praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com · web viewedi adalah siswa kelas 3 yang akan lulus tahun...
TRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
METODE PENELITIAN KUALITATIF I
DILEMA PEMUDA: BEKERJA DI KOTA ATAU DESA?
KELOMPOK 2
1. Anargya Firjatullah (18/424735/SP/28283)
2. Mar’ah Nafisah (18/424748/SP/28296)
3. Miyarsih (18/430843/SP/28687)
4. Mutiara Martiarini (18/424749/SP/28297)
5. Rovdaian Baqrur R. (18/428315/SP/28524)
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2019
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN…………………………………..…………………………………
1
A. Latar Belakang…………………………………………………………………………
1
B. Rumusan Masalah……………………………………….
……………………………..2
C. Tujuan Penelitian……………………………………………………………………....2
D. Metodologi
Penelitian………………………………………………………………….2
1.1 Jenis Penelitian…………………………………………………………………….2
1.2 Waktu dan Lokasi Penelitian…………………………………………………….…
2
1.3 Bentuk Penelitian……………………………………………………………….….3
1.4 Sumber Data Penelitian………………………………………………………….…
3
1.5 Teknik Pengumpulan
Data........................................................................................3
1.6 Instrumen Penelitian……………………………………………………………….4
1.7 Teknik Pemilihan Informan……………………………………………………..…4
BAB II DESKRIPSI
WILAYAH…………………………………………………………….5
BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN………………………………………...
……….7
3.1 Potensi Dukuh
Nganggring……………………………………………………….7
ii
3.2 Tanggapan Bekerja di Kota…………………………………………...…………
12
3.3 Tanggapan Bekerja di
Desa……………………………………………………..16
3.4 Sosialisasi Pilihan Bekerja…………………………………...
………………….20
3.5 Jenis Pekerjaan …………………………………………….……………………
23
BAB IV
PENUTUP.................................................................................................................28
4.1 Kesimpulan………………………………………………...……………………
28
4.2
Limitasi………………………………………………………………………….29
4.3 Saran…………………………………………………………………………….29
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................30
SUMBER GAMBAR…………………………………………………………….………….32
LAMPIRAN……………………………………………………………………....…………33
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kota merupakan wilayah yang menjadi sentra kegiatan ekonomi dan
perkembangannya menjadi pusat industri modern. Implikasinya, seseorang yang
kurang mampu secara financial di desa terdorong untuk pindah ke kota dengan segala
konsekuensi kehidupan sosial ekonomi di perkotaan. Hal ini menimbulkan
permasalahan baik di desa maupun di kota. Ditinjau berdasarkan sumber daya
manusia, desa akan mengalamai kekurangan tenaga kerja produktif, sedangkan kota
akan menghadapi banyaknya orang yang mencari pekerjaan di kota (Meitasari, 2017).
Umumnya pemuda cenderung memilih mencari pekerjaan di kota dibanding di
desa karena image positif dari kota dan kondisi di desa itu sendiri. Faktor yang
mempengaruhi seseorang pergi ke kota (urbanisasi) secara umum berupa faktor
ekonomi yaitu keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Faktor
penarik dari kota yaitu kehidupan kota yang lebih modern, sarana prasarana yang
lebih lengkap, dan lapangan pekerjaan yang lebih banyak. Sedangkan faktor
pendorong dari desa yaitu semakin sempitnya lahan pertanian yang tidak sesuai
dengan budaya tempat asalnya, lapangan pekerjaan yang sedikit, sarana prasarana
yang terbatas, dan diusir dari desa asal (Soekanto, 2015 dalam Meitasari, 2017).
Keputusan para pemuda bukanlah tanpa sebab, ada konstruksi kultural dan struktural
yang membuat mereka kesulitan untuk bertahan di desa (Larastiti, 2013).
Namun tidak semua pemuda desa memilih untuk bekerja di kota, sebagian dari
mereka memilih untuk mengembangkan potensi yang ada di desanya, seperti
budidaya ikan, sektor pertanian dan sektor pariwisata. Alasan pemuda lebih memilih
bekerja di desa dibanding bekerja di kota karena rasa kenyamanan dan rasa solidaritas
yang ada di desa. Ferdinan Tonnies dalam Meitasari (2017) mengungkapkan bahwa
ciri khas kehidupan di pedesaan adalah gemeinschaft berupa rasa keterikatan
tradisional yang ditandai dengan kepolosan, kewajaran, solidaritas, keramahtamahan,
kerukunan tetangga secara tradisional, memiliki latar belakang dan pengalaman yang
serupa, saling mengenal satu sama lain, berinteraksi secara akrab dan kekerabatan.
Ferdinan Tonnies dalam Meitasari (2007) juga menjelaskan bahwa corak
kehidupan di kota sangat berbeda dengan di desa. Ciri komunitas sosial di kota
1
(gesellschaft) adalah komunitas yang bersifat kehidupan urban modern, ditandai
dengan mayoritas orang di dalamnya tidak saling mengenal dan merasa sedikit sekali
kesamaan dengan penduduk lain. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keputusan
memilih bekerja di kota maupun di desa tidak hanya berdasarkan materi (ekonomi)
tetapi dapat pula berupa modal sosial (rasa kenyamanan dan solidaritas) yang ada
(Meitasari, 2017).
Perbedaan dari corak kehidupan sosial masyarakat di desa dan kota turut
mempengaruhi keputusan pemuda untuk memilih pekerjaan. Perbedaan tersebut
menyebabkan variasi pertimbangan pemuda untuk memilih pekerjaan yang cocok
untuk dirinya akan lebih banyak dan nantinya akan membuahkan keputusan yang
tepat apakah akan tetap bekerja di desa untuk mengembangkan potensi yang ada atau
memilih pekerjaan lain yang ada di kota.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, penulis sampai pada satu rumusan
masalah, yaitu:
“Bagaimana pemuda dalam memilih bekerja di desa atau di kota?”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemaparan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah
mengetahui minat pemuda Padukuhan Nganggring dalam memilih lapangan pekerjaan
dan jenis pekerjaan yang berada di kota atau di desa, serta menelusuri alasan mereka
terhadap pilihannya tersebut.
D. Metodologi Penelitian
1.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif
karena data yang diperoleh merupakan hasil dari observasi dan wawancara
mendalam yang diberikan oleh informan kepada peneliti kemudian dianalisa oleh
peneliti berdasarkan informasi yang disampaikan oleh informan.
1.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada hari Sabtu dan Minggu tanggal 27-28 April
2019 di Padukuhan Nganggring, Desa Girikerto, Kecamatan Turi, Kabupaten
Sleman, DIY. Pemilihan tempat ini didasari oleh banyaknya pemuda yang berada
2
dalam usia angkatan kerja yang sesuai dengan karakteristik informan dalam
penelitian ini, potensi desa yang cukup bervariasi (kebun salak, kambing etawa,
pabrik susu, dan sebagainya) serta akses yang mudah menuju lokasi.
1.3 Bentuk Penelitian
Penelitian yang peneliti angkat adalah mengenai pemuda dalam memilih
bekerja di desa atau di kota serta faktor yang mendorong pilihan mereka. Dalam
penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana kecenderungan pemuda desa di
era sekarang dalam memilih pekerjaan terutama pemuda di Dukuh Nganggring.
Hasil dari penelitian tersebut kemudian peneliti jelaskan dalam bentuk tulisan.
Maka dari itu, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dimana
data yang diperoleh bersumber dari hasil wawancara dengan informan serta
pengamatan terhadap realitas sosial yang ada di Desa Girikerto, khususnya Dukuh
Nganggring.
1.4 Sumber Data Penelitian
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.4.1 Data Primer
Data primer ini merupakan sumber utama penelitian yang diambil
dari kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati dan diwawancarai
serta observasi langsung terhadap situasi dan kondisi yang ada di
Padukuhan Nganggring pada tanggal 27-28 April 2019.
1.4.2 Data Sekunder
Data sekunder ini diperoleh dari berbagai sumber dengan melakukan
studi literasi terhadap jurnal, web, dan laporan penelitian terdahulu yang
sesuai atau berkaitan dengan topik yang peneliti angkat dalam penelitian
ini yaitu mengenai “ Dilema Pemuda dalam Memilih Bekerja di Desa atau
di Kota”.
1.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini sebagai berikut :
1.5.1 Wawancara
Penelitian ini menggunakan teknik wawancara semi terstruktur
dengan informan. Sebelumnya peneliti telah membuat interview guide
untuk memastikan bahwa informasi yang akan didapatkan sesuai dengan
kebutuhan penelitian. Dalam proses wawancara peneliti juga menanyakan
3
beberapa pertanyaan spontan untuk menggali informasi lebih mendalam
terkait dengan penelitian.
1.5.2 Observasi
Beberapa hal yang menjadi objek observasi dalam penelitian ini
diantaranya mencakup keadaan rumah yang menjadi informan penelitian,
kondisi lingkungan dan masyarakat sekitar serta pekerjaan yang ada di
Girikerto khususnya di Dukuh Nganggring.
1.5.3 Dokumentasi
Penelitian ini didukung data dalam bentuk tertulis atau dokumen
yang diambil pada saat observasi dan survei.
1.5.4 Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan mencari referensi yang sesuai
dengan topik atau tema yang diteliti. Studi pustaka digunakan untuk
menunjang kelengkapan data dalam penelitian dengan menggunakan
sumber-sumber kepustakaan yang relevan dan digunakan untuk melihat
serta membaca realitas sosial yang ada.
1.6 Instrumen Penelitian
Instrumen pada penelitian ini adalah peneliti sendiri (human instrument).
