pada percobaan ini akan dilakukan analisis fosfor dan krom

7
Pada percobaan ini akan dilakukan analisis fosfor dan krom(VI) dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Pada penentuan fosfor digunakan penambahan ammonium molibdovanadat. Sementara pada penentuan krom(VI) digunakan metode difenilkarbazida. Penggunaan larutan standard dan sampel harus diencerkan dahulu saat preparasi karena proses analisis dengan spektrofotometer tidak bisa dilakukan dengan larutan yang memiliki konsentrasi tinggi. Jika digunakan larutan dengan konsentrasi tinggi justru akan menyebabkan penyimpangan nilai absorbansinya. Grafik antara absorbansi vs konsentrasi akan linear untuk konsentrasi larutan yang kecil, sedangkan jika konsentrasinya terlalu besar justru akan menyimpang (tidak linear lagi). Hal ini karena konsentrasi yang tinggi akan terdapat banyak molekul dalam larutan, sehingga justru terjadi interaksi antar molekul sendiri. Hal ini menyebabkan interaksi molekul dengan cahaya atau penyerapan radiasi menjadi tidak maksimal. Setiap analisis menggunakan spektrofotometri UV-Vis, perlu diukur terlebih dahulu panjang gelombang optimumnya. Hal ini dikarenakan panjang gelombang optimum merupakan panjang gelombang di mana absorbansi yang dialami oleh suatu zat terjadi yang paling besar. Hal ini karena pada panjang gelombang tertentu absorbansi akan kecil dan pada panjang gelombang optimum inilah nilai absorbansinya paling tinggi. Namun, jika panjang gelombang terus dinaikkan, justru nilai absorbansinya akan kembali menurun. Sehingga, pada panjang gelombang optimum inilai yang merupakan kondisi paling sesuai untuk melakukan analisis. Pada penentuan panjang gelombang optimum, digunakan salah satu jenis larutan standar dengan konsentrasi tertentu. Penggunaan konsentrasi yang akan digunakan tidak terlalu berpengaruh ingin digunakan konsentrasi berapa saja asalkan saat pengujian selalu digunakan konsentrasi yang sama. Larutan yang akan diuji nantinya dimasukkan ke dalam kuvet. Penggunaan kuvet untuk mengukur sampel harus dengan bentuk dan ukuran yang sama antara larutan satu dengan yang lainnya. Hal ini dimaksudkan agar luasan daerah paparan penyerapan sinar oleh larutan dapat sama pada setiap analisis larutan. Jika penggunaan ukuran kuvet berbeda, maka dapat mempengaruhi perbandingan hasil absorbansi yang terjadi. Penuangan larutan yang akan dianalisis juga harus sama pada setiap larutan (volumenya harus sama). Hal ini dikarenakan jika volumenya berbeda antar larutan satu dengan

Upload: hendry-stiaone

Post on 10-Aug-2015

331 views

Category:

Science


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pada percobaan ini akan dilakukan analisis fosfor dan krom

