par contoh filed note tanah

7
Bahan bacaan Contoh catatan lapangan Kode File: Tanah/Petani/01 Judul: Kunjungan ke Rumah Ye! "e#od$ %a#a !umbe#: Kelua#ga Ye! "e#od$ &aktu: 1' (ei '00) Bebe#apa ha#i $ang lalu didampingi dengan !eo#ang ibu* aku be#ang "e#od$ untuk menjajaki !oal+!oal $ang be#kenaan dengan labo !ede#hana tanah, Ye! be#mukim di de!a Cha#enc$* !ekita# -00 km pe#jalanan da# di tengah+ tengah pegunungan Ju#a* tak jauh da#i Be!an.on dan da#i pe#bata!an u ma!uk lagi ki#a+ki#a ' km ke dalam, e!a Cha#enc$ ini te#di da#i 1 kelua#ga 2)3 penduduk4, Kemudian aku ketahui bah5aYe!!endi#i pe#nah dipilih !ebagai kepala kotap#aja* atau i!tilah P#anci!n$a* 6mai#e7 de!a Cha#enc$* kepala de!a Ketika kami tiba* p#ia $ang be#jenggot panjang ini be#!ama !alah hampi# !ele!ai makan malam, Ye! men$ambut hangat kedatangan kami* min i!t#in$a tak bi!a tu#ut men$ambut* ka#ena !edang beke#ja* dia beke#ja Ye! mempe#!ilahkan kami untuk ikut makan juga* tapi kami menolakn$a* !udah makan, Rumah kelua#ga itu lua!* be#tingkat dua* ada halaman $ang pegunungan $ang be#!ih, Ye! makan di pe#anginan $ang dibikin !antai pada mu!im pana!, i dalam #umah* di lantai ba5ah* ada #uang m #uang tamu* !edang di lantai ata! ada bebe#apa kama#+kama# tidu#* Ja9u men$iapkan buat kami dua kama# tidu#* tapi kami bilang cukup !emacam pail$un $ang digabung dengan #umah pokok* itulah labo Ye!, $ang menghadap ke jalan memang dituli! BR 2Bu#eau de Reche#che! de g#icole < Bi#o Penelitian untuk Pe#kembangan Pe#tanian4, Ye! dilahi#kan pada tahun 1=)0* di P#anci!, a$ahn$a !eo#ang milite#* ban$ak bepe#gian, >!ia 1) ha#i dia !udah di ba5a ke lua# da#i P#anci! ke b tahun ba#u balik lagi ke P#anci!, ia kemudian pe#gi lagi dan menamatkan !ekolah ( d kota aigon $ang !eka#ang be#nama kota "o Chi (inh* lalu kembali ke P# mene#u!kan !tudi di ?nie#!ita!* belaja# geologi dan tamat di kota %an ban$ak beke#ja dengan PBB* anta#a lain pe#nah mengu#u!i boat people !ampai ke Kalimantan* $aitu ke B#unei a#u!!alam, @#ang+o#ang boat people diba5an$a ke Auiana P#anci!, Kemudian Ye! menjadi kon!ultan bagi badan+badan PBB, ekita# lalu dia mendi#ikan apa $ang dinamakan Bu#eau de Reche#che! de ;elo g#icole 2Bi#o Ri!et dalam eelopment Pe#tanian4 dan menjadi kon!ultan baik b #e!mi P#anci! !e#ta lua#nege#i 2al, PBB4 mau pun p#iat, nta#a lain d pada in!tan!i nega#a 2 i#ection epa#temental d 9uipement4 $a pendapatn$a dalam hal p#o$ek+p#o$ek bangunan jalan #a$a mau pun bangu penduduk, ebelumn$a aku memang penah menca#i a#tikel+a#tikel di Aoogle pe# dia te#n$ata memang pun$a nama di dunia ini, ebagai ahli* geolog mau pendapat+pendapat Ye! itu kadang kala dianggap 6aneh7* ba#u te#bukti te#n$ata bena#, (i!aln$a* ada p#o$ek untuk membangun penduduk di !uatu lembah* !etelah meninjau dae#ahn$a* Ye! mengatakan

