partisipasi politik pedagang kaki lima dalam … · studi kasus pedagang kakilima di akau potong...
TRANSCRIPT
1
PARTISIPASI POLITIK PEDAGANG KAKI LIMA
DALAM PEMILIHAN WALIKOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2012
(Studi Kasus Pedagang Akau Potong Lembu)
NASKAH PUBLIKASI
Oleh :
SAGITO PERDANA PUTRA
NIM : 080565201042
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA HAJI
TANJUNGPINANG
2015
2
PARTISIPASI POLITIK PEDAGANG KAKI LIMA
DALAM PEMILIHAN WALIKOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2012
(Studi Kasus Pedagang Akau Potong Lembu)
SAGITO PERDANA PUTRA
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, FISIP UMRAH
A B S T R A K
Partisipasi Politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang, untuk
ikut secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan cara memilih pemimpin
secara langsung ataupun tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah.
Partisipasi Politik senantiasa mengacu pada semua bentuk kegiatan yang
dilakukan dengan cara terorganisir maupun tidak, yang ditujukan untuk
mempengaruhi kebijakan pemerintah. Partisipasi politik dinilai secara berbeda-
beda di dalam masyarakat yang berbeda-beda. pengaruh dari status sosial ekonomi
terhadap partisipasi politik masyarakat dipengaruhi itu lebih kepada kualitas
partisipasi masyarakat dalam keikutsertaannya berpolitik, dengan kata lain dapat
dikatakan status sosial ekonomi akan mengkotakkan masyarakat kedalam niat atau
motivasi apa yang menimbulkan masyarakat untuk berpolitik.
Tujuan penelitian ini pada dasarnya untuk mengetahui partisipasi politik
pedagang kaki lima dalam pemilihan Walikota Tanjungpinang Tahun 2012.
Operasionalisasi konsep pada penelitian ini mengacu kepada pendapat Dedi
Irawan (dalam Efriza: 2012: 178). Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis
penelitian Deskriptif Kualitatif. Informan dalam penelitian ini berjumlah 7 orang.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
data deskriptif kualitatif.
Dari hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa Partisipasi Politik
Pedagang Kaki Lima Dalam Pemilihan Walikota Tanjungpinang Tahun 2012
Studi kasus Pedagang Kakilima di Akau Potong Lembu sudah berjalan dengan
baik, hal ini dilihat dari para pedagang pada umumnya datang ke TPS dan
sebagian pedagang ada yang menjadi panitia dalam pemungutan suara. Pedagang
akau potong lembu ada yang mengikuti kegiatan politik yang diadakan kecuali
pada malam hari dimana para pedagang memulai akftifitas dagang
Kata Kunci : Partisipasi Politik, Pedagang Kaki Lima
3
A B S T R A C T
Political participation is the activity of a person or group of people, to
participate actively in political life, namely by choosing leaders directly or
indirectly, influence government policy. Political Participation always refers to
all forms of activities carried out by means of an organized or not, are intended to
influence government policy. Political participation assessed differently in
different societies. the influence of socioeconomic status on the political
participation of society influenced more on the quality of people's participation in
political participation, in other words it can be said to be squaring the socio-
economic status of society into what intentions or motivations that cause people to
engage in politics.
The purpose of this study in order to ascertain the political participation
of street vendors in the election of Mayor Tanjungpinang 2012.
Operationalization of the concept in this study refers to the opinion of Dedi
Irawan (in Efriza: 2012: 178). In this study, the authors use a type of qualitative
descriptive study. Informants in this study amounted to 7 people. Data analysis
techniques used in this research is descriptive qualitative data analysis
techniques.
From the results it can be concluded that the Political Participation Street
Vendor In The 2012 Election Tanjungpinang Mayor street merchants case study
in akau Cut Ox has been going well, it is seen from the merchants in general come
to the polling station and there are some traders who became committee in voting.
