papua “the last frontier”perpustakaan-wwf-region-sahul-papua.com/assets/upload/...h a l a m a n...
TRANSCRIPT
D A L A M E D I S I
I N I
Pengembangan
Ekowisata Bird-
watching Isio
Hill’s Didukung 7
BUMN
1
FEATURE :
Melihat Burung
Ikonik Papua
Menari di Alam
Bebas
2
Geliat Kampanye
Penggunaan
Aksesori Imitasi
Cenderawasih
4
ESD : Bermain
Sambil Belajar Di
Green Office
WWF-Indonesia
Region Sahul
4
Potret Usaha
Mebel Lokal
Berprinsip Lestari
Di Yapen
5
Dalam 2 Bulan
Produksi Biji
Kakao Kelompok
Tani Srukumani
Naik 75 %
6
Sekilas Edisi
Mendatang
6
PAPUA “THE LAST FRONTIER” D E S E M B E R 2 0 1 7 E D I S I # 1
© W
WF-
Ind
on
esia
/ N
ata
lie J
. TA
NG
KEP
AYU
NG
terbatas di kawasan hutan dataran rendah bagian utara Papua sehingga jenis ini dimasukkan sebagai jenis endemik. Para wisatawan yang berkunjung dapat memantau langsung empat jenis Burung Cenderawasih di lokasi Isio Hiils yaitu Cenderawasih Raja (Cincinnurus regius), Cenderawasih Kecil (Paradisea minor), Cenderawasih Mati Kawat (Celecoudis melanoleuca) dan Cenderawasih Paru Sabit Paruh Putih (Epimachus bruijnii).
Disamping melakukan pendampingan bersama Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup kabupaten Jayapura untuk men-dorong kegiatan pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat adat yang berkelanjutan, WWF Indonesia Program Papua, Dinas Kehutanan Provinsi Papua dan pemilik hak ulayat, telah melakukan pemancangan 8 Pal batas permanen untuk lokasi yang akan di usulkan menjadi wilayah kelola hutan adat Yawadatum wilayah Grime Kabupaten Jayapura Provinsi Papua, seluas 19.000 ha untuk pengelolaan ekowisata pemantauan burung Rhepang Muaif. Upaya tersebut dan ditambah dengan dukungan dari BUMN diharapkan mampu mendorong pengelolaan kampung ekowisata dan pemberdayaan masyarakat adat di Rhepang Muaif menuju kampung wisata percontohan dalam kawasan hutan adat yang pertama di Jayapura dan di Papua.
Sentani – Pengembangan kawasan ekowisata “Bird Watching Isio Hill’s” yang bertempat di kawasan Rhepang Muaif, Distrik Nimbokrang, Kabupaten Jayapura saat ini menjadi strategis. Peningkatan jumlah wisatawan baik lokal Indonesia, PT. Garuda Indonesia, PT. Bank BNI Tbk. PT. Pembangunan Perumahan, PT. Wijaya Karya, PT. Bank Mandiri Tbk., dan PT PLN, sepakat memberikan dukungan untuk pengembangan Ekowisata.
Dukungan ini meliputi pembangunan infrastruktur dian-taranya pembangunan menara pemantau, jembatan dan jalur lintas alam, rumah penginapan, sekolah alam, dan pengembangan sarana telekomunkasi. Dalam pengembangan kapasitas, pengel-ola ekowisata yang merupakan masyarakat adat Rhepang Muaif dibekali dengan berbagai pelati-han seperti pelatihan administrasi dan menejemen keuangan serta kegiatan pemberdayaan masyara-kat untuk mendukung pengem-
bangan ekonomi kreatif terutama untuk kelompok perempuan. Serta program pendidikan bagi anak-anak dan pemuda dari suku-suku di wilayah tersebut.
