panca sila
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pancasilaTRANSCRIPT

Nama : Didik Maulana Aksan
NIM : 15508134010
Kelas : B1
a. Bagaimana the founders bangsa ini merumuskan ideologi untuk menyatukan nusantara menjadi
Indonesia?
Indonesia sebagai negara yang mendasarkan pada Pancasila sebagi ideology Negara dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan,
kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum yang
berlaku di Indonesia. Ada faktor kesinambungan yang sangat mendasar yang kita anggap luhur dan
menyatukan kita sebagai bangsa. Faktor kesinambungan yang mendasar itu ialah Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945. Intisari dari faktor kesinambungan yang sangat mendasar inilah yang tidak boleh
berubah. Yang kita lakukan adalah melaksanakan dan mengamalkannya secara kreatif dalam menjawab
tantangan-tantangan baru yang terus menerus muncul dalam perkembangan masyarakat kita dan
masyarakat dunia yang sangat dinamis. Dalam peralihan dari masyarakat terjajah menjadi masyarakat
nasional, Pancasila telah menjalankan fungsinya yang sangat penting. Tanpa Pancasila, masyarakat
nasional kita tidak akan pernah mencapai kekukuhan seperti yang kita miliki sekarang ini. Hal ini akan
lebih kita sadari jika kita mengadakan perbandingan dengan keadaan masyarakat nasional di banyak
negara, yang mencapai kemerdekaannya hampir bersamaan waktu dengan kita. Pancasila dianggap
sebagai alat pemersatu, karena berisi cita-cita dan gambaran tentang nilai-nilai ideal yang akan
diwujudkan oleh bangsa ini. Bangsa Indonesia yang bersifat majemuk, terdiri atas berbagai agama, suku
bangsa, adat istiadat, bahasa daerah, menempati wilayah dan kepulauan yang sedemikian luas, maka
tidak mungkin berhasil disatukan tanpa alat pengikat. Tali pengikat itu adalah cita-cita, pandangan hidup
yang dianggap ideal yang dipahami, dipercaya dan bahkan diyakini sebagai sesuatu yang mulia dan luhur.
Pancasila juga sebagai dasar dan ideologi negara, yaitu sumber kaidah hukum yang mengatur Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang
menguasai hukum dasar negara. Pancasila bukanlah tulisan kuno yang harus ditinggalkan. Implementasi
pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara haruslah dijalankan setiap waktu. Implementasi

pancasila ini haruslah diterapkan sebagaimana mestinya, karena pancasila berbicara dalam konteks
universal. Pluralisme (berbagai kebudayaan yang berbeda-beda dimasyarakat) yang ada di Indonesia
harusnya dijadikan sebagai ujung tombak dalam menyatukan semua golongan. Prinsip BHINEKA
TUNGGAL IKA merupakan alat pemersatu bangsa Indonesia. Bagaimanapun, bangsa Indonesia
merupakan bangsa yang majemuk yang hidup secara berdampingan. Memang setiap agama pasti
memiliki ajaran tentang gambaran kehidupan ideal, yang masing-masing berbeda-beda. Perbedaan itu
tidak akan mungkin dapat dipersamakan. Apalagi, perbedaan itu sudah melewati dan memiliki sejarah
panjang. Akan tetapi, masing-masing pemeluk agama lewat para tokoh atau pemukanya, sudah berjanji
dan berekrar akan membangun negara kesatuan berdasarkan Pancasila itu. Memang ada sementara
pendapat, bahwa agama akan bisa mempersatukan bangsa. Dengan alasan bahwa masing-masing agama
selalu mengajarkan tentang persatuan, kebersamaan dan tolong menolong, sebagai dasar hidup bersama.
Akan tetapi pada kenyataannya, tidak sedikit konflik yang terjadi antara penganut agama yang berbeda.
Tidak sedikit orang merasakan bahwa perbedaan selalu menjadi halangan untuk bersatu. Maka Pancasila,
dengan sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, merangkum dan sekaligus menyatukan pemeluk
agama yang berbeda itu. Mereka yang berbeda-beda dari berbagai aspeknya itu dipersatukan oleh cita-
cita dan kesamaan idiologi bangsa ialah Pancasila. Maka, Pancasila adalah sebagai tali pengikat bangsa
yang harus selalu diperkukuh dan digelorakan pada setiap saat. Bagi bangsa Indonesia melupakan
Pancasila, maka sama artinya dengan melupakan kesepakatan dan bahkan janji bersama itu. Oleh sebab
itu, Pancasila, sejarah dan filsafatnya harus tetap diperkenalkan dan diajarkan kepada segenap warga
bangsa ini, baik lewat pendidikan formal maupun non formal. Pancasila memang hanya dikenal di
Indonesia, dan tidak dikenal di negara lain. Namun hal itu tidak berarti, bahwa bangsa ini tanpa Pancasila
bisa seperti bangsa lain. Bangsa Indonesia memiliki sejarah, kultur, dan sejarah politik yang berbeda
dengan bangsa lainnya. Keaneka-ragaman bangsa Indonesia memerlukan alat pemersatu, ialah Pancasila.
b. Bagaimana proses perumusan Pancasila sehingga dikenal rumusan yang dikenal sekarang?
Sejarah: Proses Perumusan Pancasila Sebagai Dasar Negara
Sejarah Proses Perumusan Pancasila
Menjelang tahun 1945, Jepang mengalami kekalahan di Asia Timur Raya, Jepang banyak menggunakan
cara untuk menarik simpati khususnya kepada bangsa Indonesia dengan membuat suatu janji bahwa
jepang akan memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia yang diucapkan oleh Perdana Menteri
Kaiso pada tanggal 7 September 1944.
Pembentukan BPUPKI

