patofisiologi bells palsy.docx
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Bell’s palsy didefenisikan sebagai isolasi unilateral lower motor neuron, dan kelemahan
wajah tanpa sebab yang jelas. Penyebab paling umum adalah karena kelumpuhan mendadak
nervus facialis (N VII).
2.2 Epidemiologi
Insidennya diperkirakan 20-25 per 100.000 penduduk pertahun namun kejadian yang tepat
pada anak-anak tidak diketahui.
2.3 Etiologi
Etiologinya belum diketahui, diduga oleh virus. Dari pemeriksaan kadar antibodi, pada
sebagian pasien didapatkan peningkatan antibodi terhadap virus Epstein Barr, Herpes Simpleks,
Herpes Zoster. Pada sebagian besar pasien (70%) didapatkan sebelumnya riwayat pemaparan
pada udara dingin atau radang saluran napas bagian atas.
2.4 Patofisiologi
Nervus fasialis merupakan saraf motorik yang mengontrol gerakan volunteer dari otot-
otot wajah. Sarah ini juga terdiri dari komponenn sensorik. Serat sensorik mensarafi sensari
pengecapan dari dua pertiga depan liadah. Serat lain mengantarkan sensasi dari kanalis
auditorius eksternus. Serat autonon mengontrol sekresi dari kelenjar mandibula, sublingual dan
lakrimal.1
Jalur sistem saraf pusat yang terlibat dalam pergerakan wajah mulai dari korteks kedua
hemisfer dan turun sepanjang serat piramidalis untuk membentuk sinaps pada intik nucleus di
batang otak. Nervus fasialis keluar dari nucleus pada dasar pons di batang otak. Kemudian
melewati meatus akustikus internus terus ke kanalis fasialis tulang petrosus temporal bersama
nervus akustikus. Saat melewati tulang petrosus tempolal, nervus fasialis berbelok ke posterior
untuk memberi cabang yang mengontrol fungsi kelenjar lakrimal. Kemudian berjalan ke
belakang dan lateral mengelilingi vestibulum telinga tengah dan mengirim cabang ke otot
strapedius yang mengatur reflex stapedius. Kerusakan nervus fasialis di proksimal cabang ini
menyebabkan hiperakusis (hipersensitivitas yang nyeri terhadap suara keras).1
Nervus fasialis mempunyai cabang yang menyuplai chorda timpani, yang mengontrol
sekersi kelenjar submandibula dan sublingual dan sensasi rasa dua pertiga depan lidah. Nervus
fasialis keluar dari tengkorak melalui foramen stilomastoideus dan kemudian berjalan melalui
kelenjar parotis, dimana berakhir di cabang temporal, zigomatikum, buccal, mandibula dan
servikal untuk mensuplai otot-otot ekspresi wajah dan penutupan kelopak mata.1
Dahi menerima inervasi dari kedua hemisfer serebri. Lesi unilateral pada sistem saraf
pusat di atas inti nervus fasialis melibatkan badan sel atau serat saraf yang berhubungan dengan
inti fasial akan menyebabkan paralisis hanya pada setengah bagian bawah wajah saja.
Sebaliknya, lesi di inti fasial batang otak atau pada saraf itu sendiri akan menyebabkan
paralisiswajah bagian bawah dan juga dahi.1
Paralisis nervus fasial ada yang tipe sentral dan tipe perifer. Pada tipe sentral melibatkan
jaras kortikolbulbar yang mengahantarkan impuls dari korteks serebri ke nukleus dari saraf
fasial. Lesi tipe sentral menyebabkan paralisis pada setengah otot-otot wajah bagian bawah pada
sisi yang berlawanan dari sisi lesi karena setengah otot-otot wajah bagian atas dipersarafi secara
bilateral oleh jaras kortikobulbar, sedangkan bagian bawahnya hanya dipersarafi oleh jaras
kortikobulbar kontralateral dari sisi wajah.