Traders akau cut ox there who follow political events held except at night when
traders start trading akftifitas
Keywords: Political Participation, Street Vendors
4
PARTISIPASI POLITIK PEDAGANG KAKI LIMA
DALAM PEMILIHAN WALIKOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2012
(Studi Kasus Pedagang Akau Potong Lembu)
A. Latar Belakang
Partisipasi pada dasarnya merupakan kegiatan warga negara dalam rangka ikut
serta menentukan berbagai macam kepentingan hidupnya dalam ruang lingkup
dan konteks masyarakat atau negara itu sendiri. Dalam sistem negara demokratis,
partisipasi politik merupakan elemen yang penting. Hal ini didasari oleh
keyakinan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat, yang dilaksanakan melalui
kegiatan bersama untuk menetapkan tujuan-tujuan kolektif.
Anggota masyarakat yang berpartisipasi dalam proses politik didorong oleh
keyakinan bahwa melalui kegiatan itu kepentingan mereka akan tersalur atau
sekurangnya diperhatikan dan sedikit banyak dapat mempengaruhi tindakan yang
berwenang yang diwujudkan dalam sebuah keputusan. Partisipasi politik
merupakan aspek yang sangat penting dan merupakan ciri khas adanya
modernisasi politik. Masing-masing masyarakat memiliki tingkat partisipasi
politik yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya, yaitu (a) apatis,
artinya orang yang tidak berpartisipasi dan menarik diri dari proses politik, (b)
spektator, artinya orang yang setidak-tidaknya pernah ikut memilih dalam
pemilihan umum, (c) gladiator, yakni mereka yang secara aktif terlibat dalam
proses politik, seperti aktivis partai, pekerja kampanye, dan aktivis masyarakat,
dan (d) pengritik, yaitu partisipasi dalam bentuk non-konvensional. Ini adalah
kontras dengan pertama. (Milbrarth dan Goel:1997)
5
Tingkat partisipasi seseorang itu tentunya memang berbeda-beda dari
masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya hal ini terjadi karena
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: faktor sosial ekonomi, komunikasi
politik, tingkat kesadaran politik,tingkat pengetahuan masyarakat terhadap proses
pengambilan keputusan, kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik,
lingkungan, dan nilai budaya. Namun dalam penelitian yang akan dilakukan,
penulis hanya akan membahas partisipasi politik dari segi faktor tingkat status
sosial ekonomi masyarakat. Hal ini disebabkan karena tingkat partisipasi politik
masyarakat memiliki hubungan yang erat terhadap tingkat status sosial
ekonominya, semakin tinggi tingkat status sosial seseorang maka akan
memungkinkan tingkat partisipasi politik yang tinggi pula.
Masyarakat modern memiliki tingkat-tingkat partisipasi politik yang lebih
tinggi dibandingkan dengan masyarakat tradisional, hal ini disebabkan karena
adanya perbedaan-perbedaan dalam struktur status sosial dari masyarakat tersebut.
Adanya pembangunan sosio-ekonomi suatu masyarakat akan mengakibatkan
kenaikan yang cukup linear dalam tingkat status masyarakat itu dan suatu
perubahan yang curvilinear dalam pemerataan statusnya. (Hunington dan Nelson:
1990: 108)
Partisipasi Politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang,
untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan cara memilih
pemimpin secara langsung ataupun tidak langsung, mempengaruhi kebijakan
pemerintah. Partisipasi Politik senantiasa mengacu pada semua bentuk kegiatan
yang dilakukan dengan cara terorganisir maupun tidak, yang ditujukan untuk
6
mempengaruhi kebijakan pemerintah. Partisipasi politik dinilai secara berbeda-
beda di dalam masyarakat yang berbeda-beda. pengaruh dari status sosial ekonomi
terhadap partisipasi politik masyarakat dipengaruhi itu lebih kepada kualitas
partisipasi masyarakat dalam keikutsertaannya berpolitik, dengan kata lain dapat
dikatakan status sosial ekonomi akan mengkotakkan masyarakat kedalam niat atau
motivasi apa yang menimbulkan masyarakat untuk berpolitik
Dengan keadaan ekonomi yang begitu susah, didukung lagi dengan
keadaan politik dan pemerintahan yang dianggap sebagian orang kapitalis ini,
maka masyarakat miskin beranggapan apakah mereka masih punya harapan untuk
meminta perlindungan dan penghidupan yang lebih layak kepada pemerintah
(policy makers) dengan ikut aktif berpartisipasi untuk mengisi ruang publik yang
terbuka.orang-orang miskin biasanya tidak begitu antusias dalam berpartisipasi
politik. Hal ini disebabkan karena karena ketidaktahuan mereka rakyat miskin
tidak memiliki sumber-sumber daya untuk berpartisipasi secara aktif dan efektif,
informasi yang kurang memadai, tidak memiliki kontak-kontak yang tepat dan
seringkali juga waktu. bagi kebanyakan orang miskin dalam kondisi-kondisi yang
paling lazim, partisipasi politik, baik dulu maupun sekarang secara objektif
merupakan suatu cara yang sulit dan mungkin tidak efektif untuk menanggulangi
masalah-masalah mereka. hanya sebagian kecil saja dari orang-orang yang
berpenghasilan dan berpendidikan rendah yang mempunyai minat dalam politik
dan menganggap politik relevan dengan urusan mereka dan mereka juga merasa
bisa ikut mempengaruhi pemerintah. (Hunington, 1990).