Jepang meyakinkan akan janjinya terhadap bangsa Indonesia untuk dimerdekakan dengan membentuk
Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dalam bahasa Jepang
BPUPKI berarti Dokuritsji Junbi Cosakai. Jenderal Kumakichi Harada, merupakan komandan pasukan
jepang di jawa dan mengumumkan pembentukan BPUPKI lalu pada tanggal 28 April 1945 diumumkan
pengangkatan anggota BPUPKI. Upacara peresmiannya di gelar Gedung Cuo Sangi In di Pejambon Jakarta
(sekarang, Gedung Departemen Luar Negeri).
BPUPKI beranggotakan 67 orang, termasuk 7 orang Jepang dan 4 orang Cina dan Arab. Jabatan Ketua
BPUPKI adalah Radjiman Wedyodiningrat, Wakil ketua BPUPKI adalah Icibangase (Jepang), dan sebagai
sekretarisnya adalah R.P. Soeroso.
A. Sejarah Proses Persidangan Pertama BPUPKI (29 Mei-1 Juni 1945) dan Usulan-Usulan Rumusan
Pancasila
Setelah terbentuk BPUPKI segera mengadakan persidangan. Masa persidangan BPUPKI dimulai pada
tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945. Di masa persidangan, BPUPKI membahas rumusan dasar
negara untuk Indonesia merdeka. Di persidangan BPUPKI yang pertama, terdapat berbagai pendapat
mengenai dasar negara yang dipakai di Indonesia. Pendapat-pendapat rumusan dasar negara Indonesia
disampaikan oleh Mr. Mohammad Yamin, Mr. Supomo, dan Ir. Soekarno
a. Mr. Mohammad Yamin
Mr. Mohammad Yamin menyatakan pemikirannya mengenai dasar negara Indonesia merdeka yang
dihadapan sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945. Pemikirannya Mr. Mohammad Yamin diberi judul "Asas
dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia". Usulan rumusan dasar negara Mr. Mohammad Yamin
yang intinya adalah sebagai berikut..
1). Peri kebangsaan
2). Peri kemanusiaan
3). Peri ketuhanan
4). Peri kerakyatan
5). Kesejahteraan rakyat
b. Mr. Supomo

Mr. Supomo mengemukakan usulan rumusan dasar negara di sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945, dari
pemikiran tersebut merupakan penjelasan masalah-masalah mengenai hubungan dasar negara Indonesia
dimana negara dibentuk hendaklah integralistik berdasarkan pada hal-hal berikut...
1). Persatuan
2). Kekeluargaan
3). Keseimbangan lahir dan batin
4). Musyawarah
5). Keadilan social
c. Ir. Soekarno
Tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mendapat kesempatan untuk menyampaikan pendapat mengenai
rumusan dasar negara Indonesia. Usulan rumusan dasar negara Ir. Soekarno terdiri atas lima asas antara
lain sebagai berikut...
1). Kebangsaan Indonesia
2). Internasionalismee atau perikemanusiaan
3). Mufakat atau demokrasi
4). Kesejahteraan sosial
5). Ketuhanan Yang Maha Esa
B. Sejarah Proses Persidangan Kedua BPUPKI (10-16 Juli 1945)
Persidangan pertama BPUPKI berakhir, namun rumusan dasar negara Indonesia untuk merdeka belum
terbentuk. Padahal, BPUPKI akan reses (istirahat) satu bulan penuh. Maka dari itu, BPUPKI membentuk
panitia perumus dasar negara yang anggota terdiri dari sembilan orang yang disebut dengan Panitia
Sembilan. Tugas Panitia Sembilan adalah menampung berbagai aspirasi mengenai pembentukan dasar
negara Indonesia. Anggota Panitia Sembilan terdiri dari Ir. Soekarno (ketua), Abdulkahar Muzakir, Drs.
Moh. Hatta, K.H. Abdul Wachid Hasyim, Mr.Moh. Yamin, H. Agus Salim, Ahmad Subardjo, Abikusno
Cokrosuryo, dan A.A. Maramis.

Kerja keras dan cerdas dari Panitia Sembilan membuahkan hasil di tahun 22 Juni 1945 yang berhasil
merumuskan dasar negara untuk Indonesia merdeka. Rumusan itu oleh Mr. Moh. Yamin yang diberi nama
"Piagam Jakarta atau Jakarta Charter".
D. Piagam Jakarta
E. Pembentukan Panitia Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
Tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan di Jepang. Untuk menindaklanjuti hasil kerja dari BPUPKI,
maka jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Lembaga tersebut dalam
bahasa Jepang disebut dengan Dokuritsi Junbi Inkai. Anggota PPKI terdiri dari 21 orang untuk seluruh
masyarakat Indonesia, 12 orang wakil dari jawa, 3 wakil dari sumatera, 2 orang wakil sulawesi, dan
seorang wakil Sunda Kecil, Maluku serta penduduk cina. Tanggal 18 Agustus 1945, ketua PPKI menambah
6 anggota lagi sehingga anggota PPKI berjumlah 27 orang.
F. Rumusan Akhir Yang Ditetapkan Tanggal 18 Agustus1945 dalam sidang PPKI adalah sebagai
berikut...
1.Ketuhanan Yang Maha Esa