Sebagai lokasi Bird-watching atau pemantauan bu-rung, kawasan ini memenuhi dua kriteria penting sebagai syarat Daerah Penting Burung (DPB) yakni terdapat jenis-jenis burung terancam punah seperti jenis Kasuari Gelambir Tunggal (Casuarius unappendiculatus), Rajawali Papua (Harpyopsis novaeguineae), Mambruk Victoria (Goura victoria), selain itu terdapat jenis Cenderawasih Paruh Sabit Paruh Putih (Epimachus bruijnii) yang men-dekati terancam (near threat-ened). Juga terdapat jenis-jenis burung sebaran terbatas yang merupakan karakteristik dari suatu bioma tertentu/kawasan Daerah Burung Endemic (DBE), seperti jenis burung Nuriara Pipi-kuning (Psittaculirostris salvadorii) dengan sebaran
PENGEMBANGAN EKOWISATA BIRDWATCHING ISIO HILL’S DIDUKUNG 7 BUMN
©WWF—Indonesia / Ade SANGADJI
H A L A M A N 2
©W
WF-
Ind
on
esia
/ N
atal
ie J
TA
NG
KEP
AYU
NG
Cenderawasih Mati Kawat
(Celecoudis melanoleuca)
Pemantauan
burung lebih dari
sekedar melihat
jenis aneka burung
tetapi bagaimana
habitat burung
serta interaksi
burung dengan
habitatnya.
MELIHAT BURUNG IKONIK PAPUA MENARI DI ALAM BEBAS
burung lebih dari sekedar
melihat jenis aneka burung
tetapi bagaimana habitat bu-
rung serta interaksi burung
dengan habitatnya. Singkat
kata pemantauan burung
adalah rangkaian kenikmatan
wisata penuh pengalaman
unik dan paket komplit yang
bisa dirasakan manfaatnya
secara fisik dan psikologis.
Bagi orang awam yang
berkunjung ke Kampung Rhe-
pang Muaif, Distrik Nim-
bokrang, Kabupaten Jayapu-
ra, adalah seperti halnya kam-
pung pada umumnya.
Kegiatan pembangunan infra-
struktur mulai terasa di kam-
pung ini. Listrik dan teknologi
komunikasipun sudah relatif
mumpuni. Gejolak pem-
bangunan modernpun sudah
mulai terasa di kampung yang
hanya berjarak sekitar 100 km
dari pusat kota kabupaten
Jayapura. Sedikit pesimis untuk berpikir
bahwa di kawasan hutan kampung Rhe-
pang Muaif masih bisa dijumpai burung
cenderawasih di alam bebas. Tidak
tanggung-tanggung kawasan ekowisata
Rhepang Muaif menawarkan peman-
tauan empat jenis burung cenderawasih
sekaligus yaitu Cenderawasih Raja
(Cincinnurus regius), Cenderawasih Kecil
(Paradisea minor), Cenderawasih Mati
Kawat (Celecoudis melanoleuca) dan
Cenderawasih Paruh Sabit Paruh Putih
(Epimachus bruijnii).
Wisata birdwatching bukanlah
jenis wisata baru, melainkan
jenis wisata yang cukup dikenal
dan disukai segmen pasar ter-
tentu. Tidaklah mudah memba-
yangkan bagaimana menikmati
pemandangan burung-burung
di alam bebas mengingat habi-
tat burung-burung yang se-
makin terbatas akibat alih
fungsi kawasan hutan. Bird
watching atau yang dikenal
dengan pemantauan burung
bukanlah wisata yang hanya
cukup dibayangkan melainkan
dialami sendiri. Pemantauan
Usai acara, Perwakilan Kementrian BUMN, perwakilan tujuh BUMN, CEO WWF-Indonesia, Pemerintah Kabupaten Jayapu-ra yang diwakili oleh Kepala Dinas Ling-kungan Hidup Kabupaten Jayapura, Direktur WWF-Indonesia Papua Program, melakukan penanaman pohon buah-buahan di lokasi ekowisata. Rombongan pun didampingi oleh Pak Alex Waisimon, berkesempatan melihat-lihat sekolah alam yang diperuntukan bagi anak-anak dan kaum muda di Rhepang Muaif sebagai sarana transfer pengetahuan lokal terkait lingkungan dan budaya asli Rhepang Muaif.