Penelitian ini menggunakan metode-metode observasi, wawancara, dan
dokumentasi, maka instrumen lain yang dibutuhkan yaitu pedoman observasi,
pedoman wawancara, tape recorder, kamera, serta alat tulis guna menunjang
penelitian ini.
1.7 Teknik Pemilihan Informan
Dalam menentukan informan pada penelitian ini peneliti menggunakan
teknik random sampling yaitu dengan memilih secara acak informan yang akan
diwawancarai. Informan yang peneliti wawancarai merupakan pemuda yang
berusia 17-24 tahun baik yang sudah bekerja, kuliah, maupun sekolah (SMK)
yang merupakan warga Dukuh Nganggring.
4
BAB II
DESKRIPSI WILAYAH
Penelitian ini dilaksanakan di Padukuhan Nganggring, Desa Girikerto,
Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, D.I Yogyakarta. Padukuhan Nganggring terletak
di daerah lereng Gunung Merapi, berjarak 24 kilometer dari Kota Yogyakarta dan
akses menuju dukuh tersebut cukup mudah. Kondisi fisik Padukuhan Nganggring
cukup baik, ini tercermin dari infrastruktur seperti kondisi jalan yang sebagian besar
sudah beraspal dan terdapat sekolah seperti TK dan SD. Padukuhan Nganggring
termasuk dalam wilayah rural, hal ini terlihat dari rumah warga yang tidak begitu
mewah, minimnya lampu penerangan jalan, jarak antar rumah yang berjauhan, serta
terdapat perkebunan salak di sisi kanan dan kiri jalan.
Gambar 2.1. Kondisi rumah warga, Gambar 2.2. Kondisi jalan di Padukuhan
Nganggring, Gambar 2.3. TK di Padukuhan Nganggring
5
Kekuatan perekonomian di Padukuhan Nganggring bertumpu pada perkebunan
salak dan peternakan kambing etawa. Setiap keluarga mengelola perkebunan tersebut
dan mengolah hasil panennya secara mandiri. Salak-salak yang telah di panen akan
dijual ke pasar-pasar di wilayah Turi dan beberapa diantaranya akan dibuat menjadi
berbagai macam olahan, seperti : manisan salak, dodol salak, wajik salak, keripik
salak, dan lain sebagainya. Selain mengelola dan mengolah salak, warga Padukuhan
Nganggring juga memiliki peternakan kambing etawa dan tergabung dalam komunitas
peternak kambing Sumber Rejeki.
Kekerabatan yang terjalin di dalam masyarakat Padukuhan Nganggring ini sangat
erat dan mencerminkan suasana khas pedesaan. Hal itu dapat dilihat dari berbagai
kegiatan yang diadakan di dukuh tersebut, seperti gotong royong membersihkan
lingkungan dan membangun masjid, rewang, dan lain sebagainya. Mayoritas pemuda-
pemudi di Padukuhan Nganggring pada siang hari jarang yang berpergian atau
nongkrong disuatu tempat namun ada juga pertemuan karang taruna setiap bulan yang
diadakan di salah satu rumah pemuda-pemudi secara bergantian.
6
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 POTENSI DUKUH NGANGGRING
Dukuh Nganggring Girikerto Turi Sleman merupakan sebuah kawasan pedesaan
yang berada di lereng gunung merapi. Kondisi alam dan lingkungan yang masih asli
dan terjaga berpotensi untuk dikembangkan oleh masyarakat Dukuh Nanggring.
Potensi yang ada ini sangat bermanfaat dalam menunjang kelangsungan hidup
masyarakat Dukuh Nganggring. Potensi ini seperti, perkebunan salak, peternakan
kambing etawa, pabrik susu, dan desa wisata. Hal ini otomatis membuka lapangan
pekerjaan dan dapat menyerap tenaga kerja masyarakat dukuh nganggring.
3.1.1 Peternakan Kambing Etawa (PE)
Gambar 3.1. dan Gambar 3.2. Kandang kambing etawa
Kambing Peranakan Etawa (PE) merupakan komoditas peternakan yang
menghasilkan protein hewani berupa daging dan susu. Dalam kehidupan masyarakat
Dukuh Nanggring kambing PE lebih dimanfaatkan susunya, susu kambing PE
merupakan alternatif bagi orang-orang yang alergi terhadap susu sapi. Banyak
manfaat yang didapatkan dalam mengkonsumsi susu kambing PE bagi kesehatan,
yaitu dapat menyembuhkan penyakit asma, asam urat, dan tuberculosis. Persepsi
bahwa susu kambing PE memilik banyak manfaat dan keunggulan ini menyebabkan
harga susu kambing lebih mahal dibandingkan susu dari hewan ternak lainnya (Arief
et al, 2018).
Peternakaan kambing PE menguntungkan dari sisi ekonomi karena didukung
adanya integrasi tanaman salak yang daunnya dapat dimanfaatkan sebagai pakan
ternak terutama bermanfaat untuk meningkatkan produksi susu. Sisi lain yang dapat
7
menguntungkan dari ternak kambing PE yaitu kotoran kambing yang berguna untuk
meningktakan kualitas konservasi lahan dan reklamasi lahan kritis, hal ini berhasil
dilakukan sehingga pada tahun 2007 mendapat kepercayaan untuk menerima
penghargaan KALPATARU (Kusumastuti, 2009).
Lokasi usaha peternakan merupakan pusat kegiatan yang sangat berpengaruh
terhadap usaha ternak, oleh karena itu dalam memilih lokasi harus dipertimbangkan
dengan sebaik-baiknya agar tidak mendapat respon negatif dari masyarakat sekitar
seperti adanya pencemaran lingkungan dan lain-lain (Santoso, 1988 dalam
Kusumastuti, 2009). Seperti halnya lokasi peternakan kambing PE di Dusun
Nganggring yang terletak jauh dari pemukiman warga. Menurut salah satu informan
yang bernama Syaifuddin Zuhri yang diwawancarai di Nganggring mengatakan
bahwa peternakan kambing PE dikelompokan menjadi satu dan jauh dari pemukiman
warga, karena adanya himbauan dari Dinas Kesehatan akan pentingnya kesehatan dan
bahayanya peternakan kambing jika berada di dekat rumah dapat menimbulkan
penyakit.
Informan lain yang bernama Febriyanti juga mengatakan bahwa peternakan
kambing dikelompokkan menjadi satu agar pengolahannya lebih mudah dan jika ada
warga yang ingin bergabung, tinggal mendirikan kandang yang nantinya dibantu oleh
warga lain. Ia juga mengatakan bahwa sifat warga desa yang cenderung gotong
royong dalam segala hal, jadi dalam mendirikan kandang kambing atau lain
sebagainya akan dibantu. Hal ini menunjukan adanya kepekaan sosial yang tinggi
dimasyarakat pedesaan.
3.1.2 Pabrik Susu
Gambar 3.3. Proses pengolahan susu kambing, Gambar 3.4. Proses pengemasan
produk
8
Di Indonesia kambing Peranakan Etawa (PE) merupakan komoditas baru yang
kemungkinan memiliki prospek pengembangan yang baik. Kambing perah ini
dominan sebagai penghasil daging dari pada penghasil susu, susu kambing di
Indonesia belum dikenal luas seperti halnya susu sapi karena belum membudayanya
mengkonsumsi susu kambing dimasyarakat karena faktor promosi atau pengenalan
untuk mengkonsumsi susu kambing masih kurang (Arief et al, 2018). Susu
merupakan hasil perahan hewan seperti sapi, kambing, kuda, kerbau dan unta yang
memiliki kandungan gizi tinggi. Komponen yang terdapat dalam susu yaitu protein,
lemak, vitamin, mineral, laktosa dan enzim-enzim yang bermanfaat bagi kesehatan
sebagai probiotik (Thai Agricultural Standard, 2008 dalam Arief et al, 2018).
Menurut salah satu informan yang bernama Febriyanti yang diwawancarai di
Nganggring, terdapat pabrik susu yang sudah lama berdiri dan yang mendirikan atau
merintis usaha pabrik susu tersebut asli warga Nganggring. Selain itu, salah satu
informan yang bernama Syaifuddin Zuhri mengatakan bahwa pabrik susu Nganggring
telah berkembang pesat dan telah membuka cabang untuk proses produksi. Susu yang
diperoleh dan diproduksi oleh pabrik merupakan susu setoran dari warga yang
memiliki kambing PE.
Susu segar baik susu kambing atau sapi mudah rusak apabila penanganannya
kurang baik, untuk itu dibutuhkan langkah mengawetkan susu untuk memperpanjang
masa simpan yaitu melaui proses pengolahan. Menurut salah satu informan yang
bernama Febriyanti, pabrik susu Nganggring mengolah susu cair menjadi susu bubuk
dengan berbagai rasa seperti strawberry dan lain-lain. Selain susu bubuk kambing
dulu pabrik susu Nganggring sempat memproduksi permen susu dan yogourt akan
tetapi tidak berkembang seperti susu bubuk kambing. Informan yang bernama Aina
juga mengatakan bahwa susu kambing sering diambil oleh orang Jakarta untuk dibuat
produk kecantikan.
Berbicara soal pemasaran, salah satu informan yang bernama Aina yang
diwawancarai di Nganggring mengatakan bahwa produk hasil olahan dipasarkan ke
beberapa daerah di luar Yogyakarta bahkan sampai ke luar negeri. Pemasaran sangat
penting dilakukan selain memperkenalkan produk olahan, pemasaran juga
memberikan tambahan pendapatan dan memberikan aktivitas ekonomis bagi
perempuan di Nganggring karena tingginya permintaan setelah proses pemasaran.