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaran/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
c. Bagaimana hubungan konsep Habermas tentang demokrasi deliberatif degan Pancasila?
Kata “deliberasi” berasal dari bahasa Latin deliberatio yang kemudian dalam bahasa Inggris menjadi
deliberation. Istilah ini memiliki arti “konsultasi”, “menimbang-nimbang”, atau dalam istilah politik
adalah “musyawarah”. Pemakian istilah demokrasi memberikan makna tersendiri bagi konsep demokrasi.
Istilah demokrasi deliberatif memiliki makna yang tersirat yaitu diskursus praktis, formasi opini dan
aspirasi politik, serta kedaulatan rakyat sebagai prosedur.
Teori demokrasi deliberatif tidak memfokuskan pandangannya dengan aturan-aturan tertentu yang
mengatur warga, tetapi sebuah prosedur yang menghasilkan aturan-aturan itu. Teori ini membantu untuk
bagaimana keputusan-keputusan politis diambil dan dalam kondisi bagaimanakah aturan-aturan tersebut
dihasilkan sedemikian rupa sehingga warganegara mematuhi peraturan-peraturan tersebut. Dengan kata
lain, demokrasi deliberatif meminati kesahihan keputusn-keputusan kolektif itu. Secara tidak langsung,
opini-opini publik di sini dapat mengklaim keputusan-keputusan yang membuat warga mematuhinya.
Di dalam demokrasi deliberatif, kedaulatan rakyat dapat mengkontrol keputusan-keputusan mayoritas.
Kita sebagai rakyat dapat mengkritisi keputusan-keputusan yang dibuat oleh orang-orang yang
memegang mandat. Jika kita berani mengkritisi kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah,
maka secara tidak langsung kita sudah menjadi masyarakta rasional, bukan lagi masyarakat irasional.
Opini publik atau aspirasi memiliki fungsi untuk mengendalikan politik formal atau kebijakan-kebijakan
politik. Jika kita berani mengkritik kebijakan-kebijakan yang legal itu, secara tidak langsung kita sudah
tunduk terhadap sistem.
Konsepan yang seperti inilah yang memang sekiranya patut untuk kemudian dipraktekan dalam rangka
merekonstruksi kondisi politik dinegara kita. Artinya, ketika mungkin suatu opini publik sudah mulai
banyak berkembang, tentunya mereka akan secara otomatis melakukan kontrol terhadap segala jenis
kebijakan yang akan maupun telah ditetapkan oleh birokrasi pemerintahan. Dan inilah yang akan
menjadikan upaya untuk mendemokratitasi negara Indonesia menjadi lebih baik untuk kedepannya.
Namun, yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana nantinya kita harus senantiasa mencoba untuk

kemudian merubah pola berpikir masyarakat yang memang masih terkesan konservatif dan belum
mampu untuk berfikir jauh kedepan. Kita bisa mencoba menarik ini dengan menggunakan paradigm teori
tindakan komunikatif Jurgen Habermas.
Apa yang paling mendasar dalam demokrasi deliberatif adalah sebuah proses pelibatan publik dalam
membuat keputusan/kebijakan. Baik pengambil keputusan maupun unsur warga masyarakat melakukan
dialog secara bersama, terbuka, dan kritis mengidentifikasi persoalan, mencari solusi pemecahan
masalah, dan mengambil kesepakatan bersama, yang semua itu dijadikan sebagai basis pengambilan
kebijakan oleh pemerintah.
Banyak pihak yang pesimis atau malah skeptis terhadap eksistensi musrenbang saat ini. Realitanya,
musrenbang lebih banyak menghadirkan kekecewaan publik. Tapi, terlalu dini jika kita nyatakan bahwa
exercise yang sedang kita lakukan sudah gagal dan harus ditinggalkan. Partisipasi publik tetap harus
didorong, salah satunya melalui musrenbang.
Partisipasi bukan sekadar kehadiran sekelompok warga atau masyarakat dalam proses musrenbang saja.
Dalam musrenbang warga didorong untuk terlibat mengambil keputusan. Musrenbang bukan hanya alat
tetapi juga sebuah ruang yang menjamin warga dijamin memiliki hak dan kebebasan berpendapat serta
terlibat dalam setiap pengambilan keputusan. Lebih dari itu, musrenbang dapat sangat bermanfaat untuk
membangun mutual trust, kebersamaan, kemitraan, dan penyelesaian masalah yang tepat dan efektif.
d. Bagaimana syarat agar diskursus dari Habermas di atas bisa terjadi dalam konteksi Indonesia?
Model demokrasi deliberatif sedang marak diperbincangkan belakangan ini. Deliberatif berasal dari kata
deliberation, atau dalam bahasa latin disebut deliberatio yang artinya musyawarah, berunding,
berbincang-bincang dan menimbang-nimbang.
Untuk pemahamannya, dapat dianalogikan ketika kita berpikir untuk makan atau tidak. Hal itu
menandakan otak kita sedang berunding secara internal. Karenanya, ketika kita melakukan interaksi
terhadap orang lain dan saling berbincang, maka kita telah melakukan sebuah forum eksternal. Pada
intinya, deliberasi itu adalah proses melakukan suatu komunikasi baik internal maupun eksternal.
Demokrasi deliberatif berbeda dengan demokrasi perwakilan. Komunikasi lebih ditekankan antar
masyarakat. Keputusan yang diambil bersifat musyawarah yang berujung suatu keputusan yang mufakat.
Berbeda halnya dengan demokrasi perwakilan yang menggunakan voting. Di sini masyarakat seluruhnya
dapat berpartisipasi secara aktif dalam proses demokrasi. Model ini juga menghindari adanya kompetisi