Upload: nurfazlina

Post on 01-Nov-2015

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

PAR Contoh Filed Note Tanah

TRANSCRIPT

Teman-teman,

Bahan bacaanContoh catatan lapangan

Kode File: Tanah/Petani/01Judul: Kunjungan ke Rumah Yves Herody

Nara sumber: Keluarga Yves Herody

Waktu: 12 Mei 2005

Beberapa hari yang lalu didampingi dengan seorang ibu, aku berangkat ke rumah Yves Herody untuk menjajaki soal-soal yang berkenaan dengan labo sederhana untuk penyelidikan tanah. Yves bermukim di desa Charency, sekitar 400 km perjalanan dari Paris, di tengah-tengah pegunungan Jura, tak jauh dari Besanon dan dari perbatasan Suisse. Dari jalan utama masuk lagi kira-kira 2 km ke dalam. Desa Charency ini terdiri dari 13 keluarga (58 penduduk). Kemudian aku ketahui bahwa Yves sendiri pernah dipilih sebagai kepala kotapraja, atau istilah Prancisnya, maire desa Charency, kepala desa.

Ketika kami tiba, pria yang berjenggot panjang ini bersama salah seorang putranya hampir selesai makan malam. Yves menyambut hangat kedatangan kami, minta maaf bahwa istrinya tak bisa turut menyambut, karena sedang bekerja, dia bekerja sebagai kader jururawat. Yves mempersilahkan kami untuk ikut makan juga, tapi kami menolaknya, karena memang sudah makan. Rumah keluarga itu luas, bertingkat dua, ada halaman yang luas, dengan udara pegunungan yang bersih. Yves makan di peranginan yang dibikin khusus untuk bersantai-santai pada musim panas. Di dalam rumah, di lantai bawah, ada ruang makan yang biasa, ruang tamu, sedang di lantai atas ada beberapa kamar-kamar tidur, Jaqueline, istri Yves, sudah menyiapkan buat kami dua kamar tidur, tapi kami bilang cukup satu saja. Di depannya, semacam pavilyun yang digabung dengan rumah pokok, itulah labo Yves. Di tembok rumah yang menghadap ke jalan memang ditulis BRDA (Bureau de Recherches de Dveloppement Agricole Biro Penelitian untuk Perkembangan Pertanian).

Yves dilahirkan pada tahun 1950, di Prancis. ayahnya seorang militer, banyak bepergian. sia 15 hari dia sudah di bawa ke luar dari Prancis ke berbagai negeri, umur 13 tahun baru balik lagi ke Prancis. Dia kemudian pergi lagi dan menamatkan sekolah SMA di kota Saigon yang sekarang bernama kota Ho Chi Minh, lalu kembali ke Prancis untuk meneruskan studi di Universitas, belajar geologi dan tamat di kota Nancy. Setelah itu Yves banyak bekerja dengan PBB, antara lain pernah mengurusi boat people sampai ke Kalimantan, yaitu ke Brunei Darussalam. Orang-orang boat people dibawanya ke Guiana Prancis. Kemudian Yves menjadi konsultan bagi badan-badan PBB. Sekitar 20 tahun yang lalu dia mendirikan apa yang dinamakan Bureau de Recherches de Dvelopment Agricole (Biro Riset dalam Development Pertanian) dan menjadi konsultan baik bagi instansi-instansi resmi Prancis serta luarnegeri (al. PBB) mau pun privat. Antara lain dia menjadi konsultan pada instansi negara DDE (Direction Departemental dEquipement) yang sering kali meminta pendapatnya dalam hal proyek-proyek bangunan jalan raya mau pun bangunan permukiman penduduk.

