panduak teknis pelaksanaan anggaran dan akuntansi pemerintah-edisi khusus akrual
DESCRIPTION
Panduak TEknis Pelaksanaan Anggaran Dan Akuntansi Pemerintah-Edisi Khusus AkrualTRANSCRIPT
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
1
SELAYANG PANDANG PELAPORAN KEUANGAN BERBASIS AKRUAL
Oleh: Fitra Riadian dan Komang Ayu Kumaradewi
Pendahuluan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara dalam
Pasal 32 mengamanatkan bahwa bentuk
dan isi laporan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN/APBD disusun dan
disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan. Sesuai dengan amanat
Undang-Undang Keuangan Negara
tersebut, Pemerintah telah menetapkan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan. Standar Akuntansi
Pemerintahan tersebut menggunakan
basis kas untuk pengakuan transaksi
pendapatan, belanja dan pembiayaan, dan
basis akrual untuk pengakuan aset,
kewajiban, dan ekuitas dana.
Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang
yang sama, menyatakan bahwa
pengakuan dan pengukuran pendapatan
dan belanja berbasis akrual dilaksanakan
selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun,
namun hingga tahun 2008 amanat
tersebut belum dapat dilaksanakan. Oleh
sebab itu, Pemerintah dan DPR membuat
kesepakatan bahwa implementasi
akuntansi berbasis akrual akan dimulai
pada tahun 2015. Salah satu tindak lanjut
atas kesepakatan tersebut, pada acara
Rapat Kerja Nasional Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan Pemerintah yang
diselenggarakan pada tanggal 12
September 2013 telah dideklarasikan
kebulatan tekat baik dari Pemerintah
Pusat maupun Pemerintah Daerah akan
mensukseskan implementasi akuntansi
berbasis akrual pada tahun 2015. Adapun
deklarasi dimaksud ditandatangani oleh
Menteri Keuangan mewakili penyusun
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
(LKPP),Menteri Pekerjaan Umum, Menteri
Agama dan Menteri Dalam Negeri
mewakili penyusun Laporan Keuangan
Kementerian/Lembaga (LKKL), dan
Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan,
Bupati Kabupaten Bondowoso dan
Walikota Bandar Lampung mewakili
penyusun Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah (LKPD) dengan disaksikan oleh
Wakil Presiden Republik Indonesia.
Laporan keuangan yang dihasilkan
dengan basis Akrual dimaksudkan untuk
memberi manfaat lebih baik bagi para
pemangku kepentingan, baik para
pengguna maupun pemeriksa laporan
keuangan pemerintah, yaitu dapat
memberikan informasi yang lebih
komprehensif, tidak hanya capaian
realisasi anggaran, namun juga kinerja
pengelolaan keuangan negara.
Dasar Hukum Penerapan Pelaporan
Keuangan dengan Basis Akrual
Perubahan basis akuntansi berakibat
pada perlunya perubahan terhadap
peraturan perundang-undangan yang
menjadi dasar hukumnya. Selain
mengubah basis Sistem Akuntansi
Pemerintah dari kas menuju akrual
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
2
menjadi akrual, perubahan terhadap
peraturan perundang-undangan tersebut
sekaligus sebagai penyesuaian terhadap
dinamika pengelolaan keuangan negara
yang terus berkembang. Dengan
demikian, diharapkan proses
implementasi akuntansi berbasis akrual
pada tahun 2015 dapat berjalan dengan
baik.Adapun peraturan perundang-
undangan yang menjadi dasar hukum
penerapan pelaporan keuangan berbasis
akrual, antara lain:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 71
Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintah
Dalam menyusun Laporan Keuangan
dengan menggunakan Akuntansi,
diperlukan adanya Standar Akuntansi.
Pada tahun 2005, telah dikeluarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintah (SAP), namun
masih menggunakan basis Kas
Menuju Akrual. Kemudian diterbitkan
PP No.71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintah yang terdiri
dari dua lampiran, yaitu Lampiran I
yang berisi SAP Berbasis Akrual dan
Lampiran II yang berisi SAP Berbasis
Kas Menuju Akrual. Hal ini karena dari
tahun 2010 hingga tahun 2014
pemerintah masih dapat
menggunakan SAP berbasis Kas
Menuju Akrual, dan pada tahun 2015
harus menggunakan SAP Basis Akrual.
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
213/PMK.05/2013 tentang Sistem
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Pemerintah Pusat.
Selain memerlukan Standar Akuntansi,
dalam menyusun Laporan Keuangan
juga diperlukan sistem (cara) dalam
menyusun Laporan Keuangan. Untuk
itu, diterbitkan PMK
No.213/PMK.05/2013 tentang Sistem
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Pemerintah Pusat berbasis akrual yang
mengatur sistem dalam menyusun
Laporan Keuangan Bendahara Umum
Negara (LK-BUN), Sistem Akuntansi
dan Pelaporan Keuangan Instansi
(LKKL), Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat (LKPP) dan Laporan Barang Milik
Negara (L-BMN), termasuk tata cara
rekonsiliasi, reviu atas Laporan
Keuangan, dan Pernyataan Tanggung
Jawab. Peraturan ini menggantikan
PMK No.171/PMK.05/2007 yang
mengatur system dalam menyusun
Laporan Keuangan dengan basis Kas
Menuju Akrual.
c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
214 Tahun 2013 tentang Bagan Akun
Standar
Peraturan ini berisi tentang segmen-
segmen Bagan Akun Standar yang
menjadi pedoman dalam penyusunan
RKA-KL/RDP-BUN, penyusunan DIPA,
pelaksanaan anggaran, pelaporan
keuangan Pemerintah Pusat, dan
proses validasi transaksi keuangan
Pemerintah Pusat.
d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
215 Tahun 2013 tentang Jurnal
Akuntansi Pemerintah pada
Pemerintah Pusat
PMK ini berisi tentang jurnal standar
dan jurnal detail yang digunakan
dalam pencatatan setiap transaksi
dalam rangka pelaksanaan dan
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
3
pelaporan keuangan pemerintah
dengan basis akrual.
e. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
219Tahun 2013 tentang Kebijakan
Akuntansi Pemerintah Pusat
Peraturan ini berisi tentang kebijakan
akuntansi yang dipilih dan dijadikan
pedoman dalam pelaksanaan sistem
dan prosedur akuntansi pemerintah
pusat yang berbasisakrual.
f. Keputusan Direktur Jenderal
Perbendaharaan Nomor KEP-
224/PB/2013 tentang Kodefikasi
Segmen Akun pada Bagan Akun
Standar
Keputusan ini berisi daftar kode akun
(beserta uraian penjelasannya) yang
digunakan dalam implementasi basis
akrual. Pada Kepdirjen ini terdapat
akun-akun pendapatan dan belanja
yang digunakan dalam menyusun
Laporan Realisasi Anggaran dan akun-
akun pendapatan dan beban yang
digunakan pada Laporan Operasional.
Selain peraturan perundang-undangan
yang telah disebutkan di atas, terdapat
beberapa dasar hukum penerapan
akuntansi berbasis akrual yang akan
diterbitkan, antara lain:
a. Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan mengenai Pelaporan
Badan Layanan Umum;
b. Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan mengenai Pendapatan
pada Laporan Operasional;
c. Peraturan Menteri Keuangan
tentangSistem Akuntansi Hibah,
termasuk hibah langsung.
Peranan dan Tujuan Pelaporan Keuangan
Mengapa kita harus menyusun laporan
keuangan? Karena setiap entitas
pelaporan mempunyai kewajiban untuk
melaporkan upaya-upaya yang telah
dilakukan serta hasil yang dicapai dalam
pelaksanaan kegiatan secara sistematis
dan terstruktur dalam bentuk laporan
keuangan pada suatu periode pelaporan,
untuk kepentingan:
1. Akuntabilitas
Mempertanggungjawabkan
pengelolaan sumber daya serta
pelaksanaan kebijakan yang
dipercayakan kepada entitas
pelaporan dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan secara periodik.
2. Manajemen
Membantu para pengguna untuk
mengevaluasi pelaksanaan kegiatan
suatu entitas pelaporan dalam
periode pelaporan sehingga
memudahkan fungsi perencanaan,
pengelolaan dan pengendalian atas
seluruh aset, kewajiban dan ekuitas
pemerintah untuk kepentingan
masyarakat.
3. Transparansi
Memberikan informasi keuangan
yang terbuka dan jujur kepada
masyarakat berdasarkan
pertimbangan bahwa masyarakat
memiliki hak untuk mengetahui
secara terbuka dan menyeluruh atas
pertanggungjawaban pemerintah
dalam pengelolaan sumber daya yang
dipercayakan kepadanya dan
ketaatannya pada peraturan
perundang-undangan.
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
4
4. Keseimbangan antargenerasi
(intergenerational equity)
Membantu para pengguna dalam
mengetahui kecukupan penerimaan
pemerintah periode pelaporan untuk
membiayai seluruh pengeluaran yang
dialokasikan dan apakah generasi
yang akan datang diasumsikan akan
ikut menanggung beban pengeluaran
tersebut.
5. Evaluasi Kinerja
Mengevaluasi kinerja entitas
pelaporan, terutama dalam
penggunaan sumber daya ekonomi
yang dikelola pemerintah untuk
mencapai kinerja yang direncanakan.
Selain bermanfaat dalam menilai
akuntabilitas, laporan keuangan juga
harus dapat membantu para penggunanya
dalam membuat keputusan, baik
keputusan ekonomi, sosial maupun
politik. Untuk mencapai kedua tujuan
tersebut (akuntabilitas dan pengambilan
keputusan), maka penggunaan basis
akrual akan lebih membantu apabila
dibandingkan dengan menggunakan basis
kas menuju akrual karena antara lain:
1. Basis akrual dapat memberikan
gambaran yang utuh atas posisi
keuangan pemerintah;
2. Basis akrual dapat menyajikan
informasi yang sebenarnya mengenai
hak dan kewajiban pemerintah;
3. Basis akrual bermanfaat dalam
mengevaluasi kinerja pemerintah
terkait biaya jasa layanan, efisiensi
dan pencapaian tujuan.
Definisi Basis Akrual
Apakah yang dimaksud dengan Basis
Akrual? Kerangka Konseptual Pernyataan
Standar Akuntansi Pemerintah Lampiran I
(KK-PSAP Lamp.I) Paragraf 43 dan 45
menyatakan basis akrual adalah suatu
basis yang menyatakan bahwa:
Pendapatan diakui pada saat hak
untuk memperoleh pendapatan telah
terpenuhi walaupun kas belum
diterima di Rekening Kas Umum
Negara/Daerah atau oleh entitas
pelaporan.
Contoh:
Satker ABC memiliki Gedung yang
disewa oleh Pihak Ke-III pada tanggal
28 Desember 2015 dengan harga
sewa Rp10.000.000,-. Pembayaran
diterima oleh Satker ABC dari Pihak
Ke-III pada tanggal 3 Januari 2016.
