paper hepatitis b
DESCRIPTION
kedokteranTRANSCRIPT
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Hepatitis B adalah penyakit yang menyerang organ hati, penyakit ini
disebabkan oleh Virus Hepatitis B dan dapat bersifat akut maupun kronis. Virus
ini ditularkan melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh lain dari orang
yang terinfeksi. Hepatitis B adalah infeksi hati yang berpotensi mengancam
jiwa yang disebabkan oleh virus hepatitis B.
Ini adalah masalah kesehatan global utama. Hal ini dapat menyebabkan
infeksi kronis dan menempatkan orang pada risiko tinggi kematian dari sirosis
dan kanker hati. Sekitar 780 000 orang meninggal setiap tahun dari infeksi
hepatitis B - 650 000 dari sirosis dan kanker hati akibat infeksi hepatitis B kronis
dan lain 130 000 dari hepatitis akut.(1)
Prevalensi hepatitis B 2013 adalah 1,2 persen, dua kali lebih tinggi
dibandingkan 2007 (Gambar 3.4.5). Lima provinsi dengan prevalensi hepatitis
B tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (4,3%), Papua (2,9%), Sulawesi
Selatan (2,5%), Sulawesi Tengah (2,3%) dan Maluku (2,3%) (Tabel 3.4.5). Bila
dibandingkan dengan Riskesdas 2007, Nusa Tenggara Timur masih merupakan
provinsi dengan prevalensi hepatitis B tertinggi.(2)
Pada tahun 2009, NTT memiliki jumlah kasus hepatitis B sebanyak 150
Kasus. Jumlah kasus tertinggi berada di Kabupaten Flores Timur, diikuti oleh
Kabupaten TTS, Kabupaten Ende, dan Kabupaten Manggarai Timur. Jumlah
-
2
kasus ini lebih rendah dibandingkan pada tahun 2007 sebanyak 335 Kasus.(3)
Oleh karena itu tim penulis merasa perlu untuk membahas tentang Hepatitis B
kaitannya dengan perilaku serta pencegahannya.
1.2.Tujuan Penulisan
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk menyelesaikan tugas Blok IKM 2 Semester 6 Fakultas Kedokteran
Universitas Nusa Cendana
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan penyakit hepatitis B dengan perilaku
masyarakat
2. Untuk mengetahui cara-cara penularan hepatitis B
3. Untuk mengetahui cara-cara diagnosis hepatitis B
4. Untuk mengetahui cara-cara penanggulangan hepatitis B
5. Untuk mengetahui cara-cara pencegahan hepatitis B
-
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hepatitis B adalah penyakit yang menyerang organ hati, penyakit ini
disebabkan oleh Virus Hepatitis B dan dapat bersifat akut maupun kronis.
Virus ini ditularkan melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh lain dari
orang yang terinfeksi. Hepatitis B adalah infeksi hati yang berpotensi
mengancam jiwa yang disebabkan oleh virus hepatitis B.(1) Hepatitis B
adalah penyakit yang disebabkan oleh Virus DNA berselubung ganda
berukuran 24 nm yang memiliki lapisan permukaan dan bagian inti dengan
penanda utamanya adalah HBsAg yang positif kira-kira 2 minggu sebelum
muncul gejala klinis.(4)
Hepatitis B adalah suatu penyakit pada organ hati yang
disebabkan oleh virus hepatitis B (HbV), suatu anggota famili
hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau
menahun yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.
Infeksi virus hepatitis B merupakan suatu infeksi sistemik yang
menimbulkan peradangan dan nekrosis sel hati yang mengakibatkan
terjadinya serangkaian kelainan klinik, biokimiawi, imunoserologik, dan
morfologik. Penyakit ini banyak dikenal sebagai penyakit kuning,
padahal penguningan (kuku, mata, kulit) hanya salah satu gejala dari
penyakit Hepatitis itu.(5)
-
4
2.2 Epidemiologi
Penyakit hepatitis B dapat terjadi pada semua umur dan jenis
kelamin. Data menunjukkan bahwa bayi yang terinfeksi VHB sebelum usia
satu tahun mempunyai risiko kronisitas sampai 90%, sedangkan bila infeksi
VHB terjadi pada usia antara 2-5 tahun risikonya menurun menjadi 50%,
bahkan bila terjadi infeksi pada anak berusia diatas 5 tahun hanya berisiko
5-10% untuk terjadi kronisitas.(5)
Berdasarkan jenis kelamin ternyata pria cenderung lebih banyak dari
pada wanita. Di bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) sejak Juli 2002-April 2010, dari 28 penderita
hepatitis B kronis yang dirawat, diperoleh 19 orang HBsAg positif adalah
pria (67,86%). Di Surabaya, dari 7.759 orang yang diperiksa, diperoleh
1.805 orang dengan HBsAg positif, 1.176 orang adalah pria (65,15%),
sedangkan wanita sebanyak 629 orang (34,85%), kemudian di Bandung dari
7.365 orang yang diperiksa, diperoleh 1.080 orang dengan HBsAg positif,
didapati 673 pria (62,31%), sedangkan pada wanita sebanyak 407 orang
(37,69%).
