pa surya desember 2014

15
Kementerian Agama RI | Kantor Balai Dilat Keagamaan Banjarmasin http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=suryasubur005[12/30/2014 9:53:39 AM] HOME PRODUK PERUNDANGAN PROFIL KONTAK KAMI BUKU TAMU GALERI LINK TERKAIT SITEMAP MEMBANGUN BUDAYA ORGANISASI MADRASAH MELALUI DIKLAT PENGELOLAAN ADMINISTRASI MADRASAH ___________________________________________________________________________ MEMBANGUN BUDAYA ORGANISASI MADRASAH MELALUI DIKLAT PENGELOLAAN ADMINISTRASI MADRASAH Oleh : Surya Subur (Widyaiswara BDK Banjarmasin) ABSTRAK Kata Kunci : Budaya organisasi madrasah, diklat adminitrasi madrasah Tulisan ini bertujuan untuk mengembangkan peran kepala madrasah dalam membangun budaya organisasi madrasah sebagai sebuah lembaga pendidikan yang memiliki ciri atau karakter yang berbeda melalui diklat pengelolaan administrasi madrasah. Untuk mencapai tujuan yang mengarah pada perilaku warga madrasah yang berciri khas madrasah tersebut, diperlukan seorang kepala madrasah yang efektif dan visioner yang mampu merumuskan visi, misi, dan tujuan madrasah sehingga seluruh warga madrasah berpegang pada komitmen bersama tersebut. Peran kepala madrasah ini didapatkan melalui upaya diklat pengelolaan administrasi madrasah bagi kepala madrasah dan kepala tata usahanya. Untuk mencapai tujuan tersebut peran diklat pengelolaan adminisrrasi madrasah sangat diperlukan dalam menciptakan budaya madrasah yang sesuai harapan seluruh warga madrasah yakni sebuah generasi Islami yang mempunyai karakter atau sikap yang bercirikan masyarakat madrasah. PROFIL PROGRAM DIKLAT ARTIKEL / JURNAL BERITA Berita Ramadhan Khutbah Galeri Diklat Widyaiswara Situs Terkait Peta Situs

Upload: ryan-hidayat

Post on 09-Dec-2015

4 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Artikel web bdk bjm

TRANSCRIPT

Page 1: Pa Surya Desember 2014

Kementerian Agama RI | Kantor Balai Dilat Keagamaan Banjarmasin

http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=suryasubur005[12/30/2014 9:53:39 AM]

HOME PRODUK PERUNDANGAN PROFIL KONTAK KAMI BUKU TAMU GALERI LINK TERKAIT SITEMAP

MEMBANGUN BUDAYA ORGANISASI MADRASAHMELALUI DIKLAT PENGELOLAAN ADMINISTRASIMADRASAH

___________________________________________________________________________MEMBANGUN BUDAYA ORGANISASI MADRASAH

MELALUI DIKLAT PENGELOLAAN ADMINISTRASI MADRASAH

Oleh : Surya Subur

(Widyaiswara BDK Banjarmasin)

ABSTRAK

Kata Kunci : Budaya organisasi madrasah, diklat adminitrasi madrasah

Tulisan ini bertujuan untuk mengembangkan peran kepala madrasah dalammembangun budaya organisasi madrasah sebagai sebuah lembaga pendidikan yangmemiliki ciri atau karakter yang berbeda melalui diklat pengelolaan administrasi madrasah.

Untuk mencapai tujuan yang mengarah pada perilaku warga madrasah yangberciri khas madrasah tersebut, diperlukan seorang kepala madrasah yang efektif danvisioner yang mampu merumuskan visi, misi, dan tujuan madrasah sehingga seluruh wargamadrasah berpegang pada komitmen bersama tersebut. Peran kepala madrasah inididapatkan melalui upaya diklat pengelolaan administrasi madrasah bagi kepala madrasahdan kepala tata usahanya.

Untuk mencapai tujuan tersebut peran diklat pengelolaan adminisrrasi madrasahsangat diperlukan dalam menciptakan budaya madrasah yang sesuai harapan seluruhwarga madrasah yakni sebuah generasi Islami yang mempunyai karakter atau sikap yangbercirikan masyarakat madrasah.

PROFIL

PROGRAM DIKLAT

ARTIKEL / JURNAL

BERITA

Berita Ramadhan

Khutbah

Galeri Diklat

Widyaiswara

Situs Terkait

Peta Situs

Page 2: Pa Surya Desember 2014

Kementerian Agama RI | Kantor Balai Dilat Keagamaan Banjarmasin

http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=suryasubur005[12/30/2014 9:53:39 AM]

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Madrasah sebagai organisasi atau lembaga yang diberi wewenang

menyelenggarakan pendidikan formal, yaitu proses belajar mengajar. Sebagai sebuah

lembaga pendidikan formal memiliki syarat tertentu, seperti ada sejumlah orang, memiliki

tujuan, prosedur, dan ada aturan yang dipatuhi oleh warganya.

