing syndrom yang
dapat menyebabkan krisis hipertensi. Krisis hiperensi diperparah dengan pemakaian
obat Neozep Forte untuk mengobati meriang pasien karena mengandung PPA (Phenil
Profanolamin).
22
Krisis hipertensi adalah keadaan yang sangat berbahaya, karena terjadi
kenaikan tekanan darah yang tinggi dan cepat dalam waktu singkat. Biasanya tekanan
diastolik lebih atau sama dengan 130 mmHg dan menetap lebih dari 6 jam, disertai
dengan gangguan fungsi jantung, ginjal dan otak serta retinopati tingkat III-IV
menurut Keith-Wagner (KW). Di dalam kasus dibuktikan berdasarkan hasil
pemeriksaan tekanan darah pasien yaitu 213/134 mmHg.
Tujuan pengobatan dari krisis hipertensi adalah menurunkan resistensi
vaskular sistemik. Pada kegawatan hipertensi tekanan darah arteri rata-rata
diturunkan secara cepat, sekitar 25% dibandingkan dengan tekanan darah
sebelumnya, dalam beberapa menit atau jam. Penurunan tekanan darah selanjutnya
dilakukan secara lebih perlahan. Sebaiknya penurunan tekanan darah secara cepat
tersebut dicapai dalan 1-4 jam, dilanjutkan dengan penurunan tekanan darah dalam
24 jam berikutnya secara lebih perlahan sehingga tercapai tekanan darah diastolik
sekitar 100 mmHg. Oleh karena itu, obat antihipertensi yang diberikan untuk
kegawatan hipertensi ini berupa sediaan parenteral yang memerlukan titrasi secara
hati-hati sesuai dengan respons klinik. Setelah penurunan tekanan darah secara cepat
tercapai dengan pemberian obat antihipertensi parenteral, dimulai pemberian obat
antihipertensi oral. Jika tekanan darah makin menurun dengan penambahan obat
antihipertensi oral tersebut, dilakukan titrasi penurunan dosis obat antihipertensi
parenteral sampai dihentikan. Pengukuran tekanan darah yang berkesinambungan
dapat dilakukan dengan menggunakan alat monitor tekanan darah osilometrik
otomatik. Penurunan tekanan darah sampai normal dapat dilaksanakan pada saat
pasien berobat jalan.
Obat antihipertensi parenteral yang dapat digunakan untuk menurunkan
tekanan darah secara cepat pada kegawatan hipertensi untuk penangan kasus yang
dialami pasien Ny. SM dengan settingan UGD adalah natrium nitroprusid. Hal ini
seperti yang dilaporkan oleh The Joint National Committee on Detection, Evaluation,
and Treatment of High Blood Pressure (JNC VI). Alasan pemilihan natrium
nitroprusid dalam kasus ini karena selain obat ini bekerja sangat kuat dan cepat dalam
23
menurunkan tekanan darah. Merupakan obat pilihan utama dan banyak digunakan
untuk krisis hipertensi serta merupakan vasodelator direkuat baik arterial maupun
venous. Dan jika diberikan secara iv mempunyai onset cepat. Sehingga dengan
dipilihnya obat ini diharapkan dapat menurunkan tekanan darah pasien secara cepat
menjadi kurang dari 130/80 mmHg. Tekanan darah tersebut hanya untuk pasien
mengalami komplikasi dengan DM. Jika pasien tidak mengalami komplikasi maka
target penurunan tekanan darahnya kurang dari 140/90 mmHg.
Mekanisme neozep forte yang mengandung phenylpropanolamine (PPA)
yang dapat menyebabkan hipertensi belum diketahui secara pasti, namun menurut
FDA PPA dapat memicu naiknya tekanan darah atau memperparah hipertensi. Oleh
karena itu, menghentikan pemakaian neozep forte merupakan salah satu cara
membantu agar hipertensi tidak bertambah parah.
Selain disebabkan karena pemakaian neozep forte, hipertensi yang dialami
pasien juga dikarenakan adanya kompensasi dari Cushing syndrom yang diderita
pasien.
Cushing syndrome adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh
hiperadrenokortisisme akibat neoplasma korteks adrenal atau adenohipofisis, atau
asupan glukokortikoid yang berlebihan. Bila terdapat sekresi sekunder hormon
adrenokortikoid yang berlebihan akibat adenoma hipofisis dikenal sebagai Cushing
Disease (Dorland, 2002).
