paper kfl fix
TRANSCRIPT
BAB 2
LARUTAN
2.1 Sifat Gas
2.1.1 Gas Ideal
Gas Ideal dapat didefinisikan sebagai gas yang salah satu diantara volum molekul
atau gaya antar molekul sangat kecil sehingga tidak berpengaruh terhadap sifat gas. Pada
sejumlah literatur telah dinyatakan bahwa gas ideal bukanlah gas yang biasa ditemukan
dalam kehidupan sehari-hari.
Secara eksperimental ditemukan hubungan bahwa,
PVRT
→1 selama P → 0 untuk seluru h gas
Nilai PVRT
dikenal sebagai faktor kompresi, yaitu parameter penyimpangan sifat gas
nyata dari perilaku gas ideal yang terukur dan disimbolkan dengan Z. Pada Z bernilai 1,
yang berarti bahwa tidak terdapat gaya intermolekular. Seluruh gas mendekati PVRT
= 1
pada tekanan rendah, ketika jarak rata-rata antar partikel-partikelnya besar.
Persamaan ini berhubungan dengan variabel pada sistem, yang dikenal dengan
persamaan gas ideal atau persamaan gas sempurna. Tiap gas, yang mematuhi persamaan
diatas berada pada batas akhir tekanan rendah mendekati nol akan berperilaku selayaknya
gas ideal pada kondisi tersebut. Gas, yang mematuhi persamaan tersebut diatas dalam
kondisi yang tepat dinamakan gas ideal atau gas sempurna.
Mengingat kembali persamaan fungsi energi bebas Gibbs, yang dinyatakan dengan:
G=H−TS atau G=U +PV −TS
Dari persamaan fungsi diatas dapat diturunkan menjadi persamaan:
dG=dU+PdV +VdP−TdS−SdT
Dengan menggunakan hukum pertama termodinamika, untuk proses reversibel
dU =TdS−PdV , akan didapat persamaan baru, yakni
dG=VdP−SdT
Berdasarkan persamaan diatas, energi bebas Gibbs merupakan fungsi dari
variabel temperatur dan tekanan. Energi bebas Gibbs dapat didefinisikan sebagai kerja
nA mol dari gas A pada T dan P tertentu
nB mol dari gas B pada T dan P tertentu
maksimum selain kerja volum yang dapat dilakukan oleh sistem dalam proses yang
reversible pada suhu dan tekanan yang tetap. Jika persamaan diatas diterapkan dalam
keadaan gas ideal dan reaksi berlangsung pada suhu tetap, pada proses isotermal (dT= 0),
maka akan diperoleh persamaan:
dG=VdP
Gas ideal mengikuti persamaan ¿ R T , sehingga bila disubtitusikan dalam persamaan
diatas akan didapat persamaan baru:
dG=RTP
dP
Integrasi persamaan diatas pada batas awal tekanan standar P° = 1 atm:
G−G °=∫P 0
P
VdP
Atau
G=G °∫P0
P
VdP
Subtitusi persamaan gas ideal terhadap persamaan gas diatas diperoleh persamaan baru:
G=G °+RT lnP
Dimana G ° adalah energi bebas gas ideal per mol dalam keadaan standar dan G energi
bebas gas ideal per mol dalam keadaan tertentu.
Campuran gas ideal
Pada keadaan awal suatu campuran gas A dan B dapat dituliskan sebagai berikut:
Total energi bebas dalam keadaan awal Gidapat dituliskan sebagai penjumlahan dari
energi bebas awal gas A dan energi bebas awal gas B:
Gi=n A GAi +nBGB
i
Keadaan
Campuran nA mol dari gas A dan nB mol dari gas B pada T dan P tertentu
Bila disubtitusikan dalam persamaan energi bebas awal, diperoleh:Gi=(n¿¿ A GA
i +nB GBi )+nRTlnP¿
Dengan n = nA +¿ nB.
Pada keadaan akhir campuran
f pada GAf berarti final atau akhir.
Total energi bebas pada keadaan akhir Gf menjadi
Gf =nA GAf +nBGB
f
Sehingga,
Gf =(n¿¿ A GAf +nB GB
f )+nA RTln PA+nB RTlnPB ¿
Persamaan diatas disubtitusikan dengan tekanan masing-masing gas yang mempunyai
persamaan, PA=N A P dan PB=NB P, dengan N i=ni
n
maka,Gf =(n¿¿ A GA
f +nB GBf )+RT (nA ln N A +nB ln N B )+nRTlnP ¿
Sehingga, perubahan energi Gibbs campuran, Gm
Gm=Gf−Gi
“ m“ pada Gm berarti mixing atau campuran
Dari persamaan diatas diperoleh
Gm=RT ( nA ln N A+nB ln N B )
Untuk satu mol campuran dinyatakan dengan GM=Gm
n , maka
GM=RT ( N A ln N A+ NB ln N B )
Dari campuran gas ideal A dan B dapat disimpulkan bahwa:
Keadaan
1. Energi bebas Gibbs berubah pada pembentukan satu mol campuran atau larutan:
GM=RT ( N A ln N A+ NB ln N B )
2. Energi bebas Gibbs satu mol gas A setelah terbentuk campuran atau larutan:
GA=GA0 +RT ln PA
3. Energi bebas Gibbs satu mol gas B setelah terbentuk campuran atau larutan:
GB=GB0 +RT ln PB
GA dan GB (lebih lanjut akan digunakan simbol Gl) yang disebut dengan energi parsial
bebas per molar dari A dan B. Disebut juga dengan potensial kimia ( μi). GM yang disebut
energi bebas yang relatif terhadap larutan aka dibahas lebih lanjut pada sub bab 2.2.2.
Perhatikan bahwa apabila persamanaan memberikan harga energi bebas dari campuran
gas ideal yang kurang dari nol (negatif) GM<0 karena penjumlahan total mol bernilai
kurang dari nol N i<0. Maka campuran proses berlangsung spontan.
Untuk Entropi campuran SM dan entalpi campuran H M berlaku,
Persamaan diatas diperoleh dari subtitusi entropi dengan tekanan tetap pada persamaan
energi bebas gibbs campuran, sehingga diperoleh persamaan entropi campuran.
Pada persamaan gas ideal tidak ada kalor yang berlangsung ataupun diserap dalam proses
campuran. Sehingga dapat dituliskan dengan,
Disubtitusikan dalam persamaan GM, diperoleh persamaan
Latihan
1. Sejumlah mol gas A dan mol gas B dicampur dalam temperatur dan tekanan yang konstan. Hitung perbandingan A dan B dengan energi bebas campuran terendah. Diasumsikan antara Adan B merupakan gas Ideal.
Jawab:
Energi bebas kedua komponen dinyatakan dengan,
GM=RT ( N A ln N A+ NB ln N B )
Sedangkan fraksi mol gas A: N A=nA
(nA +nB)
S=−( ∂ G∂T )
P
SM=−R(N A ln N A+N B ln N B)
dan fraksi mol gas B: N B=nB
(n A+nB) ,
sedangkan fraksi mol kedua gas bernilai satu, NA + NB = 1, dengan NB =1-NA, maka
persamaan campuran gas ideal A dan B dapat disusun kembali menjadi
GM=RT ¿
Penurunan persamaan diatas akan menghasilkan,
( ∂ GM
∂ N A)
T
=RT ¿
( ∂ GM
∂ N A)
T
=RT ¿
Energi bebas campuran dalam keadaan minimun berarti ( ∂ GM
∂ N A)
Tbernilai nol
( ∂ GM
∂ N A)
T
=0=RT ¿
lnN A
1−N A
=0=ln1
N A
1−N A
=1atau N A=0,5
Dalam hal yang sama N B=1−N A=1−0,5=0,5
Sehingga perbandingan gas A dan gas B,
N A /N B=0,5/0,5=1
2. Sebuah silinder berukuran 1m3 berisi gas H2 pada suhu 298K dan tekanan 1 atm, dan dihubungkan dengan silinder lain yang berisi 3m3 gas O2 pada 298K dan tekanan 0,8atm. Ketika sekat dibuka, gas berdifusi satu sama lain dan membentuk campuran homogen dalam kondisi isotermal. Hitung energi bebas campuran yang berubah Gm, pada proses tersebut. Asumsikan gas berkelakuan ideal.