Madrasah merupakan bagian kecil dari masyarakat, terutama masyarakat

bangsa dan negara. Keberadaan madrasah tergantung pada keberadaan masyarakat

sekitarnya. Artinya keberhasilan madrasah dipengaruhi oleh kondisi dan situasi

masyarakat sekitarnya. Karena madrasah merupakan suatu sub sistem dari suatu sub

sistem yang lebih besar, yaitu masyarakat bangsa dan negara.

Maju mundurnya sebuah madrasah sangat tergantung pada kepala madrasah.

Kepala madrasah bertanggungjawab terhadap tata nilai kehidupan di madrasah yang ia

pimpin. Mau kemana arah karakter (sikap) yang dibangun dalam sebuah madrasah

tergantung pada visi, misi, dan tujuan madrasah yang dirumuskan oleh kepala madrasah

bersama warga madrasah lainnya (guru, peserta didik, orangtua/wali, dan komite

madrasah).

Karena itu, kepala madrasah mempunyai peran strategis dalam membangun

sebuah budaya madrasah. Peran strategis dimaksud adalah merencanakan arah

penciptaan budaya madrasah yang diawali dengan penyusunan ’rentra’ madrasah yang

di dalamnya memuat visi, misi, dan tujuan madrasah, mengimplementasikan rentra

tersebut secara intens bersama seluruh warga madrasah, dan menindaklanjuti dengan

tindakan-tindakan konkrit bagi guru, peserta didik, dan tenaga kependidikan lainnya, dan

lebih penting adalah kepala madrasah menjadi figur sentral dalam pelaksanaannya.

Namun, tugas dan tanggungjawab ke arah pembudayaan madrasah belum

dilaksanakan secara efektif dikarenakan wawasan dan kemampuan kepala madrasah

dan warga madrasah itu sendiri, sehingga terkesan bahwa madrasah tidak lain sama saja

dengan lembaga pendidikan yang lain yang hanya berorientasi pada prestasi kognisi

dengan ukuran lulus dengan nilai yang baik, tanpa melihat watak dan karakter peserta

didik itu sendiri.

Untuk membangun budaya madrasah diperlukan peran pendidikan dan pelatihan

Page 3: Pa Surya Desember 2014

Kementerian Agama RI | Kantor Balai Dilat Keagamaan Banjarmasin

http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=suryasubur005[12/30/2014 9:53:39 AM]

(diklat). Bentuk peran diklat pada pada pengembangan budaya madrasah adalah adanya

melalaui diklat pengelolaan administrasi madrasah bagi kepala madrassah, komite

madrasah, dan guru. Peran tersebut dirumuskan melalui program-program yang dibuat

bersama, madrasah dan komite yang dirancang dalam sebuah diklat.

Pada praktik nantinya masing komponen mengambangan perannya dalam

membangun budaya madrasah Misalnya, peran komite madrasah itu dapat berupa : (1)

membantu kelancaran pendidikan di madrasah; (2) memelihara, meningkatkan dan

mengembangkan madrasah; (3) memantau, mengawasi dan mengevaluasi

penyelenggaraan pendidikan. (Sonhadji, 2000 : 49 )

Keberhasilan madrasah dalam membina siswa-siswanya merupakan

keberhasilan warga madrasah dan masyarakat berkerja sama dalam membina madrasah.

Keberhasilan sebuah madrasah dapat dilihat antara lain, melalui berapa banyak

siswanya dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi atau yang bisa meneruskan

sekolah sampai selesai.

Suatu lembaga pendidikan dapat dikatakan berhasil bila memenuhi Standar

Pelayanan Minimal (SPM), di mana keberhasilan itu bila semua warga dapat memenuhi

visi dan misi sekolah dengan baik, kehadiran warga madrasah mencapai 100% (

Sonhadji, 2000 : 44 )

Visi dan misi lembaga madrasah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari

sebuah tatanan pendidikan. Ia merupakan landasan berpijak kemana arah lembaga

pendidikan itu mau dibawa. Mengacu pada Rentra Departemen Pendidikan Nasional

2005 – 2010, visi pendidikan adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata

sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia

berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab

tantangan zaman yang selalu berubah.

Untuk mencapai itu maka semua peran lembaga pendidikan dan pelatihan

(diklat) sangat penting termasuk di daerah. Lembaga diklat harus mampu

menterjemahkan kepentingan madrasah sehingga mampu diterjermejahkan oleh kapala

madrasah dalam mengembangkan budaya madrasahnya.

B. Identifikasi Masalah

Permasalahan yang muncul dalam membangun budaya organisasi madrasah

teridentifikasi adanya indikasi: lemahnya budaya organisasi warga madrasah yang

berakar dari lemahnya penerapan akar budaya pada madrasah, antara lain lemahnya

Page 4: Pa Surya Desember 2014

Kementerian Agama RI | Kantor Balai Dilat Keagamaan Banjarmasin

http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=suryasubur005[12/30/2014 9:53:39 AM]

implementasi nilai-nilai agama, kurangnya pemahaman terhadap visi, misi dan tujuan

madrasah, disiplin kerja yang kurang, hilangnya rasa malu, rendahnya komitmen dalam

balajar mengajar, lemahnya pemahaman kehidupan berbangsa dan bernegara, ditambah

dengan kurangnya kesempatan kepala madrasah dan kepala tata usahanya dalam

mengikuti diklat pengelolaan adinistrasi madrasah. Hal ini yang membuat madrasah

belum mampu memunculkan karakter atau sikap atau budaya madrasah itu sendiri dalam

kehidupan bermasyarakat.

C. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang dan identifikasi masalah di atas penulis

mengambil rumusan masalah, yaitu bagaimana peran kepala madrasah dalam

membangun budaya organisasi madrasah melalui diklat pengelolaan administrasi

madrasah ?

D. Tujuan Penulisan

Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka penulisan ini berutujuan

mengungkapkan peran kepala madrasah dalam membangun budaya madrasah melalui

diklat pengelolaan administrasi madrasah.

BAB II. LANDASAN TEORITIK

A. Budaya Organisasi

Budaya organisasi adalah norma-norma yang memberitahu orang-orang

tentang apa yang diterima dan apa yang tidak, nilai-nilai yang dominan yang dihargai

oleh organisasi, asumsi dasar dan kepercayaan yang dibentuk oleh para anggota

organisasi berupa aturan main organisasi, sebagai pilosofi yang dianut suatu organisasi

dalam berinteraksi dengan orang-ornag yang ada di dalam atau diluar organisasi

(Owen, 1987 : 17)

Kebudayaan dapat dirumuskan sebagai ”Suatu kesatuan dan keseluruhan yang

komplek, yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat

istiadat, dan kemampuan serta kebiasan lainnya yang dipunyai manusia sebagai

Page 5: Pa Surya Desember 2014

Kementerian Agama RI | Kantor Balai Dilat Keagamaan Banjarmasin

http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=suryasubur005[12/30/2014 9:53:39 AM]

anggota masyarakat. ”(Adam, 1999 : 37)

Dalam dunia organisasi kita mengenal apa yang disebut dengan Anggaran

Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang mengatur perilaku organisasi dan perilaku

personilnya dalam beraktivitas menjalankan roda organisasi, sehingga organisasi dapat

berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

R. Ritti dan G. Funkhouser (Anonim : 289) mendefinisikan bahwa budaya

organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi

itu; suatu sistem dari makna bersama. Sistem makna bersama ini bila kita cermati

merupakan suatu karakteristik utama yang sangat dihargai oleh organisasi itu.

Secara hakekat budaya organisasi ini mengandung tujuh karakteristik tentang

budaya organisasi, yaitu : (1) inovasi dan pengembalian resiko, sejauh mana para

karyawan didorong untuk berinovasi dan mengambil resiko ; (2) perhatian pada

kerincian, sejauh mana para karyawan diharapkan memperlihatkan presisi

(kecermatan), analisis dan perhatian pada kerincian ; (3) orientasi pada hasil, sejauh

mana manajemen, fokus pada hasil bukan pada teknik dan proses yang digunakan

untuk mencapai hasil itu ; (4) orientasi pada orang, sejauh mana keputusan manajemen

memperhitungkan efek hasil pada orang-orang di dalam organisasi itu ; (5) orientasi

pada tim, sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, bukan individu-

individu ; (6) keagresifan, sejuh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan

bukannya santai-santai ; (7) kemantapan, sejauh mana kegiatan organisasi

menekankan dipertahankannya status quo sebagai kontrasnya pertumbuhan. (Ritti dan

Funkhouser ; 289).

Madrasah sebagai lembaga pendidikan mendapat masukan siswa dan guru dari

berbagai karakter bawaan yang dibawanya dari lingkungannya dengan latar belakang

keluarga, kelompok, masyarakat tempat tinggalnya semasa kecil, agama, pendidikan,

dan organisasi yang berbeda-beda. Kemudian masuk ke satu lingkungan organisasi,

yaitu madrasah. Di mana orang-orang dari latar belakang yang berbeda itu diharapkan

memiliki persepsi atau komitmen sama tentang perilaku organisasi atau budaya

organisasi dengan cara mengubah atau menciptakan lingkungan tempat bergaulnya.

Lingkungan buatan itu diberikan pada guru dengan memberikan reward dan

punishmet, kontrak kerja, dan etika kerja. Sedangkan untuk siswa pemberian poin plus

atau pengurangan poin pelanggaran bagi mereka yang tidak berprilaku baik (sebagai

pelaksana upacara bendera, membawa nama baik madrasah, menjaga kebersihan dan

mendapat rangking di kelas), pemberian materi etika.

