pada mulanya hanya dikenal permainan rakyat yang menggunakan
TRANSCRIPT
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Mei 2007 Fatimah Kurniasari Utami 10501109 Dampak Kecanduan Bermain Video Game Pada Remaja
Pada mulanya hanya dikenal permainan rakyat yang menggunakan alat-alat
sederhana, seperti karet, ataupun bambu. Tetapi sekarang jenis permainan telah
berkembang, dengan menggunakan alat-alat yang berbasis teknologi modern. Seperti
game boy, play station dan komputer. Bahkan alat komunikasi seperti hand phone pun
dapat menjadi media bermain. Permainan moderen ini disebut dengan nama video
game, karena menggabungkan antara penggunan layar televisi dengan console, yaitu
suatu alat atau media penterjemah dari compact disc (cd).
Video game sudah sangat dominan dimainkan oleh banyak orang di seluruh
dunia. Dari berbagai tingkatan usia, dari anak-anak sampai dewasa. Persyaratan untuk
mengenal permainan video game terbilang mudah. Jika seseorang tidak memiliki
perangat lengkapnya, ia masih bisa memainkannya di sejumlah tempat atau lahan
penyewaan video game yang banyak bertebaran dimana-mana. Dari mulai lingkungan
mal besar, pertokoan hingga kios kecil yang sederhana.
Sayangnya yang paling banyak menjadi penggemar video game adalah remaja.
Mereka rela menghabiskan waktu berjam-jam serta uang jajan mereka hanya untuk
bermain video game. Secara tidak langsung, kebiasaan mereka itu akan menyita waktu
belajar mereka. Mereka menjadi malas belajar dan dapat diperkirakan prestasi belajar
mereka pun akan menurun. Juwairiah (dalam, Yuwono 2006) mengatakan game yang
banyak digandrungi remaja ini cenderung berdampak negatif, siswa menjadi malas
untuk belajar, sehingga prestasi mereka di sekolah terus menurun.
Sifat permainan adalah sebagai alat penghibur, tetapi jika terlalu serius dan
terlalu lama memainkan permainan tersebut maka akan berdampak negatif bagi
pemainnya. Terlebih lagi pada remaja, hal tersebut dapat mengganggu prestasi
akademiknya. Kehadiran video game memang dapat meningkatkan reaksi persepsi
audio visual pemainnya, karena mereka harus berkonsentrasi, mendengar dan melihat
gerak permainan itu. Serta orang juga jadi terbiasa memecahkan masalah dengan
memakai analisanya. Namun disisi lain video game juga dapat membuat
ketergantungan, manakala penggemarnya terkena video game addict (kecanduan
video game) penggemarnya rela menghabiskan waktunya, kurang produktif dan
pemain juga menjadi kurang bersosialisasi (Lucia dalam www.kompas.com, 2004).
Menurut Mifflin (2004), video game adalah permainan yang dimainkan
melawan komputer. Sedangkan game yang dikategorikan sebagai video game adalah
kombinasi penggunaan televisi atau media display sebagai media visual dan console
sebagai tempat atau media penterjemah dari kaset atau compact disc (cd)
(http//:www.gamespot.com, 2004). Jadi dapat disimpulkan bahwa kecanduan bermain
video game adalah suatu kebiasaan untuk bermainan dengan menggunakan kombinasi
antara televisi dan console yang dirasa menyenangkan dan sangat dinikmati, sehingga
menyebabkan seseorang lupa pada hal-hal yang lain.
Griffiths (dalam Rab, 2006) mengatakan beberapa kriteria yang harus di
perhatikan tentang kecanduan bermain video game yang terjadi pada anak,
diantaranya adalah jika anak bermain seharian, sering bermain dalam jangka waktu
lebih dari tiga jam. Selain itu mereka bermain untuk kesenangan, cenderung seperti
tak kenal lelah dan mudah tersinggung saat dilarang. Mereka rela mengorbankan
kegiatan sosial dan olahraga, enggan mengerjakan PR, dan ingin mengurangi
ketergantungannya tapi tak bisa.
Jika anak mengalami lebih dari tiga gejala dari keseluruhan yang telah
disebutkan, bisa disimpulkan bahwa anak tersebut sudah terlalu banyak menghabiskan
waktu untuk bermain video games.