Jawab:
Persamaan energi bebas gibbs untuk masing- masing gas,
G=G 0+RTlnP
GH2=GH 2
0+RTln PH 2dan GO2
=GO 2
0+RTln PO2
Sedangkan energi bebas campuran merupakan
Gm=Gf−Gi
Sehingga bila kedua persamaan diatas disubtitusikan, akan menghasilkan persamaan
Gm=RT ¿¿
Fraksi mol:
Dari hukum gas ideal, PV=nRT
Untuk gas oksigen: PO2V=nO2
RT
0,8 atm ×3000 Liter=nO2×0,082 L atm mol−1 K−1 ×298 K
2400=nO2×24,436 mol−1
nO 2=98,2mol
Untuk gas hidrogen: PH 2V=nH 2
RT
1,0atm ×1000 Liter=nH 2×0,082 L atm mol−1 K−1 ×298 K
1000=nO2×24,436 mol−1
nH 2=40,9mol
Konsentrasi total gas: nT=nO2+nH2
=(98,2+40,9 )mol=139,1 mol
Sehingga,
NO2=
nO2
nT
= 98,2mol139,1mol
=0,71
N H 2=
nH 2
nT
= 40,9mol139,1mol
=0,29
Tekanan setelah pencampuran: PV=nT RT
P=nT
VRT
P=139,1 mol ×0,082 L atm mol−1 K−1 ×298 K4000 L
=0,85atm
Tekanan parsial: PO2=N O2
P=0,71×0,85atm=0,60atm
PH 2=NH 2
P=0,29 × 0,85 atm=0,25 atm
Sehingga
Gm=RT ¿¿
Gm = 0,082 L atm mol-1 K-1 [((98,2 mol × ln0,6 atm)+(40,9 mol × ln1,0 atm))
-( (98,2 mol × ln 0,8 atm )+ (40,9 mol × ln1,0 atm ) )]
Gm=¿
2.1.2 Fugasitas dan Gas NyataGas nyata tidak mengikuti persamaan PV=Nrt, sehingga persamaan
G=G °+RT lnP tidak dapat digunakan untuk menyatakan energi besas gas. Persamaan
energi bebas untuk gas nyata dapat diturunkan dari persamaan serupa, misalnya dengan
menggunakan persamaan gas van der waals, akan tetapi cara ini cukup rumit. G.N Lewis
menggunakan suatu cara yang disebut fugasitas, f. Fugasitas digunakan mirip dengan
persamaan untuk gas ideal sebagai pengganti tekanan.
G=G °+RT lnf
Penaksiran fugasitas
Pada persamaan awal diketahui
dG=VdP−SdT
Persamaan diatas dapat diaplikasikan untuk semua sistem, fase gas, kondensat, ideal atau
non ideal. Pada temperatur konstan (T =0), energi bebas Gibbs dinyatakan dengan
persamaan dG=VdP.
Pada gas ideal, PV=RT dimana V= RTP
. Subtitusi persamaan volum gas pada
persamaan energi bebas dalam T konstan menghasilkan persamaan:
dG=( RTp )dP
Integrasi dari persamaan keadaan standar menghasilkan persamaan
G=G °+RT ln( P
P0 )Tetapi, apabila tekanan parsial bernilai 1 atm dalam keadaan standar, persamaan yang
berlaku
G=G °+RT lnP
Persamaan energi bebas diatas hanya berlaku untuk keadaan ideal atau gas sempurna
saja. Jika terjadi penyimpangan keidealan, persamaan ini tidak dapat digunakan.
Meskipun keinginan untuk mempertahankan bentuk sederhana dari persamaan yang
mungkin untuk gas nyata dan gas tak ideal.
Persamaan diatas menunjukkan bahwa energi bebas G merupakan fungsi yang
linear terhadap logaritma pada tekanan gas ideal. Pengenalan fungsi yang akan digunakan
saat tekanan nyata tepat linear antara G dan fungsi logaritma dalam gas dan keadaan
sembarang. Fungsi tersebut dikenal dengan fugasitas ( f ), yang merupakan fungsi koreksi
dari tekanan.
Persamaan untuk gas ideal:
G=G °+RT lnP
Persamaan untuk gas nyata:
G=G °+RT lnf
Keadaan standar adalah keadaan nyata
untuk gas ideal, tetapi hipotesis
untuk gas nyata atau gas tak ideal.
Pada grafik letak keadaan standar
pada 1 atm, menyatakan bahwa
saat gas ideal dan gas nyata
mempunyai keadaan standar yang
sama, sehingga energi bebas Gibbs
G ° harus sama. Sehingga, dapat
dituliskan P °=f °=1atm (dalam keadaan standar).
Saat tekanan mendekati nol, nilai fugasitas tekanan. Dengan kata lain untuk gas ideal,
tekanan dan fugasitas adalah sama, dan secara fisika fugasitas adalah ukuran dari tekanan
gas nyata.
P=f , maka P →0 atau limP →0
fP
=1
Persamaan V sebagai fungsi P, maka:Volum gas nyata : V real
Jika gas ideal, volum yang mungkin : V ideal=RTP
Selisih volum molar gas ideal dengan gas nyata () adalah: α= Videal - Vreal =RTP
- V real
V real=RTP
−α dengan V=V real
Sehingga: V= RTP
−α
Subtitusi V= RTP
−α dalam persamaan dG=VdP−SdT Pada T konstan,
dG=VdP
dG=( RTP
−α )dP
Dalam keadaan gas nyata G=G °+RT lnP mempunyai penurunan rumus dG=RT lnf ,
yang bila dimasukkan dalam persamaan dG=( RTP
−α )dP menjadi,
RTdlnf =( RTP
−α)dP
Dengan integral dari tekanan awal nol sampai keadaan tertentu (p) didapat
∫P=0
P
RTdlnf=∫P=0
P
( RTP
−α)dP
RTln( fP )|P0=−∫
0
P
α dP
Besaran fP
dalam persamaan diatas disebut dengan koefisien fugasitas, .
γ= fP
Untuk gas ideal f =P, sehingga nilai γ=1, sedangkan untuk gas nyata γ ≠1, oleh karena
itu koefisien fugasitas dapat dijadikan ukuran ketidakidealan suatu gas.Semakin besar
penyimpangan koefisien fugasitas dari nilai 1, maka semakin besar penyimpangannya
pada gas ideal.
Fugasitas identik dengan tekanan. Jika tekanan semakin rendah, maka sifat gas nyata
akan semakin mendekati ideal, atau secara matematika dinyatakan dengan
limP →0
f =P
dan
limP →0
γ=1
Suatu gas mengalami kompresi, tekanan yang diamati semakin jauh dari nilai
fugasitasnya, sifat keidealannya akan semakin rendah.