George G stern (Owen, 1887 : 5) mengembangkan pendekatan untuk

menjelaskan ukuran dan iklim keorganisasian. Yang mendasari pemahaman stern

Page 6: Pa Surya Desember 2014

Kementerian Agama RI | Kantor Balai Dilat Keagamaan Banjarmasin

http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=suryasubur005[12/30/2014 9:53:39 AM]

tentang iklim organisasi adalah berasal dari pendapat Lewinian, bahwa untuk dapat

mengidentifikasi karakter dari individu dan kelompok dalam organisasi harus dilihat

dalam kontek interaksi dengan lingkungan. Formula yang dikemukakannya sebagai

berikut :

B = (P x E ) dimana : B = Behavior (perilaku)

P = Personality / individu

E = Enveroment / lingkungan

Menurut formula Lewinian ini perilaku seseorang merupakan hasil bentukan

pribadi bawaan seseorang sejak lahir dan hasil pergaulanya dengan lingkungan tempat

tinggalnya atau masyarakat tempat tinggalnya dengan latar belakang sosial ekonomi,

agama, budaya yang berbeda-beda yang kita sebut pengalaman.

Sedangkan pengertian budaya menurut kamus bahasa Indoesia

Pengembangan (peningkatan mutu) budaya adalah pikiran, akal budi, hasil, adat

istiadat yang mudah berkembang (berharap, maju).

Dalam Islam sering merupakan terjemahan dari kata-kata akhlak. Di kalangan

ulama terdapat berbagai pengertian tentang apa yang dimaksud dengan akhlak.

Murtada Muthahari misalnya mengatakan bahwa akhlak mengacu pada perbuatan yang

manusiawi, yaitu perbuatan yang lebih bernilai daripada sekedar perbuatan alami,

seperti makan, minum, tidur, dan sebagainya. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang

memiliki nilai, seperti berterima kasih, khidmat kepada orang tua dan sebagainya

(Abudin, 2003 : 196).

Pendapat lain mengatakan bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang

langsung diperintahkan oleh agama. Dan ada juga yang mengatakan bahwa perbuatan

akhlak itu perbuatan yang bermuara dari perasaan mencintai sesama. (Abudin, 2003 :

1967).

Budaya terkait juga dengan moral dalam kehidupan sehari-hari. Karena moral

ialah kekuasaan yang sesuai ukuran-ukuran (nilai-nilai) masyarakat, yang timbul dari

hati dan bukan paksaan dari luar yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas

kelakuan (tindakan) tersebut. Tindakan itu harus mendahulukan kepentingan umum

daripada kepentingan atau keinginan pribadi (Zakiah, 2003 : 63, Abuddin Nata, 2003 :

196).

Lebih jauh untuk menciptakan sebuah budaya madrasah maka harus

dibangun suatu sistem moral yang mencakup aspek kehidupan yang secara nasional

telah tercantum dalam visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional

Page 7: Pa Surya Desember 2014

Kementerian Agama RI | Kantor Balai Dilat Keagamaan Banjarmasin

http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=suryasubur005[12/30/2014 9:53:39 AM]

Kalau kita lihat betapa pendidikan nasional tidak dapat dipisahkan dari

usaha bangsa kita untuk membangun suatu masyarakat Indonesia baru dengan

berdasarkan kebudayaan nasional.. Suatu masyarakat yang demokratis yang tentunya

memerlukan berbagai praksis pendidikan yang dapat menumbuhkan individu dan

masyarakat yang demokratis. Masyarakat yang tertutup, yang sentralistik yang

mematikan inisiatif berpikir manusia bukanlah merupakan pendidikan nasional yang

kita inginkan. Pada intinya paradigma pendidkan nasional yang yang diharapkan

harus mampu mengembangkan tingkah laku yang menjawab tantangan internal dan

global. Dan ini haruslah menjadi komitmen bersama dari semua komponen

masyarakat pendidikan, yakni kepala madrasah, guru, siswa, dan lain-lainnya.

Untuk dapat menggairahkan dunia pendidikan berbagai komponen

pembentuk tingkahlaku pun diperlukan antara lain adalah motivasi diri.

Pada dasarnya manusia dalam bekerja memiliki motivasi. Dan motivasi

yang kuat pengaruhnya adalah motivasi ekonomi, karena motivasi ekonomi

menyangkut kebutuhan dasar manusia atau masalah kelangsungan hidup manusia.

Bila kebutuhan ekonomi terpenuhi maka motivasi berikutnya yang perlu ditambahkan

adalah motivasi bertindak sosial, hal ini disebabkan oleh manusia hidup selalu

berhubungan dengan manusia lainnya, dan selalu berkomunikasi dengan

organisasinya . keberadaan seseorang dalam suatu organisasi lebih-lebih organisasi

pendidikan, jiwa sosial sangat dibutuhkan sebagai modal seorang pendidik. Orang

yang memiliki sikap sosial biasanya memiliki disiplin yang tinggi, dan rasa empati

yang tinggi.

Penanaman sebuah budaya di atas tidak mudah, tidak dapat dilakukan

secara serampangan, harus terprogram yang dimulai dari stimulan dari luar, dimulai

dari motivasi yang paling dasar, yaitu motivasi ekonomi, dilanjutkan bagaimana orang

memiliki jiwa sosial, dan dilanjutkan dengan motivasi orang bekerja atas dasar

tuntutan agama.