9
3.1.3 Perkebunan Salak Pondoh
Gambar 3.5. dan Gambar 3.6. Perkebunan salak di Padukuhan Nganggring
Potensi yang ada di Nganggring salah satunya yaitu salak pondoh, salak pondoh
sendiri memiliki nama latin yaitu Sallaca edulis Reinw cv Pondoh. Salak pondoh
terkenal dengan rasa yang manis dan daging buah yang tebal sehingga salak pondoh
merambah hingga ke luar daerah Sleman.
Salah satu informan yang bernama Aina yang diwawancarai di Nganggring juga
menyatakan bahwa salak pondoh sudah ada sejak lama, awal mulanya dikasih
seseorang lalu di tanam dan dikembangkan sendiri. ia juga mengatakan bahwa setiap
keluarga pasti mempunyai perkebunan salak dan dikelola secara individu. Hasil dari
perkebunan salak akan dipasarkan melalui pengempul atau dijual ke pasar. Selain
dipasarkan dalam bentuk buah, salak pondoh juga dipasarkan dalam bentuk olahan
seperti dodol salak dan lain lain.
Informan lain yang bernama Syaifuddin Zuhri mengatakan bahwa pemasaran
salak pondoh selain dijual ke pengempul dan pasar juga dijual ke wisatawan-
wisatawan yang mengunjungi daerah tersebut. Olahan lain dari salak pondoh yaitu
kripik salak dan selai salak, akan tetapi pemasaran dari olahan salak dianggap kurang
karena teknik produksi akan dilakukan apabila ada pesanan saja.
Informan lain yang bernama Edi Kurniawan mengatakan bahwa tidak hanya
perkebunan salak saja yang digarap oleh warga Nganggring, akan tetapi padi juga
meskipun hanya beberapa. Akan tetapi, salak dianggap lebih cocok dikembangkan di
daerah tersebut maka ada juga petani padi yang mengganti fungsi lahannya dari
pertanian padi menjadi perkebunan salak. Secara ekomonis, perkebunan salak
menjadi sumber penghasilan utama maupun sampingan warga Nganggring yang dapat
membantu perekonomian warga Nganggring.
10
3.1.4 Desa Wisata
Gambar 3.7. Gerbang masuk Desa Wisata Nganggring
Desa wisata Nanggring ada karena daerah tersebut mempunyai potensi yang
layak untuk ditawarkan atau dijual kepada pasar pariwisata baik wisatawan domestic
maupun wisatawan mancanegara. Desa wisata Nganggring tidak jauh kaitannya
dengan peternakan kambing PE, karena objek yang ditawarkan adalah pelatihan
petani swadaya, studi lapangan, studi banding, pelatihan pemerahan dan pengolahan
susu, pemeliharaan bibit dan perkandangan serta menerima pesanan sebagai supplier
bibit kambing PE (Kusumastuti, 2009). Salah satu informan yang bernama Febriyanti
mengatakan bahwa desa wisata Nganggring sudah berdiri sejak lama dan banyak
mahasiswa yang datang untuk mengikuti berbagai pelatihan salah satunya yaitu
pelatihan bagaimana mengolah susu kambing dengan benar.
Dilihat dari tingkat perkembangannya Desa Wisata Nganggring memiliki
kendala yang dapat dikatakan menghambat dalam perkembangannya. Seperti
pernyataan dari informan yang bernama Syaifuddin Zuhri bahwa Desa Wisata
Nganggring terkendala terhadap dana operasional untuk mengelola dan
mengembangkan Desa Wisata tersebut. Hal ini berakibat terhadap keberlangsungan
dari desa wisata Nganggring, bisa dilihat bahwa desa wisata Nganggring tidak hanya
menawarkan dari segi keindahan alam nan asri tetapi juga sebagai agrowisata
pendidikan.
11
3.2 TANGGAPAN BEKERJA DI KOTA
Kota identik dengan tempat yang ramai dan modern baik dari segi infrastruktur
maupun kehidupannya. Menurut KBBI, kota adalah daerah pemusatan penduduk
dengan kepadatan penduduk tinggi dan fasilitas modern serta mayoritas penduduknya
bekerja di luar pertanian. Pekerjaan yang ada di kota pada umumnya bergerak
dibidang perindustrian dan jasa. Kota sebagai pusat pemerintahan dan perindustrian,
maka dari itu banyak didirikan perusahaan-perusahaan berupa perbankan, manufaktur
dan lain sebagainya yang dimiliki oleh negara maupun swasta.
Dalam studi ini kami ingin mengetahui bagaimana tanggapan informan
mengenai kehidupan dan pekerjaan di kota. Tanggapan positif mengenai bekerja di
kota menurut informan yaitu lapangan kerja yang tersedia banyak dan bervariasi,
pendapatan yang cenderung lebih tinggi, infrastrukur yang memadai, pengalaman dan
teman yang banyak pula. Tanggapan positif terhadap kota tersebut menjadi salah satu
faktor pendorong terjadinya urbanisasi. Urbanisasi disini dapat dimaknai sebagai
perpindahan penduduk dari desa ke kota. Faktor lain yang mendorong terjadinya
urbanisasi adalah adanya perbedaan pertumbuhan atau ketidakmerataan fasilitas-
fasiliats yang ada di desa dan di kota. Sebagai dampaknya wilayah perkotaan menjadi
magnet penarik bagi kaum urban untuk mencari pekerjaan (Harahap, 2013).
Tanggapan negatif mengenai kehidupan dan pekerjaan di kota adalah jauh dari
orang tua dan warga desa, situasi yang kurang nyaman, mayoritas orang kota bersifat
individualis, serta tingginya tingkat persaingan dalam dunia kerja. Situasi yang kurang
nyaman disini berupa kondisi alam dan sosial seperti suasana yang panas dan
banyaknya tindak kejahatan.
“Nggak sih, tapi kalau menurut saya ya kalau di kota itu kan lebih individualis
kalau di desa lebih cenderung ke gotong-royongan apa-apa harus sama-sama gitu kan
mbak, kalau orang kota kan lebih kayak, kayak orang barat gitu kan ya mbak lebih
individualis”. (Febri, 20 tahun)
Sedangkan sifat individualis disini dapat dipahami sesuai dengan pemikiran
George Simmel dalam tulisannya The Metropolis and Mental Life dalam Harahap
(2013) yang mengatakan bahwa stimulasi yang dapat mempengaruhi cara berpikir dan
berkepribadian seseorang yang hidup di kota dapat berupa dari dalam maupun luar
individu seperti pemandangan, suara, bau, tindakan orang lain. Sehingga individu
12
merespons untuk melindungi diri dan beradaptasi dengan orang lain. Kemudian,
perpaduan antara stimulasi dan cara individu merespons tersebut membuat individu
lebih intelek, rasional, dan berjarak dengan orang lain. Selain itu menurut penulis
perbedaan latar budaya, sosial, dan nilai-nilai yang ada juga dapat mempengaruhi
individu dalam berpikir dan bertindak terhadap orang lain.
Mayoritas informan kami yaitu Aina, Lusi, Edi berpendapat bahwa lapangan
kerja yang tersedia serta pendapatan yang diperoleh di kota lebih banyak dibanding di
desa. Meitasari, 2017 mengungkapkan bahwa alasan utama yang mempengaruhi
banyaknya pemuda desa merantau ke kota adalah karena lapangan pekerjaan yang
tersedia di kota lebih banyak dan penghasilan/UMR tergolong lebih tinggi dibanding
di desa. Lapangan pekerjaan dan pendapatan yang banyak ini menjadi faktor penarik
bagi pemuda untuk mencari pekerjaan di kota. Selain itu kehidupan kota yang lebih
modern, sarana prasarana yang lebih lengkap, pendidikan yang lebih baik dan
berkualitas, dan pengaruh media massa yang menunjukkan bahwa kehidupan di kota
lebih indah, juga menjadi faktor penarik dari kota (Meitasari, 2017).
“Hmm karena kota ya kenapa ya istilahnya karena saya sendiri kan sering ke
kota, sekolah saya juga di kota jadi saya lebih berani kalo di kota kemajuan lebih maju
di kota daripada di desa”. (Edi, 18 tahun)
Kemajuan yang ada di kota dibanding di desa juga menjadi salah satu faktor
yang mendorong pemuda untuk mencari pekerjaan di kota. Kemajuan tersebut dapat
disebabkan adanya infrastruktur yang memadai dan akses yang mudah. Pernyataan
tersebut diperkuat oleh Larastiti (2013) yang mengungkapkan bahwa lemahnya akses
faktor produksi di desa menyebabkan pemuda lebih memilih pergi bekerja ke kota.
Tingkat kemajuan yang rendah dengan infrastruktur yang terbatas dan akses yang
cukup sulit membuat banyak dari pemuda memilih untuk bekerja di kota dibanding di
kota. Selain itu, intensitas berada di kota juga dapat mempengaruhi kenyamanan
seseorang, sebagaimana Edi yang menyatakan lebih berani di kota karena ia sudah
sering berada di kota salah satunya tempat ia sekolah ketika SMK yang berada di
wilayah kota.