Pada fP
=1dan tekanan P=0, maka
RTln( fP )=−∫
0
P
α dP
Persamaan ini dapat digunakan untuk menghitung fugasitas pada semua tekanan dan
temperatur, yang dinyatakan dalam data PVT untuk gas tertentu saja.
Fugasitas gas nyata dapat dievaluasi baik secara grafik maupun secara analitis.
1. Metode Grafika. Mengalurkan fungsi keidealan gas dengan tekanan P.
Dinyatakan dengan, R Tln( fP )=−∫
P=0
P
α dP
Sehingga diperoleh lnf =ln P+¿ ∫P=0
Pα
RTdP ¿
Dimana α=(−RTP
+V ), P adalah tekanan gas nyata, V adalah volum 1 mol gas nyata,
dan adalah perbedaan volum molar gas ideal dan gas nyata.
Koordinat sumbu X adalah tekanan, P (atm), sedangkan untuk sumbu Y adalah atau
(−RTP
+V )b. Mengevaluasi daerah antara limit integrasi
Integral dapat dievaluasi secara grafik yaitu daerah dibawah kurva yang merupakan
plot terhadap P. Dengan kata lain, dengan menghitung luas daerah dibawah kurva
antara P awal (P=0) sampai P.
2. Metode Analitis
a. Menyatakan sebagai fungsi tekanan PPerilaku gas nyata dapat dinyatakan oleh persamaan keadaan yang berbeda-beda.
Dengan menggunakan persamaan keadaan utama, integral dari persamaan
ln (fP )= ln P+ ∫0
PαRT
dP sehingga dapat dianalisis lebih lanjut untuk menemukan
fugasitas.
b. Mengevaluasi integral secara analisisSecara lebih lanjut akan dibahas mengenai metode analisis. Penulisan kembali
persamaan fugasitas, ln ( fp )=ln P+¿ ∫
p=0
pα
RTdP ¿
Berdasarkan faktor kompresibilitas,
Z=PVRT
Sedangkan mempunyai persamaan
α= RTP
−V
Subtitusi dari ketiga persamaan diatas meghasilkan persamaan,
ln ( fP )=∫
p=0
p1−Z
PdP
Z= 1 untuk gas ideal
Z= fungsi keadaan sistem gas nyata, denganZ=f (P ,T )
Dalam beberapa persamaan keadaan untuk gas tak ideal:
PVRT
=1+B2 P+B3 P2+………
PVRT
=1+C2
V+
C3
V 2 +………
Dimana Bi' sdan C i
's disebut sebagai koefisien virial dan hanya bergantung pada
temperatur.
Pada tekanan rendah atau kerapatan kondisi pertama dan kedua sudah cukup
meggambarkan keadaan:
PVRT
=1+B2 P PVRT
=1+C2
V
Dengan demikian, menjadi mungkin untuk menevaluasi integral secara analitis.
Contoh soal:
1. Penghitugan keadaan untuk gas tak idealSuatu gas mengikuti persamaan keadaan: PV=RT+BP
Dengan B adalah tekanan bebas dan merupakan fungsi temperatur. Manakah yang
berhubungan dengan persamaan diatas yang tidak benar?
Jawab:
Fungsi yang tidak sesuai dengan persamaan diatas adalah
Fungsi l n( fP )=∫
0
P1−Z
PdP dimana Z=PV
RT
Dengan PV=RT+BP
PVRT
=1+ BPRT
dapat ditulis dengan Z=PVRT
=1+ BPRT
Maka untuk persamaan l n( fP )=∫
P=0
P1−Z
PdP menjadi,
l n( fP )= BP
RT
Sehingga
fP
=exp( BPRT )
...................fungsi ke-1 benar
Dari fungsi ke-1 dapat dijabarkan menjadi:
fP
=exp( BPRT )=1+ BP
RT+ 1
2 ( BPRT )
2
+…….
Dari fungsi diatas didapatkan,fP
=1+ BPRT
...................fungsi ke-2 benar
fP
=exp( BPRT ) f
P=1+( BP
RT ) fP
=ln( BPRT ) f
P=Z
fP
=ln( BPRT )
Menggunakan fungsi ke-2, disubtitusikan degan persamaan PV=RT +BP,
fP
=1+ BPRT
fP
=RT+BPRT
=PVRT
=Z
Sehingga didapat fP
=Z
...................fungsi ke-3 benar
2. Persamaa Van der Waals Persamaan yang paling kuat pada keadaan yang menggambarkan sifat dari gas nyata
tidak lain adalah persamaan Van der Waals:
(P+a
V 2 ) (V−b )=RT
Dimana nilai a dan b konstan dengan karakteristik pada tiap gas. Persamaan yang
diambil dari pertimbangan sifat gas nyata:
Perbedaan dalam sifat fisik antara gas ideal dan gas nyata
Gas ideal Gas nyataVolum partikel
Interaksi partikel
Volum rendah
Tidak terdapat interaksi
Volum terbatas
Ada Interaksi antara partikel
Dalam persamaan diatas, mana konstanta yang berhubungan dengan fakta bahwa
partikel gas nyata yang menempati volum terbatas?, mana konstanta yang
berhubungan dengan koreksi pada interaksi partikel-partikel?.
Jawab:
b merupakan konstanta yang berhubungan dengan volum terbatas dari partikel-
partikel gas nyata.
Sedangkan a merupakan konstanta yang berhubungan dengan koreksi pada interaksi
antar partikel-partikel.
Latihan soal
1. Pada persamaan virial untuk gas hidrogen pada temperatur 298K pada tekanan antara 0 sampai 1 atm dituliskan sebagai:
PV=RT (1+6,4 ×10−4 P)
a). Hitung fugasitas gas hidrogen pada 100 atm dan 298K.
Jawab:
Untuk 𝑃𝑉=( 1+6,4×10−4 P ¿, makaPVRT
=(1+6,4 ×10−4 P)
Z=¿ (1+6,4 × 10−4 P)Persamaan fugasitas dengan dari tekanan 0 atm sampai 1 atm
l n( fP )=∫
0
pZ−1
PdP
l n( fP )=∫
0
1Z−1
PdP
l n( fP )= Z−1
P |10l n( f
P )=(Z−11 )−( Z−1
0 )l n( f
P )=(Z−11 )−0
Mensubtitusi persamaan Z=¿ (1+6,4 × 10−4 P) dalam persamaan diatas:
l n( fP )=(Z−1
1 )l n( f
P )=( 1+6,4 ×10−4 P−11 )
l n( fP )=6,4 ×10−4 P
l nf −lnP=6,4 × 10−4 P
l nf =6,4 × 10−4 P+lnP
l nf =6,4 × 10−4× 100 atm+ln 100 atm
l nf =0,064+4,605
l nf =4,669
f =106,591
Jadi fugasitas hidrogen pada tekanan 100atm dan suhu 298K sebesar 106,591
b). Hitung perubahan energi bebas yang berhubungan dengan kompresi 1 mol hidrogen
pada temperatur 298K dari tekanan 1 atm sampai 100atm.