Munculnya motivasi kiranya perlu dirangsang, seperti yang dikemukakan

oleh Sardiman (2001, 72) bahwa motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan.

Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena

dirangsang / terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini

menyangkut masalah kebutuhan.

Melihat fenomena ini hendaknya madrasah (Kepala madrasah) melakukan

terobosan agar keterlambatan guru masuk kelas, kekosongan jam dapat diperkecil

bahkan kapan perlu dihapuskan, karena sangat merugikan anak didik dan juga

menyangkut kelangsungan sekolah dimasa yang akan datang. Bila keadaan ini

Page 8: Pa Surya Desember 2014

Kementerian Agama RI | Kantor Balai Dilat Keagamaan Banjarmasin

http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=suryasubur005[12/30/2014 9:53:39 AM]

dibiarkan maka visi dan misi sekolah akan dipertaruhkan. Madrasah yang akan

menjadi dambaan masyarakat yang dicita-citakan tidak akan terwujud. Untuk

mengurangi banyaknya kekosongan jam belajar, sekolah memberikan motivasi dalam

bentuk penghargaan atas prestasi kerja guru dan sangsi bagi mereka yang tidak

sesuai dengan ketetapan madrasah (reward and punishment).

Seperti yang dikemukakan oleh Adam Indrawijaya (1999 : 75) bahwa

harapan akan imbalan dan hukuman merupakan pendorong bagi tindakan seseorang.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya perilaku menyimpang,

diantaranya pertama longgarnya pegangan terhadap agama, ini merupakan tragedi

bagi dunia maju, dimana segala sesuatu yang diinginkan dapat dicapai dengan ilmu

pengetahuan sehingga keyakinan beragama mulai terdesak, kepercayaan terhadap

Tuhan tinggal hanya simbol, larangan dan suruhan Tuhan tidak diindahkan lagi.

Dengan longgarnya pegangan seseorang pada ajaran agama, sehingga hilanglah

kekuatan pengontrol dalam dirinya. Kedua kurang efektifnya pembinaan moral di

rumah tangga, di sekolah, dan di masyarakat. Pembinaan moral oleh ketiga instansi

ini tidak berjalan menurut yang semestinya ( Abuddin Nata, 2003 : 192 ).

Zakiah (1978) mengemukakan bahwa moral bukanlah suatu pelajaran

yang dapat dicapai dengan mempelajari saja, tanpa membiasakan hidup bermoral dari

sejak kecil. Moral itu tumbuh dari tindakan nkepada pengertian dan tidak sebaliknya (

Abuddin, 2003 : 192 ).

B. Organisasi Madrasah

Organisasi ialah setiap bentuk kerjasama antara manusia yang diikat oleh suatu

ketentuan yang dimaksud untuk mencapai tujuan yang sama (Indrawijaya, 1999:3)

Menurut Sondang P. Siagian, organisasi adalah setiap bentuk persekutuan

antara dua orang atau lebih yang bekerja sama serta secara formal terikat dalam

rangka mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan dalam ikatan dimana terdapat

seseorang, beberapa orang yang disebut atasan dan seorang atau kelompok orang

yang disebut bawahan (Indrawijaya, 1999:3).

Menurut Prajudi Atmosudirdjo (1976:5), Organisasi adalah struktur tata

pembagian kerja dan struktur hubungan kerja anta kelompok orang pemegang posisi

yang bekerja sama secara tertentu untuk bersama-sama mencapai tujuan tertentu.

Dalam kata lain organisasi dapat pula didefinisikan sebagai himpunan interaksi

Page 9: Pa Surya Desember 2014

Kementerian Agama RI | Kantor Balai Dilat Keagamaan Banjarmasin

http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=suryasubur005[12/30/2014 9:53:39 AM]

manusia yang bekeja sama untuk mencapai tujuan bersama yang terikat oleh suatu

ketentuan yang telah disetujui bersama. Sedangkan menurut pengertian administrasi

dan manajemen, organisasi diartikan bahwa setiap organisasi selalu ada seseorang

yang bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan sejumlah orang yang bekerjasama

dalam beraktivitas dengan menggunakan berbagai fasilitas.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas bahwa organisasi itu ada sekelompok

orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan yang sama, dan biasanya dikoordinir

oleh seorang untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Madrasah sebagai

organisasi mempunyai keterkaitan dengan proses pembelajaran yang diarahkan untuk

mempunyai karakter sikap tertentu sesuai dengan proses pembudayaan yang akan

dibentuk.

James Rosenweig (Atmodiwirio, 2000:12) menjelaskan, melihat organisasi

dari sistem kerjasama, sistem hubungan atau sistem sosial. Bila dilihat dari kegiatannya

(proses) organisasi bersifat aktif, terjadi sebagai hubungan antar orang dengan orang,

antar orang dengan kelompok, antara kelompok dengan kelompok, yang menghasilkan

beberapa kepentingan baik yang bersifat pribadi maupun pencapaian tujuan organisasi.