Perwakilan BUMN yang hadir mem-berikan dukungan pengembangan ekowisata “Bird Watching Isio Hill’s” kepada kelompok masyarakat Isio Hill yang diwakili oleh Pak Alex Waisimon sebagai inisiator ekowisata peman-tauan burung di Rhepang Muaif. Pada acara serah terima dukungan tersebut turut hadir Perwakilan Kementrian BUMN, Staff Khusus III, Ibu Devy Su-radji, yang menyampaikan bahwa dukungan tersebut merupakan komit-men BUMN dalam mensejahterakan masyarakat melalui gerakan nyata BUMN “Hadir Untuk Negeri”. Hadir pula CEO WWF-Indonesia, Rizal Malik yang mengapresiasi dukungan BUMN dan berharap dukungan tersebut
©WWF– Indonesia / Benediktus OHOIWURIN
©W
WF-
Ind
on
esia
/ A
ria
NA
GA
SAST
RA
©WWF—Indonesia / Ade SANGADJI
Penanaman pohon
oleh perwakilan
BUMN, dan Pak Alex
Waisimon
H A L A M A N 3
©W
WF—
Ind
on
esia
/ N
atal
ie J
TA
NG
KEP
AYU
NG
Tumbuhan
Palem
disisi jalur
lintas alam
Jenis terakhir merupakan jenis cenderawasih yang memiliki sebaran terbatas dan merupakan jenis endemik. Tak sampai di situ saja, terdapat juga wisata untuk pemantauan beberapa jenis burung selain cenderawasih seperti jenis Rangkong, Rajawali papua, Kakak Tua, Nuri dan jenis burung lainnya.
Antusias makin besar apalagi disebutkan bahwa wisata alam tersebut bisa dijumpai hanya dengan 30 menit perjalanan saja. Bagaimana mungkin? karena bukan saja jenis burung cenderawasih yang sangat sen-sitif, tapi kebanyakan burung pun akan menghindar menjauh dari areal pemukiman maupun jalan utama dimana truk dan ken-daraan besar lainnya hilir mudik. Makanya tak heran jika sebagian orang harus menempuh perjalanan jauh ke dalam hutan dan menunggu berhari-hari lamanya untuk melihat jenis burung tertentu.
Persiapan memantau burung di Rhepang Muaif tidaklah sesulit yang dibayangkan. Persiapannya pun cukup sederhana. Ber-modalkan lotion anti nyamuk, sepatu sport atau boot karet bila musim hujan, sudah cukup bahkan semua perlengkapan seder-hana tersebut sudah disediakan oleh pihak pengelola di sana termasuk peralatan untuk meneropong burung.
Waktu pemantauan sebaiknya dilakukan pada dinihari sekitar pukul 04.15 pagi, di Rhepang Muaif jarak pandang sudah cukup terang untuk melihat lingkungan sekitar, sehingga tanpa menggunakan lampu pun tidak masalah. Menuju areal pemantauan burung ditempuh dengan berjalan kaki pada jalur lintas alam yang telah ditentukan.
ketika baru saja memasuk jalur lintas sudah disambut dengan ramainya kicauan burung jenis cenderawasih kecil dan jenis burung
©W
WF—
Ind
on
esia
/ A
de
SAN
GA
DJI
lain yang bersahut-sahutan. Segera otakpun menjadi rileks, sementara kaki terus melangkah menyusuri jalur sambil sesekali mendongak keatas melihat pe-pohonan kalau-kalau ada burung yang melintas karena kicauannya terdengar begitu dekat dan membuai.
Tidak sampai lima menit perjalanan
pemandu wisata sudah mengarahkan
untuk naik ke pondok pemantauan.
Saatnya memantau Cenderawasih Mati
Kawat. Pondok pemantauan dibuat
menggunakan tiang-tiang pancang yang
cukup tinggi. Menaiki tangga dengan
sudut elevasi lebih dari 45 derajat mem-
butuhkan tambahan upaya karena ben-
tuk pondok yang menjulang lebih me-
nyerupai menara. Bukan tanpa alasan
dibuat seperti itu, karena cenderawasih
jenis ini pun hanya hinggap di batang
pohon yang tinggi. Di dalam pondok
pemantauan yang beratap dari daun
sagu, dibuat beberapa lubang untuk
pemantauan. Satu aturan yang berlaku
yakni, tenang tanpa suara, karena bu-
rung cenderawasih sangat sensitif ter-
hadap suara.