individual tokoh yang mengatasnamakan masyarakat saat pemilu, dan memungkinkan terjadinya money
politics, konflik ataupun hal yang tidak diinginkan.
Dalam proses deliberasi, partisipasi masyarakat dibentuk melalui ruang publik (civil society) yang berupa
forum, diskusi maupun debat publik untuk membahas masalah bersama. Masyarakat dituntut aktif
mengeluarkan pendapatnya. Namun pendapat yang dikeluarkan haruslah argumen publik yang baik.
Setiap pendapat orang akan dipertimbangkan. Terjadi tukar pikiran antara masyarakat yang di jiwai
pemikiran yang rasionalitas. Dengan pertukaran informasi dan wawasan, seseorang dapat lebih
memahami suatu permasalahan yang lebih kompleks. Sehingga deliberasi dapat meminimalisir
keterbatasan cara pandang pribadi serta meningkatkan kualitas dari keputusan publik yang telah di
musyawarah dan di mufakatkan.
Di sini masyarakat ditimbulkan sifat kritisnya. Apa yang telah didapatkan tidak serta merta mereka
terima begitu saja. Masyarakat akan melihatnya secara faktual dan akan berusaha membuktikannya.
Misal, ketika mereka harus membeli sebuah barang di swalayan, merkea akan bertanya, “Apakah barang
ini layak untuk dijual? Apakah keuntungan dan manfaat yang saya dapatkan ketika memilih dan membeli
barang ini? Jika menguntungkan, apakah harganya sudah sesuai dengan manfaat yang diperoleh?”
Pertanyaan seperti itu akan muncul dalam masyarakat. Dan masyarakat pun akan mencari informasi
terkait barang yang akan atau telah dibelinya, melalui berbagai sumber media, baik itu media informasi,
melalui pedagang ataupun tetangga.
Menurut Clause Offe dan Ulrich Press dalam demokrasi deliberatif keputusan politik yang ‘rasional’ dan
‘baik’ harus memenuhi tiga kriteria: ‘mengedepankan fakta’(peduli kepentingan rakyat dan tidak bersifat
doktrin), ‘berorientasi pada masa depan’(tidak hanya melihat permasalahan secara sempit), dan
‘mempertimbangkan kepentingan banyak orang’(tidak hanya mementingkan diri sendiri) (1991, hal. 156-
157)[2]. Apabila pada nantinya keputusan politik yang dihasilkan tidak sesuai dalam artian gagal maka
keputusan politik tersebut pasti tidak sesuai dengan salah satu dari kriteria diatas. Kemungkinan itu
terjadi karena terlalu mementingkan diri sendiri ataupun cara pandang yang sempit.
Konsep model demokrasi deliberatif yang ditawarkan sudah dapat dikatakan sesuai dengan pancasila
sebagai ideologi bangsa. Hal ini dapat dibuktikan di sila ke-4 yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Di dalam sila itu terdapat kata
permusyawaratan perwakilan. Di sini saya memahami jelas bahwa, permusyawaratan perwakilan adalah
suatu musyawarah mufakat yang menghasilkan perwakilan yang akan memimpin. Bukan
permusyawaratan perwakilan dalam bentuk pemilihan umum, di mana pemimpin diperoleh melalui
voting atau suara terbanyak seperti yang sudah dan sekarang kita laksanakan.

Masyarakat pedesaan pada zaman dahulu telah mengenal proses deliberasi apa yang disebut ‘rembug
desa’. Masyarakat beserta tokoh dan tetua desa mengadakan proses permusyawaratan dengan saling
toleransi, beretika, dan sopan santun dalam memilih kepala desa ataupun lurah. Kesamaan ekonomi yang
relatif menjadi salah satu faktor keberhasilan proses musyawarah. Dengan proses musyawarah yang
bebas maka dapat dihindari hal seperti manipulasi dan diskriminasi dari pihak-pihak tertentu. Belajar
dari pengalaman bahwa masyarakat pedesaan bisa menjalankan proses deliberasi yang sederahana
seperti yang disebutkan tadi. Hal ini membuktikan bahwa negara kita potensial dalam model demokrasi
deliberatif. Masyarakat telah mengenal proses deliberasi tinggal bagaimana kita mengembangkan potensi
tersebut.
Seperti kata pepatah tidak ada sesuatu hal yang sempurna di dunia ini. demikian halnya pula dengan
model demokrasi deliberatif ini. Walaupun mempunyai konsep model yang baik, deliberatif juga
mempunyai berbagai kelemahan. Di zaman yang makin modern ini, masyarakat mulai berpikir pragmatis.
Akan menjadi tidak efektif apabila musyawarah dan gotong royong hanya sebatas mobilisasi yang
dilakukan oleh pemimpin. Proses permusyawaratan dalam penentuan pemimpin juga membutuhkan
waktu yang tidak sedikit. Pasti akan terjadi dinamika yang berimplikasi banyaknya waktu yang terbuang.
Tentu hal ini akan menimbulkan vacum of power sehingga akan terjadi kebingungan di masyarakat.
Selain itu Indonesia memiliki karakteristik daerah yang berbeda-beda. Butuh proses panjang dalam
menjalani model demokrasi ini. Nilai yang dianut masyarakat sekarang ini tidak sama seperti zaman
dahulu. Banyak nilai yang hilang, seperti toleransi, sopan santun dan etika. Karakteristik masyarakat yang
sekarang cenderung individualis. Tentu akan sulit melaksanakan musyawarah maupun gotong royong.
Padahal masyarakat diharapkan mempunyai kedewasaan politik disini sehingga bisa saling toleransi.
Toleransi menjadi sangat penting karena apabila masyarakat belum bisa bersifat dewasa dan belum bisa
saling toleransi seperti sekarang ini, mustahil demokrasi deliberatif dapat dilaksanakan sesuai dengan
apa yang diharapkan.
Prinsip demokrasi bukan hanya kebebasan individu yang dapat dipertanggung jawabkan. Melainkan juga
bagaimana kita bisa mendengar dan menghargai pendapat orang lain. Apabila demokrasi dimaknai
seperti ini maka pemerintahan harus mendengarkan suara-suara rakyat dalam kebijakan yang akan
diambil. Tentu dibutuhkan model demokrasi yang ideal sehingga dapat dilaksanakan prinsip demokrasi
seperti yang telah disebutkan.
Menurut Joshua Cohen, model demokrasi deliberatif pada intinya adalah demokrasi yang berjalan dengan
adanya deliberasi diantara warga negara yang setara, dan berlangsungnya proses tersebut hanya
mungkin jika didukung oleh lembaga-lembaga yang ada (Cohen, 1989, hal.26)[3]. Model deliberatif bisa