Dalam kasus, pasien Ny. SM mengalami Cushing syndrom akibat pemakaian
kortikosteroid dari luar yaitu :
Metil prednisolon untuk mengendalikan asma yang dialami pasien, serta
Program KB suntik dengan Devo Provera yang mengandung medroksi
progesteron asetat.
Oleh karena itu, untuk menangani krisis hipertensi yang dialami pasien selain
dengan menggunakan obat juga harus diatasi atau dihilangkan penyebab terjadinya
krisis hipertensi yaitu Cushing syndromnya.
24
Cara yang digunakan untuk menghilangkan Cushing syndrom yaitu dengan
menghilangkan penyebabnya. Dimana Cushing syndrom yang dialami pasien karena
adanya pemakaian kortikosteroid berupa metil prednisolon dan KB suntik dengan
Devo Provera yang mengandung medroksi progesteron asetat. Sehingga pemakaian
obat-obatan tersebut harus dihentikan. Akan tetapi, karena metil prednisolon
merupakan golongan steroid yang termasuk jenis hormon maka penghentiaanya tidak
dapat dihentikan begitu saja atau mendadak karena dapat dapat mengacaukan sistem
regulasi tubuh. Adapun cara untuk menghentikan pemakaain metil prednisolon
adalah sebagai berikut :
1. Pemakaian metil prednisolon dibagi menjadi dua kali pemberian, yaitu :
2/3 di pagi hari
1/3 di sore hari
Pemakaian di pagi hari lebih besar dibandingkan dengan di sore hari karena
produksi kortisol di pagi hari lebih banyak dibandingkan di sore hari.
2. Pemakaian dilakukan secara alternate day (selang-seling, yaitu di pagi hari)
3. Dilakukan pengukuran kadar kortisol apakah telah normal atau sedikit di atas
normal untuk menghentikan pemakain metil prednisolon.
Jika kadar kortisol pasien sudah normal atau sedikit di atas normal, pemakaian
metil prednisolon dapat dihentikan dan diganti dengan obat anti asma yang lain.
Karena pengobatan asama dilakukan seumur hidup pasien, maka pilihan untuk
pengobatan asma yang diberikan dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Akut, dangan menggunakan SABA yaitu albuterol yang berupa inhiller. Hal ini
karena perlu tindakan yang cepat.
b. Pemeliharaan, dengan menggunakan salbutamol tablet namun hal ini harus ada
pemeriksaan lebih lanjut apakah pasien berespon baik atau tidak. Pemeriksaan
yang dilakukan dapat berupa tingkat kekambuhan, FVC dan FeV1, fungsi paru
atau lainnya.
Selain itu, pasien juga menderita DM. Hal ini dapat dilihat dari hasil
pemeriksaan kadar glukosa acak = 250 mg/dl dan HbA1c = 7%. Hal ini diperkuat
25
dengan adanya luka di jempol kaki pasien yang tidak kunjung sembuh sejak 4 bulan
yang lalu.
DM yang dialami pasien ini juga disebabkan karena adanya Cushing
syndrom. Disini berkaitan dengan metabolisme karbohidrat sebagai sumber gula
dalam tubuh. Mekanisme DM karena Cushing syndrom adalah sebagai berikut :
1. Perangsangan glukoneogenesis dengan cara meningkatkan enzim terkait dan
pengangkutan asam amino dari jaringan ekstrahepatik, terutama dari otot;
2. Penurunan pemakaian glukosa oleh sel dengan menekan proses oksidasi NADH
untuk membentuk NAD+; dan
3. Peningkatan kadar glukosa darah dan “Diabetes Adrenal” dengan menurunkan
sensitivitas jaringan terhadap insulin.
Dalam kasus disebutkan bahwa pasien mengalami luka di jempol kaki yang
tidak kunjung sembuh sejak 4 bulan yang lalu sehingga diputuskan untuk mengobati
DM yang dialami pasien untuk membantu penyembuhan lukanya. Terapi yang dipilih
untuk pasien Ny. SM ini adalah dengan pemberian insulin glargline secara subkutan
untuk mencegah terjadinya hipoglikemi. Insulin glargline dipilih karena efektif dan
aman serta tidak menyebabkan hipoglikemi nokturnal. Selain itu, insulin glargline
juga memberikan kenyamanan untuk pasien dengan satu kali suntikan per hari dan
pasien dapat dengan mudah dan aman mentitrasi.
