patofisiologi sirosis hatisf
DESCRIPTION
ssTRANSCRIPT
Patofisiologi hematemesis dan melena karena komplikasi sirosis hati akibat
konsumsi suplemen besi secara berlebihan
Metabolisme Besi (1)
Besi dibutuhkan untuk produksi hemoglobin (Hb), sehingga defisiensi Fe akan
menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dengan kandungan Hb yang
rendah dan menimbulkan anemia hipokromik mikrositik.
a. Distribusi dalam tubuh
Tubuh manusia sehat mengandung ± 3,5 g Fe yang hampir seluruhnya dalam bentuk
ikatan kompleks dengan protein. Kira-kira 70% dari Fe yang terdapat dalam tubuh
merupakan Fe fungsional atau esensial, dan 30% merupakan Fe yang nonesensial. Fe
esensial ini terdapat pada (1) hemoglobin ± 66%; (2) mioglobin 3%; (3) enzim tertentu
yang berfungsi dalam transfer elektron, misalnya sitokromoksidase, suksinil
dehidroginase, dan xantin oksidase sebanyak 0,5%, dan (4) pada transferin 0,1%. Besi
nonesensial terdapat sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan homosiderin sebanyak
25%, dan pada parenkim jaringan kira-kira 5%. Cadangan Fe pada wanita hanya 200-400
mg, sedangkan pada pria kira-kira 1 gram.
b. Farmakokinetik
Absorpsi. Absorpsi Fe melalui saluran cerna terutama berlangsung di duodenum dan
jejenum proksimal; makin ke distal absorpsinya makin berkurang. Zat ini lebih mudah
diabsorpsi dalam bentuk fero. Transportnya melalui sel mukosa usus terjadi secara
transport aktif. Ion fero yang sudah diabsorpsi akan diubah menjadi ion feri dalam sel
mukosa. Selanjutnya ion feri akan masuk ke dalam sel mukosa. Selanjutnya ion feri kan
masuk ke dalam plasma dengan perantara transferin, atau diubah menjadi feritin dan
disimpan dalam sel mukosa usus. Secara umum, bila cadangan dalam tubuh tinggi dan
kebutuhan akan zat besi rendah, maka lebih banyak Fe diubah menjadi feritin. Bila
cadangan rendah atau kebutuhan meningkat, maka Fe yang baru diserap akan segara
diangkat dari sel mukosa ke sumsum tulang untuk eritropoesis. Eritropoesis dapat
meningkat sampai lebih dari lima kali pada anemia berat atau hipoksia.
Pada individu normal tanpa defisiensi Fe jumlah Fe, yang diabsorpsi 5-10% atau
sekitar 0,5-1 mg/hari. Absorpsi Fe meningkat bila cadangan rendah atau kebutuhan Fe
meningkat. Absorpsi meningkat menjadi 1-2 mg/hari pada wanita menstruasi, dan pada
wanita hamil dapat menjadi 3-4 mg/hari. Absorpsi dapat ditingkatksn oleh vitamin C dan
HCL. Asam akan mereduksi ion feri menjadi fero dan menghambat terbentuknya
kompleks Fe dengan makanan yang tidak larut. Sebaliknya absorpsi akan menurun bila
terdapat fosfat atau antasida misalnya kalsium karbonat, aluminium hidroksida, dan
magnesium hidroksida. Fe yang terdapat pada makanan hewani, misalnya daging
umumnya diabsorpsi lebih mudah dibandingkan dengan makanan nabati.
Kadar Fe dalam plasma berperan dalam mengatur absorpsi Fe. Absorpsi ini
meningkat pada keadaan defisiensi Fe, berkurangnya depot Fe dan meningkatnya
eritropoesis. Selain itu, bila Fe diberikan sebagai obat, bentuk sediaan, dosis, dan jumlah
serta jenis makanan dapat mempengaruhi absorpsinya.
Distribusi. Setelah diabsorpsi, Fe dalam darah akan diikat oleh transferin
(siderofilin), suatu beta 1-globulin glikoprotein, untuk kemudian diangkut ke berbagai
jaringan, terutama ke sumsum tulang dan depot Fe. Jelas bahwa kapasitas pengikatan total
Fe dalam plasma sebanding dengan jumlah total transferin plasma, tetapi jumlah Fe dalam
dalam plasma tidak selalu menggambarkan kapasitas pengikatan total Fe ini. Selai
transferin, sel-sel retikulum dapat pula mengangkut Fe, yaitu untuk keperluan eritropoesis.