Pada percobaan ini akan dilakukan analisis fosfor dan krom(VI) dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Pada penentuan fosfor digunakan penambahan ammonium molibdovanadat. Sementara pada penentuan krom(VI) digunakan metode difenilkarbazida. Penggunaan larutan standard dan sampel harus diencerkan dahulu saat preparasi karena proses analisis dengan spektrofotometer tidak bisa dilakukan dengan larutan yang memiliki konsentrasi tinggi. Jika digunakan larutan dengan konsentrasi tinggi justru akan menyebabkan penyimpangan nilai absorbansinya. Grafik antara absorbansi vs konsentrasi akan linear untuk konsentrasi larutan yang kecil, sedangkan jika konsentrasinya terlalu besar justru akan menyimpang (tidak linear lagi). Hal ini karena konsentrasi yang tinggi akan terdapat banyak molekul dalam larutan, sehingga justru terjadi interaksi antar molekul sendiri. Hal ini menyebabkan interaksi molekul dengan cahaya atau penyerapan radiasi menjadi tidak maksimal. Setiap analisis menggunakan spektrofotometri UV-Vis, perlu diukur terlebih dahulu panjang gelombang optimumnya. Hal ini dikarenakan panjang gelombang optimum merupakan panjang gelombang di mana absorbansi yang dialami oleh suatu zat terjadi yang paling besar. Hal ini karena pada panjang gelombang tertentu absorbansi akan kecil dan pada panjang gelombang optimum inilah nilai absorbansinya paling tinggi. Namun, jika panjang gelombang terus dinaikkan, justru nilai absorbansinya akan kembali menurun. Sehingga, pada panjang gelombang optimum inilai yang merupakan kondisi paling sesuai untuk melakukan analisis. Pada penentuan panjang gelombang optimum, digunakan salah satu jenis larutan standar dengan konsentrasi tertentu. Penggunaan konsentrasi yang akan digunakan tidak terlalu berpengaruh ingin digunakan konsentrasi berapa saja asalkan saat pengujian selalu digunakan konsentrasi yang sama. Larutan yang akan diuji nantinya dimasukkan ke dalam kuvet. Penggunaan kuvet untuk mengukur sampel harus dengan bentuk dan ukuran yang sama antara larutan satu dengan yang lainnya. Hal ini dimaksudkan agar luasan daerah paparan penyerapan sinar oleh larutan dapat sama pada setiap analisis larutan. Jika penggunaan ukuran kuvet berbeda, maka dapat mempengaruhi perbandingan hasil absorbansi yang terjadi. Penuangan larutan yang akan dianalisis juga harus sama pada setiap larutan (volumenya harus sama). Hal ini dikarenakan jika volumenya berbeda antar larutan satu dengan lainnya, maka tentu saja besarnya komposisi yang terpapar oleh sinar pun akan berbeda, sehingga juga dapat mempengaruhi perbandingan absorbansi 7. k.wr ‘14 yang terjadi. Sebelum dimasukkan ke sel sampel, bagian luar kuvet juga perlu dibersihkan dengan tisu agar tidak basah, karena kondisi luar kuvet yang tidak kering juga dapat berpengaruh pada hasil absorbansinya. Setiap pengukuran spektrofotometri harus ada larutan blangko. Larutan blangko ini bertujuan untuk mengetahui besarnya absorbansi terhadap larutan jika tanpa analit. Larutan blanko biasanya digunakan untuk tujuan kalibrasi sebagai larutan pembanding dalam analisis. Dapat dikatakan juga sebagai larutan penetralan, karena untuk menstabilkan absorbsi akibat perubahan voltase dari sumber cahaya. Sehingga, saat pengujian dengan spektrofotometri UV-Vis, pengujian harus selalu diawali pengujian terhadap larutan blangko dahulu baru pengujian pada larutan yang akan dianalisis. Larutan dalam kuvet yang kemudian masuk ke dalam sel sampel pada spektrofotometri UV-Vis nantinya akan dikenai sinar dari lampu. Sinar ini akan terserap oleh molekul pada larutan. Namun, tidak semua sinar terabsorb oleh molekul karena ada sebagian sinar yang diteruskan. Sinar yang diteruskan inilah yang kemudian masuk ke detector dan diubah ke dalam sinyal listrik. Sinyal listrik yang dihasilkan sangat lemah sehingga harus diamplifikasi dan baru dapat terbaca sebagai data pada rekorder (absorbansi). Analisis Fosfor secara Spektrofotometri Pada analisis fosfor dilakukan empat macam percobaan, yaitu penentuan panjang gelombang optimum, penentuan waktu