Melihat burung yang menjadi ikon Pa-
pua ini begitu melenakan. Warna kuning
di bagian ekor begitu cerah saat ling-
kungan sekitar masih redup karena sinar
matahari yang belum tampak. Belum
lagi bagian ekor yang seperti kawat-
kawat yang kaku, panjang ikut bergerak
kesana-kemari. Burung ini tidak bisa
diam sebentar, senantiasa menggerak-
kan ekornya, dan terus berkicau. Begitu-
lah caranya untuk mencari perhatian
sang betina. Dijamin ketika melihatnya
lewat teropong tidak akan bosan
melihat pesona dan gerakannya.
©W
WF—
Ind
on
esia
/ A
de
SAN
GA
DJI
Kembali pada jalur lintas perjalanan selan-
jutnya, kali ini melewati beragam jenis pa-
lem di sisi jalan. Ketika melalui tanah ber-
lumpur sisa hujan semalam, batang-batang
rotan cukup membantu sebagai tempat
tangan bertumpu. Matahari sudah mulai
tampak, masih dengan kicauan yang riuh
rendah tiba-tiba pemandu menyuruh ber-
henti dan berjalan perlahan. Ketika menoleh
dan mendongak keatas, sekumpulan burung
Cenderawasih Kuning Kecil di pepohonan
tinggi yang rimbun. Ternyata dari situlah
sumber kicauan barusan. Refleks beberapa
dari kami mengeluarkan kamera dan tanpa
sadar kerumunan kami yang sibuk men-
eropong dan mengambil gambar sedikit
mengganggu, beberapa cenderawasih pun
terbang meninggalkan pohon.
Untuk alasan itu pulalah maka jumlah
wisatawan untuk memantau burung dibatasi
jumlahnya. Sontak pemandu menyuruh ka-
mi untuk sedikit melangkah berlindung
dibawah pepohanan agar tak terlihat. Tak
berapa lama beberapa burung kembali,
menunggu kedatangan burung betina. Tern-
yata menurut pemandu yang merupakan
warga lokal Rhepang Muaif pohon tersebut
diistilahkan sebagai pohon kawin. Pohon
yang biasa dijadikan tempat kawin bagi bu-
rung cenderawasih.
Perjalanan kemudian dilanjutkan kembali,
kali ini menuju daerah pemantauan semua
burung. Konon dari situ bisa melihat aneka
jenis burung termasuk juga beberapa jenis
burung cenderawasih. Pun jangan berpikir
akan melihat burung di menara pemantauan
lagi, melainkan bisa melihat langsung dalam
hamparan landsekap hutan..
(Bersambung , bulan depan : Melihat
Cenderawasih Paruh Sabit Paruh putih
yang mendekati terancam punah)
Area Pemantauan
semua burung,
tempat Rajawali
Papua melintas
H A L A M A N 4
P A P U A “ T H E L A S T F R O N T I E R ”
©W
WF—
Ind
on
esia
/ B
lan
din
a I
PA
TTY
Noken dan Madu , produk hasil
hutan non kayu
cenderawasih sebagai bentuk dukungan pelestarian burung cenderawasih. Apalagi saat ini WWF-Indonesia tengah men-dorong pengembangan ekowisata pemantauan burung Cenderawasih di beberapa kabupaten di Papua.
Selain produk hasil hutan kayu yang dipamerkan, da-lam pameran yang secara resmi dibuka Oleh Gubernur Papua, Lukas Enembe , S.IP, WWF-Indonesia pun turut memfasilitasi kelompok masyarakat dampingan da-lam memamerkan produk hasil hutan non kayu. Ke-hadiran mama – mama pen-grajin Noken ( tas anyaman tradisonal Papua) dengan aneka kreasi nokennya dari kampung ekowisata Rhepang Muaif, juga pengrajin aksesori imitasi burung Cen-drawasih memiliki magnet tersendiri. Masyarakat pun antusias dalam kampanye penggunaan asesoris imitasi
Jayapura—Dinas Kehutanan Provinsi Papua bersama WWF Indonesia Program Papua mengikuti Pameran Pekan Pembangunan Papua yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Papua pada tanggal 21 – 25 November 2017. Ber-tempat di Gelanggang Olahraga (GOR) Cenderawasih, Jayapura, WWF-Indonesia Pro-gram Papua memaparkan be-berapa program-program kerja dalam 5 tahun terakhir. Per-wakilan kelompok masyarakat adat yang tergabung dalam Koperasi Serba Usaha Yera Asai, salah satu KSU damp-ingan WWF-Indonesia, juga turut hadir memaparkan hasil produksi mebel berprinsip lestari.