Sebelumnya aku memang penah mencari artikel-artikel di Google perihal diri Yves ini, dia ternyata memang punya nama di dunia ini. Sebagai ahli, geolog mau pun ahli pertanahan, pendapat-pendapat Yves itu kadang kala dianggap aneh, baru beberapa tahun kemudian terbukti ternyata benar. Misalnya, ada proyek untuk membangun kompleks permukiman penduduk di suatu lembah, setelah meninjau daerahnya, Yves mengatakan bahwa di daerah itu tak bisa dibangun rumah-rumah penduduk, karena tanahnya lembab, padahal orang melihatnya tanahnya tidak lembab. Bentuknya seperti jurang bertanah lempung. Yves mengajukan pertimbangan-pertimbanganya mengapa sekarang tak terlihat kelembaban itu, tapi karena lempung jadi seperti termos, makan efeknya di kemudian hari akan terlihat tanah itu lembab. Pendapat-pendapat Yves itu kadang memang tak kelihatan langsung, karena itu orang kadang tak mendengarkannya, atau dianggap aneh, tapi sesungguhnya selalu ada alasan-alasan yang kalau dipikirkan lebih jauh ternyata sangat plausible.

Yves mengatakan dirinya bukan penganut mainstream, makanya di Prancis ini dia ada kesulitan dengan sistim yang berlaku. Dia terkenal di banyak negeri, menurut keterangannya, dia bekerjasama dengan orang/instansi dari 200-an negara, tapi di Prancis sering dianggap pupuk-bawang. Yves sendiri merasa, bahwa dalam perkembangan pertanian, Prancis menerapkan sistim pemikiran tunggal ( la pense unique ) yang sangat merugikan. Dia mengaku dirinya sebagai autonomist, dari kata otonomi, dengan kata lain mandiri. Mengapa pemikiran dia , atau methode Herody, itu mengganggu ketentraman orang. Ke pada kami dia juga menanyakan apa yang kami cari dan kami hendaki. Dia katakan, methode dia ada orang cocok, dan kalau begitu senang belajar, tapi banyak orang, setelah melihat secara kongret, merasa tidak cocok. Sebagai seorang authonomist ini, bagi Yves yang terpenting yalah bagaimana petani itu bisa mandiri. Methode dia hanya mengajarkan prinsip-prinsipnya, dia tidak memberikan resep-resep, tapi dengan prinsip-prinsip itu seorang agriculteur Prancis, misalnya, bisa mengobservasi tanah milik dirinya, lalu dengan mengenal betul tanahnya itu dia akan tahu bagaimana mengerjakan tanah. Karena tanah memang tak boleh dikerjakan secara sembarang semau kita sendiri, kadang harus dikerjakan dan dibalik secara mendalam, kadang tak perlu diluku dalam-dalam, tergantung dari kwalitas tanah itu sendiri. Perlu atau tidak diberi pupuk, bagaimana memberinya, dan seberapa banyak. Setiap tanah punya kekhususannya masing-masing, tak bisa sembarangan tanam apa yang kita mau. Ada tanah yang baik untuk ditanami anggur, ada yang lebih baik ditanami gandum, atau sayur-sayuran atau sekadar cuma rumput, dll dst. Bagiku, ini mirip dengan apa yang kualami di bidang kedokteran. Sumber penyakit dicarinya di luar tubuh si pasien, entah si kuman, entah si viruslah yang salah. Lalu tubuh manusia hanya dianggap sebagai ajang pertarungan antara obat-obatan (yang nota bene juga dari luar) dan sumber penyakit tadi, tanpa peduli dengan bagaimana berfungsinya tubuh si pasien itu sendiri, dan bagaimana mengembangkan faktor si tubuh itu sendiri.

Keesokan harinya Yves memberikan penjelasan-penjelasan yang lebih rinci mengenai apa yang dinamakan methode Herody, metodenya, sembali membawa kami melihat-lihat labonya.