menjadi alternatif yang paling baik untuk demokrasi Indonesia kedepannya apabila demokrasi yang
sekarang sudah tidak mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat dewasa ini.
e. Bagaimana mencari titik temu antara agama dengan Pancasila? Ambil kajian menurut agama
masing-masing?
sejak awal reformasi kebebasan dalam politik dan sosial di Indonesia makin terbuka lebar. Kebebasan
tersebut kemudian membuat kelompok apapun, termasuk kelompok agama berhak menyuarakan
pendapat. Namun, kebebasan yang terkadang tidak terkendali membuat pertentangan muncul, bahkan
pertentangan antar agama dan kehidupan beragama.
Pertentangan yang muncul pun merambah ke segala persoalan, termasuk mempermasalahkan
keberadaan Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia yang kemudian juga dinilai sekelompok
masyarakat bertentangan dengan kehidupan beragama. Persoalan itu kemudian memunculkan
penuntutan wacana penggantian Pancasila.
"Pancasila sebagai dasar kebangsaan dan ke-Indonesiaan sebenarnya memiliki relevansi tinggi dengan
kehidupan beragama. Hanya saja dalam prakteknya seringkali tidak sebanding dengan norma dan
retorika yang disampaikan pada publik. Upaya menjadikan Pancasila sebagai ideologi murni sendiri
karena perjalanan sejarah yang panjang dan melelahkan telah membuktikan bahwa Pancasila sebenarnya
sebagai karakteristik bangsa Indonesia sangat memenuhi syarat,"
praktek politik yang berlangsung saat ini seringkali memberikan kerangkeng pada kehidupan beragama
dan melakukan koersi-koersi atas nama Pancasila itu sendiri. dalam Negara Pancasila, hubungan antara
agama dan negara tampak tidak terlalu bermasalah.
"Jika memperhatikan tidak adanya larangan penganut agama menjalankan perintah agamanya, bahkan
mendirikan organisasi-organisais keagamaan pun tidak ada larangan, jelas tidak ada masalah. Itu semua
justru berkah bagi bangsa ini yang berdasarkan Pancasila, sehingga partisipasi politik warga negara
dalam perspektif sosiologi politik bisa berjalan. Pertanyaannya, apakah kita mau mengganti Pancasila
dengan dasar kebangsaan lain, atau kita berusaha merevitalisasi Pancasila sebagai dasar kebangsaan,"
tegasnya.
dalam agama Islam, memang ada keterkaitan erat antara negara dan kekuasaan. Dalam ajaran Islam, jika
memang sebuah kelompok masyarakat ingin melindungi dan menjalankan aturan dan ajaran Islam
dengan baik, boleh membangun sebuah negara.

Mengenai bentuk negara dan pemerintahannya sendiri, menurut Malik, diserahkan sepenuhnya pada
kelompok tersebut untukk menentukan.
"Jadi sebenarnya jangan mempertentangkan agama dengaan negara. Karena dalam Islam pun, Al Qur'an
secara eksplisit telah mengakui keberadaan bangsa dan suku. Bahkan penyelenggaraan pemerintahan
dan kekuasaan dalam Islam memiliki dua tujuan utama yakni menjalankan ajaran agama dan mengurusi
masalah duniawi," jelasnya.
f. Bagaiamana menghindari sekuleraliasi Pancasila? Kemukakan contoh real yang bias and lakukan?
Paham sekularisme merupakan paham yang memisahkan dunia dan agama. Paham ini harus diwaspadai,
karena paham sekularisme merupakan propaganda syetan melalui kecintaan terhadap dunia secara
berlebihan yang akan membawa manusia pada kesesatan dan kehancuran. Hal ini juga akan memberi
dampak negatif bagi ketatanegaraan suatu bangsa.
cara mengantisipasi atau mencegah munculnya paham sekularisme Cara untuk mencegah atau
mengantisipasi munculnya paham sekularisme adalah menghilangkan perilaku yang mendewa- dewakan
kemewahan dunia yang akan menyebabkan tindakan korupsi dan akhirnya merusak ketatanegaraan
negara. Cara yang dapat diambil dalam hal ini adalah selalu beribadah, memohon kepada Tuhan agar
diberikan keseimbangan dunia dan akhirat.
g. Bagaimana posisi Pancasila?
Dengan ditetapkannya Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm maka pembentukan hukum, penerapan,
dan pelaksanaannya tidak dapat dilepaskan dari nilai nilai Pancasila. Namun dengan penempatan
Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm berarti menempatkannya di atas Undang Undang Dasar. Jika
demikian, Pancasila tidak termasuk dalam pengertian konstitusi, karena berada di atas konstitusi. Dengan
melacak pada norma dasar dan konstitusi menurut Kelsen dan pengembangan yang dibuat Hans
Nawiasky, serta melihat hubungan antara Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.Memang hingga kini
masih terjadi
polemik di kalangan ahli Proklamasi Kemerdekaan, sebenarnya yang dapat disebut sebagai sumber dari
segala sumber hukum.
Polemik ini mencuat ketika Moh.Yamin pada tahun 1959 menggunkan istilah sumber dari segala sumber
hukum tidak untuk Pancasila seperti yang lazim digunakan saat ini, melainkan untuk Proklamasi