Umumnya pemuda cenderung memilih mencari pekerjaan di kota dibanding di
desa karena image positif dari kota dan kondisi di desa itu sendiri. Faktor yang
mempengaruhi seseorang pergi ke kota (urbanisasi) secara umum dalam Meitasari
(2017) dibedakan menjadi 2 yaitu faktor penarik dan faktor pendorong. Faktor penarik
dari kota dalam Meitasari (2017) yaitu kehidupan kota yang lebih modern, sarana
13
prasarana yang lebih lengkap, lapangan pekerjaan yang lebih banyak, pengaruh media
massa yang menunjukkan bahwa kehidupan di kota lebih indah, dan pendidikan yang
lebih baik dan berkualitas. Faktor pendorong dapat berupa faktor ekonomi yaitu
keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Sedangkan faktor
pendorong dari desa yaitu semakin sempitnya lahan pertanian yang tidak sesuai
dengan budaya tempat asalnya, lapangan pekerjaan yang sedikit sehingga banyak
terjadi pengangguran, sarana prasarana yang terbatas, dan diusir dari desa asal
(Soekanto, 2015 dalam Meitasari, 2017).
Kesenjangan kepemilikan tanah dan keterbatasan kepemilikan faktor produksi
pada petani membuat mereka tidak mampu mengakumulasi modal. Apalagi kebutuhan
rumah tangga petani yang semakin besar sementara penghasilan yang tak kunjung
bertambah membuat pemuda khususnya anak petani memutuskan untuk menjadi
karyawan dan buruh di kota daripada bekerja di desa, yang menyebabkan terjadinya
proletarisasi (Nurtjahyo, 2005 dalam Larastiti, 2013). Kondisi tersebut juga dapat
melatarbelakangi seseorang untuk mencari pekerjaan di kota. Meskipun jika ia bekerja
di desa akan menjadi orang yang merdeka karena bebas dalam menguasai sumber
produksi dengan mengelola dan mengembangkan usahanya sendiri. Namun ketika
individu memutuskan untuk bekerja di kota, dalam hal ini bekerja pada sebuah
instansi/perusahaan, maka mau tidak mau individu tersebut harus tunduk terhadap
sistem dan peraturan yang ada.
Ciri masyarakat diperkotaan dapat digambarkan sesuai dengan pemikiran
Ferdinand Tonnies mengenai gesellschaft. Gesellschaft adalah komunitas yang
mencirikan kehidupan urban modern, ditandai dengan mayoritas orang didalamnya
tidak saling mengenal dan merasa sedikit sekali kesamaan dengan penduduk lain.
Sedangkan keadaan interaksi dalam dunia kerja antar masyarakat diperkotaan sesuai
dengan teori solidaritas organik yang dicetuskan oleh Emile Durkheim dalam Divition
of Labour dalam Harahap (2013) dimana masyarakat didalamnya saling berbeda-beda
namun saling bekerjasama. Mereka bekerja sesuai dengan pembagian kerjanya
masing-masing dan saling bergantung satu sama lain. Saling ketergantungan menjadi
sangat tinggi sebagai akibat dari bertambahnya spesialisasi dalam pekerjaan yang
memungkinkan pula bertambahnya perbedaan antara individu. Perbedaan dalam
individu itu pula yang merombak kesadaran kolektif yang ada sebelumnya menjadi
tidak begitu penting dibanding ketergantungan fungsional. Selain itu ketergantungan
antara individu yang satu dengan yang lain sangat tinggi karena setiap orang memiliki
14
fungsi dan peran masing-masing yang saling berkaitan dengan fungsi dan peran orang
lain yang dibutuhkan dalam suatu organisasi (pekerjaan). Mereka bersatu bukan
karena kesadaran dan persamaan kolektif seperti pemikiran, latar budaya, dan
sebagainya namun lebih kepada rasionalitas yaitu berdasarkan kebutuhan dan tujuan
yang ingin dicapai serta mempertimbangkan untung-rugi yang akan diperoleh.
15
Story box 2
Edi adalah siswa kelas 3 yang akan lulus tahun ini. Ia merupakan lulusan SMK Negeri 3
Yogyakarta dengan jurusan Teknik. Edi tergolong sebagai siswa yang cerdas, selama ia
sekolah ia banyak mengikuti berbagai lomba dan mendapatkan juara. Ia juga telah
diterima kuliah di UNY pada tahun ini dengan jurusan Pendidikan Teknik Mesin. Ia
berpendapat bahwa kehidupan di kota lebih maju dibanding di desa hal ini yang membuat
ia lebih berani dan nyaman untuk kelak mencari kerja di kota ketimbang di desa. Namun
kehidupan di kota juga lebih keras terutama dalam hal tingginya persaingan dalam
mencari pekerjaan di kota.
Story box 1
Aina adalah seorang mahasiswi semester 4 di Universitas Cokroaminoto Yogyakarta, ia
merupakan anak sulung dari 2 bersaudara. Bapaknya bekerja sebagai petani salak dan
peternak kambing etawa, sedangkan ibunya bekerja sebagai buruh pabrik susu di Desa
Girikerto. Menurut Aina dengan bekerja di kota akan mendapat benefit yang lebih
dibanding bekerja di desa. Ia berpendapat bahwa lapangan pekerjaan yang ada di kota
lebih banyak dan bervariasi dibanding di desa, pengalaman dan teman (relasi) yang
diperoleh juga lebih banyak dan luas, serta pendapatan/gaji yang lebih tinggi dibanding di
desa. Perbedaan latar budaya dan sikap, misalnya stigma individualistik yang cenderung
menempel pada orang kota tidak menjadi masalah baginya. Menurut Aina asal bisa
beradaptasi dan banyak bergaul dengan baik maka akan mendapat relasi yang banyak.
3.3 TANGGAPAN BEKERJA DI DESA
Kelompok kami memiliki informan yang lebih memilih bekerja di desa yakni 2
orang dari total 5 orang informan. Informan yang pertama dengan nama Syaifuddin
Zuhri Zulkarnain ini bekerja di DPUPKP (Dinas Pekerjaan Umum Pemukiman dan
Perumahan) baru sekitar dua bulan dibagian pendataan bangunan. Syaifuddin sudah
biasa pulang pergi atau nglaju dalam bekerja. Dan juga Febriyanti Eka Nur Sholikhah
yang merupakan mahasiswa UPY prodi PGSD (Pendidikan Guru Sekolah Dasar)
yang terbiasa bolak-balik Wirobrajan-Nganggring.
Lingkungan di desa yang masih banyak ditumbuhi pepohonan membuat suasana
desa terlihat lebih indah, alami, dan sehat. Dan tentu hal ini juga yang menjadi salah
satu alasan seseorang lebih krasan tetap tinggal di desa. Kota memang menyediakan
banyak lapangan pekerjaan karena banyaknya industri dan pabrik, tentu ini
menyebabkan kota menjadi padat penduduk. Tetapi, asap-asap pabrik dan kendaraan,
limbah yang dibuang ke sungai, semua itu menyebabkan polusi dan tentu kota
menjadi lingkungan yang kurang sehat. Berbeda dengan di desa, di samping
pemandang masih asri, banyaknya tumbuhan dan pepohonan yang terus menjaga
udara tetap segar. Ini menjadikan lingkungan tetap sehat dan bebas polusi. Suasana di
desa memang tidak ramai seperti di kota, tetapi dengan keadaan seperti ini justru
kehidupan menjadi terasa tenang bahkan terkadang memunculkan ide dan inspirasi
baru. Sejalan dengan informan Desa Nganggring
“enak daripada di kota kalo saya mending di desa sepi, tenang
gimana..gitu.dingin juga”. (Syaifu, 23 tahun)
Mereka yang sudah memiliki status sosial ekonomi yang baik akan berusaha
mempertahankan kedudukannya dan tidak akan membiarkan anaknya memasuki
pekerjaan yang tidak sesuai dengan kondisi mereka. Hal ini disebabkan oleh harapan
akan pekerjaan yang lebih baik dari keluarga. Orangtua pemuda mengharapkan
anaknya memiliki pendapatan yang jauh lebih baik dari orang tuanya saat ini, dan
pekerjaan yang lebih baik tersebut menurut mereka berada pada sektor industri. Hal
ini disebabkan oleh pertimbangan pendidikan yang telah dimiliki. Salah seorang orang
tua responden yang tergolong kepada status sosial ekonomi rendah.
16
“iya, petani salak sama itu peternak kambing umumnya itu, tapi ada juga yang,
kalau ya pemudakan ada juga yang kerjanya di luar luar gitu”. (Febri, 20 tahun).
Pada umumnya pemuda yang mengakses media massa ini hanya mengakses
untuk hiburan semata. Pada saat menonton televisi, acara seperti sinetron dan ftv
merupakan acara yang paling mereka senangi. Hal ini sedikit banyaknya
mempengaruhi cara berfikir mereka dan cara pandang mereka yang lebih berorientasi
kepada apa yang mereka lihat tersebut. Bahwa media massa mempunyai peranan
penting dalam proses transformasi nilai-nilai baru pada masyarakat (Suyanto dan
Narwoko, 2011). Tampaknya hal ini juga terjadi pada pemuda Desa Nganggring yang
sebagian besar hanya mengakses hiburan seperti sinetron, ftv dan acara musik ketika
menonton televisi sehingga merubah nilai-nilai yang mereka anut menjadi lebih
berorientasi kepada apa yang disaksikan setiap hari di sinetron. Kehidupan kota yang
terlihat mewah, dan dimanjakan oleh berbagai fasilitas kota yang selalu ditampilkan di
sinetron membuat mereka lebih berorientasi pada pekerjaan di kota dan hal ini
mempengaruhi pandangan mereka tentang pekerjaan pertanian di desa.