Bell’s palsy terjadi akibat adanya disfungsi dimanapun disepanjang bagian perifer nervus
facial dari level pons bagian distal. Terjadinya lesi perifer pada nervus fasial menyebabkan
terjadinya paralisis total pada daerah wajah sesisi lesi nya. Patofisiologi dari kelumpuhan nervus
fasialis belum pasti, tetapi banyak penulis percaya bahwa adanya keterlibatan sistem imun yang
disebabkan oleh kerusakan local pada myelin setelah infeksi virus. 2 Ini sering terjadi 2 atau 3
minggu setelah terjadi infeksi virus. Sejumlah patologi spesifik juga bisa menyebabkan
kelumpuhan lower motor neuron nervus fasialis akut. Invasi virus aktif pada nervus, iskemia
vaskuler, dan demielinisasi imun juga terlibat. Peran pembengkakan saraf pada patofisiologinya
masih belum jelas. Peningkatan bukti mengimplikasikan bahwa penyebab utama bell’s palsy
adalah virus herpes yang laten (virus herpes simpleks tipe 1 dan virus herpes zoster ), yang mana
merupakan reaktivasi dari nervus cranial ganglia.3
2.5 Diagnosis
Gejala khas dari Bell’s Palsy adalah paralisis otot wajah dan sering menyebabkan distorsi
wajah yang signifikan. Wajah bagian atas dan bawah paresis dan sudut mulut terkulai. Penderita
tidak dapat menutup mata pada sisi yang terlibat dan dapat berkembang keratitis pajanan di
malam hari. Rasa pada dua pertiga anterior lidah hilang pada sisi yang terlibat pada separuh
kasus. Parestesi jarang terjadi.1,2
Kebanyakan anak-anak dan keluarga menduga anak tersebut menderita stroke atau tumor
intrakranial. Onset kelemahan sering mendadak dan memburuk dengan cepat, kelemahan wajah
maksimal dalam dua hari. Anak yang lebih tua kadang mengeluhkan kesemutan pada wajah,
kering pada mulut dan mata yang terkena, hilangnya rasa pada bagian depan lidah, nyeri telinga,
dan intoleransi suara yang keras pada bagian wajah yang terkena. Orang tua kadang menemukan
anak mereka mengalami kesulitan dalam berbicara, membasahi mata sisi yang terkena, air sering
mengalir keluar dari mulut ketika minum atau menggosok gigi.2
Penegakan diagnosis Bell’s palsy pada anak-anak cukup sulit. Anamnesis yang lengkap
dan pemeriksaan fisik yang detail diperlukan. Pemeriksaan neurologis harus dilakukan untuk
menyingkirkan keterlibatan sistem saraf pusat (hemiparesis, keterlibatan saraf kranial, dsb) dan
paralisis wajah UMN. Bell’s palsy tidak sama dengan paralisis nervus wajah, tapi merupakan
pengecualian dengan diagnosis paralisis nervus wajah idiopatik onset akut.2
Kelemahan wajah ditemukan dengan meminta anak-anak menutup mata mereka dan
memperlihatkan gigi mereka. Pada pemeriksaan fisik ditemukan mendatarnya lipatan kening dan
nasolabial pada sisi yang terkena. sulitnya menutup mata, dan keringnya mulut di sisi terkena.
Biasanya gejalan bertahan dalam 2 hingga 4 minggu dan akan sembuh sendiri. Penatalaksanaan
awal dalam 3 hari setelah onset dengan steroid tidak terbukti pada anak-anak.2,3
TATA LAKSANA 1
1. Istirahat terutama pada keadaan akut
2. Medikamentosa
a. Pemberian kortikosteroid (perdnison dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 6 hari,
diturunkan perlahan-lahan dengan total pemakaian 10 hari), dimana window periodenya 7 hari
onset penyakit.