Kemerdekaan 17 Agistus 1945 yang disebut dengan “ maha-sumber dari segala sumber hukum “, the
source of the source” ( Denny,2003 dalam Kurnisar ). Sebagaimana telah ditemukan oleh pembentukan
Negara bahwa tujuan utama dirumuskannya Pancasila adalah sebagai dasar Negara republic Indonesia.
Dengan terbentuknya UU No.10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan,
sebagaimana yang termuat dalam Pasal 2 UU No.10 tahun 2004 yang menyatakan bahwa “ Pancasila
merupakan sumber dari segala sumber hukum Negara “, dengan tegas menyebutkan Pancasila sebagai
sumber dari segala sumber hukum sebagai berikut : “ Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum Negara adalah sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 yang menempatkan Pancasila
sebagai dasar ideologi negara serta sekaligus dasar filosofi bangsa dan Negara, sehingga setiap materi
muatan peraturan perundang undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila”
Dardji Darmodiharjo menyebutkan, bahwa Pancasila yang sah dan benar adalah yang dapat
dipertanggungjawabkan secara yuridis konstitusional dan secara objektif ilmiah. Secara yuridis
konstitusional, Pancasila sebagai dasar Negara yang dipergunakan sebagai dasar mengatur
menyeleggarakan pemerintah Negara. Secara onjektif ilmiah karena Pancasila adalah suatu paham
filsafat, suatu philosophical way of thinking system, sehingga uraiannya harus logis dan dapat diterima
akal sehat ( Natabaya;2006 ) .
Berkaitan dengan masalah diatas tentunya bahwa Pancasila secara historis memiliki suatu dasar hukum
dimana Pancasila sebagai ladasan atau arah dalam pembuatan hukum di Indonesia. Secara yuridis
Pancasila sudah jelas menjadi hukum dari segala sumber hukum di Indonesia. Meskipun Pancasila dalam
perjalannanya juga mengalami pasang surut, tetapi Pancasila sampai saat sekarang masih menjadi
landasan dalam setiap pembuatan peraturan. Hal ini didalam setiap undang undang selalu
mencantumkan nilai- nilai Pancasila.
Pembangunan hukum dimulai dari pondasi dan jiwa paradigma bangsa Indonesia. Pancasila sebagai
sumber dari segala sumber hukum yang tertegas dalam UU No.10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang Undangan terutama pasal 2 yang menyatakan Pancasila merupakan sumber dari
segala sumber hukum atau tertib hukum bagi kehidupan hukum Indonesia, kama hal tersebut dapat
diartikan bahwa “ Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum Negara adalah sesuai
dengan pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang menempatkan
Pancasila sebagai dasar dan idiologi Negara serta sekaligus dasar filosofi bangsa dan Negara sehingga tiap
materi muatan peraturan perundang undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
Kedudukan Pancasila sebagai sumber hukum Negara merupakan grudnorm dalam system hukum
Indonesia yang memberikan arah dan jiwa serta menjadi paradigma norma –norma dalam pasal pasal

UUD 1945. Cita hukum dan falsafah hidup serta moralitas bangsa yang menjadi sumber segala sumber
hukum Negara akan menjadi satu fungsi krisisi dalam menilai kebijaksanaan hukum( legal policy) atau
dapat dipergunakan sebagai pardigma yang menjadi landasan perbuatan kebijaksanaan ( policy making)
dibidang hukum dan perundang undangan maupun bidang social, ekonomi, dan politik.
h. Dimana Hubungan Pancasila dan UUDNRI 1945?
Pancasila terikat oleh suatu kekuatan secara hukum, terikat oleh struktur kekuasaan secara formal yang
meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai dasar Negara (Suhadi, 1998). Cita-cita
hukum tersebut terangkum didalam empat pokok pikiran yang terkandung dalam Undang Undang Dasar
1945 yang sama hakikatnya dengan
Pancasila, yaitu :
Negara Persatuan “ Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia “
Keadilan sosial “Negara hendak mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia “
Kedaulaatan Rakyat “ Neara yang berkedaulatan rakyat berdasarkan atas kerakyatan /perwakilan.”
Ketuhanan dan kemanusiaan “Negara berdasarkan atas ketuhanan yang menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradap.”
Pembukaan UUD 1945 adalah sumber motivasi dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa Indonesia yang
merupakan sumber cita-cita luhur dan cita cita mahal, sehingga pembukaan UUD 19445 merupakan
tertib jukum yang tertinggi dan memberikan kemutlakan agi tertib hukum Indonesia.
Pembukaan UUD 1945 bersama dengan UUD 1945 diundnagkan dalam berita Republik Indonesia tahun
11 No 7, ditetapkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Pada hakekatnya semua aspek penyelenggaraan
pemerintah Negara yang berdasarkan Pancasila terdapat dalam alenia IV pembukaan UUD 1945.
Dengan demikian Pancasila secara yuridis formal ditetapkan sebagai dasar filsafat Negara Republik
Indonesia bersamaan dengan ditetapkan Pembukaan UUD 1945 dan UUD 1945. Maka Pancasila dan
Pembukaan UUD 1945 mempunyai hubungan timbal balik sebagai berikut :
Hubungan Secara FormaL
Dengan dicantumkannya Pancasila secara formal di dalam Pembukaan UUD 1945, maka Pancasila
memporelehi kedudukan sebagai norma dasar hukum positif. Dengan demikian tata kehidupan bernegara