7
Adapun susunan masyarakat pada umumnya dibagi dalam tiga
kelompok yaitu: tingkat tinggi, tingkat sedang, dan tingkat rendah. Adanya
pembagian susunan kelompok tersebut dinilai dari status sosial masyarakat
tersebut. Adapun status sosial itu pada umumnya dinilai dari tingkat pendidikan,
besarnya jumlah pendapatan dan jenis pekerjaan seseorang dalam ruang lingkup
masyarakat tersebut. Faktor utama yang mendorong orang untuk berpartisipasi
dalam kehidupan politik adalah kepuasan finansial. Dalam studinya ia juga
mengemukakan bahwa status sosial ekonomi yang rendah menyebabkan
seseorang merasa teralienasi dari kehidupan politik, dan orang yang bersangkutan
pun akan menjadi apatis. Hal ini tidak terjadi dengan orang yang memiliki
kemapanan ekonomi. (Maran: 2007: 156)
Karakteristik masyarakat kota Tanjungpinang berbeda-beda hal ini
disebabkan masyarakatnya yang heterogen berbagai macam suku dan budaya ada
dikota ini, sebagai ibu kota provinsi yang tergolong baru , banyak masyarakat dari
berbagai daerah berbondong-bondong datang ke kota ini dengan tujuan untuk
meningkatkan taraf kehidupan ekonomi mereka masing-masing. Ada sebagian
mereka yang mencoba peruntungan dibidang pemerintahan (menjadi PNS), dan
sebagian dari mereka berdagang baik yang menyewa toko maupun memamfaatkan
fasiltas umum seperti trotoar dan taman kota dengan istilah pedagang kaki lima.
Berikut jumlah pedagang kaki lima yang ada di wilayah Kota Tanjungpinang,
yang terdata oleh BUMD Kota Tanjungpinang yaitu PT Tanjungpinang Makmur
Bersama. Adapun data yang diperoleh sebagai berikut:
8
Tabel 1.1
Jumlah Pedagang Kaki Lima
NO Lokasi Jenis makanan Jumlah
1 Akau Potong Lembu Makanan 64
Minuman 36
2 Melayu Square Makanan 20
Minuman 2
3 Ocean Corner Makanan 3
Minuman 2
4 Lapak Melayu Square Souvenir 1
Permainan 3
Baju 1
Jam tangan 1
Tas 1
Sendal 1
Parfum 1
Aksesoris 1
Jumlah 137
Sumber : BUMD PT Tanjungpinang Makmur Bersama, 2014
Fenomena pedagang kaki lima yang ada di kota tanjungpinang ini hampir
sama dengan apa yang terjadi dikota-kota lain, salah satunya yakni selalu
berurusan dengan pemerintahan , mereka yang berjualan di kaki lima sering kali
mendapat perlakuan yang kurang baik dari pemerintahan yakni penggusuran
dengan alasan mengganggu ketetraman dan keindahan kota. Dalam melaksanakan
aktivitasnya ini pada dasarnya PKL Kota Tanjungpinang memiliki unsur
kreativitas yang terlihat pada pemilihan lokasi, penentuan waktu dagang serta
penyediaan kualitas dan variasi barang dagangan yang dijajakan. Selain itu,
mereka juga kreatif dalam menciptakan jaringan usaha, menarik pembeli,
mendekati pelanggan, dan memuaskan pelanggan dengan harga yang murah serta
kualitas barang yang tidak begitu mengecewakan. Dengan demikian pada
dasarnya PKL berjasa terutama bagi masyarakat perkotaan menengah ke bawah,
antara lain dalam mendistribusikan barang dan jasa dengan harga terjangkau.