Ada beberapa faktor yang menurut Arixs (dalam www.cybertokoh.com,
2006) yang dapat membuat seorang anak kecanduan terhadap video game, diantaranya
sebagai berikut;
a. Tingkatan (level) yang membuat para gamers penasaran.
Rasa penasaran yang timbul, karena mereka ingin mengetahui bagaimana
permainan yang ada ditingkat selanjutnya dan bagaimana tingkat kesulitan yang
akan mereka hadapi selanjutnya.
b. Penghargaan (prestige) dari gamers lainnya.
Gamers yang berhasil memenagkan suatu tingkatan permainan yang belum pernah
di pecahkan sebelumnya, akan mendapatkan pujian dan penghargaan dari para
gemers lainnya.
c. Kurangnya pengawasan dari orang tua.
Hal ini dapat terjadi pada anak-anak yang kedua orang tuanya bekerja. Sehingga
intensitas pengawasaan terhadap mereka berkurang.
d. Memiliki banyak waktu kosong.
Anak-anak yang tidak memiliki aktivitas lain selain bersekolah, cenderung
memiliki banyak waktu kosong. Biasanya dalam waktu-waktu seperti inilah
mereka memanfaatkan kesempatan untuk bermain video game.
e. Mengikuti trend permainan.
Pada usia sekolah teman memiliki pengaruh yang cukup penting dalam
perkembangan seorang anak, sehingga teman juga dapat mempengaruhi
permainan apa yang dipilih oleh anak.
Sulaeman (dalam www.wrm-indonesia.org, 2006) membagi dampak
kecanduan video game ke dalam dua kriteria yaitu dampak positif dan dampak
negatif.
1. Dampak Positif
Video game di satu sisi dapat membuat sebagian anak meraih keyakinan
bahwa dirinya mahir dan pintar dalam melakukan sesuatu. Memainkan video
games juga akan memberikan keyakinan intelektual pada anak dan dapat
membantu menaikkan tingkat motivasinya dalam melakukan sesuatu.
2. Dampak Negatif
a. Kekerasan
Game yang disukai anak-anak adalah game yang memberikan fantasi
kekerasan, seperti tembak-tembakan. Anak-anak yang gemar bermain video
game bertema kekerasan akan cenderung untuk meniru-niru gerakan dalam
game itu. Contohnya, anak akan meniru-niru gerakan karate atau tendang-
tendangan yang ada dalam video game ketika sedang bermain dengan
teman-temannya. Kekerasan yang ditampilkan dalam game ini dapat
menggiring anak kepada perilaku keras dan mempengaruhi persepsi mereka
terhadap kenyataan. Anak-anak akan mendapatkan ide bahwa kekerasan
adalah cara yang di pantas diambil untuk menyelesaikan problem dan
konflik.
b. Mengutamakan kerja individu
Permainan video game cenderung mengutamakan kerja individu, bukan
kerjasama. Skenario dalam video game umumnya berisi karakter anonim
yang menampilkan tindakan agresif melawan musuh anonim. Hal ini bisa
saja membuat anak kesulitan berinteraksi dalam masyarakat.
c. Semangat belajar menurun
Industri video game memperkerjakan para psikolog profesional. Mereka
bertugas untuk membuat agar game produk mereka mampu menumbuhkan
rasa kecanduan. Mungkin di waktu kecil, kecanduan ini tidak tampak dan
anak masih bisa diatur untuk hanya bermain 1-2 jam saja sehari. Namun,
semakin dewasa, ketika anak semakin kecanduan, orangtua akan sulit untuk
mengontrolnya. Dampak dari kecanduan video game ini adalah mundurnya
semangat belajar dan semangat untuk beraktivitas di luar rumah.
Pemanfaatan waktu dengan bermain video games berhubungan dengan
rendahnya nilai akademis anak.