Atas transaksi diatas, pada tanggal 28
Desember 2015 telah terpenuhi hak
untuk memperoleh pendapatan
karena telah diselesaikannya transaksi
sewa-menyewa, walaupun
kas/pembayarannya belum diterima.
Sehingga Satker ABC:
o Pada tanggal 28 Desember 2015
(atau pada laporan keuangan
tahun 2015) harus mencatat
adanya pendapatan sewa sebesar
Rp 10.000.000,-.
o Pada saat menerima
kas/pembayaran pada tanggal 3
Januari 2016, tidak mencatat
adanya pendapatan sewa.
Beban diakui pada saat kewajiban
yang mengakibatkan penurunan nilai
kekayaan bersih telah terpenuhi
walaupun kas belum dikeluarkan dari
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
5
Rekening Kas Umum Negara/Daerah
atau entitas pelaporan.
Contoh:
Satker ABC menyewa Gedung Pihak
Ke-III pada tanggal 28 Desember 2015
dengan harga sewa Rp 20.000.000,-.
Satker ABC membayar sewa gedung
tersebut pada tanggal 25 Januari
2016. Atas transaksi diatas, pada
tanggal 28 Desember 2015 telah
terpenuhi kewajiban yang
mengakibatkan penurunan nilai
kekayaan bersih karena telah
diselesaikannya transaksi sewa-
menyewa, walaupun
kas/pembayarannya belum dilakukan.
Sehingga Satker ABC:
o Pada tanggal 28 Desember 2015
(atau pada laporan keuangan
tahun 2015) harus mencatat
adanya beban sewa sebesar Rp
20.000.000,- .
o Pada saat pembayaran pada
tanggal 25 Januari 2016, tidak
mencatat adanya beban sewa.
Transaksi Pendapatan dan Beban
diatas dilaporkan dalam suatu laporan
yang dinamakan Laporan Operasional
(LO), sehingga disebut sebagai
Pendapatan-LO dan Beban-LO.
Untuk Neraca, aset, kewajiban dan
ekuitas diakui dan dicatat pada saat
terjadinya transaksi, atau pada saat
kejadian atau kondisi lingkungan
berpengaruh pada keuangan
pemerintah, tanpa memperhatikan
saat kas atau setara kas diterima atau
dibayar.
Hal ini berbeda bila dibandingkan
dengan basis yang kita gunakan sampai
dengan penyusunan Laporan Keuangan
tahun 2014, yaitu menggunakan basis kas
menuju akrual, yaitu suatu basis yang
menyatakan bahwa: (KK-PSAP Lamp II
Par.40 & 41)
Pendapatan diakui pada saat kas
diterima di Rekening Kas Umum
Negara/Daerah atau oleh entitas
pelaporan.
Contoh:
Satker ABC memiliki Gedung yang
disewa oleh Pihak Ke-III pada tanggal
28 Desember 2015 dengan harga
sewa Rp 10.000.000,-. Pembayaran
diterima oleh Satker ABC dari Pihak K-
III pada tanggal 3 Januari 2016. Atas
transaksi diatas, pendapatan sewa
diakui pada saat kas diterima, yaitu
pada tanggal 3 Januari 2016. Sehingga
Satker ABC:
o Pada tanggal 28 Desember 2015
(atau pada laporan keuangan
tahun 2015) tidak mencatat
adanya pendapatan sewa.
o Pada saat menerima pembayaran
pada tanggal 3 Januari 2016,
mencatat adanya pendapatan
sewa sebesar Rp 10.000.000,-.
Belanja diakui pada saat kas
dikeluarkan dari Rekening Kas Umum
Negara/Daerah atau entitas
pelaporan.
Contoh:
Satker ABC menyewa Gedung Pihak
Ke-III pada tanggal 28 Desember 2015
dengan harga sewa Rp 20.000.000,-.
Satker ABC membayar sewa gedung
tersebut pada tanggal 25 Januari
2016. Atas transaksi diatas, belanja
sewa diakui pada saat
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
6
kas/pembayarannya dilakukan, yaitu
pada tanggal 25 Januari 2016.
Sehingga Satker ABC:
o Pada tanggal 28 Desember 2015
(atau pada laporan keuangan
tahun 2015) tidak mencatat
adanya beban sewa.
o Pada saat melakukan
pembayaran pada tanggal 25
Januari 2016, mencatat adanya
beban sewa sebesar Rp
20.000.000,-.
Pada saat berlakunya basis akrual,
pencatatan transaksi pendapatan dan
belanja dengan basis diatas masih
dilaksanakan dan dilaporkan dalam
suatu laporan yang dinamakan
Laporan Realisasi Anggaran (LRA),
sehingga disebut sebagai
Pendapatan-LRA dan Belanja-LRA.
Untuk Neraca, pengakuannya adalah
sama seperti pada basis akrual.
Komponen Laporan Keuangan
Bila dibandingkan dengan akuntansi
berbasis kas menuju akrual, terdapat 2
Laporan Keuangan baru pada laporan
keuanganberbasis akrual, yaitu Laporan
Operasional dan Laporan Perubahan
Ekuitas. Dengan demikian komponen
laporan keuangan pokok yang disusun
oleh KLada 5, yaitu:
a. Laporan Realisasi Anggaran
b. Laporan Operasional
c. Laporan Perubahan Ekuitas
d. Neraca
e. Catatan atas Lapran Keuangan
Selain laporan keuangan pokok
seperti disebut di atas, entitas pelaporan
wajib menyajikan laporan lain dan/atau
elemen informasi akuntansi yang
diwajibkan oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Secara garis besar, masing-masing
komponenlaporan keuangan pokok
dijelaskan sebagai berikut:
a. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
Tujuan pelaporan realisasi anggaran
adalah memberikan informasi
realisasi dan anggaran entitas
pelaporan. Perbandingan antara
anggaran dan realisasinya
menunjukkan tingkat ketercapaian
target-target yang telah disepakati
antara legislatif dan eksekutif sesuai
dengan peraturan perundang-
undangan. Dengan kata lain, LRA
mengungkapkan kegiatan keuangan
pemerintah pusat/daerah yang
menunjukkan ketaatan terhadap
APBN/APBD.
Adapun informasi yang tersaji dalam
LRA adalah realisasi pendapatan-LRA
dan belanja dari suatu entitas
pelaporan yang masing-masing
diperbandingkan dengan
anggarannya. Informasi tersebut
berguna bagi para pengguna laporan
dalam mengevaluasi keputusan
mengenai alokasi sumber-sumber
daya ekonomi, akuntabilitas dan
ketaatan entitas pelaporan terhadap
anggaran, karena menyediakan
informasi sebagai berikut:
1. Informasi mengenai sumber,
alokasi dan penggunaan sumber
daya ekonomi; dan
2. Informasi mengenai realisasi
anggaran secara menyeluruh yang
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
7
berguna dalam mengevaluasi
kinerja pemerintah dalam hal
efisiensi dan efektivitas
penggunaan anggaran.
LRA juga dapat menyediakan informasi
kepada para pengguna laporan tentang
indikasi perolehan dan penggunaan
sumber daya ekonomi apakah:
1. telah dilaksanakan secara efisien,
efektif dan hemat;
2. telah dilaksanakan sesuai dengan
anggarannya (APBN/APBD); dan
3. telah dilaksanakan sesuai
peraturan perundang-undangan.
Lebih lanjut, LRA akan dijelaskan
dalam Catatan atas Laporan
Keuangan (CaLK) dan memuat hal-hal
yang memengaruhi pelaksanaan
anggaran seperti kebijakan fiskal dan
moneter, sebab-sebab terjadinya
perbedaan yang material antara
anggaran dan realisasinya, serta
daftar-daftar yang merinci lebih lanjut
angka-angka yang dianggap perlu
untuk dijelaskan.
Contoh format LRA:
1 PENDAPATAN
2 PENDAPATAN PERPAJAKAN
3 Pendapatan Pajak Penghasilan xxx xxx xx xxx
4 Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah xxx xxx xx xxx
5 Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan xxx xxx xx xxx
6 Pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan xxx xxx xx xxx
7 Pendapatan Cukai xxx xxx xx xxx
8 Pendapatan Bea Masuk xxx xxx xx xxx
9 Pendapatan Pajak Ekspor xxx xxx xx xxx
10 Pendapatan Pajak Lainnya xxx xxx xx xxx
11 Jumlah Pendapatan Perpajakan (3 s/d 10)(3 s/d 10) xxx xxx xx xxx
12
13 PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK
14 Pendapatan Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx
15 Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba xxx xxx xx xxx
16 Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya xxx xxx xx xxx
17 Jumlah Pendapatan Negara Bukan Pajak (14 s/d 16)(14 s/d 16) xxx xxx xx xxx
18
19 PENDAPATAN HIBAH
20 Pendapatan Hibah xxx xxx xx xxx
21 Jumlah Pendapatan Hibah (20 s/d 20)(20 s/d 20) xxx xxx xx xxx
22 JUMLAH PENDAPATAN (11 + 17 + 21)(11 + 17 + 21) xxx xxx xx xxx
23
24 BELANJA
25 BELANJA OPERASI
26 Belanja Pegawai xxx xxx xx xxx
27 Belanja Barang xxx xxx xx xxx
28 Bunga xxx xxx xx xxx
29 Subsidi xxx xxx xx xxx
30 Hibah xxx xxx xx xxx
31 Bantuan Sosial xxx xxx xx xxx
32 Belanja Lain-lain xxx xxx xx xxx
33 Jumlah Belanja Operasi (26 s/d 32)(26 s/d 32) xxx xxx xx xxx
34
35 BELANJA MODAL xxx xxx xx xxx
36 Belanja Tanah xxx xxx xx xxx
37 Belanja Peralatan dan Mesin xxx xxx xx xxx
38 Belanja Gedung dan Bangunan xxx xxx xx xxx
39 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx xxx xx xxx
40 Belanja Aset Tetap Lainnya xxx xxx xx xxx
41 Belanja Aset Lainnya xxx xxx xx xxx
42 Jumlah Belanja Modal (36 s/d 41) (36 s/d 41) xxx xxx xx xxx
43 JUMLAH BELANJA (33 + 42)(33 + 42) xxx xxx xx xxx
44
45 TRANSFER
46 DANA PERIMBANGAN
47 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx
48 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx
49 Dana Alokasi Umum xxx xxx xx xxx
50 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xx xxx
51 Jumlah Dana Perimbangan (47 s/d 50)(47 s/d 50) xxx xxx xx xxx
52
53 TRANSFER LAINNYA (disesuaikan dengan program yang ada)
54 Dana Otonomi Khusus xxx xxx xx xxx
55 Dana Penyesuaian xxx xxx xx xxx
56 Jumlah Transfer Lainnya (54 s/d 55)(54 s/d 55) xxx xxx xx xxx
57 JUMLAH TRANSFER (51 + 56)(51 + 56) xxx xxx xx xxx
58 JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER (43 + 57)(43 + 57) xxx xxx xx xxx
59
60 SURPLUS / DEFISIT (22 - 58)(22 - 58) xxx xxx xx xxx
PEMERINTAH PUSAT
LAPORAN REALISASI ANGGARAN
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0
(Dalam Rupiah)
NO. URAIAN
Anggaran
20X1
Realisasi
20X1(%)
Realisasi
20X0
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
8
Apabila dibandingkan dengan LRA pada
saat memberlakukan basis kas menuju
akrual, perbedaannya adalah dalam LRA
pada saat memberlakukan basis akrual
tidak ada lagi pencatatan atas pendapatan
non kas dan belanja non kas. LRA hanya
mencatat transaksi kas, transaksi non kas
dicatat dalam Laporan Operasional.