Sebagai sistem terbuka suatu organisasi akan tergantung pada lingkungan luar

organisasi, agar organisasi itu tetap hidup, dan karenanya organisasi itu harus terbuka

terhadap pengaruh dan transaksi dengan dunia luar sepanjang organisasi itu hidup.

Sistem terbuka memiliki komponen-komponen : (1) batas (boundary); (2) tujuan; (3)

masukan; (4) transpormasi; (5) keluaran (output); (6) balikan (feedback); (7)

lingkungan.

C. Diklat Pengelolaan Administrasi Madrasah

1. Pengertian Diklat

Di dalam kata diklat terdapat dua suku kata yakni pendidikan dan latihan.

Pendidikan mengacu pada upaya peningkatan kualitas orang yang mengalami

proses pendidikan itu sedangkan latihan adalah upaya yang terstruktur yang

dilakukan secara berulang sehingga pengetahuan dan keahlian dapat ditransfer

secara nyata.

Dalam lembaga diklat terdapat beberapa macam diklat diantarannya adalah

diklat pengelolaan administrasi madrasah. Sasaran diklat ini adalah tenaga pendidik

dan kependidikan.

Page 10: Pa Surya Desember 2014

Kementerian Agama RI | Kantor Balai Dilat Keagamaan Banjarmasin

http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=suryasubur005[12/30/2014 9:53:39 AM]

Tenaga kependidikan yang menjadi perhatian UU Sisdiknas dan PP No. 19

Tahun 2005 adalah: Kepala Sekolah, Tenaga Perpustakaan, Tenaga Pengawas

Sekolah, Tenaga Laboratorium, dan Tenaga Administrasi Sekolah (TAS). Salah satu

upaya meningkatkan kompetensi manajerial kepala sekolah sesuai Permendiknas

No. 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah antara lain adalah

melalui bimbingan teknis. Salah satu kompetensi manajerial kepala sekolah adalah

mengelola ketetausahan sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan

sekolah/madrasah. Untuk keperluan diklat manajemen pengelolaan administrasi

madrasah.

Pendidikan dan pelatihan (Diklat) ini diselenggarakan dengan pendekatanandragogi. Keaktifan, kreatif, kefektifan, kebermaknaan, dan suasana yangmenyenangkan ditumbuhkembangkan selama proses Diklat berlangsung.Pendekatan andragogi yang akomodatif terhadap pemberian fasilitasi kepadapeserta untuk mengungkapkan pengalamannya, mengolah dan menganalisis,menggeneralisasi (menyimpulkan), dan menerapkan pengalamannya dalam Diklatini. Metode diklat ini menggunakan berlatih langsung di depan laptop masing-masing dengan menggunakan data mutakhir yang dimiliki sekolah. Oleh sebab itu,semua peserta wajib membawa laptop dan data kurikulum, pembelajaran, pendidikdan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, dan pembiayaan. Dengandemikian, bimbingan teknis ini akan terasa manfaat langsung bagi peserta setelahkembali ke sekolahnya masing-masing

III. PEMBAHASAN

Dalam konteks tulisan ini, yakni bagaimana menciptakan sebuah budaya

organsasi madrasah maka peran diklat ini, adalah ;

1) Menanamkan nilai-nilai praktis dalam pengelolaan madrasah

Penanamkan terhadap nilai-nilai praktis bagi kepala madrasah yang

akan ditanamkan kepada peserta didik dalam rangka membangun budaya

madrasah adalah nilai-nilai agama. Nilai-nilai agama bisa dilaksanakan melalui

diklat yang diberikan kepada kepala madrasah. Kepala madrasah mempunyai

kemampuan mengkomunikasikan hasil diklat secara bijak kepada warga

madrasah lainnya. Dalam diklat juga bisa menanamkan nilai-nilai praktis dalam

aturan agama.

Nilai praktis yang dimaksud adalah pembiasaan mengucapkan salam

jika masuk dan ke luar kantor/kelas, mengucapkan salam jika bertemu teman

atau guru di jalan. Membiasakan hidup bersih dengan membuang sampah

pada tempatnya, mencuci tangan sebelum belajar, berkata jujur di mana saja

berada, makan dan minum tidak sambil berjalan, melaksanakan sholat

berjamaah di madrasah. Tentu ini semua diperlukan keinginan oleh semua

Page 11: Pa Surya Desember 2014

Kementerian Agama RI | Kantor Balai Dilat Keagamaan Banjarmasin

http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=suryasubur005[12/30/2014 9:53:39 AM]

warga madrasah dan pengawasan yang berkelanjutan. Pembiasaan ini tentu

saja diharapkan sampai ke ranah rumah tangga peserta didik, dengan

menyampaikannya kepada wali atau orang tua peserta didik.

2) Memberikan pemahaman kepada kepala madrasah terhadap visi, misi, dan

tujuan madrasah

Untuk menciptakan sebuah budaya madrasah, diperlukan kemampuan

kepala madrasah dalam hal merumuskan visi, misi dan tujuan madrasah, dan

mengkomunikan, serta memberikan pemahaman secara intens kepada warga

madrasah.

