paper ke-iv human right : beyond traditional … · hak asasi manusia (ham) berarti hak dasar yang...
TRANSCRIPT
i
Paper ke-IV
HUMAN RIGHT : BEYOND TRADITIONAL FORMULATIONS
(HAM: MELAMPAUI BATAS FORMULA TRADISIONAL)
Disusun sebagai Pelaksanaan Tugas untuk:
Mata Kuliah: Nilai, Etika Pekerjaan Sosial, dan Hak Asasi Manusia
Dosen:
Dr. EPI SUPIADI, M.Si
Dra. SUSILADIHARTI, M.SW
Oleh:
HERU SUNOTO
NRP: 13.01.03
PROGRAM SPESIALIS-1 PEKERJAAN SOSIAL
SEKOLAH TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL
BANDUNG
2013
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil „alamiin. Segala puji bagi Allah SWT sehingga kami bisa
menyelesaikan tugas ke-IV, paper tentang Human Right : Beyond Traditional Formulations
(HAM: Melampaui Batas Formula Tradisional) dengan referensi utama buku Jim Ife, “Human
Right and Social Work” Bab II untuk mata kuliah Nilai, Etika Pekerjaan Sosial, dan HAM bisa
selesai, pertemuan ke-V.
Perkembangan Hak Asasi Manusia di dunia, proses perjuangannya berawal dari Barat. Hal
ini karena ketidakadilan terjadi begitu marak di sana. Maka pada abad ke 18 muncullah
usaha untuk menyelamatkan manusia, khususnya kalangan marjinal dari “kebuasan”
kapitalis, sehingga muncul Era Pencerahan. Agendanya adalah hak sipil dan hak politik. Era
ini melahirkan metode casework bagi peksos dalam memperjuangkan HAM. Gelombang
kedua muncul sebagai era sosialis. Era ini tumbuh pada abad 19. Metode direct service,
indirect service, social policy, dan research menjadi metode yang digunakan pada era ini.
Era terakhir yaitu Era “Kritik Asia” terhadap terminology Barat tentang HAM. Era ini disebut
era community development yang bersumber dari beragam budaya asia, khususnya
Konfusianisme. Inilah sekelumit topic yang akan kami coba kupas di sini.
Terakhir, kami berharap ada masukan dan penyempurnaan dari sesama teman-teman Sp-1,
dan lebih khusus lagi dosen kami.
Bandung, 16 September 2013
Heru Sunoto
iii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I. PENDAHULUAN 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 3
Tiga Generasi tentang HAM
Dominasi Generasi Pertama dalam Melihat HAM
Potensi Perspektif Tiga Generasi HAM
Tiga Generasi sebagai Kerangka Kerja dalam Praktik Peksos
Bersama Pemahaman Post-Modern
BAB III. PEMBAHASAN 15
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN 18
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
Hak Asasi Manusia (HAM) berarti hak dasar yang melekat dan dimiliki manusia. Hak ini
merupakan hak dasar bagi keberlangsungan peradaban manusia, seperti hak hidup,
terbebas dari penjajahan, terbebas dari penindasan, dan lain-lain. Hak dasar diakui oleh
seluruh dunia dalam Universal Declaration of Human Rights (UNDR) dan ditetapkan di PBB
pada 10 Desember 1948.
HAM mengalami perkembangan dari zaman ke zaman. Perkembangan perluasan cakupan
HAM tersebut terjadi sebagai reaksi atas ketidakadilan, penindasan, dan juga kritikan atas
reaksi tersebut.
HAM dalam formula tradisional mengalami 3 masa, yaitu:
HAM Generasi Pertama yang merupakan antithesis atas penindasan, penjajahan. HAM
generasi pertama ini muncul pada abad 18. Fokus HAM generasi pertama adalah pada
perjuangan akan hak-hak sipil dan politik.
Berikutnya, HAM generasi kedua. Ia merupakan hak yang berkaitan dengan hak di
bidang ekonomi, social, dan budaya. Generasi ke dua ini lahir pada abad 19 dan awal
abad 20. HAM Generasi Ke Dua ini disebut juga HAM berbasis Demokrasi social atau
sosialis.
Terakhir adalah HAM Generasi Ke Tiga. Yang terakhir ini merupakan kritikan atau
bantahan kepada generasi pertama yang terlalu mengagungkan “hak individu” dan
meniadakan hak kolektif. Padahal manusia, sejatinya, meski ia terpenuhi hak-hak
individu, ia tetap butuh akan hak kolektif, karena manusia muncul, dibentuk, dan
berkembang oleh dan bersama masyarakat. Generasi ketiga ini yang disebut sebagai
“Kritik Asia terhadap HAM dalam mainstream Barat”. Ia dimotori oleh faham
Konfusianisme. HAM Generasi Ke Tiga ini lahir pada 3 dekade terakhir abad 20 dan
terus berkembang hingga kini. Gerakan teakhir inilah yang berikutnya melahirkan model
community development (pengembangan masyarakat).
Tiga generasi HAM tersebutlah yang akan kita bahas dalam paper kita kali ini beserta peran-
peran apa yang bisa dimainkan oleh seorang peksos di dalamnya.
***
2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
HAM:MELAMPAUI BATAS FORMULA TRADISIONAL1
Literatur akademik tentang HAM telah didominasi oleh tiga disiplin ilmu: hokum, filsafat, dan
politik. Padahal, pekerja social telah sejak lama turut membicarakan hal itu2, khususnya hak
akan kesejahteraan, praktik berbasis HAM, dan HAM dari sebagian kelompok yang kurang
beruntung. Sebuah analisis yang cukup cermat terhadap HAM dan implikasi mereka tidak
lagi menonjol dalam literature peksos, pengacara, pakar politik, dan filosof telah
mendominasi diskursus tersebut. Di dalam terminology HAM praktis --seperti buku ini--
lapangan praktik tentang HAM lebih didominasi oleh pengacara. Profesi ini terlihat lebih
dihargai sebagai profesi HAM yang utama. Kendati saat ini baru mengawali, adanya
literature peksos dalam ranah HAM.3 Mayoritas kumpulan artikel dan jurnal tentang HAM
ditulis dan diedit oleh pengacara. Dan hokum adalah --sebagaimana biasanya-- dilihat
sebagai mekanisme primer/utama bagi pengamanan HAM dan upaya preventif terhadap
pelanggaran HAM.4
Tiga Generasi tentang HAM
Perlu diketahui bahwa di dalam literature, untuk melihat HAM, sebagai sebuah hasil
perkembangan dari 3 gelombang atau generasi.5 Tiga tipologi ini dipandang penting untuk
memperluas pemahaman kita tentang HAM dan untuk digunakan secara optimal oleh
seorang peksos dalam menghargai HAM tersebut. Tetapi, ia juga mengalami masa
kemunduran konsep secara signifikan, dan dapat pula terbatas dalam konseptualisasi HAM.