“ya lebih maju dikota”. (Edi, 18 tahun)
Pemuda Desa Nganggring banyak yang memilih pekerjaan seperti outsourcing
LPK (Lembaga Pelatihan Kerja). Informasi mengenai adanya lowongan pekerjaan di
sektor ini sangat mudah didapatkan oleh responden melalui orang-orang yang berada
di sekitarnya. Kepastian gaji yang akan didapatkan setiap bulannya serta kemudahan
dalam proses memasuki sektor tersebut menjadi faktor yang membuat pemuda
berlomba-lomba untuk mendapatkan pekerjaan di industri/pabrik ini. Hal ini sejalan
dengan peminatan pemuda terhadap sektor industri, ia menemukan bahwa alasan
rasional pemuda desa memilih pekerjaan di sektor industri adalah alasan ekonomi dan
upah, alasan tingkat pendidikan, alasan keinginan belajar mandiri, alasan yang bersifat
sosial seperti prestise dan jaringan sosial yang berhubungan dengan relasi pertemanan,
terakhir yaitu alasan gaya hidup dan pergaulan pada kaum industri yang lebih modern.
“kalau yang bekerja tu kebanyakan pada di hotel trus sama yang keluar negeri
tu ke Jepang, Lpk”. (Edi, 18 tahun)
Salah satu tujuan utama seseorang bekerja yaitu untuk mendapatkan imbalan
berupa upah atau pendapatan. Upah yaitu sesuatu penerimaan sebagai imbalan dari
pengusaha/lembaga kepada karyawan untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah
17
dilakukan yang diberikan dalam bentuk uang atas dasar kesepakatan (Sumarsono,
2003). Harapan pendapatan yaitu upah yang diharapkan oleh seseorang sebagai
imbalan atas pekerjaan atau jasa yang telah ia lakukan dalam satuan waktu tertentu.
Harapan pendapatan yang dilihat pada pemuda Desa Nganggring ini yaitu harapan
pendapatan yang akan diterimanya dalam sebulan ketika medapatkan pekerjaan.
Pemuda Desa Nganggring yang sudah mengetahui informasi terkait bekerja di Jepang
tetapi belum mengetahui nominal pasti besaran pendapatan jika bekerja di Jepang,
informasi tersebut diperoleh dari saudaranya yang bekerja di Jepang sehabis lulus
SLTA.
“gajine besar oo nek 30 ya lebih, 30 an perbulan”. (Edi, 18 tahun)
Seperti halnya banyak orang desa yang tinggal di kota pada umumnya, mereka
baru bisa mudik ke desa setelah satu bulan, satu tahun, atau beberapa tahun karena
alasan sibuk mengurus pekerjaan. Waktu berkumpul bersama orang tua, keluarga, dan
saudara pun bisa tidak bisa dinikmati setiap harinya. Orang tua maupun keluarga
merupakan salah satu alasan kuat mengapa seseorang masih tetap bertahan tinggal di
desa, apalagi bagi mereka yang orang tuanya sudah rapuh karena usia. Bagi mereka,
hari-hari terasa lebih indah saat berkumpul bersama keluarga, saudara, dan orang tua.
Selain itu, beberapa orang tua yang tidak tega anaknya tinggal di kota dan mendesak
mereka untuk tetap tinggal di desa apa adanya. Ada juga kebanyakan orang
memutuskan merantau untuk bekerja. Menetap di kota atau tempat baru pasti akan
memberikan pengalaman lebih dan melatih kemandirian. Namun, memilih untuk
bekerja di daerah asal atau kampung halaman juga merupakan alasan kuat untuk tetap
bekerja disamping sisi tidak bisa meninggalkan seseorang ataupun justru tidak
diperbolehkan keluarga dan juga bisa saja menghemat biaya pengeluaran. Yang
sejalan dengan apa yang diungkapkan salah satu informan dari Desa Nganggring.
“biar apa ya nggak jauh-jauh amat dengan keluarga hehe kalau saya itu”.
(Febri, 20 tahun)
Salah satu alasan lain juga tidak terlepas dari hubungan sosialisasi di daerah
yang sangat penting. “Ra srawung rabimu suwung” istilah di jogja yang sudah sangat
sering terdengar seolah inilah kalimat agar acara kita orang-orang daerah tersebut
akan datang jika saling mengenal dengan cara srawung atau bersosialisasi. Jika kita
pergi jauh dari desa atau bisa dibilang merantau dalam bekerja seolah waktu untuk
18
bersosialisasi di daerah tersebut berkurang bahkan tidak ada. Besar kemungkinan
tidak ada yang mau sinoman yang dari daerah tersebut. Sinoman adalah kegiatan
pemuda-pemudi atau karang taruna di suatu desa menyajikan suguhan kepada tamu
ketika salah satu warganya sedang punya acara atau hajatan.
“mungkin ya karena juga saya sudah terlanjur raket sama desa sini, jauh itu
rasanya takutnya nanti malah kayak asing dengan orang desa sini”. (Febri, 20 tahun)
Seseorang yang pulang larut malam seolah menjadi hal yang biasa. Tidak
sedikit dari pekerja maupun mahasiswa yang pulang malam hari. Pulang sendirian
mungkin tidak masalah ketika siang hari, namun perlu tingkat kewaspadaan yang
tinggi ketika malam hari. Terkadang rasa khawatir muncul sebab resiko yang
mungkin terjadi dalam perjalanan pulang. Banyak orang pulang malam karena
tuntutan sebuah pekerjaan, tugas kampus, organisasi, serta keterlibatan kepanitiaan
dalam sebuah event. Akan tetapi ada anggapan lain di masyarakat terutama di desa
yang menganggap itu bukan sesuatu yang wajar dan ada apa-apanya. Sehingga untuk
menghindari bahan pergunjingan orang orang sekitar tempat tinggal adalah dengan
mengurangi kegiatan yang menyebabkan pulang malam terutama pekerjaan yang jauh
dari tempat tinggal.
“soalnya kan orang desa itu mikirnya takutnya e mereka itu pergi keluar itu
takutnya pergaulan bebas gitu mbak, padahal kan belum pasti semua orang kayak
gitu, ada juga yang keluarganya ada yang kuliah otomatis mereka tahu kalau pulang
malem tu kayak gini, tapi kalau bagi mereka yang nggak tahu itu kan ya otomatis
pasti bisa dalam hati tu ini ngapain kok pulang malem, kerjaannya ngapain gitu”.
(Febri, 20 tahun)
Masyarakat desa dikenal dengan sifat gotong royong. Gotong royong
merupakan suatu bentuk saling tolong menolong yang berlaku di daerah pedesaan
Indonesia. Gotong royong bersifat tolong menolong dan bersifat kerja bakti. Gotong
royong merupakan perilaku yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat kita
sebagai petani (agraris). Gotong royong sebagai bentuk kerjasama antar individu,
antar individu dengan kelompok, dan antar kelompok, membentuk suatu norma saling
percaya untuk melakukan kerjasama dalam menangani permasalahan yang menjadi
kepentingan bersama. Bentuk kerja-sama gotong royong semacam ini merupakan
salah satu bentuk solidaritas sosial.
19
3.4 SOSIALISASI PILIHAN BEKERJA
Sosialisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses belajar
seseorang anggota masyarakat untuk mengenal dan menghayati kebudayaan
masyarakat dalam lingkungannya. Dalam pengertian lain, disebutkan bahwa
sosialisasi merupakan proses penanaman nilai dan norma pada diri individu agar dapat
bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat. Keluarga merupakan
struktur terkecil dalam masyarakat. Salah satu fungsi keluarga adalah sebagai tempat
bagi anak untuk belajar berhubungan sosial (Dwiyanti, 2013). Pada level keluarga
inilah sosialisasi pertama kali dilakukan. Sebagai contoh, orang tua akan menanamkan
nilai-nilai kasih sayang, kedisiplinan, kejujuran, keberanian dan nilai lainnya kepada
anaknya. Orang tua juga akan mengenalkan berbagai norma, seperti norma agama,
norma kesopanan, norma kesusilaan serta berbagai norma lainnya. Harapan dari
dilakukannya sosialiasi tersebut agar anak dapat bertingkah laku seperti yang
diharapkan oleh lingkungan sekitarnya.
Sosialisasi dan pendampingan terhadap tumbuh kembang anak akan terus
dilakukan oleh orang tua hingga sang anak dewasa. Pada saat menginjak usia remaja
menuju dewasa, anak butuh bimbingan dari orang tua dan lingkungan sekitarnya
untuk menentukan jenjang karir atau pendidikan selanjutnya. Sebenarnya, para remaja
sudah memiliki bayangan terhadap apa yang ingin dicapainya di masa depan, namun
mereka butuh dukungan dan arahan dalam perencanaan yang lebih matang (Ginzburg
dan Super, dalam Marliyah dkk.,2004). Keluarga merupakan agen sosialisasi yang
paling berpengaruh dalam pengambilan keputusan. Pola pikir dan nilai-nilai yang
telah dibentuk oleh keluarga akan memengaruhi anak dalam menentukan jenjang
pendidikan atau karir yang akan ditempuh selanjutnya (Marliyah, 2004).
Pada penelitian yang kami lakukan di Padukuhan Nganggring, ditemukan data
bahwa sosialisasi mengenai pekerjaan dan pendidikan yang dilakukan oleh orang tua
terhadap anaknya cukup baik. Para informan memaparkan bahwa orang tua mereka
memberikan pengarahan terkait jenjang yang akan ditempuh selanjutnya, namun
untuk keputusan yang akan diambil diserahkan sepenuhnya pada mereka.
20
“yaaa..mayoritas ya terserah kamu, terserah anaknya mau gimana. yang
penting jalannya bener aja, gak aneh-aneh” (Syaifuddin, 23 tahun)
Orang tua dari Syaifuddin membebaskan dirinya untuk memilih pekerjaan yang
diinginkannya. Tidak ada paksaan untuk harus memilih ini atau harus memilih itu.