Salah satu pengunjung ikut
dalam kampanye aksesori
imitasi cenderawasih
GELIAT KAMPANYE PENGGUNAAN
AKSESORI IMITASI CENDERAWASIH
©W
WF—
Ind
on
esia
/ B
lan
din
a I
PA
TTY
BERMAIN SAMBIL BELAJAR DI “GREEN OFFICE”
WWF-INDONESIA PROGRAM PAPUA
Sentani- Pagi itu, kantor WWF-Indonesia
Program Papua di ramaikan dengan suara
riuh rendah anak-anak kelas 4 SD Kristen
Permata Jayapura. Kunjungan siswa
berejumlah 17 orang yang didampingi
seorang guru pendamping ini langsung dis-
ambut oleh Nixon Dasem, staff WWF-
Indonesia Program Papua. Mereka begitu
larut dalam menyimak video pengelolaan
sumber daya alam berbasis kearifan lolal.
Sesekali berbisik antar teman mengomenta-
ri. Begitu juga ketika melihat video hemat
energi.
“Sekolah kami memiliki program belajar
diluar kelas tiga bulan sekali, dan kali ini
kunjungan kami ke kantor WWF untuk bela-
jar tentang hemat energi”, terang ibu guru
Wiwik, disela mendampingi siswa dalam
kunjungan tersebut. Sementara itu, Bagi
Thresia Fonataba, banyak hal yang baru ia
ketahui, “saya pikir hemat energi cuma
tutup rapat kran air saja, tapi matikan kipas
angin saat tidak ada orang yang pakai juga
hemat energi” ujarnya sambil tersenyum. Ia
berjanji akan mulai belajar hemat energi di
rumah.
Usai pertunjukan video, dilanjutkan dengan
permainan edukatif ular tangga bertemakan
pelestarian lingkungan. Berbinar-binar mata
James Saidui, menerima hadiah gantungan
kunci WWF-Indonesia saat berhasil menang
permainan ular tangga. Teman-temannya
pun sangat bergembira bergiliran bermain,
hingga tak terasa sudah dua jam mereka
menghabiskan waktu belajar dan bermain.
Kunjungan siswa sekolah merupakan
partisipasi langsung masyarakat sebagai
bagian dari program Education for Sustaina-
ble Development (ESD). WWF – Indonesia
Program Papua bersama Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan Kabupaten, saat ini sedang
memfasilitasi penerapan kurikulum muatan
lokal lingkungan hidup di sekolah-sekolah
dasar formal di tujuh kabupaten, yakni Ka-
bupaten Asmat, Wondama, Nabire, Abun,
Jayapura, Yapen, dan Sarmi. Melalui pro-
gram ini diharapkan dapat menumbuhkem-
bangkan kesadaran akan pentingnya peles-
tarian sumber daya alam melalui pendidikan
berkelanjutan sejak dini.
©WWF—Indonesia / Ade SANGADJI
H A L A M A N 5
©WWF—Indonesia / Yunus INWASEF
Perkembangan industi mebel
khususnya di Wilayah Kabupaten
Kepulauan Yapen mengalami
perkembangan yang cukup signifikan. Di
Serui saja, ibu kota kabupaten Kabupaten
Kepulauan Yapen, dalam 10 tahun terakhir
saja telah terjadi peningkatan jumlah
pengrajin mebel hingga dua kali lipat.
Hasil studi yang dilakukan WWF-Indonesia
Program Papua pada bulan Februari 2017,
mencatat saat ini terdapat 14 unit usaha
mebel yang tersebar di Serui dan
sekitarnya. Hal ini dapat dilihat dari
semakin meningkatnya jumlah pengrajin
mebel di wilayah Serui dan sekitarnya.
Menariknya dari studi terungkap fakta
bahwa pelaku usaha mebel dimiliki oleh
pengusaha non Papua. Sementara itu
keterlibatan orang Papua asli sebatas
karyawan.