Di Denpasar dari 2.179 orang yang diperiksa, diperoleh 217 orang
dengan HbsAg positif, ditemukan pria dengan jumlah lebih banyak yaitu
168 orang (77,42%), sedangkan pada wanita 49 orang (22,58%).
Selanjutnya di Manado dari 603 orang yang diperiksa, ditemukan 60 orang
yang dinyatakan HBsAg positif, ditemukan pria dengan jumlah 46 orang
(76,66%), sedangkan pada wanita sebanyak 14 orang (23,34%).(6)
-
5
2.3 Etiologi
Terjadinya Hepatitis B disebabkan oleh VHB yang terbungkus serta
mengandung genoma DNA (Deoxyribonucleic acid) melingkardan
tergolong dalam famili Hepadnaviridae. Nama famili Hepadnaviridae ini
disebut demikian karena virus bersifat hepatotropis dan merupakan virus
dengan genom DNA. Termasuk dalam family ini adalah virus hepatitis
Woodchuck (sejenis marmot dari Amerika Utara) yang telah diobservasi
dapat menimbulkan karsinoma hati, virus hepatitis B pada bebek Peking dan
bajing tanah (ground squirrel).
Virus Hepatitis B akan tetap bertahan pada proses desinfeksi dan
sterilisasi alat yang tidak memadai, selain itu VHB juga tahan terhadap
pengeringan dan penyimpanan selama 1 minggu atau lebih. Virus Hepatitis
B yang utuh berukuran 42 nm dan berbentuk seperti bola, terdiri dari
partikel genom (DNA) berlapis ganda dengan selubung bagian luar dan
nukleokapsid dibagian dalam. Nukleokapsid ini berukuran 27 nm dan
mengandung genom (DNA) VHB yang sebagian berantai ganda dengan
bentuk sirkular. Selama infeksi VHB, terdapat 2 macam partikel virus yang
terdapat dalam darah yaitu virus utuh (virion) yang disebut juga partikel
Dane danselubung virus (HBsAg).
Ukuran kapsul virus berukuran 22 nm, dapat berbentuk seperti bola
atau filament. Virus ini merusak fungsi liver dan terus berkembang biak
dalam sel-sel hati (Hepatocytes). Akibat serangan ini sistem kekebalan
tubuh kemudian memberi reaksi dan melawan. Kalau berhasil maka virus
-
6
dapat terbasmi habis. Tetapi jika gagal virus akan tetap tinggal dan
menyebabkan Hepatitis B kronis (si pasien sendiri menjadi carrier atau
pembawa virus seumur hidupnya). Dalam seluruh proses ini liver
mengalami peradangan.(7)
2.4 Patomekanisme
Virus hepatitis B (VHB) masuk ke dalam tubuh secara parenteral.
Dari peredaran darah partikel dan maasuk ke dalam hati dan terjadi proses
replikasi virus. Selanjutnya sel-sel hati akan memproduksi dan mensekresi
partikel Dane utuh, partikel HbsAg bentuk bulat dan tubuler, dan HbsAg
yang tidak ikut membentuk partikel virus. VHB merangsang respons imun
tubuh, yang pertama kali dirangsang adalah respons imun spesifik (innate
immune response) karena dapat terangsang dalam waktu pendek, dalam
beberapa menit sampai beberapa jam. Proses eliminasi nonspesifik ini tejadi
tanpa restriksi HLA, yaitu dengan memanfaatkan sel-sel NK dan NK-T.