Bab ini akan memulai dengan menggali ketiga generasi HAM tersebut dan cara mereka
berkontribusi bagi pemahaman kita tentang HAM, kemudian kelemahan dari formula
tradisional ini pun akan menjadi bahan pertimbangan. Ketiga generasi tersebut
merepresentasikan “kupasan tentang HAM” secara konvensional, dan beberapa
pemahamannya adalah sangat esensial jika seorang peksos menjadi “literature HAM yang
berjalan”.
1 Diringkas dari Jim Ife, “Human Right and Social Work: Toward Right-Based Practice”, Cambridge University
Press, Revised Ed., 2008, hal 29 – 51. 2 Centre for Human Rights 1994; Tan & Envall 2000.
3 Solas 2000;Reichert 2003, 2007.
4 Beetham 1999; Douzinas 2000
5 Wrongka, 1992.
3
HAM Generasi Pertama mengkaitkan hak dengan hak sipil dan hak untuk berpolitik. Bentuk
generasi ini hadir dari pakar intelektual pada abad 18 dengan Gerakan Pencerahan dan
pengembangan filsafat politik liberal.6 Pemahaman generasi ini didasarkan pada individual
based7 dan focus pada fundamental freedom (kebebasan mendasar) yang dilihat sebagai
esensi agar bisa efektif dan organisasi pejuang keadilan, demokrasi, dan masyarakat sipil.
Hak-hak yang masuk dalam generasi pertama ini adalah:
Hak suara (memilih),
kebebasan berbicara,
hak untuk bebas berkumpul,
hak untuk mendapatkan keadilan dan kesamaan di depan hokum,
hak kewarganegaraan,
hak atas privasi,
hak untuk ekspresi diri,
kebebasan beragama,
hak untuk mencalonkan untuk jabatan publik,
kebebasan untuk berpartisipasi dan dalam masyarakat dan dalam kehidupan sipil di
dalam Negara.
hak untuk diperlakukan secara martabat,
hak keselamatan publik,
bebas dari diskriminasi (agama, ras, jenis kelamin, dll),
perlindungan untuk bisa pergi terkait status hukumnya,
bebas dari intimidasi, pelecehan, penyiksaan, pemaksaan, dan seterusnya.
Hak-hak ini didasarkan pada gagasan liberal akan tingginya nilai individu dan merupakan
penegasan kuat bahwa hak-hak ini harus dilindungi. Hak ini sering didefinisikan dalam
bahasa sebagai “hak alami”, yaitu, hak entah bagaimana kita memiliki atau mewarisi
sebagai bagian dari tatanan alam8. Dengan demikian, hak-hak tersebut tidak dapat
diberikan, dicari untuk dicapai atau direalisasikan, melainkan harus dilindungi dan dijamin
keterlaksanaannya pada setiap individu.
HAM Generasi Ke Dua adalah seperangkat hak yang dikenal dengan hak-hak ekonomi,
sosial dan budaya. Ini adalah hak dari individu atau kelompok untuk menerima berbagai
bentuk penyediaan atau pelayanan sosial dalam rangka mewujudkan potensi mereka secara
penuh sebagai manusia:
6 Galtung 1994; Bobbio 1996.
7 Basis yang menjadikan individu beserta hak-haknya adalah hal yang harus diutamakan dan dihargai.
8 Bobbio 1996.
4
hak atas pekerjaan,
hak atas upah yang layak,
hak atas perumahan,
hak atas pangan dan pakaian,
hak atas pendidikan,
hak atas kesehatan perawatan yang memadai,
hak atas jaminan sosial,
hak untuk diperlakukan dengan martabat di usia tua,
hak untuk rekreasi wajar dan waktu luang,
dan sebagainya.
HAM generasi kedua ini, dalam bentuk mereka saat ini, memiliki asal-usul intelektual
mereka lebih dalam demokrasi sosial atau sosialisme pada abad 19 dan abad 20, dengan
tradisi kolektivis mereka bahwa kolektif --dalam bentuk negara-- harus menyediakan
kebutuhan individu, setidaknya pada tingkat minimum. Karenanya, ideologi kolektivis
tersebut kurang ramai dalam wacana utama politik Barat dibandingkan liberalisme. Ada
semacam kekurangkonsensusan terhadap gagasan generasi kedua ini, dan tentang sejauh
mana kewajiban negara, tersirat dalam partai-partai dan mainstream kelompok kepentingan
politik.9 Misalnya: “Seharusnya negara bisa menjamin hak untuk bekerja”. Namun,
pertanyaanya adalah apakah hal itu berarti Negara harus menyediakan pekerjaan bagi
setiap orang?