Visi, misi, dan tujuan ini melekat di dalam setiap jiwa warga madrasah.

Ia tidak hanya dihapal melainkan diejawantahkan di dalam kehidupan sehari-

hari di dalam madrasah, sehingga tujuan madrasah untuk membentuk sikap

atau karakter budaya madrasah bisa tercapai.

3) Diklat memberikan tatacara penanaman disiplin dan etos kerja bagi kepala

madrasah

Membudayakan agar seluruh warga madrasah hidup dan terbiasa

dalam koridor disiplin yang tinggi, kepala madrasah adalah figur yang dominan

untuk guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik. Karena itu tata aturan yang

dibuat oleh kepala madrasah, ia merupakan contoh konkrit terhadap

pelaksanaan aturan itu. Selanjutnya dibuat sistem pengaturan yang jelas bagi

guru dan tenaga administrasi dan bagi peserta didik. Bagi guru, penghargaan

dan sangsi (Reward dan Punishment), perjanjian kerja, contoh sikap peraturan

sekolah. Bagi peserta didik, melaksanakan upacara secara disiplin, poin plus,

sikap warga sekolah dalam menjalankan peraturan.

Untuk memudahkan dalam perhitungan dibuatlah format guru dan

format pengamatan guru oleh siswa. Format ini berfungsi : (1) pengawasan

kehadiran guru; (2) ketepatan guru masuk kelas dan keluar kelas; (3)

memonitor batas materi pelajaran yang harus diajarkan oleh guru; (4) kegiatan

yang guru lakukan pada saat di dalam kelas; (5) penampilan guru di dalam

kelas ; (6) karakter guru di dalam kelas ; (7) pengawasan tidak langsung yang

dilakukan oleh kepala sekolah.

Bagi guru disiplin datang dan pulang, masuk kelas dan ke luar kelas,

membuka pelajaran, dan menutup pelajaran, dan lain-lain hendaknya

dilaksanakan dan secara implisit diawasi langsung oleh kepala madrasah. Bagi

peserta didik diberikan point plus dalam tata aturan yang dipegangnya,

Page 12: Pa Surya Desember 2014

Kementerian Agama RI | Kantor Balai Dilat Keagamaan Banjarmasin

http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=suryasubur005[12/30/2014 9:53:39 AM]

sehingga jelas jika ia melakukan pelanggaran ada sanksi dan sebaliknya jika ia

melaksanakan sesuatu yang terpuji seperti berprestasi di madrasah ia akan

mendapat reward dari pihak madrasah. Dalam tata aturan yang disepakati

tersirat budaya malu bagi seluruh masyarakat madrasah. Seperti malu datang

terlambat baik guru maupun guru, bahkan kepala madrasah. Malu berkata

yang tidak sopan atau tidak baik, malu tidak berprestasi, dan sebagainya. Hal

ini perlu dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari di madrasah.

4) Diklat memberikan pengaruh terhadap budaya malu bagi peserta diklat

Budaya malu mulai terkikis dari kehidupan warga madrasah seperti

malu tidak masuk mengajar, malu datang terlambat, malu terlambat masuk

kelas, malu tidak belajar, malu tidak berprestasi, malu tidak berpakaian rapi,

malu bolos sekolah, malu berkelahi, malu berbicara tidak sopan dan santun. Ini

harus ditanamkan kembali kepada seluruh warga madrasah, kepala madrasah

mempunyai tanggungjawab moral untuk mengembalikan budaya malu ini ke

dalam diri setiap warga madrasah.

5) Memaksimalkan proses belajar mengajar

Salah satu longgarnya penanaman budaya organisasi di madrasah

adalah tidak maksimalnya pelaksanaan proses belajar mengajar. Belajar

belajar mengajar merupakan sarana mentranfer segala visi, misi, dan tujuan

madrasah. Ada 13 fungsi guru yang harus dihayati agar pelaknaan PBM sesuai

dengan harapan madrasah (Ahmadi, 2010:47-48). Peran kepala madrasah

dalam hal ini adalah proaktif melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap

jalannya proses belajar mengajar ini. Mulai dari menyiapkan kelengkapan

bahan ajar, menagih RPP, silabus, bahan ajar, alat tes, alat kontrol kepribadian

peserta didik, alat bantu mengajar yang digunakan, metode pengajaran, dan

sebagainya.

6) Menanamkan kesadaran berbangsa dan bernegara

Dalam hal menanamkan kesadaran kehidupan berbangsa dan

bernegara, kepala madrasah hendaknya mempunyai sistem pembinaan yang

bersinambungan, salah satu caranya efektif adalah melaksanakan upacara

bendera secara rutin dan dilaksanakan secara serius, hikmat dan mendalam.

Sehingga peserta didik benar-benar merasa bahwa untuk membangun bangsa

ini memerlukan pengorbanan yang besar.