Jawab:
dG=RTdlnf diintegrasi menjadi
∆ G= ∫P=1
P=100
RTdlnf
∆ G=RTlnf|10Dalam persamaan tidak terdapat fungsi P, namun dalam penghitungan sebelumnya
telah diketahui bahwa pada P=1 atm nilaif =1 pada dan P=100 atm nilai
f =106,591, sehingga,
∆ G=8,314 Joule mol−1 K−1 ×298 K × ln 107
∆ G=2477,572× 4,673
∆ G=11577,694 Joule
2.2 Fungsi Termodinamika dalam Campuran
2.2.1 Aktivitas dan Potensial Kimia
Pembahasan fugasitas sebagai fungsi yang berguna dalam kajian fase pada gas
nyata menjadi dasar pembahasan aktivitas dan potensial kimia. Konsep fugasitas dapat
melalui fase padat dan larutan. Perhatikan gambaran proses vaporasi zat A dalam fase
padat berikut:
A (c )=A ( g )∆ GA
Di mana c adalah fasa padat dan ∆ GA adalah perubahan energi bebas Gibbs molar
pada proses vaporisasi.
Pada kesetimbangan, tekanan dari zat A dalam fase gas adalah tekanan uap jenuh
zat A pada temperatur T seperti yang terlihat pada Gambar 1. Sehingga persamaannya
∆ GA=GA (g )0 −GA ( c )
0 =0
GA ( g )0 = energi bebas molar zat A dalam bentuk gas saat P = PA
0
GA ( c )0 = energi bebas molar zat A dalam bentuk padat dalam kondisi murni
Gambar 1.
Apabila vaporisasi terjadi pada zat dalam kondisi larutan seperti Gambar
2. maka tekanan uap zat A fase gas adalah PAtemperatur T sehingga
persamaannya
∆ GA=GA (c)−GA (g )=0
Dimana GA (c)adalah energi bebas molar dari zat A dalam larutan dan GA (g) adalah
energi bebas molar dari zat A pada fase gas.
Gambar 2.
Persamaan perubahan energi bebas dapat dihubungkan dengan perubahan zat A
dalam bentuk padatan menjadi bentuk larutan cair atau pun padat.
A (zat murni) A dalam larutan
Fase gas PA0
Padatan A (murni)
gas
PA PB
Larutan A dan B
∆ GA=GA (c)−GA (c )0 =¿ GA (g)−GA ( g )
0
dG=RT d ln f maka GA (c)−GA (c )0 =RT ln¿
Sehingga GA (c)=GA (c )0 +RT ln ¿
Persamaan tersebut linier dengan fugasitas pada fase uap.
Dengan demikian dapat ditentukan definisi dari fugasitas pada fase membeku
baik padatan maupun larutan murni sama dengan fugasitas uap dalam kondisi
setimbang.
Berikut ini adalah fungsi aktivitas yang didefinisikan sebagai,
Dalam sistem reaksi kimia khususnya sistem metalurgi, tekanan uapnya tidak
tinggi sehingga dapat dikatakan bahwa f =P. Dengan demikian fungsi aktivitas juga
dapat didefinisikan sebagai
GA (c)=GA (c )0 +RT ln ¿
a i=¿
a i=¿
f ≅ P
Melalui fungsi aktivitas maka persamaan energi bebas molar A dapat ditentukan
berdasarkan aktivitas.
GA (c) adalah energi bebas molar dari A dalam larutan dengan konsentrasi pada
saat tekanan uapnya PA. Istilah juga dikenal sebagai energi bebas molar parsial dari A
yang dilambangkan GA dan disebut juga potensial kimia yang dilambangkan dengan μi
Gi = μi = Gi (c )0 +RT ln ai
Persamaan di atas berlaku untuk larutan baik gas, cair, maupun larutan padat.
Pada fase gas, dimana Pi0 adalah tekanan uap standar dari zat i yaitu 1 atm maka
a i=Pi
maka persamaan μi untuk gas sempurna yaitu
μ=μ0+RT lnP
P0
Persamaan di atas hanya berlaku untuk gas sempurna. Walaupun demikian jenis
rumus yang sama dapat digunakan untuk menyatakan kebergantungan potensial kimia
gas nyata terhadap tekanan. Melalui rumus berikut ini dapat dinyatakan fungsi Gibbs
sistem yang terdiri atas gas-gas nyata. Tekanan yang sebenarnya P digantikan dengan
tekanan efektif yang disebut fugasitas f.
μ=μ0+RT lnf
P0
Perubahan tekanan uap dan komposisi dalam larutan bergantung bagaimana
interaksi antar spesi di dalam larutan. Atom atau molekul di dalam larutan berinteraksi
dengan atom atau molekul yang lainnya. Seperti pada grafik di bawah ini, i-j adalah
larutan biner. Apabila i-i, i-i, j-j interaksinya sama atau identik maka proporsi tekanan
uap akan linier dengan proporsi konsentrasi. Apabila interaksi i-j lebih lemah dari
interaksi i-i maka larutan akan lebih aktif dan mudah menjadi uap. Apabila interaksi i-j
GA (c)=GA (c )0 +RT ln ¿ = GA ( c )
0 +RT ln aA
lebih kuat dari interaksi i-i maka larutan kurang aktif dan sulit menjadi uap. Oleh karena
itu dapat digambarkan seperti Gambar 3.
Gambar 3
Berdasarkan definisi aktivitas, hubungan PiNi dapat dikonversi dalam hubungan
aiNi. Aktivitas memperlihatkan seberapa aktif atau efektif konsentrasi zat yang
dirumuskan sebagai berikut:
a i=γ i N i
Dimana γ idisebut sebagai koefisien aktivitas. Nilai dari koefisien aktivitas adalah ukuran
luas deviasi dari perilaku larutan ideal dan γ merupakan prinsip dasar penting dalam
termodinamika kimia. Variasi koefisien aktivitas dengan temperatur dan komposisi
umumnya didapatkan dari eksperimen.
Soal dan Jawaban
1. Tekanan uap dari padatan perak murni dan padatan perak-palladium alloy mengikuti
fungsi temperatur:
Padatan perak murni : log P =−13700
T+8,73(torr)
Padatan perak-palladium alloy (NA= 0,8) : log P =−13800
T+8,65(torr)
a. Hitung aktivitas perak dalam alloy saat 1150 K. Padatan perak murni merupakan
kondisi standar untuk perak dalam alloy!
Jawab:
log P =−13700
T+8,73(torr)
log P =−13700
1150+8,73 (torr )
maka Pi0 = 6,56.10-4 ( torr )
log P =−13800
T+8,65(torr)
log P =−13800
1150+8,65 (torr )
maka Pi = 4,47.10-4 ( torr )
aktivitas = a i=¿ = 4,47.10−4
6,56.10−4 = 0,67
b. Hitung koefisien aktivitas perak pada alloy saat 1150 K!
Jawab:
a i=γ i N i
γ Ag= 0,670,8
=¿ 0,84
2. Larutan A-B biner. Pada suhu 600 K, tekanan parsial dari A dalam berbagai
komposisi adalah sebagai berikut:
Asumsi bahwa energi bebas dari A murni pada 600 K adalah mendekati 0. Hitunglah
potensial kimia dari A dalam larutan pada N A = 0,6
Jawab:
PA0 saat N A =1 adalah 4,9.10-4 (atm )
PA saat N A = 0,6 adalah 2.10-4 (atm )
a i=¿ =2.10−4
4,9.10−4 = 0,41
Gi = μi = Gi (c )0 +RT ln ai
μi = 0 + 8,314 J/mol.K . 600 K. Ln 0,41
μi = - 4450 J/mol
3. Koefisien aktivitas dari cairan Zn dalam alloy Zn-Cu pada suhu 1070-1300 K mengikuti
persamaan:
RT ln ƔZn = 31600 NCu2
Hitung tekanan uap dari Zn di atas larutan biner Cu-Zn dari NZn = 0,3 pada 1280 K.
