patof tetanus
DESCRIPTION
tetanussssssbjgzHUJxquw7i6d871hqwnsdmnzxk\ n zJXHuweyruh32nqwmsndkjyqopaDMNDTRANSCRIPT
A. Definisi
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat ..
Dan pada tahun 1890, ditemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan
tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri.
Tetanus yang juga dikenal dengan lockjaw, merupakan penyakit yang disebakan
oleh tetanospasmin, yaitu sejenis neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani
yang menginfeksi sistem urat saraf dan otot sehingga saraf dan otot menjadi kaku (rigid).
Kitasato merupakan orang pertama yang berhasil mengisolasi organisme dari korban
manusia yang terkena tetanus dan juga melaporkan bahwa toksinnya dapat dinetralisasi
dengan antibodi yang spesifik.
Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti
menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di saat spasme otot tonik dan
hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya
punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang, dan paralisis pernapasan. Spora
Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh karena
terpotong , tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat (Tetanus
Neonatorum).
Gambar : Spasme otot akibat masuknya toksin dari kuman Clostridium tetani
1
B. Etiologi
Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif, Clostridium tetani. Bakteri ini
berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manus ia dan
juga pada tanah yang te rkontaminas i dengan t in ja binatang tersebut.
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2–5 x
0,4–0,5 milimikron yang berspora termasuk golongan gram positif dan
hidupnya anaerob. Dalam kondisi anaerobik y a n g d i j u m p a i p a d a
j a r i n g a n n e k r o t i k d a n t e r i n f e k s i , b a s i l t e t a n u s mensekresi dua macam
toksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin mampu secara lokal merusak
jaringan yang masih hidup yang mengelilingi s u m b e r i n f e k s i d a n
m e n g o p t i m a l k a n k o n d i s i y a n g m e m u n g k i n k a n multiplikasi bakteri.
Tetanospasmin akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat.
Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 65°C dan akan hancur dalam lima
menit.
C. Patogenesis dan Patofisiologi
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob,
Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora
ke dalam tubuh yang mengalami cedera/luka (masa inkubasi).
Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme, bekerja pada beberapa level
dari susunan syaraf pusat, dengan cara :
Toksin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat
pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.
Karakteristik spasme dari tetanus terjadi karena toksin mengganggu fungsi dari
refleks synaptik di spinal cord.
Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral
ganglioside.
2
Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS )
dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikhardia, aritmia
jantung, peninggian cathecholamine dalam urine.
Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan
meningkatnya aktifitas dari neuron yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi trismus.
Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus
tersebut. Stimuli terhadap afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi
juga dihilangkannya kontraksi agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang
khas .
Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:
1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa
kekornu anterior susunan syaraf pusat
2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri
kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat.
Akibat dari tetanus adalah rigid paralysis (kehilangan kemampuan untuk bergerak)
pada voluntary muscles (otot yang geraknya dapat dikontrol), sering disebut lockjaw
karena biasanya pertama kali muncul pada otot rahang dan wajah. Kematian biasanya
disebabkan oleh kegagalan pernafasan dan rasio kematian sangatlah tinggi.
Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga melalui :1. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar.
2. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik.
3. OMSK,
4. caries gigi, gangrene gigi.
5. Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
6. Penjahitan luka robek yang tidak steril
3
D. Klasifikasi Tetanus
1. Tetanus Generalisata
Tetanus generalisata merupakan bentuk paling umum dari tetanus yang d i tanda i
dengan kont raks i o to t t e tan ik dan h iper re f leks i , yang mengakibatkan
trismus (rahang terkunci), spasme glotis, spasme otot umum, opistotonus,
spasme respiratoris, serangan kejang dan paralisis. Tetanus generalisata
merupakan bentuk yang paling sering terjadi (sekitar 80%). Penyakit ini biasanya muncul
dalam bentuk descending. Gejala pertama yang muncul adalah trismus dan lockjaw,
kemudian diikuti dengan kekakuan leher, kesulitan menelan, dan rigiditas abdomen.
Gejala lain berupa Risus sardonicus (Sardonic grin), yakni spasme otot-otot muka,
opistotonus (kekakuan otot punggung), kejang dinding punggung. Spasme dari laring dan
otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianose asfiksia. Gejala
lainnya adalah suhu tubuh yang meningkat 2º-4º C di atas suhu normal, berkeringat,
peningkatan tekanan darah, dan denyut jantung yang cepat secara episodik. Spasme dapat
terjadi secara berkala selama beberapa menit. Spasme dapat berkelanjutan selama 3-4
minggu. Penyembuhan secara komplit dapat memakan waktu selama beberapa bulan.
