patgul

9
Hidrolisis merupakan reaksi pengikatan gugus hidrolisis/OH oleh suatu senyawa. Gugus senyawa dapat diperoleh dari senyawa air. Hidrolisis dapat digolongkan menjadi hidrolisis murni, hidrolisis katalis asam, hidrolisis katalis basa, gabungan alkali dengan air, dan hidrolisis dengan katalis enzim. Sedangkan berdasarkan fase reaksi yang terjadi diklasifikasikan menjadi hidrolisis fase cair dan hidrolisis fase uap. Hidrolisis pati terjadi antara suatu reaktan pati dengan reaktan air. Reaksi ini adalah orde satu karena reaktan air yang dibuat berlebih, sehingga perubahan reaktan dapat diabaikan. Reaksi hidrolisis pati dapat menggunakan katalisator ion H+ yang dapat diambil dari asam. Reaksi yang terjadi pada hidrolisis pati adalah sebagai berikut (C 6 H 10 O 5 )x + H 2 O → C 6 H 12 O 6 . Produk hasil hidrolisat pati sangat banyak digunakan dan diterapkan dalam penggunaan pati pada produk-produk pengolahan hasil pangan. Proses hidrolisat pati menggunakan asam maupun enzim adalah proses yang umum digunakan untuk mengubah pati menjadi molekul yang lebih kecil lagi bahkan hingga mengubah pati menjadi gula sederhana. Klasifikasi proses hidrolisa dapat dibagi menjadi: (1) Hidrolisa fase gas: Sebagai penghidrolisa adalah air dan reaksi berjalan pada fase uap. (2) Hidrolisa fase cair: Pada hidrolisa ini, ada 4 tipe hidrolisa, yaitu: (a) Hidrolisa murni: Efek dekomposisinya jarang terjadi, tidak semua bahan terhidrolisa. Efektif digunakan pada : Reaksi Grigrard dimana air digunakan sebagai penghidrolisa, (b)Hidrolisa bahan-bahan berupa anhidrid asam Laktan dan laktanida. Hidrolisa senyawa alkyl yang mempunyai komposisi kompleks, Hidrolisa asam berair. Pada umumnya dengan HCl dan H 2 SO 4 , dimana banyak digunakan pada industri bahan pangan, misal: Hidrolisa gluten menjadi monosodium glutamate, Hidrolisa pati menjadi glukosa. Sedangkan H 2 SO 4 banyak digunakan pada hidrolisa senyawa organik dimana peranan H 2 SO 4 tidak dapat diganti. (c) Hidrolisa dengan alkali berair: Penggunaan

Upload: atika-tri-rahmawati

Post on 27-Sep-2015

229 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sukrokimia

TRANSCRIPT

Hidrolisis merupakan reaksi pengikatan gugus hidrolisis/OH oleh suatu senyawa. Gugus senyawa dapat diperoleh dari senyawa air. Hidrolisis dapat digolongkan menjadi hidrolisis murni, hidrolisis katalis asam, hidrolisis katalis basa, gabungan alkali dengan air, dan hidrolisis dengan katalis enzim. Sedangkan berdasarkan fase reaksi yang terjadi diklasifikasikan menjadi hidrolisis fase cair dan hidrolisis fase uap. Hidrolisis pati terjadi antara suatu reaktan pati dengan reaktan air. Reaksi ini adalah orde satu karena reaktan air yang dibuat berlebih, sehingga perubahan reaktan dapat diabaikan. Reaksi hidrolisis pati dapat menggunakan katalisator ion H+ yang dapat diambil dari asam. Reaksi yang terjadi pada hidrolisis pati adalah sebagai berikut (C6H10O5)x + H2O C6H12O6. Produk hasil hidrolisat pati sangat banyak digunakan dan diterapkan dalam penggunaan pati pada produk-produk pengolahan hasil pangan. Proses hidrolisat pati menggunakan asam maupun enzim adalah proses yang umum digunakan untuk mengubah pati menjadi molekul yang lebih kecil lagi bahkan hingga mengubah pati menjadi gula sederhana. Klasifikasi proses hidrolisa dapat dibagi menjadi: (1) Hidrolisa fase gas: Sebagai penghidrolisa adalah air dan reaksi berjalan pada fase uap. (2) Hidrolisa fase cair: Pada hidrolisa ini, ada 4 tipe hidrolisa, yaitu: (a) Hidrolisa murni: Efek dekomposisinya jarang terjadi, tidak semua bahan terhidrolisa. Efektif digunakan pada : Reaksi Grigrard dimana air digunakan sebagai penghidrolisa, (b)Hidrolisa bahan-bahan berupa anhidrid asam Laktan dan laktanida. Hidrolisa senyawa alkyl yang mempunyai komposisi kompleks, Hidrolisa asam berair. Pada umumnya dengan HCl dan H2SO4, dimana banyak digunakan pada industri bahan pangan, misal: Hidrolisa gluten menjadi monosodium