9
Selain unsur kreativitas tersebut, dimensi kerakyatan juga tercermin dalam
aktivitas PKL ini.
Permasalahan-permasalahan yang menimpa PKL dan masyarakat golongan
menegah kebawah ini menimbulkan rasa ketidak percayaan masyarakat terhadap
pemerintahan, kesenjangan antara simiskin dan sikaya sering kali terjadi dan
pandangan miris terhadap pemerintahan, sering kali terdengar hal ini
mempengaruhi sekali terhadap partisipasi politik masyarakat yang terjadi dikota
tanjungpinang ini.
Dari data yang diperoleh melalui KPU golput tertinggi ada di daerah
Tanjung Berdasarkan dari latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk
melakukan sebuah penelitian dengan judul “ Partisipasi Politik Pedagang Kaki
Lima Dalam Pemilihan Walikota Tanjungpinang Tahun 2012 Studi kasus
Pedagang Kakilima di Akau Potong Lembu”. Yang mana dalam penulisan ini
penulis menitik beratkan pada Partisipasi politik pedagang kakilima dalam
pemilihan Walikota.
B. Landasan Teoritis
Kekuasaan yang telah di dapat oleh partai politik akan mampu bertahan
lama apabila mendapat dukungan dari masyarakat. untuk dapat meraih dukungan
serta simpati masyarakat maka partai politik harus dapat melaksanakan fungsi-
fungsinya. Selain fungsi utamanya mencari dan mempertahankan kekuasaan partai
politik juga memiliki fungsi lainnya salah satu diantaranya adalah fungsi
partisipasi politik. Fungsi partisipasi politik merupakan fungsi yang penting
10
dilaksanakan karena hal tersebut merupakan wadah bagi masyarakat untuk dapat
berperan aktif di dalam proses-proses politik.
Partisipasi politik merupakan salah satu fungsi penting yang harus
dilaksanakan oleh partai politik karena melalu fungsi partisipasi politik
masyarakat dapat berperan aktif di dalam proses-proses politik. Menurut Ramlan
Surbakti dalam bukunya yang berjudul “Memahami Ilmu Politik” menyebutkan
bahwa “Partisipasi politik adalah kegiatan warga negara biasa dalam
mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan umum dan dalam
ikut menentukan pemimpin pemerintahan” (Surbakti, 2006:118). Berdasarkan
pendapat tersebut dapat kita pahami partisipasi politik adalah suatu keterlibatan
atau peran serta masyarakat selaku warga negara dalam proses-proses politik.
Menurut Budiardjo (2004:65) menyebutkan bahwa: “Partisipasi politik di
sini kita artikan sebagai macam kegiatan seperti membuat keputusan yang
mengikat, mempengaruhi keputusan, mempengaruhi cara pembuatan keputusan,
menentukan orang yang membuat keputusan, mengumpilkan informasi untuk
pembuatan keputusan, mentaati keputusan serta menghambat keputusan yang
mengikat masyarakatsecara keseluruhan”.
Berdasarkan definisi di atas dapat kita pahami bahwa partisipasi politik
mencakup segala macam aktifitas politik. Aktifitas politik tersebut mulai dari
mempengaruhi sebuah keputusan atau kebijakan, memilih atau menentukan orang
yang membuat kebijakan sampai pada menghamba atau menentang kebijakan.
Partisipasi politik yang dilakukan oleh masyarakat bermacam-macam
sesuai dengan besar kecilnya keterlibatan seseorang dalam proses politik.