Game dapat dibagi dalam beberapa kategori berdasarkan cara dan peralatan
untuk memainkan game itu sendiri. Dalam http//:www.infokomputer.com (2002),
pengkategorian tersebut adalah game tradisional, game menggunakan papan
permainan dan game elektronik.
a. Game Tradisional
Mungkin anak-anak zaman sekarang banyak yang tidak mengetahui permainan
seperti grobak sodor, engkle, karet dan lain sebagainya. Game seperti ini sudah
ada sejak zaman dahulu, dan cara memainkannya pun sangat sederhana. Hanya
dengan menggunkanan alat seadaya dan dengan alat tradisional.
b. Game Papan Permainan
Dibutuhkan alat Bantu berupa papan untuk melakukan game seperti ini.dalam
setiap game yang menggunakan papan permainan memiliki peraturan sendiri-
sendiri. Game yang dapat dikategorikan sebagai game yang menggunakan papan
permaianan seperti monopoli, catur, halma, scrabble dan lain-lain.
c. Game Elektronik
Game jenis ini terdiri dari dua jenis, yaitu video game dan PC game.
1) Video Game
Game yang dikategorikan sebagai video game adalah kombinasi penggunaan
televisi atau media display sebagai media viual dan console sebagai media
penterjenah dari cassette atau compact disc (cd).
2) PC Game
PC adalah personal computer. Untuk dapat memainkan game komputer
dibutuhkan komputer video game yang benar-benar mendukung teknologi multi
media dan memiliki processor yang dapat bekerja dengan cepat.
Isi dan konteks pada suatu video game biasanya merefleksikan kesukaan,
fantasi dan aspirasi dari pemainnya. Untuk menyajikan realitas ataupun
menambahkan fantasi pada dibutuhkan teknologi. Video game biasanya bertujuan
untuk memenangkan seuatu pertandingan. Akan menarik apabila gamer dapat
menghadai tantangan dan memecahkan kesulitan (dalam http//:www.videogame.com,
2004). Beberapa fitur video game yang memberi kontribusi pada pemakaian video
game adalah:
a. Teknologi ; terletak pada kecanggihan grafik, suara dan interaktifitas pemain.
b. Narasi ; terletak pada kesenangan tentang hal baru, alur cerita, fantasi dan
komplesitas.
c. Personal ; dalam hal ini lebih terletak pada tantangan, pemecahan suatu
masalah, memori dan reflks pemain.
Ada beberapa tipe-tipe video game menurut http//:www.gamespot.com
(2004), diantaranya:
a. Adventure Game (Game Petualangan)
Permainan ini banyak dinikmati oleh para gamer, jenis game ini pada umumnya
terdiri dari banyak tingkatan dan terdiri dari banyak karakter. Pada dasarnya game
ini adalah petualangan yang berisikan item untuk dikumpulkan sehingga dapat
mencapai level tertentu. Contohnya seperti; Super Mario, Donkey Kong Country.
b. Fighting Game (Game Berkelahi)
Untuk menjadi sangat mahir dalam game ini tidaklah sulit. Pada tipe game ini,
gamer ditempatkan dalam situasi dimana harus berkelah dengan lawan, dalam
setiap game ada aturannya masing-masing. Pada game ini gamer harus kalahkan
setuap musuh yang ada pada game tersebut.contoh permainan seperti ini adalah;
Tekken, X man, Dragon ball
c. Racing Game (Game Balapan)
Game ini sangat diminati oleh para pecinta otomotif, karena pada game ini gamer
dituntut untuk menang dalam setiap race. Kelebihan game ini adalah gambar yang
sangat futuristik dan atraktif. Contohnya seperti; Need for speed, Moto racing.
d. Vehicle Combat Game (Game Peperangan Luar Angkasa)
Tipe game ini termasuk paling tua diantara yang lain. Game seperti ini
kebanyakan terdiri dari kendaraan antar planet, serta penembaknya. Game ini
memberikan sasaran dan misi yang harus diselesaikan. Biasanya game ini
hanyalah cerita fiktif belaka. Contohnya seperti; Star wars, Coloni wars.
e. First Person Shooter Game (Game Menembak Orang Pertama)
Tipe ini adalah yang terbaru, muncul pada pertengahan tahun 1998. pada game ini
merupakan kombinasi antara tindakan dan petualangan. Disebut sebagai First
Person Shooter Game karena, orang pertama yang melihat musuh harus segera
menembak. Karakter dalam permainan ini dilengkapi dengan senjata. Contoh dari
permainan ini adalah; Doom, Counter strike.
f. Sport Game (Game Olah Raga)
Tipe game ini adalah yang paling banyak diminati di kalangan gamer, karena
mudah serta unsur tantangan dalam game ini tidaklah terlalu sulit. Contohnya
seperti; Winning eleven, Fifa 2004.