Hal-hal yang dikembangkan Yves itu sering mengganggu orang yang sudah biasa bekerja bersandarkan pada tehnisi pertanian. Di Prancis ini, sistimnya, ada sekolah-sekolah pertanian yang memproduksi tehnisi-tehnisi. Buat seorang agriculteur cukup hanya dengan mendengarkan apa yang dibilang tehnisi, misalnya , dalam hal pupuk si tehnisi bisa memberi resep untuk memproduksi ini, maka diperlukan sekian kg azot/tahun, sekian potasium/tahun dll. Tak usah sulit-sulit mengobservasi tanah begini dan begitu ... . Ide pembimbing dari sistem di atas itu yalah kepercayaan yang membuta pada ilmu. Yves sangat kritis terhadap ilmu pengetahuan yang berlaku sekarang. Ilmu bisa dianggap telah menggantikan Tuhan, asalkan manusia mau, maka apa saja bisa diproduksi, cukup dengan bersandarkan pada pengetahuan maka tanah bagaimana pun, asalkan diberi pupuk yang begini dan begitu akan bisa menghasilkan apa yang dimaui oleh manusia.

Buat Yves, masalah antara labo atau tanah itu jelas, lebih banyak kenal tanah dan tak punya lago, daripada banyak data labo tapi nggak kenal tanah. Labo hanya pelengkap penderita saja, ibaratnya tanpa labo juga tidak apa-apa. Yang terpenting adalah observasi dan itu tak bisa cepat. Yves sering diundang ke luar negeri. Karena dia dianggap ahli yang terkenal, maka sering diminta pendapatnya tentang tanah yang begini atau begitu, mengapa koq tak sesuai dengan teori yang begini dan begitu. Dia bilang, kalau saya datang ke suatu tempat, saya bukan ahli tentang tanah itu, saya tidak tahu tanah yang ada di hadapan saya itu.

Anda, kan ahli yang terkenal di dunia, koq bilang tidak tahu.

Kalau anda tahu, silahkan, katanya, tapi buat saya, saya perlu menggali tanah itu dulu, saya perlu observasi. Dan observasi ini makan waktu, perlu observasi pada musim hujan, pada waktu kering, pada waktu musim dingin ... , jadi buat saya memang makan waktu. Terlebih-lebih lagi kalau mau tahu benar tentang suatu tanah, diperlukan satu siklus tetumbuhan, dari penebaran semai, sampai panen. Dia ingat, ada seorang professor Kuba, orang besar yang mengajar di Universitas di Kuba, yang hanya dengan menggerakkan kakinya, menceker-ceker sedikit, mengatakan dia sudah tahu tanah yang di hadapannya. Yves mengambil contoh, bahwa untuk membikin peta tanah seluas 100 000 ha, dia telah membuat 200 000 lobang!

Pernah, untuk memahami tanah Kanada, dia memerlukan jangka waktu selama 5 tahun. Karena segala teori tak ada yang cocok. Mengapa dia membutuhkan waktu 5 tahun untuk memahami tanah Kanada, karena dibutuhkan beberapa kali panen untuk melihat betul-betul apa yang tak beres, lalu yang lebih penting lagi, teori yang dia kenal selama ini memang samasekali tak cocok dengan tanah Kanada. Secara geologis tanah Kanada ini tanah yang jauh lebih tua dari tanah-tanah yang ada di Prancis, atau di Jura misalnya, atau-tanah-tanah tropis yang dia kenal. Di sini pengetahuannya sebagai geolog telah sangat membantunya. Buat Yves, kalau teori tak cocok dengan tanah, atau kalau adca soal antara tanaman yang tak mau tumbuh dengan teori ini dan itu, yang salah bukan tanah atau tanaman yang bersangkutan, yang salah teorinya. Tanaman itu tidak bisa bohong, dia apa adanya saja, kalau semua OK dia akan tumbuh. Teori itu bisa dibikin begini dan begitu, kalau tanaman tak mau tumbuh, teorinya yang ada soal Masalah sederhana demikian, ternyata tidak begitu sederhana bagi sementara orang.