Cushing syndrom juga dapat meyebabkan obesitas dan terdapatnya tanda-
tanda khas yang dalam kasus berupa gurat keunguan di perut (striae) dan muka bulat.
Hal ini berkaitan dengan metabolisme lemak dalam tubuh. Mekanisme terjadinya hal
itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Mobilisasi asam lemak akibat berkurangnya pengangkutan glukosa ke dalam sel-
sel lemak sehingga menyebabkan asam-asam lemak dilepaskan; dan
2. Obesitas akibat kortisol berlebihan karena penumpukan lemak yang berlebihan di
daerah dada dan kepala, sehingga badan bulat dan wajah “moon face”,
disebabkan oleh perangsangan asupan bahan makanan secara berlebihan disertai
pembentukan lemak di beberapa jaringan tubuh yang berlangsung lebih cepat
26
daripada mobilisasi dan oksidasinya. Penumpukan lemak berlebih yang dapat
menyebabkan kulit mudah memar karena pecahnya pembuluh darah sehingga
pembuluh darah yang rapuh. Tindak lanjut dari hal ini yaitu striae. Hal ini
disebabkan karena distribusi ulang atau penimbunan lemak pada tempat tertentu.
Karena lemaknya banyak maka akan mendesak kulit sehingga kulit teregang dan
menjadi tipis. Oleh karena itu, memar yang terlihat semakin nyata.
Oleh karena itu, dalam kasus tanda-tanda tersebut dan obesitas yang dialami
pasien tidak diterapi dengan obat karena dapat hilang dengan sendirinya jika
sumber yang menjadi penyebab itu semua yaitu Cushing syndrom telah
tertangani. Sehingga hanya dibantu dengan terapi non farmakologi untuk
membantu meningkatkan keberhasilan terpainya.
Sedangkan untuk pemakaian program KB suntik Depo Provera yang
mengandung medroksi progesteron asetet yang dijalani pasien juga harus diganti
karena termasuk KB hormonal yang juga dapat menyebabkan Cushing syndrom.
Oleh karena itu, untuk mengatasinya alternatif pilihannya yaitu dengan mengganti
KB hormonal yang dijalani pasien dengan KB non hormonal misalnya KB kalender,
billing, kondom, IUD, Tubektomi/Vasektomi sesuai pilihan pasien.
Terapi non farmakologi yang dapat membantu keberhasilan terapi yaitu
dipilih adalah sebagai berikut :
1. Infus NaCl 0,9% : 20 ml/kg BB/ jam
Infus disini termasuk dalam terapi non farmakologi karena tidak termasuk obat.
Pada umumnya dalam penanganan UGD selalu diberikan infus sebagai tindakan
medik pertama. Jika pemberian infus tidak memberikan manfaat nyata maka
pemberiaannya dapat dihentikan atau diperlambat kecepatan penetesannya.
Karena pasien mengalami hipertensi dan obesitas yang diasumsikan mengalami
kelebihan cairan, jadi jika diberikan in take cairan lagi dari luar maka akan
meningkatkan tekanan darah pasien. Namun dalam hal ini pengunaan infus
bertujuan untuk membantu mempermudah pemberian obat lain, yaitu natrium
nitroprusit.
27
2. Diet
3. Gaya hidup sehat
4. Olahraga secara teratur
IX. KESIMPULAN
1. Diagnosa : pasien mengalami Cushing Syndrom yang menyebabkan terjadinya
krisis hipertensi.
2. Terapi Farmakologi :
a. Natrium nitropusid: 0,5 ug/kgBB/menit secara parenteral, dosis dinaikkan
pelan-pelan sampai tercapai penurunan tekanan darah yang cukup.
b. Insulin glargline iv 100 IU 1xsehari. Dosis selanjutnya diatur menurut
kebutuhan pasien, dengan dosis total harian berkisar dari 2-100 IU.
c. Metil prednisolon 16 mg :
2/3 di pagi hari
1/3 di sore hari
d. KB suntik diganti dengan KB kalender, billing, kondom, IUD,
Tubektomi/Vasektomi sesuai pilihan pasien.
3. Terapi Non Farmakologi :
a. Infus NaCl 0,9% : 20 ml/kg BB/ jam
b. Diet
c. Gaya hidup sehat
d. Olahraga secara teratur
28