Contoh transaksi non kas adalah
pendapatan hibah dalam bentuk barang
yang tidak akan dicatat sebagai
pendapatan pada LRA namun dicatat
sebagai pendapatan hibah pada LO.
b. Laporan Operasional (LO)
Tujuan pelaporan operasi adalah
memberikan informasi tentang
kegiatan operasional keuangan yang
tercerminkan dalam pendapatan-LO,
beban, dan surplus/defisit
operasional dari suatu entitas
pelaporan. Di samping melaporkan
kegiatan operasional, LO juga
melaporkan transaksi keuangan dari
kegiatan non-operasional dan pos
luar biasa yang merupakan transaksi
di luar tugas dan fungsi utama entitas.
61 PEMBIAYAAN
62 PENERIMAAN
63 PENERIMAAN PEMBIAYAAN DALAM NEGERI
64 Penggunaan SAL xxx xxx xx xxx
65 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx xx xxx
66 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx
67 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx
68 Penerimaan dari Divestasi xxx xxx xx xxx
69 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx
70 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx
71 Jumlah Penerimaan Pembiayaan Dalam Negeri (64 s/d 70)(64 s/d 70) xxx xxx xx xxx
72
73 PENERIMAAN PEMBIAYAAN LUAR NEGERI
74 Penerimaan Pinjaman Luar Negeri xxx xxx xx xxx
75 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx xx xxx
76 Jumlah Penerimaan Pembiayaan Luar Negeri (74 s/d 75)(74 s/d 75) xxx xxx xx xxx
77 JUMLAH PENERIMAAN PEMBIAYAAN (71 + 76)(71 + 76) xxx xxx xx xxx
78
79 PENGELUARAN
80 PENGELUARAN PEMBIAYAAN DALAM NEGERI
81 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx xx xxx
82 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx
83 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx
84 Pengeluaran Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) xxx xxx xx xxx
85 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx
86 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx
87 Jumlah Penerimaan Pembiayaan Dalam Negeri (81 s/d 86)(81 s/d 86) xxx xxx xx xxx
88
89 PENGELUARAN PEMBIAYAAN LUAR NEGERI xxx xxx xx xxx
90 Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri xxx xxx xx xxx
91 Pemberian Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx xx xxx
92 Jumlah Pengeluaran Pembiayaan Luar Negeri (90 s/d 91)(90 s/d 91) xxx xxx xx xxx
93 JUMLAH PENGELUARAN PEMBIAYAAN (87 + 92)(87 + 92) xxx xxx xx xxx
94 PEMBIAYAAN NETO (77 - 93)(77 - 93) xxx xxx xx xxx
95
96 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (62 + 94) (62 + 94) xxxx xxxx xx xxxx
(Dalam Rupiah)
NO. URAIAN
Anggaran
20X1
Realisasi
20X1(%)
Realisasi
20X0
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
9
LO menyajikan ikhtisar sumber daya
ekonomi yang menambah ekuitas dan
penggunaannya yang dikelola oleh
pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan dalam
satu periode pelaporan. Pengguna laporan
membutuhkan Laporan Operasional
dalam mengevaluasi pendapatan-LO dan
beban untuk menjalankan suatu unit atau
seluruh entitas pemerintahan, sehingga
LO menyediakan informasi:
1. mengenai besarnya beban yang
harus ditanggung oleh pemerintah
untuk menjalankan pelayanan;
2. mengenai operasi keuangan
secara menyeluruh yang berguna
dalam mengevaluasi kinerja
pemerintah dalam hal efisiensi,
efektivitas, dan kehematan
perolehan dan penggunaan
sumber daya ekonomi;
3. yang berguna dalam memprediksi
pendapatan-LO yang akan
diterima untuk mendanai kegiatan
pemerintah pusat dan daerah
dalam periode mendatang dengan
cara menyajikan laporan secara
komparatif; dan
4. mengenai penurunan ekuitas (bila
defisit operasional), dan
pengingkatan ekuitas (bila surplus
operasional).
LO disusun untuk melengkapi
pelaporan dari siklus akuntansi
berbasis akrual (full accrual
accounting cycle) sehingga
penyusunan LO, Laporan Perubahan
Ekuitas, dan Neraca mempunyai
keterkaitan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Contoh format LO:
No 20x1 20x
0
Kenaik
an/
(%)
1 PENDAPATAN
2 PENDAPATAN PERPAJAKAN
3 Pendapatan Pajak Penghasilan xxx xxx xxx xxx
4 Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah xxx xxx xxx xxx
5 Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan xxx xxx xxx xxx
6 Pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan xxx xxx xxx xxx
7 Pendapatan Cukai xxx xxx xxx xxx
8 Pendapatan Bea Masuk xxx xxx xxx xxx
9 Pendapatan Pajak Ekspor xxx xxx xxx xxx
10 Pendapatan Pajak Lainnya xxx xxx xxx xxx
11 Jumlah Pendapatan Perpajakan ( 3 s/d 10 ) xxx xxx xxx xxx
12
13 PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK
14 Pendapatan Sumber Daya Alam xxx xxx xxx xxx
15 Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba xxx xxx xxx xxx
16 Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya xxx xxx xxx xxx
17 Jumlah Pendapatan Negara Bukan Pajak (14 s/d 16) xxx xxx xxx xxx
18
19 PENDAPATAN HIBAH
20 Pendapatan Hibah xxx xxx xxx xxx
21 Jumlah Pendapatan Hibah (20) xxx xxx xxx xxx
22 JUMLAH PENDAPATAN (11 + 17 + 21) xxx xxx xxx xxx
KEGIATAN OPERASIONAL
PEMERINTAH PUSAT
LAPORAN OPERASIONAL
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0
(Dalam rupiah)
URAIAN
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
10
23
24 BEBAN
25 Beban Pegawai xxx xxx xxx xxx
26 Beban Persediaan xxx xxx xxx xxx
27 Beban Jasa xxx xxx xxx xxx
28 Beban Pemeliharaan xxx xxx xxx xxx
29 Beban Perjalanan Dinas xxx xxx xxx xxx
30 Beban Bunga xxx xxx xxx xxx
31 Beban Subsidi xxx xxx xxx xxx
32 Beban Hibah xxx xxx xxx xxx
33 Beban Bantuan Sosial xxx xxx xxx xxx
34 Beban Penyusutan xxx xxx xxx xxx
35 Beban Transfer xxx xxx xxx xxx
36 Beban Lain-lain xxx xxx xxx xxx
37 JUMLAH BEBAN (25 s/d 36) xxx xxx xxx xxx
38
39 SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN OPERASIONAL (22-37) xxx xxx xxx xxx
40
41 KEGIATAN NON OPERASIONAL
42 Surplus Penjualan Aset Nonlancar xxx xxx xxx xxx
43 Surplus Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xxx xxx xxx xxx
44 Defisit Penjualan Aset Nonlancar xxx xxx xxx xxx
45 Defisit Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xxx xxx xxx xxx
46 Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional Lainnya xxx xxx xxx xxx
47 JUMLAH SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL(42 s/d 46) xxx xxx xxx xxx
48 SURPLUS/DEFISIT SEBELUM POS LUAR BIASA (39 + 47) xxx xxx xxx xxx
49
50 POS LUAR BIASA
51 Pendapatan Luar Biasa xxx xxx xxx xxx
52 Beban Luar Biasa xxx xxx xxx xxx
53 POS LUAR BIASA (51-52) xxx xxx xxx xxx
54 SURPLUS/DEFISIT-LO (48+53) xxx xxx xxx xxx
c. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE)
LPE merupakan komponen laporan
keuangan yang menyajikan sekurang-
kurangnya pos-pos ekuitas awal,
surplus/defisit-LO pada periode
bersangkutan, koreksi-koreksi yang
langsung menambah/mengurangi
ekuitas, dan ekuitas akhir. Koreksi-
koresksi yang langsung
menambah/mengurangi ekuitas,
antara lain berasal dari dampak
kumulatif yang disebabkan oleh
perubahan kebijakan akuntansi dan
koreksi kesalahan mendasar,
misalnya:
1. Koreksi kesalahan mendasar dari
persediaan yang terjadi pada
periode-periode sebelumnya;
2. Perubahan nilai aset tetap karena
revaluasi aset tetap.
Untuk pemerintah pusat, dalam LPE
ditambahkan pos transaksi antar
entitas, yaitu akun Diterima dari
Entitas Lain dan Ditagihkan ke Entitas
Lain. Akun Diterima dari Entitas Lain
berfungsi sebagai akun lawan
transaksi penyetoran PNBP ke Kas
Negara atau penerimaan aset dari
entitas lain, sedangkan akun
Ditagihkan ke Entitas Lain berfungsi
sebagai akun lawan transaksi belanja
(terbitnya SP2D) atau transfer aset ke
entitas lain.
Contoh format LPE:
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
11
d. Neraca
Neraca menggambarkan posisi
keuangan suatu entitas pelaporan
mengenai aset, kewajiban, dan
ekuitas pada tanggal tertentu. Unsur
yang dicakup oleh neraca tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Aset adalah sumber daya ekonomi
yang dikuasai dan/atau dimiliki
oleh pemerintah sebagai akibat
dari peristiwa masa lalu dan dari
mana manfaat ekonomi dan/atau
sosial di masa depan diharapkan
dapat diperoleh, baik oleh
pemerintah maupun masyarakat,
serta dapat diukur dalam satuan
uang, termasuk sumber daya
nonkeuangan yang diperlukan
untuk penyediaan jasa bagi
masyarakat umum dan sumber-
sumber daya yang dipelihara
karena alasan sejarah dan budaya.
Aset dapat diklasifikasikan ke
dalam aset lancar dan aset
nonlancar. Suatu aset
diklasifikasikan sebagai aset lancar
jika diharapkan segera dapat
direalisasikan atau dimiliki untuk
dipakai atau dijual dalam waktu 12
bulan sejak tanggal pelaporan.
Aset yang tidak dapat dimasukkan
dalam kriteria tersebut
diklasifikasikan sebagai aset
nonlancar.
Aset lancar meliputi kas dan setara
kas, investasi jangka pendek,
piutang, dan persediaan.
Sedangkan aset nonlancar meliputi
investasi jangka panjang, aset
tetap, dana cadangan, dan aset
lainnya.
2. Kewajiban adalah utang yang
timbul dari peristiwa masa lalu
yang penyelesaiannya
mengakibatkan aliran keluar
sumber daya ekonomi pemerintah.