Tekanan uap dari cairan murni Zn adalah
log P = −6620
T - 120 log T + 12,34 (torr)
Jawab:
NCu = 1 - NZn = 1 – 0,3 = 0,7
RT ln γZn = 31600 NCu2
8,314 J/mol K . 1280 K ln γ Zn= 31600 .0,72
γ Zn = 0,233
aZn = γ Zn . NZn
= 0,233.0,3
= 0,07
log P = −6620
T - 120 log T + 12,34 (torr)
log P = −66201280
- 120 log 1280 + 12,34 (torr)
= 3,25
P = 1790 (torr)
.aZn=¿
.PZn = 0,07. 1790
= 125,35 torr
2.2.2. Sifat Parsial
Sifat termodinamika komponen dalam larutan bervariasi komposisinya karena
berubahnya lingkungan dari setiap jenis atom atau molekul akan merubah komposisi.
Perubahan gaya interaksi antara atom atau molekul tetangga dengan perubahan
komposisi menghasilkan variasi termodinamika larutan. Sifat termodinamika komponen
yg dimiliki dalam larutan disebut sifat parsial.
Kita anggap campurat zat itu adalah larutan yang tidak bereaksi satu sama lain.
Satu dalam keadaan murni, satu lagi di dalam suatu larutan. Dalam banyak proses, kita
sering melakukan pencampuran, yaitu, gas, cairan atau padat. Oleh karena itu, terkait
dengan sifat termodinamika dari komponen dalam larutan , kita dapat melihat jumlah
molar parsial dari volume, energi, entalpi, entropi dan energi bebas.
Volume merupakan besaran yang paling mudah untuk di visualisasikan. Molar
volume bahan murni dapat diukur dengan mudah. Ketika zat dengan jumlah yg sama
dimasukan ke dalam larutan, kemungkinan volumenya tdk yang sama. Contohnya,
Volume campuran antara 100 mL air dengan 100 mL etanol adalah bukan 200 mL tetapi
190 mL.
Volume larutan secara umum tidak hanya melihat jumlah dari volume masing-
masing komponen, akan tetapi mempertimbangkan larutan biner yang mengandung nA
AAAAA
AAAAA
AAAAA
AAAAA
AAAAA
AAAAA
A A A A A A A A A
A AA AA
A A A A A A A A A
Jumlah molar parsial Entropi (S)
Jumlah molar parsial Volume (V)Jumlah molar parsial Energi (U)Jumlah molar parsial Entalpi (H)
Jumlah molar parsial Energi Bebas (G)
Air 100 mL
25oC
Etanol 100 mL
25oC
Air + Etanol 200 mL ?
25oC+ =
mol A dan nB mol B, maka volume larutannya adalah V. Seperti dalam contoh gambar
dibawah ini, volume A, dnA, sangat kecil sehingga penambahan jumlah tambahan ini
tidak mengubah konsentrasi larutan ke tingkat yang cukup, akan tetapi mengakibatkan
peningkatan volume larutan pada suhu dan tekanan konstan (dv), dV kemudian dapat
dianggap sebagai volume oleh mol dnA dari A dalam larutan komposisi tertentu (nA),
dengan kata lain, dnA mol A bertindak dalam larutan seolah-olah memiliki volume dV.
Volume ini disebut volume molar parsial A dan dilambangkan dengan simbol
Volume parsial bergantung pada komposisi larutan. Jika komposisi berubah, maka
nilai volume parsial juga berubah dengan T, P dan nB tetap konstan selama proses
tersebut. Volume ini adalah fungsi keadaan dengan variabel T dan P untuk sistem
tertutup, atau dengan variabel T, P, nA dan nB untuk sistem terbuka.
SISTEM TERTUTUP : Sebuah sistem yang tidak memungkinkan adanya transfer
materi antara sistem dan lingkungan.
SISTEM TERBUKA : Sebuah sistem yang memungkinkan adanya transfer
materi antara sistem dan lingkungan.
VnA
nB
dnA
Persamaan serupa dapat diturunkan untuk semua properti intensif lain seperti H, S, dan
G.
Kombinasi
DiferensiasiPerbandingan
= 0
Persamaan Gibbs - Duhem
Semua hubungan termodinamika umum dapat diterapkan dengan modifikasi minor
simbolis
pada jumlah molar parsial. Contohnya :
Untuk menentukan jumlah molar parsial dari data pada jumlah molar integral sering
menggunakan metode grafis.
Dalam dua komponen A-B sistem, jumlah molar larutan atau jumlah integral molar (Y)
pada P dan T konstan diplot terhadap mol fraksi B (nB) pada gambar.
Metode ini terbukti dalam menentukan parsial jumlah molar. Misalkan mol A nA
A dan mol B nB dicampur untuk membentuk suatu larutan biner pada T dan P konstan.
Perubahan total energi bebas, GM yang terkait dengan pencampuran, dapat diperoleh
dengan cara sebagai berikut:
Membagi dengan nilai total mol
Diferensiasi
adalah perubahan energi bebas molar dari i untuk merubah keadaan yang
awalnya keadaan standar menjadi keadaan larutan terhadap suatu komposisi tertentu. Ini
disebut parsial molar energi bebas pencampuran atau parsial molar energi bebas relatif i.
Persamaan ini disebut integral molar energi bebas molar relatif atau molar energi bebas
campuran. Metode grafis tangensial yang telah diterapkan untuk penentuan jumlah
parsial molar dari jumlah integral molar i juga dapat berlaku untuk jumlah relative.
Untuk larutan komposisi tertentu, entropi parsial molar relatif dapat ditentukan dari data
kegiatan pada temperatur yang berbeda.
Contoh soal :
1. Sebuah wadah yang memiliki tiga kompartemen berisi 1 mol gas A, 2 mol gas B dan
3 mol gas C, masing-masing pada temperatur dan tekanan (298K sama dan 1 atm).
Pemisah antara ketiganya diangkat dan gas dibiarkan bercampur. Hitung perubahan
energi bebas Gibbs GM. Asumsikan gas bersifat ideal.
Jawab :
GM = Na GM A + NB GM B + NC GM C GMi = RT ln ai
ai = Pi (untuk gas)
Pi = NiP (untuk gas ideal)
GM = RT (nA ln NA + nB ln NB + nC ln NC)
GM = 8,314 . 298 [ 1 ln (1
1+2+3) + 2 ln (
21+2+3
) + 3 ln (3
1+2+3)]
GM = 2477,572 (-1,79 1– 2,197 – 2,079)
GM = 2477,572 (-6,067)
GM = - 15031,429 J/mol
2. Volume larutan KCl encer pada molalitas m (m mol KCl pada 1 kg air) diberikan
oleh suatu persamaan
V = 1,003 + 27,15 m + 1,744 m2 (cm3)
a. Hitung volume molar parsial KCl pada (m = 0,5)
b. Hitung volume molar parsial KCl pada larutan yang tak terhingga encer
Jawab :
Vi=¿P,T,ni
a. VKCl = 27,15 + 3,488 m
VKCl = 27,15 + 3,488 (0,5)
VKCl = 27,15 + 1,744
VKCl = 28,894 cm3mol-1
b. VKCl = 27,15 + 3,488 m
VKCl = 27,15 + 3,488 (0)
VKCl = 27,15 cm3mol-1
3. Koefisien aktivitas seng dalam campuran seng-tembaga cair dalam rentang
temperatur dari 1.070 menjadi 1.300 K dapat dinyatakan sebagai berikut :
RT ln ƳZn = -31.600 N2Cu Dimana R = 3,314 J mol-1 K-1
Hitung aktivitas Cu dalam Cu-Zn larutan biner NCU = 0,7 pada 1300 K.