11
Keterlibatan masyarakat di dalam proses politik dibagi ke dalam bentuk-bentuk
partisipasi politik yang di kemukakan oleh Rush dan Althoff (2003;122) sebagai
berikut:
1. Menduduki jabatan politik atau administratif
2. Mencari jabatan politik atau administratif
3. Keanggotaan aktif suatu organisasi politik
4. Keanggotaan pasif suatu organisasi politik
5. Keanggotaan aktif suatu organisasi semu politik (quasi political)
6. Keanggotaan pasif suatu organisasi semu politik (quasi political)
7. Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi, dan sebagainya
8. Partisipasi dalam diskusi politik informal minat umum dalam politik
9. Voting (pemberian suara).
Pada puncak hierarki terdapat orang-orang yang menduduki berbagai
macam jabatan dalam system politik, baik pemegang berbagai jabatan politik
maupun anggota-anggota birokrasi pada berbagai tingkatan. Mereka itu dibedakan
dari pertisipasi-partisipasi politik lainnya, bahwa pada berbagai taraf mereka
berkepentingan dengan pelaksanaan kekuasaan politik yang formal. Pemegang
jabatan politik atau administratif merupakan tempat penyimpan (gudang)
kekuasaan yang formal. Setiap pertimbangan dari para pemegang jabatan juga
harus mengandung pertimbangan dari orang-orang yang berhasrat dan mencari
jabatan kantor yang bersangkutan.
Bentuk partisipasi politik di bawah para pemegang atau pencari jabatan di
dalam system politik, terdapat mereka yang menjadi anggota dari berbagai tipe
12
organisasi politik atau semu-politik. Hal ini mencakup semua tipe partai politik
dan kelompok kepentungan. Dari sudut pandang sistem politik, partai politik dan
kelompok kepentingan dapat dinyatakan sebagai agen-agen mobilisasi politik,
yaitu suatu organisasi, melalui mana anggota masyarakat dapat berpartisipasi
dalam kegiatan politik yang meliputi usaha mempertahankan gagasan posisi,
situasi, orang atau kelompok-kelompok tertentu, melalui sistem politik yang
bersangkutan.
Partisipasi dalam partai politik dan kelompok-kelompok kepentingan
dapat mengambil bentuk yang aktif atau yang pasif, tersusun mulai dari
menduduki jabatan dalam organisasi sedemikian rupa, sampai kepada
memberikan dukungan keuangan dengan jalan membayar sumbangan atau iuran
keanggotaan. Tidak ada perbedaan yang tajam di antara keanggotaan yang aktif,
dan orang boleh bergerak dari yang satu kepada yang lain sesuai dengan keadaan.
Tingkat partisipasi politik berikutnya di bawah keanggotaan suatu
organisasi politik dan semu politik yang aktif sampai dengan keanggotaan pasif,
terdapat partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi, dan sebagainya. Karena
berbagai macam alasan, individu mungkin tidak termasuk dalam suatu organisasi
politik atau semu politik, tetapi mereka dapat dibujuk untuk berpartisipasi dalam
suatu bentuk rapat umum atau demonstrasi. Bentuk partisipasi ini dapat bersifat
spontan, akan tetapi jauh lebih besar kemungkinannya partisipasi tersebut telah
diorganisir oleh partai-partai politik atau kelompok kepentingan sebagai bagian
dari kegiatan politik mereka. Kegiatan-kegiatan ini sifatnya adalah sementara, dan
13
bahkan tidak memiliki sifat kesinambungan dari keterlibatan minimal pada
keanggotaan organisasi politik atau organisasi semu politik.
Bentuk partisipasi politik yang sebentar-sebentar adalah bentuk diskusi
informal oleh individu-individu dalam keluarga mereka masing-masing, di
tempat-tempat bekerja atau di antara sahabat-sahabat. Jelas bahwa peristiwa
diskusi semacam itu bervariasi baik di antara individu maupun dalam relasinya
dengan peristiwwa diskusi tadi. Mungkin terdapat lebih banyak diskusi selama
masa kampanye pemilihan umum, atau pada waktu-waktu krisis politik,
sedangkan diskusi dapat dirintangi atau didukung oleh sikap kekeluargaan, teman
sekerja atau sahabat.
Diskusi politik informal merupakan bentuk dari partisipasi politk yang
berada pada tingkatan kedelapan pada hirarki partisipasi politik, akan tetapi ada
beberapa orang yang mungkin tidak mau berdiskusi politik dengan siapapun;
namun demikian dia memiliki sedikit minat dalam soal-soal politik, dan
mempertahankan minat tersebut lewat media massa. Mereka akan mampu
mendapatkan informasi untuk diri sendiri tentang apa yang sedang terjadi, dan
memberikan pendapat tentang jalannya peristiwa; akan tetapi mereka cenderung
untuk membatasi partisipasi mereka terhadap hal tadi; dan mungkin juga
membatasi terhadap pemberian suara. Kegiatan pemberian suara dapat dianggap
sebagai bentuk partisipasi politik aktif yang paling kecil, karena hal itu menuntut
suatu keterlibatan minimal, yang akan berhenti jika pemberian suara telah
terlaksana.