HAM Generasi Ke Tiga adalah muncul kemudian, selama tiga dekade terakhir abad 20,
dan tidak memiliki hubungan dengan dokumen PBB tentang HAM. Generasi ke tiga ini
dikembangkan sebagai tanggapan/kritik atau bantahan atas “HAM yang terlalu berfokus
pada individu dan berbasis liberalisme Barat, dan karenanya kurang relevan dengan
budaya, norma kolektif, khususnya budaya Asia dengan tradisi Konfusianisme10. Ini dikenal
9 Chomsky 1998; Beetham 1999.
10 Konfusianisme adalah sistem etis dan filosofis. Ia dikembangkan dari ajaran filsuf China Konfusius (Kǒng Fūzǐ, atau K'ung-fu-tzu, lit. "Guru Kong", 551-479 SM). Inti dari Konfusianisme adalah humanisme, atau apa yang filsuf Herbert Fingarette sebut "sekuler yang suci". Konfusianisme berfokus pada praktis, terutama pentingnya keluarga, dan bukan kepercayaan pada Tuhan atau akhirat. [2] Konfusianisme secara umum tidak meninggikan kesetiaan kepada kehendak Tuhan atau hukum yang lebih tinggi. [3] sikap ini didasarkan pada keyakinan bahwa manusia diajar, dibentuk dan disempurnakan melalui pribadi dan usaha komunal terutama kultivasi diri dan kreativitas diri. Pemikiran Konfusius berfokus pada budidaya kebajikan dan pemeliharaan terhadap etika. Beberapa konsep dasar etika Konghucu dan praktik termasuk ren, yi, dan li. Ren kewajiban altruisme dan kemanusiaan bagi individu lainnya. Yi adalah penegakan kebenaran dan disposisi moral untuk berbuat baik. Li adalah sistem norma dan kepatutan yang menentukan bagaimana seseorang harus bertindak dengan benar dalam kehidupan sehari-hari. Konfusianisme memegang teguh satu prinsip, baik pasif maupun aktif, karena gagalnya penegakan nilai-nilai moral ren dan yi. Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/ Confucianism. Downloaded at September 15
th 2013; 2.16PM.
5
sebagai 'kritik Asia' tentang terminology HAM.11 Hal ini akan kita bahas lebih lanjut dalam
Bab 4.
Dominasi Generasi Pertama dalam Melihat HAM
Ketika orang-orang di Barat berbicara tentang HAM, mereka sering memaksudkannya
adalah HAM generasi pertama, yaitu hak-hak sipil dan politik. Ketika media dan politisi
membahas “Catatan HAM” dari suatu negara tertentu, mereka biasanya tidak
mempertimbangkannya dengan “kecukupan kesehatan” negara itu, pendidikan dan sistem
jaminan sosial, atau standar lingkungan, karena jika itu jadi bahan acuannya, maka mereka
akan masuk ke dalam termonologi HAM generasi ke-2 dan generasi ke-3.
Maka, Barat selalu mengkaitkan bagusnya suatu pemerintahan jika mampu melakukan
tindakan preventif terhadap pelanggaran hak sipil dan hak berpolitik warga Negaranya.
Maka istilah “Pekerja HAM”, ketika digunakan oleh pekerja sosial dan profesi lainnya, maka
image orang hanya pada focus perlindungan pada HAM generasi Pertama, yaitu:
Tahanan politik,
Penculikan tanpa proses pengadilan,
Penyiksaan,
Eksekusi di luar hukum,
Deportasi pengungsi,
Penindasan perbedaan pendapat politik,
Pasukan juru tembak,
Penindasan serikat buruh,
Kekerasan oleh polisi dan aparat keamanan, dan sebagainya
Bagi Peksos, hal ini mengarahkan pada pandangan pekerjaan HAM sebagai ranah bagi
sebagian kecil peksos, sedangkan dimasukkannya hak Generasi ke-2 dan ke-3 akan secara
efektif bagi semua peksos untuk mendefinisikan lingkup kerja mereka dalam HAM.
Potensi Perspektif Tiga Generasi HAM
Kerangka tiga generasi HAM itu sendiri memilki konsep masalah secara signifikan, yang
akan kita bahas kemudian di Bab ini. Perspektif ini juga sangat berguna
untuk memperluas gagasan tentang HAM, dan sebelum melakukan engagement untuk
mengkritik, maka perlu ditelusuri sisi positif dari perspektif ini dan
caranya mengkorelasikan dengan Peksos dan pelayanan kemanusiaan secara lebih umum.
Pertama, seperti sudah kami bahas di atas, tema HAM telah diambil oleh profesi lain,
semisal profesi hukum. Memasukkan hak ekonomi, sosial dan budaya, dan hak-hak kolektif,
11
Pereira 1997; Woodiwiss 1998; Bauer & Bell 1999.
6
akan menciptakan ruang bagi peksos, guru, tenaga kesehatan, pekerja pengembangan
masyarakat, pekerja perumahan, aktivis sosial dan pekerja kebijakan sosial untuk
mengidentifikasi diri sebagai pekerja HAM. Tidak hanya ekspansi seperti HAM
memungkinkan bentuk lain dari praktek HAM. Hal ini juga membuka arena baru bagi teori,
yaitu teori tentang HAM, untuk memasukkan disiplin --tidak hanya hukum dan pengacara--
tetapi juga disiplin ilmu yang berkontribusi terhadap pemahaman yang lebih luas terkait
dengan masyarakat, yaitu: sosiologi, filsafat politik, antropologi, kebijakan sosial, dan
sebagainya.
HAM generasi pertama, dengan hubungan mereka pada abad 18 dengan adanya
liberalisme di Barat, telah dimengerti menjadi perhatian khusus dalam masyarakat Barat
sendiri. Hal ini difahami bahwa HAM generasi pertama umumnya memiliki tingkat terkuat
perlindungan terhadap de facto. Sementara wacana HAM secara diam-diam terbatas pada
hak-hak, tuduhan bahwa HAM pada dasarnya merupakan agenda Barat kepada dunia, telah
memberikan alasan lain untuk budaya Barat tetap kuat. Hal ini dengan melakukan dominasi
tradisi terhadap budaya lainnya. Generasi HAM lainnya, bagaimanapun, beresonansi
berbeda ketika melampaui tradisi budaya yang ada.
Kepedulian terhadap HAM Generasi ke Dua telah berada di tengah kritik terhadap
“pembangunan” konvensional12, dan kritik paralel dari jalan kebijakan ekonomi ortodoks
tampaknya perlu penataan ulang terhadap pelayanan publik dan standar minimum pada
perawatan kesehatan, pendidikan, perumahan, dan kondisi kesempatan kerja. Dengan
demikian, HAM Generasi Ke Dua merupakan pusat perhatian banyak Negara di luar
pengembangan ekonomi yang dilakukan Barat, dan mereka memperluas perjuangan HAM
ini sebagai kritik/bantahan atas pengembangan HAM model Barat.