Pendidikan kewarganegaraan dan aplikasinya dirancang sedemikian

rupa agar pengenalan terhadap sistem berbangsa dan bernegara betul-betul

Page 13: Pa Surya Desember 2014

Kementerian Agama RI | Kantor Balai Dilat Keagamaan Banjarmasin

http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=suryasubur005[12/30/2014 9:53:39 AM]

diresapi oleh peserta didik tidak sekedar diketahui. Jadi ada semacam

kegiatan aplikatif yang mengarah pada kecintaan terhadap bangsa dan negara

Kesemua hal di atas termaktub dalam proses diklat pengelolaan administrasi

madrasah bagi kepala madrasah, tata usaha dan guru, selanjutnya tugas kepala madrasah

adalah menanamkan poin demi poin hasil diklat yang ada kepada warga madrasah

(peserta didik) dalam rangka membangun budaya madrasah yang cerdas dan islami,

berakhlak mulia dan berwawasan kebangsaan yang tinggi.

BAB IV. PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian dan analisis pembahasan dalam tulisan ini, penulis menarik beberapa

kesimpulan berikut :

1. Kepala madrasah berperan besar dalam proses membangun budaya madrasah. Di

tangan kepala madrasah terletak maju mundurnya sebuah madrasah. Pun proses

penanaman karakter sebagai ciri khas lembaga madrasah juga ditentukan oleh

kemampuan kepala madrasah dalam hal menyusun rentra, visi, misi, dan tujuan

serta implementasinya bersama seluruh warga madrasah (guru, tenaga

kependidikan, peserta didik, orangtua, dan komite madrasah).

2. Keberhasilan kepala madrasah dalam membangun budaya organisasi, tidak terlepas

dari peran lembaga diklat, yakni diklat pengelolaan administrasi madrasah yang

isinya menanamkan pengetahuan tata cara penyusunan visi, misi, dan tujuan

madrasah, meletakan dasar berpijak dalam membangun sebuah budaya madrasah.

3. Diklat pengelolaan administrasi madrasah dapat mencetak seorang kepala

madrasah yang efektif, visioner, dan mempunyai komitmen yang jelas terhadap

jalannya organisasi. Namun itu semua tidaklah cukup, ia harus didukung oleh guru,

tenaga kependidikan, dan peserta didik dan masyarakat itu sendiri untuk sama-

sama melaksanakan tata aturan yang akan menjadi pembiasaan dan berujung pada

budaya hidup seluruh warga madrasah.

B. Rekomendasi

1. Untuk mencapai sebuah budaya madrasah yang merupakan ciri dari lembaga

Page 14: Pa Surya Desember 2014

Kementerian Agama RI | Kantor Balai Dilat Keagamaan Banjarmasin

http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=suryasubur005[12/30/2014 9:53:39 AM]

madrasah itu sendiri, diperlukan seorang kepala madrasah yang visioner,

berkomiten yang kuat dan jelas, dan berwawasan ke depan dan ini dapat dipenuhi

melalui diklat bagi kepala madrasah.

2. Diklat kepala madrasah yang dimaksud bertujuan untuk memberikan kesamaan

persepsi dalam memenej madrasah dengan visi, misi, serta tujuan yang tidak terlalu

berbeda antara satu sama lain, sehingga nantinya diharapkan dihasilkannya

output/outcame yang berbudaya islami dan mampu berbuat lebih banyak bagi

bangsa dan negara terutama dari akhlak dan moral yang ditanamkan selama duduk

di madrasah.

V. DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, H.Syukran, 2010., Pendidikan Madrasah Dimensi Profesional da

Kekinian,Yogyakarta, Laksbang Pressindo

Departemen Agama RI, 2006; Bina Mitra Pemberdayaan Madrasah Standar

Operasional Prosedur., Profil Madrasah Masa Depan, Bandung :

Aditama.

Departemen Agama RI., 2006; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14

Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, serta Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS dilengkapi dengan Peraturan Mendiknas

No. 11 Th. 2005, PP No. 19 Th. 2005, Jakarta : Direktorat Jenderal

Pendidikan Islam.

Indrajaya, Adam, 1999., Perilaku Organisasi, Jakarta, Rineka Cipta

Ihsan, Fuad, 2003., Dasar-Dasar Pendidikan, Jakarta, Rineka Cipta

Nata, Abuddin H., 2001; Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-

Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Grasindo.

Poespoprodjo, W, 1999., Filsafat Moral, Bandung, Pustaka Grafik

Page 15: Pa Surya Desember 2014

Kementerian Agama RI | Kantor Balai Dilat Keagamaan Banjarmasin

http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=suryasubur005[12/30/2014 9:53:39 AM]

Sardiman, 2006., Interaksi dan Motivasi Belajar, Jakarta, PT. Raja Grafindo

Sonhaji, A.K. Hasan., 2000; Penerapan Total Quality Management dan ISO 9000

dalam Pendidikan dan Teknik, dalam jurnal Ilmu pendidikan.,(Kumpulan

Perkuliahan), Malang : Paul Chapman Publishing Co.

©2010 Kementerian Agama Republik Indonesia Pusat Informasi Keagamaan dan Kehumasan Halaman ini diproses dalam waktu 0.015678 detik