Jawab :
NCu dGCu + NZn dGZn = 0
GMi = Gi - Go
i
dGMi = dGi pada T konstan
NCu dGMCu + NZn dGM
Zn = 0 GMi = RT ln ai
NCu d ln aCu + NZn d ln aZn = 0 a = ɣi Ni NCu + NZn = 1
a = ɣi
NCu d ln ɣCu + NZn d ln ɣZn = 0
RT ln ɣZn = -31.600 N2Cu
d ln ɣ Zn=(−73200RT )NZndNCu dNCu = - dNZn
∫N Cu=1
N Cu=N Cu
d ln ɣ Cu = ∫N Zn=0
N Zn=N Zn
(−73200RT ) NZndNZn
RT ln ɣCu = -31600 N2Zn
ln ɣCu = (−31600RT ) N2
Zn
ln ɣCu = ( −316008,314 . 1300 )0,32
ɣCu = 0,77
a = ɣCu NCu
a = 0,77 x 0,7
a = 0,54
2.3. Tingkah Laku Larutan
2.3.1. Larutan Ideal
Kita mengetahui bahwa proses penguapan untuk A :
Hasil kombinasi potensial kimia,
μA (l)=μA (l)¿ +RTln( PA
PA¿ )
Larutan ideal adalah larutan yang memenuhi Hukum Raoult pada semua rentang
konsentrasi. Menurut Hukum Raoult, tekanan uap jenuh berbanding lurus dengan fraksi
molnya.
Raoul t ' s law :PA
PA¿ =N A
μA (l)=μA (l)¿ +RTln N A
Pengaruh tekanan pada potensial adalah sangat kecil, sehingga
μA (l)¿ =μA (l)
°
Mengingat definisi dari aktivitas,
a A=PA
PA¿
Dengan demikian, dari Hukum Roult
a A=N A
Contoh 1.
Prove the following statement:
When components are mixed to form an ideal solution at constant temperature, no heat is
absorbed or released.
Jawaban.
GiM=Gi−Gi
°=RTlnai
Untuk larutan Ideal,
GiM=Gi−Gi
°=RTlnN i
Sehingga,
H iM=( ∂ (Gi
M
T )∂( 1
T ) )=RlnN i
(tidak bergantung pada T)
H iM=H i−H i
°=0
H i=H i°
(tidak ada panas yang diserap maupun dilepas)
Contoh 2.
Prove the following statement :
If species A behaves ideally in the whole composition range of A-B binary solutions,
the species B also behaves ideally.
Jawaban.
Persamaan Gibbs-Duhem :
N A dGA +NB dGB=0
N A dGAM+NB dGi
M=0
GiM=RTlnai
N A dRTlna A+N B dRTlnaB=0
a A=N A dlnaA=dlnN A dN A
N A
=−dN B
N A
−dN B+N B dlnN B=0
dlnaB=dNB
N B
=dlnN B
dlnaB=¿dlnN B+constant
Selama NB→ 1, aB → 1, maka, constant = 0
aB=N B
B juga berlaku ideal.
Latihan.
1. Liquids A and B are completely miscible and forms an ideal solution. The vapour pressures of two liquids are 2xl0-3 atm and 5xl0-3 atm at temperature T, respectively. Calculate the mole fraction of A in liquid phase when the vapour pressure is 4x10 -3
atm.Jawaban.
Pi=N i Pi¿
P¿tal=PA+PB
Ptotal=N A PA¿ +NB PB
¿
N A+N B=1
N A=1−N B
4 ×10−3=(1−N B ) 2× 10−3+N B5×10−3
4 ×10−3=2× 10−3−2× 10−3 N B+5×10−3 N B N B=0.67 N A=0.33
2. An ideal solution is made of 79mol% of A, 20mol% of B and lmol% of C at 298K and latm.
1) Calculate the relative partial molar free energy of A, GMi.
2) Calculate the relative integral molar free energy of the solution, GM.
3) Calculate the relative partial molar entropy of A, SMA.
Jawaban.
1) Mengingat,
Gi=Gi°+RTlna i dan Gi
M=Gi−Gi°=RTlnai (ai =Ni untuk lar. Ideal)
GiM=RTln N i
GiM=3.314 J /molK × 298 K × 0,79
GiM=−584 J /mol
2) Mengingat,
GM=∑ N i GiM
GM=RT ∑ N i lnai
GM=RT ∑ N i lnN i
Sehingga,
GM=RT (N A lnN A+N B lnN B+NC LnNC)
GM=(8.314 )(298)(0.79 ln 0,79+0.20 ln0.20+0.01 ln 0.01)
GM=−1,373 J /mol
3) Mengingat,
1356
1320
Cu
Cu
Cu
Cu Cu
∆H1
∆S1
∆H2
∆S2∆S3
∆S4
∆H3
∆H4
∆H actual path∆S
Cu(s) Cu(l) Cu(in solution)
SiM=R ln N i untuk larutan ideal
SiM=(8.314 ) ln 0,79=1.96 J /molK
3. A liquid gold-copper alloy contains 45 mol% of copper and behaves ideally at 1,320K. Calculate the amount of heat absorbed in the system when l g of solid copper is dissolved isothermally at this temperature in a large bath of the alloy of this composition. The following data given :
CP,Cu(s) = 22.64 + 6.28xl0-3T, J mol-1K-1
CP,Cu(g) = 31.38 J mol-1K-1
∆H°f,Cu = 12,980 J mol-1 (Heat of fusion of Cu)
Tm, Cu =1,083°C (melting point of Cu)
MCu = 63.5 (atomic weight of Cu)
Calculate the change in entropy of the system in the above process.
Jawaban.
Diagram proses Cu
Panas yang diserap
∆ H=∆ H 1+∆ H 2+∆ H 3+∆ H4
∆ H 1=∫1320
1356
CPCu(s)dT
∆ H 2=∆ H f Cu°
∆ H 3=∫1356
1320
CPCu(l)
∆ H 4=0 larutan ideal
K
Sehingga
∆ H =∫1320
1356
[CPCu(s )dT−C PCu(l) ]+∆ H f Cu°
∆ H=∫1320
1356
[ ( 22.64+6.28 × 10−3T )−(31.38 ) ] dT+12,980
∆ H =[(22.64 T+ 6.28 ×10−3
2T 2)− (31.38 T )]
1320
1356
+12,980
∆ H=12,968 J /mol
∆ H=12,96863,5
∆ H=204 J / gCu
Entropi sistem
∆ S=∆ S1+∆ S2+∆ S3+∆ S4
∆ S1=∫1320
1356 CPCu(s)
TdT
∆ S2=∆ H f Cu
°
T m
∆ S3=∫1356
1320 CPCu(l)
TdT
∆ S4=−R ln NCu
Sehingga
∆ S=∫1320
1356 [CPCu(s )−CPCu(l)
T ]dT +∆ H f Cu
°
T m
−R ln NCu
∆ S=∫1320
1356 [ (22.64+6.28×10−3T )− (31.38 ) ]T
+ 12,9801,356
−¿¿
∆ S=16.2 J /molK
∆ S=16.2/63,5
∆ S=0.26 J / gCu
4. A solution is composed of benzene (B) and toluene (T). The Raoult's law holds for both benzene and toluene. The equilibrium vapour pressures of benzene and toluene are 102.4 kPa and 39.0 kPa, respectively, at 81°C. Calculate the mole fraction of benzene in the vapour which is in equilibrium with the NB = 0.5 solution.