Tetapi dibalik itu, terdapat pesan dan harapan untuk “tidak aneh-aneh” dalam
bertindak. Kekhawatiran orang tua ini timbul dari adanya kondisi sosial yang buruk di
tengah masyarakat. Orang tua khawatir bahwa anaknya tidak mampu beradaptasi
dengan lingkungan dan malah terseret pada hal-hal yang buruk.
Informan lainnya menyampaikan nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tuanya
adalah pendidikan itu penting, sehingga harus menyelesaikan pendidikan terlebih
dahulu setelah itu lanjut ke jenjang pekerjaan.
“orang tua dukung wae, tapi kan disuruh kuliah dulu baru bekerja”. (Lusi, 17
tahun)
“orang tua juga pingin kan kalau anaknya itu pendidikannya lebih tinggi dari
orang tua gitu. Orang tua saya kan SMA pendidikan terakhirnya”. (Febri, 20 tahun)
Di era ini, pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat
penting dalam menjalani kehidupan. Pendidikan sebagai komoditas yang dapat
diakses semua kalangan diharapkan mampu membawa perubahan dan kemajuan
masyarakat dalam berpikir dan meningkatkan taraf hidupnya. Sebelum menjadi orang
yang dapat berguna dan berperan aktif di lingkungan masyarakat, anak-anak harus
menempa diri dan mengikuti proses pendidikan. Melalui proses pendidikan, anak
akan belajar dan menemukan sesuatu yang baru serta dapat memaknai banyak hal
(Siregar, 2013). Proses pendidikan yang dijalani oleh anak akan memberikan
pengalaman yang dapat menstimulasi diri mereka untuk menghadapi berbagai hal
yang akan terjadi di lingkungannya. Anak akan belajar bagaimana memecahkan
masalah, mengatur dan mengendalikan emosinya, bersosialisasi dan membangun
relasi dengan banyak orang serta mempelajari berbagai jenis keilmuan. Hal ini
merupakan bekal yang akan membantu anak dalam menghadapi kehidupannya.
Pendidikan yang dijalani pun akan membantu anak untuk dapat menentukan
jenjang karir yang akan dijalaninya. Bila anak menjalani pendidikan di tingkat SMK,
maka ia harus tau kemana jalan yang akan ditempuh selanjutnya. Begitupun dengan
21
anak yang menjalani pendidikan di tingkat SMA, ia harus menentukan akan
melanjutkan pendidikan di tingkat perguruan tinggi atau mencukupinya sampai
tingkat SMA saja. Disinilah peran orang tua dalam memberikan arahan dan sosialisasi
terkait pilihan akan yang dipilih oleh anaknya. Harapan agar anak dapat menempuh
jenjang pendidikan yang lebih tinggi dari orang tuanya merupakan salah satu
keinginan dari salah satu orang tua informan. Harapan ini muncul karena orang tua
ingin adanya peningkatan yang terjadi di generasinya. Selain itu, orang tua juga
berharap bahwa anaknya dapat memperoleh pekerjaan yang lebih baik lagi.
Informan lainnya mengaku sangat berkeinginan untuk dapat bekerja di Negeri
Sakura atau Jepang. Keinginannya ini dasari dari pengalaman kakaknya yang telah
terlebih dahulu berangkat dan bekerja ke Jepang. Cerita-cerita yang disampaikan oleh
kakaknya menumbuhkan keinginannya untuk menjalani pekerjaan disana. Pihak
keluarga memberikan dukungan dan dorongan sehingga memperkuat keinginannya
tersebut.
22
3.5 JENIS PEKERJAAN
Menurut Sugihen (1997), Perdesaan (rural) dapat diartikan sebagai bentuk
daerah otonom yang terendah sesudah kota (dalam Santoso, 2007). Karakteristik yang
menonjol pada perdesaan yang masih asli (tradisional) diantaranya mengenai pola-
pola interaksi sosial yang sangat erat, perilaku individu dan masyarakat yang masih
tergantung kepada alam sehingga kebudayaan yang mereka ciptakan masih sederhana
serta aktivitas ekonominya didominasi oleh sifat agraris (Santoso, 2007). Minat kerja
akan timbul ketika seseorang memiliki keinginan untuk dapat bekerja sesuai dengan
pekerjaan yang diminatinya. Kurangnya kesadaran akan pentingnya memiliki minat
kerja akan menimbulkan ketidaksiapan dalam menghadapi dunia kerja. Menurut
Djaali (2012) minat kerja merupakan akumulasi dari minat yang berkembang sejalan
dengan pengalaman, sikap dan keinginan seseorang. Hal ini sangat dipengaruhi secara
signifikan oleh kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (dalam
Maikaningrum). Mereka yang belum mempunyai keinginan untuk bekerja
menyebabkan kurang semangat dalam mencari informasi pekerjaan yang sesuai
dengan kompetensi keahlian yang dimiliki. Adanya minat kerja akan mendorong
adanya usaha keras dan ingin maju dalam meningkatkan kesiapan kerja
(Maikaningrum).
23
Story Box 1
Aina (20th) adalah mahasiswa yang sedang menjalani kuliah semester 4 di UCY
jurusan teknik sipil. Ia merupakan anak pertama dari 2 bersaudara, ayahnya bekerja sebagai
petani kebun salak dan berternak kambing sedangkan ibunya bekerja di pabrik susu.
Menurutnya pekerjaan di dusun Nganggring hanya sebatas berkebun salak atau berternak
kambing meneruskan usaha orang tua. Ketika ditanya mengenai pekerjaan di kota atau di
desa yang akan diambil setelah lulus, menurutnya pribadi ia menginginkan pekerjaan di kota
besar di luar pulau jawa dengan alasan untuk mencari pengalaman karena di kota cenderung
banyak teman dan penghasilan yang menjanjikan. Tetapi ia khawatir mengenai lingkungan
sosial di kota yang belum tentu cocok sehingga perlu penyesuaian. Menurutnya penduduk di
desa sangat ramah, berbeda dengan di kota yang individualis yang mementingkan diri
sendiri. Ia juga mempunyai keinginan untuk kembali membangun desa agar berkembang
karena tujuan bekerja di kota hanya untuk mencari pengalaman dan ilmu. Menurutnya
pekerjaan di desa cenderung tidak berkembang dengan ruang lingkup yang sempit (jenis
pekerjaan homogen).
Salah satu daya tarik kota adalah luasnya kesempatan kerja yang tersedia, yang
disebabkan oleh tingginya pertumbuhan ekonomi serta ditandai dengan tinggkat upah
yang juga relative tinggi dibandingkan di desa sehingga mendukung mobilitas
pemuda di desa untuk mencari pekerjaan di kota. Menurut Saefullah, pada hakekatnya
mobilitas penduduk merupakan refleksi perbedaan pertumbuhan dan ketidakmerataan
fasilitas pembangunan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Fenomena yang
kemudian muncul adalah munculnya tenaga kerja dari daerah yang mempunyai
fasilitas pembangunan minim akan bergerak menuju ke daerah yang mempunyai
fasilitas pembangunan yang lebih baik, yaitu antara wilayah perdesaan dengan
wilayah perkotaan (Maulida, 2013).
24
Story Box 2
Febriyanti Eka Nur Sholikhah biasa dipanggil Febri, lahir di Sleman, 12 Februari
tahun 1999. Ia sedang menjalani kuliah di UPY semester 4 jurusan PGSD. Ia merupakan
anak pertama dari 2 bersaudara, ibunya seorang petani salak dan ayahnya seorang buruh
untuk mengangkut kayu atau bambu. Ketika ditanya mengenai keinginan bekerja di kota
atau di desa, secara pribadi ia ingin berkerja di desa supaya tidak jauh dengan keluarga
dan mungkin ada potensi di desa sesuai dengan bidang yang ditekuninya asalkan ia
merasa nyaman dalam menjalani pekerjaan tersebut. Mahasiswi yang juga aktif dalam
karang taruna ini mengungkapkan bahwa ia ingin menjadi guru dan tidak masalah dengan
pememindahan di desa 3T karena ia yakin bahwa pemindahan tersebut atas dasar
kepercayaan yang telah diberikan. Menurutnya di kota lebih individualis sedangkan di
desa lebih cenderung ke kegotong royongan.
Story Box 3
Informan ketiga bernama Syaifuddin Zuhri Zulkarnain yang sedang sibuk dengan
pekerjaannya di DPUPKP (Dinas Pekerjaan Umum Pemukiman dan Perumahan) yaitu
pendataan bangunan. Lulusan psikologi UST sekaligus anak pertama dari 2 bersaudara ini
baru menekuni pekerjaannya selama 2 bulan dan masih tenaga kontrak. Ayahnya bekerja
sebagai perangkat desa yaitu dukuh dan ibunya bekerja sebagai guru PAUD. Orang
tuanya cenderung membebaskan anaknya untuk memilih pekerjaan yang mereka sukai.
Menurutnya pribadi ia sudah nyaman bekerja di PU karena merupakan cita cita dari awal
yaitu ingin menjadi pegawai negeri untuk mengabdi kepada negara, selain itu penghasilan
yang diperoleh tinggi.
Mayoritas jenis pekerjaan yang ada di desa Nganggring adalah peternak
kambing yang akan diambil susunya dan petani salak yang akan dijual atau diolah
menjadi kripik salak atau manisan salak. Menurutnya pemasaran produk yang telah
diolah masih kurang sehingga produksi dilakukan sesuai dengan permintaan warga
yang ingin membeli. Selama ini juga belum ada perhatian dari pemerintah sehingga
masih cenderung dikelola sendiri yang mengakibatkan kesulitan dalam pemasaran.