14
Bentuk partisipasi politik juga dapat dibedakan ke dalam dua bentuk
seperti yang dikemukakan oleh Budiardjo (2004: 77) yaitu:
a. Partisipasi politik yang melembaga (routine political participation),
dan
b. Partisipasi politik yang tidak melembaga (non routine political
participation).
Perbedaan yang nyata dari kedua bentuk partisipasi politik di atas adalah,
partisipasi routine (melembaga) adalah partisipasi politikyang dianjurkan dan
secara formal di perbolehkan oleh penguasa, sedangkan tidak melembaga (non
routine) kegiatan yang tidak dianjurkan atau dilarang oleh penguasa. contoh :
- Partisipasi politik yang melembaga adalah ikut dalam pemilihan umum,
kegiatan seminar, diskusi serta kegiatan-kegiatan yang secara formal
diperbolehkan oleh penguasa.
- Partisipasi yang tidak melembaga adalah aksii misalnya demontrasi,
mogok, protes dan lain-lain.
Pada kebanyakan negara baru kegiatan partisipasi politik yang tidak melembaga
ini biasanya dilarang karena dianggap menggangu stabilitas nasional, yang
berakibat mengganggu kelancara pembangunan ekonomi negara tersebut. Di
negara barat sebaliknya kegiatan yang tidak melembaga dalam batas tertentu
dibolehkan, misalnya demonstrasi yang tertib, proses yang terarah dan lain-lain.
Partisipasi politik bias juga dibedakan menurut penerimaan dari
masyarakatnya. Nelson dalam buku “No Easy Choice” yang dikutip oleh Miriam
15
Budiardjo dkk. membedakan antara partisipasi yang bersifat otonom dan
partisipasi yang dimobilisasi. Perbedaan antara keduanya terletak pada apakah
partisipasi tersebut bersifat sukarela atau inisiatif masyarakat, atau partisipasi
tersebut diarahkan oleh pemerintah. Apabila partisipasi tersebut dari inisiatif
masyarakat dan bersifat sukarela bisa disebut partisipasi otonom, sedangkan
apabila diarahkan dari atas terkadang ada unsur tekanan, partisipasi ini dinamakan
partisipasi yang dimobilisasi.
Dalam rangka penyaluran partisipasi politik tersebut di atas, partai politik
sebagai suatu organisasi maupun sebagai suatu lembaga kemasyarakatan
berfungsi sebagai sarana atau media untuk penyaluran partisipasi politik
masyarakat tersebut. Penyalur aspirasi di sini diartikan dalam arti menjadi wadah
penampungan yang keikut sertaan masyarakat dalam masalah politik. Pengertian
yang lebih luas keikut sertaan masyarakat dalam penentuan kebijakan bernegara
melalui pembuatan keputusan politik.
Hubungan antara partai politik dengan partisipasi politik masyarakat
terletak pada kemampuan mereka untuk menjadi tempat atau wadah penampungan
aspirasi masyarakat. Penampungan ini dilakukan melalui wakil mereka yang
dipilih melalui pemilihan umum yang dilakukan secara bebas dan rahasia dalam
jangka waktu tertentu.
Michael Rush dan Philip althoff (dalam Rafael Raga Maran, 2007 : 147),
partisipasi politik dianggap sebagai akibat dari sosialisasi politik. Namun kiranya
perlu juga dicatat bahwa partisipasi politik pun berpengaruh terhadap sosialisasi
politik. Tanpa partisipasi politik, sosialisasi politik tidak dapat berjalan. Partisipasi
16
juga dapat dijelaskan sebagai usaha terorganisir oleh para warga Negara untuk
memilih pemimpin-pemimpin mereka dan mempengaruhi bentuk dan jalannya
kebijaksanaan umum.