Dengan kata lain, pemerintah
mempunyai kewajiban masa kini
yang dalam penyelesaiannya
mengakibatkan pengorbanan
sumber daya ekonomi di masa
yang akan datang.
Kewajiban dikelompokkan ke
dalam kewajiban jangka pendek
dan kewajiban jangka panjang.
Kewajiban jangka pendek
merupakan kelompok kewajiban
yang diselesaikan dalam waktu
kurang dari dua belas setelah
tanggal pelaporan. Sedangkan
kewajiban jangka panjang adalah
kelompok kewajiban yang
penyelesaiannya dilakukan setelah
12 (dua belas) bulan sejak tanggal
pelaporan.
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
12
3. Ekuitas adalah kekayaan bersih
pemerintah yang merupakan
selisih antara aset dan kewajiban
pemerintah pada tanggal laporan.
Saldo ekuitas di Neraca berasal
dari saldo akhir ekuitas pada
Laporan Perubahan Ekuitas.
Contoh format Neraca:
No. 20X1 20X0
1 ASET
2
3 ASET LANCAR
4 Kas di Bank Indonesia xxx xxx
5 Kas di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara xxx xxx
6 Kas di Bendahara Pengeluaran xxx xxx
7 Kas di Bendahara Penerimaan xxx xxx
8 Investasi Jangka Pendek xxx xxx
9 Piutang Pajak xxx xxx
10 Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak xxx xxx
11 Penyisihan Piutang (xxx) (xxx)
12 Beban Dibayar Dimuka xxx xxx
13 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx
14 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx
15 Bagian Lancar Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx
16 Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx
17 Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx
18 Piutang Lainnya xxx xxx
19 Persediaan xxx xxx
20 Jumlah Aset Lancar (4 s/d 19) xxx xxx
21
22 INVESTASI JANGKA PANJANG
23 Investasi Nonpermanen
24 Pinjaman Jangka Panjang xxx xxx
25 Dana Bergulir xxx xxx
26 Investasi dalam Obligasi xxx xxx
27 Investasi dalam Proyek Pembangunan xxx xxx
28 Investasi Nonpermanen Lainnya xxx xxx
29 Jumlah Investasi Nonpermanen (24 s/d 28) xxx xxx
30 Investasi Permanen
31 Penyertaan Modal Pemerintah xxx xxx
32 Investasi Permanen Lainnya xxx xxx
33 Jumlah Investasi Permanen (31 s/d 32) xxx xxx
34 Jumlah Investasi Jangka Panjang (29 + 33) xxx xxx
35
36 ASET TETAP
37 Tanah xxx xxx
38 Peralatan dan Mesin xxx xxx
39 Gedung dan Bangunan xxx xxx
40 Jalan, Irigasi, dan Jaringan xxx xxx
41 Aset Tetap Lainnya xxx xxx
42 Konstruksi Dalam Pengerjaan xxx xxx
43 Akumulasi Penyusutan (xxx) (xxx)
44 Jumlah Aset Tetap (37 s/d 43) xxx xxx
PEMERINTAH PUSAT
NERACA
PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0
(Dalam Rupiah)
Uraian
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
13
46 ASET LAINNYA
47 Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx
48 Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx
49 Kemitraan dengan Pihak Ketiga xxx xxx
50 Aset Tak Berwujud xxx xxx
51 Aset Lain-Lain xxx xxx
52 Jumlah Aset Lainnya (47 s/d 51) xxx xxx
53
54 JUMLAH ASET (20+34+44+52) xxxx xxxx
55
56 KEWAJIBAN
57
58 KEWAJIBAN JANGKA PENDEK
59 Utang Perhitungan Pihak Ketiga (PFK) xxx xxx
60 Utang Bunga xxx xxx
61 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang xxx xxx
62 Pendapatan Diterima Dimuka xxx xxx
63 Utang Belanja xxx xxx
64 Utang Jangka Pendek Lainnya xxx xxx
65 Jumlah Kewajiban Jangka Pendek (59 s/d 64) xxx xxx
66
67 KEWAJIBAN JANGKA PANJANG
68 Utang Luar Negeri xxx xxx
69 Utang Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx
70 Utang Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx
71 Premium (Diskonto) Obligasi xxx xxx
72 Utang Jangka Panjang Lainnya xxx xxx
73 Jumlah Kewajiban Jangka Panjang (68 s/d 72) xxx xxx
74 JUMLAH KEWAJIBAN (65+73) xxx xxx
75
76 EKUITAS
77 EKUITAS xxx xxx
78
JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA (74+77) xxxx xxxx
79
Apabila dibandingkan dengan Neraca
pada saat memberlakukan basis kas
menuju akrual, perbedaannya adalah
dalam Neraca pada saat
memberlakukan basis akrual hanya
terdapat satu pos Ekuitas, tidak ada
lagi pos Diinvestasikan dalam Aset
Lancar, Diinvestasikan dalam Aset
Tetap, Cadangan Piutang dsb.
e. Catatan atas Laporan Keuangan
(CaLK)
Laporan keuangan mungkin
mengandung informasi yang dapat
mempunyai potensi kesalahpahaman
di antara pembacanya.
Kesalahpahaman tersebut dapat
disebabkan oleh persepsi pembaca
laporan keuangan. Pembaca yang
terbiasa dengan orientasi anggaran,
mempunyai potensi kesalahpahaman
dalam memahami konsep akuntansi
akrual. Pembaca yang terbiasa
dengan laporan keuangan komersial,
cenderung melihat laporan keuangan
pemerintah seperti laporan keuangan
perusahaan. Oleh karena itu, untuk
menghindari kesalahpahaman
tersebut, atas sajian laporan
keuangan, harus dibuat CaLK yang
berisi informasi untuk memudahkan
pengguna dalam memahami laporan
keuangan. Selain itu, tujuan penyajian
CaLK adalah untuk meningkatkan
transparansi laporan.
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
14
CaLK meliputi penjelasan atau rincian
dari angka yang tertera dalam LRA,
LO, LPE, dan Neraca. CaLK juga
mencakup informasi tentang
kebijakan akuntansi yang
dipergunakan oleh entitas pelaporan
dan informasi lain yang diharuskan
dan dianjurkan untuk diungkapkan
serta ungkapan-ungkapan yang
diperlukan dalam menghasilkan
penyajian laporan keuangan secara
wajar. CaLK
mengungkapkan/menyajikan/menyed
iakan hal-hal sebagai berikut:
1. Mengungkapkan informasi umum
tentang entitas pelaporan dan
entitas akuntansi;
2. Menyajikan informasi tentang
kebijakan fiskal/keuangan dan
ekonomi makro;
3. Menyajikan ikhtisar pencapaian
target keuangan selama tahun
pelaporan berikut kendala dan
hambatan yang dihadapi dalam
pencapaian target;
4. Menyajikan informasi tentang
dasar penyusunan laporan
keuangan dan kebijakan-
kebijakan akuntansi yang dipilih
untuk diterapkan atas transaksi-
transaksi dan kejadian-kejadian
penting lainnya;
5. Menyajikan rincian dan
penjelasan masing-masing pos
yang disajikan pada lembar muka
laporan keuangan;
6. Mengungkapkan informasi yang
diharuskan oleh Pernyataan
Standar Akuntansi Pemerintahan
yang belum disajikan dalam
lembar muka laporan keuangan;
dan
7. Menyediakan informasi lainnya
yang diperlukan untuk penyajian
yang wajar, yang tidak disajikan
dalam lembar muka laporan
keuangan.
Siklus Akuntansi Akrual
Sebagaimana diuraikan diatas,
terdapat lima laporan yang disusun. Dari
kelima laporan tersebut terdapat
keterkaitan (siklus) diantara laporan-
laporan tersebut. Siklus tersebut terjadi
diantara LO, LPE dan Neraca sebagai
berikut:
Transaksi Operasional (Pendapatan-
LO dan Beban-LO), Transaksi Non
Operasional (Keuntungan/Kerugian
Penjualan Aset Tetap) dan Transaksi
Luar Biasa dicatat pada Laporan
Operasional. Penjumlahan dari
transaksi-transaksi diatas menjadi
nilai akhir Laporan Operasional
dengan nama Surplus/Defisit LO.
Nilai Surplus/Defisit LO akan
menjadi salah satu nilai pada Laporan
Perubahan Ekuitas (LPE). Pada LPE,
Surplus/Defisit LO akan dijumlahkan
dengan transaksi lain pada LPE yaitu
Ekuitas Awal, Koreksi dan Transaksi
Antarentitas yang akan menjadi nilai
akhir LPE dengan nama Ekuitas
Akhir.
Nilai Ekuitas Akhir dari LPE akan
menjadi Nilai Ekuitas pada Neraca.
Pada Neraca Akrual, hanya terdapat
satu akun pada pos Ekuitas, yaitu
Ekuitas.
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
15
Khusus transaksi DIPA maupun Revisi
DIPA, hanya akan dicatat pada LRA
sebagai pagu. Transaksi DIPA tidak dicatat
baik pada LO, LPE maupun Neraca.
Aplikasi Dalam Menyusun Laporan
Keuangan Basis Akrual
Sebagaimana penyusunan laporan
keuangan sampai dengan tahun 2014
yang berbasis kas menuju akrual,
penyusunan laporan keuangan
dilaksanakan dengan menggunakan
aplikasi komputer yang dikeluarkan oleh
Kementerian Keuangan.Pada tahun 2015,
sistem yang digunakan dalam menyusun
laporan keuangan berbasis akrual tetap
menggunakan Sistem Akuntansi Instansi
(SAI) yang terdiri dari Sistem Informasi
Manajemen dan Akuntansi Barang Milik
Negara (SIMAK-BMN) dan Sistem
Akuntansi Keuangan (SAK). Aplikasi yang
digunakan pada masing-masing sub-
sistem tersebut adalah:
SIMAK-BMN: terdiri dari Aplikasi
Persediaan dan Aplikasi SIMAK-BMN;
SAK: terdiri dari Aplikasi Sistem
Akuntansi Instansi Berbasis Akrual
(SAIBA), SAIBA-W, SAIBA-E1 dan
SAIBA-KL.
Sekilas Aplikasi SAIBA
Pada dasarnya aplikasi SAIBA adalah
pengembangan dari aplikasi SAKPA.
Pengembangan yang dilakukan adalah:
Sesuai dengan komponen laporan
keuangan yang harus disusun
berdasarkan basis akrual, maka
Aplikasi SAIBA dapat menghasilkan LO
dan LPE, selain menghasilkan LRA dan
Neraca.