glutamate, Hidrolisa pati menjadi glukosa. Sedangkan H2SO4 banyak digunakan pada hidrolisa senyawa organik dimana peranan H2SO4 tidak dapat diganti. (c) Hidrolisa dengan alkali berair: Penggunaan konsentrasi alkali yang rendah dalam proses hidrolisa diharapkan ion H+ bertindak sebagai katalisator sedangkan pada konsentrasi tinggi diharapkan dapat bereaksi dengan asam yang terbentuk. (d) Hidrolisa dengan enzim Senyawa dapat digunakan untuk mengubah suatu bahan menjadi bahan hidrolisa lain. Hidrolisa ini dapat digunakan : Hidrolisa molase, Beer (pati maltosa/glukosa) dengan enzim amylaseAplikasi hidrolisa pati banyak digunakan dalam Industri makanan dan minuman menggunakan sirup glukosa hasil hidrolisis pati sebagai pemanis. Produk akhir hidrolisa pati adalah glukosa yang dapat dijadikan bahan baku untuk produksi fruktosa dan sorbitol. Hasil hidrolisis pati juga banyak digunakan dalam industri obat-obatan. Dan juga glukosa yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioethanol. Penggunaan asam sebagai penghidrolisa menghasilkan biaya produksi yang sedikit, namun produk yang dihasilkan tidak seragam dan banyak senyawa pati yang rusak oleh asam tersebut, sedangkan penggunaan enzim sebagai penghidrolisa menghasilkan produk yang seragam, lebih terkontrol, namun biaya produksi lebih tinggi karena harga dari enzim sendiri lebih mahal jika dibandingkan dengan asam.Sirup glukosa yang mempunyai nama lain dectrose adalah salah satu produk bahan pemanis makanan dan minuman yang berbentuk cairan, tidak berbau dan tidak berwarna tetapi memiliki rasa manis yang tinggi. Sirup glukosa atau sering juga disebut gula cair dibuat melalui proses hidrolisis pati. Perbedaannya dengan gula pasir yaitu, gula pasir (sukrosa) merupakan gula disakarida, sedangkan sirup glukosa adalah monosakarida, terdiri atas satu monomer yaitu glukosa. Sirup glukosa dapat dibuat dengan cara hidrolisis asam atau dengan cara enzimatis. Dari kedua cara tersebut, pembuatan sirup glukosa secara enzimatis dapat dikembangkan di pedesaan karena tidak banyak menggunakan bahan kimia sehingga aman dan tidak mencemarilingkungan. Bahan lain yang diperlukan adalah enzim amilase .Secara umum proses pembuatan sirup glukosa dapat dilakukan dengan dua cara yaitu hidrolisis secara enzimatis dan hidrolisis secara asam. Hidrolisis secara enzimatis memutus rantai pati secara spesifik pada percabangan tertentu. Hidrolisis enzimatis memiliki beberapa keuntungan, yaitu prosesnya lebih spesifik, kondisi prosesnya dapat dikontrol, biaya pemurnian lebih murah, dihasilkan lebih sedikit abu dan produk samping, dan kerusakan warna dapat diminimalkan. Pada hidrolisis pati secara enzimatis untuk menghasilkan sirup glukosa, enzim yang dapat digunakan adalah -amilase, -amilase, amiloglukosidase, glukosa isomerase, pullulanase, dan isoamilase.Tahapan pembuatan sirup glukosa dengan cara hidrolisis menggunakan enzim terdiri dari likuifikasi, sakarifikasi, purifikasi, dan evaporasi. Tingkat mutu sirup glukosa yang dihasilkan ditentukan oleh kadar air, warna sirup, dan tingkat konversi pati menjadi komponen-komponen glukosa, maltosa, dan dekstrin, yang dihitung sebagai ekuivalen dekstrosa (DE). Nilai ekuivalen dekstrosa (DE) sirup glukosa yang tinggi dapat diperoleh dengan optimalisasi proses likuifikasi dan sakarifikasi, sedangkan kadar padatan dan warna sirup glukosa yang sesuai standar (SNI) diperoleh dengan proses evaporasi.Hidrolisa enzim dilakukan menggunakan bantuan enzim -amilase dan enzim glukoamilase (amiloglukosidase). Enzim -amilase digunakan pada proses likuifikasi, sedangkan glukoamilase digunakan pada proses sakarifikasi. Hidrolisa enzim lebih banyak memberikan keuntungan dibandingkan dengan hidrolisa asam. Hidrolisa enzim menghasilkan konversi yang lebih besar jika dibandingkan dengan hidrolisa asam. Hidrolisa enzim juga dapat mencegah adanya reaksi efek samping karena sifat katalis enzim sangat spesifik, sehingga dapat