Untuk proses eradikasi VHB lebih lanjut diperlukan respons imun
spesifik, yaitu dengan mengaktifasi sel limfosit T dan sel limfosit B.
Aktivasi sel T CD8+ terjadi setelah kontak reseptor sel T tersebut dengan
kompleks peptida VHB-MHC kelas I yang ada pada permukaan dinding sel
hati dan pada permukaan dinding APC dan dibantu rangsangan sel T CD4+
yang sebelumnya sudah mengalami kontak dengan kompleks peptida VHB-
MHC kelas II pada dinding APC. Peptida VHB yang ditampilkan pada
permukaan dinding sel hati dan menjadi antigen sasaran respons imun
-
7
adalah peptida kapsid yaitu HbcAg atau HbeAg. Sel T CD8+ selanjutnya
akan mengeliminasi virus yang ada didalam sel hati yang terinfeksi. Proses
eliminasi tersebut bisa terjadi dalam bentuk nekrosis sel hati yang akan
menyebabkan meningkatnya ALT atau mekanisme sitolitik. Di samping itu
dapat juga terjadi eliminasi virus intrasel tanpa kerusakan sel hati yang
terinfeksi melalui aktivitas IFN dan TNF yang dihasilkan oleh sel T
CD8+ (mekanisme nonsitolitik).
Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD4+ akan menyebabkan
produksi antibodi antara lain anti-HBs, anti-HBc, anti-Hbe. Fungsi anti-
HBs adalah netralisasi partikel VHB bebas dan mencegah masuknya virus
kedalam sel. Dengan demikian anti-HBs akan mencegah penyebaran virus
dari sel ke sel. Infeksi kronik VHB bukan disebabkan gangguan produksi
anti-HBs. Buktinya pada pasien Hepatitis B kronik ternyata dapat ditemkan
adanya anti-HBs bersembunyi dalam kompleks dengan HbsAg.
Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi VHB
dapat diakhiri, sedangkan bila proses tersebut kurang efisien maka terjadi
infeksi VHB yang menetap. Proses eliminasi VHB oleh respons imun yang
tidak efisien dapat disebabkan oleh faktor virus ataupun faktor pejamu.
1. Faktor Virus, antara lain : Terjadinya imunotoleransi terhadap produk
VHB, hambatan terhadap CTL yang berfungsi melakukan lisis sel-sel
terinfeksi, terjadinya mutan VHB yang tidak memproduksi HbeAg,
integrasi genom VHB dala genom sel hati.
-
8
2. Faktor Pejamu, antara lain : Faktor genetik, kurangnya IFN, adanya
antibodi terhadap antigen nukleokapsid, kelainan fungsi limfosit,
respons antiidiotipe, faktor kelamin atau hormonal.(8)
2.5 Diagnosis
Diagnosis laboratorium infeksi hepatitis B berfokus pada deteksi
hepatitis B antigen permukaan -HBsAg. WHO merekomendasikan bahwa
semua sumbangan darah yang diuji untuk hepatitis B untuk memastikan
keamanan darah dan menghindari penularan kecelakaan pada orang yang
menerima produk darah. Infeksi virus hepatitis B akut ditandai dengan
adanya HBsAg dan immunoglobulin M (IgM) antibodi terhadap antigen
inti, HBcAg. Selama fase awal infeksi, pasien juga seropositif untuk
hepatitis B e antigen (HBeAg). HBeAg biasanya penanda tingginya tingkat
replikasi virus. Kehadiran HBeAg mengindikasikan bahwa darah dan cairan
tubuh dari individu yang terinfeksi sangat menular. Infeksi kronis ditandai
dengan peresisten HBsAg selama 6 bulan (dengan atau tanpa bersamaan
HBeAg). Peresisten HBsAg adalah penanda utama risiko untuk
mengembangkan penyakit hati kronis dan kanker hati (karsinoma
hepatocellullar) di kemudian hari.(1)
2.6 Manifestasi Klinis
2.6.1. Hepatitis B Akut
-
9
Perjalanan hepatitis B akut terjadi dalam empat (4) tahap yang
timbul sebagai akibat dari proses peradangan pada hati yaitu :
1. Masa Inkubasi
Masa inkubasi yang merupakan waktu antara saat penularan
infeksi dan saat timbulnya gejala/ikterus, berkisar antara 1-6
bulan, biasanya 60-75 hari. Panjangnya masa inkubasi
tergantung dari dosis inokulum yang ditularkan dan jalur
penularan, makin besar dosis virus yang ditularkan, makin
pendek masa inkubasi.