Page 2: Pada percobaan ini akan dilakukan analisis fosfor dan krom

kestabilan kompleks, pembuatan kurva kalibrasi (penentuan absorbansi larutan standar), dan penentuan absorbansi sampel. Analisis fosfor dilakukan dengan melakukan penambahan ammonium molibdovanadat. Pada percobaan ini, digunakan larutan standar P dengan konsentrasi bervariasi, yakni dengan konsentrasi 1, 2, 3, 4, dan 5 ppm dari larutan stock P 100 ppm. Adanya penambahan ammonium molibdovanadat bertujuan agar fosfor bereaksi dengan ammonium molibdovanadat membentuk kompleks dengan warna yang khas, yakni warna kompleks kuning. Reaksi yang terjadi saat fosfor direaksikan dengan ammonium molibdovanadat adalah sebagai berikut. Pada analisis fosfor ini digunakan spektrofotometer UV. Hal ini dikarenakan panjang gelombang yang diserap oleh fosfor berada di bawah 400 nm, yang sudah masuk dalam kawasan daerah sinar UV. Penggunaan spektrofotometri UV ini juga karena energi cahaya UV lebih besar dari energi cahaya tampak maka energi UV dapat menyebabkan transisi elektron σ dan μ. Sementara lampu yang digunakan yakni lampu deuterium dengan panjang gelombang 190-380 nm. Pada penentuan panjang gelombang optimum, digunakan larutan P 0 ppm sebagai larutan blangko dan larutan P 3 ppm sebagai larutan yang akan diuji. Larutan bangko di sini merupakan pengenceran 1 ml ammonium molibdovanadat dalam labu takar 25 ml (tidak mengandung fosfor). Penentuan panjang gelombang optimum 8. k.wr ‘14 dilakukan pada panjang gelombang 305 – 400 nm dengan interval 5 nm. Semakin pendek interval akan semakin baik karena ketelitian. Sebelum larutan diukur, perlu dimasukkan dahulu larutan blangko dan diatur panjang gelombangnya 305 nm dan diatur pada absorbansi 0. Hal ini karena larutan blangko tidak menyerap radiasi dan memiliki transmitansi 100%. Setelah itu baru dimasukkan larutan yang akan diuji. Jika akan mengubah ke panjang gelombang berikutnya, spektrofotometri harus dinetralkan terlebih dahulu dengan memasukkan larutan blangko, begitu pula seterusnya. Berdasarkan hasil percobaan penentuan panjang gelombang maksimum, kemudian dibuat grafik λ vs A yang ditunjukkan pada grafik di bawah ini. Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa nilai absorbansi tertinggi yakni pada 0,907545 yang diperoleh saat nilai panjang gelombangnya 331,3147 nm. Hal ini berarti bahwa panjang gelombang optimumnya adalah 331,3147 nm. Pada panjang gelombang inilah kemudian digunakan untuk analisis larutan selanjutnya. Namun, pada teoritis seharusnya warna kuning dari hasil pereaksian fosfor dengan ammonium molibdovanadat dapat diukur pada panjang gelombang 460 nm. Sehingga, hasil itu belum sesuai teoritisnya. Dengan panjang gelombang optimumnya 331,3147 nm, setiap larutan standar yang akan dianalisis dan larutan sampel diuji absorbansinya. Hal ini untuk mengoptimalkan hasil absorbansi yang diperoleh dengan menggunakan larutan blangko P 0 ppm. Waktu kestabilan kompleks perlu ditentukan karena waktu itu merupakan waktu yang dibutuhkan senyawa dan pengompleksnya untuk membentuk senyawa kompleks yang stabil. Artinya, kondisi di mana pada watu tersebut senyawa telah mempentuk senyawa kompleks yang kuat yang ditunjukkan dengan besarnya nilai absorbansi. Nilai absorbansi yang semakin tinggi (paling tinggi) menunjukkan waktu di mana senyawa kompleks telah mencapai kestabilan. 9. k.wr ‘14 Waktu yang dibutuhkan senyawa untuk mencapai kestabilan kompleksnya berbeda-beda tiap senyawa. Pada kurun waktu singkat umumnya senyawa kompleks masih belum stabil. Namun, jika pada kurun waktu yang terlalu lama juga justru akan melemah kembali. Sehingga, pada analisis fosfor perlu diuji waktu saat kompleks mencapai kestabilan tertingginya, dengan menggunakan larutan P 3 ppm sebagai penguji dan larutan P 0 ppm sebagai larutan blangko. Berdasarkan hasil percobaan waktu kestabilan kompleks, kemudian dibuat grafik t vs A yang ditunjukkan pada grafik di bawah ini. Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa nilai absorbansi tertinggi yakni pada 2,8090 yang diperoleh saat nilai waktunya 20 menit.