Menjawab tantangan tersebut,
masyarakat Kampung Asai dan tokoh adat
berinisiasi mendirikan Koperasi Serba
Usaha (KSU) Yera Asai sejak tahun 2009,
dengan usaha pokok di bidang kehutanan,
jasa lingkungan, peternakan, pertokoan,
perikanan dan perkebunan. Serta merupa-
kan salah satu KSU yang mendapatkan Ijin
Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu
Masyarakat Hukum Adat (IUPHHK-MHK)
oleh Pemerintah Provinsi Papua melalui
Pergub No. 92 Tahun 2011 tanggal 19 Juli
2011 dengan luas 2500 hektar.
Untuk mewujudkan
pengembangan usaha mebel di KSU Yera
Asai, WWF-Indonesia Papua Program
telah beberapa kali memfasilitasi
pelatihan dan mendatangkan secara
langsung instruktur permebelan dari BLK
Propinsi Papua ke kampung Asai untuk
memberikan pelatihan permebelan
kepada masyarakat kelompok KSU Yera
Asai. Selain itu, juga telah membangun
satu unit fasilitas (sarana dan prasarana)
usaha pengolahan kayu dan gudang
penyimpanan hasil pengelolaan kayu
yang pembangunannya telah selesai pada
bulan Oktober 2017.
Saat ini usaha mebel yang
dikelola dan dijalankan oleh masyarakat
kelompok KSU Yera Asai mampu untuk
memproduksi produk-produk mebel
seperti; kursi, meja, tempat tidur, rak
piring pintu, jendela, bingkai kaca dan
lemari. Produk-produk tersebut kemudian
dipasarkan ke kampung-kampung di
pesisir wilayah Kabupaten Kepulauan
Yapen dengan harga yang bervariasi mulai
dari ratusan hingga jutaan rupiah.
Masyarakat menyadari bahwa secara
ekonomi, penjualan kayu dalam bentuk
mebel lebih menguntungkan daripada
dalam bentuk bahan baku. Untuk itu
penebangan pohon disesuaikan dengan
kebutuhan produksi mebel (Limit
production) dan menerapkan prinsip
Ruduce Impact Logging (RIL). Menurut
ketua kelompok KSU Yera Asai bapak
Terianus Ayomi, bahwa dari satu kubik
kayu Merbau (Intsia spp.) yang dijual
dengan harga 3 juta, mereka hanya
menerima separuhnya atau 1,5 juta,
setelah dipotong biaya tenaga kerja dan
transportasi. Nilai berbeda diperoleh
ketika kayu tersebut dijual dalam bentuk
mebel, yaitu mencapai 10-15 juta.
Meskipun demikian, masih ada beberapa
kendala dalam upaya pengembangan
usaha mebel KSU Yera Asai seperti belum
lengkapnya alat-alat produksi permebelan
serta susah dan tingginya harga BBM di
kampung.
Selain KSU Yera Asai, WWF -
Indonesia Papua Program melalui melalui
program commmunity forestry juga
mendampingi enam kelompok KSU
lainnya yang tersebar di Kabupaten
Kabupaten Jayapura, Sarmi, Marauke dan
Kabupaten Asmat. Melalui kegiatan
tersebut nantinya diharapkan kelompok
masyarakat tidak saja hanya dapat
memproduksi dan memasarkan produk
kayu olahan secara legal, tetapi juga dapat
memproduksi berbagai macam produk
kayu olahan melalui pendampingan
pengembangan usaha lanjutan.
©WWF—Indonesia / Yunus INWASEF
Oleh : Pesta Jubel H. Sinambela
POTRET USAHA MEBEL LOKAL BERPRINSIP LESTARI DI YAPEN
H A L A M A N 6
Hasil Produksi Kakao Kelompok tani Srukumani
dalam 2 bulan terakhir meningkat 75%. Kelompok tani
Srukamani di Kampung Soaib, Distrik Kemtuk, Kabupaten
Jayapura ini adalah satu dari 4 kelompok tani dampingan
WWF Indonesia dalam program budidaya kakao secara
organik. Secara umum target ekspor kakao organik dari
seluruh kelompok tani dampingan baru bisa memenuhi 3
ton dari 15 ton permintaan ekspor setiap tahun. Meskipun
belum berkontribusi banyak dalam memenuhi kebutuhan
ekspor, peningkatan produksi ini sangat memotivasi petani
kakao di kelompok tani Srukumani dan kelompok tani
lainnya.