HAM generasi ketiga, melalui kepedulian mereka terhadap hak atas pembangunan dan
lingkungan yang bersih, sehat, bahkan lebih sangat dirasakan dalam budaya dari 'negara-
negara berkembang. Dari perspektif ini, "kritik Asia" dalam masalah HAM bukanlah sikap
anti terhadap HAM, akan tetapi merupakan kritik terhadap dominasi Barat dalam
mewacanakan HAM, karena Barat memandang HAM generasi ketiga milik dunia bagian
selatan merupakan klaim dari kalangan terpinggirkan13.
Salah satu aspek penting dari HAM, sebagaimana telah kita ketahui, adalah indivisibility and
interconnectedness (tidak terpisahkan dan saling terkait). Sebuah kerangka HAM yang kuat
secara konseptual dan juga relevan untuk praktik --dalam dunia yang beragam-- harus
mengakomodir ketiga generasi HAM tersebut, tidak berusaha untuk mengutamakan satu
12
Beetham 1999. 13
Woodiwiss 1998; Meijer 2001.
7
dan mengorbankan yang lain. Perspektif ini bergerak melampaui keterbatasan konvensional
Barat akan konstruksi HAM dan memungkinkan pengembangan re-evaluasi kritik terhadap
HAM model Barat yang terlalu simple dan berusaha menghegemoni terhadap formula HAM
dari dunia belahan selatan. (lihat Bab 4).
Ketiga Generasi HAM sebagai Kerangka Kerja dalam Praktik Peksos
Ketiga generasi HAM, kira-kira sesuai dengan tiga cita-cita Revolusi Perancis, yaitu
kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan. Ia menyediakan kerangka yang berguna untuk
berpikir tentang tempat praktik Peksos dalam agenda HAM. Praktik Peksos dapat dilihat
sebagai penerapan di semua generasi HAM, meskipun juga benar bahwa pandangan yang
lebih konvensional bahwa Peksos lebih berkaitan dengan pelayanan. Ini yang paling cocok
dengan HAM Generasi Ke Dua. Pembahasan berikut menguraikan secara singkat masalah
yang diangkat untuk pekerjaan sosial oleh tiga generasi.
Praktik Generasi Pertama: Advokasi
HAM generasi pertama merupakan ranah yang penting bagi praktek pekerjaan
sosial, terutama dalam kaitannya dengan model advokasi. Pekerjaan sosial seperti
ini mudah ditandai sebagai “pekerjaan HAM” dalam arti konvensional lebih sempit
dari istilah tersebut. Hak sipil dan politik, meskipun mungkin hal ini adalah yang
paling diperebutkan dalam wacana publik, tetapi terang-terangan dilanggar di
berbagai belahan dunia, seperti yang ditunjukkan dalam laporan rutin International
Amnesty and Human Rights Watch. Sejumlah pekerja sosial memainkan peran
penting dalam bekerja untuk perlindungan hak-hak sipil dan politik, melalui kerja
sama dengan kelompok-kelompok advokasi, pengungsi, reformasi penjara. Ia
berusaha untuk mengamankan perwakilan hukum bagi banyak orang, bekerja atas
nama keluarga “yang hilang”, bekerja di pusat-pusat hukum masyarakat, dan
sebagainya.
Sebagai akibat langsung dari pekerjaan yang mereka lakukan, pekerja sosial itu
sendiri terkadang menjadi korban pelanggaran HAM dari agenda HAM generasi
pertama. Para pekerja sosial telah ditangkap, dipenjarakan tanpa pengadilan, disiksa
dan “dihilangkan” karena profesi mereka, dengan komitmennya untuk keadilan
sosial, ia mau datang langsung ke dalam konflik dengan rezim yang menindas, ia
mau mengajukan pertanyaan padahal tidak diminta oleh rezim tersebut, atau ia
melakukan advokasi bagi pihak yang dirugikan padahal itu membahayakan dirinya.
Pada tahun 1988 IFSW membentuk Komisi HAM yang berperan untuk mendukung
pekerja sosial yang mengambil risiko tersebut dan bekerja untuk pembebasan
8
mereka yang telah ditahan sebagai akibat dari praktik peksos di lingkungan yang
bermusuhan tersebut.
Praktik HAM Generasi ke Dua: Praktik Langsung, Praktik Organisasional,
Pengembangan Kebijakan, Penelitian dan Aksi
Agenda HAM generasi kedua adalah hak ekonomi, sosial dan budaya. Wacana ini
bergerak menuju inti mainstream (arus utama) pekerjaan sosial dalam HAM.
Sementara itu, hanya sebagian kecil pekerja sosial yang mau terjun dalam agenda
HAM generasi pertama, mayoritas peksos --jika tidak boleh disebut semua--
berkiprah dalam agenda HAM generasi kedua. Para pekerja sosial dalam sistem
kesejahteraan masyarakat, dan memang banyak yang lainnya, setiap hari khawatir
akan kemiskinan dan dengan orang-orang berpenghasilan rendah; hak untuk
memperoleh penghasilan yang memadai dan standar hidup layak, dan hak untuk
jaminan pendapatan, adalah penting bagi aktivitas pekerja sosial.
Demikian pula, hak untuk tempat berteduh dan perumahan yang layak adalah prinsip
fundamental bagi banyak pekerja sosial. Hal ini berkaitan dengan tunawisma atau
dengan perawatan perumahan, dan dengan pemenuhan bagi kelompok rentan
seperti lansia, penyandang cacat, anak-anak dalam perawatan, single parent dan
pengungsi; hak untuk mendapatkan standar kesehatan adalah sangat penting bagi
para pekerja sosial di rumah sakit, pusat kesehatan dan klinik.