Jawaban.
Dari hukum Raoult.
PB=NB PB¿ =0,5 ×102.4 kPa=51.2 kPa
PT=NT PT¿ =0,5 ×39.0kPa=19.5 kPa
Ptotal=70,7 kPa
N BVapor=PB
Ptotal
=51.270.7
=0.72
2.3.2. Larutan non-ideal dan excess properties
Larutan
ai=Ni
Larutan Ideal
ai=γiNi
γi=1
ai≠Ni
Larutan Non-ideal
ai>Ni
Deviasi positif
ai=γiNi
γi>1
ai<Ni
Deviasi negatif
ai=γiNi
γi<1
Pengetahuan tentang variasi nilai γ dengan suhu dan komposisi merupakan bagian
yang penting dalam termodinamika larutan. Selanjutnya timbul pertanyaan, bagaimana
mengungkapkan besarnya penyimpangan nilai dari perilaku ideal. Sebagaimana telah
dibahas di bagian sebelumya, dalam larutan ideal, gaya tarik menarik antara molekul
yang sama dalam larutan adalah sama dengan antara molekul dalam fase murni. Oleh
karena itu pengaruh komponen i pada larutan ideal adalah sama dengan keadaan murni.
Dari hukum Raoult,
Pi=N i Pi¿ untuk larutan ideal
Deviasi positif dicirikan dengan tekanan uap yang lebih tinggi dari yang terhitung
pada larutan ideal. Daya tarik antara molekul tak sejenis (i-j) lebih lemah daripada daya
tarik molekul sejenis (i-i atau j-j), dan pengaruh molekul lebih tinggi daripada keadaan
murni.
( P i
Pi¿ )>( P i
Pi¿ )
ideal
γ i>1
γ i N i N i
Deviasi negative, di sisi lain, dicirikan dengan tekanan uap uang lebih rendah dari
yang terhitung pada larutan ideal. Daya tarik antara molekul tak sejenis (i-j) lebih kuat
daripada daya tarik molekul sejenis (i-i atau j-j), dan pengaruh molekul lebih rendah
daripada keadaan murni.
( P i
Pi¿ )<( P i
Pi¿ )
ideal
γ i<1
Kita telah mengetahui bahwa cirri dari larutan non-ideal atau nyata berbeda
dengan larutan ideal. Untuk mengetahui penyimpangan berdasarkan larutan ideal, kita
dapat membagi bagian termodinamik campuran menjadi dua :
Y M=Y M ,ideal+Y E
Y E=Y M−Y M ,ideal
Meninjau energy bebas parsial relatif, GiM,
GiE=Gi
M−GiM ,ideal
GiM=RT ln ai=RT ln (γi N i) dan GM ,ideal=RT ln N i
GiE=RT ln γi
Bentuk ini disebut excess energy bebas molar parsial dari i, integral excess energy
bebas atau excess energy bebas larutan adalah
GiE=∑ ( N iGi
E )=RT∑ ( N i ln N i )
Dengan cara yang sama untuk menentukan HiE dan Si
E
H iE=H i
M SiE=−RT ln γi−RT ( ∂ ln ai
∂ T )P
Hubungan termodinamika umum, yang berlaku untuk jumlah molar parsial, juga
berlaku untuk jumlah berlebih,
GiE=H i
E−T S iE
( ∂ GiE
∂ T )P
=−S iE
( ∂ GiE
∂ P )T
=V iE
Bagian termodinamik campuran, YM
Kontribusi larutan ideal,
YM, Ideal
Kontribusi Excess deviasi dari larutan
ideal, YE
[ ∂ (GiE
T )∂( 1
T ) ]=H iE
Secara umum, dengan naiknya suhu, tingkat deviasi dari perilaku ideal dari
larutan non-ideal menurun.
Jadi dalam larutan, jika γ>1, maka γi menurun dengan meningkatnya T. Jika γ<1, maka γi
meningkat jika T meningkat.
Koefisien aktivitas komponen tertentu dalam larutan adalah ukuran dari interaksi yang
terjadi antara atom atau molekul dalam larutan. Jika γ i>1, maka GiE> 0 (ingat Gi
E= RT
lnγi).
Contoh 1.
Prove that, if a component in a solution exhibits positive deviation from ideality, i.e.,
γi > 1, then the solution process is endothermic.
Jawaban.
Mengingat
[ ∂ (GiE
T )∂( 1
T ) ]=H iE dan Gi
E=RT ln γi dan diketahui bahwa ( 1T )=−dT
T 2 sehingga
∂ ( RT ln γ i )∂ T
=−H i
E
T 2
Ingat bahwa, jika γi>1, peningkatan hasil T akan menurunkan γi. Jadi sisi kiri
persamaan di atas menjadi negatif dan karenanya HiE positif-endotermik. Dalam cara
yang sama, mungkin menemukan bahwa, jika γi<1, maka proses larutannya adalah
eksotermik. Jika proses larutan dalam sistem biner i-j adalah endotermik, yang tarikan i-i
dan j-j adalah lebih besar dari daya tarik i-j. Atom i berusaha untuk memiliki hanya atom
i sebagai tetangga terdekat-kecenderungan pemisahan fasa atau pengelompokan.
Jika proses solusinya adalah eksotermik, yang tarikan i-i and j-j lebih kecil dari
daya tarik i-j. Atom i berusaha untuk memiliki atom j sebagai tetangga terdekat, atom j
berusaha untuk memiliki hanya atom i sebagai tetangga terdekat - kecenderungan
pembentukan senyawa.
Latihan.
1. The excess integral molar free energy of the Ga-P binary solution containing up to 50mol% P is
GE = (-7.53 T - 2,500)NPNGa, Jmol-1
Calculate the amount of heat associated with the formation of one mole of solution
containing 20mol% P.
Jawaban.
Mengingat,
[ ∂ (GiE
T )∂( 1
T ) ]P
=H iE=−2500 N P NGa=−2500 (0,2 )(0,8)=−400 J /mol eksotermik
2. The integral molar enthalpy and entropy of the Cd-Zn liquid alloy at 432°C are described by the following empirical equations :
HM= 6,700NCdNZn - 1 ,500NZnIn NZn, Jmol-1
SM = -8.4(NCdln NCd+ NZnln NZn) Jmol-1K-1
Calculate the excess partial molar free energy of cadmium, GCdE, at NCd = 0.5.
Jawaban.