Dalam rangka menghasilkan laporan-
laporan tersebut, maka dalam aplikasi
SAIBA terdapat tambahan menu
transaksi, yaitu menu Jurnal
Penyesuaian. Menu ini digunakan
untuk meng-input transaksi-transaksi
yang melibatkan akun-akun akrual,
seperti:
o Pendapatan Diterima diMuka;
o Pendapatan yang Masih Harus
Diterima;
o Beban Dibayar diMuka;
o Beban yang Masih Harus Dibayar;
o Beban Persediaan;
o Beban Penyisihan Piutang; dan
o Beban Penyusutan;
Sedangkan tata cara penggunaan
aplikasi SAIBA pada dasarnya sama
dengan aplikasi SAKPA, yaitu:
1. Input dokumen sumber (DIPA, Revisi
DIPA, SPM, SP2D, SSBP dan SSPB)
2. Input jurnal Neraca
3. Input Jurnal Penyesuaian
4. Posting
5. Cetak Laporan-Laporan
Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat
Instansi (SAKTI)
Saat ini, Kementerian Keuangan
tengah mengembangkan Sistem Aplikasi
Keuangan Tingkat Instansi atau yang
disingkat SAKTI. Aplikasi ini adalah suatu
aplikasi yang mencatat, mengolah dan
menghasilkan laporan-laporan atas
seluruh transaksi keuangan yang ada pada
kementerian negara/lembaga dalam 1
(satu) aplikasi yaitu:
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
16
Transaksi penganggaran, mulai dari
RKA-KL sampai menjadi DIPA dan
Revisinya;
Transaksi kas pada Bendahara mulai
dari Uang Persediaan, Kas Lainnya di
Bendahara, penerimaan dan
penyetoran PNBP/Pajak hingga
dihasilkan Laporan
pertanggungjawabannya;
Transaksi Komitmen seperti
pencatatan Surat Perintah Kerja (SPK)
dan Kontrak serta pengawasannya;
Transaksi pembayaran yang meliputi
SPP, SPM hingga pencatatan SP2D-
nya;
Transaksi Aset yaitu pencatatan
Persediaan dan Aset tetap/Aset
lainnya hingga dihasilkan laporan
BMN-nya;
Transaksi Akuntansi dan Pelaporan
Keuangan yang melakukan jurnal-
jurnal penyesuaian, posting dan
menghasilkan laporan keuangan yang
telah berbasis akrual.
Dengan disatukannya semua transaksi
tersebut dalam 1 (satu) aplikasi, maka
diharapkan terjadi:
Efisiensi yaitu tidak terjadinya
pengulangan input data yang sama
pada beberapa aplikasi. Misalnya,
paguDIPA yang selama ini di-input 3
(tiga) kali yaitu dalam aplikasi RKA-KL,
SPM dan SAKPA. Dengan disatukannya
dalam satu aplikasi, maka data pagu
cukup di-input padamodul RKA-
KL/DIPA saja, pada SPM dan akuntansi
otomatis data tersebut akan terisi.
Akurasi pencatatan dan pelaporan
yang lebih baik. Dengan disatukannya
aplikasi, maka tidak ada lagi
perbedaan data antar aplikasi yang
selama ini kerap terjadi. Misalnya,
data pagu DIPA yang selama ini
dimungkinkan terdapat perbedaan
diantara aplikasi RKAKL/DIPA, SPM
dan SAKPA. Dengan SAKTI, perbedaan
tersebut tidak terjadi lagi.
Pada saat aplikasi SAKTI diterapkan,
maka dalam penyusunan laporan
keuangan tidak lagi menggunakan aplikasi
SAIBA, tetapi menggunakan aplikasi SAKTI.
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
17
Konversi Laporan Keuangan Berbasis Kas Menuju Akrual Menjadi
Laporan Keuangan Berbasis Akrual: Sebuah Alternatif di Masa
Transisi
Oleh: Kadek Eriksiawan
1. Pendahuluan
Salah satu bagian dari reformasi
keuangan negara adalah reformasi di
bidang akuntansi pemerintahan yaitu
perubahan dari basis akuntansi kas
menjadi basis akuntansi akrual. Dengan
perubahan ini, diharapkan akan dapat
meningkatkan transparansi dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan
negara serta mengikuti international best
practices yang disesuaikan dengan kondisi
di Indonesia.
Hal ini sejalan dengan peraturan
perundang-undangan di bidang
pengelolaan keuangan negara. UU No. 17
Tahun 2003 dalam Pasal 36 ayat (1)
disebutkan bahwa ketentuan mengenai
pengakuan dan pengukuran pendapatan
dan belanja berbasis akrual dilaksanakan
selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun.
Selanjutnya, PP No. 71 Tahun 2010
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
menyatakan bahwa SAP berbasis kas
menuju akrual/cash toward accrual (CTA)
berlaku selama masa transisi bagi entitas
yang belum siap untuk menerapkan
akuntansi basis akrual sampai dengan
jangka waktu yang paling lama 4 (empat)
tahun setelah tahun anggaran 2010. Hal
ini berarti bahwa implementasi akuntansi
akrual sudah harus diimplementasikan
pada tahun 2015.
Namun perubahan sebuah sistem
akuntansi tidaklah semudah membalikkan
telapak tangan. Setiap perubahan
memerlukan tahapan-tahapan yang
panjang dan melelahkan. Perubahan
memerlukan penyediaan prasana fisik,
peraturan yang mendukung, sumber daya
manusia yang kompeten, sistem informasi
dan yang terpenting kemauan serta
dukungan pimpinan dalam mengawal
proses perubahan ini.
Selain itu, proses perubahan
terkadang tidak berjalan sesuai dengan
yang telah direncanakan baik karena
kendala intern maupun ekstern entitas.
Salah satu kemungkinan penyebabnya
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
18
adalah belum selesainya sistem informasi
atau aplikasi yang menjadi komponen
terpenting dalam perubahan sistem
akuntansi kas menuju akrual ke sistem
akuntansi akrual.
Berbagai alternatif hendaknya
disiapkan untuk mengantisipasi apabila
pengembangan sebuah sistem akuntansi
tidak berjalan sesuai rencana. Misalnya,
sistem belum selesai sesuai dengan waktu
yang direncanakan, belum siapnya
infrastrusktur untuk implementasi sistem
atau kendala-kendala lainnya. Dengan
demikian, meskipun sistem yang
dikembangkan belum berjalan sesuai
dengan yang direncanakan namun tetap
dapat dihasilkan laporan keuangan sesuai
dengan amanat peraturan perundang-
undangan. Dan perlu dipahami bahwa
solusi alternatif adalah bukan merupakan
sistem utama yang dikembangkan dan
tentunya kekurangan-kekurangan minor
tidak bisa dihindari.
Dalam tulisan ini, akan diuraikan
salah satu alterntif dalam implementasi
akuntansi akrual. Alternatif tersebut
adalah melalui konversi laporan keuangan
yang dihasilkan oleh sistem akuntansi CTA
menjadi laporan keuangan dengan basis
akrual. Pada awal tulisan akan dijelaskan
tentang basis akuntansi beserta kelebihan
dan kekurangannya serta jenis laporan
yang dihasilkan, kemudian akan dibahas
faktor-faktor yang mendukung
keberhasilan pelaksanaan konversi sistem
akuntansi ini, serta yang terakhir yaitu
langkah-langkah dalam konversi laporan
keuangan akuntansi CTA ke laporan
keuangan akuntansi akrual.
2. Basis Akuntansi
Basis Akutansi adalah prinsip-prinsip
akuntansi yang menentukan kapan
pengaruh atas transaksi atau kejadian
harus diakui untuk tujuan pelaporan
keuangan. Jenis dan kualitas informasi
yang dihasilkan dalam suatu sistem
akuntansi akan ditentukan oleh basis
akuntansi yang dianut oleh suatu entitas.
Secara umum terdapat dua basis
akuntansi yaitu basis kas dan basis akrual.
Namun dalam prakteknya berkembang
basis pencatatan yang merupakan
modifikasi antara basis kas dan akrual
antara lain basis kas modifikasian, akrual
modifikasian, termasuk basis kas menuju
akrual (cash toward accrual). Basis yang
dianut oleh suatu entitas biasanya
ditentukan antara lain oleh informasi yang
dibutuhkan, sumber daya yang dimiliki,
dan regulasi yang berlaku.
Sampai dengan saat ini hampir
seluruh entitas pelaporan baik pada
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
19
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah masih mengimplementasikan
akuntansi berbasis kas menuju akrual.
Akuntansi berbasis kas menuju akrual
adalah basis akuntansi yang mengakui
pendapatan dan beban dalam basis kas
serta mencatat aset, kewajiban, dan
ekuitas berdasarkan basis akrual. Dengan
basis akuntansi ini dihasilkan Laporan
Realiasasi Anggaran (LRA) yang
memberikan informasi mengenai sumber-
sumber pendapatan dan belanja yang
dikeluarkan untuk membiayai program-
programnya yang dibandingkan dengan
anggaran yang telah ditetapkan oleh
DPR/DPRD. Di samping itu juga dihasilkan
neraca yang memberikan gambaran
kondisi keuangan entitas pada tanggal
pelaporan.
Basis akuntansi kas menuju akrual
mempunyai beberapa kelebihan dan
kekurangan dibandingkan dengan basis
akuntansi akrual. Kelebihannya antara
lain, pertama, penyusunan laporan
keuangan relatif mudah. Pendapatan
hanya akan dicatat apabila terdapat
transaksi kas masuk dan belanja dicatat
pada saat ada transaksi kas keluar dari kas
umum negara/daerah. Sedangkan neraca
disusun dengan membukukan data aset,
kewajiban dan ekuitas hanya pada tanggal
neraca. Kedua, informasi yang disajikan
cukup memadai baik untuk akuntabilitas
pelaksanaan APBN/D yaitu LRA dan neraca
yang menggambarkan posisi keuangan
entitas.
Namun demikian, basis kas menuju
akrual juga tidak lepas dari kelemahan-
kelemahan. Pertama, informasi yang
berguna dalam pengambilan keputusan
tidak lengkap karena belum dapat
menyajikan informasi terkait kinerja dan
perubahan ekuitas suatu entitas. Kedua,
kekurangakuratan penyajian informasi
dalam neraca, hal ini disebabkan karena
neraca yang dihasilkan tidak melalui siklus
akuntansi yang utuh.
Implementasi akuntansi berbasis
akrual lebih sulit dibandingkan dengan
akuntansi kas menuju akrual. Akuntansi
akrual lebih banyak melibatkan prinsip-
prinsip dan kebijakan-kebijakan akuntansi.
Selanjutnya, akuntansi akrual dalam
proses penyusunan laporan keuangannya
dilakukan dengan siklus akuntansi yang
utuh guna menjamin keintegrasian dan
keakuratan informasi yang dihasilkan.
Selain itu, membutuhkan sistem informasi
yang lebih kompleks karena proses
akuntansi akrual mencatat semua
peristiwa/kejadian yang mempengaruhi
kinerja dan posisi keuangan entitas.
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
20
3. Konversi Laporan Keuangan Berbasis
Kas Menuju Akrual ke Laporan
Keuangan Berbasis Akrual sebagai
Alterntif
Terdapat beberapa faktor yang
menjadi tantangan bagi pemerintah
pusat/daerah dalam implementasi
akuntansi berbasis akrual. Pertama,
kompleksitas dan jumlah transaksi yang
harus dicatat dalam akuntansi semakin
meningkat. Hal ini terjadi seiring dengan
makin meningkatnya tuntutan pelayanan
kepada masyarakat dan transparansi.