Para peksos di bidang pendidikan dan yang bekerja dengan anak-anak, memiliki
perhatian utama untuk hak atas pendidikan, dan hampir semua pekerja sosial
mampu melebur dalam pekerjaan yang sedang mereka geluti saat ini, melalui
membantu untuk mencari pekerjaan bagi mereka yang terbatas aksesnya terhadap
pekerjaan karena usia, cacat, seksualitas, jenis kelamin, ras, etnis, pendidikan yang
tidak memadai atau pelatihan, lokasi geografis, perusahaan internasional, ataupun
ketidak beruntungan lainnya.
Pendekatan konvensional untuk pekerjaan sosial menegaskan bahwa HAM generasi
kedua dapat dipenuhi dengan baik dalam bentuk penyediaan layanan sosial.
Tujuannya, untuk memberikan standar dasar minimum jaminan kesehatan,
perumahan, pendidikan, dan sebagainya. Hal ini adalah konsistensi penuh ideologi
demokrasi-sosial (sosialisme) mayoritas peksos14, Ideologi Sosialis menegaskan
bahwa penyediaan layanan secara memadai adalah cara untuk mengatasi masalah
sosial. Hal ini juga menunjukkan bahwa praktek peksos --dalam beragam ranah
adalah tentang memberikan pelayanan sosial-- pada dasarnya untuk memastikan
14
Bryson 1992; George & Wilding 1994.
9
bahwa agenda HAM generasi kedua, terpenuhi. Jadi dalam praktek keseharian,
pekerja sosial yang terlibat dalam pelayanan langsung dengan individu dan keluarga
dapat dilihat sebagai pekerja HAM pula.
Para peksos yang bekerja dalam organisasi, misalnya dalam peran manajemen dan
pengembangan organisasi, juga bisa disebut “mengamankan agenda HAM generasi
kedua”. HAM tersebut umumnya dipenuhi melalui kerja lembaga sosial, baik di dalam
welfare state, di “sektor ketiga” (masyarakat, atau non-profit, non-pemerintah), atau
di sektor swasta. Para peksos yang bekerja untuk membuat bagaimana organisasi
yang lebih efektif (melalui, misalnya, memberikan pelayanan kesehatan yang lebih
baik dan lebih tepat, atau memberikan standar perumahan yang lebih layak, lebih
cocok untuk berbagai kebutuhan masyarakat). Itu semua ditujukan agar dapat
mempertemukan agenda HAM generasi kedua dengan masyarakat yang
kurangberuntung, melalui bergabung dengan lembaga untuk bekerja lebih efektif dan
tepat.
Ada tingkat lain, bagaimanapun, di mana HAM generasi kedua menjadi lebih
signifikan bagi peksos. Seperti yang telah disebutkan di atas, HAM memerlukan
respon berkomitmen yang lebih dari pemerintah. Hal ini harus dipenuhi, bukan hanya
dilindungi. Ini melibatkan aspek belanja publik di beberapa bidang seperti kesehatan,
pendidikan, perumahan, pekerjaan dan jaminan penghasilan. Meski bagi pemerintah
sulit untuk mempertahankan ini karena harus menyeimbangkan antara “kekuatan
neo-ortodoksi ekonomi liberal” dengan “kekuatan yang sesuai pasar global”.
Implementasi agenda HAM generasi kedua, tidak dapat dicapai hanya oleh pekerja
sosial yang bekerja di pelayanan sosial karena sumber dana yang juga terbatas.
Apabila peksos adalah profesi HAM, berkaitan dengan agenda HAM generasi kedua,
maka peksos dituntut untuk aktif secara politik, melakukan perubahan kebijakan,
sehingga ada perubahan yang memadai bagi penyediaan layanan sosial bagi semua
kebutuhan masyarakat.
Analisis kebijakan sosial dan advokasi juga sangat penting jika agenda HAM
generasi kedua hendak diperjuangkan. Segmennya, bisa dari dalam struktur
pembuatan kebijakan (misalnya aparat kebijakan pemerintah) atau di luar mereka
(misalnya kelompok aktivis). Sub-bagian dari pembuatan kebijakan seperti ini, tentu
saja, penelitian, sangat berharga, baik dilakukan dari dalam birokrasi kebijakan atau
dari lembaga eksternal. Aksi sosial untuk perubahan juga penting, dan itu merupakan
aspek penting dari pekerjaan HAM.
10
Praktik HAM Generasi ke Tiga: Pengembangan Masyarakat
HAM Generasi ke tiga berkaitan dengan hak-hak kolektif, atau hak-hak yang bukan
urusan individu, tetapi milik kolektif (masyarakat atau bangsa) dan hal-hal yang perlu
dipahami dalam konteks kolektif. Individualisme liberal yang dominan dari pemikiran
politik Barat, yang muncul sejak abad 18 telah menyebabkan hak-hak kolektif kurang
mendapat tempat. Sehingga, HAM generasi ke tiga dianggap “pendatang baru”.
Entah bagaimana Ham generasi ke tiga ini harus dilihat sebagai lebih dari sebuah
“hak mewah” dibandingkan dengan generasi pertama dan kedua-nya. Sehingga,
sampai kini ia tidak menjadi hak yang “mendasar” bagi manusia.
Kritik dari budaya lain terhadap HAM Generasi pertama, terutama datang dari Asia,
dipengaruhi oleh tradisi Konfusian. Ia berpendapat bahwa hak-hak kolektif adalah
benar-benar penting, dan setidaknya dalam beberapa keadaan lebih bagus daripada
generasi pertama dan kedua15. Tradisi Konfusian menghargai harmoni sosial,
solidaritas, dan “individu adalah milik unit sosial yang lebih besar”. Dengan tetap
menghargai potensi penuh individu untuk dapat direalisasikan, Konfusian melihat hak
kolektif sebagai sesuatu yang penting. Dengan cara ini, dapat dilihat bahwa focus
pada “generasi pertama”, “generasi kedua”, dan “generasi ketiga” menunjukkan
Barat yang begitu bias, hanya mencerminkan sikap respon terhadap ketidakadilan
sebagai akar kesejarahannya dan memberikan prioritas ke dalam pemikiran liberal
Barat.