Page 3: Pada percobaan ini akan dilakukan analisis fosfor dan krom

Hal ini berarti bahwa waktu kestabilan kompleksnya adalah 20 menit. Sehingga, pada penentuan absorbansi sampel, sampel perlu didiamkan selama 20 menit untuk menjadi stabil pada kondisi kompleksnya. Kamudian, baru diukur absorbansinya dengan menggunakan panjang gelombang 331,3147 nm. Berdasarkan hasil percobaan penentuan absorbansi larutan standar 1, 2, 3, 4, dan 5 ppm dan nilai absorbansi sampel yakni 2,3067, sehingga dapat dibuat kurva kalibrasi antara C vs A, di mana akan membentuk garis lurus dengan persamaan garis y = 1,121 x – 1,93 dan R2 = 0,531. Dengan menggunakan persamaan garis tersebut, maka dapat diketahui konsentrasi fosfor dalam sampel yakni 18,897 ppm. Analisis Krom(VI) secara Spektrofotometri Pada analisis krom (VI) akan dilakukan empat macam percobaan, yaitu penentuan panjang gelombang optimum, pembuatan kurva kalibrasi (penentuan absorbansi larutan standar), penentuan absorbansi sampel, dan penentuan pengaruh Cr (III) terhadap analisis Cr (VI). Analisis Cr(VI) ini digunakan metode difenilkarbazida dan menggunakan spektrofotometri visible, sehingga larutan yang diamati harus berwarna (mengandung kromofor). Sementara itu, lampu yang 10. k.wr ‘14 digunakan yakni lampu Wolfram yang memiliki panjang gelombang 350-800 nm. Lampu ini hanya dapat digunakan untuk mengukur sampel pada daerah tampak saja. Pada percobaan ini, digunakan larutan standar Cr(VI) dengan konsentrasi bervariasi, yakni dengan konsentrasi 0,1; 0,2; 0,3; 0,4 dan 0,5 ppm dari larutan stock Cr(VI) 10 ppm. Terdapat 2 variasi penggunaan asam, yakni H2SO4 dan HCl. Larutan Cr(VI) yang digunakan adalah larutan CrO4 2- . Adanya penambahan larutan asam bertujuan untuk memberikan suasana asam pada larutan. Hal ini dikarenakan saat larutan Cr(VI) direaksikan dengan 1,5-difenilkarbazida 0,01%, maka reaksi pengompleksan Cr(VI) hanya berlangsung pada kondisi asam. Adanya ion-ion hydrogen dari asam ini juga menyebabkan kromat berubah menjadi drikromat. Reaksi yang terjadi saat larutan Cr(VI) direaksikan dengan asam adalah sebagai berikut. Adanya penambahan larutan 1,5-difenilkarbazida 0,01% bertujuan agar Cr(VI) bereaksi dengan larutan 1,5-difenilkarbazida 0,01% membentuk kompleks dengan warna kompleks merah keungungan (pink) jernih. Proses ini harus dalam suasana asam. Adanya warna tersebut sangat diperlukan karena proses analisis yang menggunakan spektrofotometri visible sangat disyaratkan untuk larutan berwarna. Reaksi yang terjadi saat penambahan larutan larutan 1,5-difenilkarbazida 0,01% adalah sebagai berikut. Pada analisis ini digunakan variasi larutan pengasam H2SO4 dan HCl. Variasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan larutan pengasam yang digunakan. Seperti yang diketahui bahwa pada analisis Cr(VI) mengandung interferensi berupa Mo(VI), Hg(I), Hg(II), Fe(III), dan V. Penggunaan H2SO4 akan lebih baik dibandingkan HCl, karena jika dalam larutan mengandung interferensi Fe(III) maka akan membentuk warna kompleks yang lebih rendah. Jika warna kompleks dengan Fe(III) terlalu terlihat (menggunakan HCl), maka tentu akan mempengaruhi proses absorbansi yang terjadi karena penyerapan cahaya oleh Cr(VI) juga akan berbeda. Larutan dengan HCl akan berwarna lebih pink jika dibandingkan dengan H2SO4. Pada penentuan panjang gelombang optimum, digunakan larutan Cr(VI) 0 ppm sebagai larutan blangko dan larutan Cr(VI) 0,3 ppm sebagai larutan yang akan 11. k.wr ‘14 diuji. Pengujian dilakukan pada panjang gelombang 500 – 550 nm dengan interval 5 nm. Semakin pendek interval akan semakin baik karena lebih teliti. Berdasarkan hasil percobaan penentuan panjang gelombang maksimum, kemudian dibuat grafik λ vs A yang ditunjukkan pada grafik di bawah ini. Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa pada penambahan dengan H2SO4, nilai absorbansi tertinggi yakni pada 0,099 yang diperoleh saat nilai panjang gelombangnya 545 nm. Sementara itu, pada penambahan dengan HCl, nilai absorbansi tertinggi yakni pada 0,092 yang diperoleh saat nilai panjang gelombangnya 545 nm. Hal ini berarti bahwa panjang gelombang optimum pada H2SO4 dan HCl adalah 545 nm. Pada