Prinsip dan kebijakan akuntansi yang
dilibatkan dalam proses penyusunan
laporan akan semakin bervariasi. Kedua,
kompetensi SDM yang terlibat dalam
akuntansi tidak merata. Misalnya, untuk
pemerintah pusat terdapat kurang lebih
25.000 entitas yang tersebar di seluruh
Indonesia dengan kompetensi SDM yang
beragam dalam akuntansi dan teknologi
informasi. Ketiga, sistem informasi
akuntansi yang masih dalam tahap
pengembangan. Sistem informasi
akuntansi yang didedikasikan untuk
akuntansi akrual secara umum baik pada
pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah masih dalam tahap
pengembangan. Seperti diketahui untuk
implementasi sebuah sistem informasi
baru diperlukan tahapan-tahapan. Proses
tersebut antara lain, penyiapan
infrastrutur, pelatihan SDM, uji coba
sistem, kemudian evaluasi untuk
perbaikan-perbaikan atas kelemahan yang
ada. Dan tantangan terbesarnya adalah
lamanya waktu dan biaya yang dihabiskan
sampai dengan sistem yang baru dapat
berjalan sesuai dengan tujuan.
Berkenaan dengan uraian di atas,
salah satu alternatif solusi dalam rangka
penerapan akuntansi berbasis akrual yang
bisa dilakukan pemerintah adalah dengan
melakukan konversi laporan keuangan
yang dihasilkan sistem akuntansi kas
menuju akrual menjadi laporan keuangan
berbasis akrual. Cara ini bukan merupakan
cara terbaik, akan tetapi dapat merupakan
solusi di masa transisi hingga SDM,
infrastruktur dan sistem informasi yang
memadai telah tersedia.
Pada dasarnya, akuntansi kas menuju
akrual berbeda dengan akuntansi akrual,
namun terdapat beberapa persamaan
yang dapat ditarik. Pertama, kedua basis
akuntansi menghasilkan laporan yang
membandingkan pendapatan-LRA/LO
dengan belanja/beban. Pendapatan-LRA
dan Pendapatan-LO memang berbeda
namun secara umum dapat dikonversi
antara satu dengan lainnya dengan
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
21
penyesuaian dan koreksi. Demikian halnya
belanja dan beban dengan cara yang sama
dapat dikonversi antara satu dengan yang
lainnya. Kedua, kedua basis akuntansi
mampu menghasilkan neraca yang
menggambarkan posisi keuangan entitas.
Penyusunan neraca awal untuk akuntansi
akrual dapat dilakukan dengan beberapa
penyesuaian. Hal ini akan memudahkan
dalam implementasi tahap awal akuntansi
akrual.
Terdapat beberapa faktor yang
mendukung kesuksesan implementasi
akuntansi akrual dengan konversi laporan
keuangan berbasis CTA. Pertama, SDM
pada entitas akuntansi saat ini sudah
memahami dengan baik proses bisnis dan
prinsip-prinsip akuntansi CTA yang dalam
beberapa hal memiliki kesamaan dengan
akuntansi basis akrual. Termasuk
didalamnya aplikasi yang digunakan dalam
penyusunan laporan keuangan. Dengan
modifikasi aplikasi yang ada saat ini,
memungkinkan pelatihan terhadap
operator menjadi lebih singkat. Di
samping itu, kebutuhan biaya untuk
penambahan kapasitas hardware dan
infrastruktur lainnya dapat dilakukan
secara bertahap. Selanjutnya pelatihan
SDM penyusun laporan juga mejadi lebih
mudah karena akuntansi akrual
merupakan penyempurnaan dari proses
bisnis akuntansi CTA yang sudah mereka
pahami.
4. Langkah-Langkah Konversi Laporan
Keuangan Berbasis Kas Menuju
Akrual menjadi Laporan Keuangan
Berbasis Akrual
a. Konversi Neraca
Langkah pertama adalah
menyesuaikan neraca tahun terakhir
diimplementasikannya akuntansi kas
menuju akrual menjadi neraca
berbasis akrual. Misalnya, 2014
sebagai tahun terakhir
diimplementasikan akuntansi kas
menuju akrual, maka neraca tanggal
31 Desember 2014 dikonversi terlebih
dahulu sehingga pada awal
diimplementasi akrual yaitu tahun
2015 kita sudah memiliki neraca
akrual per 01 Januari 2015.
Neraca yang dihasilkan oleh akuntansi
berbasis CTA tentunya berbeda
dengan neraca berdasarkan prinsip-
prinsip akuntansi akrual. Neraca kas
menuju akrual secara umum
dihasilkan dengan melakukan
inventarisasi data-data berkaitan
dengan aset, kewajiban dan ekuitas
yang dimiliki entitas. Di sisi lain,
neraca akrual disusun melalui
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
22
pencatatan transaksi dan memiliki
hubungan dengan Laporan
Operasional (LO) dan Laporan
Perubahan Ekuitas (LPE).
Perbedaan yang jelas antara neraca
kas menuju akrual dan neraca akrual
adalah adalah pada pos ekuitas.
Ekuitas pada neraca kas menuju
akrual merupakan akun penyeimbang
dari pos-pos aset dan kewajiban yang
ditemukan pada tanggal pelaporan.
Misalnya jika entitas pada tanggal
pelaporan memiliki aset piutang maka
pada ekuitas akan diseimbangkan
dengan akun cadangan piutang, aset
tetap maka akan dimunculkan akun
penyeimbang diinvestasikan dalam
aset tetap dan seterusnya. Sedangkan
ekuitas pada neraca akrual berasal
dari saldo ekuitas akhir pada LPE.
Dalam LPE akan tergambar
perubahan dari saldo akun ekuitas
awal, penambahan dan pengurangan
dari LO dan koreksi-koreksi atas
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
23
ekuitas. Oleh karena itu konversi
neraca kas menuju akrual menjadi
neraca akrual mutlak dibutuhkan
sebagai pondasi awal perubahan dari
akuntansi kas menuju akrual ke
akuntansi akrual.
Konversi neraca akrual awal dilakukan
dengan menyesuaikan akun-akun
ekuitas. Ekuitas yang terbagi-bagi
dalam akuntansi CTA seperti
cadangan piutang, cadangan
persediaan, diinvestasikan dalam aset
tetap dan lain-lain disatukan ke dalam
satu akun ekuitas. Setelah neraca
awal akrual tersusun maka
perubahannya dalam pos aset dan
kewajiban dilakukan dengan
pencatatan melalui transaksi
penyesuaian dan koreksi, sedangkan
akun ekuitas dihasilkan dari LPE.
b. Konversi LRA
Selanjutnya adalah pada tanggal
pelaporan dilakukan konversi (LRA)
menjadi (LO). Konversi dilakukan
secara global sehingga nantinya akan
dihasilkan LO yang belum disesuaikan.
Diawali dengan melakukan konversi
pendapatan LRA menjadi
Pendapatan-LO. Konversi dilakukan
terhadap keseluruhan akun
pendapatan-LRA tanpa
memperhatikan apakah memenuhi
definisi dan prinsip pengakuan
pendapatan-LO.
Selanjutnya adalah akun-akun belanja
dikonversi menjadi akun-akun beban
kecuali akun-akun belanja modal.
Sama halnya dengan pendapatan LRA,
konversi belanja dilakukan tanpa
memperhatikan pengertian dan
prinsip pengakuan beban, misalnya
belanja pegawai dikonversi menjadi
beban pegawai, belanja bunga
menjadi beban bunga, dan
seterusnya.
Konversi belanja barang dan jasa
menjadi beban barang dan jasa
dilakukan dengan sedikit berbeda.
Kita harus dapat membedakan
belanja-belanja barang yang
menghasilkan persediaan dan yang
tidak. Terdapat banyak komponen
dalam akun belanja barang seperti
perjalanan dinas, honor-honor
kegiatan, belanja jasa yang tidak
menghasilkan persediaan. Penyajian
belanja barang dan jasa dalam LO
akan dibagi menjadi beberapa janis
beban antara lain beban persediaan,
beban jasa, beban perjalan dinas dan
lain-lain.
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
24
Konversi pendapatan-LRA dan belanja
ini akan dapat menghasilkan LO
sebelum disesuaikan karena masih
kasar. Koreksi-koreksi dan
penyesuaian-penyesuaian atas akun-
akun Pendapatan-LO dan beban hasil
konversi mutlak diperlukan. Hal ini
disebabkan karena pertama, tidak
semua akun pendapatan-LRA adalah
merupakan pendapatan-LO. Kedua,
tidak semua akun belanja, misalnya
belanja modal adalah merupakan
beban. Ketiga, terdapat banyak
transaksi-transaksi pendapatan LO
dan beban yang pengakuannya tidak
dipicu oleh transaksi penerimaan dan
pengeluaran kas. Keempat, penyajian
format LO mensyaratkan penyajian
berbeda yaitu terdapat surplus dan
defisit dari kegiatan dan operasional
dan terdapat pos-pos luar biasa yaitu
pendapatan luar biasa dan beban luar
biasa.
c. Koreksi dan Penyesuaian
Seperti telah diuraikan di atas bahwa
konversi LRA dan neraca kas menuju
akrual ke LO dan neraca akrual tidak
dapat dilakukan secara langsung.
Penyesuaian-penyesuaian dan
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
25
koreksi-koreksi harus dilakukan
karena secara prinsip akuntansi kas
menuju akrual berbeda dengan
akuntansi akrual. Dalam tulisan ini
koreksi dan penyesuaian yang harus
dilakukan akan dikelompokkan
menjadi tiga jenis yaitu transaksi
pendapatan-LRA yang bukan
pendapatan-LO, transaksi belanja
yang bukan beban dan transaksi
akrual non pendapatan-LRA dan non
belanja. Dalam penyajian artikel ini,
ilustrasi yang digunakan adalah
transaksi pada entitas
kementerian/lembaga pada
pemerintah pusat.
1. Transaksi Pendapatan-LRA yang
Bukan Merupakan Pendapatan-LO
Terdapat transaksi-transaksi
pendapatan LRA yang didasarkan atas
akuntansi kas yang tidak memenuhi
kriteria pengakuan sebagai
pendapatan-LO antara lain:
a) Transaksi Pelunasan Piutang/
TPTGR dan Klaim Lainnya
Tidak semua Pendapatan-LRA
merupakan Pendapatan-LO. Salah
satunya adalah penerimaan kas
yang bersumber dari pelunasan
piutang. Transaksi ini akan dicatat
oleh LRA sebagai Pendapatan-LRA
karena terdapat aliran masuk ke
Kas Umum Negara. Namun, dalam
LO transaksi pelunasan piutang ini
bukanlah merupakan Pendapatan-
LO karena pengakuan pendapatan-
LO sudah dilakukan pada saat
pengakuan piutang.