Yang termasuk dalam agenda HAM generasi ke tiga adalah:
hak untuk pembangunan ekonomi,
hak milik masyarakat yang stabil,
kohesif,
hak lingkungan hidup, yaitu hak untuk membersihkan dan tidak terkontaminasi
udara, air dan makanan, dan lingkungan fisik yang memungkinkan manusia
untuk mencapai kemanusiaan mereka secara optimum.
Pemahaman tentang HAM ini, telah memperluas cakrawala Barat untuk memandang
HAM secara lebih detail. Ia melihat aktivisme lingkungan sebagai bagian dari
perjuangan HAM, dan menghargai masyarakat yang menderita akibat efek dari
polusi sebagai korban pelanggaran HAM. Hal ini juga menghubungkan secara jelas
antara HAM dengan pembangunan ekonomi, dimana rumitnya masalah seringkali
15
Gangjian & Gang 1995, De Bary & Weiming 1998; Meijer 2001; Angle 2002.
11
dipandang begitu simple bahwa pembangunan ekonomi melanggar HAM, seperti
yang dikatakan oleh banyak penentang globalisasi.
Apabila agenda HAM generasi ke tiga ingin diperhitungkan dalam membingkai
peksos sebagai profesi HAM, maka pekerjaan masyarakat (“community
development”, istilah yang digunakan dalam buku ini) menjadi sangat penting.
Dengan cara ini, ekspresi kolektif dan realisasi HAM dapat dimasukkan --di samping
konstruksi individual lebih berorientasi HAM yang telah begitu mendominasi wacana
Barat. Intinya HAM Generasi Ke Tiga adalah:
Tidak memperdebatkan apakah hak-hak kolektif lebih penting daripada hak-hak
individu, tetapi lebih merupakan posisi yang lebih inklusif (terbuka) yang melihat
keduanya adalah baik, penting, dan perlukan, apabila concern untuk
merealisasikan potensi manusia secara penuh.
Tidak memperdebatkan apakah community development (pengembangan
masyarakat) lebih penting atau tidak dibandingkan casework sebagai prioritas
bagi pekerja sosial. Yang benar adalah bahwa keduanya diperlukan dan saling
melengkapi.
Memang ada sejumlah model praktek pekerjaan sosial yang menolak untuk
membuat suatu perbedaan “makro-mikro”, tetapi mencari untuk tidak
menggabungkan antara keduanya, yaitu teori pekerjaan sosial dan praktek
lapangan16.
Ada enam dimensi community development, yaitu:
Social Development (pembangunan sosial) melibatkan peksos untuk bekerja
dengan komunitas dalam memperkuat struktur sosial, kohesi dan interaksi. Ini
mungkin masuk dalam provision of services (penyediaan layanan), salah satu
agenda HAM generasi ke dua, tetapi dipahami atas dasar needs of community
(kebutuhan komunitas), bukan hanya sebatas kebutuhan individu.
Community economic development (pembangunan ekonomi masyarakat)
mengakui pentingnya peran masyarakat (community-based) dalam pembangunan
ekonomi dan kebutuhan untuk kegiatan ekonomi yang berkelanjutan,
menguntungkan, memperkuat dan mendukung masyarakat, bukan hanya
melayani kebutuhan dari ekonomi global .
Political development (perkembangan politik) membutuhkan pekerja
kemasyarakatan untuk fokus pada bidang “pengambilan keputusan” dan struktur
16
Fook 1993; Fisher & Karger 1997; Mullaly 1997; Healy 2000.
12
kekuasaan dalam masyarakat. Tujuannya untuk membantu masyarakat dalam
mengembangkan kekuatan, inklusivitas/keterbukaan, dan efektivitas.
Cultural development (perkembangan budaya) menekankan pentingnya
sejarah budaya masyarakat, norma, nilai dan tradisi, dan berusaha untuk
memperkuat tingkatan/level komunitas, dan aktivitas budaya local dalam
menghadapi komodifikasi dan globalisasi budaya.
Environmental development (Pengembangan lingkungan) menegaskan bahwa
kepekaan terhadap tempat dan keterpautan-diri dengan lingkungan fisik kita
adalah sangat penting untuk kesejahteraan manusia, dan berusaha untuk
mengintegrasikan perlindungan lingkungan dan pembangunannya dalam wadah
struktur pembangunan masyarakat yang lebih luas struktur. Gerakan lingkungan
memiliki beberapa pelajaran penting untuk peksos, tentang:
i. Pentingnya keberlanjutan dalam semua struktur dan proses,
ii. Pentingnya menghubungkan kondisi manusia dengan kepekaannya terhadap
tempat dan dengan kesehatan, baik lingkungan lokal dan global.
Personal/spiritual development (pengembangan pribadi / spiritual) menyatakan
bahwa pemenuhan pribadi dan masyarakat perlu untuk selalu dikaitkan. Ia tidak
hanya berupa pengalaman komunitas manusia yang mampu menjadikan kita
sebagai manusia seutuhnya. Tetapi, bahwa sisi pribadi dan spiritual masyarakat
tidak boleh diabaikan tetapi butuh untuk dimasukkan dalam pemahaman kita
tentang struktur dan proses-proses kemasyarakatan. Menurut beberapapakar, hal
ini dikemas dalam termonologi “pertumbuhan pribadi dan pemenuhannya”,
sedangkan pakar lain menyebutnya “pentingnya spiritualitas dalam individu dan
pengalaman kolektif”.
Dengan memperluas pemahaman kita tentang HAM sebagai agenda generasi ke
tiga, kita bisa memperluas pemahaman tentang Peksos sebagai profesi HAM, dan
memasukkannya dalam teori pengembangan masyarakat, peran, dan
keterampilannya.
Bersama Pemahaman Post-Modern
Kali ini, kita akan bahas pentingnya kritik post-kolonialisme, feminisme, dan post-
strukturalisme dalam dekonstruksi dan rekonstruksi hak asasi manusia dalam konteks yang
lebih post-modern. Keistimewaan dari suara lain dari tokoh-tokoh Barat di bidang hokum
mengatakan, “adalah penting jika HAM tetap menjadi wacana otentik di mana kebutuhan
manusia, aspirasi dan visi dapat dimaknai. Poin ini begitu jelas untuk menuju perspektif yang
13
lebih post-modern, di mana keragaman pendapat perlu dihargai dan di mana setiap klaim
tentang adanya kebenaran universal adalah harus dicurigai17.