Partisipasi adalah penyetaraan mental dan emosi dalam situasi kelompok
yang mendorong mereka untuk mengembangkan daya pikir dan perasaan mereka
bagi tercapainya tujuan-tujuan, bersama tanggung jawab terhadap tujuan tersebut.
(Moelyarto Tjokrowinoto 1974:37 dikutip dalam slideshare.net/kangkumis/teori-
partisipasi).
Miriam Budiharjo (dalam Efriza, 2012:156), Partisipasi politik adalah
kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam
kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pemimpin Negara dan secara
langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah (public
policy). Kegiatan ini mencakup kegiatan memberi suara dalam pemilu,
menghadiri rapat umum, mengadakan hubungan (contacting) atau lobbying
dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen, menjadi anggota partai atau
salah satu gerakan social dengan direct action-nya,dan sebagainya.
Partisipasi dan pelaksanaan suatu kegiatan tidak terlepas dari tujuan-tujuan
yang ingin dicapai. Tujuan yang akan dicapai harus ada dukungan serta
keikutsertaan dari setiap anggotanya baik secara mental maupun secara
emosional. Salah satu bentuk partisipasi adalah partisipasi yang terkait dengan
politik salah satunya terkait hak-hak dan berperan langsung atau ikut terlibat
dalam kegiatan politik. Seperti dalam pemilihan umum atau keikutsertaan dalam
keanggotaan partai politik untuk menyalurkan aspirasi politik.
17
Samuel Hutington (dalam A.Rahman H.I, 2007:285), Partisipasi politik
adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif
dalam kehidupan politik seperti memilih pimpinan negara atau upaya-upaya
mempengaruhi kebijakan pemerintah.
Bolgherini yang dikutip oleh Seta Basri dalam Blognya (2009:2), partisipasi
politik " ... a series of activities related to political life, aimed at influencing
public decisions in a more or less direct way—legal, conventional, pacific, or
contentious.” Bagi Bolgherini, partisipasi politik adalah segala aktivitas yang
berkaitan dengan kehidupan politik, yang ditujukan untuk memengaruhi
pengambilan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara
legal, konvensional, damai, ataupun memaksa.
Dari beberapa pernyatan dan definisi tentang partisipasi politik yang
disampaikan diatas terlihat jelas semua kegiatan yang berkaitan dengan partisipasi
terhadap kegiatan politik yang dilaksanakan terkait dengan mencapai suatu tujuan
untuk memberikan hasil dan keputusan politik dan dapat menentukan serta
mengambil langkah kebijakan selanjutnya.
Adapun dimensi partisipasi yang dapat mempengaruhi partisipasi politik
masyarakat dalam pemilihan umum seperti yang dikemukakan oleh James
Rosenau yang dikutif dalam bukunya Jalaluddin Rakhmat yang berjudul
Komunikasi Politik Khalayak dan Efek antara lain:
(1) Gaya partisipasi
(2) Motif partisipasi
(3) Konsekuensi partisipasi seorang dalam politik ( Rakhmat: 2000:127)
18
C. Hasil Penelitian
1. Masih terdapat pedagang yang tidak terlalu antusias dalam memberikan
suaranya hal ini dikarenakan para pedagang kedepannya juga nanti tidak
akan memiliki efek yang dan akan selamanya menjadi pedagang. Hal ini
menunjukkan bahwa masih terdapat pedagang yang tidak antusias dengan
adanya pemilihan kepala daerah dimana pandangan masyarakat dalam
penelitian ini bahwa kedepannya tidak akan memberikan dampak apa-apa
terhadap mereka secara individual.
2. Masing-masing pedagang memiliki calon Walikota dan Wakil Walikota
yang berbeda. Perbedaan dukungan dari pedagang dapat kita pahami
bahwa tidak semua pedagang mendungkung calon yang sama, masing-
masing mereka memiliki pendapat dan dukungan masing-masing. Hal ini
menunjukkan bahwa pedagang kaki lima pada umumnya memiliki
dukungan terhadap pilihannya masing-masing.
3. Diskusi politik yang dilakukan tidak pernah diikuti oleh para pedagang
kaki lima pada akau potong lembu Tanjungpinang dimana selain mereka
disibukkan dengan kegiatan dagang, para pedagang tersebut juga jarang
sekali mengetahui tentang adanya kegiatan diskusi politik tersebut. Hal ini
menunjukkan para pedagang tidak terlalu antusias untuk mengikuti
kegiatan kegiatan yang mengganggu jam kerja para pedagang.