Sel ini juga berfungsi sebagai gudang Fe.
Metabolisme. Bila tidak digunakan dalam eritropoesis, Fe mengikat suatu protein
yang disebut apoferitin dan membentuk feritin. Fe disimpan terutama pada sel mukosa
usus halus dan dalam sel-sel retikuloendotelial (di hati, limpa, dan sumsum tulang).
Cadangan ini tersedia untuk digunakan oleh sumsum tulang dalam proses eritropoesis;
10% diantaranya terdapat dalam labile pool yang cepat dapat dikerahkan untuk proses ini,
sedangkan sisanya baru digunakan bila labile pool telah kosong. Besi yang terdapat di
dalam parenkim jaringan tidak dapat digunakan untuk eritropoesis. Setelah pemberian
peroral terutama akan disimpan di limpa dan sumsum tulang. Fe yang berasal dari
pemecahan eritrosit akan masuk ke dalam hati dan limpa. Penimbunan Fe dalam jumlah
abnormal tinggi dapat terjadi akibat transfusi darah yang berulang-ulang atau akibat
penggunaan preparat Fe dalam jumlah berlebihan yang diikuti oleh absorpsi yang
berlebihan pula.
Eksresi. Jumlah Fe yang dieksresikan setiap hari sedikit sekali, biasanya sekitar 0,5-1
mg sehari. Eksresi terutama berlangsung melalui sel epitel kulit dan saluran cerna yang
terkelupas, selain itu juga melalui keringat, urin, feses, serta kuku, dan rambut yang
dipotong.
c. Kebutuhan Besi
Jumlah Fe yang dibutuhkan setiap hari dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor umur,
jenis kelamin, dan jumlah darah dalam bedan. Dalam keadaan normal dapat diperkirakan
bahwa seorang laki-laki dewasa memerlukan asupan sebesar 10 mg, dan wanita
memerlukan asupan sebesar 12 mg.
d. Sumber Alami
Makanan yang mengandung Fe dalam kadar tinggi (lebih dari 5 mg/100 g) adalah hati,
jantung, kuning telur, ragi, kerang, kacang-kacangan, dan buah-buahan kering tertentu.
Makanan yang mengandung besi dalam jumlah sedang, yakni daging, ikan, unggas, sayur-
sayuran, dan biji-bijian. Sedangkan susu sangat rendah kadar Fe-nya.
Pada kelebihan deposit Fe di hepar, dapat menyebabkan toksisitas karena formasi
radikal bebas dan lemak peroksid yang menghasilkan kerusakan jaringan progresif dan
selanjutnya menimbulkan nekrosis jaringan dan pembentukan jaringan ikat. Hal tersebut
bermanifestasi sebagai sirosis hati.
Nekrosis sel-sel hepar akan menyebabkan gangguan keseimbangan pembentukan
matriks ekstra seluler dan proses degradasi oleh sel stelata (stellate cell). Pembentukan
fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terus terpapar Fe secara
berlebihan, maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan
terus maka fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal
akan diganti oleh jaringan ikat.(2)
Sirosis hati akan meningkatkan resistensi intra hepatik dan vasodilatasi sistem arteri
splanik. Kedua hal tersebut akan meningkatkan tekanan vena porta hepatika dan terjadilah
hipertensi portal dimana tekanan vena melebihi 5 mmHg. Hipertensi portal dapat berakibat
terhadap dua komplikasi berat, yakni asites dan varises, baik di esofagus maupun di lambung.
Apabila varises tersebut pecah, dapat menimbulkan perdarahan masif dan bermanifestasi
dalam hematemesis dan melena. Darah hematemesis dan melena adalah darah hematin, yakni
darah yang telah tercampur dengan HCl lambung yang bersifat asam sehingga berwarna
maroon sampai hitam.(3)
Daftar Pustaka
1. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. Farmakologi dan Terapi. 5th ed. Jakarta:
Penerbit FK UI; 2012.
2. Nurjannah S. Sirosis Hati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5 th ed. Jakarta: Interna
Publishing; 2009.
3. Fauci AS, Hauser SL, Kasper DL, Longo DL, et al. Harrison’s Principles of Internal
Medicine. 18th ed. New York: Mc Graw Hill Companies; 2012.