Dasar dari pengobatan ini adalah untuk menurunkan kemungkinan terjadinya kelumpuhan yang
sifatnya permanen yang disebabkan oleh pembengkakan nervus fasialis di dalam kanal fasialis
yang sempit.
b. Penggunaan obat- obat antivirus . Acyclovir > 2 tahun = 20 mg/kgBB PO selama 10
hari .Antiviral dapat digunakan dalam penatalaksanaan Bell’s palsy yang dikombinasikan dengan
prednison atau dapat juga diberikan sebagai dosis tunggal untuk penderita yang tidak dapat
mengkonsumsi prednison.Penggunaan Acyclovir akan berguna jika diberikan pada 3 hari
pertama dari onset penyakit untuk mencegah replikasi virus.
c. Perawatan mata:
· Air mata buatan: digunakan selama masa sadar untuk menggantikan lakrimasi yang hilang.
· Pelumas digunakan saat tidur: Dapat digunakan selama masa sadar jika air mata buatan tidak
mampu menyedikan perlindungan yang adekuat. Satu kerugiannya adalah pandangan kabur.
· Kacamata atau tameng pelindung mata dari trauma dan menurunkan pengeringan dengan
menurunkan paparan udara langsung terhadap kornea
3. Fisioterapi
Sering dikerjakan bersama-sama pemberian prednison, dapat dianjurkan pada stadium akut.
Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan tonus otot yang lumpuh. Cara yang sering digunakan
yaitu : mengurut/massage otot wajah selama 5 menit pagi-sore atau dengan faradisasi.
Prognosis
Prognosis pasien Bell’s palsy umumnya baik, terutama pada anak-anak. Penyembuhan komplit
dapat tercapai pada 85 % kasus, penyembuhan dengan asimetri otot wajah yang ringan sekitar
10% dan 5% penyembuhan dengan gejala sisa berat.2
Bell’s palsy biasanya dapat sembuh tanpa deformitas. Hanya 5% yang mengalami deformitas.
Deformitas pada Bell’s palsy dapat berupa :2
Regenerasi motorik inkomplit
Ini merupakan deformitas terbesar dari kelumpuhan saraf fasialis. Dapat terjadi akibat penekanan
saraf motorik yang mensarafi otot-otot ekspresi wajah. Regenerasi saraf yang tidak maksimal
dapat menyebabkan kelumpuhan semua atau beberapa otot wajah. Manifestasi dari deformitas ini
dapat berupa inkompetensi oral, epifora dan hidung tersumbat.
Regenerasi sensorik inkomplit
Manifestasinya dapat berupa disgeusia, ageusia atau disesthesia.
Regenerasi Aberrant
Selama regenerasi dan perbaikan saraf fasialis, ada beberapa serabut saraf yang tidak
menyambung pada jalurnya tapi menyambung dengan serabut saraf yang ada didekatnya.
Regenerasi aberrant ini dapat menyebabkan terjadinya gerakan involunter yang mengikuti
gerakan volunter (sinkinesis).2
DAFTAR PUSTAKA
1. Maria, Bernard L. Bell’s Palsy in Current Management in Child Neurology, Third
Edition. All Rights Reserved, BC Decker Inc. 2005 ; 366 – 369
2. Pavlou, Evangelos et al. Facial nerve palsy in childhood. 2nd Department of Pediatrics,
Aristotle University of Thessaloniki, ‘AHEPA’ General Hospital, Thessaloniki, Greece
November 2010
3. ( Bells Palsy in Children – A review Arif Khan, Nahin Hussain, Jayaprakash Gosalakkal.
Journal of Pediatric Sciences 2011;3(2):e77 Journal of Pediatric Sciences)
1. Nelson jilid 3 hal 2143
2. Bell’s Palsy in Children
3. Pavlou, Evangelos, et al. 2010. Facial Nerve Palsy in Childhood.
1. Djamil Y, A Basjiruddin. Paralisis Bell. Dalam: Harsono, ed. Kapita selekta neurologi;
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.2009. hal 297-300
2. Lo B. Bell Palsy. [Update Feb 24,2010: cited Dec 21,2010]. Available
from:http://www.emedicine.medscape.com/article/791311-overview