tidak hanya bertopang pada asas-asas social, ekonomi, politik, yaitu perpaduan asas-asas kultural,
religigius dan asas-asas kenegaraan yang unsurnya terdapat dalam Pancasila.
Jadi berdasarkan tempat terdapatnya Pancasila secarta formal dapat disimpulkan sebagai berikut :
a.) Bahwa rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia adalah seperti yang tercantum
dalam Pembukaan UUD 1945 alenia IV.
b.) Bahwa Pembukaan UUD 1945, berdasarkan pengertian ilmiah, merupakan pokok kaedah Negara
yang Fundamental dan terhadap tertib hukum Indonesia mempunyai dua macam kedudukan yaitu :
Sebagai dasarnya, karena Pembukaan UUD 1945 itulah yang memberi factor-faktor mutlak bagi adanya
tertib hukum Indonesia.
Memasukkkan dirinya di dalam tertib hukum sebagai tertib hukum tertinggi.
c.) Bahwa dengan demikian Pembukaan UUD 1945 berkedudukan dan berfungsi, selain sebgai
Mukaddimah dan UUD 1945 dalam kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, juga berkedudukan sebagai
suatu yang bereksistensi sendiri, yang hakikat kedudukan hukumnya berbeda dengan pasal-Pasalnya.
Karena Pembukaan UUD 1945 yang intinya adlah Pancasila tidak tergantung pada batang tubuh UUD
1945, bahkan sebagai sumbernya.
d.) Bahwa Pancasila dengan demikian dapat disimpulkan mempunyai hakikat,sifat,kedudukan dan fungsi
sebagai pokokkaedah negara yang fundamental, yang menjelmakan dirinya sebagai dasar kelangsungan
hidup negara Republik Indonesia yang di proklamirkan tanggal 17 Agustus 1945.
e.) Bahwa Pancasila sebagai inti Pembukaan UUD 1945, dengan demikian mempunyai kedudukan yang
kuat, tetap dan tidak dapat di ubah dan terletak pada kelangsungan hidup Negara Republik Indonesia.
Hubungan secara material
Hubungan pembukaan UUD 1945 dengan Pncasila selain hubungan yang bersifat formal, sebagaimana di
jelaskan di atas juga hubungan secara material sebagai berikut:
Bilamana kita tinjau kembali proses perumusan Pancasila dan pembukaan UUD 1945, maka secara
kronologis, materi yang di bahas oleh BPUPKI yang pertama-tama adalah dasar filsafat Pncasila baru
kemudian Pembukaan UUD 1945. Setelah pada sidang pertama pembukaan UUD 1945 BPUPKI
membicarakan dasar filsafat negara Pancasila berikutnya tersusunlah piagam jakarata yang di susun oleh
panitia 9, sebagai wujud bentuk pertama pembukaan UUD 1945.

Jadi berdasar urut-urutan tertib hukum Indonesia Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai tertib hukum
yang tertinggi, adapun tertib hukum Indonesia bersumber pada Pancasila, atau dengan kata lain sebagai
sumber tertib hukum Indonesia. Hal ini berarti secara material tertib hukum Indonesia dijabarkan dari
nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Pancasila sebagai sumber tertib hukum indonesia meliputi
sumber nilai, sumber materi, sumber bentuk dan sifat.
Selain itu dalam hubungannya dengan hakikat dan kedudukan pembukaan UUD 1945 sebagai pokok
kaidah negara yang fubdamental, maka sebenarnya secara material yang merupakan esensi atau inti sari
dari pokok kaidah negara fundamental tersebut tidak lain adalah pancasila.
ORDE LAMA-Pada masa Orde lama, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang
pada situasi dunia yang diliputi oleh tajamnya konflik ideologi. Pada saat itu kondisi politik dan
keamanan dalam negeri diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada dalam suasana
transisional dari masyarakat terjajah (inlander) menjadi masyarakat merdeka. Masa orde lama adalah
masa pencarian bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan. Pancasila
diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama
periode 1945-1950:
konstitusi yang digunakan adalah Pancasila dan UUD 1945 yang presidensil, namun dalam praktek
kenegaraan system presidensiil tak dapat diwujudkan. setelah penjajah dapat diusir, persatuan mulai
mendapat tantangan. upaya-upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan faham
komunis oleh PKI melalui pemberontakan di Madiun tahun 1948 dan oleh DI/TII yang akan
mendirikan negara dengan dasar islam.
periode 1950-1959:
penerapan Pancasila selama periode ini adalah Pancasila diarahkan sebagai ideology liberal yang
ternyata tidak menjamin stabilitas pemerintahan. walaupun dasar negara tetap Pancasila, tetapi
rumusan sila keempat bukan berjiwakan musyawarah mufakat, melainkan suara terbanyak (voting).
Dalam bidang politik, demokrasi berjalan lebih baik dengan terlaksananya pemilu 1955 yang dianggap
paling demokratis
periode 1956-1965:
dikenal sebagai periode demokrasi terpimpin. Demokrasi bukan berada pada kekuasaan rakyat
sehingga yang memimpin adalah nilai-nilai Pancasila tetapi berada pada kekuasaan pribadi presiden
Soekarno. Terjadilah berbagai penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi.
Akibatnya Soekarno menjadi otoriter, diangkat menjadi presiden seumur hidup, politik konfrontasi,