2. Fase Prodromal
Fase ini adalah waktu antara timbulnya keluhan-keluhan
pertama dan timbulnya gejala dan ikterus. Keluhan yang sering
terjadi seperti : malaise, rasa lemas, lelah, anoreksia, mual,
muntah, terjadi perubahan pada indera perasa dan penciuman,
panas yang tidak tinggi, nyeri kepala, nyeri otot-otot, rasa tidak
enak/nyeri di abdomen, dan perubahan warna urine menjadi
cokelat, dapat dilihat antara 1-5 hari sebelum timbul ikterus, fase
prodromal ini berlangsung antara 3-14 hari.
3. Fase Ikterus
Dengan timbulnya ikterus, keluhan-keluhan prodromal secara
berangsur akan berkurang, kadang rasa malaise, anoreksia masih
terus berlangsung, dan nyeri abdomen kanan atas bertambah.
-
10
Untuk deteksi ikterus, sebaliknya dilihat pada sklera mata. Lama
berlangsungnya ikterus dapat berkisar antara 1-6 minggu.
4. Fase Penyembuhan
Fase penyembuhan diawali dengan menghilangnya ikterus dan
keluhan- keluhan, walaupun rasa malaise dan cepat lelah kadang
masih terus dirasakan, hepatomegali dan rasa nyerinya juga
berkurang. Fase penyembuhan lamanya berkisar antara 2-21
minggu.
2.6.2. Hepatitis B Kronis
Hepatitis B kronis didefinisikan sebagai peradangan hati yang
berlanjut lebih dari enam bulan sejak timbul keluhan dan gejala
penyakit. Perjalanan hepatitis B kronik dibagi menjadi tiga (3) fase
penting yaitu:
1. Fase Imunotoleransi
Pada masa anak-anak atau pada dewasa muda, sistem imun
tubuh toleren terhadap VHB sehingga konsentrasi virus dalam
darah tinggi, tetapi tidak terjadi peradangan hati yang berarti.
Pada fase ini, VHB ada dalam fase replikatif dengan titer HBsAg
yang sangat tinggi.
2. Fase Imunoaktif (Fase clearance)
Pada sekitar 30% individu dengan persisten dengan VHB akibat
terjadinya replikasi VHB yang berkepanjangan, terjadi proses
nekroinflamasi yang tampak dari kenaikan konsentrasi Alanine
-
11
Amino Transferase (ALT). Pada keadaan ini pasien sudah mulai
kehilangan toleransi imun terhadap VHB.
3. Fase Residual
Pada fase ini tubuh berusaha menghancurkan virus dan
menimbulkan pecahnya sel-sel hati yang terinfeksi VHB. Sekitar
70% dari individu tersebut akhirnya dapat menghilangkan
sebagian besar partikel VHB tanpa ada kerusakan sel hati yang
berarti. Pada keadaan ini titer HBsAg rendah dengan HBeAg
yang menjadi negatif dan anti HBe yang menjadi positif, serta
konsentrasi ALT normal.
Penderita infeksi VHB kronis dapat dikelompokkan menjadi tiga
kelompok yaitu :
1. Pengidap HBsAg positif dengan HBeAg positif Pada penderita ini
sering terjadi kenaikan ALT (eksaserbasi) dan kemudian penurunan
ALT kembali (resolusi). Siklus ini terjadi berulang-ulang sampai
terbentuknya anti HBe. Sekitar 80% kasus pengidap ini berhasil
serokonversi anti HBe positif, 10% gagal serokonversi namun ALT
dapat normal dalam 1-2 tahun, dan 10% tetap berlanjut menjadi
hepatitis B kronik aktif.
2. Pengidap HBsAg positif dengan anti HBe positif Prognosis pada
pengidap ini umumnya baik bila dapat dicapai keadaan VHB DNA
yang selalu normal. Pada penderita dengan VHB DNA yang dapat
-
12
dideteksi diperlukan perhatian khusus oleh karena mereka berisiko
menderita kanker hati.