Jadi, menurut Yves, kitalah yang harus pintar-pintar membaca tanah yang ada di hadapan kita. Tak semua bisa ditanam dan tak bisa sembarangan memberi pupuk, karena kalau tidak, tanah itu bisa blokir, alias macet, akhirnya mati. Dan kerusakan tanah bisa ditimbulkan bukan hanya oleh cara penggarapan biasa. Aku mengambil segumpal tanah yang ada di labonya Yves, karena bentuknya aneh. Yves mengatakan itu tanah yang mati karena terlalu banyak diberi pupuk organis. Rupanya menggarap tanah secara bio pun, kalau tidak tepat, bisa memblokir tanah, tanah menjadi tidak gembur, bakteri atau pun cacing dan lain-lain mikro-hayati tak bisa bergerak dengan leluasa, membikin tanah menjadi mati, tanaman tak bisa hidup. Sebetulnya kalau tahu, untuk menghindari itu tidak sulit, perlu tanah itu digemburkan. Menurut Yves, bercocok tanah secara bio itu dianggap orang lebih mudah, padahal lebih membutuhkan tehnik, salah-salah sangat berbahaya

Yves pengatakan bahwa tanah Prancis, atau Eropa umumnya, masih mendingan. Sekali pun sering kali terjadi salah garap, tidak akan cepat merusak kwalitas tanahnya, karena iklimnya relatif lunak. Lain dengan tanah di negeri-negeri tropis seperti Indonesia, setahun saja salah garap, akibatnya seperti kalau di Eropa salah garap selama 25 tahun. Karena iklimnya sangat agressif, banyak hujan, matahari. Bahaya yang paling besar kalau tanah ini sudah mati, sulit untuk menghidupkannya kembali. Yang ada kelak adalah padang pasir. Betul, bahwa tanah yang kurang subur, kalau dikerjakan secara baik-baik, kesuburannya akan meningkat. Tapi jangan lupa, untuk mengubah kwalitas tanah dari kurang subur menjadi lebih subur, dibutuhkan waktu yang lama, bisa seratusan tahun. Sedangkan merusak tanah cukup dengan waktu singkat saja. Menurut Yves, sesungguh-sungguhnya tidak harus ada masalah kelaparan, sebab bumi ini seandainya digarap dengan baik akan bisa memberi makan setidaknya 20 kali lipat penduduk yang ada sekarang, dan makanan yang baik kwalitasnya, sehat.

Kami dibawa meninjau labonya, terdiri dari tiga ruangan: ruangan pertama adalah ruangan di mana si tukang labo, seorang gadis yang ramah, bekerja, sedang mempersiapkan tanah-tanah untuk dieksperimenkan. Ruangan kedua adalah tempat riset Yves sendiri, penuh dengan sample batu-batuan dan berbagai macam sample tanah. Dan ruangan ketiga -- ruang kuliah Yves, banyak papan-papan dengan catatan-catatan untuk kuliah serta peta-peta tanah.