Untuk suatu larutan biner A-B
GM=N A GAM+N B GB
M
dGM=GAM dN A+GB
M dNB+N A dGAM+N B dGB
M
N A dGAM+NB dGB
M persamaanGibbs−Duhem=0
Kombinasi dua persamaan ini menghasilkan,
GAM=GM+( 1−N A ) dGM
dN A
Ingat,
GM=H M−T SM
GM=6,700 NCd N Zn−1 , 500 N Zn∈NZn+8.4(N Cd ln NCd+NZn ln N Zn)
Diketahui NZn = 1-NCd
Diferensial dan kombinasi menghasilkan
GCdM =6,700 NZn
2 +1500 N Zn+8.4 T ln NCd=−1,680 J /mol
Ingat,
GAM=RTlnaA dan GA
E=RTlnγ A
aCd=0,75=γCd N Cd γ Cd=1.5 GAE=RTlnγ A=2,380 J /mol
2.3.3. Larutan Encer
Zat terlarut dalam larutan ideal mematuhi hokum Raoult, dimana tekanan uap
komponen i dalam larutan (Pi) berbanding lurus dengan fraksi mol komponen i dan
tekanan uap murni dari i. Sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut
Pi= Ni.Pi¿
Hubungan antara fraksi mol I dengan Pi dan Pi¿ pada larutan yang ideal dapat
digambarkan dalam grafik berikut :
Hokum Raoult juga mengalami penyimpangan bagi zat
terlarut dalam larutan yang sangat encer. Pada larutan
tersebut, hukum Raoult hanya berlaku bagi pelarutnya. Hal ini
disebabkan gaya antaraksi partikel-partikel pelarut mendominasi campuran, sementara
gaya antaraksi partikel-partikel zat terlarut sangat terbatas karena jaraknya yang saling
berjauhan diantara pertikel-partikel pelarut. Kondisi tersebut menjadikan tekanan parsial
zat terlarut tidak ditentukan berdasarkan tekanan uap murninya, tapi berdasarkan tetapan
Henry sebagaimana pada persamaan dibawah. Tetapan Henry (k) besarnya tertentu untuk
setiap pasangan pelarut-zat terlarut.
Pi=k i N i
Tetapan Henry (ki) adalah kemiringan singgung ditarik dari nol konsentrasi. Apabila k i=
Pi¿ , maka Hukum Henry menjadi identik dengan Hukum Raoult. Dengan demikian,
hukum Henry mungkin dianggap lebih umum dari Hukum Raoult. Dari grafik tersebut
dapat dilihat bahwa komponen i mematuhi hukum Henry dari 0 hingga fraksi mol x.
Dalam solusi biner, jika zat terlarut mengikuti hukum Henry, pelarut mengikuti hukum
Raoult.
Latihan
Jawab :
1. a i=γ i0 N i sehingga γ A=
aA
N A PA
¿ =6 x106 atm
NA 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1Pa x106 (atm)
0,25 0,5 0,75 1,2 2 2,85 3,75 4,8 5,4 6
a A=PA
PA¿
0,0417 0,083 0,125 0,2 0,33 0,475
0,625 0,8 0,9 1
γ A 0,0417 0,0417 0,0417
0,5 0,67 0,79 0,89 1 1 1
Untuk NA dari 0,1 – 0,3 koefisien aktivitasnya konstan sehingga memenuhi Hukum
Henry. Sedangkan untuk NA dari 0,8 – 1 memenuhi Hukum Raoult.
2. ac=γ c N c
a. log ac = log γ c+ log Nc
log γ c=log( N c
1−2N c)+ 1180
T−0,87+(0,72+ 3400
T)( Nc
1−N c
)
karena pada pada larutan encer maka Nc = 0 maka
log γ c=1180
T−0,87
log γ c=11801873
−0,87
γ c0=0,575
2.3.4. Persamaan Gibbs-Duhem
Pada bagian 2.2.2 telah dijabarkan mengenai bentuk umum dari persamaan Gibbs-
Duhem yaitu sebagai berikut
Kedua persamaan terakhir sangat berguna dalam penentuan aktivitas komponen. Jika
aktivitas satu komponen diketahui pada range komposisi, maka dimungkinkan untuk
menentukan aktivitas dari komponen lain dengan menggunakan salah satu dari
persamaan. Persamaan tersebut dapat diselesaikan dengan integrasi grafik dibawah ini.
Persamaan Gibbs-Duhem dengan konstanta aktivitas, daripersamaan dapat diselesaikan
menggunakan grafik integrasi dibawah ini :
Dengan metode ini, perhitungan daerah di bawah kurva akan menjadi lebih akurat.
Darken dan Gurry telah memperkenalkan fungsi baru yang disebut fungsi alpha (α)
Latihan
Penyelesaian:
1. ln γA = 12
α 2 N B2 +1
3α 3 N B
3 ln γB =
12(α¿¿2+α3)N A
2 −13
α 3 N A3 ¿
Sehingga ln γCd = 0,42 NZn2 +0,3 N Zn
3
NCd = 0,1 sehingga NZn = 1- NCd = 0,9
ln γCd = 0,42(0,9)2 + 0,3 (0,9)3
γCd = 1,75
2. N sn d H SnM+N Bi d H Bi
M=0
H M=N sn H SnM +NBi HBi
M
d NSn+d NBi= 0
H SnM=H M+(1−NSn)¿
H SnM=400 NSn N Bi+(1−NSn)¿
H SnM=400 NBi
2 = 400 (0,7)2 = 196 J/mol
2.3.5. Model Larutan
Aktivitas komponen i dalam larutan berhubungan dengan konsentrasi i dalam
larutan dan penentuan variasi γi dengan T dan komposisi dalam termodinamika kimia.
Beberapa permodelan telah dikembangkan untuk menghubungkan koefisien aktivitas
komponen larutan dengan suhu dan komposisi larutan. Terdapat dua model yaitu model
SoIution Reguler dan Margules formalism.
SoIutions reguler
Beberapa larutan menunjukkan bahwa pencampuran pada larutan ideal adalah acak, akan
tetapi panas total yang diserap tidak sama dengan nol. Larutan tersebut mengikuti model
solution regular.
Ω disebut parameter interaksi dan tidak terikat oleh komposisi dan suhu.
Dengan membandingkan energi bebas berlebih dengan kelebihan entalpi, maka dapat
diperoleh persamaan
Parameter interaksi terbukti independen terhadap suhu. Untuk solusion regular, aktivitas
pada satu suhu dapat dihitung, jika aktivitas di lain suhu diketahui
Margules Formalisme
Margules menyarankan rumus deret pangkat untuk mengekspresikan aktivitas komposisi
variasi solusi biner:
Menerapkan persamaan Gibbs-Duhem dengan mengabaikan koefisien α, γ, β, lebih tinggi
dari i=3 sehingga diperoleh persamaan
Latihan
Penyelesaian : 1. a.GE=H M=¿Ω NZn.NCd
Ω= H M
N Zn N Cd
NZn 0,06 0,09 0,15 0,37 0,61 0,76 0,86 0,95
HM (J/mol) 493 714 1.126 1.985 2.030 1.585 1.039 423
Ω (J/mol) 8741,1 8717,1 8831,4 8515,7 8532,9 8689,7 8629,6 8905,3
Jadi Ω rata-rata = 8695,5 J/mol
b. RTlnγZn = Ω NCd2
8,314 . 723 . ln γZn = 8695,5 (0,7)2
Ln γZn = 0,70881
γZn = 2,03 aZn=γ Zn N Zn
aZn=2,03 x 0,3=0,61
2. γ i=a i
N i
γ i0= lim
N i → 0γ i ln γ i
0= limN i → 0
ln γ i
ln γ A ¿ 12
α 2 NB
2
+13
α 3 N B3 dengan N B=1 N A=0
Maka ln γ A=12
α 2+13
α3
ln γB ¿ 12(α¿¿2+α3)N A
2 −13
α 3 N A3 ¿ dengan N B=0 N A=1
Maka ln γB=12
α 2+16
α3
Kemudian ln γ A=12
α 2+13
α3 deng an ln γ B=12
α2+16
α 3 dieliminasi sehingga
diperoleh persamaan :
α 2=4 ln γ B0 −2 ln γ A
0 dan α 3=6 (ln γ A0 −ln γ B
0 )
Maka α 2=4 ln (0,75 )−2 ln (0,54)= -1,89