3. Pengidap hepatitis B yang belum terdiagnosa dengan jelas. Kemajuan
pemeriksaan yang sangat sensitif dapat mendeteksi adanya HBV
DNA pada penderita dengan HBsAg negatif, namun anti HBc positif.
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan VHB adalah untuk mencegah atau
menghentikan radang hati (liver injury) dengan cara menekan replikasi virus
atau menghilangkan injeksi. Dalam pengobatan hepatitis B, titik akhir yang
sering dipakai adalah hilangnya pertanda replikasi virus yang aktif secara
menetap. Obat-obat yang digunakan untuk menyembuhkan hepatitis antara
lain obat antivirus, dan imunomulator. Pengobatan antivirus harus diberikan
sebelum virus sempat berintegrasi ke dalam denom penderita. Jadi
pemberiannya dilakukan sedini mungkin sehingga kemungkinan terjadi
sirosis dan hepatoma dapat dikurangi. Yang termasuk obat antivirus adalah
interferon (INF). Sedangkan obat imunomodulator yang menekan atau
merangsang sistem imun misalnya transfer faktor,immune RNA,dan
imunosupresi.
2.8 Prognosis
Prognosis tidak pasti, terutama pada infeksi awal yang berkembang
menjadi fulminan yang merupakan kasus fatal pada nekrosis hepatitis akut.
-
13
Pada anak jarang terjadi penyakit klinis yang akut, tetapi kebanyakan anak
yang terinfeksi sebelum usia tujuh tahun akan mengalami karier kronis.(9)
2.9 Komplikasi
Prevalensi berkembang menjadi hepatitis fulminan sebesar 0,5-1%,
mengalami penyembuhan pada hepatitis kronis persisten sebesar >90%,
hepatitis kronis aktif
-
14
BAB III
PENCEGAHAN
3.1 Pencegahan Hepatitis B
Untuk menurunkan angka kesakitan maupun kematian akibat infeksi
VHB perlu dilakukan pencegahan yang meliputi pencegahan primordial,
primer, sekunder, dan tersier.
1. Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial adalah upaya untuk memberikan
kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak
mendapat dukungan dari kebiasaan,gaya hidup, maupun kondisi
lain yang merupakan faktor risiko untuk munculnya suatu
penyakit. Pencegahan primordial yang dapat dilakukan adalah:
a. Konsumsi makanan berserat seperti buah dan sayur serta
konsumsi makanan dengan gizi seimbang.
b. Bagi ibu agar memberikan ASI pada bayinya karena
ASI mengandung antibodi yang penting untuk melawan
penyakit.
c. Melakukan kegiatan fisik seperti olah raga dan cukup
istirahat.
2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat
menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum
-
15
terjadi penyakit ketika seseorang sudah terpapar faktor resiko.
Pencegahan primer yang dilakukan antara lain :
a. Program Promosi Kesehatan
Memberikan penyuluhan dan pendidikan khususnya
bagi petugas kesehatan dalam pemakaian alat-alat yang
menggunakan produk darah agar dilakukan sterilisasi.
Memberikan penyuluhan kepada masyarakat umumnya
agar melaksanakan program imunisasi untuk mencegah
penularan hepatitits Secara konservati dilakukan
pencegahan penularan secara parenteral dengan cara
menghindari pemakaian darah atau produk darah yang
tercemar VHB, pemakaian alat-alat kedokteran yang
harus steril, menghindari pemakaian peralatan pribadi
terutama sikat, pisau cukur, dan peralatan lain yang dapat
menyebabkan luka.
b. Program Imunisasi
Pemberian imunisasi hepatitis B dapat dilakukan
baik secara pasif maupunaktif. Imunisasi pasif dilakukan
dengan memberikan hepatitis B Imunoglobulin (HBIg)
yang akan memberikan perlindungan sampai 6 bulan.
Imunisasi aktif dilakukan dengan vaksinasi hepatitis B.
Dalam beberapa keadaan, misalnya bayi yang lahir dari
ibu penderita hepatitis B perlu diberikan HBIg
-
16
mendahului atau bersama-sama dengan vaksinasi
hepatitis B. HBIg yang merupakan antibodi terhadap
terhadap VHB diberikan secara intra muskular
selambat-lambatnya 24 jam setelah persalinan. Vaksin
hepatitis B diberikan selambat-lambatnya 7 hari setelah
persalinan. Untuk mendapatkan efektivitas yang lebih
tinggi, sebaiknya HBIg dan vaksin hepatitis B diberikan
segera setelah persalinan. Secara rinci program imunisasi
dasar yang dilaksanakan di Indonesia adalah sebagai
berikut.