Ketersediaan sarana prasarana yang dapat mendukung pemasaran produksi menjadi
faktor pendukung lainnya. Hal ini memudahkan untuk membawa produksi ke pasar
atau sebaliknya, pihak pembeli datang ke lokasi yang menghasilkan produk.
Ketersediaan jaringan telepon seluler memudahkan penduduk untuk mengetahui
ketersediaan pasar serta harga komoditas yang mereka hasilkan (Noveria, 2015).
Sehingga perlu adanya sarana dan prasarana dari pemerintah untuk mendukung
produksi dan pemasaran produk susu etawa tersebut.
25
Story Box 3
Informan ketiga bernama Syaifuddin Zuhri Zulkarnain yang sedang sibuk dengan
pekerjaannya di DPUPKP (Dinas Pekerjaan Umum Pemukiman dan Perumahan) yaitu
pendataan bangunan. Lulusan psikologi UST sekaligus anak pertama dari 2 bersaudara ini
baru menekuni pekerjaannya selama 2 bulan dan masih tenaga kontrak. Ayahnya bekerja
sebagai perangkat desa yaitu dukuh dan ibunya bekerja sebagai guru PAUD. Orang
tuanya cenderung membebaskan anaknya untuk memilih pekerjaan yang mereka sukai.
Menurutnya pribadi ia sudah nyaman bekerja di PU karena merupakan cita cita dari awal
yaitu ingin menjadi pegawai negeri untuk mengabdi kepada negara, selain itu penghasilan
yang diperoleh tinggi.
Story Box 4
Edi Kurniawan biasanya dipanggil Edi yang akan menjalani kuliah di UNY
jurusan pendidikan teknik mesin. Menurutnya kebanyakan pekerjaan yang ada di desa
yaitu petani sedangkan diperkotaan cenderung lebih ke jasa. Sesuai dengan jurusan yang
diambil yaitu pendidikan yang mengarah menjadi guru maka ia ingin bekerja sebagai
desain perancang teknik mesin di Jepang karena tertarik dengan penghasilan yang besar
dan termotivasi dari kakaknya. Setelah mendapatkan gelar sarjananya ia ingin bekerja di
kota karena infrastrukturnya memadai dan lebih maju. Alasan tertarik bekerja di kota
karena banyak waktu yang dihabiskan untuk bersekolah di kota, tetapi ia masih
mempertimbangkan pekerjaan yang ada di desa jika cocok, maka ia akan memilih
bekerja di desa kerena jarak yang tidak jauh. Menurutnya di kota sulit untuk melamar
pekerjaan sedangkan di desa lebih banyak yang bisa dikerjakan seperti menjadi
pengusaha atau mengembangkan bisnis orang tua dan mengelola ladang.
Menurut Todaro (2000) Tingkat gaji atau upah yang diperoleh di desa yang
belum dapat menjamin kesejahteraan dan perbedaan tingkat upah antara desa dengan
kota akan mendorong penduduk bermigrasi ke kota untuk mencukupi kebutuhan yang
semakin beraneka ragam. Penduduk baru akan memutuskan untuk melakukan migrasi
jika penghasilan bersih di kota melebihi penghasilan bersih yang tersedia di desa
(Maulida, 2013).
Dari ke-lima informan tersebut 3 orang diantaranya memilih untuk bekerja di
kota, hal ini karena angkatan kerja yang menyelesaikan pendidikan terus bertambah
sebagai akibat meluasnya kesadaran untuk bersekolah dan tersedianya sarana
pendidikan tetapi tidak diimbangi dengan adanya lapangan pekerjaan di desa menjadi
faktor yang mendorong migrasi. Menurut Sugihen (1997) terbatasnya lahan sebagai
faktor produksi pertanian dan rendahnya kualitas sumber daya manusia dalam
penguasaan teknologi pertanian, tradisi yang mereka lakukan dalam mengolah lahan,
kurang terbuka terhadap inovasi informasi dan teknologi di desa membuat penyerapan
tenaga kerja dalam pertanian juga berkurang (dalam Santoso, 2007). Terbatasnya
26
Story Box 5
Lusi Erlita (17th) sering dipanggi Lusi, saat melakukan wawancara ia sedang
menjalani PKL di hotel Whiz Prime Malioboro. Anak pertama dari 3 bersaudara ini
bersekolah di SMK kelas 2. Ayahnya bekerja sebagai petani salak dan peternak
kambing sedangkan ibunya bekerja sebagai pedagang dan mengambil pekerjaan
sambilan di Merapi Park. Ia aktif mengikuti karang taruna dan mengikuti beberapa
kegiatan yang dapat membantu majunya desa Nganggring seperti menanam pisang
untuk dijual, budidaya ikan, dan ramban. Menurutnya pribadi ia ingin mengambil
pekerjaan mengenai perhotelan di kota. Orang tuanya sangat mendukung tetapi
menyarankan untuk kuliah dulu sebelum bekerja. Lisa ingin berkuliah di ISI jurusan
musik karena suka menyanyi dan ingin mengembangkan minatnya dibidang tersebut.
Menurutnya kota sangat ramai dan mudah dalam berbagai fasilitas sehingga cocok
untuk jenis pekerjaan yang berhubungan dengan musik. Sedangkan di desa sangat sepi
dan fasilitas yang tidak mendukung. Kota dinilai sangat individual sedangkan desa
sangat kegotongroyongan. Kota juga dinilai untuk mencari pengalaman dan banyak
jenis pekerjaan yang berpenghasilan tinggi.
lapangan pekerjaan tersebut membuat mereka yang tidak mendapatkan pekerjaan
menyandang status pengangguran, pendapatan rendah dan miskin yang menjadi
permasalahan bagi desa (Suhardjo, 1994 dalam Santoso, 2007).
Akibat tekanan-tekanan kesulitan mendapatkan pekerjaan dan kemiskinan di
perdesaan telah mendorong sebagian tenaga kerja dari pinggiran bermigrasi permanen
atau sirkuler ke pusat untuk mencari pekerjaan. Namun hal tersebut dinilai tidak
mampu memecahkan masalah kemiskinan di perdesaan, tetapi justru memunculkan
masalah baru di pusat-pusat pertumbuhan. Industri dipandang sebagai jalan pintas
untuk memecahkan seluruh masalah-masalah sosial ekonomi, dan cenderung
mengabaikan sektor pertanian atau cenderung menguntungkan kota serta dalam
banyak hal mengesampingkan potensi, aspirasi, dan kemampuan penduduk pinggiran.
Industri akan membuat ketergantungan negara berkembang dengan negara maju
semakin besar dan tanpa disadari telah menjerumuskan sebagian besar penduduk
miskin negara berkembang kedalam kemiskinan yang akut. Alasannya, negara-negara
maju yang memiliki modal dan teknologi lebih mendapatkan keuntungan karena
negara-negara sedang berkembang terpaksa meminjam modal dan membeli teknologi
dari mereka (Roxborough, 1986 dalam Santoso, 2007).
Menyadari kelemahan itu, maka muncul pemikiran bahwa pengembangan
perdesaan sebaiknya bersumber pada potensi sumber daya alam dan manusia daerah
itu sendiri, memprioritaskan kepentingan golongan miskin dan membangun dari
bawah. Oshima (1987) menyarankan bahwa dalam mengembangkan perdesaan
keterkaitan sektor pertanian dengan non pertanian perlu mendapat prioritas.
Pendekatan ini menekankan bahwa strategi dasar dalam pembangunan ekonomi
perdesaan mengembangkan sektor pertanian yang berorientasi pasar dan mempunyai
kaitan dengan sektor lain. Hal ini tidak hanya akan mendorong pertumbuhan ekonomi
perdesaan, tetapi mampu merangsang pertumbuhan kegiatan non-farm yaitu dapat
menaikkan penghasilan petani dan menciptakan peluang kerja bukan pertanian yang
amat diperlukan untuk menampung tenaga kerja berasal dari rumah tangga miskin dan
tunakisma (tidak memiliki lahan). Khada (1982), mengemukakan bahwa peluang
kerja non-pertanian mempunyai fungsi dalam pengembangan perdesaan adalah yaitu
untuk menciptakan peluang kerja bagi pekerja perdesaan tanpa dukungan modal yang
besar, Berkemampuan merangsang pertumbuhan ekonomi perdesaan karena kegiatan
non-pertanian dapat bertindak sebagai sumber penghasilan utama untuk rumahtangga.
27
Pengembangan pekerja non-pertanian di perdesaan diharapkan mampu menahan arus
migrasi desa-kota (dalam Udin).
28
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Pemuda dalam memilih pekerjaan di kota maupun di desa didasarkan pada
berbagai macam alasan dan pertimbangan baik itu pilihan sendiri maupun atas
dorongan/nilai-nilai yang diajarkan keluarganya. Sebagian besar informan yang
diwawancarai di Padukuhan Nganggring memilih untuk bekerja di kota dibandingkan
bekerja di desa. Alasan yang mendasari pemuda dalam memilih pekerjaan di kota
yaitu gaji yang besar, lapangan pekerjaan lebih bervariasi, akan mendapatkan
pengalaman dan relasi yang banyak. Mereka lebih memilih untuk mencari pekerjaan
di kota dengan bekerja pada suatu perusahaan swasta atau instansi pemerintah
dibandingkan mengelola dan mengembangkan potensi –potensi yang ada di
Nganggring seperti usaha perkebunan salak, peternakan kambing etawa dan
sebagainya.