Remaja adalah masa perkembangan yang berada pada usia antara 12 sampai
15 tahun dan pada masa tersebut seseorang mengembangkan pikiran-pikiran baru dan
mempunyai cara berpikir baru yang bersifat hubungan sebab-akibat, namun belum
matang dalam bertindak.
Menurut Zulkifli (1992) terdapat beberapa ciri yang dapat dilihat pada remaja
awal, yaitu :
a. Pertumbuhan fisik
Pertumbuhan fisik mengalami perubahan dengan cepat, lebih cepat dibandingkan
dengan masa kanak-kanak dan masa dewasa. Perkembangan fisik mereka terlihat
jelas pada tungkai dan tangan, tulang kaki dan tangan, otot-otot tubuh
berkembang dengan pesat sehingga anak terlihat tumbuh tinggi, tetapi kepalanya
masih mirip dengan anak-anak.
b. Perkembangan seksual
Tanda-tanda perkembangan seksual pada anak laki-laki diantaranya adalah alat
produksi spermanya mulai berproduksi, ia mengalami masa mimpi yang pertama
yang tanpa sadar mengeluarkan sperma. Sedangkan pada anak perempuan adalah
rahimnya sudah dapat dibuahi karena ia sudah mendapatkan menstruasi yang
pertama.
c. Cara berfikir kausalitas
Cara berfikir kausalitas yaitu menyangkut hubungan sebab-akibat. Seorang anak
harus memperoleh penjelasan terhadap setiap larangan yang diberikan kepadanya,
karena remaja sudah mampu berfikir kritis.
d. Emosi meluap-luap
Keadaan emosi remaja masih labil karena erat hubungannya dengan keadaan
hormon. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri mereka daripada
pikiran yang realis.
e. Mulai tertarik kepada lawan jenis
Dalam kehidupan sosialnya remaja mulai tertarik kepada lawan jenisnya dan
mulai berpacaran. Jika dalam hal ini orang tua kurang mengerti kemudian
melarangnya akan menimbulkan masalah dan remaja akan bersikap tertutup
terhadap orang tuanya.
f. Menarik perhatian lingkungan
Pada masa ini remaja mulai mencari perhatian dari lingkungan, berusaha
mendapatkan status dan peranan dalam lingkungan masyarakatnya. Remaja akan
berusaha mencari peran di luar rumah bila orang tua tidak memberikan peranan
kepadanya karena menganggapnya sebagai anak kecil.
g. Terikat dengan kelompok
Remaja dalam kehidupan social sangat tertarik kepada kelompok sebayanya
sehingga tidak jarang orang tua di nomer duakan, sedangkan kelompoknya di
nomer satukan. Dalam kelompoknya tersebut kaum remaja dapat memenuhi
kebutuhannya, misalnya kebutuhan untuk dimengerti, kebutuhan dianggap,
kebutuhan di perhatikan, kebutuhan mencari pengalaman baru, kebutuhan
berprestasi, kebutuhan di terima statusnya, harga diri, rasa aman yang belum
tentu di daperolehnya di rumah ataupun di sekolah.
Dalam metode penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian
kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Penelitian kualitatif menurut
Sukmadinata (2005) adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan
dan menganalisa fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap kepercayaan, persepsi,
pemikiran orang secara individual maupun secara kelompok. Begitu pula yang
dikatakan oleh Danin (2002), penelitian kualitatif adalah pendekatan sistematis dan
objektif yang digunakan untuk menjelaskan pengalaman hidup dan memberikan
makna atasnya.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif
dengan jenis studi kasus. Adapun peneliti menggunakan bentuk penelitian ini untuk
mendeskripsikan dan menganalisa fenomena atau peristiwa yang dianggap memiliki
masalah, penyimpangan, ataupun kesulitan.
Subjek dalam penelitian ini adalah seorang anak Sekolah Menengah Pertama
(SMP), yang berusia 14 tahun, yang biasa memainkan video game play station
minimal 3 jam setiap harinya.