Untuk menghindari pencatatan
ganda atas Pendapatan-LO maka
transaksi pelunasan piutang
tersebut harus dikoreksi yaitu
dengan mendebit Pendapatan-LO
dan mengkredit Piutang. Ilustrasi
jurnalnya adalah sebagai berikut:
Jurnal pada saat konversi
pendapatan-LRA ke Pendapatan-
LO:
D Diterima dari Entitas
lain
XXXX
K Pendapatan LO XXXX
Sedangkan jurnal koreksi yang
diperlukan adalah:
D Pendapatan LO XXXX
K Piutang XXXX
b) Transaksi Pendapatan-LRA atas
Peristiwa/Kejadian pada Tahun
Anggaran (TA) yang Lalu
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
26
Pendapatan-pendapatan yang berasal
dari TA yang lalu dan belum dicatat
sebagai piutang dalam laporan
keuangan serta baru diketahui pada
perode berjalan maka atas
pendapatan tersebut perlu dilakukan
koreksi. Misalnya, terdapat
pendapatan denda TA yang lalu dan
baru diketahui periode berjalan yaitu
pada saat dilakukan pembayaran dan
belum dilakukan pengakuan sebagai
piutang pada periode sebelumnya.
Transaksi atas pembayaran tersebut
yang dicatat sebagai Pendapatan-LRA
tidak memenuhi kriteria sebagai
Pendapatan-LO namun harus dicatat
sebagai penambah ekuitas. Ilustrasi
jurnalnya adalah sebagai berikut:
Pada saat konversi LRA ke LO akan
dijurnal sebagai berikut:
D Diterima dari
Entitas lain
XXXX
K Pendapatan-LO XXXX
Selanjutnya untuk mengkoreksi
pendapatan LO tersebut dapat dibuat
jurnal sebagai berikut:
D Pendapatan-LO XXXX
K Ekuitas XXXX
Sebaliknya jika terdapat
pengembalian atas pendapatan yang
pada TA sebelumnya sudah dicatat
sebagai pendapatan-LO dan
pengembalian dilakukan pada periode
berjalan maka atas pengembalian
pendapatan tersebut akan dicatat
sebagai berikut:
Jurnal pada saat dilakukan
pengembalian Pendapatan-LO:
D Pendapatan-LO XXXX
K Ditagihkan ke Entitas lain XXXX
Selanjutnya, jurnal untuk melakukan
koreksi adalah:
D Ekuitas XXXX
K Pendapatan-LO XXXX
Hal ini sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan Par 22 PSAP
10 menyatakan bahwa Koreksi
kesalahan atas penerimaan
pendapatan-LO yang tidak berulang
yang terjadi pada periode-periode
sebelumnya dan menambah maupun
mengurangi posisi kas, apabila
laporan keuangan periode tersebut
sudah diterbitkan, dilakukan dengan
pembetulan pada akun kas dan akun
ekuitas.
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
27
c) Transaksi Pendapatan yang
Berasal dari Kegiatan Non
Operasional dan Kejadian Luar
Biasa
Berbeda dengan LRA, LO dalam
penyajiannya membedakan
kegiatan operasional, non
operasional dan pos-pos luar biasa.
Dalam konversi LRA ke dalam LO
semua pendapatan-LRA akan
dikonversi menjadi pendapatan-LO
tanpa memperhatikan apakah
pendapatan tersebut berasal dari
aktivitas operasional atau aktivitas
lainnya. Oleh karena itu, terhadap
pendapatan-LRA yang bukan
berasal dari aktivitas utama harus
direklasifikasi ke akun yang sesuai
pada LO.
Salah satu contoh dari transaksi
tersebut adalah pendapatan yang
berasal dari pelepasan/penjualan
Barang Milik Negara (BMN). Pada
proses konversi Pendapatan-LRA
dari penjualan BMN akan
dikonversi menjadi Pendapatan-LO
yang merupakan pendapatan yang
berasal dari kegiatan operasional
entitas. Hal ini tidak sesuai
perinsip-prinsip akuntansi yang
berterima umum yaitu bahwa
penerimaan kas dari pelepasan
BMN adalah merupakan kegiatan
non operasional.
Dalam pencatatan transaksi
pelepasan BMN harus dilakukan
perhitungan apakah dalam
transaksi tersebut menghasilkan
surplus (keuntungan) atau defisit
(kerugian). Surplus dan defisit
dihitung dengan membandingkan
nilai buku aset tetap yang dilepas
dengan kas yang diterima. Jika kas
yang diterima lebih dari nilai buku
aset tetap maka akan dicatat
Surplus Penjualan Aset Tetap dan
jika sebaliknya maka akan dicatat
defisit. Ilustrasi jurnal atas
transaksi tersebut adalah sebagai
berikut:
Jurnal saat konversi pendapatan-
LRA:
D Diterima dari
Entitas Lain
XXXX
K Pendapatan-LO XXXX
Jurnal koreksi yang diperlukan
apabila kas yang diterima lebih
dari nilai buku aset tetap tersebut
atau terjadi surplus:
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
28
D Pendapatan-LO XXXX
D Akumulasi
Penyusutan Aset
Tetap
XXXX
K Surplus Penjualan
Aset Tetap
XXXX
K Aset Tetap
XXXX
Sedangkan apabila terjadi defisit
yaitu kas yang diterima kurang dari
nilai buku aset tersebut maka akan
dijurnal:
D Pendapatan-LO XXXX
D Akumulasi
Penyusutan Aset
Tetap
XXXX
D Defisit Penjualan
Aset Tetap
XXXX
K Aset Tetap
XXXX
2. Transaksi Belanja yang Bukan
Merupakan Beban
a) Transaksi belanja atas kejadian
atau peristiwa Tahun
sebelumnya.
Sesuai Standar Akuntansi
Pemerintahan, yaitu Par 18 PSAP
10 Koreksi kesalahan atas beban
yang tidak berulang, sehingga
mengakibatkan pengurangan
beban, yang terjadi pada periode-
periode sebelumnya dan
mempengaruhi posisi kas dan tidak
mempengaruhi secara material
posisi aset selain kas, apabila
laporan keuangan periode tersebut
sudah diterbitkan, dilakukan
dengan pembetulan pada akun
pendapatan lain-lain-LO. Dalam
hal mengakibatkan penambahan
beban dilakukan dengan
pembetulan pada akun ekuitas.
Hal ini berarti atas belanja untuk
membayar peristiwa/kejadian yang
terjadi pada tahun yang lalu tidak
dapat dikategorikan sebagai beban
namun sebagai transaksi yang
langsung mengoreksi entitas.
Misalnya terdapat transaksi untuk
membayar kekurangan gaji tahun
yang lalu dan belum dilaporkan
serta baru dibayar pada tahun
berjalan dengan menggunakan akun
belanja gaji.
Termasuk dalam transaksi ini adalah
belanja-belanja yang belum
dipertanggungjawabkan sampai
dengan akhir tahun anggaran dan
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
29
dipertanggungjawabkan pada TA
berikutnya. Belanja-belanja tersebut
pada saat transaksinya tidak dapat
dicatat sebagai beban pada LO
namun akan langsung
mempengaruhi ekuitas.
Dalam konversi belanja menjadi
beban semua belanja dikonversi
menjadi beban kecuali belanja
modal. Oleh karena itu, jika terdapat
transaksi seperti diatas maka pada
LO beban dilaporkan terlalu tinggi
dan perlu dilakukan koreksi. Koreksi
dilakukan dengan mendebit ekuitas
dan mengkredit beban.
Ilustrasi jurnal atas transaksi
tersebut dapat adalah sebagai
berikut:
Jurnal pada saat konversi:
D Beban Gaji XXXX
K Ditagihkan Ke Entitas lain XXXX
Jurnal untuk mengoreksinya adalah:
D Ekuitas XXXX
K Beban Gaji XXXX
b) Transaksi belanja barang yang
menghasilkan Aset Tetap
Terkadang terdapat kesalahan
pencatatan yang diakibatkan oleh
belanja yang perolehannya
menggunakan akun belanja barang
tapi menghasilkan aset tetap. Atas
kesalahan ini akan mengakibatkan
lebih saji pada beban operasional
dan kurang saji pada aset (BMN).
Ilustrasi jurnal atas
kejadian/peristiwa tersebut adalah
sebagai berikut:
Jurnal pada saat konversi belanja
menjadi beban:
D Beban
Barang/Operasional yg
sesuai
XXXX
K Ditagihkan kepada Entitas
Lain
XXXX
Jurnal untuk mengoreksinya
adalah dengan dengan
mengkredit Beban barang dan
Mendebit aset tetap yang
dihasilkan:
D Aset Tetap (BMN yang
sesuai)
XXXX
K Beban Barang/Operasional
yg sesuai
XXXX
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
30
Sebaliknya, jika terdapat belanja
modal tapi tidak menghasilkan aset
tetap maka harus dilakukan koreksi.
Koreksi atas belanja modal pada
umumnya disebabkan oleh
kesalahan pembebanan jenis
belanja. Penggunaan akun belanja
modal untuk perolehan yang tidak
menghasilkan aset tetap atau BMN.
Transaksi ini mengakibatkan kurang
saji pada pos beban operasional dan
kemungkinan lebih saji pada pos
aset tetap. Koreksi dilakukan
sebagai berikut:
Jika sudah dilakukan
pencatatan atas aset tetap
namun sebenarnya tidak
memenuhi kriteria
pengakuan aset tetap,
koreksi dilakukan dengan
jurnal sebagai berikut:
D Beban Barang/Operasional
yg sesuai
XXXX
K Aset Tetap (sesuai dengan
jenisnya)
XXXX
Jika tidak dilakukan
pencatatan atas aset tetap
maka dilakukan pencatatan
atas beban yang belum
mempengaruhi Laporan
Operasional.
Par 12 PSAP 10, Koreksi kesalahan
yang tidak berulang yang terjadi
pada periode berjalan, baik yang
mempengaruhi posisi kas maupun
yang tidak, dilakukan dengan
pembetulan pada akun yang
bersangkutan dalam periode
berjalan, baik pada akun
pendapatan-LRA atau akun belanja,
maupun akun pendapatan-LO atau
akun beban.
c) Transaksi belanja yang berasal
dari kegiatan non operasional dan
kejadian luar biasa
Apabila terdapat transaksi belanja
non modal namun secara substansi
transaksi tersebut bukan
merupakan kegiatan utama (core
business), maka transaksi tersebut
harus direklasifikasi. Transaksi-
transaksi belanja yang tidak biasa
atau tidak sering terjadi yang
bukan kegiatan utama entitas
D Beban Barang/Operasional
yg sesuai
XXXX
K Ditagihkan ke Entitas Lain XXXX
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
31
direklasifikasi/dikoreksi ke dalam
pos Kegiatan Non Operasional
dalam LO. Sedangkan untuk
belanja yang digunakan untuk
aktivitas yang tidak biasa atau
tidak sering terjadi dan kejadian
tersebut adalah di luar kendali
entitas maka harus direklasifikasi
ke dalam beban pada pos Luar
Biasa pada LO.