mempertahankan flavor dan aroma bahan dasar.Hidrolisis pati dengan menggunakan katalis asam, molekul pati akan dipecah secara acak oleh asam dan gula yang dihasilkan sebagian besar merupakan gula pereduksi. Pada hidrolisis pati menggunakan katalis enzim, molekul pati akan dipecah atau diputus oleh enzim secara spesifik pada percabangan tertentu. Hidrolisis pati secara asam hanya akan mendapatkan sirup glukosa dengan dektrosa equivalen (DE) sebesar 55. Sedangkan hidrolisis pati secara enzimatis akan mendapatkan sirup glukosa dengan DE lebih dari 95%.Untuk pembuatan glukosa melalui hidrolisis pati dengan asam kelebihannya yaitu tidak menggunakan enzim sehingga menghemat biaya, peralatan tidak rumit sehingga operasi tidak butuh tenaga banyak, cocok untuk kondisi kritis saat ini karena seluruh bahan tersedia di dalam negeri. Kekurangannya yaitu pemakaian asam menyebabkan korosi peralatan.Hidrolisis pati dengan menggunakan katalis asam, molekul pati akan dipecah secara acak oleh asam dan gula yang dihasilkan sebagian besar merupakan gula pereduksi. Pada hidrolisis pati menggunakan katalis enzim, molekul pati akan dipecah atau diputus oleh enzim secara spesifik pada percabangan tertentu. Hidrolisis pati secara asam hanya akan mendapatkan sirup glukosa dengan dektrosa equivalen (DE) sebesar 55%. Sedangkan hidrolisis pati secara enzimatis akan mendapatkan sirup glukosa dengan DE lebih dari 95%.Kelemahan dari hidrolisis pati secara asam antara lain yaitu diperlukan peralatan yang tahan korosi, menghasilkan sakarida dengan spektra-spektra tertentu saja karena katalis asam menghidrolisa secara acak. Jika nilai ekuivalen dekstrosa ditingkatkan, selain terjadi degradasi karbohidrat, juga terjadi rekombinasi produk degradasi yang dapat berpengaruh terhadap warna, rasa pada sirup glukosa yang dihasilkan. Sedangkan penggunaan enzim dapat mencegah terjadinya reaksi sampingan karena sifat enzim yang sangat spesifik sehingga dapat mempertahankan flavor dan aroma bahan dasar.Maltodekstrin adalah salah satu jenis pati temodifikasi yang digunakan dalam berbagai industri, antara lain industri makanan, minuman, kimia dan farmasi (SNI 7599:2010).Maltodekstrin didefinisikan sebagai produk hidrolisis pati yang mengandung unit -D-glukosa yang sebagian besar terikat melalui ikatan 1,4 glikosidik dengan DE kurang dari 20. Rumus umum maltodekstrin adalah [(C6H1005)nH20)]. Maltodekstrin merupakan campuran dari glukosa, maltosa, oligosakarida, dan dekstrin (Deman, 1993).Maltodekstrin pada dasarnya merupakan senyawa hidrolisis pati yang tidak sempurna, terdiri dari campuran gula-gula dalam bentuk sederhana (mono- dan disakarida) dalam jumlah kecil. Maltodektrin sangat banyak aplikasinya, seperti halnya pati maltodekstrin merupakan bahan pengental sekaligus dapat sebagai emulsifier. Kelebihan maltodekstrin adalah bahan tersebut dapat dengan mudah melarut pada air dingin. Aplikasinya penggunaan maltodekstrin contohnya pada minuman susu bubuk, minunan berenergi (energen) dan minuman prebiotic.Proses pembuatannya ada dua yaitu, maltodekstrin dengan hdirolisat asam dan maltodekstrin dengan hidrolisat enzim. Maltodekstrin dengan hidrolisat asam prosesnya cukup sederhana yang pertama larutkan tapioca kedalam air hingga konsentrasi 30%. Kemudian tambahkan asam (HCl) kedalamnya dan dipanaskan pada suhu antara 80-90 C dalam pemanasan harus selalu diaduk untuk menghindari proses gelatinisasi dari pati. Proses berikutnya adalah mengeringkan suspense tersebut dengan oven. Jika telah dikeringkan, produk yang masih dalam bentuk kerak digiling menggunakan blender hingga halus. Produk dikemas dan disimpan dalam tempat yang kering. Untuk maltodekstrin dengan hidrolisat enzim caranya hamper sama hanya mengganti asam yang telah ditambahkan dengan enzim. Jika dibandingkan proses pembuatan maltodekstrin dengan hidrolisat enzim akan lebih mudah dengan biaya yang murah daripada pembuatan matodekstrin dengan hidrolisat asam.