Yves mengatakan masalah labo itu sebetulnya masalah yang terakhir. Dia ambil contoh, misalnya bulan Juli ini dia akan berangkat ke Jepang Utara, ke pulau Hokkaido yang sejak beberapa tahun yang lalu memulai produksi bio. Dan tahun ini seluruh kepulauan akan beralih ke produksi bio. Yves mulai bekerjasama dengan Jepang sudah sejak 5 tahun yang lalu, berawal dari keinginan meraka untuk memperbaiki produksi susu dan keju. Aku baru tahu bahwa Hokkaido memproduksi keju. Yves mengatakan untuk memproduksi secara baik susu dan lalu keju, pertama-tama harus memperbaiki kwalitas makanan sapi, dan berarti tanah yang menghasilkan rumput untuk si sapi itu harus disehatkan. Yves mulai dari meriset tanah, memperbaiki cara penggarapan tanah, lalu mengusulkan bahwa sapi juga harus dicari yang baik. Mereka kemudian mencari sapi ke Prancis yang cocok. Ada sapi yang banyak menghasilkan susu, tapi tak tahan dingin. Lama ke lamaan kerjasama ditingkatkan, yaitu Yves diminta oleh mereka untuk mengajar. Dia bikin training beberapa kali, selama 3 tahunan, dan sekarang pemerintah setempat memutuskan agar seluruh pulau beralih ke pertanian bio. Yves akan berada di Jepang bulan Juli ini untuk itu.

Yves menunjukkan di situ, bahwa proses seluruhnya sudah berjalan selama lima tahun. Kalau mau membangun labo saja, itu mudah. Berapa kali contoh-contoh, dengan dana besar-besaran dari PBB atau negara, dibangun labo yang mentereng dengan peralatan yang canggih, ternyata semua itu menjadi besi tua saja. Seorang kenalan dia, orang Swiss yang mengelola dana publik untuk bantuan asing, mengatakan dengan sangat menyesal, bahwa Swiss banyak memberi bantuan, tapi 60 % dana itu ternyata sia-sia, sama sekali tidak ada gunanya. Belum lagi sebenarnya sekian persen dana bantuan habis dipakai oleh apa yang disebut ahli-ahli Barat. Untuk menghindari pemborosan yang luarbiasa itu, pertama-tama memang harus yakin tentang apa yang diperlukan, apa yang dibutuhkan dan apa yang mau dicari. Ada juga agriculteur yang belajar pada Yves, kemudian mundur, karena merasa terlalu rumit, mereka lebih biasa dengan cara-cara yang mereka pakai selama ini. Mereka mengundang tehnisi, tehnisi yang menganjurkan begini dan begitu, mereka cukup dengan melaksankannya.

Suatu ketika Yves ke Madagaskar. Waktu dia mulai menerangkan cara kerja dia, oleh wakil dari pemerintahan di sana dianggap itu terlalu sederhana, karena mereka telah memperoleh dana untuk membangun labo yang besar, dengan tehnologi yang canggih. Silahkan. Tetapi apa yang kemudian terjadi, labo itu tak bisa memecahkan masalah-masalah setempat. Karena menurut Yves, membangun labo gampang, tapi supaya labo itu cocok dengan apa yang dibutuhkan itu masalah lain. Di sini diperlukan adaptasi, artinyamenu, atau item apa yang dilabokan harus diadaptasi, sebab menu yang dibutuhkan di Jura misalnya, akan berbeda dengan menu di tempat itu.

Yves menunjukkan gumpalan-gumpalan tanah sebanyak 30 kg yang baru dia terima dari Columbia, dikirim oleh seorang wanita yang bertekad untuk membuat labo secara privat, dan sudah berkali-kali mengikuti training Yves, sekarang menginjak pada persiapan labo itu sendiri. Tanah-tanah ini semua perlu dianalisa, kemudian dibuatlah menu sesuai dengan tanah itu, misalnya buat tanah tropis yang perlu dianalisa adalah ini, ini, ini. Dan yang lain, yang biasa dipakai untuk tanah di Prancis ini, tak perlu. Kemudian dibuat metode analisanya begini dan begitu.