Page 4: Pada percobaan ini akan dilakukan analisis fosfor dan krom

panjang gelombang tersebutlah yang lalu digunakan untuk analisis larutan krom selanjutnya. Dengan panjang gelombang optimumnya 545 nm, setiap larutan standar yang akan dianalisis dan larutan sampel dengan menggunakan larutan P 0 ppm sebagai blangko. 12. k.wr ‘14 Berdasarkan hasil percobaan diperoleh panjang gelombang optimum baik pada pada penambahan H2SO4 maupun HCl yakni 545 nm. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa penambahan 1,5-difenilkarbazida akan menyebabkan terbentuknya senyawa kompleks berwarna merah keunguan. Warna ini merupakan warna yang diamati, namun warna yang diserap merupakan warna komplementernya. Warna merah keunguan memiliki warna komplementer hijau dengan panjang gelombang 495 – 570 nm. Sehingga, hasil 540 nm sebagai panjang gelombang optimum sudah benar karena berada pada rentang panjang gelombang warna hijau yang merupakan warna komplementer dari larutannya. Berdasarkan hasil percobaan penentuan absorbansi larutan standar 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; dan 0,5 ppm dan nilai absorbansi sampel pada penambahan H2SO4 yakni 0,199 dan pada penambahan HCl yakni 0,163 , sehingga dapat dibuat kurva kalibrasi antara C vs A. Kurva akan membentuk garis lurus dengan persamaan garis pada penambahan H2SO4 yakni y = 0,27 x + 0,011 dan R2 = 0,974, sedangkan pada penambahan HCl yakni y = 0,255 x + 0,011 dan R2 = 0,982. Dengan menggunakan persamaan garis tersebut, maka dapat diketahui konsentrasi Cr(VI0 dalam sampel dengan penambahan H2SO4 yakni 8,7 ppm, sedangkan dengan penambahan HCl yakni 7,45 ppm. Jika dibandingkan antara penambahan H2SO4 dengan HCl, terlihat bahwa nilai absorbansi tiap senyawa dengan penambahan HCl akan lebih rendah disbanding dengan penambahan H2SO4. Hal ini dimungkinkan karena adanya interferensi Fe(III) dalam larutan yang mana jika dalam kondisi asam HCl akan membentuk sedikit kompleks warna dibandingkan dengan asam H2SO4. Sehingga, penyerapan sinar pada molekul senyawa pun akan berbeda, yang akibatnya nilai absorbansinya juga akan berbeda. Berdasarkan hasil percobaan tentang pengaruh Cr(III) terhadap analisis Cr(VI) menunjukkan hasil bahwa dalam konsentrasi Cr(III) berapapun tidak memberikan efek terhadap absorbansinya. Tapi, ada penyimpangan di mana saat ditambah 10 ml Cr(III) terjadi perbedaan absorbansi yang cukup signifikan. Namun, jika dibandingkan dengan 3 data sebelumnya masih dapat disimpulkan kalau Cr(III) tidak berpengaruh. KESIMPULAN ... DAFTAR PUSTAKA Bassett, dkk., 1991, Vogel’s Textbook of Quantitative Inorganic Analysis Including Elementary Instrumental Analysis, Longman Group UK Limited, London. Beatty, R., 2001, The Elements Phosphorous, Marshall Cavendish Corporation, Tarrytown. 13. k.wr ‘14 Day, dkk., 1989, Analisis Kimia Kuantitatif, (ditejermahkan oleh: Pujaatmaka), Erlangga, Jakarta. Harvey, D., 2000, Modern Analytical Chemistry, McGraw-Hill Companies, USA. Kakhki, R. M. et al., 2013, Extraction and Determination of Rose Bengal in Water Sample by Dispersive Liquid-Liquid Microextraction Coupled to Uv-Vis Spectrophotometry, Arabian Journal Of Chemistry, Hal 1-5. Skoog, dkk., 2004, Fundamentals of Analytical Chemistry, Edisi Kedelapan, Thomsons Learning Inc., Canada. Meng, Z. D. et al., 2013, Enhanced Visible Light Photocatalytic Activity of Ag2S- Graphene/TiO2 Nanocomposites Made by Sonochemical Synthesis, Chin. J. Catal., Vol 34, No 8, 1527-1533. National Research Council, 1974, Chromium, National Academy of Science, Washington. Pudjaatmaka, A. H., 2002, Kamus Kimia, Balai Pustaka, Jakarta. Svehla, G., 1979, Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis, Edisi Kelima, Longman Group Limited, London. Wright, H., 1994, A Handbook of Soil Analysis, Logos Press, New Delhi.