2. Tetanus Lokal
Tetanus lokal termasuk jenis tetanus yang ringan dengan kedutan
(twitching) otot lokal dan spasme kelompok otot didekat lokasi cidera, atau dapat
memburuk menjadi bentuk umum (generalisata).
3. Tetanus Sefalik
Tetanus sefalik merupakan bentuk yang jarang dari tetanus lokal, yang
terjadi setelah trauma kepala atau infeksi telinga seperti otitis media, di mana
C. tetani ditemukan sebagai flora pada telinga tengah. Masa inkubasinya 1 – 2
hari. Dijumpai trismus dan disfungsi satu atau lebih saraf kranial, yang tersering
adalah saraf VII (fasialis). Disfagia dan paralisis otot ekstraokular dapat terjadi.
Mortalitasnya tinggi.
4
4. Tetanus Neonatorum
Tetanus neonatorum adalah suatu bentuk tetanus infeksius yang berat dan
terjadi selama beberapa hari pertama setelah lahir, disebabkan oleh faktor-faktor
seperti tindakan perawatan sisa tali pusat yang tidak higienis atau pada
sirkulasi bayi laki-laki dan kekurangan imunisasi maternal.
E. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3atau beberapa
minggu ).
Karakteristik tetanus :
1. Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5-7 hari. Setelah 10
hari frekuensi kejang akan mulai berkurang dan menghilang setelah 2 minggu.
2. Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher. Kemudian,
timbul kesukaran membuka mulut (trismus, lockjaw) karena spasme otot masetter.\
3. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk (opistotonus (badan melengkung ke depan), nuchal
rigidity). Kejang ini dicirikan dengan kejang tiba-tiba, tangan mengepal, fleksi dan
adduksi lengan, serta hiperekstensi tungkai.
4. Risus sa rdonicus karena spasme o to t wajah dengan gambaran a l i s
tertarik ke atas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .
5. Spasme otot laringeal dan otot respirasi dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas dan
asfiksia.
6. Karena toksin tetanus tidak mempengaruhi saraf sensoris atau fungsi kortikal, pasien
pada umumnya berada pada compos mentis, dan pada keadaan lanjut, klien akan
mengalami penurunan kesadaran pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Dan bila
sudah tahap koma, maka penilaian GCS penting untuk dilakukan.
5
F. Stadium Tetanus Berdasarkan Tingkat Keparahannya
1. Derajat I (ringan)
Trismus ringan lebih dari 3 cm, tidak disertai kejang umum walaupun dirangsang.
spastisitas generalisata, tanpa gangguan pernafasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa
disfagia.
2. Derajat II (Sedang)
Trismus sedang kurang dari 3cm, kejang umum bila dirangsang, rigiditas yang
nampak jelas, spasme singkat ringan sampai sedang, gangguan pernafasan sedang
dengan frekuensi pernafasan lebih dari 30 - 35 kali/ menit, disfagia ringan.
3. Derajat IIIa (Berat)
Trismus berat kurang dari 1cm, spastisitas generalisata, spasme refleks
berkepanjangan, frekuensi pernapasan lebih dari 40 kali/ menit, serangan apnea,
disfagia berat dan takikardia lebih dari 120 kali/ menit. Terdapat peningkatan
aktivitas saraf otonom yang moderat dan menetap.
4. Derajat IV (Sangat Berat)
Derajat IV merupakan derajat IIIb dengan gangguan otonomik berat melibatkan
sistem kardiovaskular. Hipertensi berat takikardia terjadi berselingan dengan
hipotensi dan bradikardia, atau hipertensi diastolik yang berat dan menetap
(tekanan diastolik > 110 mmHg) atau hipotensi sistolik yang menetap
(tekanan sistolik < 90 mmHg) Dikenal juga dengan autonomic storm .
6
Phillips Score
Ringan : <9
Sedang : 9 – 16
Berat : > 16
Masa inkubasi
Lokalisasi nyeri / port d’entri
Imunisasi Faktor yang memberatkan
5 – < 48 jam
5 – internal / umbilikal 10 – tidak ada 10 – penyakit / trauma yg membahayakan jiwa
4 - 2 – 5 hari
4 - leher, kepala, dinding tubuh
8 - mungkin ada / ibu mendapat
8 - kead yg tdk lgs membahayakan jiwa
3 – 6 – 10 hari
3 – ekstremitas proksimal
4 – > 10 tahun yang lalu
4 – kead yg tidak membahayakan jiwa
2 - 11 – 14 hari
2 - ekstremitas distal 2 - < 10 tahun 2 - trauma / penyakit ringan
1 – > 14 hari
1 – tidak diketahui 0 – proteksi lengkap
1 – ASA – derajat status fisik penderita
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Umum
Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran
toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pernafasan sampai pulih.