Yves sangat kritis terhadap apa yang disebut bantuan humanitaire. Memang kalau ada bencana-bencana alam bentuan humanitaire itu sangat dibutuhkan, dan sangat dibutuhkan dalam waktu yang sangat cepat. Dan yang terakhir ini tak terjadi. Yves yang memiliki pengalaman bekerja dengan instansi PBB, mengatakan bahwa untuk memobilisai topi baja biru (pasukan PBB) prosesnya sangat bertele-tele, untuk Kosovo ketika itu diperlukan waktu berlulan-bulan. Dia punya ide, sebenarnya setiap negeri punya apa yang disebut pasukan cadangan yang bisa dimobilisasi seketika, mengapa tak menggunakan itu saja? Yang terlebih penting apa yang disebut bantuan yang biasanya dikaitkan dengan pembangunan, lebih banyak sifatnya pemborosan atau menguntungkan pihak Barat saja. Padahal dana ada, dan dana sangat banyak.

Dalam kegiatannya, Yves tidak memandang ini sebagai bantuan terhadap dunia ke III misalnya. Dia menganggap ini sebagai pertukaran, pertukaran ilmu, pertukaran pengalaman.

Memang saya memberi, saya memberi ilmu yang ada pada diri saya, tapi saya juga banyak mendapat. Misalnya ilmu soal tanaman-tanaman saya sangat banyak belajar dari teman-teman Afrika.

Dalam pendanaannya, Yves juga sangat fleksibel, tapi yang jelas tak ada yang gratis. Hal itu pernah dia lakukan, tapi yang gratis itu akhirnya seringkali dianggap tak ada nilainya, dan orang jadi sembarangan. Bahwa antara instansi PBB yang banyak uang dalam meminta kursus-kursus atau konsultasi pada Yves, dengan LSM, yang keuangannya sangat-sangat terbatas memang ada jarak yang besar. Demikian juga antara ahli-hali pertanian yang ingin memperdalam ilmu dengan si penganggur yang kantongnya kosong juga ada jarak. Jadi dalam pembayaran ini supel. Bukan tidak ada tarif, tapi pelaksanaannya supel.

Misalnya.

Kursus-kursus / training Yves biasanya berjalan selama 5 hari sangat intensif, dengan tarif antara minimum 400 euro dan maksimum 760 euro. Para siswa biasanya diinapkan di hotel di dekat rumah Yves dengan biaya 240 euro / minggu / orang. Ini sudah termasuk penginapan, makan dan antar jemput dengan kendaraan hotel ke serta dari rumah Yves.

Di mana letak kesupelan dari tarif ini.

Seorang penganggur, misalnya, sudah tentu tak bisa membayar 400 euro, maka Yves mengatakan, bayar terserah bagaimana, mau sebulan 50 euro, mau kapan-kapan kalau sudah dapat pekerjaan, mau bagaimana terserah. Ada orang yang kemudian memang dapat pekerjaan, datang ke tempat Yves, menunjukkan hasil-hasil produksinya. Tapi nampaknya masih juga berat membayar utang 400 euro, beberapa tahun lagi datang, mengatakan:

Yves, sekarang aku bisa bayar, hasil produksiku baik dan stabil.

Yves menceritakan, suatu waktu dia sedang berada di Benin (Afrika). Sebuah LSM Togo ibu-ibu yang bergerak di mikro-kredit mengontak, ingin mengundang. Yves mengajukan syarat agar perjalanan ke dan dari Togo diusahakan mereka, serta penginapan dan makan ditanggung. Sedangkan mengenai kursusnya, sudah tentu tak terjangkau, tapi bayarlah kalian dengan tarif seandainya kalian mengundang seorang ahli Afrika, artinya dengan tarif lokal. Sekali pun tidak ringan mereka lakukan. Untuk samasekali meringankan mereka, pada kesempatan Yves bisa secara gratis dari suatu instansi memperoleh pompa air yang sangat dibutuhkan LSM itu, Yves mengatakan supaya pompa itu dikirim ke alamat mereka. Mereka senang sekali bisa memperoleh pompa air itu.