4. Pedagang akau potong lembu ada yang mengikuti kegiatan politik yang
diadakan kecuali pada malam hari dimana para pedagang memulai
akftifitas dagang. Bentuk partisipasi politik pedagang kaki lima dalam
19
pemilihan Kepala Daerah Kota Tanjungpinang terdapat mereka yang
menjadi anggota dari berbagai tipe organisasi politik atau partai politik
pengusung calon kepala daerah.
5. Komunikasi politik sudah dilakukan oleh calon Walikota Tanjungpinang
dengan berbagai cara. Hal ini menunjukkan komunikasi politik kepada
masyarakat sudah berjalan dengan baik dimana para pedagang juga sudah
ada yang mengikuti kegiatan politik yang diadakan serta ada dari
pedagang sudah mengikuti untuk menjadi tim sukses dari pasangan calon.
D. Penutup
1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian pada Bab sebelumnya maka dapat diambil
kesimpulan bahwa Partisipasi Politik Pedagang Kaki Lima Dalam
Pemilihan Walikota Tanjungpinang Tahun 2012 Studi kasus Pedagang
Kakilima di Akau Potong Lembu belum berjalan dengan baik. Masih
terdapat pedagang yang tidak terlalu antusias dalam memberikan suaranya
hal ini dikarenakan para pedagang kedepannya juga nanti tidak akan
memiliki efek yang dan akan selamanya menjadi pedagang. Diskusi politik
yang dilakukan tidak pernah diikuti oleh para pedagang kaki lima pada
akau potong lembu Tanjungpinang dimana selain mereka disibukkan
dengan kegiatan dagang, para pedagang tersebut juga jarang sekali
mengetahui tentang adanya kegiatan diskusi politik tersebut
20
2. Saran
1. Diharapkan kepada seluruh pedagang akau potong lembu untuk
kedepannya baik itu pemilihan kepala daerah maupun calon legislatif
dapat berpartisipasi dengan memberikan suaranya kepada calon kepala
daerah yang akan memimpin daerah.
2. Diharapkan kepada para pedagang untuk dapat mengikuti diskusi politik
yang dilaksanakan agar dapat membekali masyarakat dalam menentukan
pilihannya.
21
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta, Rineka
Efriza.2012.Political ExsploreSebuahKajianIlmuPolitik.Bandung, Alfabeta
Duverger, Maurice. 2003. Partai Politik dan Kelompok-Kelompok Penekan,
Jakarta: Bina Aksara.
Eko, Sutoro. 2001. Dinamika Politik Lokal di Indonesia: Politik Pemberdayaan.
Riau: Seminar Internasional Ke Dua.
H.I, A.Rahman. 2007. Sistem Politik Indonesia. Yogyakarta, Graha Ilmu
Raga Maran, Rafael. 2007. Pengantar SosiologiPolitik. Jakarta, RinekaCipta.
Rasyid, Rias. 2000. Pokok-Pokok Pemerintahan. PT Raja Grafindo Persada :
Jakarta
Rush, Michael dan Phillip Althof. 2002. Pengantar SosiologiPolitik. Jakarta, Raja
GrafindoPersada
Surbakti, Ramlan. 2007. Memahami Ilmu Politik. Grasindo.
Ndraha, Taliziduhu. 2003. Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru) Jilid 2.
Jakarta, Rineka Cipta.
Hutington, Samuel dan Joan Nelson.1990. PartisipasiPolitik di Negara
Berkembang, Jakarta, RinekaCipta.
Tasrif, Muhamad. 2005. Analisis Kebijakan Menggunakan Model
SistemDynamics (Jilid). Bandung, Institut Teknologi Bandung
Tjandra, Riawan dkk. 2005. Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah Dalam
Pelayanan Publik. Yogyakarta : Pembaruan
Moleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung, Remaja
Rosdakarya
Umar, Husein. 2002. Metode Riset Komunikasi organisasi. Jakarta. Gramedia
Pustaka Utama.
22
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif,
Yogyakarta. Graha Ilmu
Patilima, Hamid. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung, Alfabeta