dan menggabungkan Nasionalis, Agama, dan Komunis, yang ternyata tidak cocok bagi NKRI. Terbukti
adanya kemerosotan moral di sebagian masyarakat yang tidak lagi hidup bersendikan nilai-nilai
Pancasila, dan berusaha untuk menggantikan Pancasila dengan ideologi lain.
Dalam mengimplentasikan Pancasila, Bung Karno melakukan pemahaman Pancasila dengan
paradigma yang disebut USDEK. Untuk memberi arah perjalanan bangsa, beliau menekankan
pentingnya memegang teguh UUD 45, sosialisme ala Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi
terpimpin dan kepribadian nasional.Hasilnya terjadi kudeta PKI dan kondisi ekonomi yang
memprihatinkan.
i. Tugas kelompok
Tentang materi kelompok yaitu mengenai PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA penjelasan secara
singkatnya sebagai berikut:
Pancasila sebagai ideologi negara artinya Pancasila menjadi cita- cita, konsep dan gagasan bangsa
Iindonesia.
Sebagai ideologi suatu bangsa yang menjadi pandangan dan pegangan hidup masyarakatnya, Pancasila
haruslah bersifat universal mencakup segala macam nilai-nilai sosial dan budaya Indonesia serta menjadi
orientasi dalam hidup oleh seluruh masyarakatnya. Sebagai ideologi bangsa, maka keberadaannya selalu
diimplementasikan ke dalam perilaku kehidupan dalam rangka berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.
Kalau dikaji dari butir-butir kelima sila dalam ideologi Pancasila tersebut, sebenarnya sudah mencakup
gambaran pembentukan karakter manusia Indonesia yang ideal, sebagai mana yang diharapkan para
penggali dari pancasila itu sendiri. Gambaran pembentukan manusia Indonesia seutuhnya itu, dapat
diilustrasikan Pada sila pertama tersirat bagaimana manusia Indonesia berhubungan dengan Tuhannya
atau kepercayaannya. Pada sila kedua tergambar bagaimana manusia Indonesia harus bersikap hidup
dengan orang lain sebagaimana layaknya manusia yang punya pikiran dan ahklak hingga dia bisa
bersikap sebagai mahkluk yang tertinggi dibandingkan dengan mahkluk lainnya yaitu
binatang. Sila ketiga menerangkan bagaiama manusia Indonesia menciptakan suatu pandangan betapa
pentingnya arti persatuan dan kesatuan bangsa dari pada bercerai berai seperti pada pepatah bersatu
kita teguh dan bercerai kita runtuh. Sila keempat telah menegaskan bagaimana manusia Indonesia
mengimplementasikan cara bersikap dan berpendapat serta memutuskan sesuatu menyangkut
kepentingan umum secara bijak demi kelangsungan kehidupan berdemokrasi yang terlindungi antara
menyuarakan hak dan kewajibannya berimbang dalam mengimplementasikannya.

Pada sila kelima dijabarkan bagaimana manusia Indonesia mewujudkan suatu keadilan dan kemakmuran
bagi seluruh masyarakat Indonesia itu sendiri. Dari penjabaran kelima sila tersebut di atas, maka sudah
sepantasnya bahwa Pancasila beserta kelima silanya itu layak dijadikan sebagai pandangan dan pegangan
hidup serta dijadikan sebagai pembimbing dalam menciptakan kerangka berpikir untuk menjalankan
roda demokratisasi dan diimplementasikan dalam segala macam praktik kehidupan menyangkut
berbangsa, bernegara dan bermasyarakat di dalam Negara kesatuan Republik Indonesia tercinta ini.maka
mengamalkan dan mengamankan Pancasila sebagai dasar Negara mempunyai sifat imperatif dan
memaksa, artinya setiap warga Negara Indonesia harus tunduk dan taat kepadanya. Siapa saja yang
melangggar Pancasila sebagai dasar Negara, harus ditindak menurut hukum yakni hukum yang berlaku di
Indonesia. Dengan kata lain pengamalan Pancasila sebagai dasar Negara disertai sanksi-sanksi hukum.
Sedangkan pengamalan Pancasila sebagai weltanschuung, yaitu pelaksanaan Pancasila dalam hidup
sehari-hari tidak disertai sanksi-sanksi hukum tetapi mempunyai sifat mengikat, artinya setiap manusia
Indonesia terikat dengan cita-cita yang terkandung di dalamnya untuk mewujudkan dalam hidup dan
kehidupanya, sepanjang tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang barlaku di Indonesia.
Jadi, jelaslah bagi kita bahwa mengamalkan dan mengamankan Pancasila sebagai dasar Negara Republik
Indonesia mempunyai sifat imperatif memaksa. Sedangkan pengamalan atau pelaksanaan Pancasila
sebagai pandangan hidup dalam hidup sehari-hari tidak disertai sanksi-sanksi hukum tetapi mempunyai
sifat mengikat.
Pancasila sebagai filsafat bangsa dan Negara dihubungkan fungsinya sebagai dasar Negara, yang
merupakan landasan idiil bangsa Indonesia dan Negara Republik Indonesia dapatlah disebut pula sebagai
ideologi nasional atau ideologi Negara.