Perempuan-perempuan Togo itu menginginkan bagaimana bisa mengenal tanah dan air mereka. Yves melakukan beberapa kali training. Di sini Yves menekannya pentingnya pendidikan, pentingnya training, persiapan sumber daya manusia. Selama 3 tahun dilakukan traning-training, artinya training kemudian aplikasi, praktek selama 6 bulan, lalu training lagi, aplikasi lagi dan demikian seterusnya. Sampai sudah matang syarat-syaratnya, barulah mengusahakan labo. Sekarang tenaga yang telah terdidik sudah berkembang dari 3 pada awalnya menjadi 19. Labo awal sangat sederhana, dibuat semacam koper berisikan tabung-tabung, mikroscope yang diletakkan dibelakang scooter atau motor. Memang tidak sangat persis, tapi cukup bisa dengan seketika memberi diagnose yang relatif tepat, dipadukan dengan pengenal mereka atas tanah.

Jadi, memang buat Yves, labo itu nanti, yang penting orang bisa membaca soal tanah. Labo hanya memperkuat atau merincikan apa yang sudah didapat dari observasi soal tanah. Ketika aku tanyakan berapa modal awal yang dibutuhkan. Yves menjawab, untuk motor yang alat-alat labo sederhana itu nggak terlalu banyak. Tapi kalau mau bikin labo yang sudah permanen cukup dengan 2000 euro (sekitar 20 juta). Yves menunjuk pada sebuah alat yang canggih, phomotrie, harganya ketika dia beli 12 000 franc, sekitar 12 juta. Tapi prinsip kerjanya sama dengan dengan botol itu (dia menunjuk pada botol dengan slang yang ada graduasinya). Botol ini juga sudah kami ubah, kami bikin dari plastik, sehingga tidak repot kalau dibawa-bawa ke sawah atau ladang-ladang. Ini sama, tapi yang satu lebih canggih dan butuh listrik. Di desa tidak selalu ada listrik.

Stephanie yang bekerja di labo itu sebagai laborantin, mengatakan bahwa yang makan waktu itu persiapan dan mencuci peralatan, dan ini harus dilakukan secara manual, kalau tidak dicuci bersih, bisa terjadi salah hasilnya. Sedangkan yang dikatakan persiapan, adalah mengambil jumlah tanah yang dibutuhkan untuk kemudian di analisa. Seringkali di labo besar patokan untuk mengambil tanah yang akan dianalisa itu, bersasarkan pada beratnya, misalnya sekian gram untuk mengalisa berapa kadar besi, magnesium, potasium. Di sini juga ada perbedaan dengan methode Herody, kata Stephanie. Sebab kalau kita ambil cara labo besar itu, tanah harus dikeringkan dulu, kemudian diambil persis sekian gramnya, dianalisa. Padal tanah yang kering berbeda kondisinya dari tanah yang tidak kering, apalagi secara hayati, dengan mengeringkan maka mikrohayati di dalam tanah juga mati. Untuk mengoreksi itu, di labo besar dipakai rumus-rumus pengkoreksian. Yves cenderung mengambil tanah apa adanya, jadi berpatolan pada volume tanah. Yang dikatakan persiapan, adalah memasukkan tanah sekian-sekian ml kubik untuk reaksi-reaksi yang bersangkutan.

Ketika aku tanyakan apakah dengan data-data dia peroleh dari reaksi-reaksi kimia yang dilakukannya itu, dia bisa membaca sifat tanah yang dihadapinya. Stephanie membetulkan Yves, data-data labo terlepas dari observasi tanah tidak ada artinya. Salah-salah bisa mengambil kesimpulan yang salah. Misalnya, di sini bisa dibaca, Ph Kcl 4,5 tanah Pays Basque, perbatasan dengan Spanyol, adalah 4,5, kalau ini di sini itu katastrofik, musibah, tapi Ph Kcl di tanah Pays Basque demikian itu normal. Maka harus selalu dipadukan dengan observasi yang ada, jadi yang bisa betul-betul membaca data-data itu adalah mereka yang telah mengobservasi tanah itu sebelumnya.