Namun terdapat juga informan yang memilih bekerja di desa dengan alasan
kedekatannya dengan keluarga dan pekerjaan yang tersedia di desa. Hal ini cukup
bagus, karena jika banyak pemuda yang memutuskan bekerja di kota akan berdampak
baik di desa maupun di kota. Dampak yang diperoleh Kota berupa angka kepadatan
penduduk yang tinggi, permasalahan lingukungan, dan tingginya angka kriminalitas.
Sedangkan dampak yang diperoleh desa yaitu adanya krisis tenaga kerja muda yang
dapat menghambat pembangunan di desa.
Informan yang memilih pekerjaan di kota sebagian besar memilih untuk bekerja
di bidang industri atau perusahaan, sedangkan informan yang memilih bekerja di desa
memilih untuk bekerja menjadi guru PAUD/TK/SD di sekolah yang berada di
wilayahnya. Namun diantara pemuda yang memilih pekerjaan di kota maupun di desa
menunjukkan suatu kecenderungan yang sama yaitu keinginan untuk menjadi PNS.
Potensi-potensi desa yang ada di Nganggring seperti perkebunan salak,
peternakan kambing etawa, pabrik susu dan desa wisata pada realitanya kurang
berpengaruh terhadap pemilihan pekerjaan bagi pemuda disana. Oleh sebab itu
banyak pemuda yang lebih memilih untuk bekerja di kota atau pada instansi tertentu
sebagai PNS dibanding mengelola dan mengembangan potensi desa yang telah ada.
29
4.2 LIMITASI
Dalam penelitian ini kami mendapatkan informasi terkait kecenderungan
pemuda di Padukuhan Nganggring dalam memilih bekerja di kota atau di desa dan
jenis pekerjaan yang diinginkan, namun kami tidak menggali informasi tersebut lebih
lanjut. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan informasi
yang diperoleh pada penelitian ini secara lebih lanjut dengan melakukan metode
wawancara mendalam (in-depth interview).
4.3 SARAN
Berdasarkan hasil temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah
satu bahan rujukan dalam penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan topik dilema
pemuda dalam memilih pekerjaan di desa atau di kota. Hasil penelitian ini dapat
berguna bagi kepentingan masyarakat luas sehingga diharapkan masyarakat dapat
mengambil manfaat serta pengetahuan terkait dilema pemuda dalam memilih
pekerjaan di desa atau di kota. Selain itu hasil penelitian ini berguna untuk penelitian
selanjutnya, terutama yang berkaitan dengan pembuatan kebijakan usaha desa karena
dapat memberikan informasi mengenai tendensi pemuda dalam mencari pekerjaan
pada saat ini. Hal ini berguna untuk menyusun kebijakan yang fokus untuk menarik
minat pemuda agar lebih tertarik dalam mengembangkan potensi-potensi yang ada di
desa. kami berharap penelitian yang akan dilakukan selanjutnya dapat membahas
mengenai pekerjaan dan sistem yang seperti apa yang sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan pemuda pada saat ini. Sehingga mampu membuat kebijakan baru yang
berhasil menarik minat dan menyerap tenaga kerja dari para pemuda untuk
mengembangkan potensi di desanya sendiri.
30
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Ratna Wylis, Novilia Santri, dan Robet Asnawi. (2018). Pengenalan Pengolahan
Susu Kambing di Kecamatan Sukadana Kabupaten Lampung Timur. Jurnal
Teknologi & Industri Hasil Pertanian Vol. 23 No.1.
Dwiyanti, R. (2013). Peran Orang Tua dalam Perkembangan Moral Anak (Kajian Teori
Kohlberg). Prosiding Seminar Parenting, 161-169.
Harahap, R. F. (2013). Dampak Urbanisasi bagi Perkembangan Kota di Indonesia. Jurnal
Society Vol. 1, No. 1, 35 & 38.
Hariayanto, Asep. (2014). Studi Pengembangan Ekonomi Lokal Terkait Interaksi Desa-
Kota. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol.14 No.1
Kusumastuti, Tri Anggraeni. (2009). Analisis Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaan
Agrowisata Kandang Kelompok Ternak Kambing Peranakan Etawa di Desa Girikerto
Turi Sleman Yogyakarta. Jurnal Manusia dan Lingkungan, Vol. 17, No. I.
Larastiti, C. (2013). Ben Urip Tetep Semeleh Dinamika Pemuda Kelompok Banyumili
Dusun Gadingsari Desa Mangunsari Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang.
Jurnal Studi Pemuda Vol. 2, No. 1, 96-100.
Lina Marliyah, Fransisca I.R Dewi, P. Tommi Y.S Suyasa. (2004). Persepsi Terhadap
Dukungan Orang Tua dan Pembuatan Keputusan Karir Remaja. Journal Provitae, 60-
66.
Maikaningrum dan Joko Kumoro. (n.d). Pengaruh Minat Kerja Dan Praktik Kerja Industri
Terhadap Kesiapan Kerja Siswa Kelas Xi Kompetensi Keahlian Administrasi
Perkantoran SMK Muhammadiyah 2 Bantul.
Maulida, Yusni. (2013). Pengaruh Tingkat Upah Terhadap Migrasi Masuk di Kota
Pekanbaru. Jurnal Ekonomi Vol. 21, No. 2.
Meitasari, I. (2017). Minat Pemuda Desa Untuk Urbanisasi di Desa Sukasari, Kabupaten
Majalengka, Jawa Barat. Jurnal Geografi Edukasi dan Lingkungan Vol. 1, No. 1, 36-
47.
Narwoko, J. D., & Suyanto, B. (2011). Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta:
Kencana.
31
Noveria, Mita dan Meirina Ayumi Malamassam. (2015). Penciptaan Mata Pencaharian
Alternatif: Strategi Pengurangan Kemiskinan dan Perlindungan Sumber Daya Laut
(Studi Kasus Kota Batam Dan Kabupaten Pangkajene Dan Kepulauan). Jurnal
Kependudukan Indonesia Vol. 10 No. 2.
Santoso, Apik Budi. (2007). Peluang Kerja Non-Farm Di Perdesaan (Kajian Teoretis Strategi Pengentasan Kemiskinan Di Perdesaan). Jurnal Geografi Vol. 4 No. 1.
Siregar, N. S. (2013). Persepsi Orang Tua Terhadap Pentingnya Pendidikan Bagi Anak. Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA, 11-27.
Sumarsono. (2003). Ekonomi Manajemen Sumberdaya Manusia Dan Ketenagakerjaan. Jakarta: Graha Ilmu.
Susilowati, Sri Hery. (2016). Fenomena Penuaan Petani dan Berkurangnya Tenaga Kerja
Muda serta Implikasinya Bagi Kebijakan Pembangunan Pertanian. Jurnal Forum
Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 1, Juli 2016, 35-55
Suyanto, B., & Sudarso. (2004). Sosiologi, teks pengantar dan terapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Udin, Kationo. (n.d). Pola Penghidupan Masyarakat di Daerah Perdesaan Pada Strata
Rumahtangga yang Berbeda.
32
SUMBER GAMBAR
Gambar 2.3. TK di Padukuhan Nganggring
(https://lesoengdjoemenggloeng.wordpress.com/tag/jasa-pengecatan-dinding-
tk/)..........................................................................................................................................5
Gambar 3.1. Kandang kambing etawa
(http://yogyakarta.panduanwisata.id/daerah-istimewa-yogyakarta/desa-nganggring-belajar
beternakkambingpe/).............................................................................................................7
Gambar 3.2. Kandang kambing etawa
(http://violata.blogspot.com/2016/09/desa-nganggring-pusat-susu-etawa
di.html)..................................................................................................................................7
Gambar 3.3. Proses pengolahan susu kambing
(https://economy.okezone.com/read/2018/08/10/320/1934769/bisnis-susu-kambing-etawa-
menjanjikan-peminatnya-hingga-luar
jawa)......................................................................................................................................8
Gambar 3.4. Proses pengemasan produk
(https://www.ardiba.com/2016/06/susu-kambing-etawa-gunung-merapi
egm.html)...............................................................................................................................8
Gambar 3.7. Gerbang masuk Desa Wisata Nganggring
(http://yogyakarta.panduanwisata.id/daerah-istimewa-yogyakarta/desa-nganggring-belajar-
beternak-kambing-pe/).........................................................................................................11
33
LAMPIRAN
A. PEMBAGIAN KERJA
Potensi Dukuh Nganggring Mutiara Martiarini (18/424749/SP/28297)
Tanggapan Bekerja di Kota Miyarsih (18/430843/SP/28687)
Tanggapan Bekerja di Desa Rovdaian Baqrur R. (18/428315/SP/28524)
Sosialisasi Pilihan Bekerja Anargya Firjatullah (18/424735/SP/28283)
Pilihan Jenis Pekerjaan Mar’ah Nafisah (18/424748/SP/28296)
34
B. MIND MAPPING KELOMPOK
35
C. MIND MAPPING INIVIDU
Gambar 1. Data Networking (Mindmap) Anargya Firjatullah
36
Gambar 2. Data Networking (Mindmap) Mar’ah Nafisah
37
Gambar 3. Data Networking (Mindmap) Miyarsih
38
39
Gambar 4. Data Networking (Mindmap) Mutiara Martiarini
40
Gambar 4. Data Networking (Mindmap) Rovdaian B.R
41
LAMPIRAN FOTO
KEADAAN DESA
42
KEADAAN RUMAH INFORMAN
43
DOKUMENTASI PENELITIAN
44