Perspektif postmodern juga memperingatkan terhadap klasifikasi yang “terlalu kaku” tentang
HAM. Klasifikasi seperti tiga generasi, atau tipologi tujuh kali lipat yang disebutkan di atas,
itu dimaknai jelas dan kaku. Apalagi ketika ketika batas antar hak tersebut selalu kabur dan
bermasalah, terutama dalam tema hak tertentu yang diperebutkan dan perdebatan.
Wacana tentang HAM konvensional merupakan warisan dari Era Pencerahan. Ia menjadi
pijakan humanisme Barat sebagai asal intelektual utamanya yang secara tegas tertanam
dalam modernitas. Gagasan tentang HAM universal sebagai seperangkat HAM yang bisa
berlaku di setiap tempat adalah modernitas klasik, dengan desakan bahwa segala sesuatu
dibawa ke dalam satu kerangka pengorganisasian pusat. Dan gagasan HAM universal jelas
terikat dengan proyek humanis, dimana subjek manusia ditempatkan di tengah panggung, di
mana kesempurnaan “manusia” dipandang sebagai tujuan yang layak, dan di mana sejarah
manusia dipandang secara umum sebagai kemajuan dalam tema ini.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa gerakan HAM, dipandang sebagai pencarian yang
mulia18 atau kemajuan mantap menuju masa depan yang lebih baik, adalah contoh yang
jelas heroiknya “pencerahan modernitas”, mewakili dunia kepastian dan kemajuan yang tak
terelakkan. Tapi modernitas Barat semakin mengungkapkan keterbatasan dan kontradiksi.
Jika HAM bagi Barat itu penting dan ingin selaras dengan post-modernis, maka perlu bagi
mereka untuk menjawab tantangan yang diajukan oleh post-modernisme. Tantangan ini
diajukan paling tajam dalam perdebatan tentang universalisme dan relativisme budaya. Ini
adalah salah satu tantangan yang paling penting bagi siapa saja yang berkepentingan
dengan hak asasi manusia. (ini secara detail akan kita bahas pada Bab 4).
Sementara beberapa pembaca mungkin berpikir bahwa postmodernisme, dengan
penolakannya terhadap meta-narasi (seperti keadilan sosial dan hak asasi manusia) adalah
anti-thesis dari gagasan tentang HAM universal. Sebagian lain mungkin melihat proyek
universalitas sebagai cacat fatal.
Sebenarnya, kami mengambil pandangan simpatik post-modernisme. Ia memiliki banyak
tawaran, ia tidak menyangkal kemungkinan “HAM”, mengakui teori-teori HAM sebelumnya
dan berusaha memperjuangkan hal-hal yang terlewat, semisal perjuangan kaum tertindas19.
HAM, bagi praktisi, ahli teori, atau warga negara yang terlibat, merupakan perjuangan yang
terus berlangsung. Tidak ada jawaban yang mudah. Tapi perjuangan itu sendiri sangat
17
Harvey 1989; Seidman 1994; Kumar 1995. 18
misalnya Laber 2002; Sellars 2002. 19
Geuss 1981; Fay 1987; Ray 1993; Touraine 1995.
14
memperkaya, dan memang diperlukan jika human spirit (roh manusia) yang hendak kita
wujudkan dalam menghadapi pelanggaran HAM yang saat ini dialami di hampir setiap
benua, dan dalam setiap masyarakat.
***
15
BAB III
PEMBAHASAN
HAM: MELAMPAUI BATAS FORMULA TRADISIONAL
HAM mengalami perkembangan dari zaman ke zaman. Perkembangan perluasan cakupan
HAM tersebut terjadi sebagai reaksi atas ketidakadilan, penindasan, dan juga kritikan atas
reaksi tersebut. Perkembangan HAM dalam formula tradisional terjadi dalam 3 generasi
HAM yang semuanya punya agenda berbeda. Perbedaan agenda itu sebagaimana sifat
gerakan itu, yaitu reaksi atas apa yang terjadi pada ketiga masa tersebut.
Di bawah ini adalah secara ringkasnya tentang tabel Generasi HAM beserta agenda yang
diusungnya serta peran peksos apa saja yang bisa dilakukan:
No Generasi
HAM Agenda HAM Peran Peksos
1 Generasi I HAK SIPIL DAN POLITIK: Hak suara (memilih), kebebasan berbicara, hak untuk bebas berkumpul, hak untuk mendapatkan keadilan dan
kesamaan di depan hokum, hak kewarganegaraan, hak atas privasi, hak untuk ekspresi diri, kebebasan beragama, hak untuk mencalonkan untuk jabatan publik, kebebasan untuk berpartisipasi dan dalam
masyarakat dan dalam kehidupan sipil di dalam Negara.
hak untuk diperlakukan secara martabat, hak keselamatan publik, bebas dari diskriminasi (agama, ras, jenis
kelamin, dll), perlindungan untuk bisa pergi terkait status
hukumnya, bebas dari intimidasi, pelecehan,
penyiksaan, pemaksaan, dan seterusnya.
Peran Advokasi Metode Casework
2 Generasi II HAK EKONOMI, SOSIAL, BUDAYA: hak atas pekerjaan, hak atas upah yang layak, hak atas perumahan, hak atas pangan dan pakaian, hak atas pendidikan, hak atas kesehatan perawatan yang
memadai, hak atas jaminan sosial, hak diperlakukan bermartabat di usia tua, hak untuk rekreasi wajar dan waktu luang.