UMUR VAKSIN
Bayi yang lahir di rumah
0 bulan Hepatitis B1
1 bulan BCG
2 bulan Hepatitis B2, DPT1, Polio1
3 bulan Hepatitis B3, DPT2, Polio2
4 bulan DPT3, Polio3
9 bulan Campak
Bayi yang lahir dirumah sakit
0 bulan Hepatitis B1
2 bulan Hepatitis B2, DPT1, polio1
3 bulan Hepatitis B3, DPT2, polio2
4 bulan DPT3, Polio3
9 bulan Campak
Tabel 3.1. Jadwal Imunisasi Kemenkes RI
Pemberian vaksin hepatitis B juga dianjurkan kepada
pasangan seksual yang kontak langsung dengan
penderita HBsAg positif, kelompok yang mempunyai
pasangan seksual berganti-ganti, terutama yang
didiagnosa terinfeksi Penyakit Menular Seksual (PMS),
-
17
pasangan homoseksual, pasien yang mendapatkan
tindakan pengobatan dengan cuci darah, dan Petugas
kesehatan yang sehari-hari kontak dengan darah atau
jaringan tubuh penderita HBsAg positif, seperti perawat
dan petugas laboratorium.
3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya yang dilakukan
terhadap orang yang sakit agar lekas sembuh dan menghambat
progresifitas penyakit melalui diagnosis dini dan pengobatan
yang tepat.
4. Pencegahan Tersier
Sebagian besar pencegahan penderita hepatitis B akut akan
membaik atau sembuh sempurna tanpa meninggalkan bekas.
Tetapi sebagian kecil akan menetap dan menjadi kronis,
kemudian menjadi buruk atau mengalami kegagalan faal hati.
Biasanya penderita dengan gejala seperti ini akan berakhir
dengan meninggal dunia. Usaha yang dilakukan untuk
mengatasi hal tersebut maka perlu diadakan pemeriksaan
berkala. Sebelum dilaksanakan pembedahan, pada waktu
pembedahan, dan pasca pembedahan.(10)
-
18
BAB IV
KESIMPULAN
4.1.Kesimpulan
Hepatitis B yang disebabkan oleh virus yang menyerang
organ hati merupakan penyakit infeksi menular yang
ditularkan lewat cairan tubuh yang kebanyakan lewat kontak
seksual, oleh karena itu tim penulis menyimpulkan bahwa
penyakit Hepatitis B bisa dicegah apabila adanya perubahan
perilaku pada masyarakat terkait dengan seks bebas. Dengan
berkurangnya perilaku seks bebas pada masyarakat,
diharapkan angka penyakit menular seksual yang salah
satunya adalah Hepatitis B dapat berkurang sehingga angka
kesehatan di NTT sendiri dapat meningkat sehingga dapat
terwujud masyarakat NTT yang sehat dan sejahtera.
-
19
Daftar Pustaka
1. Lozano R, Naghavi M, Foreman K, Lim S. Fact about Hepatitis B [Internet].
World Health Organization; 2010 p. 235. Available from:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs204/en/
2. Riset Kesehatan Dasar 2013 [Internet]. 2014. Available from:
www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/download/Riskesdas2013.pdf
3. Seran SB, Atasoge J, Salmun E. Profil Kesehatan NTT 2010 Edisi Revisi.
2010 p. 1233.
4. Price S, Wilson L. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyait.EGC; 2005.
5. Dewanti L. Infeksi Hepatitis B. Universitas Sumatera Utara; 2009. p. 3559.
6. Hadi S. Prevalensi Hepatitis B. Jakarta; 2010.
7. Adams GL. Hepatitis B. 2014;3345.
8. Sudoyo A. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. 4th ed. Jakarta: EGC; 2010.
9. WHO. Hepatitis B Department of Communicable Diseases Surveilance and
Response.2002.
-
20
10. Aditama TY. Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus. Jakarta:
DIREKTORAT JENDERAL PP & PL KEMENTERIAN KESEHATAN RI;
2012.