3. Transaksi akrual non pendapatan LRA
dan non belanja
a) Transaksi timbul dan
penghapusan piutang serta
penyisihan piutang tak tertagih
Piutang biasanya timbul karena
entitas memberikan barang atau
jasa kepada pihak lain dan pihak
lain tersebut belum melakukan
pelunasan atas barang atau jasa
yang diberikan. Dalam hal ini
entitas harus mengakui
Pendapatan-LO karena proses
untuk perolehan pendapatan
sudah dilakukan (exchange
transactions). Di sisi lain pihak
ketiga belum melakukan
pembayaran sehingga entitas akan
mencatat hak/klaim tersebut
sebagai piutang. Misalnya, entitas
sudah memberikan jasa/fasilitas
tertentu kepada pihak ketiga
sesuai dengan yang disepakati
namun belum dilakukan
pembayaran. Transaksi ini tidak
akan dicatat dalam LRA karena
tidak terdapat uang masuk ke kas
negara.
Atas peristiwa ini entitas harus
melakukan pencatatan
Pendapatan-LO dengan mendebit
akun piutang. Pencatatan piutang
tersebut dapat dilakukan sebagai
berikut:
D Piutang Bukan Pajak XXXX
K Pendapatan Bukan Pajak
- LO
XXXX
Selain itu, pendapatan dapat
timbul tanpa melalui transaksi
pertukaran (non-exchange
transactions) pada umumnya yaitu
dari kewenangan yang dimiliki
entitas misalnya kewenangan
kantor pajak dalam menetapkan
pajak yang harus dibayar oleh
pihak lain. Dalam hal ini kebijakan
akuntansi entitas akan sangat
menentukan kapan pendapatan
tersebut harus dicatat sebagai
pendapatan-LO. Atas transaksi
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
32
tersebut dapat dibuat jurnal
sebagai berikut:
D Piutang Pajak XXXX
K Pendapatan Pajak - LO XXXX
Selanjutnya, terdapat
kemungkinan bahwa piutang
muncul atas pengembalian belanja
sebagai akibat kelebihan
pembayaran yang terjadi pada TA
yang lalu misalnya terdapat
kelebihan pembayaran gaji pada
tahun anggaran yang lalu sehingga
akan mengakibatkan
pengembalian belanja gaji,
pengembalian belanja perjalan
dinas tahun yang lalu dan baru
diketahui pada tahun berjalan
serta belum dilakukan pelunasan,
maka akan dapat dijurnal sebagai
berikut:
D Piutang XXXX
K Pendapatan Lain-Lain
-LO
XXXX
Namun hal ini hanya berlaku atas
pengembalian belanja untuk yang
bersifat tidak berulang dan tidak
sistematis.
Sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berterima umum, piutang
harus disajikan dalam neraca pada
nilai yang dapat direalisasikan (net
realizable value). Untuk dapat
menyajikannya entitas akan
melakukan penyisihan piutang tak
tertagih atas piutang yang
dimilikinya. Penyisihan piutang tak
tertagih ini tidak dicatat dalam
belanja. Transaksi ini adalah
merupakan transaksi intern yang
dilakukan oleh entitas. Metode
dan jumlah penyisihan piutang tak
tertagih akan tergantung dari
kebijakan akuntansi yang dianut
oleh entitas. Jurnal penyisihan
piutang tak tertagih tersebut dapat
dibuat sebagai berikut:
D Beban Penyisihan Piutang
Tak tertagih
XXXX
K Akumulasi Penyisihan
Piutang Tak tertagih XXXX
Biasanya penyisihan piutang tak
tertagih dilakukan oleh entitas
pada tanggal pelaporan interim
maupun tahunan.
Selanjutnya, transaksi piutang yang
tidak dicatat dalam akuntansi kas
menuju akrual adalah berkenaan
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
33
dengan penghapusan piutang.
Piutang yang menurut ketentuan
perundang-undangan sudah
dihapuskan harus dikeluarkan dari
catatan akuntansi. Transaksi ini
adalah juga merupakan transaksi
intern entitas dimana bukti dan
pencatatan transaksi dilakukan
sendiri oleh manajemen entitas.
Adapun jurnalnya dapat dibuat
sebagai berikut:
D Akumulasi Penyisihan
Piutang Tak tertagih
XXXX
K Piutang XXXX
b) Transaksi perolehan dan
penyusutan aset tetap
Seperti telah diuraikan sebelumnya
bahwa atas belanja modal tidak
dilakukan konversi ke LO. Hal ini
disebabkan karena belanja modal
akan menghasilkan aset yang akan
memberikan manfaat kepada
entitats lebih dari satu tahun.
Pengalokasian beban aset tetap
akan dilakukan melalui beban
penyusutan.
Belanja modal dalam LRA akan
dikonversi ke neraca sebagai aset
tetap atau aset lainnya. Dalam hal
ini harus diyakinkan bahwa atas
belanja modal tersebut memang
manghasilkan aset, kalau tidak
maka akn terjadi salah saji baik
pada LO maupun pada neraca.
Adapun atas transaksi belanja
modal dapat dibuat jurnal sebagai
berikut:
D Aset Tetap XXXX
K Ditagihkan ke Entitas
Lain XXXX
Seiring dengan berjalannya
waktu, terhadap aset tetap harus
dialokasikan beban penyusutan
yang biasanya dilakukan setiap
semesteran atau tahunan. Sama
halnya dengan penyisihan
piutang tak tertagih, transaksi
penyusutan aset tetap adalah
merupakan transaksi intern
manajemen entittas. Metode dan
nilai yang disusutkan atas aset
tetapnya akan sangat tergantung
dari kebijakan akuntansi yang
dianut. Adapun jurnal
penyusutan aset tetap dapat
dibuat sebagai berikut:
D Beban Penyusutan Aset
Tetap
XXXX
K Akumulasi Penyusutan
Aset Tetap XXXX
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
34
c) Transaksi perolehan, amortisasi
dan penghapusan aset tak
berwujud
Hampir sama dengan aset tetap,
aset tidak berwujud juga dihasilkan
dari belanja modal. Namun
demikian, manajemen harus
secara cermat memastikan bahwa
dari belanja modal tersebut
memang dihasilkan aset tak
berwujud. Kriteria-kriteria yang
ketat telah ditetapkan dalam
Standar Akuntansi Pemerintahan
untuk memastikan bahwa sebuah
item merupakan aset tak
berwujud. Jurnal berikut dapat
dibuat untuk mencatat perolehan
aset tak berwujud:
D Aset Tak Berwujud XXXX
K Ditagihkan ke Entitas
lain XXXX
Sedangkan pengalokasian beban
aset tak berwujud adalah melalui
amortisasi aset tak berwujud.
Sama halnya dengan transaksi
penyusutan aset tetap, amortisasi
aset tak berwujud adalah
merupakan transaksi intern
manajemen entitas. Metode dan
nilai yang diamortisasikan akan
sangat tergantung dari kebijakan
akuntansi yang dianut oleh entitas.
Adapun jurnal beban amortisasi
aset tak berwujud dapat dibuat
sebagai berikut:
D Beban Amortisasi Aset
Tak Berwujud
XXXX
K Akumulasi Amortisasi
Aset Tak Berwujud XXXX
d) Transaksi penyesuaian persediaan
Dalam konversi belanja barang dan
jasa ke beban yang sesuai, semua
item belanja dikonversi menjadi
beban. Pada kenyataannya pada
tanggal pelaporan biasanya masih
terdapat persediaan yang belum
habis dipakai atau dikonsumsi.
Untuk penyajian dalam laporan
keuangan beban persediaan
tersebut harus disesuaikan
sehingga akan memberikan
informasi yang akurat. Dalam
konversi belanja biasanya akan
dijurnal sebagai berikut:
D Beban Persediaan XXXX
K Ditagihkan Ke Entitas lain XXXX
Penjurnalan seperti ini adalah
dengan pendekatan beban/LO dan
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
35
perlu disesuaikan pada tanggal
pelaporan baik interim maupun
tahunan. Penyesuaian dilakukan
untuk mengakui bahwa beban
persediaan yang dicatat
berdasarkan belanja tidak
semuanya habis dikonsumsi
namun masih terdapat barang
berupa persediaan. Jurnal
penyesuaian yang dibutuhkan
adalah:
D Persediaan XXXX
K Beban Persediaan XXXX
e) Transaksi pembayaran diterima di
muka (Deferal)
Dalam akuntansi berbasis akrual,
pendapatan-LO harus disajikan
dalam LO dalam periode di mana
pendapatan-LO tersebut diperoleh
dan bukan pada saat diterima
pembayarannya. Misalnya
pendapatan jasa pendidikan segera
dicatat pada saat entitas telah
memberikan jasanya, tanpa
memperhatikan pembayarannya.
Demikian halnya beban, beban
akan dilaporkan pada LO pada saat
jasa telah diterima oleh entitas,
tanpa memperhatikan
pembayarannya.
Pada tanggal pelaporan transaksi-
transaksi pembayaran dimuka
(deferal) yaitu Beban Dibayar di
Muka dan Pendapatan Diterima di
Muka harus
diperbarui/disesuaikan. Biasanya
transaksi sejenis ini tidak dilakukan
pembaruan setiap hari tetapi di
akhir tahun/tanggal pelaporan.
Transaksi pembayaran dimuka
adalah pembayaran dimuka atas
jasa-jasa yang harapkan akan
diterima di masa datang. Misalnya
pembayaran di muka atas sewa
kantor untuk periode sampai
dengan Maret tahun depan.
Jasa/manfaat yang belum diterima
oleh entitas yaitu hak untuk
menempati sampai dengan Maret
tahun depan harus diakui sebagai
aset berupa Beban Dibayar di
Muka pada neraca. Ilustrasi jurnal
pada saat dibayar sewa adalah:
D Beban Sewa XXXX
K Ditagih Ke Entitas Lain XXXX
Maka pada tanggal pelaporan
diperlukan penyesuaian untuk
mengkoreksi Beban Sewa dan
memunculkan aset berupa Beban
Dibayar di Muka.
-
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL
36
D Sewa Dibayar di Muka XXXX
K Beban Sewa XXXX
Selanjutnya, hal yang sama
dilakukan apabila entitas
menerima pembayaran sebelum
menyelesaikan/menyerahkan jasa
yang seharusnya diberikan.
Misalnya, entitas mendapat
pembayaran atas gedung yang
disewakan kepada pihak lain untuk
periode sampai dengan Mei tahun
depan. Maka Pendapatan-LO yang
dapat diakui adalah pendapatan-
LO sampai dengan bulan Desember
tahun berjalan dan sisanya harus
diakui sebagai utang yaitu utang
utuk memberikan fasilitas gedung
kepada penyewa. Jurnal pada saat
diterima pemabayaran adalah:
D Diterima dari Entitas Lain XXXX
K Pendapatan Sewa- LO XXXX
Selanjutnya pada tanggal
pelaporan jurnal ters