Peneliti melakukan persiapan dengan menyusun pedoman wawancara,
panduan observasi dan lembar data diri. Menyiapkan tape recorder untuk merekam
wawancara agar tidak ada yang terlupa.
peneliti menghubungi dan membuat janji dengan subjek untuk melakukan
wawancara. Setelah bertemu, peneliti memperkenalkan diri dan menerangkan
tujuan penelitian, mengajukan pertanyaan dan segala sesuatu yang berhubungan.
Saat pelaksanaan, peneliti melakukan observasi, mencatat ataupun merekam
semua jawaban subjek. Setelah peneliti melakukan wawancara dan observasi,
peneliti menganalisis data yang ada.
Dalam penelitian ini, digunakan beberapa instrumen, seperti pedoman
wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan masalah
penelitian. Pedoman wawancara ini disusun berdasarkan teori-teori yang berhubungan
dengan topik penelitian. Tape recorder akan digunakan sebagai alat bantu untuk
merekam semua pertanyaan dan jawaban subjek atas pertanyaan yang diutarakan
peneliti. Perekaman dilakukan atas sepengetahuan dan seizin subjek. Pulpen dan buku
tulis atau notes digunakan untuk mengobservasi tingkah laku subjek pada saat
wawancara berlangsung.
Data yang diperoleh akan dianalisa dengan mengunakan teknik analisa data
kualitatif. Poerwandari (2005) memberikan beberapa tahapan yang diperlukan dalam
menganalisis data kualitatif, tahapan tersebut adalah :
1. Mengorganisasikan Data
Setelah peneliti mendapatkan data dari subjek melalui wawancara dengan alat
perekam, kemudian merubahnya dengan transkrip (verbatim) dalam bentuk
tulisan, karena datanya yang beragam dan banyak data harus diorganisasikan
dengan rapi, sistematis dan lengkap.
2. Mengelompokkan Data
Langkah pertama sebelum analisis adalah membubuhkan kode-kode pada data
yang diperoleh. Pengkodean (coding) dimaksudkan untuk dapat
mengorganisasikan dan mensistematiskan data secara lengkap dan mendetail,
sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik.
3. Menguji Asumsi
Setelah kategori dan pola data tergambar dengan jelas, pada tahap ini kategori
yang telah di dapat melalui analisis ditinjau kembali berdasarkan landasan teori
yang dijabarkan pada bab sebelumnya, sehingga data yang diperoleh dapat
dicocokkan apakah ada kesamaan antara landasan teori dengan data yang didapat.
Awal subjek mengetahui permainan video game adalah saat ia duduk di
bangku kelas 2 Sekolah Dasar (SD). Karena subjek sering melihat kakaknya bermain
video game. Tetapi subjek semakin tertarik dan selalu bermain video game setiap hari
adalah pada saat ia duduk di bangku kelas 6 Sekolah Dasar (SD).
Griffiths (dalam Rab, 2006) mengatakan beberapa kriteria yang harus di
perhatikan tentang kecanduan bermain video game pada anak, diantaranya adalah jika
anak bermain seharian, sering bermain dalam jangka waktu lebih dari tiga jam. Selain
itu mereka bermain untuk kesenangan, cenderung seperti tak kenal lelah, mudah
tersinggung saat dilarang. Mereka rela mengorbankan kegiatan sosial dan olahraga,
enggan mengerjakan PR, dan ingin mengurangi ketergantungannya tapi tak bisa.
Menurut Griffiths (dalam Rab,2006) jika anak mengalami lebih dari tiga gejala dari
keseluruhan yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa anak tersebut sudah
terlalu banyak menghabiskan waktu untuk bermain video game.
Berdasarkan pendapat Griffiths (dalam Rab,2006) subjek dapat dikatakan
kecanduan bermain video game, karena subjek selalu bermain video game seharian
kecuali saat subjek mengikuti les tambahan, baik yang diadakan di sekolah ataupun
yang diikutinya secara perseorangan. Setiap kali bermain video game subjek selalu
bermain lebih dari tiga jam sehari. Subjek pun tidak pernah merasakan lelah jika
sedang bermain video game. Subjek bermain video game untuk kesenangan dan
hiburan, untuk menghilangkan rasa jenuh karena rutinitas sehari-harinya. Subjek akan
merasa marah dan tersinggung saat orang tua dan kedua orang kakaknya menegurnya
karena terlalu sering bermain video game, menurutnya mereka tidak bisa membiarkan
subjek menikmati kesenangannya, tetapi subjek tidak berani melawan karena
menurutnya itu tidak sopan. Tetapi subjek pun selalu mengulangi perbuatannya lagi.