Mutu gula merah terutama ditentukan dari penampilannya, yaitu bentuk, warna, dan kekerasan. Kekerasan dan warna gula sangat dipengaruhi oleh mutu nira yang telah terfermentasi. Kandungan asam dan gula pereduksi yang tinggi akan mempercepat penggosongan (karamelisasi) selama pemanasan, dan juga menyebabkan gula merah lebih higroskopis sehingga cepat menjadi lembek dalam penyimpanan. Selain itu, bila kandungan pektin dan protein dalam gula lebih besar, maka gula tersebut lebih lembek teksturnya (Sardjono 1986). Pada analisis produk gula merah dilakukan uji warna visual, uji kekerasan dengan menggunakan penetrometer, pengukuran gula pereduksi dengan metode Luff Schroorl, dan pengukuran kadar sukrosa dengan metode Luff SchroorlUji WarnaUji warna dilakukan secara visual dengan membandingkan gula merah cetak yang dihasilkan oleh 6 kelompok praktikum. Gula merah yang warnanya lebih cerah dianggap memiliki kualitas yang lebih baik (Nurlela 2002). Warna gula merah ditentukan oleh mutu nira yang digunakan. Nira yang telah terfermentasi mengandung asam dan gula pereduksi relatif tinggi. Menurut Shallenberg et al. dalam Nurlela (2002), kandungan gula pereduksi berperan penting dalam proses pencoklatan pada gula merah. Hal ini dikarenakan gula yang siap melakukan reaksi pencoklatan adalah gula pereduksi, sedangkan gula nonpereduksi harus mengalami perubahan menjadi gula pereduksi terlebih dahulu.Reaksi pencoklatan nonenzimatis yang diduga terjadi pada proses pembuatan gula merah adalah reaksi maillard dan karamelisasi, yang disebabkan oleh keberadaan gula pereduksi, protein, dan lemak dalam nira. Reaksi maillard adalah reaksi yang terjadi antara asam amino dengan gula pereduksi apabila dipanaskan bersama-sama. Sedangkan reaksi karamelisasi adalah reaksi yang terjadi pada pemanasan gula dalam asam, basa, dan pemanasan tanpa air (Ozdemir, 1997).Hasil pengujian warna yang dilakukan menunjukkan warna gula merah kelompok 3 dan kelompok 2 lebih pekat daripada gula merah milik 4 kelompok lainnya. Jika pengukuran kualitas didasarkan pada warna maka gula merah yang paling baik dari keenam kelompok adalah kelompok 1 dan 6.Uji Kekerasan Gula MerahKekerasan gula merah dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti mutu nira, kadar air, dan kadar lemak. Mutu nira berhubungan dengan jumlah sukrosa yang terdapat di dalamnya. Semakin baik mutu nira, jumlah sukrosa akan semakin tinggi dan gula merah yang terbentuk akan memiliki tekstur yang baik. Apabila sukrosa telah terinversi maka gula merah akan sulit mengeras.Air merupakan salah satu komponen yang berpengaruh terhadap keempukan gula. Semakin tinggi air maka kekerasan gula merah akan semakin rendah, sebaliknya keempukan gula akan semakin meningkat dengan meningkatnya kadar air dalam gula merah (Sudarmadji et al. 1989). Lemak juga berperan dalam menentukan keempukan gula merah. Molekul-molekul lemak di dalam gula merah membentuk globula-globula yang menyebar diantara kristal atau butiran gula sehingga kekerasan gula akan berkurang atau keempukannya akan bertambah (Santoso, 1993).Pada praktikum ini tidak dilakukan pengujian kekerasan gula merah cetak yang dihasilkan karena gula merah cetak terlalu keras sehingga alat penetrometer yang digunakan untuk mengukur tidak dapat digunakan.Gula pereduksi dengan metode Luff SchrollPengukuran gula pereduksi dengan metode Luff Schoorl didasarkan pada reaksi antara monosakarida dengan larutan cupper. Monosakarida akan mereduksikan CuO dalam larutan Luff menjadi Cu2O. Kelebihan CuO akan