Sebenarnya tidak ada upaya atau strategi khusus yang dil-
akukan kelompok tani Srukumani. Mereka hanya berusaha
secara konsisten menerapkan ilmu yang di dapat dalam
pelatihan-pelatihan yang pernah diikuti terutama dalam
perawatan tanaman dan pembersihan areal pertanian.
Selain itu, bertambahnya petani aktif turut berpengaruh
dalam peningkatan tersebut. Sebelumnya hanya beberapa
petani saja dalam kelompok tani Srukumani yang aktif
menjadikan pertanian kakao sebagai sumber mata pen-
caharian utama. Seiring berjalannya waktu, ketika mereka
melihat sendiri bagaimana perkembangan kelompok tani
dampingan termasuk manfaat ekonomi yang di dapat,
maka merekapun kembali aktif dalam pertanian kakao.
Optimis jumlah ini berpeluang terus bertambah dan
meningkatkan jumlah hasil produksi dimasa mendatang,
mengingat beberapa kelompok tani baru ataupun anggota
kelompok tani yang berinisiatif untuk masuk dalam project
dampingan WWF – Indonesia.
Tantangan selanjutnya bagi WWF-Indonesia adalah mem-
bantu para anggota kelompok tani Srukumani dalam
pengelolaan keuangan. Saat ini telah dilakukan sosialisasi
pengelolaan keuangan melalui Credit Union. Diharapkan
kelak para petani bisa mengelola keuangannya secara baik,
sehingga hasil ekonomi bisa mereka nikmati sekarang dan
berkelanjutan, terutama untuk pendidikan anak-anak di
masa mendatang.
DALAM 2 BULAN PRODUKSI BIJI KAKAO
KELOMPOK TANI SRUKUMANI NAIK 75%
©WWF—Indonesia / Hadi FERNANDUS
Taman Pesisir Jeen Womom memiliki dua segmen pantai
yang merupakan tempat peneluran penyu belimbing
terbesar di Pasifik Barat yaitu Pantai Jeen Syuab dan pantai
Jee Yessa.
SETIAP BULAN JANUARI—FEBRUARI RIBUAN TELUR PENYU
BELIMBING DI JEEN SYUAB ABUN HILANG ! Puncak musim peneluran penyu di Pantai Jeen Yessa pada
bulan Juni dan Juli sedangkan Puncak Peneluran penyu
belimbing di Jeen Syuab pada bulan Desember – Januari.
Berdasarkan hasil survey setiap tahun yang dilakukan oleh
WWF-Indonesia Program Papua kantor Sausapor, diketahui
setiap bulan Januari – April terjadi gelombang laut yang
tinggi di pesisir utara kepala burung pulau Papua, kondisi
ekstrim yang terjadi di Pantai Jeen Syuab ini dipengaruhi
oleh musim panas di benua Australia dan musing angin
utara. Akibat hal ini telur- telur penyu yang diletakkan di
bulan November – Desember rusak dan terhempas ke
permukaan akibat abrasi air laut. (HF)
Temukan Informasi lengkap
tentang penyelamatan sarang
penyu, di edisi Januari 2018 !
Elektronik Newsletter besutan WWF—Indonesia Pro-
gram Papua, Papua “The Last Frontier”, kembali hadir.
Sebagai media komunikasi dan kampanye upaya kon-
servasi dan pembangunan berkelanjutan yang dil-
akukan oleh WWF—Indonesia bersama mitra di Tanah
Papua, E-Newsletter dalam Bahasa Indonesia dan
Inggris secara regular akan terbit pada minggu per-
tama setiap bulannya.
Untuk mendapatkan E-Newsletter setiap bulannya, sila
hubungi :
Ade Erawati Sangadji
Email : [email protected]
H A L A M A N 7
Kontributor :
Pesta Jubel H. Sinambela
Blandina Isabella Patty
Kornelis Kindem
Hadi Fernandus
Foto :
Yunus Inwasef
Aria Nagasastra
Blandina I Patty
Hadi Fernandus
Benediktus Ohoiwurin
Natalie J Tangkepayung
Editor dan Tata Letak :
Ade Erawati Sangadii