Tatalaksana Farmakologi
1. Antibiotika :
Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan
untuk toksin yang dihasilkannya.
7
Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan
tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam
secafa IM diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat
diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam,
tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ).
Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan dosis 200.000 unit
/kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.
Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad spektrum dapat
diberikan:
o Tertasiklin : 30-50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis
o Eritromisin : 50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari.
o Metronidazole loading dose 15 mg/KgBB/jam selanjutnya 7,5 mg/KgBB tiap
6 jam
2. Anti tetanus toksin
Human anti tetanus gamma-glubumin 3000-10.000 unit, diberikan secara intra
muskuler dan dapat diulang bila diperlukan. Tetanus anti toksin tidak akan
menetralisir toksin yang sudah terikat pada susunan saraf pusat, tetapi hanya
menetralisir toksin yang masih beredar. Bila TIGH tidak tersedia maka diberikan
ATS dengan dosis 100.000 - 200.000 unit diberikan 50.000 unit intramuscular dan
50.000 intravena pada hari pertama, kemudian 60.000 unit dan 40.000 unit
intramuskuler masing-masing pada hari kedua dan ketiga. Setelah penderita
sembuh, sebelum keluar rumah sakit harus diberikan immunisasi aktif dengan
toksoid, oleh karena seseorang yang sudah sembuh dari tetanus tidak memiliki
kekebalan.
3. Antikonvulsan
- Diazepam. Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan dosis 0,5
mg/kgbb/kali i.v. perlahan-lahan dengan dosis optimum 10mg/kali diulang setiap
kali kejang. Dosis maksimal diazepam 240mg/hari.
8
- Diazepam sebaiknya diberikan dengan syringe pump, jangan dicampur dalam
botol cairan infus. Jika tidak ada syringe pump, diberikan bolus tiap 2 jam (12
x/hari).
- Bila masih kejang (tetanus yang sangat berat), harus dilanjutkan dengan bantuan
ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat di tingkatkan sampai 480mg/hari dengan
bantuan ventilasi mekanik, dengan atau tenpa kurarisasi. Dapat pula
dipertimbangkan penggunaan magnesium sulfat, dila ada gangguan saraf otonom.
Tatalaksana Non-Farmakologi
1. Jika ada luka, Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:
Membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik),
membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini penata
laksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan pemberian
Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS.
2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka
mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau
parenteral.
3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita
4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.
5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
H. Prognosis
Dipengaruhi oleh beberapa faktor :
1. Masa inkubasi
Makin panjang masa inkubasinya makin ringan penyakitnya, sebaliknya makin
pendek masa inkubasi penyakit makin berat. Pada umumnya bila inkubasi < 7 hari
tergolong berat.
2. Umur
Makin muda umur penderita seperti pada neonatus maka prognosanya makin jelek.
9
3. Period of onset
Period of onset adalah waktu antara timbulnya gejala tetanus, misalnya trismus
sampai terjadinya kejang umum. Kurang dari 48 jam, prognosanya jelek.
4. Panas
Pada tetanus tidak selalu ada febris. Adanya hiperpireksia prognosanya jelek.
5. Pengobatan
Pengobatan yang terlambat prognosanya jelek.
6. Ada tidaknya komplikasi
7. Frekusensi kejang
Semakin sering prognosanya makin jelek.
I. Pencegahan
a. Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah jauh lebih baik daripada
mengobatinya.
b. Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT (difteri,
pertusis, tetanus).
c. Dewasa sebaiknya menerima booster
d. Pada seseorang yang memiliki luka, jika:
Telah menerima booster tetanus dalam waktu 5 tahun terakhir, tidak perlu
menjalani vaksinasi lebih lanjut
Belum pernah menerima booster dalam waktu 5 tahun terakhir, segera
diberikan vaksinasi
Belum pernah menjalani vaksinasi atau vaksinasinya tidak lengkap,
diberikan suntikan immunoglobulin tetanus dan suntikan pertama dari
vaksinasi 3 bulanan.
Setiap luka (terutama luka tusukan yang dalam) harus dibersihkan secara
seksama karena kotoran dan jaringan mati akan mempermudah
pertumbuhan bakteri Clostridium tetani.
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Tejpratap S. P. Tiwari MD. Tetanus. VPD Surveillance Manual. 5th Edition. 2011.
Chapter 16-1. Page 16.1-16.4
2. Selekta, Kapita. 2010. Edisi 3. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
3. Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Behrman.E.Richard. Tetanus, chapter 193, edition 15th, Nelson, W.B. Saunders
Company, 1996, 815 -817.
5. Annsilva. PHILLIPS SCORE untuk Menilai Grade Tetanus.2010. Accesed in:
(http://annsilva.wordpress.com/2010/03/27/phillips-score-untuk-menilai-grade-tetanus/)
11