direduksikan dengan KI berlebih, sehingga dilepaskan I2. I2 yang dibebaskan tersebut dititrasi dengan larutan Na2S2O3. Pada dasarnya prinsip metode analisa yang digunakan adalah Iodometri karena yang dianalisa adalah I2 bebas yang akan digunakan sebagai dasar penetapan kadar gula pereduksi. Proses iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium (I2) bebas dalam larutan. Apabila terdapat zat oksidator kuat (misal H2SO4) dalam larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam penambahan ion iodida berlebih akan membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan I2 yang setara jumlahnya dengan dengan banyaknya oksidator (Winarno 2007).I2 bebas ini selanjutnya akan dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 sehinga I2 akan membentuk kompleks iod-amilum yang tidak larut dalam air. Oleh karena itu, jika dalam suatu titrasi membutuhkan indikator amilum, maka penambahan amilum sebelum titik ekivalen. Titrasi itu dihentikan bila telah terjadi perubahan warna dari biru tua menjadi putih. Dalam proses pengujian ini yang menjadi indikator proses analisa berhasil atau tidak yaitu saat penambahan larutan sampel dengan amilum. Bila terbentuk warna biru tua maka prosesnya benar, namun bila tidak terbentuk warna biru tua berarti larutan KI yang telah ditambahkan telah menguap dan proses dikatakan salah.Kadar gula pereduksi yang paling tinggi adalah gula merah cetak kelompok 5 yakni sebesar 43% kemudian kelompok 6 sebesar 37.37%, kelompok 3 yakni 34.87%, kelompok 4 sebesar 24.25%, dan yang paling kecil kelompok 1 yaitu 19.87%. Sedangkan data gula pereduksi kelompok 2 tidak ada. Kadar gula pereduksi ini menunjukkan banyaknya glukosa yang terdapat dalam gula cetak sebelum mengalami inversi. Kadar glukosa yang terlalu tinggi dapat membuat tekstur gula merah menjadi lembek sehingga kualitasnya menurun. Berdasarkan kadar gula pereduksi gula merah kelompok 1 adalah yang paling baik karena kandungan gula pereduksinya paling sedikit.Kadar sukrosa dengan metode Luff SchroorlPada pengukuran kadar sukrosa dengan metode Luff Schroorl, gula yang diukur adalah jumlah gula sukrosa yang terdapat di dalam bahan. Gula merah yang memiliki kandungan kadar sukrosa yang paling tinggi adalah gula merah cetak kelompok 4 yakni 30.58% lalu kelompok 6 yakni 30.05%, kemudian kelompok 3 yakni 31.24%, lalu kelompok 1 yaitu 28.15% dan yang terakhir kelompok 5 bernilai 13.58% sedangkan data kadar sukrosa kelompok 2 tidak ada. Kadar sukrosa dalam gula merah cetak sangat mempengaruhi kemampuan gula untuk mengeras (membentuk kristal). Gula merah cetak yang memiliki kadar sukrosa yang rendah akan lebih lunak dibanding dengan gula merah cetak dengan kadar sukrosa tinggi. Kadar sukrosa gula merah berkaitan dengan kualitas asal bahan baku nira. Rendahnya kadar sukrosa pada gula merah kelompok 1 terjadi karena kulitas nira yang rendah yang mana mungkin telah terjadi proses kerusakan sukrosa akibat aktivitas mikroba atau karena suasana asam.DAPUS Deman, M.J., Kimia Makanan, ITB, Bandung, 1993, pp. 190-195Dunlop, D.J and O, Ozdemir. 1997. Rock Magnetism: Fundamental and Frontiers. Cambridge University Press. Vol 135. Hal 278-300.SNI 7599-2010. Maltodekstrin Santoso, H. B. , 1993. Pembuatan Tempe dan Tahu Kedelai Bahan MakananBergizi. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.(17.9.2012 8:23pm)Prodotokusumo, Partini Sarjono. 1986. Kakawin Gajah Mada (Sebuah Karya Sastra Kakawin Abad ke 20 Suntingan Naskah Serta Telaah Struktur Tokoh dan Hubungan Antarteks). Bandung: Binacipta.