Direct Services Organisational
Services Social Policy Social Action Research
16
No Generasi
HAM Agenda HAM Peran Peksos
3 Generasi III HAK KOLEKTIF, KESEIMBANGAN ALAM-LINGKUNGAN Hak untuk pembangunan ekonomi, Hak milik masyarakat yang stabil, Ha katas kohesif, Hak lingkungan hidup:
o Hak lingkungan bersih dan tidak terkontaminasi udara,
o Hak kebersihan air dan makanan, o Hak lingkungan fisik yang memungkinkan
manusia untuk mencapai kemanusiaan secara optimum.
Metode Community Development: Enam dimensi Pengembangan: 1. Sosial 2. Ekonomi 3. Politik 4. Budaya 5. Lingkungan 6. Spiritual
Pekerjaan Sosial Ada Dimana? Pekerja Sosial posisinya adalah pada fungsi garda terdepan dalam meng-advokasi korban
pelanggaran HAM, membantu proses peradilan yang lebih manusiawi, khususnya kepada
Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), dan kelompok rentan lainnya.
Susan C. Mapp dalam “Applicability of the Human Rights Approach to Social Work”
mengatakan:
Hak asasi manusia kontemporer didasarkan pada cita-cita keadilan sosial, sebuah konsep
yang begitu sentral bagi pekerjaan sosial. Ia merupakan satu dari enam nilai yang
ditegaskan dalam Kode Etik20. Semua orang harus sama di mata hukum dan harus memiliki
kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensi mereka. UNDR21 dapat diterima
sebagai panduan bagi praktik tentang keadilan sosial.22
Skegg (2005)23 menunjukkan bahwa pendekatan pekerjaan sosial berdasarkan HAM dan
pemberdayaan menjelaskan kepada orang-orang tertindas bahwa mereka memiliki hak
dasar untuk hidup. Hal ini dihadapkan untuk menghargai pendampingan amalnya. Selain itu,
prinsip “Self-Determnination” (penentuan nasib sendiri), sebuah konsep yang seringkali
peksos sosial dalam mengadvokasi klien, adalah dilindungi UNDR tersebut.
20
Ini mengacu pada 6 Kode Etik NASW, yaitu: 1. Pelayanan, 2. Keadilan social, 3. Martabat dan harga diri manusia, 4. Pentingnya relasi social manusia, 5. Integritas, dan 6. Kompetensi. (Sumber: Social Work: an Empowering Profession yang ditulis oleh Brenda L. Dubois)
21UNDR is Universal Declaration of Human Right. Deklarasi HAM Universal, ditetapkan pada 10 Desember 1948 di PBB. (Lihat: Susan C. Mapp, “Human Right and Social Justice in a Global Perpective: an Introduction to Int’l. Social Work”, Oxford Univercity Press, 2008, hal. 17).
22 Idem_hal 24.
23 Skegg, A. (2005). Human rights and social work: A Western imposition or empowerment to the people? International Social Work, 48(5), 667–672. (Dalam Susan C. Mapp, hal 24).
17
Healy, L. (2008). Dalam bukunya “International Social Work: Professional action in an
Interdependent World”. New York: Oxford University Press, menambahkan:
Peksos dengan berfokus pada masalah pelanggaran HAM dapat membantu pekerja sosial
fokus pada keadilan sosial sebagai lawan individu patologi.24
Apa Pendekatan yang Bisa Digunakan Peksos?
Pendekatan yang bisa digunakan oleh peksos dalam tataran HAM 3 generasi ini --
sebagaimana dikemukakan oleh Jim Ife pada Bab I terdahulu-- adalah:
Needs-Based Approach (Pendekatan berbasis kebutuhan klien)
Justice-Based Approach (Pendekatan berbasis keadilan social)
Right-Based Approach (Pendekatan berbasis HAM).
***
24
Idem_ hal 24.
18
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Berdasarkan apa yang sudah kami kemukakan pada bab-bab terdahulu, dapat kami
simpulkan hal-hal sebagai berikut:
Topik kajian tentang Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan wacana semua orang, semua
disiplin ilmu, karena pada hakikatnya semua cabang ilmu didedikasikan untuk kemajuan
peradaban manusia.
Namun, dalam ranah kerja, ternyata HAM menjadi core dan mainstream bagi hanya
beberapa profesi, yaitu ahli hokum dan pengacara, meski profesi lain sudah
membicarakannya sejak waktu yang lama, termasuk di dalamnya pekerjaan social.
HAM dalam formulasi tradisional merupakan formula HAM yang muncul sebagai reaksi atas
apa yang menimpa masyarakat dunia, seperti penjajahan, ketidakadilan, penindasan, dan
pemarjinalan, untuk dicarikan solusinya.
Ada tiga tahapan Generasi HAM, yaitu: Generasi Pertama yang memperjuangkan hak-hak
sipil dan politik; Generasi ke dua yang memperjuangkan ekonomi, social, dan budaya, dan
Generasi Ke Tiga yang merupakan kritik terhadap Generasi pertama, yaitu dengan perlunya
memperhatikan unsur kolektif dalam kehidupan.
SARAN
1. Pekerja Sosial perlu memahami tiga tahapan generasi perjuangan HAM tersebut
sehingga lebih luas cara pandangnya terhadap “definisi HAM, baik teori maupun praktik
lapangan”.
2. Perlu sering dilakukan kajian ilmiah tentang HAM menurut HAM Generasi Ke Tiga yang
sejatinya merupakan penyempurnaan atas “postur HAM” yang sesungguhnya.
3. IPSPI perlu “membumikan” definisi HAM dalam profesi Peksos di Indonesia sehingga
memudahkan praktik peksos yang focus di ranah HAM.
***
19
DAFTAR PUSTAKA
Jim Ife, Human Right and Social Work: Toward Right-Based Practice”, Cambridge
Univercity Press, 2008;
Lynne M. Healy, (2008). Dalam bukunya “International Social Work: Professional action
in an Interdependent World”. New York: Oxford University Press
Brenda L. Dubois, (1995): Social Work: an Empowering Profession
Susan C. Mapp, “Human Right and Social Justice in a Global Perpective: an
Introduction to Int’l. Social Work”, Oxford Univercity Press, 2008.
http://en.wikipedia.org/wiki/ Confucianism. Downloaded at September 15th 2013; 2.16PM.