Akibatnya subjek juga menjadi malas dan jarang megerjakan pekerjaan rumahnya
ataupun tugas dari gurunya, subjek lebih sering mencontek pekerjaan temannya di
kelas serta meminjam catatan dari mereka. Sebetulnya subjek sangat ingin
mengurangi kecanduannya terhadap video game. Tetapi subjek merasa kesulitan
karena ia selalu saja penasaran akan game yang sedang beredar di pasaran saat ini
selain itu teman-teman bermain subjek selalu saja mengajaknya untuk bermain video
game.
Faktor-faktor yang menyebabkan kecanduan bermain video game menurut
Arixs (dalam www.cybertokoh.com, 2006) adalah adanya tingkatan (level) yang
membuat penasaran, penghargaan (prestige) dari para gamers lain, kurangnya
pengawasan dari orang tua, memiliki banyak waktu kosong, serta keinginan untuk
mengikuti trend permainan.
Hal tersebut dapat dilihat pada diri subjek. Subjek memiliki rasa penasaran
akan tantangan yang ada pada game, subjek belum merasa puas apabila ia belum
berhasil menamatkan suatu permainan, subjek akan selalu mencoba dan mencari
informasi tentang game tersebut, yang berkaitan dengan kesulitan-kesulitan yang akan
dihadapi dan bagaimana cara memenangkan game tersebut. Jika subjek berhasil
memenangkan game tersebut, maka ia akan mendapatkan penghargaan dari para
gamers lain yang berupa pujian dan dianggap sebagai yang paling hebat. Hal tersebut
membuat subjek bangga akan dirinya. Karena subjek hampir selalu dapat
memecahkan tantangan pada game-game yang dimainkannya, subjek juga sering
menjadi tempat teman-temannya untuk bertanya tentang video game. Subjek pun tidak
segan-segan untuk berbagi ilmu dengan teman-temannya. Dengan cara ini subjek
berusaha mencari status dan peranan diantara teman-temannya. Zulkifli (2002)
menyatakan ini adalah salah satu cara dari masa remaja awal untuk menarik perhatian
lingkungannya dan mendapatkan status serta peranan dalam lingkungannya. Selain itu
pada masa remaja awal biasanya remaja akan terkait dengan kelompoknya. Begitu
pula dengan subjek, ia selalu mengikuti trend yang berkembang dalam dunia video
game, karena menurutnya jika tidak mengikuti trend video game maka subjek akan
merasa malu bergaul dengan teman-temannya, karena itulah subjek selalu berusaha
mencari informasi terbaru tentang perkembangan video game. Dengan cara browsing
internet, bertanya kepada Kakaknya ataupun membeli majalah khusus video game.
Menurut Sulaeman (dalam www.wrm-indonesia.org, 2006) dampak
kecanduan bermain video game terbagi dalam dua kriteria, yaitu dampak positif dan
dampak negatif. Dampak positif dari bermain video game adalah membuat seseorang
meraih keyakinan bahwa dirinya mahir dan pintar dalam melakukan sesuatu.
Memainkan video games juga akan memberikan keyakinan intelektual. Sedangkan
dampak negatif dari bermain video game adalah timbulnya tindakan kekerasaan,
mengutamakan kerja individu, serta semangat belajar yang menurun.
Dari dampak kecanduan bermain video game yang di kemukakan oleh Sulaeman
(dalam www.wrm-indonesia.org, 2006), dampak yang dirasakan oleh subjek adalah
menurunnya semangat belajar yang berakibat pada menurunnya prstasi subjek di
sekolah. Hal ini diakui subjek karena ia merasa sulit berkonsentrasi saat belajar di
kelas ataupun di rumah, pikirannya selalu terbagi antara video game yang belum
selesai ia mainkan dan dengan pelajaran yang harus ia pelajari.